Akuisisi Perusahaan
-
Upload
ricky-bunardi -
Category
Documents
-
view
156 -
download
6
description
Transcript of Akuisisi Perusahaan
TUGAS KELOMPOKMANAGEMEN STRATEJIK
MENAKAR STRATEGI KORPORASI(suatu kajian tekstual dan kontekstual strategi akuisisi Kalbe Farma)
Dosen Pengampu : Dr. Muttaqilla, M.Si
Oleh Kelompok III :
1. Lalu Saripudin I2A0101122. RR. Denik Riviani I2A0101283. Cintya Pratiwi P I2A0100874. RR. Emi Rulistiani I2A0101315. Gusti Ayu Sri M I2A0100936. Arnadi I2A0100827. Faisal Sirajudin I2A0100918. Lalu Agus Afandi I2A010109
PROGRAM PASCA SARJANAPROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS MATARAM
2011
Abstraksi
PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), seperti juga perusahaan industri besar lainnya, menjadikan akuisisi sebagai salah satu cara untuk memperluas pasarnya, menyebarkan produk perusahannya, dan menguasai pasar pada “genre” produk yang sama.Dalam proses siklus hidup KLBF, yang hampir setengah abad (kurang lebih 51 tahun), akuisisi bukanlah merupakan strategi yang asing. Dapat dikatakan bahwa salah satu strategi inti Kalbe dalam penetrasi pasar adalah akuisisi. Kini, “hasrat” Kalbe semakin meninggi. Keinginannya untuk melakukan beberapa akuisisi perusahaan, baik ditingkat lokal maupun Asean tak dapat dielakkan lagi. Dengan realitas kekinian Kalbe yang melatarbelakangi ide akuisisi, dan beberapa pendekatan literatur dalam analisis pilihan akuisisi, maka kajian lebih intens dalam menganalisa strategi Kalbe, menjadi sangat diharuskan.
Kata Kunci : Strategi perusahaan, akuisisi, perusahaan lokal dan Asean, signifikasi strategi.
- 2 -
BAB I
KASUS
Pada kamis, 14 Juli 2011 yang lalu, VIVAnews melansir berita tentang Kalbe
Farma yang akan melakukan akuisisi beberapa perusahaan obat asing, terutama
sekali perusahaan-perusahaan obat yang ada di Asia Tenggara. Dimana, rencana
mengakuisisi sejumlah perusahaan farmasi tersebut akan dilakukan tahun ini.
“Kabarnya, perseroan gencar memburu perusahaan farmasi di kawasan Asia
Tenggara sebagai langkah ekspansi bisnis ke mancanegara,” tutur sumber kepada
VIVAnews.com di Jakarta, Rabu 13 Juli 2011.
Diakui oleh pihak Kalbe Farma Tbk, bahwa perusahaan yang akan diakuisisi
adalah perusahaan farmasi dan barang-barang kebutuhan konsumsi. Pihak
perseroan lebih akan memfokuskan perhatiannya pada perusahaan-perusahaan
lokal. Jika dimungkinkan, baru akan diperluas ruang lingkupnya ke Asean. Dan
saat ini, perusahaan sedang melakukan penjajakan terhadap perusahaan-
perusahaan dimaksud.
Perseroan menyiapkan dana penjualan saham hasil pembelian kembali saham
(treasury stock) ke salah satu perusahaan asing. Kenyataannya, sampai dengan
saat sekarang, belum ada perusahaan asing yang berniat membeli saham tersebut.
Praktis, sumber modal yang dimiliki perseroan hanya dari kas simpanan saja.
Kalbe memiliki uang tunai sekitar 500 miliar rupiah hingga 1 triliun rupiah. Dana
ini akan digunakan untuk mengakuisisi perusahaan obat lokal guna meningkatkan
pendapatan sekitar 15-18 persen pada tahun ini.
Informasi kondisi saham per 31 Mei 2011, ada beberapa perusahaan yang
sudah memiliki saham berkode KLBF. PT Bina Artha Charisma memiliki saham
sebesar 8,01 persen, PT Gira Sole Prima (9,39 persen), PT Ladang Ira Panen
(8,51 persen), PT Lucasta Murni Cemerlang (8,74 persen), PT Diptanala Bahana
(8,76 persen), PT Santa Seha Sanadi (8,88 persen), dan UBS AG Singapore S/A
PT Kalbe Farma Tbk sebanyak 7,69 persen. Sedangkan sisanya dimiliki publik.
Pada perdagangan Rabu sore kemarin, KLBF ditutup menguat 25 rupiah (0,70
persen) ke level 3.550 rupiah. PT Deutsche Securities Indonesia dengan kode DB
tercatat sebagai broker yang paling banyak mengkoleksi saham Kalbe Farma.
- 3 -
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
Seperti yang dipahami oleh nalar yang wajar (common sense), diversifikasi
bisnis, merger perusahaan, bahkan pilihan-pilihan akuisisi merupakan pilihan-
pilihan strategi untuk menjaga agar suatu perusahaan dapat terus tumbuh, menjaga
utilitas kemampuan dan sumber daya, menghindari kondisi lingkungan industri
yang tidak menarik, dan untuk menggunakan kelebihan anggaran yang ada pada
kas agar lebih produktif.
Disitulah masalahnya. Dalam penilaian Bourgeois III dkk (1999), seringkali
para eksekutif puncak dalam melakukan perencanaan strategis perusahaannya,
mengabaikan sumber informasi yang berasal dari hipotesis para peneliti keuangan.
Para eksekutif percaya, bahwa mereka secara intuitif dapat menemukan atau
mengetahui mana perusahaan yang memiliki nilai rendah atau mana investasi
yang memiliki peluang besar.
Padahal, menentukan langkah-langkah strategis apa yang paling mungkin
dilakukan oleh suatu perusahaan merupakan hal yang sangat sensitif. Karena daya
saing strategis (strategic competitiveness) dapat dicapai apabila suatu perusahaan
berhasil merumuskan serta menerapkan suatu strategi pencipta nilai. Perumusan
strategis yang efektif dan efisien serta penerapan yang tepat akan meningkatkan
laba di atas rata-rata (Hitt dkk 1997).
Lalu, bagaimana dengan Kalbe Farma? Apakah kondisi lingkungan internal
perseroan tersebut telah mampu secara efektif dan efisien membantu rencana
strategis perusahaan dalam melakukan akuisisi? Apakah langkah akuisisi untuk
perusahaan-perusahaan lokal tersebut produktif atau malah kontra produktif?
Pertanyaan-pertanyaan ini tentu menjadi hal yang sangat penting untuk dianalisa,
karena hasilnya akan membantu perusahaan untuk lebih bijak melihat masa
depannya.
Tulisan ini, ingin mencoba melihat dari dua sisi pendekatan, yaitu sisi empirik
(lingkungan internal, lingkungan eksternal) dan pustaka (literatur yang
menjelaskan tentang apa dan bagaimana akuisisi dapat dilakukan).
- 4 -
BAB III
COMPANY OVERVIEW
3.1. Ikhtisar Perusahaan
What Business Are We InWe are an innovative Health Care Business providing Health Care Products & Its Related
Services.
MissionTo improve health for a better life.
VisionTo be the Best Indonesian Health Care Company driven by Innovation, Strong Brands
and Excellent Management.
MottoThe Scientific Pursuit of Health for a Better Life
Kalbe Panca Sradha1. Trust is the glue of life
2. Mindfulness is the foundation of our action3. Innovation is the key to our success
4. Strive to be the best5. Interconnectedness is a universal way of life
PT Kalbe Farma Tbk (“Perseroan” atau “Kalbe”) didirikan pada tanggal 10
September 1966 oleh enam bersaudara. Mulai beroperasi dari sebuah garasi di
kawasan Jakarta Utara, yang saat itu dikomando oleh Dr. Boenjamin Setiawan dan
- 5 -
F. Bing Aryanto serta didukung oleh keempat saudara lainnya. Usahanya terus
tumbuh sehingga pada akhirnya memiliki pabrik di kawasan Pulomas, Jakarta
Timur pada tahun 1971.
Daerah aktivitasnya pun berkembang, yang sebelumnya hanya di Jakarta,
perlahan mulai merambah ke daerah-daerah lain di Indonesia. Secara bertahap,
Kalbe membuka cabang-cabang di daerah dan dalam 10 tahun sejak berdirinya,
Kalbe telah mencakup seluruh Indonesia. Dari sisi produk, Kalbe juga terus
mengembangkan lini produknya sehingga menjadi salah satu perusahaan farmasi
yang cukup diperhitungkan di Indonesia, baik untuk kategori obat yang
diresepkan (Ethical) atau obat yang dijual bebas (OTC/Over The Counter). Di
tengah maraknya persaingan dengan perusahaan sejenis lainnya, Kalbe melakukan
terobosan dengan mendiferensiasi lini produknya.
Dari sisi pemasaran, Kalbe juga melakukan terobosan dengan memelopori
pola-pola pemasaran yang dilakukan perusahaan multinasional, yang sekarang
dikenal dengan medical representative. Terobosan lain yang memperlihatkan visi
kuat Kalbe terhadap kualitas, sekaligus untuk meraih kepercayaan asing, adalah
mengembangkan kerja sama strategis dengan beberapa perusahaan multinasional,
khususnya dari Jepang.
Periode berikutnya, tahun 1976-1985, adalah era dimana perkembangan fisik
masih terus berlangsung dan dilanjutkan dengan diversivikasi usaha. Pada tahun
1977, Kalbe sudah menjadi salah satu kekuatan utama pada kategori obat–23
obatan ethical–dan mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan multinasional.
Langkah berikutnya adalah memperkuat diri di bidang OTC (Over The Counter).
Untuk itu, pada tahun 1977 didirikan PT. Dankos Laboratories, yang lebih
memfokuskan diri di bidang OTC.
Pada tahun 1985, Kalbe mengakuisisi PT. Bintang Toedjoe, yang juga kuat di
OTC serta PT. Hexpharm Jaya, yang pada saat itu memegang produk generik.
Pada tahun 1991, Kalbe terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai perusahaan
publik.
Selama lebih dari 40 tahun sejarah Perseroan, pengembangan usaha telah
gencar dilakukan melalui akuisisi strategis terhadap perusahaan-perusahaan
farmasi lainnya, membangun merek-merek produk yang unggul dan menjangkau
- 6 -
pasar internasional dalam rangka transformasi Kalbe menjadi perusahaan produk
kesehatan serta nutrisi yang terintegrasi dengan daya inovasi, strategi pemasaran,
pengembangan merek, distribusi, kekuatan keuangan, keahlian riset dan
pengembangan serta produksi yang sulit ditandingi dalam mewujudkan misinya
untuk meningkatkan kesehatan guna kehidupan yang lebih baik.
Semangat inovasi yang telah menjadi bagian integral pertumbuhan Perseroan,
sejak awal pendiriannya, secara berkesinambungan diterapkan di lingkungan Grup
Kalbe untuk pengembangan produk baru yang berdaya jual dan berbasis
teknologi, yang memberikan kemudahan bagi konsumen. Melalui kegiatan riset
dan pengembangan di bidang medis, Kalbe mendorong pertumbuhan Perseroan di
masa mendatang dan berperan serta dalam memajukan dunia kesehatan demi
meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.
Melalui peningkatan produktivitas, inovasi di bidang kesehatan serta
pengelolaan arus kas yang baik, Kalbe memiliki landasan yang kuat untuk terus
bertumbuh sebagai perusahaan kesehatan yang unggul di Indonesia. Dengan
didukung upaya perbaikan berkesinambungan dalam berbagai proses bisnis dan
kualitas sumber daya manusia, Kalbe terus mengembangkan diri untuk “menjadi
perusahaan produk kesehatan Indonesia terbaik yang didukung oleh inovasi,
merek yang kuat dan manajemen yang prima”.
Grup Kalbe telah menangani portofolio merek yang handal dan beragam
untuk produk obat resep, obat bebas, minuman energi dan nutrisi, yang dilengkapi
dengan kekuatan bisnis usaha kemasan dan distribusi yang menjangkau lebih dari
1 juta outlet. Perseroan telah berhasil memposisikan merek-mereknya sebagai
pemimpin di dalam masing-masing kategori terapi dan segmen industri, tidak
hanya di Indonesia namun juga di berbagai pasar internasional, dengan produk-
produk kesehatan dan obat-obatan yang telah senantiasa menjadi andalan keluarga
seperti Promag, Mixagrip, Woods, Komix, Prenagen dan Extra Joss.
Lebih jauh, pembinaan dan pengembangan aliansi dengan mitra kerja
internasional telah mendorong pengembangan usaha Kalbe di pasar internasional,
dan partisipasi dalam proyek-proyek riset dan pengembangan yang canggih, serta
memberi kontribusi dalam penemuan terbaru di dalam bidang kesehatan dan
farmasi, termasuk riset sel punca dan kanker.
- 7 -
Pelaksanaan konsolidasi Grup pada tahun 2005 telah memperkuat
kemampuan produksi, pemasaran dan keuangan Perseroan sehingga
meningkatkan kapabilitas dalam rangka memperluas usaha Kalbe baik di tingkat
lokal maupun internasional.
3.2. Kondisi Bisnis
Saat ini, Kalbe adalah salah satu perusahaan farmasi terbesar di Asia
Tenggara yang sahamnya telah dicatat di bursa efek dengan nilai kapitalisasi pasar
USD 3,6 miliar dan omset penjualan Rp 10,2 triliun pada akhir tahun 2010. Posisi
kas yang sangat baik ini akan memberikan fleksibilitas yang luas dalam
pengembangan usaha Kalbe di masa mendatang.
Kalbe memiliki fokus bisnis pada 4 divisi yang masing-masing memberikan
kontribusi yang relatif seimbang, yaitu (1) divisi obat resep. Melalui fokus pada
pengembangan produk serta diperkuat dengan tim penjualan atau medical
representative, di tahun 2010 Divisi Obat Resep Kalbe mampu tumbuh lebih
tinggi melampaui tingkat pertumbuhan industri obat resep Indonesia yang tercatat
tumbuh sebesar 12,2% dibandingkan dengan tahun 2009. Kalbe pada tahun 2010
merilis 21 produk baru di 11 kelas terapi sehingga secara total Perseroan kini
memproduksi 372 produk obat di 16 kelas terapi, (2) divisi produk kesehatan.
Pasar farmasi Indonesia seperti berbagai negara berkembang lainnya, ditandai
dengan porsi kategori obat resep dan obat bebas yang cukup berimbang. Kategori
produk obat bebas (OTC) pada tahun 2010 tetap bertumbuh, walaupun melambat
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang antara lain dipengaruhi oleh mulai
meningkatnya penggunaan obat generik.
Namun demikian, dengan melihat besarnya potensi pasar Indonesia, peluang
tetap terbuka lebar bagi Divisi Produk Kesehatan Kalbe yang memiliki rangkaian
obat bebas dengan merek dagang kuat yang menguasai pangsa pasar yang di
kategorinya, (3) divisi nutrisi. Pendapatan dan standar kehidupan masyarakat yang
semakin meningkat membentuk gaya hidup lebih sehat, yang mendorong
konsumsi susu. Berdasarkan data AC Nielsen 2010, konsumsi susu bubuk tumbuh
sebesar 6,0%. Peluang pasar nutrisi ini mampu digarap dengan baik oleh Kalbe
Nutritionals di tengah kompetisi dengan produsen-produsen multinasional yang
- 8 -
telah mapan, dan (4) divisi distribusi & kemasan. Perseroan memfokuskan
distribusi produk-produknya secara lancar dan merata ke jutaan outlet di seluruh
Indonesia secara langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan menjamin
ketersediaan produk dan peningkatan penetrasi produk Perseroan ke daerah baru.
Menyadari kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat
luas, Kalbe terus meningkatkan kapasitas dan kualitas layanan distribusinya
sehingga dukungan jaringan distribusi dan pemasaran farmasi terbesar di
Indonesia yang dimilikinya menjadi suatu keunggulan kompetitif bagi Kalbe.
Dengan didukung lebih dari 15.000 karyawan termasuk 4.000 tenaga
pemasaran dan penjualan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, Kalbe
mampu menjangkau 70% dokter umum, 90% dokter spesialis, 100% rumah sakit,
100% apotek untuk pasar obat-obat resep, serta 80% untuk pasar produk
kesehatan dan nutrisi.
3.3. Kondisi Pasar
Bila melihat data tren pasar, pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia–
mencakup seluruh aktivitas yang dilakukan oleh WNI dan WNA di indonesia–
maka didapat, bahwa total belanja kesehatan rata-rata sebesar 2,1 persen dari
Gross Domestic Product (produk domestik bruto) selama 11 tahun (periode tahun
1999-2009).
Hal ini sejalan dengan kondisi pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) RI saat ini, yang sedang fokus pada upaya penyelesaian regulasi
mengenai jaminan sosial. Lembaga-lembaga yang sudah ada, seperti Jamsostek,
Askes, Taspen dan Asabri, sedang dalam pembahasan yang serius. Nantinya,
sistem jaminan sosial yang baru akan mencakup pekerja yang berada pada
institusi formal dan informal. Dan hal ini akan diimplementasikan pada tahun
2014.
Pembahasan yang sedang berlangsung tersebut, bertujuan, salah satunya
untuk memperkuat undang- undang kesehatan yang dikeluarkan pada tahun 2009
yang lalu. Dimana, pemerintah diamanatkan untuk meningkatkan anggaran
kesehatan dari 2 persen sampai 5 persen dari total produk domestik bruto.
- 9 -
3.4. Strategi Akuisisi
Akuisisi sudah dilakukan oleh Kalbe sejak tahun 1977, yaitu dengan
mengakuisisi PT Dankos Laboratories. Kemudian, pada 1985 PT. Bintang Toejoe
dan PT. Hexpham Jaya yang diakuisisi. Proses akuisisi ini terus berlanjut pada
1993, PT Sanghiang Perkasa menjadi targetnya, pada 1997 mengakuisisi merek
Woods dan 80 persen saham PT. Saka Farma, dan pada 2009.
Pada tahun 2009, Kalbe juga telah melaksanakan tender offer untuk membeli
di pasar saham anak perusahaan yaitu PT Enseval Putera Megatrading Tbk
(“Enseval”) sehingga kepemilikan Kalbe atas Enseval meningkat menjadi
83,75%. Selain itu, Kalbe melalui anak perusahaan PT Bintang Toedjoe juga telah
berhasil mengambil alih seluruh saham PT Saka Farma Laboratories (“Saka
Farma”), sebuah perusahaan yang menguasai produk terkemuka Mextril,
Mikorex, Sakatonik Liver dan Sakatonik ABC, dengan diselesaikannya transaksi
pembelian 20% saham Saka Farma pada tahun 2009.
Kombinasi bisnis dicatat dengan menerapkan metode akuisisi. Biaya akuisisi
diukur berdasarkan imbalan yang dialihkan, yang diukur berdasarkan nilai wajar
pada tanggal akuisisi dan jumlah kepentingan nonpengendali pada pihak yang
diakuisisi. Untuk setiap kombinasi bisnis, pihak pengakuisisi mengukur
kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi baik pada nilai wajar
ataupun pada proporsi kepemilikan kepentingan nonpengendali atas aset neto
teridentifikasi dari pihak yang diakuisisi. Biaya terkait akuisisi dicatat sebagai
beban pada periode biaya tersebut terjadi.
Pada saat Grup mengakuisisi suatu bisnis, Grup menentukan aset dan
liabilitas keuangan yang diambil-alih berdasarkan pada persyaratan kontraktual,
kondisi ekonomi dan kondisi terkait lain yang ada pada tanggal akuisisi.
Termasuk juga penilaian apakah suatu derivatif melekat dipisahkan dari kontrak
utama oleh pihak yang diakuisisi.
Jika kombinasi bisnis dilakukan secara bertahap, pihak pengakuisisi
mengukur kembali kepentingan ekuitas yang dimiliki sebelumnya pada pihak
yang diakuisisi pada nilai wajar tanggal akuisisi dan mengakui keuntungan atau
kerugian yang dihasilkan, jika ada, dalam laporan laba rugi.
- 10 -
Setiap imbalan kontinjensi yang dialihkan oleh pihak pengakuisisi diakui
sebesar nilai wajarnya pada tanggal akuisisi. Perubahan yang dihasilkan dari
peristiwa setelah tanggal akuisisi terhadap nilai wajar imbalan kontinjensi yang
diklasifikasikan sebagai aset atau liabilitas akan diakui sesuai PSAK No. 55
(Revisi 2006) sebagai keuntungan atau kerugian yang diakui baik dalam laporan
laba rugi atau pendapatan komprehensif lainnya. Jika imbalan kontinjensi
diklasifikasikan sebagai ekuitas, tidak akan diukur kembali dan penyelesaian
selanjutnya diperhitungkan dalam ekuitas.
3.5. Ikhtisar Keuangan
Laporan Laba Rugi
2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004
Net sales 10.226.789 9.087.347 7.877.366 7.004.910 6.071.550 5.870.939 5.042.817Cost of Goods
Sold5.060.404 4.575.407 4.073.726 3.453.279 2.972.908 2.907.625 2.594.106
Gross Profit 5.166.386 4.511.940 3.803.640 3.551.631 3.098.642 2.963.314 2.448.711Operating Expenses
3.375.482 2.946.065 2.660.928 2.422.276 2.027.371 1.903.300 1.525.039
Operating Profit
1.790.904 1.565.875 1.142.712 1.129.355 1.071.271 1.060.014 923.672
Other Income (20.469) (94.803) 35.309 29.313 18.810 (44.449) (101.864)Net Income 1.286.330 929.004 706.822 705.694 676.582 626.117 450.698Number of
Shares Outstanding
9.374,3 9.577,2 9.755,3 10.090,0 10.156,0 10.156,0 10.156,0
Earnings per Share
137 97 72 70 67 62 44
Catatan : dalam satuan juta rupiah
Neraca 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004Current Assets 5.037.270 4.701.893 4.168.055 3.760.008 3.321.278 3.559.836 3.309.885
Total Short Term
Investment5.316 62.596 124.748 175.833 259.701 882.993 1.035.580
Total Assets 7.032.497 6.482.447 5.703.832 5.138.212 4.624.619 4.633.399 4.231.054Current
Liabilities1.146.489 1.574.137 1.250.372 754.629 658.760 903.516 1.144.288
Total Debts 25.344 340.678 405.504 314.118 378.590 1.019.747 1.461.388Total
Liabilities1.260.361 1.691.512 1.358.990 1.121.188 1.080.171 1.821.584 2.283.648
Net Working Kapital
3.890.781 3.127.755 2.917.683 3.005.379 2.662.518 2.656.320 2.165.597
Total Equity 5.373.784 4.310.438 3.622.399 3.386.862 2.994.817 2.333.172 1.598.650Catatan : dalam satuan juta rupiah
Rasio-rasio Keuangan
(%)2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004
Gross Profit Margin
50,52 49,65 48,29 50,70 51,04 50,47 48,56
ROA 18,29 14,33 12,39 13,73 14,63 13,51 10,56ROE 23,94 21,55 19,51 20,84 22,59 26,84 28,19
Current Ratio 439,36 298,70 333,35 498,26 504,17 394,00 289,25Debt of Equity 0,47 7,88 11,19 9,27 12,64 43,71 91,41Debt of Assets 0,36 5,24 7,11 6,11 8,19 22,01 34,54
- 11 -
BAB IV
KAJIAN LITERATUR
4.1. Manajemen Stratejik
Meskipun para pakar memberikan definisi yang berbeda-beda tentang
manajemen stratejik–satu hal yang biasa dalam kegiatan ilmiah–kiranya tidak
akan jauh dari kebenaran apabila dikatakan bahwa manajemen stratejik adalah
serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen
puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka
mencapai tujuan organisasi tersebut (Siagian 2011).
Ada pandangan menarik dari David (2004), ia meyakini bahwa proses
manajemen strategis tidak berakhir ketika perusahaan memutuskan strategi apa
yang akan dilakukan. Harus ada penerjemahan dari pemikiran strategis menjadi
tindakan strategis. Penerjemahan ini jauh lebih mudah bila manajer dan karyawan
memahami bisnis, merasa merupakan bagian dari perusahaan, dan melalui
keterlibatan perumusan strategis bertekad untuk membantu suksesnya organisasi.
Pelaksanaan strategi mempengaruhi suatu organisasi dari puncak sampai ke
bawah. Tindakan ini memberi dampak pada semua bidang fungsional dan bidang
divisi di suatu bisnis.
Dalam bukunya, strategic management, Bourgeois III dkk (1999) menulis:
“Successful corporate strategies are not only the product of successful definiting,
however. Successful diversification is also the result of organization capabilities
or competencies that allow managers to exploit or realize the potential economies
and other synergies that large size and diversity can offer.” Secara amat kaya,
kalimat ini menunjukkan bahwa sinergitas antara strategi dan bagaimana strategi
perusahaan tersebut dilaksanakan, akan memberikan hasil yang signifikan
terhadap perkembangan suatu perusahaan.
Dengan bahasa yang lain, buruknya implementasi suatu strategi yang baik
dapat menyebabkan strategi tersebut gagal. Namun implementasi strategi yang
sempurna tidak hanya akan membuat strategi yang tepat berhasil, tetapi dapat juga
menyelamatkan strategi yang awalnya meragukan.
- 12 -
Kesadaran tersebut menyebabkan banyak manajemen puncak mulai
memberikan perhatian yang banyak pada masalah-masalah implementasi strategis.
Mereka telah menyadari bahwa kesuksesan suatu strategi tergantung pada struktur
organisasi, alokasi sumber daya, program kompensasi, sistem informasi, dan
budaya perusahaan, diantara sumber-sumber daya lainnya. (Hunger-Wheelen
2003).
4.2. Akuisisi
Cara yang paling sering dilakukan untuk melancarkan strategi diversifikasi
adalah melalui akuisisi. Akusisi mulai berkembang pesat pada tahun 1980an di
Amerika Serikat, dan mereka menyebut dekade ini sebagai “merger mania”.
Karena akuisisi pada 1980an digambarkan sebagai gelombang akuisisi dan merger
terhebat yang pernah terjadi dalam sejarah.
Bagaimana tidak, pada dekade ini jumlah akuisisi berkisar antara 31.000
sampai 55.000. Nilai keseluruhan akuisisi tersebut lebih dari $1.300 miliar,
dengan tahun 1988 sebagai puncaknya dan melibatkan investasi senilai $246,9
juta. Investasi ini bahkan semakin signifikan karena menyangkut hampir 40
persen belanja modal perusahaan-perusahaan di AS.
Kenapa merger? Apa hubungan antara merger dan akuisisi? Seberapa
signifikan akuisisi memberikan pengaruh pada hasil/laba suatu perusahaan? Inilah
pertanyaan-pertanyaan yang akan didiskusikan berikutnya.
4.2.1. Definisi
Akuisisi berasal dari kata kerja “acquire” yang berarti memperoleh,
mengambil alih. Ketika suatu perusahaan (acquiror) mengakuisisi perusahaan
lain (acquiree), perusahaan tersebut membuat suatu investasi modal. Seperti
investasi modal lainnya, perusahaan akan melakukan akuisisi bila hal ini
meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
Sementara, merger adalah suatu kombinasi antara dua perusahaan,
acquiror dan acquiree. Acquiror akan menyerap seluruh aktiva dan pasiva
acquiree serta mengambil alih bisnis acquiree. Acquiree kehilangan
kebebasannya, biasanya kemudian menjadi cabang dari acquiror.
(Atmaja 2008).
- 13 -
Hitt dkk (1997) melihat merger sebagai suatu transaksi di mana dua
perusahaan sepakat untuk mengintegrasikan operasi dalam basis kemitraan
secara relatif karena memiliki sumber daya dan kapabilitas yang secara
bersama-sama bisa menghasilkan keunggulan bersaing yang lebih kuat.
Kemungkinan yang lain adalah akuisisi. Akuisisi merupakan transaksi di
mana suatu perusahaan membeli pengendalian atau 100 persen kepemilikan
perusahaan lain agar bisa lebih efektif menggunakan kompetensi intinya
dengan menjadikan perusahaan yang diakuisisi sebagai perusahaan yang
mendukung portofolio bisnisnya.
4.2.2. Alasan Merger dan Akuisisi
Para akademisi, seperti Atmaja dan Hitt dkk, barangkali merupakan
sebagian kecil akademisi yang coba menggali lebih dalam tentang alasan
mendasar apa yang menyebabkan suatu korporasi melakukan merger atau
akuisisi. Atmaja (2008), misalnya, melihat bahwa ada lima alasan mengapa
korporasi melalukan merger, yaitu (1) sinergi, terjadi bila 2 + 2 < 4, kenapa,
karena ada “synergistic effect” dari operating economies (adanya skala
ekonomi yang dapat menurunkan biaya-biaya yang ditanggung), financial
economies (biaya transaksi keuangan lebih rendah, posisi keuangan yang
lebih kuat dan rating yang lebih baik dari pada analisis sekuritas), differential
efficiency, dan increased market power, (2) pertimbangan pajak,
menggunakan kerugian pajak perusahaan yang bergabung untuk menurunkan
biaya pajak penghasilan, (3) membeli aktiva di bawah biaya penggantian
(replacement cost), biaya membuat baru lebih mahal dari pada membeli yang
sudah operasi, (4) diversifikasi, karena diversifikasi mengurangi risiko bisnis
pengurangan fluktuasi keuntungan, dan (5) insentif pribadi manajemen
perusahaan. Tidak jarang merger terjadi karena manajemen ingin
mendapatkan keuntungan untuk mereka sendiri.
Sedangkan Hitt dkk mengklasifikasikan alasan akuisisi menjadi enam
bagian, yaitu (1) keinginan korporasi untuk mencapai kekuatan pasar yang
lebih besar dengan mengakuisisi perusahaan pesaing (akuisisi horizontal) atau
perusahaan lain dalam industri terkait (akuisisi terkait), (2) meminimumkan
hambatan masuk dengan mengakuisisi perusahaan yang telah beroperasi di
- 14 -
pasar tersebut, (3) dapat menurunkan biaya pengembangan dan meningkatkan
kecepatan dalam melakukan akses pasar, (4) menghindari usaha internal yang
berisiko karena kendala sumber daya dan kapabilitas, (5) diversifikasi, dan
(6) mengurangi persaingan yang tajam.
4.2.3. Masalah Akuisisi
Hitt dkk (1997) melihat bahwa penyebab dari timbulnya masalah pada
strategi akuisisi adalah tingginya nilai beli perusahaan sasaran, kesalahan
perkiraan mengenai kapabilitas dan strategi, tingginya biaya pelaksanaan
akuisisi, dan sulitnya mengintegrasikan perusahaan yang diakuisisi.
Hitt dkk kemudian mengurai lebih jelas beberapa perkara yang
disebutkan di atas tersebut. Pertama, harga beli yang tinggi (overpayment)
dapat terjadi karena perusahaan yang melakukan akuisisi karena tidak
menganalisis perusahaan sasaran secara menyeluruh dan tidak
mengembangkan pengetahuan yang cukup mengenai nilai pasarnya, atau
perusahaan mungkin menawarkan terlalu banyak uang kepada perusahaan
sasaran. Seringkali, sikap pemegang saham di perusahaan sasaran memberi
harga premi yang lebih tinggi dari yang ada di pasaran, saat akan melepas
saham mereka.
Kedua, kesalahan dalam menilai sinergi dan/atau memanfaatkan sinergi
seringkali menjadi kendala akuisisi. Untuk mencapai keunggulan bersaing
berkelanjutan dari akuisisi, perusahaan harus mengetahui sinergi khusus
(private synergy) yang menilik manfaat penggabungan dan kapabilitas, serta
keunggulan perusahaan gabungan yang tidak bisa ditiru pesaingnya.
Ketiga, banyak akusisi berisiko pada tahun 1980an yang dibiayai oleh
hutang (junk bonds). Hal ini disebabkan karena keyakinan bahwa hutang
dapat meningkatkan kedisiplinan manajerial yang positif. Beberapa ahli
membantah hal ini, karenanya, mereka mendorong agar eksekutif
menggunakan leverage dalam akuisisi besar. Walaupun pembiayaan dengan
leverage ini bukannya tanpa risiko. Karena, bila leverage ratios suatu
perusahaan tinggi, maka dapat melemahkan kemampuan perusahaan
membayar hutang, di mana hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan yang
bersangkutan pailit.
- 15 -
Keempat, integrasi sulit dilakukan karena harus mempertemukan dua
budaya perusahaan yang berbeda, menghubungkan sistem keuangan dan
pengendalian yang berbeda, membangun hubungan kerja yang efektif
(terutama bila gaya manajemennya berbeda), dan memecahkan masalah yang
berkaitan dengan perbedaan status eksekutif perusahaan yang diakuisisi.
Salah satu cara perusahaan untuk menjawab hal ini yaitu dengan memberikan
kebebasan untuk memutuskan apakah menyetujui atau menolak gagasan baru.
Hal tersebut memungkinkan perusahaan tersebut menjadi inovatif dan mampu
menerapkan inovasi dengan cepat.
4.2.4. Kinerja Jangka Panjang Akuisisi
Dalam analisisnya tentang kinerja akuisisi, Hitt dkk sangat menyadari
kalau akuisisi seringkali berjalan tidak seperti yang diharapkan. Tidak
mengherankan bila banyak akuisisi yang dilakukan kemudian dijual kembali
(divested) setelah beberapa tahun karena buruknya kinerja. Buruknya kinerja
jangka panjang bisa disebabkan beberapa faktor termasuk diversifikasi yang
berlebihan, proses akuisisi yang melemah karena ekstensifitas proses akuisisi,
hutang yang terlalu banyak, ukuran perusahaan yang terlalu besar, dan
penurunan dalam inovasi.
4.3. Budaya Perusahaan Lokal dan Asing
Memang, akuisisi dapat menyediakan akses cepat ke pasar yang baru. Dalam
kenyataannya, akuisisi dapat memungkinkan ekspansi internasional yang tercepat
dan, seringkali, terbesar dari berbagai alternatif cara ekspansi internasional.
Akuisisi internasional memiliki kelemahan yang sama dengan akuisisi
domestik. Selain itu, negosiasi akuisisi internasional bisa menjadi sangat
kompleks, umumnya lebih rumit dari akuisisi domestik. Perusahaan yang
mengakuisisi tidak saja berhadapan dengan budaya korporat yang berbeda, tetapi
juga dengan budaya dan praktek sosial yang berbeda secara potensial.
Dalam bukunya, budaya organisasi, Darsono (2006) menjelaskan bahwa
budaya perusahaan merupakan ideologi bagi semua orang yang hidup dalam suatu
perusahaan, yang harus diyakini dan dilaksanakan sebagai pedoman hidup atau
way of life. Budaya menentukan struktur organisasi, strategi, kebijakan, dan
- 16 -
program kerja. Selanjutnya menentukan budget, pelaksanaan, evaluasi, kontrol
dan umpan balik untuk penyempurnaan visi, misi, dan strategi perusahaan.
Dengan budaya perusahaan yang kuat, perusahaan dapat bertahan hidup.
Budaya perusahaan mengandung dua unsur penting yaitu nilai dan pola
prilaku. Sebagai nilai, budaya organisasi dijadikan sebagai acuan berperilaku
bersifat tidak tampak (unvisible), merupakan sesuatu yang sulit diubah walaupun
kondisi riil kehidupan sosial telah berubah. Sebagai pola prilaku, budaya
organisasi bersifat nampak (visible), merupakan sesuatu yang mudah diubah dan
disesuaikan dengan perubahan kehidupan riil masyarakat. Antara nilai dan pola
prilaku terjadi interaksi yang saling menetukan berhasilnya kinerja perusahaan.
Dapat dikatakan, hakikat dari budaya perusahaan adalah kepentingan pemilik
atau pendiri perusahaan yang dikemas dalam suatu pernyataan-pernyataan yang
berisi nilai, norma, dan pola prilaku yang harus diyakini kebenarannya dan ditaati
oleh semua karyawan dalam melaksanakan strategi, kebijakan, dan program kerja
manajemen. Hasil operasi yang cocok dengan standar yang telah ditetapkan
disebut “sukses” kemudian dijadikan acuan berprilaku untuk periode operasi
selanjutnya dalam jangka panjang sehingga merupakan suatu “kebiasaan” atau
adat istiadat perusahaan.
Penelitian dan tulisan tentang budaya perusahaan di Indonesia belum banyak
dilakukan orang. Namun, Ndraha (2005) mengakui, bahwa minat terhadap hal
tersebut terus meningkat. Richard I Mann salah satunya. Di akhir bukunya yang
berjudul the culture of business in Indonesia (1994), ia menulis,”a final word, not
about business per se, but about a condition which sometimes results in the
misinterpretation of business culture and, indeed, of what is really going on.”
Kemudian, dalam buku Business in Indonesia, the cultural key to success
(1997), yang ditulis oleh Thomas Brandt, disebutkan,”working with Indonesians
is, in principle, a pleasant experience. But in situations with deadlines
approaching fast, with matters having to move ahead, it can seem that there is no
way forward. Odd things start happening and nothing seems to work any more.
These are the moments when you simply wish to give up and leave. It will take
time for an expatriate manager to realise that the only way to succeed is by daily
- 17 -
checks and permanent follow ups. What is self evident in a western environment is
not so here.”
Kedua penulis di atas, ingin menjelaskan bahwa tidak mudah untuk dapat
masuk dalam budaya orang Indonesia, apa lagi menyangkut bagaimana mereka
bekerja. Karena, apa yang dianggap sebagai aktualisasi diri negara mereka
menjadi tidak bermakna di Indonesia. Atau dapat dikatakan, bahwa rasa tanggung
jawab orang-orang Indonesia lemah.
Bagaimana dengan perusahaan asing? Christoph I. Barmeyer dan Eric
Davoine, dalam International corporate cultures? From helpless global
convergence to constructive European divergence
(http://www.phil.uniassau.de/55.CorporateBarmeyerDavoine.pdf), menjelaskan
bahwa perusahaan-perusahaan asing, seperti di Amerika dan Kanada, sangat
mengedepankan penghargaan pada siapa saja yang memiliki hubungan dengan
perusahaan (pelanggan, pegawai, rekanan, pemegang saham, suplier, dan
masyarakat), mengedepankan integritas diri berupa kejujuran dan tingkah laku
yang beretika, dan fokus pada kualitas dari produk yang dihasilkan dengan
mencari cara-cara yang inovatif, untuk meningkatkan kualitas pada setiap
pekerjaannya. Serta, mengedepankan akuntabilitas, membangun kepercayaan dan
transparansi, serta menciptakan tim kerja yang handal dan kooperatif dalam
menyelesaikan masalah dan mengimplementasikan proyek dengan cara
membangun interaksi dengan anggota tim.
Kalau Singapura lain lagi. Yang dikedepankan adalah budaya kerja keras,
takut kehilangan sesuatu sehingga selalu ingin menjadi yang terbaik,
meminimalisir korupsi, menjadikan Singapura sebagai tempat yang mudah untuk
berbisnis, sangat mengedepankan status dan tingkatan dalam menjalankan bisnis
mereka, dan menjaga hubungan personal yang baik sangat diutamakan ketimbang
hubungan perusahaan (http://www.communicaid.com/access/pdf/library/Doing
Business in Singapore.pdf)
- 18 -
BAB V
PEMBAHASAN
Saat ini, Kalbe adalah salah satu perusahaan farmasi terbesar di Asia
Tenggara yang sahamnya telah dicatat di bursa efek dengan nilai kapitalisasi pasar
di atas US$ 1 miliar dan penjualan melebihi Rp 7 triliun. Posisi kas yang sangat
baik saat ini juga memberikan fleksibilitas yang luas dalam pengembangan usaha
Kalbe di masa mendatang. Kalbe Farma menargetkan menjadi penguasa pasar
Asia pada 2015.
Mengenai kesiapan Kalbe Farma untuk melakukan akuisisi, dapat dikatakan
Kalbe farma sudah cukup siap melihat peningkatan-peningkatan yang dicapainya
dalam beberapa tahun terakhir. Akuisisi perusahaan maupun produk obat bebas
(over the counter/OTC), makanan, dan minuman kesehatan diharapkan dapat
mendorong peningkatan kinerja perusahaan. Kalbe menganggarkan belanja modal
(capital expenditure/capex) tahun depan sekitar Rp 300-500 miliar. Itu termasuk
capex anak usaha perseroan, PT Enseval Putera Megatrading Tbk (EMPT).
Enseval akan menyiapkan dana capex sebesar Rp 100-120 miliar. Perusahaan
distributor itu akan menggunakan sebagian dana capex untuk pengembangan
cabang baru di Palangkaraya, Kendari, dan Gorontalo, peremajaan beberapa
cabang di Banda Aceh, Banjarmasin, Jember, Solo, dan Papua dan informasi
perusahaan.
Hingga kuartal III-2009, Kalbe membukukan pertumbuhan penjualan bersih
13,57% dari Rp 5,72 triliun menjadi Rp 6,49 triliun. Laba bersih naik 22,27%
menjadi Rp 615,7 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 503,91 miliar.
Laba bersih per saham melonjak 25,49% dari Rp 51 menjadi Rp 64 per saham.
Pertumbuhan penjualan Kalbe ditopang oleh kenaikan penjualan obat-obatan
sebesar 18%-20% dan produk baru khususnya produk konsumer.
Di samping itu, pendapatan dari sektor distribusi melalui Enseval juga
tumbuh pesat. Distribusi produk kosmetik melonjak hampir 20%, sedangkan
distribusi obat generik tumbuh 15%-16%. Menurut beberapa pengamat, Akuisisi
- 19 -
perusahaan sejenis tentunya dapat mendongkrak kinerja dan pangsa pasar Kalbe
ke depan serta akan berdampak pada kenaikan harga saham Kalbe.
Untuk tahun 2011 perseroan menganggarkan dana sekira Rp 600 miliar
sampai Rp 700 miliar. Nantinya, dana tersebut akan digunakan untuk membangun
pabrik baru antikanker sekira Rp 200 miliar, serta untuk jaringan distribusi
sebesar Rp 100 miliar sampai Rp150 miliar. Kemudian sebesar Rp 650 miliar
untuk pengembangan mesin-mesin baru dan pengembangan teknologi
infrastruktur perseroan. Adapun dana tersebut sejauh ini masih berasal dari kas
internal. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bagi perseroan untuk
menambah dana investasi tersebut dengan mekanisme dana dari eksternal
perseroan seperti pinjaman perbankan dan kepemilikan standby loan sebesar
Rp 1 triliun.
Selain pendekatan finansial di atas, kami juga melihat bahwa manajemen
Kalbe Farma, walau pun telah mengetahui kondisi internalnya, tetap berhati-hati
dalam mengambil langkah-langkah untuk akuisisi. Maka dapat dikatakan, bahwa
selain memiliki kemampuan menjual yang baik, Kalbe juga memiliki departemen
penelitian dan pengembangan yang juga kuat.
Bahasa lainnya, dengan dukungan finansial dan manajemen yang baik dan
kuat, strategi akuisisi yang dilakukan Kalbe Farma sebagai salah satu alternatif
ekspansi pasar pada tingkat lokal, regional maupun internasional, sudah sangat
tepat.
- 20 -
BAB VI
KESIMPULAN
Akuisisi telah dipertimbangkan oleh Kalbe Farma sebagai langkah terbaik
untuk melakukan ekspansi industrinya. Pertimbangan kekuatan sumber daya
internal termasuk keuangan dapat dikatakan mampu untuk melakukan proses
perluasan industri ini. Namun Kalbe Farma sendiri tidak menutup kemungkinan
untuk menggunakan sumber dana eksternal jikalau memang diperlukan. Dengan
pertimbangan untung rugi yang telah diperhitungkan sebelumnya, Kalbe Farma
yakin akuisisi mendatang di Asean ini akan mampu untuk meningkatkan
produktivitas dan keuntungan perusahaan, seperti halnya yang telah terbukti pada
akuisisi-akuisisi sebelumnya.
- 21 -
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Ph.D. Lukas S. 2008. Manajemen Keuangan; Teori dan Praktik. Yogyakarta : Andi
Bourgeois III, dkk. 1999. Strategic Management; a Managerial Perspective. Secon Edition. The Dryden Press
Christoph I. Barmeyer dan Eric Davoine. International corporate cultures? From helpless global convergence to constructive European divergence. http://www.phil.uniassau.de/55.CorporateBarmeyerDavoine.pdf. Diakses pada tanggal 16 November 2011.
Darsono, Dr. 2006. Budaya Organisasi; Kajian Tentang Organisasi, Media, Budaya, Ekonomi, Sosial dan Politik. Jakarta : Diadit Media
David, Fred R. 2004. Manajemen Strategis; Konsep-konsep. Edisi Sembilan. Jakarta : Indeks
Hitt, dkk. 1996. Manajemen Strategis; Menyongsong Era Persaingan dan Globalisasi. Jakarta : Erlangga
Hunger-Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Yogyakarta : Andi Yogyakarta
Ndraha, Prof. Dr. Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta
Siagian, Prof. Dr. Sondang P. 2011. Manajemen Stratejik. Jakarta : Bumi Aksara
(http://www.communicaid.com/access/pdf/library/Doing Business in Singapore.pdf). Diakses pada tanggal 16 November 2011
- 22 -