AGAMA.docx

download AGAMA.docx

of 25

Transcript of AGAMA.docx

KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Jaminan dan Perlindungan Sosial, dengan lancar tiada halangan suatu apapun meski makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Shalawatserta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW. Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama. Pada kesempatan ini, penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini :1. Bapak H. Mashudi, M. Ag, selaku dosen mata kulih Pendidikan Agama2. Kepada Bapak serta Ibu Dosen Wali yang telah memberikan bimbingan kepada kami3. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan dan dorongan kepada kami, baik berupa dukungan materiil maupun moril4. Teman-teman Kelas 1 I yang turut memberikan dukungan dan dorongan dalam penyusunan makalah ini. Semoga semua pihak yang telah memberikan dorongan serta dukungan kepada kami dalam penyusunan makalah ini, dibalas oleh Allah SWT dengan amal yang berlipat. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami membutuhkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kebaikan di masa yang akan datang.

Bandung, 13 September 2014 Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULiHALAMAN KATA PENGANTARiiHALAMAN DAFTAR ISIiiiBAB I PENDAHULUANLatar Belakang Masalah2Rumusan Masalah2Tujuan dan Manfaat 21.3.1. Tujuan Penulisan21.3.1. Manfaat Penulisan2Metode Penulisan2Sistematika Penulisan2BAB II LANDASAN TEORIPerlindungan Sosial dan Jaminan Sosial dalam Islam2Asuransi Sosial dalam Perspektif Islam2BAB III PEMBAHASANPerlindungan Sosial dan Jaminan Sosial dalam Islam2Asuransi Sosial dalam Perspektif Islam2Nilai Filosofis Asuransi dalam Islam2Landasan Asuransi Sosial berdasar syariah Islam2Prinsip Dasar Asuransi Syariah2BAB IV PENUTUPKesimpulan2DAFTAR PUSTAKA 2

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang MasalahDalam kehidupan manusia di dunia ini, tidak lepas dari usaha dan masalah yang timbul baik yang bersifat menguntungkan dan juga merugikan. Aktivitas yang dilakukan oleh umat manusia untuk mendapatkan kemudahan dan keuntungan tentu tidak lepas dari kerugian yang tidak terduga atau yang tidak diharapkan yang disebut dengan resiko. Kekhawatira yang muncul dari diri umat manusia kadang membuat hambatan dan beban untuk melakukan aktivitas yang sifat-sifatnya sosiologis maupun ekonomis. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia selalu berpikir, bagaimanakahcara mengantisipasi atau mengurangi dampak dari resiko yang akan timbul di masa yang akan datang. Dalam Al Quran sudah dijelaskan bahwa manusia mempunyai keterbatasan yaitu ketidakmampuan dalam mengetahui apap-apa yang akan terjadi dan menimpanya dimasa mendatang kecuali hanya mampu memperkirakan saja, namun hak mutlak tetappada kuasa Allah.Seiring dengan perkembangan pemikiran umat manusia, maka muncullah pemikiran untuk membentuk suatu komunitas atau kelompok manusia untuk saling membantu dan ikut menanggung kerugian atau resiko yang mungkin akan muncul di masa mendatang dengan menjalankan kewajiban sesuai dengan kesepakatan. Berdasarkan hal tersebut muncullah gagasan mengenai jaminan sosial dan perlindungan sosial yang ditujukan untuk masyarakat pada umumnya.Dengan adanya jaminan sosial dan perlindungan sosial diharapkan terciptanya masyarakat yang aman, tentram, damai dan sejahtera dalam segala bidang. Dalam mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya kerjasama dari berbagai pihak diantaranya pemerintah dan juga masyarakat. Selain itu, jaminan sosial dan perlindungan sosial dapat meminimalisir kesenjangan sosial

1.2 Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan jaminan sosial dan perlindungan sosial?2. Bagaimana perlindungan sosial dalam perspektif Islam?3. Bagaimana asuransi sosial dalam perspektif Islam?4. Prinsip-prinsip apa saja yang mendasari asuransi syariah?5. Apa saja landasan asuransi sosial berdasar syariat Islam?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan1.3.1 Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui pengertian dari jaminan sosial dan perlindungan sosial2. Untuk mengetahui perlindungan sosial dalam perspektif Islam3. Untuk mengetahui asuransi sosial dalam perspektif Islam4. Untuk mengetahui prinsisp-prinsip yang diterapkan dalam asuransi syariah1.3.2 Manfaat PenulisanPenulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tambahan mengenai perlindungan sosial, jaminan sosial, serta asuransi sosial dalam perspektif Islam, sehingga diharapkan penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca khususnya, serta masyarakat luas pada umumnya

1.4 Metode Penulisan Pada penulisan makalah ini, penyusun menggunakan metode penulisan dengan mengambil sumber-sumber dari buku referensi, artikel-artikel dari internet, serta sumber utama penulis yaitu dari buku pegangan mahasiswa.

1.5 Sistematika PenulisanBAB I: PENDAHULUANPada bagian pendahuluan ini penulis memaparkan latar belakang masalah, tujuan, dan manfaat penulisan makalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan BAB II: LANDASAN TEORIPada bagian landasan teori ini penulis memaparkan beberapa teori yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas BAB III : PEMBAHASANPada bagian pembahasan ini penulis akan menjelaskan mengenai Perlindungan dan Jaminan Sosial dalam Perspektif Islam serta Asuransi Sosial dalam Perspektif IslamBAB IV: PENUTUP Pada bagian penutup ini penulis akan menutup dengan memaparkan kesimpulan yang mengacu pada isi makalah

BAB IILANDASAN TEORI2. 1. Perlindungan Sosial Hingga saat ini terdapat berbagai macam definisi perlindungan sosial dan jaminan sosial. Keragaman ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Berikut adalah beberapa dari sekian banyak definisi yang digunakan oleh berbagai institusi dan negara.Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan kehilangan pendapatan; tidak berarti bahwa perlindungan sosial merupakan keseluruhan dari kegiatan pembangunan di bidang sosial, bahkan perlindungan sosial tidak termasuk upaya penurunan resiko (risk reduction). Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah jaring pengaman sosial (social safety net) dan jaminan sosial (social security) seringkali digunakan sebagai alternatif istilah perlindungan sosial; akan tetapi istilah yang lebih sering digunakan di dunia internasional adalah perlindungan sosial. ADB membagi perlindungan sosial ke dalam 5 (lima) elemen, yaitu: (i) pasar tenaga kerja (labor markets); (ii) asuransi sosial (social insurance); (iii) bantuan sosial (social assitance); (iv) skema mikro dan area-based untuk perlindungan bagi komunitas setempat; dan (v) perlindungan anak (child protection).Menurut UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Deutsche Stiftung fr Internationale Entwicklung (DSE) melalui discussion report mengambil definisi perlindungan sosial yang digunakan oleh PBB dalam United Nations General Assembly on Social Protection, yaitu sebagai kumpulan kebijakan dan program pemerintah dan swasta yang dibuat dalam rangka menghadapi berbagai hal yang menyebabkan hilangnya ataupun berkurangnya secara substansial pendapatan/gaji yang diterima; memberikan bantuan bagi keluarga (dan anak) serta memberikan layanan kesehatan dan permukiman.Sedangkan menurut menurut Edi Suharto, P.hD dalam bukunya Memperkuat Perlindungan Sosial di ASEAN, perlindungan sosial adalah seperangkat kebijakan dan program kesejahteraan sosial yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan (vulnerability) melalui perluasan pasar kerja yang efisien, pengurangan resiko-resiko kehidupan yang senantiasa mengancam manusia, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan gangguan yang dapat menyebabkan terganggunya atau hilangnya pendapatan. Menurutnya, kebijakan dan program perlindungan sosial, khususnya untuk konteks negara-negara di kawasan ASEAN, mencakup lima jenis : Pertama, kebijakan pasar kerja (labour market policies) yang dirancang untuk memfasilitasi pekerjaan dan mempromosikan beroperasinya hukum penawaran dan permintaan kerja secara efisien. Kedua, bantuan sosial (social assistance), yakni program jaminan sosial (social security)yang berbentuk tunjangan uang, barang, atau pelayanan kesejahteraan yang umumnya diberikan kepada populasi paling rentan yang tidak memiliki penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Ketiga, asuransi sosial (social insurance), yaitu skema jaminan sosial yang hanya diberikan kepada para peserta sesuai dengan kontribusinya berupa premi atau tabungan yang dibayarkannya. Keempat, jaring pengaman sosial berbasis masyarakat (community-based social safety nets), perlindungan sosial ini diarahkan untuk mengatasi kerentanan pada tingkat komunitas. Kelima, perlindungan anak (child protection).2.2. Jaminan SosialMenurut Abdurrahman Al-Maliki dalam As-Siyasah Al-Iqtishadiyah Al-Mutsla, jaminan sosial dalam Kapitalisme bukanlah ide asli dalam Kapitalisme, melainkan sekedar ide korektif setelah kapitalisme yang pro mekanisme pasar menimbulkan kesenjangan dan ketidakdilan di Barat pada abad ke-19. Ini berbeda dengan Islam yang menetapkan jaminan sosial sebagai ide asli, bukan ide tambal sulam yang datang belakangan. Inilah keunggulan Islam dibanding Kapitalisme. ILO Convension No 102 mendefinisikan jaminan sosial sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh hilangnya sebagian atau seluruh pendapatan akibat berbagai resiko yang diakibatkan oleh sakit, kehamilan, persalinan, kecelakaan kerja, kecacatan, pengangguran, pensiun, usia tua, pengangguran, pensiun, usia tua, kematian dini penghasil utama pendapatan, perawatan medis termasuk pemberian santunan kepada anggota keluarga termasuk anak-anak. Jaminan sosial dapat diwujudkan melalui bantuan sosial dan asuransi sosial.Bantuan sosial adalah bentuk dukungan pendapatan kepada penduduk yang tidak mampu, baik dalam bentuk uang tunai atau pelayanan. Pembiayaan bantuan sosial dapat bersumber dari anggaran negara atau dari masyarakat, yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan negara atau masyarakat. Bantuan sosial diberikan kepada masyarakat yang betul-betul membutuhkan, seperti penduduk berusia lanjut, korban bencana atau mereka yang terpaksa menganggur. Berbagai negara menetapkan uji kebutuhan (means test) untuk menegakkan keadilan dengan tujuan menyaring mereka yang betul-betul membutuhkan dari mereka yang mampu.Asuransi sosial adalah bentuk dukungan pendapatan bagi masyarakat pekerja yang dibiayai oleh iuran wajib pekerja atau pemberi kerja atau secara bersama-sama. Asuransi sosial merupakan upaya negara untuk melindungi pendapatan warga negara agar mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup dengan mengikutkannya secara aktif dalam program jaminan sosial dengan membayar iuran. Kepesertaan wajib ditujukan sebagai solusi dari ketidakmampuan penduduk melihat risiko masa depan dan ketidakdisiplinan menabung untuk masa depan.Adanya perlindungan terhadap risiko sosial ekonomi melalui asuransi sosial dipandang dapat mengurangi beban negara dalam penyediaan dana bantuan sosial. Melalui prinsip kegotong-royongan, asuransi sosial dapat merupakan sebuah instrumen negara yang kuat dalam penanggulangan risiko sosial ekonomi yang setiap saat dapat terjadi.

2.3. Asuransi SyariahAsuransi menurut Ensiklopedi Hukum Islam di sebut dengan at-Tamin yaitu transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak yang pertama sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Para ahli fiqih terkini, seperti Wahbah Az-Zuhaili, mendefinisikan asuransi syariah sebagai at-tamin at-taawuni (asuransi yang bersifat tolong-menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah. Musibah itu dapat berupa kematian, kecelakaan, sakit kecurian, kebakaran, atau bentuk-bentuk kerugian lain. AM. Hasan Ali menjelaskan bahwa, asuransi merupakan suatu perjanjian, dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. Tujuannya adalah untuk menghilangkan atau meringankan kerugian dari peristiwa-peristiwa yang terkadang menimpa mereka.Musthafa Ahmad Az-Zarqa memaknai asuransi adalah sebagai suatu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya. Ia berpendapat bahwa sistem asuransi adalah sistem taawun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa musibah tersebut.

BAB IIIPEMBAHASAN3.1. Perlindungan Sosial 3.1.1. Perlindungan SosialKebutuhan adalah sesuatu yang harus terpenuhi, apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan kondisi kelemahan dan kematian. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut ada kelompok atau orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan disebabkan oleh satu dan berbagai hal, seperti : sudah lanjut usia karena tidak mampu berproduksi, bekerja atau berpenghasilan, pencari nafkah yang utama meninggal dunia, dan bias juga karena terbatasnya sumber yang bisa dimanfaatkan.Kondisi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan, memerlukan uluran tangan dari berbagai pihak, baik pihak pemerintah yang punya kewajiban untuk memberikan pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang sengaja memberikan pelayanan terhadap pihak-pihak yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maupun masyarakat yang punya kewajiban kemanusiaan untuk memberikan pertolongan, baik secara terorganisir maupun secara individual, terorganisir akan memberikan manfaat lebih luas. Salah satu program dalam rangka memberikan pelayanan pada pihak yang tidak mampu memenuhi kebutuhan itu adalah jaminan social atau perlindungan social. Jaminan social merupakan komitmen yang harus diwujudkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat sesuai dengan amanat UUD 1945, fakir miskindan anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya Negara berkewajiban memberikan jaminan social bagi fakir miskin. Di samping Negara yang memberikan jaminan social, juga Negara bisa melibatkan masyarakat dan dunia usaha dalam program jaminan social.Apabila kebutuhan akan jaminan social tersebut terpenuhi secara artian luas maupun jaminan social dalam artian sempit yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat, maka Negara kesejahteraan social (social walfare state) akan terwujud, yakni suatu tatanan kehidupan dan penghidupan social material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman baik lahir maupun batin.Dalam mahzab Social Walfare State maka pemerintahlah yang berkewajiban memberikan jaminan social, pada mahzab social liberalism aka masyarakatlah yang berkewajiban memberikan jaminan social. Dalam perspektif islam, jauh-jauh hari islam telah menjelaskan melalui firman-firman Allah, contoh-contoh Rasulullah dan para pemikir Muslim, bahwa dalam rangka memecahkan masalah kemiskinan, ketentraman adalah menitikberatkan pada tataran normative bahwa pemerintah dan masyarakat berkewajiban memberikan jaminan social baik secara dalam artian luas dan dalam artian sempit.3.1.2. Perlindungan Sosial dalam Perspektif IslamTerinspirasi oleh ayat-ayat didalam Al Quran, maka perlindungan sosial dalam arti yang luas memiliki makna : Jaminan sosial, bantuan sosial atau asuransi sosial. Dalam perspektif Islam, sudah sangat jelas secara nilai dsar, perlu penjelasan operasin dan Al-Quran telah menganjurkan banyak cara yang bisa ditempuh. Secara garis besar dapat dibagi menjadi 4 titik pokok : 1. Kewajiban IndividuKerja dan usaha merupakan cara pertama dan utama perlindungan sosial yang ditekankan oleh kitab suci Al-Quran, kerja dan usaha merupakan cara perlindungan secara individu yang sejalan dengan naluri manusia, sekaligus juga merupakan aktualisasi kehormatan dan harga dirinya. Dengan demikian kerja dan usaha merupakan dasar utama dalam memperoleh kecukupan dan kelebihan. Sedang mengharapkan bantuan orang lain untuk keperluann itu, lahir darisikap malas, adat kebiasaan yang kurang menghargai kehormatan manusia. (8) (7) Artinya : Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (7) dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.(8)Ayat tersebut mengandung makna bahwa setiap individu diperintahkan untuk bekerja dan menyelesaikan pekerjaannya. Jika telah selesai satu pekerjaan, maka laksanakanlah pekerjaan yang lain. Kerja adalah ibadah, kerja sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan.Rasulullah SAW pernah bersabda :Salah seorang diantara kamu mengambil tali, kemudian membawa seikat kayu bakar diatas punggungnya lalu dijualnya, sehingga ditutup Allh air mukanya , itu lebih baik daripada meminta kepada orang, baik diberi maupun ditolak2. Kewajiban Keluarga Dalam hal ini, Al-Quran walaupun menganjurkan sumbangan suka rela dan menekankan keinsyafan pribadi, namun dalam beberapa hal kitab suci ini menekankan untuk menunaikan kewajiban. Baik dalam kewajiban zakat, yang merupakan hak delapan kelompok yang ditetapkan maupun melalui shodaqoh yang merupakan hak bagi yang meminta atau yang tidak namun sangan membutuhkan pemenuhan kebutuhan. Sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya : Tidak beriman seseorang diantaramu sehingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Hak dan kewajiban tersebut mempunyai kekuatan tersendiri, karena keduanya dapat melahirkan paksaan kepada yang berkewajiban untuk melaksanakannya. Bukan hanya paksaan dari lubuk hatinya, tetapi juga atas dasar bahwa pemerintah dapat tampil memaksakan pelaksanaan kewajiban tersebut untuk diserahkan kepada pemilik haknya. Seseorang yang tidak mampu memperoleh kecukupan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, maka dalam hal ini Al-Quran datang dengan konsep kewajiban memberi nafkah kepada keluarga, sehingga setiap keluarga harus saling menjamin dan mencukupi.

Artinya : Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian mereka berhijrah dan berjihad bersama-sama kamu, maka adalah mereka dari golongan kamu. Dalam pada itu, orang-orang yang mempunyai pertalian kerabat, setengahnya lebih berhak atas setengahnya yang (lain) menurut (hukum) Kitab Allah; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu. (QS. Al Anfal : 75)

Artinya : Dan berikanlah kepada kerabatmu, dan orang miskin serta orang musafir akan haknya masing-masing; dan janganlah engkau membelanjakan hartamu dengan boros yang melampau. (QS. Al Isra:26)Ayat ini menggaris bawahi adanya hak bagi keluarga yang tidak mampu terhadap yang mampu.3. Kewajiban Masyarakat melalui zakatZakat merupakan harta yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan beberapa aturan tertentu. Kewajiban masyarakat dalamperlindungan sosial terhadapkelompok atau masyarakat yang kurang beruntung dan rentan menghadapi resiko masalah sosial dalam islam bisa melalui beberapa cara, diantaranya : Zakat, infaq, shodaqoh, hibah, dan hadiah atau pemberian biasa. Kewajiban zakat dan kewajiban-kewajiban keuangan lainnya, ditetapkan Allah berdasarkan pemilikan-Nya yang mutlak atas segala sesuatu, dan juga berdasarkan istikhaf (penugasan manusia sebagai khakifah) dan persaudaraan. Apa yang berada dalam genggaman tangan seseorang atau sekelompok orang, pada hakikatnya adalah milik Allah. Manusia diwajibkan menyerahkan kadar tertentu dari kekayaannya untuk kepentingan saudara-saudara mereka. Jelas sudah bahwa keberhasilan orang kaya adalah atas keterlibatan banyak pihak, termasuk para fakir miskin : Kalian mendapat kemenangan dan kecukupan berkat orang-orang lemah diantara kalian Demikian Nabi Muhammad SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Darda.4. Kewajiban negaraPemerintah juga berkewajiban mencukupi setiap kebutuhan warga negara, melalui sumber-sumber dana yang sah. Yang terpenting diantaranya ialah pajak, baik dalam bentuk pajak perorangan, tanah, atau perdagangan, maupun pajak tambahan lainnya yang ditetapkan pemerintah bila sumber-sumber tersebut diatas belum mencukupi. () () () Artinya : 1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin. (QS Al Maun : 1-3)Islam membagi kebutuhan dasar (al-hajat al-asasiyah) menjadi dua. Pertama, kebutuhan dasar individu, yaitu sandang, pangan, dan papan. Kedua, kebutuhan dasar seluruh rakyat (masyarakat), yaitu keamanan, kesehatan dan pendidikan. Peran negara dalam pemenuhan kedua kebutuhan dasar tersebut berbeda. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar individu (sandang, pangan, dan papan), negara pada dasarnya berperan secara tidak langsung, kecuali jika individu sudah tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Disebut tidak langsung, karena negara tidak langsung memberikan sandang, pangan, dan papan secara gratis kepada rakyat. Dalam hal ini peran negara adalah memastikan penerapan hukum-hukum syariah khususnya hukum nafkah (ahkam an-nafaqat) atas individu-individu rakyat, agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar individunya. Jika hukum ini sudah diterapkan dan individu tetap tidak mampu, barulah negara berperan langsung untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Adapun dalam pemenuhan kebutuhan dasar seluruh rakyat (keamanan, kesehatan dan pendidikan), negara sejak awal memang berperan secara langsung. Artinya, negara wajib menyediakan kebutuhan keamanan, kesehatan dan pendidikan kepada seluruh rakyat secara gratis.3.2 Asuransi Sosial dalam Perspektif Islam3.2.1 Nilai Filosofis Asuransi SyariahBangunan yang membentuk asuransi sosial didasarkan pada prinsip dasar nilai yang berlaku pada diri manusia. Manusia terlahir dibekali dengan dua kekuatan, yaitu kekuatan pembentuk yang berasal dari Tuhan (Rabb) yang cenderung berbuat baik dan kekuatan pembentuk yang berasal dari materi (unsur tanah). Nilai tersebut merupakan pembawaan manusia sejak lahir yang bersifat alami (nature) yang terikat oleh aturan-aturan yang berasal dari Allah SWT. (Sunnah Allah). Dengan berbekal kedua kekuatan tersebut, manusia dituntut untuk membaca segala norma dan aturan aturan yang ada di alam semesta, sehingga segala gerak yang dilakukan manusia tertuju pada ketentuan yang digariskan oleh-Nya. Allah menciptakan manusia di muka bumi sebagai khalifah (wakil Allah) yang bertugas untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2] : 30 :

............ Artinya : Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah...... QS. Al-Baqarah [2] : 30Tugas tersebut merupakan beban yang berat bagi seorang manusia. Karena statusnya sebagai wakil Allah (khalifah), manusia dituntut untuk memberikan kemampuan dan ketentraman di alam semesta, bukan sebaliknya seperti yang telah diprediksikan atau dikhawatirkan oleh malaikat sebagai makhluk yang membawa bencana atau malapetaka diatas permukaan bumi.Kemakmuran di muka bumi dapat diwujudkan oleh manusia, jika dan hanya jika manusiatersebut mampu memahami dan memposisikan keberadaannyapada aturan yang telah ditentukan oleh khalik-Nya, Allah SWT. Adapun salahsatu sunnah Allah yang berlaku pada diri manusia adalah eksestensinya yang lemah dan ketidaktahuannyaterhadap kejadian yang akan menimpa dirinya.

3.2.2 Landasan Asuransi Sosial Berdasarkan Syariat Islam1. Al QuranAlquran tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan tentang praktik asuransi seperti yang ada pada saat ini. Hal ini terindikasi dengan munculnya istilah asuransi atau al-takmin secara nyata dalam alquran. Walaupun begitu al-quran masih mengakomodir ayat-ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi, seperti nilai dasar tolong-menolong, kerjasam, atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian di masa datang. Diantara ayat-ayat al-quran yang mempunyai muatan nilai-nilai yang ada dalam praktik asuransi adalah: (al-maidah:2)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(QS: Al-Maidah Ayat: 2)b. Sunnah Nabi SAW

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ingat halal membuat sesuka hati mengenai syiar-syiar ugama Allah, dan mengenai bulan-bulan yang dihormati, dan mengenai binatang-binatang yang dihadiahkan (ke Makkah untuk korban), dan mengenai kalong-kalong binatang hadiah itu, dan mengenai orang-orang yang menuju ke Baitullah Al-Haraam, yang bertujuan mencari limpah kurnia dari Tuhan mereka (dengan jalan perniagaan) dan mencari keredaanNya (dengan mengerjakan ibadat Haji di Tanah Suci); dan apabila kamu telah selesai dari ihram maka bolehlah kamu berburu. Dan jangan sekali-kali kebencian kamu kepada suatu kaum kerana mereka pernah menghalangi kamu dari masjid Al-Haraam itu mendorong kamu menceroboh. Dan hendaklah kamu bertolong-tolongan untuk membuat kebajikan dan bertaqwa, dan janganlah kamu bertolong-tolongan pada melakukan dosa (maksiat) dan pencerobohan. Dan bertaqwalah kepada Allah, kerana sesungguhnya Allah Maha Berat azab seksaNya (bagi sesiapa yang melanggar perintahNya).(QS. Al-Maidah:2)2. SunnahDalam bisnis asuransi, yang perlu diperhatikan sejak awal adalah niat seseorang ikut serta didalamnya. Seseorang yang menjadi anggota perkumpulan asuransi harus meluruskan niatnya dengan memberikan motivasi pada dirinya, bahwa dia berasuransi hanya untuk tolong menolong dan membantu antar sesama anggota asuransi dengan didasari untuk mencari Ridha Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW : Diriwayatkan dari Amir bin Saad bin Abi Waqay, telah bersabda Rasulullah : Lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia lain. (HR. Bukhari)Rasulullah SAW sangat memperhatikan kehidupan yang akan terjadi dimasa datang (future time) dengan caramempersiapkan sejak dini bekal yang harus diperlukan untuk kehidupan dan keturunan ahli waris-nya di masa datang. Meninggalkan keluarga atau ahli waris yang berkecukupan secara materi, dalam pandangan Rasulullah SAW, sangatlah baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan terlantar yang harus meminta-minta ke orang lain. Dalam pelaksanaan operasionalnya, organisasi asuransi mempraktikkan nilai yang terkandung dalamhadist diatas dengan cara mewajibkan anggotanya untuk membayar uang iuran (premi) yang digunakan sebagai tabungan dan dapat dikembalikan ke ahli warisnya jika pada suatu saat terjadi peristiwa yang merugikan, baik dalam bentuk kematian nasabah ataupun kecelakaan diri.

3. Piagam MadinahDalam Piagam Madinah yang dikeluarkan Nabi SAW terdapat ketentuan tentang keharusan untuk membayar tebusan tawaran oleh komunitasnya. Bunyi Piagam Madinah tersebut adalah sebagai berikut:Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang. Ini adalah Piagam Madinah dari Muhammad, Nabi SAW, dikalangan mukminin dan muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang yang mengakui mereka, mengabungkan diri dan berjuang bersama mereka. Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia yang lain. Kaum Muhajirin dari Quraisy sesuai keadaannya (kebiasaan) mereka, bahu membahu membayar tebusan tawaran dengan cara yang adil di antara mukminin. Demikian pula, suku Bani Auf, Bani Harits, dan suku lainnya yang hidup di Madinah pada waktu itu juga, mengharuskan membayar uang darah dalam komunitas bersama bersandarkan pada doktrin aqilah sebagai peraturan konstitusi.4. Praktik SahabatPraktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah dilaksanakan oleh Umar bin Khattab. Beliau berkata: Orang-orang yang namanya tercantum dalam diwam tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak disengaja) yang dilakukan oleh salah satu seorang anggota masyarakat mereka. Umarlah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk menyiapkan daftar secara profesional per wilayah, dan orang-orang yang terdaftar diwajibkan saling menanggung beban.5. IjmaPara sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal hanti rugi mengurangi beban perorangan (aqilah). Terbukti dengan tidak adanya penentangan oleh sahabatlain terhadap apa yang dilakukan oleh Khalifah Ummar bin Khattab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka bersepakat mengenai persoalan ini.Sebagai dalil dari kebolehannya memakai ijma dalam menetapkan hukum ini adalah : Segala sesuatu yang menurut mayoritas kaum muslimin itu baik maka dalam pandangan Allah SWT juga baik.6. Istihsan Istihsan dalam pandangan ahli ushul dalam memandang sesuatu itu baik. Kebaikan dari kebiasaan aqilah atau ganti rugi dalam meringankan beban perorangan di kalangan suku Arab Kuno terletak pada kenyataan bahwa ia dapat menggantikan balas dendam berdarah.Muslehudin (ulama Mesir) melihat manfaat yang signifikan dari praktik aqilah, diantaranya adalah :a) Mempertahankan keseimbangan kesukuan dan dengan demikian kekuatan pembalas dendaman dari setiap suku dapat menghalangi kekejaman anggota suku lain;b) Menambah sebagian besar jaminan sosial, karena mengingat tanggung jawab kolektif untuk membayar ganti rugi, suku harusmenjaga seluruh kegiatan anggotanya dengan seksamac) Mengurangi beban anggota perorangan jika diharuskan membayar ganti rugid) Menghindarkan dendam darah yang jika tidak dicegah dapat mengakibatkan kehancuran total suku-suku yang terlibate) Mempertahankan sepenuhnya kesatuan dan kerjasama para anggota dari setiap suku, yang tak lain merupakan mutualitas (saling membantu)

3.2.3 Prinsip Dasar Asuransi Syariah1. Tauhid (unity)Tauhid merupakan prinsip dasar dalam asuransi syariah. Karena pada haekekatnya setiap muslim harus melandasi dirinya dengan tauhid dalam menjalankan segala aktivitas kehidupannya, tidak terkecuali dalam bermuamalah (baca ; berasuransi syariah). Artinya bahwa niatan dasar ketika berasuransi syariah haruslah berlandaskan pada prinsip tauhid, mengharapkan keridhaan Allah SWT. Sebagai contoh dilihat dari sisi perusahaan, asas yang digunakan dalam berasuransi syariah bukanlah semata-mata meraih keuntungan, atau menangkap peluang pasar yang sedang cenderung pada syariah. Namun lebih dari itu, niatan awalnya adalah untuk mengimplementasikan nilai-nilai syariah dalam dunia asuransi. Sedangkan dari sisi nasabah, berasuransi syariah adalah bertujuan untuk bertransaksi dalam bentuk tolong menolong yang berlandaskan asas syariah, dan bukan semata-mata mencari perlindungan apabila terjadi musibah. Dengan demikian, maka nilai tauhid terimplementasikan pada industri asuransi syariah. Allah SWT berfirman :

Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS.51:56)2. Keadilan (al adalah)Prinsip kedua yang menjadi nilai-nilai dalam pengimplementasian asuransi syariah adalah prinsip keadilan. Artinya bahwa asuransi syariah harus benar-benar bersikap adil, khususnya dalam membuat pola hubungan antara nasabah dengan nasabah, maupun antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah, terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing. Asuransi syariah tidak boleh mendzalimi nasabah dengan hal-hal yang akan menyulitkan atau merugikan nasabah.Ditinjau dari sisi asuransi sebagai sebuah perusahaan, potensi untuk melakukan ketidak adilan sangatlah besar. Seperti adanya unsur dana hangus (pada saving produk), dimana nasabah yang sudah ikut asuransi (misalnya asuransi pendidikan) dengan periode tertentu, namun karena suatu hal ia membatalkan kepesertaannya di tengah jalan. Pada asuransi syariah, dana saving nasabah yang telah dibayarkan melalui premi harus dikembalikan kepada nasabah bersangkutan, berikut hasil investasinya. Bahkan terkadang asuransi syariah merasa kebingungan ketika terdapat dana-dana saving nasabah yang telah mengundurkan diri atau terputus di tengah periode asuransi, lalu tidak mengambil dananya tersebut kendatipun telah dhubungi baik melalui surat maupun melalui media lainnya. Mau dikemanakan dana ini? Karena dana tersebut bukanlah milik asuransi syariah, namun milik nasabah. Namun telah bertahun-tahun diberitahu atau dihubungi, nasabah bersangkutan tidak juga mengambilnya. Hal ini tentu berbeda dengan asuransi pada umumnya. Allah SWT berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah/ 5 : 08)

3. Tolong-menolong (al taawun)

Semangat tolong menolong merupakan aspek yang sangat penting dalam operasional asuransi syariah. Karena pada hekekatnya, konsep asuransi syariah didasarkan pada prinsip ini. Dimana sesama peserta atau berderma untuk kepentingan membantu atau meringankan nasabah lainnya yang tertimpa musibah. Nasabah tidaklah berderma kepada perusahaan asuransi syariah, peserta berderma hanya kepada sesama peserta saja. Perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai pengelola saja. Konsekwensinya, perusahaan tidak berhak mengklaim atau mengambil dana nasabah. Perusahaan hanya mendapatkan dari ujrah (fee) atas pengelolaan dana tersebut, yang dibayarkan oleh nasabah bersamaan dengan pembayaran kontribusi (premi). Perusahaan asuransi syariah mengelola dana tersebut, untuk diinvestasikan (secara syariah) lalu kemudian dialokasikan pada nasabah lainnya yang tertimpa musibah. Dan dengan konsep seperti ini, berarti antara sesama nasabah telah mengimplementasikan saling tolong menolong, kendatipun antara mereka tidak saling bertatap muka. Allah SWT berfirman :

Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian bertolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. (QS. Al-Maidah : 2)

4.Kerjasama (al Musyarokah)

Antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah terjalin kerjasama, tergantung dari akad apa yang digunakannya. Dengan akad mudharabah musytarakah (nanti akan dijelaskan tersendiri mengenai akad ini dalam pembahasan khusus akad), terjalin kerjasama dimana nasabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) sedangkan perusahaan asuransi syariah sebagai mudharib (pengelola/ pengusaha). Apabila dari dana tersebut terdapat keuntungan, maka akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati, misalnya 40% untuk perusahaan asuransi syariah dan 60% untuk nasabah. Ketika kerjasama terjalin dengan baik, nasabah menunaikan hak dan kewajibannya, demikian juga perusahaan asuransi syariah menunaikan hak dan kewajibannya secara baik, maka akan terjalin pola hubungan kerjasama yang baik pula, yang insya Allah akan membawa keberkahan pada kedua belah pihak.

4. Amanah (al-amanah)

Amanah juga merupakan prinsip yang sangat penting. Karena pada hakekatnya kehidupan ini adalah amanah yang kelak harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Perusahaan dituntut untuk amanah dalam mengelola dana . Demikian juga nasabah, perlu amanah dalam aspek resiko yang menimpanya. Jangan sampai nasabah tidak amanah dalam artian mengada-ada sesuatu sehingga yang seharusnya tidak klaim menjadi klaim yang tentunya akan berakibat pada ruginya para peserta yang lainnya. Perusahaan pun juga demikian, tidak boleh semena-mena dalam mengambil keuntungan, yang berdampak pada ruginya nasabah. Dan transaksi yang amanah, akan membawa pelakunya mendapatkan surga. Rasulullah SAW bersabda : ()

Seorang pebisnis yang jujur lagi amanah, (kelak akan dikumpulkan di akhirat) bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada. (HR. Turmudzi)

6. Kerelaan (al-ridha)

Dalam transaksi apapun, aspek an taradhin atau saling meridhai harus selalu menyertai. Nasabah ridha dananya dikelola oleh perusahaan asuransi syariah yang amanah dan profesional. Dan perusahaan asuransi syariah ridha terahdap amanah yang diembankan nasabah dalam mengelola dana kontribusi mereka. Demikian juga nasabah ridha dananya dialokasikan untuk nasbah-nasabah lainnya yang tertimpa musibah, untuk meringankan beban penderitaan mereka. Dengan prinsip inilah, asuransi syariah menjadikan saling tolong menolong memiliki arti yang luas dan mendalam, karena semuanya menolong dengan ikhlas dan ridha, bekerjasama dengan ikhlas dan ridha, serta bertransaksi dengan ikhlas dan ridha pula. Seperti yang tertera dalam Al Quran

7. Menghindari Riba (tahrimu al riba)Riba merupakan bentuk transaksi yang harus dihindari sejauh-jauhnya khususnya dalam berasuransi. Karena riba merupakan sebatil-batilnya transaksi muamalah. Tingkatan dosa paling kecil dari riba adalah ibarat berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Kontribusi (premi) yang dibayarkan nasabah, harus diinvestasikan pada investasi yang sesuai dengan syariah dan sudah jelas kehalalannya. Demikian juga dengan sistem operasional asuransi syariah juga harus menerapakan konsep sharing of risk yang bertumpu pada akad tabarru, sehingga menghilangkan unsur riba pada pemberian manfaat asuransi syariah (klaim) kepada nasabah. Seperti yang tertera dalam Al Quran:QS.An-Nisa (4):29)

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan (gunakan) harta-harta kamu sesama kamu dengan jalan yang salah (tipu, judi dan sebagainya), kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan secara suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu berbunuh-bunuhan sesama sendiri. Sesungguhnya Allah sentiasa Mengasihani kamu. 8.Menghindari judi (Maisir)Asuransi jika dikelola secara konvensional akan memunculkan unsur maisir (gambling). Karena seorang nasabah bisa jadi membayar premi hingga belasan kali namun tidak pernah klaim. Di sisi yang lain terdapat nasabah yang baru satu kali membayar premi lalu klaim. Hal ini terjadi, karena konsep dasar yang digunakan dalam asuransi konvensional adalah konsep transfer of risk. Dimana perusahaan asuransi konvensional ketika menerima premi, otomatis premi tersebut menjadi milik perusahaan, dan ketika membayar klaim pun adalah dari rekening perusahaan. Sehingga perusahaan bisa untung besar (ketika premi banyak dan klaim sedikit), atau bisa rugi banyak (ketika premi sedikit dan klaimnya banyak).Firman Alloh dalam QS.Al Maidah(5):90

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.9.Menghindari ketidakpastian (Gharor)Gharar adalah ketidakpastian. Secara bahasa adalah al-khida(penipuan) yaitu suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Dan berbicara mengenai resiko, adalah berbicara tentang ketidak jelasan. Karena resiko bisa terjadi bisa tidak. Dan dalam syariat Islam, kita tidak diperbolehkan bertransaksi yang menyangkut aspek ketidak jelasan. Dalam asuransi (konvensional), peserta tidak mengetahui apakah ia mendapatkan klaim atau tidak? Karena klaim sangat bergantung pada resiko yang menimpanya. Jika ada resiko, maka ia akan dapat klaim, namun jika tidak maka ia tidak mendapakan klaim. Hal seperti ini menjadi gharar adanya.

Pelindungan dan Jaminan Sosial dalam Islam ii

Perlindungan dan Jaminan Sosial 1