76411431-MAKALAH-KEP

27
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS (Depkes RI, 1998). Berikut ini merupakan klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan (1975) yang disajikan dalam bentuk tabel. Tabel 1 Klasifikasi KEP menurut Dep.Kes. (1975) Derajat KEP Berat badan % dari baku * 0 = normal 1 = gizi kurang 2 = gizi buruk 80 % 60-79 % < 60 % *Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 Harvard Pengelompokan gizi kurang menurut Z - skore dalam tiga kategori : a. Gizi kurang tingkat ringan ( nilai Z_BBU - 2,5 SD dan < - 2,0 SD ) b. Gizi kurang tingkat sedang (nilai Z_BBU 3,0 SD dan < 2,5 SD ) c. Gizi kurang tingkat buruk (nilai Z_BBU < - 3,0 SD ) Secara umum KEP terbagi menjadi 2 bagian diantaranya, KEP ringan yang sering disebut dengan istilah kurang gizi dan KEP berat yang sering disebut dengan istilah gizi buruk yang termasuk di dalamnya adalah marasmus, kwashiorkor (sering juga diistilahkan dengan busung lapar atau HO), dan marasmik-kwashiorkor.

Transcript of 76411431-MAKALAH-KEP

Page 1: 76411431-MAKALAH-KEP

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh

rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak

memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya

kurang dari 80% indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS (Depkes RI, 1998).

Berikut ini merupakan klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan (1975)

yang disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 1

Klasifikasi KEP menurut Dep.Kes. (1975)

Derajat KEP Berat badan

% dari baku *

0 = normal

1 = gizi kurang

2 = gizi buruk

80 %

60-79 %

< 60 %

*Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 Harvard

Pengelompokan gizi kurang menurut Z - skore dalam tiga kategori :

a. Gizi kurang tingkat ringan ( nilai Z_BBU - 2,5 SD dan < - 2,0 SD )

b. Gizi kurang tingkat sedang (nilai Z_BBU 3,0 SD dan < 2,5 SD )

c. Gizi kurang tingkat buruk (nilai Z_BBU < - 3,0 SD )

Secara umum KEP terbagi menjadi 2 bagian diantaranya, KEP ringan yang

sering disebut dengan istilah kurang gizi dan KEP berat yang sering disebut dengan

istilah gizi buruk yang termasuk di dalamnya adalah marasmus, kwashiorkor (sering

juga diistilahkan dengan busung lapar atau HO), dan marasmik-kwashiorkor.

Page 2: 76411431-MAKALAH-KEP

2

a. Kurang gizi

Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-negara

berkembang. Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat

badan anak tersebut lebih rendah dibanding anak seusianya. Rata-rata berat

badannya hanya sekitar 60-80% dari berat ideal. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa

menyertainya antara lain:

Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun

Ukuran lingkaran lengan atas menurun.

Maturasi tulang terlambat.

Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.

Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.

b. Gizi buruk

1. Marasmus

Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan protein dan kilokalori yang kronis.

Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah dikenali. Marasmus biasanya

terjadi pada bayi umur 6-18 bulan. Meski masih anak-anak, wajahnya terlihat tua,

sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan

otot-ototnya. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental,

bahkan hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi

lebih cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Selain itu

marasmus juga terjadi pada kelompok usila yang dirawat di RS yang terpisah. Ada

pun ciri-ciri lainnya adalah:

Kurus kering

Tampak hanya tulang dan kulit

Otot dan lemak bawah kulit atropi (mengecil)

Wajah seperti orang tua

Berkerut/keriput

Layu dan kering

Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.

Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.

Page 3: 76411431-MAKALAH-KEP

3

Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.

Sering menderita diare atau konstipasi.

Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar

hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.

2. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah istilah pertama dari Afrika, artinya sindroma perkembangan

anak dimana anak tersebut disapih tidak mendapatkan ASI sesudah satu tahun

karena menanti kelahiran bayi berikutnya. MP-ASI sebagian besar terdiri dari pati

atau gula, tetapi kurang protein baik kualitas dan kuantitasnya. Kwashiorkor sering

juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan

anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang

menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema stadium berat

maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang menyertai

diantaranya :

Perubahan mental menyolok.

Banyak menangis, bahkan pada stadium lanjut anak terlihat sangat pasif.

Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring

Anemia.

Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena

berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.

Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia

(perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit

maupun selaput lendir, Red.), yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah

mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya

dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya.

Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar

tubuh, terasa licin dan kenyal.

Page 4: 76411431-MAKALAH-KEP

4

3. Marasmik-kwashiorkor

Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan

gejala yang menyertai :

Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala

khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut,

kelainan kulit dan sebagainya.

Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.

Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan

metabolik seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.

Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar

natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.

1.2 Akibat Kurang Energi Protein (KEP)

Ada banyak hal merugikan yang diakibatkan oleh KEP, antara lain yaitu

merosotnya mutu kehidupan, terganggunya pertumbuhan, gangguan perkembangan

mental anak. Serta merupakan salah satu penyebab dari angka kematian yang tinggi

(Shadi, 2000). Anak yang menderita KEP apabila tidak segera ditangani sangat berisiko

tinggi, dan dapat berakhir dengan kematian anak. Hal ini menyebabkan meningkatnya

kematian bayi yang merupakan salah satu indikator derajat kesehatan (Latinulu, 2000).

Menurut Jalal (1998) dikatakan bahwa dampak serius dari kekurangan gizi

adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka kecacatan dan terjadinya percepatan

kematian. Dilaporkan bahwa lebih dari separuh kematian anak di negara berkembang

disebabkan oleh KEP. Anak-anak balita yang menderita KEP ringan mempunyai resiko

kematian dua kali lebih tinggi dibandingkan anak normal. Hal ini didukung oleh Sihadi

(1999) yang menyatakan bahwa kekurangan gizi diantaranya dapat menyebabkan

merosotnya mutu kehidupan, terganggunya pertumbuhan, gangguan perkembangan

mental anak, serta merupakan salah satu sebab dari angka kematian yang tinggi pada

anak-anak.

Anak-anak dengan malnutrisi dini mempunyai peluang lebih tinggi untuk

mengalami retardasi pertumbuhan fisik jangka panjang, perkembangan mental yang

Page 5: 76411431-MAKALAH-KEP

5

suboptimal, dan kematian dini bila dibandingkan dengan anak-anak yang normal.

Malnutrisi juga dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan fisik yang pada gilirannya

berhubungan dengan resiko kematian yang tinggi (Karyadi, 1971)

Hal tersebut didukung oleh Astini (2001) yang menyatakan bahwa pada masa

pascanatal sampai dua tahun merupakan masa yang amat kritis karena terjadi

pertumbuhan yang amat pesat dan terjadi diferensiasi tinggi pada semua organ tubuh.

Gangguan yang terjadi pada masa ini akan menyebabkan perubahan yang menetap

pada struktur anatomi, biokimia, dan fungsi organ. Jadi setiap gangguan seperti

buruknya status gizi dapat menghambat beberapa aspek pertumbuhan organ.

Kekurangan gizi juga dapat mempengaruhi bayi secara psikologis, menyebabkan

apatis, depresi, keterlambatan perkembangan, dan menarik diri dari lingkungan.

Hubungan KEP dengan penyakit infeksi dapat dijelaskan melalui mekanisme

pertahanan tubuh yaitu pada balita yang KEP terjadi kekurangan masukan energi dan

protein ke dalam tubuh sehingga kemampuan tubuh untuk membentuk protein baru

berkurang. Hal ini kemudian menyebabkan pembentukan kekebalan tubuh seluler

terganggu, sehingga tubuh menderita rawan serangan infeksi (Jeliffe, 1989).

KEP menimbulkan efek pada perkembangan mental dan fungsi intelegensia

(Jalal dan Atmaja, 1998). Hal ini didukung oleh penelitian Husaini (1997) yang

menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada waktu dalam kandungan dan masa bayi

akan menyebabkan perkembangan intelektual rendah. Fakta menunjukkan bahwa bayi

KEP berat mempunyai ukuran besar otak 15-20% lebih kecil dibandingkan dengan bayi

normal. Apabila terjadi kurang gizi sejak dalam kandungan, maka defisit volume otak

bisa mencapai 50%. Hasil penelitian Azwar (2001) menemukan bahwa pada anak

sekolah yang mempunyai riwayat gizi buruk pada masa balita IQ-nya rendah sekitar 13-

15 poin dibandingkan dengan yang normal.

1.3 Epidemiologi Kurang Energi Protein (KEP)

Berdasarkan hasil penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia, Tarwotjo dkk

(1978) memperkirakan bahwa 30% atau 9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi-

kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta anak-anak balita menderita gizi buruk. Laporan

Page 6: 76411431-MAKALAH-KEP

6

yang lebih baru yang tercantum dalam “Rekapitulasi Data Dasar Desa Baru UPGK

1982/1983” menunjukkan bahwa prevalensi penderita KEP di Indonesia belum

menurun. Hasil pengukuran secara antropometri pada anak-anak balita dari 642 desa

menunjukkan angka-angka sebagai berikut : diantara 119.463 anak balita yang diukur,

terdapat status gizi baik 57,1%, gizi kurang 35,9%, dan gizi buruk 5,9%. Akan lebih

prihatin lagi jika kita melihat hasil pengukuran di beberapa desa di Propinsi Kal-Sel, Kal-

Bar, Sul-Teng, DKI Jaya, yakni terdapat angka : gizi-baik dibawah 50%, sedangkan

angka gizi buruk diatas 10%.

Keadaan status gizi Balita di Indonesia 1995-1998

1. Prevalensi gizi kurang pada anak usia 0-59 bulan

Dari pemantauan gizi (PKG) tahun 1995-1998 yang dilakukan oleh kelompok

Gizi kesehatan Masyarakat Departemen RI, mulai dari krisis moneter hingga 1998 (4

tahun) pada 12 dari 26 provinsi yang mempunyai data lengkap tidak menunjukkan

perubahan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dengan nilai rata-rata intake

energi sebesar 2150 kkal dan 46,2 gram protein yang mendekati nilai AKG. Namun

demikian, terdapat 43-50 persen rumah tangga masih mengkonsumsi energi kurang

dari 1.500 kkal dan antara 23-35 persen masih mengkonsumsi kurang dari 32 gram

protein per kapita per hari semenjak tahun 1995. Dari hasil pemantauan konsumsi gizi

dalam kurun waktu 1995-1998 terlihat ada penurunan prevalensi gizi kurang, yaitu dari

28,3 persen menjadi 25,4 persen dengan kecepatan penurunan 2,9 persen pertahun

dan penurunan ini meliputi tingkat desa dan kota. Harapan penurunan prevalensi gizi

buruk di Indonesia dipertahankan hingga 1persen pertahun, tetapi penurunan

prevalensi gizi kurang dari 28,3 persen menjadi 25,4 persen tersebut masih tergolong

tinggi dibanding dengan negara-negara tetangga (Malaysia, Filipina, dan Thailand)

yang besarnya 20 persen pada tahun yang sama. Oleh karenaitu, indikasi ini

menunjukkan bahwa gizi kurang di Indonesia masih merupakan masalah. Tahun 1999

pada akhir PELITA VI, prevalensi gizi kurang menunjukkan penurunan menjadi 16

persen, tetapi penurunan ini masih lebih tinggi dari target.

Page 7: 76411431-MAKALAH-KEP

7

2. Prevalensi gizi kurang pada anak usia 6-17 bulan dan 6-23 bulan

Kelompok umur 6-17 bulan dan 6-23 bulan adalah kelompok umur yang

merupakan saat periode pertumbuhan kritis dimana pertumbuhan dapat mengalami

kegagalan tumbuh (growth failure). Kelompok ini yang sering tertimpa kurang gizi akibat

suatu bencana di negara sedang berkembang. (Tabel 2).

Tabel 2

Prevalensi Gizi Buruk menurut Usia dan Tingkat Daerah

Daerah Usia anak 6-17 bulan Prevalensi Usia 6-23 bulan % penurunan

Prevalensi Gizi kurang

Kota 25,8 % (1989) - 21,0 % (1995)

22,7 % (1998) – 17,5 % (1999)

1989-1995 7,9

1995-1998 0,5

1999 3,8

Desa 35,3 % (1989) – 26,9 % (1995)

28,6 % (1998) – 24,6 % (1999)

Prevalensi gizi kurang secara

umum penurunannya sedikit

lebih tinggi daripada di kota

Kota + Desa 33,0 % (1989) – 25,4 % (1995)

26,3 % (1998) – 22,5 % (1999)

Sumber : Jahari, Sandjaya, Sudirman, Soekirman, Jus’at, Jalal, Latief, dan Atmarita (WNPG, 2000)

Keadaan gizi balita yang tinggal di pedesaan cenderung lebih buruk dibanding

balita yang tinggal di perkotaan; dan keadaan gizi balita perempuan relatif lebih baik

dibanding balita laki-laki.

Pada tingkat makro, besar dan luasnya masalah KEP sangat erat kaitannya

dengan keadaan ekonomi secara keseluruhan. Peningkatan angka prevalensi KEP

pada balita, dari data Susenas, seiring sejalan dengan menurunnya jumlah penduduk

dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan. Dengan perkataan lain, anggota

rumahtangga dari kelompok rawan biologis sekaligus memberikan gambaran

ketersediaan pangan, dan rawan biologis memiliki resiko kurang energi protein.

Pada tingkat mikro (rumah tangga/individu), tingkat kesehatan terutama penyakit

infeksi yang juga menggambarkan keadaan sanitasi lingkungan merupakan faktor

penentu status gizi.

Page 8: 76411431-MAKALAH-KEP

8

UPGK dan Posyandu merupakan program yang secara khusus dilaksanakan

untuk menurunkan prevalensi KEP. Peningkatan kedua program ini berdampak positif

untuk menurunkan prevalensi KEP. Meskipun demikian keterlibatan aktif masyarakat,

organisasi wanita, LSM dan perbaikan keadaan ekonomi mempunyai andil yang besar

didalam keberhasilan meningkatkan status gizi balita.

Kegiatan utama program UPGK (dari aspek gizi) yang dilaksanakan sampai saat

ini berupa penimbangan balita, penyuluhan gizi (KIE), peningkatan pemanfaatan

pekarangan, pemberian makanan, pemberian oralit, pemberian kapsul vit.A takaran

tinggi, pemberian pil besi kepada ibu hamil. Kegiatan ini melibatkan beberapa lembaga

terkait yang mempunyai tugas dan tanggung jawab saling menopang untuk

keberhasilan program. Pelaksanaan di tingkat desa atau di tingkat yang lebih kecil

dikoordinasikan dalam bentuk Posyandu.

Keterlibatan masyarakat sangat diharapkan dan sekaligus menentukan di dalam

pembentukan dan pelaksanaan Posyandu. Hal ini disebabkan keterbatasan tenaga

kesehatan yang tersedia dan luasnya. Dengan demikian, peran kader desa yang telah

dilatih serta tokoh masyarakat setempat sangat menentukan kelangsungan

pelaksanaan posyandu.

1.4 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

Apa saja faktor penyebab terjadinya KEP ?

Bagaimana cara pengukuran status KEP ?

Bagaimana pencegahan dan penanggulangan KEP ?

1.5 Tujuan penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :

Untuk mengetahui penyebab dari Kurang Energi Protein (KEP).

Untuk mengetahui cara pengukuran status Kurang Energi Protein (KEP).

Untuk mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan Kurang Energi Protein

(KEP).

Page 9: 76411431-MAKALAH-KEP

9

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyebab Kurang Energi Protein (KEP)

Menurut buku karya dr. Arisman, MB dengan judul “Gizi Dalam Daur

Kehidupan” pada hal.93-94 menyebutkan bahwa terdapat 4 faktor yang

melatarbelakangi KEP, yaitu masalah sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan. Berikut

disajikan dalam bentuk bagan.

BAGAN 1

PENYEBAB KEP

SOSIAL

EKONOMI

LINGKUNGAN

Diet rendah

energy dan

protein

Penyakit infeksi

Bencana alam,

perang, dan

migrasi

Budaya yang

menabukan

makanan

tertentu

Pendidikan Malnutrisi ibu

BIOLOGI

Tempat tinggal

kumuh, tidak

sehat, dan tidak

bersih

Kemiskinan

KEP

Sumber : dr. Arisman, MB (2004)

Page 10: 76411431-MAKALAH-KEP

10

a. Masalah Sosial-Budaya

Ketidaktahuan baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan

kemiskinan, menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan anak

yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan, pemberian bahan

makanan bagi bayi, balita dan anggota keluarga yang sedang sakit.

Budaya yang menabukan makanan tertentu terutama terhadap balita, ibu

hamil, dan ibu menyusui.

Bencana alam, perang, dan migrasi paksa telah terbukti menggangu

distribusi pangan.

b. Masalah Ekonomi

Kemiskinan mengakibatkan ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan,

ketiadaan penyediaan pangan di tingkat rumah tangga.

c. Masalah Biologi

Komponen biologi yang melatarbelakangi KEP adalah malnutrisi ibu, baik

sebelum maupun setelah hamil, penyakit infeksi, serta diet rendah energy

dan protein.

Seorang ibu yang mengalami KEP dalam kurun waktu tertentu tersebut pada

gilirannya akan melahirkan bayi BBLR.

Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit KEP.

Penyakit diare, campak, Infeksi saluran napas kerap menghilangkan nafsu

makan. Penyakit saluran pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk

muntah dan gangguan penyerapan yang menyebabkan kehilangan zat-zat

gizi dalam jumlah besar.

d. Masalah Lingkungan

tempat mukim yang berdempetan, kumuh, tidak sehat, tidak bersih

mengakibatkan infeksi sering terjadi.

Page 11: 76411431-MAKALAH-KEP

11

Menurut buku dari Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI yang

berjudul “Gizi dan Kesehatan Masyarakat” pada hal. 198-200 menyebutkan bahwa

kejadian KEP disebabkan oleh 4 faktor berikut disajikan dalam bentuk bagan :

BAGAN 2

PENYEBAB KEP

Sumber : Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI (2007)

Masalah biologic dan

sosial

Masalah lingkungan

Masalah kelaparan

Masalah tingkat

kekurangan gizi

Ketidakcukupan

pasokan gizi

didalam sel

Factor pribadi, social,

budaya, psikologis,

ekonomi, politik, dan

pendidikaan

Kurang gizi primer Kurang gizi

sekunder

Host

Agent

environment

KEP

Page 12: 76411431-MAKALAH-KEP

12

a. Masalah biologik dan sosial

Penyebab mendasar dari masalah ini adalah ketidakcukupan pasokan zat gizi

ke dalam sel.

Di pengaruhi juga faktor penyebab yang sangat kompleks seperti, faktor

pribadi, sosial, budaya, psikologis,ekonomi, politik, dan pendidikan.

b. Masalah tingkat kekurangan gizi

Penyakit kurang gizi primer

Contoh : pada kekurangan zat gizi esensial spesifik, seperti kekurangan

vitamin C, maka penderita mengalami gejala scurvy, beri-beri karena

kekurangan vitamin B1

Penyakit kurang gizi sekunder

Contoh : penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan absorpsi zat

gizi atau gangguan metabolisme zat gizi.

c. Masalah kelaparan

d. Masalah lingkungan

Di pengaruhi oleh host, agent, environment

Agent : variabel agent sebagai penyebab malnutrisi adalah kurang

makan.

Host : termasuk dalam variabel ini adalah bayi, anak, dan orang

dewasa. Penyebabnya adalah adanya penyakit, tingkat pertumbuhan yang

tinggi, hamil, kerja berat, cacat lahir, lahir premature, dan faktor perorangan

seperti masalah emosional.

Environment : tingkat ketersediaan pangan yang tidak mencukupi di Tk.

Rumah Tangga.

Menurut Depkes RI (1997) dalam literatur kejadian KEP milik Edwin Saputra

Suyadi Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI hal. 19 yang didownload dari

www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/126104-S-5830-Kejadian%20KEP mengemukakan

bahwa KEP di akibatkan oleh 3 faktor berikut disajikan dalam bentuk bagan :

Page 13: 76411431-MAKALAH-KEP

13

PENYEBAB KEP

Sumber : DEPKES RI (1997)

KEP

PENYEBAB

LANGSUNG

PENYEBAB

MENDASAR

Ketidakcukupan

konsumsi pangan

Anggota

keluarga

besar

PENYEBAB TIDAK

LANGSUNG

Penyakit infeksi

Pendidikan

Ekonomi

rendah

Ketersediaan

pangan di Tk.RT

tidak cukup

Rendahnya

pengetahuan

dan pendidikan

ibu

Pola konsumsi RT

yang kurang baik

Distribusi

pangan tidak

merata

Fasilitas Yankes

sulit dijangkau

BAGAN 3

Page 14: 76411431-MAKALAH-KEP

14

a. Penyebab langsung

Yang termasuk dalam penyebab langsung KEP antara lain ketidakcukupan

konsumsi makanan, penyakit infeksi.

b. Penyebab tidak langsung

Yang termasuk dalam penyebab tidak langsung KEP adalah kurangnya

pengetahuan ibu tentang kesehatan, kondisi sosial ekonomi yang rendah,

ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga tidak mencukupi, besarnya

anggota keluarga, pola konsumsi keluarga yang kurang baik, pola distribusi

pangan yang tidak merata, serta fasilitas pelayanan kesehatan yang sulit

dijangkau.

c. Penyebab mendasar

Yang menjadi penyebab mendasar KEP adalah rendahnya pengetahuan ibu dan

rendahnya pendidikan ibu.

Menurut Unicef (1988) didalam literatur Kejadian KEP milik Edwin Saputra

Suyadi Bag.GKM FKM UI hal. 20-21 yang didownload dari

www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/126104-S-5830-Kejadian%20KEP mengemukakan

bahwa KEP di akibatkan oleh 4 faktor berikut disajikan dalam bentuk bagan :

Page 15: 76411431-MAKALAH-KEP

15

KURANG Dampak

Penyebab

langsung

Pokok masalah

di masyarakat

Akar masalah

Penyebab

tidak langsung

Makanan

tidak seimbang Penyakit infeksi

Penyakit

infeksi

Pola asuh

anak tidak

memadai

Sanitasi dan air

bersih/pelayanan

kesehatan tidak

memadai

Tidak cukup

persediaan

pangan

Kurang pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan

Kurangnya pemberdayaan wanita

dan keluarga, kurang pemanfaatan

sumber daya masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan, dan kemiskinan

KRISIS EKONOMI, POLITIK, SOSIAL

BAGAN 4

PENYEBAB KEP

Sumber : Unicef (1988)

Page 16: 76411431-MAKALAH-KEP

16

Menurut Unicef (1988), kurang gizi disebabkan oleh beberapa faktor penyebab,

yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah di masyarakat, dan

penyebab mendasar.

a. Faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi adalah penyakit infeksi dan

asupan makanan yang tidak seimbang.

b. Faktor penyebab tidak langsung adalah tidak cukupnya persediaan pangan

dalam rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, sanitasi/air bersih

dan pelayanan kesehatan dasar, kesehatan yang tidak memadai juga rendahnya

tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan orang tua.

c. Pokok masalah timbulnya kurang gizi di masyarakat adalah kurangnya

pemberdayaan wanita dan keluarga, kurangnya pemanfaatan sumber daya

masyarakat, pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan.

d. Sedangkan yang menjadi akar masalahnya adalah krisis ekonomi, politik, dan

sosial.

Menurut buku karya Prof. DR. Achmad Djaeni Sediaoetama, M.Sc dengan

judul “ILMU GIZI untuk mahasiswa dan profesi jilid II” pada hal.48-52 menyebutkan

bahwa faktor penyebut KEP disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Page 17: 76411431-MAKALAH-KEP

17

Skema Penyebab Multifaktorial Menuju Ke arah Terjadinya KEP

Sumber : Prof. DR. Achmad Djaeni Sediaoetama, M.Sc (1999)

Hygiene

Rendah

Sistem

perdagangan

pangan dan

distribusi tidak

lancar

Produksi Bahan

Pangan Rendah

Penyakit infeksi

dan cacing

Absorpsi

terganggu

KEP

Pekerjaan

Rendah

Pasca panen

kurang baik

Daya beli

rendah Persediaan

pangan kurang

Anak terlalu

banyak KONSUMSI

KURANG Pengetahuan

gizi kurang

Utilisas

terganggu

Kwashiorkor

Marasmus

marasmickwashiorkor

Ekonomi

Negara rendah Pendidikan

Umum Kurang

Page 18: 76411431-MAKALAH-KEP

18

a. Ekonomi negara rendah

Ekonomi negara yang rendah mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap

bahan makanan juga rendah. Sehingga masyarakat tidak bisa memenuhi

kebutuhan makanan mereka dengan baik.

b. Pendidikan umum yang kurang

Karena pendidikan umum yang dimiliki masyarakat kurang sehingga

berdampak pada pekerjaan mereka yang rendah, lalu karena pekerjaan yang

rendah mengakibatkan daya beli mereka rendah, sehingga upaya

pemenuhan gizi di Tk. Rumah tangga tidak bisa tercukupi dengan baik

karena keterbatasan biaya.

Pengetahuan umum yang kurang, juga akan berpengaruh pada pengetahuan

gizi masyarakat. Sehingga mereka tidak tahu pasti mengenai bahan makanan

apa yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan sangat bermanfaat bagi

kesehatan tubuh mereka terutama bagi anak-anak mereka yang sedang

berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.

Pengetahuan umum yang kurang juga akan berpengaruh pada hygiene

personal dan sanitasi lingkungan tempat tinggal mereka. Orang

berpendidikan umum yang kurang tentu saja hygiene personal dan sanitasi

lingkungan mereka juga kurang. Misalnya, dengan mempertahankan

kebiasaan untuk terpapar dengan lingkungan yang kotor dan ditambah pula

dengan kebiasaan yang tidak mempertahankan kebersihan dirinya, maka

tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti orang seperti ini akan terserang

penyakit-penyakit infeksi dan juga penyakit cacingan. Sehingga hal ini bisa

mengakibatkan absorpsi dan utilisas tubuh seseorang terganggu. Karena

terjadinya hal ini, maka mempengaruhi kerja sistem pencernaan didalam

tubuh dan menyebabkan KEP

c. Jumlah anak yang terlalu banyak

Jumlah anak yang terlalu banyak dalam satu keluarga dapat mempengaruhi

pada gizi anak mereka. Karena bisa mengakibatkan konsumsi bahan

Page 19: 76411431-MAKALAH-KEP

19

makanan yang rendah. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa jumlah

makanan yang masuk dalam tubuh anak tersebut tidak bisa memenuhi

kebutuhan tubuh mereka masing-masing. Dan jika keadaan ini berlanjut terus

menerus dalam jangka waktu yang lama, maka bisa mengakibatkan anak

tersebut terkena KEP.

d. Produksi bahan pangan rendah

Produksi bahan pangan yang rendah diakibatkan karena 2 faktor yang

mempengaruhi, yaitu pasca panen yang kurang baik dan sistem

perdagangan pangan dan distribusi yang tidak lancar. Sehingga

mengakibatkan persediaan pangan yang kurang, baik di Tk. Distributor,

pengecer, maupun pada Tk. Rumah Tangga. Sehingga hal ini berdampak

pada jumlah konsumsi bahan makanan yang kurang pada suatu keluarga.

Sehingga hal ini bisa mengakibatkan seseorang terserang KEP.

2.2 Pengukuran status Kurang Energi Protein (KEP)

KEP dapat diketahui dengan melakukan pengukuran antropometri, yaitu

pengukuran terhadap dimensi tubuh. Ada beberapa pengukuran antropometri utama.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3

Pengukuran Antropometri yang Utama

Pengukuran Komponen Jaringan utama yang diukur

Stature/tinggi

badan

Kepala, tulang belakang,

tulang panggul, dan kaki.

Tulang

Berat badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan : khususnya

lemak, otot, tulang, tulang dan

air

Lingkar lengan Lemak bawah kulit Otot ( secara teknik lebih sedikit

digunakan di Negara maju )

Page 20: 76411431-MAKALAH-KEP

20

Otot, tulang Lemak ( lebih sering digunakan

secara teknis di negara maju)

Lipatan lemak Lemak bawah kulit, kulit lemak

(Sumber : Jelliefe DB & Jelliefe EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University

Press, hlm.66)

1) BB/U :

o Gizi lebih > 2.0 SD baku WHO-NCHS

o Gizi baik - 2.0 SD s.d +2.0 SD

o Gizi kurang < - 2.0 SD

o Gizi buruk > - 3.0 SD

2) TB/U :

o Normal - 2.0 SD baku WHO-NCHS

o Pendek (stunted) < - 2.0 SD

3) BB/TB :

o Gemuk > 2.0 SD baku WHO-NCHS

o Normal - 2.0 SD s.d. + 2.0 SD

o Kurus/wasted < - 2.0 SD

o Sangat kurus < 3.0 SD

4) Lingkar Kepala

Pengukuran lingkar kepala biasa digunakan pada kedokteran anak yang

digunakan untuk mendeteksi kelainan seperti hydrocephalus (ukuran kepala

besar) atau microcephalus (ukuran kepala kecil). Untuk melihat pertumbuhan

kepala balita dapat digunakan grafik Nellhaus.

5) Lingkar dada

Pertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak berumur 3 tahun sehingga biasa

digunakan pada anak berusia 2-3 tahun. Rasio lingkar dada dan kepala dapat

digunakan sebagai indikator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan lingkar dada

Page 21: 76411431-MAKALAH-KEP

21

dan kepala sama. Setelah umur ini lingkar kepala tumbuh lebih lambat daripada

lingkar dada. Pada anak yang KEP terjadi pertumbuhan dada yang lambat

sehingga rasio lingkar dada dan kepala < 1.

6) Lingkar lengan atas (LILA)

Lila mencerminkan cadangan energi sehingga pengukuran ini dapat

mencerminkan status KEP (kurang energi protein) pada balita atau KEK (kurang

energi kronik) pada ibu WUS (wanita usia subur) dan ibu hamil. Pengukuran Lila

pada WUS dan bumil adalah untuk mendeteksi resiko terjadinya kejadian bayi

dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Cut off point untuk balita yang

menderita KEP adalah < 12,5 cm sedangkan resiko KEK (kurang energi kronik)

untuk WUS dan bumil adalah < 23,5 cm.

7) Tinggi lutut

Untuk mendapatkan data tinggi badan dari berat badan dapat menggunakan

formula berikut ini :

2.3 Kapan KEP dikatakan masalah Kesehatan Masyarakat

Kurang Energi Protein (KEP) dikatakan masalah Kesehatan Masyarakat jika

prevalensi kejadiaannya > 30 %.

2.4 Upaya Pencegahan dan penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP)

Tindakan pencegahan penyakit KEP bertujuan untuk mengurangi insidensi KEP

dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Usaha disebut tadi mungkin dapat

ditanggulangi oleh petugas kesehatan tanpa menunggu perbaikan status sosial dan

ekonomi golongan yang berkepentingan. Akan tetapi tujuan yang lebih luas dalam

Pria : ( 2,02 x tinggi lutut (cm) ) – ( 0,4 x umur (tahun) ) + 64,19

Wanita : ( 1,83 x tinggi lutut (cm) ) – ( 0,24 x umur (tahun) ) + 84,88

(Sumber : Gibson, RS, 1993. Nutritional Assessment, A Laboratory Manual, Oxford University Press, New York )

Page 22: 76411431-MAKALAH-KEP

22

pencegahan KEP ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan perkembangan mental

anak-anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia Indonesia yang dapat

bekerja baik dan memiliki kecerdasan yang cukup.

Ada bebagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu

atau lebih dari satu faktor dasar penyebab KEP (Austin, 1981) yaitu :

Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan menjadi

lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat.

Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi energi

untuk anak-anak yang disapih.

Memperbaiki infrastruktur pemasaran. Infrastruktur pemasaran yang tidak baik akan

berpengaruh negatif terhadap harga maupun kualitas bahan makanan. Hal ini sudah

ditanggulangi pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog).

Subsidi harga makanan. Interfensi demikian bertujuan untuk membantu mereka

yang sangat terbatas penghasilannya.

Pemberian makanan suplementer. Dalam hal ini makanan diberikan secara cuma-

cuma atau dijual dengan harga minim. Makanan semacam ini terutama ditujukan

pada anak-anak yang termasuk golongan umur rawan akan penyakit KEP. Makanan

tersebut bisa disediakan pada waktu-waktu tertentu di Puskesmas, maupun

diberikan secara periodik untuk dibawa pulang.

Pendidikan gizi. Tujuan pendidikan gizi ini adalah untuk mengajar rakyat mengubah

kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara menghidangkan

makanan supaya mereka dan anak-anaknya mendapat makanan yang lebih baik

mutunya. Menurut Hofvandel (1983), pendidikan gizi akan berhasil jika:

a. Penduduk diikutsertakan dalam pembuatan rencana, menjalankan rencana

tersebut, serta ikut menilai hasilnya;

b. Rencana tersebut tidak banyak mengubah kebiasaan yang sudah turun-temurun;

c. Anjuran cara pemberian makanan yang diulang pada setiap kesempatan dan

situasi;

d. Semua pendidik atau mereka yang diberi tugas untuk memberi penerangan pada

rakyat member anjuran yang sama;

Page 23: 76411431-MAKALAH-KEP

23

e. Mendiskusikan anjuran dengan kelompok yang terdiri dari para ibu serta anggota

masyarakat lainnyaa, sebab keputusan yang diambil oleh satu kelompok lebih

mudah dijalankan daripada oleh seorang ibu saja;

f. Pejabat kesehatan, teman-teman dan anggota keluarga memberi bantuan aktif

dalam mempraktekkan anjuran tersebut;

g. Orang tua maupun anggota masyarakat lainnya dapat melihat hasil yang

menguntungkan atas praktek anjuran tersebut.

Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan :

a. Pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu, misalnya di BKIA,

Puskesmas, Posyandu ;

b. Melakukan imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi yang prevalensinya

tinggi ;

c. Memperbaiki hygiene lingkungan dengan menyediakan air minum, tempat

membuang air besar (WC) ;

d. Mendidik rakyat untuk membuang air besar di tempat-tempat tertentu atau di

tempat yang sidah disediakan, membersihkan badan pada waktu-waktu tertentu,

memasak air minum, memakai sepatu atau sandal untuk menghindarkan

investasi cacing dan parasit lain, membersihkan rumah serta isinya dan

memasang jendela-jendela untuk mendapatkan hawa segar ;

e. Menganjurkan rakyat untuk mengunjungi puskesmas secepatnya jika

kesehatannya terganggu ;

f. Menganjurkan keluarga berencana. Petros-Barnazian (1970) berpendapat

bahwa child spacing merupakan factor yang sangat penting untuk status gizi ibu

maupun anaknya. Dampak kumulatif kehamilan yang berturut-turut dan dimulai

pada umur muda dalam kehidupan seorang ibu dapat mengakibatkan deplesi

zat-zat gizi orang tersebut.

Page 24: 76411431-MAKALAH-KEP

24

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan kami dalam makalah ini berdasarkan pembahasan diatas adalah :

1. Penyakit KEP dipengaruhi oleh 8 faktor utama yang saling mempengaruhi satu dan

lainnya diantaranya faktor pendidikan, faktor sosial-budaya, faktor penyediaan

pangan, faktor ekonomi, faktor biologi, faktor lingkungan, faktor bencana dan faktor

kepadatan penduduk. Berikut ini kami sajikan dalam bentuk bagan :

PENYEBAB KEP

Sosial – Budaya

a. Budaya yang

menabukan makanan

tertentu

b. Frekuensi pemberian

ASI yang tidak cukup

c. Pemberian MP-ASI

yang terlalu dini

Ekonomi

a. Kondisi ekonomi

negara rendah

b. Pekerjaan yang

rendah atau sama

sekali tidak memiliki

pekerjaan

c. Kurangnya daya beli

d. kemiskinan

Pendidikan

a. Rendahnya pengetahuan

umum ibu

b. Pengetahuan gizi kurang

c. Pendidikan ibu rendah

d. Salah pengertian tentang

menyapih

e. Kurangnya pengetahuan

tentang cara merawat bayi dan

anak yang benar

Penyediaan pangan

a. Pola distribusi pangan tidak

merata dan tidak lancar

b. Pola ketersediaan pangan tidak

cukup pada Tk. Rumah tangga

c. Produksi bahan pangan yang

rendah

d. Konsumsi pangan atau zat gizi

kurang

Page 25: 76411431-MAKALAH-KEP

25

Biologi

Penyakit infeksi yang

mengakibatkan absorpsi dan

utilitas terganggu seperti

cacingan, diare, TBC, HIV/AIDS,

campak, ISPA Biologi

Penyakit infeksi

yang mengakibatkan

absorpsi dan utilitas

terganggu

Biologi

Penyakit infeksi

yang mengakibatkan

absorpsi dan utilitas

terganggu

Lingkungan

a. Hygiene personal kurang

b. Sanitasi lingkungan buruk

c. Lingkungan tempat tinggal

kumuh dan berdempetan

d. Jumlah anak terlalu banyak

dalam satu keluarga

Kepadatan penduduk

a. Tingkat pertumbuhan

penduduk yang tinggi yang

tidak diimbangi dengan

pertambahan persediaan

pangan.

b. Adanya perpindahan

penduduk (migrasi).

Bencana

a. Bencana alam seperti badai,

angin puting beliung, banjir,

dan kekeringan.

b. Peperangan

K E P

Page 26: 76411431-MAKALAH-KEP

26

2. Dampak dari KEP adalah dapat menurunkan mutu fisik dan intelektual serta

menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan

kematian terutama pada kelompok rentan biologis.

3. Upaya pencegahan dan penanggulangan KEP adalah : peningkatan hasil produksi

pertanian, penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi

energi untuk anak-anak yang disapih, perbaikan infrastruktur pemasaran, subsidi

bahan makanan, pemberian makanan suplementer, pendidikan gizi, pendidikan dan

pemeliharaan kesehatan.

3.2 Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan mengenai KEP ini adalah :

1. Kami mengharapkan kepada pemerintah agar kiranya ada perbaikan ekonomi

negara yang bisa memihak pada masyarakat tidak mampu.

2. Kami juga mengharapkan adanya kerjasama lintas sektor antara kementrian

kesehatan, kementrian sosial, dan juga kementrian pertanian dalam menangani

masalah gizi ini. Agar upaya untuk mewujudkan Indonesia sehat bisa tercapai.

3. Kami juga mengarapkan adanya upaya untuk membangkitkan kembali posyandu

yang selama ini seperti mati suri. Yang tidak terlepas dari peran serta masyarakat

yang dilatih sebagai kader desa dan juga tokoh masyarakat setempat yang ikut

membantu.

4. Makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kami sangat

mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca yang sifatnya membangun

sehingga kami bisa menjadi lebih baik lagi di hari-hari ke depannya. Amien.

Page 27: 76411431-MAKALAH-KEP

27

DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2007. Gizi dan Kesehatan

Masyarakat. Edisi ke-2. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Edwin Saputra Suyadi. 2009. Literatur Kejadian KEP. Di download dari http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/126104-S-5830-Kejadian%20KEP tgl. 23 Maret 2010

Evawany Aritonang .2004. Kurang Energi Protein (Protein Energy Malnutrition). Di download dari http://www.library.usu.ac.id/download/fkm/fkmgizi-evawany.pdf tgl. 23 Maret 2010

Gibney, Michael J., dkk. 2004. Gizi kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC

Pudjiadi, Solihin. 2003. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi ke-4. Jakarta : Fakultas

Kedokteran UI

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1999. ILMU GIZI untuk mahasiswa dan profesi jilid II.

Jakarta: Dian Rakyat