2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA - poltekkes-tjk.ac.id
Transcript of 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA - poltekkes-tjk.ac.id
9
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit
1) Pengertian Rumah Sakit
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat yang
selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya. (PERMENKES No.75 Tahun 2014)
Kesehatan lingkungan rumah sakit adalah upaya pencegahan penyakit
dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,
biologi, maupun sosial di dalam lingkungan rumah sakit. Kualitas
lingkungan rumah sakit yang sehat ditentukan melalui pencapaian atau
pemenuhan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan
kesehatan pada media air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan, dan
vektor dan binatang pembawa penyakit. Standar baku mutu kesehatan
10
lingkungan merupakan spesifikasi teknis atau nilai yang dibakukan pada
media lingkungan yang berhubungan atau berdampak langsung terhadap
kesehatan masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit. Sedangkan
persyaratan kesehatan lingkungan adalah kriteria dan ketentuan teknis
kesehatan pada media lingkungan di dalam lingkungan rumah sakit. (PMK
No. 7 tahun 2019)
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Gawat
darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna pentelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative. (UU No.44/2009).
2) Fungsi Rumah Sakit
Menurut UU RI NO 44 tahun 2009 menyatakan bahwa, Rumah Sakit
mempunyai fungsi yaitu:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan; dan
11
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
3) Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut UU RI No.44 tahun 2009 klasifikasi rumah sakit yaitu:
a. Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan :
1) Rumah Sakit Pemerintah yaitu rumah sakit yang memiliki dan
dikelola oleh pemerintah yang digunakan untuk kepentingan
umum.
2) Rumah Sakit Swasta yaitu rumah sakit yang dimiliki oleh
pribadi atau yayasan yang berbadan hukum.
b. Klasifikasi Rumah Sakit Secara Umum :
1) Tipe A
Fasilitas : pelayanan medis dasar (pelayanan kesehatan yang
bersifat umum dan kesehatan gigi), spesialistik (bedah,
pelayanan bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan kandungan,
kesehtan atau tht, kulit dan kelamin, jantung syaraf,gigi dan
mulut, paru-paru, orthopedic, jiwa, radiology anastesiologi
(pembiusan), patologi anatomi dan kesehatan).dengan
pendalaman tertentu dalam salah satu pelayanan spesialistik
yang luas, memiliki lebih dari 1000 kamar tidur.
12
2) Tipe B
Fasilitas : Pelayanan medis dasar (pelayanan kesehatan yang
bersifat umum dan kesehatan gigi), spesialistik (bedah,
pelayanan bedah, penyakit dalam, kebidanan dan kandungan,
kesehatan atau THT, kulit dan kelamin, jantung, syaraf, gigi
dan mulut, paru-paru, orthopedic, jiwa, radiology,
anastesiology (pembiusan), patology anatomi, dan kesehatan
dengan pendalaman tertentu dalam salah satu pelayanan
spesialistik), yang terbatas memiliki kamar tidur.
3) Tipe C
Fasilitas : Pelayanan medis dasar (pelayanan kesehatan yang
bersifat umum dan kesehatn gigi) memilki 100-500 kamar
tidur.
4) Tipe D
Fasilitas : Pelayanan dasar (pelayanan kesehatan yang bersifat
umum dan gigi)
B. Tinjauan Tentang Limbah Medis Rumah Sakit
1. Definisi Limbah
Adanya berbagai sarana pelayanan kesehatan baik rumah sakit, klinik
maupun puskesmas, akan menghasilkan limbah baik cair maupun padat.
Limbah padat rumah sakit/puskesmas lebih dikenal dengan pengertian
sampah rumah sakit. Limbah padat (sampah) adalah sesuatu yang tidak
dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya
13
berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia dan umumnya bersifat
padat (Kepmenkes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004).
2. Limbah Medis
Limbah medis yaitu buangan dari kegiatan pelayanan yang tidak dipakai
ataupun tidak berguna. Limbah medis cenderung bersifat infeksius dan
kimia beracun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk
kelestarian lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik. Limbah
medis puskesmas adalah semua limbah yang di hasilkan dari kegiatan
puskesmas dalam bentuk padat dan cair (Kepmenkes R.I. No
1428/MENKES/SK/XII/2006). Limbah medis padat adalah limbah yang
langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap
pasien.
Limbah medis padat terdiri dari:
a. Limbah infeksius yaitu limbah yang terkontaminasi organisme patogen
(bakteri, virus, parasit, atau jamur) yang tidak secara rutin ada
lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang
cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
b. Limbah patologi yaitu limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan
yang sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain
yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahanyang sangat
infeksius.
c. Limbah benda tajam yaitu merupakan materi yang dapat menyebabkan
luka iris atau luka tusuk. Semua benda tajam ini memiliki potensi
bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.
14
Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah,
cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
d. Limbah farmasi yaitu limbah farmasi mencakup produksi farmasi.
Kategori ini juga mencakup barang yang akan di buang setelah
digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak
yang berisi residu, sarung tangan, masker, selang penghubung darah
atau cairan, dan ampul obat.
e. Limbah sitotoksis yaitu terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat
infeksius. Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan untuk membunuh atau mengahambat pertumbuhan sel
hidup.
f. Limbah kimiawi yaitu mengandung zat kimia yang berbentuk padat,
cair, maupun gas yang berasal dari aktivitas diagnostic dan eksperimen
serta dari pemeliharaan kebersihan rumah sakit dengan menggunakan
desinfektan.
g. Limbah radioaktif yaitu bahan yang terkontaminasi dengan radioisotope
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah
ini dapat berasal dari : tindakan kedokteran nuklir, radio immunoassay
dan baakteriologis, dapat berpentuk padat, cair atau gas.
h. Limbah kontainer bertekanan yaitu limbah yang berasal dari berbagai
jenis gas yang digunakan di rumah sakit dan
i. Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi yaitu Limbah yang
mengandung logam Berat dalam konsetrasi tinggi termasuk dalam
15
subkategori limbah kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik.
Contohnya adalah limbah merkuri yang berasal dari bocoran peralatan
kedokteran yang rusak.
3. Limbah Non-medis
Limbah padat non-medis adalah semua sampah padat diluar sampah
medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti kantor atau
administrasi, unit perlengkapan, ruang tunggu, ruang inap, unit gizi atau
dapur, halaman parkir, taman, dan unit pelayanan. (Ditjen P2MPL, 2004)
Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran,
taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada
teknologinya. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah
medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus
untuk limbah medis non padat. (Kepmenkes RI No. 1204, 2004).
4. Sumber Limbah Medis
Pada dasarnya jenis dan sumber sampah di rumah sakit dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Limbah klinis dan limbah non klinis, selain sampah klinis, dari kegiatan
penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat
disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bias berasal dari
kantor atau administrasi (kertas), unit pelayanan (berupa karton, kaleng,
botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur
(sisa pembungkus, sisa makanan atau bahan makanan, sayur dan lain-lain).
16
Pengangkutan limbah B3 dari ruangan sumber ke TPS limbah B3 harus
menggunakan kereta angkut khusus berbahan kedap air, mudah dibersihkan,
dilengkapi penutup, tahan karat dan bocor. Pengangkutan limbah tersebut
menggunakan jalur (jalan) khusus yang jauh dari kepadatan orang di
ruangan di rumah sakit. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan sumber ke
TPS dilakukan oleh petugas yang sudah mendapat pelatihan penanganan
limbah B3 dan petugas harus menggunakan pakaian dan alat pelindung diri
yang memadai. (Permenkes No.7/2019)
C. Tinjauan Tentang Limbah B3
1. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3)
Menurut PMK No. 7 Tahun 2019 terdapat Sembilan (9) proses
Penyelenggaraan Pengamanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
sebagai berikut :
1) Identifikasi jenis limbah B3 dilakukan dengan cara:
a. Identifikasi dilakukan oleh unit kerja kesehatan lingkungan dengan
melibatkan unit penghasil limbah di rumah sakit.
b. Limbah B3 yang diidentifkasi meliputi jenis limbah, karakteristik,
sumber, volume yang dihasilkan, cara pewadahan, cara pengangkutan
dan cara penyimpanan serta cara pengolahan.
c. Hasil pelaksanaan identifikasi dilakukan pendokumentasian.
2. Tahapan penanganan pewadahan dan pengangkutan limbah B3 diruangan
sumber, dilakukan dengan cara:
17
a. Tahapan penanganan limbah B3 harus dilengkapi dengan Standar
Prosedur Operasional (SPO) dan dilakukan pemutakhiran secara
berkala dan berkesinambungan.
b. SPO penanganan limbah B3 disosialisasikan kepada kepala dan staf
unit kerja yang terkait dengan limbah B3 di rumah sakit.
c. Khusus untuk limbah B3 tumpahan dilantai atau dipermukaan lain di
ruangan seperti tumpahan darah dan cairan tubuh, tumpahan cairan
bahan kimia berbahaya, tumpahan cairan mercury dari alat kesehatan
dan tumpahan sitotoksik harus dibersihkan menggunakan perangkat
alat pembersih (spill kit) atau dengan alat dan metode pembersihan
lain yang memenuhi syarat. Hasil pembersihan limbah B3 tersebut
ditempatkan pada wadah khusus dan penanganan selanjutnya
diperlakukan sebagai limbah B3, serta dilakukan pencatatan dan
pelaporan kepada unit kerja terkait di rumah sakit.
d. Perangkat alat pembersih (spill kit) atau alat metode pembersih lain
untuk limbah B3 harus selalu disiapkan di ruangan sumber dan
dilengkapi cara penggunaan dan data keamanan bahan (MSDS).
e. Pewadahan limbah B3 diruangan sumber sebelum dibawa ke TPS
Limbah B3 harus ditempatkan pada tempat/wadah khusus yang kuat
dan anti karat dan kedap air, terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan, dilengkapi penutup, dilengkapi dengan simbol B3, dan
diletakkan pada tempat yang jauh dari jangkauan orang umum.
f. Limbah B3 di ruangan sumber yang diserahkan atau diambil petugas
limbah B3 rumah sakit untuk dibawa ke TPS limbah B3, harus
18
dilengkapi dengan berita acara penyerahan, yang minimal berisi hari
dan tanggal penyerahan, asal limbah (lokasi sumber), jenis limbah B3,
bentuk limbah B3, volume limbah B3 dan cara pewadahan/
pengemasan limbah B3.
g. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan sumber ke TPS limbah B3
harus menggunakan kereta angkut khusus berbahan kedap air, mudah
dibersihkan, dilengkapi penutup, tahan karat dan bocor. Pengangkutan
limbah tersebut menggunakan jalur (jalan) khusus yang jauh dari
kepadatan orang di ruangan rumah sakit.
h. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan sumber ke TPS dilakukan oleh
petugas yang sudah mendapatkan pelatihan penanganan limbah B3
dan petugas harus menggunakan pakaian dan alat pelindung diri yang
memadai.
3. Pengurangan dan pemilahan limbah B3 dilakukan dengan cara:
a. Upaya pengurangan dan pemilahan limbah B3 harus dilengkapi
dengan SPO dan dapat dilakukan pemutakhiran secara berkala dan
berkesinambungan.
b. Pengurangan limbah B3 di rumah sakit, dilakukan dengan cara antara
lain:
i. Menghindari penggunaan material yang mengandung Bahan
Berbahaya dan Beracun apabila terdapat pilihan yang lain.
ii. Melakukan tata kelola yang baik terhadap setiap bahan atau
material yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan
dan/atau pencemaran terhadap lingkungan.
19
iii. Melakukan tata kelola yang baik dalam pengadaan bahan kimia
dan bahan farmasi untuk menghindari terjadinya penumpukan
dan kedaluwarsa, contohnya menerapkan prinsip first in first out
(FIFO) atau first expired first out (FEFO).
iv. Melakukan pencegahan dan perawatan berkala terhadap
peralatan sesuai jadwal.
4. Bangunan TPS di rumah sakit harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Pemilahan limbah B3 di rumah sakit, dilakukan di TPS limbah B3 dengan
cara antara lain:
a. Memisahkan Limbah B3 berdasarkan jenis, kelompok, dan/atau
karakteristik Limbah B3.
b. Mewadahi Limbah B3 sesuai kelompok Limbah B3. Wadah Limbah
B3 dilengkapi dengan palet.
6. Penyimpanan sementara limbah B3 dilakukan dengan cara:
a. Cara penyimpanan limbah B3 harus dilengkapi dengan SPO dan dapat
dilakukan pemutakhiran/revisi bila diperlukan.
b. Penyimpanan sementara limbah B3 dirumah sakit harus ditempatkan
di TPS Limbah B3 sebelum dilakukan pengangkutan, pengolahan dan
atau penimbunan limbah B3.
c. Penyimpanan limbah B3 menggunakan wadah/tempat/kontainer
limbah B3 dengan desain dan bahan sesuai kelompok atau
karakteristik limbah B3.
20
d. Penggunaan warna pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah
sesuai karakteristik Limbah B3. Warna kemasan dan/atau wadah
limbah B3 tersebut adalah:
1) Merah, untuk limbah radioaktif;
2) Kuning, untuk limbah infeksius dan limbah patologis;
3) Ungu, untuk limbah sitotoksik; dan
4) Cokelat, untuk limbah bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau
sisa kemasan, dan limbah farmasi.
5) Pemberian simbol dan label limbah B3 pada setiap kemasan
dan/atau wadah Limbah B3 sesuai karakteristik Limbah B3.
Simbol pada kemasan dan/atau wadah Limbah B3 tersebut
adalah:
a) Radioaktif, untuk Limbah radioaktif;
b) Infeksius, untuk Limbah infeksius; dan
c) Sitotoksik, untuk Limbah sitotoksik.
d) Toksik/flammable/campuran/sesuai dengan bahayanya
untuk limbah bahan kimia.
Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan
menggunakan wadah dan label seperti :
21
Tabel 1.1
Jenis wadah label limbah medis padat sesuai kategorinya
No Kategorik
Warna
Kontainer/
Kantong
Plastik
Lambang Keterangan
1 Radioaktif Merah
Kantong boks
timbal dengan
simbol radioaktif
2 Sangat
infeksius
Kuning
Kantong plastik
kuat, antibocor,
atau kontainer yang
dapat disterilisasi
dengan
Otoklaf
3 Limbah
Infeksius,
Patologi
dan
anatomi
Kuning
Kantong plastik
kuat dan antibocor,
atau container
4 Sitotoksis Ungu
Kontainer plastik
kuat dan anti Bocor
5 Limbah
Kimia Dan
Farmasi
Coklat - Kantong plastik
atau container
(Sumber : Permen LH No.56 Tahun 2015)
22
7. Lamanya penyimpanan limbah B3 untuk jenis limbah dengan karakteristik
infeksius, benda tajam dan patologis di rumah sakit sebelum dilakukan
Pengangkutan Limbah B3, Pengolahan Limbah B3, dan/atau Penimbunan
Limbah B3, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Limbah medis kategori infeksius, patologis, benda tajam harus
disimpan pada TPS dengan suhu lebih kecil atau sama dengan 0 oC
(nol derajat celsius) dalam waktu sampai dengan 90 (sembilan puluh)
hari.
b. Limbah medis kategori infeksius, patologis, benda tajam dapat
disimpan pada TPS dengan suhu 3 sampai dengan 8 oC (delapan
derajat celsius) dalam waktu sampai dengan 7 (tujuh) hari.
Sedang untuk limbah B3 bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau
sisa kemasan, radioaktif, farmasi, sitotoksik, peralatan medis yang
memiliki kandungan logam berat tinggi, dan tabung gas atau kontainer
bertekanan, dapat disimpan di tempat penyimpanan Limbah B3 dengan
ketentuan paling lama sebagai berikut :
a. 90 (sembilan puluh) hari, untuk Limbah B3 yang dihasilkan sebesar 50
kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih; atau
b. 180 (seratus delapan puluh) hari, untuk Limbah B3 yang dihasilkan
kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk Limbah B3
kategori 1, sejak Limbah B3 dihasilkan.
8. Pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan cara:
a. Pengangkutan limbah B3 keluar rumah sakit dilaksanakan apabila tahap
pengolahan limbah B3 diserahkan kepada pihak pengolah atau
23
penimbun limbah B3 dengan pengangkutan menggunakan jasa
pengangkutan limbah B3 (transporter limbah B3).
b. Cara pengangkutan limbah B3 harus dilengkapi dengan SPO dan dapat
dilakukan pemutakhiran secara berkala dan berkesinambungan.
c. Pengangkutan limbah B3 harus dilengkapi dengan perjanjian kerjasama
secara three parted yang ditandatangani oleh pimpinan dari pihak rumah
sakit, pihak pengangkut limbah B3 dan pengolah atau penimbun limbah
B3.
d. Rumah sakit harus memastikan bahwa:
1) Pihak pengangkut dan pengolah atau penimbun limbah B3 memiliki
perizinan yang lengkap sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Izin yang dimiliki oleh pengolah maupun
pengangkut harus sesuai dengan jenis limbah yang dapat
diolah/diangkut.
2) Jenis kendaraan dan nomor polisi kendaraan pengangkut limbah B3
yang digunakan pihak pengangkut limbah B3 harus sesuai dengan
yang tercantum dalam perizinan pengangkutan limbah B3 yang
dimiliki.
3) Setiap pengiriman limbah B3 dari rumah sakit ke pihak pengolah
atau penimbun, harus disertakan manifest limbah B3 yang
ditandatangani dan stempel oleh pihak rumah sakit, pihak
pengangkut dan pihak pengolah/penimbun limbah B3 dan diarsip
oleh pihak rumah sakit.
24
4) Ditetapkan jadwal tetap pengangkutan limbah B3 oleh pihak
pengangkut limbah B3.
5) Kendaraan angkut limbah B3 yang digunakan layak pakai,
dilengkapi simbol limbah B3 dan nama pihakpengangkut limbah B3.
9. Pengolahan limbah B3 memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Pengolahan limbah B3 di rumah sakit dapat dilaksanakan secara
internal dan eksternal: Pengolahan secara internal dilakukan di
lingkungan rumah sakit dengan menggunakan alat insinerator atau alat
pengolah limbah B3 lainnya yang disediakan sendiri oleh pihak rumah
sakit (on-site), seperti autoclave, microwave, penguburan, enkapsulasi,
inertisiasi yang mendapatkan izin operasional dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengolahan secara
eksternal dilakukan melalui kerja sama dengan pihak pengolah atau
penimbun limbah B3 yang telah memiliki ijin. Pengolahan limbah B3
secara internal dan eksternal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. Rumah sakit yang melakukan pengolahan limbah B3 secara internal
dengan insinerator, harus memiliki spesifikasi alat pengolah yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1) Kapasitas sesuai dengan volume limbah B3 yang akan diolah
2) Memiliki 2 (dua) ruang bakar dengan ketentuan:
3) Ruang bakar 1 memiliki suhu bakar sekurang-kurangnya 800 oC
4) Ruang bakar 2 memiliki suhu bakar sekurang-kurangnya 1.000 oC
untuk waktu tinggal 2 (dua) detik
25
c. Tinggi cerobong minimal 14 meter dari permukaan tanah dan
dilengkapi dengan lubang pengambilan sampel emisi.
d. Dilengkapi dengan alat pengendalian pencemaran udara.
e. Tidak diperkenankan membakar limbah B3 radioaktif; limbah B3
dengan karakteristik mudah meledak; dan atau limbah B3 merkuri atau
logam berat lainnya.
f. Pengolahan Limbah B3 di rumah sakit sebaiknya menggunakan
teknologi non-insinerasi yang ramah lingkungan seperti autoclave
dengan pencacah limbah, disinfeksi dan sterilisasi, penguburan sesuai
dengan jenis dan persyaratan.
g. Pemilihan alat pengolah limbah B3 sebaiknya menggunakan teknologi
non-insinerasi seperti autoclave dengan pencacah limbah, karena dinilai
lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan teknologi insinerasi,
yakni tidak menghasilkan limbah gas (emisi).
h. Tata laksana pengolahan limbah B3 pelayanan medis dan penunjang
medis di rumah sakit berdasarkan jenisnya adalah sebagai berikut:
1) Limbah lnfeksius dan Benda Tajam
a) Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen
infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan
panas dan basah seperti dalam autoclave sebelum dilakukan
pengolahan.
b) Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan,
dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya.
26
c) Apabila pengolahan menggunakan insinerasi, maka residu abu
yang dihasilkan diperlakukan sebagai limbah B3, namun dapat
dibuang ke sanitary landfill setelah melalui proses solidifikasi.
2) Limbah Farmasi
Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan
kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak
memungkinkan dikembalikan, dapat dimusnahkan menggunakan
insinerator atau diolah ke perusahaan pengolahan limbah B3.
3) Limbah Sitotoksis
a) Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan dilarang dibuang
dengan cara penimbunan (landfill) atau dibuang ke saluran
limbah umum.
b) Pengolahan dilaksanakan dengan cara dikembalikan
keperusahaan atau distributornya, atau dilakukan pengolahan
dengan insinerasi. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya
masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan kedistributor.
c) Insinerasi pada suhu tinggi 1.000 oC s/d 1.200 °C dibutuhkan
untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada
suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya
ke udara.
4) Limbah Bahan Kimiawi
a) Pengolahan limbah kimia biasa dalam jumlah kecil maupun besar
harus diolah ke perusahaan pengolahan limbah B3 apabila rumah
27
sakit tidak memiliki kemampuan dalam mengolah limbah kimia
ini.
b) Limbah kimia dalam bentuk cair harus di tampung dalam
kontainer yang kuat, terbuat dari bahan yang mampu
memproteksi efek dari karakteristik atau sifat limbah bahan kimia
tersebut.
c) Bahan kimia dalam bentuk cair sebaiknya tidak dibuang ke
jaringan pipa pembuangan air limbah, karena sifat toksiknya
dapat mengganggu proses biologi dalam unit pengolah air limbah
(IPAL)
d) Untuk limbah bahan pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut
halogenida yang mengandung klorin atau florin tidak boleh
diolah dalam mesin insinerator, kecuali insineratornya dilengkapi
dengan alat pembersih gas.
e) Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia tersebut ke
distributornya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah
kimia:
1. Limbah kimia yang komposisinya berbeda harus dipisahkan
untuk menghindari reaksi kimia yang tidak diinginkan.
2. Limbah kimia dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun di atas
tanah karena dapat mencemari air tanah.
28
3. Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar ditempatkan
dalam kontainer yang kuat karena sifatnya yang korosif dan
mudah terbakar.
5) Limbah dengan Kandungan Logam Berat Tinggi
a) Limbah dengan kandungan merkuri atau kadmium dilarang
diolah di mesin insinerator, karena berisiko mencemari udara
dengan uap beracun.
b) Cara pengolahan yang dapat dilakukan adalah menyerahkan ke
perusahaan pengolahan limbah B3. Sebelum dibuang, maka
limbah disimpan sementara di TPS Limbah B3 dan diawasi secara
ketat.
6) Kontainer Bertekanan
a) Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan
adalah dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas.
Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol
harus diperlakukan sebagai limbah B3.
b) Limbah jenis ini dilarang dilakukan pengolahan dengan mesin
insinerasi karena dapat meledak.
c) Hal yang harus diperhatikan terkait limbah kontainer bertekanan.
Apabila kontainer yang masih utuh, harus dikembalikan
kepenjual /distributornya, meliputi :
i. Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya
disatukan dengan peralatan anestesi.
29
ii. Tabung atau silinder etilinoksida yang biasanya disatukan
dengan peralatan sterilisasi
iii. Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen,
karbondioksida, udara bertekanan, siklo propana, hidrogen,
gas elpiji, danasetilin.
iv. Kontainer yang sudah rusak, dan tidak dapat diisi ulang harus
diolah ke perusahaan pengolah limbah B3. Kaleng aerosol
kecil harus dikumpulkan dan diperlakukan cara
pengolahannya sebagai limbah B3. Kaleng aerosol dalam
jumlah banyak sebaiknya dikembalikan ke
penjual/distributornya.
7) Limbah Radioaktif
a) Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang
terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus
menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang
radiasi.
c) Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan
radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.
d) Petugas proteksi radiasi secara rutin mengukur dan melakukan
pencatatan dosis radiasi limbah radioaktif (limbah radioaktif
sumber terbuka). Setelah memenuhi batas aman (waktu paruh
minimal), diperlakukan sebagai limbah medis
30
e) Memiliki instrumen kalibrasi yang tepat untuk monitoring dosis
dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang ketat akan menjamin
keakuratan dalam melacak limbah radioaktif dalam pengiriman
maupun pengolahannya.
f) Penanganan limbah radioaktif dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
g) Pengolahan secara eksternal dilakukan melalui kerja sama
dengan pihak pengolah atau penimbun limbah B3 yang telah
memiliki ijin. Rumah Sakit (penghasil) wajib bekerja sama
dengan tiga pihak yakni pengolah dan pengangkut yang
dilakukan secara terintegrasi dengan pengangkut yang
dituangkan dalam satu nota kesepakatan antara rumah sakit,
pengolah, dan pengangkut. Nota kesepakatan memuat tentang
halhal yang wajib dilaksanakan dan sangsi bila kesepakatan
tersebut tidak dilaksanakan sekurang-kurangnya memuat
tentang:
i. Frekuensi pengangkutan
ii. Lokasi pengambilan limbah padat
iii. Jenis limbah yang diserahkan kepada pihak pengolah,
sehingga perlu dipastikan jenis Limbah yang dapat diolah
oleh pengolah sesuai izin yang dimiliki.
iv. Pihak pengolah dan pengangkut mencantumkan nomor
dan waktu kadaluarsa izinnya.
31
v. Pihak pengangkut mencantumkan nomor izin, nomor
polisi kendaraan yang akan digunakan oleh pengangkut,
dapat dicantumkan lebih dari 1 (satu) kendaraan.
vi. Besaran biaya yang dibebankan kepada rumah sakit.
vii. Sangsi bila salah satu pihak tidak memenuhi kesepakatan.
viii. Langkah-langkah pengecualian bila terjadi kondisi tidak
biasa.
ix. Hal-hal lain yang dianggap perlu disepakati agar tidak
terjadi perbuatan yang bertentangan dengan peraturan.
Sebelum melakukan kesepakatan, rumah sakit harus
memastikan bahwa :
Pihak pengangkut dan pengolah atau penimbun limbah
B3 memiliki perizinan yang lengkap sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin yang
dimiliki oleh pengolah maupun pengangkut harus
sesuai dengan jenis limbah yang dapat diolah/diangkut.
Jenis kendaraan dan nomor polisi kendaraan
pengangkut limbah B3 yang digunakan pihak
pengangkut limbah B3 harus sesuai dengan yang
tercantum dalam perizinan pengangkutan limbah B3
yang dimiliki.
Setiap pengiriman limbah B3 dari rumah sakit ke pihak
pengolah atau penimbun, harus disertakan manifest
limbah B3 yang ditandatangani dan stempel oleh pihak
32
rumah sakit, pihak pengangkut dan pihak
pengolah/penimbun limbah B3 dan diarsip oleh pihak
rumah sakit.
Kendaraan angkut limbah B3 yang digunakan layak
pakai, dilengkapi simbol limbah B3 dan nama pihak
pengangkut limbah B3.
x. Penanganan Kedaruratan Dalam kondisi darurat baik
karena terjadi kebakaran dan atau bencana lainnya di
rumah sakit, untuk menjaga cakupan penanganan limbah
B3 tetap maksimal, rumah sakit perlu menyusun prosedur
kedaruratan penanganan limbah B3 rumah sakit. Prosedur
penanganan kedaruratan limbah B3 tersebut dapat
dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
Bagi rumah sakit yang mengolah seluruh limbah B3
nya secara mandiri (on-site) dengan menggunakan
mesin pengolah limbah B3 (teknologi insinerasi atau
non-insinerasi) dan apabila kondisi mesin pengolah
limbah B3 tersebut mengalami kegagalan operasional,
maka rumah sakit harus melakukan kerjasama kondisi
darurat dengan pihak pengangkut dan pihak pengolah
atau penimbun limbah B3 untuk mengangkut dan
mengolah limbah B3 yang dihasilkan.
Bagi rumah sakit yang menyerahkan seluruh
pengolahan limbahnya ke pihak pengolah atau
33
penimbun limbah B3 (off-site), maka dalam kondisi
darurat sistem pengolahan ini harus tetap dilaksanakan
meskipun dengan frekuensi pengambilan limbah B3
yang tidak normal.
Bagi rumah sakit yang mengolah limbahnya dengan
sistem kombinasi on-site dan off-site, mesin pengolah
limbah B3 mengalami kegagalan operasional, maka
dalam kondisi darurat sistem penanganan limbah B3
diganti dengan sistem total off-site, dimana seluruh
limbah B3 yang dihasilkan diserahkan ke pihak
pengolah atau penimbun limbah B3.
xi. Penyediaan fasilitas penanganan limbah B3
Fasilitas penanganan limbah B3 di rumah sakit
meliputi wadah penampungan limbah B3 diruangan
sumber, alat pengangkut limbah B3, TPS Limbah B3,
dan mesin pengolah limbah B3 dengan teknologi
insinerasi atau non-insinerasi.
Wadah penampungan limbah B3 di ruangan sumber
harus memenuhi ketentuan teknis sebagai berikut:
Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, kedap air,
antikarat dan dilengkapi penutup
Ditempatkan di lokasi yang tidak mudah dijangkau
sembarang orang
34
Dilengkapi tulisan limbah B3 dan simbol B3 dengan
ukuran dan bentuk sesuai standar di permukaan wadah
Dilengkapi dengan alat eyewash
Dilengkapi logbook sederhana
Dilakukan pembersihan secara periodik
xii. Alat angkut (troli) limbah B3, harus memenuhi ketentuan
teknis sebagai berikut :
Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, kedap
air, anti karat dan dilengkapi penutup dan beroda
Disimpan di TPS limbah B3, dan dapat dipakai
ketika digunakan untuk mengambil dan mengangkut
limbah B3 di ruangan sumber
Dilengkapi tulisan limbah B3 dan simbol B3 dengan
ukuran dan bentuk sesuai standar, di dinding depan
kereta angkut
Dilakukan pembersihan kereta angkut secara
periodik dan berkesinambungan
D. Tata Cara Penyimpanan Limbah B3
1) Persyaratan lokasi Penyimpanan Limbah B3 menurut PMK N0.7
tahun 2019 meliputi :
a. Merupakan daerah bebas banjir dan tidak rawan bencana alam, atau
dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, apabila tidak bebas banjir dan rawan
bencana alam
35
b. Jarak antara lokasi Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3 dengan lokasi fasilitas umum diatur dalam
Izin Lingkungan
c. Penyimpanan limbah B3 harus dilengkapi dengan SPO dan dapat
dilakukan pemutakhiran/revisi bila diperlukan.
d. Penyimpanan sementara limbah B3 dirumah sakit harus ditempatkan
di TPS Limbah B3 sebelum dilakukan pengangkutan, pengolahan dan
atau penimbunan limbah B3.
e. Penyimpanan limbah B3 menggunakan wadah/tempat/kontainer
limbah B3 dengan desain dan bahan sesuai kelompok atau
karakteristik limbah B3.
2.) Tata Cara Bangunan Tempat Penampungan Sementara Limbah B3
Rumah Sakit menurut PMK No.7 tahun 2019
a. TPS Limbah B3 harus memenuhi ketentuan teknis sebagai
berikut:
1) Lokasi di area servis (services area), lingkungan bebas banjir dan
tidak berdekatan dengan kegiatan pelayanan dan permukiman
penduduk disekitar rumah sakit
2) Berbentuk bangunan tertutup, dilengkapi dengan pintu, ventilasi
yang cukup, sistem penghawaan (exhause fan), sistem saluran
(drain) menuju bak control dan atau IPAL dan jalan akses
kendaraan angkut limbah B3.
3) Bangunan dibagi dalam beberapa ruangan, seperti ruang
penyimpanan limbah B3 infeksi, ruang limbah B3 non infeksi
fase cair dan limbah B3 non infeksi fase padat.
36
4) Penempatan limbah B3 di TPS dikelompokkan menurut sifat/
karakteristiknya.
5) Untuk limbah B3 cair seperti olie bekas ditempatkan di drum anti
bocor dan pada bagian alasnya adalah lantai anti rembes dengan
dilengkapi saluran dan tanggul untuk menampung tumpahan
akibat kebocoran limbah B3 cair
6) Limbah B3 padat dapat ditempatkan di wadah atau drum yang
kuat, kedap air, anti korosif, mudah dibersihkan dan bagian
alasnya ditempatkan dudukan kayu atau plastic (pallet)
7) Setiap jenis limbah B3 ditempatkan dengan wadah yang berbeda
dan pada wadah tersebut ditempel label, simbol limbah B3 sesuai
sifatnya, serta panah tanda arah penutup, dengan ukuran dan
bentuk sesuai standar, dan pada ruang/area tempat wadah
diletakkan ditempel papan nama jenis limbah B3.
8) Jarak penempatan antar tempat pewadahan limbah B3 sekitar 50
cm.
9) Setiap wadah limbah B3 di lengkapi simbol sesuai dengan
sifatnya, dan label.
10) Bangunan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan, fasilitas
penerangan, dan sirkulasi udara ruangan yang cukup.
11) Bangunan dilengkapi dengan fasilitas keamanan dengan
memasang pagar pengaman dan gembok pengunci pintu TPS
dengan penerangan luar yang cukup serta ditempel nomor
37
telephone darurat seperti kantor satpam rumah sakit, kantor
pemadam kebakaran, dan kantor polisi terdekat.
12) TPS dilengkapi dengan papan bertuliskan TPS Limbah B3, tanda
larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan, simbol B3 sesuai
dengan jenis limbah B3, dan titik koordinat lokasi TPS
13) TPS Dilengkapi dengan tempat penyimpanan SPO Penanganan
limbah B3, SPO kondisi darurat, buku pencatatan
(logbook)limbah B3
14) TPS Dilakukan pembersihan secara periodik dan limbah hasil
pembersihan disalurkan ke jaringan pipa pengumpul air limbah
dan atau unit pengolah air limbah (IPAL).
b. Persyaratan Bangunan Penyimpanan Limbah B3
1) Menurut Kep-01/BAPEDAL/09/1995 bangunan tempat
penyimpanan kemasan limbah B3 harus :
a) Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang
sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang
dihasilkan/akan disimpan
b) Terlindung dari masuknya air hujan baik secara lanmgsung
maupun tidak langsung
c) Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang
memadaiuntuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam
ruang penyimpanan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk
mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke
dalam ruang penyimpanan;
38
d) Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang
memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin.
Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus
dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop
contact) harus terpasang di sisi luar bangunan.
e) Dilengkapi dengan sistem penangkal petir.
f) Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan
(simbol) sesuai dengan tata cara yang berlaku.
2) Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak
bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat
melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan
maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai
diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir ke arah
menjauhi bangunan penyimpanan.
3) Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari
1 (satu) karakteristik limbah B3, maka ruang penyimpanan :
a) harus dirancang terdiri dari beberapa bagian penyimpanan,
dengan ketentuan bahwa setiap bagian penyimpanan hanya
diperuntukkan menyimpan satu karakteristik limbah B3, atau
limbah-limbah B3 yang saling cocok.
b) antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus dibuat
tanggul atau tembok pemisah untuk menghindarkan
tercampurnya atau masuknya tumpahan limbah B3 ke bagian
penyimpanan lainnya.
39
c) setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai
bak penampung tumpahan limbah dengan kapasitas yang
memadai.
d) sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat sebanding
dengan kapasitas maksimum limbah B3 yang tersimpan
sehingga cairan yang masuk ke dalamnya dapat mengalir
dengan lancar ke tempat penampungan yang telah disediakan.
4) Sarana lain yang harus tersedia adalah :
a) Peralatan dan sistem pemadam kebakaran;
b) Pagar pengaman;
c) Pembangkit listrik cadangan;
d) Fasilitas pertolongan pertama;
e) Peralatan komunikasi;
f) Gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan;
g) Pintu darurat;
h) Alarm;
c. Persyaratan Khusus Bangunan Penyimpanan Limbah B3
menurut PMK No. 7 tahun 2019 :
1. Jika bangunan berdampingan dengan gudang lain maka harus
dibuat tembok pemisah tahan api, berupa :
a) tembok beton bertulang, tebal minimum 15 cm; atau
b) tembok bata merah, tebal minimum 23 cm; atau
c) blok-blok (tidak berongga) tak bertulang, tebal minimum 30
cm.
40
2) Pintu darurat dibuat tidak pada tembok tahan api pada butir a.
3) Jika bangunan dibuat terpisah dengan bangunan lain, maka jarak
minimum dengan bangunan lain adalah 20 meter.
4) Untuk kestabilan struktur pada tembok penahan api dianjurkan
agar digunakan tiang-tiang beton bertulang yang tidak ditembusi
oleh kabel listrik.
5) Struktur pendukung atap terdiri dari bahan yang tidak mudah
menyala. Konstruksi atap dibuat ringan, dan mudah hancur bila
ada kebakaran, sehingga asap dan panas akan mudah keluar.
6) Penerangan, jika menggunakan lampu, harus menggunakan
instalasi yang tidak menyebabkan ledakan/percikan listrik
(explotion proof).
7) Faktor-faktor lain yang harus dipenuhi :
a) sistem pendeteksi dan pemadam kebakaran;
b) persediaan air untuk pemadam api;
c) hidran pemadam api dan perlindungan terhadap hidran.
d. Kriteria Bangunan Meliputi Beton, Dinding, Lantai, dan Atap
1) Beton
Menurut SNI-03-2847-2002, pengertian beton adalah campuran
antara semen Portland atau semen hidraulik lainnya, agregat halus,
agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk masa padat. Komponen beton terdiri dari:
41
a) Agregat Halus (Pasir)
Pasir adalah bahan batuan halus, terdiri dari butiran dengan
ukuran 0,14-5 mm, didapat dari basil desintegrasi batuan alam
(natural sand) atau dengan memecah (artificial sand). Sebagai
bahan adukan, baik untuk spesi maupun beton, maka agregat
halus harus diperiksa secara lapangan. Hal-hal yang dapat
dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus di lapangan adalah:
i. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir
agregat halus harus bersifat kekal, arlinya tidak pecah atau
hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca.
ii. Agregat halus tidak mengandung lumpur lebih dari 5%
(ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur
melampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci.
iii. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik
terlalu banyak, hal tersebut dapat diamati dari warna agregat
halus.
iv. Agregat yang berasal dari laut tidak boleh digunakan sebagai
agregat halus untuk semua adukan spesi dan beton.
b) Agregat Kasar (Krikil/Batu Pecah)
Agregat kasar dibedakan atas 2 macam, yaitu krikil (dari
batuan alam) dan kricak (dari batuan alam yang dipecah).
Menurut asalnya krikil dapat dibedakan atas; krikil galian, krikil
sungai dan krikil pantai. Krikil galian baisanya mengandung zat-
zat seperti tanah liat, debu, pasir dan zat-zat organik. Krikil sungai
42
dan krikil pantai biasanya bebas dari zatzat yang tercampur,
permukaannya licin dan bentuknya lebih bulat. Hal ini
disebabkan karena pengaruh air. Butir-butir krikil alam yang
kasar akan menjamin pengikatan adukan lebih baik.
Batu pecah (kricak) adalah agregat kasar yang diperoleh dari
batu alam yang dipecah, berukuran 5-70 mm.
Panggilingan/pemecahan biasanya dilakukan dengan mesin
pemecah batu (Jaw breaker/ crusher). Menurut ukurannya,
krikil/kricak dapat dibedakan atas;
i. Ukuran butir : 5 - 1 0 mm disebut krikil/kricak halus,
ii. Ukuran butir : 10-20 mm disebut krikil/kricak sedang,
iii. Ukuran butir : 20-40 mm disebut krikil/kricak kasar,
iv. Ukuran butir : 40-70 mm disebut krikil/kricak kasar sekali.
v. Ukuran butir >70 mm digunakan untuk konstruksi beton siklop
(cyclopen concreten).
Pada umumnya yang dimaksud dengan agregat kasar adalah
agregat dengan besar butir lebih dari 5 mm. Sebagai bahan
adukan beton, maka agregat kasar harus diperiksa secara
lapangan. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan
agregat halus di lapangan adalah;
i. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak
berpori. Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih
hanya dapat dipakai, apabila jumlah butir-butir pipih tersebut
tidak melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir
43
agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau
hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca.
ii. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%
(ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur
melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.
iii. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat
merusak beton, seperti zat-zat yang relatif alkali.
iv. Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari pada 1/5
jarak terkecil antara bidang-bidang samping cetakan, 1/3 dari
tebal pelat atau 3/4 dari jarak bersih minimum batang-batang
tulangan.
c) Semen Portland (PC)
Semen sebagai komponen beton atau berfungsi sebagai bahan
pengikat anorganik secara umum sifat utamanya adalah mengikat
dengan adanya air dan mengeras secara hidrolik. Semen portland
merupakan bahan bubukan halus, butirnya sekitar 0,05 mm dan
pada hakekatnya terdiri dari hablur-hablur senyawa yang
kompleks.
Acuan dan Perancah
Acuan (cetakan) dan tiang acuan (perancah) adalah suatu
konstruksi sementara, yang gunanya untuk mendukung
terlaksananya pengerjaan adonan beton yang dicorkan sesuai dengan
bentuk yang dikehendaki. Jadi acuan dan perancah harus dapat
menahan berat baja tulangan, adukan beton yang dicorkan, pekerja-
44
pekerja pengecor beton dan lain sebagainya, sampai beton mengeras,
sehingga dapat menahan berat sendiri dan beban kerja.
Acuan beton terdiri dari bidang bagian bawah dan samping.
Papan-papan bagian bawah dari acuan yang tidak terletak langsung
di atas tanah dipikul oleh gelagar acuan, sedangkan gelagar acuan
didukung oleh perancah. Pada konstruksi beton yang langsung
terletak di atas tanah, bagian bawah tidak perlu diberi cetakan, tetapi
cukup dipasang lantai kerja dari beton dengan campuran 1 semen : 3
pasir : 5 krikil dengan ketebalan 5 cm. Jadi, yang perlu diberi papan
acuan bagian samping saja. Untuk pekerjaan beton yang akan
difinishing dengan plesteran, papan acuan tidak perlu dihaluskan,
tetapi bila pekerjaan beton tidak memerlukan finishing, maka
permukaan acuan harus licin. Untuk pekerjaan tersebut biasnya
digunakan acuan dari multipleks, plywood, atau pelat baja.
a) Bahan Acuan dan Perancah
Papan acuan dan tiang perancah yang digunakan biasanya dari
kayu yang harganya murah dan mudah dikerjakan. Juga dapat
dipergunakan pelat-pelat baja, pelat seng bergelombang, plywood
dan lain sebagainya. Meskipun acuan dan perancah dibuat dari
kayu yang murah, tetapi kayunya harus cukup baik dan tidak
boleh terlalu basah, sebab kayu yang terlalu basah akan mudah
melengkung dan pecah. Ukuran papan acuan biasanya adalah
tebal 2-3 cm dan lebarnya 15-20 cm. Untuk perancah biasanya
45
digunakan kasau 4/6 atau 5/7 cm, namun banyak juga yang
menggunakan perancah dari bambu.
Persyaratan Acuan dan Perancah Syarat-syarat adalah
sebagai berikut;
i. Dapat menghasilkan konstruksi akhir yang mempunyai
bentuk, ukuran, dan batas batas sesuai dengan yang
ditunjukkan oleh gambar kerja.
ii. Kokoh dan cukup rapat, sehingga dapat dicegah adanya
kebocoran adukan beton.
iii. Harus diberi ikatan-ikatan secukupnya, sehingga dapat
terjamin kedudukan dan bentuk yang tetap.
iv. Terbuat dari bahan yang tidak mudah menyerap air dan
direncanakan sedemikian rupa, sehingga mudah dibongkar
tanpa mmenyebabkan kerusakan beton.
v. Bersih dari kotoran serbuk gergaji, potongan kawat pengikat
dan kotoran lainnya.
vi. Apabila acuan dan perancah harus memikul beban yang besar
dan/atau dengan bentang yang besar atau memerlukan bentuk
khusus, maka harus dilakukan perhitungan dan gambar kerja
khusus.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan/membuat
acuan dan perancah adalah;
a) Kecepatan dan cara pengecoran beton.
46
b) Beban yang harus dipikul, termasuk beban, horisontal dan
beban kejut.
c) Selain kekuatan dan kekakuan acuan, kestabilitas juga perlu
diperhitungkan dengan baik.
d) Tiang-tiang acuan dari kayu harus dipasang di atas papan kayu
yang kokoh dan mudah distel dengan baji. Tiang-tiang acuan
tersebut tidak boleh mempunyai lebih dari satu sambungan
yang tidak disokong ke arah samping. Bambu sebaiknya tidak
digunakan sebagai tiang acuan.
Memasang Tulangan/Pembesian
a) Pemotongan dan Pembengkokan.
Pemotongan baja beton dengan garis tengah kecil biasanya
digunakan gunting baja beton dengan tangan,sedangkan untuk
garis tengah lebih besar digunakan mesin gunting yang digerakkan
dengan tangan. Untuk pemotongan baja beton dengan jumlah besar
lebih ekonomis bila dikerjakan dengan mesin gunting yang
digerakkan dengan motor. Pemotongan baja tulangan dengan garis
tengah besar tetapi dengan jumlah sedikit sering menggunakan alat
pemotong gergaji besi tangan. Pemotongan baja tulangan harus
sesuai dengan panjang yang telah ditentukan, kemudian batang
tersebut harus dibengkokkan menurut bentuk dan ukuran pada
daftar bengkok. Kedua ujung baja tulangan diberi kait (bengkokan)
yang bentuknya dapat bulat, serong, atau siku-siku. Bentuk kait
pada tulangan balok, kolom, dan sengkang harus berbentuk bulat
47
atau serong, sedang bentuk kait pada tulangan pelat boleh
berbentuk sikusiku.
Syarat-syarat Pembengkokan Syarat-syarat pembengkokan
baja tulangan ditentukan sebagai berikut:
i. Batang tulangan tidak boleh dibengkok atau diluruskan
dengan cara-cara yang merusak tulangan.
ii. Batang tulangan yang diprofilkan, setelah dibengkok dan
diluruskan kembali tidak boleh dibengkok lagi dalam jarak 60
cm dari bengkokan sebelumnya.
iii. Batang tulangan yang tertanam sebagian di dalam beton tidak
boleh dibengkok atau diluruskan di lapangan, kecuali apabila
ditentukan di dalam gambar rencana atau disetujui oleh
perencana.
iv. Membengkok dan meluruskan batang tulangan harus
dilakukan dalam keadaan dingin, kecuali pemanasan diijinkan
oleh perencana.
v. Batang tulangan dari baja keras tidak boleh dipanaskan,
kecuali diijinkan oleh perencana.
vi. Batang tulangan yang dibengkok dengan pemanasan tidak
boleh didinginkan dengan jalan disiram air.
vii. Batang tulangan harus dipotong dan dibengkok sesuai dengan
gambar kerja.
48
Merangkai Baja Tulangan
Setelah baja tulangan selesai dibengkokkan, langkah selanjutnya
adalah merangkai baja tulangan tersebut. Tulangan dirangkai sesuai
dengan gambar kerja, yaitu tulangan untuk sloof, kolom, ring balok,
maupun plat lantai. Pada titik-titik persilangan antara batang-batang
tulangan maupun antara batang tulangan dengan sengkang/begel
diikat dengan kawat pengikat (bendrat). Pengikatan tersebut harus
kokoh agar konstruksi tulangan yang dirangkai tidak mudah berubah
atau tergeser pada waktu diadakan pengecoran beton. Untuk
merangkai tulangan balok atau kolom dengan dimensi yang kecil,
pekerjaan merangkai biasanya dilakukan di luar acuan, sehingga pada
waktu acuan sudah siap, maka hasil rangkaian langsung diletakkan di
dalam acuan. Pada penulangan plat lantai dengan balok, rangkaian
penulangan balok dipasang lebih dahulu, kemudian merngkai
tulangan untuk plat lantai. Agar baja tulangan dapat dilindungi oleh
beton, maka pemasangan baja tulangan tidak boleh menempel pada
acuan atau lantai kerja. Untuk itu, harus dibuat penahan jarak dari
beton dengan mutu sama dengan mutu beton yang akan dicor (beton
tahu). Untuk merangkai tulangan pada plat dengan konstruksi
tulangan rangkap, , tulangan atas harus ditunjang (disangga) oleh baja
penahan dengan jarak yang sesuai dengan tebal penutup beton.
49
Membuat Adukan Beton Segar
Pengadukan beton dapat dilakukan dengan beberapa 2 cara, yaitu;
pengadukan manual dan pengadukan dengan molen. Cara pengadukan
beton secara manual adalah sebagai berikut:
a) Pengadukan beton dengan tangan harus dilakukan di atas bak
dengan dasar lantai dari papan kayu atau dari pasangan yang
diplester. Hal tersebut dilakukan agar kotoran atau tanah tidak
mudah tercampur dan air pencampur tidak meluap keluar dari
campuran.
b) Pengadukan beton dengan jumlah besar, sebaiknya dilakukan
dibawah atap agar terlindung dari panas matahari dan hujan.
c) Pengadukan beton manual biasanya menggunakan perbandingan
volume. Yang lazim digunakan di lapangan adalah dengan
membuat kotak takaran untuk perbandingan volume pasir, semen,
dan krikil.
d) Urutan pencampuran adukannya adalah; pasir dan semen yang
sudah ditakar dicampur kering di dalam bak pengaduk, lalu krikil
dituangkan dalam bak pengaduk kemudian diaduk sampai
merata. Setelah adukan merata, tuangkan air sesuai kebutuhan,
aduk sampai campuran merata dan sesuai dengan persyaratan.
Untuk pengadukan menggunakan molen, prinsip dasarnya sama
dengan pengadukan secara manual, hanya proses pencampuran
bahan adukan beton dilakukan di dalam molen yang terus
menerus berputar. Hasil adukan beton dengan menggunakan
50
molen lebih baik dan lebih merata dibandingkan dengan proses
pengadukan secara manual.
Persyaratan Pengadukan Beton Pengadukan beton disyaratkan
sebagai berikut:
a) Pengadukan beton sebaiknya dilakukan dengan mesin pengaduk
(molen). Mesin pengaduk harus dilengkapi dengan alat-alat yang
dapat mengukur dengan tepat jumlah agregat, semen, dan air
pencampur.
b) Selama pengadukan berlangsung, kekentalan adukan beton harus
diawasi terus menerus dengan jalan memeriksa slump pada setiap
campuran beton yang baru. Besarnya slump dijadikan petunjuk
untuk menentukan jumlah air pencampur yang tepat sesuai
dengan faktor air semen yang diinginkan.
c) Waktu pengadukan bergantung pada kapasitas molen, volume
adukan, jenis dan susunan butir agregat, dan nilai slump. Secara
umum, waktu pengadukan minimal 1,5 menit setelah semua
bahan-bahan dimasukkan ke dalam molen. Setelah selesai,
adukan beton harus memperlihatkan susunan warna yang merata.
d) Apabiia karena sesuatu hal adukan beton tidak memenuhi syarat
minimal, misalnya terlalu encer karena kesalahan dalam
pemberian jumlah air pencampur, mengeras sebagian, atau
tercampur dengan bahan-bahan asing, maka adukan ini tidak
boleh dipakai dan harus disingkirkan dari tempat pelaksanaan.
51
Pengangkutan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengankutan beton dari
tempat penyiapan adukan ke tempat pengecoran adalah sebagai
berikut:
1. Harus dihindari adanya pemisahan dan kehilangan bahan-bahan.
2. Cara pengangkutan adukan beton harus lancar sehingga tidak
terjadi perbedaan waktu pengikatan yang menyolok antara beton
yang sudah dicor dan yang akan dicor.
3. Adukan beton umumnya sudah harus dicor dalam waktu 1 jam
setelah pengadukan dengan air dimulai. Jangka waktu tersebut
dapat diperpanjang sampai 2 jam bila adukan beton digerakkan
kontinyu secara mekanis.
4. Apabila jangka waktu pengangkutan memakan waktu yang
panjang, harus dipakai bahan penghambat pengikatan.
Melaksanakan Pengecoran Beton
Hal-hal yang dilaksanakan dalam pengecoran beton adalah sebagai
berikut:
1. Pengecoran beton harus dapat mengisi semua ruangan cetakan
dengan padat dan dapat membungkus tulangan.
2. Untuk menghasilkan beton yang padat dan tidak keropos, selama
proses pengecoran berlangsung, adukan beton ditusuk-tusuk
dengan sepotong kayu, bambu atau besi. Begitu juga bagian
cetakan dipukul-pukul dengan palu dari kayu.
52
3. Untuk keperluan pemadatan, pada pengecoran beton dapat juga
dipakai alat penggetar (vibrator). Pemakaian alat penggetar
tersebut harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengenai
baja tulangan yang dapat mengubah kedudukan tulangan.
4. Untuk pengecoran lantai yang luas, tebal lantai dapat ditentukan
dengan membuat mistar pengukur ketebalan yang terbuat dari
kayu dan diberi kaki. Bagian bawah mistar pengukur dibuat rata
dan tingginya sama dengan tebal lantai yang dicor. Pada waktu
pengecoran telah mencapai tebalnya, mistar pengukur dapat
dipindah tempatnya.
5. Pengecoran harus dilaksanakan terus menerus sampai selesai.
Bila hal tersebut tidak memungkinkan, pengecoran dapat
dihentikan pada tempat-tempat tertentu yang tidak
membahayakan.
Melaksanakan Perawatan Beton
i. Perawatan Beton Sehabis Dicor. Selama 24 jam sesudah selesai
dicor, beton harus dilindungi terhadap pengaruh hujan lebat, air
mengalir, getaran. Selama 2 minggu setelah dicor harus
dilindungi terhadap panas matahari. Cara perlindungannya
adalah dengan menutup permukaan beton menggunakan pasir
basah, menutup dengan karung-karung basah, atau menyirami
dengan air.
ii. Pembongkaran Acuan dan Perancah Cara pembongkaran
cetakan dan acuan adalah sebagai berikut;
53
Acuan dan perancah hanya boleh dibongkar apabila bagian
konstruksi tersebut telah mencapai kekuatan yang cukup
untuk memikul berat sendiri dan beban-beban pelaksanaan
yang bekerja padanya. Waktu pembongkaran biasanya 28
hari setelah selesai pengecoran.
Pada bagian-bagian konstruksi di mana akibat
pembongkaran cetakan dan acuan akan bekerja beban-
beban yang lebih tinggi daripada beban rencana, maka
cetakan dan acuan dari bagianbagian konstruksi itu tidak
boleh dibongkar selama keadaan tersebut tetap
berlangsung. Bagian-bagian konstruksi yang keropos harus
segera diperbaiki dengan melakukan penambalan. (A.G
Thamrin, 2008)
2) Dinding Bangunan
Dinding adalah bagian bangunan yang sangat penting perannya
bagi suatu konstruksi bangunan. Dinding membentuk dan melindungi
isi bangunan baik dari segi konstruksi maupun penampilan artistik dari
bangunan. Ditinjau dari bahan mentah yang dipakai, dinding bangunan
dapat dibedakan atas:
i. Bata cetak/bata kapur, adalah batu buatan yang dibuat dari
campuran beberapa bahan dengan perbandingan tertentu,
Umumnya digunakan pada rumah-rumah sederhana di
perkampungan, pagar pembatas tanah dan lain sebagainya.
54
ii. Bata celcon atau hebel, terbuat dari pasir silika. Harganya lebih
mahal dari pada bata merah. Ukuran umumnya 10 cm x 19 cm x 59
cm.
iii. Dinding Partisi, bahan yang dipakai umumnya terdiri dari
lembaran multiplek atau papan gipsum dengan ketebalan 9-12 mm.
iv. Batako dan blok beton, adalah batu buatan yang dibuat dari
campuran bahan mentah: tras+ kapur + pasir dengan perbandingan
tertentu. Batu buatan jenis ini bentuknya berlubang, model dan
lubangnya dibuat bermacam variasi model. Blok beton, adalah batu
buatan yang dibuat dari campuran bahan mentah: semen + pasir
dengan perbandingan tertentu, sama juga dengan bataco, blok
beton ini juga berlubang.
v. Batu bata (bata merah),pada umurnnya merupakan prisma tegak
(balok) dengan penampang empat persegi panjang, ada juga batu
bata yang berlubang-lubang, batu bata semacam ini kebanyakan
digunakan untuk pasangan dinding peredam suara. Ukuran batu
bata di berbagai tempat dan daerah tidak sama besamya disebabkan
oleh karena belum ada keseragaman ukuran dan teknik pengolahan.
Ukuran batu bata umumnya berkisar 22 x 10,5 x 4,8 cm sampai 24
x 11,5 x 5,5 cm.
Memasang Dinding Bangunan
a) Dinding Bata Kapur
Ukuran dinding bata kapur 8 cm x 17 cm x 30 cm. Dinding ini
banyak digunakan pada rumah-rumah di pedesaan, perumahan rakyat,
55
pagar pembatas tanah, atau rumah sederhana. Dinding bata kapur
terbuat dari campuran tanah liat dengan kapur gunung. Macam-
macam tipe campuran antara lain :
i. Campuran bahan: tanah liat + tanah kapur + kapur-bubuk + semen.
ii. Campuran bahan : tras + kapur c. campuran bahan: tanah liat +
pasir + kapur bubuk + pc. Harganya sangat murah. Waktu
pemasangan pun cepat dan sedikit pemakaian adukan semen-pasir.
Bila telah terpasang dan diplester serta diaci dinding ini tidak akan
terlihat dari tanah dan kapur. Dinding ini memerlukan kolom
pengaku (kolom praktis) setiap 2,5 m.
b) Dinding Bata Hebel Atau Celcon
Dinding bata hebel atau celcon adalah bahan bangunan pembentuk
dinding dengan mutu yang relatif tinggi. Penjualan bata jenis inipun
tidak diretail pada setiap agen atau toko material. Pembelian biasanya
harus dengan memesan terlebih dahulu. umumnya berukuran 10 cm x
19 cm x 59 cm. Bahannya terbuat dari pasir silika. Bata jenis ini
harganya lebih mahal kurang lebih 16,5 % dari harga dinding bata
merah untuk setiap 1 m2 terpasang.
Dinding jenis ini sering digunakan pada rumah-rumah mewah,
hotel, apartemen, monumen dan gedung-gedung mewah yang lain.
Kelebihan yang dimiliki dinding ini adalah cepatnya proses
pemasangan, mudah dalam pemotongan karena hanya menggunakan
gergaji, bahannya tahan api dan air serta kedap suara. Dinding jenis
ini bisa saja tidak diplester, cukup diaci saja karena permukaannya
56
yang sudah relatif rata dan permukaan batu yang lebar. Hanya saja
ketebalan kusennya harus disesuaikan. Selain itu, dalam praktik
pemasangan sangat sedikit bahan yang terbuang. Jarak pemasangan
kolom penguat sama dengan yang disyaratkan pada bata merah.
Pemesanan tidak dilakukan secara unit, melainkan dalam ukuran 1 m3
. Untuk 1 m3 bata jenis ini bisa digunakan untuk pasangan dinding
seluas 11,5 m2 . Namun hal ini tergantung juga dengan ketebalan
dinding, bisa saja kurang dari 11,5 m2 bila ketebalannya lebih besar.
Jarak pemasangan kolom penguat sama dengan yang disyaratkan pada
bata merah. Pemesanan tidak dilakukan secara unit, melainkan dalam
ukuran 1 m3.
Dinding ini memiliki desain konstruksi yang lebih praktis dan
ringan dibanding dengan konstruksi dinding yang lain. Bahan partisi
untuk dinding jenis ini termasuk bagus dan murah. Sayangnya dinding
ini tidak bisa digunakan untuk dinding luar (eksterior). Ini disebabkan
sifat bahannya yang kurang menjamin faktor keamanan dari gangguan
luar.
Disamping tidak cocok untuk konstruksi terbuka, dinding jenis ini
juga tidak dirancang untuk memikul beban yang berat. Dinding
macam ini banyak digunakan sebagai bahan penyekat ruangan,
terutama di perkantoran. Bahan yang dipakai umumnya terdiri dari
lembaran multiplek atau papan gipsum dengan ketebalan 9-12 mm.
Bahan lain yang bagus untuk partisi adalah papan semen fiber glass.
Bahan tersebut terbuat dari campuran semen dan fiber glass sehingga
57
sangat kuat. Pemasangan ke rangka (kayu atau hollow) menggunakan
sekrup. Bahannya mudah dipotong hanya menggunakan gergaji.
Ketebalannya beragam mulai dari 4 mm, 6 mm, 9 mm, 12 mm, dan 15
mm. Panjang dan lebarnya sama dengan ukuran lembaran tripleks,
yaitu 122 cm x 244 cm. Dari segi beban terhadap bangunan, dinding
partisi dapat diabaikan.
Untuk dinding partisi yang memakai bahan multiplek bisa
dikatakan kurang aman, mengingat bahan mudah terbakar dan mudah
mengelupas bila sering terkena air. Secara umum pemakaian partisi
selalu dibuat dua lapis, untuk luar dan dalam. Bila dana terbatas,
gunakan bahan partisi ini untuk pembatas ruangan. Jenis bahan
disesuaikan dengan selera dan besarnya biaya.
Dewasa ini penggunaan dinding partisi semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya kebutuhan perumahan dan perkantoran yang
tidak hanya mempertimbangkan faktor biaya dan waktu yang
dihabiskan dalam membangun suatu bangunan. Dinding partisi ini
diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin
meningkat di sektor real. Sementara ini dinding partisi merupakan
hasil dari pengembangan teknologi yang tepat guna. Dimana
perkembangan teknologinya selalu meningkat sejalan dengan inovasi
produsen dinding partisi ini.
c) Dinding Batako
Batako merupakan batu buatan yang pembuatannya tidak dibakar,
bahannya dari tras dan kapur, juga dengan sedikit semen portland,
58
Pemakaiannya lebih hemat dalam beberapa segi, misalnya: per m2
luas tembok lebih sedikit jumlah batu yang dibutuhkan, sehingga
kuantitatif terdapat penghematan.
Terdapat pula penghematan dalam pemakaian adukan sampai 75
%. Beratnya tembok diperingan dengan 50 %, dengan demikian juga
pondasinya bisa berkurang. Namun demikian masih lebih mahal jika
dibanding dengan bata kapur Bentuk batu batako yang bermacam-
macam memungkinkan variasi-variasi yang cukup, dan jika kualitas
batu batako baik, dinding batako tidak perlu diplester. Batu batako
dapat dibuat dengan mudah dengan alat-alat atau mesin yang
sederhana dan tidak perlu dibakar. Namun bahan bangunan tersebut
masih baru di Indonesia, cara-cara pembuatan, pemakaian
pemasangan maupun adukan-adukannya dapat dipelajari dengan
seksama.
Tras dan kapur dengan perbandingan 5 : 1 jika kualitas tras cukup
baik, jika perlu ditambah dengan sedikit semen portland, diaduk
sebaik-baiknya dalam keadaan kering. Tempat pembuatan adukan
harus bersih dan terlindung dari hujan. Kemudian adukan yang kering
diaduk dengan air secukupnya. Untuk mengetahui kadar air dari suatu
adukan dibuat bola-bola adukan, yang digenggam-genggam pada
telapak tangan. Apabila bola adukan dijatuhkan hanya sedikit berubah
bentuknya, maka kandungan air dalam adukan itu terlalu banyak, dan
bila dilihat telapak tangan tidak berbekas air, maka kadar air adukan
tersebut kurang. Jikalau kadar air tercapai dengan tepat, perataan
59
dapat dimulai. Batu-batu yang baru dicetak disimpan dalam los agar
terhindar dari panas matahari maupun air hujan, kemudian diletakkan
berderet di rak dengan tidak ditimbun.
Masa perawatan 3 hari sampai 5 hari, guna memperoleh
pengeringan dan kemantapan bentuk. Biarkan masih dalam los dan
biarkan selama 3 minggu sampai 4 minggu untuk memperoleh proses
pengerasan. Di samping itu diusahakan agar di tempat sekitarnya
udara tetap lembab. Pada pemakaian batu batako diperhatikan hal-hal
berikut:
i. Disimpan dalam keadaan cukup kering
ii. Penyusunan batu cetak sebelum dipakai cukup setinggi lima lapis,
untuk keamanan dan juga untuk memudahkan pengambilan
iii. Pada pemasangan tidak perlu dibasahi terlebih dahulu, serta tidak
boleh direndam air
iv. Untuk pemotongan batu batako dipergunakan palu dan tatah
untuk membuat goresan pada batu yang akan dipatahkan.
Aturan batu buatan yang tidak dibakar (batako) sebenarnya tidak
berbeda dengan aturan batu merah. Pada prinsipnya sistem
pemasangannya menggunakan aturan pemasangan batu bata. Pada
sudut bangunan diberi papan mistar yang menentukan tinggi-nya
lapisan masing-masing, sehingga pada tiap-tiap pemasangan lapisan
dapat diberi tali pelurus. Pemasangan batu batako terakhir selalu di
tengahtengah. Untuk memperkuat dinding batu batako juga digunakan
60
rangka pengkaku yang terdiri dari kolom atau balok beton bertulang
yang dicor di dalam lubang-1ubang batu batako.
Kolom beton ini selalu dipasang di sudut-sudut, pertemuan dan
persilangan dinding seperti terlihat pada gambar diatas. Jika dinding
bersilangan salah satu dinding terdiri dari batu batako yang tidak
berlubang, maka digunakan angker besi beton 3/8".
d) Dinding Batu Bata
Dinding bata merupakan dinding yang paling lazim digunakan
dalam pembangunan gedung baik perumahan sederhana sampai
pembangunan gedung-gedung yang ukurannya besar. Karena itu
pasangan batu bata memiliki seni tersendiri dalam sistem
pemasangannya dalam konstruksi dinding.
Bata merah dibuat dengan menggunakan bahan-bahan dasar :
i. Lempung (tanah liat), yang mengandung silika sebesar 50 %
sampai dengan 70%.
ii. Sekam padi, fungsinya untuk pencetakan batu merah, sebagai alas
agar batu merah tidak melekat pada tanah, dan permukaan batu
merah akan cukup kasar. Sekam padi juga dicampur pada batu
merah yang masih mentah. waktu pembakaran batu merah akan
terbakar dan pada bekas sekam padi yang terbakar akan timbul
pori-pori pada batu merah
iii. Kotoran binatang, dipergunakan untuk melunakkan tanah,
digunakan kotoran kerbau, kuda dan Iain-lain. Fungsi kotoran
binatang dalam campuran batu merah ialah membantu dalam
61
proses pembakaran dengan memberikan panasnya yang lebih
tinggi di dalam batu merah.
iv. Air, digunakan untuk melunakkan dan merendam tanah.
Lempung yang sudah dicampur dengan sekam padi dan kotoran
binatang kemudian direndam dengan air ini beberapa waktu lamanya.
Campuran itu direndam selama satu hari satu malam dengan kondisi
yang sudah bersih dari batu-batu kerikil atau bahan lain yang dapat
menjadikan kualitasnya jelek. Kemudian dicetak dengan
menggunakan cetakan dari kayu, bisa juga digunakan cetakan dari
baja. Untuk mempermudah lepasnya batu merah yang dicetak, maka
bingkai cetakan dibuat lebih besar sedikit ke bawah dan dibasahi
dengan air. Batu merah yang belum dibakar juga disebut batu hijau.
Sesudah keras bata dapat dibalik pada sisi yang lain. Lalu ditumpuk
datam susunan setinggi 10 atau 15 batu. Susunan ini terlindung dari
sinar matahari dan hujan. Pengeringan ini membutuhkan waktu
selama 2 hari s/d 7 hari.
Pembakaran batu hijau ini dilakukan setelah batu itu kering dan
disusun sedemikian rupa, sehingga berupa suatu gunungan dengan
diberi celah-celah lobang untuk memasukkan bahan bakar. Hasil batu
merah yang baik bakarannya, tergantung dari banyaknya batu merah
yang dibakar. Kalau yang dibakar sedikit saja, persentase hasil
pembakaran lebih banyak. Pada umumnya kerusakan batu merah
dalam proses pembakaran sekitar 20% sampai 30%. Bahan bakarnya
menggunakan kayu atau sekam padi. Setelah selesai proses
62
pembuatan, batu merah selalu harus disimpan dalam keadaan cukup
kering. Bila tidak ada gudang, maka dilindungi dengan plastik
terhadap air hujan. Ciri-ciri batu merah yang baik ialah :
Permukaannya kasar
Warnanya merah seragam (merata)
Jika dipukul Bunyinya nyaring
Tidak mudah hancur atau patah.
Ukuran-ukuran batu merah bermacam macam tergantung kegunaan
dan pesanan, namun umumnya di Indonesia ukuran standar seperti
berikut :
panjang 240 mm, lebar 115 mm, tebal 52 mm atau
panjang 230 mm, lebar 110 mm, tebal 50 mm
Penyimpangan terbesar, dari ukuran-ukuran seperti tersebut di
atas ialah: untuk panjang maksimal 3 %, lebar maksimal 4 % dan
tebal maksimal 5 %. Tetapi antara bata-bata dengan ukuran-ukuran
terbesar dan bata-bata dengan ukuran-ukuran ter-kecil, selisih
maksimal yang diperbolehkan ialah : untuk panjang 10 mm, untuk
lebar 5 mm dan untuk tebal 4 mm.
Batu merah dapat dibagi atas tiga tingkat seperti berikut:
Batu merah mutu tingkat I dengan kuat tekan rata-rata lebih
besar dari 100 kg/cm2 dengan ukuran yang sama tanpa
penyimpangan.
63
Batu merah mutu tingkat II dengan kuat tekan rata-rata antara 80
kg/cm2 dan 100 kg/cm2 dan ukurannya menyimpang 10%. 3)
Batu merah mutu tingkat III dengan kuat tekan rata-rata antara
60 kg/cm2 dan 80 kg/cm2 dan ukurannya menyimpang 20%.
Memasang Dinding Batu Bata
Aturan Pemasangan batu merah kita menghubungkan batu merah
masing-masing bersama mortar menjadi suatu kesatuan yang juga
dapat menerima beban. Siar-siar vertikal selalu diusahakan agar tidak
merupakan satu garis, harus bersilang. Siar vertikal pada umumnya
kita pilih sebesar 1 cm dan siar horisontal setebal 1,5 cm.
Cara pemasangan batu bata adalah:
1. Sebelum pemasangan pemasangan perlu dibasahi lebih dahulu
atau direndam sebentar di dalam air.
2. Sesudah lapisan pertama pada lantai atau pondasi dipasang, maka
disiapkan papan mistar yang menentukan tinggi lapisan masing-
masing, sehingga dapat diatur seragam.
3. Kemudian untuk lapisan kedua dan yang berikutnya pada batu
masing-masing diletakkan adukan (mortar) pada dinding yang
sudah didirikan untuk siar yang horisontal dan pada batu merah
yang akan dipasang pada sisi sebagai siar vertikal.
4. Sekarang batu merah dipasang menurut tali yang telah dipasang
menurut papan mistar sampai batu merah terpasang rapat dan
tepat.
64
Dengan sendok adukan, mortar yang tertekan keluar siar-siar
dipotong untuk digunakan langsung untuk batu merah berikutnya.
Pada musim hujan dinding-dinding pasangan batu merah yang belum
kering harus dilindungi terhadap air hujan. Kualitas batu merah di
Indonesia umumnya kurang baik dan sering kurang keras dan padat,
tidak seperti batu merah yang dibuat di Eropa dan sebagainya. Hal ini
disebabkan oleh bahan dasar dan cara pembuatan yang masih sering
sangat sederhana. Karena itu, untuk menambah keawetan terhadap
pengaruh-pengaruh iklim, maka terutama dinding batu merah dengan
tebal 11 cm atau 11,5 cm (karena tipisnya dinding terlalu lemah untuk
menahan gaya tekan vertikal dan gaya horisontal atau gaya gempa)
diperkuat dengan rangka yang terdiri dari kolom atau balok beton
bertulang setiap luas tembok 12.00 m2 . Kolom beton bertulang ini
selalu dipasang di sudut-sudut, pertemuan dan persilangan dinding,
dan pada jarak 3,00 m,
Finishing Dinding
Dinding yang telah selesai dipasang perlu dilindungi (ditutup)
dengan suatu lapisan dari adukan spesi, agar tembok itu lebih rapi dan
indah. Khusus bidang dinding bagian bawah yang berhubungan
langsung dengan tanah diplester kedap air setinggi ± 20 cm. Sebelum
memulai dengan pekerjaan plesteran, terlebih dahulu serpihan-
serpihan adukan, debu atau kotoran-kotoran lain, yang menempel pada
tembok perlu dibersihkan dengan cara menyiramkan air pada dinding.
65
Campuran adukan yang dipakai untuk plesteran adalah 1 pc : 2
pasir untuk dinding bagian bawah (kedap air) dan 1 pc : 4 pasir untuk
pekerjaan plester pada bagian tengah dan atas yang tidak berhubungan
dengan air. Pada sudut-sudut tembok sering terjadi cacat akibat
benturan benda keras, adukan untuk plester bagian sudut harus dibuat
lebih kuat dari bagian lainnya. Sedangkan untuk bagian beton
bertulang, sebelum plesteran dimulai, permukaan beton sebaiknya
diberi cairan semen kental. Hal tersebut dimaksudkan agar antara
plesteran dan bagian permukaan beton dapat menyatu dengan kuat.
i. Pekerjaan Plesteran.
Setelah dinding terpasang sampai atas, mulailah melakukan
pelapisan penutup dinding bata. Pelapisan dilakukan dengan diplester
untuk dinding dalam. Dinding luar atau batas kavling biasanya hanya
disawut (plesteran tanpa dihaluskan serta tanpa diaci). Sebaiknya saat
memulai suatu pekerjaan plesteran hendaknya dinding batu bata
disiram terlebih dahulu dengan air agar plesteran cepat menempel di
dinding. Setelah seluruh dinding diplester, diamkan beberapa hari
agar kadar airnya cepat hilang. Biasanya setelah kadar air seluruhnya
telah menguap, plesteran akan terlihat retak-retak kecil. Pekerjaan
plester itu biasanya dilakukan pada bidang dinding dan pada bagian
atas pondasi (trasram/semenram).
Pekerjaan trasram untuk mencegah agar kaki tembok tidak
mengisap lembab (air) dari tanah. Adukannya dibuat rapat air yaitu
dengan eampuran 1 pc : 2 pasir. Diantara bagian bawah tembok
66
dengan bagian atas pondasi, sekarang banyak dipasangi balok beton
bertulang (sloof) dengan maksud untuk meratakan beban bangunan
yang diterima oleh pondasi yang sekaligus berfungsi sebagai trasram.
a) Plesteran dan Acian Bidang Tembok
1. Syarat-Syarat Memplester Tembok:
a. Tembok yang akan diplester harus datar.
b. Sebelum memulai memplester tembok harus digaruk dengan
sapulidi dan dibersihkan dengan air tawar (air minum).
c. Tebal lapis plester hanya 1 atau 1,5 cm.
d. Adukan yang dipakai : 1 kapur : 1 tras : 3 pasir, bila perlu
dapat dibuat 1 semen: 3 pasir.
b). Pelaksanaan Memplester Tembok:
a) Tembok yang akan diplester dibagi dalam beberapa bagian
(petakpetak).
b) Pada keempat sudut petak tembok dipasang paku dengan
kepala menonjol .± 3 cm dari bidang tembok, untuk
merentangkan benang.
c) Jarak benang dari sisi tembok 1,5 cm dan bila ada tembok yang
menempel pada benang, maka temboknya harus dipahat dulu
supaya didapat plester sama tebal dan rata.
d) Di tempat-tempat tertentu yaitu pada paku dan rentangan
benang dibuat plester utama yang berhimpit dengan benang-
benang tadi, sebagai standar tebal plester.
67
e) Plester utama yang vertikal ini dibuat tiap-tiap jarak 1,00
meter. Setelah ini selesai, benang dapat dilepas.
f) Diantara 2 lajur plester utama di isi penuh dengan adukan,
kemudian digores dengan penggaris besar dan lurus mulai dari
bawah ke atas untuk memperoleh bidang yang rata.
g) Kemudian bidang yang paling luar dilapisi dengan lapisan
encer (kapur + semen merah + air) sambil digosok dengan
papan gosok supaya permukaan standar yang rata, ini disebut
mengaci.
h) Rusuk-rusuk dan sudut pertemuan plester tembok harus
merupakan sudut siku (=90°) dan ini harus diplester dengan
adukan 1 semen : 3 pasir supaya tahan benturan-benturan
ringan.
i) Setelah lapis ini betul-betul kering, bidang permukaannya
disapu dengan kapur tohor sebanyak 3 kali, dan agar terlihat
indah kapur ini dicampur dengan zat pewarna yang sesuai
dengan selera pemilik bangunan. Hal-Hal Yang Harus
Diperhatikan :
i. Bahan adukan plester seperti pasir, tras dan kapur yang
telah dicampur rata harus diayak dulu, supaya butiran-
butiran kasar tidak ikut bercampur.
ii. Usahakan jangan menggunakan adukan bekas tembok
lama karena daya lekatnya kurang.
68
iii. Pada pekerjaan mengaci, bila dalam ember kapur tadi air
kapumya sudah habis, hanya tinggal butiran-butiran kasar
yang harus dibuang dan diganti dengan campuran yang
sarna dan baru. (A.G Thamrin, 2008)
3) Pemasangan Lantai
Pemasangan lantai biasanya dimulai bila semua pekerjaan bagian
atas, seperti pemasangan atap, plafon, dan plesteran dinding dan
pekerjaan bagian bawah, seperti pemasangan pipa-pipa riolering telah
selesai dilaksanakan. Permukaan dasar tanah yang akan dipasang
lantai harus diberi urugan terlebih dahulu. Tujuan dari pengurugan
adalah agar tidak terjadi penyusutan tanah yang dapat mengakibatkan
lantai menjadi tidak kokoh dan pecah.
Bahan yang digunakan untuk urugan adalah tanah urug atau pasir
urug dengan ketebalan 15-20 cm. Langkah pengurugan adalah sebagai
berikut :
1. Permukaan tanah dibersihkan dari kotoran, seperti sisa-sisa
adukan, potongan kayu, sisa gergajian dan Iain-lain.
2. Jika urugan cukup tebal (> 20 cm ), urugan tanah dibuat
berlapislapis, dengan tebal setiap lapisan 15-20 cm dengan cara
dipadatkan alat pemadat yang dialiri air sampai jenuh. Hal ini
dilaksanakan sampai permukaan tanah tidak menunjukkan
penurunan lagi.
3. Pekerjaan selanjutnya urugan pasir diatasnya yang
pelaksanaannya seperti pada pelaksanaan diatas.
69
Ketentuan Umum Pemasangan Lantai
Ubin Lantai terdiri dari ubin semen portland yang bahannya
merupakan campuran pasir dengan semem dan permukaannya dari
lapisan semen Portland murni, granite dan sebagainya. Menurut
motifnya dibedakan atas ubin galasan, ubin-sisik, ubin-kembang dan
sebagainya. Ukuran ubin biasanya 15 X 15; 20 X 20 dan 30 X 30 cm
dengan tebal 2cm. Ketentuan umum pemasangan ubin lantai yang
menggunakan bentuk segi empat dengan menggunakan spesi/adukan
adalah sebagai berikut;
a. Tentukan letak titik tertinggi sebagai dasar muka lantai, yang
biasanya diambil dibawah pintu.
b. Pemasangan pertama dilakukan di bawah pintu dengan
menggunakan adukan.
c. Dari muka atas pasangan pertama ditarik benang kearah sudut-
sudut ruangan lalu pada masing-masing sudut dipasang satu
pasangan lantai sebagai pedoman untuk tinggi muka lantai
d. Dari tempat pasangan lantai sudut ditarik benang-benang sejajar
tepi ruangan untuk menetapkan letak titik-titik antara atau
tengahtengah ruangan.
e. Di tempat-tempat tersebut dipasang patok. Pada patok dipakukan
papan untuk tarikan-benang, seperti pada pemasangan papan
bangunan. Pemasangan papan harus datar dan diperiksa dengan
alat sipat datar
70
f. Dari papan-papan ini direntangkan benang untuk tarikan benang
pemasangan. Mula-mula ditarik benang dari pasangan lantai
pertama di dekat pintu, kemudian pada arah tegak lurus
direntangkan juga benang untuk tarikan-benang kearah silang
lainnya
g. Dari tempat tarikan benang tersebut dimulai pemasangan satu baris
ubin lantai
h. Untuk tiap pemasangan dipakai adukan yang cukup untuk luas satu
pasangan ubin lantai. Bahan lantai didesak dengan kekuatan sedang
sampai rata dan sejajar dengan benang-tarikan.
i. Pemasangan berikutnya kearah tegak lurus terhadap arah
pemasangan pasangan yang pertama, begitu seterusnya, sehingga
bagian ujung sudut ruangan terpasang penuh dengan ubin lantai.
j. Pemasangan dilakukan dengan cara mundur menuju kearah pintu
agar ubin lantai yang telah selesai dipasang tidak terganggu oleh
pemasangan lantai berikutnya, sebab adukannya belum mengeras.
k. Untuk menjaga agar pemasangan ubin yang telah selesai tidak
rusak. maka pada tempat-tempat tertentu diletakkan papan untuk
jalan di atasnya. (A.G Thamrin, 2008)
4) Kerangka Atap
Atap merupakan bagian mahkota bangunan. Atap berfungsi
sebagai bagian dari keindahan dan pelindung bangunan dari panas dan
hujan. Kemiringan untuk genteng kemiringan minimal 350 dan
71
maksimal 650, kalau atap menggunakan seng atau alumunium
kemiringannya 18-200.
Kuda-kuda merupakan bagian yang memberi bentuk pada atap
bangunan. Jarak antara kuda-kuda biasanya tidak lebih dari 3m,
kadang sampai 4m hal ini bertujuan agar ukuran gording dan balok
hubungan tidak terlalu besar.
Kontruksi rangka atap artinya dimulai dari menghitung kebutuhan
bahan, membuat dan memasang kontruksi sehingga menjadi satuan
kontruksi rangka atap pada bangunan.
a. Bagian-bagian dari kontruksi atap
a) Kuda-kuda
b) Kontruksi kuda-kuda terdiri dari (balok menyilang di atas
usuk, ukuran 2/3 cm
c) Balok Tarik (balok paling bawah dari kuda-kuda, ukuran
8/12 cm)
d) Kaki kuda-kuda (balok diagonal luar, ukuran 8/12 cm)
e) Ander (balok vertical di tengah, ukuran 8/12 cm)
f) Skor (balok diagonal di tengah, ukuran 8/12 cm)
g) Balok gapit (balok penjepit agar tidak muntir, ukuran
2x6/12cm)
h) Balok pengunci (untuk memperkuat sambungan, ukuran
8/12cm)
i) Gording (balok melintang di atas kaki kuda-kuda, ukuran
8/12 cm)
72
j) Nook (balok menyilang di atas di atas ander, ukuran 812 cm)
k) Murplat (balok di atas tembok, ukuran 8/12 cm)
l) Usuk (balok melintang di nook, gording, murplat, ukuran
5/7cm)
m) Reng
b. membuat balok pengunci
a) siapakan balok kayu 8/12 panjang 90cm, untuk balok pengunci
b) lukislah dan buatlah cowakkan sedalam 2 cm panjang 60 cm
c) buatlah lubang pada balok pengunci untuk untuk kedudukan
ander, lebar lubang 1/3 kayu = 2,6 cm, lebar lubang sama
dengan lebar kayu = 12cm, dalam lubang 6 cm
c. menyambung balok Tarik
a) siapkan bahan balok kayu 8/12 cm sebanyak 2 batang masing-
masing panjangnya 400cm
b) sambunglah balok kayu tersebut untuk balok Tarik dengan
sambungan kait miring
c) pasanglah balok pengunci disisi atas balok Tarik (diatas
sambungan yang sudah di coak) untuk memperkuat
sambungan balok Tarik.
d) tandailah kebutuhan lebar efektif balok Tarik sesuai dengan
lebar bangunan yaitu 700 cm (ukuran AS)
d. membuat ander (maklar)
a) siapkan balok ander 8/12 panjang 210 cm
b) lukisilah ander tersebut dan buat pen pada ujung
73
bawah ander sesuai dengan ukuran lubang pada balok
pengunci
c) stel lah ander pada balok Tarik melalui balok pengunci
hingga posisi ander tegak lurus terhadap balok tarik
e. membuat kaki kuda-kuda (balok tekan)
a) Siapkan balok tekan 8/12 panjang 400cm sebanyak 2 batang
malkan balok tekan tersebut ujung bawah dengan balok
b) Tarik sesuai dengan tanda yang telah dibuat tadi, dan ujung
ataspada ander yang sudah dilukisi (tanda) yang sudah dibuat
tadi dan kemiringan balok tekan 300 terhadap balok Tarik
c) Tandailah batas pertemuan antara balok tekan dan balok Tarik
serta dengan ander
d) Buatlah lubang pada balok Tarik dan ander pada tanda tadi
kemiringan sesuai dengan arah waktu kita malkan tadi.
e) Lukisi dan buatlah purus pada kedua ujung balok, tekan sesuai
dengan lubang yang ada
f) Rakitilah atau stel lah balok tekan dengan balok Tarik serta
ander, sehingga membentuk segitiga siku-siku dengan cara
yang sama rakitlah atau stel lah untuk balok tekan yang 1 nya
(sebelah)
f. membuat skor (balok sokong)
a) siapkan balok 8/12 panjang 175cm sebanyak 2 batang
b) mal kan balok tersebut, ujung 1 pas di pertengahan balok tekan
dan ujung yang lain pada ujung bawah ander kemudian berilah
74
tanda sebagai batas pembuatan pen. Pada ujung bawah ander
kemdian berilah tanda sebagai batas pembuatan pen dengan
cara yang sama mal kan untuk balok skor yang satunya
c) lepaslah rangkaian tadi, kemudian buatlah lubang pada balok
tekan dan ander yang telah ditandai tadi
d) buatlah purus pada kedua ujung balok skor tadi sesuai dengan
ukuran lubang
e) rangkai nya semua komponen batang kuda-kuda tadi sehingga
menjadi kontruksi kuda-kuda
f) pasanglah balok gapit dan perkuatlah dengan baut kuda
sehingga membentuk kontruksi
g. memasang murplat
a) takiklah murplat sedalam 2cm, lebar sama tebalnya balok.
Tarik panjang takikkan sama dengan lebar balok itu sendiri
b) takikkan ujung balok Tarik, sesuai dengan lukisan (ukuran
takiikan menyesuaikan dengan takikan pada murplat
c) setelah murplat ditakkikan balok Tarik tasi.
h. memasang gording
a) buatlah klos (tupai-tupai) 8/12 panjang 30cm
b) pasang dan pakukan tupai-tupaidiatas kaki kuda-kuda tepatnya
dipertengahan dan panjang balok tekan.
c) tumpangkan gording diatas tupai-tupai yang telah dipaku
diatas kaki kuda-kuda tadi.
i. memasang nook ( mollo)
75
a) Takkiklah nook sedalam 2cm, lebar sama dengan tebalnya
ander = 8cm, panjang takkikan sama dengan lebar nook itu
sendiri.
b) cowoklah ujung atas ander menyesuaikan dengan takikan
nook tersebut.
c) pasangkan nook diatas ande.
e. Bangunan Penyimpanan Limbah B3 dibagi Dalam Beberapa
Ruang, Yakni:
1. Ruang limbah B3 infeksi
Ruang limbah B3 infeksi terdiri dari 3 blok penyimpanan yakni
untuk limbah berkategorik sangat infeksius dengan kontainer
berwarna kuning, limbah infeksius berupa patologis serta anatomi
yang kontainernya berwarna kuning, dan limbah sitotoksis yang
kontainernya berwarna ungu.
2. Ruang limbah B3 non infeksi fase cair
Ruang limbah B3 non infeksi fase cair terdiri dari 2 blok
penyimpanan yakni untuk limbah berkategorik limbah kimia serta
farmasi yang memiliki kontainer berwarna coklat, dan limbah fase
cair berupa fixer developer serta oli bekas dipisahkan dalam
kontainer berwarna hitam.
3. Ruang limbah B3 non infeksi fase padat
Ruang limbah B3 non infeksi fase padat terdiri dari 2 blok
penyimpanan yakni untuk limbah radioaktif yang memiliki
kontainer berwarna merah, dan limbah fase padat berupa lampu TL
(Tubular Lam)/ lampu neon/ lampu hemat energi, dan baterai bekas
memiliki kontainer berwarna biru.
76
E. Dampak Limbah Medis
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan
masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dari laboratorium
Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya
sehingga sulit untuk di deteksi. Limbah cair dan limbah padat yang berasal dari
rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi
para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa
pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman.
Pencemaran tersebut merupakan agen-agen kesehatan lingkungan yang dapat
mempunyai dampak besar terhadap manusia (Asmadi 2013). Limbah medis yang
tidak dikelola dengan baik akan memberikan dampak terhadap kesehatan, antara
lain (WHO, 2005):
1. Dampak limbah infeksius dan benda tajam
Dampak yang ditimbulkan dari limbah infeksius dan benda tajam adalah
infeksi virus seperti Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) dan hepatitis, infeksi ini terjadi
melalui cidera akibat benda yang terkontaminasi umumnya jarum suntik.
Cidera terjadi karena kurangnya upaya memasang tutup jarum suntik sebelum
dibuang ke dalam kontainer, upaya yang tidak perlu seperti membuka kontainer
tersebut dan karena pemakaian materi yang tidak anti robek dalam membuat
kontainer. Risiko tersebut terjadi pada perawat, tenaga kesehatan lain,
pelaksana pengelola sampah dan pemulung di lokasi pembuangan akhir
sampah. Dikalangan pasien dan masyarakat, risiko tersebut jauh lebih rendah.
Namun beberapa infeksi yang menyebabkan media lain atau disebabkan oleh
77
agen yang lebih resisten dapat menyebabkan risiko yang bermakna pada
masyarakat dan pasien. Contoh: pembuangan air kotor dari rumah sakit yang
tidak terkendali yang merawat pasien kolera memberikan dampak yang cukup
besar terhadap terjadinya wabah kolera di Negara Amerika Latin.
Membahas dampak limbah secara khusus berdasarkan limbah yang
dihasilkan. Bahaya Limbah Infeksius dan Benda Tajam Limbah infeksius dapat
mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen. Patogen tersbut dapat
memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur :
a) Akibat tusukan, lecet, atau luka di kulit
b) Melalui membran mukosa
c) Melalui pernapasan
d) Melalui ingesti
Kekhawatiran muncul terutama terhadap Human Immunodeficiency Virus
(HIV) serta virus hepatitis B dan C karena ada bukti kuat yang menunjukkan
bahwa virus tersebut ditularkan melalui limbah layanan kesehatan. Penularan
umumnya terjadi melalui cedera dan jarum spuit yang terkontaminasi darah
manusia.
2. Dampak limbah kimia dan farmasi
Penanganan zat kimia atau farmasi secara tidak tepat di instansi pelayanan
kesehatan juga dapat menyebabkan cidera. Kelompok risiko yang terkena
penyakit pernapasan atau kulit akibat terpajan zat kimia yang berwujud uap
aerosol atau cairan adalah apoteker, ahli anestesi, tenaga perawat, pendukung
serta pemeliharaan.
3. Dampak limbah sitotoksik
78
Potensi bahaya tersebut muncul dalam bentuk peningkatan kadar senyawa
mutagenik di dalam urine pekerja yaang terpajan dan meningginya risiko
abortus. Tingkat keterpajanan pekerja yang membersihkan urinal (semacam
pispot) melebihi tingkat keterpajanan perawat dan apoteker, pekerja tersebut
kurang menyadari bahaya yang ada sehingga hanya melakukan sedikit
pencegahan.
4. Dampak limbah radioaktif
Ada beberapa kecelakaan yang terjadi akibat pembuangan zat radioaktif
secara tidak tepat. Kecelakaan terjadi adalah kasus yang mencakup radiasi di
lingkungan rumah sakit akibat pemakaian instrumen radiologi yang tidak
benar, penanganan bahan radioaktif secara tidak tepat atau pengendalian
radioterapi yang tidak baik. limbah radio aktif dapat mengakibatkan
kemandulan, wanita hamil melahirkan bayi cacat, kulit keriput. Pengaruh
limbah Puskesmas terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti :
a. Gangguan kenyamanan dan estetika
Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi
dan rasa dari bahan kimia organik.
b. Kerusakan harta benda
Dapat disebabkan oleh garam yang terlarut (korosif, karat), air yang
berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan
disekitar lingkungan Rumah Sakit..
c. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang
79
Ini dapat dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa
senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal
dari bagian kedokteran gigi.
5. Bahaya Limbah Kimia dan farmasi
Banyak zat kimia dan bahan farmasi berbahaya digunakan dalam layanan
kesehatan (misalnya zat yang bersifat toksik, genotoksik, korosif, mudah
terbakar, reaktif, mudah meledak, atau yang sensitif terhadap guncangan).
Kuantitas zat tersebut umumnya rendah di dalam limbah layanan kesehatan,
kuantitas yang lebih besar dalam limbah umumnya ditemukan jika instansi
membuang zat kimia atau bahan farmasi yang sudah tidak terpakai lagi atau
sudah kadaluarsa. Kandungan zat itu di dalam limbah dapat menyebabkan
intoksikasi atau keracunan, baik akibat pajanan secara akut maupun kronis dan
cedera, termasuk luka bakar.
6. Bahaya Limbah Genotoksik
Pajanan terhadap zat genotoksik di lingkungan layanan kesehatan juga dapat
terjadi selama masa persiapan atau selama terapi yang menggunakan obat atau
zat tertentu. Jalur pajanan utama adalah dengan menghirup debu atau aerosol,
absorbsi melalui kulit, tanpa sengaja menelan makanan yang terkontaminasi
obat-obatan sitotoksik, zat kimia, atau limbah, dan kebiasaan buruk saat
makan, misalnya menyedot makanan. Pajanan juga dapat terjadi melalui
kontak dengan cairan dan sekret tubuh pasien yang menjalani kemoterapi.
7. Bahaya Limbah Radioaktif
Jenis penyakit yang disebabkan limbah radioaktif bergantung pada jenis dan
intensitas pajanan. Kesakitan yang muncul dapat berupa sakit kepala, pusing,
80
dan muntah sampai masalah lain yang lebih serius. Karena limbah radioaktif,
seperti halnya limbah bahan farmasi, bersifat genotoksik, maka efeknya juga
dapat mengenai materi genetik. Penanganan sumber yang sangat aktif,
misalnya terhadap sumber tertutup dalam instrumen diagnostik, dapat
menyebabkan cedera yang jauh lebih parah (misalnya kerusakan jaringan,
keharusan untuk mengamputasi bagian tubuh) dan karenannya harus dilakukan
dengan sangat hati-hati.
8. Sensivitas publik
Selain rasa takut akan dampak kesehatan yang mungkin muncul, masyarakat
juga sangat sensitif terhadap dampak visual limbah anatomi, bagianbagian
tubuh yang dapat dikenali, termasuk janin (WHO, 2005). Kelompok
masyarakat yang memunyai risiko untuk mendapat gangguan rumah sakit serta
Puskesmas tersebut adalah sebagai berikut:
a) Kelompok masyarakat yang datang untuk memperoleh pertolongan
pengobatan dan perawatan, kelompok ini merupakan kelompok yang paling
rentan terhadap kemungkinan untuk mendapatkan infeksi nosokomial.
Pemberian obat-obatan yang daat menurunkan daya tahan/kekebalan
seseorang (misalnya obat golongan kortikosteroid), penderita gangguan
gizi/nutrisi, gangguan darah (Hb), serta fungsi-fungsi tubuh lainnya yang
dapat memperburuk daya tahan penderita terhadap kemungkinan serangan
agen penyakit lain yang dideritanya. Lebih-lebih lagi bila kualitas media
lingkungan rumah sakit maupun Puskesmas yang tidak terawasi, akan lebih
memperbesar risiko penderita yang bersangkutan.
81
b) Karyawan dalam melaksanakan tugas sehari-harinya akan selalu kontak
dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Hal ini
diperberat lagi bila penderita tersebut menderita penyakit menular atau
karyawan yang berada dalam lingkungan yang kurang saniter akibat
pengelolaan buangan rumah sakit maupun Puskesmas yang kurang baik.
Dengan demikian, ia terpapar dengan media lingkungan yang
terkontaminasi dengan agen penyakit
c) Pengunjung/pengantar orang sakit, karena berada di dalam lingkungan
rumah sakit maupun Puskesmas, maka mereka akan terpapar dengan
keadaan lingkungan tersebut. Billa keadaan lingkungan kurang saniter,
risiko gangguan kesehatan semakin besar.
d) Masyarakat yang bermukim di sekitar rumah sakit; lebih-lebih lagi bila
rumah sakit maupun Puskesmas membuang hasil buangan tidak
sebagaimana mestinya kelingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah mutu
lingkungan menjadi turun nilainya, dengan akibat lanjutannya adalah
menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh
karena itu, maka rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan
(limbah) yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan sanitasi.
82
Kerangka Teori
(Sumber : Permen LH No.56 Tahun 2015 dan Permenkes no.07 tahun 2019)
Pengamanan
Limbah B3
Pengurangan dan
Pemilahan
Penyimpanan
Pengangkutan
Bangunan TPS
Pengolahan
Penguburan
Penimbunan
Jenis-jenis
limbah B3
Karakteristik
limbah B3
Timbulan
limbah B3
Periode
Kriteria
Ruang infeksi
Ruang limbah
B3 non infeksi
fase cair
Ruang limbah
B3 non infeksi
fase padat
Atap
Lantai
Dinding
Beton
Memenuhi
syarat/tidak
memenuhi syarat
Permenkes No.07
tahun 2019
83
Kerangka Konsep
Atap
Karakteristik limbah B3
Jenis-jenis limbah B3
Timbulan limbah B3
Periode
Kriteria
Ruang infeksi
Ruang limbah B3 non infeksi
fase cair
Ruang limbah B3 non infeksi
fase padat
Lantai
Dinding
Beton
Memenuhi syarat/Tidak
memenuhi syarat
Permenkes No.07 Tahun
2019 dan Permen LH
No.56 tahun 2015
Perancangan Instalasi (TPS) Limbah B3.
Menghitung volume ruang
Menggaambar denah, tugas
potongan
Menghitung RAB