15. bab ii

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika 1. Belajar Pengertian belajar banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan antara lain: Menurut Skinner (Dimyati, 1999: 9): Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Menurut Gagne (Ruseffendi, 2006: 165): Belajar dikelompokkan ke dalam 8 tipe belajar, yaitu isyarat, stimulus respons, rangkaian gerak, rangkaian verbal, memperbedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Berdasarkan beberapa pengertian belajar di atas secara umum belajar dapat diartikan sebagai serangkaian proses yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku pada diri seseorang baik dari segi ranah kognitif 10

Transcript of 15. bab ii

Page 1: 15. bab ii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Matematika

1. Belajar

Pengertian belajar banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan antara lain:

Menurut Skinner (Dimyati, 1999: 9): Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat

orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar

maka responnya menurun. Menurut Gagne (Ruseffendi, 2006: 165): Belajar

dikelompokkan ke dalam 8 tipe belajar, yaitu isyarat, stimulus respons, rangkaian

gerak, rangkaian verbal, memperbedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan,

dan pemecahan masalah.

Berdasarkan beberapa pengertian belajar di atas secara umum belajar dapat

diartikan sebagai serangkaian proses yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku

pada diri seseorang baik dari segi ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap),

serta ranah psikomotor (keterampilan). Belajar memberikan suatu proses terarah yang

menjadikan seseorang mencapai tujuannya. Oleh karena itu belajar menjadi

komponen paling vital dalam jenjang pendidikan.

Proses belajar adalah perubahan di dalam diri siswa yang terjadi sebagai akibat

pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya. Proses belajar

mengajar yaitu proses timbal balik antara guru dengan siswa dan antara siswa itu

sendiri. Guru menyampaikan materi pelajaran dengan berbagai teknik, metode dan

pendekatan pembelajaran yang tepat, siswa menerima informasi materi sebagai

10

Page 2: 15. bab ii

11

stimulus dan melakukan respon terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan

perilaku baru. Selain itu, siswa harus mengikuti secara aktif kegiatan belajar mengajar

untuk mengembangkan kemampuan, mengamati, menginterperensikan dan

menggeneralisasikan materi hasil penerimaannya (Sudjana, 1987: 28).

2. Hakekat Matematika

Berbicara mengenai hakekat matematika artinya menguraikan tentang apa

matematika itu sebenarnya, apakah matematika itu ilmu deduktif, ilmu induktif,

symbol-simbol, ilmu yang abstrak, dan sebagainya. Dengan demikian, tanpa

mengetahui hakekat matematika kita tidak mungkin dapat memilih strategi untuk

pengajaran matematika dengan benar. Begitu pula mengetahui hakekat matematika

akan membantu kita dalam memilih metode mengajar yang lebih sesuai. Dengan kata

lain, penerapan strategi dan metode mengajar itu akan banyak arti bila kita

mengetahui hakekat matematika.

Menurut Ruseffendi (2006 : 260) Matematika timbul karena fikiran-fikiran

manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran. Matematika terdiri

dari empat wawasan yang luas yaitu aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Selain

itu matematika adalah ratunya ilmu (Mathematics is the Queen of the Sciences),

maksudnya antara lain ialah bahwa matematika itu tidak bergantung kepada bidang

studi lain.

James dan James (Offirstson, 2012: 16) dalam kamus matematikanya

mengatakan bahwa ‘Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,

susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya

Page 3: 15. bab ii

12

dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis,

dan geometri’. Namun dengan pengertian tersebut pembagian yang jelas akan sangat

sukar untuk dibuat, sebab cabang-cabang itu semakin bercampur.

Johnson dan Rising (Offirstson, 2012: 16) mengatakan bahwa “Matematika itu

adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, dan pembuktian yang logis,

matematika itu bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,

jelas, dan akurat, refresentasinya dengan simbol dan padat, lebih daripada bahasa

simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi”.

Dengan demikian jelaslah bahwa matematika merupakan pelajaran yang

membutuhkan kompetensi yang memadai dalam mengajarkannya. Matematika

melatih pola pikir manusia agar senantiasa berpikir logis, sistematis, cermat, dan

cerdas. Seorang guru matematika diharapkan dapat menyampaikan atau menciptakan

pembelajaran yang menarik, penuh dengan inspirasi, inovatif, kreatif, dan bermakna

sehingga matematika dapat dipahami dengan mudah disertai kesan yang positif dari

para siswanya.

B. Pemecahan Masalah Matematika

1. Pemecahan Masalah

Pada Hakikatnya masalah adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi

yang diinginkan, atau antara kenyataan dan apa yang diharapkan. Kesenjangan

tersebut menampakkan diri dalam bentuk keluhan, keresahan, keseriusan atau

kecemasan (Gulo, 2002: 113).

Page 4: 15. bab ii

13

Menurut Ruseffendi (2006 : 169), sesuatu itu merupakan masalah bagi

seseorang bila sesuatu itu baru, sesuai dengan kondisi yang memecahkan masalah

(perkembangan mentalnya) dan memiliki pengetahuan prasyarat.

Suatu persoalan akan menjadi suatu masalah bagi siswa jika persoalan itu

menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat segera ditemukan cara

pemecahannya dengan prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Herman

(Kusmawan, 2012: 23) menyatakan, jika suatu masalah diberikan kepada seorang

anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar,

maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Apabila dikaitkan dengan

pembelajaran matematika, seseorang dikatakan sedang melakukan pemecahan

masalah, ketika siswa menghadapi situasi yang membingungkan untuk menerapkan

pengetahuan, keterampilan, atau pengalamannya pada suatu persoalan matematika

(Department of Education dalam Kusmawan, 2012: 23).

“Pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah

diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal” (Suwarkono dalam

Wulandari, 2010). ”Metode pemecahan masalah adalah suatu cara pembelajaran

dengan menghadapkan siswa kepada suatu masalah untuk dipecahkan atau

diselesaikan” (Sriyono dalam Wulandari, 2010).Dalam pemecahan masalah siswa

didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berpikir

sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang

didapat sebelumnya.

Page 5: 15. bab ii

14

Menurut Parnes, Noller, dan Biondi (Munandar, 1992: 110) untuk

memecahkan masalah secara kreatif, proses pemecahan masalah berlangsung dalam

lima tahap, yaitu :

a. Tahap mengumpulkan fakta

b. Tahap menemukan masalah

c. Tahap menemukan gagasan

d. Tahap menemukan jawaban

e. Tahap menemukan penerimaan

Setiap tahap terdiri dari dua fase. Pada fase pertama kita berusaha berpikir

divergen (kreatif), dengan mencetuskan ide-ide sebanyak mungkin, atau melihat

bermacam-macam alternatif. Pada fase divergen diikuti oleh fase berpikir konvergen:

di sini kita meninjau secara kritis semua gagasan yang muncul untuk memilih satu

atau beberapa gagasan yang paling baik.

Sumarmo (2010) menguraikan bahwa pemecahan masalah matematik

mempunyai dua makna yaitu:

a. Pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan

untuk menemukan kembali (reinvention) dan memahami materi/ konsep/

prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah atau

situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa menemukan konsep/

prinsip matematika.

b. Pemecahan masalah sebagai kegiatan yang meliputi:

1) Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.

Page 6: 15. bab ii

15

2) Membuat model matematika dari suatu situasi atau masalah sehari-hari.

3) Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah

matematika dan atau di luar matematika.

4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta

memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

5) Menerapkan matematika secara bermakna.

Secara umum pemecahan masalah matematis adalah menyelesaikan masalah

matematika yang bersifat tidak rutin, oleh karena itu kemampuan ini tergolong pada

kemampuan tingkat tinggi.

Pada penelitian ini kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dilihat

dari indikator langkah-langkah kerja yang dilakukannya yaitu dengan mengacu pada

tahapan pemecahan masalah sebagai berikut ini (Polya dalam Abidin, 2011) :

a. Memahami masalah, yaitu dengan mengidentifikasi masalah, dan memeriksa

kecukupan data.

b. Membuat rencana pemecahan masalah, yaitu dengan membuat model

matematika dari masalah yang diberikan.

c. Menjalankan rencana pemecahan masalah, yaitu dengan memilih dan

menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah tersebut.

d. Memeriksa kembali hasil yang diproleh.

Page 7: 15. bab ii

16

2. Strategi Pemecahan Masalah

Webster (Sa’diah, 2010: 18) mendefinisikan strategi sebagai suatu rencana

yang hati-hati. Dalam bagian ini, Webster juga mendefinisikan strategi sebagai suatu

seni untuk memikirkan sebuah rencana untuk mencapai sebuah tujuan. Dalam

memecahkan suatu masalah diperlukan suatu strategi yang dapat dilakukan dalam

masalah tersebut.

Menurut Bower dan Ernest (Sa’diah, 2010: 19) mengungkapkan bahwa ‘untuk

memecahkan suatu masalah matematik terdapat dua strategi yang dapat dilakukan

dalam mencari suatu solusi. Solusi yang dimaksud adalah strategi khusus yang

dikenal sebagai algoritma atau strategi berbasis aturan dan strategi umum yang

dikenal sebagai heuristik’.

Algoritma merupakan suatu prosedur dari suatu aturan yang dapat digunakan

untuk mendapatkan solusi dari bermacam-macam masalah yang ada. Algoritma

mengemukakan pencairan secara tepat bagaimana memecahkan masalah. Algoritma

tidak hanya dapat diterapkan pada masalah-masalah spesifik tetapi untuk semua

masalah yang mempunyai karakteristik atau tipe yang sama. Sebagai contohnya,

untuk memecahkan masalah persamaan kuadrat dengan menggunakan algoritma

dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari aturan ini, yaitu dengan

menggunakan formula kuadratik, melengkapkan kuadrat atau pemfaktoran (Sa’diah,

2010: 19).

Strategi yang kedua adalah strategi heuristik. Heuristik merupakan petunjuk

praktis (rules of thumb) untuk mencari jalan yang efisien untuk memecahkan suatu

Page 8: 15. bab ii

17

masalah. Heuristik dapat memberikan bantuan sekaligus sebagai petunjuk dalam

proses pencarian solusi suatu masalah. Strategi heuristik merupakan salah satu

strategi yang dapat dilakukan untuk mencari solusi. Strategi heuristik merupakan

suatu strategi yang ditujukan untuk pemecahan masalah matematik. Strategi heuristik

dapat memberikan bantuan dan sebagai petunjuk atau penuntun dalam proses

pencarian suatu solusi dari suatu masalah.

Strategi heuristik bertumpu pada usaha-usaha yang dilakukan oleh siswa.

Usaha-usaha tersebut seperti pemahaman atas soal, prasyarat apa yang sudah

diketahui oleh siswa, dan bagaimana prasyarat itu digunakan untuk mengatasi

kesulitan dari apa yang tidak diketahui. Berdasarkan usaha-usaha tersebut strategi

heuristik dapat menjadi pembuka ingatan akan konsep yang dapat dipakai atau

memudahkan mengenal situasi bahkan memperoleh solusi.

3. Langkah-Langkah Penerapan Strategi Penyelesaian Masalah

Berbicara pemecahan masalah, kita tidak bisa terlepas dari tokoh utamanya yaitu

Polya. Teknik pemecahan masalah yang dijelaskan oleh Polya difokuskan untuk

memecahkan masalah dalam bidang matematika, tetapi prinsip-prinsip yang

dikemukakannya dapat digunakan pada masalah-masalah umum. Menurut polya

dalam pemecahan masalah (Abidin, 2011). Ada empat langkah yang harus dilakukan,

keempat tahapan ini lebih dikenal dengan See (memahami problem), Plan (menyusun

rencana), Do (melaksanakan rencana) dan Check (menguji jawaban), sudah menjadi

jargon sehari-hari dalam penyelesaian masalah.

Page 9: 15. bab ii

18

Gambaran umum dari langkah kerja pemecahan masalah menurut Polya:

a. Pemahaman pada masalah (Pemahaman Masalah)

Langkah pertama adalah membaca soalnya dan pahami soalnya dengan benar.

identifikasi soalnya :

Apa yang tidak diketahui?

Kuantitas apa yang diberikan pada soal?

Kondisinya bagaimana?

Apakah ada kekecualian?

b. Membuat Rencana Pemecahan Masalah (Merencanakan Strategi Pemecahan

Masalah)

Mencari hubungan antara hal-hal yang diketahui dengan yang tidak diketahui

untuk menghitung variabel yang tidak diketahui akan sangat berguna untuk

merencanakan pemecahan masalah. Hal yang dapat dilakukan adalah:

Membuat sub masalah

Pada masalah yang komplek, dapat dibuat menjadi beberapa sub masalah,

sehingga dapat diselesaikan secara satu per satu.

Mengenali sesuatu yang sudah dikenali.

Menghubungkan masalah tersebut dengan hal yang sebelumnya sudah

dikenali. Melihatlah pada hal yang tidak diketahui dan dan mencoba untuk

mencocokkan masalah yang mirip atau memiliki prinsip yang sama.

Mengenali polanya.

Page 10: 15. bab ii

19

Beberapa masalah dapat dipecahkan dengan cara mengenali polanya. Pola

tersebut dapat berupa pola geometri atau pola aljabar. Jika melihat

keteraturan atau pengulangan dalam soal, maka dapat diduga apa yang

selanjutnya akan terjadi dari pola tersbut dan membuktikannya.

Gunakan analogi

Membuat analogi dari masalah tersebut, yaitu masalah yang mirip,

masalah yang berhubungan, yang lebih sederhana sehingga memberikan

petunjuk yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah yang lebih sulit.

Masukan sesuatu yang baru

Apabila dipandang perlu, maka masukan sesuatu yang baru atau bisa juga

disebut peralatan tambahan, untuk membuat hubungan antara data dengan

hal yang tidak diketahui. Contohnya membuat diagram, gambar atau

model matematika lain dari suatu masalah yang dapat membantu dalam

pembedahan masalah.

Buatlah kasus

Kadang-kadang sebuah masalah harus dipecah/diuraikan kedalam

beberapa kasus dan untuk memecahkannya dengan cara memecahkan

setiap kasus terbut.

Mulailah dari akhir (Asumsikan Jawabannya)

Page 11: 15. bab ii

20

Sangat berguna jika dibuat pemisalan solusi masalah, tahap demi tahap

mulai dari jawaban masalah sampai ke data yang diberikan

c. Malaksanakan Rencana (Menyelesaikan Permasalahan)

Dalam melaksanakan rencana yang tertuang pada langkah kedua, periksa tiap

langkah dalam rencana dan tuliskan secara detail untuk memastikan bahwa tiap

langkah sudah benar.

d. Lihatlah kembali (Mengevaluasi Hasil Penyelesaian Pemecahan Masalah)

Solusi yang telah diperoleh harus ditinjau kembali untuk meyakinkan bahwa

solusi tersebut benar.

C. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman

dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Dalam pengertian lain, model diartikan

sebagai barang tiruan, metapor, atau kiasan yang dirumuskan. Mariana (Matin, 2011:

22) menerangkan model tentang model dengan anggapan seperti kisaran yang

dirumuskan secara ekplisit yang mengandung sejumlah unsur yang saling tergantung.

Sebagai metafora model tidak pernah dipandang sebagai bagian data yang diwakili.

Model menjelaskan fenomena dalam bentuk yang tidak seperti biasanya. Setiap

model diperlakukan untuk menjelaskan sesuatu yang lebih atau berbeda dari data.

Jadi model merupakan kisaran yang padat yang bermanfaat bagi pembanding

hubungan antara data terpilih dengan hubungan antara unsur terpilih dari suatu

konstruksi logis.

Page 12: 15. bab ii

21

Model pembelajaran merupakan kerangka yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas

belajar mengajar (Mariana dalam Matin, 2012: 23).

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional secara mikro menyebutkan bahwa

salah satu indikator keberhasilan pendidikan nasional adalah lahirnya sumber daya

manusia yang kreatif. Kreativitas ini (Mulyasa, dalam Wulandari, 2009: 19) akan

terlihat dalam cara bagaimana siswa dapat memecahkan suatu kesulitan, rintangan

atau menjembatani suatu perbedaan pendapat ataupun suatu harapan dan kenyataan

yang tidak sesuai secara logis, efektif dan efisien.

Menurut Mitchel dan Kowalik (Wulandari, 2009: 12):

Creative, an idea that has an element of newness or uniqueness, at least to the one who creates the solution and also has value and relevancy.Problem, any situation that pressents a challenge, an opportunity, or is a concern. Solving, devising ways to answer, to meet, or to resolve the problem. Therefore, CPS is a process, method, or system for approachng a problem in an imaginative way and resulting in effective action.

Menurut Karen (Matin, 2011: 23), model Creative Problem Solving (CPS)

adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada ketrampilan pemecahan

masalah, yang diikuti dengan penguatan kreatifitas. Ketika dihadapkan dengan situasi

pertanyaan, siswa dapat melakukan ketrampilan memecahkan masalah untuk memilih

dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa

Page 13: 15. bab ii

22

dipikir, ketrampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir. Model

Creative Problem Solving (CPS) merupakan salah satu metode alternatif yang

dapat digunakan sehingga keaktifan siswa akan menjadi lebih baik. Penerapan

metode Creative Problem Solving (CPS) dalam pembelajaran matematika

melibatkan siswa untuk dapat bersikap aktif dalam proses pembelajaran.

Model Creative Problem Solving (CPS) pertama kali dikembangkan oleh Alex

Osborn, pendiri The Creative Education Foundation (CEF) dan co-founder of highly

sucsessfull New York Adversiting Agenncy. Pada tahun 1950-an Sidney Parnes

bekerjasama dengan Alex Osborn melakukan penelitian untuk menyempurnakan

model ini. Sehingga, model Creative Problem solving (CPS) ini juaga dikenal dengan

nama The Osborn-Parnes Creative Problem Solving (CPS) model. Pada awalnya,

model ini digunakan perusahaan-perusahaan dengan tujuan agar para karyawan

memiliki kreativitas yang tinggi dalam setiap tanggung jawab pekerjaannya. Namun

pada perkembangan selanjutnya, model ini juga ditetapkan pada dunia pendidikan.

Langkah-langkah dalam CPS menurut Mithcell dan Kowalik (Matin, 2011: 24)

adalah:

a. Mess-finding (menemukan yang dirasakan sebagai pengganggu)

Tahap pertama, merupakan suatu usaha untuk mengidentifikasi situasi yang dirasakan

menggangu.

b. Fact-finding (menemukan fakta)

Page 14: 15. bab ii

23

Tahap kedua, mendaftarkan semua fakta yang diketahui yang berhubungan dengan

situasi tersebut, yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi informasi yang tidak

diketahui tetapi esensial pada situasi yang sedang diidentifikasi dan dicari.

c. Problem-finding (menemukan masalah)

Pada tahap menemukan masalah, diupayakan kita dapat mengidentifikasi semua

kemungkinan pernyataan masalah dan kemudian memilih apa yang paling penting

atau yang mendasari masalah.

d. Idea-finding (menemukan ide)

Pada tahap ini, diupayakan untuk menemukan sejumlah ide atau gagasan yang

mungkin dapat digunakan untuk memecahkan masalah.

e. Solution-finding (menemukan solusi)

Pada tahap penemuan solusi, ide-ide atau gagasan-gagasan pemecahan masalah

diseleksi, untuk menemukan ide yang paling tepat untuk memecahkan masalah,

f. Acceptance-finding (menemukan penerimaan)

Berusaha untuk memperoleh penerimaan atas solusi masalah, menyusun rencana

tindakan dan mengimplementasikan solusi tersebut.

Sedangkan proses pembelajaran dengan model pembelajaran CPS menurut Pepkin

(Wulandari, 2009: 21) terdiri dari langkah-langkah:

a. Klasifikasi Masalah

Klasifikasi maslah meliputi penjelasan mengenai maslah yang diajukan kepada siswa,

agar siswa memahami penyelesaian seperti apa yang diharapkan.

b. Pengungkapan Pendapat

Page 15: 15. bab ii

24

Pada tahap ini siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat tentang

bagaiman strategi pemecahan masalah. Dari setiap ide yang diungkapkan, siswa

mampu untuk memberikan alasan.

c. Evaluasi dan Pemilihan

Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-

pendapat atau strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

d. Implementasi (penguatan)

Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk

menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian

dari masalah tersebut. Selain itu, pada tahapan implementasi, siswa diberi

permasalahan baru agar dapat memperkuat pengetahuan yang telah diperolehnya.

Jika dibandingkan dengan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya

(memahami masalah, merencanakan pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuai

rencana, dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh), maka tidak ada perbedaan

yang cukup signifikan dengan langkah-langkah CPS. Hanya saja tujuan utama dari

CPS (Parnes, dalam Afifah, 2009) adalah membantu siswa mengembangkan :

1. Kesadaran akan pentingnya usaha kreatif dalam belajar, pekerjaan, mencari

ilmu pengetahuan dan seni, dan kehidupan pribadi,

2. Motivasi untuk menggunakan potensi kreatif ,

3. Percaya diri dalam kemampuan kreatif,

4. Meningkatkan kesensitifan terhadap masalah di lingkungan sekitar suatu sikap

“merasa tidak puas yang membangun”,

Page 16: 15. bab ii

25

5. Terbuka terhadap ide-ide orang lain,

6. Rasa penasaran yang lebih besar – kesadaran terhadap banyak tantangan dan

kesempatan dalam kehidupan.

Implementasi model Creative Problem Solving (CPS) dalam pembelajaran

matematika (Matin, 2011: 26) yaitu:

1. Tahap awal

Guru menanyakan kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika,

kemudian mengulas kembali materi sebelumnya yang dijadikan prasyarat materi yang

akan dipelajari siswa dan menjelaskan aturan main dalam pembelajaran matematika

dengan menggunakan model Creative Problem Solving (CPS). Guru juga

memberikan motivasi kepada siswa tentang pentingnya pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

2. Tahap inti

Siswa membentuk kelompok kecil untuk melakukan small discussion. Tiap

kelompok terdiri atas 4-5 siswa yang dibentuk oleh guru dan bersifat permanen. Tiap

kelompok mendapat LKS yang berisi materi pembelajaran dan permasalahan untuk

dibahas bersama dalam kelompoknya. Secara berkelompok siswa memecahkan

permasalahan yang terdapat dalam LKS sesuai dengan petunjuk yang tersedia di

dalamnya. Siswa mendapat bimbingan dan arahan dari guru dalam memecahkan

masalah. Peranan guru dalam hal ini adalah menciptakan situasi yang dapat

memudahkan munculnya pertanyaan dan mengarahkan kegiatan brainstorming dalam

rangka menjawab pertanyaan atas dasar interest siswa.

Page 17: 15. bab ii

26

3. Tahap penutup.

Sebagai pemantapan materi, secara individual siswa mengerjakan pop quiz yang

ditampilkan dengan media pembelajaran dan guru memberikan poin bagi siswa yang

mampu memecahkan permasalahan sebagai upaya memotivasi siswa dalam

mengerjakan soal-soal. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah adalah soal yang

memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya.

Masalah berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa telah mengetahui cara

menyelesaikannya, karena telah jelas hubungan antara yang diketahui dengan yang

ditanyakan, dan umumnya telah ada contoh soal. Pada masalah, siswa tidak tahu

menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi

pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah.

D. Pendekatan Konvensional

Pada umumnya gambaran suatu kelas dalam pembelajaran matematika secara

konvensional adalah guru berdiri di depan kelas, berusaha memberikan pengetahuan

kepada siswa dengan ceramah atau ekspositori. Jadi kegiatan utama guru adalah

menerangkan dan siswa memperhatikan.

Mengajar adalah proses menyampaikan berbagai informasi atau pengalaman

dari seorang (guru) kepada pihak lain (siswa). Mengajar seperti pandangan Rusyana

masih bersifat konvensional. Dalam prakteknya tujuan mengajar hanya untuk

menyampaikan informasi atau pengetahuan saja dan selama proses pembelajaran

berlangsung guru merupakan pusatnya atau dengan kata lain proses pembelajaran

berpusat pada guru. Di samping itu pembelajaran seperti umumnya materi pelajaran

Page 18: 15. bab ii

27

diserap melalui hafalan dan bukan berdasarkan proses mental dan emosional yang

diperoleh dari pengalaman. Sejalan dengan itu, Marpaung (Septiana, 2009: 27)

mengatakan pembelajaran konvensional umumnya guru beranggapan bahwa tugasnya

adalah menyelesaikan atau mentransfer pengetahuan seperti yang terdapat dalam

kurikulum, tanpa adanya usaha atau upaya untuk menolong siswa agar memahami

dan mengerti materi yang diajarkan.

Dengan demikian pembelajaran konvensional atau pembelajaran biasa yang

selama ini terjadi pada umumnya dilakukan secara klasikal, dan guru masih sangat

mendominasi kelas. Guru menyampaikan sejumlah informasi kepada siswa dan

komunikasi umumnya terjadi searah dari guru ke murid, guru memberi contoh soal

dan menyelesaikannya, penurunan atau pembuktian rumus. Siswa hanya mencatat

dan kadang-kadang sedikit disertai tanya jawab untuk menanyakan materi mana yang

belum dikuasai oleh siswa kemudian memberikan soal-soal latihan untuk diselesaikan

oleh siswa baik di buku maupun di papan tulis secara bergantian yang dikehedaki

atau yang ditunjuk oleh guru. Peran guru umumnya adalah menerangkan atau

menjelaskan, memberikan dan menyelesaikan soal, sedangkan siswa hanya

mendengarkan, menulis atau mencatat apa yang ditulis di papan tulis.

Melihat dari kegiatan guru dan murid serta ciri-ciri dalam proses pembelajaran

di atas, maka pembelajaran konvensional yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru sehari-hari dalam prakteknya selama

ini. Umumnya dalam kegiatan proses pembelajaran seperti tersebut di atas, guru

Page 19: 15. bab ii

28

banyak menggunakan metode ceramah, dengan harapan agar semua materi mudah

disampaikan semua kepada muridnya sesuai dengan yang terdapat dalam kurikulum.

Dari keseluruhan konsep di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

pembelajaran konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang didalamnya

aktivitas guru mendominasi suasana kelas, dimana guru sebagai pusat informasi dan

disini siswa pasif hanya menerima apa-apa saja yang disampaikan oleh guru.

Meskipun pembelajaran konvensional atau pembelajaran biasa juga disebut

pembelajaran yang masih bersifattradisional, hal ini bukan berarti pembelajaran biasa

yang menggunakan metode biasa tersebut jelek atau tidak baik, hanya saja menurut

Sriono (Hasanah, 2010: 20) metode ini lebih baik digunakan apabila antara lain:

a. Guru hendak menyampaikan pendapat dan pengetahuan yang tidak ada pada

bahan bacaan, maka guru harus menerangkan sendiri.

b. Guru hendak merangsang siswa untuk tugas-tugas yang akan dikerjakan.

c. Guru hendak menyimpulkan hal-hal penting yang telah diajarkan sehingga

tampak jelas hubungan antara pokok yang satu dengan yang lain.

d. Jika jumlah siswa sangat banyak sehingga tidak mungkin guru menggunakan

metode yang lain.

Model pembelajaran konvensional memiliki beberapa kelebihan dan

kekurangan. Sriyono (Hasanah, 2010: 20) menyebutkan bahwa tidak sedikit

keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan metode ceramah ini, diantaranya :

a. Efisiensi waktu dan tenaga.

b. Mudah dilaksanakan dan pengaturan kelas tidak sulit.

Page 20: 15. bab ii

29

c. Guru dapat menyampaikan pengalaman dan pengetahuan secara maksimal

tanpa melupakan tujuan utamanya (mengajar).

d. Dapat mencakup jumlah murid yang besar dengan materi yang luas bila perlu

Guru dapat menguasai kelas dengan mudah bila penyajian metodenya baik dan

menarik.

e. Meningkatkan status guru kalau ia tidak dapat memberikan pandangan yang

luas.

f. Bila guru memiliki kepribadian yang hebat, maka metode ini menggugah

semangat siswa untuk terus maju, berkembang dan meningkat.

g. Melatih murid memusatkan perhatian, terampil menyeleksi, mencatat

mengkritik sesuatu dengan bijaksana.

Dibalik keuntungan itu, juga didapatkan kerugian-kerugian, diantaranya :

a. Menahan pelajar dalam keadaan pasif.

b. Tidak memperlacar pelajar memecahkan masalah.

c. Hamper tidak kemungkinan bagi guru untuk memeriksa kemampuan belajar

anak.

d. Sangat memerlukan kemampuan berceramah.

e. Cenderung proses satu arah.

f. Sulit mengukur belajar anak.