12345 Lamp Iran

64
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok yang banyak mengandung kalori selain dari beras, jagung dan umbi-umbian. Selain sebagai kebutuhan pokok gula juga dimanfaatkan sebagai bahan pemanis utama yang dijadikan sebagai bahan baku pada perindustrian makanan dan minuman. Inilah sebabnya permintaan akan gula semakin meningkat tiap tahunnya. Salah satu tanaman yang menjadi bahan utama pembuatan gula adalah tanaman tebu (Saccharum officinarum L.). Meskipun terjadi peningkatan pada produksi gula nasional namun angka produksi tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan gula nasional Indonesia harus melakukan impor gula. Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri disebabkan karena masih rendahnya produksi gula nasional. Rendahnya produksi nasional antara lain disebabkan oleh penurunan luas dan produktivitas lahan, rendahnya rendemen industri gula Indonesia, efisiensi pabrik yang masih rendah . Pabrik Gula Takalar merupakan salah satu industri tebu yang berada di desa Pa’rappunganta, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi 1

description

for anyone

Transcript of 12345 Lamp Iran

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok yang banyak mengandung kalori selain dari beras, jagung dan umbi-umbian. Selain sebagai kebutuhan pokok gula juga dimanfaatkan sebagai bahan pemanis utama yang dijadikan sebagai bahan baku pada perindustrian makanan dan minuman. Inilah sebabnya permintaan akan gula semakin meningkat tiap tahunnya.

Salah satu tanaman yang menjadi bahan utama pembuatan gula adalah tanaman tebu (Saccharum officinarum L.). Meskipun terjadi peningkatan pada produksi gula nasional namun angka produksi tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan gula nasional Indonesia harus melakukan impor gula. Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri disebabkan karena masih rendahnya produksi gula nasional. Rendahnya produksi nasional antara lain disebabkan oleh penurunan luas dan produktivitas lahan, rendahnya rendemen industri gula Indonesia, efisiensi pabrik yang masih rendah . Pabrik Gula Takalar merupakan salah satu industri tebu yang berada di desa Parappunganta, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pabrik ini merupakan salah satu pabrik gula yang berada di bawah pengelolaan PTPN XIV wilayah kerja Sulawesi. Pabrik ini dibangun dengan kapasitas giling 3.000 ton tebu per hari (TTH), yang dapat dikembangkan menjadi 4.000 TTH. Dalam usaha meningkatkan hasil produksi tebu di Pabrik Gula Takalar maka dirancanglah alat aplikasi kompos. Alat ini berfungsi untuk menyalurkan kompos ke tanaman tebu dengan menggunakan tenaga penarik. Penggunaan kompos dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman. Kompos dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kompos juga menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, memudahkan pertumbuhan akar tanaman yang tidak terangkut ke pabrik.

Alat aplikasi kompos untuk tanaman tebu ini dibuat oleh Iqbal (2012). Cara kerja alat ini adalah dengan menggunakan tenaga penarik, pada saat aplikator kompos ini ditarik kompos yang ada di dalam bak penampung akan jatuh ke dalam silinder penyalur (auger) yang kemudian disalurkan ke tanaman.1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi alat aplikasi kompos (aplikator kompos) pada perkebunan tebu lahan kering PG. Takalar.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi industri, dan petani tentang efisiensi alat aplikasi kompos (aplikator kompos) untuk perkebunan tebu lahan kering.

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tebu

Tanaman tebu merupakan bahan dasar pembuatan gula yang termasuk tumbuhan monokotil dari famili rumput-rumputan (Gramineae) dengan nama latin Saccharum officinarum L. Batang tanaman tebu memiliki anakan tunas dari pangkal batang yang membentuk rumpun. Tanaman ini memerlukan waktu musim tanam sepanjang 11 - 12 bulan (Indrawanto et al., 2010).

Klasifikasi tanaman tebu yaitu :

Divisi: Spermatophyta

Subdivisi: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledone

Ordo

: Graminales

Famili

: Graminae

Genus

: SaccharumSpecies: Saccarum officinarum L.

Tanaman tebu tumbuh di daerah tropika dan sub tropika sampai batas garis isoterm 20o C yaitu antara 19 o LU 35 o LS. Kondisi tanah yang baik bagi tanaman tebu adalah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah, selain itu akar tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan udara dalam tanah sehingga pengairan dan drainase harus sangat diperhatikan. Drainase yang baik yaitu dengan kedalaman sekitar 1 meter untuk memberikan peluang akar tanaman menyerap air dan unsur hara pada lapisan yang lebih dalam sehingga pertumbuhan tanaman pada musim kemarau tidak terganggu. Drainase yang baik dan dalam juga dapat manyalurkan kelebihan air di musim penghujan sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman karena berkurangnya oksigen dalam tanah (Indrawanto et al., 2010).

Menurut Indrawanto et al., (2010) morfologi dan botani tanaman tebu adalah sebagai berikut

1. Batang Tebu

Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal dari mata tunas yang berada dibawah tanah yang tumbuh keluar dan berkembang membentuk rumpun. Diameter batang antara 3 - 5 cm dengan tinggi batang antara 2 - 5 meter dan tidak bercabang.

Gambar 1. Batang Tebu

2. Akar Tebu

Akar tanaman tebu termasuk akar serabut tidak panjang yang tumbuh dari cincin tunas anakan. Pada fase pertumbuhan batang, terbentuk pula akar di bagian yang lebih atas akibat pemberian tanah sebagai tempat tumbuh.

3. Daun Tebu

Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri, berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta berbulu keras.

Gambar 2. Daun Tebu

4. Bunga Tebu

Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50 - 80 cm. Cabang bunga pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya berupa tandan dengan dua bulir panjang 3 - 4 mm. Terdapat pula benang sari, putik dengan dua kepala putik dan bakal biji.

Gambar 3. Bunga Tebu

5. Buah

Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan besar lembaga 1/3 panjang biji. Biji tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk mendapatkan jenis baru hasil persilangan yang lebih unggul.

Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan semusim yang memiliki sifat khas karena dalam batangnya terdapat kandungan gula tinggi. Varietas unggul tebu dapat diketahui dengan melakukan uji perah di pabrik. Dengan pengujian ini dapat diketahui kualitas tebu dari varietas bila digiling dalam keadaan murni, masak dan waktu tunda antara tebang dan giling sesuai dengan ketentuan (Musarofah, 2002).

Tanaman tebu yang berasal dari bibit disebut plant cane (PC) sedangkan yang berasal dari keprasan disebut ratoon cane. Jarak tanam yang sering digunakan untuk tanaman tebu adalah 130 cm untuk lahan datar dan 110 cm untuk lahan yang miring. Panjang minimal 50 m melihat kondisi topografi yang ada (Deptan, 1980).

2.2Pupuk Kompos

Penggunaan pupuk anorganik pada pabrik dalam waktu lama dan terus-menerus, mengakibatkan sifat fisik tanah memburuk, terjadi penimbunan phosfat, keadaan mikro-biologi tanah kurang serasi sehingga kegiatan jasad mikro tanah berkurang. Hal ini disebabkan karena kadar bahan organik tanah telah berkurang. Kadar bahan organik tanah merupakan kunci utama kesehatan tanah, secara fisik, kimia dan biologi. Oleh karena itu upaya memperbaiki kesehatan tanah dilakukan melalui pengelolaan bahan organik (Suiatna, 2012).

Kompos sebagai salah satu bentuk bahan organik memiliki peran utama sebagai pembenah struktur tanah sehingga menjadi gembur dan menjadi tempat tumbuh yang baik bagi akar tanaman dan organisme tanah yang diperlukan dalam proses penyediaan unsur hara bagi tanaman. Fungsi kompos padat sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman (Suiatna, 2012).

Kompos adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman kotoran hewan seperti pupuk kandang, pupuk hijau daun. Kompos ada yang berbentuk cair maupun padatan yang dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan daya tahan air tanah, kimia tanah dan biologi tanah (Litbang, 2010).

Penggunaan kompos dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman. Kompos dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kompos juga menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, dan dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia (Iqbal et al., 2012)

Kompos yang berasal dari sisa/limbah tanaman maupun kotoran ternak mengandung berbagai unsur hara, baik mikro maupun makro yang cukup komplit seperti N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu , Zn, Mn, B dan S. Secara umum kandungan nutrisi hara dalam kompos atau pupuk organik tergolong rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diperlukan dalam jumlah cukup banyak (Litbang, 2010).Kompos berdasarkan fungsinya dikelompokkan sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner ). Dalam hal peningkatan daya dukung tanah, kompos jelas lebih unggul dan bersifat ramah lingkungan dari pada pupuk kimia sintetik karena dapat meningkatkan kandungan bahan organik di dalam tanah. Kandungan bahan organik di dalam tanah memiliki peranan yang sangat penting dan jumlah bahan organik tersebut sering digunakan secara langsung untuk mengukur indeks kesuburan tanah (Goenandi, 2006). 2.3Pemupukan Pada Tanaman Tebu

Pemupukan merupakan suatu usaha memasukkan zat hara ke dalam tanah dengan maksud memberikan/menambahkan zat tersebut untuk pertumbuhan tanaman agar didapatkan hasil (produksi) yang diharapkan. Pemupukan pada tanaman tebu dilakukan dua kali yaitu pada saat tanam atau sampai 7 hari setelah tanam dengan dosis 7 gram urea, 8 gram TSP dan 35 gram KCl per tanaman (120 kg urea, 160 kg TSP dan 300 kg KCl/ha). Dan pada 30 hari setelah pemupukan ke satu dengan 10 gram urea per tanaman atau 200 kg urea per hektar. Pupuk diletakkan di lubang pupuk (dibuat dengan tugal) sejauh 7 - 10 cm dari bibit dan ditimbun tanah. Setelah pemupukan semua petak segera disiram supaya pupuk tidak keluar dari daerah perakaran tebu. Pemupukan dan penyiraman harus selesai dalam satu hari agar rendeman tebu tinggi, digunakan zat pengatur tumbuh seperti Cytozyme (1 liter/ha) yang diberikan dua kali pada 45 dan 75 hst (Dahlan, 2011).Aplikasi pupuk untuk tanaman PC (plant cane) dilakukan dua kali selama proses budidaya. Pertama pada saat penanaman sebagai pupuk dasar dan kedua pada saat dua bulan setelah tanam yang dimaksudkan untuk membantu pertumbuhan vegetatif tanaman sehingga memunculkan batang tebu lebih cepat dan lebih banyak. Aplikasi pupuk untuk tanaman ratoon diberikan satu kali pada saat beberapa hari setelah keprasan (Iqbal, 2012).

2.4Aplikator Kompos

Berdasarkan pupuk yang digunakan, alat pemupuk sendiri dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu penebar pupuk kandang, penebar pupuk butiran (granular) dan penebar pupuk cair (Fauzi, 2006).

Alat aplikasi kompos atau aplikator kompos di lapang merupakan alat yang dirancang khusus untuk mengaplikasikan pupuk organik atau kompos ke tanah, di antara atau di sela tanaman tebu dengan dosis kompos tertentu. Alat ini berupa trailer yang ditarik oleh traktor yang terdiri dari, auger penyalur, lubang tempat keluarnya kompos, pintu pengatur jumlah keluarnya kompos, belt conveyor sebagai metering device, pembuka alur dan kotak pupuk serta rangka utama alat. Alat ini akan beroperasi dengan cara digandeng oleh traktor penarik (Iqbal, 2012).

Bak Penampung kompos. Tempat kompos atau hopper berfungsi sebagai wadah kompos sebelum diaplikasikan ke lapang. Kotak ini merupakan sebuah bak yang dapat dibuat dengan bahan dasar seperti : stainless steel, plat besi, papan kayu dan plastik. Kotak ini dapat berbentuk segi empat, prisma berongga memanjang atau kerucut terpancung yang mengecil ke arah lubang pengeluaran. Lubang keluaran dapat berbentuk lingkaran atau persegi biasanya terletak pada dasar atau pada dinding bawah bak yang dapat dilengkapi dengan penutup (Iqbal, 2012).

Penjatah. Penjatah berfungsi sebagai pengatur dosis keluaran kompos sebelum diaplikasikan ke lahan. Beberapa tipe penjatah pupuk atau pengatur pengeluaran pupuk (metering device) (Iqbal, 2012).

Menurut Srivastava et al., (1996) Berbagai jenis penjatah telah dikembangkan untuk menghasilkan penjatahan bahan yang konsisten dan seragam. Jenis-jenis penjatah pupuk diantaranya sebagai berikut :

1. Roda Bintang (Star Wheel Feed)Pupuk yang akan di distrubusikan diletakkan di antara roda-roda bintang kemudian jatuh kedalam tabung pengeluaran secara gravitasi. Sebelum bahan masuk kedalam tabung pengeluaran bahan terlebih dahulu dipotong oleh pintu pengeluaran. Kapasitas pengeluaran (feed rate) diatur dengan mengatur tinggi rendahnya lubang pemasukan diatas roda bintang.

Gambar 4. Penjatah Roda Bintang (star wheel feed)2. Piringan Berputar (Rotating Bottom)Penjatah piringan berputar dapat digunakan untuk pemupukan dalam beberapa barisan. Penjatah tipe ini terdiri dari sebuah pacul stasioner yang memisahkan pupuk dari piringan berputar di bawah tangki pupuk, mengarahkannya ke sisi mangkuk dan memasukkannya ke saluran pupuk. Banyaknya pupuk yang dikeluarkan dapat diatur dengan mengatur lubang pengeluaran, Terkadang ada dua pintu pengeluaran yang dapat memberikan pemupukan dua baris dengan satu hopper pupuk.

Gambar 5. Penjatah Piringan Berputar (rotating bottom)3. Ulir (Auger)Penjatah jenis ini dibagi menjadi dua, yaitu penjatah ulir longgar dan rapat. Pada gambar di bawah menunjukkan bentuk auger dengan tabung yang rapat dengan ulirnya dan ulir tersebut memiliki displacement yang cukup besar tiap putarannya.

Gambar 6. Penjatah Ulir (auger)4. Rotor Bercelah (Edge Cell)Roda penjatah dipasangkan pada jarak yang diperlukan sepanjang hopper dan diputar sepanjang poros segi empat. Lebar rotor berkisar 6 - 32 mm digunakan untuk untuk pemberian dosis yang berbeda. Laju pengeluaran pupuk diatur dengan kecepatan putar porosnya.

Gambar 7. Penjatah Rotor Bercelah (edge cell)

5. Sabuk Berputar (Belt Type)Jenis ini digunakan untuk pupuk dalam jumlah besar. Bahan sabuk terbuat dari kawat atau kain berkaret. Pengeluarannya dapat dipisah ke dalam 2 atau lebih aliran pengeluaran atau sesuai kebutuhan.

Gambar 8. Penjatah Sabuk Berputar (belt type)6. Rol Beralur (Fluted Roll)Tipe ini terdiri dari sebuah rotor bersudut dan rotor beralur diatas pintu pengeluaran yang dapat diatur dan rotor tersebut diatur oleh roda penggerak. Bagian hopper memiliki dua atau empat pintu pengeluaran yang dapat digunakan secara terpisah atau tergabung. Rotor cukup rapat dengan dasar hopper sehingga menghasilkan penutupan otomatis ketika rotor tidak berputar.

Gambar 9. Penjatah Rol Beralur (fluted roll)7. Aliran gravitasi (gravity flow)Penjatah tipe gravitasi biasa digunakan pada drop type broadcaster. Penjatah diatur dengan menyetel ukuran lubang pengeluaran. Sebuah agitator memecah gumpalan dan menggerakkan bahan menuju lubang pengeluaran. Penjatahan tipe gravitasi sensitif terhadap kecepatan majunya.

Gambar 10. Penjatah Aliaran Gravitasi (gravity flow)Auger Penyalur. Komponen ini berfungsi sebagai penyalur kompos yang akan dijatah ke tanah (Iqbal, 2012).

Transmisi. Komponen transmisi berfungsi untuk menyalurkan atau memindahkan gerakan dari sumber yang berupa motor, PTO atau roda penggerak. Beberapa jenis transmisi yang akan digunakan dalam disain aplikator ini antara lain : sproket dan rantai, roda gigi (gear to gear) serta sabuk dan puli (Iqbal, 2012).2.5 Sumber Tenaga Penarik

Menurut Rizaldi (2006) alat/mesin pemupukan di Indonesia masih belum berkembang. Umumnya pemupukan masih dilakukan secara tradisional oleh para petani. Atas dasar sumber tenaga yang dipergunakan untuk menggerakkan alat. Alat pemupukan dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu : 1. Alat pemupukan dengan sumber tenaga manusia

Alat pemupukan dengan sumber tenaga manusia dapat dibedakan menjadi :

Cara tradisional. Cara ini masih banyak dipergunakan petani di Indonesia. Pupuk sampai ke permukaan tanah dengan cara disebar dengan menggunakan tangan. Untuk maksud tersebut digunakan pupuk dalam bentuk butiran kering. Pupuk diangkut ke lapangan dengan menggunakan keranjang atau karung. Sedangkan pada pembenaman pupuk kandang dengan menggunakan cangkul. Kelemahan cara tradisional antara lain adalah, hanya baik untuk pupuk padat dan kering, disamping hasil sebarannya yang kurang seragam (Rizaldi, 2006).Alat penyebar semi mekanis. Alat ini dipergunakan untuk penyebarkan pupuk butiran. Sebagai sumber tenaganya adalah manusia, dengan mendorong alat melalui tangkai pengendali. Pergerakan peralatan pengeluaran pupuk diatur oleh perputaran roda melalui rantai transmisi dan gigi atau belt (Rizaldi, 2006).2. Alat pemupukan dengan sumber tenaga hewan

Pupuk padatan banyak dipergunakan pada peralatan yang ditarik oleh hewan. Pada alat penyebar pupuk butiran bisanya dilengkapi roda 2 buah, sedangkan pada alat penyebar pupuk kandang beroda 4. Pergerakan alat dari alat penyebar pupuk tersebut berasal dari perputaran roda (Rizaldi, 2006).3. Alat pemupukan dengan sumber tenaga traktor

Cara penempatan dan pemberian pupuk sangat erat hubungannya dengan tanaman yang diusahakan. Pupuk kandang atau pupuk kompos merupakan salah satu hasil sampingan pertanian yang banyak bermanfaat. Penyebaran yang seragam dan halus dapat dilakukan dengan alat penyebar pupuk. Fungsi alat ini membawa pupuk kandang atau pupuk kompos ke lapang, menghancurkan dan menyebarkannya di atas tanah secara seragam (Rizaldi, 2006).Dalam operasinya alat berada di belakang traktor. Biasanya alat beroda dua, tetapi ada juga yang beroda empat sehingga dapat ditarik oleh traktor dan hewan. Tenaga untuk operasi peralatan penyebaran pupuk berasal dari perputaran roda bagian belakang melalui transmisi rantai atau Power Take Off (PTO) traktor (Rizaldi, 2006).2.6 Kapasitas Lapang Aplikator Kompos

Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua, yaitu Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) dan Kapasitas Lapang Efektif (KLE). Kapasitas lapang teoritis adalah kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100 % dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%). Sedangkan kapasitas lapang efektif adalah rata-rata kerja dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan membagi luas lahan yang diolah dengan waktu kerja total (Yunus, 2004).

Efisiensi suatu alat/mesin pertanian tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang teoritis dengan kapasitas lapang efektif yang dinyatakan dalam bentuk persen (%) ( Yunus, 2004).

Menurut Yunus (22014) Persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas lapang dan efisiensi alat/mesin pertanian adalah sebagai berikut :

KLT = W x V x 10.000 ................................................................... (1)

KLE = x 10.000 ........................................................................... (2)

Efisiensi = .................................................................. (3)

Keterangan :

KLT= Kapasitas lapang teoritis (ha/jam)

KLE= Kapasitas lapang efektif (ha/jam)

W= Lebar kerja alat (m)

V= kecepatan (m/jam)

L

= Luas Lahan (m2)

T

= Total waktu tempuh (jam)

Menurut Rizaldi (2006) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas lapang yaitu :

1. Kinerja Lapang Alat Mesin Pertanian

Dalam pengoperasian alat dan mesin pertanian, kecepatan penggarapan suatu lapang dengan sebuah mesin merupakan salah satu dasar pertimbangan menghitung biaya pengerjaan dan efisiensi dalam pengolahan lahan. Dalam hal ini ada beberapa istilah yang digunakan yaitu:

a. Kapasitas lapang teoritis sebuah alat, merupakan kecepatan penggarapan lahan yang akan diperoleh seandainya mesin tersebut melakukan kerjanya memanfaatkan 100 % waktunya, pada kecepatan maju teoritisnya dan selalu memenuhi 100 % lebar kerja teoritisnya.

b. Waktu per hektar teoritis, merupakan waktu yang dibutuhkan pada kapasitas lapang teoritis tersebut.

c. Waktu kerja efektif, merupakan waktu sepanjang mana mesin secara aktual melakukan fungsi/kerjanya. Waktu kerja efektif per hektar akan lebih besar dibanding waktu kerja teoritis per hektar jika lebar kerja terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya.

d. Kapasitas lapang efektif, suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, presentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan.e. Efisiensi lapang, merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis, dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang di lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin.

f. Efisiensi kinerja, merupakan suatu ukuran efektifitas fungsional suatu mesin, misalnya presentase perolehan produk bermanfaat dari penggunaan sebuah mesin pemanen.

2. Waktu Hilang untuk Belok

Belok di ujung suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang sering kali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 180o per putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 90o perputaran.

Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik, juga dipengaruhi oleh ketidakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di headland, kekasaran daerah belok dan lebar alat.

3.Waktu Hilang yang Sebanding dengan Luas

Saat pengolahan tanah dengan traktor ada beberapa waktu yang hilang, karena saat istirahat dan penyetelan atau pemeriksaan alat, biasanya cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif (atau dengan waktu lapang total) jika kecepatan kerja atau lebar alat ditambah. Pengoprasian tidak bekerja saat melintasi ujung lapang cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif jika kecepatan kerja normal dipertahankan saat melintasi ujung.

Kehilangan waktu yang lain, disebabkan oleh halangan, penggumpalan, penambahan pupuk atau benih, dan pengisian tabung semprotan, seringkali cenderung lebih sebanding dengan luas daripada dengan waktu kerja. Waktu per hektar untuk belok pulang-balik pada pengerjaan tanaman larik cenderung tetap konstan (atau turun cuma sedikit) jika kecepatan kerja dinaikkan, karena kecepatan biasanya dikurangi saat belok, kecuali jika kecepatan kerja normalnya memang telah rendah. 4. Waktu Hilang Berkenaan dengan Kehandalan Mesin

Peluang kerusakan alat, yang akan berakibat hilangnya waktu di lapang adalah berbanding terbalik dengan kehandalan mesin. Kehandalan keberhasilan dapat didefinisikan sebagai peluang statistik berfungsinya suatu alat secara memuaskan pada kondisi tertentu sepanjang periode waktu tertentu.

Kehandalan pemakaian waktu pada mesin individual menjadi makin penting jika beberapa mesin atau beberapa bagian mesin digunakan secara gabungan. Untuk sebuah alat individual, waktu hilang sebesar 5 atau 10% karena kerusakan, penyetelan, pembetulan, penyumbatan/penggumpalan, atau berhenti yang lain berkaitan dengan mesin, umumnya tidak dianggap serius. Namun jika 4 satuan semacam itu, masing-masing dengan kehandalan pemakaian waktu 98%, digunakan secara berurutan, kehandalan pemakaian waktu keseluruhan gabungan waktu berurutan tersebut akan terkurangi sampai menjadi 66%.

Dikarenakan adanya pengurangan kehandalan pada mesin gabungan, pemeliharaan preventif menjadi relatif lebih penting dibanding jika hanya dipakai mesin tunggal. Semua mesin dalam suatu gabungan hendaklah dapat dipakai sepanjang waktu yang sama. Antara perawatan dan kapasitas berbagai satuannya hendaklah dapat disesuaikan dengan baik.

2.7Profil Pabrik Gula Takalar

Pabrik Gula Takalar terletak di Desa Parappunganta, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan. Pabrik Gula Takalar dibangun dengan kapasitas giling 3.000 ton tebu per hari (TTH), yang dapat dikembangkan menjadi 4.000 TTH. Tanah merupakan ex hutan sekunder dan persawahan, umumnya berjenis tanah mediteran dan grumosol. Kondisi iklim dengan rata-rata 5 6 bulan kering dan bulan basah 4 5 bulan, sumber daya manusia sejumlah 892 karyawan dengan kesediaan tenaga tebang 3.000 orang yang diserap dari daerah setempat dan daerah lainnya (Bulukumba dan Bantaeng) (Shadrina, 2011).

Pabrik gula Takalar memiliki lahan hak guna usaha (HGU) seluas 9.967 ha dengan ketinggian lahan antara 45 m 125 m dari permukaan laut. Penanaman tanaman baru (PC) yang dilakukan di PG. Takalar dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga kerja yang berasal dari masyarakat di sekitar PG. Takalar.Jarak tanam rata-rata yang digunakan di PG. Takalar adalah 130 cm dan di antarai furrow yang dapat berfungsi sebagai saluran irigasi dan drainase dengan kedalaman 25 cm dan lebar 30 cm. Tinggi bedengan pada lahan ratoon antara 20 25 cm. Pola tanam akan menentukan jarak baris tanaman (peak to peak). Pola tanam yang dikembangkan oleh PG. Takalar adalah pola 77 yang berarti dalam setiap hektar terdapat 77 row atau baris tanaman tebu (Iqbal , 2012).Pembudidayaan tanaman tebu di PG. Takalar dilakukan dengan dua cara, yaitu budidaya tanaman tebu baru (Plant Cane) dan budidaya tanaman tebu keprasan (Ratoon Cane). Tanaman tebu tersebut terdiri dari tanaman tebu baru (PC), ratoon I (R1), ratoon II (R2), ratoon III (R3), ratoon IV (R4) dan ratoon V (R5). Proses penyiapan lahan dan pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan mesin pertanian dan alat berat yang ditarik oleh traktor sehingga biaya yang dikeluarkan untuk budidaya PC lebih besar dari pada budidaya tebu ratoon, sedangkan pemanenan dilakukan secara manual. Sistem penanaman tanaman tebu yang digunakan PG. Takalar yaitu overlapping horizontal dan double row. Overlapping horizontal adalah cara menanam tebu dimana tiap ujung batang tebu yang telah dipotong ukuran 30 - 40 cm saling bertumpukan, sedangkan yang dimaksud dengan double row adalah tiap penanaman terdiri dari 2 batang tebu. Tujuan dari sistem penanaman ini adalah untuk meminimalisir tebu yang mati atau tunas tebu yang gagal tumbuh. Tebu yang telah ditanam kemudian ditutup oleh tanah halus sekitar 5 - 10 cm sambil dipadatkan agar tunas menyentuh tanah (iqbal, 2012). Sebagian besar lahan PG. Takalar merupakan lahan kering sehingga pengolahan tanah dilakukan dengan sistem mekanisasi seperti bajak (plow), garu (harrow), Kair (furrow). Pemupukan juga dilakukan secara mekanisasi. Pemupukan mekanis dilakukan dengan menggunakan alat SUFA (Subsoiler Fertilizer Applicator) dan Ficon/FA (Shadrina, 2011).

PG. Takalar melakukan pemupukan dua kali untuk tanaman PC dan satu kali untuk tanaman ratoon. Pemupukan I pada PC dilakukan bersamaan atau sebelum bibit ditutup tanah dengan dosis perhektar 100 kg ZA/Urea + 300 kg SP 36 + 100 kg KCL. Pelaksanaan Pupuk II (1 2 bulan setelah tanam) dengan dosis pupuk 100 kg ZA + 400 kg Urea + 100 kg KCL atau sesuai rekomendasi/kondisi dicampur dan ditabur secara merata. Untuk tanaman ratoon, pupuk dicampur dan ditebar secara merata dilakukan setelah penggemburan tanah dengan menggunakan pupuk dengan dosis 300 kg Urea + 100 kg Za + 250 kg ZK-Plus + 150 kg SP 36 (Iqbal, 2012). 2.8 Deskripsi Aplikator Kompos

Gambar 11. Bagian-bagian Aplikator Kompos

Rangka, berfungsi sebagai penopang beban dari bak penampung kompos dan sebagai penggandeng alat dengan traktor. Bagian yang akan menjadi komponen adalah rangka utama dan poros penjatah.

Bak penampung kompos, dibuat untuk menampung pupuk organik atau kompos dengan baik dan menjadi dudukan bagi poros penjatah karena poros tersebut bekerja di dalam bak penampung kompos. Dalam bak penampung kompos terdapat belt conveyor dan pintu pengatur pengeluaran kompos. Volume bak penampung kompos dapat dihitung dengan melihat kebutuhan dosis kompos perhektar, berat jenis kompos, dan efisiensi pengisian kompos.

Gambar 12. Bak Penampung Kompos

Penjatah kompos, berfungsi untuk menjatah kompos sesuai dosis yang diharapkan. Mekanisme pengaplikasian kompos yang paling cocok diterapkan dalam pembuatan model prototipe aplikator kompos serasah tebu adalah dengan menggunakan metering device atau penjatah tipe belt conveyor. Kompos akan disalurkan dengan menggunakan sabuk berjalan menuju ke lubang pengeluaran, dimana pengeluaran atau dosis kompos dapat diatur dengan pintu penyesuaian (pengatur dosis) di atas sabuk/belt. Aplikator ini akan memanfaatkan tenaga yang berasal dari poros roda aplikator yang ditransmisikan melalui rantai. Dosis yang besar menyebabkan jenis metering device yang dipilih adalah tipe belt conveyor, dimana alat ini dapat dipergunakan untuk mengeluarkan pupuk dengan laju yang relatif tinggi karena dosis yang besar. Pengeluaran pupuk dapat dibagi menjadi beberapa aliran sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan auger penyalur.

Gambar 13. Penjatah Kompos

Pintu pengatur bukaan. Saat traktor tidak melakukan aplikasi kompos seperti berbelok atau keperluan transportasi dan pengisian kompos, pintu ini dapat berfungsi untuk menghalangi terjadi pengeluaran atau tertumpahnya kompos pada tempat yang tidak diinginkan. Fungsi lainnya adalah untuk mengatur dosis atau kapasitas pengeluaran kompos pada saat aplikasi di lapangan. Proses membuka atau menutup dari pintu pengatur ini masih dilakukan secara manual dan desainnya dibuat cukup sederhana. Pintu pengatur ini dapat dibuat dari bahan kayu yang tipis (papan) atau besi plat.

Sistem transmisi. Sumber tenaga putaran untuk implement traktor sering tidak memiliki tempat atau nilai kecepatan yang sama dengan poros penjatah. Oleh karena itu diperlukan sebuah transmisi untuk mengubah kecepatan putar poros input agar sesuai dengan kebutuhan putaran di poros penjatah. Tenaga putar untuk panjatah atau belt conveyor aplikator ini bersumber dari putaran roda aplikator kompos. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat sistem transmisi yaitu mudah perawatannya, tersedia di pasaran, tidak mahal, dan memiliki konstruksi yang sesuai dengan daya yang disalurkan. Sistem transmisi yang akan dibuat dari komponen rantai dan sproket (gear).

Auger penyalur, berfungsi untuk menyalurkan kompos yang telah jatuh dari bak penampung kompos ke lubang pengeluaran untuk selanjutnya jatuh ke tanah. Auger penyalur ini dapat penyalurkan kompos kedua arah yaitu ke arah ujung kiri dan kanan dimana terdapat lubang pengeluaran kompos.

Gambar 14. Auger Penyalur

Poros roda aplikator, sebagai sumber tenaga yang akan digunakan dalam aplikasi kompos membutuhkan sistem transmisi yang dapat menyesuaikan kebutuhan kecepatan putaran dan arah putaran di poros penjatah. Aplikator kompos menggunakan traktor sebagai tenaga penariknya. Selanjutnya poros roda aplikator menjadi sumber penggerak dari auger penyalur kompos dan poros auger penyalur ini menjadi sumber pengerak dari belt conveyorAplikator ini menggunakan roda sebagai alat penggerak atau berpindah dengan ukuran as (poros) roda dan ukuran ban yang disesuaikan dengan beban yang direncanakan. Ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan as roda dan ukuran ban antara lain :

1. Jumlah beban yang ditumpu oleh roda

Jumlah atau berat beban yang akan ditumpu oleh roda adalah beban yang berasal dari berat kompos dan berat aplikator.

2. Ukuran roda atau ban yang dipilih adalah ukuran yang tersedia dipasaran.

3. Daya dukung tanah

4. Sistem penggandengan yang direncanakan menggunakan penggandengan satu titik gandeng dengan sebagian beban vertikal ditumpu oleh traktor.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2014. Bertempat di Pabrik Gula Takalar, Desa Parappunganta, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

3.2Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah traktor tangan, meteran, karung, ember, gelas ukur, timbangan, engkol pemutar, stop watch, kamera.

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah kompos.

3.3Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua pengujian yaitu pengujian statis dan pengujian lapang.

1. Prosedur Pengujian Statis

1. Menyiapkan alat dan bahan,

2. Mengganjal aplikator kompos dengan batang pengganjal sehingga roda aplikator tidak menyentuh tanah dan dapat bergerak bebas,

3. Menimbang dan mencatat berat kompos yang akan diuji,

4. Memastikan pintu pengatur bukaan dalam keadaan tertutup,

5. Menuangkan kompos ke dalam bak penampung kompos,

6. Mengangkat pintu pengatur setinggi 2,5 cm,

7. Memulai memutar engkol pemutar, menghitung jumlah putaran dan mengukur waktu sampai kompos di bak penampung habis,

8. Mengulangi prosedur 1 sampai 6 untuk tinggi bukaan pintu pengatur 5 cm dan 7 cm.

9. Mencatat berat awal kompos (kg), berat akhir kompos (kg), jumlah putaran, waktu yang dibutuhkan (s).

Gambar 15. Rangkaian sketsa uji statis

2. Prosedur Pengujian Lapang

1. Mempersiapkan alat dan bahan,

2. Menggandengkan aplikator pada traktor tangan

3. Mengisi wadah/bak penampung kompos sebanyak 150 kg,

4. Mengatur tinggi bukaan pintu aplikator kompos,

5. Mengoperasikan aplikator kompos di lahan tanam,

6. Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk pengoperasian aplikator kompos.3.4 Persamaan yang digunakan untuk menghitung kapasitas kerja aplikator kompos

1. Pengukuran kapasitas kerja lapang teoritis (KLT) dengan menghitung kecepatan rata-rata tenaga penarik yang dikalikan dengan lebar kerja aplikator kompos, sesuai dengan persamaan (1) (Yunus, 2004).

2. Pengukuran kapasitas kerja lapang efektif (KLE) diukur dengan menghitung rata-rata kerja dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan membagi luas lahan yang diolah dengan waktu kerja total, sesuai dengan persamaan (2) (Yunus, 2004).3. Menghitung efisiensi aplikator kompos

Penghitungan efisiensi aplikator kompos ditentukan oleh perbandingan kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis dikali dengan seratus persen, sesuai dengan persamaan (3) (Yunus, 2004).3.5 Bagan Alir Penelitian

Gambar 16. Diagram Alir Uji Statis Aplikator Kompos

Gambar 17. Diagram Alir Uji Lapang Aplikator Kompos

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan lahan

Perkebunan PG. Takalar menggunakan pola 77 yang berarti dalam setiap hektar terdapat 77 row atau baris tanaman tebu. Dosis kompos yang akan diaplikasikan ke lahan adalah 15 ton/ha. Dengan berat jenis kompos adalah 866 kg/m3.Pengujian aplikator kompos dilakukan pada tanaman tebu keprasan (ratoon cane) pada plot percobaan lahan perkebunan dengan ukuran 30 meter x 10 meter yang terdiri dari 8 alur tanaman tebu. Tanaman tebu yang dipupuk menggunakan aplikator kompos kurang lebih berumur 1 bulan. Keadaan lahan yang digunakan dalam kondisi datar dan jenis tanah sebagai media tumbuh tebu di PG. Takalar ini adalah jenis tanah mediteran dan grumosol yang merupakan jenis tanah optimal bagi pertumbuhan tanaman tebu.Pemilihan pola lintasan pada saat pengoperasian aplikator sangat penting karena akan mempengaruhi kecepatan dan waktu pemupukan. Pengoperasian aplikator pada lahan menggunakan pola tepi. Pola ini digunakan karena aplikator tidak memiliki tingkat manuver yang tinggi sehingga dapat memudahkan aplikator dalam berbelok, tetapi pola ini memiliki kekurangan yaitu harus melintasi headland (pembelokan) berulang kali pada waktu berbelok. 4.2 Tenaga Penarik

Tenaga yang digunakan untuk menarik aplikator kompos pada saat pengujian di lahan adalah traktor tangan merek QUICK 1000 berdaya 85 Hp. yang diproduksi oleh PT. KUBOTA INDONESIA. Traktor digandengkan dengan aplikator dengan sistem penggandengan (drawbar pull).

Aplikator akan beroperasi jika digandengkan dengan traktor kemudian tenaga pada traktor akan ditransmisikan pada aplikator kompos, sehingga roda pada aplikator berputar dan akan menggerakkan belt conveyor (penjatah kompos). Pemilihan penjatah (metering divice) tipe belt conveyor didasari oleh banyaknya jumlah dosis kompos yang akan disalurkan pada tanaman tebu. Hal ini sesuai dengan Srivastava et al., (1996) yang menyatakan jenis belt type digunakan untuk pupuk dalam jumlah besar. Bahan sabuk terbuat dari kawat atau kain berkaret. Pengeluarannya dapat dipisah ke dalam 2 atau lebih aliran pengeluaran atau sesuai kebutuhan. Namun pada saat pengoperasian aplikator dengan tipe belt conveyor terdapat beberapa kompos yang jatuh melalui pinggiran bak penampung kompos, hal ini tidaklah mengkhawatirkan untuk pertumbuhan tebu karena penggunaan kompos yang berlebih tidaklah berbahaya. 4.3 Kapasitas Lapang Aplikator Kompos

4.3.1 Uji Statis Aplikator Kompos

Pengujian statis aplikator kompos merupakan pengujian yang dilakukan pada saat aplikator tidak beroperasi di lahan, tidak menggunakan traktor sebagai tenaga penarik melainkan menggunakan engkol, yang bertujuan untuk memutar poros roda aplikator sehingga belt conveyor yang menjadipenjatah kompos dapat bergerak menyalurkan kompos ke bagian silinder auger (silinder penjatah).

Pengujian ini dilakukan dengan mengganjal aplikator menggunakan batang pengganjal sehingga roda aplikator tidak menyentuh tanah dan dapat bergerak bebas. Parameter yang diukur pada pengujian statis ini adalah laju pengeluaran kompos yang dipengaruhi oleh tinggi bukaan pintu bak penampung kompos dan kecepatan traktor sebagai tenaga penarik untuk pengujian di lapangan.Tabel 1. Laju pengeluaran kompos pada beberapa tinggi bukaan pintu

No.Tinggi Bukaan PintuJumlah Putaran

Berat kompos yang

dimasukkan pada bak

penampungLaju Pengeluaran

(cm)(n)(kg)(kg/putaran roda)

12,556500,893

2543501,163

3736501,389

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014.Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat di lihat bahwa setiap tinggi bukaan pintu bak penampung kompos memiliki laju pengeluaran yang berbeda-beda. pada tinggi bukaan pintu 2,5 cm memiliki laju pengeluaran 0,893 kg/putaran roda, pada tinggi bukaan pintu 5 cm memiliki laju pengeluaran 1,163 kg/putaran roda dan pada pada tinggi bukaan pintu 7 cm memiliki laju pengeluaran 1,389 kg/putaran roda. Laju pengeluaran kompos ini semakin meningkat seiring dengan dipertingginya bukaan pintu bak penampung kompos dan jumlah putaran engkol. Hal ini sesuai dengan Iqbal (2012) yang menyatakan laju pengeluaran kompos dapat disesuaikan dengan tinggi bukaan pintu pengatur atau persentase bukaan pintu pengatur. Lebar bukaan pintu dan kecepatan maju aplikator dapat disesuaikan dengan laju pengeluaran atau dosis kompos yang dinginkan saat aplikasi kompos di lahan tebu.

Gambar 18. Hubungan antara tinggi bukaan pintu (cm) dengan jumlah putaran (n)

Gambar di atas menyatakan hubungan tinggi bukaan pintu bak penampung kompos dengan jumlah putaran engkol. Dapat dilihat pada grafik saat tinggi bukaan pintu bak penampung kompos diperlebar maka jumlah putaran engkol semakin menurun/sedikit.

Gambar 19. Hubungan antara tinggi bukaan pintu (cm) dengan laju pengeluaran (kg/putaran roda)

Gambar 19 merupakan grafik hubungan tinggi bukaan pintu bak penampung kompos dengan laju pengeluaran kompos, yang menyatakan semakin tinggi bukaan pintu bak penampung kompos maka semakin banyak kompos yang dikeluarkan. Tinggi bukaan pintu bak penampung kompos mempengaruhi jumlah keluaran kompos ke silinder auger (penyalur). Pada saat pintu bukaan kompos semakin tinggi maka laju keluaran kompos semakin cepat dan banyak, sehingga dapat terjadi penumpukan kompos pada silinder. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya padatan. 4.3.2Uji Lapang Aplikator Kompos

Pengujian lapang ini dilakukan di PG. Takalar. Pengujian ini merupakan fungsi dari lebar kerja aplikator, kecepatan jalan aktual dan waktu efektif yang terpakai selama beroperasai. Lebar kerja aplikator adalah 1,3 m sesuai dengan jarak tanam tebu di PG. Takalar. Kecepatan jalan aktual dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sistem rancangan roda aplikator, jenis dan kondisi tanah, keterampilan operator, serta daya tarik traktor. Waktu efektif adalah waktu yang terpakai selama aplikator beroperasi yang besarnya sangat dipengaruhi oleh besarnya kerugian waktu yang tidak efektif atau waktu hilang (waktu pengaturan atau waktu mengatasi kerusakan-kerusakan kecil, waktu pembelokan, waktu penambahan pupuk dan lain sebagainya). Tabel 2. Waktu Operasional Di Lapangan

Alurwaktu operasional (s)

Tanamanper barispembelokantotal

15650

25138

36425

46238

56364

65170

74965

853

Rata-rata 5650106

total449350799

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014.

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada lahan tempat pengujian dengan jarak tempuh 30 m setiap alur diperoleh rata-rata waktu tempuh 56 detik setiap alur atau 449 detik untuk 8 alur sedangkan waktu terbuang yang digunakan untuk pembelokan adalah 50 detik setiap alur atau 350 detik untuk 7 kali pembelokan. Sehingga total waktu tempuh untuk luas lahan 300 m2 adalah 799 detik atau 0,222 jam. Adapun kecepatan aplikator kompos ini pada setiap alurnya adalah 1923,664 m/jam, sehingga didapatkan kapasitas lapang teoritis aplikator sebesar 4 jam/hektar dan kapasitas lapang efektif aplikator sebesar 7,40 jam/hektar.

Kapasitas lapang didapatkan dari uji lapang yang dipengaruhi oleh total waktu yang terpakai saat pengoperasian, yang besarnya sangat dipengaruhi oleh jumlah waktu hilang seperti waktu pembelokan yang menggunakan pola tepi dan luas lahan percobaan. Hal ini sesuai dengan Rizaldi (2006) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kapasitas lapang antara lain adalah waktu hilang untuk berbelok. Belok di ujung suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang sering kali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang.4.4Efisiensi Aplikator Kompos

Hasil pengujian menunjukkan bahwa aplikator kompos dapat berfungsi dengan baik, dengan efisiensi sebesar 54 %. Namun dalam pengoperasian aplikator kompos ini masih dijumpai beberapa kendala seperti kurangnya penguasaan operator dalam mengoperasikan aplikator kompos dan pada waktu pembelokan, masih harus melakukan peyumbatan lubang penyalur kompos. Hal ini sesuai dengan Rizaldi (2006) yang menyatakan kehandalan pemakaian waktu pada mesin individual menjadimakin penting jika beberapa mesin atau beberapa bagian mesin digunakan secara gabungan. Untuk sebuah alat individual, waktu hilang sebesar 5 atau 10 % karena kerusakan, penyetelan, pembetulan, penyumbatan/penggumpalan, atau berhenti yang lain berkaitan dengan mesin.V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan1. Pola lintasan pengoperasian yang digunakan untuk aplikator kompos ini adalah pola tepi karena memudahkan aplikator saat handland (pembelokan).

2. Semakin tinggi bukaan pintu bak penampung kompos maka akan semakin sedikit jumlah putaran engkol dan laju pengeluaran kompos akan semakin cepat dan banyak.3. Setelah diuji, aplikator kompos ini dapat berfungsi dengan baik, memiliki kapasitas lapang teoritis sebesar 4 ha/jam, kapasitas lapang efektif sebesar 7,40 ha/jam dan efisiensi kerjanya sebesar 54 %.5.2 Saran

Aplikator kompos ini masih memerlukan modifikasi yaitu pada lubang saluran penyalur pupuk agar pada saat pembelokan kompos tidak tebuang dan dalam pengoperasian aplikator kompos sebaiknya menggunakan operator yang handal agar pemupukan dapat berlangsung dengan optimal.

Daftar Pustaka

Dahlan, Dahliana, 2011. Buku Ajar : Budidaya Tanaman Industri. Universitas Hasanuddin, Makassar.Darun, S., Matondang, Sumono.1983. Pengantar Alat dan Mesin-Mesin Perkebunan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Deptan . 1980. Pedoman Pelaksanaan Proyek Perkebunan Produksi Perkebunan. Buku VII. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.Fauzi Indra, 2006. Uji Kinerja Aplikator Pupuk Cair Tipe Trailing (APIC) untuk Budidaya Tebu Lahan Kering [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Goenandi Didiek Hadjar dan Laksmita Prima Santi, 2006. Aplikasi Bioaktivator SuperDec dalam Pengomposan Limbah Padat Organik Tebu. Institut Pertanian Bogor. Jurnal Buletin Agronomi Vol. 34, No. 3, Hal. 173-180.Indrawanto Candra, Purwono, Siswanto, M Syakir, Widi Rusmini. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. ESKA Media. Jakarta.

Iqbal, 2012. Kajian Alat dan Mesin Dalam Pengelolaan Serasa Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering PG. Takalar. Institut Pertanian Bogor.

Iqbal, Tineke Mandang, Namaken Sambiring, Chozin, 2012. Aspek Teknologi dan Analisis Kelayakan Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering. Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. JTEP, Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol. 26, No. 1, Hal. 17-23.Litbang, 2010. Buku Kompos : Teknologi Pembuatan Kompos (Pupuk Organik). Deptan Bengkulu.

Musarofah, 2002. Pengolahan Tanaman Tebu (Saccarum Officinarum L.) Lahan Kering di PT Gula Putih Mataram, Lampung :Studi Kasus Kehilangan Fisik Tebu Saat Tebang Angkut [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Rizaldi Taufik, 2006. Mesin Peralatan (TEP202)_Bahan Ajar. Depertemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara.Shadrina Nur, 2011. Mekanisasi Budidaya Tanaman Tebu di PG. Takalar. Laporan Magang. Universitas Hasanuddin, Makassar.Srivastana AK. Georing CE, Rohcbach RP, 1996. Engineering Principle of Agricultural Machines. Michigan ; ASAE. Suiatna R. Utju, 2012. Kompos, Pupuk dan Pestisida Organik. http://www. healthi-rice.com/kompos.pdf. Diakses pada hari Senin, 16 Juni 2014.

Yunus Yuswar, 2004. Tanah dan Pengolahan. Alfabeta, CV. Bandung.

Lampiran 1. Spesifikasi Aplikator Kompos

1. Tipe implemen: Trailer

2. Tahun pembuatan : 2012

3. Jarak tanam (cm): 130

4. Dimensi (cm)

Panjang: 400Lebar

: 130Tinggi

: 1375. Mekanisme penyebaran kompos

Sumber penggerak

: PTO

Kecepatan PTO (RPM): 2200

6. Mekanisme penyebaran

: auger penyalur

7. Bak penampung kompos

Material

: besi platKapasitas

: 1004 kg Lampiran 2. Konstruksi aplikator kompos

Keterangan :

1. Bak penampung kompos

2. Auger penyalur

3. Titik sambung aplikator kompos dan traktor

4. Belt conveyor5. roda

6. lubang penyalur

lampiran 3. Hasil Perhitungan Pengujian Aplikator KomposBukaan (cm)ulanganBerat awal (kg)jumlah putaranWaktu (s)Bakhir (kg)rpm

2,515056464773,043

25055404782,500

35057404685,500

515042284390,000

25044294491,034

35043284492,143

715036224398,182

25033204599,000

350392141111,429

Sumber : Data primer sebelum diolah, 2014.

1. Menghitung rpm (radius per menit)

Bukaan 2,5 cmUlangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Bukaan 7 cm

Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Bukaan 10 cmUlangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

2. Menghitung kapasitas lapang teoritis (KLT)

Lebar kerja alat ( W) = 130 cm= 1,3 m

Jarak pengoperasian per baris (s)= 30 m

Waktu pengoperasian per baris (t) = 56 detik = 0,0156 jam

Kecepatan pengoperasian (V) = KLT = WV 10.000 = 1,3 m 10.000

= m2/ jam 10.000 = 0,2500763 ha/jam

= 4 jam/ha

3. Menghitung kapasitas lapang efektif (KLE)

Luas lahan (L) = 30 Total waktu Tempuh (T) = 799 detik = 0,222 jam

KLE = 10.000KLE = 10.000

= 1351,448 10.000

= 0,1351448 ha/jam

= 7,40 jam/ha

4. Menghitung efisiensi aplikator kompos

Efisiensi

=

= 54 %

Lampiran 4. Dokumentasi 1. Gambar 16. Aplikator kompos tampak samping

2. Aplikator kompos tampak depan

3. Pemutaran engkol pada saat pengujian statis

4. Penggandengan Aplikator dengan Traktor

5. Uji Kinerja Aplikator di Lahan PG. Takalar

Bak Penampung

kompos

Auger

penyalur

Belt

conveyer

Titik sambung

aplikator

& traktor

Roda

Lubang penyalur

kompos

Wadah kompos

Engkol pemutar

Kompos

Pintu pengatur bukaan

Lubang pengeluaran

Pengganjal

Mulai

Menyiapkan alat dan bahan

Mengganjal aplikator dengan

bantal pengganjal

Menimbang dan mencatat berat kompos yang akan diuji

Menuangkan kompos (50 kg) ke dalam bak penampung kompos

Mengangkat pintu pengatur setinggi 2,5 cm, (5 cm, dan 7 cm)

Memutar engkol, menghitung jumlah putaran dan mengukur waktu sampai kompos di bak penampung habis

Mencatat berat awal kompos, berat akhir, jumlah putaran dan waktu yang dibutuhkan

Selesai

Mulai

Mempersiapkan alat dan bahan

Menggandengkan aplikator

pada traktor tangan

Mengisi bak penampung kompos sebanyak 150 kg

Mengatur tinggi bukaan pintu aplikator kompos

Mengoperasikan aplikator kompos di lahan tanam

Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk pengoperasian aplikator kompos

Selesai

4

5

6

3

2

1

24