10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Audit Internal ...
Transcript of 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Audit Internal ...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Audit Internal
2.1.1.1 Pengertian Audit Internal
Menurut Sawyers et al (2005:10) audit internal memiliki definisi sebagai
berikut:
“Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yangdilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-bedadalam organisasi untuk menentukan apakah (1) informasi keuangan danoperasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapiperusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternalserta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima dan diikuti; (4)kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telahdigunakan secara efisien dan ekonomis, dan (6) tujuan organisasi telahdicapai secara efektif – semua dilakukan dengan tujuan untukdikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasidalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif.”
Sementara itu, definisi audit internal yang diadopsi oleh The IIA’s Board
of Directors pada tahun 1999 dalam Reding et al (2009:2) adalah:
“Internal auditing is an independent, objective assurance and consultingactivity designed to add value and improve an organization’s operations.It helps an organization accomplish its objectives by bringing asystematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectivenessof risk management, control, and governance processes.”
Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa fungsi audit internal masa
kini tidak lagi hanya terbatas dalam audit keuangan dan operasi organisasi saja,
11
tetapi juga memberikan jasa konsultasi yang dapat menambah nilai organisasi atau
perusahaan agar dapat mencapai tujuannya.
Teori-teori dasar dan konsep-konsep audit telah menjawab bahwa
keberadaan atau alasan diadakannya audit dalam organisasi adalah untuk
memberikan nilai tambah terhadap organisasi. Tabel berikut ini dapat
menjabarkan suatu perbandingan konsep kunci pengertian audit internal, dan
menjelaskan perbedaan definisi auditor internal yang lama dengan definisi auditor
internal yang baru. (Tugiman, 2007:13)
Perbandingan audit internal yang lama dengan yang baru dapat dilihat
dalam Tabel berikut ini:
Tabel 2.1Perbandingan Konsep Kunci Audit Internal
No Lama 1947 Baru 1999
1. Fungsi penilaian independen yangdibentuk dalam suatu organisasi.
Suatu aktivitas independenobjektif.
2. Fungsi penilaian. Aktivitas pemberian jaminankeyakinan dan konsultasi.
3. Mengkaji dan mengevaluasi aktivitasorganisasi sebagai bentuk jasa yangdiberikan bagi organisasi.
Dirancang untuk memberikan suatunilai tambah serta meningkatkankegiatan operasi organisasi.
4. Membantu agar para anggotaorganisasi dapat menjalankantanggungjawabnya secara efektif.
Membantu organisasi dalam usahamencapai tujuannya.
5. Memberi hasil analisis, penilaian,rekomendasi, konseling, daninformasi yang berkaitan denganaktivitas yang dikaji dan menciptakanpengendalian yang efektif denganbiaya yang wajar.
Memberikan suatu pendekatandisiplin yang sistematis untukmengevaluasi dan meningkatkankeefektifan manajemen risiko,pengendalian, dan proses peraturandan pengelolaan organisasi.
Sumber: Tugiman, (2004:13)
12
Dari tabel tersebut dapat diartikan bahwa audit internal sekarang ini
mempunyai pandangan luas serta pemahaman terhadap proses manajerial dan
berkaitan dengan manusia yang mendasari fungsi audit internal. Selain itu audit
internal harus bertindak profesional dalam segala hal, sifat inilah yang dapat
memberikan nilai tambah dalam menghadapi berbagai risiko organisasi,
keterbukaan, dan globalisasi.
2.1.1.2 Fungsi dan Ruang Lingkup Audit Internal
Mulyadi (2010:211) menyatakan bahwa:
“Fungsi audit intern merupakan kegiatan penilaian yang bebas, yangterdapat dalam organisasi, yang dilakukan dengan cara memeriksaakuntansi, keuangan, dan kegiatan lain, untuk memberikan jasa bagimanajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka. Dengan caramenyajikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentarpenting terhadap kegiatan manajemen, auditor intern menyediakan jasatersebut. Audit intern berhubungan dengan semua tahap kegiatanperusahaan sehingga tidak hanya terbatas pada audit atas catatan-catatanakuntansi.”
Reding et al (2009:10) dalam bukunya menyatakan:
“The internal audit function helps the organization achieve its businessobjectives by evaluating and improving the effectiveness of governance,risk management, and control processes.”
Sedangkan The Institute of Internal Auditors (2011:27) memberikan
pernyataan bahwa:
“The internal audit activity must evaluate and contribute to theimprovement of governance, risk management, and control process usinga systematic and disciplinced approach.”
Berdasarkan kutipan diatas dapat diketahui bahwa ruang lingkup audit
internal harus mencakup pemeriksaan, dan evaluasi terhadap kecukupan dan
efektivitas sistem organisasi pengendalian internal dan kualitas kerja dalam
13
melaksanakan tanggung jawab yang diberikan. Serta dapat diketahui bahwa audit
internal harus mengevaluasi dan memberikan kontribusi pada perbaikan tata
kelola, pengelolaan risiko, dan proses pengendalian dengan menggunakan
pendekatan sistematis dan disiplin.
2.1.1.3 Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung Jawab Audit Internal
Dalam pelaksanaan pemeriksaan, audit internal memiliki tujuan yang
dijadikan acuan dalam kinerjanya. Tujuan audit internal adalah membantu
anggota organisasi melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif (Rajoe,
2003:410).
Tanggung jawab seorang audit internal menurut Komite SPAP Ikatan
Akuntansi Indonesia dalam Standar Profesional Akuntan Publik (2001:322) yaitu:
“Auditor internal bertanggungjawab untuk menyediakan jasa analisis danevaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi dan informasi lainkepada kepada manajemen entitas dan bagian komisaris atau pihak lainyang setara wewenang dan tanggung jawabnya. Untuk memenuhitanggung jawabnya tersebut, auditor internal mempertahankanobjektivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya.”
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:15) menyatakan
bahwa tujuan, wewenang, dan tanggung jawab audit internal sebagai berikut:
“Tujuan, wewenang, dan tanggung jawab fungsi audit internal harusdinyatakan secara formal dalam charter audit internal, konsisten denganStandar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan daripimpinan dan wewenang pengawas organisasi.”
Sedangkan The Insitute of Internal Auditor (2009:15) menyatakan bahwa:
“The purpose, authority, and responsibilty of the internal audit activitymust be formally defined in an audit internal charter, consistent with thedefinition of internal auditing, the code of ethics, and the standards. Thechief audit executive must periodically review the internal audit charterand present it to senior management and the board to approval.”
14
Berdasarkan kutipan diatas dapat diketahui bahwa tujuan, wewenang, dan
tanggung jawab dari kegiatan audit internal harus secara formal didefinisikan
dalam audit internal charter, konsisten dengan definisi audit internal, kode etik
dan norma-norma. Kepala eksekutif audit harus meninjau audit internal charter
secara berkala dan menyampaikannya kepada manajemen senior dan dewan untuk
disetujui.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan wewenang dan tanggung
jawab audit internal yaitu:
1. Memberikan saran-saran kepada manajemen dalam melaksanakan
tanggung jawab dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan
kode etik serta prosedur yang berlaku agar tujuan organisasi dapat
tercapai.
2. Audit internal bertanggung jawab untuk mendapatkan persetujuan dari
manajemen senior dan dewan terhadap dokumen tertulis formal untuk
bagian audit internal, menegaskan lingkup pekerjaan yang tidak
dibatasi, dan menyatakan bahwa bagian audit internal tidak memiliki
kewenangan atau tanggung jawab pada kegiatan yang mereka periksa.
2.1.1.4 Independensi dan Objektifitas
Auditor internal harus independen dan objektif dalam pelaksanakan
kegiatannya. Yang berarti bahwa auditor internal dalam penilaiannya tidak
memihak kepada siapapun. The Insitute of Internal Auditors (2009:16)
mendefinisikan independensi sebagai berikut:
15
“Independence is the freedom from conditions that threaten the ability ofthe internal audit activity or the chief audit executive to carry out internalaudit responsibilities in an unbiased manner. To achieve the degree ofindependence necessary to effectivelly carry out the board, this can beachieved through a dual reporting relationship. Threats to independencemust be manage at the individual auditor, engagement, functional, andorganizational level.”
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa independensi adalah
kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan aktivitas audit internal atau
eksekutif audit yang utama untuk melaksanakan tanggung jawab audit internal
secara objektif. Untuk mencapai tingkat kemandirian yang diperlukan secara
efektif, dapat dicapai melalui hubungan pelaporan ganda. Ancaman terhadap
independensi harus dikelola pada auditor individu, keterlibatan, fungsional, dan
tingkat organisasi.
Para auditor internal haruslah memerlukan pemeriksaan secara objektif.
The Institute of Internal Auditors (2009:16) mendefinisikan objektivitas sebagai
berikut:
“Objectivity is an unbiased mental attitudes that allows internal auditorsto perform engagements in such a manner that they believe in their workproduct and that no compromises are made objectivity requires thatinternal auditors do not subordinate their judgement on audit matters orothers, threats to objectivity must be managed at the individual auditor,engagement, functional, and organizational level.”
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa objektivitas adalah sikap
mental yang objektif dan memungkinkan auditor internal melaksanakan
penugasan dalam suatu cara yang mereka yakini di dalam produk kerjanya dan
tidak ada kompromi terhadap kualitas, sehingga membuat objektivitas diperlukan
oleh auditor internal dan tidak dipengaruhi oleh pertimbangan yng menyimpang
dari masalah—masalah lainnya, ancaman terhadap kebebasan harus dikelola pada
16
auditor individu, penugasan, fungsional dan juga organisasi pada tingkat masing-
masing. Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak
memihak, dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan (conflict of
interest) (Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal, 2004:15).
Dari uraian di atas bahwa independen di sini berarti auditor harus mandiri
atau terpisah dari kegiatan operasional perusahaan. Namun para auditor akan
dianggap mandiri apabila melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif
sehingga dapat membuat pertimbangan secara netral dan tidak menyimpang.
2.1.1.5 Kemampuan Profesional
Kemampuan profesional menurut Tugiman (1997:27) yaitu:
“Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian auditinternal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiappemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama ataukeseluruhan memiliki kemampuan, pengetahuan, dan berbagai disiplinilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat danpantas.”
Kemampuan profesional mencakup:
1. Personalia
Auditor internal haruslah memberikan jaminan keahlian teknis dan
latar berlakang pendidikan para pemeriksa yang akan ditugaskan.
Pimpinan audit internal harus menetapkan kriteria pendidikan dan
pengalaman yang sesuai dalam mengisi jabatan-jabatan di bagian audit
internal dan harus memperoleh kepastian yang pantas tentang
kualifikasi dan kemampuan setiap calon pemeriksa.
17
2. Pengetahuan dan kecakapan
Unit audit internal haruslah memiliki atau mendapatkan pengetahuan,
kecakapan, dan berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk
menjalankan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan.
3. Pengawasan
Unit audit internal haruslah memberikan kepastian bahwa bahwa
pelaksanaan pemeriksaan internal akan diawasi sebagaimana mestinya
auditor internal.
4. Kesesuaian dengan standar profesi
Auditor internal haruslah mematuhi standar profesi dalam melakukan
pemeriksaan.
5. Hubungan antar manusia dan kecakapan
Auditor internal haruslah memiliki kemampuan untuk menghadapi
orang lain dan berkomunikasi secara efektif.
6. Pendidikan berkelanjutan
Auditor internal harus mengembangkan kemampuan teknisnya melalui
pendidikan yang berkelanjutan.
7. Ketelitian profesional
Dalam melakukan pemeriksaan, para pemeriksa internal haruslah
bertindak dengan ketelitian profesional yang seharusnya.
2.1.1.6 Standar Profesi Audit Internal
Saat ini peran auditor internal semakin diandalkan dalam menjaga dan
mengembangkan efektivitas sistem pengendalian internal, pengelolaan risiko, dan
18
corporate governance. Agar dapat mengembangkan kepercayaan semakin besar
dan menjalankan peran dengan yang baik, auditor internal memerlukan Standar
Profesi Audit Internal.
Standar Profesi Audit Internal menurut Konsorsium Organisasi Profesi
Audit Internal (2004) terdiri dari:
1. Lingkup Penugasan
Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi
terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan
governance dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur,
dan menyeluruh.
1) Pengelolaan risiko
Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara
mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan
memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko
dan sistem pengendalian internal.
2) Pengendalian
Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam
memelihara pengendalian internal yang efektif dengan cara
mengevaluasi kecukupan, efisiensi, dan efektivitas pengendalian
tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian internal
secara berkesinambungan.
A. Berdasarkan hasil penelitian risiko, fungsi audit internal harus
mengevaluasi kecukupan dan efektivitas pengendalian internal,
19
yang mencakup governance, kegiatan operasi, dan sistem
informasi organisasi. Hal ini harus mencakup:
a) Efektivitas dan efisiensi operasi.
b) Keandalan dan integritas informasi.
c) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
d) Pengamanan aset organisasi.
B. Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana
sasaran dan tujuan program serta kegiatan operasi telah
ditetapkan dan sejalan dengan sasaran organisasi.
C. Auditor internal harus mereview kegiatan operasi dan program
untuk memastikan sampai sejauh mana hasil-hasil yang
diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang tekah
ditetapkan.
D. Untuk mengevaluasi sistem pengendalian internal diperlukan
kriteria yang memadai.
3) Proses governance
Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi
yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam
mencapai tujuan-tujuan berikut:
a) Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam
organisasi.
20
b) Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan
akuntabilitas.
c) Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian
kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi.
d) Secara efektif mengkoordinasikan informasi dan
mengkomunikasikan informasi diantara pimpinan, dewan
pengawas, auditor internal dan eksternal, serta manajemen.
2. Perencanaan Penugasan
Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan
rencana untuk setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup,
sasaran, waktu, dan alokasi sumber daya.
A. Pertimbangan perencanaan
Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus
mempertimbangkan:
a) Sasaran dari kegiatan yang sedang direvisi dan mekanisme
yang digunakan kegiatan tersebut dalam mengendalikan
kinerjanya.
b) Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumber daya, dan
operasi yang direview serta pengendalian internal yang
diperlukan untuk menekan dampak risiko ke tingkat yang dapat
diterima.
c) Kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan pengendalian
internal.
21
d) Peluang yang signifikan untuk meningkatkan pengelolaan
risiko dan pengendalian internal.
B. Sasaran penugasan
Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan.
C. Ruang lingkup penugasan
Agar sasaran penugasan tercapai maka fungsi audit internal harus
mempunyai ruang lingkup penugasan yang memadai.
D. Alokasi sumber daya penugasan
Auditor internal harus menentukan sumber daya yang sesuai untuk
mencapai sasaran penugasan. Penugasan staf harus didasarkan
pada evaluasi atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan
waktu, dan ketersediaan sumber daya.
E. Program kerja penugasan
Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program
kerja dalam rangka mencapai sasaran penugasan.
3. Pelaksanaan Penugasan
Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi,
menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang
memadai untuk mencapai penugasan.
A. Mengidentifikasi informasi
Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai,
handal, relevan, dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan.
22
B. Analisis dan evaluasi
Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil
penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat.
C. Dokumentasi informasi
Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan
untuk mendukung kesimpulan dan hasil penugasan.
D. Supervisi penugasan
Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan
tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatkan
kemampuan staf.
4. Komunikasi Hasil Penugasan
Auditor internal harus mengkomunikasikan hasil penugasan secara
tepat waktu.
A. Kriteria komunikasi
Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan,
simpulan, rekomendasi, dan rencana tindaknya.
a) Komunikasi akhir hasil penugasan, bila memungkinkan
membuat opini keseluruhan dan kesimpulan auditor internal.
b) Auditor internal dianjurkan memberikan apresiasi, dalam
komunikasi hasil penugasan, terhadap kinerja yang memuaskan
dari kegiatan yang direview.
23
c) Bila mana hasil penugasan disampaikan kepada pihak di laur
organisasi, maka pihak yang berwenang harus menetapkan
pembatasan dalam distribusi dan penggunaannya.
B. Kualitas komunikasi
Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan harus
akurat, obyektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat
waktu.
Jika komunikasi final mengandung kesalahan dan kealpaan,
penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan
informasi yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah
menerima komunikasi sebelumnya.
C. Pengungkapan atas ketidakpatuhan terhadap standar
Dalam hal terdapat ketidakpatuhan terhadap standar yang
mempengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hal-hal penugasan
harus mengungkapkan:
a) Standar yang tidak dipatuhi
b) Alasan ketidakpatuhan
c) Dampak dari ketidakpatuhan terhadap penugasan
D. Dimensi hasil penugasan
Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan
hasil penugasan kepada pihak yang berhak.
24
5. Pemantauan Tindak Lanjut
Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga
sistem untuk memantau tindak lanjut hasil penugasan yang telah
dikomunikasikan kepada manajemen.
2.1.2 Pengendalian Internal
2.1.2.1 Pengertian Pengendalian Internal
Pengendalian internal didefinisikan oleh IIA dalam Sawyer (2005:59)
sebagai:
“setiap tindakan yang diambil manajemen untuk meningkatkankemungkinan tercapainya tujuan dan sasaran yang ditetapkan.Pengendalian bisa bersifat preventif (untuk mencegah terjadinya hal-halyang tidak diinginkan), detektif (untuk mendeteksi dan memperbaiki hal-hal yang tidak diinginkan yang telah terjadi), atau direktif (untukmenyebabkan atau mengarahkan terjadinya hal yang diinginkan). Konsepsistem pengendalian merupakan gabungan komponen pengendalian yangterintegrasi dan aktivitas-aktivitas yang digunakan organisasi untukmencapai tujuan-tujuan dan sasaran- sasarannya.”
Definisi pengendalian internal menurut Committee of Sponsoring
Organization of The Treadway Commission (COSO) dalam Messier (2014:184)
adalah sebagai berikut:
“a system of internal control is designed and carried out by an entity’sboard of directors, management, and other personnel to provide resonableassurance about the achievement of the entity’s objectives in the followingcategories: (1) reliability, timeliness, and transparency of internal andexternal, nonfinancial, and financial reporting; (2) effectiveness andefficiency of operations, including safeguarding of assets; and (3)compliance with applicable laws and regulations.”
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa pengendalian internal adalah
sebuah proses dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya
25
dalam entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai mengenai
pencapaian tujuan dalam kategori berikut:
1. Efektivitas dan efisiensi operasi
2. Keandalan pelaporan keuangan
3. Kepatuhan terhadap hukum yang berlaku dan peraturan
Lima tujuan utama pengendalian internal adalah untuk meyakinkan:
1. Keandalan dan integritas informasi
2. Ketaatan dan kebijakan, rencana, prosedur, hukum, dan peraturan
3. Mengamankan aktiva
4. Penaksiran sumber daya yang ekonomis dan efisien
5. Pencapaian tujuan dan sasaran operasi atau program yang telah ditetapkan
Konsep dasar yang terkandung dalam definsi tersebut adalah:
1. Pengendalian internal adalah suatu proses. Ini adalah alat untuk mencapai
tujuan, bukan tujuan itu sendiri.
2. Pengendalian internal dipengaruhi oleh orang-orang. Hal ini tidak hanya
kebijakan dan bentuk yang manual, tetapi orang-orang di setiap tingkat
sebuah organisasi.
3. Pengendalian internal dapat diharapkan untuk menyediakan tidak hanya
keyakinan memadai, jaminan yang tidak mutlak, kepada manajemen dan
dewan entitas.
4. Pengendalian internal diarahkan untuk pencapaian tujuan dalam satu atau
lebih kategori terpisah tetapi tumpang tindih.
26
2.1.2.2 Tujuan Pengendalian Internal
Pengendalian internal dirancang dengan memperhatikan kepentingan
manajemen perusahaan dalam menyelenggarakan operasi usahanya, dan juga
harus memperhatikan aspek biaya yang harus dikeluarkan serta manfaat yang
diharapkan dalam rangka merancang suatu pengendalian internal yang baik, perlu
melihat tujuan pengendalian seperti yang dinyatakan Sunarto (2003:138) yang
dikutip dari Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission
(COSO) adalah sebagai berikut:
1. Reliability of financial reporting
2. Compliance with applicable laws and regulations
3. Effectiveness and efficiency of operations
Berdasarkan penjelasan di atas, pengendalian internal dapat dikatakan
memadai apabila dapat mencapai tujuan pengendalian internal yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Keandalan laporan keuangan
Pengendalian yang berkaitan dengan masalah kewajaran laporan keuangan
yang disajikan untuk pihak-pihak luar. Penyajian laporan keuangan
tersebut harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum,
dimana manajemen bertanggung jawab atas laporan keuangan yang
disajikan wajar.
27
2. Ketaatan pada hukum dan peraturan yang berlaku
Pengendalian internal dimaksudkan untuk memastikan bahwa segala
peraturan dan kebijakan telah ditetapkan manajemen untuk mencapai
tujuan perusahaan dan ditaati oleh para karyawan perusahaan tersebut.
3. Efektivitas dan efisiensi operasi
Pengendalian internal dimaksudkan untuk menghindari tanggung jawab
rangkap sehingga perlu adanya pemisahan tugas antara berbagai fungsi
operasi, penyimpanan, dan pencatatan. Pemisahan tugas ini tidak berarti
bahwa koordinasi ditiadakan. Jadi, pengendalian dalam suatu perusahaan
adalah alat untuk mencegah pemborosan kegiatan yang tidak diperlukan
dalam seluruh aspek, serta mencegah penggunaan sumber daya secara
tidak efisien. Bagian terpenting dari efektivitas dan efisiensi adalah
pengamanan aktiva dan catatan.
2.1.2.3 Komponen Pengendalian Internal
Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission
(COSO) menyatakan bahwa sistem pengendalian internal terdiri dari lima
komponen. Kelima komponen tersebut berasal dari para manajemen dalam
menjalankan bisnisnya, dan terintegrasi dengan proses manajemen. Kelima
komponen tersebut adalah:
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian suatu organisasi menembus semua bidang
organisasi dan mempengaruhi cara individu dalam pendekatan pengendalian
internal. Komponen dasar pengendalian internal menciptakan konteks jika
28
pengendalian internal ada. COSO mengidentifikasi integritas, nilai etika, dan
kompetensi dari orang entitas, manajemen filosofi dan gaya operasi; cara
manajemen memberikan wewenang dan tanggung jawab, mengatur dan
mengembangkan orang-orang itu, serta perhatian dan arah yang diberikan oleh
dewan direksi-direksi sebagai faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan
pengendalian organisasi.
2. Penilaian Risiko
Semua organisasi menghadapi risiko, yaitu ancaman terhadap
pencapaian tujuan. Semua risiko, baik internal maupun eksternal, perlu
dievaluasi. Menurut COSO, "Prasyarat untuk penilaian risiko adalah
penetapan tujuan, terkait pada tingkat yang berbeda dan konsisten secara
internal. Penilaian risiko adalah identifikasi dan analisis risiko yang relevan
dengan pencapaian tujuan, membentuk dasar untuk menentukan bagaimana
resiko harus dikelola. Karena ekonomi, industri, peraturan, dan kondisi
operasi akan terus berubah, mekanisme yang diperlukan untuk
mengidentifikasi dan menangani risiko khusus yang terkait dengan
perubahan". Identifikasi risiko dan analisis, keduanya penting untuk penilaian
risiko yang efektif.
Tujuannya dapat dibagi menjadi kategori berikut yang ditetapkan oleh COSO:
a. Tujuan operasi
b. Tujuan pelaporan keuangan
c. Tujuan kepatuhan
29
3. Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diambil oleh manajemen,
dewan, dan pihak lain untuk mengurangi risiko dan meningkatkan
kemungkinan bahwa tujuan didirikan dan saran akan tercapai. Rencana
manajemen, mengatur, dan mengarahkan kinerja tindakan yang cukup untuk
memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan dan sasaran akan dicapai.
Seperti faktor penentu keberhasilan yang dijelaskan di atas, kegiatan
pengendalian yang hadir di semua tingkat organisasi. Dan, kegiatan
pengendalian yang mereka rancang untuk membantu mencapai tujuan,
aktivitas pengendalian dapat dipisahkan ke dalam tiga kategori operasi,
pelaporan keuangan, dan kepatuhan. Tetapi, kegiatan pengendalian sering
dirancang untuk mengurangi beberapa risiko yang dapat mengancam tujuan
dalam lebih dari satu kategori.
Selain pembagian tugas, ada banyak kegiatan pengendalian yang
dikenal umum yang ada dalam sistem yang dirancang dengan baik, termasuk:
a. Performance reviews and follow-up activities.
b. Kuasa (persetujuan)
c. Kegiatan akses pengendalian IT
d. Dokumentasi
e. Kegiatan pengendalian akses fisik
f. Kegiatan pengendalian aplikasi IT
g. Verifikasi independen dan rekonsiliasi
30
4. Informasi dan Komunikasi
Interdependensi adalah alasan mengapa COSO menggabungkan
informasi dan komunikasi dalam komponen ini. Relevan, informasi yang
akurat, dan tepat waktu harus tersedia bagi individu pada semua tingkat
organisasi yang membutuhkan informasi tersebut untuk menjalankan bisnis
secara efektif. Tidak hanya harus diberikan informasi untuk personil yang
tepat sehingga mereka dapat melaksanakan operasi, pelaporan keuangan,
kepatuhan dan tanggung jawab mereka, tetapi komunikasi juga harus
dilakukan dalam arti yang lebih luas, berhubungan dengan harapan, tanggung
jawab individu dan kelompok, dan hal-hal penting lain. Komunikasi dengan
pihak eksternal juga penting dan dapat memberikan informasi penting pada
fungsi pengendalian. Partai-partai ini termasuk, namun tidak terbatas pada
pelanggan, pemasok, penyedia layanan regulator, auditor eksternal, dan
pemegang saham.
5. Pemantauan
Pemantauan paling efektif bila pendekatan berlapis diimplementasikan.
Lapisan pertama meliputi kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh
manajemen dari suatu daerah tertentu. Lapisan kedua adalah evaluasi yang
terpisah dari pengendalian internal di daerah itu dilakukan oleh manajemen
secara berkala untuk memastikan bahwa setiap kekurangan yang ada
diidentifikasi dan diselesaikan tepat waktu. Lapisan ketiga adalah penilaian
independen oleh daerah di luar atau fungsi, sering fungsi audit internal,
dilakukan untuk memvalidasi hasil self-assessment manajemen organisasi
31
dengan tingkat yang lebih tinggi dari keyakinan bahwa sistem pengendalian
internal tetap efektif dan membantu memastikan kekurangan pengendalian
internal diidentifikasi dan tepat waktu.
2.1.2.4 Keterbatasan Pengendalian Internal
Pengendalian internal diimplementasikan untuk mengurangi risiko yang
mengancam pencapaian tujuan organisasi atau untuk memungkinkan organisasi
untuk berhasil mengejar peluang. Hal ini disebabkan keterbatasan inheren
pengendalian internal. Secara khusus, COSO menunjuk keterbatasan berikut
sebagai melekat pada pengendalian internal:
1. Penilaian manusia dalam pengambilan keputusan dapat rusak.
2. Kerusakan dapat terjadi karena kegagalan manusia seperti kesalahan
sederhana atau kesalahan yang disengaja.
3. Pengendalian dapat dielakkan oleh kolusi dari dua orang atau lebih.
4. Manajemen memiliki kemampuan untuk mengesampingkan sistem
pengendalian internal.
5. Pengendalian harus dipertimbangkan dari segi biaya mereka dibandingkan
dengan manfaatnya.
Adapun yang keterbatasan pengendalian internal yang dikemukakan oleh
Sunarto (2003:139)
1. Kesalahan dalam pertimbangan
Seringkali manajemen dan personel lain dapat salah mempertimbangkan
keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin
karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu, atau tekanan lain.
32
2. Gangguan
Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena
personil secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena
kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat
sementara atau permanen dalam personil atau dalam sistem dan prosedur
dapat pula mengakibatkan gangguan.
3. Kolusi
Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut
dengan kolusi (collusion). Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya
pengendalian internal yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas
dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya
kecurangan oleh pengendalian internal yang dirancang.
4. Pengabaian oleh manajemen
Manajemen dapat mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah
ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi
manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan atau kepatuhan
semu.
5. Biaya lawan manfaat
Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian internal tidak
boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian internal
tersebut, karena pengukuran secara tepat baik biaya maupun manfaat
biasanya tidak mungkin dilakukan, manajemen harus memperkirakan dan
mengevaluasi biaya dan manfaat suatu pengendalian internal.
33
2.1.3 Kecurangan (Fraud)
2.1.3.1 Pengertian Kecurangan
Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:63)
kecurangan adalah:
“Kecurangan mencakup perbuatan melanggar hukum dan perundanganlainnya yang dilakukan dengan niat untuk berbuat curang. Perbuatantersebut dilakukan dengan sengaja demi keuntungan atau kerugian suatuorganisasi oleh orang dalam atau juga oleh orang di luar organisasitersebut.”
Menurut The Insitute of Internal Auditors (2009) adalah:
“Any illegal act characterized by deceit, concealment, or violation oftrust. These acts are not dependent upon the threat of violence or physicalforce. Frauds are perpetrated by parties and organizations to obtainmoney, property, or services; to avoid payment or loss of services; or tosecure personal or business advantage.”
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa setiap tindakan ilegal ditandai
dengan penipuan, penyembunyian, atau pelanggaran kepercayaan. Tindakan ini
tidak tergantung pada ancaman kekerasan atau kekuatan fisik. Penipuan yang
dilakukan oleh pihak luar dan organisasi untuk memperoleh uang, properti, atau
jasa, untuk menghindari pembayaran atau kehilangan jasa atau untuk keuntungan
pribadi atau bisnis.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecurangan merupakan
suatu perbuatan yang bertentangan dengan kebenaran dan dilakukan dengan
sengaja untuk memperoleh sesuatu yang bukan merupakan hak pelakunya
sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.
34
2.1.3.2 Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Kecurangan
Karni (2000:38) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong
terjadinya kecurangan adalah sebagai berikut:
1. Lemahnya pengendalian internal
a. Manajemen tidak menekan perlunya peranan pengendalian internal
b. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan
c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadi conflict of
interest
d. Auditor internal tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para
eksekutif terutama menyangkut pengeluaran yang besar
2. Tekanan keuangan terhadap seseorang
a. Banyaknya hutang
b. Pendapatan rendah
c. Gaya hidup mewah
3. Tekanan non finansial
a. Tuntutan pimpinan di luar kemampuan bawahan
b. Direktur menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa
dikonsultasikan dengan karyawan
c. Penurunan penjualan
4. Indikasi lain
a. Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai
b. Meremehkan integritas pribadi
c. Kemungkinan koneksi dengan organisasi kriminal
35
Menurut Tunggal (2012:12) menjelaskan terdapat tiga kondisi yang
menyebabkan terjadinya kecurangan, yang dinamakan segitiga kecurangan (fraud
triangle), yaitu:
1. Insentif/tekanan
Manajemen atau pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan untuk
melakukan kecurangan
2. Kesempatan
Situasi yang memberikan kesempatan manajemen atau pegawai
melakukan kecurangan
3. Sikap/rasionalisasi
Adanya suatu sikap, karakteristik atau seperangkat nilai etika yang
memungkinkan manajemen atau pegawai melakukan tindakan yang tidak
jujur, atau mereka berada dalam suatu lingkungan yang memberikan
mereka tekanan cukup besar sehingga menyebabkan mereka membenarkan
melakukan perilaku yang tidak jujur tersebut.
2.1.3.3 Tanda-Tanda Adanya Kecurangan
Kecurangan dapat ditangani sedini mungkin oleh manajemen atau audit
internal apabila jeli dalam melihat tanda-tanda kecurangan tersebut. Tanda-tanda
kecurangan seperti yang disebutkan oleh Tunggal (2011:61) antara lain:
1. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan
tahun-tahun sebelumnya
2. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas
3. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan
36
4. Pengendalian operasi yang tidak baik
5. Situasi karyawan yang sedang dalam tekanan.
Biasanya kecurangan muncul dibarengi dengan red flag. Karena hampir
semua kecurangan terjadi selalu dibarengi dengan red flag atau gejala kecurangan.
Dengan memahami gejala kecurangan manajemen dapat mengidentifikasikan
kondisi kecurangan yang kemungkinan besar akan terjadi atau telah terjadi.
Red flag atau fraud indicators (gejala atau indikator kecurangan) dapat
didefinisikan sebagai petunjuk awal kecurangan yang ditunjukkan oleh
munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup atau
perilaku seseorang dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan,
ataupun kecurigaan dari rekan kerja. Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin
melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan kondisi/keadaan
lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakteristik yang bersifat
kondisi/situasi tertentu, perilaku/kondisi seseorang (Amrizal, 2004).
Setianto et al (2008:28) mengemukakan ada tanda-tanda awal (red flags)
terjadinya kecurangan sebagai berikut:
1. Situasi pribadi yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidak
diharapkan, seperti dililit hutang, dan menderita sakit berat.
2. Keadaan perusahan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidak
semestinya, seperti kesulitan ekonomi, banyaknya hutang, meningkatnya
persaingan, dan kredit pinjaman yang terbatas.
37
3. Risiko pengendalian yang spesifik, seperti satu orang menangani semua
bagian dari suatu transaksi yang penting, supervisi yang buruk, penugasan
dan tanggung jawab yang tidak jelas.
2.1.3.4 Unsur-Unsur Kecurangan
Suatu kecurangan terdiri dari unsur-unsur penting yang digunakan untuk
menguji tanda-tanda adanya kecurangan atau tidak. Simon (2003:1) menyatakan
bahwa:
“Fraud occurs when all of the following element exist:1. An individual or an organization intentionally makes an untrue
representation about an important fact or event;2. The untrue representationis belived by the victim (the person or
organization to whom the representation has been made);3. The victim relies and acts upon the untrue representation;4. The victim suffers loss of money and or property as a result of relying
upon and acting upon the untrue representation.”
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1. Adanya unsur kesengajaan dari seseorang atau sebuah organisasi dengan
sengaja membuat perjanjian yang tidak benar tentang fakta atau peristiwa
penting;
2. Adanya kepercayaan yang diyakini oleh korban fraud terhadap penyajian
yang keliru;
3. Adanya kepercayaan dari korban fraud untuk melaksanakan penyajian
yang keliru tersebut;
4. Korban fraud menderita kerugian hak milik atau uang karena telah
mempercayai dan bertindak sesuai dengan penyajian yang keliru tersebut.
38
2.1.3.5 Jenis dan Bentuk Kecurangan
Jenis-jenis kecurangan yang dikemukakan oleh Setianto (2008:11) adalah
sebagai berikut:
1. Employee embezzlement atau occupational fraud, yaitu kecurangan yang
dilakukan pegawai karena jabatan atau kedudukannya dalam organisasi.
Yang menjadi korban atau yang dirugikan adalah organisasi atau
perusahaan.
2. Management fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan oleh manajemen,
biasanya dengan melakukan penyajian laporan keuangan yang tidak benar
untuk keuntungan organisasi atau perusahaan. Untuk menarik investor,
manajemen merekayasa laporan keuangannya yang tidak baik menjadi
seolah-olah menguntungkan (hal ini dikenal juga sebagai fraudulent
financial reporting). Yang menjadi korban disini adalah publik investor.
Bila dampaknya sangat material dan kasusnya terungkap, dapat
mengakibatkan kebangkrutan dan merugikan semua stakeholder
perusahaan. Management fraud ini termasuk dalam kategori kejahatan
kerah putih (white collar crime).
3. Investment scam, yaitu kecurangan yang dilakukan dengan membujuk
investor untuk menanamkan uangnya pada suatu bentuk investasi dengan
janji akan memperoleh hasil investasi yang berlipat dalam waktu cepat.
Untuk meyakinkan investor, pada awal mulai investasi investor diberikan
hasil seperti yang dijanjikan, tetapi pada waktu kemudian, macet.
39
4. Vendor fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan oleh pemasok atau
organisasi yang menjual barang/jasa dengan harga yang terlalu tinggi
dibandingkan dengan kualitasnya, atau barang/jasanya tidak direalisasikan
walaupun pembeli telah membayar. Korbannya adalah pembeli. Jika
pembelinya suatu organisasi atau perusahaan, penjual sering memberikan
pengembalian (kickback) kepada petugas pembelian, karena vendor fraud
sering dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan pejabat terkait.
5. Costumer fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan pembeli/pelanggan.
Pembeli tidak/kurang membayar harga barang/jasa yang diterima,
korbannya adalah penjual.
6. Computer fraud, adalah kecurangan yang dilakukan dengan cara merusak
program komputer, file data, sistem operasi, alat atau media yang
digunakan yang mengakibatkan kerugian bagi organisasi yang sistem
komputerisasinya dimanipulasi.
2.1.4 Pencegahan Kecurangan (Fraud)
Pencegahan kecurangan merupakan tanggung jawab dari manajemen
perusahaan. Auditor internal bertanggung jawab untuk memeriksa dan
mengevaluasi kecukupan dan efektivitas langkah-langkah tindakannya yang telah
diambil oleh manajemen untuk memenuhi kewajiban tersebut (Tunggal,
2012:144). Tetapi tindakan mencegah dan mengawasi sistem pengendalian
internal yang dibuat oleh manajemen dapat menjadi layanan audit internal tersebut
dan bertujuan untuk membantu kinerja organisasi agar berjalan dengan baik.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka auditor internal harus melakukan
40
penelusuran untuk mencegah kecurangan dan mengidentifikasi semua kecurangan
yang mungkin terjadi.
Kecurangan merupakan masalah yang serius dan membutuhkan
pengawasan yang ketat sehingga adanya kecurangan dapat dicegah sedini
mungkin. Berikut teknik-teknik yang harus dilakukan dalam pencegahan
kecurangan yang dikemukakan oleh K.H Spencer Picket (2011:614-618):
1. Good recruitment procedures
2. Independent checks over work
3. Reguler staff meeting
4. An employee code of conduct
5. Good communication
Dari kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa teknik pencegahan
kecurangan yang dapat dilakukan diantaranya dengan membuat prosedur
perekrutan yang tepat bagi perusahaan karena hal ini merupaan langkah awal
pencegahan kecurangan. Namun prosedur yang tepat pun tidak berarti apabila
tanpa dukungan karyawan perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan auditor yang
independen tehadap pemeriksaan atas pekerjaannya. Dan untuk menciptakan
hubungan yang baik antara manajemen dan karyawan maka manajemen sebaiknya
selalu mengadakan pertemuan atau rapat yang dapat memberikan keleluasaan
untuk menyiapkan aspirasi atau keluhan-keluhan yang dihadapi sehingga dari
pertemuan yang terjadi dapat memperlihatkan tingkah laku dari masing-masing
karyawan dapat diketahui sehingga terjadi komunikasi yang baik.
41
2.1.4.1 Syarat Penemuan Fraud
Standar audit pada dasarnya mampu mengetahui adanya kesalahan yang
disengaja atau tidak disengaja. Menurut Tunggal (2000:71-73) bahwa syarat
penemuan fraud terdiri dari:
1. Penemuan fraud
Audit internal diharapkan dapat menemukan kelemahan atau kecurangan
yang terjadi dalam perusahaan, sehingga semua aktivitas yang
bertentangan dengan prosedur atau kebijakan perusahaan dapat dicegah
dan diatasi. Temuan-temuan hasil audit harus berdasarkan pada:
1) Kriteria yang artinya berbagai standar, ukuran atau harapan dalam
melakukan evaluasi
2) Kondisi yaitu berbagai bukti nyata yang ditemukan oleh auditor
internal
3) Sebab yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan
antara kondisi yang diharapkan dan kondisi sesungguhnya
4) Akibat yaitu berbagai resiko atau kerugian yang dihadapi oleh
organisasi dari pihak yang diaudit atau unit organisasi lain karena
terdapatnya kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria (dampak dari
perbedaan)
5) Dalam laporan tentang berbagai temuan, dapat pula dicantumkan
berbagai rekomendasi, hasil yang telah dicapai oleh pihak yang
diaudit, dan informasi lain bersifat membantu yang tidak dicantumkan
di tempat lain.
42
2. Bukti yang cukup kompeten
Bukti yang kompeten dan faktual dan meyakinkan diperoleh dengan
menngunakan teknik audit yang tepat.
3. Pendekatan audit
Dalam hal pendekatan audit dilakukan agar auditor internal dengan mudah
melakukan evaluasi atau penilaian terhadap informasi yang diperoleh.
Menurut Tunggal (2000:81-84) bahwa pendekatan audit terdiri dari:
a. Analisis ancaman
b. Survei pendahuluan
c. Audit program
d. Pemilihan tim audit
2.1.4.2 Ruang Lingkup Fraud Auditing
Ruang lingkup fraud auditing merupakan pembatasan-pembatasan tertentu
dalam melakukan audit. Menurut Tunggal (2000:77-80) ruang lingkup fraud
auditing meliputi:
1. Tingkat materialitas
2. Biaya
3. Informasi yang sensitif
4. Pengembangan integritas
Berikut ini akan dijelaskan hal-hal yang terdapat dalam ruang lingkup
fraud auditing:
43
1. Tingkat materialitas
Dimana suatu kecurangan tetap dianggap material secara kualitatif dan
tidak menjadi masalah terhadap beberapa jumlah uang yang tersangkut,
yang artinya adalah:
a. Kecurangan, menurut sifatnya dapat berkembang apabila tidak
dicegah.
b. Eksistensi kecurangan itu sendiri menunjukkan adanya suatu
kelemahan dalam pengetahuan.
c. Kecurangan secara tidak langsung menyatakan masalah integritas
mempunyai konsekuensi yang jauh dari jangkauan. Manajemen
melakukan korupsi, maka perusahaan dan manajemen eksekutif akan
menghadapi konsekuensi hukum dan akan mencoreng serta merugikan
publisitas perusahaan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007:6) No. 1 tentang Penyajian
Laporan Keuangan paragraf 30, materialitas adalah:
“Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan satukesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhikeputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan.Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilaisesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan(omission) atau kesalahan dalam mencatat (misstatement). Karenanyamaterialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah daripada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agarinformasi dipandang berguna.”
Oleh karena itu, tingkat materialitas merupakan salah satu faktor yang
mmempengaruhi pertimbangan audit internal dalam menentukan jumlah
bukti yang cukup diperoleh. Informasi yang diperoleh dipandang material
44
apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat
informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang
diambil dari dasar laporan keuangan.
2. Biaya
Untuk biaya manajemen harus menganalisis keadaan biaya serta
keseluruhan atau manfaat dari perluasan audit dan tindakan-tindakan yang
akan diambil untuk mencegah kecurangan pada masa yang akan datang.
Misalnya jika kecurangan terjadi yang melibatkan persengkongkolan
beberapa karyawan yang menyangkut pemalsuan dokumen. Penipuan
semacam itu cenderung tidak terungkap dalam audit yang normal.
3. Informasi yang sensitif
Perusahaan yang mengetahui ruang lingkup fraud segera membuat
kebijakan untuk menghalangi dan mendeteksi aktivitas fraud. Sifat sensitif
dari aktifitas fraud atau dicurigai adanya aktivitas demikian membutuhkan
suatu petunjuk formal dalam pelaporan dan praktek penyelidikannya.
4. Pengembangan integritas
Auditor internal sering kali diminta untuk program peningkatan integritas.
Dimana prioritas manajemen ditinjau bersama seluruh karyawan.
Sehubungan dengan itu hal yang berjalan seiring dengan pengungkapan
kecurangan adalah peningkatan integritas dalam organisasi (Tugiman,
1999:26)
Dengan melihat pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa dengan
peningkatan integritas dalam organisasi fraud dengan mudah dapat
45
diungkapkan karena adanya kejujuran dan sikap yang tegas dari karyawan.
Disamping itu keinginan untuk menghindari perbedaan pendapat,
keinginan untuk menghindari pengambilalihan manajemen adalah topik
yang mungkin perlu pada program peningkatan integritas.
2.1.5 Pendeteksian Fraud
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, risiko yang dihadapi perusahaan
diantaranya adalah integrity risk, yaitu risiko adanya kecurangan oleh manajemen
atau pegawai perusahaan, tindakan ilegal, atau tindak penyimpangan lainnya yang
dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Adanya risiko tersebut mengharuskan auditor internal untuk menyusun
tindakan pencegahan/prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan
sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya.
Tetapi, pencegahan saja tidaklah memadai, auditor internal harus
memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-
kecurangan yang timbul. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik
tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya
pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul
dalam perusahaan.
Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-bukti sifatnya
tidak langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh
munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup atau
perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan
ataupun kecurangan dari rekan kerja. Pada awalnya, kecurangan ini akan
46
tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan
kondisi/keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakteristik yang
bersifta kondisi situasi tertentu, perilaku/kondisi seseorang personal tersebut
dinamakan red flag (fraud indicators). Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak
selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu
muncul disetiap kasus kecurangan yang terjadi.
Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap red flag tersebut dapat
membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi
adanya kecurangan. Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian
kecurangan berdasar penggolongan kecurangan oleh Association of Certified
Fraud Examination (2000) sebagai berikut:
1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi
melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:
a. Analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis
hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau
laporan arus kas dnegan menggambarkannya salam presentase.
Sebagai contoh, adanya kenaikan presentase hutang niaga dengan total
hutang dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya penurunan
presentase biaya penjualan dengan total penjualan dari 20% menjadi
17% mungkin dapat menjadi satu dasar adanya pemeriksaan
kecurangan.
47
b. Analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentase-
persentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode
laporan. Sebagai contoh, adanya kenaikan penjualan sebesar 80%
sedangkan harga pokok mengalami kenaikan 140%. Dengan asumsi
tidak ada perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan
pembelian, maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan adanya
pembelian fiktif, penggelapan, atau transaksi ilegal lainnya.
c. Analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai
item dalam laporan keuangan. Sebagai contoh adalah current ratio,
adanya penggelapan uang atau pencurian kas dapat menyebabkan
turunnya perhitungan rasio tersebut.
2. Penyalahgunaan Aset (Misappropriation Asset)
Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat
banyak variasinya. Namun pemahaman yang tepat atas pengendalian
internal yang baik dalam pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam
melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, terdapat
banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap
kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat
dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya, untuk
mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi
yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut akan sangat efektif bila
digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metode deteksi akan
menunjukkan gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut
48
untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu, metode-metode
tersebut akan menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam pengendalian
internal dan memberi peringatan pada auditor akan adanya potensi
terjadinya kecurangan di masa mendatang.
Teknik-teknik yang digunakan untuk mendeteksi kecurangan (fraud) yaitu
sebagai berikut:
1) Analytical review
Suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan
ketidakbiasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai
contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan
dengan penjualannya bersihnya yang dapat mengindikasikan adanya
pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bila dibandingkan
dengan tingkat penjualannya. Metode analitis lainnya adalah
perbandingan pembelian persediaan bahan baku dengan tahun
sekarang yang mungkin mengindikasikan adanya kecurangan
overbilling scheme atau kecurangan pembelian ganda.
2) Statistical sampling
Sebagaimana persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara
samping untuk menentukan ketidakbiasaan (irregularities), metode
deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu atributnya,
misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar alamat PO BOX akan
menugkapkan adanya pemasok fiktif vendor or outsider complaints
atau keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat
49
deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
3) Site visit – observation
Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya
pengendalian internal di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap
bagaimana transaksi akuntansi dilaksanakan kadangkala akan memberi
peringatan pada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai
potensi bermasalah.
3. Korupsi (Corruption)
Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan
kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan
menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas snagkaan terjadinya
kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau
transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari
karakteristik (red flag) si penerima maupun di pemberi.
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan dalam
penelitian ini dipaparkan dalam Tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Peneliti Hasil Penelitian1. Paul Coram
dkk
(2006)
“The Value ofInternal Audit inFraud Detection”
Terdapat hubungan positif yangsiginifikan antara sebuahorganisasi yang memiliki fungsiaudit internal dan jumlah nilaipenipuan yang dilaporkan sendiri.
50
2. Oguda NdgeJoseph dkk
(2015)
“Effect of InternalControl on FraudDetection andPrevention in DistrictTreasuries ofKakamega County”
Terdapat hubungan positif yangsignifikasn antara sistempengendalian internal danpendeteksian fraud danpencegahan dan kas sub-countydi Kakamega County.
3. OlowojaluMonisula
(2013)
“Effect of InternalAudit On Preventionof Frauds, Errors, andIrregularities inCorporateOrganization”
Hasil penelitian menunjukkanbahwa keberadaan departemenaudit internal memiliki dampakpositif dalam mengendalikanfraud dan penyimpangan dalamkebanyakan organisasi.
4. Gea AultaGama
(2011)
“Manfaat AuditInternal TerhadapPencegahanKecurangan”
Dapat disimpulkan bahwa denganmemadainya audit internal di PTINTI maka tingkat pencegahankecurangan pun tinggi. Sehinggaaudit internal memilki manfaatterhadap pencegahan kecurangan.
Sumber: data diolah
2.3 Kerangka Pemikiran
Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang
dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam
organisasi untuk menentukan apakah informasi keuangan dan operasi telah akurat
dan dapat diandalkan, risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan
diminimalisasi, peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang
bisa diterima dan diikuti, kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi, sumber
daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis, dan tujuan organisasi telah
dicapai secara efektif–semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan
dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan
tanggung jawabnya secara efektif (Sawyers et al, 2005:10).
51
Secara lebih spesifik, organisasi mengandalkan fungsi audit intern untuk
membantu memastikan bahwa proses manajemen risiko, lingkup pengendalian
secara keseluruhan dan efektivitas kinerja dari proses usaha telah konsisten
dengan ekspektasi manajemen. Fungsi audit internal saat ini tidak sekedar dituntut
menemukan permasalahan namun sekaligus menjadi bagian dari solusi dan
memberikan usulan perbaikan. Audit internal terlibat dan berperan aktif
memantau aktivitas unit bisnis dan memberikan peran konsultatif dalam
pelaksanaan proses operasi perusahaan. Dengan demikian, peran audit internal
tidak hanya sebatas sebagai “detector” namun bisa lebih yaitu sebagai pencegah
yang diharapkan mampu mendukung dan mendorong proses terwujudnya good
governance (Saptapradipta, 2013). Pelaksanaan audit internal juga dapat berfungsi
meminimalisir risiko yang mungkin terjadi di perusahaan seperti mendeteksi
kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud). Jadi semakin tinggi pelaksanaan
audit internal, maka akan semakin tinggi pula pendeteksian kecurangan (fraud).
Pengendalian internal adalah sebuah proses dipengaruhi oleh dewan
direksi, manajemen, dan personil lainnya dalam entitas, yang dirancang untuk
memberikan keyakinan memadai mengenai pencapaian tujuan dalam
meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan,
dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku dan peraturan (Messier, 2014:184).
Pengendalian internal yang efektif dapat membantu memaksimalkan
kegiatan operasional perusahaan. Dalam hal ini pengendalian internal juga dapat
berfungsi meminimalisir risiko yang mungkin terjadi di perusahaan seperti
mendeteksi kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud). Jadi semakin tinggi
52
efektivitas pengendalian internal, maka akan semakin tinggi pula pendeteksian
kecurangan (fraud).
Kecurangan mencakup perbuatan melanggar hukum dan perundangan
lainnya yang dilakukan dengan niat untuk berbuat curang. Perbuatan tersebut
dilakukan dengan sengaja demi keuntungan atau kerugian suatu organisasi oleh
orang dalam atau juga oleh orang di luar organisasi tersebut (Konsorsium
Organisasi Profesi Audit Internal, 2004:63).
Teknik pencegahan kecurangan yang dapat dilakukan diantaranya dengan
membuat prosedur perekrutan yang tepat bagi perusahaan karena hal ini merupaan
langkah awal pencegahan kecurangan. Namun prosedur yang tepat pun tidak
berarti apabila tanpa dukungan karyawan perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan
auditor yang independen terhadap pemeriksaan atas pekerjaannya. Dan untuk
menciptakan hubungan yang baik antara manajemen dan karyawan maka
manajemen sebaiknya selalu mengadakan pertemuan atau rapat yang dapat
memberikan keleluasaan untuk menyiapkan aspirasi atau keluhan-keluhan yang
dihadapi sehingga dari pertemuan yang terjadi dapat memperlihatkan tingkah laku
dari masing-masing karyawan dapat diketahui sehingga terjadi komunikasi yang
baik.
Tetapi, pencegahan saja tidaklah memadai, auditor internal harus
memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-
kecurangan yang timbul. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik
tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya
pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul
53
dalam perusahaan. Dengan adanya pelaksanaan audit internal yang baik dan
sesuai prosedur serta efektivitas pengendalian internal yang tinggi kemungkinan
untuk mendeteksi secara dini adanya kecurangan (fraud) dalam perusahaan akan
semakin tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud untuk
menggambarkannnya dalam bentuk bagain kerangka pemikiran sebagai bentuk
alur pemikiran peneliti yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.1Paradigma Kerangka Konseptual Penelitian
2.4 Hipotesis Penelitian
H1 : Pelaksanaan audit internal secara parsial berpengaruh terhadap
pendeteksian kecurangan pada Bank Woori Saudara
H2 : Efektivitas pengendalian internal secara parsial berpengaruh terhadap
Pendeteksian kecurangan pada Bank Woori Saudara
Pelaksanaan Audit Internal(X1)
Efektivitas Pengendalian Internal(X2)
PendeteksianKecurangan (Fraud)
(Y)
54
H3 : Pelaksanaan audit internal, efektivitas pengendalian internal secara
simultan berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan pada Bank Woori
Saudara