ikma10fkmua.files.wordpress.com · Web viewCost-oriented pricing adalah strategi penentuan harga...
-
Upload
nguyenthuan -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of ikma10fkmua.files.wordpress.com · Web viewCost-oriented pricing adalah strategi penentuan harga...
BAB I
BIAYA PRODUKSI
1.1. Konsep Biaya Produksi
Kegiatan produksi dan biaya adalah hal yang tidak terpisahkan. Biaya
memiliki pengaruh terhadap tingkat suatu produksi. Perusahaan harus dapat
menentukan strategi produksi yang tepat untuk dapat memproduksi output pada
biaya terendah. Produksi berlangsung dengan jalan mengolah masukan (input)
menjadi keluaran (out put). Masukan merupakan pengorbanan biaya yang tidak
dapat dihindarkan untuk melakukan kegiatan produksi.
Setiap pengusaha harus dapat menghitung biaya produksi agar dapat
menetapkan harga pokok barang yang dihasilkan. Untuk menghitung biaya
produksi terlebih dahulu harus dipahami pengertiannya.
Biaya dalam pengertian ekonomi ialah semua beban yang harus ditanggung
untuk menyediakan suatu barang agar siap dipakai oleh konsumen.
Biaya dalam pengertian produksi ialah semua beban yang harus ditanggung oleh
produsen untuk menghasilkan suatu produksi. Sehingga biaya produksi adalah
beban yang harus ditanggung oleh produsen dalam bentuk uang untuk
menghasilkan suatu barang.
Menetapkan biaya produksi berdasarkan pengertian tersebut memerlukan
kecermatan karena ada yang mudah diidentifikasikan, tetapi ada juga yang sulit
diidentifikasikan hitungannya.
Biaya produksi dapat meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Bahan baku atau bahan dasar termasuk bahan setengah jadi
1
2. Bahan-bahan pembantu atau penolong
3. Upah tenaga kerja dari tenaga kerja kuli hingga direktur
4. Penyusutan peralatan produksi
5. Uang modal sewa
6. Biaya penunjang seperti biaya angkut, biaya administrasi, pemeliharaan,
biaya listrik, biaya keamanan dan asuransi
7. Biaya pemasaran seperti biaya iklan
8. Pajak
Secara umum unsur biaya tersebut dapat dibagi atas tiga komponen biaya,
berikut:
1. Komponen biaya bahan, meliputi semua bahan yang berkaitan langsung
dengan produksi.
2. Komponen biaya gaji / upah tenaga kerja.
3. Komponen biaya umum (biaya over head pabrik) meliputi semua
pengorbanan yang menunjang terselenggaranya proses produksi.
1.2. Klasifikasi Biaya
Untuk keperluan analisis, biaya dapat dikelompokkan menurut beberapa
kriteria, yaitu :
1. Pembagian biaya berdasarkan pengaruhnya pada skala produksi.
a. Biaya tetap (fixed cost = FC), yaitu biaya yang nilainya secara relatif
tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi (output). Biaya ini
harus tetap dikeluarkan walaupun tidak ada pelayanan. Contoh FC
adalah nilai dari gedung yang digunakan, nilai dari peralatan (besar)
kedokteran, ataupun nilai tanah. Nilai gedung dimasukan dalam FC
2
sebab biaya gedung yang digunakan tidak berubah baik ketika
pelayanannya meningkat maupun menurun. Demikian pula dengan
alat kedokteran. Biaya stetoskop relatif tetap, baik untuk memeriksa
dua pasien maupun sepuluh pasien. Artinya biaya untuk memeriksa
dengan suatu alat pada dua pasien sama dengan biaya untuk
memeriksa sepuluh pasien. Dengan demikian biaya alat adalah tetap
dan tidak berubah meskipun jumlah pasien yang dilayani berubah.
b. Biaya variabel (variabel cost = VC), adalah biaya yang nilainya
dipengaruhi oleh banyaknya output . Contoh yang termasuk dalam
VC adalah biaya obat, biaya makan, biaya alat tulis kantor, biaya
pemeliharaan.
Biaya obat dan makanan dimasukan dalam VC karena jumlah biaya
tersebut secara langsung dipengaruhi oleh banyaknya pelayanan
yang diberikan. Biaya obat dan makanan untuk melayani dua pasien
akan berbeda dengan biaya obat dan makanan untuk melayani
sepuluh pasien. Dengan demikian besarnya biaya obat atau makanan
akan selalu berpengaruh secara langsung oleh banyaknya pasien
yang dilayani.
Pada umumnya besar volume produksi sudah direncanakan secara
rutin. Oleh sebab itu VC sering juga disebut dengan biaya rutin.
Dalam praktek sering kali dialami kesulitan untuk membedakan
secara tegas apakah suatu biaya termasuk FC atau VC. Contoh dalam
menentukan gaji pegawai misalnya, apakah gaji pegawai dimasukan
dalam FC atau VC. Gaji pegawai kadang–kadang tidak dipengaruhi
3
oleh besarnya output terutama pada fasilitas pemerintah. Dalam
praktek misalnya, penambahan (kenaikan gaji) atau pengurangan
gaji pegawai terutama pada fasilitas pemerintah, tidak semudah
seperti penurunan dan penambahan output pelayanan. Berdasarkan
teori, biaya pegawai sebenarnya dipengaruhi oleh besarnya output.
Di sebuah poliklinik misalnya jika pasien rawat jalan naik pada
jumlah tertentu perlu ditambah tenaga sehingga besar biaya pegawai
akan berubah seiring dengan bertambahnya jumlah pasien. Oleh
sebab itu ada yang mengelompokan gaji pegawai sebagai semi
variable cost (SVC).
c. Total cost adalah jumlah dari fixed cost ditambah variabel cost.
2. Pembagian biaya berdasarkan lama penggunaannya.
a. Biaya Investasi, adalah biaya yang masa kegunaannya dapat
berlangsung untuk waktu yang relatif lama. Biasanya waktu untuk
biaya investasi ditetapkan lebih dari satu tahun. Batas satu tahun
ditetapkan atas dasar kebiasaan merencanakan dan merealisasi
anggaran untuk jangka waktu satu tahun. Biaya investasi ini
biasanya berhubungan dengan pembangunan atau pengembangan
infrastruktur fisik dan kapasitas produksi (alat produksi). Contoh
yang termasuk dalam biaya investasi antara lain biaya pembangunan
gedung, biaya pembelian mobil, biaya pembelian peralatan besar dan
sebagainya.
Di beberapa instansi, penetapan apakah suatu biaya termasuk biaya
investasi atau tidak dilakukan dengan melihat harga (nilai) suatu
4
barang. Pada umumnya besar biaya investasi sudah ditetapkan
sebelumnya. Misalnya, jika batas yang ditentukan adalah Rp.
100.000,- maka barang yang nilainya kurang dari Rp. 100.000,- tidak
termasuk dalam biaya investasi, meskipum penggunaannya dapat
lebih dari satu (biaya tersebut dimasukan dalam biaya operasional).
Biaya investasi dihitung dari nilai barang investasi yang
disetahunkan (AIC atau biaya depresiasi atau biaya penyusutan).
Nilai barang investasi dalam analisis biaya harus memperhitungkan
(1) harga satuan (nilai awal barang) masing-masing jenis barang
investasi, (2) lama pemakaian barang tersebut, (3) laju inflasi
(tingkat bunga bank) dan (4) umur ekonomis barang tersebut.
Biaya penyusutan (depreciation cost), adalah biaya yang timbul
akibat terjadinya pengurangan nilai barang investasi (asset) sebagai
akibat penggunaannya dalam proses produksi. Setiap barang
investasi yang dipakai dalam proses produksi akan mengalami
penyusutan nilai, baik karena makin usang atau karena mengalami
kerusakan fisik. Nilai penyusutan barang investasi, seperti gedung,
kendaraan, dan peralatan, disebut sebagai biaya penyusutan.
Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menghitung
penyusutan adalah metode penyusutan garis lurus (straight line
method) dimana jumlah historis yang sama dikurangi setiap tahun.
Pada umumnya analisis biaya dilakukan untuk satu kurun waktu
tertentu, misalnya satu tahun anggaran, maka untuk itu perlu dicari
5
nilai biaya investasi setahun, sehingga biaya investasi itu dapat
digabung dengan biaya operasional.
Nilai biaya investasi satu tahun ini disebut nilai tahunan biaya
investasi (Annualized Investment Cost = AIC). Besarnya nilai
tahunan dari biaya investasi tersebut dipengaruhi oleh nilai uang
(inflasi) serta waktu pakai dan masa hidup suatu barang investasi.
b. Biaya operasional (operasional cost), adalah biaya yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan dalam suatu proses produksi dan
memiliki sifat habis pakai dalam kurun waktu yang relatif singkat
(kurang dari satu tahun). Contoh yang termasuk dalam biaya
operasional antara lain biaya obat, biaya makan, gaji pegawai, air
dan listrik.
Konsep yang sering dipakai secara bersamaan dengan biaya
operasional yaitu biaya pemeliharaan (mantainance cost). Biaya
pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan
nilai suatu barang investasi agar dapat terus berfungsi, misalnya
biaya pemeliharaan gedung dan pemeliharaan kendaraan. Antara
biaya operasional dan biaya pemeliharaan dalam praktek sering
disatukan menjadi biaya operasional dan pemeliharaan (operational
and mantainance cost). Biaya operasional dan pemeliharaan, dengan
sifatnya yang habis pakai pada umumnya dikeluarkan secara
berulang. Karena itu biaya pemeliharaan sering disebut sebagai biaya
berulang (recurrent cost).
6
Contoh biaya operasional : biaya pegawai (gaji), biaya obat dan
bahan medis, biaya listrik dan air, biaya bahan kantor (ATK), biaya
telepon, biaya pemeliharaan barang investasi. Untuk biaya listrik dan
air, biaya bahan kantor (ATK), biaya telepon, biaya pemeliharaan
barang investasi dikenal dengan sebutan overhead atau biaya umum.
Contoh biaya pemeliharaan : biaya yang dikeluarkan untuk
mempertahankan nilai suatu barang agar terus berfungsi. Misalnya
biaya pemeliharaan gedung, biaya pemeliharaan alat medis dan
pemeliharaan kendaraan.
c. Biaya total (total cost = TC), adalah jumlah dari biaya investasi
ditambah biaya operasional.
3. Pembagian biaya berdasarkan fungsi atau aktifitas sumber biaya.
a. Biaya Langsung (Direct Cost), adalah biaya yang dibedakan pada
sumber biaya yang mempunyai fungsih (aktifitas) langsung terhadap
output. Contoh : gaji perawat, biaya obat-obatan, biaya peralatan
medis.
b. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost), adalah biaya yang
dibebankan pada sumber biaya yang mempunyai fungsi penunjang
(aktivitas tak langsung) terhadap output. Contoh : gaji bagian
administrasi, gaji direktur, biaya ATK, TU, biaya peralatan non
medis.
c. Total Cost, merupakan penjumlahan dari direct cost ditambah
indirect cost.
7
4. Unit cost, adalah biaya yang dihitung untuk menghasilkan satu satuan
produk (misalnya satu jenis pelayanan). Secara sederhana unit cost dapat
diartikan sebagi biaya per unit produk atau biaya per pelayanan. Unit
cost didefinisikan sebagai hasil pembagian antara total cost yang
dibutuhkan dengan jumlah unit produk yang dihasilkan.
Dalam menghitung unit cost harus ditetapkan terlebih dahulu besaran
produk (cakupan pelayanan). Unit cost sering kali disamakan dengan
biaya rata-rata (average cost). Tinggi rendahnya unit cost suatu produk
tidak saja dipengaruhi oleh besarnya TC tetapi juga dipengaruhi oleh
besarnya pelayanan. Makin tinggi utilitas (dengan demikian makin besar
jumlah output) akan semakin kecil unit cost pelayanan.
5. Incremental cost adalah biaya yang timbul akibat adanya pertambahan
atau pengurangan output (biasanya merupakan hasil dari kegiatan
produksi/operasi). Incremental cost juga merupakan biaya yang terjadi
sebagai akibat dari suatu keputusan. Incremental cost diukur dari
berubahnya IC karena suatu keputusan. Oleh sebab itu sifatnya bisa
variabel, bisa juga fixed. Contoh: penambahan biaya total produksi
karena keputusan manajemen untuk penambahan tenaga kerja dan bahan
baku.
6. Marginal cost adalah kenaikan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan
sebagai akibat kenaikan satu output. Perbedaanya dengan incremental
cost adalah terletak pada aspek yang memberi perubahan pada total cost.
Jika pada incremental cost perubahan total cost dipengaruhi oleh
perubahan keputusan, pada marginal cost perubahan total cost
8
dipengaruhi oleh penambahan satu unit produk atau selanjutnya. Contoh:
perusahaan harus menambah anggaran biaya produksi dikarenakan
adanya penambahan permintaan dari orderer yang sebelumnya memesan.
7. Recurring cost (biaya terulang) adalah biaya yang besarnya sama yang
harus dibayarkan lagi dengan adanya tambahan suatu aktivitas yang
menghasilkan produk (output) yang sama. Setiap penambahan 1 unit
output, biaya yang ditanggung berulang atau bertambah sebesar biaya per
unitnya. Contoh, apakah mesin photo copy digunakan atau tidak,
perusahaan akan membayar uang sewa mesin photo copy sebesar Rp. 1
juta perbulannya.
8. Unrecurring cost ( biaya tak berulang) adalah biaya yang hanya muncul
satu kali. Artinya, tidak ada sesuatu yang ditambahkan setelah biaya ini
dikeluarkan. Contoh, biaya yang dikeluarkan untuk membeli tanah.
9. Sunk cost ialah biaya-biaya yang telah dikeluarkan/diterima sebelum
terjadinya suatu keputusan. Contoh dari sunk cost ialah biaya yang
dikeluarkan untuk rapat dan penelitian.
1.3. Perhitungan Biaya Produksi
Perhitungan biaya produksi bertujuan untuk mengetahui laba atau rugi
suatu perusahaan atas segala usaha yang dilakukan, Semua perusahaan mulai
dari perusahaan raksasa multinasional hingga ke pedagang kaki lima
mengeluarkan biaya agar bisa menyediakan barang dan jasa yang dapat
dimanfaatkan konsumen.
9
Pada dasarnya, analisis mengenai biaya produksi berdasarkan skala
produksi perusahaan perlu dibedakan kepada dua jangka waktu, yaitu
perhitungan secara jangka panjang dan jangka pendek.
1.3.1 Perhitungan Jangka pendek
Jangka pendek adalah jangka waktu dimana perusahaan dapat
menambah salah satu faktor produksi yang digunakan dalam proses
produksi. Dengan kata lain, dalam analisis dimisalkan bahwa sebagian
dari faktor-faktor produksi yang digunakan dianggap tetap jumlahnya.
Sebelum melakukan perhitungan terhadap biaya produksi jangka
pendek, maka perlu diketahui mengenai :
a. Biaya tetap (Fixed Cost/FC)
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah dalam
jangka pendek ketika kuantitas output berubah. Yang termasuk
biaya ini adalah pembelian mesin, mendirikan bangunan pabrik,
sewa ruangan toko, dan penyusutan mesin-mesin.
b. Biaya Variable (Variable Cost/VC)
Merupakan biaya yang jumlahnya berubah ketika jumlah barang
yang diproduksi berubah. Yang tergolong biaya variable adalah
biaya pembelian bahan mentah atau bahan dasar yang digunakan
untuk produksi. Semakin tinggi produksi, semakin banyak bahan
mentah yang dibutuhkan. Oleh sebab itu perbelanjaan atas bahan
mentah semakin bertambah.
c. Biaya Total (Total Cost/TC)
10
Merupakan seluruh biaya atau pengeluaran yang dibayar
perusahaan untuk membeli berbagai input (barang atau jasa) untuk
keperluan produksi. Biaya produksi total atau biaya total didapat
dari menjumlahkan biaya tetap dan biaya variable, sehingga dapat
dikatakan bahwa rumus perhitungan biaya total produksi adalah
sebagai berikut :
Biaya Total (TC) = Biaya Tetap (FC) + Biaya Variable (VC)
1. Perhitungan Biaya Satuan Rata-Rata Produksi
Sebelum melakukan perhitungan terhadap biaya rata-rata produksi
jangka pendek maka perlu diketahui mengenai :
a. Biaya tetap rata-rata (Average Fixed Cost/AFC)
Apabila biaya tetap (FC) untuk memproduksi sejumlah barang
tertentu (Q) dibagi dengan jumlah produksi tersebut, nilai yang
diperoleh adalah biaya tetap rata-rata. Dengan demikian rumus
untuk menghitung biaya tetap rata-rata atau AFC adalah :
AFC = FC / Q
b. Biaya variable rata-rata (Average Variable Cost/AVC)
Apabila biaya variable (VC) untuk memproduksi sejumlah
barang (Q) dibagi dengan jumlah produksi tersebut, nilai yang
diperoleh adalah biaya variabel rata-rata. Biaya variable rata-
rata dihitung dengan rumus :
AVC = VC / Q
c. Biaya total rata-rata (Average Cost/AC)
11
Apabila biaya total (TC) untuk memproduksi barang tertentu
(Q) dibagi dengan jumlah produksi tersebut, nilai yang
diperoleh adalah biaya total rata-rata. Rumus perhitungan
biaya total rata-rata adalah sebagai berikut :
AC = TC / Q atau AC = FC + TC
1.3.2 Perhitungan Jangka Panjang
Jangka panjang adalah jangka waktu dimana semua faktor produksi
dapat mengalami perubahan, yaitu jumlahnya dapat ditambah apabila
perubahan itu memang diperlukan.
Dalam jangka panjang perusahaan dapat menambah semua faktor
produksi atau input yang akan digunakannya. Oleh karena itu, biaya
produksi tidak perlu lagi dibedakan antara biaya tetap dan biaya
berubah. Di dalam jangka panjang tidak ada biaya tetap, semua jenis
biaya yang dikeluarkan merupakan biaya berubah. Ini berarti bahwa
perusahaan bukan saja dapat menambah tenaga kerja tetapi juga dapat
menambah jumlah mesin dan peralatan produksi lainnya, luas tanah
yang digunakan(terutama dalam kegiatan pertanian) dan luasnya
bangunan atau pabrik dan bangunan yang digunakan.
Adapun perhitungan biaya lainnya berdasarkan klasifikasi biaya
produksi, yaitu :
a. Berdasarkan Lama Pemakaian
1) Biaya investasi
12
Penetapan apakah suatu biaya termasuk biaya investasi atau
tidak dilakukan dengan melihat harga (nilai) suatu barang. Pada
umumnya besar biaya investasi sudah ditetapkan sebelumnya.
2) Biaya operasional (operational cost),
Adalah biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
dalam suatu proses produksi dan memiliki sifat habis pakai
dalam kurun waktu yang relatif singkat (kurang dari satu tahun).
3) Biaya Produksi (Marginal Cost)
Maka Biaya Total (total cost = TC), adalah jumlah dari biaya
investasi ditambah biaya operasional dan biaya produksi, atau
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Total Cost = Investment Cost + Operasional Cost + Marginal
Cost
b. Berdasarkan Fungsi atau Aktivitas Sumber Biaya Produksi
1) Biaya Langsung (Direct Cost), adalah biaya yang dibedakan
pada sumber biaya yang mempunyai fungsih (aktifitas) langsung
terhadap output.
2) Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost), adalah biaya yang
dibebankan pada sumber biaya yang mempunyai fungsi
penunjang (aktivitas tak langsung) terhadap output.
Maka biaya total (Total Cost) merupakan penjumlahan dari direct cost
ditambah indirect cost, yang dirumuskan sebagai berikut :
Total Cost = Direct Cost + Indirect Cost
13
BAB II
PENENTUAN HARGA
2.1 Definisi Penentuan Harga
Menurut anonim (2012), harga (price) merupakan nilai tukar atas
produk atau jasa. Harga adalah jumlah nilai yang dipertukarkan para
konsumen untuk mencapai manfaat penggunaan produk atau jasa. Menurut
wikipedia.com (2012) penentuan harga adalah proses menentukan sesuatu
yang bakal diterima sebuah syarikat sebagai pertukaran untuk produknya,
faktornya berupa kos pengilangan, tempat pasaran, persaingan, keadaan
pasaran, dan kualitas produk.
Menurut Sadono Sukirno (2012), dalam organisasi yang bergerak di
bidang profit, penentuan harga yang dimaksud adalah penentuan harga suatu
produk yang salah satunya perhitungannya berawal dari gaji dan upah untuk
membayar kepada tenaga kerja di dalam organisasi tersebut.
Jadi, penetapan harga adalah merupakan salah satu tahap untuk
memberikan sebuah nilai terhadap suatu produk barang atau jasa dalam
besaran nominal yang menimbang berbagai aspek seperti faktor internal dan
eksternal organisasi. Faktor internal seperti biaya produksi, karakteristik
produk, dan tujuan organisasi. Faktor eksternal seperti harga produk
saingan, elastisitas permintaan, faktor psikologis konsumen dan kebijakan
pemerintah.
2.2 Tujuan
Menurut Sadono Sukirno (2012), sedikitnya terdapat dua alasan yang
menyebabkan kebutuhan untuk menganalisis permintaan dan penawaran ke
14
atas faktor produksi, sehingga dapat diketahui berbagai strategi yang dapat
digunakan untuk menentukan harga barang yang diproduksi. Alasan
pertama yakni menjelaskan prinsip untuk menggunakan dan
mengaloskasikan faktor produksi secara efisian dan alsan kedua yakni
menjelaskan pendapatan berbagai faktor produksi ditentukan dari analisis
alasan pertama.
Menurut Eko Marwanto (dalam blog), pada dasarnya ada empat jenis
tujuan penetapan harga, yakni sebagai berikut.
a. Orientasi pada laba, bahwa setiap perusahaan selalu
memilih harga yang dapat menghasilkan laba yang paling tinggi
atau sering disebut ”maksimalisasi laba”.
b. Orientasi pada volume, bahwa penetapan harga sedemikian
rupa agar dapat mencapai tingkat volume penjualan tertentu,
nilai penjualan atau pangsa pasar tertentu.
c. Orientasi pada citra (image), bahwa penetapan harga
tertentu dapat membentuk citra perusahaan, misalnya
menetapkan harga tinggi dapat membentuk citra perusahaan
yang prestisius, sementara menetapkan harga rendah
memungkinkan menjaga nilai perusahaan tertentu (menjaga
harga yang terendah di suatu daerah).
d. Orientasi pada stabilitas harga, hal ini dilakukan untuk
mempertahankan hubungan yang stabil antara suatu perusahaan
dan harga pemimpin industri (industry leader).
15
2.3 Manfaat Penentuan Harga
Menurut anonim (2010), manfaat penentuan harga adalah sebagai berikut.
a. Produsen mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
b. Produsen mempertahankan eksistensi organisasi di pasaran.
c. Produsen dapat mencapai ROI (Return of Investment)
d. Produsen bersama produk barang atau jasanya dapat menguasai
pangsa pasar.
e. Produsen bersama produk dan organisasinya dapa mempertahankan
status quo.
2.4 Strategi Penentuan Harga
Menurut anonim (2010), tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk
penentuan harga suatu produk barang atau jasa sehingga harga yang
ditentukan akan menutupi biaya, menghasilkan keuntungan dan citra produk
dipandang baik oleh konsumen yakni sebagai berikut.
a. Pendekatan Supply & Demand
Keterkaitan supply & demand merupakan proses tawar menawar yang
tidak terlihat dan informal secara terus menerus untuk menegosiasikan
jumlah produk yang dibuat atau dikonsumsi pada tingkat harga
tertentu. Pada saat tingkat harga tinggi, produsen akan berusaha
menghasilkan banyak produk, jika harga rendah maka dapat diartikan
angka permintaan suatu produk akan menjadi rendah sehingga tingkat
produksi akan menurun.
16
b. Pendekatan yang Berorientasi Biaya
Menurut organisasi.org, ketika suatu perusahaan telah menetapkan
harga dasar dari suatu produk barang atau jasa maka perusahaan dapat
menentukan strategi harga dengan mempertimbangkan berbagai faktor
seperti harga kompetitor, tujuan perusahaan dan daur hidup produk.
Strategi tersebut dapat digunakan untuk produk yang baru maupun
yang lama sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Menurut organisasi.org, beberapa strategi penetuan harga
dengan pendekatan yang berorientasi biaya adalah sebagai berikut.
i) Skimming Price
Strategi skimming price adalah menetapkan harga awal yang
tinggi ketika produk baru diluncurkan dan semakin lama akan
terus turun harganya. Contohnya adalah telepon seluler (nokia),
laptop, komputer dan smartphone.
ii) Penetration Price atau Harga Penetrasi
Strategi harga penetrasi adalah menentukan harga awal yang
rendah serendah-rendahnya atau murah dengan tujuan untuk
penetrasi pasar dengan cepat dan juga membangun loyalitas
merek dari pada konsumen. Contohnya adalah tarif layanan
operator baru three (3), mie (selera rakyat) dan obat pel (so klin
MB).
iii) Prestige Pricing atau Harga Prestis
Strategi harga prestis adalah menetapkan harga yang tinggi demi
membentuk image kualitas produk yang tinggi yang umumnya
17
dipakai untuk produk shopping dan specialty. Contohnya adalah
mobil (roll royce), jam tangan (rolex), tas (guess) dan sepatu
(gianni versace, prada, vertu).
iv) Odd Pricing atau Harga Ganjil
Strategi harga ganjil adalah menetapkan harga yang ganjil atau
sedikit di bawah harga yang telah ditentukan dengan tujuan
secara psikologis pembeli akan mengira produk yang akan dibeli
lebih murah. Contonya seperti barang yang tadinya dihargai
Rp.100.000,- kemudian diubah menjadi Rp.99.990,- sehingga
konsumen mungkin akan melihat Rp.99.990,- jauh lebih murah
daripada Rp. 100.001,-.
v) Multiple-Unit Pricing atau Harga Rabat
Strategi harga rabat adalah memberikan potongan harga tertentu
apabila konsumen membeli produk dalam jumlah yang banyak.
Contohnya adalah semisal harga sebuah sebungkus indomie
goreng pedas adalah Rp. 1.500,- maka konsumen cukup
membayar Rp.1.000,- per bungkus jika membeli satu dos isi 40
bungkus indomie.
vi) Lining Price atau Harga Lini
Strategi harga lini adalah memberikan cakupan harga yang
berbeda pada lini produk yang beda. Contohnya seperti bioskop
grup twenty one (21) memberikan harga standar untuk
konsumen bioskop jenis standar dan mengenakan harga yang
lebih mahal pada konsumen bioskop (XXI) jenis premier.
18
vii) Leader Pricing atau Harga Pemimpin
Strategi harga pemimpin adalah menetapkan harga lebih rendah
daripada harga pasar atau harga normal untuk meningkatkan
omset penjualan atau pembeli. Contohnya seperti kegiatan ritel
jenis hipermarket memberikan promosi harga yang lebih murah
daripada harga normal.
viii) Strategi Harga Diskon
Strategi harga oleh penjual adalah strategi dengan memberikan
potongan harga dari harga yang sudah ditetapkan demi
meningkatkan penjualan suatu produk barang atau jasa. Diskon
dapat diberikan pada umum dalam bentuk diskon kuantitas,
diskon pembayaran tunai atau cash, trade discount.
ix) Relative Pricing atau Harga Relatif
Strategi harga relatif adalah penentuan harga di atas, di bawah
atau sama dengan tingkat harga persaingan di mana gerakan
harganya mengikuti gerakan pesaing.
x) Follow The Leader Pricing
Strategi harga follow the leader adalah penetapan harga produk
baik barang maupun jasa diserahkan para pimpinan pasar atau
pemimpin pasar dan tidak menetapkan harga sendiri.
xi) Follow The Leader Pricing
Strategi harga follow the leader adalah penetapan harga produk
baik barang maupun jasa diserahkan para pimpinan pasar atau
pemimpin pasar dan tidak menetapkan harga sendiri.
19
Menurut Basu Swastha (1999:184), terdapat beberapa bentuk
penentuan harga antara lain.
1) Adaptive pricing, yaitu memberikan kemungkinan kepada
perusahaan untuk merubah harga dengan mendasarkan pada
beberapa faktor seperti faktor pesaing, kondisi pasar dan biaya
sumber faktor produksi. Perusahaan selalu berusaha
menyesuaikan harga menurut situai yang berubah secara tiba-
tiba.
2) Competition-oriented pricing merupakan sebuah strategi
penentuan harga yang didasarkan pada tindakan pesaing. Hal ini
merupakan kebalikan dari pricing leadership.
3) Cost-oriented pricing adalah strategi penentuan harga yang
didasarkan pada biaya. Contoh, para pengecer sering
menggunakan biaya ditambah dengan mark-up tertentu,
sedangkan para produsen menggunakannya sebagai cost-plus
pricing.
4) Customary pricing berarti bahwa harga yang ditetapkan
oleh para penjual selalu disesuaikan dengan beberapa ketentuan
tingkat harga yang terjadi di pasar.
5) Demand-oriented pricing adalah strategi penentuan harga
yang didasarkan pada permintaan konsumen.
6) Market price adalah harga yang terjadi dengan adanya
penawaran dan permintaan serta tidak dapat diawasi atau
20
dikendalikan oleh penjual, seperti harga untuk barang hasil
pertanian.
7) Pricing leadership adalah prosedur melalui seluruh pesaing
dalam suatu industri mengikuti praktek penentuan harga dari
satu atau beberapa perusahaan yang dominan.
8) Product-line pricing adalah suatu prosedur yang dipakai
untuk menetapkan harga bagi sekelompok barang sejenis, tetapi
ditujukan pada segmen pasar yang berlainan.
9) Target pricing adalah metode penentuan harga yang
didasarkan pada marker share tertentu atau pengembalian
investasi tertentu sebagai tujuan dari perusahaan.
c. Pendekatan Pasar
Salah satu cara untuk menenetukan harga di pasar adalah dengan
pendekatan pasar, dengan menganalisis kebutuhan pasar akan produk
barang dan jasa yang diproduksi dapat membantu produsen untuk
menentukan banyaknya produk yang harus dihasilkan dalam waktu
tertentu, tentu saja dengan memperhatikan faktor internal dan
eksternal organisasi yang mempengaruhi dalam menentukan harga per
satuannya atau pun dalam bentuk partai.
21
BAB III
BREAK EVEN POINT
3.1. Pengertian Break Even Point
Break even point atau titik impas merupakan suatu titik dimana biaya atau
pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang sehingga tidak terdapat kerugian
atau keuntungan.
3.2. Analisa Break Even Point
Untuk dapat mengetahui Break Even Point maka dilakukan analisa.
Analisa yang dilakukan ialah analisa Break Even Point, yaitu suatu analisa atau
cara atau teknik yang digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui pada tingkat
atau jumlah produksi dan penjualan berapakah perusahaan tidak akan mengalami
kerugian ataupun memperoleh keuntungan.
3.3. Manfaat Analisa Break Even Point
Analisa Break Even Point ini memiliki beberapa manfaat yang sangat berguna
bagi suatu perusahaan, diantaranya:
a. Sebagai dasar merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai laba
tertentu.
b. Sebagai dasar atau landasan untuk mengendalikan aktivitas yang sedang
berjalan.
c. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan harga jual.
d. Sebagai bahan atau dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
3.4. Rumus Break Even Point
BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)
Keterangan :
- Fixed cost : biaya tetap yang nilainya cenderung stabil tanpa dipengaruhi unit
yang diproduksi.
- Variable cost : biaya variabel yang besar nilainya tergantung pada benyak sedikit
jumlah barang yng diproduksi.
22
Contoh :
Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos
kaki adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan
biaya tatap sebesar Rp. 10.000.000
BEP = 10.000.000 / (10.000 - 5.000
Jadi diperlukan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapatkan kondisi
seimbang antara biaya dengan keuntungan alias profit nol.
Pengertian break even point dapat ditinjau dari berbagai sudut,
diantaranya:
1. Dari Segi Keuangan
1. BEP adalah suatu tehnik analisa untukmempelajari hubungan biaya tetap,
biaya variabel, laba dan volume kegiatan penjualan.
2. BEP adalah suatu kondisi dimana pada periode tersebut perusahaan tidak
mendapat keuntungan dan juga tidak menderita kerugian.
2. Ditinjau dari Segi Kuantitas Produksi
BEP adalah analisa yang digunakan untuk menentukan berapa jumlah produk
( Rupiah atau unit keluaran ) yang dihasilkan agar perusahaan tidak rugi dan tidak
untung.
3. Ditinjau dari Segi Biaya
BEP adalah suatu keadaan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan tidak
merugi. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas apabila jumlah penghasilan
23
sama dengan jumlah biaya, atau apabila marginal income hanya dapat digunakan
untuk menutup biaya tetap saja.
4. Ditinjau dari Segi Laba
BEP adalah volume keseimbangan dimana besarnya penjualan tanpa diderita
kerugian atau memperoleh laba dan menutup semua biaya yang telah dikeluarkan.
Berdasarkan pengertian dari berbagai sudut pandang diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian BEP ( Break Even Point ) adalah Suatu keadaan
dimana dalam operasi perusahaan untuk menentukan jumlah produk dalam
Rupiah atau unit perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi.
(penghasilan = total biaya).
Anggapan- anggapan dan Keterbatasan Analisa Break Even Point (BEP)
Mudah tidaknya perhitungan atau penentuan titik break even point baik denangan
rumus matematika maupun grafik, tergantung pada konsep-konsep yang
mendasari perhitungan tersebut. Pada umumnya konsep atau anggapan dasar yang
digunakan dalam analisa break even point adalah sebagai berikut :
1. Bahwa biaya harus dapat dipisahkan atau diklasifikasikan menjadi dua
yaitu biaya tetap dan biaya variabel dan perinsip validitas biaya dapat
diterapkan dengan tepat.Terhadap biaya semi variabel ini harus dilakukan
pemisahan menjadi unsur tetap dan unsur variabel secara teliti baik dengan
menggunakan pendekatan analitis maupun pendekatan historis.
24
2. Bahwa biaya tetap secara total akan selalu konstan samapi tingkat
kapasiats penu. Biaya tetap adalah merupakan biaya yang selalu akan
terjadi walaupun perusahaan berhenti beroperasi.
3. Bahwa biaya variabel akan berubah secara proposionil (sebanding) dengan
perubahan volume penjualan dan adanya sinkronisasi antara produksi dan
keadaan penjualan.
4. Bahwa Harga jual produk tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat
kegiatan. Jika dalam usaha menaikkan volume penjualan dilakukan
penurunan harga jual, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya,
volume dan laba.
5. Mungkin diantara anggapan –anggapan tersebut diatas, anggapan yang
paling pokok adalah “bahwa volume merupakan faktor satu-satunya yang
mempengaruhi biaya.
Dengan adanya anggapan-anggapan atau keterbatasan tersebut maka dalam grafik
break even garis-garis jumlah penjualan, jumlah biaya, ( baik biaya tetap maupun
biaya variabel ) semua nampak lurus. Karena semua perubahan dianggap
sebanding atau proposionil dengan volume penjualan. Disamping itu analisa break
even baik dengan mengunakan rumus matematika maupun dengan grafik tidak
dapat menunjukkan kepada management atau penganalisa tentang tingkat
penjualan yang optimum dalam arti tingkat penjualan yang dapat diperoleh
keuntungan yang paling besar.
25
Analisa Biaya, Volume, dan Laba
Analisa Impas memberikan informasi berapa tingkat penjualan minimum yang
harus dicapai suatu perusahaan agar supaya tidak menderita kerugian. Dari
analisa tersebut juga dapat diketahui sampai seberapa jauh volume penjualan yang
direncanakan boleh turun, agar supaya perusahaan tidak menderita kerugian.
Analisa Impas merupakan salah satu bentuk analisa biaya,volume salah satu
bentuk analisa biaya, volume dan laba karena untuk mengetahui impas maupun
margin of safety perlu dilakukan analisa terhadap hubungan antara biaya, volume
dan laba.
Apabila didalam analisa impas titik Berat analisa diletakkan pada tingkat
penjualan minimum yang menghasilkan laba sama dengan nol, maka dalam
analisa biaya, volume, dan laba ini titik berat analisa diletakkan pada sampai
seberapa jauh perubahan – perubahan pada biaya, volume dan harga jual berakibat
pada perubahan laba perusahaan. Untuk memudahkan analisa akibat pengaruh
perubahan biaya, volume dan harga jual terhadap laba, maka dapat dibuat garfik
laba dan volume.
Jenis-jenis Break Even Point ( BEP )
1. Break Even Chart
Suatu peta yang menggambarkan grafik-grafik yang terdiri atas kurva jumlah
seluruh biaya ( tetap dan variabel ) dan kurva pendapatan pada tiap tingkatan
produksi, perpotongan kedua kurva adalah “titik kembali pokok” ( titik yang
berpotongan dari 2 garis lurus yang sama besar wilayahnya ).
26
1. Break Even Equation
Suatu persamaan yang dinyatakan dengan rumus :
Penjualan pada titik kembali pokok = FC
1- Pct VC
Keterangan :
FC = biaya tetap
Pct VC = Persentase biaya variabel terhadap penjualan
1. Break Even Function
Fungsi kembali pokok yang dirumuskan sebagai berikut :
FC . S = ( 1 – VC )
Keterangan :
S = Jumlah penjualan
FC = Biaya tetap
VC = Rasio biaya variabel terhadap jumlah penjualan yang diharapkan.
Keterbatasan Sistem Break Even Point
Keterbatasan system break even point adalah sebagai berikut :
27
1. Garis biaya keseluruhan yakni garis yang menggambarkan jumlah biaya
tetap dan biaya variabel seharusnya tidak digambarkan sebagai garis lurus,
sebab dalam kenyataanya biasanya biaya tersebut tidak berubah secara
propesional tiap satuan produk yang dijual dan dibuat belum tentu
mengeluarkan biaya variabel yang sama .
2. Garis lurus yang menggambarkan penerimaan penjualan juga tidak tepat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Alasannya adalah bahwa
permintaan yang ditujukan dalam bagan break even yang dikonvensional
dianggap sama saja dalam semua tingkat besarnya produksi.
3. Bagan break even menunjukkan gambaran yang statis sedangkan
jalannya perusahaan amat dinamis
4. Sering kali demi penyederhanaan diabaikan adanya klasifikasi biaya semi
variabel atau semi tetap kemudian dimasukkan begitu saja kedalam biaya
variabel atau biaya tetap.
Manfaat Break Even Point ( BEP )
Manfaat Break Even Point dari berbagai segi seperti keuangan, kuantitas yang
diproduksi, perubahan harga penjualan, dan dari segi laba adalah sebagai berikut :
1. BEP bermanfaat bagi perusahaan untuk menentukan jumlah peralatan
dalam rupiah atau unit yang akan dihasilkan perusahaan agar tidak rugi
dan tidak untung.
2. BEP bermanfaat untuk menargetkan perusahaan harga penjualan dan
peralatan.
28
3. BEP bermanfaat untuk mengetahui jumlah biaya tetap dan variabel serta
hubungan pendapatan total pada tingkat produksi.
DAFTAR PUSTAKA
29
Sukirno, Sadono. MIKRO EKONOMI Teori Pengantar.2009. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Rumus menghitung biaya produksi. viewed 9 maret 2013. http://saudara-saudagar.blogspot.com/2012/09/rumus-menghitung-biaya-produksi.html
Majalah Pendidikan. 2011. Pengertian, Konsep, dan Jenis Biaya. Diakses pada tanggal 7 Maret 2013. <http://www.majalahpendidikan.com/2011/10/makalah-pengertian-konsep-dan-jenis.html>
Gumelar, Rio. 2012. Pengertian Biaya Produksi. Diakses pada tanggal 7 Maret 2013. <http://riogumelar27.blogspot.com/2012/03/pengertian-biaya-produksi.html>
Ilmu Ekonomi. 2011. Klasifikasi Biaya. Diakses pada tanggal 7 Maret 2013. <http://www.ilmu-ekonomi.com/2011/09/klasifikasi-biaya.html>
Makalahcyber. 2012. Konsep dan Klasifikasi Biaya. Diakses pada tanggal 7 Maret 2013. <http://makalahcyber.blogspot.com/2012/04/konsep-dan-klasifikasi-biaya.html>
Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus. 2003. Ilmu Mikroekonomi, Edisi 17. P.T. Media Global Edukasi, Jakarta.
Rosyidi,Suherman.Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro & Makro.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.
30