Post on 05-Jan-2016
description
LAPORAN KASUS
STROKE HEMORAGIK
Pembimbing:
dr. Dwi Retno Hastani
Oleh:
PETER 110100060
RUDI H. PASARIBU 110100311
ESTERIDA SIMANJUNTAK 110100141
KIKI JULIANI 110100278
LOSHINI RANGGANAZAN 110100384
DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas rahmat dan kurnia-Nya, penulisan laporan kasus meningitis viral ini
dapat diselesaikan. Laporan kasus ini diajukan untuk melengkapi tugas pada
Kepaniteraan Klinik Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara.
Meskipun penulisan laporan kasus ini banyak mengalami hambatan,
kesulitan dan kendala, namun karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat dan
motivasi dari berbagai pihak, penulisan laporan kasus ini dapat diselesaikan. Di
sini penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing penulis, dr. Dwi
Retno Hastani yang telah memberikan bimbingan dan arahan.
Namun demikian, karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan,
kepustakaan dan waktu, laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
ini, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk
menyempurnakan laporan kasus ini.
Medan, Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................4
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1. Anamnesis............................................................................................6
2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit................................................................6
2.3. Pemeriksaan Fisik................................................................................7
2.4. Pemeriksaan Neurologis.......................................................................8
2.5. Follow Up...........................................................................................18
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi..............................................................................................27
3.2. Etiologi......................................................................................28
3.3. Patofisiologi........................................................................................30
3.4. Manifestasi Klinis
3.5. Perbedaan meningitis viral dan meningitis bakterialis
3.6. Dignosis Meningitis Viral........……………………...………………28
3.7. Diagnosa Banding Meningitis Viral
3.8. Penatalaksanaan..................................................................................31
3.9. Komplikasi.........................................................................................36
BAB 4 DISKUSI KASUS.................................................................................38
BAB 5 KESIMPULAN.....................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................40
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya
adalah peradangan pada selaput otak, yang sering disebut sebagai meningitis.
Meningitis merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua
orang. Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang
mempunyai resiko tinggi untuk terkena meningitis. Di Inggris, dilaporkan bahwa
3000 orang terkena meningitis setiap tahunnya, baik dewasa maupun anak-anak.
Dilaporkan juga bahwa satu dari sepuluh orang yang menderita meningitis akan
meninggal, dan sisanya akan sembuh dengan meninggalkan kecacatan.1
Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya meningitis, diantaranya
infeksi virus, bakteri, dan jamur. Penyebab lain adalah akibat trauma, kanker, dan
obat-obatan tertentu. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai salah satu
meningitis yang disebabkan oleh virus, yakni meningitis viral. 2
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan
serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah
meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus
merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi. Penularan kuman
dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection yaitu
terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita.Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit
ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari
pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen
(melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri di
dalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.3
Meningitis sendiri dibagi menjadi dua menurut pemeriksaan
Cerebrospinal Fluid (CSF) atau disebut juga Liquor Cerebrospinalis (LCS),
yaitu: meningitis purulenta dengan penyebab bakteri selain bakteri
Mycobacterium tuberculosis, dan meningitis serosa dengan penyebab bakteri
tuberkulosis ataupun virus. Tanda dan gejala klinis meningitis hampir selalu sama
pada setiap tipenya, sehingga diperlukan pengetahuan dan tindakan lebih untuk
menentukan tipe meningitis. Hal ini berkaitan dengan penanganan selanjutnya
yang disesuaikan dengan etiologinya2
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk melaporkan kasus meningitis viral yang
dirawat di Rumah Sakit HAM Adam Malik dan membandingkannya dengan
landasan teori yang sesuai. Penyususnan makalah ini sekaligus dilakukan untuk
memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis
maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk mengintegrasikan teori yang ada
dengan aplikasi kasus yang dijumpai di lapangan.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 ANAMNESIS
2.1.1 IDENTITAS PRIBADI
Nama : Faridah Hanum / 00.65.62.26
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 38 Tahun
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jl. Jambi, Gg. Jambi III No. 12
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 9 Oktober 2015
Tanggal Keluar :
2.1.2 ANAMNESA
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah : Hal ini dialami os sejak ± 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, dialami secara perlahan-lahan. Riwayat sakit kepala dijumpai
± 1 minggu ini, yang hilang dengan obat penghilang rasa sakit. Riwayat
muntah menyembur (-). Riwayat kejang dijumpai ± 1 hari ini yang dialami
diseluruh tubuh os, menyentak, frekuensi 1 kali dengan lama kejang ± 1
menit dan os tidak sadarkan diri setelah kejang selama ± 15 menit.
Riwayat demam (+) ± 2 minggu ini. riwayat batuk (+) ± 2 minggu ini.
riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-).
Riwayat penyakit terdahulu : (-)
Riwayat penggunaan obat : (-)
2.1.3 ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Berdebar-debar (-)
Traktus Respiratorius : Sesak nafas (-),
Traktus Digestivus : Mual (-), Muntah (-), BAB (+) N.
Traktus Urogenitalis : BAK (+) N.
Penyakit terdahulu & kecelakaan : (-)
Intoksikasi & obat-obatan : (-)
2.1.4 ANAMNESA KELUARGA
Faktor herediter : (-)
Faktor familier : (-)
Lain-lain : (-)
2.1.5 ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran & pertumbuhan : Lahir normal, tumbuh kembang baik
Imunisasi : Tidak dapat diingat oleh os
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan & anak : Menikah
2.2 PEMERIKSAAN JASMANI
2.2.1 PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan darah : 140/70 mmHg
Nadi : 90 x/i
Frekuensi nafas : 24 x/i
Temperatur : 38,4 0c
Kulit & selaput lender : Dbn
Kelenjar & getah bening : Pembesaran KGB (-)
Persendian : Nyeri (-)
2.3.2 KEPALA & LEHER
Bentuk & posisi : Bulat & Medial
Pergerakan : Terbatas
Kelainan panca indera : (-)
Rongga mulut & gigi : dbn
Kelenjar parotis : dbn
Auskultasi : Desah (-)
Lain-lain : (-)
2.2.3 RONGGA DADA & ABDOMEN
Rongga dada Rongga abdomen
Inspeksi : Simetris fusiform Simetris
Palpasi : Stem Fremitus Ka=Ki Soepel
Perkusi : Sonor Timpani
Auskultasi : Vesikuler Normoperistaltik
2.2.4 GENITALIA
Toucher : Tdp
2.3 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
2.3.1 SENSORIUM : Somnolen
2.3.2 KRANIUM
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Pulsasi A. temporalis dan A. Karotis teraba
Perkusi : Tdp
Auskultasi : Tdp
Transluminasi : Tdp
2.3.3 PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk : (+)
Tanda Kerniq : (+)
Tanda Brudzinski I : (+)
Tanda Brudzinski II : (+)
2.3.4 PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (+)
2.3.5 NERVUS KRANIALIS
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : Sdn Sdn
Anosmia : Sdn Sdn
Parosmia : Sdn Sdn
Hiposmia : Sdn Sdn
NERVUS II Okuli Dextra Okuli Sinistra
Visus : Tdp Tdp
Lapangan pandang
Normal : Tdp Tdp
Menyempit : Tdp Tdp
Hemianopsia : Tdp Tdp
Scotoma : Tdp Tdp
Refleks ancaman : Tdp Tdp
Fundus okuli
Warna : Tdp Tdp
Batas : Tdp Tdp
Ekskavasio : Tdp Tdp
Arteri : Tdp Tdp
Vena : Tdp Tdp
NERVUS III, IV, VI Oculi dextra Okuli sinistra
Gerakan bola mata : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Lebar : ø 3mm, Isokor ø 3mm, Isokor
Bentuk : Bulat Bulat
RC Langsung : (+) (+)
RC Tidak langsung : (+) (+)
Rima palpebra : ±7mm ±7mm
Deviasi konjugasi : (-) (-)
Doll’s eye phenomena : (+) (+)
Strabismus : (-) (-)
NERVUS V Kanan Kiri
Motorik
Membuka & Menutup mulut : Sdn Sdn
Palpasi otot masseter & temporalis : Sdn Sdn
Kekuatan gigitan : Sdn Sdn
Sensorik
Kulit : Tdp Tdp
Selaput lendir : Tdp Tdp
Refleks kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak langsung : (+) (+)
Refleks masseter : Tdp Tdp
Refleks bersin : Tdp Tdp
NERVUS VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik : Mulut simetris
Kerut kening : Sdn Sdn
Menutup mata : (+) (+)
Meniup sekuatnya : Sdn Sdn
Memperlihatkan gigi : Sdn Sdn
Tertawa : Sdn Sdn
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah : Tdp
Produksi kelenjar Ludah : Tdp
Hiperakusis : Tdp Tdp
Refleks stapedial : Tdp Tdp
NERVUS VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : Sdn Sdn
Test rinne : Sdn Sdn
Test weber : Sdn Sdn
Test schwabach : Sdn Sdn
Vestibularis
Nistagmus : Sdn Sdn
Reaksi kalori : Sdn Sdn
Vertigo : Sdn Sdn
Tinnitus : Sdn Sdn
NERVUS IX, X
Pallatum mole : Sulit dinilai
Uvula : Sdn
Disfagia : Sdn
Disartria : Sdn
Disfonia : Sdn
Reflek muntah : (+)
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Sdn
NERVUS XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : Sdn Sdn
Fungsi otot Sternocleidomastoideus : Sdn Sdn
NERVUS XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu Istirahat : Medial
Ujung lidah sewaktu Dijulurkan : Sdn
2.3.6 SISTEM MOTORIK
Tropi : Eutrofi
Tonus otot : Normotonus
Kekuatan otot :Sulit dinilai, kesan lateralisasi (-)
Sikap (Duduk – Berdiri - Berbaring) : Berbaring
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dain lain-lain : (-)
2.3.8 TEST SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Sdn
Propioseptif : Sdn
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis : Sdn
Pengenalan 2 titik : Sdn
Grafestesia : Sdn
2.3.9 REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : (++) (++)
Triceps : (++)
(++)
Radioperiost : (++) (++)
APR : (++) (++)
KPR : (++) (++)
Strumple : (+) (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-trommer : (-) (-)
Klonus lutut : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)
2.3.10 KOORDINASI
Lenggang : Sdn
Bicara : Sdn
Menulis : Sdn
Percobaan apraksia : Sdn
Mimik : Sdn
Tes telunjuk-telunjuk : Sdn
Tes telunjuk-hidung : Sdn
Diadokhokinesia : Sdn
Tes tumit-lutut : Sdn
Tes Romberg : Sdn
2.3.11 VEGETATIF
Vasomotorik : Dbn
Sudomotorik : Dbn
Pilo-erektor : Tdp
Miksi : BAK (+) N
Defekasi : BAB (+) N
Potens & libido : Tdp
2.3.12 VERTEBRA
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Sdn
Pinggang : Sdn
2.3.13 TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Laseque : (-)
Cross laseque : (-)
Test Lhermitte : (-)
Test Naffziger : (-)
2.3.14 GEJALA-GEJALA SEREBRAL
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan lain-lain : (-)
2.3.15 GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)
2.3.16 FUNGSI LUHUR
Kesadaran kualitatif : Somnolen
Ingatan baru : Sdn
Ingatan lama : Sdn
Orientasi
Diri : Sdn
Tempat : Sdn
Waktu : Sdn
Situasi : Sdn
Intelegensia : Sdn
Daya pertimbangan : Sdn
Reaksi emosi : Sdn
Afasia
Ekspresif : (-)
Represif : (-)
Apraksia : (-)
Agnosia
Agnosia visual : (-)
Agnosia jari-jari : (-)
Akalkulia : (-)
Disorientasi kanan-kiri : (-)
2.4 KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Ny. PH, 38 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran. Hal ini
dialami os sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, dialami secara
perlahan-lahan. Riwayat sakit kepala dijumpai ± 1 minggu ini, yang hilang
dengan obat penghilang rasa sakit. Riwayat muntah menyembur (-).
Riwayat kejang dijumpai ± 1 hari ini yang dialami diseluruh tubuh os,
menyentak, frekuensi 1 kali dengan lama kejang ± 1 menit dan os tidak
sadarkan diri setelah kejang selama ± 15 menit.. Riwayat demam (+) ± 2
minggu ini. riwayat batuk (+) ± 2 minggu ini. riwayat hipertensi (-),
riwayat DM (-).
STATUS PRESENS
Sensorium Somnolen
Tekanan Darah 140/70 mmHg
Heart Rate 90 x/i
Respiratory Rate 24 x/i
Temperatur 38,4 0C
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium Somnolen
Peningkatan TIK Muntah (-)
Kejang (+)
Sakit kepala (-)
Perangsangan meningeal
Kaku kuduk (+)
Kernig sign (+)
Brudzinski I (+)
Brudzinski II (+)
NERVUS KRANIALIS
N I Sdn
N II, III RC +/+, pupil bulat isokor ø 3mm
N III, IV, VI Doll’s eye phenomena (+)
N V Refleks kornea (+)
N VII Sudut mulut mimetris
N VIII Sdn
N IX, X Gag’s refleks (+)
N XI Sdn
N XII Sdn
REFLEKS FISIOLOGIS
Biceps / TricepsKanan Kiri
++/++ ++/++
APR / KPRKanan Kiri
++/++ ++/++
REFLEKS PATOLOGIS
BabinskiKanan Kiri
- -
Hoffman / TromnerKanan Kiri
-/- -/-
KEKUATAN MOTORIK
Sulit dinilai, kesan lateralisasi (-)
2.5 DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : Somnolen e.c. dd 1. Meningitis viral 2. Meningitis
Tb
Diagnosa Etiologik : Infeksi
Diagnosa Anatomik : Meningen
Diagnosa Kerja : Meningitis viral
2.6 PENATALAKSANAAN
– Tirah baring elevasi 300
– Kateter terpasang, NGT terpasang
– IVFD R-Sol 20 gtt/i
– Inj. Dexamethason 1 Amp/ 12 jam
– Inj. Ranitidine 1 Amp/12 jam
– Inj. Diazepam 10mg (k/p)
– Paracetamol tab 3x500 mg
– B komp 2x1
2.7 RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK
– Head CT Scan
– Darah rutin, KGD ad random, Elektrolit, Ureum, kreatin
– Foto thorax
– Lumbal punksi
2.8 HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM ( IGD)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Darah lengkap
Hemoglobin
Eritrosit
Leukosit
12.60 g/dL
4,13 x 106 /mm3
14,11 x 103 /mm3
11,7 – 15,5 g/dL
4,20 – 4,87
4,5 – 11,0
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PCT
PDW
Hitung Jenis
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofili
Neutrofil absolut
Limfosit absolut
Monosit absolut
Eusinofil absolut
Basofil absolut
Morfologi
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
pH
pCO2
pO2
Bikarbonat (HCO3)
Total CO2
36,10 %
200 x 103 /mm3
87,4
30,50
34,90
11,70
8,90
0,18
10,8
82,2
11,40
6,30
0,00
0,100
11,60
1,61
0,89
0,00
0,01
Normoktom normositer
Normal
Normal
7,460
30,0 mmHg
181,0 mmHg
21,3 mmol/L
22,2 mmol/L
38 – 44
150 – 450
85-95
28-32
33-35
11,6-14,8
7,0-10,2
37-80
20-40
2-8
1-6
0-1
2,7-6,5
1,5-3,7
0,2-0,4
0-0,10
0-0,1
7,35-7,45
38-42
85-100
22-26
19-25
Kelebihan Basa (BE)
Saturasi O2
Ginjal
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
Test Lain
Procalcitonin
-1,9 mmol/L
100,0 %
23,73 mg/dL
0,7 mg/dL
139 mEq/L
3,4 mEq/L
106 mEq/L
0.07 ng/mL
(-2) - (+2)
95-100
<50
0,50 – 0,90
135 – 155
3,6 – 5,5
96 – 106
<0.05
2.9 HASIL PEMERIKSAAN PENCITRAAN (IGD)
Foto Thorax
-Foto asimetris, kurang
inspirasi
-Kedua sinus
costophrenikus lancip,
kedua diagfragma licin
-Tampak infiltrat di
parahilar dan
parakardial kanan
-Jantung kesan tidak
membesar
-Trakea medial
-Tulang-tulang dan soft
tissue baik
Kesimpulan Radiologis
:
Bronkopneumonia
-Brain tampak normal,
tidak tampak lesi
-Cerebellum, pons,
cerebri, dan ventrikel
tampak normal
-Gambaran vaskular
normal
Kesimpulan
Radiologis:
Saat ini tidak terdeteksi
kelainan pada brain
dan intrakranial
vaskular. Meningitis
masih belum dapat
disingkirkan.
2.10 FOLLOW UP DI RUANGAN
10 - 11 Oktober 2015
S Penurunan kesadaran (+), Demam (+), Kejang (+)
O Sens : Somnolen
TD : 130/80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 18 x/i
T : 37,80C
Peningkatan TIK : kejang (+)
Ransang meningeal : Kaku kuduk (+),Kernig sign (+), Brudzinski I
(+)
Brudzinski II (+)
N. Kranialis : II, III : RC +/+, pupil bulat, isokor, ka=ki, ø
3mm
III, IV, VI : Doll’s eye phenomen (+)
VII : Sudut mulut simetris
VIII : Sdn
IX, X : Refleks muntah (+)
XII : Lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis : B/T : ++/++ ++/++
APR/KPR : ++/++ ++/++
Refleks Patologis : H/T : -/-
Babinski : -/-
Kekuatan Motorik : Sdn, Kesan lateralisasi (-)
A Somnolen e.c. dd 1. 1. Meningitis viral 2. Meningitis Tb
P - Bedrest, Head up 300
- NGT & Kateter terpasang
- O2 6-8 L/i via RM
- IVFD Rsol 20 Gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam
- Inj. Ciprofloxacin 200mg/12 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg 1 amp/12 jam
- Inj. Dexamethasone 1 amp/ 6 jam
- Inj. Diazepam 1 amp bolus (k/p)
- Fenitoin 3x100 mg
- Paracetamol 3x500 mg
12 Oktober 2015
S Penurunan kesadaran (+), Batuk (+), Riwayat Kejang (+)
O Sens : Somnolen
TD : 120/70 mmHg
HR : 89 x/i
RR : 30 x/i
T : 36.60C
Peningkatan TIK : kejang (+)
Ransang meningeal : Kaku kuduk (+)
N. Kranialis : II, III : RC +/+, pupil bulat, isokor, ka=ki, ø
3mm
III, IV, VI : Doll’s eye phenomen (-)
VII : Sudut mulut simetris
VIII : Sdn
IX, X : Refleks muntah (+)
XII : Lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis : B/T : ++/++ ++/++
APR/KPR : ++/++ ++/++
Refleks Patologis : H/T : -/-
Babinski : -/-
Kekuatan Motorik : Sdn, Kesan lateralisasi (-)
A Somnolen e.c. dd 1. 1. Meningitis viral 2. Meningitis Tb
P - Bedrest, Head up 300
- NGT & Kateter terpasang
- O2 6-8 L/i via RM
- IVFD Rsol 20 Gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam
- Inj. Ciprofloxacin 200mg/12 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg 1 amp/12 jam
- Inj. Dexamethasone 1 amp/ 6 jam
- Inj. Diazepam 1 amp bolus (k/p)
- Fenitoin 3x100 mg
- Paracetamol 3x500 mg
R Lumbal Punksi
Hasil lab :
Metabolisme Karbohidrat
- KGD Puasa : 97 mg/dL
- KGD 2 jam PP : 180 mg/dL
- Hb-A1c : 6.0 %
Lemak
- Kolestrol total : 228 mg/dL
- Trigliserida : 144 mg/dL
- Kolestrol HDL: 57 mg/dL
- Kolestrol LDL: 140 mg/dL
Ginjal
- Asam urat : 4.7 mg/dL
Lumbal Punksi
Pandy (-), Nonne (-)
13-16 Oktober 2015
S Penurunan kesadaran (+), Batuk (+)
O Sens : Apatis
TD : 130/90 mmHg
HR : 70 x/i
RR :24 x/i
T : 37,40C
Peningkatan TIK : Riwayat kejang (+)
Ransang meningeal : Kaku kuduk (+)
N. Kranialis : II, III : RC +/+, pupil bulat, isokor, ka=ki, ø
3mm
III, IV, VI : Doll’s eye phenomen (-)
VII : Sudut mulut simetris
VIII : Sdn
IX, X : Refleks muntah (+)
XII : Lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis : B/T : ++/++ ++/++
APR/KPR : ++/++ ++/++
Refleks Patologis : H/T : -/-
Babinski : -/-
Kekuatan Motorik : Sdn, Kesan lateralisasi (-)
A Apatis e.c. dd 1. 1. Meningitis viral 2. Meningitis Tb
P
- Bedrest, Head up 300
- NGT tidak terpasang & Kateter terpasang
- O2 6-8 L/i via RM
- IVFD Rsol 20 Gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam
- Inj. Ciprofloxacin 200mg/12 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg 1 amp/12 jam
- Inj. Dexamethasone 1 amp/ 6 jam
- Inj. Diazepam 1 amp bolus (k/p)
- Fenitoin 3x100 mg
- Paracetamol 500 mg (k/p)
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Meningitis adalah inflamasi pada selaput arachnoid, piameter, maupun
yang melibatkan cairan serebrospinal. Meningitis dapat disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamur, atau parasit) maupun proses non-infeksi (penyakit sistemik,
keganasan, atau reaksi hipersensitivitas). Meningitis viral adalah peradangan selaput
otak atau meningen yang disebabkan oleh virus.2
3.2. Etiologi
Sekitar 90 % kasus meningitis viral disebabkan oleh virus pada saluran
pencernaan yang disebut enterovirus, tetapi virus-virus lain dapat juga
menyebabkan meningitis viral. Pada banyak kasus, virus spesifik yang
menyebabkan meningitis tidak teridentifikasi. Enterovirus sampai dari orang ke
orang melalui tinja dan saliva.1
Beberapa penyebab lain dari meningitis viral adalah HSV, Varicella zoster
virus, HIV, mumps dan ebstein barr virus.3
3.3. Patogenesis
Mekanisme transmisi dari meningitis viral bergantung pada virus
penyebabnya.Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa dari 90% kasus dengan
virus sebaga ietiologinya ditemukan bahwa Enterovirus merupakan penyebab
utama dari meningitis viral. Enterovirus ini sendiri ditansmisikan melalui fecal-
oral ataupun dari sekresi pernapasan. Selain Enterovirus penyebab lain yang
sering menyebabkan meningitis viral adalah HSV-2 (Herpes simpleks virus)
dimana virus ini menyebar melalui kontak dengan ulcer yang aktif ataupun kontak
dengan host shedding HSV dari permukaan mukosa. Selain Enterovirus dan HSV,
HIV merupakan penyebab lain yang ditemukan. Transmisidari HIV ini sendiri
dapat melalui kontak seksual ataupun kontak dengan cairan ataupun darah.4
Proteksi pada system saraf pusat terdiri atas tulang tengkorak,
leptomeningens, sawar darah otak serta blood-serebrospinal barrier. Sawar darah
otak terdiri atas mikrovaskular (pembuluhdarahkecil) sel endothelial, astrosit serta
perisit. Sistem ini mempertahankan kondisi persarafan dengan mengatur lewatnya
molekul kedalam dan keluar dari otak serta mempertahankan otak dari
mikororganisme apapun serta racun yang berasal dari darah.5
Infeksi pada meningen merupakan akibat dari barrier dari otak ataupun
system pertahanan otak diinfeksi dengan agen-agen infeksi. Penyebaran agen
infeksi meningitis dapat juga disebabkan dengan penyebran melalui darah
(hematogeneus route) contohnya tuberculous meningitis, HIV meningitis,
Arbovirus serta respiratori virus. Adapun factor predisposisi dari meningitis ini
sendiri adalah otitis media, pemakaian obat immunosupressan, pneumonia serta
diabetes.5
Selain dari beberapa factor diatas penyebaran kuman dapat juga dari
trauma kepala dengan fraktur terbuka ataupun komplikasi bedah otak. Invasi
kuman-kuman kedalam ruang subarachnoid menyebabkan reaksi radang pada pia
dan arakhnoid CSS (Cairanserebrospinal) serta sistem ventrikulus.5
3.4. Manifestasi Klinis
Gejala klasik dari meningitis termasuk demam, sakit kepala serta
kakuleher. Meningitis viral dapat timbul lebih akut dibandingkan bakteri dengan
timbul gejala malaise, lethargy, myalgia, anoreksia, muntah, mual, nyeri perut
ataupun diare. Sakit kepala pada meningitis viral sering terjadi di daerah frontal
atau retroorbital dan dapat disertai dengan adanya potopobia ataupun nyeri pada
pergeraka nmata. Sementara kaku pada leher umumnya muncul dengan frekuensi
yang sedang dan muncul ketika leher di antefleksikan.4
Iritasi berat pada meningen dapat mengakibatkan pasien pada posisi tripod
dengan lutut dan pangggul difleksikan leher di ekstensikan dan lengan serta bahu
diposisikan di belakang. Beberapa virus dapat mengakibatkan ruam yang khas.
Adanya papil edema ataupun tidak adanya pulsasi vena pada saat funduskopi
memberiindikasi adanya peningkatan tekanan intrakranial. Pada beberapa kasus
meningitis viral merupakan penyakit yang self limiting disease. Selain dari gejala
klasik meningitis di atas, gejala spesifik yang ditimbulkan oleh virus penyebabnya
dapat trelihat. Pada meningitis viral yang disebabkan oleh Enterovirus umumnya
akan dijumpai herpangina, nyeri perut serta konjunctivitis. Pada meningitis
dengan penyebab HIV akan dijumpai gejala berupa kejang.5
3.5. Perbedaan meningitis viral dan meningitis bakterialis
Secara umum menimgitis bacterial dan meningitis viral sangat susah untuk
dibedakan baik dari gejala klinis maupun dari pemeriksaan fisik. Pada viral
meningitis manifestasi yang timbul tidak separah bacterial meningitis. Karena
untuk mendiagnosa apakah penyebab infeksi adalah viral ataupun bacterial adalah
pemeriksaan cairan serebrospinal maka pemeriksaan cairan serebrospinal wajib
untuk dilakukan.6
.Pada pemeriksaaan cairan serebrospinal mengitis bakterialis menunjukkan
warna cairan yang keruh dengan reaksi pandy (+9++) , jumlah sel yang dijumpai
dapat sampai beribu terutama peningkatan netrofil. Dengan nilai laktat
(>3,5mmol/l) serta rasio albumin (>20X10-3)` . Serta ditemukanya bakteri pada
pemeriksaan kultur cairan serebrospinal. Pada viral meningitis menunjukkan
penampilan cairan serebrospinal dengan warna jenih sedangkan reaksi pandy
(+),padaktivas jumlah sel patologi dijumpai beberapa ratus sel mononuklear
termasuk sel limfosit b yang teraaktivasi. Dengn nilai nilai laktat (<3,5mmol/L)
serta rasio albumin hingga 20x10-3.6
3.6. Diagnosis Meningitis Viral
Diagnosis meningitis viral dapat ditegakkan dengan anamnesis yang tepat
serta , pemeriksaan fisik neurologis yang tepat serta pemeriksaan penunjang
lainnya.7
1. Anamnesis
a. Keluhan utama: nyeri kepala: durasi, kualitas nyeri, akut atau kronis,
riwayat menderita nyeri kepala sebelumnya
b. Gejala penyerta: fotofobia, kaku leher, mual, muntah, demam,
mengantuk berterusan, bingung.
c. Tanda-tanda aneurologis: diplopia, kelemahan fokal, atau gejala
sensoris
d. Riwayat penyakit terdahulu: meningitis, trauma kepala berat, infeksi
telinga atau sinusistis, status imunologi pasien dan riwayatvaksinasi.
e. Riwayat keluarga dan sosial: riwayat meningitis dalam keluarga atau
kontak dengan pasien yang diduga meningitis, riwayat berpergian
keluar negara
f. Obat-obatan: riwayat terapi antibiotic atau pasien alergipada antibiotic
2. Pemeriksaan Fisik
a. Trias meningitis: demam, kaku kuduk, nyeri kepala.
b. Test perangsangan meningeal positif : pada pasien dengan meningitis,
maka akan dijumpai tes perangsangan meningeal yang positif. Test
perangsangan meningeal ini merupakan kunci dari diagnose
meningitis. Pemeriksaan kaku kuduk yaitu pemeriksaan dengan
menekukkan kepala hingga dagu menyentuh dada dan dirsakan apakah
ada tahanan atau tidak.Tes Kernig yaitu kaki di fleksikan 90° pada
panggul lalu kaki diekstensikan hingga 135° lalu dirasakan apakah ada
tahanan sebelum mencapai 135° kemudian tes Brudzinski I yaitu
diaman pada saat melakukan pemeriksaan kaku kuduk diperhatikan
apakah ada fleksi bilateral ektremitas inferior. Kemudian tes
brudzinski II yaitu pada pemeriksaan kernig diperhatikan ekstremitas
inferior kontralateral apakah fleksi atau tidak.
c. Hampir 50% pasien dengan meningitis memiliki gejala berupa kejang.
d. Pharygitis, gastroenteritis dan ruam di kulit-infeksi enteroviral
e. Pharyngitis, lymphadenopathy dan splenomegaly- infeksi virus EBV
f. Parotitis dan orchiditis- mumps
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Spesimen darah: indikasi adanya kecurigaan ke arah penyakit sistemik
yang menyebabkan nyeri kepala
b. Pemeriksaan Spesimen cairan serebrospinal: Pemeriksaan cairaan
serebrospinala merukan gold standart dari meningitis hasi darai
pemeriksaan ini yang mengindikasi kecurigaan kearah infeksi system
saraf pusat: pleositisis, kadar protein, kadar glukosa, antigen.
c. Lumbal pungsi: untuk mengeklusikan hematoma intracranial, tumor,
dan hidrosefalus obstruktif
d. Memonitoring Bacterial/Viral Meningitis Score: risiko untuk terkena
meningitis rendah jika kriteria di bawah ini tidak ditemukan pada
pasien :
i. CSF Gram Stain positif
ii. CSF Neutrofil> 1000
iii. CSF protein >80mg/dL
iv. Peripheral ANC >10000 sel/mcL
v. Kejang sebelum atau pada masa menerima pasien
3.7. Diagnosa Banding Meningitis Viral
Berikut diagnosis banding meningitis viral :8
1. Meningitis bakteri yang tidak dirawat atau tidak dirawat sehingga sembuh
2. Tahap awal meningitis yang disebabkan jamur dan mycobacteria
3. Infeksi parameningeal
4. Meningitis neoplastik
Gambar 1. Diagnosa banding viral meningitis4
3.8. Tatalaksana
Dalam kebanyakan kasus, tidak ada pengobatan khusus untuk meningitis
viral. Kebanyakan orang yang menderita meningitis viral -benar sembuh sendiri
dalam waktu 7 sampai 10 hari . Namun, orang dengan meningitis yang disebabkan
oleh virus tertentu seperti virus herpes dan influenza , dapat mengambil manfaat
dari pengobatan dengan obat antiviral. Pemberian Antibiotik tidak membantu
mengobati infeksi virus , sehingga pengobatan dengan antibiotik tidak berguna
dalam pengobatan meningitis viral . Namun, antibiotik sangat penting sebagai
tatalaksana meningitis bakteri. Bayi dan orang dengan sistem kekebalan tubuh
yang lemah yang menderita meningitis virus perlu mendapatkan perawatan di
rumah sakit.8 Dengan pengecualian dari penggunaan acyclovir untuk HSV
ensefalitis, pengobatan meningoencephalitis viral adalah supportif. Pengobatan
penyakit ringan mungkin hanya memerlukan gejala simptomatis. Sakit kepala dan
hyperesthesia dianjurkan dengan bedrest, non-analgesik yang mengandung
aspirin, dan pengurangan cahaya ruangan , kebisingan,dan pengunjung Pasien
dengan meningitis viral yang berat mungkin memerlukan rawat inap dan
perawatan intensif . Hal ini penting untuk memantau pasien dengan ensefalitis
berat erat untuk kejang , edema serebral , pernapasan tidak memadai.9
Intervensi yang tepat termasuk cairan agresif, elektrolit, dan manajemen
nyeri, serta pengamatan dekat potensi neurologis dan gejala neurologis (kejang,
edema otak, sekresi SIADH). Terapi antivirus aktif terhadap banyak agen
penyebab yang mendasari meningitis viral baik tidak ada (ABRV, virus gondok,
LCMV). Dua terapi baru digunakan terhadap EVS adalah imunoglobulin serum
(ISG) dan pleconaril, yang baru dikembangkan agen anti-picornaviral terakhir.
Keduanya memiliki data yang relatif terbatas di balik penggunaannya; ISG telah
diberikan sebagai terapi pada neonatus dan profilaksis pada immunocompromised
host, sementara pleconaril telah dipelajari hanya dalam beberapa uji coba
terkontrol plasebo. Pada neonatus dengan infeksi EV sistemik, satu studi
menunjukkan bahwa pengobatan ISG diproduksi serum rendah titer virus, tapi itu
terlalu kecil untuk menunjukkan manfaat klinis untuk pendekatan ini . Pada orang
dewasa dengan agammaglobulinemic diberikan dosis reguler ISG, kejadian
meningoencephalitis EV kronis tampaknya telah menurun, dan tentu saja infeksi
seperti pada pasien ini dapat dilemahkan. Manfaat terapi pengobatan seperti dalam
kasus mapan meningoencephalitis EV kronis juga telah dilaporkan tidak
memberikan hasil signifikan.10
Pleconaril blok EV lampiran ke reseptor sel dan menghambat proses
Uncoating virus. Obat tersebut memiliki spektrum luas aktivitas anti-EV in vitro
dan bioavailabilitas oral tinggi in vivo. Sayangnya, bagaimanapun, meskipun hasil
awal yang menjanjikan, obat baru-baru ini ditemukan tidak memiliki manfaat
klinis atau virologi terdeteksi pada bayi dengan meningitis EV dibandingkan
dengan plasebo . Dalam dua penelitian randomized clinical trial dengan lebih 600
pasien dikombinasikan, pleconaril hanya sedikit memperpendek perjalanan
penyakit dalam subkelompok dewasa dengan EV meningitis yang mengalami
gejala yang lebih parah dan yang dirawat pada awal penyakit . Aplikasi untuk
pengunaan obat ini belum diterima berdasarkan data tersebut, dan masih belum
jelas apa masa depan obat sebagai terapi penyakit ini.10
Pengobatan meningitis bakteri membutuhkan administrasi yang cepat
dari antibiotik yang mencapai penetrasi tingkat tinggi dalam CSF . Ini umumnya
melibatkan pemberian parenteral. Antibiotik golongan sefalosporin generasi
ketiga (sefotaksim, 50 mg / kg setiap 6 jam atau ceftriaxone, 75 mg / kg setiap 24
jam) adalah terapi empiris cocok terhadap tiga patogen. Administrasi lebih dari
satu jenis antibiotik dalam keadaan ini adalah tidak memberikan manfaat
tambahan, tetapi jika meningitis dicurigai, kemungkinan maka ampisilin harus
ditambahkan. Kloramfenikol dengan atau tanpa vankomisin dapat diberikan
kepada Pasien dengan riwayat anafilaksis terhadap antibiotik beta –lactam.10
Deksametason, diberikan 10-15 menit sebelum atau tak lama setelah
antibiotik, telah terbukti mengurangi gejala sequlae neurologis dari meningitis
masa disebabkan oleh H. influenzae atau Streptococcus pneumoniae, tetapi belum
ada bukti yang menunjukkan manfaat terapi ini terhadap meningitis bakteri pada
orang dewasa. Meskipun demikian, banyak yang akan menganjurkan terapi
empiris pemberian deksametason (0,15 mg / kg setiap 6 jam selama 2 hari) dalam
semua kasus yang diduga bakteri meningitis pada anak di atas usia 6 minggu dan
untuk orang dewasa dengan bukti gangguan tingkat kesadaran atau bukti edema
serebral. Pertimbangan kondisi pasien mendukung langkah-langkah yang juga
penting dan beberapa pasien akan membutuhkan cairan pengganti, antiemetik,
antikonvulsan dan pengobatan tekanan intrakranial. Demam biasanya mengendap
dalam beberapa hari dan setiap kambuhnya demam selama terapi antibiotik adalah
disebabkan oleh obat demam, efusi subdural atau empiema, tromboflebitis
(cerebral atau vena kaki), atau infeksi.10
3.9. Komplikasi
Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis adalah gejala sisa
neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia,
dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf
otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas.
Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan. Gangguan
pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh
penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang
hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan
dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal.
Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima
pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan hipotalamus, dan
akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH.11
Pada keseluruhan 8 jenis penelitian (1853 pasien) memenuhi kriteria
seleksi. Secara keseluruhan, lebih sedikit pasien yang menerima kortikosteroid
meninggal daripada mereka yang menerima plasebo . Hasil peneltian pada
kelompok anak tidak berbeda dalam angka kematian di 14 Studi dengan anak-
anak saja ( risiko relatif RR 0,95 , 95 % CI 0,65 untuk 1,37 ) . Lebih sedikit
pasien di kortikosteroid daripada di kelompok plasebo memiliki gangguan
pendengaran berat. Anak-anak dengan ABM dari patogen. ada anak-anak dan
orang dewasa dengan meningitis bakteri akut , adjuvant terapi kortikosteroid
mengurangi angka kematian , gangguan pendengaran , dan jangka panjang
terhadap gejala sisa neurologis.12
BAB 4
DISKUSI KASUS
Pada pasien dengan meningitis umumnya menunjukkan gejala klinis
berupa demam, kaku kuduk serta sakit kepala. Pasien dengan meningitis juga
menunjukkan gejala berupa penurunan kesadaran. Pada pasien dijumpai gejala
ataupun trias meningitis berupa demam, kaku kuduk serta sakit kepala.Selain itu
pada pasien juga dijumpai adanya kejang, pada 50% pasien dijumpai kejang.
Pasien dengan meningitis viral pengobatan dengan antibiotic tidak
memberikan efek yang berarti. Prinsip utama pengobatan meningitis viral adalah
terapi suportif baik terapi simptomatis. Pada pasien ini dengan pengobatan tanpa
pemberian antibiotik pasien sudah menunjukkan perbaikan.
Penegakan diagnosis meningitis dapat dilakukan dengan anamnesis yang
baik serta pemeriksaan yang baik maka meningitis dapat ditegakkan. Selain itu
pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan gold standart dari penegakan
diagnosis meningitis. Dari pemeriksaan cairan serebrospinal akan dapat
ditentukan penyebab pasti meningitis. Pada pasien ini dari pemeriksaan none
pandy yaitu pemeriksaan cairan serebrospinal dijumpai hasil none pandy negative
atau cairan serebrospinal berupa serous ketika dilakukan pemriksaan yang
mengindakasikan penyebab meningitis kemungkinan besar adalah virus.
BAB 5
KESIMPULAN
Meningitis merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang
semua orang. Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang
mempunyai resiko tinggi untuk terkena meningitis. Di Inggris, dilaporkan bahwa
3000 orang terkena meningitis setiap tahunnya, baik dewasa maupun anak-anak.
Dilaporkan juga bahwa satu dari sepuluh orang yang menderita meningitis akan
meninggal, dan sisanya akan sembuh dengan meninggalkan kecacatan.
Gejala meningitis umumnya memenuhhi trias meningitis yaitu kaku
kuduk, demam, serta sakit kepala. Diagnosis meningitis dapat ditegakkan dari
anamnesa yang baik serta pemeriksaan klinis yang tepat. Pemeriksaan cairan
serebrospinal merukan gold standart dari meningitis. Penyebab utma meningitis
adalah mikroorganisme dapat berupa bakteri, virus ataupun jamur. Menemukan
mikroorganisme penyebab infeksi adalah diagnosis utama. Dari pemeriksaan
cairan serebrospinal maka akan didapati penyebab utamnya, apakah bakteri atau
mikrooganisme lain. Pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri warna cairan
serebrospinal bersifat purulent sedanng pada meningitis yang disebabkan oleh
virus cairan serebrospinal bersifat serous.
Penatalaksaan meningitis ini sendiri tergantung pada penyebab infeksi
nya. Pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri penatalaksaan utamanya
adalah pemberian antibiotik yang tepat dan tepat sasaran. Dari beberapa penelitian
didapati virus terbanyak yang menyebabkan meningitis adalah Enterovirus selaian
Enterovirus virus Herpes simpleks-2 merupakan salah satu virus yang sering
menyebabkan meningitis. Penatalaksaan dari viral meningitis adalah terapi
supportif yaitu menangani gejala simptomatis. Pemberian diazepam untuk kejang
diberikan apabila pasien kejang serta pemberian parasetamol apabila pasien
demam.
Prognosis pasien dengan meningitis juga tergantung dari mikroorganisme
penyebab meningitisnya. Umumnya pada pasien viral meningitis dapat sembuh
sendiri ataupun self limited dengan pemeberian nutrisi yang adekuat. Sedangkan
pada meningitis dengan penyebab nya adalah bakteri umumnya prognosis nya
buruk, dibutuhkan terapi antibiotic yang tepat sasaran dan durasi yang tepat.
5.2. Saran
Saran yang diberikan pada pasien dengan meningitis adalah edukasi yang
baik pada keluarga pasien. Pengobatan meningitis memerlukan jangka yang tidak
sebentar, kesabaran dan kepedulian keluarga pasien sangat diharapkan. Penjelasan
mengenai komplikasi maupun sequele yang diakibatkan harus dijelaskan dengan
tepat. Meningis ini sendiri dapat menimbulkan sequel berupa gangguang
neurologis.
Higiene yang baik harus ditingkatkan, meningngat meningitis dapat
menyebar dari kontak pada pasien maka pencegahan utama dengan menjaga
hygiene yang baik sangat diperlukan baik pada keluarga atupun para klinisi.
Penegakan diagnosis yang tepat sangat dibutuhkan dengan segera sehingga
dapat memberikan pengobatan yang tepat. Pemberian antibiotic yang tepat pada
meningitis bakterialis harus menjadi perhatian serius.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarah A E Logan, Eithne MacMahon ,2012.Viral meningitis.London : BMJ
2. Cassady KA, Whitley RJ. Pathogenesis and pathophysiology of viral infections
of the central nervous system. In: Scheld WM, Whitley RJ, Marra CM, eds.
Infections of the central nervous system . 3rd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2004:57-74.
3. Kupila L, Vuorinen T, Vainionp, Hukkanen V, Marttila RJ, Kotilainen P.
Etiology of aseptic meningitis and encephalitis in an adult population.
Neurology 2006;66:75-80.
4. Triant, VA. Viral Meningitis. In Health care of homeless person 175-180
available at
http://www.bhchp.org/BHCHP%20Manual/pdf_files/Part1_PDF/ViralMeningit
is.pdf
5. Kumar R. Asepetic meningitis : diagnosis and management.In Indian Journal
Pediatric 2005.(72) ; 57-63
6. Baehr, M, Michael Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. 4th ed.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2012; 364-5
7. Karen L.R., Kenneth L.T., Viral Meningitis, Harrison’s Principles of Internal
Medicine 17thEdition. McGraw Hill Medical
8. Altia J, Hatala R, Cook D.J, Wong J.G., The Rational Clinical Examination:
Does this Adult Patient have Acute Meningitis? JAMA 1999;282: 175-81
9. National Cancer Institute. 2013. Epidemiology and etiology of gestational
trophoblastic diseases. Available from:
http://www.cdc.gov/meningitis/viral.html last access:16 juli 2015.
10. Irani, David.N. 2008. Aseptic Meningitis and Viral Myelitis. Associate
Professor of Neurology, University of Michigan Medical School Holtom-
Garrett Program in Neuroimmunology, University of Michigan Medical
School.
11. Fowler, J and Scadding, John W. 2009. Clinical Neurology 3 rd
edition.Blackwell, Maidstone and Tunbridge Wells NHS Trust Formerly of
King’s College Hospital, London pg 383.
12. van de D, de Gans J, McIntyre P, et al. adjuvant corticosteroid therapy
reduces death, hearing loss, and neurological sequelae in bacterial
meningitis.2003.pg 1