Post on 08-Feb-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Luka tembak memiliki keterkaitan pada peradilan pidana serta sistem
penanganan luka. Beberapa statistik dasar yang penting dalam memahami
besarnya dan beratnya beban sosial ekonomi pada masyarakat Amerika Serikat
masih diperdebatkan.1
Kekerasan dengan menggunakan senjata api meningkat dalam decade terakhir
ini. Dalam konteks kesehatan masyarakat, diperkirakan terdapat lebih dari
500.000 luka pertahunnya yang merupakan luka akibat senjata api. Menurut
laporan dari organisasi kesehatan dunia pada tahun 2001, jumlah tersebut
mewakili seperempat dari total perkiraan 2,3 juta kematian akibat kekerasan. Dari
jumlah 500.000 tersebut, 42%nya merupakan kasus bunuh diri, 38% merupakan
kasus pembunuhan, 26 % merupakan perang dan konflik persenjataan.2,3
Di Amerika Serikat untuk tahun 2010, ada 31.513 kematian akibat senjata api,
dengan modus kematian yang bermacam-macam: Bunuh Diri 19.308; Homicide
11.015; Kecelakaan 600. Hal ini membuat cedera akibat senjata api merupakan
salah satu dari sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikatr Jumlah senjata api
yang berhubungan dengan cedera di Amerika Serikat, baik fatal maupun non -
fatal, meningkat hingga 1993, turun sampai 1999, dan telah tetap relatif konstan
sejak tahun tersebut. Namun, cedera akibat senjata api tetap menjadi penyebab
utama kematian di Amerika Serikat, terutama di kalangan pemuda.4,5
Sebuah studi kematian akibat senjata api di negara-negara berpenghasilan
tinggi (Australia, Austria, Kanada, Republik Ceko, Finlandia, Perancis, Jerman,
Hungaria, Islandia, Italia, Jepang, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru,
Norwegia, Portugal, Slovakia, Spanyol, Swedia, Inggris Raya (Inggris dan
Wales), Inggris (Irlandia Utara), Inggris (Skotlandia), dan Amerika Serikat)
dilakukan dengan cara pendataan olehWHO dari statistik nasional resmi dari
masing-masing negara dari tahun 2003 6. Total populasi untuk Amerika Serikat
untuk tahun 2003 adalah 290.800.000 sedangkan populasi gabungan untuk 22
negara lain adalah 563.500.000. Ada 29.771 kematian senjata api di Amerika
Serikat dan 7.653 kematian senjata api di 22 negara lain. Dari semua kematian
1
senjata api di 23 negara-negara berpenghasilan tinggi ini pada tahun 2003, 80 %
terjadi di Amerika Serikat . Di Amerika Serikat tingkat kematian senjata api
secara keseluruhan adalah 10,2 per 100.000, secara keseluruhan tingkat
pembunuhan senjata api 4,1 per 100.000, dan tingkat pembunuhan keseluruhan
6,0 per 100.000, dengan tingkat pembunuhan tertinggi senjata api orang 15 sampai
24 tahun. Bagi Amerika Serikat angka bunuh diri secara keseluruhan adalah 10,8
per 100.000, dan sedikit lebih dari setengah dari kematian ini adalah bunuh diri
senjata api ( 5,8 per 100.000 ). Angka bunuh diri dengan senjata api meningkat
mengikuti usia. Di negara-negara berpenghasilan tinggi lainnya pada tahun 2003
tingkat kematian senjata api secara keseluruhan adalah 1,4 per 100.000, secara
keseluruhan tingkat pembunuhan senjata api 0,2 per 100.000, dan tingkat
pembunuhan keseluruhan 0,9 per 100.000. Tingkat pembunuhan senjata api yang
tertinggi pada usia 25 tahun untuk kelompok usia 34 tahun . Tingkat bunuh diri
secara keseluruhan adalah 14,9 per 100.000 dengan tingkat bunuh diri dengan
senjata api secara keseluruhan dari 1,0 per 100.000.
Grafik Angka kematian akibat senjata api ( per 100.000 , usia disesuaikan ) untuk Negara Terpilih dalam satu tahun antara tahun 1990 dan 1995. 7
Dewasa ini, senjata api banyak memiliki peranan dalam kasus pembunuhan,
bunuh diri, dan kecelakaan. Sepanjang tahun 2006, KONTRAS mencatat 92 kasus
2
yang melibatkan anggota kepolisian dengan berbagai peran, mulai dari pelaku
tunggal hingga berkelompok dalam melakukan tindak kriminal.Kasus yang paling
menonjol adalah penganiayaan sebanyak 36 kasus dan penembakan 18 kasus.
Penembakan terhadap pelaku kriminal sejumlah 26 kasus.6
Setiap dokter yang bekerja di Indonesia perlu memahami Ilmu Kedokteran
Forensik terlebih dahulu agar tidak menemui kesulitan dalam menerapkan ilmu
kedokteran yang dimilikinya untuk kepentingan peradilan. Dalam referat ini kami
menyajikan tentang luka akibat tembakan senjata api. Dengan mengetahui kriteria
luka dengan jelas dapat membantu dalam penyidikan yang dilakukan oleh polisi
atau penyidik.6
Untuk mengetahui kriteria luka tidaklah mudah karena luka akibat senjata api
itu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait dengan luka akibat senjata itu
sendiri. Hal ini diperumit lagi dengan adanya perkembangan teknologi senjata,
misalnya macam-macam peluru dari jenis bahan yang berbeda.6
Pada kenyataannya, beberapa orang telah mengadakan penelitian dalam
bidang ini tetapi hanya sedikit yang menghasilkan informasi yang akurat dan dapat
berguna bagi peradilan untuk membuat keputusan.6
Pada referat ini, kami berusaha menyatukan informasi yang dapat dipercaya
dan yang berhubungan dengan luka tembak. Semoga referat ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Contoh kasus
Penembakan Cebongan12
Penembakan Cebongan adalah peristiwa penembakan yang terjadi di
Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
pada 23 Maret 2013. Penembakan dilakukan oleh beberapa orang tak dikenal
dan menyebabkan empat orang tewas. Empat korban tewas merupakan pelaku
pengeroyokan seorang anggota Kopassus bernama Heru Santosa hingga tewas
di Hugo’s Café beberapa hari sebelumnya.
Latar belakang
Pada Selasa, 19 Maret 2013, pukul 02.30 terjadi pengeroyokan yang
dilakukan oleh beberapa orang terhadap seorang sersan satu Kopassus Kandang
Menjangan Kartasura bernama Heru Santosa di tempat hiburan Hugo's Cafe di
3
Jalan Adisucipto, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Heru Santosa
tewas dalam pengeroyokan tersebut.
Keributan itu sendiri terjadi antara salah seorang pelaku dengan teman-
temannya tak lama setelah Heru beserta rekan rekannya sesama anggota
Kopassus benama Alen tiba di tempat hiburan tersebut sekitar pukul 02.20
WIB.Awalnya, Heru beserta rekannya didatangi oleh seseorang bernama D
bersama sekitar tujuh temannya.Mereka bertanya asal daerah korban.Heru
menjawab bahwa dirinya adalah anggota Kopassus.Setelah itu, tiba-tiba terjadi
keributan antara Heru dengan kelompok D.
Perkelahian awalnya terjadi di halaman cafe, namun karena tak kunjung
selesai, keributan kembali terjadi di dalam kafe.Beberapa orang sempat
berupaya melerai. Akan tetapi, Heru tetap dikeroyok dan tewas setelah ditikam
dengan pecahan botol di bagian dadanya. Setelah Heru terkapar, para pelaku
segera melarikan diri.Dalam kondisi luka parah, Heru dilarikan ke Rumah Sakit
Bethesda, namun meninggal dalam perjalanan.Jenazah korban lalu
diterbangkan ke kampung halamannya di Palembang.
Empat pelaku pengeroyokan berhasil ditangkap oleh kepolisian.Sebagian
pelaku ditangkap di sebuah asrama di kawasan Lempuyangan, Yogyakarta, yang
sering dijadikan tempat mangkal kelompok tersebut. Para pelaku awalnya
ditahan di Mapolda DIY sebelum kemudian dipindahhkan Lembaga
Pemasyarakatan Cebongan pada Jumat 22 Maret 2013 siang dengan alasan sel
di Mapolda DIY sedang direnovasi.
Penembakan
Pada Sabtu 23 Maret 2013, sekitar pukul 01.30 WIB, satu kelompok yang
terdiri atas sekitar 17 orang tak dikenal mendatangi Lapas Cebongan. Mereka
berhasil masuk setelah mengancam petugas lapas dengan senjata api. Pelaku
juga melakukan tembakan ke udara agar sipir dan napi yang lain tiarap. Mereka
lalu meminta sipir menunjukkan sel di mana terdapat tahanan yang terlibat
kasus penganiayaan anggota Koppasus hingga tewas di Hugo's Cafe. Mereka
juga meminta sipir memberikan kunci sel tempat para tersangka ditahan.Dalam
prosesnya, mereka sempat melukai sipir, dan melakukan ancaman dengan
menunjukkan granat. Akhirnya sipir memberitahu bahwa para tahanan tersebut
4
ditempatkan di sel 5A serta memberikan kunci selnya.Setelah memperoleh
informasi tersebut, kelompok itu kemudian pergi menuju sel para tersangka.
Dalam prosesnya, ketika mereka semakin mendekati sasaran, jumlah pelaku
yang ikut serta semakin sedikit.Dari 17 orang yang melakukan penyerangan,
hanya satu orang yang melakukan penembakan. Begitu tiba di sel 5A, mereka
menyuruh para tahanan yang berada di sana untuk berkumpul. Kemudian salah
seorang pelaku bertanya di mana kelompok D. Ia berkata, "Yang bukan
kelompok D, minggir!". Sempat ada tahanan yang berkata bahwa D tidak ada,
namun pelaku mengancam bahwa mereka akan menembak semua tahanan itu
jika tidak diberitahu. Akhirnya para tahanan memisahkan diri hingga tersisa tiga
orang. Mereka disuruh untuk berkumpul, kemudian langsung ditembak hingga
tewas. Setelah itu, pelaku menembak satu orang tahanan lagi.
Setelah menembak mati para tahanan, para penembak memaksa sebanyak
31 tahanan di sel tersebut yang menyaksikan eksekusi itu untuk bertepuk
tangan.Begitu selesai, para pelaku pun pergi meninggalkan sel. Untuk
menghilangkan barang bukti, mereka merusak kamera CCTV dan mengambil
rekaman CCTV lapas.
Penyerangan berlangsung selama kurang lebih 15 menit, sementara
penembakannya berlangsung selama 5 menit.Salah satu saksi melaporkan
bahwa, selama peristiwa berlangsung, ada seorang pelaku yang terus-menerus
melihat jam di tangannya.
Korban
Korban yang tewas dalam pristiwa penembakan ini adalah:
1. HS alias Dk, 31 tahun. Dk merupakan seorang karyawan swasta namun
dikenal pula sebagai seorang preman.Ia pernah ditangkap Polresta
Yogyakarta dalam kasus pembunuhan mahasiswa tahun 2002 dan
pemerkosaan tahun 2007. Dk pernah bergabung dengan ormas pimpinan H,
namun kemudian mundur dan tidak aktif lagi. Ia juga menjadi tenaga
keamanan di Hugo's Cafe yang terletak depan halaman Hotel Sheraton
Mustika di Jl Solo Km 10 Maguwoharjo, Sleman.
2. AG alias Di, 33 tahun
3. GR alias Ad, 29 tahun
5
4. YM alias Jn, 38 tahun. YM adalah seorang anggota Polresta Yogyakarta yang
pernah terlibat kasus sabu-sabu. Akibat kasus itu, ia dipecat dari kepolisian.
Ia juga divonis hukuman 2,8 tahun dan perawatan di RS Grhasia khusus
narkoba. Ketika mengeroyok Heru, Jn sedang menjalani masa bebas
bersyarat.
Keempat korban berasal dari Nusa Tenggara Timur, dengan rincian tiga
orang berasal dari Kupang dan satu orang berasal dari Flores.
Pelaku
Menurut Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila, para pelaku penembakan
adalah orang-orang yang sangat terlatih dan profesional. Siti mengungkapkan
bahwa, berdasarkan keterangan para saksi, masing-masing pelaku membawa
senjata laras panjang dan pistol di kiri dan kanan pinggang, serta memakai
rompi, yang diduga antipeluru, dan zebo (penutup muka) yang seragam.Mereka
juga membawa granat.Sementara pakaian yang dikenakan tidak seragam.Ada
yang memaki kemeja lengan pendek maupun panjang.Celana yang dikenakan
juga bukan seragam. Para pelaku disebutkan memiliki postur yang tegap dan
tinggi badannya hampir sama. Siti mengatakan bahwa mereka "bergerak dengan
singkat, cepat, terencana."
Pada 4 April 2013, tim investigasi bentukan internal TNI yang diketuai oleh
Wadan Puspomad Brigjen Unggul K. Yudhoyono mengumumkan bahwa pelaku
penembakan Cebongan adalah 12 anggota Kopassus grup 2 Kandang
Menjangan, Kartasura. Aksi tersebut dilakukan karena dilatarbelakangi utang
budi sang eksekutor, Serda U terhadap Serka Heru Santoso yang tewas di
Hugo's Cafe yang juga merupakan mantan atasannya.Para pelaku yang sedang
latihan di Gunung Lawu mendapat kabar bahwa salah satu anggota Kopassus
dibunuh.Kemudian mereka turun gunung menuju LP dan terjadilah
penyerangan.Senjata yang digunakan mereka untuk melakukan penembakan
bukan berasal dari gudang senjata melainkan senjata yang diambil seusai
latihan.
Tanggapan
Sejumlah orang menunjukkan keprihatinan atas peristiwa penyerangan ini.
Ketika kempat jenazah korban penembakan berada di tempat Instalasi
6
Kedokteran forensik Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta, puluhan warga Nusa
Tenggara Timur berkumpul di depan tempat tersebut. Sementara Gubernur Nusa
Tenggara Timur berpesan agar keempat jenazah "diperlakukan secara patut dan
layak dan dikembalikan ke keluarganya." Keempat jenazah itu sendiri akhirnya
diterbangkan ke daerah asalnya dengan biaya yang ditanggung Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kopassus mengklaim belum ada bukti keterlibatan Kopassus dalam
penembakan ini. Selain itu, Kasi Intel Grup II Kopassus Kandang Menjangan,
Kartasura, Kapten Inf Wahyu Yuniartoto menyatakan bahwa seluruh anggotanya
sedang berada di dalam satuan saat kejadian penyerangan berlangsung. Ia
mekenkan bahwa tidak ada satupun anggotanya yang keluar dari kegiatan
pengamanan markas. Meskipun demikian, Kepala Penerangan Kopassus Mayor
Susilo menyatakan bahwa pihaknya akan menindak tegas anggotanya jika
memang ada yang terlibat dalam kasus penyerangan ini.
Dugaan keterlibatan anggota Kopassus juga dibantah oleh Panglima
Kodam IV/Diponegoro, Mayjen TNI Hardiono Saroso dan Assintel Komandan
Jenderal Kopassus, Letkol Infantri Richard.
Haris Azhar, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan atau yang lebih dikenal dengan KONTRAS, mengatakan bahwa
penyerangan ini dilakukan secara terencana karena berlangsung dengan "rapi
dan cepat." Haris juga menyamakan cara para pelaku, yang mengurangi jumlah
ketika semakin mendekati sasaran, dengan operasi buntut kuda.
Sementara itu kepolisian belum bisa memastikan apakah penyerangan
tersebut merupakan sesuatu yang terencana.
Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar berpendapat bahwa ada
kemungkinan penyerangan tersebut terkait dengan peredaran narkoba di
Indonesia. Dugaan ini muncul karena salah satu korban tewas dalam
penembakan itu diduga memiliki informasi mengenai peredaran narkoba.
Bambang lebih jauh menjelaskan bahwa ada kecenderungan bahwa peristiwa ini
merupakan konflik antaragen bandar, yaitu polisi yang meninggal (salah satu
korban penembakan) dengan Heru Santosa.Bambang bahkan mengatakan bahwa
kedua pihak tersebut sama-sama berada di bawah kekuasaan sebuah mafia
narkoba.
7
Wandi Marceli, pengacara keempat tersangka pengeroyokan yang tewas
dalam penyerangan ini, mempertanyakan keputusan polisi untuk memindahkan
para kliennya dari Mapolda DIY ke Lapas Cebongan. Ia menyatakan bahwa
dirinya merasa "janggal" karena keempat kliennya tewas ditembak tidak sampai
satu hari setelah dipindahkan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan adanya perumusan masalah,
yaitu:
1. Apa saja jenis-jenis senjata api?
2. Bagaimana mekanisme kerja senjata api?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya luka akibat senjata api?
4. Bagaimana pemeriksaan forensik untuk mengindentifikasi luka akibat
tembakan senjata api?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui jenis-jenis senjata api dan mekanisme kerjanya.
2. Untuk mengidentifikasi luka tembak akibat senjata api
3. Untuk mengetahui pemeriksaan forensik yang mendeteksi luka akibat
tembakan senjata api.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi dan wacana mengenai luka tembak.
2. Manfaat Aplikatif
1. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan mahasiswa mengenai luka tembak.
2. Bagi Tenaga Medis
Menambah wawasan bagi tenaga medis mengenai luka tembak sehingga
bisa membantu mengidentifikasikan jenis luka tembak.
3. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi mengenai luka tembak sehingga bisa memahami
tindakan medis yang dilakukan.
8
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.3
Luka tembak adalah gambaran luka yang tidak hanya terjadi sebagai akibat
terjangan anak peluru pada sasaran, tetapi juga oleh produk ikutan yang terjadi
saat tembakan dilepaskan, yaitu partikel logam akibat geseran anak peluru dengan
laras, butir mesiu yang tidak sempurna terbakar, asap serta panas akibat ledakan
mesiu dan pada luka tembak yang terjadi akibat tembak tempel, kerusakan
jaringan akibat moncong laras yang juga menekan sasaran.
Luka tembak terdiri atas luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Luka
tembak masuk adalah luka yang ditemukan pada tempat anak peluru memasuki
tubuh korban, sedangkan luka tembak keluar adalah luka yang ditemukan pada
tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban.3
Senjata api adalah suatu senjata yang menggunakan tenaga hasil perledakan
mesiu, dapat melontarkan proyektil (anak peluru) yang berkecepatan tinggi
melalui larasnya.3
Senjata api adalah jenis senjata yang menggunakan mesiu sebagai sumber energi
kinetiknya.4
B. KLASIFIKASI LUKA TEMBAK MASUK
Yang diperlukan sebenarnya penentuan jarak tembak atau jarak antara
moncong senjata dengan targetnya (tubuh korban). Berdasarkan ciri-ciri yang khas
pada setiap tembakan yang dilepaskan dari berbagai jarak, maka perkiraan jarak
tembak dapat diketahui; dengan demikian dapat dibuat klasifikasinya. Klasifikasi
yang dimaksud adalah:3
1. Luka Tembak Masuk Tempel (contact wounds)
Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan ditembakkan,
bila tekanan pada tubuh erat disebut hard contact, sedangkan yang tidak erat
disebut soft contact. Umumnya luka berbentuk bundar, yang dikelilingi kelim
lecet yang sama lebarnya pada setiap bagian. Di sekeliling luka tampak daerah
9
yang berwarna merah atau merah coklat, yang menggambarkan bentuk dari
moncong senjata; ini yang disebut jejas laras. Rambut dan kulit disekitar luka
dapat hangus terbakar. Saluran luka akan berwarna hitam yang disebabkan
oleh butir-butir mesiu, jelaga, dan minyak pelumas. Tepi luka dapat berwarna
merah, oleh karena terbentuknya COHb.5
Bentuk luka tembak tempel sangat dipengaruhi oleh keadaan kepadatan
atau densitas jaringan yang berada dibawahnya; dengan demikian dapat
dibedakan:5
a. Luka tembak tempel di daerah dahi mempunyai ciri luka berbentuk
bintang dan terdapat jejas laras.
b. Luka tembak tempel di daerah pelipis mempunyai ciri luka berbentuk
bundar dan terdapat jejas laras.
c. Luka tembak tempel di daerah perut mempunyai cirri luka berbentuk
bundar dan kemungkinan besar tidak ada jejas laras.
2. Luka Tembak Masuk Jarak Dekat (close-range wounds)
Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban masih
dalam jangkauan butir-butir mesiu (luka tembak jarak dekat), atau jangkauan
jelaga dan api (luka tembak jarak sangat dekat). Luka berbentuk bundar atau
oval tergantung sudut masuknya peluru, dengan disekitarnya terdapat bintik-
bintik hitam (kelim tattoo), dan atau jelaga (kelim jelaga). Di sekitar luka
dapat ditemukan daerah yang berwarna merah atau hangus terbakar.
a. Luka tembak jarak dekat 30 cm:
Ciri-ciri luka tembaknya terdiri dari:
- Lubang
- Klim lecet
- Klim tato
- Klim jelaga.
b. Luka tembak jarak dekat 30-60 cm).
Ciri-ciri luka tembaknya terdiri dari:
- Lubang
- Klim lecet
- Klim tato
10
3. Luka Tembak Masuk Jarak Jauh (long-range wounds)
Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban di luar
jangkauan atau jarak tempuh butir-buti mesiu yang tidak terbakar atau
sebagian terbakar. Luka berbentuk bundar atau oval dengan disertai adanya
kelim lecet. Bila senjatanya seringdirawat (diberi minyak pelumas), maka
pada kelim lecet dapat dilihat pengotoran berwarna hitam berminyak, jadi ada
kelim kesat atau kelim lemak.5
Gambar1. Klasifikasi Luka Tembak
Dix Jay. Color Atlas Of Forensic Pathology: Firearms (Handguns And Rifles). 1st
edition. New York: CRC Press, 2000. p 68 – 98
C. LUKA TEMBAK KELUAR
Letak disebabkan oleh peluru yang berjalan dari dalam ke arah keluar (LTM dari
luar ke dalam). Konsekwensinya dapat ikut jaringan atau tulang sehingga lubang luka
sangat variable baik bentuk ataupun besarnya.
11
Beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk atau besar luka tembak keluar adalah :
Kecepatan saat peluru keluar dari badan.
Permukaan atau jaringan tempat peluru keluar.
Deformitas dari peluru akibat benturan dengan jaringan sewaktu melalui
rongga badan.
Jalan atau gerakanpeluru, dimana peluru dalam tubuh tidak berjalan stabil
tapi melakukan goyangan (tumbling dan yawing).
Ada tidaknya fragmentasi anak peluru.
Ada tidaknya fragmentasi tulang atau jaringan yang ikut keluar.
Ada tidaknya tahanan dari luar pada waktu peluru akan menembus
(tembok sesuatu yang keras).
Secara umum LTK bentuknya lebih besar dari LTM (kecuali bila peluru jalannya
pelan), bentuk kurang teratur dan tidak ditemukan kelim-kelim, luka tembak masuk
dapat lebih besar dari luka tembak keluar bila LTM tersebut mengenai daerah jaringan
tipis dan dibawahnya terdapat tulang keras ( misalnya pada dahi).
Perbedaan lain antara LTM dan LTK, pada tempat bertulang (tengkorak) lubang luka
LTM membentuk corong terbalik artinya diameter lubang pertama / luar lebih kecil
dari lubang di dalam dan sebaliknya pada LTK.
LTK dapat mengalami memar sekelilingnya bila pada waktu keluar, peluru mendapat
tahanan benda yang keras selain klim lecet sehingga sukar di bedakan dengan LTM,
untuk itu perlu diperiksa secara histopatologi.
Histopatologi LTM : memberikan perubahan seperti mekanikal dan panas.
D. JENIS SENJATA API
Klasifikasi senjata dapat didasarkan pada berbagai macam hal, antara lain:4
1. Berdasarkan tenaga pendorong/pelontar
Atas dasar tenaga yang digunakan untuk melontarkan anak pelurunya maka
jenis senjata dapat dibagi menjadi :4
a. Senjata api :
Yaitu jenis senjata yang menggunakan mesiu sebagai sumber kinetiknya,
terdiri atas :
i. Mesiu hitam (black powder atau smoke powder)
Terdiri atas : belerang, arang dan sendawa.
Ciri-cirinya :
12
- Menimbulkan asap banyak, berwarna hitam serta sisa-sisa
pembakaran.
- Tenaga lontarnya kurang kuat.
ii. Mesiu putih (white powder atau smokeless powder)
Terdiri atas :
- Nitrocellulose saja (single base powder).
- Nitrocellulose dan nitroglycerine (double base powder).
Ciri-cirinya :
- Menimbulkan asap sedikit.
- Menimbulkan sisa pembakaran sedikit.
- Tenaga lontarnya lebih kuat.
b. Senjata angin :
Yaitu jenis senjata yang menggunakan kompresi udara atau cairan CO2
sebagai sumber energi untuk melontarkan pelurunya.
Gambar2. Senapan angin
http://www-medlib.med.utah.edu/WebPath/TUTORIAL/GUNS/
GUNTERM.html
2. Berdasarkan cara menggunakan
Pembagian jenis senjata berdasarkan cara menggunakannya dapat dibedakan
menjadi:4
a. Senapan / bedil
Cara mengoperasikan senjata dari jenis ini adalah dengan kedua tangan
sambil memanfaatkan bahu.
13
Terdiri atas :
- Senapan berlaras lebih dari 22 inci (long-barrel weapon)
- Senapan berlaras kurang dari 22 inci (short-barrel weapon)
Macam-macam senapan laras panjang :
Rifles
Rifle adalah jenis senapan yang biasanya mempunyai panjang laras
lebih dari 18 inci. Terdapat pegangan kearah dada atau bahu, yang
disebut stock, agar dapat menahan hentakan yang terjadi ketika
menembak, supaya akurasi tetap terjaga. Laras panjangnya ini
biasanya mempunyai alur spiral di dalam, sehingga peluru yang
melesat menjadi berputar, dimaksudkan untuk akurasi dan
kecepatan yang lebih maksimal.
Shotguns
Senapan yang memiliki laras panjang dengan kaliber yang
biasanya cukup besar. Selain untuk berburu, biasanya digunakan
pula untuk berolahraga menembak, dengan sasaran bergerak yang
dilontarkan ke udara.
Jenis-jenis senjata api laras panjang yang sering digunakan di kalangan
militer :
1. MAUSER
Pernah menjadi senjata standar Polri di jaman Orde
Baru hingga awal Reformasi, senjata ini kini hanya
dijadikan senjata beban bagi para siswa yang sedang
menjalani pendidikan Kepolisian. Type Manual; Kaliber
14
7,62 mm; Magazin tidak dapat dilepas dengan kapasitas 5
peluru;
2. M1 GARAND
Senapan jaman perang dunia II yang merupakan symbol
pasukan AS pada jaman itu dan pernah menjadi senjata andalan
TNI. Panjang 1,103 m; Kaliber 0,3 inch; Berat 4,37 kg;
Kapasitas magazin 8 peluru; Jarak tembak efektif 500 m.
3. SKS
4. SMLE 0.303
SMLE (Short Magazine Lee-Enfiled) digunakan tentara Inggris
pada perang dunia I & II, Akurasi dan kecepatan penembakan adalah
kunci utama kesuksesan senjata ini.Senjata ini juga pernah melengkapi
persenjataan Tni/Polri. Panjang 1,13 m; Berat 3,93 kg; Kapasitas
magazin 10 peluru; Kaliber 0,303 inch (setara 7,62 mm); Jarak tembak
efektif 1 km; System penembakan Manual.
5. STURMGEWEHR 44 (Stg 44)
15
Panjang 0,94 m; Berat 5,1 kg; Kapasitas magazin 30 peluru;
Kaliber 7,62 mm Kurz; Daya tembak 500 peluru per menit; Jarak
tembak efektif 300 m; Buatan Jerman, mulai diproduksi pada tahun
1944. Digunakan pada Perang Dunia II.
6. AK-47
Hinggasaat ini hampir seluruh dunia telah menggunakannya.
Mulai dari Militer, Kepolisian hingga para pemberontak dan teroris
pun menggunakan senjata ini sebagai senjata andalan mereka. Mudah
dioperasikan dan tahan banting, itulah yang membuat senjata ini
diterima luas oleh seluruh dunia. Di Indonesia sendiri senjata ini
digunakan oleh Marinir TNI-AL dan Kopassus TNI-AD.Bahkan Polri
pun memperkuat pasukan Brimobnya dengan senjata ini.Type Gas
Operated; Kaliber 7,62 x 39 mm; Kapasitas magazin 30 peluru;
Panjang 880 mm; Berat 4,3 kg; Daya tembak 600 perluru per menit;
Kecepatan peluru 710 m per detik.
16
7. M-16
Kaliber 5,56 mm NATO; Sistem Gas Operated; Panjang total
986 mm (A1), 1.006 mm (A2); Panjang laras 508 mm; Berat 2,89 kg
kosong, 3,6 kg dgn 30 butir peluru; Daya tembak 650-800 peluru per
menit; Jarak tembak maksimum 460 m (A1), 550 m (A2); Kapasitas
magazin 30 dan 20 butir peluru. Senjata ini di Indonesia banyak
dipakai oleh TNI dan Polri.
8. FN FAL
Panjang 1,053 m; Berat 4,3 kg; Kaliber 7,62 mm; Kapasitas
magazin 20 peluru; Daya tembak 550 peluru per menit; Jarak tembak
efektif 800 m. Buatan FN Belgia. FAL merupakan singkata dari
FusilAutomatique Legere.
9. STEYR AUG
17
Senjata buatan Austria ini konon merupakan salah satu senapan
infantri jenis bullpup terbaik karena bisa dioperasikan dalam kondisi
ekstrim dan akurasinya cukup bagus. Bobotnya yang cukup ringan
karena sebagian besar bahannya dari bahan plastik tahan banting.
Panjang 0,79 m; Berat 3,6 kg; Kaliber 5,56 mm NATO; Kapasitas
magazin 30-42 peluru; Daya tembak 650 peluru per menit; Jarak
tembak efektif 500 m.
10. SA 80
Panjang 0,78 m; Berat 3,80 kg; Kaliber 5,56 mm; Kapasitas
magazin 30 peluru; Daya tembak 700 peluru per menit; Jarak tembak
efektif 400 m. Buatan Inggris, mulai produksi tahun 1980. Magasin
yang sering terlepas sendiri dan body yang tidak tahan kotor konon
menjadi penyebab senjata ini gagal menjaring pembeli di luar Inggris
terutama pada awal produksi.
11. M4 A1
18
System Gas Operated; Kaliber 5,56 mm NATO; Panjang total
838 mm (dgn popor ditarik), 757 mm (popor masuk); Panjang laras
370 mm; Berat 2,52 kg (kosong), 3,0 kg (dgn 30 peluru); Kapasitas
magazin 30 peluru; Daya tembak 700-950 peluru per menit; Jarak
tembak efektif 360 m; Dilengkapi dengan Senter, Teleskop, Infra Red
dan Pembidik Laser. Buatan Amerika. Di Negara asalnya digunakan
oleh USSOCOM.Di Indonesia digunakan sebagai senjata standar oleh
Densus 88 AT Polri.
12. SS1-V1
Panjang (popor keluar) 997 mm, (popor lipat) 766 mm; Panjang
laras 449 mm; Berat kosong 4,01 kg; Jarak tembak 450 m; Daya
tembak 750-760 peluru per menit; Kaliber 5,56 mm; Firing Mode
Single, 3 burst, Full Auto, Safe. Buatan PT. Pindad
Indonesia.Digunakan oleh TNI/Polri.
13. SS1-V2
Senapan Serbu buatan PT. Pindad Indonesia yang menjadi
senjata standar TNI. Automatic Carbine (Medium Barrel); Kaliber 5,56
x 45 mm; Panjang laras 363 mm; Panjang total 890 mm (popor keluar),
666 mm (popor lipat); Berat kosong 3,91 kg; Jarak tembak 450 m;
Daya Tembak 750-760 m; Firing Mode Single, Full Auto, Safe.
14. SS1-V3
Panjang (popor keluar) 997 mm, (popor lipat) 766 mm; Panjang
laras 363 mm; Berat kosong 4,01 kg; Jarak tembak 450 m; Kaliber
19
5,56 mm; Firing Mode Single, 3 burst, Full Auto, Safe. Buatan PT.
Pindad Indonesia.Digunakan oleh TNI.
15. SS1-V5
Panjang (popor keluar) 770 mm, (popor lipat) 557 mm; Panjang
laras 252 mm; Berat kosong 3,37 kg; Jarak tembak 200 m; Daya
tembak 720-760 peluru per menit; Kaliber 5,56 mm; Firing Mode
Single, Full Auto, Safe. Buatan PT. Pindad Indonesia.Digunakan oleh
Polri.
16. SABHARA-V1
17. SABHARA-V2
18. XM8
Senjata yang diproduksi oleh Heckler-Koch Amerika mulai
diproduksi tahun 2005, dan akan berubah nama menjadi M8 ketika
20
resmi dipakai. Kaliber 5,56 mm. Senjata ini konon akan menggantikan
M16 sebagai senjata standar AD Amerika Serikat. Sejumlah kelebihan
ditawarkan mulai dari bobotnya yang lebih ringan hingga kelengkapan
sistem optik pada pembidik Infra Rednya.
19. SS1-R5 RAIDER
Kaliber 5,56 x 45 mm; Panjang laras 252 mm; Panjang Senjata
770 mm (popor keluar), 557 mm (popor lipat); Berat kosong 3,37 kg;
Daya tembak 650-700 peluru per menit; Jarak tembak efektif 375 m;
Firing mode Single, Full Auto, Safe. Buatan PT. Pindad Indonesia,
digunakan oleh RAIDER TNI-AD
b. Senjata genggam (handgun)
Cara memegang dan menembakkan senjata jenis ini cukup dengan
menggunakan satu tangan.
Terdiri atas :
Pistol
21
Yang dimaksud pistol biasanya memang mengacu kepada
istilah handgun itu sendiri. Jenis pistol ialah pistol semi otomatis,
seperti FN, dan pistol mesin yang full otomatis, seperti UZI.
Pistol menggunakan peluru yang terlebih dahulu dimasukkan
ke dalam magazine. Satu magazine bisa memuat 5 hingga 19
peluru tergantung kepada jenisnya, dan bisa diisi berulang kali.
Dalam pemakaiannya, magazine dimasukkan ke dalam pegangan
pistol.
Revolver
Pistol dengan magazine yang berbentuk silinder berlubang,
dengan laras yang lebih panjang. Biasanya magazine silinder ini
dapat diisi 6 peluru, satu peluru dalam setiap lubang. Silinder akan
otomatis memutar mengarahkan lubang berikutnya setelah
ditembakkan.
Terdapat semacam palu yang memukul ujung bagian peluru
ketika pelatuk ditarik, bagian belakang peluru yang berisi bubuk
peledak akan seketika terbakar dan meledak, sehingga ujung peluru
depan yang merupakan bagian inti dari peluru, akan melesat
dengan cepat memburu sasarannya.
Ada pula jenis yang lain, yaitu revolver dengan dua buah laras
panjang. Jenis ini lebih kuat hentakannya dan lebih lemah
akurasinya jika dibandingkan revolver berlaras satu. Tetapi dapat
lebih cepat dalam proses penembakkannya.
Derringers
Ialah jenis pistol yang sangat kecil dan pendek. Berlaras satu atau
dia, dengan pengisian peluru langsung di belakang larasnya.
Karena ukurannya yang kecil, senjata jenis ini sering digunakan
untuk cadangan yang disembunyikan, atau sebagai pelengkap.
3. Berdasarkan bentuk permukaan dalam laras
Pembagian jenis senjata ini berdasarkan bentuk permukaan dalam dari laras
dibagi menjadi:4
22
- Senjata berlaras rata (smooth-walled weapon)
Permukaan dalam dari larasnya rata atau tidak beralur melingkar.Laras
dari shotgun, senapan angin, pistol, atau revolver sering dibuat tanpa alur
melingkar.
- Senjata beralur melingkar (rifled weapon)
Kegunaan dari alur ini adalah agar anak peluru bergerak memutar
sehingga arah dan gerakan giroskopiknya menjadi lebih stabil. Gerakan
memutar sesuai atau berlawanan dengan arah jarum jam tergantung dari
bentuk spiral dari alur. Senjata militer biasanya dibuat dengan alur
melingkar, sedangkan senjata anginatau pistol kadang-kadang dibuat
seperti itu.
Gambar 3. Jenis-jenis senjata api
http://www-medlib.med.utah.edu/WebPath/TUTORIAL/GUNS/
GUNTERM.html
E. MEKANISME KERJA SENJATA API
Balistika adalah ilmu mengenai gerakan, sifat, dan efek dari proyektil,
khususnya peluru, bom, gravitasi, roket, dan lain-lain. Ilmu atau seni merancang dan
mengerakkan proyektil untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Balistik terdiri dari
3, yaitu balistik internal, balistik eksternal dan balistik terminal.
23
Balistik internal
Peluru yang ditembakkan dari senapan akan memiliki lebih banyak energi
daripada peluru yangditembakkan dari pistol. Penggunaan bubuk yang banyak juga
dapat digunakan dalam kartrid senapan karena ruang peluru dapat dirancang untuk
menahan tekanan yang lebih besar ( 50.000 sampai 70.000 psi untuk senapan vs
30.000 sampai 40.000 psi untuk pistol).Tekanan yang lebih tinggi membutuhkan
senjata yang lebih besar dengan lebih banyak recoil yang lebih lambat dan
menghasilkan lebih banyak panas. Sulit dalam praktek untuk mengukur kekuatan
dalam laras senapan, tapi satu parameter yang mudah diukur adalah kecepatan peluru
keluar dari laras ( muzzle velocity ).
Ekspansi terkendali dari gas pembakaran mesiu menghasilkan tekanan (gaya /
daerah ). Daerah yang dimaksudadalah dasar peluru ( setara dengan diameter laras )
dan konstan. Oleh karena itu, energi yang ditransmisikan ke peluru ( dengan massa
tertentu ) akan tergantung pada kekuatan massa, interval waktu dan gaya diterapkan.
Yang terakhir dari faktor-faktor ini adalah fungsi dari panjang barrel. perjalanan
peluru melalui laras senapan ditandai dengan meningkatkan percepatan gas untuk
memperluas pendorong di atasnya. Tetapi penurunan tekanan dalam barel sebagai
akibat dari pengembangan gas. Sampai titik tekanan berkurang, semakin panjang
laras, semakin besar percepatan peluru.
Pada senjata angin, tekanan yang tinggi itu diperoleh dengan cara
memampatkan udara atau dengan mengubah CO2 cair menjadi gas dalam ruangan
yang volumenya tetap. Sedangkan pada senjata api, tekanan yang tinggi diperoleh dari
pembakaran mesiu sehingga dalam waktu sekejap berubah menjadi gas dengan
volume yang besar didalam ruangan yang volumenya tetap. Dari 1 gram mesiu dapat
dihasilkan gas (CO2, CO, Hydrogen Sulfida, dan methane) antara 200 sampai 900
mililiter dengan suhu yang sangat panas.4
24
Balistik eksternal (dari pistol menuju target)
Agar anak peluru dapat berjalan stabil dalam lintasannya, permukaan dalam
laras dibuat beralur spiral dengan diameter yang sedikit lebih kecil dari diameter anak
peluru, sehingga anak peluru yang didorong oleh ledakan mesiu, saat melalui laras,
dipaksa untuk bergerak maju sambil berputar sesuai porosnya, dan ini akan
memperoleh gaya sentripetal, sehingga anak peluru tetap dalam posisi ujung
depannya di depan dalam lintasannya setelah lepas laras menuju sasaran.3
Gambar 4. Alur laras
Dix Jay. Color Atlas Of Forensic Pathology: Firearms (Handguns And Rifles).
1st edition. New York: CRC Press, 2000. p 68 – 98
Alur dalam laras dibuat dalam jumlah 4 sampai 6 alur dengan arah perputaran
ke kiri (pada Colt) atau ke kanan (pada Smith and Wesson). Di samping senjata api
dengan laras beralur (riffled bore), terdapat pula jenis dengan laras licin (smooth bore)
25
seperti pada senjata api jenis shot gun, yang pada satu kali tembakan dapat
melontarkan anak peluru dalam jumlah banyak sekaligus.3
Balistik eksternal dari jalur peluru dapat ditentukan oleh beberapa formula ,
yang paling sederhana yaitu :
Energi Kinetik (KE ) = 1/2 MV2
Kecepatan ( V ) biasanya dalam kaki per detik ( fps ) dan massa ( M ) dalam
kilogram, berasal dari berat ( W ) dari peluru, dibagi dengan 7000 butir per pon kali
percepatan gravitasi ( 32 ft / detik ) sehingga di dapatkan:
Energi Kinetik (KE ) = W (V)2 / ( 450.435 ) ft / lb
Ini adalah energi peluru saat meninggalkan moncong , tetapi koefisien balistik
(BC ) akan menentukan jumlah KE dikirim ke target sebagai hambatan udara ditemui.
Gerak maju dari peluru juga dipengaruhi oleh tarikan/drag ( D ) , yang
dihitung sebagai :
( D ) = f ( v / a ) k & pd2v2
f ( v / a ) adalah suatu koefisien yang berhubungan dengan rasio kecepatan
peluru dengan kecepatan suara dalam medium yang dilalui dalam perjalanan . k
adalah konstan untuk bentuk peluru dan & adalah konstan untuk yaw ( penyimpangan
dari penerbangan linear ). p adalah densitas medium ( kepadatan jaringan adalah >
800 kali dari udara ) , d adalah diameter ( kaliber ) peluru , dan v kecepatan. Dengan
demikian , kecepatan yang lebih besar , kaliber besar , atau jaringan padat
memberikan tarikan lebih besar. Sejauh mana peluru diperlambat dengan drag/tarikan
disebut retardasi ( r ) yang diberikan oleh rumus :
r = D / M
Drag/ tarikan sulit untuk diukur, sehingga Koefisien Balistik (BC ) sering
digunakan :
BC = SD / I
SD adalah densitas sectional peluru , dan I adalah faktor bentuk untuk bentuk
peluru. Density Sectional dihitung dari massa peluru ( M ) dibagi dengan kuadrat
26
diameternya. Nilai faktor bentuk I menurun dengan meningkatnya kemanunggalan
peluru ( bola akan memiliki nilai tertinggi I ).
Karena tarikan (D) adalah fungsi dari kecepatan, dapat dilihat bahwa untuk
peluru dari suatu massa (M), semakin besar kecepatan, semakin besar
keterbelakangan tersebut. Drag juga dipengaruhi oleh putaran peluru. Semakin cepat
berputar, semakin kecil kemungkinan peluru akan "menyimpang" atau mengubah ke
samping dan jatuh di jalur penerbangan melalui udara.
Balistik terminal
Penyimpangan dari arah lurus memiliki banyak hubungannya dengan pola
cedera peluru pada target, disebut "balistik terminal."Pendek, peluru dengan
kecepatan tinggi mulai menyimpang lebih parah dan saat berbelok, dan bahkan
memutar, setelah memasuki jaringan. Hal ini menyebabkan banyak jaringan yang
displaced dan meningkatkan tarikan.Peluru yang lebih berat mungkin memiliki energi
kinetik yang lebih pada jangkauan yang lebih panjang ketika menuju target, tetapi
dapat menembus baik sehingga keluar target dengan banyak energi kinetik sisa.
Bahkan peluru dengan energi kinetik rendah dapat memberikan kerusakan jaringan
yang signifikandan target adalah pada jarak pendek (seperti pada pistol). (Jandial et al,
2008)
Peluru menghasilkan kerusakan jaringan dalam tiga cara (Adams, 1982):
1. Laserasi - Kerusakan jaringan melalui laserasi terjadi di sepanjang jalur atau
"track" melalui tubuh yang proyektil, atau fragmen nya.
2. Kavitasi - Sebuah rongga "permanen" disebabkan oleh jalur (track) dari peluru
itu sendiri dengan menghancurkan jaringan, sedangkan rongga "sementara"
27
yang dibentuk oleh radial membentang di jalur peluru dari percepatan medium
(udara atau jaringan) di bangun dari peluru, menyebabkan rongga luka.
(Maiden, 2009).
3. Gelombang kejut - gelombang kejut dari kompres media dan perjalanan
menjelang peluru, serta sisi, tapi gelombang ini terakhir hanya beberapa
mikrodetik dan tidak menyebabkan kerusakan besar pada kecepatan rendah.
Pada kecepatan tinggi, gelombang kejut yang dihasilkan dapat mencapai
hingga 200 atmosfer tekanan. (DiMaio dan Zumwalt, 1977).
Kecepatan dan massa peluru akan mempengaruhi sifat luka. Kecepatan
diklasifikasikan sebagai rendah (<1000 fps), menengah (1000-2000 fps), dan tinggi (>
2000 fps). (Wilson, 1977)
Bentuk peluru digambarkan sebagai berikut :
Gambar 5. Bentuk Peluru
F. MEKANISME TERJADINYA LUKA
Dengan pengecualian efek perlambatan pada luka yang disebabkan pada
semua trauma mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, terjadi karena
adanya transfer energi dari luar menuju ke jaringan. Ini juga terjadi pada luka tembak.
Kerusakan yang terjadi pada jaringan tergantung pada absorpsi energi kinetiknya,
yang juga akan menghamburkan panas, suara serta gangguan mekanik yang lainya.
Untuk menjamin transfer energi ke suatu jaringan, beberapa peluru
dimodifikasi akan berhenti atau menurun kecepatanya sesampainya di tubuh.
Anak peluru yang lunak didesain akan segera menjadi pecahan kecil saat
ditembakkan. Lintasan peluru juga dapat menilai besar dan kecepatan dari energi yang
diberikan pada suatu target 8,10.
28
Jumlah dari energi kinetik yang terdapat pada proyektil sesuai dari masa dan
kecepatan. Rata-rata kecepatan peluru berkisar 340m/s, dimana banyak digunakan
pada panah, senapan angin, serta revolver. Dari sistem mekanik ini akan
mengakibatkan daya dorong peluru ke suatu jaringan sehingga terjadi laserasi,
kerusakan sekunder terjadi kalau adanya ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya.
Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang menembus
jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika terjadi pada
jaringan seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan kerusakan dengan adanya
zona-zona disekitar luka. Akibat yang ditimbulkan oleh anak peluru pada sasaran
tergantung pada berbagai faktor:3
a. Besar dan bentuk anak peluru
b. Balistik (kecepatan, energi kinetik, stabilitas anak peluru)
c. ”Kerapuhan” anak peluru
d. Kepadatan jaringan sasaran
e. Vulnerabilitas jaringan sasaran
Tembakan yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka tembak, yang
gambarannya tidak hanya terjadi sebagai akibat terjangan anak peluru pada
sasaran, tetapi juga oleh produk ikutan yang terjadi saat tembakan dilepaskan,
yaitu partikel logam akibat geseran anak peluru dengan laras, butir mesiu yang
tidak sempurna terbakar, asap serta panas akibat ledakan mesiu dan pada luka
tembak yang terjadi akibat luka tembak tempel, kerusakan jaringan akibat
moncong laras yang juga menekan sasaran.3
Anak peluru yang menembus kulit akan menyebabkan terjadinya lubang yang
dikelilingi bagian yang kehilangan kulit ari berupa kelim lecet. Selain itu zat yang
melekat pada anak peluru seperti minyak pelumas, jelaga, dan elemen mesiu (Pb,
Sb, Ba) akan terusap pada tepi lubang sehingga terbentuk kelim kesat yang
terdapat tepat di tepi lubang (pada luka tembak masuk jarak jauh). Butir-butir
mesiu yang tidak habis terbakar akan tertanam pada kulit di sekitar kelim lecet,
membentuk kelim tattoo (pada luka tembak masuk jarak dekat), dan jelaga/asap
yang keluar dari ujung laras senjata akan membentuk kelim jelaga, sedangkan api
yang yang ikut keluar akan membentuk kelim api (berupa hiperemi atau jaringan
yang terbakar, pada luka tembak masuk jarak sangat dekat).3
29
Gambar 6. Mekanisme Peluru Menyebabkan Luka Tembak
Ujung laras yang menempel pada kulit saat senjata api ditembakkan akan
membentuk luka lecet tekan yang mengelilingi kelim lecet dengan sekitar yang
menonjol, dikenal sebagai jejak laras.3
Pada bagian tubuh tempat masuknya anak peluru, bagian tubuh sebelah dalam,
serta pada bagian tubuh tempat keluarnya anak peluru bentuk kelainannya tidak
sama karena faktor-faktor yang mempengaruhinya berbeda.4
1. Bagian Tubuh Tempat Masuknya Anak Peluru
Luka-luka yang terjadi pada tempat ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut:4
- Gaya kinetik anak peluru/proyektil
- Suhu panas anak peluru/proyektil
- Semburan api
- Ledakan gas dari mesiu (pada jarak tempel)
- Percikan mesiu yang tak terbakar.
Bentuk dari luka tembak masuk (LTM) masih tergantung lagi dengan
jaraknya, yaitu:
a. Jarak kontak (tempel)
Ketika senjata ditembakkan dengan menempel pada kulit, gambaran akan
tampak bermacam-macam tergantung apakah moncong senjata ditekan ke
permukaan kulit sehingga melekat erat, atau apakah tidak menempel pada
kulit. Gambaran akan tampak beda jika terdapat pakaian diantara moncong
senjata dan kulit. Pada jaringan lunak, seperti ekstremitas, abdomen, dan juga
dada, luka akan tampak kecil dan sirkuler. Akan ada pembakaran dan
penghitaman pada dinding luka,. Jika antara moncong senjata denga kulit
30
menempel kuat akan ada sedikit bahkan tidak ada nyala api dan debu, kecuali
kalau pakaian menutupinya. Dalam luka, pada jaringan akan ada beberapa
bintilk-bintik kotoran dengan jelaga atau partikel-partikel amunisi.
Kebanyakan amunisi senjata tampak bersih, dibandingkan dengan peluru
senjata api sehingga jelaga bisa tidak ditemukan.Biasanya hyperemia terdapat
disebelah luar cetakan diameter moncong senjata, dan karbon monoksida akan
diserap oleh Hemoglobin dan Mioglobin disekitar kulit luka dan pada bekas
yang lebih dalam. Kemungkinan akan ada luka memar yang kadang meluas
meskipun bentuknya tidak simetris dan jarang. Perluasan jaringan karena gas
yang masuk memaksa kulit lebih keras melawan ujung laras, dan jejak
moncong senjata mungkin akan terbentuk. Jika luka tempel di atas tulang
terutama tulang tengkorak, terjadi fenomena yan sama dengan luka senjata api.
Tampak gambaran linier atau seperti bintang.
Gambar 7. Luka tembak kontak/tempel pada dahi(http://library.med.utah.edu/%20WebPath/FORHTsML/FOR039.html).
31
Gambar 8. Luka tembak kontak/tempel pada dada dengan jejak moncong
senjata
b. Jarak dekat (1 inci – 2 kaki)
Bentuk luka bulat, bagian tengah berupa lubang, bagian tepinya dikelilingi
cincin lecet akibat kurang elastisnya kulit dibanding jaringan di
bawahnya, diameter cincin lecet sedikit lebih kecil dari diameter anak
peluru, terdapat tattoo, rambut di sekitarnya terbakar.4 Tanda utama
adalah adanya kelim tato yang disebabkan oleh bubuk mesiu yang tidak
terbakar yang terbang kearah kulit korban. Disekitar zona tato terdapat
zona kecil berwarna magenta. Adanya tumbukan berkecepatan tinggi
dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah kecil dan menghasilkan
perdarahan kecil.
Gambar 9. Luka tembak masuk jarak dekat dengan jarak penembakan
sekitar 1 kaki
32
Gambar 10. Luka tembak masuk jarak dekat dengan jarak penembakan 1
– 3 kaki
c. Jarak jauh (lebih dari 2 kaki)
Bentuk bulat, bagian tengahnya berupa lubang, bagian tepinya dikelilingi
oleh cincin lecet, diameter cincin lecet sedikit lebih kecil dari diameter
anak peluru, dan tidak ditemukan produk dari ledakan mesiu.4
Tidak ada bubuk mesiu maupun gas yang bisa terbawa hingga jarak jauh.
Hanya anak peluru yang dapat terlontar memebihi beberapa kaki.
Sehingga luka yang ada disebabkan oleh anak peluru saja. Terdapat
beberapa karakteristik luka yang dapat dinilai. Umumnya luka berbentuk
sirkular atau mendekati sirkular. Tepi luka compang-camping. Jika anak
peluru berjalan dengan gaya non-perpendikular maka tepi compang-
camping tersebut akan melebar pada salah satu sisi.
Gambaran LTM jarak jauh dapat juga ditemukan pada korban yang
tertembak pada jarak yang dekat/sangat dekat, apabila di atas permukaan
kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang tebal, ikat pinggang,
helm, dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu yang
tidak habis terbakar, jelaga, dan api tertahan oleh penghalang tersebut.3
33
Gambar 11. Luka tembak masuk jarak jauh
2. Bagian Tubuh Sebelah Dalam
Kelainan yang terjadi di sini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:4
- Gaya kinetik anak peluru atau proyektil
- Penyebaran gaya kinetik ke jaringan sekitarnya
- Gerakan giroskopik anak peluru
Gambar 12. Lintasan peluru yang melalui otak
Faktor-faktor tersebut di atas menyebabkan terjadinya kavitas (rongga) pada
34
lintasan anak peluru, yang besarnya melebihi ukuran anak peluru. Dengan
adanya lesatan peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk rongga
disebabkan gerakan sentrifugal pada peluru sampai keluar dari jaringan dan
diameter rongga ini lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan
mengecil sesaat setelah peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ
dengan konsistensi yang padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada yang
berongga. Efek luka juga berhubungan dengan gaya gravitasi. Pada
pemeriksaan harus dipikirkan adanya kerusakan sekunder seperti infark atau
infeksi 8,10. Lintasan anak peluru yang melewati tulang (misalnya tulang
kepala) akan meninggalkan bekas lintasan yang bentuknya seperti corong yang
arahnya menunjukkan arah jalannya anak peluru.4
3. Bagian Tubuh Tempat Keluarnya Anak Peluru
Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan ditemukan
luka tembak keluar (LTK). Luka-luka yang terjadi pada tempat ini disebabkan
oleh faktor-faktor sebagai berikut:4
- Gaya kinetik anak peluru
- Perubahan bentuk anak peluru sesudah membentur tulang
- Perubahan arah anak peluru sesudah membentur tulang
- Serpihan tulang yang kemudian berfungsi sebagai anak peluru
sekunder (secondary missiles).
Akibat faktor-faktor tersebut maka biasanya luka tembak keluar lebih
besar dari diameter anak pelurunya, tetapi pada tembakan oleh senjata modern
yang kecepatannya sangat tinggi mempunyai ukuran luka tembak keluarnya
lebih kurang sama dengan ukuran anak pelurunya. Seringkali luka tembak
keluar hanya berupa robekan kulit saja.4
Ciri-ciri dari luka tembak di tempat keluarnya anak peluru atau
proyektil adalah sebagai berikut:4
a. Bentuknya bulat, kadang-kadang tak teratur
b. Kadang-kadang hanya berupa robekan kulit
c. Ukurannya biasanya lebih besar dari diameter anak pelurunya, tetapi
kadang-kadang sama besar
d. Tidak ditemui produk-produk dari ledakan mesiu.
Jika sebuah peluru setelah membuat lubang luka tembakan masuk dan
mengenai tulang (benda keras), maka bentuk dari pada peluru tadi menjadi
35
berubah. Tulang-tulang yang kena peluru tadi akan menjadi patah pecah atau
kadang-kadang remuk. Akibatnya waktu peluru menembus terus dan membuat
lubang luka tembak keluar, tidak hanya peluru yang berubah bentuknya, tapi
juga diikuti oleh pecahan-pecahan tulang tadi oleh karena ikut terlempar
karena dorongan dari peluru. Tulang-tulang inipun kadang-kadang mempunyai
kekuatan menembus juga. Kejadian inilah yang mengakibatkan luka tembakan
keluar yang besar dan lebar, sedangkan bentuknya tidak tertentu. Sering
kalibesar luka tembak keluar berlipat ganda daripada besarnya luka tembakan
masuk. Misalnya saja luka tembakan masuk beserta contusio ring sebesar kira-
kira 8 mm dan luka tembakan keluar sebesar uang logam. Berdasarkan
ukurannya maka ada beberapa kemungkinan, yaitu:
a. Bila luka tembak keluar ukurannya lebih besar dari luka tembak
masuk, maka biasanya sebelum keluar anak peluru telah mengenai
tulang hingga berpecahan dan beberapa serpihannya ikut keluar.
Serpihan tulang ini bisa menjadi peluru baru yang membuat luka keluar
menjadi lebih lebar.
b. Bila luka tembak keluar ukurannya sama dengan luka tembak masuk,
maka hal ini didapatkan bila anak peluru hanya mengenai jaringan
lunak tubuh dan daya tembus waktu keluar dari kulit masih cukup
besar.
Gambar 13. Luka tembak masuk (kiri) dan luka tembak keluar (kanan)
36
G. PEMERIKSAAN FORENSIK PADA LUKA TEMBAK
Pemeriksaan forensik pada kasus penembakan bisa menentukan banyak hal,
misalnya pemeriksaan bekas – bekas penembakan di tempat kejadian perkara,
pemeriksaan luka yang ada pada tubuh korban, pemeriksaan residu atau sisa – sisa
penembakan senjata api yang merupakan residu mesiu,dan lain – lain. Dari
pemeriksaan bekas luka pada korban, bisa ditentukan jenis senjata yang
digunakan, bisa juga memperkirakan jarak penembakan serta arah penembakan.
Pada pemeriksaan luka harus dibedakan antara luka tembak masuk dan luka
tembak keluar.10
Pada tempat kejadian perkara, mungkin masih dapat ditemukan sisa–sisa
penembakan. Bukti–bukti yang ada di tempat kejadian sedapat mungkin harus
dikumpulkan oleh petugas. Peluru yang ditembakkan pada umumnya sulit untuk
dikumpulkan lagi, karena biasanya peluru tersebut telah menancap pada benda–
benda lain di sekitarnya apabila menembus keluar dari tubuh seseorang. Peluru
yang ditemukan di tempat kejadian harus selalu diperiksa karena mungkin masih
mengandung bahan–bahan yang ia lewati selama penembakan, misalnya serat–
serat tekstil, bekas cat, ataupun benda–benda lain yang bisa menjadi penanda
khusus dari seseorang. Apabila senjata masih ditemukan di tempat kejadian, maka
senjata yang ada harus secara hati–hati dilepaskan komponen–komponennya,
kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik yang telah diberi tanda, untuk
selanjutnya diperiksa untuk keperluan penyelidikan.10
Luka tembak akan menghasilkan bekas luka berbentuk lubang yang
ukurannya dipengaruhi oleh densitas dan ciri–ciri jaringan yang terluka, ukuran,
dan konstruksi anak peluru, serta kecepatan anak peluru tersebut menembus
jaringan. Anak peluru yang mengenai tubuh akan menimbulkan kelainan yang
merupakan gabungan dari banyak faktor. Tembakan yang mengenai tubuh akan
menimbulkan luka tembak, yang gambarannya tidak hanya sebagai hasil
masuknya anak peluru pada sasaran, tetapi bersama produk–produk lain yang
dihasilkan saat tembakan terjadi, antara lain partikel logam yang merupakan
gesekan peluru dengan laras, mesiu yang tidak sempurna terbakar, asap, serta
panas akibat ledakan mesiu.8,9,10
Setiap luka tembak yang terdapat pada tubuh korban harus diperiksa karena
dapat memberikan banyak informasi. Antara luka tembak yang terjadi harus
37
dibedakan mana yang merupakan luka tembak masuk dan mana yang merupakan
luka tembak keluar dengan memperhatikan ciri–ciri dari setiap luka yang ada.
Cincin lecet, memar, produk–produk ledakan mesiu (tato, jelaga, sisa–sisa mesiu)
merupakan tanda–tanda yang menunjukkan luka tembak masuk.8
Jenis senjata yang digunakan untuk menembak dapat diperkirakan dengan
melihat ciri–ciri luka, apakah merupakan luka hasil tembakan senjata api, senjata
angin, atau shotgun. Kaliber senjata dapat diperkirakan dengan melihat diameter
cincin lecet. Kaliber tersebut ditentukan berdasarka lumen laras, yang tidak selalu
sama dengan diameter peluru.8
Jarak penembakan yang tepat hanya dapat diperkirakan dengan
membandingkan luka tembak masuk yang ditemukan dengan luka tembak masuk
hasil uji coba tembakan dengan menggunakan senjata dan peluru yang sejenis.
Penentuan jarak tembak juga dapat diperkirakan dengan penentuan kuantitatif
kandungan Sb pada luka tembak masuk, namun hal ini hanya merupakan
penentuan kasar. Luka tembak tempel merupakan luka yang jarak penembakannya
dapat ditentukan dengan pasti, sebab pada luka tembak tempel ditemukan memar
dan luka lecet jenis tekan.8,9
Pada kasus penembakan (bukan bunuh diri), apabila ada tersangka, maka
tersangka juga dapat diperiksa. Pada tangan yang digunakan untuk menembak
diperkirakan masih ada residu dari mesiu yang menempel. Residu tembakan
senjata api umumnya mengandung 3 elemen utama (residu primer) yaitu timah
(Pb), antimoni (Sb), dan barium (Ba). Selain ketiga unsur tersebut, ada juga unsur
– unsur lain yang tidak selalu terdeteksi pada pemeriksaan, disebut juga residu
sekunder yaitu aluminum (Al), sulfur (S), tin (Sn), kalsium (Ca), potassium (K),
klorin (Cl), atau silikon (Si). Unsur tambahan ini tergantung dari jenis anak peluru
dan jenis senjata yang digunakan, sebagai komposisi tambahan. Residu tembakan
senjata api bisa ditemui Residu ini bisa ditemukan pada tersangka pelaku
penembakan, karena residu tembakan akan tertinggal pada tangan tersangka.14
Pemeriksaan forensik umumnya bisa selalu mendateksi adanya ketiga unsur
utama tersebut. Beberapa jenis pemeriksaan yang ada, antara lain : tes paraffin,
NAA (neutron activation analysis), FAAS (flameless atomic absorption
spectrophotometry), SEM – EDX (scanning electrone microscope – enery
dispersivex-ray microanalysis). Tiap pemeriksaan ini memiliki keunggulan dan
38
kelemahan masing – masing, maka dalam prakteknya pemeriksaan – pemeriksaan
ini kerap dilakukan bersamaan.9,10,13,14
Tes paraffin merupakan tes yang paling lama dan paling sederhana untuk
dilakukan. Residu yang tersisa diambil dengan menggunakan paraffin cair
kemudian diuji menggunakan difenilamin. Tes ini bukan merupakan tes yang
spesifik, sebab hanya mendeteksi adanya nitrit maupun nitrat saja. Dengan
demikian, tes ini mudah memberikan hasil positif palsu pada jaringan yang
mengandung zat tersebut, misalnya saja tembakau, kacang – kacangan, obat –
obatan, pupuk, dan lain – lain. Karena kemungkinan hasil positif palsu yang
sangat besar pada tes ini, maka sejak tahun 1964 interpol tidak lagi menganjurkan
pemeriksaan tes paraffin ini.9
Pemeriksaan lain yang masih dilakukan adalah pengambilan residu dengan
menggunakan kapas yang telah dicelupkan pada asam hidroklorida atau asam
nitrat, kemudian diperiksa dengan NAA atau FAAS. NAA (neutron activation
analysis) merupakan tes yang sensitif untuk mendeteksi Ba dan Sb. Tes NAA ini
dapat mendeteksi adanya residu meskipun tangan ataupun bagian tubuh lain dari
tersangka telah dicuci. Meskipun demikian, sabaiknya pemeriksaan residu
dilakukan secepat mungkin agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Tes NAA ini
mulai jarang digunakan juga semenjak pertengahan tahun 1990-an sebab tes ini
tidak bisa mendeteksi adanya residu timah (Pb).9,14
FAAS (flameless atomic absorption spectrophotometry) merupakan tes
yang bisa mendeteksi adanya ketiga elemen utama residu tembakan. Namun pada
FAAS, pemeriksaan harus dilakukan sesegera mungkin. Tes ini mudah
memeberikan hasil negatif palsu. Hal ini disebabkan karena residu mudah
berkurang ataupun hilang dari jaringan, apalagi seandainya tersangka mencuci
tangan. Pemeriksaan dengan FAAS ini pun bisa memberikan hasil negatif apabila
jarak pengambilan sampel residu dengan peristiwa penembakan telah berlangsung
lebih dari 2 sampai 3 jam.14
Tes SEM – EDX (scanning electrone microscope – energy dispersive x-ray
microanalysis) merupakan cara yang paling canggih diantara pemeriksaan yang
lain. Pemeriksaan ini masih bisa mendeteksi adanya residu meskipun peristiwa
penembakan telah berlangsung 12 jam yang lalu. Cara kerjanya kurang lain adalah
sebagai berikut : partikel residu akan dilihat dengan mikroskop electron, kemudian
x-ray analyzer akan ditembakkan pada partikel tersebut. Penembakan ini akan
39
menghasilkan pola energi yang terdispersi, langsung terurai menjadi elemen
komponen dari pertikel tersebut. Kemudian pola energi ini akan langsung
direkam dan dianalisa oleh computer. Berikut ini adalah gambar grafik hasil SEM
– EDX :14
Gambar 14. Pola energi yang terdispersi pada pemeriksaan residu dengan SEM –
EDX
http://www.relentlessdefense.com/gunshot.wounds.html
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan metode SEM – EDX ini, residu
bisa terdeteksi 90% pada kasus penembakan yang menggunakan handgun.
Sementara untuk senjata rifle dan shotgun, hanya 50% kasus yang bisa terdeteksi.
Hal ini disebabkan karena pada penggunaan rifle dan shotgun bisa saja tidak
meninggalkan residu, atau apabila tersangka memakai sarung tangan sehingga
residu tidak ditemukan pada tangan tersangka.13,14
Selain pemeriksaan – pemeriksaan di atas, bisa juga dilakukan pemeriksaan
tambahan radiologik. Bisa dengan foto polos ataupun CT-scan. Adapun kegunaan
dari pemeriksaan radiologis ini antara lain untuk mendeteksi apakah ada anak
peluru dalam tubuh korban, bisa juga untuk melihat apakan ada fragmen –
fragmen logam yang masih tertinggal di tubuh korban. Selain itu, bullet track juga
bisa dilihat dengan jelas pada pemeriksaan radiologis ini. Penggunaan CT-scan
yang lebih canggih akan memberikan hasil yang lebih baik, sebab letak anak
peluru maupun fragmen – fragmennya bisa lebih jelas terlihat.13
Selain itu terdapat Uji Balisitik yang merupakan uji perilaku dan efek dari
proyektil, khususnya peluru, bom, roket, atau sejenisnya untuk melihat kinerja
dari proyektil. Untuk mengukur kinerja dari senjata api dan proyektilnya
40
diperlukan alat ukur yang cepat dan tepat, pengukuran yang dapat dilakukan untuk
mengetahui kinerja dari senjata api dan proyektilnya terdapat pada system di
bawah ini15:
Gambar 15. Uji Balistik
http://www.testindo.com/kategori/138/uji-balistik#Uji_balistik
Batasan uji balistik tersebut biasanya dilakukan oleh kepolisian, dan teknik
untuk mengambil peluru dari otopsi tidak boleh menggunakan alat lain yang
mengandung logam besi atau sejenisnya (contoh pinset) karena dapat
mempengaruhi alur peluru.
41
BAB III
KESIMPULAN
Terdapat banyak jenis senjata api yang dapat kita jumpai. Jenis – jenis senjata api
berdasarkan senjata yang menggunakan mesiu sebagai sumber kinetiknya terdiri atas
mesiu hitam dan mesiu putih, berdasarkan cara menggunakannya dibedakan menjadi
senapan/bedil dan senjata genggam sedangkan berdasarkan bentuk dalam larasnya
dibagi atas senjata berlaras rata dan senjata beralur melingkar. Setiap jenis senjata api
memiliki kaliber yang spesifik untuk kepentingan identifikasi pemilik senjata.
Mekanisme kerja senjata, baik senjata angin atau senjata api pada prinsipnya
sama, yaitu memanfaatkan tekanan tinggi dari udara atau gas untuk melontarkan anak
proyektil atau anak peluru keluar dari laras dengan kecepatan tinggi.
Adapun mekanisme terjadinya luka tergantung dari berbagai faktor antara lain
besar dan bentuk anak peluru, balistik, “kerapuhan” anak peluru, kepadatan (densitas)
jaringan sasaran serta vulnerabilitas jaringan sasaran.
Pemeriksaan forensik dilakukan dengan mengidentifikasi jenis luka, jenis senjata
yang digunakan, dan jarak penembakan. Pelaku penembakan dapat dilacak melalui tes
dengan metode NAA (neutron activation analysis) ataupun FAAS dalam jangka
waktu maksimal 2-3 jam setelah penembakan. Jika memungkinkan lakukan tes
dengan metode SEM-EDX. Yang paling dasar, dari temuan Tempat Kejadian Perkara
(TKP), jika ditemukan selongsong peluru yang tertinggal ataupun dari anak peluru di
tubuh korban pada saat ototpsi, dapat ditentukan kaliber dan jenis senjata api yang
digunakan melalui uji Balistik.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Glantz LH, Annas GJ. Handguns, health, and the second amendment. N Engl
J Med. 2009;360:2360-2365.
2. Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta:
Binarupa Aksara; p.131-168.
3. Donoghue ER, Kalekar MB, Richmond JM, Teas SS. Atypical gunshot
wounds of entrance: an empirical study. J Forensic Sci1984;29:379-388.
4. Centers for Disease Control. Surveillance for fatal and nonfatal firearm-
related injuries--United States, 1993-1998. MMWR. 2001;50(SS-2):1-34.
5. Sherry L. Murphy, B.S.; Jiaquan Xu, M.D.; and Kenneth D. Kochanek, M.A.
Deaths: Preliminary Data for 2010. Volume 60, Number 4, January 11, 2012.
6. Richardson EG, Hemenway D. Homicide, suicide, and unintentional firearm
fatality: comparing the United States with other high-income countries, 2003.
J Trauma. 2011 Jan;70(1):238-43.
7. Krug EG, Powell KE, Dahlberg LL: Firearm-related death in the United
States and 35 other high- and upper-middle-income countries. Int J Epidemiol.
1998;27:214-221
8. Budiyanto Arif, Widiatmaka Wibisana, Sudiono Siswandi, et al. Ilmu
Kedokteran Forensik. Edisi Pertama, cetakan kedua. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997.
Halaman 44 – 48.
9. Dahlan Sofwan . Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman Bagi Dokter dan
Penegak Hukum. Edisi pertama, cetakan keenam. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2008. Halaman 93 – 105.
10. James S.H., Nordby J.J. Forensic Science: An Introduction to Scientific And
Investigative Techniques. 1st edition. Florida: CRC Press LLC, 2003. p 327 –
336
11. Pounder D.J. 2008. Department of Forensic Medicine, University of Dundee,
Lecture Note, Gunshot Wounds. (online).
(http://www.dundee.ac.uk/forensicmedicine/notes/gunshot.pdf ), dan Di Maio,
V.J.M. 1999. Gunshot Wounds Practical Aspects of Firearms, Ballistics, and
Forensic Techniques. Second Edition. New York : CRC Press. page. 72-140.
43