Post on 26-Oct-2015
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI KURANG
PADA ANAK USIA 24-59 BULAN DI KELURAHAN PAMULANG BARAT KOTA
TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
SKRIPSI
Oleh :
RIA SYUKRIAWATI
NIM : 107101001520
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDY KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 22 November 2011 RIA SYUKRIAWATI, NIM 107101001520 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-59
Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
xxi+137 halaman+ 30 tabel, 3 bagan, 8 lampiran
ABSTRAK
Gizi kurang merupakan salah satu penyakit gangguan gizi karena kurangnya asupan makan, berat badan anak kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U). Penyebab langsung masalah gizi yaitu konsumsi makanan seperti konsumsi energi dan konsumsi protein sedangkan penyebab tidak langsung yaitu pola asuh makan, ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan. semua penyebab tidak langsung dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan. Selain itu gizi kurang dipengaruhi oleh jumlah anak, jumlah anggota keluarga, umur ibu dan pekerjaan ibu.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011 yang dilaksanakan pada Mei-November 2011 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Jumlah sampel penelitian yaitu 125 ibu yang mempunyai anak balita umur 24-59 bulan. Instrumen yang digunakan yaitu kuisioner, timbangan dan formulir FFQ semikuantitatif. Analisis yang digunakan yaitu univariat, bivariat dengan menggunakan uji statistik chi-square dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa anak usia 24-59 bulan yang status gizinya kurang sebesar 36,8%. Hasil bivariat terdapat empat variabel yang berhubungan dengan status gizi kurang yaitu konsumsi energi (p value=0,016), konsumsi protein (p value=0,040), pola asuh makan (p value= 0,042) dan pengetahuan gizi ibu (p value= 0,002).Hasil multivariat variabel konsumsi energi (OR=2.552) dan pengetahuan gizi ibu (OR=3,523).
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan yaitu 1. Memperhatikan kebutuhan konsumsi energi dan protein anak 2. Perhatian terhadap pola asuh makan anak seperti pemberian makan, kebersihan makan 3. Meningkatkan pengetahuan gizi ibu dengan memberikan penyuluhan tentang gizi 4. Melakukan pemantauan status gizi secara berkala 5. Meningkatkan kerja sama lintas sektor dalam upaya menangani status gizi kurang.
Daftar Bacaan : 65 (1982-2010)
FAKULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduate Thesis, 22 November 2011
RIA SYUKRIAWATI, NIM 107101001520 Factors Influenced To The Status Of Less Nutrition In Children Ages 24-59 Months In Pamulang Barat Ward of Tangerang Selatan City in 2011
xxi+137 pages + 30 tables, 3 charts, 8 appendices
ABSTRACT
Malnutrition is one of nutritional disorder due to lack of food intake, as the weight of children less than 80% index weight for age (BB /U). The direct cause is the consumption of food nutritional problems such as the consumption of energy and protein consumption while the indirect cause of parenting eating, food availability and health services. all causes not directly affected by education, knowledge. Moreover malnutrition are influenced by the number of children, family size, maternal age and maternal employment.
This study was conducted to factors related to the status of malnutrition among children aged 24-59 months in the village Pamulang south western city of Tangerang in 2011 which was held on May to November 2011 with using cross-sectional study design. Number of sample is 125 mothers who had children under the age of 24-59 months. The instrument used is the questionnaire, the scales and forms semiquantitative FFQ. The analysis used the univariate, bivariate statistics using chi-square test and multivariate test using multiple logistic regression.
The results showed that in children aged 24-59 months for undernutrition status 36,8%. The results of bivariate there are four variables related to nutritional status that is less energy consumption (p value = 0.016), consumption of protein (p value = 0.040), parenting eating (p value = 0.042) and maternal nutrition knowledge (p value = 0.002). While the results of a multivariate variable energy consumption (OR = 2552) and maternal nutrition knowledge (OR = 3.523)
Based on research results, it is suggested that 1. The consumption of energy and protein should to be given children 2. In adequate amount are applying such as feeding and hygiene eat 3. Improving maternal nutrition knowledge by providing counseling on nutrition 4. Conducting periodic pemantaan nutritional status 5. Improving multisectoral cooperation to improve nutritional status.
Reading list : 1982-2010
PERNYATAAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI KURANG
PADA ANAK USIA 24-59 BULAN DI KELURAHAN PAMULANG BARAT KOTA
TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 22 November 2011
Mengetahui
Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes
Pembimbing I
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
Pembimbing II
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Jakarta, 22 November 2011
Mengetahui
Penguji I
Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes
Penguji II
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
Penguji III
Frima Elda, SKM, MKM
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vi
PERSONAL DATA
Nama Lengkap : Ria Syukriawati
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 7 September 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Telepon : 085692803089
Email : ria_syukriawati@yahoo.co.id
Alamat : Jl. Kertamukti No. 85 RT. 03/08 Pisangan Ciputat, Tangerang
Selatan 15419
PENDIDIKAN FORMAL
Tahun 1993-1995 : TK Salman Ciputat
Tahun 1995- 2001 : SD Negeri Legoso
Tahun 2001-2004 : SMP Negeri 2 Tangerang
Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 3 Tangerang
Tahun 2007- 2011 : S1 Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
سال م علیكم ورحمة ا هللا و بر كا تھلا
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah−Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam
juga tercurah bagi junjungan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
mengajarkan kepada kita arti penting dari menuntut ilmu.
Rasa syukur, kami curahkan karena karunia- Nya saya dapat menyelesaikan
laporan magang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang
Selatan Tahun 2011” dengan baik dan tanpa hambatan yang berarti. Dalam
kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tiada tara kepada :
1. Bersyukur yang tiada henti kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan
dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi serta senantiasa mendengarkan dan
memberikan ruang untuk doa-doa hambamu ini dalam hal kemudahan skripsi ini.
2. Terima kasih yang tiada tara kepada kedua orang tua ku, bapakku tersayang
Sukmadi dan mamaku Darwati yang telah selalu mendoakan tiada henti dalam
setiap shalat nya dan semangatnya memotivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi,
tanpa mereka skripsi ini tidak akan bisa selesai. love u my dad and my mom, you
are my everything, serta adik-adikku Nining dan Edi yang telah mendoakan
kakakmu ini. Ku persembahkan skripsi ini buat keluargaku terutama kedua
orangtuaku.
viii
3. Bapak Prof. Dr. dr. Hc. M. K. Tadjudin Spd. Md. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
4. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat serta selaku pembimbing skripsi saya untuk memberikan masukan
yang positif bagi proses penyusunan skripsi ini, beserta seluruf staf dosen yang
dengan ketulusan memberikan segenap ilmu yang tak terhingga hingga saat ini
5. Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes selaku pembimbing fakultas yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan masukan yang positif bagi proses
penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Frima Elda SKM. MKM selaku penguji skripsi yang telah memberikan
masukan untuk perbaikan skripsi ini. Sehingga nantinya skripsi ini menjadi lebih
baik dari sebelumnya.
7. Abangque tersayang Muhamad Dani yang telah memberikan semangat agar tidak
malas-malasan yang setiap kata-katanya selalu terkenang yaitu “semangat sayang
kamu pasti bisa” dan memotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini, yang
selalu ada disaat sedih dan senang, dalam pengerjaan skripsi ini. Tanpa semangat
dari abang pasti skripsi ini tidak akan pernah selesai.makasih ya abang
8. Buat teman-temanku peminatan Gizi dan K3 terutama buat sahabatku di kampus
Putri, Ratih, Nita dll makasih banyak atas dukungan kalian yang sudah memotivasi
untuk segera menyelesaikan skripsi ini serta teman-temanku yang tidak bisa
disebutkan satu persatu semoga allah membalas setiap kebaikan kalian semua.
ix
9. Kepada Kepala Puskesmas Pamulang yang telah memberikan izin bagi peneliti
untuk melakukan penelitian di wilayah Kerja Puskesmas Pamulang.
10. Ibu Pokja IV yaitu ibu Ida yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi dan
membantu memberikan informasi serta ikut membantu dalam pengumpulan data
penelitian skripsi ini, tanpa ibu Ida skripsi ini tidak akan jadi seperti ini. Makasih
banyak ya ibu Ida, bersyukur bisa kenal sama ibu Ida.
11. Ibu-ibu kader Posyandu di Kelurahan Pamulang Barat yang telah membantu
memberikan kemudahan dalam pengerjaan skripsi ini. Partisipasinya untuk
memberikan informasi untuk pengumpulan data.
Penulis berdo’a semoga semua kebaikan yang telah kalian berikan mendapat
balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir kiranya penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya, kurang lebihnya mohon maaf apabila
dalam skripsi ini masih banyak kekurangan karena kekurangan bersumber dari diri
saya dan kelebihan hanya milik Allah SWT.
و ا لسال م علیكم ورحمة ا هللا و بر كا تھ
Ciputat, 22 November 2011
Ria Syukriawati
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………
ABSTRAK………………………………………………………………………...
ABSTRACT………………………………………………………………………
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………………...
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………...
DAFTAR TABEL………………………………………………………………...
DAFTAR BAGAN………………………………………………………………...
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………..
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………..
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………….
1.3 Pertanyaan Penelitian ………………………………………………...
1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………………………..
1.4.1 Tujuan Umum …………………………………………………..
1.4.2 Tujuan Khusus …………………………………………………
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
x
xviii
xxi
xxii
xxiii
1
1
6
7
8
8
9
xi
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………………………
1.5.1 Bagi Masyarakat………………………………………………
1.5.2 Bagi Puskesmas ……………………………………………….
1.5.3 Bagi Peneliti….………………………………………………...
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...
2.1 Status Gizi …………………………………………………………...
2.1.1 Pengertian Status gizi …………………………………………
2.1.2 Status Gizi Kurang ……………………………………………
2.1.3 Dampak Gizi Kurang………………………………………….
2.1.4 Penilaian Status Gizi ………………………………………….
2.1.5 Klasifikasi Status Gizi ………………………………………...
2.2 Gizi Balita ……………………………………………………………...
2.2.1 Anak Balita …………………………………………………......
2.2.2 Kecukupan Energi dan Protein Balita ……………………………
2.3 Pengukuran Konsumsi FFQ Semi-Kuantitatif …………………………
2.3.1 Metode FFQ Semi-Kuantitatif…………………………………..
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Kurang ……………….
2.4.1 Konsumsi Energi dan Protein…………………………………….
2.4.1.1 Konsumsi Energi …………..............................................
10
10
10
11
11
12
12
12
13
13
14
20
25
25
26
27
27
28
29
29
xii
2.4.1.2 Konsumsi Protein ……………………………………….
2. 4.2 Pola Asuh Makan ………………………………………………..
2. 4.3 Umur balita ………………………………………………………
2. 4.4 Jenis Kelamin ……………………………………………………
2. 4.5 Umur Ibu ………………………………………………………..
2. 4.6 Pekerjaan Ibu …………………………………………………….
2. 4.7 Pendidikan Ibu …………………………………………………..
2. 4.8 Pengetahuan Gizi Ibu ……………………………………………
2. 4.9 Jumlah anak ……………………………………………………...
2. 4.10 Jumlah Anggota Keluarga ……………………………………...
2. 4.11 Pendapatan Keluarga …………………………………………...
2. 4.12 Status Kesehatan (Penyakit Infeksi) ……………………………
2.5 Kerangka Teori ………………………………………………………….
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS ……………………………………………………………...
3.1 Kerangka Konsep …………………………………………………….
3.2 Definisi Operasional ………………………………………………….
3.2 Hipotesis …………………………………………………………….
BAB IV METODELOGI PENELITIAN ………………………………………
4.1 Desain Penelitian ……………………………………………………
30
32
37
38
38
39
41
43
45
46
48
50
51
54
54
57
60
61
61
xiii
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….
4.2.1 Lokasi Penelitian……………………………………………..
4.2.2 Waktu Penelitian ……………………………………………..
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………….
4.3.1 Populasi Penelitian …………………………………………..
4.3.2 Sampel Penelitian ……………………………………………
4.4 Instrumen Penelitian ………………………………………………..
4.5 Pengumpulan Data ………………………………………………….
4.6 Pengolahan Data……………..……………………………………...
4.7 Analisis Data………………………………………………………...
4.7.1 Analisis Univariat ……………………………………………
4.7.2 Analisis Bivariat ……………………………………………..
4.7.3 Analisis Multivariat ………………………………………….
BAB V HASIL ……………………………………………………………………
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………………………….
5.1.1 Keadaan Geografis …………………………………………..
5.1.2 Keadaan Demografi ………………………………………….
5.1.3 Gambaran Umum Posyandu di Kelurahan Pamulang Barat…
5.2 Analisis univariat ……………………………….…………………..
61
61
61
61
61
61
65
65
66
68
68
68
69
70
70
70
70
73
73
xiv
5.2.1 Gambaran Status Gizi ……………………………………….
5.2.2 Gambaran Konsumsi Energi ………………………………...
5.2.3 Gambaran Konsumsi Protein ………………………………...
5.2.4 Gambaran Pola Asuh Makan ………………………………...
5.2.5 Gambaran Umur Ibu ………………………………………..
5.2.6 Gambaran Pendidikan Ibu …………………………………...
5.2.7 Gambaran Pekerjaan Ibu …………………………………….
5.2.8 Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu ……………………………
5.2.9 Gambaran Jumlah Anak …………………………………….
5.2.10 Gambaran Pendapatan Keluarga …………………………...
5.2.11 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga ………………………
5.3 Analisis Bivariat …………………………………………………….
5.3.1 Hubungan antara Konsumsi Energi dengan Status Gizi
Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan ………………………
5.3.2 Hubungan antara Konsumsi Protein dengan Status Gizi
Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan ………………………
5.3.3 Hubungan antara Pola Asuh Makan dengan Status Gizi
Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan ………………………
5.3.4 Hubungan antara Umur Ibu dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan ……………………………………...
5.3.5 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan ……………………………….
74
74
75
76
76
77
78
79
80
80
81
82
82
83
84
85
86
xv
5.3.6 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan ……………………………….
5.3.7 Hubungan antara Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi
Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan ………………………
5.3.8 Hubungan antara Jumlah Anak dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan ……………………………….
5.3.9 Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi
Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan ………………………
5.3.8 Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Status
Gizi Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan …………………
5.4 Analisis Multivariat ……………………………….………………..
5.4.1 Seleksi Kanidat Analisis Multivariat ……………………….
5.4.2 Pembuatan Model Prediksi …………………………………..
5.4.3 Uji Interaksi ………………………………………………….
5.4.4 Penyusunan Model Terakhir ………………………………..
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………….………………………..
6.1 Keterbatasan Penelitian ……………………………………………..
6.1.1 Keterbatasan Penelitian ……………………………………...
6.1.2 Keterbatasan Variabel Penelitian ……………………………
6.1.3 Keterbatasan Pengumpulan Data…………………………….
6.2 Gambaran Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan Di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011….
87
88
89
90
91
92
92
93
95
96
98
98
98
98
98
99
xvi
6.3 Analisis Bivariat Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status
Gizi Kurang Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Kelurahan Pamulang
Barat ……………………………….……………………………….
6.3.1 Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat …….
6.3.2 Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat……...
6.3.3 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat...........
6.3.4 Hubungan Umur Ibu dengan Status Gizi Kurang pada Anak
Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat ……………
6.3.5 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat ……..
6.3.6 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat …….
6.3.7 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat...
6.3.8 Hubungan Jumlah Anak dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat…….
6.3.9 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat...
6.3.10 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi
Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat ……………………………………………
101
101
103
105
107
110
113
115
118
119
122
xvii
6.4 Analisis Multivariat Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status
Gizi Kurang Pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat …………………………………………………………………….
6.4.1 Faktor yang Paling Berhubungan dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat….
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….
7.1 Kesimpulan ……………………………………………………….
7.2 Saran ………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….
LAMPIRAN ………………………………………………………………………
125
125
128
128
130
133
xviii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (BB/U)
2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (TB/U)
2.3 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (BB/TB)
2.4 Angka Kecukupan Energi dan Protein Menurut Kelompok Umur
2.5 Kategori Pengetahuan Gizi
3.1 Definisi Operasional
4.1 Jumlah Sampel yang Dibutuhkan Setiap Posyandu
5.1 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pemdidikan di Wilayah Kerja Puskesmas
Pamulang Tahun 2009
5.2 Distribusi Penduduk dari Umur 0-9 tahun di Kelurahan Pamulang Barat Tahun
2011
5.3 Gambaran Umum Posyandu di Kelurahan Pamulang Barat
5.4 Distribusi Status Gizi Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan Tahun 2011
5.5 Distribusi Konsumsi Energi Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.6 Distribusi Konsumsi Protein Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.7 Distribusi Pola Asuh Makan Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
21
22
24
27
44
57
64
72
72
73
74
75
75
76
Halaman
xix
5.8 Distribusi Umur Ibu Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan Tahun 2011
5.9 Distribusi Kategori Pendidikan Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.10 Distribusi Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.11 Distribusi Kategori Pekerjaan Ibu pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.12 Distribusi Jenis Pekerjaan Ibu pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.13 Distribusi Pengetahuan Gizi Ibu pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.14 Distribusi Jumlah Ibu yang Mempunyai Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.15 Distribusi Pendapatan Keluarga Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.16 Distribusi Jumlah Anggota Keluarga pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.17 Analisis Hubungan antara Konsumsi Energi dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-59
Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.18 Analisis Hubungan antara Konsumsi Protein dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-59
Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.19 Analisis Hubungan antara Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-59
Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.20 Analisis Hubungan antara Umur Ibu dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-59 Bulan di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
76
77
78
78
79
79
80
81
81
82
83
84
85
xx
5.21 Analisis Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-59
Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.22 Analisis Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-59 Bulan
di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.23 Analisis Hubungan antara Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-
59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.24 Analisis Hubungan antara Jumlah Anak dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-59 Bulan
di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
5.25 Analisis Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-
59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
5.26 Analisis Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi Pada Anak Usia
24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
5.27 Kandidat Variabel Independen yang Masuk ke dalam Model Multivariat
5.28 Hasil Pemodelan Prediksi Status Gizi Kurang
5.29 Hasil Uji Interaksi
5.30 Model Akhir Analisis Multivariat Status Gizi Kurang
86
87
88
89
90
91
90
93
94
95
xxi
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
4.1 Kerangka Teori.......................................................................................
4.2 Kerangka Konsep Penelitian..................................................................
Halaman
53
56
xxii
DAFTAR SINGKATAN
1. ASI : Air Susu Ibu
2. AKG : Angka Kecukupan Gizi
3. BB/U : Berat Badan / Umur
4. BB/TB : Berat Badan/ Tinggi Badan
5. DKBM : Daftar Komposisi Bahan Makanan
6. FFQ : Food Frequency Questionnaire
7. KEP : Kurang Energi dan Protein
8. KMS : Kartu Menuju Sehat
9. MDGS : Millenium Development Goals
10. OR : Odds Ratio
11. PSG : Pemantauan Status Gizi
12. RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
13. SD : Sekolah Dasar
14. SDM : Sumber Daya Manusia
15. SMP : Sekolah Menengah Pertama
16. SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
17. TB/U : Tinggi Badan/ Umur
18. URT : Ukuran Rumah Tangga
19. WHO : World Health Organization
20. WHO-NCHS : World Health Organization-National Centre for Health Statistic
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat izin Penelitian
Lampiran 2 Kuisioner Penelitian
Lampiran 3 Formulir FFQ Semikuantitatif
Lampiran 4 Output Analisis FFQ Semikuantitatif
Lampiran 5 Output Analisis Univariat
Lampiran 6 Output Analisis Bivariat
Lampiran 7 Output Analisis Multivariat
Lampiran 8 Uji Tabulasi Silang
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi –
tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi
bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah (Depkes RI, 2006).
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang
tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris
menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik. Status gizi
yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Gizi merupakan
salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan
manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan
keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut.
Terdapat hubungan antara status gizi dengan konsumsi makanan. Tingkat status gizi
optimal akan tercapai apabila kebutuhan gizi optimal terpenuhi (Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2007 ).
Kesepakatan global berupa Millenium Development Goals (MDGS) yang
terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa pada tahun
2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi
2
pada tahun 1990. Untuk Indonesia, indikator yang digunakan adalah persentase
anak berusia di bawah 5 tahun yang mengalami gizi buruk (severe underweight)
dan persentase anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang mengalami gizi kurang
(moderate underweight) (Ariani, 2007).
Masalah gizi kurang dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan
penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan
pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Apabila gizi kurang dan gizi
buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional.
Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian
ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup (Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2007).
Kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab tingginya kematian pada
bayi dan anak. Apabila anak kekurangan gizi dalam hal zat karbohidrat (zat tenaga)
dan protein (zat pembangun) akan mengakibatkan anak menderita kekurangan gizi
yang disebut Kurang Energi dan Protein (KEP) tingkat ringan dan sedang, apabila
hal ini berlanjut lama maka akan berakibat terganggunya pertumbuhan,
terganggunya perkembangan mental dan terganggunya sistem pertahanan tubuh
sehingga dapat menjadikan penderita KEP tingkat berat dan sangat mudah terserang
penyakit (Moehji, 2005).
Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di
Indonesia. Prevalensi yang tinggi banyak terdapat pada anak-anak di bawah umur 5
tahun (balita). Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi. Kelompok
3
ini yang merupakan kelompok umur yang paling sering terjadi status gizi kurang.
Balita merupakan salah satu kelompok rawan gizi yang perlu mendapatkan
perhatian khusus, kekurangan gizi akan menyebabkan hilangnya masa hidup sehat
pada balita. Dampak yang lebih serius dari kekurangan zat gizi adalah terjadinya
gizi buruk yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian (Depkes
RI, 2003). Menurut Sediaotama (2006) kelompok paska usia ini terutama balita
merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi
terutama pada balita usia 2 tahun ke atas karena merupakan masa transisi dari
makanan bayi ke makanan orang dewasa, sehingga ini yang dapat menyebabkan
kondisi bahwa anak balita yang berumur 2 tahun lebih rawan untuk terjadinya gizi
dan terganggunya kesehatan. (Notoatmodjo, 2007).
Gizi kurang terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga
maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri.
Kondisi gizi kurang akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi
gizi kurang ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan nutrisi
mikro dan makro yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi kurang akan
mempengaruhi sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun mudah
sekali terkena infeksi (Depkes, 2002).
Faktor-faktor yang saling berkaitan dari penyebab langsung dan penyebab
tidak langsung diantara penyebab penyakit langsung antara lain intake zat gizi dari
makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi, penyebab tidak langsung itu
4
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu ketersediaan pangan keluarga yang rendah,
perilaku kesehatan dan pola asuh ibu terhadap anaknya (Istiano, 2009).
Faktor makanan dan penyakit infeksi, sebagai penyebab langsung masalah
gizi, keduanya saling berkaitan. Anak balita yang tidak mendapat cukup makanan
bergizi seimbang memiliki daya tahan yang rendah terhadap penyakit sehingga
mudah terserang infeksi. Hull dan Rohde dalam Suhardjo (1992) hubungan antara
kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang
ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Arif Himawan, 2006 menyatakan
ada hubungan pendidikan ibu dengan status gizi kurang pada balita. Status gizi
kurang pada balita terjadi pada ibu yang pendidikannya rendah (< 9 tahun) sebesar
25,4% sedangkan pada ibu yang berpendidikan tinggi (< 9 tahun) sebesar 12,4%.
Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan baik ibu maka secara tidak langsung
akan mempengaruhi pendidikan gizi.
Menurut penelitian Hidayati (2004) menunjukan ada hubungan yang
bermakna antara status gizi kurang dengan jumlah anak dalam keluarga. Status gizi
kurang lebih banyak ditemui pada keluarga yang jumlah anaknya lebih dari 4 orang
sebesar 30,1% dibanding dengan keluarga yang mempunyai anak kurang dari 4.
Menurut Ruhana, (2008) jumlah anggota keluarga sedikit dengan status gizi kurang
ada 8 orang (18,2 %) sedangkan untuk jumlah anggota keluarga banyak dengan
status gizi kurang 16 orang (42,2 %) yang menunjukan ada hubungan antara jumlah
anggota keluarga dengan status gizi kurang.
5
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007
prevalensi gizi kurang pada anak balita di Indonesia sebesar 13,0% dan untuk tahun
2010 prevalensi gizi kurang masih seperti tahun 2007 sebesar 13,0% walaupun tidak
terjadi kenaikan akan tetapi prevalensi gizi kurang di Indonesia masih cukup tinggi
jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan World Health Organization
(WHO) sebesar 10%. Selanjutnya prevalensi gizi kurang di provinsi Banten pada
tahun 2007 berdasarkan data RISKESDAS yaitu 12,2% sedangkan pada tahun 2010
prevalensinya mengalami peningkatan yaitu17,9%. Untuk wilayah Kota Tangerang
Selatan, Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) balita yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan di Tangerang Selatan pada tahun 2010 berdasarkan indikator
BB/U, prevalensi balita yang mengalami gizi kurang/underweight sebesar 10,43%
(Dinkes Tangsel, 2010).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Tangerang Selatan (2010) Puskesmas
Pamulang merupakan Puskesmas yang prevalensi gizi buruk tertinggi pertama yaitu
sebesar 2,17% dan prevalensi gizi kurang yang tinggi kedua sebesar 8,33% setelah
Puskesmas Ciputat Timut. Wilayah kerja Puskesmas Pamulang meliputi 4
kelurahan yaitu Kelurahan Pamulang Barat, Kelurahan Pamulang Timur, Kelurahan
Pondok Cabe Ilir dan Kelurahan Pondok Cabe Udik. Berdasarkan pemantauan
status gizi pada bulan Februari, prevalensi gizi kurang yang paling banyak
ditemukan pada usia 24-59 bulan yang tertinggi terjadi di Pamulang Barat sebesar
2,36%, Menyusul Kelurahan Pamulang Timur sebesar 1,34%, Kelurahan Pondok
Cabe Ilir sebesar 1,21% dan Kelurahan Pondok Cabe Udik sebesar 2,04%. Dengan
6
demikian menunjukan bahwa Kelurahan Pamulang Barat merupakan Kelurahan
dengan prevalensi tertinggi oleh karena itu peneliti bermaksud melakukan
penelitian di wilayah Kelurahan Pamulang Barat.
Berdasarkan pemaparan dan pertimbangan di atas serta dari data dan fakta
yang ada maka penulis bermaksud untuk meneliti tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
1.2 Rumusan Masalah
Balita merupakan kelompok yang rentan sekali terjadinya gizi kurang
terutama balita di atas 2 tahun karena merupakan masa transisi dari makanan bayi ke
makanan dewasa. Ketidakcukupan zat gizi yang dibutuhkan tubuh akan mudahkan
terjadinya gizi kurang yang dampaknya akan mempengaruhi sistem pertahanan
tubuh terhadap mikroorganisme sehingga mudah sekali terkena infeksi karena
kekurangan konsumsi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga akan
berdampak pada pertumbuhannya.
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang yaitu pola
asuh makan, karakteristik balita, karakteristik keluarga, jumlah keluarga, jumlah
balita dan pendapatan,
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) balita yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan di Tangerang Selatan pada tahun 2010 dengan indikator berat
badan/umur (BB/U), prevalensi balita yang mengalami gizi kurang sebesar 10,34%.
Untuk wilayah Puskesmas Pamulang yang mengalami gizi kurang sebesar 8,33%
7
sedangkan yang mengalami gizi buruk sebesar 2,17%. Penelitian ini dilakukan di
Kelurahan Pamulang Barat karena prevalensinya gizi kurangnya pada anak usia 24-
59 bulan sebesar 2,36 % lebih tinggi dibandingkan Kelurahan yang lain di wilayah
kerja Puskesmas Pamulang.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran konsumsi zat gizi (konsumsi energi dan protein) pada anak
usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun
2011?
3. Bagaimana gambaran pola asuh makan pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011?
4. Bagaimana gambaran karakteristik ibu (umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan
ibu,pengetahuan gizi ibu) pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011?
5. Bagaimana gambaran karakteristik keluarga (jumlah balita, pendapatan keluarga,
jumlah anggota keluarga) pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011?
8
6. Apakah ada hubungan antara konsumsi zat gizi (konsumsi energi dan protein)
dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011?
7. Apakah ada hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi kurang pada
anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan
tahun 2011?
8. Apakah ada hubungan antara karakteristik ibu (umur ibu, pendidikan ibu,
pekerjaan ibu,pengetahuan gizi ibu) dengan status gizi kurang pada anak usia
24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011?
9. Apakah ada hubungan antara karakteristik keluarga (jumlah balita, pendapatan
keluarga, jumlah anggota keluarga) dengan status gizi kurang pada anak usia
24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011?
10. Apakah faktor yang paling berhubungan dengan status gizi kurang pada anak
usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun
2011?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinnya faktor-faktor berhubungan dengan status gizi kurang pada
anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang
Selatan tahun 2011.
9
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan
di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
2. Diketahuinya gambaran konsumsi zat gizi (konsumsi energi dan
protein) pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
3. Diketahuinya gambaran pola asuh makan pada anak usia 24-59 bulan
di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
4. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu (umur ibu, pendidikan ibu,
pekerjaan ibu,pengetahuan gizi ibu) pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
5. Diketahuinya gambaran karakteristik keluarga (jumlah balita,
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga) pada anak usia 24-59
bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun
2011.
6. Diketahuinya hubungan antara konsumsi zat gizi (konsumsi energi
dan protein) dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
7. Diketahuinya hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
10
8. Diketahuinya hubungan antara karakteristik ibu (umur ibu,
pendidikan ibu, pekerjaan ibu,pengetahuan gizi ibu)dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
9. Diketahuinya hubungan antara karakteristik keluarga (jumlah balita,
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga)dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
10. Diketahuinya faktor yang paling berhubungan dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat
tahun 2011.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Masyarakat
Memberikan masukan kepada masyarakat khususnya ibu-ibu yang
mempunyai balita agar memperhatikan status gizi balitanya sehingga balita
dapat tumbuh dengan baik agar pertumbuhannya dapat optimal.
1.5.2 Bagi Pelayanan kesehatan (Puskesmas)
Sebagai tambahan serta masukan kepada pihak pelayanan kesehatan
yaitu Puskesmas untuk memberikan informasi dalam upaya menurunkan
prevalensi gizi kurang di Puskesmas Pamulang dan dapat menjadikan sebagai
pertimbangan dan bahan masukan untuk instansi terkait dalam merencanakan
11
upaya penanggulangan program gizi kurang pada balita di wilayah
Puskesmas terutama Kelurahan Pamulang Barat.
1.5.3 Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat pada saat perkuliahan
dan dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status
gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2011. Sehingga dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lanjutan oleh
peneliti lain dengan judul yang sama terkait status gizi kurang.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011 dengan sampel
penelitian yaitu ibu-ibu yang mempunyai anak usia 24-59 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat. Penelitian ini dilakukan karena masih tingginya angka prevalensi
gizi kurang di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan pada tahun 2011.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober di Kelurahan Pamulang Barat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional
yang dilakukan pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Pengertian Status gizi
Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang,
baik dan lebih (Almatsier, 2002).
Status gizi menurut Supariasa dkk (2002) adalah merupakan hasil
akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh
(nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi
tersebut.
Status gizi merupakan keadaan kesehatan manusia yang berupa hasil
dari interaksi antar tubuh manusia, zat-zat gizi dan makanan. Status gizi
merupakan tingkat kesehatan dari keseimbangan konsumsi dan penggunaan
zat-zat gizi yang didapat dari asupan makanan sehari-hari. Status gizi
merupakan bagian dari pertumbuhan anak (Soetjiningsih,1995). Jumlah
asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan maka keadaan ini disebut
dengan gizi baik, sedangakan apabila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang
dibutuhkan maka keadaan ini disebut dengan gizi kurang (Depkes, 2003).
Apabila konsumsi zat gizi tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan
terjadi gangguan gizi atau malnutrition (Meilinasari, 2002).
13
2.1.2 Status Gizi Kurang
Status gizi kurang disebabkan karena tubuh kekurangan satu atau
beberapa zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, hal-hal yang dapat
menyebabkan gizi kurang gizi adalah karena makanan yang dikonsumsi
kurang atau mutunya rendah atau bahkan keduanya. Tubuh gagal untuk
menyerap dan menggunakannya karena zat gizi yang dikonsumsi sedikit.
Selain itu penderita yang sering mengalami gizi kurang diantaranya balita
karena pada umur ini balita digolongkan kepada kelompok yang rentan, jika
kebutuhan zat gizinya tidak tercukupi maka anak akan mudah terkena
penyakit (Soekirman, 2000). Gizi kurang disebakan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein yang dibutuhkan oleh tubuh karena tidak memenuhi angka
kecukupan gizi yang disebut kurang energi dan protein (KEP).
2.1.3 Dampak Gizi Kurang
Gizi kurang terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga
maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu
sendiri. Kondisi gizi kurang akan mempengaruhi banyak organ dan sistem,
karena kondisi gizi kurang ini juga sering disertai dengan defisiensi
(kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi
tubuh. Gizi kurang akan mempengaruhi sistem pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme sehingga mudah sekali terkena infeksi (Depkes, 2002).
14
Masalah Gizi kurang merupakan masalah yang sangat penting menjadi
perhatian karena dampaknya secara langsung terhadap gangguan
pertumbuhan, perkembangan dan produktivitas serta apabila kekurangan zat
gizi makro (vitamin dan mineral) akan mengakibatkan terjadinya gangguan
pertumbuhan. Ketidakcukupan konsumsi zat gizi pada usia balita terutama
usia 24-59 bulan akan berdampak pada kondisi gagal tumbuh karena pada
masa balita kebutuhannya tidak dapat terpenuhi sesuai kebutuhan gizinya dan
akan mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak karena masa ini
merupakan masa di mana meningkatnya pertubuhan secara meningkat
(Depkes, 2002).
Apabila anak kekurangan gizi dalam hal zat karbohidrat (zat tenaga)
dan protein (zat pembangun) akan berakibat anak menderita kekurangan gizi
yang disebut KEP tingkat ringan dan sedang, apabila hal ini berlanjut lama
maka akan berakibat terganggunya pertumbuhan, terganggunya
perkembangan mental, menyebabkan terganggunya sistem pertahanan tubuh,
hingga menjadikan penderita KEP tingkat berat sehingga sangat mudah
terserang penyakit dan dapat berakibat kematian (Moehji, 2005).
2.1.4 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi adalah penafsiran informasi dari penelitian
antropometri, konsumsi makanan, laboratorium dan klinik. Informasi yang
diperoleh untuk menetapkan status kesehatan individu atau kelompok
masyarakat yang berkaitan dengan konsumsi dan penggunaan zat-zat oleh
tubuh (Hadisiswanto, 2001).
15
Status gizi dapat dinilai secara langsung maupun tidak langsung.
Penilaian langsung dapat dilakukan secara antropometri, klinis, biokimia dan
biofisik, sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan
melalui survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Dalam
penelitian status gizi diperlukan beberapa parameter yang kemudian disebut
dengan indeks antropometri (Supariasa, 2002).
a. Penilaian Secara Langsung
1. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi
(Supariasa, 2006).
Metode yang menggunakan pengukuran-pengukuran dimensi fisik
dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur
dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan
terjadinya ketidakseimbanganenergi dan protein secara kronis.
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter antropometri merupakan
dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter
disebut indeks antropometri. Rekomendasi dalam menilai status gizi
anak di bawah lima tahun yang dianjurkan untuk digunakan di
16
Indonesia adalah baku World Health Organization-National Centre
for Health Statistic (WHO-NCHS).
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi . Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial
tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-
organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid
(Supariasa, 2006).
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara
menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Bagian tubuh yang harus
lebih diperhatikan dalam pemeriksaan klinis adalah kulit, gigi,
gusi,bibir, lidah, mata (Arisman dalam Yuliaty, 2008).
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain :
darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan
otot (Supariasa, 2006).
17
4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)
dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, 2006).
b. Penilaian Tidak langsung
1. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
yang dikonsumsi. Metode survei konsumsi makanan untu individu
antara lain :
a) Metode recall 24 jam
Kelebihan recall 24 jam :
- Mudah melaksanakannya serta tidak membebani
responden
- Biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan
khusus dan tempat yang luas untuk wawancara
- Cepat, sehingga dapat mencangkup banyak responden
- Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
Kekurangan recall 24 jam :
- Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari,
bila hanya dilakukan recall satu kali
18
- Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan
terampil dalam menggunakan alat-alat bantu ukuran
rumah tangga (URT) dan ketepatan alat bantu yang
dipakai menurut kebiasaan masyarakat.
b) Metode esthimated food record
Kelebihan esthimated food record
- Metode ini relatif murah dan cepat
- Dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar
- Dapat diketahui konsumsi zat gizi sehari
- Hasilnya relatif lebih akurat
Kekurangan esthimated food record
- Tidak cocok untuk responden yang buta huruf
- Sangat tergantung pada kejujuran dan kemampuan
responden dalam mencatat dan memperkirakan jumlah
konsumsi.
c) Metode penimbangan makanan (food weighting)
Kelebihan penimbangan makanan (food weighting)
- Data diperoleh lebih akurat
- Data diperoleh lebih teliti
Kekurangan penimbangan makanan (food weighting)
- Memerlukan waktu dan cukup mahal karena butuh
peralatan.
19
- Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil.
- Memerlukan kerjasama yang baik dengan responden.
- Bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup
lama, maka responden dapat merubah kebiasaan makan
mereka.
d) Metode dietary history
Kelebihan dietary history :
- Dapat memberikan gambaran konsumsi pada periode yang
panjang secara kualitatif dan kuantitatif.
- Biaya relatif murah
Kekurangan dietary history :
- Tidak cocok dipakai untuk survei-survei besar
- Data yang dikumpulkan lebih bersifat kualitatif
- Sangat sensitif dan membutuhkan pengumpulan data yang
terlatih
e) Metode frekuensi makanan (food frequency)
Kelebihan frekuensi makanan (food frequency)
- Relatif murah dan sederhana
- Tidak membutuhkan latihan khusus
- Dapat digunakan sendiri oleh pasien
Kekurangan frekuensi makanan (food frequency)
- Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari
20
- Cukup menjemuhkan bagi pewawancara
- Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi
- Sulit mengembangkan kuisioner pengumpulan data.
2. Statistik vital
Pengukuran gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian sebagai
akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan
gizi (Supariasa, 2006).
3. Faktor ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah
makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi
seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain (Supariasa, 2006).
2.1.5 Klasifikasi Status Gizi
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang
disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia
adalah WHO-NCHS. Pada lokakarya antropometri yang telah diperkenankan
pada buku harvard. (Supariasa, 2002).
Indikator BB/U, TB/U dan BB/TB menurut Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat, 2007 yaitu
21
a. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
BB/U dapat digunakan sebagai indikator status gizi kurang saat
sekarang dan sensitif terhadap perubahan kecil, dapat digunakan untuk
memonitor pertumbuhan dan pengukuran yang berulang dapat
mendeteksi growth failure karena infeksi atau KEP. Kekurangannya
adalah sulitnya mendapatkan umur yang akurat, keliru dalam
menginterpretasikan atatus gizi balita bila terdapat endema atau
kesalahan pengukuran yang dapat disebabkan oleh pengaruh pemakaian
atau anak bergerak saat ditimbang serta adanya hambatan dari segi
perspektif budaya.
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (BB/U)
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Barat Badan menurut Umur (BB/U) Anak
umur 0-60 Bulan
Gizi Buruk < -3 SD
Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD
Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih > 2 SD Sumber : Kemenkes RI 2011
Kelebihan Berat Badan menurut Umur (BB/U) :
a) Indikator yang baik untuk KEP akut dan kronis untuk memonitor
program yang sedang berjalan.
b) Sensitif terhadap perubahan keadaan gizi yang kecil.
c) Pengukuran objektif dan bila diulang memberikan hasil yang sama.
d) Peralatan dapat dibawa ke mana-mana dan relatif murah.
22
e) Pengukuran mudah dilaksanakan dan diteliti.
f) Tidak memakan waktu lama.
g) Dapat mendeteksi kegemukan.
Kelemahan Berat Badan Menurut Umur (BB/U) :
a) Tidak sensitif terhadap anak stunting atau anak telalu tinggi tapi
kurang gizi.
b) Mengakibatkan kekeliruan interpensi status bila terdapat endema.
c) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran seperti pengaruh pakaian
atau gerakan anak pada saat penimbangan.
d) Memerlukan data umur yang akurat terutama untuk anak di bawah
usia lima tahun.
b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
TB/U dapat digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu dan
kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa. Kekurangannya adalah
pemakaian indeks ini adalah sulitnya mendapatkan umur yang akurat dan
perubahan tinggi tidak banyak terjadi dalam waktu singkat dan perlu dua
orang untuk membantu mengukur tinggi anak.
Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (TB/U)
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Tinggi badan menurut Umur (TB/U) anak umur
0-60 bulan
Sangat Pendek < -3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Tinggi > 2 SD
Sumber : Kemenkes RI 2011
23
Kelebihan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) :
a) Merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kekurangan gizi
pada waktu lampau.
b) Pengukuran objektif, ,memberikan hasil sama bila pengukuran
diulangi.
c) Alat mudah dibawa dan dapat dibuat lokal.
d) Ukuran panjang badan dapat dibuat sendiri, murah dan mudah
dibawa.
Kekurangan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) :
a) Dalam menilai intervensi harus disertai indikator lain seperti BB/U,
karena perubahan TB tidak banyak terjadi dalam waktu singkat.
b) Membutuhkan beberapa teknik pengukuran, alat ukur panjang badan
untuk anak kurang dari 2 tahun dan alat ukur tinggi badan untuk anak
umur lebih dari 2 tahun.
c) Lebih sulit dilakukan secara teliti oleh petugas yang belum
berpengalaman.
d) Memerlukan orang lain untuk mengukur anak.
e) Umur kadang-kadang sulit didapat secara valid.
c. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan.
Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur.
Merupakan indikator untuk menilai status gizi saat kini di mana umur
24
tidak perlu diketahui. Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui
proporsi badan gemuk, normal dan kurus.
Tabel 2.3 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
(BB/TB)
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Barat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Anak Umur 0-60 Bulan
Sangat kurus < -3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk > 2 SD Sumber : Kemenkes RI 2011
Kelebihan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) :
a) Tidak memerlukan data umur.
b) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus).
c) Pengukuran objektif dan memberikan hasil yang sama bila
pengukuran diulang.
Kekurangan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) :
a) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek,
cukup tinggi atau kelebihan tinggi karena faktor umur tidak
diperhatikan.
b) Membutuhkan dua macam alat ukur.
c) Pengukuran relatif lebih lama.
d) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.
e) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,
terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional.
25
f) Dalam praktek sering terjadi kesulitan dalam melakukan pengukuran
panjang atau tinggi badan pada kelompok balita.
2.2 Gizi Balita
2.2.1 Anak Balita
Masa balita merupakan kehidupan yang sangat penting dan diperlukan
perhatian yang lebih dan khusus. Di masa ini proses tumbuh kembang sangat
pesat diantaranya pertumbuhan fisik, perkembangan psikomotorik, mental
dan sosial. Pertumbuhan balita sangat di pengaruhi beberapa hal diantaranya
jumlah dan mutu makanan, kesehatan balita, tingkat ekonomi, pendidikan
dan perilaku orang tua (Depkes, 2000).
Kelompok balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi dan
rawan penyakit serta paling banyak menderita KEP. Beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan balita rawan gizi dan kesehatan antara lain :
a. Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke
makanan dewasa.
b. Anak balita mempunyai ibu yang bekerja sehingga perhatian ibu sudah
berkurang.
c. Anak balita sudah mulai main di tanah, lingkungan yang kotor sehingga
memungkinkan untuk terjadi infeksi.
d. Anak balita belum bisa memilih makanannya, peran perilaku orang tua
yang didasari pengetahuan sangatlah penting (Notoatmodjo, 2007).
26
Balita membutuhkan zat-zat gizi untuk tumbuh kembang, perbaikan
atau pengganti sel-sel yang rusak, pengaturan tubuh, kekebalan terhadap
penyakit. Zat-zat gizi yang dibutuhkan diantaranya karbohidrat, lemak,
protein, vitamin dan mineral dengan jumlah kalori di dalam makanan
berdasarkan komposisi banyaknya zat gizi yang terkandung. Balita
membutuhkan kalori lebih banyak perkilogram berat badannya daripada
orang dewasa untuk pertumbuhannya selain untuk kebutuhan fisik (Husaini,
2002).
2.2.2 Kecukupan Energi dan Protein Balita
Masa pertumbuhan pada balita membutuhkan zat gizi yang cukup,
karena pada masa itu semua organ tubuh yang penting sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Kurang energi dan protein dapat dialami
oleh siapa saja terutama oleh kurang gizi pada kelompok umur balita karena
pada kelompok ini sangat mudah terjadi perubahan keadaan gizinya karena
segala sesuatu yang dikonsumsinya masih tergantung dari apa yang diberikan
oleh orang tuanya.
Sejumlah zat gizi yang ada dalam bahan makanan mengandung tiga
unsur yaitu
a. Zat tenaga yaitu makanan yang mengandung energi tinggi yang
terdapat pada bahan makanan pokok yaitu beras, jagung dan lain-lain
b. Zat pembangun yaitu bahan makanan yang berfungsi untuk
membangun jaringan tubuh yang rusak. Bahan makanan ini terdapat
pada telur, tempe, ikan dan lain-lain.
27
c. Zat pengatur yaitu bahan makanan yang berfungsi mengatur organ
tubuh. Makanan ini mengandung vitamin dan mineral dan biasnya
terdapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran.
Tabel 2.4 Angka Kecukupan Energi dan Protein
Menurut Kelompok Umur
No Kelompok Umur
Berat badan (kg)
Tinggi Badan (cm)
Energi (kkal) Protein (g)
1. 0- 6 bulan 6 60 550 10 2. 7- 12 bulan 8,5 71 650 16 3. 1-3 tahun 12 90 1000 25 4. 4- 6 tahun 17 110 1550 39 5. 7-9 tahun 25 120 1800 45
Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2004
2.3 Pengukuran Konsumsi FFQ Semi-Kuantitatif
2.3.1 Metode FFQ Semi-Kuantitatif
FFQ (Food Frequency Questionnaire) merupakan metode atau cara
food frekuensi biasanya kualitatif dan menggambarkan frekuensi konsumsi
per hari, minggu atau bulan. Metode food frekuensi yang telah dimodifikasi
dengan memperkirakan atau estimasi URT dalam gram dapat dikatakan
dengan metode yang kuantitatif (FFQ semi kuantitatif).
Pada FFQ semi kuantitatif skor zat gizi yang terdapat disetiap subyek
dihitung dengan cara mengkalikan frekuensi setiap jenis makanan yang
dikonsumsi yang diperoleh dari data komposisi makanan yang tepat.
Suatu metode atau cara konsumsi yang dapat memberikan informasi
mengenai data asupan gizi secara umum dengan cara memodifikasi
28
berdasarkan metode FFQ (Food Frequency Questionnaire) (Gibson dalam
Nimas 2008).
Pada metode food frekuensi tidak dilakukan standar ukuran porsi
yang digunakan hanya frekuensi berapa sering responden memakan makanan
tersebut dan tidak dilakukan dilakukan penimbangan ukuran porsinya
sedangkan metode semikuantitatif suatu penelitian menerangkan hubungan
antara nutrisi dan asupan makan. Semikuantitatif memberikan gambaran
ukuran porsi yang dimakan seseorang dan frekuensi makan dalam waktu
tahun, bulan, mingggu dan hari makanan yang dimakan oleh responden serta
memberikan gambaran ukuran yang dimakan oleh responden dalam bentuk
besar, sedang dan kecil yang nantinya jenis dan berat dari makanan itu
datanya akan dimasukan ke dalam komputer dengan mengkalikan nutrisi
yang terkandung dalam makanan tersebut.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Kurang
Memasuki awal millenium ketiga, Indonesia masih mengalami tantangan
yang cukup berat, baik dalam bidang ekonomi politik, maupun dalam bidang
kesehatan, terutama masalah gizi. Masalah gizi yang memprihatinkan pada saat ini
adalah tingginya angka “gizi kurang”. Gizi kurang adalah semua hal yang berkaitan
dengan ketidakcukupan makanan termasuk penyerapan dan pencernaan makanan
yang tidak sempurna sehingga mengakibatkan timbulnya penyakit, yang muncul
sebagai gejala klinis serta makanan yang tidak mencukupi secara kualitas dan
kuantitas (Khumaidi, 1994).
29
Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan dari
penyebab langsung dan penyebab tidak langsung diantara penyebab penyakit
langsung antara lain intake zat gizi dari makanan yang kurang dan adanya penyakit
infeksi, penyebab tidak langsung itu dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu ketersediaan
pangan keluarga yang rendah, perilaku kesehatan dan pola asuh ibu terhadap
anakanya (Istiano, 2009). Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain
dipengaruhi oleh daya beli keluarga, besarnya keluarga, pelayanan kesehatan.
2. 4.1 Konsumsi Energi dan Protein
Pangan merupakan kebutuhan dasar untuk setiap manusia. Asupan
energi dan protein mempunyai fungsi yang sangat luas dan penting di dalam
tubuh. Energi diperlukan tidak Pendapatan saja untuk melakukan kebutuhan
fisik, tetapi juga untuk pergerakan organ-organ tubuh. Asupan zat gizi dalam
tubuh yang seimbang sangat mutlak diperlukan pada berbagai tahap tumbuh
kembang manusia khususnya pada balita karena asupan makanan yang
kurang secara terus menerus akan mengganggu pertumbuhan dan kesehatan
(Pudjiadi. 1997). Balita dikatakan kekurangan asupan zat gizi (energi dan
protein) apabila tingkat energi dan proteinnya ≤ 80% AKG (Depkes, 2005).
2.3.1.1 Konsumsi Energi
Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan
hidupnya. Makanan merupakan sumber energi untuk
menunjang semua kegiatan atau aktifitas manusia. Energi dalam
tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran
30
karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar manusia
selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan
yang cukup ke dalam tubuhnya (Suhardjo, 2005).
Manusia yang kurang makanan akan lemah baik daya
kegiatan, pekerjaan-pekerjaan fisik maupun daya pemikirannya
karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang
dapat menghasilkan energi (Suhardjo, 2005).
Kekurangan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui
makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan
mengalami keseimbangan energi negatif, akibatnya berat badan
kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Bila terjadi pada balita
akan menghambat pertumbuhan. Menurut penelitian oleh Lutviana
(2010) bahwa Ada hubungan yang bermakna antar tingkat konsumsi
energi dengan status gizi balita dengan p value = 0,001.
2.3.1.2 Konsumsi Protein
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien.
Tidak seperti makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak) protein ini
berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada
sumber energi (Sudarmadji, 1989). Protein merupakan suatu zat
makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini di samping
berfungsi sebagai zat pengatur dan zat pembangun, protein adalah
31
sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C,H, O dan N
yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Seperlima bagian
tubuh adalah protein, seperuhnya ada di dalam otot, seperlima di
dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit dan
selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh (Sedioetama,
2006).
Protein dalam tubuh merupakan sumber asam amino esensial
yang dibutuhkan sebagai zat pembangun untuk
a. Pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum,
hemoglobin, enzim, hormon dan antibodi
b. Menggantikan sel-sel yang rusak.
c. Memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh
d. Sumber energi.
Kebutuhan protein untuk anak relatif lebih besar bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Menurut Djaeni (2000) dalam
Evi (2010) konsumsi protein berpengaruh terhadap status gizi balita,
balita membutuhkan protein dalam jumlah yang cukup tinggi untuk
menunjang proses pertumbuhannya karena balita dalam masa
tumbuh kembangnya sehingga dapat terjadi gangguan protein
apabila konsumsi energinya tidak tercukupi.
32
Kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan
kwashiorkor pada balita. Kekurangan protein sering ditemukan
secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan
kondisi yang dinamakan masarmus. Kekurangan protein yang kronis
pada anak-anak menyebabkan pertumbuhan anak-anak itu terhambat
dan tampak tidak sebanding dengan umurnya. Pada keadaan yang
lebih buruk, dapat mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan
dan pada anak-anak tampak gejala-gejala khusus seperti kulit
bersisik, pucat, bengkak dan perubahan warna rambut (Suhardjo,
2005).
Menurut penelitian oleh Lutviana (2010) bahwa ada
hubungan yang bermakna dari 21 balita yang tingkat konsumsi
protein kurang, 20% (95,2%) balita mengalami gizi kurang
sedangkan dari 29 balita yang tingkat konsumsi protein baik 2
(6,9%) balita mengalami gizi kurang.
2. 4.2 Pola Asuh Makan
Anak balita yang mendapatkan kualitas pengasuhan yang lebih baik
besar kemungkinan akan memiliki angka kesakitan yang rendah dan status
gizi yang relatif lebih baik. Hal yang menyatakan bahwa pengasuhan
merupakan faktor penting dalam status gizi dan kesehatan balita. Pola asuh
makan diantaranya meliputi pemberian makanan, pemberian Air Susu Ibu
(ASI) ekslusif, dan umur penyapihan (Fivi, 2006). Pada pemberian ASI
33
ekslusif dilakukan selama 6 bulan tanpa memberikan makanan atau minuman
selain ASI (Ashar, 2008).
a. Pemberian Makanan
Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi dalam satu hari
yang beragam dan mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat
pengatur sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Keadaan ini tercermin dari
derajat kesehatan dan tumbuh kembang balita yang optimal (Direktorat
Gizi Masyarakat, 2000).
Pemberian makanan balita bertujuan untuk mendapat zat gizi
yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh.
Zat gizi berperan memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk
melaksanakan kegiatan sehari-hari, dalam pengaturan makanan yang
tepat dan benar merupakan kunci pemecahan masalah (Suharjo, 2005).
Tujuan pemberian makanan pada anak balita adalah :
a. Untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh dan digunakan oleh
tubuh.
b. Untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh.
c. Zat gizi berperan dalam memelihara dan memulihkan kesehatan serta
untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.
d. Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi pada balita
diperlukan adanya perilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau
pengasuhan dalam keluarga.
34
e. Selalu memberikan makanan bergizi yang seimbang kepada balita
(Suharjo, 2003).
Pada anak > 2 tahun sudah bisa diberikan makanan keluarga dan
disesuaikan dengan kebutuhan anak diberikan 3 kali sehari dan makanan
selingan 2 kali sehari. Upaya yang dilakukan dalam pemberian makan :
1. Pemberian Makanan Anak Usia 2 tahun
Bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhan
makanannya. Saat berumur 2 tahun perlu diperkenalkan pola
makanan orang dewasa berdasarkan triguna makanan adalah sumber
zat tenaga (makanan pokok), sumber zat pembangun (lauk pauk dan
susu), sumber zat pengatur (sayuran dan buah) secara bertahap
(Sulistijani, 2001).
2. Upaya pemberian makan anak yang harus diperhatikan
a. Makanan keluarga setengah porsi dari orang dewasa minimal 3
kali sehari, di samping itu tetap diberikan makanan selingan 2 kali
sehari.
b. Berikan makanan bervariasi dengan menggunakan padanan bahan
makanan.
c. Menyapih anak harus dilakukan secara bertahap dan jangan secara
tiba-tiba (Moehji, 1988).
35
b. ASI Ekslusif
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang paling sesuai untuk bayi
karena mengandung zat-zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk tumbuh
dan berkembang. Pentingnya memberikan ASI secara ekslusif pada bayi
baru lahir sampai usia 6 bulan dan terus memberikan ASI sampai anak
usia 24 bulan telah memiliki bukti yang kuat. Asi merupakan makanan
terbaik yang seharusnya diberikan minimal sampai usia 6 bulan karena
ASI mempunyai komposisi yang lengkap yang dibutuhkan (Ashar, 2008).
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa bayi yang diberi ASI
ekslusif menunjukan perkembangan sosial dan kognitif yang lebih baik
dari bayi yang diberi susu formula (Michael, 2003).
ASI ekslusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan
makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia 6
bulan, kecuali obat dan vitamin, selanjutnya pemberian ASI diteruskan
hingga anak berusia 2 tahun dengan menambahkan makanan lunak atau
makanan padat yang disebut makanan pendamping ASI (MP-ASI)
(Depkes RI, 2003).
Pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang yang
optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi, oleh karena itu
pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan
agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar.
36
c. Penyapihan
Masa penyapihan adalah masa dimana bayi mulai proses
pengurangan ketergantungan pada ASI dan mulai diperkenalkan dengan
makanan keluarga. Proses penyapihan dapat dilakukan dengan 2 cara
yakni dengan mengurangi frekuensi pemberian asi yang diikuti makanan
tambahan dan mengkonsumsi obat-obatan yang dapat berdampak
menghentikan produksi ASI (Tara, 2004).
Masa penyapihan dapat terjadi pada waktu yang berbahaya bagi
bayi. Bayi-bayi yang kurang gizi mungkin akan menjadi lebih buruk
keadaannya pada masa penyapihan. Makanan yang tidak cukup dan
adanya penyakit membuat bayi tidak tumbuh dengan baik. Hal ini dapat
terlihat berdasarkan kenaikan berat badan melalui Kartu Menuju Sehat
(KMS) yang merupakan suatu indikator untuk memonitor permasalahan
yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan yang akhirnya gizi
kurang.
Dari segi ilmu gizi, penyapihan lebih baik pada usis anak
mencapai 24 bulan, karena zat gizi dan zat antibodi dalam ASI diproduksi
sampai usia anak 2 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Zumroti (2010) diantara 57 responden yang usia penyapihannya < 2
tahun sebesar 35,1% yang status gizinya kurang sedangkan dari 131
responden yang usianya penyapihan ≥ 2 tahun, terdapat 25 responden
(19,1%) yang status gizinya kurang.
37
2. 4.3 Umur Balita
Umur merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kebutuhan
gizi seseorang, semakin tinggi umur semakin menurun kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas sehingga membutuhkan energi yang
lebih besar (Katrasapoetra dan Marsetyo, 2008). Salah satu perhatian yang
paling utama yaitu gizi kurang pada kelompok umur balita. Pada kelompok
ini sangat mudah terjadi perubahan keadaan gizinya karena segala sesuatu
yang dikonsumsinya masih tergantung dari apa yang diberikan oleh orang
tuanya, selain itu kelompok ini juga rawan terhadap penyakit yang sering
diderita balita.
Menurut Soetjiningsih (1995) pada anak usia 3-5 tahun aktifitas yang
dapat dilakukan antara lain berjalan-jalan sendiri, melompat dan menari.
Kegiatan tersebut memerlukan energi yang besar, apabila energi yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan maka akan mengakibatkan
balita tersebut kekurangan energi atau mengalami gizi kurang
(Almatsier,2001).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nana Supriyatna dalam
Zumroti (2004) bahwa ada hubungan antara umur anak dengan status gizi
usia 24-60 bulan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sab’atmaja dkk
(2010) berdasarkan BB/U bahwa balita yang mengalami gizi kurang, banyak
terjadi pada umur diatas dua tahun (≥ 23,4%) dilihat dari data sekunder
Riskesdas (2007).
38
Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa balita pada usia 2 tahun ke atas
merupakan masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa
sehingga ini yang dapat menyebabkan kondisi bahwa anak balita yang
berumur 2 tahun lebih rawan untuk terjadinya gizi dan terganggunya
kesehatan.
2. 4.4 Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi
kebutuhan gizi seseorang tergantung dari jenis aktifitas fisik, akan tetapi
untuk jenis kelamin pada balita tidak adanya pengklasifikasian karena baik
jenis kelamin perempuan dan laki-laki mempunyai kebutuhan yang sama
yaitu sama-sama masuk dalam masa pertumbuhan (Apriadji, 1986). Terlihat
berdasarkan Angka Kebutuhan Gizi (AKG) pada balita.
Berdasarkan WHO (1999) bahwa status gizi pada anak perempuan
lebih baik dari pada status gizi pada anak laki-laki berdasarkan (BB/U),
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Nana Supriana dalam
Zumroti (2004) bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin laki-laki dan perempuan dengan status gizi kurang pada umur 24-60
bulan.
2. 4.5 Umur Ibu
Umur memiliki pengaruh terhadap terbentuknya kemampuan yang
dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari-hari di luar faktor
pendidikan (Sedioetama, 2006). Kemampuan pemilihan makanan ibu rumah
tangga yang muda akan berbeda dengan kemampuan pemilihan bahan
39
makanan pada ibu rumah tangga yang lebih tua dan pola pembelian makanan
ibu rumah tangga muda cenderung berpengaruh pada kepada orang tuanya
(Sedioetama, 2006).
Berdasarkan Depkes (2003) bahwa umur ibu dikategorikan pada
kelompok umur ≤ 20 tahun dianggap lebih rentan dan kelompok umur ≥ 35
tahun lebih berisiko tinggi dalam hal resiko tinggi untuk kehamilan serta
menurut Ningsih (2008) dalam Liya (2010) menyatakan bahwa faktor usia
muda juga akan mempengaruhi seseorang ibu sencerung menjadikan seorang
ibu untuk lebih mementingkan perhatiannya kepada dirinya sendiri jika
dibandingan dengan anaknya sedangan untuk golongan umur ≥ 35
berdasarkan Arinta (2010) dalam Liya (2010) penerimaan seseorang dalam
hal baru semakin rendah, karena untuk golongan ini lebih cenderung untuk
tetap mempertahankan tradisi terhadap nilai-nilai lama sehingga sulit untuk
menerima hal-hal yang sifatnya baru. sedangkan untuk kelompok umur 20-35
tahun sebagai kelompok usia yang paling baik.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Santica (1993) bahwa
sebesar 42,6% responden masih dipengaruhi oleh kedua orang tua atau
mertuanya dalam memberikan makanan pada balitanya. Kebiasaaan yang
turun menurun sering kali kurang sesuai dengan anjuran makan makanan
sehat bagi balita.
2. 4.6 Pekerjaan Ibu
Pekerjaan ibu juga mempunyai pengaruh yang sangat penting pada
pertumbuhan dan perkembangan anak. Namun disisi lain, ibu yang bekerja
40
mempunyai peluang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan anaknya dalam
hal makanan, terutama kebutuhan anak umur 6 bulan ke atas (Sanjur, 1982).
Ibu yang berkerja memberikan efek yang kurang baik terhadap gizi
anak terutama ibu yang berkerja 40 jam perminggu dan ditambah jarak antara
rumah dan tempat kerja yang telalu jauh (Soekirman, 1993). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Hasbullah (2001) mengatakan bahwa KEP
terdapat pada balita yang ibunya bekerja sebesar 42,9% lebih besar daripada
balita yang ibunya tidak bekerja yaitu sebesar 42,2% sehingga berdasarkan
penelitian di atas menyatakan bahwa waktu yang digunakan untuk mengasuh
anak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keadaan gizi
balita.
Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor
yang paling menentukan tentang kuantitas dan kualitas makanan. Rendahnya
pendapatan dan lemahnya daya beli tidak memungkinkan untuk mengatasi
kebiasaan makan dan cara-cara tertentu yang menghalangi perbaikan gizi
yang efektif, terutama untuk anak-anak (Suhardjo, 1989). Meningkatnya
penghasilan keluarga yang berasal dari ibu bekerja akan mempengaruhi
konsumsi pangan seluruh anggota keluarga rumah tangga.
Pada ibu yang bekerja, waktu yang diberikan kepada anak balitanya
akan berkurang daripada ibu yang tidak bekerja, tetapi perhatian yang
diperlukan oleh anak balita sama besarnya, dengan ibu yang bekerja di luar
rumah setiap hari maka ibu tidak dapat mengawasi secara langsung terhadap
41
pola makanan sehari-hari anak balitanya. Makanan anak balita diserahkan
kepada pengasuh anak, pembantu rumah tangga, keluarga ataupun tempat
penitipan anak dengan demikian mereka merupakan orang penting pada saat
ibu bekerja di luar rumah (Bumi, 2005).
2. 4.7 Pendidikan Ibu
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat
mempengaruhi keadaan gizi karena berhubungan dengan kemampuan
seseorang menerima dan memahami sesuatu, karena tingkat pendidikan
seseorang ibu dapat mempengaruhi pola konsumsi makan melalui cara
pemilihan makanan pada balita. Menurut Suhardjo (2005) tingkat
pendidikan dapat menentukan seseorang dalam menyerap dan memahami
pengetahuan gizi yang mereka peroleh sehingga pendidikan diperlukan agar
seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga.
Menurut Masyitoh (1999), tingkat pendidikan akan mempengaruhi
konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan makanan. Orang yang
berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang kualitas dan
kuantitasnya dibandingkan dengan yang pendidikan rendah. Makin tinggi
pendidikan orang tua, maka makin baik status gizi anaknya. Sedangkan
menurut Madanijah (2003) terdapat hubungan yang positif antara pendidikan
ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak. Ibu yang
memiliki pendidikan tinggi secara garis besar mempunyai pengetahuan gizi,
kesehatan dan pengasuhan anak yang baik. Pendidikan ibu merupakan salah
satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak, karena tingkat pendidikan ibu
42
mempengaruhi terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan
kesehatan, higiene dan kesadaran terhadap kesehatan anak dan keluarga.
Menurut Suwarno (1992) pendidikan seseorang dibimbing menuju
perkembangan tertentu dan memiliki kesempatan untuk menerima informasi/
pengetahuan tertentu, dalam pendidikan ini sebaikanya dapat diberikan
informasi tentang pencegahan kekurangan gizi, karena kekurangan gizi pada
ibu masa balita akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya.
Sedangkan munurut Himawan (2006) menyatakan bahwa hubungan
pendidikan ibu dengan status gizi balita diperoleh α 0.002 status gizi kurang
pada balita terjadi pada ibu yang pendidikannya rendah tamat Sekolah
Menengah Pertama (SMP) sebesar 25,4% sedangkan pada ibu yang
pendidikannya tinggi tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 12,4%,
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pengetahuan gizi.
Pada penelitian ini salah satu variabel yang diambil adalah
pendidikan ibu. Tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap kualitas
dan kuantitas makanan yang dikonsumsi keluarga karena ibu memegang
peranan penting dalam pengelolaan rumah tangga. Ibu yang berpendidikan
tinggi mempunyai sikap yang positif terhadap gizi sehingga pada akhirnya
akan semakin baik kuantitas dan kualitas gizi yang dikonsumsi keluarga
(Khomsan,2007).
43
2. 4.8 Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan gizi menurut Khomsan (2007) adalah segala sesuatu
yang diketahui seorang ibu tentang sikap dan perilaku seseorang dalam
memilih makanan, serta pengetahuan dalam mengolah makanan dan
menyiapkan makanan (Harsiki, 2003). Pengetahuan yang ada pada manusia
tergantung pada tingkat pendidikan yang diperoleh baik secara formal
maupun informal, dimana tingkat pengetahuan akan memberikan pengaruh
pada cara-cara seseorang memahami pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan. Tingkat Pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap
dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya berpengaruh
terhadap keadaan gizi seseorang. Tingginya tingkat pengetahuan seseorang
maka diharapkan akan lebih baik juga keadaan gizinya (Khomsan, 2007).
Pengetahuan gizi merupakan kemampuan seseorang untuk
mengingat kembali kandungan gizi makanan, sumber daya serta kegunaan
zat gizi tersebut di dalam tubuh. Suhardjo (1986) mengemukakan bahwa
suatu hal yang menyakinkan tentang pengetahuan gizi didasarkan oleh status
gizi pada 3 kenyataan yaitu :
1. Kesehatan dan kesejahteraan sangat dipengaruhui oleh status gizi yang
cukup.
2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya
mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh
yang optimal pemeliharaan dan energi
44
3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.
Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan
pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan
faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor yang
mempengaruhi gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi
atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Rendahnya pengetahuan gizi dapat mempengaruhi ketersediaan
pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan
kualitas konsumsi pangan. Rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi
pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita
(Suhardjo, 2005).
Berdasarkan Khomsan (2004) bahwa pengkategorian pengetahuan
gizi berdasarkan cut off point dari skor yang dibagi menjadi dua yaitu
Tabel 2.5 Kategori Pengetahuan Gizi
Kategori Pengetahuan Gizi Skor Baik
Kurang > 80% ≤ 80%
Sumber : Khomsan (2004)
Untuk mengatasi masalah-masalah gizi, upaya pendidikan dan
penyuluhan gizi merupakan salah satu usaha yang sangat penting. Melalui
usaha ini diharapkan orang bisa memahami pentingnya makanan gizi,
45
sehingga terbentuk sikap dan perubahan perilaku kearah perubahan pola
makan yang lebih baik (Suhardjo, 1989). Menurut Irawati dan Fahrurrozi
(1992), tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi pengetahuan
gizi seseorang diharapkan akan semakin baik pula keadaan gizinya.
Pengetahuan yang dimiliki ibu dapat menentukan jumlah dan jenis pangan
yang dikonsumsi, mengelola dan menjadikan, mendistribusikan makanan
kepada seluruh anggota keluarga.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosmana (2003) di
dapat bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi ibu
dengan status gizi anak usia 6-24 bulan yang mana ibu yang pengetahuan
gizinya kurang mempunyai tingkat resiko 7,142 kali berstatus gizi kurang
jika dibandingkan dengan ibu yang memiliki status gizi baik.
2. 4.9 Jumlah Anak
Jumlah Anak adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu
selama berumah tangga dalam keadaan hidup. Jumlah anak yang banyak
pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi cukup akan mengakibatkan
berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak, apalagi jarak
anak yang terlalu dekat, sedangkan pada keluarga dengan keadaan sosial
ekonomi kurang, jumlah anak yang banyak dapat berakibat pada kurangnya
kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti
makanan (Soetjiningsih,1995). Menurut Djaeni (2000) mengatakan bahwa
46
jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak
akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga, kesulitan mengurus dan
kurang bisa menciptakan suasana tenang di rumah.
Keluarga atau ibu yang mempunyai banyak anak akan menimbulkan
banyak masalah bagi keluarga tersebut, jika penghasilan tidak mencukupi
kebutuhan. Dalam penelitian di Indonesia membuktikan, jika keluarga
mempunyai anak hanya tiga maka dapat mengurangi 60% angka kekurangan
gizi anak balita. Keluarga atau ibu yang mempunyai banyak anak juga
menyebabkan terbaginya kasih sayang dan perhatian yang tidak merata pada
setiap anak (Almatsier, 2001).
Pada penelitian yang melihat hubungan antara jumlah anak dengan
status gizi anak. Menurut Rosmana (2003) ada hubungan antara status gizi
kurang pada anak umur 6-24 bulan dengan jumlah anak > 2 orang dalam
keluarga lebih tinggi (34,6%) dibandingkan dengan jumlah anak dalam
keluarga ≤ 2 orang (13,7%). Kemudian dapat dijelaskan bahwa keluarga
dengan jumlah anak > 2 orang berisiko 3,335 kali mempunyai anak gizi
kurang dibandingkan keluarga dengan jumlah anak ≤ 2 orang.
2. 4.10 Jumlah Anggota Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan
sumber daya yang sama (Sanjur, 1982). Besar anggota keluarga
mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi. Kualitas maupun kuantitas
47
pangan secaran langsung akan menentukan status gizi keluarga individu.
Besar anggota keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan (Sanjur, 1982).
Suhardjo (2005) mengatakan jumlah anggota keluarga yang banyak
akan berakibat pada terbatasnya kemampuan kepada keluarga atau orang tua
dalam menyediakan makanan untuk semua anggota keluarga baik dari segi
kuantitas maupun kualitasnya, sedangkan menurut Adeladza (2009)
besarnya keluarga dapat menjadi faktor resiko terjadinya malnutrisi pada
anak di negara berkembang. Penelitian ini menemukan bahwa anak-anak
dari rumah tangga yang besar lebih banyak yang mengalami gizi kurang.
Sumber daya yang tersedia jika anggota keluarga tersebut besar tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan anak seperti terbatasnya asupan
makanan pada anak.
Pada penelitian yang melihat hubungan antara jumlah anggota
keluarga dengan status gizi balita antara lain Miko (2003) dan Kulsum
(2005). Dari hasil penelitian Miko diketahui prevalensi gizi kurang pada
anak dengan jumlah anggota keluarga ≥ 5 orang (besar) lebih tinggi yaitu
35,9% dibandingkan anak dengan jumlah anggota kelurga ≤ 4 orang (kecil)
yaitu 9,1%. Pada penelitian Kulsum (2005) menunjukan hasil yang sama
diantaranya anak dengan jumlah anggota keluarga > 4 orang lebih banyak
menderita gizi kurang (70,8%) dibanding anak dengan jumlah anggota
keluarga ≤ 4 orang (29,2%).
48
Menurut penelitian Maryani (2010), diketahui bahwa ada hubungan
antara jumlah keluarga dengan perilaku konsumsi individu. Hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan
semakin banyak pangan yang dikonsumsi dan pembagian makanan dalam
keluarga tersebut akan lebih sedikit dibandingkan dengan keluarga yang
jumlahnya sedikit
2. 4.11 Pendapatan Keluarga
Pendapatan adalah tingkat kemampuan masyarakat dalam
membelanjakan pendapatannya dinilai berdasarkan kebutuhan ibunya.
Menurut Adisasmito (2007) mengatakan bahwa di Indonesia dan negara lain
menunjukan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kurang gizi
dengan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok antara akar
masalah gizi buruk, proporsi anak gizi kurang dan gizi buruk berbanding
terbalik dengan pendapatan. Semakin kecil pendapatan penduduk, semakin
tinggi persentase anak yang kekurangan gizi sebaliknya semakin tinggi
pendapatan semakin kecil persentase gizi buruk.
Menurut Berg (1986) faktor pendapatan memiliki peranan yang
sangat besar dalam persoalan gizi dan kebiasaan makan setempat.
Ketersediaan pangan suatu keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan keluarga tersebut. Pendapatan merupakan rintangan orang-
orang yang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperluka,
namun keadaan yang meningkat tidak dengan sendirinya menjadikan
kondisi yang menunjang bagi keadaan gizi yang memadai, lebih lanjut
49
dikatakan bahwa tingkat pendapatan akan menentukan makanan apa yang
dibeli dengan uang tersebut. Dipertegas dengan Apriadji (1986) bahwa
keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan kurang dapat
memenuhi kebutuhan makanannya sejumlah yang diperlukan tubuh,
setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang kurang bisa dijamin,
karena dengan uang yang terbatas itu tidak akan banyak pilihan.
Semakin tinggi pendapatan, maka semakin bertambah peningkatan
pengeluaran untuk pangan termasuk buah-buahan, sayuran dan jenis
makanan lainnya. Pendapatan suatu keluarga akan mempengaruhi konsumsi
zat gizi bagi keluarga, rendahnya pengeluaran keluarga akan menurunkan
daya beli. Keluarga yang mempunyai pengeluran rendah, kemungkinan
balita yang dimilikinya akan mengalami gangguan gizi karena
ketidakmampuan keluarga untuk membeli zat-zat gizi yang dibutuhkan
(Depkes RI, 2000).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lutviana (2010)
mengatakan bahwa ada hubungan tingkat pendapatan dengan status gizi
balita karena penyebab utama gizi kurang pada anak balita adalah rendahnya
penghasilan kelurga dengan p value sbesar 0,004. Pada umumnya jika
pendapatan naik njumlah dan jenis makanan akan cenderung menbaik,
pendapatan keluarga akan mempengaruhi terhadap konsumsi sehari-hari.
Apabila pendapatan rendah maka makanan yang dikonsumsi tidak akan
50
mempertimbangkan nilai gizi, tetapi nilai materi lebih menjadi
pertimbangan.
2. 4.12 Status Kesehatan (Penyakit Infeksi)
Masalah gizi kurang yang tinggi dapat menyebabkan penurunan
kondisi kehidupan diantaranya menurunnya status kesehatan yang secara
tidak langsung memberikan akan meningkatkan angka kematian bayi,
terhambatnya pertumbuhan fisik dan mudah terserang penyaki infeksi,
kurang gizi juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan
mental dan fungsi intelegensia, menghambat pertumbuhan mental serta
meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada balita. Makanan dan
penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Penyakit infeksi
pada tubuh balita akan mempengaruhi keadaan gizinya (Moehji, 1988).
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan
yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan
tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang
Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya
tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit yang
kemudian diperkuat oleh teori Moehji (2003) yang menyebutkan bahwa
terjadinya penyakit infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat
malnutrisi karena penyakit infeksi menyebabkan penyerapan zat gizi dari
makanan terganggu sehingga nafsu makan akan hilang dan mendorong
terjadinya gizi kurang.
51
Menurut Adeladza (2009) mengatakan bahwa terdapat interaksi
antara penyakit infeksi dengan status gizi. Penyakit infeksi dapat menjadi
penyebab menurunnya intake makanan, sedikitnya intake makanan atau
berkurangnya nutrient akibat muntah, diare malabsorbsi dan demam
berkepanjangan dapat menyebabkan defisiensi nutrien sehingga
konsekuensinya adalah pertumbuhan dan sistem imunitas anak akan
terganggu.
Infeksi juga merupakan faktor yang penting yang berpengaruh
terhadap terjadinya gizi kurang pada balita. Penelitian yang dilakukan oleh
Lutviana (2010) mengatakan bahwa ada hubungan antara penyakit infeksi
dengan gizi kurang terlihat dari 28 balita yang terkena penyakit infeksi, 6
diantaranya mengalami gizi kurang dan 22 balita yang terkena penyakit
infeksi, 16 diantaranya mengalami gizi kurang.
2.5 Kerangka Teori
Apriadji (1986) mangatakan bahwa status gizi seseorang di pengaruhi oleh
faktor gizi eksternal dan faktor gizi internal. Faktor gizi eksternal konsumsi
makanan, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan
pengetahuan tentang gizi, kebersihan lingkungan. Sedangkan faktor internal yaitu
umur, jenis kelamin, status kesehatan diperkuat dengan Adeladza (2009). Menurut
Suhardjo (2005) yang mempengaruhi status gizi kurang diantaranya konsumsi zat
gizi, pendidikan ibu, Pengetahuan gizi ibu, Jumlah anggota keluarga. Soetjiningsih
(1995) dan Sedioetama (2006) menerangkan bahwa jumlah anak dan umur ibu
mempengaruhi terjadinya status gizi balita.
52
Secara langsung, gizi kurang dipengaruhi oleh asupan makan yang tidak
seimbang dengan pengeluaran energi, selain itu ada beberapa hal penting yang
mempengaruhi secara tidak langsung seperti pola pengasuhan diantaranya pola asuh
makan karena secara tidak langsung pola asuh makan ini berpengaruh terhadap
balita untuk mengoptimalkan perkembangan fisik dan kondisi kesehatan (Fivi,
2006).
53
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Apriadji (1986) , Soekirman (1993), Soetjiningsih (1995), Achmad
Djaeni S. (2000), Suhardjo (2005), Sedioetama (2006). Fivi (2006) Adeladza (2009)
Karakteristik Ibu - Umur Ibu - Pekerjaan Ibu - Pendidikan Ibu - Pengetahuan Gizi Ibu
Karakteristik Anak - Umur - Jenis Kelamin
Status Kesehatan (Penyakit Infeksi)
Konsumsi Zat Gizi - Konsumsi Energi - Konsumsi Protein
Status Gizi
Karakteristik Keluarga - Jumlah anak - Jumlah anggota
keluarga - Pendapatan Keluarga
Pola Asuh Makan
54
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Anak balita juga merupakan kelompok umur yang rawan gizi. Kelompok ini
yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi dan jumlahnya
dalam populasi besar. Pada penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
Status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung berupa asupan makanan/tingkat
konsumsi, sedangkan faktor tidak langsung berupa faktor sosial ekonomi yang meliputi
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan keluarga, pola asuh makan, pengetahuan gizi dan
karakteristik keluarga.
Berdasarkan dari kerangka teori diatas maka dibuat kerangka konsep dengan
variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen pada penelitian ini
yaitu status gizi kurang sedangkan variabel independen yaitu asupan makanan
diantaranya konsumsi energi dan konsumsi protein , Pola asuh makan diantaranya
pemberian makan, ASI ekslusif dan penyapihan. Karakteristik ibu diantaranya umur ibu,
pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan pengetahuan gizi ibu. Karakteristik keluarga
diantaranya jumlah anak, pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga.
Untuk karakteristik balita pada umur tidak dilakukan penelitian karena peneliti
sudah mengklasifikasikan secara spesifik sasarannya pada balita umur 24-59 bulan
55
sehingga homogen, sedangkan jenis kelamin tidak diikutsertakan dalam tujuan
penelitian ini karena jenis kelamin balita bukan merupakan suatu faktor resiko terlihat
tidak adanya faktor yang lebih dominan dilihat berdasarkan AKG untuk konsumsi energi
dan protein tidak apa pengklasifikasian antara laki-laki dan perempuan karena
berdasarkan konsumsinya baik laki-laki maupun perempuan dapat memungkinkan
terjadinya gizi kurang.
56
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Status Gizi Kurang
Konsumsi Protein
Konsumsi Energi
Pola asuh Makan
Pengetahuan Gizi Ibu
Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Jumlah Anak
Jumlah Anggota Keluarga
Pendapatan Keluarga
Umur Ibu
57
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.2
Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Dependen
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Status gizi
Hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut.
Antropometri dengan indeks BB/U
Timbangan 0. Kurang (Z-score -3 SD sampai dengan <-2 SD)
1. Baik (-2 SD sampai dengan 2 SD) (Kemenkes RI, 2011)
Ordinal
3.2.2 Variabel Independen No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Konsumsi Energi Jumlah energi yang dikonsumsi balita yang diperoleh melalui makanan dengan food frequency questionnaire (FFQ) semi kuantitatif selama sehari, lebih dari sehari, seminggu, lebih dari seminggu dab dengan melihat jumlah berdasarkan URT dan gram.
Formulir semi-kuantitatif FFQ
Formulir semi-kuantitatif FFQ
0. Kurang (≤ 80% AKG)
1. Baik (> 80% AKG) (Depkes, 2005)
Ordinal
58
2 Konsumsi Protein Jumlah protein yang dikonsumsi balita yang diperoleh melalui makanan dengan food frequency questionnaire (FFQ) semi kuantitatif selama sehari, lebih dari sehari, seminggu, lebih dari seminggu dan dengan melihat jumlah berdasarkan URT dan gram.
Formulir semi-kuantitatif FFQ
Formulir semi-kuantitatif FFQ
0. Kurang (≤ 80% AKG)
1. Baik (> 80% AKG) (Depkes, 2005)
Ordinal
3 Pola Asuh Makan Praktek pengasuhan kepada anak sehari-hari berupa cara pemberian makanan yang meliputi pemberian makan, pemberian ASI ekslusif dan umur penyapihan
Wawancara Kuisioner 0. Tidak baik (≤ 80%) 1. Baik (> 80%)
(Hastono, 2001)
Ordinal
4 Umur Ibu Umur ibu pada saat dilakukan penelitian berdasarkan tahun tanggal lahir
Wawancara Kuisioner 0. jika umur ibu ≥ 20 tahun dan < 35 tahun
1. jika umur ibu antara 20-35 tahun.
Ordinal
5 Pendidikan Ibu Jenjang pendidikan formal tertinggi yang diselesaikan ibu responden
Wawancara Kuisioner 0. Rendah , jika pendidikan ibu paling tinggi tamat SMP
1. Tinggi, jika pendidikan ibu tamat SMA atau lebih (Arif, 2006)
Ordinal
6 Pekerjaan Ibu Kegiatan yang dilakukan ibu untuk menghasilkan uang
Wawancara Kuisioner 0. Bekerja 1. Tidak bekerja
(Hasbullah, 2001)
Ordinal
7 Pengetahuan Gizi Ibu
Tingkat penguasaan responden dalam menjawab
Wawancara Kuisioner 0. Kurang, jika jawaban benar (≤ 80%)
Ordinal
59
pertanyaan gizi yang diberikan seputar kurang gizi,ASI, manfaat makanan.
1. Baik, jika jawaban benar (> 80%)
(Khomsan, 2004)
8 Jumlah Anak Jumlah anak dalam satu keluarga pada saat dilakukan penelitian
Wawancara Kuisioner 0. > 2 orang 1. ≤ 2 orang
(Rosmana, 2003)
Ordinal
9 Pendapatan Keluarga
Pendapatan yang diperoleh oleh keluarga setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan setiap hari
Wawancara Kuisioner 0. Kurang (≤ Rp 1.044.500/ bln)
1. Baik (> Rp 1.044.500/ bln) (UMP, Tangerang 2010)
Ordinal
10 Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah orang yang menetap dalam satu atap atau jumlah orang yang ditanggung dan tinggal dalam satu rumah tangga.
Wawancara Kuisioner 0. Besar (> 4 orang) 1. Kecil (≤ 4 orang)
(BPS, 1997)
Ordinal
60
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara konsumsi energi dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59
bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
2. Ada hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59
bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
3. Ada hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59
bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
4. Ada hubungan antara umur ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
5. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59
bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
6. Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59
bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
7. Ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-
59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
8. Ada hubungan antara jumlah balita dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan
di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
9. Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi kurang pada anak usia 24-
59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
10. Ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi kurang pada anak usia
24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
61
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Disain Penelitian
Penelitian ini menggunankan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi
cross sectional di mana pengukuran variabel independen dan variabel dependen
dilakukan pada waktu yang bersamaan. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pamulang Barat yang dilakukan di
Posyandu Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan.
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 24-59 bulan yang ada
di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan yang berjumlah 1786 orang.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 24-59 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan yang berjumlah 125 orang.
62
a. Besar Sampel
Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus uji
hipotesis beda dua proporsi (Ariawan, 1998), yaitu:
[ Z1- α /2√2P(1-P) + Z1-β√P1(1-P1)+P2(1-P2) ]2
n =
(P1-P2)2
Keterangan:
n = Besar sampel
Z1- α /2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α/2 atau derajat kepercayaan α pada
uji dua sisi (two tail), yaitu sebesar 5% = 1.96.
Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji 1- β, yaitu sebesar 80% = 0.84.
P = Proporsi rata-rata = (P1-P2)/2.
P1 = Proporsi balita yang status gizi kurang dengan jumlah anggota keluarga
sedikit sebesar 0.182 ( Ruhana, 2008).
P2 = Proporsi balita yang status gizi kurang dengan jumlah anggota keluarga
banyak sebesar 0,421 ( Ruhana, 2008).
Dari hasil perhitungan di atas diperoleh jumlah sampel minimal
sebanyak 57 yang kemudian dikalikan dua menjadi 114 dengan pertimbangan
jumlah sampel yang missing, maka peneliti menambah 10% dari jumlah sampel
keseluruhan sehingga jumlah keseluruhan sampel yang akan diambil adalah 125
63
sampel. Karena balita umur 24-59 bulan tidak mampu menjawab pertanyaan pada
kuisioner, maka yang menjadi responden pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang
mempunyai anak usia 24-59 bulan dengan kriteria tidak sedang menderita
penyakit apapun pada saat dilakukan penelitian .
b. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel menggunakan metode proportional random sampling,
dengan menggunakan rumus di bawah ini :
Keterangan :
N = Jumlah populasi target
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
Ni = Jumlah populasi setiap posyandu
ni = Jumlah sampel yang dibutuhkan posyandu
ni = Ni x (n/N)
64
Tabel 4.1
Jumlah Sampel yang dibutuhkan setiap Posyandu
No Posyandu Jumlah
populasi
balita usia
24-59 bulan
setiap
Posyandu
Rumus Sampel Jumlah sampel
yang dibutuhkan
setiap Posyandu
1. Nusa Indah 125 orang 125 (125/1787) 9 orang
2. Cempaka 117 orang 117 (125/1787) 8 orang
3. Kenanga 58 orang 58 (125/1787) 4 orang
4. Mawar I 65 orang 65 (125/1787) 5 orang
5. Mawar II 150 orang 150 (125/1787) 10 orang
6. Anggrek 179 orang 179 (125/1787) 12 orang
7. Kemuning 47 orang 47 (125/1787) 3 orang
8. Melati I 153 orang 153 (125/1787) 10 orang
9. Melati II 95 orang 95 (125/1787) 7 orang
10. Puri Pam 97 orang 97 (125/1787) 7 orang
11. Sinar Pam 96 orang 96 (125/1787) 7 orang
12. Sedap
Malam
100 orang 100 (125/1787) 7 orang
13. Dahlia 95 orang 95 (125/1787) 7 orang
14. Aster 103orang 103(125/1787) 7 orang
15. Anyelir 97 orang 97 (125/1787) 7 orang
16. Sasmita 66 orang 66 (125/1787) 5 orang
17. Rose I 69 orang 69 (125/1787) 5 orang
18. Rose II 75 orang 75 (125/1787) 5 orang
Jumlah 1787 orang 125 orang
Sumber : Puskesmas Pamulang, 2011
65
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner,
timbangan, AKG dan food model. Mengunakan metode FFQ semi-kuantitatif mengenai
untuk mengetahui konsumsi zat gizi (konsumsi energi dan protein) dengan menggunakan
food model, Kuesioner digunakan untuk mengisi pertanyaan mengenai Pola asuh makan
, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan gizi ibu, jumlah anak, pendapatan keluarga,
jumlah anggota keluarga dan penyakit infeksi Sedangkan food model digunakan untuk
memperkirakan ukuran makanan pada saat wawancara mengenai konsumsi energi dan
konsumsi protein dengan menggunakan FFQ semi-kuantitatif. Sedangkan timbangan
digunakan untuk mengetahui status gizi balita dengan menggunakan indeks antropometri
BB/U.
4.5 Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan secara bertahap. Responden yang terpilih diminta
kesediaannya untuk mengisi sendiri kuesioner, dan formulir FFQ semi-kuantitatif yang
telah dibagikan. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui dua jenis data, yaitu data
primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuisioner, timbangan,
Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), AKG dan food model untuk
memperoleh data primer. Sedangkan penelti yang digunakan dalam kuisioner berupa
pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab variabel yang akan diteliti pada variabel
independennya.
66
2. Data Sekunder
Untuk data sekunder didapat dari data Puskesmas untuk jumlah balita yang ada
di wilayah kerja Puskesmas Pamulang .
4.6 Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program
komputer berupa software. Konsumsi energi dan protein pada balita diperoleh dari
formulir FFQ semi-kuantitatif yang selanjutnya akan diolah untuk mengetahui besarnya
konsumsi dan protein secara manual. Sedangkan untuk variabel pola asuh makan ,
pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan pengetahuan penyakit infeksi dilakukan dengan
menggunakan komputer.
Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer
dari variabel dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:
1. Editing data, yaitu kuisioner yang telah diisi dilihat kelengkapan jawabannya,
sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam komputer.
2. Coding data yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode pada jawaban dari
setiap pertanyaan dalam kuisioner.
a. Variabel konsumsi energi kode 0 jika jumlah “kurang ≤ 80% AKG” dan kode
1 jika “baik > 80% AKG”.
b. Variabel konsumsi protein kode 0 jika jumlah “kurang ≤ 80% AKG” dan kode
1 jika “baik > 80% AKG”.
67
c. Variabel pola asuh makan kode 0 “tidak baik” jika total skor dari jawaban
pertanyan ≤ 80% dan kode 1 “baik” jika skor dari jawaban pertanyaan > 80%
AKG.
d. Variabel umur ibu kode 0 jika umur ibu ≤ 20 tahun dan > 35 tahun dan kode
1 jika umur ibu antara 20-35 tahun.
e. Variabel pendidikan ibu kode 0 “rendah” jika pendidikan ibu tidak sekolah,
lulus SD dan lulus SMP dan kode 1 “tinggi” jika pendidikan ibu tamat SMA
atau lebih.
f. Variabel pekerjaan ibu kode 0 jika “ibu bekerja” dan 1 jika “ibu tidak
bekerja”.
g. Variabel pengetahuan gizi ibu kode 0 “kurang” jika jawaban benar ≤ 80% dan
kode 1 “baik” jika jawaban benar > 80%.
h. Variabel jumlah balita kode 0 jika > 2 orang dan kode 1 jika ≤ 2 orang.
i. Variabel pendapatan keluarga kode 0 jika ≤ Rp 1.044.500/bln dan kode 1 jika
> Rp 1.044.500.
j. Variabel jumlah anggota keluarga kode 0 “besar” jika > 4 orang dan kode 1
“kecil” jika ≤ 4 orang.
3. Structure data dan file data (data file), yaitu membuat tamplate sesuai dengan
format kuisioner yang digunakan
4. Entry data, yaitu dilakukan pemasukan data ke dalam tamplate yang telah dibuat.
5. Cleaning data, yaitu data yang telah di entry dicek kembali untuk memastikan
bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun
68
kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian diharapkan data tersebut benar-
benar siap untuk dianalisis.
4.7 Analisis Data
Analisa data dalam penelitian ini berupa analisis univariat, analisis bivariat dan
analisis multivariat.
4.7.1 Analisa Data Univariat
Analisa data univariat pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis,
variabel dependen yaitu status gizi kurang maupun variabel independen yaitu
konsumsi energi, konsumsi protein, pola asuh makan, umur ibu, pendidikan ibu,
pekerjaan ibu, pengetahuan gizi ibu, jumlah anak, pendapatan keluarga dan jumlah
anggota keluarga yang kemudian nantinya akan dimasukan ke dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
4.7.2 Analisa Data Bivariat
Analisa data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan yang
antara variabel dependen dengan variabel independen yaitu status gizi kurang
dengan konsumsi energi, konsumsi protein, pola asuh makan, umur ibu,
pendidikan ibu dan pekerjaan ibu.
Pada analisa ini digunakan uji chi square dengan rumus:
∑ (O - E)2
X2 =
E
69
Keterangan:
X2 = Chi square
O = Nilai observasi
E = Nilai Ekspektasi (Nilai Harapan)
Secara statistik dalam penelitian ini disebut ada hubungan yang bermakna
atau signifikan antara variabel independen dan variabel dependen yaitu apabila
nilai P value ≤ 0,05. Namun apabila nilai P value > 0,05 maka berarti antara
variabel dependen dan variabel independen tidak ada hubungan yang bermakna.
4.7.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui faktor yang paling
dominan yang berhubungan dengan variabel dependen. Variabel yang secara
bivariat menunjukkan hubungan yang bermakna dilanjutkan dengan uji multivariat
menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel dalam penelitian ini
berbentuk kategorik. Model yang digunakan dalam uji ini yaitu model prediksi,
karena pada model prediksi semua variabel independen dianggap penting. Oleh
karena itu proses estimasi dapat dilakukan dengan beberapa koefisien regresi
logistik.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisi multivariat adalah sebagai berikut
a. Tahap Pertama seleksi kanidat model multivariat, dengan melakukan analisis
bivariat antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen.
70
Bila hasil dari uji bivariatnya mempunyai nilai p < 0,25 maka variabel
tersebut dapat masuk model multivariat. Untuk variabel independen nilai P >
0,25 namun secara substansi penting, maka variabel tersebut diikutsertakan
dalam analisis multivariat.
b. Tahap yang kedua yaitu pemodelan multivariat, pada tahap ini variabel yang
masuk ke dalam kandidat model multivariat dianalisis secara besamaan.
Variabel yang valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai
nilai p ≤ 0,05. Apabila di dalam model ditemui nilai p > 0,05 maka variabel
tersebut harus dikeluarkan dari model.
c. Tahap yang ketiga adalah dengan melakukan uji interaksi. Penentuan uji
interaksi pada variabel independen dilakukan melalui pertimbangan logika
substantif. Pengukuran interaksi dilihat dari kemaknaan uji statistik. Bila
variabel pada uji interaksi mempunyai nilai yang bermakna, maka variabel
tersebut dikutsertakan dalam model.
d. Tahap selanjutnya adalah pemodelan akhir yaitu variabel yang memiliki nilai
P ≤ 0,05 diikutsertakan dalam analisis multivariat dan dilihat yang memiliki
nilai Odds Ratio (OR) paling tinggi maka variabel tersebut adalah variabel
independen yang paling dominan dalam mempengaruhi variabel dependen.
71
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5.1.1 Keadaan Geografis
Puskesmas Pamulang terletak di wilayah Kecamatan Pamulang dan
mempunyai luas wilayah 2788.718 ha. Sedangkan untuk Kelurahan
Pamulang Barat adalah merupakan salah satu dari empat Kelurahan yang ada
dilingkup Puskesmas Pamulang.
Batas-batas wilayah Kelurahan Pamulang Barat adalah sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat.
- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Serpong dan Kecamatan
Cisauk
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor
- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bogor.
5.1.2 Keadaan Demografi
Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pamulang
yaitu perguruan tinggi, SLTA, SLTP, SD, tidak/ belum tamat SD dan Tidak/
belum pernah sekolah. Adapun jumlah penduduk menurut tingkat
pendidikannya pada tabel 5.1 yaitu
72
Tabel 5.1
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2009
Sumber : Data Puskesmas Pamulang (2009)
Berdasarkan tabel 5.1 menurut tingkat pendidikan di wilayah kerja
Puskesmas paling banyak tingkat pendidikannya yaitu tidak atau belum tamat
SD sebanyak 37683 orang
Tabel 5.2 Distribusi penduduk dari umur 0-9 tahun di Kelurahan
Pamulang Barat Tahun 2011
Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah 0-4 5-9
2355 1756
2417 1788
4772 3544
Total 4111 4205 8316 Sumber : Data Kelurahan Pamulang Barat (2011)
Berdasarkan tabel 5.2 distribusi penduduk dari usia 0-9 di Kelurahan
Pamulang Barat sebagian besar perempuan yaitu 4205 orang dan laki-laki
4111 orang.
No Tingkat Pendidikan Jumlah 1 Perguruan Tinggi 18596 2 SLTA/MA 57687 3 SLTP/MTs 47266 4 SD/MI 7169 5 Tidak/Belum Tamat SD 37683 6 Tidak/Belum Pernah Sekolah 2527
73
5.1.3 Gambaran Umum Posyandu di Kelurahan Pamulang Barat
Kelurahan Pamulang Barat memiliki 18 Posyandu yang tersebar di
wilayah kerja Pamulang Barat. Berikut mengenai 18 Posyandu yaitu :
Tabel 5.3 Jumlah Populasi Posyandu di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2011
Sumber : Data Puskesmas Pamulang (2011)
5.2 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari variabel yang
diteliti. Pada analisis univariat ini ditampilkan distribusi frekuensi dari masing-
No Posyandu Jumlah populasi balita usia 24-59 bulan di setiap
Posyandu 1. Nusa Indah 125 orang 2. Cempaka 117 orang 3. Kenanga 58 orang 4. Mawar I 65 orang 5. Mawar II 150 orang 6. Anggrek 179 orang 7. Kemuning 47 orang 8. Melati I 153 orang 9. Melati II 95 orang 10. Puri Pam 97 orang 11. Sinar Pam 96 orang 12. Sedap Malam 100 orang 13. Dahlia 95 orang 14. Aster 103orang 15. Anyelir 97 orang 16. Sasmita 66 orang 17. Rose I 69 orang 18. Rose II 75 orang Jumlah 1787 orang
74
masing variabel, baik variabel independen maupun variabel dependen. Hasil dari
analisis univariat adalah sebagai berikut.
5.2.1 Gambaran Status Gizi
Gambaran distribusi status gizi anak usia 24-59 bulan dibagi menjadi
dua kategori yaitu kurang (jika Z-score -3 SD sampai dengan < -2SD) dan
Baik (jika -2 SD sampai dengan 2 SD) dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini
Tabel 5.4 Distribusi Status Gizi Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Status Gizi Jumlah (n) % Kurang
Baik 46 79
36,8 63,2
Total 125 100
Berdasarkan tabel 5.4 di atas diketahui bahwa dari 125 responden ibu
yang mempunyai anak usia 24-59 bulan yang status gizi baik yaitu 79 orang
(63,2%), lebih banyak dari status gizinya kurang yaitu 46 orang (36,8%).
5.2 2 Gambaran Konsumsi Energi
Gambaran distribusi konsumsi energi pada anak usia 24-59 bulan
dibagi menjadi dua kategori yaitu konsumsi energi kurang (≤ 80% AKG)
dan konsumsi energinya baik jika mencukupi (> 80% AKG) dapat dilihat
pada tabel 5.5 berikut ini :
75
Tabel 5.5 Distribusi Konsumsi Energi Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Konsumsi Energi Jumlah (n) % Kurang
Baik 58 67
46,4 53,6
Total 125 100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 125 responden, responden
yang konsumsi energinya baik yaitu 67 orang (53,6%) lebih banyak dari pada
yang konsumsi nya kurang yaitu 58 orang (46,4%)
5.2 3 Gambaran Konsumsi Protein
Gambaran distribusi konsumsi protein pada anak usia 24-59 bulan
dibagi menjadi dua kategori yaitu konsumsi protein kurang (≤ 80% AKG)
dan konsumsi protein baik jika mencukupi (> 80% AKG) dapat dilihat pada
tabel 5.6 berikut ini:
Tabel 5.6 Distribusi Konsumsi Protein Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Konsumsi Protein Jumlah (n) % Kurang
Baik 55 70
44,0 56,0
Total 125 100
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 125 responden, responden
yang konsumsi protein kurang yaitu 55 orang (44,0%) lebih banyak dari
responden yang konsumsi proteinnya baik yaitu 70 orang (56,0%).
76
5.2 4 Gambaran Pola Asuh Makan
Gambaran distribusi pola asuh makan anak usia 24-59 bulan dibagi
menjadi dua kategori yaitu yaitu tidak baik (jika ≤ 80% ) dan baik (jika >
80% AKG) dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini :
Tabel 5.7 Distribusi Pola asuh Makan Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Pola Asuh Makan Jumlah (n) % Tidak Baik
Baik 69 56
55,2 44,8
Total 125 100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 125 responden, responden
yang pola asuh makannya tidak baik yaitu 69 orang (55,2 %) lebih banyak
dari responden yang pola asuh makan baik yaitu 56 orang (44,8 %).
5.2.5 Gambaran Umur Ibu
Gambaran distribusi umur ibu anak usia 24-59 bulan dibagi menjadi
dua kategori yaitu (jika umur ibu ≤ 20 tahun dan >35 tahun) dan (jika umur
ibu antara 20-35 tahun) dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini :
Tabel 5.8 Distribusi Umur Ibu Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Umur Ibu Jumlah (n) % ≤ 20 tahun dan >35 tahun
20-35 tahun 24 101
19,2 80,8
Total 125 100
77
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa dari 125 responden, responden
yang umur 20-35 tahun yaitu 101 orang (80,8 %) lebih banyak dari pada
responden yang umurnya (≤ 20 tahun dan ≥ 35 tahun) yaitu 24 orang (19,2
%).
5.2.6 Gambaran Pendidikan Ibu
Gambaran distribusi pendidikan anak usia 24-59 bulan dibagi
menjadi dua kategori yaitu rendah (jika pendidikan ibu paling tinggi tamat
SMP) dan tinggi (jika pendidikan ibu tamat SMA atau lebih) dapat dilihat
pada tabel 5.9 berikut ini :
Tabel 5.9 Distribusi Kategori Pendidikan Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Pendidikan Jumlah (n) % Rendah Tinggi
54 71
43,2 56,8
Total 125 100
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa dari 125 responden, responden
yang pendidikannya tinggi yaitu 71 orang (56,8%) lebih banyak dari
responden yang pendidikannya rendah yaitu 54 orang (43,2%). Berikut
distribusi pendidikan ibu dapat dilihat dalam tabel berikut :
78
Tabel 5.10 Distribusi Pendidikan Ibu pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Pendidikan Jumlah (n) % Tamat SD
Tamat SMP Tamat SMA
Tamat Perguruan Tinggi
3 51 66 5
2,4 40,8 52,8
4 Total 125 100
Gambaran tabel 5.10 analisis distribusi pendidikan ibu dari masing-
masing responden berdasarkan hasil penelitian yang pendidikannya tamat
SD 3 orang (2,4%), tamat SMP 51 orang (40,8%), tamat SMA 66 (52,8%)
dan Tamat perguruan tinggi 5 orang (4%).
5.2.7 Gambaran Pekerjaan Ibu
Gambaran distribusi pekerjaan ibu anak usia 24-59 bulan dibagi
menjadi dua kategori yaitu bekerja dan tidak bekerja dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 5.11 Distribusi Kategori Pekerjaan Ibu pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Pekerjaan Ibu Jumlah (n) %
Bekerja Tidak Bekerja
31 94
24,8 75,2
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa dari 125 responden,
responden yang tidak bekerja yaitu 94 orang (75,2%) lebih banyak dari
responden yang bekerja yaitu 31 orang (24,8%). Setelah dilakukan analisis
79
jenis pekerjaan yang diketahui jenis pekerjaan dari masing-masing ibu yang
bekerja terrlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.12 Distribusi Jenis Pekerjaan Ibu Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Jenis Pekerjaan Ibu Jumlah (n) % Pegawai Swasta
Pedagang Guru Buruh PNS
11 7 5 4 4
35,4 22,5 16,1 12,9 12,9
Total 31 100
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa dari jumlah total responden
yang bekerja, sebanyak 35,4% bekerja yang paling banyak sebagai pegawai
swasta.
5.2.8 Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu
Gambaran distribusi pengetahuan ibu anak usia 24-59 bulan dibagi
menjadi dua kategori yaitu kurang (jika jawaban benar ≤ 80%) dan baik (jika
jawaban benar > 80%) dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.13 Distribusi Pengetahuan Gizi Ibu pada Anak Usia 24-59 Bulan di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Pengetahuan Gizi Ibu Jumlah (n) % Kurang
Baik 76 49
60,8 39,2
Total 125 100
80
Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa dari 125 responden,
responden pengetahuannya kurang yaitu 76 orang (60,8%) lebih banyak dari
responden yang pengetahuannya baik yaitu 49 orang (39,2 %).
5.2.9 Gambaran Jumlah Anak
Gambaran distribusi jumlah anak usia 24-59 bulan dibagi menjadi dua
kategori yaitu > 2 orang dan ≤ 2 orang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.14 Distribusi Jumlah Ibu yang Mempunyai Anak Pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun
2011
Jumlah Anak Jumlah (n) % >2 Orang ≤ 2 Orang
30 95
24,0 76.0
Total 125 100
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa dari 125 responden,
responden jumlah anaknya ≤ 2 Orang yaitu 95 orang (76,0%) lebih banyak
dari responden yang jumlah anaknya > 2 Orang yaitu 30 orang (24,0%).
5.2.10 Gambaran Pendapatan Keluarga
Gambaran distribusi pendapatan keluarga anak usia 24-59 bulan
dibagi menjadi dua kategori yaitu kurang (jika ≤ Rp 1.044.500) dan lebih
(jika > Rp 1.044.500) dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini :
81
Tabel 5.15 Distribusi Pendapatan Keluarga Pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Pendapatan Keluarga Jumlah (n) %
Kurang Baik
52 73
41,6 58,4
Total 125 100
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa dari 125 responden,
responden pendapatan keluarganya baik yaitu 73 orang (41,6%) lebih banyak
dari responden pendapatan keluarganya kurang yaitu 52 orang (58,4 %).
5.2.11 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga
Gambaran distribusi jumlah anggota keluarga pada anak usia 24-59
bulan dibagi menjadi dua kategori yaitu besar (jika > 4 orang) dan lebih (jika
≤ 4 orang) dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.16 Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Pada Anak Usia 24-59 Bulan di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Jumlah Anggota Keluarga Jumlah (n) % Besar Kecil
47 78
37,6 62,4
Total 125 100
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa dari 125 responden,
responden jumlah anggota keluarganya kecil yaitu 78 orang (62,4%) lebih
banyak dari responden yang jumlah anggota keluarganya besar yaitu 47
orang (37,6 %).
82
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen dengan menggunakan analisis uji Chi-
Square. Melalui uji Chi-Square akan diperoleh nilai p di mana dalam penelitian ini
digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel
dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p ≤ 0,05 dan dikatakan bermakna jika
mempunyai nilai P > 0,05.
5.3.1 Hubungan antara Konsumsi Energi dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan
Hasil analisis bivariat antara konsumsi energi dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.17 Analisis Hubungan antara Konsumsi Energi dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang selatan Tahun 2011
Konsumsi Energi
Status Gizi Total
P-
Value Kurang Baik
N % N % N % 0.016 Kurang 28 48,3 30 51,7 58 100
Baik 18 26,9 49 73,1 67 100 Total 46 36,8 79 63,2 125 100
Berdasarkan tabel 5.17 hasil analisis hubungan antara konsumsi
energi dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 58
83
responden yang konsumsi energinya kurang, terdapat 28 responden (48,3%)
yang status gizinya kurang, sedangkan dari 67 responden yang konsumsi
energinya baik, terdapat 18 responden (26,9%) yang status gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,016
(≤ 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa ada hubungan antara konsumsi
energi dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
5.3.2 Hubungan antara Konsumsi Protein dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan
Hasil analisi bivariat antara konsumsi protein dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.18 Analisis Hubungan antara Konsumsi Protein dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang selatan Tahun 2011
Konsumsi Protein
Status Gizi Total P-Value Kurang Baik
N % N % N % 0.040 Kurang 26 47,3 29 52,7 55 100
Baik 20 28,6 50 71,4 70 100 Total 46 36,8 79 63,2 125 100
Berdasarkan tabel 5.18 hasil analisis hubungan antara konsumsi
protein dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 55
responden yang konsumsi proteinnya kurang, terdapat 26 responden
84
(47,3%) yang status gizinya kurang, sedangkan dari 70 responden yang
konsumsi energinya baik, terdapat 20 responden (28,6 %) yang status
gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,040
(≤ 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa ada hubungan antara konsumsi
protein dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
5.3.3 Hubungan antara Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan
Hasil analisis bivariat antara pola asuh makan dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.19 Analisis Hubungan antara Pola Asuh Makan dengan Status Gizi
Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang selatan Tahun 2011
Pola Asuh Makan
Status Gizi Total P-Value Kurang Baik
N % N % N % 0,042 Tidak Baik 31 44,9 38 55,1 69 100
Baik 15 26,8 41 70,7 73,2 56 100 Total 46 36,8 79 63,2 125 100
Berdasarkan tabel 5.19 hasil analisis hubungan antara pola asuh
makan dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 69
responden yang pola asuh makannya tidak baik, terdapat 31 responden
85
(44,9%) yang status gizinya kurang, sedangkan dari 56 responden yang pola
asuh makannya baik, terdapat 15 responden (26,8%) yang status gizinya
kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,042
(≤ 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa ada hubungan antara pola asuh
makan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
5.3.4 Hubungan antara Umur Ibu dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia
24-59 Bulan
Hasil analisis bivariat antara umur ibu dengan status gizi kurang
pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang
Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.20 Analisis Hubungan antara Umur Ibu dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang selatan Tahun 2011
Umur Ibu Status Gizi Total
P-Value Kurang Baik N % N % N %
0,350 ≤ 20 tahun dan >35 tahun
11 45,8 13 54,2 24 100
20-35 tahun 35 34,7 66 65,3 101 100 Total 46 36,8 79 63,2 125 100
Berdasarkan tabel 5.20 hasil analisis hubungan antara umur ibu
dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 24 responden
yang umur ibu nya ≤ 20tahun dan > 35 tahun , terdapat 11 responden
86
(45,8%) yang status gizinya kurang, sedangkan dari 101 responden yang
umur ibunya 20-35 tahun, terdapat 35 responden (34,7%) yang status
gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,350
(> 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara umur
ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
5.3.5 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan
Hasil analisis bivariat antara pendidikan ibu dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.21 Analisis Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang selatan Tahun 2011
Pendidikan Ibu
Status Gizi Total P-Value Kurang Baik
N % N % N % 0,137 Rendah 24 44,4 30 55,6 54 100
Tinggi 22 31,0 49 69,0 71 100 Total 46 36,8 79 63,2 125 100
Berdasarkan tabel 5.21 hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu
dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 54 responden
yang pendidikan ibunya rendah, terdapat 24 responden (44,4%) yang status
87
gizinya kurang, sedangkan dari 71 responden yang pendidikan ibunya
tinggi, terdapat 22 responden (31,0%) yang status gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,137
(≤ 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
5.3.6 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Kurang pada Anak
Usia 24-59 Bulan
Hasil analisis bivariat antara pekerjaan ibu dengan status gizi kurang
pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang
Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.22 Analisis Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang selatan Tahun 2011
Pekerjaan Ibu Status Gizi Total
P-Value Kurang Baik N % N % N %
0,056 Bekerja 16 51,6 15 48,4 31 100 Tidak Bekerja 30 31,9 64 68,1 94 100
Total 46 36,8 79 63,2 125 100
Berdasarkan tabel 5.22 hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu
dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 31 responden
yang pekerjaan ibunya bekerja, terdapat 16 responden (51,6%) yang status
88
gizinya kurang, sedangkan dari 94 responden yang pekerjaan ibunya tidak
bekerja, terdapat 30 responden (31,9%) yang status gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,056
(≤ 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
5.3.7 Hubungan antara Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan
Hasil analisis bivariat antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.23 Analisis Hubungan antara Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang selatan Tahun 2011
Pengetahuan Gizi Ibu
Status Gizi Total P-Value Kurang Baik
N % N % N % 0.002 Kurang 36 47,4 40 52,6 76 100
Baik 10 20,4 39 79,6 49 100 Total 46 36,8 79 63,2 125 100
Berdasarkan tabel 5.23 hasil analisis hubungan antara pengetahuan
gizi ibu dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 76
responden yang pengetahuan gizi ibunya kurang, terdapat 36 responden
(47,4%) yang status gizinya kurang, sedangkan dari 49 responden yang
89
pengetahuan gizi ibunya baik, terdapat 10 responden (20,4%) yang status
gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,002
(≤ 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
gizi ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
5.3.8 Hubungan antara Jumlah Anak dengan Status Gizi Kurang pada Anak
Usia 24-59 Bulan
Hasil analisis bivariat antara jumlah anak dengan status gizi kurang
pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang
Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.24 Analisis Hubungan antara Jumlah Anak dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang selatan Tahun 2011
Jumlah Anak Status Gizi Total
P-Value Kurang Baik N % N % N %
0,828 > 2 Orang 10 33,3 20 66,7 30 100 ≤ 2 Orang 36 37,9 59 62,1 95 100
Total 46 36,8 79 63,2 125 100
Berdasarkan tabel 5.24 hasil analisis hubungan antara jumlah anak
dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 30 responden
yang jumlah anak yang ≥ 2 orang, terdapat 10 responden (33,3%) yang
90
status gizinya kurang, sedangkan dari 95 responden yang jumlah anaknya ≤
2 orang, terdapat 36 responden (37,9%) yang status gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,828
(> 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan gizi ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
5.3.9 Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Kurang
pada Anak Usia 24-59 Bulan
Hasil analisis bivariat antara pendapatan keluarga dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.25 Analisis Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang selatan Tahun 2011
Pendapatan Keluarga
Status Gizi Total P-Value Kurang Baik
N % N % N % 0,347 Kurang 22 42,3 30 57,7 52 100
Baik 24 32,9 49 67,1 73 100 Total 46 36,8 79 63,2 125 100
Berdasarkan tabel 5.25 hasil analisis hubungan antara pendapatan
keluarga dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 52
responden yang pendapatan keluarganya kurang, terdapat 22 responden
(42,3%) yang status gizinya kurang, sedangkan dari 73 responden yang
91
pendapatan keluaraganya baik, terdapat 24 responden (32,9%) yang status
gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,347
(> 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pendapatan keluarga dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
5.3.10 Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi
Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan
Hasil analisis bivariat antara jumlah anggota keluarga dengan status
gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.26 Analisis Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang selatan Tahun 2011
Jumlah Anggota Keluarga
Status Gizi Total P-Value Kurang Baik
N % N % N % 0,568 Besar 19 40,4 28 59,6 47 100
Kecil 27 34,6 51 65,4 78 100 Total 46 36,8 79 63,2 125 100
Berdasarkan tabel 5.26 hasil analisis hubungan antara jumlah
anggota keluarga dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa
dari 47 responden yang jumlah anggota keluarganya besar, terdapat 19
responden (40,4%) yang status gizinya kurang, sedangkan dari 81 responden
92
yang jumlah anggota keluaraganya kecil, terdapat 27 responden (34,6%)
yang status gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,568
(> 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah
anggota keluarga dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
5.4 Analisis Multivariat
Analisis Multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling
dominan yang berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan
di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatah tahun 2011. Analisis yang
digunakan pada penelitian ini yaitu uji regresi logistik berganda dengan model
prediksi yaitu cara menseleksi variabel independennya. Tahapan yang dilakukan
dalam analisis multivariat ini adalah sebagai berikut.
5.4.1 Seleksi Kanidat Model Univariat
Seleksi kanidat model multivariat, dengan melakukan analisis bivariat
antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Bila
hasil dari uji bivariatnya mempunyai nilai p ≤ 0,25 maka variabel tersebut
dapat masuk model multivariat dan secara substansi variabel tersebut
berhubungan, maka variabel itu tetap dimasukan ke dalam kandidat model
multivariat. Hasil pemilihan kandidat yang dimasukan ke dalam model dapat
dilihat dalam tabel berikut :
93
Tabel 5.27 Kandidat Variabel Independen yang Masuk Ke dalam Model Multivariat
No Variabel P-Value 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10
Konsumsi Energi Konsumsi Protein Pola Asuh Makan Umur Ibu Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu Pengetahuan Gizi Ibu Jumlah Anak Pendapatan Keluarga Jumlah Anggota Keluarga
0,016 * 0,040* 0,042* 0,350 0,137* 0,056* 0,002* 0,828 0,347 0,568
Berdasarkan tabel 5.27 diperoleh bahwa dari 10 variabel, setelah
dilakukan analisis bivariat terdapat 6 variabel yang memiliki P ≤ 0,25 dan
secara teori dan substansi variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap
status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan. Dengan demikian terdapat 6
variabel yang masuk ke dalam kandidat model multivariat yaitu konsumsi
energi, konsumsi protein, pola asuh makan, pendidikan ibu, pekerjaan ibu
dan pengetahuan gizi ibu.
5.4.2 Pembuatan Model Prediksi
Pada pembuatan model prediksi, selanjutnya variabel independen itu
akan dianalisis secara bersama-sama dengan variabel dependen. Variabel
yang valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p
< 0,05. Apabila di dalam model ditemukan nilai p > 0,05 maka variabel
94
tersebut harus dikeluarkan dari model yang dilakukan secara bertahap yang
pertama dikeluarkan jika nilap p terbesar.
Tabel 5.28 Hasil Pemodelan Prediksi Status Gizi Kurang
Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Konsumsi Energi Konsumsi Protein Pola Asuh Makan Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu Pengetahuan Gizi Ibu
0,038 0,153 0,502 0,081 0,211 0,012
0,044 0,193
- 0,080 0,209 0,006
0,027 0,117
- 0.087
- 0,006
0.032 - -
0,082 -
0,002
0,018 - - - -
0,004
Berdasarkan tabel 5.28 diketahui bahwa hasil pemodelan prediksi
status gizi kurang dihasilkan 6 model. Pada model pertama terdapat satu
variabel yang menunjukan p ≤ 0,05 yaitu variabel pengetahuan gizi ibu.
Sedangkan lima variabel lain menunjukan p > 0,05 yaitu variabel konsumsi
energi, konsumsi protein, pola asuh makan, pendidikan ibu dan pekerjaan
ibu. Kemudian dari lima variabel p nya paling besar dikeluarkan yaitu
variabel pola asuh makan,kemudian dilakukan analisis model ke dua hasil
analisis menunjukan bahwa variabel konsumsi energi menunjukan p > 0,05
sehingga pada analisis selanjutnya tidak dimasukan ke dalam model,
kemudian di analisis kembali model ke tiga yang menunjukan dari empat
variabel yaitu variabel konsumsi energi, konsumsi protein, pendidikan ibu
dan pengetahuan gizi ibu yang menunjukan p > 0,05 yaitu variabel pekerjaan
ibu sehingga pada model selanjutnya tidak di masukan ke dalam model,
Kemudian dianalisis kembali untuk model yang terakhir yaitu pemodelan ke
95
lima, hasil analisis menunjukan bahwa variabel konsumsi energi dan
pengetahuan gizi ibu memiliki p value 0,018 dan 0,004. Hal ini menunjukan
bahwa variabel konsumsi energi dan variabel pengetahuan gizi ibu diduga
memiliki hubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangetang Selatan tahun 2011.
5.4.3 Uji Interaksi
Uji interaksi digunakan untuk mengetahui interaksi antar variabel,
pada uji interaksi pemilihan variabel yang berinteraksi antara variabel
independen didasarkan pada substansi. Variabel yang mungkin dapat
berinteraksi adalah variabel konsumsi energi dan variabel pengetahuan gizi
ibu Hasil uji interaksi dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 5.29
Hasil Uji Interaksi
Variabel P-Value
Konsumsi Energi*Pengetahuan Gizi Ibu
0,093
Berdasarkan tabel 5.29 diketahui bahwa hasil uji interaksi antara
konsumsi energi dengan pengetahuan gizi dipereoleh p-value sebesar 0,093
ini dapat menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara variabel konsumsi
enargi dengan variabel pengetahuan gizi ibu karena p-value > 0,05.
96
5.4.4 Penyusunan Model Terakhir
Setelah dilakukan analisis ternyata variabel yang menjadi peluang
dalam status gizi kurang antara lain yaitu konsumsi enargi dan pengetahuan
gizi ibu. Model dari analisis dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.30 Model Akhir Analisis Multivariat Status Gizi Kurang
Variabel B Wald P wald OR (95% CI) Konsumsi Energi
Pengetahuan Gizi Ibu
0,937
1,259
5,595
8,497
0,018
0,004
2,552 (1,174-5,546)
3,523 (1,511-8,215)
Constant - 0,370
R Square = 0,117
Berdasarkan tabel 5.30 diketahui bahwa variabel konsumsi energi
dan variabel pengetahuan gizi ibu diduga memiliki hubungan dengan status
gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan. Berdasarakan tabel terlihat bahwa
nilai OR dari masing-masing variabel yang diketahui bahwa variabel
pengetahuan gizi ibu mempunyai nilai OR paling besar dari variabel
konsumsi enargi sehingga dapat diasumsikan bahwa variabel pengetahuan
gizi ibu paling besar pengaruhnya terhadap terjadinya status gizi kurang pada
usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan
tahun 2011. Karena semakin besar nilai OR nya maka akan semakin besar
pengaruhnya terhadap variabel dependennya yaitu status gizi kurang.
97
Hasil analisis diperoleh bahwa nilai OR konsumsi energi 2,552
artinya semakin konsumsi energi anak kurang maka berpeluang untuk
terjadinya status gizi kurang 2,552 sebesar kali dibandingkan dengan anak
yang mengkonsumsi energi baik, sedangkan variabel pengetahuan gizi ibu,
berdasarkan analisis yang dilakukan didapat nilai OR utuk pengetahuan gizi
ibu adalah 3,523 artinya semakin kurang pengetahuan gizi balita maka
berpeluang untuk terjadinya status gizi kurang sebesar 3,523 kali
dibandingkan dengan pengetahuan gizinya baik dengan status gizi baik.
Berdasarkan Analisis didapat koefisien determinan (R square)
menunjukan nilai 0,117 artinya bahwa model regresi yang diperoleh dapat
menjelaskan 11,7% variasi variabel dependen status gizi pada usia 24-59
bulan, dengan demikian variabel konsumsi energi dan pengetahuan gizi ibu
hanya dapat menjelaskan status gizi sebesar 17,9% sedangkan 88,3%
dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti oleh peneliti.
98
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
6.1.1 Keterbatasan Desain Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan desain cross sectional,
dengan menggunakan desain ini masih belum dapat menentukan hubungan
antara sebab akibat antara variabel independen dengan variabel dependen.
6.1.2 Keterbatasan Variabel Penelitian
Kerangka konsep pada penelitian ini hanya menghubungkan faktor –
faktor yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan variabel dependen,
sehingga masih ada kemungkian variabel lain yang belum masuk dalam
kerangka konsep seperti faktor budaya, budaya pantang makan.
6.1.3 Keterbatasan Pengumpulan Data
Keterbatasan – keterbatasan yang perlu diketahui dalam pengumpulan data
adalah:
1. Pada saat pengambilan data kuisioner, ada responden yang mengisinya
dilakukan dengan bersama-sama serta ada yang membawa pulang
kuisioner sehingga dikhawatirkan jawaban yang dijawab oleh responden
bukanlah jawaban dari responden itu sendiri melaikan adanya intervensi
dari orang lain baik secara langssung ataupun tidak langsung.
99
2. Pada data konsumsi pangan, untuk mendapatkan data konsumsi energi
dan konsumsi protein. Peneliti menggunakan FFQ semikuantitatif
dengan cara
responden mengingat kembali apa yang dimakan selama
sehari,seminggu dan sebulan. Untuk melihat frekuensi makan dan jumlah
makanan yang dikonsumsi oleh balita, sehingga keterbatasannya
tergantung oleh daya ingat responden akan tetapi untuk meminimalisir
yaitu dengan menggunakan food model serta mengestimasi bahan
makanan ke dalam ukuran berat pada saat dilakukan wawancara. Serta
keterbatasannya pada FFQ semikuantitatif pengelolaan datanya dilakukan
melakukan nutri survey indonesia ada yang memiliki kelemahan antara
lain, tidak semua jenis bahan makanan yang dikonsumsi oleh responden
bisa dianalisis dengan program tersebut sehingga peneliti melakukan
dengan nutri survey indonesia dan cara manual
6.2 Gambaran Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta
menghasilkan energi. Nutrition status adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2001). Sedangkan menurut Almatsier
100
(2001) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.
Status gizi adalah kondisi tubuh akibat dari pemakaian, penyerapan dan
penggunaan makanan di dalam tubuh. Berat badan merupakan salah satu
parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif
terhadap perubahan yang mendadak.
Gambaran status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan berdasarkan
antropometri BB/U dibagi menjadi dua kategori yaitu kurang (jika Z-score -3SD
sampai dengan < -2SD) dan Baik (jika -2 SD sampai dengan 2 SD). Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa dari 125 responden ibu yang mempunyai anak
usia 24-59 bulan yang status gizi baik yaitu 79 orang (63,2%), lebih banyak dari
status gizinya kurang yaitu 46 orang (36,8%).
Beberapa teori dan dari hasil penelitian telah menyatakan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi kurang pada anak usia 24-59
bulan diantaranya konsumsi energi, konsumsi protein, pola asuh makan, umur ibu,
jumlah anak, jumlah anggota keluarga, pengetahuan gizi ibu, pendapatan
keluarga, pendidikan dan status pekerjaan. Akan tetapi berdasarkan analisis yang
berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan yaitu variabel
konsumsi energi, variabel konsumsi protein, variabel pola asuh makan dan
variabel pengetahuan gizi ibu, dari hasil analisis ini menunjukan bahwa variabel
yang sangat berpengaruh langsung berperan terhadap status gizi kurang yaitu
101
6.3 Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Kurang
Pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
6.3.1 Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia
24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Energi merupakan hasil dari metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang berfungsi sebagai sumber tenaga untuk metabolisme
pertumbuhan dan sebagai sumber tenaga. Konsumsi energi diperoleh dari
sumber protein dan karbohidrat. Sumber protein dan karbohidrat
menyumbangkan bagi tubuh sebesar 4 kkal dan sumber energi dari lemak
lebih tinggi yaitu 9 kkal. Konsumsi energi tubuh yang paling besar diperoleh
dari konsumsi makanan sumber karbohidrat.
Hal ini berarti menunjukan bahwa ada hubungan antara konsumsi
energi dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan dengan p
value= 0,036. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa dari 58
responden yang konsumsi energinya kurang, terdapat 28 responden (48,3%)
yang status gizinya kurang, sedangkan dari 67 responden yang konsumsi
energinya baik, terdapat 18 responden (26,9%) yang status gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,016
(≤ 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa ada hubungan antara konsumsi
energi dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan. Hasil
penelitian ini sejalan dengan (Lutviana, 2010) bahwa ada hubungan yang
bermakna antar tingkat konsumsi energi dengan statu gizi balita dengan p
102
value = 0,001. Hal ini sesuai dengan teori Almatsier (2002) yang
menyatakan bahwa gizi kurang pada anak dapat terjadi karena kekurangan
makanan sumber energi secara umum, apabila sumber energi dan zat-zat
gizi yang masuk ke dalam tubuh kurang terpenuhinya kebutuhan dalam
waktu yang lama makan akan terjadi gizi kurang dan jika terus berlanjut
maka akan terjadinya gizi buruk. Khomsan (2002) mengatakan bahwa
status gizi dipengaruhi oleh konsumsi pangan keluarga. Kekurangan energi
akan berdampak pada terganggunya pertumbuhan, perkembangan dan
produktivitas (Depkes RI, 2002).
Berdasarkan analisis hasil FFQ semikuantitatif, konsumsi energi
pada balita tidak memenuhi kebutuhan konsumsinya dikarenakan konsumsi
karbohidratnya tidak mencukupi berdasarkan AKG serta pada umur 2 tahun
ke atas merupakan masa dimana anak-anak lebih cenderung untuk bermain,
sehingga aktifitasnya yang semakin meningkat akan tetapi asupan energinya
kurang dari yang diharapkan, demikian pula ditambahnya pola asuh
makannya yang kurang maksimal maka pemberian makan pada anakpun
akan berdampak kurang baik.
Hasil penelitian multivariat didapatkan bahwa anak balita usia 24-59
bulan yang konsumsi energinya kurang, akan berpeluang untuk terjadinya
status gizi kurang berpeluang sebesar 2,552 kali status gizinya kurang,
setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan gizi ibu. Hal ini sesuai dengan
103
pendapat (Soekirman, 2000) bahwa status gizi tidak baik disebabkan asupan
energi maupun protein tidak baik pula.
6.3.2 Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia
24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak
seperti makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak) protein ini berperan lebih
penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi
(Sudarmadji, 1989). Sumber protein menyumbangkan bagi tubuh sebesar 4
kkal. Menurut Almasier (2001) bahwa protein mempunyai fungsi yang tidak
dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu sebagai zat pembangun dan
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa dari 55 responden yang
konsumsi proteinnya kurang, terdapat 26 responden (47,3%) yang status
gizinya kurang, sedangkan dari 70 responden yang konsumsi energinya
baik, terdapat 20 responden (28,6 %) yang status gizinya kurang.
Hasil penelitian hal ini berarti menunjukan bahwa ada hubungan
antara konsumsi protein dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59
bulan dengan p value= 0,040. Hal ini sependapat dengan (Lutviana, 2010)
bahwa Ada hubungan yang bermakna dari 21 balita yang tingkat konsumsi
protein kurang, 20% (95,2%) balita mengalami gizi kurang sedangkan dari
29 balita yang tingkat konsumsi protein baik 2 (6,9%) balita mengalami gizi
kurang. Konsumsi protein berpengaruh terhadap status gizi balita. Balita
104
membutuhkan protein dalam jumlah yang cukup tinggi untuk menunjang
proses pertumbuhan, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Achmad
Djaeni (2000) bahwa mencukupi kebutuhan protein sangatlah penting untuk
mencegah gangguan protein
Kekurangan protein akan berdampak pada terganggunya
pertumbuhan, perkembangan dan produktivitas (Depkes RI, 2002).
Penggunaan protein di dalam tubuh dikarenakan kebutuhan energi yang
berasal dari karbohidrat dan lemak tidak terpenuhi kecukupannya bagi
tubuh, sedangkan fungsi protein itu sendiri sebagai sumber zat pembangun
di dalam tubuh jika kecukupan energi tidak terpenuhi maka, akan terjadi
perombakan protein di dalam tubuh sehingga fungsi yang seharausnya
sebagai pertumbuhan dan zat pembangun akan terhambat fungsinya yang
lama kelamaaan akan menimbulkan gizi kurang bahkan jika telalu lama
akan mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
Berdasarkan hasil FFQ semikuantitatif kualitas dan kuantitas
konsumsi protein masih kurang baik konsumsi yang sumber proteinnya dari
protein hewani seperti ikan, telur dan susu dan sumber protein nabati seperti
tahu, tempe, kacang kedelai serta kacang-kacangan lain. Hal ini yang
mempengaruhi balita kurang dalam mengkonsumsi protein.
105
6.3.3 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia
24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa
anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat
membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada
masa ini juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan
pengasuhan ibunya. Oleh karena itu pengasuhan kesehatan dan makanan
pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak
(Santoso, 2005).
Pola asuh makan adalah suatu cara atau perilaku seseorang atau
sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam
mengkonsumsi pangan atau makanan setiap hari yang meliputi pemberian
makanan. pola asuh adalah pemberian ASI ekslusif, penyediaan dan
pemberian makanan pada anak, umur penyapihan dan memberikan rasa
aman kepada anak.
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa dari 69 responden yang
pola asuh makannya tidak baik, terdapat 31 responden (44,9%) yang status
gizinya kurang, sedangkan dari 56 responden yang pola asuh makannya
baik, terdapat 15 responden (26,8%) yang status gizinya kurang. Hal ini
berarti menunjukan bahwa ada hubungan antara pola asuh makan dengan
status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan p value sebesar 0,042 (≤
0,05).
106
Hal ini berarti menunjukan bahwa ada hubungan antara pola asuh
makan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan dengan p
value= 0,042 (≤ 0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan Ariga (2006)
yang menemukan bahwa ada kecenderungan dengan semakin baiknya pola
asuh pemberian makan maka status gizi anak juga akan semakin baik
dengan uji statistik p value = 0,034.
Menurut Khomsan (2002) pola asuh balita adalah kemampuan
keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak
agar dapat tumbuh dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial
yang mana pola pengasuhan anak yaitu cara memberikan makan, kebersihan
dan kasih sayang. Pola asuh anak merupakan sikap dan perilaku ibu atau
pengasuh lain dalam hal kedekatan dengan anak, memberikan makan,
perawatan serta menjaga kebersihan. Hal ini berhubungan dengan keadaan
ibu, status gizi, pendidikan, penghasilan, pengetahuan dan keterampilan
tentang pengasuhan anak yang baik (Sunarti, 2004).
Anak balita yang mendapatkan kualitas pengasuhan yang lebih baik
besar kemungkinan akan memiliki angka kesakitan yang rendah dan status
gizi yang relatif lebih baik. Hal ini menunjukan bahwa pengasuhan
merupakan faktor penting dalam status gizi dan kesehatan anak balita. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Karyadi (1985) yang
mengatakan bahwa situasi pemberian makan berpengaruh terhadap
107
pertumbuhan dan perkembangan batita, selanjutnya menurut Widayani
(2001) ada hubungan yang sangat kuat antara pola asuh dengan status gizi.
Menurut Satoto dalam Harsiki (2002) faktor yang cukup dominan
yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang
kurang benar dikalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan
makanan kepada anggota keluarganya, terutama pada anak – anak.
Memberikan makanan dan perawatan anak yang benar mencapai status gizi
yang baik melalui pola asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Selanjutnya Engle
(1997) mengatakan bahwa praktek pengasuhan ditingkat rumah tangga
adalah memberikan perawatan kepada anak dengan pemberian makanan dan
kesehatan melalui sumber-sumber yang ada untuk kelangsungan hidup anak,
pertumbuhan dan perkembangan.
Pola asuh makan berhubungan erat dengan pendidikan dan
pengetahuan yang dimiliki oleh ibu, sehingga harus diupayakan peningkatan
pengetahuan ibu melalui program penyuluhan yang dapat meningkatkan
pengetahuan ibu tentang pengasuhan anak yang baik sehingga dapat berguna
bagi pertumbuhan dan perkembangannya
6.3.4 Hubungan Umur Ibu dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-59
Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Menurut Sedioetama (2006) yang mengatakan bahwa umur
berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan
108
seseorang dapat diperoleh dengan pengalaman sehari-hari dalam
kehidupannya di luar faktor pendidikan yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil yang didapat dari 125 responden, responden yang
umur 20-35 tahun yaitu 101 orang (80,8 %) lebih banyak dari responden
yang umurnya ≤ 20 tahun atau > 35 tahun yaitu 24 orang (19,2 %).
Sedangkan analisis yang dilakukan secara hubungan antara umur ibu dengan
status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 24 responden yang
umur ibu nya (≤ 20 tahun atau > 35 tahun), terdapat 11 responden (45,8%)
yang status gizinya kurang, sedangkan dari 101 responden yang umur ibunya
(20-35 tahun), terdapat 35 responden (34,7%) yang status gizinya kurang.
Berdasarkan hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Sedioetama (2006)
yang mengatakan bahwa umur berpengaruh terhadap terbentuknya
kemampuan, karena kemampuan seseorang dapat diperoleh dengan
pengalaman sehari-hari yang dipertegas oleh Pelto (1980) semakin
bertambahnya pengalaman ibu maka semakin mempengaruhi keadaan gizi
anaknya.
Penelitian ini menunjukan bahwa hasil uji statistik p value 0,035 yang
menyatakan ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan. Akan tetapi berbeda dengan penelitian
dari hasil Susenas (1986) bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan status
gizi balita dan balita dengan umur ibu ≤ 20 tahun atau > 35 tahun cenderung
mengalami gizi kurang 1,75 kali.
109
Menurut teori Zulkarnaen (2007) yang mengatakan bahwa umur ibu
dapat dijadikan indikator dalam taraf status gizi dan kesehatan balita, maka
dari itu ibu balita yang umurnya ≤ 20 tahun perlu diberikan penyuluhan
tentang cara mengasuh anak yang baik dan benar sedangkan untuk ibu yang
umurnya > 35 tahun diharapkan untuk tidak mempunyai balita lagi karena
pada masa-masa seperti itu ibu yang umurnya 35 tahun pola asuhnya akan
berbeda disaat ibu yang mempunyai umur < 35 tahun karena keterbatasan
tenaga dan waktu mengasuhnya.
Terlihat dari hasil penelitian bahwa dari 24 responden ibu yang
usianya > 35 tahun yaitu 20 orang (83,3%) sedangkan ibu yang usianya ≤ 20
tahun yaitu 4 orang (16,7%). Berdasarkan hasil proporsi yang dilakukan dari
11 responden 9 orang ibu yang umurnya > 35 tahun dengan status gizi kurang
dan 2 orang ibu yang umurnya ≤ 20 tahun. Ini menunjukan bahwa lebih
banyak balita yang mengalami status gizi kurang pada ibu yang umurnya >
35 tahun.
Selain itu hasil dari tabulasi silang yang dilakukan antara umur ibu
dengan pengetahuan gizi ibu menunjukan bahwa proporsi balita yang umur
ibu yang umurnya (≤ 20 tahun atau > 35 tahun) yang pengetahuannya kurang
sebesar (50%) lebih kecil dari umur ibu yang umurnya (20-35 tahun) yang
pengetahuannya rendah (63,4%). Ini memungkinkan ibu cenderung kurang
mampu untuk dapat menyelenggarakan makanan bagi balitanya karena peran
ibu adalah sebagai orang yang dapat mengatur dan menyelenggarakan
110
makanan untuk memenuhi kebutuhan anaknya selain itu pengetahuan juga
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terdapat baik atau tidaknya
status gizi seseorang karena dengan pengetahuan yang kurang yang dimiliki
ibu maka akan berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam menyelenggarakan
makanan untuk balitanya.
6.3.5 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia
24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat
diperlukan untuk mengembangkan diri. Semakin tinggi pendidikan, semakin
mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi dan
semakin meningkat produktivitas serta semakin meningkat kesejahteraan
keluarga. Tingkat pendidikan ibu sangat mempengaruhi cara ibu memahami
masalah gizi dan kesehatan terutama balitanya. Ibu dengan pendidikan tinggi
akan lebih mudah memahami pengetahuan dan informasi tentang gizi,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan status gizi balitanya (Moehji,1988).
Hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi
anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari dari 54 responden yang
pendidikan ibunya rendah, terdapat 24 responden (44,4%) yang status
gizinya kurang, sedangkan dari 71 responden yang pendidikan ibunya
tinggi, terdapat 22 responden (31,0%) yang status gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,137 (≤ 0,05)
111
hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu
dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yoseph (2008) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan
tingkat pendidikan. Menurut Djaeni (2000) yang menyatakan tingkat
pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan gizi dan kesehatan. Selain itu pendidikan orang tua
merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak, karena
dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala
informasi tentang cara pengasuhan anak yang baik.
Salah satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya
perhatian orang tua akan gizi anak. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan
pengetahuan gizi ibu yang rendah. Pendidikan formal ibu akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi pendidikan ibu,
maka semakin tinggi kemampuan untuk menyerap pengetahuan praktis dan
pendidikan formal terutama melalui masa media. Hal serupa juga dikatakan
oleh Rooger yang menyatakan bahwa makin baik tingkat pendidikan ibu,
maka baik pula keadaan gizi anaknya (Berg, 1986). Pendidikan ibu yang
rendah masih sering ditemui, semua hal tersebut sering menyebabkan
penyimpangan terhadap keadaan tumbuh kembang dan status gizi anak
terutama pada anak usia balita (Sudiyanto dan Sekartini, 2005).
112
Berdasarkan hasil dari tabulasi silang antara pendidikan dengan
pengetahuan gizi ibu menunjukan bahwa proporsi pendidikan rendah yang
pengetahuannya kurang (53,7%) lebih rendah dibandingkan pendidikan
tinggi yang pengetahuannya kurang (66,2%). Begitupun selain dipengaruhi
oleh pengetahuan karena pada dasarnya pendidikan ibu tidak berpengaruh
langsung terhadap terjadinya gizi kurang, walaupun pendidikannya tinggi
namun, yang mempengaruhi status gizi kurang pada ibu dilihat dari
pengetahuannya karena pengetahuan gizi sangat mempengaruhi kuantitas dan
kualitas ibu dalam menentukan dan memilih bahan makanan yang
dikonsumsi oleh balitanya.
Pendidikannya rendah tetapi pengetahuannya luas terlihat dari aktif
atau tidaknya ibu untuk datang ke posyandu juga akan mempengaruhi status
gizinya baik secara langsung ataupun tidak langsung misalnya dalam hal
selain pengetahuan, seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi
sekalipun belum tentu memiliki pengetahuan gizi yang cukup jika ibu jarang
mendapatkan informasi mengenai gizi, yang mana informasi tersebut didapat
baik dari media iklan, penyuluhan dan sebagainya. Status pendidikan ibu
juga sangat berpengaruh terhadap kualitas pengasuhannya, pola asuh yang
baik juga akan mempengaruhi karena terbentuknya perilaku yang baik pula
dalam hal pengasuhaannya seperti pemberian makan,kebersihan dalam
pemberian makan.
113
6.3.6 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-
59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Ibu yang bekerja di luar rumah. Keadaan yang demikian dapat
mempengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita. Ibu-ibu yang
bekerja tidak mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak
yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan
pengasuhan kepada anak (Berg. 1986).
Hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi anak
usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 31 responden yang pekerjaan ibunya
bekerja, terdapat 16 responden (51,6%) yang status gizinya kurang,
sedangkan dari 94 responden yang pekerjaan ibunya tidak bekerja, terdapat
30 responden (31,9%) yang status gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,056
(> 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pekerjaan ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan. Hasil
penelitian ini sesuai dengan Hartono (2003) yang mengungkapkan bahwa
tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita menurut
Hasbullah (2001) menyatakan bahwa meskipun waktu pengasuhan anak
balita lebih lama pada ibu yang tidak bekerja mencari nafkah ternyata tidak
ada hubungan antara status gizi balita.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Sanjur (1982) yang
mengatakan bahwa ibu yang bekerja akan menghasilkan penghasilan yang
114
lebih baik dari pada ibu yang tidak bekerja sehingga akan berkontribusi
terhadap meningkatnya tingkat ekonomi keluarga. Ini berbanding terbalik
dengan hasil penelitian Himawan (2006) yang menunjukan ada hubungan
antara pekerjaan ibu dengan status pekerjaan ibu. Namun hasil penelitian ini
berbeda dengan hasil penelitian Hidayati (2004) menunjukan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara status gizi balita dengan pekerjaan ibu.
Tidak adanya hubungan antara pekerjaan dengan status gizi kurang
disebabkan, meskipun ibu tidak bekerja, belum tentu dipengaruhi atau
diikuti dengan pola pengasuhan yang baik.
Ibu yang berkerja memberikan efek yang kurang baik terhadap gizi
anak terutama ibu yang berkerja 40 jam perminggu dan ditambah jarak
antara rumah dan tempat kerja yang telalu jauh (Soekirman, 2000). Jika ibu
bekerja maka perhatian kepada anaknya terutama untuk pola makannya
sehari-hari tidak dapat terpenuhi dengan baik, tidak seperti ibu yang tidak
bekerja karena secara garis besar pola asuh nya dilakukan oleh orang lain
sehingga tidak mengerti betul tentang kebutuhan gizi yang diperlukan
anaknya sehingga akan mempengaruhi status gizi anak balita.
Berdasarkan hasil dari tabulasi silang antara status pekerjaan dengan
pola asuh makan menunjukan bahwa proporsi pola asuh makannya tidak
baik pada ibu yang bekerja (64,5%) lebih besar dibandingkan dari pola asuh
makannya tidak baik pada ibu yang tidak bekerja sebesar (52,1%). walaupun
cenderung ibu yang bekerja menghasilkan penghasilan yang cukup buat
115
keluarga untuk memenuhi kebutuhan dalam membeli bahan makanan, akan
tetapi jika pola asuhnya tidak baik maka akan memungkinkan pemenuhan
gizi balitanya tidak akan optimal seperti ibu yang tidak bekerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Harapan (1992) yang
mengemukakan bahwa salah satu dampak negatif yang ditimbulkan sebagai
akibat dari bekerjanya ibu di luar rumah adalah ketelantaran anak, sebab
anak balita tergantung pada pengasuhnya (anggota keluarga lain), demikian
juga yang dikemukakan oleh Luciasari (1995) bahwa ibu yang bekerja di
luar rumah cenderung memiliki waktu yang lebih terbatas untuk
melaksanakan tugas rumah tangga dengan baik dibandingkan ibu yang tidak
bekerja, oleh karena itu pola pengasuhan anak akan berpengaruh dan pada
akhirnya pertumbuhan dan perkembangan anak juga akan terganggu.
6.3.7 Hubungan Pengetahuaan Gizi Ibu dengan Status Gizi Kurang pada Anak
Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Pengetahuan gizi adalah apa yang diketahui oleh seseorang tentang
suatu hal tentang gizi yang secara formal maupun informal, Pengetahuan gizi
menurut Khomsan (2007) adalah segala sesuatu yang diketahui seorang ibu
tentang sikap dan perilaku seseorang dalam memilih makanan, serta
pengetahuan dalam mengolah makanan dan menyiapkan makanan (Harsiki,
2003)Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk membentuk sikap dan
tindakan (Suhardjo, 1996).
116
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status
gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 76 responden yang
pengetahuan gizi ibunya kurang, terdapat 36 responden (47,4%) yang status
gizinya kurang, sedangkan dari 49 responden yang pengetahuan gizi ibunya
baik, terdapat 10 responden (20,4%) yang status gizinya kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,002
(≤ 0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
gizi ibu dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan. Tingkat
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam
pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi
individu, pengetahuan ibu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap gizi balita.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosmana (2003) di
dapat bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi ibu
dengan status gizi anak usia 6-24 bulan yang mana ibu yang pengetahuan
gizinya kurang mempunyai tingkat resiko 7,142 kali berstatus gizi kurang
jika dibandingkan dengan ibu yang memiliki status gizi baik. Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori Djaeni (2000) bahwa semakin tinggi
pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan maka penilaian terhadap
makanan semakin baik, yang artinya penilaian terhadap makanan tidak
terhadap rasa saja tetapi juga memperhatikan hal-hal yang lebih luas yang
memungkinkan seseorang memilih dan mempertahankan pola makan
117
berdasarkan prinsip ilmu gizi. sedangkan pada keluarga yang
pengetahuannya rendah seringkali anak makan dengan tidak memenuhi
kebutuhan gizi. Pengetahuan gizi yang diperoleh ibu sangat bermanfaat
bagi balita apabila ibu berhasil mengaplikasikan pengetahuan gizi yang
dimilikinya terutama dalam pemilihan dan pengolaan makanan (Farida,
2004).
Intervensi yang dilakukan dengan memberikan program penyuluhan
kepada masyarakat dan kepada kader-kader sebagai bentuk penyegaran
dengan melakukan penyuluhan secara berkesinambungan melalui posyandu-
posyandu setempat dengan memberikan pengetahuan seputar pemberian
makan yang baik, fungsi dan kandungan makanan melalui food model serta
angka kecukupan yang dibutuhkan balitanya sesuai umur.
Hasil penelitian multivariat didapatkan bahwa anak balita usia 24-59
bulan yang pengetahuan gizi ibunya kurang, akan berpeluang untuk
terjadinya status gizi kurang berpeluang sebesar 3,523 kali status gizinya
kurang, setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan gizi ibu. Hasil
penelitian ini dibuktikan oleh Watanabe (2003) melalui penelitian di
Vietnam, bahwa anak dan orang tuanya yang telah diberi pengetahuan gizi
selama bertahun-tahun dan diikuti pertumbuhan dan perkembangan ternyata
mempunyai dampak yang significan terhadap perkembangan status gizi.
118
6.3.8 Hubungan Jumlah Anak dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-
59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Jumlah anak adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu
selama berumah tangga dalam keadaan hidup. Jumlah anak yang banyak
pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi cukup, akan mengakibatkan
berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak, apalagi jarak
anak yang terlalu dekat, sedangkan pada keluarga dengan keadaan sosial
ekonomi kurang, jumlah anak yang banyak dapat berakibat pada kurangnya
kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti
makanan (Soetjiningsih,1995).
Dari hasil analisis hubungan antara jumlah anak dengan status gizi
anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 30 responden yang jumlah anak
yang > 2 orang, terdapat 10 responden (33,3%) yang status gizinya kurang,
sedangkan dari 95 responden yang jumlah anaknya ≤ 2 orang, terdapat 36
responden (37,9%) yang status gizinya kurang. Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,828 (> 0,05) hal ini berarti
menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan
status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
Menurut penelitian Dadang Rosmana (2003) ada hubungan antara
status gizi kurang pada anak umur 6-24 bulan dengan jumlah anak > 2 orang
dalam keluarga lebih tinggi (34,6%) dibandingkan dengan jumlah anak
dalam keluarga ≤ 2 orang (13,7%). Ini sesuai dengan Suparyato dalam Liya
(2010) yang mengatakan bahwa jumlah anak yang dimiliki dalam suatu
119
keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang diterapkan. Semakin banyak
jumlah anak dalam keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua
akan kurang dalam menerapkan pola asuh makannya secara maksimal
karena akan berpengaruh terhadap perhatian yang kurang antara anak yang
satu dengan yang lainnya.
Dari hasil tabulasi silang antara jumlah anak dengan pola asuh
makan ibu didapat bahwa proporsi pola asuh makannya tidak baik yang
jumlah anak > 2 orang (43,3%) lebih kecil dibandingkan pola asuh maknnya
tidak baik yang jumlah anak ≤ 2 orang (58,9%). Tidak adanya hubungan
antara jumlah anak dengan status gizi kurang dapat disebabkan bahwa
mempunyai anak lebih dari dua orang bukan merupakan suatu masalah
dalam proses terjadinya gizi kurang, selama ibu menerapkan pola asuh
makannya baik seperti pemberian makan dan perhatian yang cukup antara
anak satu dengan yang lainnya sehingga tidak akan memungkinkan
terjadinya status gizi kurang.
6.3.9 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Kurang pada Anak
Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Pendapatan adalah tingkat kemampuan masyarakat dalam
membelanjakan pendapatannya dinilai berdasarkan kebutuhannya serta
merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang
dikonsumsinya (Berg, 1986). Rendahnya pendapatan merupakan salah satu
sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta kurangnya status gizi.
120
Hasil penelitian menunjukan bahwa responden pendapatan
keluarganya baik yaitu 73 orang (41,6%) lebih banyak dari responden
pendapatan keluarganya kurang yaitu 52 orang (58,4 %). Hasil analisis
hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak usia 24-59
bulan diketahui bahwa dari 52 responden yang pendapatan keluarganya
kurang, terdapat 22 responden (42,3%) yang status gizinya kurang,
sedangkan dari 73 responden yang pendapatan keluarganya baik, terdapat 24
responden (32,9%) yang status gizinya kurang. Menurut Supariasa (2002)
yang menyebutkan bahwa pendapatan mempengaruhi pola makan, proporsi
anak yang mengalami gizi kurang berbanding terbalik dengan pendapatan
keluarga, semakin kecil pendapatan keluarga maka semakin tinggi proporsi
anak yang kekurangan gizi.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,347 (>
0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
pendapatan keluarga dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Andrawari dalam Zumroti (2010)
yang menunjukan bahwa ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi
baik, dilihat dari 75% balita berstatus gizi baik berasal dari keluarga dengan
pengahasilan tinggi sebesar 39,7% begitupun penelitian Puji (2006) yang
mengatakan ada hubungan antara pendapatan kelurga dengan terjadinya
status gizi kurang di desa Karangasem dan Desa Sedan tahun 2006. Ini
karena faktor ekonomi keluarga yang kurang sehingga menyebabkan
121
terbatasnya daya beli mempengaruhi variasi menu yang disajikan
mempengaruhi asupan makanan dan status gizi dari anak (Soekirman, 2000).
Menurut Apriadji (1986) bahwa keluarga dengan pendapatan terbatas
besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya
sejumlah yang diperlukan tubuh, setidaknya keanekaragaman bahan makanan
kurang bisa dijamin, karena dengan uang yang terbatas itu tidak akan banyak
pilihan. Kurangnya pemberdayaan keluarga dan pemanfatan sumber daya
masyarakat mempengaruhi faktor sosial ekonomi keluarga, termasuk
kurangnya pemberdayaan wanita dan tingkat pendidikan dan pengetahuan
orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anaknya yang juga termasuk faktor
sosial ekonomi yang akan mempengaruhi status gizi keluarga (Arifin, 2005).
Tidak adanya hubungan antara pendapatan keluarga dengan status
gizi balita dapat disebabkan pendapatan tidak berpengaruh positif terhadap
status gizi tidak secara langsung tetapi melalui variabel distribusi makanan,
pengetahuan dan keterampilan orang tua (pola asuh), karena pendapatan
hanya sebagai media dalam membelanjakan kebutuhan dalam mengkonsumsi
kebutuhan pangan. Hasil antara pendapatan dengan pengeluaran belanja
dalam sehari terlihat bahwa pendapatan baik dengan daya belinya rendah
yaitu 44,8% sedangkan pendapatan baik dengan daya belinya tinggi yaitu
71,1%, ini terlihat bahwa pendapatan saling berinteraksi dengan daya beli
konsumsi pangan, dengan hasil pendapatan.
122
Jika pendapatannya baik akan tetapi daya beli untuk membelanjakan
pangan lebih besar dibandingkan dengan non pangan maka tidak akan
terjadinya status gizi kurang, Walaupun pengeluaran untuk kebutuhan pangan
lebih tinggi tetapi jika dari hasil keanekaragaman dan komposisi
makanananya kurang, maka bisa terjadinya status gizi kurang. Sebagian
besar pendapatan akan dipakai atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan
makanan. Semakin meningkat pendapatan biasanya semakin berkurang
persentase belanjaan untuk makanan.
Berdasarkan dari hasil tabulasi silang antara pendapatan dengan
proporsi pengetahuan gizinya kurang yang pendapatannya kurang yaitu
(63,5%) lebih besar dibandingkan pengetahuan gizinya kurang yang
pendapatannya baik yaitu (58,9%) meskipun secara teoritis pendapatan yang
besar mampu memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga akan tetapi jika
pengetahuan ibu tentang gizinya rendah maka secara otomatis akan
mempengaruhi pola konsumsi keluarganya dalam memenuhi kebutuhan
pangan karena ibu sebagai orang yang mengkoordinator dalam
menyelenggarakan kebutuhan pangan akan mempengaruhi status gizi balita.
6.3.10 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi Kurang pada
Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi terhadap tingkat
konsumsi pangan, jumlah anggota keluarga yang besar akan diikuti dengan
distribusi pangan yang tidak merata sehingga menyebabkan anak dalam
123
keluarga kekurangan gizi (Suharmi dalam Ruhana, 2008). Jumlah anggota
keluarga dapat mempengaruhi status gizi dari individu anak karena
meningkatnya persaingan untuk sumberdaya rumah tangga yang terbatas,
terutama yang berhubungan dengan makanan dan keterbatasan waktu dan
energi yang dimiliki ibu untuk merawat setiap anggota rumah tangga
tersebut.
Berdasarkan analisis hubungan antara jumlah anggota keluarga
dengan status gizi anak usia 24-59 bulan diketahui bahwa dari 47 responden
yang jumlah anggota keluarganya besar, terdapat 19 responden (40,4%)
yang status gizinya kurang, sedangkan dari 81 responden yang jumlah
anggota keluaraganya kecil, terdapat 27 responden (34,6%) yang status
gizinya kurang. hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,568 (>
0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah
anggota keluarga dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Moh Useini dalam Lutviana (2010) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah anggota keluarga
dengan kurang gizi dengan p value = 0,685. Hasil penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian Susenas (2004) yang mana bahwa semakin besar
jumlah anggota kelurga maka semakin tinggi pula prevalensi gizi kurang
pada balita yang artinya ada hubungan antara status gizi balita dengan
jumlah anggota keluarga.
124
Pada umumnya kasus kurang gizi sering ditemukan pada keluarga
besar dibandingkan dengan keluarga kecil, sehingga anak-anak yang
dihasilkan dari keluarga demikian lebih cenderung kurang gizi. Karena
selain keluarga kecil kesejahteraannya lebih terjamin maka kebutuhan
pangan juga akan terpenuhi dengan baik jika dibandingkan dengan keluarga
besar. Ini dipertegas dengan Berg (1986) yang mengatakan bahwa jumlah
anggota keluarga yang ada di dalam suatu keluarga secara langsung akan
mempengaruhi status gizi anggota keluarga yang ada, hal ini ditentukan
terkait dengan ketersediaan pangan yang ada di dalam keluarga.
Bertambahnya jumlah anggota keluarga, maka pengaturan pengeluaran
pangan sehari-hari semakin sulit. Hal ini mengakibatkan kualitas
dan kuantitas pangan yang diperoleh semakin tidak mencukupi anggota
keluarga termasuk anak balita. Besar keluarga merupakan salah satu faktor
secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya kurang gizi.
Hasil tabulasi silang antara jumlah keluarga dengan pola asuh.
Proporsi jumlah keluarga besar yang pola asuh makannya tidak baik
(80,9%) sedangkan jumlah keluarga kecil yang pola asuh makannya tidak
baik yaitu (39,7%) menunjukan bahwa antara jumlah keluarga dengan pola
asuh makan ini menjelaskan bahwa meskipun jumlah anggota keluarga di
dalam suatu keluarga besar namun apabila ibu selaku orang mengasuh dan
yang mengkoordinir pemberian makan dalam pemenuhan konsumsi
keluarganya berlaku seimbang maka tidak akan terjadinya gizi kurang.
125
6.4 Analisis Multivariat Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi
Kurang Pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
6.4.1 Faktor yang Paling Berhubungan dengan Status Gizi Kurang pada Anak
Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat
Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
dari 10 variabel yang diduga berhubungan dengan status gizi kurang pada
anak usia 24-59 bulan terdapat 4 variabel yang berhubungan dengan status
gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan yaitu konsumsi energi, konsumsi
protein, pola asuh makan dan pengetahuan gizi ibu. Kemudian diuji regresi
logistik berganda yang masuk variabel ada 6 variabel yaitu konsumsi energi,
konsumsi protein, pola asuh makan, pengetahuan gizi, pendidikan ibu dan
pekerjaan ibu. Dari 6 variabel hasil akhirnya yang p valuenya ≤ 0,05 yaitu
konsumsi energi dan pengetahuan ibu tentang gizi.
Berdasarkan hasil analisis penyusunan model terakhir didapat bahwa
variabel konsumsi energi dan pengetahuan gizi ibu yang menjadi peluang
dalam terjadinya status gizi kurang dengan konsumsi energi p value = 0,018
dan pengetahuan gizi ibu p value = 0,004. yang hasil analisis diperoleh
bahwa nilai OR konsumsi energi 2,552 artinya semakin konsumsi energi
anak kurang maka berpeluang untuk terjadinya status gizi kurang 2,552
sebesar kali dibandingkan dengan anak yang mengkonsumsi energi baik,
sedangkan variabel pengetahuan gizi ibu, berdasarkan analisis yang
dilakukan didapat nilai OR utuk pengetahuan gizi ibu adalah sebesar 3,523
126
artinya semakin kurang pengetahuan gizi balita maka berpeluang untuk
terjadinya status gizi kurang sebesar 3,523 kali dibandingkan dengan
pengetahuan gizinya baik dengan status gizi baik.
Konsumsi energi merupakan faktor yang paling mendasar yang
menentukan intake makanan yang dikonsumsi, karena itu konsumsi energi
berkaitan erat dengan status gizi. Selain itu adanya keterkaitan antara
konsumsi energi, pengetahuan gizi dengan status gizi, menurut Berg (1986)
yang mengatakan bahwa kurangnya pengetahuan gizi orang tua tentang
kebutuhan gizi anaknya maka akan berakibat pada timbulnya masalah gizi
yaitu seperti
Menurut UNICEF (1998) status gizi balita tidak hanya dipengaruhi
konsumsi pangan saja, melainkan secara garis besar disebabkan oleh dua
determinan utama yaitu determinan langsung dan determinan tidak langsung.
Determinan langsung merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi status
gizi yang berasal dari individu itu sendiri yaitu konsumsi energi, sedangkan
determinan tidak langsungnya yaitu pola pengasuhan, ketahanan pangan,
pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan yang mana berkaitan dengan
pengetahuan.
Konsumsi energi dan pengetahuan gizi ibu memang sangat berkaitan
secara langsung dan tidak langsung, faktor yang menjadi penyebab gizi
kurang adalah jika anak kekurangan energi khususnya makanan yang berasal
127
dari luar tubuh kurang ini berkaitan dengan pengetahuan gizi ibu, ibu yang
mempunyai pengetahuan gizi yang baik secara tidak langsung dapat
mempengaruhi dalam penentuan konsumsi makanan dan penyelenggaraan
makanan serta pola makan yang baik untuk anaknya. Dalam hal ini antara
variabel konsumsi energi dan pengetahuan gizi ibu saling terkait.
Dari analisis didapat koefisien determinan (R square) menunjukan
nilai 0,117 artinya bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan
11,7% variasi variabel dependen status gizi pada usia 24-59 bulan, dengan
demikian variabel konsumsi energi dan pengetahuan gizi ibu hanya dapat
menjelaskan status gizi sebesar 11,7% sedangkan 88,3 % dijelaskan oleh
variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti oleh peneliti.
128
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan
status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011 yang telah dilakukan dan pembahasan sebelumnya,
sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Gambaran balita yang status gizi kurang yaitu 46 orang (36,8%) dan balita
yang status gizi baik yaitu 79 orang (63,2%)
2. Gambaran balita yang konsumsi energinya kurang yaitu 58 orang (46,4%) dan
balita yang konsumsi energinya kurang yang status gizinya kurang yaitu 28
orang (48,3%)
3. Gambaran balita yang konsumsi proteinnya kurang yaitu 55 orang (44,0%) dan
balita yang konsumsi proteinnya kurang yang status gizinya kurang yaitu 26
orang (47,3%)
4. Gambaran balita yang pola asuhnya tidak baik yaitu 69 orang (55,2%) dan balita
yang pola asuh makan tidak baik yang status gizinya kurang yaitu 31 orang
(44,9%).
5. Gambaran umur ibu balita yang beresiko yaitu 24 orang (19,2%) dan balita yang
umur ibu balitanya beresiko yang status gizinya kurang yaitu 11 orang (45,8 %).
129
6. Gambaran pendidikan ibu balita yang rendah yaitu 54 orang (43,2%) dan balita
yang pendidikan ibu balitanya rendah yang status gizinya kurang yaitu 22 orang
(42,3%).
7. Gambaran pekerjaan ibu balita yang bekerja yaitu 31 orang (24,8%) dan balita
yang status pekerjaan ibunya bekerja yang status gizinya kurang yaitu 16 orang
(51,6%).
8. Gambaran pengetahuan gizi ibu balita yang kurang yaitu 76 orang (60,8%) dan
balita yang ibunya pengetahuannya kurang yang status gizinya kurang yaitu 36
orang (47,4%).
9. Gambaran jumlah anak yang > 2 orang yaitu 30 orang (24,0%) dan ibu yang
jumlah anaknya > 2 orang yang status gizinya kurang yaitu 10 orang (33,3%).
10. Gambaran pendapatan keluaraga yang kurang (< Rp 1.044.500) yaitu 52 orang
(41,6%) dan pendapatan kelurga kurang dari (< Rp 1.044.500) yang status
gizinya kurang yaitu 22 orang (42,3%).
11. Gambaran jumlah anggota keluarga yang besar (≥ 4 orang ) yaitu 47 orang
(37,6%) dan jumlah anggota keluarga besar (≥ 4 orang ) yang status gizinya
kurang yaitu 19 orang (40,4%).
12. Faktor yang tidak berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59
bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011 yaitu
umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak, pendapatan keluarga dan
jumlah anggota keluarga.
130
13. Faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan
di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011 yaitu
konsumsi energi, konsumsi protein, pola asuh makan dan pengetahuan gizi ibu.
14. Faktor yang paling berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59
bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan tahun 2011 yaitu
konsumsi energi dengan OR= 2,552 dan pengetahuan gizi ibu dengan OR =
3.523.
7.2 Saran
1. Dinas Kesehatan Kota Tengerang Selatan
Meningkatkan kerja sama antara dinas kesehatan dengan puskesmas dan
posyandu untuk menangani status gizi kurang agar tidak terjadi status gizi buruk
dengan melakukan kerjasama antara lintas sektoral seperti dinas pertanian
dengan pemberian makanan serta melakukan upaya pemantauan status gizi
secara berkala ke puskesmas-puskesmas.
2. Puskesmas
a. Memberikan program penyuluhan kepada masyarakat dan kader-kader
sebagai bentuk penyegaran dengan melakukan penyuluhan secara
berkesinambungan melalui posyandu-posyandu setempat dengan
memberikan pengetahuan seputar pemberian makan yang baik , fungsi dan
kandungan makanan melalui food model serta angka kecukupan yang
dibutuhkan balitanya sesuai umur.
131
b. Mengadakan perlombangan untuk program penyuluhan dengan materi yang
diberikan seputar pengetahuan gizi, pola asuh makan yang baik, makanan
seimbang dengan berkerja sama antara kader dan ibu-ibu PKK.
c. Perlunya diadakan pemantauan status gizi secara berkala oleh bagian gizi
melalui Puskesmas sehingga apabila terjadinya status gizi kurang dapat
dilakukan penanggulangan sedini mungkin agar tidak terjadinya gizi buruk.
d. Memberdayakan Posyandu dengan melakukan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) yang bergizi serta mengaktifkan lagi program penyuluhan
di meja 4 Posyandu kepada posyandu-posyandu yang meja 4 nya yaitu
penyuluhan sudah tidak aktif lagi. Dengan memahami pentingnya makanan
gizi, sehingga terbentuk sikap dan perubahan perilaku kearah perubahan pola
makan yang lebih baik.
3. Masyarakat
a. Memperhatikan dan meningkatkan kebutuhan makanan yang mengandung
konsumsi energi dan protein yang cukup dengan komposisi yang sesuai
dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan memberikan makanaan dengan
beraneka ragam menunya agar kebutuhan gizinya tercukupi.
b. Pola asuh makan berhubungan erat dengan pengetahuan yang dimiliki oleh
ibu sehingga harus diupayakan peningkatan pengetahuan ibu melalui
program penyuluhan yang dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang
132
pengasuhan anak yang baik sehingga dapat berguna bagi pertumbuhan dan
perkembangannya anak dalam menaikan status gizinya.
c. Bagi ibu yang bekerja diberikan informasi seperti edukasi tentang kualitas
waktu pengasuhan yang baik dengan melakukan penyuluhan.
4. Peneliti Lain
a. Peneliti yang lain diharapkan mengikut sertakan variabel-variabel lain yang
diduga berhubungan dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan,
yang tidak diteliti pada penelitian ini seperti variabel penyakit infeksi ,
budaya pantang makan dan lain-lain.
133
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Djaeni S. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat
Adeladza TA. 2009. The Influence of Socio-Economic and Nurtitional Characteristics on Child Growth in Kwale District of Kenya. African Jurnal of Agriculture and Development. Dikutip tanggal 20 Mei 20011 di www.ajfand.net
Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. Raja grafindi Persada.
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anshar. 2008. Analisis Pola Asuh Makan dan Status Gizi Pada Bayi di Kelurahan PB Selayang Medan. Jurnal Penelitian Rekayasa. Volume 1 nomor 2 Desember 2008.
Apriadji, WH.1986. Gizi Keluarga. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Ariani, M, 2007. Wilayah Rawan Pangan dan Gizi Kronis di Papua, Kalimantan Barat dan Jawa Timur. Pusat Analisis dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian.Bogor.
Arisman.2004. Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.
Berg A. 1986. Peranan Gizi Dalam Pembangunan.Jakarta : Rajawali.
Departemen Kesehatan RI, 2003. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 2003. Ibu Bekerja Tetap Memberikan Air Susu Ibu (ASI). Jakarta : Dirjen Binakesmas Direktorat Gizi Masyarakat.
_______. 1998. Buku pedoman ASI ekslusif bagi petugas. Semarang.
134
_______. 2000. Gizi Seimbang menuju hidup sehat bagi balita.Jakarta : Departemen kesehatan dan kesejahteraan sosial RI.
_______. 2003. Ibu Bekerja Tetap Memberikan ASI. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2007. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat.Jakarta : PT Raja Grafindo Perkasa. Dinkes Tangsel. 2010. Laporan Pemantauan Status Gizi Balita Tahun 2010. Tangerang
Selatan. Fivi. 2006. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak Batita di Kecamatan Kuranji
Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang Tahun 2004. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2006.
Gibson, Rosalind, S. 2005. Principles of Nutritional Assasment Second Edition. Oxford
University Press. New York Hidayati. 2004. Hubungan Karakteristik Anak dan Keluarga dengan Status Gizi (KKP)
Balita di Propinsi Maluku dan Irian Jaya (Study analisis Data Sekunder). Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Hasbullah. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Kabupaten
Mentawai Sumatra Utara. Bogor : IPB. Hastono, Sutanto Priyo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Depok : FKM UI. Himawan, Arif. 2006. Hubungan antara kareakteristik Ibu dengan Status Gizi Balita di
Kelurahan Sekaran Guning pati semarang. Skripsi. UNNES Husani. 2002. Empat Sehat Lima Sempurna.Jakarta : Bumi Aksara Istiano. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Status Gizi Balita. Jurnal
Berita Kedokteran Masyarakat. Volume 25 No 3 September 2009 halaman 150-155
Kartasapoetra, G dan Marsetyo. 2008. Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, Kesehatan dan
Produktivitas Kerja. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Kemenkes RI.2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta :
Direktorat Bina Gizi.
135
Khomsan. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Khomsan A. 2007. Study Implementasi Program Gizi: Pemanfaatan, Cakupan
Keefiktifan dan Dampak Terhadap Status Gizi. Bogor : Departemen gizi masyarakat Institut Pertanian Bogor.
Khumaidi, M. 1994. Gizi Masyarakat, Bahan Pengajaran. PT BPK Gunung Mulia
Kerjasama dengan Laboratorium Gizi masyarakat Pusat antar Universitas Pangan & Gizi IPB.
Luciasari E. 1990. Status Gizi Anak Prasekolah pada Keluarga Berpendapatan Rendah
dengan Ibu Bekerja : Studi Kasus di Kelurahan Kebon Kelapa. Penelitian Gizi dan Makanan Jilid 18 : hlm 99-104.
Liya. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Konsumsi Energi dan
Protein pada Batita di Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2010. Skripsi : FKIK Kesehatan Masyarakat. UIN Jakarta
Lutviana, Evi. 2010. Prevalensi dan determinan kejadian gizi kurang Pada balita (studi kasus pada keluarga nelayan di Desa bajomulyo kecamatan juwana kabupaten pati). Jurnal Kesmas. Volume 5 No 2 Januari-Juni 2010.
Madanijah, S. 2003. Model Pendidikan GI- PSI sehat bagi ibu serta dampaknya
terhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi anak usia dini.Bogor : Disertasi. Fakultas Paska Sarjana, Institut Pertaniaan Bogor.
Meilinasari. 2002 .Hubungan Asupan Energi Dengan Kelebihan Berat Badan Pada Anak SD Al-Azhar 6 Jakarta Permai Bekasi : Skripsi FKM-UI.
Moehji, S. 1998. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakarta : Bhatara Karya Aksara.
Notoatmodjo S.2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Jakarta : Prinsip-prinsip Dasar Rineka Cipta
Pudjiadi.1997. Ilmu gizi klinis pada anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
Riyanto, Agus. 2009. Penerapan Analisis Multivariat dalam Penelitian Kesehatan. Cimahi : Niftramedia Press.
Rosmana, Dadang. 2003. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 bulan di Kabupaten Serang Propinsi Banten tahun 2003. FKM UI tesis.
136
Ruhana, Cut. Hubungan Pola Asuh Anak dengan status gizi balita umur 24-59 Bulan di
wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe aceh Darusalam Tahun 2008. Tesis. Medan : Universitas Sumatra Utara
Sab’atmaja dkk. Analisis Determinan Positive Deviance Status Gizi balita Di Wilayah
Miskin dengan Prevalensi Kurang Gizi Rendah dan Tinggi. Bogor : Jurnal gizi dan Pangan, Juli 2010 5 (1): 103-112.
Sanjur, Diva. 1982. Social and Cultural perspective in Nutrition. “USA :Prentice-Hall Inc.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2006. Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid 1. Jakarta : PT Dian Rakyat.
Shantica. 1993. Faktor-Faktor yang Berperan dalam Praktek Pemberian Makanan
Nalita di Desa Bulu Lor, Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo Jawa timur. Skripsi. Depok. UI
Sjahmien Moehdji. 2003. Ilmu Gizi 1, Pengetahuan Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Papas Sinar Sinanti Bhratara.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang anak. Jakarta: Penerbit EGC.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Suhardjo, 2005. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. Suhardjo,et al. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia (UI PRESS)
Sulistijani, A.D. 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita.Jakarta : Puspa Suara.
Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Suwarno. 1992. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta : Rineke Cipta.
Sunarti, E. 2004. Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menengah. Jakarta. Media Kompotindo.
Tara, Elizabet. 2004. Pemberian Makanan Bayi untuk BBLR. Jakarta: Ladang Pustaka
dan Inti Media. UNICEF. 1998. Situasi Anak-Anak di Dunia. Jakarta.
137
UseiniAdi. 2006. Pendugaan Hubungan antara kurang Gizi pada Balita dengan Kurang Energi Protein Ringan dan Sedang di Wilayah Puskesmas Sekaran Gunungpati Semarang Tahun 2005. Skripsi : Universitas Negeri Semarang.
Watanabe. 2003. Early Childhood development Intervention and Cognitive Development
of Young Children Technical Report Series. Widaninggar, W. 2003. Pola Hidup Sehat dan Segar. Jakarta : Depdiknas Pusat
Pengembangan Kualitas Jasmani. WHO. 2002. Preventing and Managing the Global Epidemic. Geneva.
Yayuk Farida, dkk. 2004.Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya. Yosep Wage. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di
Kecamatan Kalimutu Kabipaten Ende Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur. Diakses 21 Oktober 2011.
Zumroti. 2010. Hubungan antara Pola asuh Gizi, Karakteristik Keluarga dan Budaya
Makan dengan Status Gizi Anak Usia 2-3 Tahun di kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan . Skripsi : FKIK Kesehatan Masyarakat. UIN Jakarta.
Zulkarnaen.2007. Hubungan Katakteristik Keluarga terhadap Kenaikan Berat Badan
Balita tahun 2007. Skripsi : FKIK Kesehatan Masyarakat. UIN Jakarta.
LAMPIRAN
KUISIONER PENELITIAN
“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI KURANG PADA ANAK USIA 24-59 BULAN DI KELURAHAN PAMULANG BARAT KOTA
TANGERANG SELATAN TAHUN 2011”
Assalamualaikum Wr.Wb
Nama saya Ria Syukriawati, saya mahasiswi program study kesehatan masyarakat UIN syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang melakukan penilitian yang berjudul
“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011”
Saya memohon kepada ibu-ibu untuk bersedia dalam mengisi kuisoner ini, untuk itu saya berharap kepada ibu-ibu untuk menjawab pertanyaan ini dengan sejujur-jujurnya karena pertanyaan seperti itu yang saya sangat harapkan dan hasil jawaban itu akan saya rahasiakan. Atas pertatian dan bantuannya saya mengucapkan terima kasih banyak.
Wassalammualaikun Wr.Wb
No Responden :
Tanggal :
A. Identitas Balita
A.1 Nama : .....................................................
A.2 Tanggal Lahir : .....................................................
A.3 Jenis Kelamin : ......................................................
A.4 Anak ke berapa : ………………………………….
B. Identitas Orang Tua
B.1 Nama Ibu : .....................................................
B.2 Umur : .....................................................
B.3 Pendidikan Terakhir : .....................................................
B.4 Suku Suami : ………………………………….
B.5 Suku Ibu : ………………………………………
B.6 Alamat : ……………………………………….
B.7 No telepon : ……………………………………….
C. Status Gizi
C.1 Berat Badan anak ibu : …………………………………
C.2 Umur anak Ibu : ………………………………….
Pilihlah semua pertanyaan dengan memilih satu jawaban. Dengan memberikan tanda silang (X) yang sesuai dengan keadaan ibu.
NO PERTANYAAN KODE (diisi peneliti)
D. Pola asuh makan 1 Bagaimana cara ibu dalam memilih menu makanan untuk anak?
a. Memilih makanan dengan nasi, lauk dan sayur b. Membuat makanan dengan menu nasi, satu macam lauk dan sedikit kuah c. Membuat makanan dengan nasi, lauk, pauk dan sayur
D.1 [ ]
2 Berapa kali ibu memberi makan anak dalam satu hari? a. Lebih dari 3 kali b. Kurang dari 3 kali
D.2 [ ]
3 Menurut ibu,bagaimana cara agar anak mau makan? a. Membuat variasi menu makanan agar anak suka b. Mengganti menu makanan yang bergizi yang disukain anak c. Jawaban a dan b benar
D.3 [ ]
4 Bila anak tidak mau makan, apa yang ibu lakukan? a. Memaksa anak untuk makan b. Menunggu sampai anak meminta makan c. Merayu anak untuk makan
D.4 [ ]
5 Menurut ibu,kapan waktu yang tepat makanan cemilan diberikan? a. Sebelum makan b. diantara waktu makan c. Sesudah makan
D.5 [ ]
6 Berapa kali sebaiknya anak diberikan makanan utama? a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali
D.6 [ ]
7 Bagaimana biasanya cara ibu membersihkan alat makan dan memasak sebelum dipakai?
a. Menggunakan sabun dan air mengalir b. Menggunakan air mengalir c. Menggunakan sabun dan air di dalam ember/baskom/bak
D.7 [ ]
8 Bagaimana cara ibu mencuci sayuran yang sebelum dimasak a. Sayur dicuci dulu kemudian baru di potong-potong b. Sayur dipotong-potong dulu kemudian dicuci c. Jawaban a dan b betul
D.8[ ]
9 Apa yang ibu berikan selama 6 bulan? a. ASI (Air Susu Ibu) saja b. ASI dan susu formula c. Susu formula, air putih atau makanan lain seperti pisang dan lain-lain
D.9[ ]
10 Pada usia berapa anak anda berhenti disusui (disapih)? a. Kurang dari 2 tahun b. Lebih dari 2 tahun
D.10[ ]
E. Pendidikan Ibu 1 Apa pendidikan formal terakhir yang pernah ibu ikuti?
a. Tidak sekolah b. Tamat SD c. Tamat SMP d. Tamat SMA e. Tamat perguruan Tinggi
E.1[ ]
2 Apakah ibu aktif di posyandu/PKK/ RT/ RW? a. Ya b. Tidak
E.2[ ]
F. Pekerjaan Ibu 1 Apakah ibu bekerja ?
a. Bekerja b. Tidak berkerja (lanjut ke pengetahuan gizi ibu )
F.1[ ]
2 Apa pekerjaan ibu saat ini? a. Pegawai swasta b. Pegawai kantor c. Guru d. Lain-lain, sebutkan………………………………..
F.2[ ]
3 Berapa lama ibu bekerja diluar?..........................jam/hari F.3[ ]
G. Pengetahuan Gizi Ibu
1 Menurut yang ibu ketahui, apa yang dimaksud dengan anak balita yang sehat? a. Balita yang makannya lahap dan lincah b. Balita yang tubuhnya gemuk tapi lincah c. Balita yang kurus tapi lincah
G.1[ ]
2 Menurut ibu, apa arti dari kurang gizi? a. Anak kurang energi dan protein dalam tubuh atau badannya kurus sekali b. Anak kurang konsumsi makanan c. Anak kurus dan lemah
G.2[ ]
3 Apa tanda-tanda balita kekurangan gizi? a. Balita tampak kurus, lesu, malas dan cengeng b. Balita kurang nafsu makan c. Balita cengeng dan kurus
G.3[ ]
4 Apakah yang dimaksud makanan sehat dan bergizi? a. Makanan yang mengandung vitamin dan mineral b. Makanan dengan menu seimbang c. Makanan yang enak dan mengenyangkan
G.4[ ]
5 Menurut ibu, apa akibat anak balita yang kurang gizi? a. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak normal (terhambat) b. Pertumbuhan anak terhambat c. Perkembangan anak tidak bertambah
G.5[ ]
6 Menurut ibu, bahan makanan apa yang menjadi sumber protein? a. Tahu, tempe, ikan, daging b. Sayur-sayuran, tahu dan tempe c. Ikan dan daging
G.6[ ]
7 Menurut ibu, jenis makanan apa yang mengandung sumber karbohidrat? a. Nasi, roti, mie, singkong, biskuit b. Daging, susu, tempe c. Tahu, telur, daging
G.7[ ]
8 Menurut ibu, apa fungsi protein? a. Sebagai zat pembangun b. Sebagai zat tenaga c. Sebagai zat pengatur
G.8[ ]
9 Menurut ibu, ASI sebaiknya di berikan pada anak hingga umur berapa? a. 6 bulan b. 1 tahun c. 2 tahun
G.9[ ]
10 Apakah manfaat makanan bagi anak? a. Menghilangkan rasa lapar b. Untuk tumbuh kembang anak c. Untuk memenuhi keinginan anak
G.10[ ]
11 Apakah manfaat dari karbohidrat ? a. Untuk pertumbuhan b. Untuk penghasil energi atau tenaga c. Sebagai zat pembangun
G.11[ ]
12 Menurut anda, apakah manfaat menimbang pada anak anda? a. Untuk mengetahui status gizinya b. Untuk mengetahui kesehatannya c. Untuk mengetahui berat badannya
G.12[ ]
13 Pada umur berapa anak mulai diperkenalkan dengan makanan keluarga atau makanan orang dewasa
a. 6 Bulan b. 1 Tahun c. 2 Tahun
G.13[ ]
14 Menurut ibu, kapan sebaiknya bayi mulai diberikan makanan atau minuman selain ASI?
a. Ketika bayi umur 6 bulan b. Ketika bayi umur 1 tahun c. Ketika bayi umur 2 tahun
G.14 [ ]
15 Fungsi utama makanan cemilan? a. Biar anak gemuk b. Biar anak tidak rewel atau ngambek c. Memenuhi kebutuhan gizi khususnya energi yang tidak terpenuhi dari
makanan utama
G.15[ ]
H. Jumlah Anak 1 Berapakah jumlah anak ibu ?
a. Kurang dari 2 orang b. 2 orang c. Lebih dari 2 orang
H.1[ ]
I. Pendapatan Keluarga 1 Berapakah pendapatan keluarga ibu dalam 1 bulan?
a. Kurang dari Rp 1.044.500 b. Lebih dari Rp 1.044.500
I.1 [ ]
2 Berapa pengeluaran sehari untuk memasak atau membeli makanan/berbelanja? ..............
I.2 [ ]
J. Jumlah Anggota Keluarga 1 Berapakah jumlah keluarga ibu yang tinggal dan ditanggung dalam rumah tangga?
a. 3 orang b. 4 orang c. Lebih dari 5 orang
J.1 [ ]
FORMULIR METODE FREKUENSI MAKANAN
Semi Kuantitatif
Nama Ibu : Tanggal Wawancara :
Nama Balita :
Umur Balita :
Jenis Kelamin :
Nama Bahan Makanan
Frekuensi Konsumsi Jumlah (Diisi sama
dengan DKBM untuk ukuran 1 porsi)
Tid
ak
Pern
ah
1x/h
ari
2-3x
/har
i
4-6x
/har
i
1x/m
ingg
u
1-3x
/min
ggu
2-4x
/min
ggu
1x/b
ulan
1-3x
/bul
an
URT (gr)
1. Makanan Pokok dan Produk Lainnya
a. Nasi b. Roti c. Mie/Bihun d. e. f.
2. Lauk Hewani dan Produk Lainnya a. Telur b. Daging c. Ikan d. f.
Nama Bahan Makanan
Frekuensi Konsumsi Jumlah (Diisi sama
dengan DKBM untuk ukuran 1 porsi)
Tid
ak
Pern
ah
1x/h
ari
2-3x
/har
i
4-6x
/har
i
1x/m
ingg
u
1-3x
/min
ggu
2-4x
/min
ggu
1x/b
ulan
1-3x
/bul
an
URT (gr)
3. Lauk Nabati dan Produk Lainnya a. Tempe b. Tahu c. Kedelai d. Kacang Hijau e. f.
4. Sayur-Sayuran a. Bayam b. Kangkung c. Kacang Panjang d. e. f.
5. Buah-buahan a. Pisang b. Jeruk c. Apel d. Jambu f. g.
6. Gula dan Produk Olahannya a. Gula b.Permen c. Gulali d. e.
Nama Bahan Makanan
Frekuensi Konsumsi Jumlah (Diisi sama
dengan DKBM untuk ukuran 1 porsi)
Tid
ak
Pern
ah
1x/h
ari
2-3x
/har
i
4-6x
/har
i
1x/m
ingg
u
1-3x
/min
ggu
2-4x
/min
ggu
1x/b
ulan
1-3x
/bul
an
URT (gr)
7. Susu dan Produk Olahannya a. Susu Sapi b. Susu UHT c. Ice Cream d. Yogurt e. f.
8. Minyak dan Lemak a. Margarine b. Mentega c. Minyak kelapa sawit d. e.
9. Cemilan atau Kudapan a. b. c. d.
No Umur Status Gizi Energi Protein
AKG Energi
AKG Protein Energi Protein
1 36 1 0 1 1000 25 1136 47.7 2 28 1 1 1 1000 25 851.6 34.6 3 27 0 1 0 1000 25 1083.06 19.02 4 25 0 0 0 1000 25 736.38 15.25 5 29 1 0 0 1000 25 669.5 17.7 6 36 1 1 1 1000 25 1190.7 34.82 7 36 1 0 1 1000 25 646.3 24.1 8 37 1 1 1 1000 25 1098.7 45.1 9 34 1 0 0 1000 25 539.62 13.72
10 44 1 1 0 1000 25 1105.2 19.2 11 40 1 1 1 1000 25 1062.5 21.1 12 27 0 0 0 1000 25 667.8 16.27 13 24 1 1 1 1000 25 889.4 35.6 14 48 1 1 1 1550 39 1310.7 44.8 15 32 1 1 0 1000 25 1023.83 17.4 16 34 1 1 1 1000 25 908.38 23.7 17 36 0 0 0 1000 25 775.9 14.73 18 33 1 1 0 1000 25 1043.42 18.2 19 36 1 0 0 1000 25 703.8 15.3 20 59 1 1 1 1550 39 849.65 26.2 21 35 0 0 1 1000 25 738.26 20.8 22 30 0 0 1 1000 25 668.23 21.66 23 35 1 1 0 1000 25 1120.57 19.21 24 24 1 1 1 1000 25 932.6 20.3 25 44 1 1 0 1000 25 1350.27 19.8 26 29 1 1 1 1000 25 796.3 21.51 27 45 0 0 0 1000 25 703.73 18.4 28 27 1 1 1 1000 25 865.3 22.1 29 36 0 1 0 1000 25 834.87 17.43 30 24 0 0 0 1000 25 536.34 14.7 31 34 1 0 1 1000 25 718.7 23.12 32 54 1 0 1 1550 39 1121.32 20.6 33 25 0 1 0 1000 25 581.4 14.5 34 24 1 0 1 1000 25 794.4 30.36 35 25 1 0 1 1000 25 712.3 20.5 36 36 1 1 1 1000 25 1023.8 32.2 37 24 0 0 1 1000 25 564.2 21.2 38 56 0 0 1 1550 39 1143.42 45.2
No Umur Status Gizi Energi Protein
AKG Energi
AKG Protein Energi Protein
39 30 1 0 1 1000 25 723.4 21.57 40 58 0 1 0 1550 39 1462.5 19.5 41 48 0 0 0 1550 39 1210.2 19.24 42 25 1 0 0 1000 25 643.47 16.4 43 38 1 1 1 1000 25 1121.3 20.7 44 30 1 0 0 1000 25 752.1 16.31 45 27 0 0 1 1000 25 621.3 22.5 46 24 1 1 1 1000 25 821.25 36.31 47 30 0 0 1 1000 25 684.5 25.7 48 58 1 1 1 1550 39 1535.3 42.8 49 26 0 0 1 1000 25 542.92 20.44 50 29 1 1 1 1000 25 965.7 24.6 51 36 0 0 0 1000 25 761.6 16.29 52 54 0 0 0 1550 39 1150.2 19.22 53 40 1 0 0 1000 25 793.4 16.32 54 24 1 1 0 1000 25 804.32 18.3 55 48 1 1 0 1550 39 986.4 27.31 56 59 1 0 0 1550 39 1121.6 29.45 57 36 1 0 0 1000 25 757.35 16.6 58 48 1 1 0 1550 39 1351.2 18.72 59 36 1 1 0 1000 25 942.16 18.02 60 36 0 0 0 1000 25 649.43 17.31 61 36 0 0 0 1000 25 721.2 15.39 62 27 1 1 1 1000 25 803.42 21.11 63 30 1 0 0 1000 25 681.2 15.42 64 36 0 1 0 1000 25 721.7 16.38 65 48 1 1 1 1550 39 1410.5 42.71 66 46 1 1 0 1000 25 1032.5 18.82 67 24 1 1 1 1000 25 832.5 22.85 68 29 0 0 1 1000 25 671.9 20.59 69 24 1 1 0 1000 25 855.23 17.95 70 25 1 0 1 1000 25 572.8 20.14 71 24 1 1 1 1000 25 802.7 23.61 72 36 0 1 1 1000 25 973.2 31.7 73 38 0 1 0 1000 25 992.61 18.23 74 36 1 1 0 1000 25 819.2 17.37 75 48 1 0 1 1550 39 1023.3 33.62 76 36 0 1 1 1000 25 895.21 25.31
No Umur Status Gizi Energi Protein
AKG Energi
AKG Protein Energi Protein
77 24 1 0 0 1000 25 541.7 15.48 78 43 0 0 1 1000 25 779.5 20.36 79 24 0 1 0 1000 25 802.13 17.47 80 25 1 1 1 1000 25 845.7 21.02 81 26 1 1 0 1000 25 894.3 18.22 82 25 1 0 1 1000 25 673.94 23.41 83 26 1 1 1 1000 25 842.72 31.2 84 24 1 0 1 1000 25 542.73 20.4 85 25 1 0 1 1000 25 621.9 22.34 86 24 0 0 1 1000 25 592.5 20.23 87 36 1 1 1 1000 25 972.86 27.84 88 24 0 0 1 1000 25 721.32 23.33 89 28 1 1 1 1000 25 865.52 24.91 90 25 0 0 1 1000 25 549.38 20.2 91 48 1 0 0 1550 39 1162.1 29.97 92 26 1 1 1 1000 25 834.21 20.34 93 59 0 0 1 1550 39 1202 31.66 94 29 0 0 0 1000 25 821.22 17.48 95 27 0 0 0 1000 25 812.27 16.91 96 59 1 0 1 1550 39 1192.71 42.61 97 36 1 1 1 1000 25 953.82 22.5 98 59 1 0 1 1550 39 1042 42.1 99 44 0 1 1 1000 25 1216.7 24.61 100 36 1 1 0 1000 25 942.15 19.27 101 41 1 1 1 1000 25 1152.75 32.6 102 42 0 1 0 1000 25 937.2 18.2 103 27 1 1 0 1000 25 831.5 17.22 104 40 1 1 0 1000 25 1216.2 19.85 105 39 0 1 0 1000 25 1011.23 18.64 106 32 0 1 0 1000 25 934.73 18.94 107 37 0 0 0 1000 25 794.52 16.54 108 24 0 1 1 1000 25 802.6 20.05 109 27 0 1 1 1000 25 832.31 22.81 110 59 1 0 1 1550 39 1211.3 42.7 111 59 1 0 1 1550 39 1022.7 38.63 112 29 1 0 1 1000 25 742.17 21.23 113 27 0 1 0 1000 25 856.76 17.73 114 59 0 1 0 1550 39 1621.34 19.44
No Umur Status Gizi Energi Protein
AKG Energi
AKG Protein Energi Protein
115 36 0 1 1 1000 25 1032.42 22.63 116 59 1 1 1 1000 25 1552.62 27.49 117 44 1 1 1 1000 25 1132.61 27.3 118 36 1 1 0 1000 25 962.42 18.35 119 41 1 1 1 1000 25 1242.83 47.2 120 36 0 0 1 1000 25 657.13 33.6 121 59 1 1 0 1550 39 1502.5 19.8 122 44 0 0 0 1000 25 791.3 19.2 123 36 1 0 1 1000 25 673.71 34.6 124 41 1 0 1 1000 25 784.5 39.2 125 59 1 0 1 1550 39 1042 42.1
OUTPUT ANALISIS UNIVARIAT
Status Gizi
StatusGizi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang 46 36.8 36.8 36.8
Baik 79 63.2 63.2 100.0
Total 125 100.0 100.0
Konsumsi Protein
Protein
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang (=<80% AKG) 55 44.0 44.0 44.0
baik (>80% AKG) 70 56.0 56.0 100.0
Total 125 100.0 100.0
Konsumsi Energi
Energi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang (=< 80% AKG) 58 46.4 46.4 46.4
Baik (> 80% AKG) 67 53.6 53.6 100.0
Total 125 100.0 100.0
Pola Asuh Makan
Polaasuh
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Baik (=< 80%) 69 55.2 55.2 55.2
Baik (> 80% AKG) 56 44.8 44.8 100.0
Total 125 100.0 100.0
Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang (jawaban benar =<
80%) 76 60.8 60.8 60.8
Baik (jawaban benar > 80%) 49 39.2 39.2 100.0
Total 125 100.0 100.0
Pendidikan Ibu
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah (tamat SMP) 54 43.2 43.2 43.2
Tinggi (tamat SMA atau
lebih) 71 56.8 56.8 100.0
Total 125 100.0 100.0
Pekerjaan Ibu
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Bekerja 31 24.8 24.8 24.8
Tidak Bekerja 94 75.2 75.2 100.0
Total 125 100.0 100.0
Jumlah Anak Ibu
Jumlahanak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid > 2 orang 30 24.0 24.0 24.0
=< dari 2 orang 95 76.0 76.0 100.0
Total 125 100.0 100.0
Pendapatan Keluarga
Jumlahkeluarga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Besar (> 4 orang) 47 37.6 37.6 37.6
Kecil (=< dari 4 orang) 78 62.4 62.4 100.0
Total 125 100.0 100.0
Jumlah Keluarga
Jumlahkeluarga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Besar (> 4 orang) 47 37.6 37.6 37.6
Kecil (=< dari 4 orang) 78 62.4 62.4 100.0
Total 125 100.0 100.0
Umur Ibu
UmurIbu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid umur ≤ 20tahun dan > 35
tahun 24 19.2 19.2 19.2
20-35 tahun 101 80.8 80.8 100.0
Total 125 100.0 100.0
OUTPUT ANALISIS BIVARIAT
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Protein * StatusGizi 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%
Energi * StatusGizi 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%
Polaasuh * StatusGizi 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%
Pengetahuan * StatusGizi 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%
Pendidikan * StatusGizi 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%
Pekerjaan * StatusGizi 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%
Jumlahanak * StatusGizi 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%
Pendapatan * StatusGizi 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%
Jumlahkeluarga * StatusGizi 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%
UmurIbu * StatusGizi 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%
Konsumsi Protein
Crosstab
StatusGizi
Total kurang baik
Protein kurang (=<80% AKG) Count 26 29 55
% within Protein 47.3% 52.7% 100.0%
baik (>80% AKG) Count 20 50 70
% within Protein 28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 46 79 125
% within Protein 36.8% 63.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.632a 1 .031
Continuity Correctionb 3.862 1 .049
Likelihood Ratio 4.630 1 .031
Fisher's Exact Test .040 .025
Linear-by-Linear Association 4.595 1 .032
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.24.
b. Computed only for a 2x2 table
Konsumsi Energi
Crosstab
StatusGizi
Total kurang baik
Energi kurang (=< 80% AKG) Count 28 30 58
% within Energi 48.3% 51.7% 100.0%
Baik (> 80% AKG) Count 18 49 67
% within Energi 26.9% 73.1% 100.0%
Total Count 46 79 125
% within Energi 36.8% 63.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.127a 1 .013
Continuity Correctionb 5.241 1 .022
Likelihood Ratio 6.158 1 .013
Fisher's Exact Test .016 .011
Linear-by-Linear Association 6.078 1 .014
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.34.
b. Computed only for a 2x2 table
Pola Asuh Makan
Crosstab
StatusGizi
Total kurang baik
Polaasuh Tidak Baik (=< 80%) Count 31 38 69
% within Polaasuh 44.9% 55.1% 100.0%
Baik (> 80% AKG) Count 15 41 56
% within Polaasuh 26.8% 73.2% 100.0%
Total Count 46 79 125
% within Polaasuh 36.8% 63.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.374a 1 .036
Continuity Correctionb 3.629 1 .057
Likelihood Ratio 4.443 1 .035
Fisher's Exact Test .042 .028
Linear-by-Linear Association 4.339 1 .037
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.61.
b. Computed only for a 2x2 table
Pengetahuan Gizi Ibu Crosstab
StatusGizi
Total kurang baik
Pengetahuan kurang (jawaban benar =<
80%)
Count 36 40 76
% within Pengetahuan 47.4% 52.6% 100.0%
Baik (jawaban benar > 80%) Count 10 39 49
% within Pengetahuan 20.4% 79.6% 100.0%
Total Count 46 79 125
% within Pengetahuan 36.8% 63.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.311a 1 .002
Continuity Correctionb 8.188 1 .004
Likelihood Ratio 9.734 1 .002
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear Association 9.236 1 .002
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.03.
b. Computed only for a 2x2 table
Pendidikan Ibu Crosstab
StatusGizi
Total kurang baik
Pendidikan Rendah (tamat SMP) Count 24 30 54
% within Pendidikan 44.4% 55.6% 100.0%
Tinggi (tamat SMA atau
lebih)
Count 22 49 71
% within Pendidikan 31.0% 69.0% 100.0%
Total Count 46 79 125
% within Pendidikan 36.8% 63.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.389a 1 .122
Continuity Correctionb 1.845 1 .174
Likelihood Ratio 2.383 1 .123
Fisher's Exact Test .137 .087
Linear-by-Linear Association 2.370 1 .124
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.87.
b. Computed only for a 2x2 table
Pekerjaan Ibu
Crosstab
StatusGizi
Total kurang baik
Pekerjaan Bekerja Count 16 15 31
% within Pekerjaan 51.6% 48.4% 100.0%
Tidak Bekerja Count 30 64 94
% within Pekerjaan 31.9% 68.1% 100.0%
Total Count 46 79 125
% within Pekerjaan 36.8% 63.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.889a 1 .049
Continuity Correctionb 3.088 1 .079
Likelihood Ratio 3.797 1 .051
Fisher's Exact Test .056 .041
Linear-by-Linear Association 3.858 1 .050
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.41.
b. Computed only for a 2x2 table
Jumlah Anak
Crosstab
StatusGizi
Total kurang baik
Jumlahanak > 2 orang Count 10 20 30
% within Jumlahanak 33.3% 66.7% 100.0%
=< dari 2 orang Count 36 59 95
% within Jumlahanak 37.9% 62.1% 100.0%
Total Count 46 79 125
% within Jumlahanak 36.8% 63.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .204a 1 .652
Continuity Correctionb .055 1 .815
Likelihood Ratio .206 1 .650
Fisher's Exact Test .828 .411
Linear-by-Linear Association .202 1 .653
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.04.
b. Computed only for a 2x2 table
Pendapatan Crosstab
StatusGizi
Total kurang baik
Pendapatan kurang Count 22 30 52
% within Pendapatan 42.3% 57.7% 100.0%
Baik Count 24 49 73
% within Pendapatan 32.9% 67.1% 100.0%
Total Count 46 79 125
% within Pendapatan 36.8% 63.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.161a 1 .281
Continuity Correctionb .791 1 .374
Likelihood Ratio 1.157 1 .282
Fisher's Exact Test .347 .187
Linear-by-Linear Association 1.152 1 .283
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.14.
b. Computed only for a 2x2 table
Jumlah Keluarga Crosstab
StatusGizi
Total kurang baik
Jumlahkeluarga Besar (> 4 orang) Count 19 28 47
% within Jumlahkeluarga 40.4% 59.6% 100.0%
Kecil (=< dari 4 orang) Count 27 51 78
% within Jumlahkeluarga 34.6% 65.4% 100.0%
Total Count 46 79 125
% within Jumlahkeluarga 36.8% 63.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .426a 1 .514
Continuity Correctionb .213 1 .645
Likelihood Ratio .424 1 .515
Fisher's Exact Test .568 .321
Linear-by-Linear Association .422 1 .516
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.30.
b. Computed only for a 2x2 table
Umur Ibu
Crosstab
StatusGizi
Total kurang baik
UmurIbu umur ≤ 20tahun dan > 35
tahun
Count 11 13 24
% within UmurIbu 45.8% 54.2% 100.0%
20-35 tahun Count 35 66 101
% within UmurIbu 34.7% 65.3% 100.0%
Total Count 46 79 125
% within UmurIbu 36.8% 63.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.042a 1 .307
Continuity Correctionb .617 1 .432
Likelihood Ratio 1.021 1 .312
Fisher's Exact Test .350 .215
Linear-by-Linear Association 1.034 1 .309
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.83.
b. Computed only for a 2x2 table
OUTPUT ANALISIS MULTIVARIAT
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 125 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 125 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 125 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
kurang 0
baik 1
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 0 StatusGizi kurang 0 46 .0
baik 0 79 100.0
Overall Percentage 63.2
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .541 .185 8.503 1 .004 1.717
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Protein 4.632 1 .031
Energi 6.127 1 .013
Polaasuh 4.374 1 .036
Pengetahuan 9.311 1 .002
Pendidikan 2.389 1 .122
Pekerjaan 3.889 1 .049
Overall Statistics 21.248 6 .002
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 23.071 6 .001
Block 23.071 6 .001
Model 23.071 6 .001
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 141.400a .169 .230
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 1 StatusGizi kurang 20 26 43.5
baik 14 65 82.3
Overall Percentage 68.0
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Protein .627 .438 2.046 1 .153 1.872 .793 4.420
Energi .868 .418 4.310 1 .038 2.382 1.050 5.407
Polaasuh -.392 .584 .450 1 .502 .676 .215 2.123
Pengetahuan 1.528 .609 6.290 1 .012 4.610 1.397 15.220
Pendidikan .738 .423 3.041 1 .081 2.093 .913 4.798
Pekerjaan .585 .468 1.566 1 .211 1.795 .718 4.488
Constant -1.433 .545 6.910 1 .009 .239
a. Variable(s) entered on step 1: Protein, Energi, Polaasuh, Pengetahuan, Pendidikan, Pekerjaan. Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 125 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 125 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 125 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
kurang 0
baik 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 0 StatusGizi kurang 0 46 .0
baik 0 79 100.0
Overall Percentage 63.2
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .541 .185 8.503 1 .004 1.717
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Protein 4.632 1 .031
Energi 6.127 1 .013
Pengetahuan 9.311 1 .002
Pendidikan 2.389 1 .122
Pekerjaan 3.889 1 .049
Overall Statistics 20.905 5 .001
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 22.615 5 .000
Block 22.615 5 .000
Model 22.615 5 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 141.855a .165 .226
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 1 StatusGizi kurang 23 23 50.0
baik 14 65 82.3
Overall Percentage 70.4
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Protein .548 .421 1.695 1 .193 1.729 .758 3.945
Energi .835 .414 4.069 1 .044 2.306 1.024 5.192
Pengetahuan 1.265 .461 7.523 1 .006 3.545 1.435 8.756
Pendidikan .741 .423 3.071 1 .080 2.099 .916 4.808
Pekerjaan .587 .467 1.581 1 .209 1.799 .720 4.495
Constant -1.454 .545 7.112 1 .008 .234
a. Variable(s) entered on step 1: Protein, Energi, Pengetahuan, Pendidikan, Pekerjaan.
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 125 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 125 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 125 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
kurang 0
baik 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 0 StatusGizi kurang 0 46 .0
baik 0 79 100.0
Overall Percentage 63.2
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .541 .185 8.503 1 .004 1.717
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Protein 4.632 1 .031
Energi 6.127 1 .013
Pengetahuan 9.311 1 .002
Pendidikan 2.389 1 .122
Overall Statistics 19.408 4 .001
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 21.039 4 .000
Block 21.039 4 .000
Model 21.039 4 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 143.432a .155 .212
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 143.432a .155 .212
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Protein .646 .412 2.459 1 .117 1.908 .851 4.279
Energi .907 .409 4.920 1 .027 2.476 1.111 5.516
Pengetahuan 1.264 .459 7.582 1 .006 3.538 1.439 8.698
Pendidikan .718 .419 2.929 1 .087 2.050 .901 4.663
Constant -1.096 .456 5.789 1 .016 .334
a. Variable(s) entered on step 1: Protein, Energi, Pengetahuan, Pendidikan.
Classification Tablea
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 1 StatusGizi kurang 20 26 43.5
baik 17 62 78.5
Overall Percentage 65.6
a. The cut value is .500 Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 125 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 125 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 125 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable
Encoding
Original
Value Internal Value
kurang 0
baik 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 0 StatusGizi kurang 0 46 .0
baik 0 79 100.0
Overall Percentage 63.2
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .541 .185 8.503 1 .004 1.717
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Energi 6.127 1 .013
Pengetahuan 9.311 1 .002
Pendidikan 2.389 1 .122
Overall Statistics 17.344 3 .001
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 18.562 3 .000
Block 18.562 3 .000
Model 18.562 3 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 145.909a .138 .189
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 1 StatusGizi kurang 20 26 43.5
baik 17 62 78.5
Overall Percentage 65.6
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Energi .861 .402 4.581 1 .032 2.366 1.075 5.205
Pengetahuan 1.391 .448 9.660 1 .002 4.019 1.672 9.661
Pendidikan .718 .413 3.020 1 .082 2.051 .912 4.612
Constant -.775 .394 3.855 1 .050 .461
a. Variable(s) entered on step 1: Energi, Pengetahuan,
Pendidikan.
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 125 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 125 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 125 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable
Encoding
Original
Value Internal Value
kurang 0
baik 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 0 StatusGizi kurang 0 46 .0
baik 0 79 100.0
Overall Percentage 63.2
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .541 .185 8.503 1 .004 1.717
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Energi 6.127 1 .013
Pengetahuan 9.311 1 .002
Overall Statistics 14.624 2 .001
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 15.486 2 .000
Block 15.486 2 .000
Model 15.486 2 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 148.985a .117 .159
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 1 StatusGizi kurang 20 26 43.5
baik 17 62 78.5
Overall Percentage 65.6
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Energi .937 .396 5.595 1 .018 2.552 1.174 5.546
Pengetahuan 1.259 .432 8.497 1 .004 3.523 1.511 8.215
Constant -.370 .309 1.437 1 .231 .691
a. Variable(s) entered on step 1: Energi,
Pengetahuan.
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 125 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 125 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 125 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.
Dependent Variable
Encoding
Original
Value Internal Value
kurang 0
baik 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 0 StatusGizi kurang 0 46 .0
baik 0 79 100.0
Overall Percentage 63.2
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .541 .185 8.503 1 .004 1.717
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Energi 6.127 1 .013
Pengetahuan 9.311 1 .002
Overall Statistics 14.624 2 .001
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 15.486 2 .000
Block 15.486 2 .000
Model 15.486 2 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 148.985a .117 .159
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
StatusGizi Percentage
Correct kurang baik
Step 1 StatusGizi kurang 20 26 43.5
baik 17 62 78.5
Overall Percentage 65.6
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Energi .937 .396 5.595 1 .018 2.552 1.174 5.546
Pengetahuan 1.259 .432 8.497 1 .004 3.523 1.511 8.215
Constant -.370 .309 1.437 1 .231 .691
a. Variable(s) entered on step 1: Energi, Pengetahuan.
Block 2: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 2.813 1 .093
Block 2.813 1 .093
Model 18.299 3 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 146.172a .136 .186
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than .001.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Energi .525 .463 1.285 1 .257 1.691 .682 4.195
Pengetahuan .648 .557 1.351 1 .245 1.912 .641 5.701
Energi by
Pengetahuan 1.554 .977 2.528 1 .112 4.730 .697 32.123
Constant -.163 .330 .243 1 .622 .850
a. Variable(s) entered on step 1: Energi * Pengetahuan .
UJI TABULASI SILANG
1. Umur Ibu dengan Pengetahuan Gizi Ibu
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.454a 1 .228
Continuity Correctionb .947 1 .331
Likelihood Ratio 1.428 1 .232
Fisher's Exact Test .251 .165
Linear-by-Linear Association 1.442 1 .230
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.41.
b. Computed only for a 2x2 table
UmurIbu * Pengetahuan Crosstabulation
Pengetahuan
Total
kurang (jawaban
benar =< 80%)
Baik (jawaban
benar > 80%)
UmurIbu umur ≤20tahun dan > 35
tahun
Count 12 12 24
% within UmurIbu 50.0% 50.0% 100.0%
20-35 tahun Count 64 37 101
% within UmurIbu 63.4% 36.6% 100.0%
Total Count 76 49 125
% within UmurIbu 60.8% 39.2% 100.0%
2. Pendidikan Ibu dengan Pengetahuan Gizi Ibu
Pendidikan * Pengetahuan Crosstabulation
Pengetahuan
Total
kurang (jawaban
benar =< 80%)
Baik (jawaban
benar > 80%)
Pendidikan Rendah (tamat SMP) Count 29 25 54
% within Pendidikan 53.7% 46.3% 100.0%
Tinggi (tamat SMA atau
lebih)
Count 47 24 71
% within Pendidikan 66.2% 33.8% 100.0%
Total Count 76 49 125
% within Pendidikan 60.8% 39.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.009a 1 .156
Continuity Correctionb 1.519 1 .218
Likelihood Ratio 2.005 1 .157
Fisher's Exact Test .196 .109
Linear-by-Linear Association 1.993 1 .158
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.17.
b. Computed only for a 2x2 table
3. Pekerjaan Ibu dengan Pola Asuh Makan 4.
Pekerjaan * Polaasuh Crosstabulation
Polaasuh
Total
Tidak Baik (=<
80%)
Baik (> 80%
AKG)
Pekerjaan Bekerja Count 20 11 31
% within Pekerjaan 64.5% 35.5% 100.0%
Tidak Bekerja Count 49 45 94
% within Pekerjaan 52.1% 47.9% 100.0%
Total Count 69 56 125
% within Pekerjaan 55.2% 44.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.447a 1 .229
Continuity Correctionb .989 1 .320
Likelihood Ratio 1.467 1 .226
Fisher's Exact Test .298 .160
Linear-by-Linear Association 1.435 1 .231
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.89.
b. Computed only for a 2x2 table
5. Jumlah Anak dengan Pola Asuh Makan
Jumlahanak * Polaasuh Crosstabulation
Polaasuh
Total
Tidak Baik (=<
80%)
Baik (> 80%
AKG)
Jumlahanak > 2 orang Count 13 17 30
% within Jumlahanak 43.3% 56.7% 100.0%
=< dari 2 orang Count 56 39 95
% within Jumlahanak 58.9% 41.1% 100.0%
Total Count 69 56 125
% within Jumlahanak 55.2% 44.8% 100.0%
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.009a 1 .156
Continuity Correctionb 1.519 1 .218
Likelihood Ratio 2.005 1 .157
Fisher's Exact Test .196 .109
Linear-by-Linear Association 1.993 1 .158
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.17.
b. Computed only for a 2x2 table
6. Pendapatan dengan Pengetahuan Gizi Ibu
Pendapatan * Pengetahuan Crosstabulation
Pengetahuan
Total
kurang (jawaban
benar =< 80%)
Baik (jawaban
benar > 80%)
Pendapatan kurang Count 33 19 52
% within Pendapatan 63.5% 36.5% 100.0%
Baik Count 43 30 73
% within Pendapatan 58.9% 41.1% 100.0%
Total Count 76 49 125
% within Pendapatan 60.8% 39.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .265a 1 .607
Continuity Correctionb .108 1 .742
Likelihood Ratio .265 1 .606
Fisher's Exact Test .711 .372
Linear-by-Linear Association .263 1 .608
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.38.
b. Computed only for a 2x2 table
7. Jumlah Keluarga dengan Pola Asuh Makan
Jumlahkeluarga * Polaasuh Crosstabulation
Polaasuh
Total
Tidak Baik (=<
80%)
Baik (> 80%
AKG)
Jumlahkeluarga Besar (> 4 orang) Count 38 9 47
% within Jumlahkeluarga 80.9% 19.1% 100.0%
Kecil (=< dari 4 orang) Count 31 47 78
% within Jumlahkeluarga 39.7% 60.3% 100.0%
Total Count 69 56 125
% within Jumlahkeluarga 55.2% 44.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 20.040a 1 .000
Continuity Correctionb 18.413 1 .000
Likelihood Ratio 21.200 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 19.880 1 .000
N of Valid Casesb 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.06.
b. Computed only for a 2x2 table