Post on 24-Aug-2019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGARUH PROSES PELAPISAN KITOSAN/Ag, TiO2/Ag, Ag
DAN PENCUCIAN PADA KAIN TERHADAP AKTIVITAS
ANTIBAKTERI Staphylococcus aureus
Disusun Oleh:
ZIDNY ZAHROTUS SYA’ADAH R.A.
M0308075
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Sains
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Maret, 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Pengaruh Proses
Pelapisan Kitosan/Ag, TiO2/Ag, Ag dan Pencucian pada Kain terhadap Aktivitas
Antibakteri Staphylococcus aureus” belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga
belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Maret 2013
Zidny Zahrotus Sya’adah R.A.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGARUH PROSES PELAPISAN KITOSAN/Ag, TiO2/Ag, Ag
DAN PENCUCIAN PADA KAIN TERHADAP AKTIVITAS
ANTIBAKTERI Staphylococcus aureus
ZIDNY ZAHROTUS SYA’ADAH R.A.
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Penelitian pengaruh proses pelapisan kitosan/Ag, TiO2/Ag, Ag dan
pencucian pada kain terhadap aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus telah
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh urutan pelapisan,
kristalinitas TiO2/Ag dan pengaruh pencucian pada kain yang terlapisi kitosan/Ag,
TiO2/Ag, Ag terhadap aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus. Identifikasi
dan karakterisasi komposit dilakukan dengan Infrared Spectroscopy (IR) and X-
Ray Diffraction. Pelapisan dilakukan dengan metode dip-coating dengan variasi
urutan pelapisan kitosan/Ag, TiO2/Ag dan Ag. Pencucian dilakukan menggunakan
surfaktan Tween-80 menggunakan ultrasonic vibrator. Uji aktivitas antibakteri
dilakukan dengan metode densitas optikal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelapisan dengan urutan
kitosan/AgTiO2/Ag sol-gelAg (G2) memiliki daya hambat 98,15% dengan
waktu kontak selama 12 jam dan mengalami penurunan menjadi 71,47% setelah
24 jam. Pelapisan dengan urutan kitosan/Ag kristal TiO2/Ag anataseAg
(KK2) memiliki daya hambat yang lebih kecil yaitu 98,13% selama 12 jam tetapi
pada jam ke-24 daya hambatnya masih sebesar 96,81%. Komposit TiO2/Ag
anatase memiliki daya hambat lebih baik daripada amorf dan kain yang terlapisi
kitosan/AgTiO2/Ag baik sol-gel maupun kristal anataseAg sebelum dan
sesudah pencucian daya hambatnya tidak berbeda signifikan.
Kata kunci : TiO2/Ag, kitosan/Ag, diamminesilver, kain kasa, antibakteri,
Staphylococcus aureus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
THE INFLUENCE OF COATING PROCESS OF CHITOSAN/Ag, TiO2/Ag,
Ag AND WASHING OF THE FABRIC AGAINST Staphylococcus aureus
ZIDNY ZAHROTUS SYA’ADAH R.A.
Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Sebelas Maret University
ABSTRACT
The influence of coating process of chitosan/Ag, TiO2/Ag, Ag and washing
of the fabric against Staphylococcus aureus has been done. The aim of this
research was to determine the effect of the coating process, the crystallinity of
TiO2/Ag, and the washing process on the gauze against Staphylococcus aureus.
The coating process was done by dip-coating method with the variation of
sequence coating of chitosan/Ag, TiO2/Ag and Ag. It has been washed by
ultrasonic vibrator using a Tween-80. Those composites was characterized using
FTIR and XRD. The antibacterial activity test was conducted by optical density
method.
The results showed that the inhibition of G2 (chitosan/AgTiO2/Ag sol-
gelAg) was 98.15% for 12 hours and decreased to 71.47% for 24 hours. The
inhibition of KK2 (kitosan/AgTiO2/Ag anataseAg) was 98.13% for 12 hours
but still at 96.81% for 24 hours. The inhibition of TiO2/Ag anatase was better than
the amorphous one and the coated gauze after washing was still in a big
inhibitory.
Keyword: TiO2/Ag, chitosan/Ag, diamminesilver, gauze, antibacterial,
Staphylococcus aureus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Be a small man who thinks big, don’t be a big man who thinks small.
(Andrie Wongso)
Kehidupan adalah suatu harapan, orang yang telah kehilangan harapan dia
telah kehilangan kehidupan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini kupersembahkan untuk bunda dan ayah Alim,
adik Ilma tersayang, dan mas Ias
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Terucap syukur Alhamdulillah kepada Alloh SWT atas rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini,
sebagai salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Sains dari Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.
Selama proses penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis banyak
mendapat bantuan dan dorongan yang diberikan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis sampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.,(Hons), Ph.D., selaku Dekan
FMIPA UNS.
2. Dr. Eddy Heraldy, M.Si, selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS.
3. Bapak Candra Purnawan, M.Sc., selaku Pembimbing I, atas bimbingan,
dorongan, arahan dan ilmu yang telah diberikan.
4. Ibu Dra. Tri Martini, M.Si. selaku Pembimbing II, atas bimbingan dan
ilmu yang diberikan.
5. Bapak M. Widyo Wartono, M.Si., selaku Pembimbing Akademis.
6. Bapak Dr. rer. nat. Heru Atmanto Wibowo, M.Si, selaku Penguji I dan Ibu
Nestri Handayani, M.Si, Apt, selaku Penguji II atas saran dan
ketersediaannya menjadi penguji.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia FMIPA UNS atas ilmu
yang telah diberikan.
8. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu demi satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan
mendatang. Akhir kata semoga karya ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan yang ada.
Surakarta, Maret 2013
Zidny Zahrotus Sya’adah R.A.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………..………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. ii
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………….. iii
HALAMAN ABSTRAK…………………………………………………….. iv
HALAMAN ABSTRACT…………………………………………………...... v
HALAMAN MOTTO………………………………………………………... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………... vii
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xiv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………... 1
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah……………………….……………..…… 2
2. Batasan Masalah……………………………………………… 4
3. Rumusan Masalah…………………………………………..… 4
C. Tujuan Penelitian………………………………………………..... 4
D. Manfaat Penelitian………………………………………..…......... 5
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kitosan...……………………………………………………... 6
2. TiO2………......……………………………………………… 8
3. Perak………......……………………………………………... 9
4. Staphylococcus aureus………………………………………. 10
5. Aktivitas Kain Antibakteri…………………………………… 11
6. Metode Sol-gel….……………………………………………. 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
B. Kerangka Pemikiran…………………...………………………….. 13
C. Hipotesis………………………………………………………...… 13
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian……..……………………………………...…... 15
B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………….. 15
C. Alat dan Bahan
1. Alat…………………………………………………………... 15
2. Bahan………………………………………………………… 16
D. Prosedur Penelitian
1. Sintesis Perak Klorida……………………………………….. 16
2. Sintesis Diamminesilver……………………………………...
3. Sintesis TiO2………………………………………………….
4. Sintesis TiO2/Ag Sol-gel……………………………….……..
5. Sintesis TiO2/Ag kristalin..…………………………………...
6. Pembuatan Emulsi Kristal TiO2/Ag …………………………
7. Proses Pelapisan Kain Kasa………………………………….
8. Proses Pencucian……………………………………………..
9. Uji Aktivitas Antibakteri…………………………………….
16
16
17
17
18
18
19
19
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
1. Teknik Pengumpulan Data…………………...……………….
2. Teknik Analisa Data…..……………………………………...
20
20
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis Diamminesiver..…………………………………………
B. Sintesis TiO2/Ag.............................................................................
C. Karakterisasi Komposit Kitosan/Ag……………………………...
D. Pelapisan pada Kain Kasa………………………………………...
E. Aktivitas Antibakteri Kain Kasa Sebelum Pemcucian…………...
F. Pengaruh Kristalinitas TiO2/Ag terhadap Sifat Antibakteri……...
G. Aktivitas Antibakteri Kain Kasa Setelah Pencucian……………..
23
26
30
31
34
38
39
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………........ 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
B. Saran…………………………………………………………….. 41
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...
LAMPIRAN………………………………………………………………….
42
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Variasi Proses Pencelupan…………….…………………………. 18
Tabel 2. Puncak-puncak Utama Difraktogram Kain Kasa…………........... 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Kitin, Kitosan, dan Selulosa…..…………………….... 7
Gambar 2. Mekanisme Fotokatalis TiO2……..……………………………. 8
Gambar 3. Mekanisme Antibakteri Menggunakan Partikel Perak.………... 9
Gambar 4. Dinding Sel Bakteri Gram Positif………………….…………... 11
Gambar 5. Spektra IR AgNO3, AgCl, dan Diamminesilver……..………… 24
Gambar 6. Difraktogram AgNO3, AgCl, dan Diamminesilver….………… 25
Gambar 7. Spektra IR TiO2, TiO2/Ag sol-gel, dan TiO2/Ag anatase……... 27
Gambar 8. Difraktogram TiO2, TiO2/Ag sol-gel, dan TiO2/Ag anatase…... 29
Gambar 9. Spektra IR Kitosan/Ag…………………………………..…….. 30
Gambar 10. Difraktogram Kitosan/Ag………...……………………..……... 31
Gambar 11. Difraktogram Kain kasa tanpa perlakuan, terlapisi Ag,
terlapisis G2, dan terlapisis KK2………………………..……...
33
Gambar 12. Daya Hambat Kain Kasa terlapisi Kitosan/Ag, TiO2/Ag sol-
gel, Ag……………………………………………………….....
35
Gambar 13. Daya Hambat Kain Kasa terlapisi Kitosan/Ag, TiO2/Ag
anatase, Ag………………………………………………...…...
35
Gambar 14. Daya Hambat Kain Kasa terlapisi Kitosan/Ag, TiO2/Ag sol-
gel, TiO2/Ag anatase, dan Ag…………………………………..
37
Gambar 15. Perbandingan Daya Hambat G2 dan KK2…………………….. 38
Gambar 16. Daya Hambat Kain Kasa terlapisi A, G2, dan KK2 setelah
Proses Pencucian……………………………………………….
39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ………………………………………… 46
Lampiran 2. Spektra IR………………..…………………………………… 49
Lampiran 3. Difraktogram Sinar-X……….................................................... 53
Lampiran 4. JCPDS…………………...…………………………………….. 59
Lampiran 5. Data dan Perhitungan Uji Aktivitas Antibakteri…………...…. 62
Lampiran 6. Uji Statistika…………..………………………………………. 67
Lampiran 7. Uji Linieritas Spektrofotometer……………………………….. 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, produksi tekstil medis sedang berkembang pesat. Salah satu
produk dari tekstil medis adalah kain kasa pembalut luka. Kain pembalut luka
yang ideal adalah yang bersifat antibakteri, non toksik, mampu menyerap cairan
luka, tidak menyebabkan alergi, menjaga kelembaban sekitar luka, dan
mempercepat proses penyembuhan luka (Mutia dkk., 2011). Pembalut luka
biasanya terdiri dari bahan adsorben yang menyerap cairan dari luka (Mutia,
2009). Untuk mempercepat proses penyembuhan luka diperlukan suatu senyawa
antibakteri yang dapat mencegah dan menghambat pertumbuhan bakteri yang
sering mengkontaminasi luka. Salah satu bakteri tersebut adalah Staphylococcus
aureus (Kraus and Peschel, 2008). Bakteri gram positif ini dapat tumbuh pada
kulit yang mengalami radang maupun yang tergores (Sriwiyani, 2012). Oleh
karena itu diperlukan suatu penambahan senyawa antibakteri pada kain pembalut
luka yang dapat menghambat pertumbuhan dan mencegah adanya infeksi akibat
interaksi antara bakteri dengan luka. Beberapa senyawa dapat digunakan sebagai
senyawa antibakteri pada tekstil adalah senyawa TiO2, dan kitosan (Siegfried,
2007), logam Ag (Maneerung et al., 2007), komposit TiO2/Ag (Sun et al., 2008),
kitosan/TiO2 (Sriwiyani, 2012), serta kitosan/Ag (Pramitha, 2011).
Berdasarkan penelitian Sriwiyani (2012) dapat diketahui bahwa
kitosan/TiO2 merupakan agen antibakteri pada kain. Namun pelapisan
kitosan/TiO2 dengan metode dip-coating daya hambatnya terhadap bakteri
Staphylococcus aureus hanya sebesar 22,66% pada waktu kontak 9 jam dan
dengan penyinaran UV hanya mengalami sedikit peningkatan menjadi 51,4%
pada waktu kontak 3 jam. Penelitian terhadap kitosan/Ag dan SiO2 yang
dilapiskan pada kain katun dengan metode dip-coating telah menunjukkan daya
hambat yang tinggi terhadap Staphylococcus aureus yaitu sebesar 84,44% pada
waktu kontak 6 jam. Namun setelah proses pencucian daya hambatnya menurun
menjadi 31,13% (Pramitha, 2011). Sedangkan untuk komposit TiO2/Ag, Sun et al.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
(2008) telah menggunakan lapis tipis TiO2/Ag sebagai agen antibakteri dengan
daya hambat mencapai 91% setelah 24 jam. Namun penelitian tersebut dilakukan
terhadap keramik dan menggunakan metode liquid phase deposition (LPD).
Komposit TiO2/Ag diketahui terdiri dari dua bentuk yaitu amorf dan kristalin.
Kedziora et al. (2012) telah melakukan penelitian untuk membandingkan daya
hambat antara kedua bentuk tersebut dan hasilnya daya hambat komposit TiO2/Ag
kristal anatase lebih tinggi daripada amorf terhadap bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Berdasarkan hasil penelitian di atas mengindikasikan
bahwa perbedaan komposit yang dilapiskan dan kristalinitas TiO2/Ag memberikan
sifat antibakteri yang berbeda. Sehingga diharapkan dari penelitian ini bahwa
proses pelapisan kitosan/Ag, TiO2/Ag dan Ag mampu meningkatkan daya hambat
kain kasa pebalut luka terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Selain itu untuk
mengetahui daya tahan sifat antibakteri komposit dalam kain dilakukan proses
pencucian terhadap kain yang telah terlapisi.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Menurut British Drug and Tariff, kain pembalut luka dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : Perban (Low Aherence Dressing), kasa pembalut
luka, dextranomer paste pad and dressing, pembalut luka berbahan dasar
alginat/hidrokoloid/hidrogel, pembalut luka berperekat yang berpori, pembalut
luka dari polyurethane foam, pembalut luka dari zinc paste, dan pembalut luka
yang mengandung iodium. Kain kasa tersusun dari selulosa dan bersifat hidrolik
yang memiliki kemampuan penyerapan cukup tinggi (Mutia, 2009). Untuk
memperoleh kain kasa pembalut luka antibakteri, kain kasa dapat dilapisi dengan
beberapa senyawa diantaranya kitosan/TiO2 (Sriwiyani, 2012), kitosan/Ag
(Pramitha, 2011), Ag (Maneerung et al., 2007) dan TiO2/Ag (Sun et al., 2008).
Komposit TiO2/Ag dapat dibuat dengan metode sol-gel (Chauhan et al.,
2012; Sun et al., 2008; Tao et al., 2007), hydrothermal, dan precipitation
(Chauhan et al., 2012). Senyawa TiO2 diketahui terdiri dari dua bentuk, yaitu
amorf dan kristalin dan terdiri tiga bentuk struktur kristal, yaitu anatase, rutil, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
brokite. Untuk mendapatkan kristal TiO2 anatase dapat dilakukan kalsinasi dengan
suhu 400 oC (Kedziora et al., 2012), 300 dan 500
oC (Chauhan et al., 2012).
Pelapisan senyawa antibakteri pada kain kasa pembalut luka dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan metode padding, spraying,
transfer printing, washing, rinsing (Samal et al., 2010) dan menurut Gupta et al.
(2008) dapat pula menggunakan metode dip-coating dengan teknik paddry-cure.
Namun belu diketahui daya tahan senyawa antibakteri yang dilapiskan melalui
beberapa metode tersebut. Untuk menguji daya tahan terhadap pelapisan senyawa
antibakteri dapat dilakukan pengujian sifat antibakteri setelah proses pencucian.
Pada proses pencucian kain kasa yang telah terlapisi senyawa antibakteri
dapat digunakan surfaktan. Surfaktan diklasifikasikan dalam empat kelompok
yaitu surfaktan anionik, kationik, amfoterik dan non ionik. Surfaktan ionik
(anionik, kationik dan amfoterik) dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri pada
kain. Menurut Pramitha (2011) terjadi penurunan daya hambat komposit setelah
adanya proses pencucian. Banyaknya jumlah pencucian akan mempengaruhi
interaksi antara bahan yang dilapiskan dengan kain.
Karakterisasi komposit dapat dilakukan dengan beberapa cara analisis
yaitu dengan spektroskopi infra-red (IR) untuk analisis gugus fungsi, spektroskopi
difraksi sinar-X (XRD) yang menunjukkan kristalinitas, XRF, dan scanning
electron microscope (SEM). Sedangkan karakterisasi kain kasa terlapisi
kitosan/Ag-TiO2/Ag-Ag dapat dilakukan dengan spektroskopi difraksi sinar-X
(XRD) dan scanning electron microscope (SEM).
Analisis aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode pengukuran
densitas optikal (OD) (Au et al., 2012), diameter daya hambat, Total Plate Count
(TPC) dan viable count (Sriwiyani, 2012). Pengukuran densitas optikal dapat
menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis (Sriwiyani, 2012) dan microplate
reader (Kaya et al., 2009; Othman et al, 2011) dengan panjang gelombang 620
nm (Necula et al., 2009), 610 nm (Sriwiyani, 2012) dan 600 nm ( Walencka et al.,
2006; Kaya et al., 2009; Othman et al., 2011; Depamede et al., 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Batasan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah diatas, maka dapat ditentukan
batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Jenis tekstil medis pembalut luka yang digunakan adalah kain kasa.
b. Senyawa antibakteri yang digunakan adalah kitosan/Ag, TiO2/Ag dan Ag.
c. Pembuatan komposit TiO2/Ag dilakukan dengan metode sol-gel.
d. Komposit TiO2/Ag yang digunakan berbentuk amorf dan anatase. Untuk
membentuk kristal anatase TiO2/Ag dikalsinasi pada suhu 400 oC.
e. Pelapisan senyawa antibakteri pada kain kasa menggunakan metode dip-
coating.
f. Pencucian dilakukan menggunakan surfaktan Tween-80 dengan variasi 1, 2,
dan 3 kali pencucian menggunakan ultrasonic vibrator.
g. Karakterisasi TiO2/Ag menggunakan spektrofotometer IR dan XRD.
h. Karakterisasi kain kasa yang telah dilapisi kitosan/Ag, TiO2/Ag dan Ag
dilakukan dengan XRD.
i. Uji aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dilakukan dengan
metode OD menggunakan spektrofotometer UV-Vis (lamda max= 600 nm)
dengan waktu analisis pada jam ke-0, 3, 6, 9, 12 dan 24.
3. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh urutan pelapisan kitosan/Ag, TiO2/Ag, Ag terhadap
efektivitas sifat antibakteri pada kain kasa terhadap Staphylococcus aureus?
b. Bagaimana pengaruh kristalinitas TiO2/Ag pada sifat antibakteri kain kasa
terhadap Staphylococcus aureus?
c. Bagaimanakah pengaruh pencucian kain yang terlapisi kitosan/Ag, TiO2/Ag,
Ag terhadap aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh urutan pelapisan kitosan/Ag, TiO2/Ag, Ag terhadap
efektivitas sifat antibakteri pada kain kasa terhadap Staphylococcus aureus.
2. Mengetahui pengaruh kristalinitas TiO2/Ag pada sifat antibakteri kain kasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
terhadap Staphylococcus aureus.
3. Mengetahui pengaruh pencucian kain yang terlapisi kitosan/Ag, TiO2/Ag,
Ag terhadap aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif metode
pelapisan tekstil antibakteri yang dapat membantu proses penyembuhan luka
sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kitosan
Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-
β-D-Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan
basa kuat. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta
turunannya di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian,
farmasi, kesehatan, dan lingkungan (Balley et al., dalam Hargono, 2008). Kitosan
merupakan turunan dari kitin, polisakarida alami yang dapat dibuat dari N-
deacetylation kitin pada media alkalin (Winterowd and Stanford dalam
Albarghouthi, 2000).
Kitosan merupakan salah satu agen antibakteri alami, tidak beracun,
biocompatible dan biodegradable. Selain itu, aktivitas antibakteri kitosan telah
diteliti secara khusus terhadap beberapa variasi bakteri. Telah dilaporkan bahwa
kitosan dapat digunakan sebagai agen anti kusut pada kain katun, anti-shrink,
agen antibakteri, agen pewarnaan akhir pada kain wol, dan agen pembantu proses
akhir pada kain polyester. Pada beberapa tahun terakhir, kitosan telah
diaplikasikan secara luas untuk membran biomedikal, material kemasan makanan,
dan lain-lain. Berdasarkan kehebatan dan pengetahuan terhadap mekanisme
antibakteri, kitosan merupakan agen antibakteri yang optimal. Meskipun
kestabilannya masih harus ditingkatkan (Shi et al., 2008).
Sumber kitosan sangat melimpah di alam terutama dari golongan
crustaceans seperti: udang, kepiting, anthropoda, mollusca, kerang dan hewan
bercangkang lainnya. Struktur kitin, kitosan dan selulosa memiliki kemiripan
seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Pasangan elektron bebas pada gugus amina primer kitosan bersifat
nukleofilik sebagai akseptor proton sehingga gugus amina primer ini dapat
terprotonasi. Gugus amina primer pada kitosan lebih nukleofilik daripada gugus
hidroksil C-6. Adanya gugus nukleofilik menyebabkan bersifat reaktif misalnya
dengan aldehid membentuk imin dan dengan asetil klorida membentuk amida.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Meskipun mayoritas reaksi kitin dan kitosan melibatkan gugus amina primer,
dimungkinkan pula untuk memodifikasi secara selektif gugus hidroksil. Hal ini
dapat dilakukan dengan melindungi gugus amina melalui pembentukan
polisakarida format atau asetat dengan reaksi garam yang bersifat elektrofilik.
Gugus hidroksil pada C-6 lebih reaktif daripada C-3.
Gambar 1. Struktur kitin, kitosan dan selulosa
Kitosan dapat membentuk komplek dengan logam transisi karena memiliki
penukar ion yang melibatkan donasi pasangan elektron bebas dari nitrogen dan
atau oksigen dari gugus hidroksil kepada ion logam berat. Tingkat formasi dan
stabilitas komplek sangat tergantung ada konsentrasi ion logam berat,
temperature, pH, ukuran partikel, kristanilitas, dan derajat deasetilasi (DD)
kitosan.
Aktivitas antibakteri pada kitosan telah diketahui dengan baik dan
melibatkan polikationik alami dari kitosan yang sesuai dengan ikatan sisi anion
pada protein suatu mikroba. Kation tersebut dipengaruhi oleh pH, hanya pada
kondisi asam (pH < 6). Kitosan menghambat pertumbuhan bakteri dan fungi
tergantung pada berat molekul dan gugus fungsi pada kitosan. Ketika berat
molekul kitosan besar, oligomerik kitosan dapat menembus membran sel pada
O
HONH2
HO
O O
NH2
O
HO
HO
O
HONH2
HO
O
NH2
O
HO
HO
O
HOOH
HOH2C
O O
OH
O
HO
HOH2C
O
HOOH
HOH2C
O
OH
O
HO
HOH2C
kitosan
selulosa
kitin
O
HONHAc
OH
O O
NHAc
O
HO
OH
O
HONHAc
OH
O
NHAc
O
HO
OH
HO
HO
HO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
mikroorganisme dan mencegah pertumbuhan sel dengan cara menghambat
transkripsi RNA (Klaykruayat et al., 2010).
2. TiO2
Senyawa titanium dioksida (titania) merupakan senyawa fotokatalis (Kim
et al., 2003). Dari proses fotokatalisis ini dapat dibebaskan spesies radikal reaktif
•OH dan •O2 yang merupakan zat oksidatif kuat untuk mendegradasi senyawa
organik dari komposisi dinding sel bakteri. Proses fotokatalis pada TiO2
dijelaskan pada Gambar 2, ketika TiO2 diiluminasi oleh cahaya dengan energi
yang lebih tinggi dari band gab-nya, electron akan menyerap energi foton dan
tereksitasi menyebrangi band gab sehingga menghasilkan elektron dan hole.
Elektron yang tereksitasi dan hole tersebut akan menginisiasi terjadinya reaksi
reduksi oksidasi. Apabila bereaksi dengan oksigen akan menghasilkan spesies
radikal reaktif •OH dan •O2 (Chen et al., 2011).
Gambar 2. Mekanisme fotokatalis TiO2 (Samal, 2010)
Kematian sel bakteri oleh fotokatalisis disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas sel. Kontak pertama fotokatalis dengan sel terjadi pada dinding sel,
reaksi oksidasi oleh fotokatalis tersebut akan merusak dinding sel bakteri. Bakteri
dengan dinding sel yang rusak masih merupakan bakteri yang sehat, namun tanpa
perlindungan. Setelah menghilangkan perlindungan dinding sel, selanjutnya reaksi
oksidasi terjadi di membran sitoplasma. Kerusakan oksidatif yang terjadi akan
semakin meningkatkan permeabilitas sel dan menyebabkan isi dalam sel mengalir
bebas keluar sel yang menyebkan kematian sel. Partikel TiO2 bebas juga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
mencapai membran sel yang sudah rusak dan serangan langsung tersebut dapat
mempercepat kematian sel (Huang et al., 2000 dalam Amrulia, 2012).
Menurut Shi et al. (2008) TiO2 dapat membunuh bakteri gram positif
maupun gram negatif. Senyawa TiO2 juga dapat membunuh bakteri dalam
keadaan gelap atau tanpa penyinaran UV tetapi belum diketahui dengan jelas
bagaimana mekanismenya.
3. Perak (Ag)
Perak dijumpai sebagai unsur dan sebagai mineral argentit (Ag2S) dan
AgCl. Perak juga terdapat dalam bijih timbal dan tembaga, dan diekstraksi sebagai
hasil samping dalam pelelehan dan pemurnian logam-logam tersebut
(Daintith,1994).
Perak merupakan bahan yang beracun terhadap mikroorganisme dan
merusak enzim pernapasan serta komponen pada sistem transfer elektron pada
mikroba. Selanjutnya, perak dapat berinteraksi dengan struktur protein contohnya
fimbriae (struktur protein yang berada pada permukaan sel bakteri), yang
bertanggung jawab terhadap proses adhesi pada permukaan artifisial atau pada sel
makroorganisme (Atiyeh et al., dalam Kedziora, 2012).
Gambar 3 menunjukkan beberapa mekanisme antimikroba pada perak.
Beberapa mekanisme yang telah diusulkan antara lain dengan cara : adesi pada
permukaan sel, mendegradasi lipopolisakarida dan pembentukan ”pits” pada
membran, peningkatan pemeabilitas membran sel, penetrasi didalam sel bakteri
(Sondi dan Salopek-Sondi, 2004). Nanopartikel perak dapat terpenetrasi kedalam
sel bakteri sehingga merusak DNA (Li, 2008).
Gambar 3. Mekanisme antibakteri menggunakan partikel perak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
4. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang berbentuk bulat dengan
diameter 0,8-1 mm, dapat berdiri sendiri, berpasangan membentuk rantai atau
berkelompok tidak teratur. Sistematika Staphylococcus aureus adalah sebagai
berikut :
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus
Batas suhu untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 15 ˚C dan
40 ˚C mempunyai suhu optimum yaitu sebesar 35 ˚C-40 ˚C dengan pH 7,4.
Bakteri dapat tumbuh pada medium dengan kadar garam 7,5-10% dan dapat
tumbuh baik dalam kaldu biasa pada suhu 37 ˚C. Bakteri ini memiliki variasi
dalam pembentukan pigmennya. Pigmen dapat berwarna putih, kuning atau
kuning-orange. Bakteri ini bersifat patogen yang banyak terdapat pada kulit dan
lapisan lendir. Pada dasarnya kebanyakan penyakit lebih banyak disebabkan oleh
bakteri Staphylococcus aureus karena kemampuan organisme ini untuk
menimbulkan penyakit bergantung pada kemampuannya melawan fagositosis
(Lay and Sugyo, 1992 dalam Yusman, 2006).
Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada kulit, saluran nafas, saluran
pencemaran, udara, makanan, air dan pakaian yang terkontaminasi. Bakteri ini
mudah tumbuh pada kulit yang mengalami radang, kulit yang tergores yang
mengarah pada infeksi dan proses-proses bernanah lainnya, pada saluran
pernapasan dapat menyebabkan pneumonia. Selain itu juga menyebabkan infeksi
intraabdomen yang dapat timbul karena komplikasi pascabedah, infeksi traktus
urinarius, infeksi traktus genetalia pada wanita (Sriwiyani, 2012).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang mengandung
asam teikoat, merupakan polimer bersifat asam yang mengandung ribitol fosfat
atau gliserol fosfat. Asam teikoat ini bermuatan negatif, sehingga menyebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
muatan negatif pada permukaan sel bakteri Staphylococcus aureus (Lay and
Sugyo, 1992 dalam Yusman, 2006). Gambar 4 menunjukkan struktur dari dinding
sel bakteri gram positif.
Gambar 4. Dinding sel bakteri gram positif (Hasan, 2011 dalam Amrulia, 2012).
Dinding sel bakteri gram positif mengandung banyak lapis peptidoglikan
membentuk struktur yang tebal dan kaku, serta mengandung asam teikoat yang
terdiri dari alkohol dan fosfat sehingga sel bakteri cenderung bermuatan negatif
dan memiliki gugus hidrofilik. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung satu
atau beberapa lapis peptidoglikan dan membran luar. Peptidoglikan terikat pada
lipoprotein pada membran luar. Selain itu, terdapat daerah periplasma yaitu
daerah yang yang terdapat diantara plasma membran dan membran luar. Dinding
sel bakteri gram negatif tidak mengandung asam teikoat dan hanya mengandung
sejumlah kecil peptidoglikan sehingga dinding sel gram negatif relatif tidak kaku
dan relatif lebih tahan terhadap kerusakan mekanis (Pratiwi, 2005 dalam
Sriwiyani, 2012).
5. Aktivitas Kain Antibakteri
Bahan antibakteri dapat digunakan pada kain dengan berbagai cara, seperti
teknik penguapan, penambahan bahan pengisi secara kering, pelapisan,
penyemprotan, dan teknik pembusaan. Ramachandran (2003) dalam Purnawan
(2008) merekomendasikan beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai
bahan antibakteri pada kain, yaitu :
a. Oksidator, seperti aldehida dan halogen yang dapat menyerang membran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
sel.
b. Koagulan.
c. Produk triklosan yang berfungsi sebagai disinfektan.
d. Senyawa ammonium kuarterner, amina dan glukoprotamin yang
menunjukkan sifat polikationik.
e. Senyawa kompleks logam (Cd, Ag, dan Cu).
f. Kitosan sebagai bahan antibakteri alami.
Aktivitas antibakteri dapat melalui cara membunuh mikroorganisme
(bakteriosidal) dan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
(bakteriostatik) dengan jalan menghancurkan atau menganggu dinding sel,
menghambat sintesis dinding sel, menghambat sintesis protein dan asam nukleat,
merusak DNA, denaturasi protein, dan menghambat aktivitas enzim.
6. Metode Sol-gel
Metode sol-gel merupakan metode yang telah banyak digunakan untuk
persiapan material hybrid organik-anorganik (Fabbri et al., 2006; Shang et al.,
2005; Xiong et al., 2004 dalam Tao, 2007), material optik non linear (Hsiue, 1994
dalam Tao, 2007), dan material mesomorphous (Wei, 1999 dalam Tao, 2007).
Reaksi kimia pada metode sol-gel didasarkan pada hidrolisis dan polikondensasi
logam alkoksi M(OR)x dimana M = Si, Ti, Sn, Al, Mo, V, W, Ce, dan lain
sebagainya. Urutan kereaktifannya biasanya adalah Si(OR)4≤ Sn(OR)4
=Ti(OR)4<Zr(OR)4 =Ce(OR)4 (Novak, 1993 dalam Yugui, 2006).
Proses sol-gel telah digunakan dalam industri tekstil untuk menghilangkan
air, hydrophilic, hydrophobic, antistatic, antibacterial dan aplikasi UV-resistant.
Ada dua tipe sol-gel untuk sistem aktivitas antimikroba, yaitu :
a. Photoactive titania dilapisi dengan modifikasi anatase.
b. Sol-gel dilapisi dengan logam colloid atau komponen logam (khususnya
perak) (Seventekin, 2011).
Pada proses sol-gel, suspensi koloid atau sol dibentuk dengan reaksi
hidrolisis dan polimerisasi dari prekursor, pada akhir polimerisasi dan saat
penghilangan pelarut pada bentuk transisi dari liquid sol ke fasa solid gel. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dapat digunakan untuk produksi lapis tipis/film pada tekstil menggunakan dip-
coatings (Gupta et al., 2008).
B. Kerangka Pemikiran
Pada proses pelapisan dilakukan variasi urutan pencelupan yang akan
mempengaruhi besar kecilnya aktivitas antibakteri. Kitosan/Ag memiliki ukuran
partikel yang lebih besar dari Ag. Komposit kitosan/Ag ini berfungsi sebagai
pijakan Ag agar Ag menempel lebih kuat dan lebih tahan lama pada kain kasa.
Komposit TiO2/Ag pada kondisi tanpa penyinaran UV aktifitas fotokatalisnya
kecil. Pada kondisi tersebut TiO2/Ag akan dominan menjadi tempat untuk Ag.
Sehingga Ag yang tidak dipegang oleh kitosan/Ag dapat dipegang oleh TiO2/Ag
dan sama halnya dengan pada kitosan/Ag, Ag akan lebih kuat menempel pada
kain kasa dan lebih tahan lama. Sehingga kain kasa terlapisi dengan proses
terakhir dicelupkan pada Ag akan memiliki aktivitas antibakteri paling besar.
Komposit TiO2/Ag terdiri dari dua bentuk yaitu amorf dan kristalin.
TiO2/Ag kristalin anatase bentuk kristalnya lebih teratur sehingga mengakibatkan
interaksi antara gugus aktif senyawa tersebut dengan bakteri semakin tinggi
daripada TiO2/Ag amorf.
Kain kasa yang terlapisi kitosan/Ag, TiO2/Ag, Ag sebelum pencucian
memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi daripada setelah pencucian.
Karena pada proses pencucian komposit-komposit yang melapisi kain kasa
tersebut akan rontok sehingga agen antibakterinya semakin sedikit.
C. Hipotesis
1. Perbedaan urutan pelapisan dapat mempengaruhi perbedaan aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Kain kasa terlapisi
dengan proses terakhir dicelupkan pada Ag akan memiliki aktivitas
antibakteri paling besar.
2. Perbedaan kristalinitas TiO2/Ag dapat mempengaruhi perbedaan aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Kristal TiO2/Ag anatase
memiliki aktivitas antibakteri lebih tinggi daripada amorf.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
3. Pencucian kain yang telah terlapisi kitosan/Ag, TiO2/Ag, Ag berpengaruh
terhadap aktivitas antibakteri pada bakteri Staphylococcus aureus. Aktivitas
antibakteri kain kasa terlapisi sebelum pencucian lebih tinggi dibandingkan
dengan setelah pencucian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
Penelitian tentang proses pelapisan kitosan/Ag, TiO2/Ag, Ag dan
pencucian pada kain kasa terhadap aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus ini
menggunakan metode eksperimen laboratorium. Karakterisasi kitosan/Ag,
TiO2/Ag, Ag dilakukan dengan FTIR dan XRD, karakterisasi kain kasa yang telah
terlapisi kitosan/Ag, TiO2/Ag, Ag dilakukan dengan XRD. Proses pelapisan
dilakukan dengan memvariasi urutan pelapisan terhadap komposit kitosan/Ag,
TiO2/Ag, dan Ag. Pencucian dilakukan menggunakan surfaktan Tween-80.
Sedangkan uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dengan pengukuran densitas optikalnya (OD).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jurusan Kimia FMIPA UNS,
Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA UNS, Lab Pusat MIPA UNS dan
Laboratorium kimia analitik FMIPA UGM. Waktu penelitian dari bulan April
2012 – Januari 2013.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Peralatan laboratorium yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : Spektrofotometer infra merah (FTIR, IR Prestige Shimadzu 8201
PC), spektrofotometer UV-Vis double beam (Perkin Elmer Lambda 25),
spektroskopi difraksi sinar-X (XRD Bruker D8 Advance), autoclave (Tomy ES-
315), ultrasonic vibrator ( Bandelin Sonorec Digitec DT 100H), rotary Incubator
(Infors HT Ecotron), biosafety Laminer Air Flow (ESCO Class II BSC), oven
(ESCO Isotherm), timbangan analit (AND GF-300), hotplate, stirrer, alat – alat
gelas, mikropipet, yellow tip, blue tip dan jarum ose.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2. Bahan
Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kain kasa,
kitosan/Ag DD 95,15% (Samiyatun), titanium-IV tetraisopropoksida 97% (TTiP,
AR grade; Aldrich), asam asetat 100% (CH3COOH, Merck), AgNO3, ammonium
hidorksida 25% (AR grade; Merck), etanol emsure 96% (Merck), metanol emsure
(Merck), asam akrilat (Merck), surfaktan tween 80 n-nonionik, akuades steril,
bakteri Staphylococcus aureus atcc 25923, media tripthone soya broth (TSB,
Sigma Aldrich. 30 g/L), nutrient agar (NA, Sigma Aldrich. 28 g/L), spirtus, kapas,
kertas saring, karet, dan alumunium foil.
D. Prosedur Penelitian
1. Sintesis Perak Klorida
Asam klorida (HCl) 37% ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam
larutan perak nitrat 0,4 M sampai semua terbentuk endapan putih. Endapan yang
terbentuk kemudian disaring dan dicuci dengan akuades hingga bebas nitrat.
Pengujian bebas nitrat dilakukan dengan penambahan reagen FeSO4 pada filtrat.
Endapan dikeringkan pada suhu 70 oC selama 5 jam. Padatan perak klorida
(AgCl) yang terbentuk kemudian dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer
IR dan XRD.
2. Sintesis Diamminesilver
Diamminesilver diperoleh dari pelarutan 1 gram AgCl dalam ammonium
hidroksida (NH4OH) 25% 100 mL. Ammonium hidroksida ditambahkan secara
sedikit demi sedikit hingga semua endapan larut. Diamminsilver yang terbentuk
memiliki persen berat per volume sebesar 1%. Larutan diamminsilver yang
diperoleh dikeringkan pada suhu 80 oC selama kurang lebih 6 jam dan
dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer IR dan XRD (Kedziora et al.,
2012).
3. Sintesis TiO2
TiO2 diperoleh dari sintesis menggunakan prekursor Titanium (IV)-
tetraisopropoksida (TTiP). Sebanyak 35 mL asam asetat ditambahkan pada 91 mL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
etanol secara tetes demi tetes sambil diaduk selama 10 menit. Tahap selanjutnya
tambahkan 20 mL TTiP dan diaduk selama 2 jam. Campuran disentifuge dengan
kecepatan 2000 rpm selama 40 menit. Gel yang terbentuk dicuci dengan metanol
dan akuades, setelah itu dikeringkan pada suhu 80 oC selama 5 jam. Pembentukan
kristal dilakukan dengan kalsinasi pada suhu 400 oC selama 2 jam. Kristal yang
terbentuk dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer IR dan XRD (Gupta et
al., 2008; Kedziora et al., 2012).
4. Sintesis TiO2/Ag Sol-gel
Satu milliliter asam asetat ditambahkan pada 17,5 mL etanol secara tetes
demi tetes sambil diaduk selama 10 menit. Tambahkan 1 mL TTiP ke dalam
larutan tersebut dan diaduk selama 1 jam. Setelah itu tambahkan 3,5 mL
diamminesilver 1% dengan tetap diaduk hingga bentuk gel. Campuran
disentrifuge pada 2000 rpm selama 40 menit. Sisa pelarut dibuang sedangkan
gelnya dicuci dengan akuades serta metanol. Gel dilarutkan dalam akuades hingga
volumenya mencapai 100 mL dan siap dilapiskan pada kain. Untuk
karakterisasinya, gel dikeringkan pada suhu 80 oC selama 5 jam, padatan yang
terbentuk dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer IR dan XRD (Gupta et
al., 2008; Kedziora et al., 2012).
5. Sintesis TiO2/Ag Kristalin
Lima milliliter asam asetat ditambahkan pada 100 mL etanol secara tetes
demi tetes sambil diaduk selama 10 menit. Tambahkan 6 mL TTiP ke dalam
larutan tersebut dan diaduk selama 1 jam. Setelah itu tambahkan 5 mL
diamminesilver 1% dengan tetap diaduk hingga terbentuk gel. Campuran
disentrifuge pada 2000 rpm selama 40 menit. Sisa pelarut dibuang sedangkan
gelnya dicuci dengan akuades serta metanol. Gel dikeringkan pada suhu 80 oC
selama kurang lebih 5 jam. Pembentukan Kristal dilakukan dengan kalsinasi pada
suhu 400 oC selama 2 jam. Kristal yang terbentuk dikarakterisasi menggunakan
spektrofotometer IR dan XRD (Gupta et al., 2008; Kedziora et al., 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
6. Pembuatan Emulsi Kristal TiO2/Ag
Emulsi kristal dibuat dengan cara mencampurkan 1 gram kristal TiO2/Ag
dengan 97,5 mL akuades, 0,6 mL tween-80 sebagai surfaktan, dan 1 mL asam
akrilat yang disonikasi selama 30 menit. Kemudian diaduk selama 1 jam hingga
terbentuk emulsi TiO2/Ag (Gupta et al., 2008).
7. Proses Pelapisan Kain Kasa
Sebelum dilakukan pelapisan, kain kasa dengan ukuran 6 x 8 cm2
dikeringkan terlebih dahulu menggunakan strika pada suhu kurang lebih 100 oC
selama 1 menit. Kain kasa dicelupkan ke dalam 3 larutan yaitu : diamminesilver
sebagai agen Ag, TiO2/Ag, dan kitosan/Ag dengan variasi pencelupan sebagai
berikut :
Tabel 1. Variasi proses pencelupan
No Kode Urutan pencelupan
1 P Kasa tanpa perlakuan
2 A Kasa + Diamminesilver
3 K Kasa + Kitosan/Ag
4 KK Kasa + TiO2/Ag kristalin
5 G Kasa + TiO2/Ag gel
6 G1
Kasa
TiO2/Ag gel Kitosan/Ag Diamminesilver
7 G2 Kitosan/Ag TiO2/Ag gel Diamminesilver
8 G3 Diamminesilver Kitosan/Ag TiO2/Ag gel
9 G4 Kitosan/Ag Diamminesilver TiO2/Ag gel
10 G5 TiO2/Ag gel Diamminesilver Kitosan/Ag
11 G6 Diamminesilver TiO2/Ag gel Kitosan/Ag
12 KK1 TiO2/Ag kristalin Kitosan/Ag Diamminesilver
13 KK2 Kitosan/Ag TiO2/Ag kristalin Diamminesilver
14 KK3 Diamminesilver Kitosan/Ag TiO2/Ag kristalin
15 KK4 Kitosan/Ag Diamminesilver TiO2/Ag kristalin
16 KK5 Diamminesilver TiO2/Ag kristalin Kitosan/Ag
17 KK6 TiO2/Ag kristalin Diamminesilver Kitosan/Ag
18 G2.C1 G2 1 kali pencucian
19 G2.C2 G2 2 kali pencucian
20 G2.C3 G2 3 kali pencucian
No Kode Urutan pencelupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
21 KK2.C1 KK2 1 kali pencucian
22 KK2.C2 KK2 2 kali pencucian
23 KK3.C3 KK2 3 kali pencucian
24 A.C1 A 1 kali pencucian
24 A.C2 A 2 kali pencucian
26 A.C3 A 3 kali pencucian
Setiap pencelupan dilakukan selama 5 menit, kemudian dilakukan pengeringan
pada suhu kamar. Kain yang telah terlapisi dan kering disetrika. Kain dengan
ukuran 2 x 2 cm2 dikarakterisasi dengan XRD.
8. Proses Pencucian
Kain kasa berukuran 6 x 8 cm2 yang telah terlapisi oleh kitosan/Ag-
TiO2/Ag-Ag dan memiliki daya hambat maksimum dari masing-masing
kristalinitas TiO2/Ag dicuci menggunakan 0,2% (v/v) surfaktan tween-80 dengan
alat ultrasonic vibrator selama 5 menit. Kain dibilas menggunakan aquades
dengan ultrasonic vibrator selama 5 menit kemudian dikeringkan pada suhu
kamar dan disetrika pada suhu kurang lebih 100 oC selama 1 menit. Pencucian
dilakukan sebanyak 3 kali (Purnawan, 2008; Pramitha, 2011).
9. Uji Aktivitas Antibakteri
Metode yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri adalah
pengukuran densitas optikal (OD) larutan bakteri. Media TSB 3% (b/v) sebanyak
25 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer steril. Kain steril berukuran 2,5 x 2,5
cm2 yang telah dilapisi dimasukkan ke masing-masing erlenmeyer tersebut.
Inokulum bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam
media sampel 25 mL dan diinkubasi pada suhu 37 °C dalam inkubator shaker
dengan kecepatan 100 rpm. Pengukuran absorbansi sampel dilakukan pada jam
ke-0, 3, 6, 9, 12 dan 24 menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 600 nm. Percobaan dilakukan secara duplo. Dari data tersebut,
dihitung prosentase daya hambat kain yang telah terlapisi terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Daya hambat (%) = %100)()A -A(
0
00t xAA
BB
t
t
.....................(3.1)
Dengan:
A0 = OD bakteri kontrol jam ke-nol
At = OD bakteri kontrol jam ke-t
B0 = OD bakteri sampel jam ke-nol
Bt = OD bakteri sampel jam ke-t (Purnawan, 2008)
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
1. Pengumpulan Data
Karakterisasi kristalinitas menggunakan X-Ray Diffraction untuk mengetahui
perubahan AgNO3 menjadi AgCl, AgCl menjadi diaminesilver, terbentuknya TiO2
dari TTiP, perubahan dari TiO2 menjadi gel dan kristal TiO2/Ag, kitosan/Ag, serta
kain kasa tanpa perlakuan dengan kain kasa terlapisi. Sistem kristal pada TiO2/Ag
diketahui berdasarkan spektra X-Ray Diffraction. Analisis menggunakan XRD
tersebut didapatkan data 2θ dan intensitas yang kemudian dibandingkan dengan 2θ
pada JCPDS maupun jurnal. Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer IR untuk mengetahui perubahan AgNO3, AgCl,
diamminesilver, terbentuknya TiO2 dan perubahannya menjadi sol-gel dan kristal
TiO2/Ag, serta kitosan/Ag. Aplikasi kain terlapisi sebagai kain antibakteri dilakukan
terhadap bakteri Staphylococcus aureus menggunakan spektrofotometer UV-Vis
didapatkan absorbansi (OD) masing-masing sampel pada tiap variasi waktu
kemudian dimasukkan pada rumus 3.1 untuk mengetahui % daya hambatnya.
2. Analisis Data
Pergeseran dan perubahan pola puncak dari analisis XRD menandakan
terjadinya perubahan d spacing (jarak antar bidang kristal) atau transformasi bentuk
dari kisi kristal yang menunjukkan terbentuknya senyawa baru. Perubahan AgNO3
menjadi AgCl ditandai dengan perubahan pola difraktogram dengan puncak
karakteristik AgCl berdasarkan data JCPDS nomer 85-1355 adalah pada 2θ : 27,98;
32,4; 46,4; 54,96; 57,6; 67,58; 74,54; 76,9; dan 85,78o. AgCl menjadi
diamminesilver ditandai dengan turunnya intensitas dari puncak-puncak utama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Terbentuknya TiO2 ditandai dengan puncak karakteristik TiO2 pada 2θ: 25,28;
37,96; 48; 54; dan 62,62o (Kanjwal et al., 2010), perubahan dari TiO2 menjadi
TiO2/Ag sol-gel dan kristal TiO2/Ag anatase dapat diketahui dari munculnya puncak
Ag pada 2θ: 27,84; 32,27; 46,25; 57,47; dan 76,76o. Puncak karakteristik
kitosan/Ag pada 2θ : 10o dan 20
o (Samiyatun, 2010). Perbedaan kain kasa tanpa
perlakuan dengan kain kasa terlapisi dilihat dari perubahan intensitas puncak pada 2θ:
15,22; 16,9; 21,4; 22,9; dan 34,58 (Purnawan, 2008). Difraktogram XRD
menunjukkan sistem kristal pada TiO2/Ag. Puncak yang melebar menunjukkan
kristalinitas yang rendah, sedangkan puncak yang meruncing tajam menunjukkan
kristalinitas yang lebih baik.
Karakteristik struktur dapat diketahui dari perubahan gugus fungsi
berdasarkan spektrofotometer IR. Serapan karakteristik AgNO3 berada pada bilangan
gelombang 823.6 cm-1
(Stuart, 2004)
dan 1382.96 cm-1
(Augustine and
Rajarathinam, 2012) yang menunjukkan serapan NO3-. Serapan AgCl berada pada
bilangan gelombang 651,94 dan 675,09 cm-1
yang merupakan serapan metal-
halogen stretching (Stuart, 2004). Serapan diamminesilver ditandai dengan serapan
pada daerah 3007,02 cm-1
yang merupakan serapan N-H bending dari –NH3+
(Silverstein, 2005). TiO2 diketahui dari adanya serapan pada bilangan gelombang
667 cm-1
hingga 468 cm-1
yang merupakan serapan TiO (Tao, et al., 2007).
Impregnasi dengan logam Ag membentuk TiO2/Ag sol-gel dan kristal TiO2/Ag
anatase menunjukkan pergeseran serapan Ti-OH stretching dari bilangan
gelombang 3435,22 cm-1
menjadi 3421,72 cm-1
. Serapan kitosan/Ag dapat
diketahui dari pada bilangan gelombang 3437,15 cm-1
(O-H stretching) yang
overlapping dengan serapan 3423,65 cm-1
(N-H stretching); 2875,86 cm-1
(C-H
stretching); 1654,92 cm-1
(C=O stretching (NHCOCH3)); 1598,99 cm-1
(N-H
amina (-NH2)); 1421,54 cm-1
(C-H bending); dan 663,51- 491,85 cm-1
(Ag-O).
Analisis sifat antibakteri kain yang telah terlapisi dilakukan terhadap bakteri
Staphylococcus aureus. Dari uji antibakteri ini akan diperoleh OD (absorbansi)
masing-masing sampel. Kain kasa terlapisi kitosan/Ag, TiO2/Ag, Ag yang
memiliki OD paling rendah, berarti memiliki daya hambat terhadap bakteri paling
besar. Untuk analisis data digunakan metode Anova satu faktor dengan uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
komparasi ganda Duncan guna menentukan ada tidaknya pengaruh masing-
masing variable proses pelapisan. Dari uji tersebut didapatkan data Fhitung yang
dibandingkan dengan Ftabel dan untuk mendapatkan proses pelapisan optium
dilihat dari data homogeny yang memiliki waktu kontak paling lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB IV
HASIL DATA DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis Diamminsilver
Diamminesilver adalah suatu ion komplek yang digunakan sebagai agen
Ag pada pelapisan kain kasa dan pendonor Ag pada komposit TiO2/Ag. Pada
proses sintesis diamminesilver terjadi dua tahap yaitu, tahap pertama membuat
perak klorida (AgCl) dan tahap kedua melarutkan AgCl dalam ammonia 25%
membentuk larutan komplek diamminesilver.
Pada tahap pertama, pembuatan AgCl dilakukan dengan mereaksikan
perak nitrat (AgNO3) 0,4 M dengan asam klorida (HCl) 37% sampai semua
terbentuk endapan putih. Pada tahap ini terjadi reaksi antara ion perak dan ion
klorida dengan reaksi sebagai berikut:
AgNO3(ag) + HCl(ag) AgCl(s) + HNO3(ag)
Endapan putih AgCl yang terbentuk kemudian dicuci dengan akuades
hingga bebas nitrat. Uji bebas nitrat dilakukan dengan penambahan reagen FeSO4
pada filtrat hasil pencucian. Penambahan reagen FeSO4 akan membentuk cincin
coklat apabila filtrat masih mengandung nitrat. Kemudian dilakukan pemanasan
pada suhu 70 oC selama 5 jam untuk proses pengeringan.
Tahap kedua adalah tahap pembentukan ion komplek diamminesilver.
Pada tahap ini dilakukan pelarutan padatan kering AgCl dalam ammonia 25%.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah :
AgCl(s) + 2NH3 [Ag(NH3)2]+ + Cl
-
Perubahan ikatan, senyawa, dan kristalinitas yang terjadi pada sintesis
diamminesilver ini dapat dianalisis melalui perubahan spektra IR dan
difraktogram sinar-X.
Analisis spektra IR disajikan pada Gambar 5. Secara kualitatif Gambar 5
menunjukkan adanya perubahan karakter spektra baik berupa perubahan
intensitas, lebar puncak, dan pergeseran bilangan gelombang puncak-puncak
tertentu. Gambar 5a merupakan spektra bahan awal, yaitu AgNO3. Pada Gambar
5a tersebut diketahui adanya serapan pada bilangan gelombang 823,6 cm-1
dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
1382,96 cm-1
yang merupakan serapan dari NO3- (Stuart, 2004). Pada Gambar 5b
(spektra AgCl) menunjukkan perbedaan spektra yang signifikan dari spektra
AgNO3 dan berkurangnya serapan NO3- pada bilangan gelombang 1382,96 cm
-1.
Terbentuknya AgCl juga ditandai dengan munculnya serapan baru pada bilangan
gelombang 651,94 dan 675,09 cm-1
yang merupakan serapan metal-halogen
stretching (Stuart, 2004). Pada Gambar 5c (spektra diamminesilver) menunjukkan
bilangan gelombang serapan –OH stretching mengalami pergeseran dari 3442,94
cm-1
menjadi 3435 cm-1
dan serapannya menjadi lebih kuat (strong). Pada Gambar
5c terlihat pula kemunculan serapan baru pada bilangan gelombang 1631,78 cm-1
yang merupakan serapan asimetris N-H bending –NH3+ (Silverstein, 2005).
Gambar 5. Spektra IR AgNO3 (a), AgCl (b), dan diamminesilver (c).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Gambar 6. Difraktogram AgNO3 (a), AgCl (b), dan diamminesilver (c)
Difraktogram AgNO3, AgCl, dan diamminesilver disajikan pada Gambar
6. Gambar 6a menunjukkan adanya puncak-puncak yang muncul pada sudut
difraksi 2θ tertentu yang menunjukkan hasil difraktogram AgNO3. Puncak-puncak
tersebut kemudian dibandingkan dengan JCPDS (Joint Commite Powder
Diffraction Standart) dan hasilnya puncak karakteristik dari AgNO3 berada pada
2θ: 17,82; 19,76; 21,88; 24,42; 28,4; 29,88; 32,41; 35,68; 39,62; 43,66; 53,86,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
56,22; 67,5; 79,54; dan 88,24o (JCPDS no. 84-0713), sedangkan puncak
karakteristik AgCl (Gambar 6b) yang dibandingkan dengan JCPDS adalah berada
pada 2θ: 27,98; 32,4; 46,4; 54,96; 57,66; 67,58; 74,54; 76,84; dan 85,78o (JCPDS
no. 85-1355). Perbedaan difraktogram pada Gambar 6a dan 6b menunjukkan
perbedaan kisi kristal dan kristalinitas AgNO3 dengan AgCl yang
mengindikasikan bahwa penambahan HCl telah mengubah AgNO3 menjadi AgCl.
Perubahan dari AgCl menjadi diamminesilver disajikan pada Gambar 6c.
Meskipun spektra IR antara keduanya jauh berbeda, namun difraktogramnya
memiliki kemiripan. Difraktogram diamminesilver memiliki puncak-puncak
utama yang sama dengan puncak-puncak utama AgCl, tetapi puncak-puncak
utama diamminesilver memiliki intensitas yang lebih kecil dari AgCl. Hal tersebut
dimungkinkan karena bentuk kristal dari diamminesilver tersebut sama dengan
bentuk kristal AgCl, sehingga penambahan ammonia kemungkinan tidak
mempengaruhi kisi kristalnya.
B. Sintesis TiO2/Ag
Komposit TiO2/Ag yang digunakan sebagai senyawa antibakteri yang
dilapiskan pada kain kasa adalah TiO2/Ag sol-gel dan kristal TiO2/Ag anatase.
Komposit TiO2/Ag ini disintesis dari prekursor titanium(IV) isopropoksida dan
diamminesilver. Sintesis dilakukan dengan metode sol-gel menggunakan asam
asetat sebagai agen penghidrolisisnya dan pelarut etanol pada suhu kamar. Pada
proses sol-gel, sol dibentuk dengan reaksi hidrolisis dan polimerisasi dari
prekursor, pada akhir polimerisasi dan saat penghilangan pelarut terjadi perubahan
dari liquid sol ke fasa solid gel. Penggunaan etanol berfungsi untuk mencegah
terjadinya aglomerasi partikel TiO2. Reaksi terbentuknya TiO2 dari titanium
isopropoksida dan etanol menurut Gupta, et al. (2008) adalah sebagai berikut:
Ti(O-iPr)4 + 4EtOH Ti(OEt)4 + 4PrOH
Ti(O-iPr)4 or Ti(OEt)4 + H2O Ti(OH)4 + 4PrOH or 4EtOH
Ti(OH)4 TiO2 + 2H2O
Selanjutnya, untuk membentuk TiO2/Ag dilakukan impregnasi Ag melalui
penambahan larutan diamminesilver pada sol TiO2. Komposit TiO2/Ag sol-gel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
yang terbentuk kemudian dipanaskan pada suhu 80 oC untuk pengeringan.
Pembentukan kristal TiO2/Ag anatase dilakukan dengan proses kalsinasi pada
suhu 400 oC (Kedziora et al., 2012). Selain itu, proses kalsinasi ini juga bertujuan
untuk menghilangkan sisa-sisa ammonia, asam asetat dan pengotor-pengotor
lainnya. Pada proses sintesis ini akan terjadi perubahan ikatan, senyawa, dan
kristalinitas. Perubahan tersebut dapat dianalisis melalui perubahan spektra IR dan
difraktogram sinar-X.
Gambar 7. Spektra IR TiO2 (a), TiO2/Ag sol-gel (b) dan TiO2/Ag anatase (c)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Analisis spektrofotometer IR disajikan pada Gambar 7. Berdasarkan
spektra TiO2 pada Gambar 7a diketahui adanya serapan pada bilangan gelombang
3435,22 cm-1
yang merupakan serapan -OH stretching dari Ti-OH. Serapan pada
bilangan gelombang 1637,56 cm-1
merupakan serapan –OH bending dari Ti-OH.
Serapan pada bilangan gelombang 667 cm-1
dan 468 cm-1
yang merupakan
serapan Ti-O (Tao, et al., 2007; Ayuningtyas, 2011; Amrulia, 2012; dan Stuart,
2004).
Perubahan dari TiO2 menjadi TiO2/Ag sol-gel dapat diketahui dari Gambar
7b. Impregnasi dengan logam Ag melalui penambahan larutan diamminesilver
menunjukkan perubahan pergeseran pada serapan Ti-OH menuju bilangan
gelombang yang lebih kecil yaitu dari 3435,22 cm-1
menjadi 3421,72 cm-1
dan
dari 1637,56 cm-1
menjadi 1610,56 cm-1
. Serapan logam Ag ditunjukkan pada
daerah antara 661-410 cm-1
overlaping dengan serapan karakteristik TiO. Pada
spektra TiO2/Ag sol-gel masih terdapat daerah serapan yang menunjukkan serapan
asam karboksilat dari asam asetat, yaitu pada serapan 1400,32 cm-1
yang
merupakan serapan O-H bending asam karboksilat dan serapan 1313,52 cm-1
yang
merupakan serapan C-O stretching dari asam asetat. Selain itu, muncul serapan
pada bilangan gelombang 3134,33 cm-1
yang merupakan serapan N-H stretching
ion ammonium (Silverstein, 2005).
Perubahan dari TiO2/Ag sol-gel menjadi kristal TiO2/Ag anatase terjadi
setelah proses kalsinasi pada suhu 400 oC. Berdasarkan spektra IR kristal TiO2/Ag
anatase pada Gambar 7c menunjukkan hilangnya serapan N-H stretching amina
sekunder pada bilangan gelombang 3134 cm-1
dan N-H stretching ion ammonium
pada 3134,33 cm-1
serta serapan asam asetat (1400,32 dan 1313,52 cm-1
). Hal
tersebut menunjukkan bahwa proses kalsinasi telah menghilangkan senyawa-
senyawa pengotor khususnya ammonia dan asam asetat. Serapan TiO2/Ag anatase
diketahui berada pada bilangan gelombang 3425,58 cm-1
yang menunjukkan
serapan -OH stretching Ti-OH, pada 1631,78 cm-1
yang menunjukkan -OH
bending Ti-OH dan serapan pada bilangan gelombang 673-430 cm-1
yang
merupakan serapan TiO overlapping dengan Ag (Stuart, 2004; Tao et al., 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Perubahan difraktogram sinar-X dari TiO2 menjadi TiO2/Ag sol-gel dan
kristal TiO2/Ag anatase disajikan pada Gambar 8. Gambar 8a menunjukkan
adanya puncak-puncak yang muncul pada sudut difraksi 2θ tertentu yang
menunjukkan hasil difraktogram kristal TiO2 anatase. Puncak tersebut berada
pada 2θ: 25,28; 37,96; 48; 54,96; 62,62; dan 75,38o (Kanjwal, et al., 2010). Pada
difraktogram TiO2/Ag sol-gel (Gambar 8b) menunjukkan bahwa komposit
tersebut berbentuk amorf karena puncak-puncak yang terbentuk melebar (broad).
Impregnasi Ag dari diamminesilver ditunjukkan oleh adanya puncak-puncak
tajam pada 2θ: 27,84; 32,27; 46,25; 57,47; dan 76,76o. Kalsinasi pada suhu 400
oC
telah mengubah TiO2/Ag sol-gel menjadi kristal TiO2/Ag anatase (Gambar 8c).
Perubahan kristalinitas tersebut ditunjukkan oleh adanya puncak-puncak kristal
TiO2 anatase pada 2θ: 25,41; 37,90; 47,96; 54,93; 62,50; 68,74; 75,10o.
simbol A : TiO2 anatase
Gambar 8. Difraktogram TiO2 (a), TiO2/Ag sol-gel (b) dan TiO2/Ag anatase (c)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
C. Karakterisasi Komposit Kitosan/Ag
Komposit kitosan/Ag DD 95,15% hasil penelitian Samiyatun (2010) yang
akan dilapiskan pada kain kasa terlebih dahulu dianalisis menggunakan
spektrofotometer IR dan XRD. Hasil analisis menggunakan spektrofotometer IR
disajikan pada Gambar 9. Spektra IR pada Gambar 9 menunjukkan adanya
serapan pada bilangan gelombang 3437,15 cm-1
yang merupakan serapan O-H
stretching yang overlapping dengan serapan N-H stretching pada bilangan
gelombang 3423,65 cm-1
. Serapan pada bilangan gelombang 2875,86 cm-1
merupakan serapan C-H stretching; 1654,92 cm-1
merupakan serapan C=O
stretching (NHCOCH3); 1598,99 cm-1
merupakan serapan N-H amina (-NH2);
1421,54 cm-1
merupakan serapan C-H bending; 1089 cm-1
, 1153 cm-1
, dan 1253
cm-1
menunjukkan serapan C-O stretching, dan serapan pada bilangan gelombang
663,51- 491,85 cm-1
merupakan serapan Ag-O (Tripathi et al., 2010 dan
Samiyatun, 2010).
Gambar 9. Spektra IR kitosan/Ag
Difraktogram hasil analisis menggunakan XRD ditunjukkan pada Gambar
10. Puncak utama kitosan berada pada 2θ sekitar 20o dan 10
o. Puncak tajam pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
sekitar 2θ tersebut menunjukkan bahwa kitosan/Ag memiliki keteraturan bidang
kristal. Dari spektra IR dan difraktogram sinar-X tersebut dapat diketahui bahwa
komposit yang tersedia sesuai dengan hasil penelitian Samiyatun (2010).
Gambar 10. Difraktogram kitosan/Ag
D. Pelapisan pada Kain Kasa
Proses pelapisan dilakukan dengan metode dip-coating karena pada
metode ini tidak diperlukan penggunaan agen pengikat dan dapat digunakan untuk
skala besar (Song et al., 2006). Metode dip-coating terbagi menjadi 4 tahap, yaitu:
immersion, deposition, drainage, dan evaporation. Immersion adalah proses
pencelupan kain kasa kedalam larutan. Deposition adalah proses pengangkatan
kain kasa yang telah dicelupkan. Drainage adalah proses penirisan dan
evaporation adalah proses penguapan pelarut. Antara proses drainage dan
evaporation terdapat proses squeezing, yaitu proses pemerasan.
Sebelum dilakukan proses pelapisan kain kasa berukuran 6 x 8 cm2
disetrika terlebih dahulu pada suhu kurang lebih 100 oC selama 1 menit untuk
sterilisasi. Kemudian dilakukan proses pelapisan yang diawali dengan tahap
immersion, yaitu mencelupkan kain kasa steril ke dalam 3 larutan
(diamminesilver, TiO2/Ag, dan kitosan/Ag) dengan variasi proses seperti pada
Tabel 1. Setelah 5 menit perendaman, kain kasa diangkat (tahap deposition) dan
ditiriskan (tahap drainage) hingga terlihat kering dan dapat disetrika. Selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
kain kasa disetrika (squeezing) pada suhu kurang lebih 100 oC. Selain untuk
mempercepat pengeringan pada tahap evaporation, squeezing juga berfungsi
untuk memampatkan senyawa yang dilapiskan pada kain kasa. Tahap terakhir
adalah tahap evaporation, yaitu penguapan pelarut hingga kain kasa kering.
Perubahan kristalinitas kain kasa setelah proses pelapisan dapat diketahui
dari difraktogram sinar-X. Difraktogram kain kasa sebelum dan setelah terlapisi
disajikan pada Gambar 11. Difraktogram kain kasa (Gambar 11a) memiliki
puncak pada 2θ: 15,22; 16,90; 21,08; 22,90; dan 34,58o (Purnawan, 2008).
Pola difraktogram kain kasa terlapisi Ag (A) disajikan pada Gambar 11b.
Pada difraktogram tersebut intensitas puncak-puncak utama kain kasa meningkat
dan mengalami pergeseran 2θ ke kiri. Selain itu juga munculnya puncak-puncak
baru pada 2θ: 28,72; 32,76; 45,96; dan 57,98o. Berdasarkan hal tersebut, dapat
diketahui bahwa kristalinitas kain kasa meningkat dengan penambahan Ag. Pada
pelapisan G2 (Gambar 11c) terjadi pergeseran posisi pada 2θ kekanan dan
intensitasnya mengalami penurunan dibandingkan dengan intensitas kain kasa
tanpa perlakuan. Penurunan intensitas ini disebabkan karena TiO2/Ag yang
dilapiskan pada G2 bersifat berupa TiO2/Ag sol-gel yang bersifat amorf. Selain itu
diketahui terbentuk 3 puncak baru yang merupakan puncak dari Ag
diamminesilver. Sedangkan pada pelapisan KK2 (Gambar 11d) diketahui
munculnya puncak baru pada 2θ: 25,28o yang merupakan puncak dari TiO2
anatase. Kristalinitas kain kasa pada pelapisan KK2 ini pun meningkat ditandai
dengan penambahan intensitas difraktogram yang terbentuk. Berdasarkan uraian
tersebut di atas menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara kain kasa dengan
komposit yang dilapiskan.
Pada difraktogram yang disajikan pada Gambar 11, tidak terlihat adanya
puncak-puncak utama dari kitosan/Ag. Hal ini dimungkinkan karena adanya
kemiripan struktur antara kain kasa (selulosa) dengan kitosan/Ag yang
memungkinkan adanya kesamaan pola kristal, pola difraksi sinar-X, dan tumpang
tindih pola difraksi sehingga puncak-puncak utamanya tidaklah tampak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 11. Difraktogram kain kasa tanpa perlakuan (a), terlapisi Ag (b), terlapisi
G2 (c), dan terlapisi KK2 (d).
Untuk mengetahui besarnya pergeseran pada 2θ baik ke kanan maupun
kekiri dan perubahan intensitas difraktogram pada Gambar 11 disajikan tabel
karakteristik kain kasa pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui lebih
jelas bahwa puncak-puncak kain kasa yang terlapisi A mengalami pergeseran
kekiri pada posisi 2θ jika dibandingkan dengan kain kasa tanpa perlakuan.
Sedangkan kain kasa yang terlapisi G2 dan KK2 mengalami pergeseran ke kanan
pada posisi 2θ jika dibandingkan dengan kain kasa tanpa perlakuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tabel 2. Puncak-puncak utama difraktogram kain kasa
kain
kasa
(2θ)
Kain kasa sampel A G2 KK2
2θ I 2θ I 2θ I 2θ I
14,9 15,22 560 14,78 700 15,5 518 15,48 620
16,6 16,9 534 - - - - - -
20,6 21,08 504 20,74 662 21,0 442 20,84 542
22,8 22,9 662 23,16 996 23,26 622 22,94 766
- - - - - - - 25,28 478
- - - 28,72 390 28,18 360 28,04 438
34,4 34,58 238 32,76 572 32,52 302 32,52 286
- - - 45,96 374 46,56 262 - -
- - - 57,98 200 - - - -
E. Aktivitas Antibakteri Kain Kasa Sebelum Pencucian
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang mengandung
lapisan peptidoglikan yang tebal. Selain itu Staphylococcus aureus juga
mengandung asam teikoat yang mengandung ribitol fosfat atau gliserol fosfat.
Asam teikoat ini bermuatan negatif, sehingga menyebabkan muatan negatif pada
permukaan sel bakteri Staphylococcus aureus (Lay dan Sugyo, 1992 dalam
Yusman, 2006 ). Gugus yang bermuatan negatif inilah yang akan berinteraksi
dengan senyawa antibakteri.
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan pengukuran OD menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada λ 600 nm. Hasil OD yang didapatkan kemudian
dimasukkan ke dalam rumus 3.1 untuk mengetahui besarnya daya hambat masing-
masing sampel terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri pada media cair
yang mengalami pertumbuhan akan menyebabkan larutan tersebut menjadi
semakin keruh dan meningkatkan nilai OD sehingga daya hambat dapat diketahui
dari pengukuran OD. Larutan bakteri yang memiliki OD paling kecil akan
memiliki aktivitas antibakteri paling besar (Au et al., 2012). Besarnya daya
hambat kain kasa terlapisi kitosan/Ag, TiO2/Ag sol-gel, Ag (G1-6) disajikan pada
Gambar 12 dan kain kasa terlapisi kitosan/Ag, kristal TiO2/Ag anatase, Ag (KK1-
6) disajikan pada Gambar 13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
G1: TiO2/Ag sol-gel kitosan/Ag Ag; G2: kitosan/Ag TiO2/Ag sol-gel Ag; G3: Ag kitosan/Ag
TiO2/Ag sol-gel; G4: kitosan/Ag Ag TiO2/Ag sol-gel; G5: TiO2/Ag sol-gel Ag kitosan/Ag; G6:
Ag TiO2/Ag sol-gel kitosan/Ag.
Gambar 12. Daya hambat kain kasa terlapisi kitosan/Ag, TiO2/Ag sol-gel, Ag.
KK1: TiO2/Ag anatase kitosan/Ag Ag; KK2: kitosan/Ag TiO2/Ag anatase Ag; KK3: Ag
kitosan/Ag TiO2/Ag anatase; KK4: kitosan/Ag Ag TiO2/Ag anatase; KK5: Ag TiO2/Ag anatase
kitosan/Ag; KK6: TiO2/Ag anatase Ag kitosan/Ag.
Gambar 13. Daya hambat kain kasa terlapisi kitosan/Ag, kristal TiO2/Ag anatase,
Ag.
Pengujian hipotesis pengaruh proses pelapisan terhadap perbedaan
aktivitas antibakteri dan kain kasa yang terlapisi dengan proses terakhir
dicelupkan pada Ag akan memiliki aktivitas antibakteri paling besar dilakukan
dengan analisis varian. Hasil analisis disajikan pada Lampiran 6.
-20
0
20
40
60
80
100
120
G1 G2 G3 G4 G5 G6
% D
aya
ham
bat
jam ke-3
jam ke-6
jam ke-9
jam ke-12
jam ke-24
-30
-10
10
30
50
70
90
110
KK1 KK2 KK3 KK4 KK5 KK6
% D
aya
ham
bat
jam ke-3
jam ke-6
jam ke-9
jam ke-12
jam ke-24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Berdasarkan hasil analisis varian terhadap sampel G1-6 pada taraf
kepercayaan 95% dengan derajat bebas 29 dan jumlah sampel 30 diperoleh nilai
Fhitung = 96,16. Sedangkan hasil analisis varian terhadap sampel KK1-6 pada taraf
kepercayaan 95% dengan derajat bebas 29 dan jumlah sampel 30 diperoleh nilai
Fhitung = 69,55. Kondisi Fhitung G1-6 dan KK1-6 > Ftabel(29,30) (1,84) atau nilai
signifikansi 0,00 lebih kecil dari 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh
proses pelapisan (urutan pencelupan) dan waktu kontak terhadap daya hambat
terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Uji lanjut untuk menentukan proses pelapisan optimum dilakukan dengan
uji komparasi ganda model Duncan. Hasil uji lanjut dengan model Duncan
disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil uji terhadap sampel G1-6 diketahui
sampel G2, G3, G4 pada waktu kontak 6 dan 9 jam tidak berbeda. Namun pada
sampel G2 waktu kontak 12 jam memiliki daya hambat lebih besar dari G3 dan
G4 yaitu sebesar 98,15%. Hasil uji terhadap sampel KK1-6 diketahui bahwa
sampel KK1 dan KK2 pada waktu kontak 6, 9, 12, dan 24 jam tidak berbeda.
Namun pada waktu kontak 3 jam KK1 dan KK2 daya hambatnya berbeda. Daya
hambat KK1 pada waktu kontak 3 jam telah mencapai 92,98%. Sehingga proses
pelapisan optimum ditunjukkan pada G2 dan KK2.
Urutan pelapisan G2 dan KK2 adalah kitosan/Ag-TiO2/Ag-Ag. Pada
pelapisan ini kitosan/Ag akan berinteraksi dengan kain kasa dan berfungsi sebagai
pijakan Ag. Komposit TiO2/Ag akan berinteraksi pada sisi aktif kain kasa yang
tidak berinteraksi dengan kitosan/Ag dan atau berinteraksi pada sisi aktif
kitosan/Ag selain ammonium kwartenernya. Pelapisan Ag pada proses terakhir
akan mengisi sisa-sisa ruang kosong yang terbentuk dari pelapisan sebelumnya
dan atau berinteraksi dengan kitosan/Ag dan TiO2/Ag. Sehingga Ag lebih kuat
menempel, lebih tahan lama, dan stabil. Senyawa Ag akan berinteraksi dengan
gugus sulfidril pada bakteri sehingga menghambat proses respirasi bakteri yang
mengakibatkan kematian sel bakteri. Akibatnya daya hambat bakterinya menjadi
besar.
Pelapisan KK3 dan KK4 adalah pelapisan yang proses terakhir dicelupkan
pada kristal TiO2/Ag anatase. Pada kedua pelapisan tersebut setelah jam ke 6 daya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
hambatnya menjadi sangat kecil. Secara umum hal ini dimungkinkan karena
rongga/pori yang terbentuk pada kristal anatase yang menjadi media pertumbuhan
dari bakteri sehingga sifat antibakterinya menjadi sangat kecil.
Pelapisan G5 dan G6 memiliki daya hambat dibawah 20%. Pelapisan KK5
dan KK6 memiliki daya hambat di bawah 20% mulai waktu kontak 6 jam. Hal ini
kemungkinan karena keberadaan kitosan/Ag pada lapisan paling luar
mengakibatkan TiO2/Ag dan Ag terselimuti oleh kitosan/Ag sehingga potensi
antibakterinya menjadi terhambat sehingga mekanisme antibakterinya hanya
berasal dari kitosan/Ag saja. Terjadi kompetisi pada kitosan dalam hal
menghambat dan mempercepat pertumbuhan bakteri karena nitrogen pada kitosan
dapat berfungsi sebagai inhibitor sekaligus sumber makanan bakteri (Purnawan,
2008).
Untuk mengetahui kelebihan kain kasa yang dilapisi tiga senyawa
antibakteri dibandingkan dengan penggunaan satu senyawa/komposit saja
disajikan pula hasil pengujian daya hambat terhadap masing-masing senyawa.
Daya hambat terhadap kain kasa dengan pelapisan menggunakan masing-masing
senyawa disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Daya hambat kain kasa terlapisi kitosan/Ag (K), TiO2/Ag sol-gel (G),
kristal TiO2/Ag anatase (KK), dan Ag (A).
Berdasarkan Gambar 16 tersebut rata-rata daya hambat pelapisan K, G,
dan KK masih rendah. Pada kain kasa terlapisi Ag (A) daya hambatnya dapat
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
A K G KK
% D
aya
ham
bat
jam ke-3
jam ke-6
jam ke-9
jam ke-12
jam ke-24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
mencapai 93% pada waktu kontak 9 jam, namun kelemahannya setelah proses
pencucian yang disajikan pada Gambar 18 daya hambatnya menjadi sangat kecil.
F. Pengaruh Kristalinitas TiO2/Ag terhadap Sifat Antibakteri
Pengaruh kristalinitas TiO2/Ag terhadap sifat antibakterinya diketahui
dengan membandingkan daya hambat G2 dan KK2 yang disajikan pada Gambar
15. Berdasarkan Gambar 15 diketahui bahwa daya hambat KK2 rata-rata berada
di atas 90%. Sehingga diperlukan uji statistik untuk pengujian hipotesis pengaruh
perbedaan kristalinitas komposit TiO2/Ag terhadap perbedaan aktivitas antibakteri
dan komposit TiO2/Ag anatase daya hambatnya lebih tinggi daripada amorf
dilakukan. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan analisis varian. Hasil
analisis disajikan pada Lampiran 6.
Gambar 15. Perbandingan daya hambat kitosan/AgTiO2/Ag sol-gel Ag (G2)
dan kitosan/AgTiO2/Ag anataseAg (KK2).
Berdasarkan hasil analisis varian terhadap sampel G2 dan KK2 pada taraf
kepercayaan 95% dengan derajat bebas 9 dan jumlah sampel 10 diperoleh nilai
Fhitung = 8,93. Kondisi Fhitung > Ftabel(9,10) (3,02) atau nilai signifikansi 0,00 lebih
kecil dari 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh proses pencelupan G2
dan KK2 terhadap daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Uji lanjut untuk menentukan proses pelapisan yang lebih baik antara G2
dan KK2 dilakukan dengan uji koparasi ganda model Duncan. Hasil uji lanjut
0
20
40
60
80
100
120
jam ke-3 jam ke-6 jam ke-9 jam ke-12 jam ke-24
% D
aya
ham
bat
G2
KK2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dengan model Duncan disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil uji diketahui
bahwa KK2 waktu kontak 6, 9, 12, dan 24 jam dengan G2 waktu kontak 9 dan 12
jam tidak berbeda. Namun berdasarkan lamanya waktu kontak sampel KK2
memiliki daya hambat yang lebih baik dari G2 karena pada waktu kontak 24 jam
KK2 masih memiliki daya hambat sebesar 96,81% sedangkan G2 hanya 75,58%.
G. Aktivitas Antibakteri Kain Kasa Setelah Pencucian
Proses pencucian dilakukan terhadap kain kasa terlapisi G2, KK2, dan A
untuk mengetahui ketahanan sifat antibakterinya. Pada proses ini digunakan 0,2%
(v/v) surfaktan tween-80 dengan alat ultrasonic vibrator. Daya hambat setelah
proses pencucian disajikan pada Gambar 16.
A.C2: Ag 2 kali pencucian; A.C3: Ag 3 kali pencucian; KK2.C2: kitosan/AgTiO2/Ag anataseAg 2 kali
pencucian; KK2.C3: kitosan/AgTiO2/Ag anataseAg 3 kali pencucian; G2.C2: kitosan/AgTiO2/Ag sol-
gelAg 2 kali pencucian; G2.C3: kitosan/AgTiO2/Ag sol-gelAg 3 kali pencucian.
Gambar 16. Daya hambat kain terlapisi A, G2, dan KK2 setelah proses pencucian.
Berdasarkan Gambar 16, kain kasa yang terlapisi G2 dan KK2 setelah
pencucian masih memiliki daya hambat yang cukup tinggi. Namun pada kain kasa
yang terlapisi A daya hambatnya sangat rendah bahkan menjadi negatif. Hal ini
kemungkinan karena setelah proses pencucian Ag yang dilapiskan pada kain kasa
tersebut rontok. Kerontokan Ag pada kain kasa tersebut menghilangkan sifat
antibakterinya dan mengakibatkan kain kasa menjadi media pertumbuhan bakteri,
karena pada dasarnya kain kasa adalah suatu material yang dapat menjadi media
-20
0
20
40
60
80
100
120
A.C2 A.C3 KK2.C2 KK2.C3 G2.C2 G2.C3
% D
aya
ham
bat
jam ke-3
jam ke-6
jam ke-9
jam ke-12
jam ke-24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Chen et al., 2010). Akan tetapi pada
pelapisan G2 dan KK2 meskipun Ag yang dilapiskan telah rontok, kerontokan
tersebut justru membuka sisi aktif senyawa lain yang telah dilapiskan sebelum Ag,
yaitu kitosan/Ag dan TiO2/Ag. Hal tersebut juga didukung oleh pengujian data
menggunakan analisis varian dua faktor yang disajikan pada Lampiran 6.
Analisis varian dua faktor ini dilakukan terhadap sampel kain kasa
terlapisi A, G2, dan KK2 sebelum dan sesudah pencucian pada waktu kontak 12
dan 24 jam. Berdasarkan hasil analisis varian dua faktor terhadap sampel A, A.C1,
A.C2, dan A.C3 pada taraf kepercayaan 95% dengan derajat bebas 3 diperoleh
nilai Fhitung = 264,33 dan Ftabel = 19. Kondisi Fhitung > Ftabel menunjukkan terdapat
perbedaan daya hambat kain kasa yang terlapisi A sebelum dan sesudah proses
pencucian terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Kain kasa dengan proses
pelapisan A (sebelum pencucian) memiliki daya hambat lebih tinggi daripada
A.C1, A.C2, dan A.C3 (setelah pencucian).
Analisis varian dua faktor terhadap sampel kain kasa terlapisi G2 sebelum
dan sesudah pencucian pada waktu kontak 12 dan 24 jam pada taraf kepercayaan
95% dengan derajat bebas 3 diperoleh nilai Fhitung = 2,76 dan Ftabel = 19. Kondisi
Fhitung < Ftabel menunjukkan terdapat bahwa tidak terdapat perbedaan daya hambat
kain kasa yang terlapisi G2 sebelum dan sesudah proses pencucian terhadap
bakteri Staphylococcus aureus. Analisis varian dua faktor terhadap sampel kain
kasa terlapisi KK2 sebelum dan sesudah pencucian pada waktu kontak 12 dan 24
jam pada taraf kepercayaan 95% diperoleh nilai Fhitung = 0,80 dan Ftabel = 19.
Kondisi Fhitung < Ftabel menunjukkan terdapat bahwa tidak terdapat perbedaan daya
hambat kain kasa yang terlapisi KK2 sebelum dan sesudah proses pencucian
terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Sehingga daya hambat G2 dan KK2
sebelum dan sesudah pencucian tidak berbeda signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perbedaan proses pelapisan dapat mempengaruhi perbedaan aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Kain kasa terlapisi
dengan proses terakhir dicelupkan pada Ag memiliki aktivitas antibakteri
paling besar, kitosan/AgTiO2/Ag sol-gelAg (G2) memiliki daya hambat
98,15% pada waktu kontak 12 jam dan kitosan/AgTiO2/Ag anataseAg
(KK2) memiliki daya hambat 98,13% pada waktu kontak 12 jam.
2. Kristal TiO2/Ag anatase memiliki aktivitas antibakteri lebih baik daripada
amorf.
3. Aktivitas antibakteri kain kasa terlapisi kitosan/AgTiO2/Ag sol-gelAg
(G2) dan kitosan/AgTiO2/Ag anataseAg (KK2) sebelum dan setelah
pencucian tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
B. Saran
Beberapa hal yang harus dilakukan untuk pengembangan penelitian lebih
lanjut adalah:
1. Penelitian terhadap komposit (kitosan/Ag, TiO2/Ag, dan Ag) yang diblending
terlebih dahulu baru dilapiskan ke kain kasa.
2. Karakterisasi lebih lanjut kain sebelum dan sesudah pelapisan untuk
mengetahui interaksi komposit dengan kain kasa.
3. Uji aktivitas antibakteri lebih lanjut, misalnya dengan metode turbidimetri
agar lebih diketahui jumlah koloni dari bakteri yang diukur densitas
optikalnya.