DAYA HAMBAT KOMPOSIT KITOSAN/Ag DENGAN LAPISAN … · pada kain katun terhadap aktivitas bakteri...
Transcript of DAYA HAMBAT KOMPOSIT KITOSAN/Ag DENGAN LAPISAN … · pada kain katun terhadap aktivitas bakteri...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAYA HAMBAT KOMPOSIT KITOSAN/Ag
PADA KAIN KATUN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI
DESWITA ARISTIANTI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
i
DAYA HAMBAT KOMPOSIT KITOSAN/Ag DENGAN LAPISAN
PADA KAIN KATUN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI
Escherichia coli
Disusun Oleh :
DESWITA ARISTIANTI
M 0306005
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
LAPISAN SiO2
PADA KAIN KATUN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh:
Pembimbing I
Candra Purnawan, M. Sc
NIP. 19781228 200501 1001
Pembimbing II
Dra. Tri Martini, M. Si
NIP. 19581029 198503 2002
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 8 Februari 2011
Anggota Tim Penguji :
1. Dr. Sayekti Wahyuningsih, M. Si
NIP. 19711211 199702 2001
1………………………..
2. Ahmad Ainurofiq, M. Si., Apt
NIP. 19780319 200501 1003
2………………………..
Disahkan oleh
Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas SebelasMaret Surakarta
Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D
NIP. 19560507 198601 1001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “DAYA HAMBAT
KOMPOSIT KITOSAN/Ag DENGAN LAPISAN SiO2 PADA KAIN KATUN TERHADAP
AKTIVITAS BAKTERI Escherichia coli” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah
ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 8 Februari 2011
Deswita Aristianti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
DAYA HAMBAT KOMPOSIT KITOSAN/Ag DENGAN LAPISAN SiO2 PADA KAIN
KATUN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI Escherichia coli
DESWITA ARISTIANTI
Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang studi penambahan sifat antibakteri komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan, mengetahui pengaruh lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun, dan untuk mengetahui daya hambat komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli. Adsorpsi logam Ag oleh kitosan dilakukan dengan memvariasikan dengan waktu shaker. Lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun dapat dilihat dari hasil analisa XRD, SEM dan uji kekakuan. Daya hambat komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli di uji dengan shake flash method dan turbidimetri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan maka semakin banyak Ag yang teradsorp. Waktu optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan pada saat 5 jam (jam ke-5). Adanya lapisan SiO2 menyebabkan kain katun semakin tidak kaku dan komposit kitosan/Ag pada kain katun menyebabkan kain kaku. Komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun mampu menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli optimum pada konsentrasi komposit kitosan/Ag 0.1 % (b/v) baik sebelum maupun setelah pencucian, selain itu daya hambat komposit kitosan/Ag dengan SiO2 sebelum pencucian lebih besar daripada setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli.
Kata kunci : SiO2, kain katun, kitosan/Ag, daya hambat, bakteri E.coli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
THE INHIBITION CHITOSAN/Ag COMPOSITE WITH SiO2 LAYER ON THE COTTON FOR BACTERIAL ACTIVITY OF Escherichia coli
DESWITA ARIATIANTI
Department of Chemistry, Faculty of Mathematic and Sciences
Sebelas Maret University
ABSTRACT
The study of additional antibacterial characteristic chitosan/Ag composite with SiO2 on the cotton was has been conducted. The purpose of this research had studied the time of adsorpsion Ag metal by chitosan, the influence of SiO2 layer and chitosan/Ag composite on the cotton, and inhibition of chitosan/Ag composite with the SiO2 on the cotton before and after laundering for the growth activity of E.coli. Adsorption of the Ag metal by chitosan was conducted with variation of the shaker time. SiO2 layer and chitosan/Ag composite on the cotton could be analyzed from XRD, SEM and stiffness tester. The inhibition of chitosan/Ag composite with SiO2 on the cotton before and after the laundering for the growth activity of E.coli with shake flash method and turbidimetry.
The results showed that longer time of adsorption so more Ag metal adsorped by chitosan. The optimum time of adsorption was at five hours (to at 5 hours). SiO2 layer made cotton not stiff and chitosan/Ag composite on the cotton made cotton stiff. The optimum consentration of chitosan/Ag composite was 0.1 % (b/v) as bacterial agent before and after laundering. And inhibition of chitosan/Ag composit with SiO2 before laundering was higher than after laundering for the growth activity of E.coli. Key word : SiO2, cotton, chitosan/Ag, inhibition, E.coli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Setiap orang membutuhkan tiga hal yang akan membuat
kita bahagia di dunia ini, yaitu; seseorang untuk dicintai,
sesuatu untuk dilakukan, dan sesuatu untuk diharapkan
Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang.
Jika memulai sekarang, tahun depan Anda akan tahu
banyak hal yang sekarang tidak diketahui, dan Anda tak
akan mengetahui masa depan jika Anda menunggu-nunggu
(William Feather)
Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada
yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan
adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu
dengan kesiapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku ini untuk:
Allah SWT yang begitu luar biasa atas karunia dan kasih sayangNya untukku.
Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa mendoakan dan mendukungku.
Adik- adikku tersatang, Nensi dan Chiara.
Kisworo yang senantiasa memberikan motifasinya.
Partner terbaikku mama Dhienta dan semua teman–teman kimia 2006.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa penulis
haturkan kepada Rosulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia.
Skripsi yang berjudul ”Daya Hambat Komposit Kitosan/Ag Dengan Lapisan SiO2 Pada
Kain Katun Terhadap Aktivitas Bakteri E.coli” ini disusun atas dukungan dari berbagai
pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Prof. Drs. Sutarno, M. Sc. Ph. D, selaku Dekan FMIPA Universitas Sebelas Maret.
2. Prof. Drs. Sentot Budi Raharjo, Ph. D, selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Sebelas Maret.
3. Candra Purnawan, M. Sc. selaku pembimbing I, atas bimbingan, dorongan, arahan dan
ilmu yang telah diberikan.
4. Dra. Tri Martini, M. Si. selaku pembimbing II, atas bimbingan dan ilmu yang diberikan.
5. IF. Nurcahyo, M. Si. selaku Ketua Lab. Kimia Dasar, FMIPA, Universitas Sebelas Maret,
beserta laboran mbak Nanik dan mas Anang atas bantuannya selama di laboratorium
kimia.
6. Dr. rer. nat. Atmanto Heruwibowo, M. Si selaku Ketua Sub Lab. Kimia Pusat MIPA
Universitas Sebelas Maret, beserta laboran dan satpam, mbak retno, mbak hastuti, mbak
wati, pak ken, pak bas, pak wanto, pak gito, pak wening, pak anjar, pak yusak, pak toni,
dan pak basuki.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, atas ilmu yang telah diberikan.
8. Staf Laboratorium Mikrobiologi PAU UGM Yogyakarta.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan
dengan balasan yang lebih baik. Amin.
Penulis Menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka untuk menyempurnakan
skripsi ini. Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu
pengetahuan dan bagi pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. iv
HALAMAN MOTO ........................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................................. 3
1. Identifikasi masalah ....................................................................... 3
2. Batasan masalah ............................................................................. 5
3. Rumusan masalah ........................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 7
1. Kitin dan kitosan ............................................................................ 7
2. Silika .............................................................................................. 9
3. Bakteri ............................................................................................ 10
4. Escherichia coli ............................................................................. 12
5. Aktivitas kain antibakteri ................................................................ 13
B. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
C. Hipotesis ............................................................................................... 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ................................................................................. 16
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 16
C. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................... 16
D. Prosedur Penelitian ............................................................................... 17
1. Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang .................. 17
2. Pembuatan komposit kitosan/Ag .................................................... 18
3. Pelapisan kain dengan SiO2 ........................................................... 18
4. Pelapisan kain dengan kitosan/Ag variasi berat ............................. 18
5. Uji aktivitas antibakteri kain sebelum pencucian (laundering) ...... 18
6. Uji aktivitas antibakteri kain setelah pencucian (laundering) ........ 19
7. Karakterisasi Gugus Fungsi, Uji kekakuan kain, dan Analisa
Difraksi Sinar X (XRD) pada kain, kain terlapisi SiO2 dan kain
terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag, Analisis permukaan kain,
kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag
dengan SEM ................................................................................... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Isolasi Kitin dan Sintesis Kitosan ......................................................... 23
1. Karakterisasi kitin dan kitosan dengan spektroskopi IR ................ 24
2. Analisis X-Ray Diffractometer (difraksi sinar-X) ........................... 26
B. Penentuan Konsentrasi Optimum Adsorpsi Logam Ag oleh Kitosan ... 28
1. Karakterisasi FTIR kitosan setelah adsorpsi logam Ag .................. 29
2. Karakterisasi XRD kitosan setelah adsorpsi logam Ag .................. 31
3. Karakterisasi DTA/TGA kitosan setelah adsorpsi logam Ag ......... 32
C. Penentuan Kondisi Optimum Pelapisan Kain katun dengan SiO2 dan
Komposit Kitosan/Ag ........................................................................... 34
1. Pelapisan kain katun dengan SiO2 .................................................. 34
2. Pelapisan kain katun terlapisi SiO2dengan komposit kitosan/Ag .. 36
D. Aktivitas Bakteri Escherichia coli Pada Kain ...................................... 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 47
B. Saran ...................................................................................................... 47
Daftar Pustaka ................................................................................................. 48
Lampiran ......................................................................................................... 51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Gugus fungsi spektra IR kitin dan kitosan ..................................... 24
Tabel 2. Hasil uji kekakuan kain terlapisi SiO2 ........................................... 35
Tabel 3. Hasil Uji Kekakuan Kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag 37
Tabel 4. Berat kain sesudah dan sebelum proses pencucian ......................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur kitin, kitosan dan selulosa ............................................ 7
Gambar 2. Reaksi hidrolisis pada proses deasetilasi kitin oleh basa kuat ... 8
Gambar 3. Bakteri Escherichia coli ............................................................. 12
Gambar 4. Spektra IR kitin dan kitosan cangkang udang ........................... 24
Gambar 5. Difraktogram kitin dan kitosan .................................................. 26
Gambar 6. Interaksi intermolekuler kitin atau kitosan ................................. 27
Gambar 7. Ikatan hidrogen dari kitin .......................................................... 27
Gambar 8. Ikatan hidrogen dari kitosan ..................................................... 27
Gambar 9. Kurva standar logam Ag menggunakan AAS ............................ 28
Gambar 10. Adsorpsi logam Ag oleh kitosan ................................................ 29
Gambar 11. Perubahan spektra IR kitosan sebelum dan setelah proses
adsorpsi ...................................................................................... 30
Gambar 12. Perubahan difraktogram kitosan ................................................ 31
Gambar 13. Berkurangnya ikatan hidrogen intramolekuler dan
intermolekuler kitosan ............................................................... 32
Gambar 14. Perubahan Termogram TGA Kitosan ........................................ 33
Gambar 15. Perubahan Termogram DTA Kitosan ........................................ 33
Gambar 16. Hubungan antara waktu pencelupan kain dengan berat lapisan
SiO2 ........................................................................................... 35
Gambar 17. Hubungan antara konsentrasi komposit kitosan/Ag dengan
berat lapisan komposit kitosan/Ag ............................................. 36
Gambar 18. Perubahan difraktogram kain yang terlapisi SiO2 dan
terlapisi komposit kitosan/Ag .................................................... 37
Gambar 19. Tekstur permukaan kain tanpa perlakuan .................................. 38
Gambar 20. Tekstur permukaan kain yang dilapisi SiO2 ............................... 39
Gambar 21. Tekstur permukaan kain yang dilapisi SiO2 dan komposit
kitosan/Ag 0,1%(b/v) ................................................................. 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Gambar 22. Kurva standar hubungan antara absorbansi atau optical density
dan jumlah koloni sel bakteri Escherichia coli (CFU/mL) ........ 42
Gambar 23. Perbandingan persentase daya hambat komposit kitosan/Ag dengan
lapisan SiO2 pada kain katun terhadap bakteri E.coli sebelum dan
setelah pencucian.
(a : Data percobaan ke – 1 dan b : Data percobaan ke – 2) ....... 44
Gambar 24. Perbandingan persentase efektivitas komposit kitosan/Ag dengan
lapisan SiO2 pada kain katun terhadap bakteri E.coli sebelum dan
setelah pencucian.
(a : Data percobaan ke – 1 dan b : Data percobaan ke – 2) ....... 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penentuan Derajad Deasetilasi (DD) berdasarkan baseline b .... 51
Lampiran 2. Data pembuatan kurva standar adsorbsi logam Ag
menggunakan AAS ................................................................... 52
Lampiran 3. Data persentase (%) adsorbsi logam Ag oleh kitosan ............... 52
Lampiran 4. Penentuan kondisi optimum % adsorbsi .................................... 53
Lampiran 5. Uji Duncan kondisi optimum % adsorbsi .................................. 53
Lampiran 6. Data uji Duncan kekakuan kain terlapisi SiO2 ........................... 54
Lampiran 7. Data kurva standar hubungan antara absorbansi atau optical density
dan jumlah koloni sel bakteri E.coli (CFU/mL) ........................ 54
Lampiran 8. Data ke-1 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit
kitosan/Ag sebelum pencucian terhadap bakteri E.coli ............ 55
Lampiran 9. Data ke-1 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit
kitosan/Ag setelah pencucian terhadap bakteri E.coli ............... 55
Lampiran 10. Data ke-2 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit
kitosan/Ag sebelum pencucian terhadap bakteri E.coli ............ 56
Lampiran 11. Data ke-2 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit
kitosan/Ag setelah pencucian terhadap bakteri E.coli ............... 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tekstil merupakan material yang penting dan merupakan kebutuhan pokok
manusia terutama sebagai pakaian pelindung tubuh. Kain yang baik adalah kain
yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. Pakaian yang tidak higienis akan dapat
menimbulkan masalah kesehatan, misalnya penyakit infeksi saluran kencing yang
dapat disebabkan tidak higienisnya pakaian dalam atau seringnya iritasi pada bayi
karena penggunaan popok (pampers) dan pakaian yang tidak higienis
(http://gresnews.com/ch/Health/cluster/Dokter, 2010). Salah satu penyebab
pakaian tidak higienis karena banyak bakteri yang tumbuh pada pakaian tersebut.
Untuk manghambat dan mencegah pertumbuhan bakteri perlu adanya bahan
antibakteri didalam pakaian tersebut.
Dekade terakhir ini, fenomena permintaan pasar terhadap produk tekstil
mulai bergeser dari tekstil konvensional menuju tekstil multifungsi yaitu tekstil
yang menghasilkan nilai tambah fungsional baru dengan adanya proses
penambahan menggunakan teknologi (Wong et al., 2006; Mahlting et al., 2005).
Sebagai ilustrasi, perkembangan pasar produk tekstil multifungsional di Jerman
pada tahun 2002 saja sudah mencapai penjualan sekitar 24,3% (Mahlting et al.,
2005). Tekstil multifungsi harus mampu memenuhi permintaan konsumen dalam
hal perawatannya, memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan, serta memiliki
ketahanan terhadap serangan mekanis, termal, kimia dan biologis. Salah satu nilai
tambah fungsional dari tekstil multifungsi adalah tekstil yang bersifat anti bakteri.
Ramachandran (2003) dan Vigo dalam Lee et al. (1999) menyebutkan bahwa
salah satu bahan antibakteri yang digunakan untuk memberikan sifat antibakteri
pada kain adalah senyawa ammonium kuartener yang menunjukkan sifat
polikationik.
Kitosan (2-amino-deoksi-β-D-glukosa) merupakan polimer kationik alami
yang bersifat nontoksik, dapat mengalami biodegradasi dan bersifat
biokompatibel. Kitosan memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
misalnya sebagai adsorben limbah logam berat dan zat warna, anti jamur,
kosmetik, farmasi, flokulan, antikanker, dan antibakteri (Prashanth and
Tharanathan 2007; Liu et al., 2006). Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan
sel, enzim atau matrik polimer yang bermuatan negatif (Stephen, 2005). Seperti
diketahui kitosan memiliki gugus amino (NH2) yang akan menjadi ammonium
(NH3+) dalam medium asam. Muatan positif ion ini yang akan berinteraksi dengan
dinding sel bakteri yang bermuatan negatif, sehingga mampu menghambat
pertumbuhan bakteri, baik gram positif maupun gram negatif (Zhang et al., 2003).
Oleh karena itu, kitosan dapat dijadikan salah satu alternatif bahan antibakteri
yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya dalam pembuatan kain antibakteri.
Penelitian Purnawan dkk. (2008) menyebutkan bahwa aktivitas antibakteri
kitosan pada kain katun hanya sekitar 67% sebelum pencucian dan jauh menurun
menjadi sekitar 43% setelah pencucian kain dalam waktu kontak 3 jam. Aktivitas
antibakteri kitosan yang relatif kecil ini disebabkan karena interaksi kitosan
dengan kain yang masih lemah dan besarnya berat molekul kitosan. Lemahnya
interaksi kitosan dangan kain menyebabkan kitosan mudah lepas, sedangkan
besarnya berat molekul kitosan menyebabkan interaksi ammonium kuartener
kitosan yang bermuatan positif dengan bakteri menjadi kurang efektif.
Upaya peningkatan sifat antibakteri dalam pembuatan kain antibakteri
dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: 1) Penambahan senyawa
pengemban yang dapat memperkuat interaksi dengan kain, seperti penambahan
SiO2. Adanya gugus aktif silanol (Si-OH) pada SiO2 yang berfungsi sebagai
pengemban kitosan dapat memperkuat interaksi dengan kain sehingga kitosan
tidak mudah lepas (Li et al., 2007). 2) Penambahan suatu logam yang dapat
menghambat bakteri seperti (Cd, Ag, Cu) (Ramachandran, 2003). Adanya ion
logam Ag dalam polietilen dapat meningkatkan sifat antibakteri secara signifikan
(Zhang et al., 2008). Ahmad et al. (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
hasil sintesis bionanokomposit Ag/Lempung/kitosan cocok diaplikasikan sebagai
bahan antibakteri dan dunia kesehatan meskipun penelitian ini belum menguji
sifat antibakteri hasil sintesis tersebut. Hal ini diharapkan dengan penambahan ion
logam Ag ke dalam silika dan kitosan dapat meningkatkan sifat antibakteri kain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Keberhasilan penelitian ini akan memberikan peningkatan dalam
menciptakan pakaian yang memiliki daya hambat dan daya tahan terhadap
aktivitas bakteri dikulit manusia sehingga kesehatan lebih terjaga. Selain itu,
keberhasilan metode penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
pembuatan tekstil antibakteri terhadap masyarakat luas maupun kalangan industri
sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Jenis tekstil yang ada di Indonesia adalah katun, nilon, wool. Tetapi pada
umumnya yang sering digunakan sebagai bahan pakaian adalah katun. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya keunggulan katun dibandingkan dengan jenis tekstil
yang lain karena katun terbuat dari kapas sehingga enak dipakai dan lembut. Saat
ini, fenomena permintaan pasar terhadap produk tekstil mulai bergeser dari tekstil
konvensional menuju tekstil multifungsi yaitu tekstil yang menghasilkan nilai
tambah fungsional baru dengan adanya proses penambahan menggunakan
teknologi (Wong et al., 2006; Mahlting et al., 2005).
Adanya penambahan bahan-bahan aditif banyak dilakukan dalam upaya
peningkatan fungsi dan kualitas kain katun. Sebagai contohnya kain harus mampu
memenuhi permintaan konsumen dalam hal perawatannya, memenuhi syarat
kesehatan dan kebersihan serta memiliki ketahanan terhadap serangan mekanis,
termal, kimia dan biologis. Salah satu nilai tambah fungsional dari tekstil adalah
tekstil yang bersifat anti bakteri.
Fungsi dan kualitas kain juga dapat ditingkatkan dengan penambahan
senyawa antibakteri dalam proses pembuatannya. Beberapa jenis senyawa yang
mempunyai aktivitas antibakteri adalah sodium benzoat, senyawa fenol, asam-
asam organik, asam lemak rantai medium dan esternya, sulfur dioksida dan sulfit,
nitrit, senyawa-senyawa kolagen dan surfaktan, dimetil karbonat dan metil
askorbat. Ramachandran (2003) merekomendasikan beberapa senyawa yang dapat
digunakan sebagai bahan antibakteri pada kain, yaitu: oksidator (aldehida dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
halogen), produk triklosan yang berfungsi sebagai disinfektan, senyawa
ammonium kuaterner, senyawa kompleks logam, kitosan sebagai bahan
antibakteri alami.
Kitosan banyak terdapat pada biota laut terutama dari hewan golongan
crustacea dan arthropoda sepeti udang dan kepiting. Kitosan merupakan polimer
kationik yang melimpah setelah selulosa bersifat nontoksik, dapat mengalami
biodegradabel dan bersifat kompatibel. Kitosan mempunyai aktivitas antibakteri
dimana gugus amina terprotonasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan
menahan muatan ion negatif mikroorganisme. Aktivitas antibakteri kitosan akan
berbeda terhadap bakteri yang berbeda. Sifat dan karakter kitosan tersebut sangat
dipengaruhi oleh derajat deasetilasi (DD). Besarnya derajat deasetilasi
dipengaruhi oleh konsentrasi, basa, temperatur, waktu dan banyaknya
pengulangan proses deasetilasi.
Penambahan kitosan dalam proses pembuatan kain diharapkan mampu
memberikan sifat antibakteri. Pembuatan komposit dapat dilakukan dengan
metode larutan dan leburan (Kim et al., 2005). Sifat antibakteri kain dapat
ditingkatkan dengan penambahan logam yang memiliki sifat antibakteri ke dalam
kitosan membentuk komposit logam-kitosan seperti perak (Ag), tembaga (Cu),
cadmium (Cd), timbal (Pb) dan nikel (Ni). Kemampuan kitosan dalam menyerap
logam sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, waktu kontak dan konsentrasi. Komposit
logam-kitosan diimpregnasikan secara reaktif terhadap kain. Untuk lebih
meningkatkan daya impreg komposit terhadap kain maka perlu ditambah suatu
senyawa pengemban yaitu SiO2, dimana sifat dari SiO2 amorf, mempunyai daya
serap tinggi, serta sebagian berada dalam bentuk terhidrat, sehingga dapat
meningkatkan ikatan yang terjadi pada komposit ke kain.
Analisa besarnya DD pada kitosan dapat dilakukan dengan menggunakan
spektroskopi FTIR, spektroskopi UV-VIS, 13C-NMR, XRD, HPLC. Selama
proses deasetilasi kitin dapat mengalami perubahan sifat dan karakter.
Karakterisasi kitin dan kitosan dapat dilakukan dengan menggunakan
spektroskopi infrared (IR) dan spektroskopi difraksi sinar-x (XRD). Karakterisasi
penyerapan logam oleh kitosan dengan menggunakan spektrofotometer serapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
atom (AAS) atau spektofotometer UV-Vis. Karakterisasi komposit yang
dihasilkan dapat dilakukan dengan berbagai analisa yaitu analisis kimia, analisis
spektroskopi dengan inframerah, analisis permukaan polimer dengan SEM dan
TEM, analisis termal dengan analisis termal diferensial (DTA), pengukuran
diferensial kalorimetri (DSC) dan analisis termogravimetri (TGA).
Analisa aktivitas antibakteri bisa dilakukan terhadap bakteri gram negatif
ataupun gram positif. Metode yang bisa digunakan untuk melakukan pengujian
aktivitas antibakteri antara lain turbidimetri dan shake flash, diameter daya
hambat dan viable count. Media pembiakan bakteri yang dapat digunakan antara
lain nutrient broth (NB), nutrient agar (NA), tripthone soya agar (TSA) dan lain-
lain. Penggunaan media yang berbeda akan memberikan tingkat pertumbuhan.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian
ini dibatasi oleh :
a. Kain katun yang digunakan adalah jenis primisima.
b. Senyawa antibakteri yang digunakan adalah kitosan dengan DD ≥ 90% yang
diperoleh dari proses deasetilasi kitin limbah cangkang udang dalam 60%
NaOH pada suhu 120 oC selama 1 jam, kemudian didiamkan beberapa saat
sampai sedikit dingin lalu dipanaskan kembali sebanyak 3 x.
c. Adsorpsi logam Ag oleh kitosan dilakukan pada variasi waktu shaker 1, 2, 3,
4, 5, 6 dan 7 jam, dengan 20 ml larutan Ag 1000 ppm dan menggunakan
kitosan sebanyak 0,2 g serta Ag dianalisis dengan AAS.
d. Karakterisasi komposit kitosan/Ag menggunakan IR, XRD dan DTA-TGA.
e. Pelapisan kain dilakukan dengan mencelupkan kain kedalam larutan SiO2,
kemudian pada larutan komposit kitosan/Ag. Pelarut untuk SiO2
menggunakan NaOH 5% (b/v) dan dipanaskan pada suhu ≥ 80 0C dan untuk
komposit menggunakan asetat 1% (b/v).
f. Konsentrasi SiO2 yang digunakan 0,20% (b/v), sedangkan konsentrasi
komposit kitosan/Ag yang digunakan adalah 0; 0,05; 0,10; 0,50; 1,00; 1,50
dan 2,00% (b/v).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
g. Analisis kain meliputi Uji kekakuan, XRD dan SEM.
h. Metode yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri kain adalah shake flask
method dan turbidimetri menggunakan UV-Vis pada λ = 610 nm. Analisis
bakteri dilakukan pada waktu kontak jam ke 0, 2, 4, 6 dan 8.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah tersebut, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah pengaruh variasi waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan?
b. Bagaimanakah pengaruh lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain
katun?
c. Bagaimana daya hambat komposit kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada
kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan
bakteri E.coli?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh variasi waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan.
2. Mengetahui pengaruh lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun.
3. Mengetahui daya hambat komposit kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada
kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan
bakteri E.coli.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama yang berkaitan
dengan sifat antibakteri lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain.
2. Secara praktis, dapat digunakan untuk menciptakan kain yang mempunyai
sifat anti bakteri terhadap bakteri E.coli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kitin dan Kitosan
Kitin disebut juga sebagai poli (1,4)-2-asetamida-2-deoksi-β-D-glukosa
atau poli-(β-1,4-N-asetilglukosamin) merupakan polimer alami yang
kelimpahannya terbesar setelah selulosa. Kitosan adalah derivatif dari kitin
melalui proses deasetilasi kitin disebut juga poli (1,4)-2-amina-2-deoksi-β-D-
glukosa atau poli-(β-1,4-glukosamin). Kedua macam polimer terkandung dalam
semua hewan berbuku-buku seperti serangga, udang dan kepiting. Struktur kitin,
kitosan dan selulosa memiliki kemiripan seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kitin, kitosan dan selulosa.
Kitin dan kitosan memiliki struktur yang hampir sama tapi sifat kimia dan
fisika keduanya sangat berbeda. Kitosan memiliki gugus amina primer yang lebih
banyak daripada kitin sehingga membuat kitosan lebih basa dan nukleofilik. Pada
saat pemanasan, kitosan cenderung terdekomposisi daripada meleleh sehingga
polimer ini tidak memiliki titik leleh. Kitosan tidak larut dalam larutan netral atau
basa tetapi larut dalam larutan asam seperti asam asetat, asam format, asam laktat,
O
HONH2
HO
O O
NH2
O
HO
HO
O
HONH2
HO
O
NH2
O
HO
HO
O
HOOH
HOH2C
O O
OH
O
HO
HOH2C
O
HOOH
HOH2C
O
OH
O
HO
HOH2C
kitosan
selulosa
kitin
O
HONHAc
OH
O O
NHAc
O
HO
OH
O
HONHAc
OH
O
NHAc
O
HO
OH
HO
HO
HO
HO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dan asam glutamat. Ketika kitosan dilarutkan dalam larutan asam, gugus amina
primer dalam kitosan akan terprotonasi dan bermuatan positif. Oleh karena itu,
molekul kitosan yang tersolvasi merupakan polikationik dan dapat terkoagulasi
jika ditambahkan partikel atau molekul yang membawa muatan negatif seperti
sodium alginat, anion sulfat dan phosphat. Namun kitosan juga rentan terhadap
hidrolisis dengan katalis asam atau basa sehingga terjadi proses depolimerisasi
dengan pemutusan ikatan β-glikosidik (Shepherd, 1997). Kitin dan kitosan
mempunyai sifat dapat terbiodegradasi, biokompabilitas, tidak berbau, tidak
beracun, secara umum tidak larut dalam pelarut organik tetapi larut dalam asam
atau basa encer. Oligomer dari kitin dan kitosan secara biologis dapat aktif dan
berinteraksi dengan sel maupun jaringan hewan dan tumbuhan, dapat membentuk
jaringan atau matrik dengan polimer yang bermuatan negatif. Kitin dan kitosan
juga berikatan dengan lemak, protein dan substansi kimia lain dalam tubuh, sesuai
dan berhubungan dengan karbohidrat yang dimiliki manusia (Prashanth et al.,
2007).
Pembentukan kitosan dari kitin dilakukan dengan pemutusan gugus asetil
menggunakan nukleofil kuat. Mekanisme pemutusan asetil pada Gambar 2.
HN C CH3
O
+ OHHN C CH3
O
OH
NHNH2 + H3C C
O
O
=
OH
H
H
H
OH
CH2OH
H O
Kitin
Kitosan
H3C C
O
OH+
Gambar 2. Reaksi hidrolisis pada proses deasetilasi kitin oleh basa kuat (Champagne, 2002)
Dalam hidrolisis basa terhadap kitin dan kitosan, adanya oksigen dan ion
hidroksil tidak menginisiasi putusnya ikatan glikosida. Kemungkinan disebabkan
oleh adanya air yang berlebih dalam larutan. Adanya nukleofilik dari NaOH,
KOH, NaCl, NaI, dan KI dalam kondisi atmosfer udara bebas, O2, N2 tidak
memberikan perbedaan BM karena rasio perbandingan BM/BM0 dalam kondisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
tersebut adalah sama. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi-kondisi tersebut
memiliki pengaruh yang sama terhadap putusnya ikatan glikosida (Chebotok et
al., 2006).
Performance sifat-sifat kitosan sangat dipengaruhi oleh 2 parameter
penting yaitu: derajat deasetilasi (DD) dan berat molekul (BM). Variasi BM
kitosan dengan DD tetap diperoleh melalui metode hidrolisis asam asetat (Liu et
al., 2006). Nilai DD dan BM ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi basa,
temperatur, waktu dan pengulangan proses selama pembentukan kitosan.
Tretenichenko et al. (2006) melaporkan tentang karakteristik kitosan yang
dihasilkan dari berbagai variasi kondisi perlakuan dalam proses isolasi kitin
maupun deasetilasi kitin menjadi kitosan. Kitosan tersebut mempunyai derajat
dasetilasi 70-87%, berat molekul 270.000-660.000 g/mol. Sementara, kitosan
hasil isolasi Tolaimate et al. (2003) mempunyai karakteristik dengan harga derajat
deasetilasi 95,5-99%, berat molekul 174.000-590.000 g/mol dan. Kitosan hasil
isolasi mempunyai karakteristik dengan harga derajat deasetilasi 86-89%, berat
molekul 290.000-305.000 g/mol. Kitosan komersial, umumnya bersifat heterogen
dengan derajat deasetilasi 60-90% dan berat molekul 50.000-200.000 g/mol (Rege
dan Lawrence., 1999).
Pengukuran DD kitosan dapat dihitung melalui beberapa metode antara
lain: metode spektrofotometer IR yang diusulkan oleh Domzy dan Robert (base
line a) dan yang diusulkan oleh Baxter (base line b) serta pengembangannya
(Brugnerotto et al., 2001; Khan et al., 2002), XRD (Zhang et al., 2005), first
derivative UV-Spectrophotometry, HBr titrimetry (Khan et al., 2002), high
intensity ultrasonicated (Baxter et al., 2005), dan titrasi potensiometri (Balazs et
al., 2007).
2. Silika (SiO2)
Silikon jarang ditemukan secara alami dalam bentuk murninya. Silikon
murni yang terkandung kerak bumi sekitar 25,7%. Silikon berikatan kuat dengan
oksigen dan hampir selalu ditemukan sebagai silikon oksida, SiO2 (quartz) atau
sebagai silikat (SiO44-). Silikon ditemukan sebagai mineral asli hanya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
pernafasan vulkanis dan kandungan kecil dalam emas. Silika adalah suatu istilah
yang digunakan dalam geologi untuk SiO2 atau silikon dioksida dalam bentuk
quartz atau sebagai segmen kimia dari silikat atau silikon dioksida yang larut
dalam air.
Unit dasar kimia dari silikat adalah SiO44- bentuk tetrahedron. Ion pusat
silikon mempunyai muatan positif empat dimana oksigen mempunyai muatan
negatif dua (2-) dari energi ikatan total oksigen. Kondisi ini memungkinkan
oksigen mengikat ion silikon sehingga menghubungkan satu (SiO44-) tetrahedron
dengan yang lain. Struktur tetrahedron silikat ini sungguh mengagumkan karena
dapat membentuk unit tunggal, unit ganda, rantai, lembaran, cincin dan struktur
kerangka (Berry et al., 1983).
Scott (1993) menyatakan bahwa silika bersifat amorf, mempunyai daya
serap tinggi, serta sebagian berada dalam bentuk terhidrat. Silika amorf memiliki
densitas yang rendah, luas permukaan yang besar dan porositas yang tinggi
sehingga dapat digunakan sebagai katalis. Silika memiliki gugus aktif pada
permukaannya yaitu gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si) (Oscik,
1982). Silika dipilih sebagai host/inang material agar dapat berfungsi sebagai
pembatas pertumbuhan kristal oksida yang berada didalamnya sehingga ukuran
partikel menjadi sangat kecil. Efektivitas dari suatu semikonduktor dapat
meningkat jika memiliki ukuran partikel relatif kecil atau dalam skala nanometer
(Ekimov et al., 1985).
3. Bakteri
Organisme prokariotik secara garis besar dikelompokkan menjadi 2
kelompok besar yaitu Eubakteri yang merupakan bakteri sejati dan Archaea.
Kelompok Archaea meliputi organisme prokariotik yang tidak memiliki
peptidoglikon pada dinding selnya. Eubakteri dibagi 4 kategori utama berdasarkan
ciri khas dinding selnya yaitu: eubakteri gram-negatif yang memiliki dinding sel,
eubakteri gram-positif yang memiliki dinding sel, eubakteri yang tidak memiliki
dinding sel, dan arkeobakteri (Pratiwi, 2005). Sel bakteri memiliki struktur
eksternal dan internal sel. Salah satu struktur eksternal sel bakteri adalah dinding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
sel sedangkan salah satu struktur internal sel bakteri adalah membran plasma atau
membran sitoplasma.
Dinding sel bakteri merupakan struktur komplek dan berfungsi sebagai
penentu bentuk sel, pelindung dari kemungkinan pecahnya sel, pelindung isi sel
dari perubahan lingkungan luar sel. Dinding sel terdiri dari atas peptidoglikan atau
murein yang menyebabkan kakunya dinding sel. Peptidoglikan merupakan
polimer yang tersusun atas perulangan disakarida yang tersusun atas
monosakarida N-asetilglikosamin (NAG) dan N-asam asetilmuramid (NAM) yang
melekat pada suatu peptida yang terdiri dari 4 atau 5 asam amino yaitu L-alanin,
D-alanin, asam D-glutamat, dan lisin atau asam diaminopimelat membentuk
selubung mengelilingi sel. Asam amino dalam kondisi lingkungan tertentu (netral)
berada dalam bentuk ion dipolar (switter ion) dengan memiliki ion negatif dan
positif sekaligus. Asam-asam amino lisin memiliki rantai cabang yang dapat
bermuatan positif maupun negatif. Asam-asam glutamat memiliki rantai cabang
berupa asam dan bermuatan negatif (Brooks et al., 1996).
Dinding sel bakteri gram positif mengandung banyak lapis peptidoglikan
membentuk struktur yang tebal dan kaku, serta mengandung asam teikoat yang
terdiri dari alkohol dan fosfat sehingga sel bakteri cenderung bermuatan negatif
dan memiliki gugus hidrofilik. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung satu
atau beberapa lapis peptidoglikan dan membran luar. Peptidoglikan terikat pada
lipoprotein pada membran luar. Selain itu, terdapat daerah periplasma yaitu
daerah yang terdapat diantara plasma membran dan membran luar. Dinding sel
bakteri gram negatif tidak mengandung asam teikoat dan hanya mengandung
sejumlah kecil peptidoglikan sehingga dinding sel gram negatif relatif tidak kaku
dan relatif lebih tahan terhadap kerusakan mekanis (Pratiwi, 2005).
Membran plasma (inner membran atau membran sitoplasma) adalah
struktur tipis yang terdapat di sebelah dalam dinding sel dan menutup sitoplasma
sel. Membran plasma tersusun atas fosfolipid dua lapis dan protein. Fosfolipid
merupakan ester asam lemak dan gliserol yang mengandung ion fosfat yang
bermuatan negatif. Membran plasma berfungsi sebagai sekat selektif material-
material di dalam dan di luar sel. Membran plasma juga berfungsi untuk memecah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
nutrien dan produksi energi. Golongan bakteri garam negatif antara lain:
Treponema, Helicobacter, Pseudomonas, Escherichia, Salmonella, Bacteriodes
sedangkan golongan bakteri garam positif antara lain: Staphylococcus,
Streptococcus, Bacillus, Listeria, Mycobacterium, Streptomyces.
4. Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang sering
dibicarakan. Cukup banyak masyarakat yang tahu E. coli namun hanya sebatas
bakteri ini adalah penyebab infeksi saluran pencernaan. Namun banyak
sebenarnya yang patut diketahui dari bakteri ini (Liu et al., 2008).
Gambar 3. Bakteri Escherichia coli
Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteri aceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
Bakteri ini berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 micrometer dan
diamater 0,5 micrometer. Volume sel E. coli berkisar 0,6 - 0,7 micrometer kubik
dan umumnya hidup pada rentang 20 - 40 oC, optimum pada 37 oC .
Bakteri Esherichia coli merupakan bakteri gram negatif tahan hidup dalam
media yang kekurangan zat gizi (Yalun, 2008). Esherichia coli merupakan bakteri
yang habitatnya di lingkungan akuatik, tanah, makanan, air seni, dan tinja, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
bersifat sebagai patogen. Dinding selnya mengandung peptidoglikan dan asam
teikhoat, selalu berpasangan membentuk rantai pendek atau seperti anggur,
biasanya ada di kulit dan bersifat sebagai pathogen.
5. Aktivitas Kain Antibakteri
Kain merupakan material yang penting dan menjadi kebutuhan pokok
manusia sebagai pelindung badan. Kain yang baik adalah kain yang aman bagi
kesehatan dan lingkungan. Ancaman terhadap kesehatan didasarkan pada sifat
kain berpori dan kasar sehingga kondusif untuk pertumbuhan mikroorganisme
seperti bakteri dan jamur. Bakteri akan menyerang kain dan berdampak pada
kesehatan tubuh seperti menimbulkan bau dan infeksi serta menurunkan kualitas
kain. Sifat antibakteri tersebut dapat diperoleh melalui dua metode umum, yaitu
penambahan bahan antibakteri pada polimer sebelum proses ekstrusi (fibre
chemistry) dan pemberian perlakuan akhir (post-treatment) pada serat atau kain
pada tahap finishing (Anonim, 2005).
Proses akhir pada produksi kain dengan pemberian nilai tambah bahan
antibakteri menjadi penting untuk menghasilkan kain yang aman dan sehat. Pada
umumnya, tujuan perlakuan kain dengan bahan antibakteri (Ramachandran, 2003)
adalah : 1) untuk mencegah infeksi silang oleh mikroorganisme patogen, 2) untuk
mengontrol penyebaran mikroba, 3) untuk menghambat metabolisme mikroba
sehingga mengurangi bau yang tidak mengenakkan, 4) untuk melindungi produk
kain dari noda dan perusakan warna serta menurunnya kualitas kain.
Kain sebagai produk garment semestinya memenuhi syarat dalam hal
kemudahan pembasahan sekaligus tahan terhadap proses pencucian yang aman
dan nyaman digunakan sebagai bahan pakaian. Oleh karena itu, sangat penting
memperhitungkan efek bahan yang digunakan sebagai nilai tambah pada proses
akhir produksi kain terhadap kekuatan kain serta daya tahan termal dan mekanis.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan manfaat yang maksimal
dari proses pemberian nilai tambah antibakteri pada kain adalah : 1) ketahanan
terhadap pencucian basah maupun kering serta pencucian dengan panas, 2)
mempunyai aktivitas selektif terhadap mikroorganisme tidak menyenangkan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
memberikan kontrol efektif terhadap bakteri dan jamur, 3) tidak memberikan efek
berbahaya bagi produsen, pengguna maupun lingkungan, 4) metode mudah
diaplikasikan dalam proses tekstil secara umum, 5) tidak mengurangi kualitas kain
(Anonim, 2003).
Bahan antibakteri dapat digunakan pada kain dengan berbagai cara, seperti
teknik penguapan, penambahan bahan pengisi secara kering, pelapisan,
penyemprotan dan teknik pembusaan. Ramachandran (2003) merekomendasikan
beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan antibakteri pada kain,
yaitu: 1) oksidator, seperti aldehida dan halogen yang dapat menyerang membran
sel, 2) koagulan, 3) produk triklosan yang berfungsi sebagai disinfektan, 4)
senyawa amonium kuartener, amina dan glukoperotamin yang menunjukkan sifat
polikationik, 5) senyawa komplek logam (Cd, Ag, Cu), 6) kitosan sebagai bahan
antibakteri alami.
Aktifitas antibakteri dapat melalui cara membunuh mikroorganisme
(bakteriosidal) dan atau penghambat pertumbuhan mikroorganisme
(bakteriostatik) dengan jalan menghancurkan atau menggangu dinding sel,
menghambat sintesis dinning sel, menghambat sintesisi protein dan asam nukleat,
merusak DNA, denaturasi protein, menghambat aktifitas enzim.
B. Kerangka Pemikiran
Kitosan merupakan senyawa polikationik alam unik yang memilki
aktivitas antibakteri. Adanya gugus amina terprotonasi dapat menghambat
pertumbuhan bakteri melalui interaksi dengan muatan ion negatif
mikroorganisme. Semakin besar derajad deasetilasi (DD) kitosan, daya hambat
kitosan terhadap bakteri semakin besar. Semakin besar konsentrasi kitosan,
diharapkan dapat meningkatkan sifat antibakteri pada kain.
Selain memiliki sifat antibakteri, kitosan juga dapat berfungsi sebagai
adsorben logam. Adanya penambahan logam Ag dalam kitosan diharapkan
mampu meningkatkan sifat antibakteri kain. Menurut Ramachandran (2003)
merekomendasikan beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan
antibakteri pada kain salah satunya adalah senyawa kompleks logam seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
logam Ag. Logam Ag yang terabsorb oleh kitosan diharapkan dapat
meningkatkan sifat antibakteri pada kain.
Silika merupakan senyawa kimia yang bersifat amorf, mempunyai
dayaserap tinggi dan berada dalam bentuk terhidrat. Adanya gugus aktif silanol
pada silika dapat digunakan sebagai pengemban kitosan, sehingga dapat
memperkuat interaksi dengan kain, sehingga kitosan tidak mudah lepas.
Pembuatan komposit kitosan/Ag dilakukan dengan cara pencampurkan
larutan Ag dan kitosan kemudian dishaker pada kondisi tertentu. Terjadinya
ikatan antara kitosan/Ag dapat dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer
infra merah (FTIR). Kristanilitas komposit yang terbentuk baik tanpa maupun
dengan Ag dianalisa dengan menggunakan difraksi sinar-X (XRD).
Pelapisan kain dilakukan dengan mencelupkan kain kedalam larutan SiO2,
kemudian pada larutan komposit kitosan/Ag. Pelarut untuk SiO2 menggunakan
NaOH 5% dan untuk komposit kitosan/Ag menggunakan asetat 1%. Adanya
NaOH sebagai pelarut SiO2 secara tidak langsung dapat mendegradasi selulosa
kain sehingga membuat kain katun yang dilapisi oleh SiO2 menjadi tidak kaku dan
adanya komposit kitosan/Ag pada kain katun membuat kain menjadi kaku.
Analisis kain meliputi Uji kekakuan, XRD dan SEM.
Diharapkan kain yang dilapisi oleh SiO2 dan komposit kitosan/Ag dapat
menghambat aktivitas bakteri E.coli.
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diambil hipotesis:
1. Semakin lama waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan maka semakin banyak
logam Ag yang teradsorb.
2. Adanya lapisan SiO2 menyebabkan kain katun semakin tidak kaku dan
komposit kitosan/Ag pada kain katun membuat kain menjadi kaku.
3. Adanya daya hambat komposit kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada
kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan
bakteri E.coli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
Penelitian tentang daya hambat komposit kitosan/Ag dengan lapisan SiO2
pada kain katun terhadap aktivitas bakteri menggunakan metode eksperimen
laboratorium dan data yang didapatkan merupadan data duplo. Pembuatan kitosan
dilakukan melalui proses deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi dari serbuk
cangkang udang. Pembuatan komposit kitosan/Ag dilakukan dengan cara
pencampurkan larutan Ag dan kitosan kemudian dishaker pada kondisi tertentu.
Sedangkan karakterisasi dan analisa daya hambat lapisan SiO2 dan komposit
kitosan/Ag pada kain katun dilakukan dengan FTIR, XRD, DTA-TGA, uji
kekakuan kain serta uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap bakteri E.coli.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS,
Laboratorium Pusat MIPA Sub Laboratorium Kimia Pusat UNS, Laboratorium
Mikrobiologi PAU UGM. Waktu penelitian dari bulan Juli 2010 sampai Oktober
2010.
C. Alat dan Bahan yang digunakan
1. Alat
Peralatan laboratorium yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: spektrofotometer infra merah (FTIR, Shimdzu Prestige 21),
spektrometer serapan atom (AAS, AA-6650 Shimadzu manufactured by
mitorika.co.Hitaci.Ltd), spektrometer UV-Vis (UV, 1601 UV-Visible
Spectrophotometer Shimadzu), internal mixer (haake polydrive with rheomix
R600-610), alat difraksi sinar-x (Shimadzu XRD 7000 X-Ray difractometer
maxima), alat penguji kekakuan kain, autoclave (Hirayama), seperangkat alat
refluks, peralatan gelas, ayakan stainless steel ukuran 100 mesh, incubator, oven,
gunting, termometer, penggerus porselin, cawan porselin, seperangkat penyaring
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
buchner, pengaduk magnet dan hotplate, pH indicator, neraca analitis,
mikropipet, bunsen.
2. Bahan
Kain katun jenis Primisima, serbuk cangkang udang yang lolos ayakan
100 mesh, NaOH (Merck), SiO2 (Merck), asam asetat p.a (Merck), AgNO3
(Merck), H2SO4 (Merck), HNO3 (Merck), minyak goreng, kertas saring whatman
41, bakteri Escherichia Coli, spirtus, kapas, etanol 70%, nutrien broth, aquades
produksi laboratorium FMIPA UNS.
D. Prosedur Penelitian
1. Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang
Cangkang udang yang telah dibersihkan, dikeringkan dan diblender
kemudian disaring menggunakan ayakan 100 mesh.
Proses deproteinasi. Serbuk cangkang udang yang lolos ayakan 100 mesh
sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam labu alas bulat 500 mL ditambah 250 mL
larutan NaOH 4% (b/v), dipanaskan sambil diaduk pada suhu 80 ºC selama 1 jam.
Padatan yang diperoleh kemudian dicuci dengan akuades sampai netral dan
dikeringkan pada suhu 60 ºC sampai kering (Purnawan dkk., 2008).
Proses demineralisasi. Serbuk cangkang udang sebanyak 10 g hasil
deproteinasi dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 mL ditambah 150 mL larutan
HCl 1 M, diaduk pada suhu kamar selama 3 jam. Serbuk yang diperoleh
kemudian dicuci sampai netral dengan akuades dan dikeringkan pada suhu 60 ºC
sampai kering (Purnawan dkk., 2008).
Proses Deasetilasi Kitin. Sebanyak 10 g kitin dimasukkan ke dalam labu
leher dua 500 mL ditambah 150 mL larutan NaOH 60% (b/v), direfluks pada suhu
120 °C selama 3 jam. Hasil deasetilasi disaring dengan kertas saring biasa dan
dicuci menggunakan akuades sampai netral. Residu hasil deasetilasi dikeringkan
pada suhu 60 °C sampai kering (±8 jam) (Purnawan dkk., 2008). Kemudian kitin
dan kitosan yang diproleh dikarakterisasi menggunakan spektrometer IR dan
XRD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2. Pembuatan komposit kitosan/Ag
Sebanyak 200 mg adsorben (kitosan hasil deasetilasi) diinteraksikan
dengan Ag pada konsentrasi 1000 mg/L, diambil sebanyak 20 ml pada 7 gelas
beker dan masing-masing dishaker dengan variasi waktu shaker 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
jam. Kemudian filtrat dan residu dipisahkan dengan disaring. Residu dikeringkan
dengan dioven selama 3 jam. Filtrat diukur kadar Ag yang tersisa dalam larutan
dengan spektrofotometer serapan atom untuk mengetahui kondisi optimum proses
adsorpsi kitosan terhadap logam Ag sedangkan residu yang berupa komposit
kitosan/Ag dikarakterisasi IR, DTA/TGA dan XRD.
3. Pelapisan kain dengan SiO2
Kain katun dengan ukuran 12 x 3 cm2 yang sudah ditimbang beratnya
dicelupkan kedalam larutan SiO2 (0.2 gram SiO2 yang dilarutkan dalam NaOH
5% (b/v)) dengan variasi waktu pencelupan 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30 menit. Kain
dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30 menit. Kemudian kain ditimbang beratnya
hingga konstan. Kekakuan kain diuji dengan uji kekakuan.
4. Pelapisan kain dengan kitosan/Ag variasi berat
Kain katun yang sudah terlapisi SiO2 dicelupkan kedalam variasi larutan
komposit 0, 0.01, 0.05, 0.10, 0.50, 1.00, 1.50 dan 2.00 % (b/v) selama 10 menit.
Kain dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30 menit dan dimantapkan pada suhu
150 oC selama 3 menit. Kemudian kain ditimbang beratnya hingga konstan.
Kekakuan kain diuji dengan uji kekakuan dan karakterisasi kain dianalisis
menggunakan XRD dan SEM.
5. Uji aktivitas antibakteri kain sebelum pencucian (laundering)
Metode yang digunakan adalah shake flash method dan turbidimetri.
Media NB 3% (b/v) 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml yang sudah
steril. Kain masing - masing berukuran 2 x 3 cm2 sebanyak 6 potong yang telah
dilapisi komposit dimasukkan kedalam 6 erlenmeyer, lalu dimasukkan dan
dipanaskan didalam autoclave pada suhu 121 oC selama 15 menit. Setelah dingin
sebanyak 1 ml bakteri E.coli hasil inkubasi selama 24 jam dimasukkan ke dalam
sampel larutan media (sebagai kontrol), larutan media dan kain tanpa perlakuan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
larutan media dan kain dilapisi SiO2, larutan media dan kain dilapisi komposit
(0.01, 0.05, 0.10, 0.50 % (b/v)). Pengukuran absorbansi sampel dilakukan pada
jam ke-0, 2, 4, 6 dan 8 menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 610 nm. Percobaan dilakukan duplo. Dari data tersebut, dihitung
persentase daya hambat pada kain berlapiskan SiO2 dan kitosan/Ag terhadap
pertumbuhan bakteri E.coli.
inhibisi (%) = %100)()A -A(
0
00t xAA
AB
t
t
---
Dengan:
A0 = jumlah koloni bakteri kontrol jam ke-nol
At = jumlah koloni bakteri kontrol jam ke-t
Bt = jumlah koloni bakteri sampel jam ke-t
6. Uji aktivitas antibakteri kain setelah pencucian (laundering)
Metode yang digunakan adalah shake flash method dan turbidimetri.
Media NB 3% (b/v) 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml yang sudah
steril. Kain masing - masing berukuran 2 x 3 cm2 sebanyak 6 potong yang telah
dilapisi komposit dan dicuci dengan 0.2% (v/v) surfaktan tween-20 selama 5
menit dan dibilas dengan aquades selama 2 menit menggunakan sonic washer.
Kemudian kain dikeringkan, setelah kering kain dimasukkan kedalam 6
erlenmeyer, lalu dimasukkan dan dipanaskan didalam autoclave pada suhu 121 oC
selama 15 menit. Setelah dingin sebanyak 1 ml bakteri E.coli hasil inkubasi
selama 24 jam dimasukkan ke dalam sampel larutan media (sebagai kontrol),
larutan media dan kain tanpa perlakuan, larutan media dan kain dilapisi SiO2,
larutan media dan kain dilapisi komposit (0.01, 0.05, 0.10, 0.50 % (b/v)).
Pengukuran absorbansi sampel dilakukan pada jam ke-0, 2, 4, 6 dan 8
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 610 nm.
Percobaan dilakukan duplo. Dari data tersebut, dihitung persentase daya hambat
pada kain berlapiskan SiO2 dan kitosan/Ag dengan konsentrasi bervariasi terhadap
pertumbuhan bakteri E.coli.
inhibisi (%) = %100)()A -A(
0
00t xAA
AB
t
t
---
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Dengan:
A0 = jumlah koloni bakteri kontrol jam ke-nol
At = jumlah koloni bakteri kontrol jam ke-t
Bt = jumlah koloni bakteri sampel jam ke-t
7. Karakterisasi Gugus Fungsi, Uji kekakuan kain, dan Analisa Difraksi Sinar X
(XRD) pada kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit
kitosan/Ag, Analisis permukaan kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi
SiO2 dan komposit kitosan/Ag dengan SEM
a. Analisis Gugus Fungsi
Spesimen dengan ketebalan 0,4 mm dimasukkan dalam spektrofotometer
Infra Merah (FTIR, Shimdzu Prestige 21). Hasil diperoleh dalam bentuk spektra
IR yang menginformasikan adanya serapan gugus fungsi pada frekuensi tertentu.
Analisis IR dilakukan pada kitin, kitosan dan komposit kitosan/Ag optimum.
b. Analisis kekakuan kain
Kekakuan kain dianalisis menggunakan stiffness tester. Kain yang sudah
ditimbang beratnya dan diukur luasnya (2 x 3 cm2) diletakkan diatas alat
kemudian digeser menggunakan penggaris kearah bidang miring hingga ujing
kain menyentuh bidang miring yang bersudut 41,5o. Panjang pita yang
menggantung dari kain tersebut dicatat dan besarnya kekakuan kain didapatkan.
c. Analisa Difraksi Sinar X (XRD)
Sampel ditempatkan pada sample holder yang ketebalannya 2 mm alat
XRD pada posisi rata atau sejajar dengan Ganiometer dan luas penyinaran antara
0,5 x 2 cm sampai 1 x 2 cm, kemudian dilakukan scanning pada kondisi: X-ray
tube X-ray tube (target = Cu, voltage = 40.0 (kV), current = 30.0 (mA)); Slits
(divergence slit = 1.00000 (deg), scatter slit = 1.00000 (deg), receiving slit =
0.15000 (mm)); Scanning (drive axis = Theta-2Theta, scan range = 5.000 -
89.980), scan mode = Continuous Scan, scan speed = 2.0000 (deg/min),
sampling pitch = 0.0200 (deg) , preset time = 0.60 (sec)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
d. Analisis Permukaan dengan SEM
Kain dengan ketebalan sekitar 0,5 mm diletakkan di bawah mikroskop elektron
dengan perbesaran 2500x dan diatur sedemikian rupa sehingga terlihat gambar
yang jelas. Gambar kain difoto dengan kamera digital melalui mikroskop.
E. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data
1. Penetuan derajat deasetilasi (DD)
Derajat deasetilasi kitosan ditentukan berdasarkan karakter spektra IR.
Derajat deasetilasi (DD) kitosan diperoleh dari perbandingan absorbansi puncak
pada daerah serapan sekitar 1650 cm-1 yang merupakan serapan gugus karbonil
dan absorbansi puncak serapan sekitar 3450 cm-1 yang merupakan serapan
hidroksil sebagai standar internal atau puncak referensi dari metode spektroskopi
IR. Semakin besar derajat deasetilasi kitosan, intensitas serapan pada daerah
sekitar 1650 cm-1 yang menunjukkan C=O stretching semakin menurun,
sedangkan intensitas serapan pada daerah sekitar 1596 cm-1 yang menunjukkan
amina primer (-NH2) semakin meningkat.
2. Penentuan kondisi optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan
Dengan menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS) dengan teknik
analisa menggunakan metode kurva kalibrasi. Dari AAS diperoleh data absorbansi
dan konsentrasi. Kondisi optimum adsorpsi ditentukan dari grafik % adsorpsi
terhadap perbandingan kitosan dan Ag. Kondisi optimum adsorpsi ditunjukkan
oleh penurunan % abdsorbsi secara signifikan dengan naiknya perbandingan
kitosan/Ag hingga mencapai maksimum dan penurunan secara tajam % absorbsi.
Penentuan kondisi optimum juga didukung dengan perhitungan secara statistik
kimia melalui uji anova satu faktor.
3. Penentuan kekakuan kain
Dengan menggunakan stiffness tester yang akan diperoleh data berupa
kekakuan kain (g.cm). Sehingga diperoleh data kekakuan kain tanpa perlakuan,
kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag. Semakin
kaku suatu bahan, maka kekakuannya semakin besar. Kondisi optimum kain yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tidak terlalu kaku ditentukan dari besarnya kekakuan yang dihasilkan. Data yang
terbaik menunjukkan kekakuan kain yang tidak terlalu kaku.
4. Analisa interaksi antara senyawa penyusun komposit kitosan/Ag
Dapat dipelajari dari data spektra IR menggunakan FTIR dan kristalinitas
menggunakan XRD. Adanya penurunan intensitas pada serapan tertentu dan
munculnya serapan baru mengindikasikan adanya ikatan baru. Hal serupa
ditunjukkan oleh difraktogram XRD, munculnya pola difraktogram baru
mengindikasikan adanya pembentukan serapan baru dengan pola kristal yang
berbeda.
5. Penentuan kristalinitas kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag
Dengan menggunakan XRD yang akan diperoleh data berupa difraktogram
yang menunjukkan pola difraksi 2θ. Terbentuknya ikatan antara kain, kain
terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag ditandai dengan
ternjadinya pergeseran pola difraksi utama pada posisi 2θ disekitar 10o dan 20o
serta jarak antar puncak utama. Selain itu adanya perubahan pola difraksi dan
intensitas puncak ini menunjukkan pola kristal kristalinitas kain terlapisi SiO2 dan
komposit kitosan/Ag dibandingkan senyawa-senyawa pembentuknya.
6. Homogenitas permukaan komposit SiO2/kitosan/Ag
Dianalisis dengan scanning mikroskop elektron (SEM). Data foto
mikrografi berupa gambar dengan perbesaran tertentu yang menunjukkan
homogenitas permukaan kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan
komposit kitosan/Ag. Semakin homogen pencampuran bahan, persebaran lapisan
SiO2 dan komposit kitosan/Ag dalam kain semakin merata.
7. Analisis kemampuan aktivitas antibakteri pada kain
Dilakukan terhadap bakteri Escherichia Coli. Dari uji antibakteri ini akan
diperoleh data jumlah koloni bakteri pada masing-masing sempel. Komposit yang
memiliki jumlah koloni paling sedikit, berarti memiliki daya hambat terhadap
bakteri paling besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan pembahasan tentang isolasi kitin dan sintesis
kitosan cangkang udang, penentuan konsentrasi optimum adsorpsi logam Ag oleh
kitosan, penentuan kondisi optimum pelapisan kain katun dengan SiO2 dan
komposit kitosan/Ag dan karakterisasinya serta uji aktivitas bakteri Escherichia
coli pada kain.
A. Isolasi kitin dan sintesis kitosan
Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang melalui beberapa tahap
yaitu pembuatan serbuk cangkang udang lolos ayakan 100 mesh, proses
deproteinasi, proses demineralisasi dan proses deasetilasi.
Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa protein dan
lemak pada cangkang udang. Pada cangkang udang, keberadaan kitin disertai
dengan adanya protein dan fraksi anorganik yang kebanyakan disusun oleh
garam-garam kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium fosfat (Ca3(PO4)2). Untuk
memperoleh kitin diperlukan proses demineralisasi yang bertujuan untuk
menghilangkan mineral-mineral yang terdapat dalam kulit udang. Adapun reaksi
demineralisasi dalam pelarut asam adalah sebagai berikut:
Ca3(PO4)2 (s) + 6 HCl (aq) 3 CaCl2 (aq) + 2 H3PO4 (aq) CaCO3 (s) + 2 HCl (aq) CaCl2 (aq) + CO2 (g) + H2O (l)
Adanya CO2 yang dihasilkan dapat terlihat dari buih yang terbentuk pada
proses demineralisasi. Pemutusan gugus asetil dari gugus N-asetil pada kitin
untuk menghasilkan kitosan disebut proses deasetilasi. Reaksi hidrolisis dengan
basa kuat yang terjadi antara kitin dengan NaOH yang terjadi seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2. Proses isolasi kitin dari cangkang udang yang telah
dilakukan sebanyak 25 g serbuk cangkang udang (berat kering) menghasilkan
kitin rata- rata sebanyak 4,526 g (18,10% dari cangkang udang) yang kemudian
sintesis kitin menjadi kitosan rata-rata menghasilkan sebanyak 3,005 g (12,02%
dari berat cangkang udang) kitosan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
1. Karakterisasi kitin dan kitosan dengan spektroskopi IR
Kitin dan kitosan yang dihasilkan dari cangkang udang dikarakterisasi
dengan spektroskopi infra merah untuk mengidentifikasi gugus-gugus
fungsionalnya selain itu derajat deasetilasi kitosan juga dapat ditentukan.
Serapan dan gugus fungsi yang terdapat pada kitin dan kitosan disajikan
pada Tabel 1 (Brugnerotto et al., 2001; Ming et al., 2001; Khan et al., 2002;
Tretenichenko et al., 2006; Liu et al., 2006)
Tabel 1. Gugus fungsi spektra IR kitin dan kitosan
Bil. Gelombang (cm-1) sekitar Gugus fungsi kitin dan kitosan
3448,5 O-H stretching dan N-H (-NH2)Amina 3271,0 & 3109,0 N-H (NHCOCH3) Amida II 2931,6 & 2885,3 (doublet) C-H stretching (C-H ring, -CH3 dan –CH2-) 1658,7 & 1630,0 (doublet-singlet) C=O stretching (NHCOCH3) Amida I 1596,0 N-H bending (-NH2) 1419,0 & 1377,0 C-H bending (C-Hring;-CH2;-CH3)dan C-C 1558,4 & 1311,5 N-H & C-N (NHCOCH3) AmidaII & III 1157,2 Brigde-O-stretching (C-OC) 1072,3 & 1026,1 C-O asym & C-O sym stretching 894,9 Ring stretching (C-H siklo atau ring)
Spektra kitin dan kitosan hasil isolasi ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Spektra IR kitin dan kitosan cangkang udang
3271 & 3109
-C=O
1596 cm-1, -NH2
3271 & 3109 -NH Amida II
1658,7 & 1630 -C=O str
1311,5 -C-N Amida III
1558,4 –NH amida II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Berdasarkan Gambar 4, spektra IR kitin muncul serapan sekitar 3271 dan
3109 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H (NHCOCH3, Amida II); 2931,6 dan
2885,3 cm-1 yang menunjukkan gugus C-H stretching; 1658,7 dan 1630 cm-1 yang
menunjukkan gugus C=O stretching (NHCOCH3, Amida I); 1558,4 dan
1311,5 cm-1 menunjukkan gugus N-H dan C-N (NHCOCH3, Amida II dan III).
Terbentuknya kitosan dari proses deasetilasi kitin ditandai dengan
perubahan serapan sekitar 3448,5 cm-1 menjadi lebih lebar. Intensitas puncak
serapan sekitar 3271,0 dan 3109,0 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H (Amida II)
semakin rendah dan hilang. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadi tumpang
tindih dengan serapan -NH2 dan -OH. Serapan gugus amina lebih kecil daripada
serapan gugus hidroksida karena ikatannya lebih lemah. Semakin besarnya gugus
asetil pada kitin yang tersubstitusi dengan atom H menjadi gugus amina (-NH2),
kemampuan kitosan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air semakin
besar, sehingga menyebabkan pelebaran puncak serapan sekitar 3448,5 cm-1 dan
menyebabkan puncak serapan sekitar 3271,0 dan 3109,0 cm-1 semakin tidak
kelihatan.
Perubahan juga terjadi pada puncak serapan sekitar 1658,7 dan 1630 cm-1
yang menunjukkan gugus C=O stretching (NHCOCH3, Amida I). Intensitas
puncak serapan ini menjadi lebih kecil dan muncul serapan baru yang lebih kecil
yaitu serapan pada bilangan gelombang 1596 cm-1 yang menunjukkan gugus
amina primer. Hal ini menunjukkan banyaknya gugus asetil yang lepas,
membentuk gugus amina (-NH2). Kekuatan ikatan C=O dari gugus asetil lebih
besar dari kekuatan ikatan N-H dari gugus amina, sehingga energi vibrasi yang
dibutuhkan dan bilangan gelombang yang disebabkan oleh adanya gugus asetil
lebih besar daripada energi vibrasi dan bilangan gelombang yang disebabkan oleh
adanya gugus amina (hukum Hooke). Serapan 1558,4 cm-1 yang menunjukkan
gugus N-H (NHCOCH3, Amida II) bergeser ke bilangan gelombang yang lebih
besar yaitu ke arah 1596 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H amina. Hal ini
disebabkan karena kekuatan ikatan N-H dalam amina (-NH2) lebih kuat daripada
kekuatan ikatan N-H dalam amida (NHCOCH3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Karakterisasi kitosan dengan spektrofotometer IR selain untuk mengetahui
gugus-gugus fungsi dari kitosan hasil isolasi, dapat juga digunakan untuk
menghitung derajat deasetilasi kitosan hasil isolasi yang didasarkan pada
absorbansi gugus amina, hidroksi dan karbonil. Untuk menghitung derajat
deasetilasi kitosan dapat digunakan baseline b yang diusulkan oleh Baxter (Khan et
al., 2002). Dari penelitian ini derajat deasetilasi yang diperoleh adalah 95,15%
berdasarkan baseline b. Adapun cara penentuan DD dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Analisis X-Ray Diffractometer (difraksi sinar-X)
Karakterisasi kedua dari kitin dan kitosan dilakukan dengan menggunakan
teknik difraksi sinar-X yang umumnya digunakan untuk karakterisasi padatan
sehingga diketahui kristalinitasnya. Difraktogram kitin dan kitosan disajikan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Difraktogram kitin dan kitosan
Pola difraksi sinar-X kitin dan kitosan menunjukkan pola puncak difraksi
yang memiliki posisi 2θ yang relatif sama, namun pada kitosan mempunyai
intensitas yang lebih lemah dan melebar. Pola difraksi kitin dan kitosan terdiri dari
puncak utama pada 2θ sekitar 10o dan 20o. Pelebaran puncak menunjukkan
ketidakteraturan pengaturan bidang kristal setelah deasetilasi. Tingginya
kristalinitas pada kitin disebabkan adanya ikatan hidrogen intramolekul dan
intermolekul. Struktur kristalinitas kitin dan kitosan dapat terlihat seperti pada
Gambar 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 6. Interaksi intermolekuler kitin atau kitosan
Adanya interaksi intramolekuler menyebabkan keteraturan bidang unit polimer
kitin dan kitosan. Secara umum kristalinitas
karena ikatan hidrogen yang mempengaruhi interaksi intramolekuler dan
intermolekuler kitin lebih kuat daripada kitosan. Ikatan hidrogen kiti
terlihat seperti Gambar 7 dan
HN :
C
H3C
Gambar
Gambar
Oksigen lebih elektronegatif dari
oksigen lebih kuat dari pada nitrogen dan menyebabkan momen dipol hidrogen
yang terikat pada oksigen lebih positif dari
nitrogen. Hal ini menyebabkan ikatan hidrogen intramolekuler dan i
kitin lebih kuat daripada kitosan.
Selama proses deasetilasi kitin sangat dimungkinkan terjadinya deasetilasi
dan pemutusan rantai polimer secara acak. Hal ini menyebabkan keteraturan kitin
Interaksi intermolekuler kitin atau kitosan (Champagne, 2002)
Adanya interaksi intramolekuler menyebabkan keteraturan bidang unit polimer
kitin dan kitosan. Secara umum kristalinitas kitin lebih tinggi daripada kitosan
karena ikatan hidrogen yang mempengaruhi interaksi intramolekuler dan
intermolekuler kitin lebih kuat daripada kitosan. Ikatan hidrogen kitin dan kitosan
dan 8.
O : ------- H O
Gambar 7. Ikatan hidrogen dari kitin
N H------- :O
Gambar 8. Ikatan hidrogen dari kitosan
lebih elektronegatif dari pada nitrogen sehingga dipol negatif
pada nitrogen dan menyebabkan momen dipol hidrogen
yang terikat pada oksigen lebih positif dari pada hidrogen yang terikat pada
Hal ini menyebabkan ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler
kitin lebih kuat daripada kitosan.
Selama proses deasetilasi kitin sangat dimungkinkan terjadinya deasetilasi
dan pemutusan rantai polimer secara acak. Hal ini menyebabkan keteraturan kitin
Ik.hidrogen
..δ- δ+
..
..δ-
..δ- δ+
Ik.hidrogen
..δ-
Hδ+ Hδ+
27
hampagne, 2002)
Adanya interaksi intramolekuler menyebabkan keteraturan bidang unit polimer
kitin lebih tinggi daripada kitosan
karena ikatan hidrogen yang mempengaruhi interaksi intramolekuler dan
n dan kitosan
pada nitrogen sehingga dipol negatif
pada nitrogen dan menyebabkan momen dipol hidrogen
pada hidrogen yang terikat pada
ntermolekuler
Selama proses deasetilasi kitin sangat dimungkinkan terjadinya deasetilasi
dan pemutusan rantai polimer secara acak. Hal ini menyebabkan keteraturan kitin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
semakin menurun. Selain itu ikatan hidrogen intermolekuletr –NH2---OH kitosan
dapat diperlemah oleh adanya faktor sterik molekul karena panjang ikatan gugus
amina lebih pendek dibandingkan panjang ikatan gugus asetil. Semakin banyak
gugus asetil tersubstitusi menjadi gugus amina maka jarak antar bidang rantai
polimer yang membentuk ikatan hidrogen intermolekuler semakin pendek dan
menyebabkan kestabilan ikatan hidrogen intermolekuler –NH2---OH lebih kecil
dibandingkan ikatan hidrogen intermolekuler –C=O---HO-gugus asetil pada kitin.
Oleh karena itu, secara umum kristalinitas kitosan lebih rendah daripada kitin.
B. Penentuan konsentrasi optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan
Proses adsorbsi logam Ag oleh kitosan dilakukan untuk menentukan
persentase (%) optimum penyerapan logam Ag oleh kitosan pada variasi waktu
shaker Ag/kitosan (20 ml Ag 1000 ppm : 0,2 g) selama 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7
jam. Besarnya persentase adsorpsi logam Ag oleh kitosan dianalisis dengan
menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) dengan metode kurva
standar. Kurva standar dan persentase adsorpsi logam Ag oleh kitosan dapat
dilihat pada Gambar 9 dan 10 serta data dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.
Gambar 9. Kurva standar logam Ag menggunakan AAS
y = 0,0815x + 0,0008R = 0,9994
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000 3.0000 3.5000 4.0000 4.5000
Abso
rban
si
Konsentrasi (ppm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Gambar 10. Adsorpsi logam Ag oleh kitosan
Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah
logam Ag yang teradsorp pada jam ke-1 (1 jam) sampai jam ke-5 (5 jam) secara
signifikan. Akan tetapi pada jam ke-5 (5 jam) sampai jam ke-7 (7 jam) jumlah
logam Ag yang teradsorp semakin tidak signifikan. Penurunan ini terjadi mulai
dari waktu shaker pada jam ke-5 (5 jam). Hal ini disebabkan karena adanya
ketidak seimbangan jumlah logam Ag dan situs aktif (-NH2 dan -OH) pada
kitosan, semakin lama waktu shaker logam Ag dengan jumlah situs aktif yang
sama, maka situs aktif kitosan mengalami kejenuhan. Berdasarkan Gambar 10,
kondisi optimum proses penyerapan logam Ag oleh kitosan terjadi pada jam ke-5
(5 jam). Penentuan kondisi optimum ini didukung dengan penghitungan secara
statistika menggunakan anova satu arah dan uji Duncan yang dapat dilihat pada
Lampiran 4 dan 5.
1. Karakterisasi FTIR kitosan setelah adsorpsi logam Ag
Adanya interaksi antara kitosan dengan logam Ag menyebabkan terjadinya
perubahan karakter spektra IR kitosan. Perubahan spektra IR kitosan setelah
mengadsorp logam Ag dapat dilihat pada Gambar 11.
955
960
965
970
975
980
985
0 2 4 6 8
Kons
entr
asi l
ogam
Ag
tera
dsor
b (p
pm)
Waktu (jam)
0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 11. Perubahan spektra IR kitosan sebelum dan setelah proses adsorpsi
Secara kualitatif, Gambar 11 menunjukkan adanya perubahan baik
intensitas, maupun lebar puncak dari kitosan. Serapan vibrasi sekitar 3448,72 cm-1
dan 1597,06 cm-1 yang menunjukkan serapan overlapping vibarasi gugus –NH2
dan -OH mengalami penyempitan karena adanya logam Ag. Hal ini dimungkinkan
karena berkurangnya kekuatan ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler
kitosan setelah adanya logam Ag, serta terbentuknya ikatan hidrogen dengan
molekul air semakin besar pada kitosan. Interaksi antara logam Ag dengan gugus
–NH2 dan -OH juga menyebabkan terjadinya penurunan intensitas pada daerah
1419,61 cm-1 yang merupakan serapan dari C-H dan daerah 1319,31 cm-1 serapan
dari gugus C-N serta 1381,03 cm-1 yang merupakan daerah serapan dari gugus C-C
semakin tidak kelihatan. Hal ini dimungkinkan karena interaksi Ag dengan gugus
NH2 dan –OH menyebabkan kekakuan vibrasi gugus C-H, C-C dan C-N, sehingga
intensitas vibrasi gugus - gugus tersebut menjadi lebih kecil.
-OH & -NH2str -NH2 str
-C-H
-C-C
-C-N
Kitosan/Ag
Kitosan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2. Karakterisasi XRD kitosan setelah adsorpsi logam Ag
Kitosan memiliki kisi kristal yang ditunjukkan oleh munculnya pola
difraksi utama yaitu 2θ sekitar 10o dan 20o, dengan intensitas yang rendah
(Trecenichenco et al., 2006). Adanya proses adsorbsi logam Ag oleh kitosan
mempengaruhi kristalinitas kitosan. Adanya logam Ag menyebabkan puncak
utama difraktogram kitosan semakin lebar dan intensitas kitosan semakin rendah.
Hal ini ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Perubahan difraktogram kitosan
Berdasarkan Gambar l2 menunjukkan bahwa terjadinya penurunan
intensitas puncak pada difraktogram kitosan disebabkan karena kristalinitas
kitosan setelah adanya logam Ag dalam kitosan. Modrzejewska et al. (2009)
menyebutkan bahwa dengan meningkatnya jumlah ion logam yang teradsop oleh
kitosan, maka indek kristalinitas dari kitosan semakin menurun. Kristalinitas
kitosan dipengaruhi oleh ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler.
Dengan adanya logam Ag menyebabkan rusaknya ikatan hidrogen intramolekuler
dan intermolekuler kitosan dengan membentuk khelat antara logam Ag dengan
kitosan seperti yang diiliustrasikan Gambar 13. Hal ini menyebabkan kristalinitas
kitosan menurun.
62
579
66
769
Kitosan/Ag
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 13. Berkurangnya ikatanintermolekuler k
3. Karakterisasi DTA/TGA kitosan setelah adsor
Dalam analisis TGA (
Thermal Analysis), sampel mulai mengalami perubahan atau reaksi ditunjukkan
oleh penyimpangan terhadap garis horizontal dan reaksi telah sempurna apabila
tercapai kurva horizontal dan tidak mengalami perubahan kembali (
reaksi yang tidak diikuti oleh adanya perubahan massa, tidak dapat dianalisis
dengan TGA. Perubahan termogram DTA disebabkan oleh
reaksi yang tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan massa sampel tapi juga oleh
terjadinya proses reaksi, perubahan stru
Perubahan termogram adsor
dan 15.
Gambar 14
I
Berkurangnya ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler kitosan
i DTA/TGA kitosan setelah adsorpsi logam Ag
Dalam analisis TGA (Thermogravimetric Analysis) dan DTA (Differential
), sampel mulai mengalami perubahan atau reaksi ditunjukkan
oleh penyimpangan terhadap garis horizontal dan reaksi telah sempurna apabila
tercapai kurva horizontal dan tidak mengalami perubahan kembali (plateu
ng tidak diikuti oleh adanya perubahan massa, tidak dapat dianalisis
dengan TGA. Perubahan termogram DTA disebabkan oleh perubahan panas
k hanya dipengaruhi oleh perubahan massa sampel tapi juga oleh
terjadinya proses reaksi, perubahan struktur dan perubahan fasa sampel.
adsorpsi logam Ag oleh kitosan disajikan pada Gambar
4. Perubahan Termogram TGA Kitosan
II
III Kitosan/Ag
Kitosan
IV
32
Differential
), sampel mulai mengalami perubahan atau reaksi ditunjukkan
oleh penyimpangan terhadap garis horizontal dan reaksi telah sempurna apabila
plateu). Suatu
ng tidak diikuti oleh adanya perubahan massa, tidak dapat dianalisis
perubahan panas
k hanya dipengaruhi oleh perubahan massa sampel tapi juga oleh
ktur dan perubahan fasa sampel.
ambar 14
Kitosan/Ag
Kitosan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 15. Perubahan Termogram DTA Kitosan
Dari termogram TGA dan DTA, secara umum diperoleh 4 perubahan
kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi yaitu : Suhu
antara di bawah 120 oC (kurva miring I), suhu antara 250 – 360 oC (kurva miring
II), suhu antara sekitar 360 – 610 oC (kurva miring III) dan suhu diatas 610 oC.
Suhu antara dibawah 120 oC (kurva miring I) menunjukkan proses
lepasnya molekul air. Hilangnya molekul air dari kitosan merupakan reaksi
eksotermis yang ditunjukkan puncak ke atas pada termogram DTA kitosan.
Suhu antara 250 – 360 oC (kurva miring II) kemungkinan menunjukkan
hilangnya sisa gugus asetil dari kitosan karena gugus asetil memiliki ikatan π yang
lebih lemah dan reaktif sehingga mudah putus terlebih dahulu. Termogram TGA
pada komposit kitosan/Ag pada suhu sekitar 300 oC menunjukkan proses
hilangnya gugus asetil telah selesai. Sedangkan pada Termogram TGA kitosan
proses hilangnya gugus asetil masih terus berlangsung. Lepasnya gugus asetil
pada komposit kitosan/Ag lebih cepat daripada pada kitosan. Hal ini
dimungkinkan karena hilangnya ikatan hidrogen pada komposit kitosan/Ag,
sehingga keteraturannya menjadi lebih acak dan gugus asetil lebih cepat lepas.
Hilangnya gugus asetil dari kitosan merupakan reaksi endotermis, ditunjukkan
munculnya puncak ke bawah termogram DTA.
I
II III
Kitosan/Ag
Kitosan
IV
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Suhu antara sekitar 360 – 610 oC (kurva miring III) kemungkinan
menunjukkan proses degradasi dan dekomposisi rantai kitosan, maupun komposit
kitosan/Ag berdasarkan termogram DTA proses degradasi dan dekomposisi rantai
kitosan merupakan reaksi eksotermis.
Suhu di atas 610 oC (kurva miring IV) terbentuk garis horizontal pada
termogram TGA kitosan yang menunjukkan habis terdekomposisi menjadi
komponen penyusunnya. Adanya sisa logam Ag dalam kitosan menyebabkan
komposit kitosan/Ag tidak habis terdegradasi hingga mendekati persen berat yaitu
0% karena titik leleh Ag lebih besar dari 700 oC. Proses degradasi kitosan
merupakan reaksi eksotermis, ditunjukkan munculnya puncak ke atas termogram
DTA.
C. Penentuan kondisi optimum pelapisan kain katun dengan SiO2 dan
komposit kitosan/Ag
1. Pelapisan kain katun dengan SiO2
Kain katun dengan ukuran 12 x 3 cm2 yang sudah ditimbang beratnya
dicelupkan kedalam larutan SiO2. Larutan SiO2 dibuat dengan cara melarutkan
0,2 gram SiO2 dalam NaOH 5% (b/v) dan dipanaskan sampai suhu ≥ 80 oC.
(Anonim, 2002). Pencelupan kain dilakukan dengan waktu pencelupan 0, 5, 10,
15, 20, 25 dan 30 menit. Kain decelupkan secara bolak-balik dengan kecepatan
celup 8 celupan/menit. Kemudian kain dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30
menit dan ditimbang beratnya hingga konstan. Hubungan antara waktu
pencelupan dengan berat lapisan SiO2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16
dan data pada Tabel 2.
Gambar 16 menunjukkan bahwa semakin lama kain dicelupkan maka
semakin besar beratnya, hal itu disebabkan semakin banyaknya SiO2 yang
menempel pada selulosa kain. Kain yang sudah terlapisi oleh SiO2 dilakukan uji
kekakuaanya menggunakan stiffness tester. Hasil uji kekakuan kain disajikan pada
Tabel 2 dan menunjukkan bahwa semakin lama waktu celup kain kedalam larutan
SiO2 maka kain semakin kaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 16. Hubungan antara waktu pencelupan kain dengan berat lapisan SiO
Tabel 2. Hasil uji kekakuan
Waktu (menit)
Berat
0 0,0005 0,002 ±10 0,006 ± 0,00115 0,00920 0,012 ± 0,00125 0,01630 0,016
Berdasarkan Gambar 16 dan
adalah waktu pencelupan 25 menit dengan berat kain optimum dan kekakuan yang
tidak terlalu kaku. Penentuan kondisi optimum ini didukung dengan penghitungan
secara statistika menggunakan
di Lampiran 6.
Pada penelitian kali ini SiO
kitosan-Ag dan selulosa kain (Li
terlebih dahulu dengan SiO
dengan selulosa kain. Adanya interaksi
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
0.016
0.018
0 5
Bera
t Lap
isan
SiO
2 (g
)
antara waktu pencelupan kain dengan berat lapisan SiO
uji kekakuan kain terlapisi SiO2
Berat lapisan (gr)
Kekakuan (mg/cm)
0,000 ± 0,000 6,845 ± 0,106 2 ± 0,001 6,088 ± 0,096 6 ± 0,001 6,185 ± 0,085
0,009 ± 0,000 6,237 ± 0,118 2 ± 0,001 6,341 ± 0,147
0,016 ± 0,000 6,341 ± 0,084 0,016 ± 0,000 6,765 ± 0,050
Gambar 16 dan Tabel 2, waktu yang dianggap paling optimum
waktu pencelupan 25 menit dengan berat kain optimum dan kekakuan yang
Penentuan kondisi optimum ini didukung dengan penghitungan
menggunakan anova satu arah dan uji Duncan yang dapat dilihat
Pada penelitian kali ini SiO2 berfungsi sebagai pengemban bagi komposit
Ag dan selulosa kain (Li et al., 2007). Oleh karena itu kain dilapisi
terlebih dahulu dengan SiO2 sehingga diharapkan terdapat interaksi antar SiO
Adanya interaksi antara SiO2 dengan selulosa kain maka
10 15 20 25 30
Waktu (menit)
35
antara waktu pencelupan kain dengan berat lapisan SiO2
optimum
waktu pencelupan 25 menit dengan berat kain optimum dan kekakuan yang
Penentuan kondisi optimum ini didukung dengan penghitungan
va satu arah dan uji Duncan yang dapat dilihat
berfungsi sebagai pengemban bagi komposit
kain dilapisi
interaksi antar SiO2
dengan selulosa kain maka
35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
diharapkan SiO2 bisa mengemban komposit kitosan/Ag sehingga interaksi
komposit kitosan/Ag menjadi lebih kuat.
2. Pelapisan kain katun terlapisi SiO2dengan komposit kitosan/Ag
Kain katun terlapisi SiO2 dicelupkan kedalam variasi larutan komposit 0;
0,05; 0,10; 0,50; 1,00; 1,50 dan 2,00 % (b/v) dalam asetat 1% selama 10 menit.
Kain dicelupkan secara bolak-balik dengan kecepatan celup 8 celupan/menit
kemudian kain dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30 menit dan dimantapkan
pada suhu 150 oC selama 3 menit. Kain ditimbang beratnya hingga konstan.
Hubungan antara konsentrasi komposit kitosan/Ag dengan berat lapisan komposit
kitosan/Ag seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17 dan data pada Tabel 3.
Gambar 17. Hubungan antara konsentrasi komposit kitosan/Ag dengan berat lapisan komposit kitosan/Ag
Gambar 17 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi komposit
kitosan/Ag, maka semakin banyak komposit kitosan/Ag yang terikat pada kain
yang telah dilapisi SiO2. Kain yang sudah terlapisi oleh SiO2 dan komposit
kitosan/Ag dilakukan uji kekakuaanya menggunakan stiffness tester. Hasil uji
kekakuan kain disajikan pada Tabel 3 dan menunjukkan bahwa semakin besar
konsentrasi komposit kitosan/Ag maka kain semakin kaku.
0.000
0.020
0.040
0.060
0.080
0.100
0.120
0.140
0.160
0.00 0.01 0.05 0.10 0.50 1.00 1.50 2.00Kons. kitosan/Ag (% b/v)
Bera
t Lap
isan
kito
san/
Ag (g
)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 3. Hasil Uji Kekakuan Kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag
Kons. Kitosan/Ag (% (b/v))
Berat lapisan (g)
Kekakuan (mg/cm)
0.00 0.01
0.000 ± 0.000 0.004 ± 0.000
6.845 ± 0.003 4.877 ± 0.003
0.05 0.006 ± 0.001 4.495 ± 0.001 0.10 0.007 ± 0.001 4.124 ± 0.000 0.50 0.007 ± 0.000 24.166 ± 0.003 1.00 0.090 ± 0.001 57.149 ± 0.001 1.50 0.133 ± 0.000 86.440 ± 0.003 2.00 0.151 ± 0.001 105.094 ± 0.001
Berdasarkan Tabel 3, berat kain yang sudah dilapisi SiO2 dan komposit
kitosan/Ag dan uji kekakuan kain, maka yang dianggap paling optimum adalah
pada saat kain terlapisi komposit kitosan/Ag pada konsentrasi 0.10 % (b/v). Hal
ini disebabkan karena kain terlapisi komposit kitosan/Ag pada konsentrasi diatas
0.10 % (b/v) terjadi pengelupasan komposit dari kain, dengan kata lain komposit
kitosan/Ag sudah tidak menempel sempurna pada kain.
Gambar 18. Perubahan difraktogram kain yang terlapisi SiO2 dan terlapisi
komposit kitosan/Ag
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 18 menunjukkan
komposit kitosan/Ag dimana ketika kain terlapisi SiO
difraktogram yang lebih rendah dibandingkan dengan difraktogram kain sebelum
terlapisi SiO2. Hal ini dimungkinkan
dengan SiO2 pada gugus aktif silika
OH) dan gugus siloksan (Si
material agar dapat berfungsi sebagai pembatas pertumbuhan krist
berada didalamnya sehingga ukuran partikel menjadi sangat kecil.
ikatan antara SiO2 dengan selulosa kain maka diharapkan SiO
komposit kitosan/Ag.
Pada difraktogram kain yang terlapisi komposit kitosan/Ag
puncak difraktogram yang lebih
yang terlapisi SiO2, karena dimungkinkan adanya Si yang lepas dari kain.
Meskipun demikian adanya
turunnya puncak difraktogram kain yang terlapisi komposit kitosan/Ag jika
dibandingkan dengan difraktogram kain.
SiO2 dan kain dengan komposit kitosan/Ag ditunjukkan pada Gambar 19
Gambar 19. Tekstur permukaan kain tanpa perlakuan
menunjukkan adanya interaksi antara kain dengan SiO
komposit kitosan/Ag dimana ketika kain terlapisi SiO2 mempunyai puncak
difraktogram yang lebih rendah dibandingkan dengan difraktogram kain sebelum
dimungkinkan karena adanya interaksi antara selulosa kain
pada gugus aktif silika pada permukaannya yaitu gugus silanol (Si
OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si) (Oscik, 1982). Silika dipilih sebagai host/inang
material agar dapat berfungsi sebagai pembatas pertumbuhan kristal oksida yang
berada didalamnya sehingga ukuran partikel menjadi sangat kecil. Dengan
dengan selulosa kain maka diharapkan SiO2 bisa mengemban
Pada difraktogram kain yang terlapisi komposit kitosan/Ag mempunyai
puncak difraktogram yang lebih tinggi dibandingkan dengan difraktogram kain
karena dimungkinkan adanya Si yang lepas dari kain.
Meskipun demikian adanya komposit kitosan/Ag pada kain ditunjukkan dengan
ogram kain yang terlapisi komposit kitosan/Ag jika
dibandingkan dengan difraktogram kain. Adanya interaksi antara kain dengan
dan kain dengan komposit kitosan/Ag ditunjukkan pada Gambar 19 –
Gambar 19. Tekstur permukaan kain tanpa perlakuan
38
adanya interaksi antara kain dengan SiO2 dan
mempunyai puncak
difraktogram yang lebih rendah dibandingkan dengan difraktogram kain sebelum
interaksi antara selulosa kain
pada permukaannya yaitu gugus silanol (Si-
Silika dipilih sebagai host/inang
al oksida yang
Dengan adanya
bisa mengemban
mempunyai
dibandingkan dengan difraktogram kain
karena dimungkinkan adanya Si yang lepas dari kain.
ditunjukkan dengan
ogram kain yang terlapisi komposit kitosan/Ag jika
Adanya interaksi antara kain dengan
– 21.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 20. Tekstur permukaan kain yang dilapisi SiO
Gambar 21. Tekstur permukaan kain yang dilapisi
0,1%(b/v)
Berdasarkan analisis SEM nampak bahwa permukaan serat kain tanpa
perlakuan relatif halus dan homogen. Tekstur serat kain setelah dilapisi SiO
menjadi kasar dan tidak rata. Hal ini menunjukkan bahwa SiO
kain. Di sisi lain nampak pula kain yang dilapisi komposit kitosan/Ag 0,1% (b/v)
permukaannya menjadi lebih
yang terlapisi SiO2. Hal ini menunjukkan bahwa komposit kitosan/Ag menempel
pada kain yang terlapisi SiO
Gambar 20. Tekstur permukaan kain yang dilapisi SiO2
Tekstur permukaan kain yang dilapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag
Berdasarkan analisis SEM nampak bahwa permukaan serat kain tanpa
perlakuan relatif halus dan homogen. Tekstur serat kain setelah dilapisi SiO
menjadi kasar dan tidak rata. Hal ini menunjukkan bahwa SiO2 menempel pada
. Di sisi lain nampak pula kain yang dilapisi komposit kitosan/Ag 0,1% (b/v)
lebih kasar dan tidak rata jika dibandingkan dengan kain
. Hal ini menunjukkan bahwa komposit kitosan/Ag menempel
SiO2.
39
kitosan/Ag
Berdasarkan analisis SEM nampak bahwa permukaan serat kain tanpa
perlakuan relatif halus dan homogen. Tekstur serat kain setelah dilapisi SiO2
menempel pada
. Di sisi lain nampak pula kain yang dilapisi komposit kitosan/Ag 0,1% (b/v)
jika dibandingkan dengan kain
. Hal ini menunjukkan bahwa komposit kitosan/Ag menempel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
D. Aktivitas bakteri Escherichia coli pada kain
Bakteri Escherichia coli merupakan salah satu bakteri pathogen yang
berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga perlu dihambat pertumbuhannya.
Aktivitas antibakteri dapat melalui cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.
Kitosan merupakan polikationik alami yang unik, dimana gugus amina
(–NH2) dalam larutan asam akan terprotonasi menjadi ammonium (NH3+). Gugus
ammonium (NH3+) ini merupakan gugus aktif yang dapat digunakan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri melalui interaksi antara polikationik
ammonium kuarterner kitosan dengan muatan ion negatif sel bakteri. Salah satu
parameter penting yang menentukan karakteristik kitosan adalah derajat
deasetilasi (DD) kitosan. Semakin besar DD maka gugus amina dalam kitosan
semakin besar (Purnawan. dkk., 2008). Semakin tinggi DD kitosan, dimungkinkan
aktivitas antibakteri kitosan akan semakin besar. Namun disisi lain, nitrogen
merupakan salah satu sumber makanan bagi bakteri sehingga kitosan akan
memicu pertumbuhan bakteri pada konsentrasi tertentu.
Penelitian Liu et al. (2006) menunjukkan bahwa larutan kitosan mulai
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 200 ppm.
Semakin besar konsentrasi, daya hambat semakin besar. Pada konsentrasi 1000
ppm, daya hambat kitosan optimum. Zang et al. (2003) menunjukkan bahwa kain
yang dilapisi kitosan memiliki daya hambat optimum terhadap Escherichia coli
pada konsentrasi 0,3 g/L dan 0,5 g/L terhadap Hay bacillus.
Penambahan suatu logam seperti Ag, Cu dan Cd dapat menghambat
bakteri (Ramachandran, 2003). Berbeda dengan logam berat lainnya Ag tidak
mempunyai toksisitas tinggi untuk manusia. Selain itu ion perak dan senyawa
perak menunjukkan efek toksik pada beberapa bakteri, virus, alga dan jamur. Sifat
antibakteri perak berasal dari sifat kimia bentuk terionisasi nya, yaitu ion Ag+.
Dalam penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya Ion perak
menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur ketika ditambahkan ke pakaian,
seperti kaos kaki, untuk mengurangi bau, risiko bakteri dan jamur. Perak
dimasukkan ke dalam pakaian atau sepatu baik dengan mengintegrasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
nanopartikel perak ke dalam polimer dari benang yang dibuat atau dengan benang
pelapisan dengan perak (Anonim, 2008).
Upaya lain untuk meningkatan sifat antibakteri dalam pembuatan kain
antibakteri dapat dilakukan dengan penambahan senyawa pengemban yang dapat
memperkuat interaksi dengan kain, seperti penambahan SiO2. Adanya gugus aktif
silanol (Si-OH) pada SiO2 yang berfungsi sebagai pengemban kitosan dapat
memperkuat interaksi dengan kain sehingga kitosan tidak mudah lepas
(Li et al., 2007).
Interaksi bahan antibakteri dapat melalui interaksi ionik dan interaksi
hidrofobik. Namun karena kitosan tidak memiliki gugus alkil hidrofobik, maka
kemungkinan besar interaksi sifat antibakteri lapisan SiO2 dan komposit
kitosan/Ag dengan bakteri melalui interaksi ionik antara polikationik ammonium
kuarterner kitosan yang bergabung dengan Ag yang memiliki ion positif dengan
muatan ion negatif sel bakteri. Kemungkinan besar sasaran agen antibakteri
lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag adalah dinding sel, membran sitoplasma
dan mengganggu sintesis DNA sel bakteri. Bahan anti bakteri khususnya dengan
gugus ammonium kuaterner berinteraksi dengan dinding sel yang mengandung
protein, lipopolisakarida atau peptidoglikon, serta asam teikoat yang mengandung
alkohol dan fosfat (Kim et al. 2002). Escherichia coli merupakan bakteri gram
negatif yang memiliki dinding sel yang tersusun dari peptidoglikon yang
merupakan lipopolisakarida dan asam teikoat yang terdiri dari alkohol dan fosfat.
Membran sitoplasma mengandung protein dan phospolipida. Adanya phospat,
protein, alkohol, asam teikoat dan phospolipid menyebabkan bakteri memiliki
gugus hidrofilik yang cenderung bermuatan negatif dan lebih polar, walaupun
disisi lain memiliki gugus hidrofobik. Gugus hidrofilik yang cenderung bermuatan
negatif ini kemudian berinteraksi dengan lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag.
Maka dengan adanya lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag maka dapat
mengganggu metabolisme bakteri dengan melapisi permukaan sel bakteri,
mencegah masuknya nutrient kedalam sel, berikatan dengan DNA kemudian
menghambat RNA dan sintesis protein, sehingga menyebabkan kerusakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
komponen intraseluler dan penyusutan membran sel secara perlahan dan akhirnya
mengakibatkan kematian sel bakteri.
Pada penelitian ini, konsentrasi komposit kitosan/Ag yang digunakan
untuk melapisi kain yang telah terlapisi SiO2 adalah 0, 0.01, 0.05, 0.10, 0.50, 1.00,
1.50 dan 2.00% (b/v) dalam asam asetat 1% dengan DD > 95%. Hal ini
didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Liu et a.l (2006) menyebutkan
bahwa pada konsentrasi 1000 ppm (0,1% b/v) membunuh bakteri E. coli hingga
mencapai optimum. Volume media yang digunakan sebanyak 25 mL. Pengukuran
absorbansi larutan sampel kain antibakteri dilakukan pada jam ke-0, 2, 4, 6 dan 8
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 610 nm.
Kemudian absorbansi dari bakteri dikonversi kedalam jumlah koloni sel bakteri
(CFU, Colony Forming Units) menggunakan kurva standar. Kurva standar yang
terbentuk merupakan hubungan antara absorbansi dengan jumlah koloni bakteri
Escherichia coli, yang dapat dilihat pada Gambar 22 dan data pada Lampiran 7.
Gambar 22. Kurva standar hubungan antara absorbansi atau optical density (OD) dan jumlah koloni sel bakteri Escherichia coli (CFU/mL)
y = 8,782x - 0,071R = 0,999
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000
Absorbansi atau OD
Jum
lah
kolo
ni s
el (x
10E7
CFU
)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Kain yang terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag juga dilakukan
pencucian untuk mengetahui kekuatan interaksi komposit pada kain. Proses
pencucian dilakukan 1 kali. Kain yang telah terlapisi komposit ditimbang, dicuci
dengan surfaktan non ionik tween-20 0,2% (v/v) selama 5 menit dan dibilas
dengan akuades selama 2 menit menggunakan sonic-washer. Kemudian kain
dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30 menit dan ditimbang hingga berat
konstan. Berat kain sesudah dan sebelum proses pencucian terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Berat kain berukuran 2 x 3 cm sesudah dan sebelum proses pencucian
No.
Perlakuan Berat Kain Sebelum Pencucian (g)
Berat Kain setelah Pencucian (g)
1 Kain tanpa perlakuan 0,12 0,12
2 Kain dg SiO2 0,16 0,16
3 Kain dg komposit 0,01 0,13 0,12
4 Kain dg komposit 0,05 0,13 0,12
5 Kain dg komposit 0,10 0,13 0,12
6 Kain dg komposit 0,50 0,14 0,12 Berdasarkan Tabel 4, berat kain sebelum dan sesudah pencucian relatif
sama, kecuali pada kain yang terlapisi komposit 0,50% (b/v) karena komposit
sudah seperti lapisan yang tidak terikat kuat dengan kain. Hal ini menunjukkan
bahwa komposit kitosan/Ag berinteraksi pada kain dengan adanya SiO2 sebagai
pengemban. SiO2 juga tidak larut dalam H2O maka diharapkan SiO2 berinteraksi
kuat dengan komposit kitosan/Ag.
Pembiakan bakteri Escherichia coli untuk pengujian antibakteri lapisan
SiO2 dan komposit kitosan/Ag dilakukan dalam nutrient broth (NB) selama 24
jam. Pengukuran absorbansi kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag yang
telah diberikan bakteri kemudian dikonversi dengan persamaan y = 8,782x -
0,071 dari kurva standar Gambar 22 diperoleh jumlah koloni (CFU) bakteri
Escherichia coli. Perbandingan antara persentase (%) daya hambat dan efektivitas
komposit kitosan/Ag dengan lapisan SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah
pencucian terhadap Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 23 (a dan b) dan
Gambar 24 (a dan b) serta data pada Lampiran 8 - 11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
a.
b. Gambar 23. Perbandingan persentase daya hambat komposit kitosan/Ag dengan
lapisan SiO2 pada kain katun terhadap bakteri Escherichia coli sebelum dan setelah pencucian (a : Data percobaan ke – 1 dan b : Data percobaan ke – 2)
a.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
jam ke-2
jam ke-4
jam ke-6
jam ke-8
jam ke-2
jam ke-4
jam ke-6
jam ke-8
kain tanpa perlakuankain SiO2
kain komposit 0.01kain komposit 0.05kain komposit 0.1kain komposit 0.5
Sebelum Pencucian Setelah Pencucian%
Inhi
bisi
Waktu (jam)
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
jam ke-2
jam ke-4
jam ke-6
jam ke-8
jam ke-2
jam ke-4
jam ke-6
jam ke-8
kain tanpa perlakuankain SiO2
kain komposit 0.01kain komposit 0.05kain komposit 0.1kain komposit 0.5
Sebelum Pencucian Setelah Pencucian
Waktu (jam)
% In
hibi
si
-5.000.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.00
kain SiO2
kain komposit 0.01kain komposit 0.05kain komposit 0.1kain komposit 0.5
Waktu (jam)
% E
fekt
ivita
s
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
b.
Gambar 24. Perbandingan persentase efektivitas komposit kitosan/Ag dengan
lapisan SiO2 pada kain katun terhadap bakteri Escherichia coli
sebelum dan setelah pencucian (a : Data percobaan ke – 1 dan b :
Data percobaan ke – 2)
Gambar 23 a dan b serta Gambar 24 a dan b pada data percobaan ke – 1
dan ke-2 menunjukkan trend yang sama dimana konsentrasi komposit kitosan/Ag
yang efektiv dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri paling besar pada
konsentrasi 0,1%, baik sebelum maupun setelah pencucian. Daya hambat yang
paling optimum sebelum dan setelah pencucian yaitu pada jam ke-4. Hal ini
disebabkan karena jumlah amonium kuaterner bermuatan positif yang terbentuk
semakin besar sehingga interaksinya dengan sel bakteri yang cenderung
bermuatan negatif juga semakin besar. Komposit diatas konsentrasi 0.1%
mempunyai daya hambat yang menurun. Hal ini disebabkan karena adanya atom
nitrogen yang semakin besar menjadikan kitosan tidak sebagai inhibitor
melainkan sebagai sumber makanan bakteri. Kain setelah pencucian memiliki
aktivitas bakteri yang relatif menurun daripada sebelum pencucian. Hal ini
dimungkinkan karena adanya komposit kitosan/Ag yang hilang setelah pencucian
sehingga jumlah komposit kitosan/Ag sebelum pencucian lebih banyak daripada
setelah pencucian.
-10.00-5.000.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.00
kain SiO2
kain komposit 0.01kain komposit 0.05kain komposit 0.1kain komposit 0.5
Waktu (jam)
% E
fekt
ivita
s
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Pada kain tanpa perlakuan dan kain terlapisi SiO2 pertumbuhan bakteri
Escherichia coli semakin cepat sehingga diperoleh persentase inhibisi yang relatif
kecil, dimana jumlah koloni bakteri pada konsentrasi ini lebih banyak daripada
kontrol. Hal ini karena kain tanpa perlakuan dan kain terlapisi SiO2 belum dilapisi
komposit kitosan/Ag yang berfungsi sebagai antibakteri pada kain. Selain itu
adanya atom oksigen pada silika bisa menjadi sumber makanan bakteri.
Kitosan memiliki sifat menghambat dan mempercepat pertumbuhan
bakteri yang saling berkompetisi. Adanya atom nitrogen menjadikan kitosan
sebagai inhibitor dan sekaligus sebagai sumber makanan. Bakteri membutuhkan
konsentrasi tertentu untuk bisa mengubah kitosan sebagai sumber makanannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Semakin lama waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan maka semakin banyak
jumlah logam Ag yang teradsorp. Namun, waktu yang terlalu lama
menyebabkan logam Ag yang teradsorp semakin tidak signifikan.
2. Lapisan SiO2 menyebabkan kain katun tidak kaku dan semakin besar
konsentrasi komposit kitosan/Ag pada kain katun membuat kain menjadi
kaku.
3. Lapisan SiO2 sebagai pengemban komposit kitosan/Ag dapat memperkuat
interaksi komposit kitosan/Ag dengan kain katun, sehingga komposit
kitosan/Ag tidak mudah lepas pada saat pencucian. Daya hambat komposit
kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada kain katun sebelum pencucian
lebih besar daripada setelah pencucian dan optimum pada konsentrasi
komposit kitosan/Ag 0.1% (b/v) terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri
E.coli.
B. SARAN Adapun beberapa saran yang dapat dilakukan untuk penigkatan hasil
penelitian ini, antara lain:
1. Perlu adanya kajian lebih lanjut terhadap metode pelapisan kain katun
dengan pengemban SiO2 sehingga komposit kitosan/Ag dapat terikat lebih
kuat.
2. Variasi kecepatan pencelupan yang lebih beragam dalam proses pelapisan
kain.
3. Perlu dilakukan pencucian berulang pada kain dengan waktu yang lebih
lama untuk mengetahui apakah SiO2 sebagai pengemban yang baik untuk
komposit kitosan/Ag pada kain.