Post on 31-Oct-2014
description
REFERAT ILMU PENYAKIT DALAM
HUBUNGAN NSAID DENGAN
TERJADINYA KERUSAKAN LAMBUNG
Pembimbing : dr. J Wahjudi, Sp.PD
Disusun oleh :
Saphira Evani 2011-061-168
Pitoyo Marbun 2011-06-173
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
PERIODE 13 FEBRUARI 2012-21 APRIL 2012
JAKARTA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Non-steroidal anti inflammaotry drugs (NSAIDs) adalah salah satu obat
yang sering dipakai di dunia. Kegunaan dari obat ini didokumentasikan sebagai
indikasi dari berbagai macam keluhan, golongan obat ini juga diketahui sebagai
faktor yang menyebabkan resio terjadinya kelainan saluran cerna bagian atas.
Keluhannya bermacam-macam, mulai dari dispepsia sampai komplikasi
gastroduodeal seperti ulserasi, perdarahan, obstruksi, sampai perforasi. Obat ini
baik secara individu maupun bersamaan, mempunyai efek yang cukup besar dari
aspek medis yaitu kualitas kesehatan dari kehidupan dan pengeluaran aspek
kesehatan.
Banyak penelitian secara konsisten mengidentifikasi faktor resiko yang
menaikan tingkat resiko NSAID dengan terjadinya kerusakan saluran cerna bagian
atas. Faktor resiko ini antara lain usia tua, riwayat penyakit ulserasi saluran cerna
bagian atas, dispesia, seiring dengan penggunaan obat-obatan seperti
kortikosteorid dan antikoagulan.
Lambung mempunyai mekanisme pertahanan dalam mencegah terjadinya
keruskan dari mukosanya. Mekanisme pertahanan tersebut antara lain dibagi
menjadi 3 lapisan pelindung, terdiri dari preepithelial, epithelial, dan
subepithelial element. Ketiga lapisan ini masing-masing akan mempunyai fungsi
khusus yang tugasnya mecegah kerusakan lambung dari bahan-bahan berbahaya
seperti Hydrochloric acid (HCL), pepsinogen atau pepsin, dan garam empedu.
Zat-zat dari luar tubuh manusia seperti obat (NSAID), alkohol, dan bakteri juga
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dari mukosa lambung.
Banyak obat NSAID yang terjual di pasaran merupakan non-selective
NSAID. NSAID non-selective ini akan menginhibisi tidak hanya media inflamasi,
namun juga menyebabkan kerusakan dari gaster itu sendiri. COX-2 yang berperan
dalam mengatur proses inflamasi akan diinhibisi oleh NSAID pada umumnya,
namun tidak ketinggalan juga COX-1 yang mengatur integritas dari mukosa gaster
akan diinhibisi oleh golongan NSAID ini. Inhibisi dari COX-1 ini yang lama-
kelamaan akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada lambung.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Gaster1
Epitel gaster terdiri dari ruge yang secara mikroskopis mempunyai lubang gaster
yang masing-masing akan bercabang menjadi 4 atau 5 kelenjar sehingga menjadi
epitel yang mempunyai tugas khusus. Kelenjar pada area cardia gaster hanya <5
% dan terdiri dari sel mukosa dan endokrine. Tujuh puluh lima persen dari
kelenjar gaster mempunyai bentuk dalam mukosa oxyntic dan terdiri dari mucous
neck, parietal, chief, endocrine, enterochromaffin, dan enterochromaffin-like
(ECL). Kelenjar Pylori terdiri dari mukosa dan sel endokrin (termasuk sel gastrin)
terletak di bagian antrum. Sel parietal, atau disebut juga sel oxyntic, sering
terletak di bagian leher, atau isthmus, atau didalam kelenjar oxyntic. Sel parietal
yag tidak terstimulasi mempunyai cytoplasmic tubulovesicles dan intracellular
canaliculi yang terdiri dari microvili pendek spanjang permukaan apical. H+,K+-
adenosine triphosphatase (ATPase) diekspresikan dalam membran tubulovesicle;
saat stimulasi; membran ini, bersamaan dengan membran apical, berubah menjadi
3
apical intracellular canalicui padat yang terdiri dari mikrovili panjang. Sekresi
asam yaitu proses yang membutuhkan energi yang banyak, terjadi pada
permukaan apical canalicular. Sebanyak 30-40% mitokondria dibutuhkan untuk
menghasilkan sekresi asam ini.
2.2 Pertahanan Mukosa Gastroduodenal1
Epitel gaster secara terus menerus terkena kerusaan dari banyak agen berbahaya,
termasuk Hydrochloric acid (HCL), pepsinogen atau pepsin, dan garam empedu.
Sebagai tambahan, zat-zat dari luar seperti obat, alkohol, dan bakteri juga dapat
merusak epitel dari gaster. Sistem dari pertahanan mukosa gaster dapat dibagi
menjadi 3 lapisan pelindung, terdiri dari preepithelial, epithelial, dan
subepithelial element. Lapisan pertama adalah mucus-bicarbonate-phospholipid
berfungsi sebagai pelindung physicochemical terhadap berbagai molekul,
termasuk ion hidrogen. Lendir ini disekresikan dan diatur oleh permukaan sel
epitel gastroduodenal. Lendir ini sebagian besar terdiri dari air dan campuran
phosphlipid serta glycoproteins (mucin). Lendir ini berfungsi sebagai lapisan air
yang menghambat difusi dari ion dan molekul seperti pepsin. Bicarbonat,
disekresikan dan diatur oleh permukan sel epitel dari mukosa gastrodudenal
4
membentuk gradien pH antara 1-2 pada permukaan luminal gaster dan mencapai
6-7 sepanjang permukaan sel epitelial.
Sel epitelial permukaan memberikan pertahanan lapisan berikutnya melalui
beberapa faktor, termasuk produksi mukus, epithelial cell ionic transporters yang
menjaga pH intraselular dan produksi bikarbonat, serta intracellular tight
junctions. Permukaan sel epitelial menghasilkan heat shock protein yang
mencegah denaturasi protein dan melindungi sel dari beberapa faktor seperti
kenaikan temperature, agen sitotoksik, dan stress oksidatif. Sel epithelial juga
menghasilkan trefoil actor family peptides dan cathelicidins, yang berfungsi
menjaga permukaan sel dan regenerasi sel. Jika pelindung preepithelial berhasil
ditembus, gastric epithelilal cells yang mengelilingi bagian yang luka akan
5
bergerak dan menyembuhkan area yang luka tersebut (restituion). Proses ini
berlangsung secara independent dan membutuhkan aliran darah serta pH alkaline
pada daerah sekitarnya. Beberapa growth factors, yaitu epidermal growth factor
(EGF), transforming growth factor (TGF) α, dan basic fibroblast growth factor
(FGF), berperan dalam proses restituion. Pada luka yang cukup besar, dibutuhkan
proses proliferasi sel dan Epithelial cell regeneration ini diatur oleh
prostaglandins dan growth factors seperti EGF dan TGF-α. Sejalan dengan
perbaikan epitel, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) terjadi. FGF
dan VEGF berperan penting dalam proses angiogenesis di mukosa gaster.
Sistem microvaskular yang saling tersusun satu sama lain pada permukaan
submokasa gaster adalah komponen kunci pada sistem pertahanan atau perbaikan
subepithelial, menghasilkan HCO3– , yang berfungsi menetralkan asam yang
dihasilkan oleh sel parietal.
Prostagandin memainkan peran inti dari sistem perbaikan dan pertahan epitel
gaster. Mukosa gaster mempunyai banyak sekali prostaglandin yang mengatur
pelepasan bikarbonat dan lendir, unuk menghentikan sekresi sel parietal, yang
penting dalam meregulasi aliran darah mukus dan perbaikan sel epitel.
Prostaglandin dihasilkan dari proses esterifikasi asam archidonic, yang dibentuk
di phospholipids (cell membrane) dengan bantuan phosphoipase A2. Enzim utama
yang mengatur pengeluaran sintesis prostaglandin adalah cyclooxygenase (COX),
yang nanti terbagi menjadi 2 isoforms (COX-1, COX-2), setiap isoforms
mempunyai karakteristik berbeda tergantung struktur, distribusi jaringan, dan
ekspresi. COX-1 diekspresikan di jaringan utama, termasuk gaster, platelet, ginjal,
dan sel endothelial. Isoform ini mempunyai peran penting dalam mengatur
integritas dari fungsi ginjal, pembekuan darah, dan ketuhan mukosa
gastrointestinal. Sebaliknya, COX-2 diinduksi oleh stimulus inflamasi, dan
diekspresikan dalam makrogas, leukosit, fibroblast, dan sel sinovial. Efek
menguntungkan dari anti-inflammatory drugs (NSAIDs) pada jaringan inflamasi
adalah dalam menginhibit COX-2; sedangkan efek buruknya adalah NSAID juga
menginhibit COX-1.
6
Nitric oxide (NO) penting dalam mengatur keutuhan dari mukosa gaster. NO
synthase secara terus menerus diekspresikan di dalam mukosa dan berkotribusi ke
cytoprotection dengan menstimulasi mukosa gaste, menaikan aliran darah
mukosa, dan mempertahankan fungsi perlindungan dari sel epithelial. Central
nervous system (CNS) dan faktor hormonal juga berperan dalam meregulasi
pertahanan mukosa melalui beberapa jalur.
2.3 FISIOLOGI SEKRESI GASTER1
HCL dan pepsinogen adalah dua sekresi gaster yang dapt membuat kerusakan di
mukosa gaster. Kedua zat ini memainkan peran fisiologis dalam pencernaan
protein, penyerapan besi dan vitamin B12, serta membunuh bakteri yang tertelan.
Sekresi asam ini diinduksi oleh dua keadaan, yaitu kondisi basal dan kondisi
stimulus. Kondisi basal ini terjadi dalam pola circadian, yaitu tertinggi pada saat
malam dan terendah pada saat pagi. Rangsang kolinergik melalui saraf vagus dan
histaminergic melalui gaster adalah kontribusi utama dalam sekresi asam di
kondisi basal. Kondisi stimulus terjadi dalam 3 fase yaitu cephalic, gastric, dan
intestinal. Bentuk, bau, dan rasa dari makanan adalah komponen dari fase
7
cephalic yang menstimulasi sekresi gaster melalui nervus vagus. Fase gastric
teraktivasi ketika makanan masuk kedalam lambung. Komponen dari sekresi ini
dikendalikan oleh bahan makanan amino acids dan amines yang secara langsung
menstimulasi G cell untuk mengeluarkan gstrin, sehingga mengaktivasi sel
parietal dengan mekanisme langsung dan tidak langsung. Fase intestinal mulai
terjad saat makanan memasuki usus halus dan dimediasi oleh distensi luminal dan
asimilasi zat makanan. Jalur yang menginhibisi produksi asam lambung juga
berjalan saat fase ini. Hormon somatostatin dilepaskan dari sel endokrin pada
mukosa gaster (D cells) sebagai respon terhadap HCl. Somatostatin dapat
menginhibasi produksi asam secara langsung (sel parietal) dan tidak langsung
(mengurangi pengeluaran histamin, dari sel ECL dan pengeluaran gastrin dari sel
G). Persarafan (sentral dan perifer) dan hormon (amylin, atrial natriuretic peptide
(ANP), cholecystkinin, ghrelin, obestatin, secretin, dan serotinin) memainkan
peran yang secara simultan akan berpengaruh terhadap sekresi asam lambung.
Sekresi asam sel parietal di glandula oxyntic mempunyai peran penting dalam
prses pengeluaran asam lambung. Sel ini juga mengeksresikan intrinsic factor (IF.
Sel parietal mengeluarkan reseptor dari beberap stimulasi pengeluaran asam,
yaitu histamine (H2), gastrin (cholecystokinin B/gastrin receptor), dan
acetylcholine (muscarinic M3). Ikatan histamine terhadap H2 reseptor membuat
aktivasi adenylate cyclase dan menaikan cyclic adenosine monophosphate (AMP).
Aktifasi dari reseptor gastrin dan muscarinin mengaktivasi jalur. protein kinase
C/phophoinositide. Setiap jalur sinyal ini meregulasi serial dari kaskade kinase
yang mengontrol pompa sekresi asam, H+,K+-ATPase. Parietal sel juga
mengeluarkan reseptor untuk ligand yang menginhibit produksi asam
(prostaglandins, somatostatin, dan EGF). Histamin juga menstimulasi sekresi
asam gaster secara tidak langsung dengan mengaktivasi histamine H3 receptor
pada sel D, sehingga menginhibisi pengeluaran somatostatin.
8
Enzim H+,K+-ATPase bertanggung jawab untuk menghasilkan H+ . Membran ini
terdiri dari 2 subunit, α dan β. Sisi katalitik terdapat pada subunit α; sedangkan
fungsi subunit β masih belum jelas. Enzim ini menggunakan ATP untuk
memindahkan H+ ions dari sitoplasma sel parietal ke secretory canaliculi dengan
pertukarannya dengna K+. H+,K+-ATPase terletak didalam secretory canaliculus
dan didalam nonsecretory cytoplasmic tubulovesicles. Tubulovesicles tidak
permeable terhadap K+ , sehingga pompa ion tidak terjadi pada sisi ini. Distribusi
dari pompa antara nonsecretory vesicles dan secretory canaliculus bervariasi
tergantung aktivitas dari sel parietal. Proton pump didaur ulang menjadi tidak
aktif ketika parietal sel berhenti bekerja.
Chief cell, yang terletak di fundus gaster, mensitesis dan mensekresi pepsinogen,
adalah bentuk precursor tidak aktif dari proteolyticenzyme pepsin. Aktifitas
pepsin mulai menghilang pada pH 4 dan denaturasi pada pH >7. Banyak zat-zat
yang menstimulasi sekresi asam juga menstimulasi pengeluaran pepsinogen.
2.4 NSAID dan KERUSAKAN GASTROINTESTINAL
9
2.4.1 Definisi
NSAID adalah obat antiinflamasi nonsteroid, golongan obat pengurang nyeri
dan peradangan yang bekerja dengan menghambat siklooksigenase (cyclo-
oxigenase/COX.1 NSAID banyak digunakan untuk meyembuhkan pasien
yang mengalami nyeri, demam, dan inflamasi. Perdagangan NSAID di
seluruh dunia mencakup kurang lebih 60 juta orang, dan beberapa NSAID
(aspirin, naproxen, ibuprofen,etc) termasuk NSAID yang sangat populer
diperjual belikan. Penggunaan NSAID secara kronis secara efektif
mengurangi gejala nyeri dari sindrom artritik, namun mengakibatkan
komplikasi dari gastrointestinal, mulai dari rasa tidak nyaman pada abdomen
sampai yang membahayakan jiwa, seperti ulserasi gastrointestinal,
perdarahan, dan perforasi. Manifestasi paling sering dari penggunaan NSAID
dengan gastrointestinal adalah kerusakan jaringan akibat kombinasi dari erosi
gastroduodenal dan ulserasi, disebut juga gastropathy.3
10
2.4.2 NSAID, DOSIS, INDIKASI, dan OUTCOME
11
2.4.3 Patofisiologi
Prostaglandin berperan penting dalam menjaga keutuhan dan memperbaiki
dari mukosa gastroduodenal.1 Maka dari itu, penghentian dari sintesis
prostaglandin dapat merusak pertahanan dan reparasi dari mukosa, sehingga
dapat terjadi kerusakan mukosa secara mekanisme sistemik. Percobaan pada
hewan menunjukkan bahwa neutrophil adherance terhadap mikrosirkulasi
gaster berperan penting dalam mulainya perusakan mukosa akibat NSAID.
Aspirin dan banyak NSAID lainnya adalah asam lemah yang tetap dalam
bentuk lipofilik tidak terionisasi ketika berada di lambung. Pada kondisi ini,
NSAID pindah melewati membran lipid dari sel epithelial, mengakibatkan
kerusakan intraselular dalam bentuk terionisasi. NSAID topikal juga dapat
juga mengubah permukaan mukosa, mencegah difusi dari H+ dan pepsin,
sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih besar.1
12
13
2.4.3.1 Mekanisme Pertahanan
Mekanisme pertahanan lambung terhadap NSAID dapat dibagi menjadi dua
kateogori yaitu
1. PG dependent mechanism
2. Non-PG dependent mechanism
PG dependent mechanism2
PG atau prostalgandin mempunyai peran penting dalam pertahanan mukosa
gaster, sehingga proses terjadinya inhibisi COX yang akhirnya menyebabkan
turunnya mukosa prostaglandin dianggap sebagai patogenesis yang terpenting
dalam terjadinya kerusakan gaster akibat NSAID. Dua COX isoform
diidenifikasi pada sel mamalia, yaitu COX-1 dan COX-2.2 COX-1
diekspresikan pada kebanyakan jaringan lambung dan bertanggung jawab
dalam mempertahankan integritas dari lambung, sedangkan COX-2
bertanggung jawab dalam proses inflamasi. Pennelitian terbaru pada hewan
mendemonstrasikan bahwa ulserasi terjadi ketika COX-1 dan COX-2
diinhibisi secara bersamaan. Hasil ini mengevaluasi konsep lama yang
menyatakan bahwa hanya COX-1 yang mempunyai fungsi dalam menjaga
integritas dari mukosa lambung. Peneliti menyiumpulkan bahwa COX-1 dan
COX-2 mempunyai peran dalam sintesis prostaglandin dan mempertahankan
integritas mukosa gaster, juga COX-2 mempunyai peran back-up dalam
mengurangi defisiensi prostglandin yang terjadi ketika COX-1 diinhibisi.
Non-PG dependent mechanism2
Kebanyakan NSAID adalah asam organik lemah. Pada asam lambung,
NSAID berbentuk tidak terionisasi dan larut dalam lemak. NSAID ini lalu
berdifusi melewati mukosa epitelial gaster sel membrane menuju sitoplasma,
diamana pH di daerah ini netral. Pada pH netral, NSAID berubah menjadi
terionisasi dan tidak larut dalam lemak. NSAID ini lalu akan terperangkap
dan terakumulasi dalam sel, sehingga terjadilah kerusakan selular.2
14
Mitokondria dianggap sebagai target organel intraselular bagi NSAID yang
terabsorbsi di mukosa epitelial. Mitokondria adalah organel sebesar 0,5-1,0
micrometer yang menghasilkan energi kimia dari sel yaitu adenosine
triphosphate (ATP). Fungsi kedua dari mitokondria adalah meregulasi
kematian sel.2 Rantai respirasi mitokondria adalah sumber utama dari reactive
oxygen species (ROS), dimana dihasilkan Complex I dan III dari rantai
respirasi. Rantai respirasi mitokondira secara bersamaan, merupakan target
penting dari kerusakan ROS. ROS dari mitokondria mempunyai peran dalam
pengeluaran cytochrome c dan protein pro-apoptotic lainnya yang dapat
mentriger caspase activation dan apoptosis. NSAID menginhibasi atau
melepaskan oxidative phosphorylation untuk menghilangkan mitochondrial
transmembrane potential (MTP), sehingga terjadi pelepasan cytochrome c
dari mitochondrial intermembranous space ke dalam sitosol dan ke pelepasan
ROS seperti superoxide (O2._) dan hidrogen peroksida (H2O2), dengan
demiian caspase 9 dan caspase 3 teraktivasi, sehinggaterjadi apoptosis
selular.2 Mitokondria yang terlepas satu sama lain juga menurunkan dari
konsentrasi ATP, kebocoran kalsium keluar dari mitokondria, ketidak
seimbangan osmotik selular, dan kehilangan kendali atas intracellular
junction, sehingga permeabilitas meningkat yang berikutnya terjadi kerusakan
mukosa.2
2.4.4 Perbandingan efek gastrointesinal : aspirin, acetaminophen, dan
NSAIDs
Aspirin dosis rendah dan NSAID adalah obat-obatan yang banyak
dikonsumsi di dunia. Kegunaannya sebagai anti inflamasi dan analgesik
(NSAID) atau antiplatelet (aspirin dosis rendah), obat-obatan ini dapat
memberikan efek baik terhadap pasien, tetapi dengan resiko komplikasi
gastro intestinal. Efek postif dari aspirin untuk mencegah miocard infark telah
terbukti, dan The American Heart Associaton menyarankan untuk
penggunaan aspirin (75-160mg) kepada pasien yang mempunyai resiko sakit
jantung 10% lebih tinggi dalam waktu 10 tahun terakhir, kecuali untuk pasien
yang mempunyai potensi untuk terjadinya perdarahn gastrointestinal atau
15
hemoragic stroke. Penelitian terbaru mengatakan bahwa tidak ada satupun
regimen aspirin yang bebas dari resiko perdarahan gastrointestinal. Pada
Danish registry, 27.694 pengguna low dose aspirin (100-150mg), insidensi
untuk mengalami perdarahan gastrointestinal meningkat 2-6 kali lebih besar
daripada populasi umum. Resiko ini menjadi lebih besar pada pasien yang
mengkonsumsi aspirin dengan NSAID.
Berbanding dengan aspirin, penggunaan dosis rendah acetaminophen (<2000
mg) tidak berhubungan dengan peningkatan resiko komplikasi saluran cerna
bagian atas. Analisis in vitro pada darah manusia mendapatkan hasil bahwa
acetaminophen adalah nonselective inhibitor lemah untuk COX-1 dan COX-
2. American College of Rheumatology (ACR) merekomendasikan bahwa
acetaminophen adalah lini pertama yang digunakan untuk OA pada lutut
karena persepsi acetaminophen lebih aman daripada NSAID.4 Data terbaru
menurut meta-analisis dan pooled analisi mengevaluasi perbandingan
efisiensi dan keamanan antara acetaminophen dan NSAID, mengatakan
bahwa acetaminophen mempunyai efek samping lebih kecil, terutama pada
angka kejadian rasa nyaman lambungdibandingkan NSAID. Zhang dan
kolega melaporkan bahwa acetaminophen mempunyai efek lebih baik dalam
menangani OA dibandingkan placebo, tetapi NSAID mempunyai efek jauh
lebih baik dibandingkan acetaminophen dalam hal mengurangi rasa nyeri.
Pasien yang memilih untuk menggunakan NSAID dua kali lebih banyak
daripada pasien yang memilih menggunakan acetaminophen.4
Walauun NSAID mempunyai efek superior dalam mengurangi rasa nyeri
menurut Zhang, keamanan dari acetaminophen juga harus dipertimbangkan
sebagai perbandingan dengan NSAID. Pada metaanalisis, NSAID
menghasilkan angka kejadian gangguan gastrointestinal, termasuk tidak
nyaman di lambung, mual muntah, gastrointestineal distress, dibandingkan
acetaminophen.4 Zhang dan kolega menyimpulkan bahwa acetaminophen 4
gram per hari menghasilkan efek sangat baik dalam mengurangi rasa nyeri
pada OA, sehingga ACR guidelines merekomendasikan bahwa
acetaminophen adalah first line terapi pada OA. Tapi secara umum, terapi
16
acetaminopen tidak cukup kuat pada kebanyakan pasien dengan nyeri harian
OA.4
2.4.5 Terapi
Intervensi obat-obatan untuk kerusakan yang dihasilkan NSAID adalah untuk
mencegah agar lukanya tidak semakin meluas serta mengobati ulserasi yang
masih aktif.1 Langkah awal yang ideal untuk terapi ini adalah menghentikan
obat NSAID yang mengakibatkan kerusakan pada lambung. Setelah itu,
lanjutkan pengobatan dengan salah satu inhibitor asam lambung (H2 blockers,
PPIs)
Tindakan prevensi pertama adalah menghindari obat-obatan NSAID atau jika
terpaksa, menggunakan NSAID yang secara teori lebih tidak berbahaya.
Penggunaan obat-obatan untuk mencegah kerusakan lambung seiring dengan
penggunaan NSAID juga direkomendasikan. Obat-obatan primer untuk
mencegah kerusakan lambung oleh karena NSAID adalah misoprostol atau
PPI. Famotidine atau H2 bloker juga menunjukkan hasil yang bagus dalam
mencegah kerusakan lambung akibat NSAID.1
Famotidine
Menurut penelitian oleh Ali S. Taha, PH.D, Nicholas Hudson M.D,
Christopher J. Hawkey, D.M, et al. , dosis tinggi dari famotidine (2x 40 mg
17
sehari) mengurangi insidensi kumulatif baik dari gaster dan duodenal ulser
pada pasien arthritis yang menggunakan NSAID jangka panjang.5 Terdapat
satu hipotesis yang mengatakan bahwa ulserasi akibat NSAID lebih
cenderung akibat asam lambung daripada luka pada lambung itu sendiri.
Walaupun banyak kerusakan di gastroduodenal akibat NSAID lebih condong
kepada inhibisi dari synthesis dari prostaglandin, asam lambung juga
memainkan peranan penting. Pada percobaan di manusia, dosis tinggi dari
obat yang menginhibisi asam lambung dibutuhkan untuk mencapai proteksi
yang maksimal dalam mencegah kerusakan lambung.
18
Lansoprazole6
Proton pump ihibitor, seperti omepazaole, lansoprazole, dll adalah obat yang
cuku populer dalam terapi akibat gastroduodenal ulcer. Inaktivasi yang
sifatnya irreversible dari H+, K+, -ATPase dari parietal sel untuk membok
pengeluran asam dianggap sebagai efek anti ulserasi dari proton pump
inhibitor.
19
Pada penelitian oleh Maity P, et al. didapatkan bahwa lasoprazole memblok
aktivasi dari aktivasi reseptor dari jalur kematian mitokondria yang
menginduksi kerusakan gaster. Lansoprazole juga mencegah supresi dari
muksosa sel akibat indomethacin (NSAID), sehingga lasoprazole
menstimulasi sel proliferasi dan penyembuhan dari ulserasi. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa indomethacin mengaktivasi caspase-3 yang
berfungsi apopotosis pada mukosa gaster dan lasoprazole mencegah
pengatifan ini. Penelitian secara berkala mendapatkan bahwa aktivasi caspase
3 berkolerasi baik dengan tingkat keparahan dari luka mukosa lambung yang
telah dibuktikan secara maksroskopis (ulser indeks) dan mikroskopis
(histologi). Sebagai kesimpulan, penelitian ini mendapatkan bahwa
lansoprazole mempunyai kemapuan untuk melindungi dan menyembuhkan
mukosa gaster dari kerusakan akibat indomethacin dengan antiapopototic
novel yang dimediasi oleh bebrbagi faktor yang terdapat dalam mitokondria
dan jalur Fas death. Indomethacin mensupresi mekanisme ketahanan sel pada
mukosa gaster dan lasoprazole menghentikan inhibisi ini dan mengembalikan
sistem ketahanan dan peyembuhan sel untuk proteksi mukosa yang efektif.
Lansoprazole yang berfungsi sebagai inhibisi asam lambung mempunyai
tambahan menginhibisi apopotosis sel termasuk juga menstimulasi ketahanan
sel dan proliferasi sel gaster.
Prognosis
20
BAB III
KESIMPULAN dan SARAN
3.1 Kesimpulan
21
NSAID adalah obat antiinflamasi nonsteroid, golongan obat pengurang
nyeri dan peradangan yang bekerja dengan menghambat siklooksigenase (cyclo-
oxigenase/COX.1 NSAID banyak digunakan untuk meyembuhkan pasien yang
mengalami nyeri, demam, dan inflamasi. Penggunaan NSAID secara kronis secara
efektif mengurangi gejala nyeri dari sindrom artritik, namun mengakibatkan
komplikasi dari gastrointestinal, mulai dari rasa tidak nyaman pada abdomen
sampai yang membahayakan jiwa, seperti ulserasi gastrointestinal, perdarahan,
dan perforasi. Manifestasi paling sering dari penggunaan NSAID dengan
gastrointestinal adalah kerusakan jaringan akibat kombinasi dari erosi
gastroduodenal dan ulserasi, disebut juga gastropathy.
Intervensi obat-obatan untuk kerusakan yang dihasilkan NSAID adalah
untuk mencegah agar lukanya tidak semakin meluas serta mengobati ulserasi yang
masih aktif.1 Langkah awal yang ideal untuk terapi ini adalah menghentikan obat
NSAID yang mengakibatkan kerusakan pada lambung. Setelah itu, lanjutkan
pengobatan dengan salah satu inhibitor asam lambung (H2 blockers, PPIs).
3.2 Saran
Kerusakan saluran cerna bagian atas akibat penggunaan kronis obat-obatan
NSAID sangat sering terjadi. Penggunaan obat NSAID tersebut berguna sebagai
inhibisi inflamasi, terutama rasa nyeri, yang terjadi pada penderita penyakit kronis
seperti osteoarthiritis. Penelitian lebih lanjut mengenai efek penggunaan NSAID
secara kronis terhadap integritas dari mukosa lambung masih sangat diharapkan.
Pengembangan dari NSAID yang lebih selektif terhadap inhibisi inflamasi juga
diharapkan dapat berlangsung lebih banyak, karena NSAID yang selektif yang
beredar dipasaran masih sangat terbatas dan harganya cukup mahal.
Daftar Pustaka
1. Fauci, Braunwald. Harrison's : Principles of Internal Medicine. Mc Graw
Hill. Ed 18. 2012. Vol I.
2. Matsui H, Shimokawa O, Kaneko T, et.al, The pathophysiology of non-
steroidal anti-inflammatory drug (NSAID)-induced mucosal injuries in
stomach and small intestine
22
3. Ricy F, Bruyere O, et.al. Time dependent risk of gastrointestinal
complications induced by non-steroidal anti-inflammatory drug use: a
consensus statement using a meta-analytic approach. Ann Rheum Dis
2004; 63:759-766
4. Peura D, Goldkind L. Balancing the gastrointestinal benefits and riss of
nonselective NSAIDS, Arthritis Research & Therapy 2005; 7 S7-S13
5. Taha A.S, et.al. Famotidine for the prevention of gastric and duodenal
ulcers caused by nonsteroidal antiinflammatory drugs.The New England
Journal of Medicine 1996 ;334(22):1435-1438
6. Maity P, Bindu S, et.al. Lanzoprazole Protects and Heals Gastric Mucosa
from Non-steroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAID)-induced
Gastropathy by Inhibiting Mitochondrial as Well as Fas-mediated Death
Pathways with Concurrent Induction of Mucosal Cell Renewal. The
Journal of Biological Chemistry 2008; 283(21):14391-14401
23