Post on 08-Nov-2021
PENGARUH EDUKASI MENGGUNAKAN METODE
KONSELING DENGAN MEDIA FLIP CHART
TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP
PENDERITA TUBERKULOSIS DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KESEHATAN KERJA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan
DADAN RAMDAN AWAN S
NPM. AK. 2.16.050
PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2018
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) adalah salah satu dari 10 penyebab kematian di seluruh
dunia. Lebih dari 95% kematian TB terjadi di negara berpenghasilan rendah dan
menengah Edukasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan
dan sikap pasien TB. Salah satu media yang digunakan dalam edukasi tersebut
adalah dengan media flip chart (lembar balik).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh Edukasi Menggunakan
Metode Konseling Dengan Media Flip Chart Terhadap Pengetahuan Dan Sikap
Penderita Tuberkulosis Paru Di Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah preeksperimen dengan
pendekatan one group pretest-postest dengan populasi 36 orang, menggunakan
tekhnik total sampling. Analisa yang digunakan adalah univariat dan bivariate
dengan Wilcoxon Signed Ranks Test.
Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh edukasi menggunakan metode
konseling dengan media flip chart terhadap pengetahuan dan sikap penderita
tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja dengan nilai
( P- value = 0.001) untuk pengetahuan serta ( P- value = 0.001) untuk sikap.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber bahan untuk pembuatan
standar prosedur operasional dalam penatalaksanaan tuberkulosis paru.
Kata Kunci: Edukasi, Konseling, Pengetahuan, Sikap, Tuberkulosis
Daftar Pustaka: 16 Buku (2002-2018)
6 Website (1999-2018)
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is one of 10 diseases cause death in the world. More than
95% of TB occur in low- and middle-income countries. Education is one of the
way to improve knowledge and TB patients attitude. One of the media used in the
education is by flip chart media.
The aims of this reseach were to know the influence of education by using
counseling methods with flip chart media to the knowledge and lung tuberculosis
patients attitude at Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja.
The type of this research in this study was pre-experiment with one group
pretest-posttest approach with a population of 36 population, used total sampling
technique. Analysis used were univariate and bivariate with the Wilcoxon Signed
Ranks Test.
The research results showed that there was influence of education by using
counseling method with flip chart media toward the knowledge and lung
tuberculosis patients attitudes at Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja
eith th scoreof (P-value = 0.001) for knowledge also (P-value = 0.001) for
attitude. Hopefully this research result able to become the source of materialtu
make operational sgandart prosedures in managing lung tuberculosiss
Keywords: Education, Counseling, Knowledge, Attitude, Tuberculosis
Bibliography: 16 Books (2002-2018)
6 Website (1999-2018)
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian dengan judul
“Pengaruh Edukasi Menggunakan Metode Counseling Dengan Media Flip Chart Terhadap
Pengetahuan Dan Sikap Penderita Tuberkulosis Terhadap Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru Di
Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja ” guna memenuhi sebagian persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bhakti Kencana Bandung.
Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam menyelesaikan
Proposal Penelitian ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. H. Mulyana, S.H., M.Pd., MHKes Selaku Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana Bandung.
2. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti
Kencana Bandung.
3. Yuyun Sarinengsih, S.Kep, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Bhakti Kencana Bandung.
4. Ibu Lia Nurlianawati, S.Kep,Ners, M.Kep, sebagai pembimbing kesatu.
5. Nur Intan Hayati H.K, S.Kep, Ners, M.Kep sebagai pembimbing kedua
6. Seluruh karyawan RSUD Kesehatan Kerja yang telah meluangkan waktu dan memberi
masukan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh staff dosen keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Kencana
Bandung.
8. Responden yang telah bersedia menjadi partisipan dan membantu penulis dalam
pemberian informasi yang dibutuhkan.
9. Kedua orang tua yang telah memberi dukungan moril dan materil serta doa kepada
penulis
10. Istri dan anak-anak tercinta yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan kepada
penulis selama penyusunan skripsi
11. Rekan-rekan seperjuanngan kelas ekstensi angkatan 2016 yang telah bersama-sama
berjuang menempuh perkuliahan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Kencana
Bandung dan selalu memberi masukan serta motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi maupun
susunannya. Semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga bagi
para pembaca.
Bandung, Agustus 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 7
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..... .............................................................................. 10
2.1 Konsep edukasi .............................................................................. 10
2.2 Konsep pengetahuan .............................................................................. 15
2.3 Konsep Sikap ............................................................................................ 18
2.4 Konsep Konseling ...................................................................................... 20
2.5 Konsep Tuberkulosis Paru…………………………………… 22
2.6 Konsep penatalaksanaan tuberkulosis ......................................................... 27
2.7 Kerangka konsep ........................................................................................ 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 39
3.1 Rancangan Penelitian .................................................................................. 39
3.2 Paradigma penelitian ................................................................................... 39
3.3 .. Hipotesa Penelitian .................................................................................... 42
3.4 Variabel Penelitian ...................................................................................... 42
3.5 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ............................................. 43
3.6 Populasi dan Sampel ................................................................................... 50
3.7 Pengumpulan Data ........................................................................................ 50
3.8 Langkah-langkah Penelitian ........................................................................... 54
3.9 Pengolahan dan Analisa Data ......................................................................... 56
3.10 Etika penelitian ............................................................................................ 60
3.11 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................. 62
4.1 Hasil penelitian .............................................................................................. 62
4.2 Pembahasan ................................................................................................... 67
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 76
5.1 Simpulan ...................................................................................................... 76
5.2 Saran ...... 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini Pertama ............................................ 28
Tabel 2.2 Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini Kedua ............................................... 29
Tabel 2.3 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR ....................................... 30
Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 {2(HRZE)S/(HRZE))/
5(HRE)} ... 31
Tabel 2.5 OAT yang dipakai dan dosisnya ....................................................................... 31
Tabel 2.6 Paduan OAT pada anak ........................................................................................ 32
Tabel 4.1 Pengetahuan penderita tuberkulosis sebelum pemberian edukasi
menggunakan metode konseling dengan media flipchart ................................... 64
Tabel 4.2 Pengetahuan penderita tuberkulosis sesudah pemberian edukasi
menggunakan metode konseling dengan media flipchart ................................... 64
Tabel 4.3 Sikap penderita tuberkulosis sebelum pemberian edukasi
menggunakan metode konseling dengan media flipchart ................................... 65
Tabel 4.4 Sikap penderita tuberkulosis sesudah pemberian edukasi
menggunakan metode konseling dengan media flipchart ................................... 66
Tabel 4.5 Pengaruh edukasi menggunakan metode konseling dengan media Flip chart
terhadap pengetahuan penderita tuberkulosis sesudah
pemberian edukasi menggunakan metode konseling dengan
media flipchart .................................................................................................. 67
Tabel 4.5 Pengaruh edukasi menggunakan metode konseling dengan media Flip chart
terhadap sikap penderita tuberkulosis sesudah
pemberian edukasi menggunakan metode konseling dengan
media flipchart .................................................................................................. 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Kisi-kisi Instrumen
Instrumen Penelitian
Permohonan kesediaan responden
Karakteristik pasien Tuberkulosis paru
Hasil Uji Validitas & Reabilitas
Rekapitulasi data hasil penelitian
Surat Ijin penelitian
Surat Ijin uji validitas
Formulir pendaftaran sidang skripsi
Lembar oponen
Kegiatan bimbingan skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah salah satu dari 10 penyebab kematian di seluruh
dunia. Lebih dari 95% kematian TB terjadi di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Sekitar seperempat dari populasi dunia memiliki TB laten, yang berarti
orang telah terinfeksi oleh bakteri TB tetapi tidak (belum) sakit dengan penyakit
dan tidak dapat menularkan penyakit. Pada tahun 2016, ditemukan 10,4 juta orang
jatuh sakit dengan TB, dan 1,7 juta meninggal karena penyakit (termasuk 0,4 juta
di antara orang dengan HIV)(WHO, 2018).
Di Indonesia setiap tahunnya kasus tuberkulosis paru bertambah. Pada tahun
2016 ada total 156.723 kasus. Sedangkan jumlah di Provinsi Jawa Barat terdapat
23.774 kasus, untuk laki-laki 13.950 kasus dan perempuan 9.824 kasus. (Sumber:
Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017). Sedangkan di Kabupaten Bandung di tahun
2016 terdapat 6.626 kasus penderita TB ( Dinkes Kabupaten Bandung, 2017).
Penderita TB 75% adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut
mengakibattkan pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-
30%. Jika seseorang meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya
sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat
2
( Depkes, 2014). Penanganan TB yang dilakukan atas rekomendasi WHO adalah
dengan strategi DOTS.
DOTS (Directly Observed Treatment Short- course) sebagai strategi dalam
pengendalian TB sejak tahun 1995. Strategi ini akan memutuskan penularan TB
dan secara langsung menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan
penularanTB. (Depkes, 2014)
Penyebab utama yang mempengaruhi meningkatnya beban TB antara lain: 1)
Belum optimalnya pelaksanaan program TB selama ini diakibatkan karena masih
kurangnya komitmen pelaksana pelayanan, pengambil kebijakan, dan pendanaan
untuk operasional, bahan serta sarana prasarana, 2) Belum memadainya tata
laksana TB terutama di fasyankes yang belum menerapkan layanan TB sesuai
dengan standar pedoman nasional dan tidak baku nya penemuan kasus/diagnosis,
paduan obat, pemantauan pengobatan, pencatatan dan pelaporan, dan standar
dalam penemuan kasus/diagnosis, paduan obat, pemantauan pengobatan,
pencatatan dan pelaporan, 3) Masih kurangnya keterlibatan lintas program dan
lintas sektor dalam penanggulangan TB baik kegiatan maupun pendanaan
(Depkes, 2014).
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah 1) Faktor lingkungan terdiri dari ventilasi, kepadatan dalam ruangan,
konsentrasi kuman lama kontak, 2) Faktor Perilaku, 3) Infeksi penyakit HIV, 4)
Malnutrisi (Depkes, 2014).
3
Pencegahan TB dapat dilakukan dengan cara peningkatan pengetahuan dan
sikap penderita. Cara peningkatan tersebut adalah dengan edukasi. Edukasi
dengan metode Konseling bersifat dua arah sehingga informasi didapatkan lebih
mantap dan mendalam. Flip Chart merupakan salah satu media edukasi yang
sederhana, mudah diperoleh, dan dipergunakan di berbagai tempat (Notoatmodjo,
2014).
Berdasarkan penelitian Umammi (2016) tentang pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap perubahan tingkat pengetahuan dan sikap penderita tentang
tuberculosis paru di Puskesmas Simo, Kabupaten Boyolali didapatkan hasil bahwa
p value lebih kecil dibanding dengan nilai taraf signifikansi yaitu 0,0050
(<0,0050) pada variabel pengetahuan. Untuk variabel sikap didapatkan hasil yaitu
p value lebih kecil dibanding dengan nilai taraf signifikansi yaitu 0,0050 (p value
<0,0050). Sehingga kesimpulannya adalah ada pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap perubahan pengetahuan dan sikap penderita tentang pencegahan
penularan tuberculosis paru di Puskesmas Simo, Kabupaten Boyolali.
Herryanto (1999) tentang Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan
Penderita Tb Paru di Kabupaten Tangerang mendapatkan hasil penelitian yaitu chi
square test pengetahuan penderita TB paru sebelum diberikan penyuluhan dan
setelah diberikan penyuluhan cukup berbeda bermakna (p=0,0000, pada α < 0,05).
Sehingga dapat disimpulkan yaitu ada Pengaruh Penyuluhan Terhadap
Pengetahuan Penderita Tb Paru di Kabupaten Tangerang.
Buang (2015) tentang Efektifitas Pendidikan Kesehatan Dengan Audio Visual
Terhadap Pengetahuan Dan Perilaku Hidup Sehat Keluarga Tentang Pencegahan
4
PenularanTuberkulosis Paru mendapatkan hasil Perbedaan post test pengetahuan
keluarga antara kelompok eksprimen dan kelompok kontrol berdasarkan hasil uji
statistik t independent didapatkan p value 0,000 < α (0,05). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan dengan audio visual efektif terhadap
pengetahuan keluarga tentang pencegahan penularan tuberkulosis paru.
Menurut penelitian Rizana (2016) tentang Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku
Keluarga Dalam Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru mendapatkan hasil
nilai pretest dan post test pengetahuan keluarga antara kelompok intervensi
dibanding kelompok kontrol dengan nilai mean pengetahuan kelompok intervensi
pada pretest (6,62) dan posttest (8,52), sedangkan` nilai mean pengetahuan
kelompok kontrol pada saat pretest (7,81) dan posttest (6,90) dengan (p=0,000).
Sedangkan pada sikap mendapatkan hasil nilai pretest dan posttest sikap antara
kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol dengan nilai mean sikap
kelompok intervensi pada pretest (27,90) dan posttest (29,14), sedangkan nilai
mean sikap kelompok kontrol pada saat pretest (27,76) dan posttest (24,52)
dengan (p=0,000). Untuk hasil perilaku didapatkan hasil nilai mean perilaku
kelompok intervensi pada pretest (3,86) dan posttest (4,48), sedangkan nilai mean
perilaku kelompok kontrol pada saat pretest (4,29) dan posttest (3,76) dengan
(p=0,000). Sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dalam pencegahan penularan
Tb paru.
Infanti (2011) tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada
5
Keluarga Di Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya mendapatkan hasil yaitu
Pengetahuan responden tentang pencegahan penularan TB Paru sebelum diberikan
pendidikan kesehatan berpengetahuan baik sebanyak 25,9% dan setelah diberikan
pendidikan kesehatan meningkat menjadi 88,9%. Sikap responden terhadap
pencegahan penularan TB Paru sebelum diberikan pendidikankesehatan bersikap
positif sebanyak 44,4% dan setelah diberikan pendidikan kesehatan meningkat
menjadi 74,1%. Tindakan responden terhadap pencegahan penularan TB Paru
sebelum diberikan pendidikan kesehatan, mempunyai tindakan baik sebanyak
11,1 % dan sesudah pendidikan kesehatan meningkat menjadi 85,2%. Sehingga
dapat disimpulkan terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan
pengetahuan, sikap, dan tindakan penderita TB Paru tentang pencegahan
penularan TB Paru pada keluarga di Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya.
Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja (RSUD KK) merupakan
fasilitas kesehatan yang berada di bawah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Di
RSUD KK terdapat klinik DOTS yang mengelola Program TB. Pasien yang
berobat ke RSUD KK ada 234 kunjungan pasien pada tahun 2017. Data tiga
bulan terakhir yaitu tanggal Januari s.d Maret 2018 adalah ada 35 orang yang
sedang berobat di RSUD KK.
Menurut perawat di klinik DOTS setiap pasien TB yang berobat ke RSUD
Kesehatan Kerja sudah diberikan penatalaksanaan sesuai dengan ketetntuan yang
berlaku dan pedoman penatalaksanaan TB terbaru. Setiap pasien yang dicurigai
TB maka akan disarankan untuk pemeriksaan dahak dan rontgen pada pasien
dewasa. Sedangkan untuk pasien anak akan dilakukan tes tuberkulin dan sistem
6
skoring. Hasil pemeriksaan tersebut akan dikonsultasikan ke dokter untuk
penegakan diagnosis TB. Untuk edukasi secara individu sudah dilaksanakan
kepada setiap pasien tetapi belum dibuat standar operasional prosedur dan
evaluasi pelaksanaanya untuk tekhnik edukasi tersebut. Sistem
pengadministrasian dan pelaporan sudah dilaksanakan secara online dilaksanakan
oleh perawat dengan panduan dari Dinkes Kabupaten Bandung. Jika ada pasien
yang berhenti berobat tanpa diketahui pemegang program TB belum
ditindaklanjuti. Hal ini dikarenakan RSUD KK yang tidak mempunyai wilayah
binaan dan belum bekerjasama dengan Puskesmas atau Pusat Kesehatan
Masyarakat tempat tinggal pasien. Untuk evaluasi keberhasilan pengobatan TB
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung dan aplikasi TB secara
online.
Berdasarkan temuan saat studi pendahuluan didapatkan permasalahan
penatalaksanaan TB dengan metode edukasi sudah dilakukan akan tetapi belum
terlaksana dengan baik. Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2018) merumuskan
bahwa perilaku seseorang merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus ( rangsangan dari luar). Pengetahuan dan sikap merupakan bagian dari
perilaku tertutup. Edukasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
pengetahuan dan sikap pasien TB. Salah satu media yang digunakan dalam
edukasi tersebut adalah dengan media cetak berupa flip chart (lembar balik).
Dengan dilaksanakan edukasi menggunakan metode konseling dengan media flip
chart diharapkan pengetahuan dan sikap penderita TB lebih meningkat.
7
Berdasarkan kondisi diatas peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Pengaruh Edukasi Menggunakan Metode Konseling Dengan
Media Flip Chart Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Penderita Tuberkulosis
Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah Pengaruh Edukasi
Menggunakan Metode Konseling Dengan Media Flip Chart Terhadap
Pengetahuan Dan Sikap Penderita Tuberkulosis Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kesehatan Kerja
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh Edukasi Menggunakan Metode Konseling Dengan
Media Flip Chart Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Penderita Tuberkulosis Paru
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja.
1.3.2 Tujuan Khusus.
a. Mengidentifikasi pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru sebelum diberikan
edukasi menggunakan metode konseling dengan flip chart di Rumah Sakit
Umum Daerah Kesehatan Kerja.
b. Mengidentifikasi sikap Penderita Tuberkulosis Paru sebelum diberikan
edukasi menggunakan metode konseling dengan flip chart di Rumah Sakit
Umum Daerah Kesehatan Kerja.
8
c. Mengidentifikasi pengetahuan Penderita Tuberkulosis Tuberkulosis Paru
sesudah diberikan edukasi menggunakan metode konseling dengan flip chart
di Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja.
d. Mengidentifikasi sikap Penderita Tuberkulosis Paru sesudah diberikan edukasi
menggunakan metode konseling dengan flip chart di Rumah Sakit Umum
Daerah Kesehatan Kerja.
e. Menganalisa pengaruh pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru sebelum dan
sesudah diberikan edukasi menggunakan metode konseling dengan flip chart
di Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja.
f. Menganalisa pengaruh sikap Penderita Tuberkulosis Paru sebelum dan
sesudah diberikan edukasi menggunakan metode konseling dengan flip chart
di Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran secara objektif
tentang bagaimana Pengaruh Edukasi Menggunakan Metode Konseling Dengan
Media Flip Chart Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Penderita Tuberkulosis Paru
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kesehatan Kerja.
9
b. Bagi pengelola program TB Paru
Semoga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pemikiran bagi
pengelola program TB Paru dalam melakukan upaya pencegahan kegagalan
program dan pencegahan munculnya kasus TB MDR.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini menjadi evidence based practice yang bisa menjadi
operasional posedur bagi penatalaksanaan pasien TB. Sebagai bahan informasi
dan tambahan bahan bacaan bagi rekan-rekan sejawat. Penulis berharap agar
rekan-rekan dapat melakukan penelitian lebih lanjut di kemudian hari.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Edukasi
Menurut Suliha (2002) dalam Maulana (2009), Edukasi dalam keperawatan
merupakan suatu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu
individu, kelompok dan masyarakat, mendapatkan pengetahuan yang diharapkan
dapat menimbulkan perubahan tindakan atau perilaku baru sesuai dengan maksud
dan tujuan edukasi.
Pencapaian edukasi yang optimal dilakukan dengan pertimbangan
diantaranya:
2.1.1 Sasaran edukasi berdasarkan metode pendidikan
a. Metode pendidikan Individual (perorangan)
Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang
yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Metode ini
dikenal dengan counceling. Bersifat individu namun bukan hanya kepada orang
yang bersangkutan tetapi mungkin kepada keluarga lainya. Bentuk pendekatan
dengan metode ini yaitu:
1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling)
Bimbingan merupakan suatu bentuk kontak antara klien dengan
petugas kesehatan lebih sering, untuk membimbing dalam penyelesaian
masalah yang dihadapi klien sedangkan penyuluhan adalah terjemahan
dari counceling, yang merupakan pendidikan terpadu dari bimbingan
11
(Maulana, 2009). Penyuluhan kesehatan diartikan sebagai kegiatan
pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan
dan menanamkan keyakinan. Dengan demikian, subjek tidak saja sadar,
tahu, dan mengerti tetapi juga mau dan dapat melakukan anjuran yang
berhubungan dengan kesehatan (Azwar, 2010).
2) Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali
informasi apakah seseorang sudah menerima perubahan atau belum
menerima. Menerima apakah dia tertarik atau tidak terhadap perubahan.
(Notoatmodjo, 2014)
b. Metode pendidikan kelompok
Sasaran kelompok dibedakan menjadi dua, yakni kelompok kecil (6-15
Orang) dan kelompok besar (15-50) orang.
1) Kelompok kecil, misalnya diskusi kelompok, metode curah pendapat
(brainstorming), bola salju (snow ball), bermain peran (roleplay),
permaianan simulasi (simulation game), dan lain-lain. Untuk
mengidentifikasi metode ini dibantu dengan alat bantu atau media,
Misalnya: lembar balik (flipchart), alat peraga, slide, dan sebagainya
2) Kelompok besar, misalnya metode ceramah yang diikuti atau tanpa diikuti
dengan tanya jawab, seminar, lokakarya, dan sebagainya. Untuk
mempermudah metode ini perlu dibantu pula dengan alat bantu misalnya :
overhead projector, slide projector, film, sound system, dan sebagainya
12
c. Metode pendidikan massa (public)
Metode pendidikan kesehatan untuk massa yang sering digunakan adalah:
1) Ceramah umum, (public speaking) misalnya di lapangan terbuka dan
tempat-tempat umum (public place)
2) Penggunaan media massa elektronik, seperti radio dan televisi. Penyampaian
melalui media ini bisa dalam berbagai bentuk, misalnya sandiwara (drama),
talk show, dialog interaktif, simulasi, dan sebagainya
3) Penggunaan ,media cetak seperti koran, majalah, buku, leaflet, selebaran,
poster, dan sebagainya. Bentuk sajian dala media ini antara lain: artikel,
tanaya jawab, komik, dan sebagainya.
Dalam menentukan media yang akan digunakan dalam edukasi harus
dipertimbangkan berbagai hal. Bila mencakup pengetahuan maka dapat dilakukan
dengan cara penyuluhan individual secara langsung, pemasangan poster, spanduk,
penyebaran leaflet, dan lain-lain.
Sedangkan untuk aspek sikap maka kita harus lebih memberikan contoh yang
kongkret yang dapat menggugah emosi, perasaan, dan sikap sasaran, misalnya
dengan memperlihatkan foto, slide atau pemutaran film atau video (Notoatmodjo,
2014). Untuk memudahkan penyampain pesan maka diperlukan media atau alat
bantu.
Media dibagi menjadi 3, yakni media cetak, media elektronik, dan media
papan.
13
1) Media Cetak
a) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan dalam bentuk
buku, baik berupa tulisan maupun gambar.
b) Leaflet, bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan
melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat
maupun gabar, atau kombinasi.
c) Flyer (selebaran), bentuknya seperti leaflet tetapi tidak berlipat.
d) Flip chart (lembar balik), media penyampaian pesan atau informasi
dalam bentuk lembar balik.
e) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang
membahas suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan
f) Poster ialah bentuk media cetak yang berisi pesan atau informasi
kesehatan, yang biasanya di tempel di tembok, di tempta umum, atau
kendaraan umum.
g) Foto yang mengungkapkan informasi kesehatan
2) Media elektronik
a) Televisi
Bentuk dari media televisi berupa sandiwara, sinetron, forum
diskusi atau tanya jawab sekitar masalah kesehatan, pidato (ceramah),
TV spot, kuis, dan sebagainya.
b) Radio
14
Bentuk dari media radio berupa obrolan (tanya jawab), sandiwara
radio, ceramah, dan sebagainya.
c) Video
Penyampaian informasi kesehatan dala bentuk video.
d) Slide
Slide juga dapat digunakan untuk penyampaian informasi
kesehatan.
e) Film strip
Film strip juga dapat digunakan untuk penyampaian informasi
kesehatan.
3) Media papan
Papan (billboard) yang dipasang di tempat umum dapat diisi dengan
informasi kesehatan. Media papan juga mencakup pesan yang ditulis pada
lembaran seng yang ditulis pada kendaraan-kendaraan umum (bus dan
taksi).
2.2 Konsep Pengetahuan
2.2.1 Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang dilakukan oleh manusia terhadap
suatu objek tertentu melalui proses pengindraan yang lebih dominan terjadi
melalui proses pengindraan penglihatan dengan mata dan pendengaran dengan
telinga.
15
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat menentukan
dalam membentuk kebiasaan atau tindakan seseorang (overt behavior)
(Notoatmodjo, 2012)
2.2.2 Tingkatan pengetahuan
Menurut Bloom (1908) dikutip dalam Notoatmodjo, 2012) pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu
a. Tahu (know)/ C1
Kemampuan mengingat kembali (recall) sesuatu yang telah dipelajari Tahu
adalah proses mengingat kembali (recall) akan suatu materi yang telah dipelajari.
b. Memahami (comprehension) C2
Kemampuan menjelaskan dan menginterpretasikan objek secara benar.
c. Aplikasi (Application) /C3
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau suatu kondisi yang nyata.
d. Analisis (analysis) /C4
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam
komponen-komponen yang masih berkaitan
e. Sintesis (syntesis) / C5
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian di suatu
organisasi dalam bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation) / C6
Kemampuan melakukan justtifikasi.
g. Penyelesaian masalah (problem solving)/ C7
16
Kemampuan menangani masalah sesuai standar yang berlaku di masyarakat
2.2.3 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yaitu:
a. Faktor pendidikan
Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka akan semakin mudah
untuk menerima informasi tentang obyek atau yang berkaitan dengan
pengetahuan. Pengetahuan umumnya dapat diperoleh dari informasi yang
disampaikan oleh orang tua, guru, dan media masa. Pendidikan sangat erat
kaitannya dengan pengetahuan, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk menerima, serta
mengembangkan pengetahuan dan teknologi.
b. Faktor pekerjaan
Pekerjaan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses mengakses
informasi yang dibutuhkan terhadap suatu obyek.
c. Faktor pengalaman
Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan, semakin banyak
pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan semakin bertambah pula
pengetahuan seseorang akan hal tersebut. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
17
d. Keyakinan
Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya bisa didapat secara turun-
temurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, keyakinan positif dan
keyakinan negatif dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
e. Sosial budaya
Kebudayaan berserta kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, presepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
2.2.4 Pengukuran pengetahuan
Menurut Nursalam (2008), tingkatan pengetahuan dikategorikan berdasarkan
nilai sebagai berikut:
a. Pengetahuan baik: mempunyai nilai pengetahuan 76%-100%
b. Pengetahuan cukup: mempunyai nilai pengetahuan 56%-75%
c. Pengetahuan kurang: mempunyai nilai pengetahuan < 56%
2.3 Konsep Sikap
2.3.1 Pengertian
Menurut Lapiere dalam Azwar (2010), sikap merupakan suatu perilaku,
kesiapan antisipasi, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial,
dengan kata lain sikap adalah respon terhadap stimulus sosial yang telah
terkondisikan. Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu objek. Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal
(afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang
terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.
18
2.3.2 Komponen sikap
Azwar ( 2010) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang
mengenai apa yang berlaku atau benar bagi objek sikap.
b. Komponen afektif
Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum
komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu
c. Komponen perilaku
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseoran
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
2.3.3 Tingkatan sikap
Sikap dibedakan atas beberapa tingkatan (Notoamodjo, 2014), yaitu
a. Menerima
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulasi
yang diberikan (objek).
b. Merespon
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai
19
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang tinggi
2.3.4 Struktur Sikap
Struktur sikap terdiri dari tiga komponen (Azwar, 2010), yaitu:
a. Komponen Kognitif (A1)
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar
bagi objek sikap.
b. Komponen Afektif (A2)
Menyangkut masalah emosi subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap,
secara umum komponen ini di samakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap
sesuatu, namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudan
nya bila dikaitkan dengan sikap.
c. Kompunen Konatif (A3)
Komponen Konatif dalam struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku
atau kecendearungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan
objek sikap yang dihadapinya. Misalnya bagaimana orang berperilaku dalam
situasi tertentu dan terhadap stimulus tersebut.
20
2.3.5 Pengukur sikap
Salah satu pengukur sikap adalah skala likert (Sugiyono, 2017). Tekhnik ini
hanya menempatkan pilihan terhadap objek sikap yaitu sangat setuju (SS), setuju
(S), Ragu-ragu (RR), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS)
2.3.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
a. Pengalaman pribadi
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
c. Pengaruh kebudayaan
d. Media massa
e. Lembaga Pendidikan dan lembaga agama
f. Faktor emosional (Azwar, 2010)
2.4 Konsep Konseling
2.4.1 Pengertian
Suatu proses yang terjadi dalam hubungan seorang dengan seorang yaitu
individu yang mengalami masalah yang tak dapat diatasinya, dengan seorang
petugas profesional yang telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk
membantu agar klien mampu memecahkan kesulitanya. (Willis, 2014)
Konseling Individual mempunyai makna spesifik dalam arti pertemuan
konselor dengan klien secara individual, dimana terjadi hubungan konseling yang
bernuansa rappor, dan konselor berupaya memberikan bantuan untuk
pengembangan pribadi klien serta klien dapat mengantisipasi masalah-masalah
yang dihadapinya. (Willis, 2014)
21
2.4.2 Tekhnik-Tekhnik Konseling
a. Perilaku Attending
b. Empati
c. Refleksi
d. Menangkap pesan utama
e. Bertanya untuk membuka percakapan
f. Bertanya tertutup
g. Dorongan minimal
h. Interpretasi
i. Mengarahkan
j. Menyimpulkan sementara
k. Memimpin
l. Fokus
m. Konfrontasi (Willis: 2014)
2.5 Konsep Tuberculosis Paru
2.5.1 Definisi
Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang paru dan
organ lainnya. (Depkes, 2014). Seseorang yang terinfeksi kuman tersebut
merupakan pasien TB
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis adalah
seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji
22
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik
cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).
Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun, bahkan dapat seumur hidup.
Setelah seseorang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis hampir 90%
penderita secara klinis tidak sakit, hanya didapatkan tes tuberkulin positif dan
10% akan sakit. Penderita yang sakit bila tanpa pengobatan setelah 5 tahun, 50%
penderita TB Paru akan mati, 25% sehat dengan pertahanan tubuh yang baik dan
25% menjadi kronik dan infeksius (Jusuf, 2010). Namun ODHA (orang dengan
HIV/AIDS) dengan TB Paru aktif yang tidak diobati lebih mungkin meninggal
dalam waktu yang lebih singkat (Green, 2006).
2.5.2 Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberkulosis. Bakteri
TB Paru yang disebut Mycobacterium tuberculosis dapat dikenali karena
berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron tahan
terhadap pewarnaan yang asam sehingga dikenal sebagai bakteri tahan asam
(BTA). Sebagian besar bakteri terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat
lebih tahan asam bisa bertahan hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat
aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen (Achmadi, 2008). Bila dijumpai
BTA atau Mycobacterium tuberculosis dalam dahak orang yang sering batuk-
batuk, maka orang tersebut di diagnosis sebagai penderita TB Paru aktif dan
memiliki potensi yang sangat berbahaya (Achmadi, 2011).
Secara khas bakteri berbentuk granula dalam paru menimbulkan nekrosis atau
kerusakan jaringan. Bakteri Mycobacterium tuberculosis akan cepat mati dengan
23
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh dapat domant, tertidur lama selama bertahun-
tahun (Achmadi, 2008).
2.5.3 Sumber dan Cara Penularan Penyakit TB Paru
Sumber penularan penyakit TB Paru adalah penderita yang pemeriksaan
dahaknya di bawah mikroskop ditemu.kan adanya bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang disebut dengan BTA (basi tahan asam). Makin tinggi derajat
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. (Aditama, 2006)
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil
pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal
tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam
contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui
pemeriksaan mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih
memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. (Depkes, 2014). Prosentase
tingkat penularan TB BTA positif lebih tinggi.
Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA
negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil
kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.(Depkes, 2014). Kuman TBC
ini kemudian akan menyebabkan infeksi
Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei /
24
percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
(Depkes, 2014)
Bakteri Mycobacterium tuberculosis sangat sensitive terhadap cahaya
matahari. Cahaya matahari berperan besar dalam membunuh bakteri di
lingkungan, dan kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil
karena bahaya penularan terbesar terdapat pada perumahan-perumahan yang padat
penghuni dengan ventilasi yang kurang baik serta cahaya matahari tidak dapat
masuk kedalam rumah (Achmadi, 2008).
2.5.4 Gejala Penyakit TB Paru
Menurut Crofton (2002), gejala yang dirasakan oleh penderita TB Paru dapat
digambarkan sebagai berikut:
a. Permulaan Sakit
Pertumbuhan TB Paru sangat menahun sifatnya tidak berangsur-angsur
memburuk secara teratur, tetapi terjadi secar “melompat-lompat”. Serangan
pertama menyerupai “influenzae” akan segera mereda dan keadaan akan pulih
kembali. Berbulan-bulan kemudian akan timbul kembali serangan “influenzae”.
Tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil, serangan kedua
bisa terjadi setelah 3 bulan 6 bulan, 9 bulan dan seterusnya. Dikatakan sebagai
multiplikasi 3 bulan. Serangan kedua akan bertahan lebih lama dari yang pertama
sebelum orang sakit “sembuh” kembali. Pada serangan ketiga serangan sakit akan
lebih lama dibandingkan serangan kedua. Sebaliknya masa “tidak sakit” menjadi
lebih pendek dari masa antara serangan pertama dan kedua. Seterusnya masa aktif
“influenzae“ makin lama makin panjang sedangkan masa “bebas influenzae”
25
makin pendek. Salah satu keluhan pertama penderita TB Paru adalah sering
mendapatkan serangan “influenzae”. Setiap kali mendapat serangan dengan suhu
bisa mencapai 40°C-41°C.
b. Malaise
Peradangan ini bersifat sangat kronik akan diikuti tanda-tanda malaise,
anoreksia, badan makin kurus, sakit kepal, badan terasa pegal-pegal, demam
subfebris yang diikuti oleh berkeringat malam dan sebagainya.
c. Batuk
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih (Depkes, 2014). Mycobacterium tuberculosis mulai berkembang biak dalam
jaringan paru. Selama bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, orang sakit
tidak akan batuk. Batuk pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya
batuk diperlukan untuk membuang produk-produk ekskresi dari peradangan
keluar.
d. Batuk Darah (hemoptoe)
Batuk darah akan terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena dan kemudian
pecah. Tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah maka akan terjadi
batuk darah ringan, sedang, berat tergantung dari berbagai faktor. Satu hal yang
harus diingat adalah tidak semua batuk darah dengan gambaran lesi di paru secara
radiologis adalah TB Paru. Batuk darah juga terjadi pada berbagai penyakit paru
lain seperti penyakit yang namanya bronkiektesi, kanker paru dan lain-lain.
e. Sakit/ Nyeri Dada
26
f. Keringat Malam
g. Demam
h. Sesak Nafas, dll.
Tidak semua penderita TB Paru punya semua gejala diatas, kadang-kadang
hanya satu atau dua gejala saja. Berat ringannya masing-masing gejala juga sangat
bervariasi (Aditama, 2002).
2.5.5 Klasifikasi pasien TB
Berdasarkan Uji Kepekaan obat
a. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja
b. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan
d. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu
dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
cepat) atau metode fenotip (konvensional). (Depkes, 2014)
27
Menurut Sholeh S. Naga (2012), tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu:
a. Tuberkulosis paru
Penyakit ini merupakan bentuk penyakit yang sering dijumpai, yaitu sekitar
80 % dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru ini
merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang mudah tertular kepda manusia lain ,
asal kuman bisa keluar dari penderita.
b. Tuberkulosis Ekstra paru
Penyakit ini merupakan bentuk penyakit tuberkulosis yang menyerang organ
lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang,
saluran kencing, dan susunan saraf pusat.
2.6 Konsep penatalaksanaan tuberkulosis
2.6.1 Penemuan Penderita
Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui
serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien TB,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, menentukan
diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB. Setelah diagnosis
ditetapkan dilanjutkan pengobatan yang adekuat sampai sembuh, sehingga tidak
menularkan penyakitnya kepada orang lain.
Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan sadar akan
keluhan dan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga
28
kesehatan yang kompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap gejala dan
keluhan tersebut. (Depkes, 2014)
2.6.2 Panduan Pengobatan TB
Pengobatan TB harus meliputi pengobatan tahap awal dan dan tahap lanjutan
denga maksud:
a. Tahap Awal: pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama dua
bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya selama
dua minggu.
b. Tahap lanjutan: pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting
untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman
persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Tabel 2.1
Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Lini Pertama
Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H)
Bakterisidal Neuropati perifer (Gangguan saraf tepi),
psikosis toksik, gangguan fungsi hati, kejang.
Rifampisin (R)
Bakterisidal Flu syndrome(gejala influenza berat),
gangguan gastrointestinal, urine berwarna
merah, gangguan fungsi hati, trombositopeni,
demam, skin rash, sesak nafas, anemia
hemolitik.
Pirazinamid (Z)
Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi
hati, gout arthritis.
29
Streptomisin (S)
Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulositosis,
trombositopeni.
(Depkes: 2014)
Tabel 2.2
Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Lini Kedua
Grup Golongan Jenis Obat
A
B
C
Florokuinolon
OAT suntik lini kedua
OAT oral lini Kedua
Levofloksasin (Lfx)
Moksifloksasin (Mfx)
Gatifloksasin (Gfx)
Kanamisin (Km)
Amikasin (Am)*
Kapreomisin (Cm) Streptomisin (S)**
Etionamid (Eto)/
Protionamid (Pto)
Sikloserin (Cs) /Terizidon (Trd)
Clofazimin (Cfz)
Linezolid (Lzd)
D D1
OAT lini pertama
Pirazinamid (Z)
Etambutol (E)
Isoniazid (H) dosis tinggi
D2 OAT baru Bedaquiline (Bdq)
Delamanid (Dlm)*
Pretonamid (PA-824)*
D3 OAT tambahan Asam para aminosalisilat (PAS)
Imipenemsilastatin (Ipm)*
Meropenem (Mpm)*
Amoksilin clavulanat (Amx-
Clv)*
Thioasetazon (T)*
Ket: * Tidak Disediakan oleh program
** Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada kondisi tertentu dan
tidak disediakan oleh program
(Depkes, 2014)
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan yang digunakan adalah ;
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau (HRZE)S / (HRZE)/ 5(HR)E.
30
c. Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.
d. Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin,
PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat TB baru lainnya
serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk;
a. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
b. Pasien TB paru terdiagnosis klinis
c. Pasien TB ekstra paru
Tabel 2.3
Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR)
Berat Badan
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16
minggu
RH (150/150) 30 – 37 kg 38 – 54 kg 55 – 70 kg
≥ 71 kg
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
2 tablet 2 KDT
3 tablet 2KDT
4 tablet 2KDT
5 tablet 2 KDT
(Depkes, 2014)
Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3). Paduan OAT ini diberikan
untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang)
diantaranya;
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
31
c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up
Tabel 2.4
Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 {2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)}
Berat
Badan
Tahap Intensif
tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E(400)
Selama 56 hari Selama 28
hari selama 20 minggu
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
≥71 kg
Selama 56 hari Selama 28 Hari
2 tab 2 KDT
+ 2 tab Etambutol
3 tab 2 KDT
+ 3 tab Etambutol
4 tab 2 KDT
+ 4 tab Etambutol
5 tab 2 KDT
+ 5 tab Etambutol
2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj
3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj
4 tab 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj.
5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin inj
2 tab 4KDT
3 tab 4KDT
4 tab 4KDT
5 tab 4KDT
(> do maks)
(Depkes, 2014)
Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi
3 dan 2 jenis obat dalam satu tablet (2HRZ/4HR 3). Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Tabel 2.5
OAT yang dipakai dan dosisnya
Nama Obat Dosis harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis maksimal
(mg /hari)
Efek samping
Isoniazid (H)
10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis
perifer,
hipersensitivitis
Rifampisin (R)
15 (10-20) 600 Gastrointestinal,
reaksi kulit,
hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati,
32
cairan tubuh
berwarna
oranye kemerahan
Pirazinamid (Z)
35 (30-40) - Toksisitas hepar,
artralgia,
gastrointestinal
Etambutol (E)
20 (15–25) - Neuritis optik,
ketajaman mata
berkurang, buta
warna merah hijau,
hipersensitivitas,
gastrointestinal
(Depkes, 2014)
Tabel 2.6
Paduan OAT pada anak
Kategori Diagnostik Fase Intensif Fase Lanjutan
TB Paru BTA negatif
TB Kelenjar
Efusi pleura TB
2HRZ 4HR
TB Paru BTA positif
TB paru dengan kerusakan
luas
TB ekstraparu (selain TB
Meningitis dan TB
Tulang/sendi)
2HRZE 4HR
TB Tulang/sendi
TB Millier
TB Meningitis
2HRZE 10 HR
(Depkes, 2014)
2.6.3 Pengawasan Menelan Minum Obat
Persyaratan PMO (Pengawas Menelan Obat)
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
33
d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat,Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada
petugaskesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan,
guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
Tugas seorang PMO
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan
b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan.
(Depkes, 2014)
2.6.4 Pencegahan penularan tuberkulosis
Ada beberapa cara pencegahan penularan tuberkulosis (Depkes, 2014)
a. Tutup mulut saat batuk agar keluarga dan orang lain di sekitar tidak tertular
b. Jangan meludah di sembarang tempat
34
c. Gunakan kaleng penutup untuk menampung dahak atau dengan cara
membuang dahak ke WC.
2.6.5 Faktor faktor yang mempengaruhi tuberkulosis
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis diantaranya:
Depkes RI: 2007)
a. Faktor Ekonomi, keadaan sosial yang rendah pada umiumnya berkaitan erat
dengan berbagai masalah karena ketidakmampuan dalam mengatasi masalah
kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan gizi, pemukiman dan lingkungan sehat, jelas semua
ini akan mudah menimbulkan penyakit tuberkulosis.
b. Status gizi, merupakan factor yang penting dalam timbulnya penyakit
tuberklosis. Berdasarkan hasil penelitian kejadian tuberkulosis menunjukan bahwa
penyakit yang bergizi normal ditemukan kasus lebih kecil daripada status gizi
kurang atau buruk. Status gizi, kekurangan mempengaruhi daya tahan tubuh
seseorang sehingga rentan terhadap berbagai penyakit termasuk tuberkulosis paru.
Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik
pada orang dewasa maupun anak-anak( Naga, 2012)
c. Status pendidikan, latar belakang pendidikan mempengaruhi penyebaran
penyakit menular khususnya tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian
mengatakan semakin rendah latar belakang pendidikan kecenderungan terjadi
kasus tuberkulosis, hal ini faktor terpenting dari kejadian TBC.
35
2.6.6 Pencegahan penyakit tuberkulosis
a. Imunisasi BCG
Salah satu upaya pencegahan penyakit termasuk tuberkulosis adalah dengan
imunisasi. Berdasarkan asal mulanya imunisasi dibagi dalam dua bagian, yaitu
pasif dan aktif. Pasif bila tubuh membentuk kekebalan, tetapi hanya menerima
saja. Sedangkan aktif ialah bila tubuh ikut menyelenggarakan terbentuknya
imunitas. Vaksin BCG merangsang kekebalan, meningkatkan daya tahan tubuh
tanpa menyebabkan kerusakan. Daya pertahanan tubuh yang meningkat akan
mengendalikan atau membunuh kuman-kuman mycobacterium tuberkulosis
tersebut. Perkumpulan Dokter Paru Indonesia, 2006).
b. Lingkungan rumah yang sehat
Menurut Notoatmodjo (2012), rumah adalah salah satu persyaratan pokok
manusia. Rumah adalah tempat dimana sesuatu tidak asing dan tidak berubah,
dimana orang menjaga perasaan memiliki otonomi dan kontrol. Sedangkan rumah
yang sehat adalah tempat berlindung dan tempat istirahat sehingga menimbulkan
kehidupan yang sangat sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial. Salah satu
upaya pencegahan tuberkulosis dapat dilakukan melalui rumah sehat.
c. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Fungsi kedua
untuk membebaskan udara ruangan dari kuman mycobacterium tuberkulosis. Hal
36
ini terjadi karena perputaran aliran udara terus-menerus. Kurang ventilasi akan
menyebabkan kelembabab udara di dalam ruangan naik karena proses penguapan
cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini merupakan media yang baik
untuk bakteri phatogen seperti mycobacterium tuberculosis.
d. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, juga
merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-
bibit penyakit seperti mycobacterium tuberculosis.
e. Luas bangunan rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya.
Artinya, luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Karena apabila tidak sesuai akan menyebabkan kurangnya
konsumsi oksigen, juga apabila salah satu anggota keluarga terkena penyakit
menular, seperti tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga lain.
2.6.7 Penyebab yang mempengaruhi meningkatnya beban TB
a. Belum optimalnya pelaksanaan program TB selama ini diakibatkan karena
masih kurangnya komitmen pelaksana pelayanan, pengambil kebijakan, dan
pendanaan untuk operasional, bahan serta sarana prasarana
b. Belum memadainya tata laksana TB terutama di fasyankes yang belum
menerapkan layanan TB sesuai dengan standar pedoman nasional dan ISTC
seperti penemuan kasus/diagnosis yang tidak baku, paduan obat yang tidak baku,
37
tidak dilakukan pemantauan pengobatan, tidak dilakukan pencatatan dan
pelaporan yang baku
c. Masih kurangnya keterlibatan lintas program dan lintas sektor dalam
penanggulangan TB baik kegiatan maupun pendanaan
d. Belum semua masyarakat dapat mengakses layanan TB khususnya di Daerah
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), serta daerah risiko tinggi seperti
daerah kumuh di perkotaan, pelabuhan, industri, lokasi permukiman padat seperti
pondok pesantren, asrama, barak dan lapas/rutan.
e. Belum memadainya tatalaksana TB sesuai dengan standar baik dalam
penemuan kasus/diagnosis, paduan obat, pemantauan pengobatan, pencatatan dan
pelaporan.
f. Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa berpengaruh terhadap risiko
terjadinya TB secara signifikan seperti HIV, gizi buruk, diabetes mellitus,
merokok, serta keadaan lain yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
g. Meningkatnya jumlah kasus TB Resistant Obat (TB-RO) yang akan
meningkatkan pembiayaan program TB
h. Faktor sosial seperti besarnya angka pengangguran, rendahnya tingkat
pendidikan dan pendapatan per kapita, kondisi sanitasi, papan, sandang dan
pangan yang tidak memadai (Depkes, 2014)
38
2.7 Kerangka Konsep
Input Proses Output
Keterangan:
Sumber: modifikasi Notoatmodjo (2014), Nursalam (2008), Willis (2014)
Pengetahuan dan
Sikap Penderta
TB
Metode Edukasi
a. Individu (Konseling)
1) Bimbingan dan Penyuluhan
Metode Penyampaian Edukasi
(a) Flip chart
(b) Booklet (c) Flyer
(d) Rubrik
(e) leaflet
2) Wawancara
b. Kelompok
c. Massa
Pengetahuan
75 – 100 % = Baik
56-74%= Cukup
<56 % = Kurang
Sikap
Mendukung
Tidak Mendukung
: Diteliti
: Tidak Diteliti