Post on 19-Feb-2021
i
ii
iii
PENGANTAR
Pembangunan rantai nilai yang bisa menghasilkan sebuah produk yang mempunyai keunggulan dan daya saing yang tinggi, diperlukan berbagai kalkulasi dan perencanaan serta memasukkan berbagai unsur inovasi untuk tujuan efesiensi. Lebih jauh lagi, saat ini sektor usaha dituntut untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan sosial yang menjadi standar, terutama bagi perusahaan-perusahaan besar. Di lain sisi, mereka juga mengharuskan rantai pasokannya untuk menerapkan hal yang sama, dimana rantai nilai perusahaan-perusahaan besar adalah bagian pasar yang besar untuk usaha kecil dan menengah seperti yang digambarkan dan menjadi tujuan dari pendekatan M4P (Making Markets Work for the Poor).
Rantai nilai yang efesien, mutlak diperlukan sebuah rencana usaha atau business plan yang matang sehingga bisa menjadi sebuah dasar dan arahan dalam memulai sebuah usaha agar tercipta sebuah produk yang kompetitif dan terhindar dari resiko terbesar dari usaha tersebut. Sebuah rencana usaha harus mampu mengindentifikasi dan memitigasi resiko-resiko dalam menjalankan usaha yang dimaksud, kebutuhan modal, keuntungan yang ingin dicapai, pengenalan dan strategi pasar, serta bagaimana bisa menjalankan sebuah proses produksi yang efesien dan ramah lingkungan serta mempunyai dampak positif terhadap persoalan-persoalan sosial.
Dari asesmen ini, diharapkan para mitra mampu mendampingi dan mengajak para kelompok dampingan untuk membangun sebuah rantai nilai melalui rencana usaha (business plan). Diharapkan pula pada akhir kajian ini, mitra dapat mendesain sebuah business plan yang komprehensif dengan memasukan elemen-elemen inovasi, identifikasi resiko, mitigasi resiko, serta rencana keberlanjutan dari usaha tersebut baik di bidang komoditi beras, kopi, mete, jagung dan madu.
TUJUAN
Kajian ini mengajak delapan mitra ICCO untuk memetakan dan memahami mengenai metode pendekatan VCD (Value Chain Development) dan M4P (Making Market works for the Poor) di komunitas dampingan yang bergerak di bidang komoditi seperti beras, kopi, mete, sayuran, dan madu. Selain itu, kajian ini mendorong para mitra untuk menyusun desain usaha untuk meningkatkan kapasitas organisasi dalam melakukan pengelolaan usaha komunitas dampingan untuk menuju keberlangsungan produksi dan kesejahteraan masyarakat.
iv
DAFTAR ISI
PENGANTAR ............................................................. iii
TUJUAN ..................................................................... iii
DAFTAR ISI……………………..……………………….iv
KOMODITAS BERAS ................................................. 1
A. Profil Komoditas ........................................... 1
B. Hasil Kajian ................................................... 2
B.1. KRKP (Koalisi Rakyat & Kedaulatan
Pangan) ................................................... 2
B.2. TRUKAJAYA (Yayasan Kristen
Trukajaya) ................................................ 3
C. Analisis VCD Lense lense...........................4
D. Rancangan Strategi ..................................... 5
D.1 Strategi/ Rencana Bisnis KRKP ............... 5
D.2 Strategi/ Rencana Bisnis TRUKAJAYA .. 7
KOMODITAS KOPI ..................................................... 8
A. Profil Komoditas .......................................... 8
B. Hasil Kajian ................................................ 10
B.1. KPHSU (Komunitas Peduli Hutan
Sumatera Utara) .................................... 10
B.2. PETRASA (Yayasan Pengembangan
Ekonomi dan Teknologi Rakyat Selaras
Alam) ..................................................... 10
B.3. LPPNU (Lembaga Pengembangan
Pertanian Nahdlatul Ulama) ................... 11
C. Analisis VCD Lense ................................... 12
D. Rancangan Strategi ................................... 13
D.1 Strategi/ Rencana Bisnis PETRASA ...... 14
D.2 Strategi/ Rencana Bisnis LPPNU .......... 15
KOMODITAS METE ................................................. 16
A. Profil Komoditas ....................................... 16
B. Hasil Kajian ................................................ 18
B.1. ASPPUK (Asosiasi Pendamping Perem-
puan Usaha Kecil) ................................. 18
B. 2. Studi Banding di EAST BALI CASEW
(Bali) ...................................................... 18
C. Rancangan Strategi .................................. 19
D. Strategi/ Rencana Bisnis ASPPUK ......... 20
KOMODITAS JAGUNG ............................................ 21
A. Profil Komuditas ....................................... 21
B. PESADA (Perkumpulan Sada Ahmo) ...... 22
B. Rancangan Strategi .................................. 22
D. Strategi/Rencana Bisnis PESADA .......... 22
KOMODITAS MADU ................................................ 24
A. Profil Komuditas ....................................... 24
B. YRBI (Yayasan Rumpun Bambu
Indonesia). ................................................. 25
C. Rancangan Strategi .................................. 25
D. Strategi/Rencana Bisnis YRBI………….…25
POTENSI JASA KEUANGAN .................................. 28
POTENSI KOMODITI DAN LAYANAN .................... 28
DISKUSI LANJUTAN ............................................... 29
LAMPIRAN ............................................................... 30
PROFIL ASSESOR .......................................... 30
FOTO KEGIATAN ............................................ 31
DAFTAR NARASUMBER.................................32
1
KOMODITAS BERAS
A. PROFIL KOMODITAS
Sektor pertanian, khususnya pertanian pangan (komoditas beras), adalah sektor yang sangat strategis dan potensial untuk dijadikan sebagai sektor andalan (leading sector) dalam pembangunan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Alasannya, komoditas beras selain sebagai makanan pokok, juga sebagai sumber penghasilan bagi sebagian besar penduduk Indonesia, baik sebagai petani, produsen, maupun sebagai buruh tani. Pangan di Indonesia diidentikkan dengan beras, yang menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan nasional. Apabila ketersediaan pangan suatu bangsa tidak mencukupi dibandingkan kebutuhannya maka dapat menimbulkan ketidakstabilan ekonomi bangsa. Selain itu berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan terganggu.
Tiga negara tercatat menjadi produsen beras terbesar di dunia, yakni China, India dan Indonesia. Indonesia mempunyai total produksi beras sebanyak 40,29 juta ton. Meski begitu, Indonesia masih menjadi importir beras yang cukup besar. Perkembangan konsumsi beras nasional per kapita pada tahun 2001-2009 berfluktuatif, namun cenderung meningkat.
Tahun 2002 rata-rata konsumsi beras tercatat sebesar 115.5 kg/kapita/tahun, mulai mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar 139 kg/kapita/tahun, dan berlangsung sampai 2009. Konsumsi beras nasional dinilai sangat tinggi dibandingkan dengan Jepang yang hanya 60 kg/kapita/tahun dan Malaysia 80 kg/kapita/tahun. Hal ini menyebabkan perminta-an beras dalam negeri tinggi dan tidak seimbang dengan ketersediaan beras yang dihasilkan oleh petani dalam negeri.
Pembangunan pertanian dalam upaya peningkatan produksi beras terasa semakin sulit dan kompleks karena selain dihadapkan pada masalah internal yang klasik, juga dihadapkan dengan berbagai macam isu global dan perubahan lingkungan yang semakin buruk. Tingginya permintaan pangan, terutama beras, dan peningkatan jumlah penduduk juga menjadi masalah dalam pencapaiannya. Oleh karena itu, gerakan peningkatan produksi beras nasional melalui perubahan teknologi dan adanya inovasi seperti pertanian berkelanjutan dan pertanian organik harus didukung oleh semua daerah.
Komoditi beras sebagai sektor yang sangat penting masih menghadapi berbagai persoalan, khususnya yang berkaitan dengan kesejahteraan petani produsen. Salah satunya adalah persoalan pemasaran komoditas beras, yaitu rendahnya harga jual di tingkat petani produsen, serta biaya produksi semakin tinggi.
Usaha tani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional yang mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pemba-ngunan nasional bidang pertanian (agribisnis) di masa mendatang harus dilakukan secara serius untuk mengatasi masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan secara tuntas.
Gambar 1. Rantai Pasar Beras Secara Umum
Petani Penebas Pengepul Tingkat
Desa Pengepul Tingkat
Kecamatan
Konsumen Distributor Pasar Induk Pengepul Tingkat Kota/Kabupaten
2
Satu hal yang kritis adalah meningkatnya produksi yang selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani secara signifikan dalam usaha taninya. Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usaha tani terpadu (integrated farming system). Oleh karena itu, persoalan membangun kelembagaan (institution building) di bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on farm business saja, namun juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm agribussiness-nya (Tjiptoherijanto, 1996).
B. HASIL KAJIAN
B.1. KRKP (Koalisi Rakyat & Kedaulatan Pangan)
Kajian dilakukan di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada 24-26 Juli 2014. Kecamatan Sawangan, adalah salah satu wilayah dampingan KRKP yang mempunyai fokus terhadap peningkatan produksi, pengorga-nisasian kelompok tani, dan sosialisasi penggunaan varietas lokal (Varietas Mentik Wangi Susu, Beras Hitam, dan Beras Merah). KRKP dalam pendampingan tidak menetapkan model yang sama, setiap anggota diharapkan mengembangkan model berdasarkan prinsip untuk mengembangkan berdasarkan wilayahnya masing-masing.
Di Kecamatan Sawangan, KRKP mendam-pingi Asosiasi Petani Organik Sawangan (TOS) yang terdiri 22 kelompok tani dengan jumlah 28 anggota tetap dan 800 anggota potensial. Petani yang sudah tersertifikasi organik berjumlah 300 dan 528 petani belum tersertifikasi. Rata-rata kepemilikan lahan setiap anggota berkisar antara 0.3 Ha dengan total luas lahan 284.4 Ha dengan produktivitas lahan 5 ton/ha.
TOS hanya menyerap 20 ton/bulan gabah kering dan sisanya dijual langsung ke penebas, pasar, dan retailer dengan harga pasar. Proses jual-beli beras dalam anggotanya belum terkordinir dengan baik karena keterbatasan modal dan pergudangan.
Asosiasi membeli hasil panen petani anggota lebih tinggi Rp 1.000,- dari penebas/pengepul (Rp 6.500,-/kg gabah kering). Dengan menjual beras ke TOS pendapatan petani meningkat 14%. Maka dari itu, KRKP mendorong TOS untuk membentuk koperasi/badan hukum milik petani yang tujuannya khusus untuk megatur bisnis lembaga ekonomi yang di dalamnya terdapat unit keuangan, produksi, pergudangan, dan pemasar-an.
Perbandingan harga gabah dan beras di dalam TOS antara lain:
Varietas Harga Gabah Harga Beras
Mentik Wangi Susu
Rp 7.000,- Rp 12.000,-
Beras Merah Rp 4.000,- s/d Rp 4.500,-
Rp 7.000,- s/d Rp 8.000,-
Beras Hitam Rp 9.000,- s/d Rp 10.000,-
Rp 19.000,-
Gambar 2. Rantai Pasar Beras Organik (Premium) dan Non-Organik Sawangan, Magelang, Jawa Tengah
Petani
Organik
Non Organik Pengepul Pengecer Konsumen
Pengepul Tingkat
Kota/Kabupaten Pasar Induk
(TOS) Asosiasi Kelompok Tani
Penebas
Gabah kering Rp 6.500 – Rp 7.000
Gabah kering
Rp 5.000 – R
p 5.500 Gabah
Gabah
Gabah
Gabah/B
eras
Gabah/ Beras Beras
Beras
3
Petani nonorganik menjual gabah ke pengepul ataupun penebas dengan harga Rp. 5.000,- gabah kering panen dan Rp. 5.500,- untuk gabah kering jemur. Sedangkan untuk beras nonorganik selain di jual di asosiasi, petani juga langsung menjual ke pengepul ataupun ke pengecer.
Harapannya sistem pengorganisasian kelompok dapat terkontrol dengan lebih baik. Dalam penyusunan, aktor yang terlibat seperti penebas, pengepul dan pemilik huler diajak bekerja sama membangun kepercayaan di antara mereka di dalam koperasi.
B.2. Trukajaya (Yayasan Kristen Trukajaya)
Kajian dilakukan di Kabupaten Salatiga, Jawa Tengah pada 27-28 Juli 2014. Trukajaya adalah sebuah NGO (Non-Government Organization) yang bergerak dalam bidang pelestarian lingkungan, peningkatan pendapatan masya-rakat, sanitasi lingkungan, pertanian organik, demokratisasi pedesaan, mikro kredit, dan energi alternatif. Fokus kerja Trukajaya antara lain:
1. Pendampingan di kelompok-kelompok tani. 2. Micro Finance (MF), memberi layanan Kredit
Modal Usaha (KMU) kepada pelaku home industry, saat ini ada 18 kelompok yang dilayani. Tiap kelompok beranggotakan 20-50 orang dengan nominal peminjaman mulai dari 25-30 juta rupiah/kelompok. MF juga melayani untuk hasil ternak.
3. Training Center (TC), sebagai unit bisnis penyedia layanan: penginapan, pelatihan pertanian organik, dan biogas.
4. Warung Hijau (WH), distrubutor beras organik ke beberapa Gereja Sinode Salatiga dan sayur organik ke bebarapa supermarket (Nikibaru, Yo Mart, Zam-Zam)
Kelompok Tani Manunggal Lestari merupakan salah satu kelompok dampingan dari Trukajaya yang berada di Desa Karang Wungu, Kecamatan Karang Dowo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kelompok ini berfokus pada budidaya beras organik yang beranggotakan 25 petani dengan rata-rata kepemilikan lahan 0.22 Ha dengan produktivitas 1.2 ton/musim. Trukajaya tergabung dalam Asosiasi Organik Indonesia (AOI). Trukajaya berupaya menyertifikasi pertanian organiknya dengan model Partisipation Guaranty Sistem (PGS) pada lembaga PAMOR Bogor. Pada perkembangannya, PAMOR membolehkan pencantuman logo jaminan AOI meskipun petani organik Karang Wungu belum selesai menyusun logbook bahan sertifikasinya.
Kelompok tani mampu menyuplai beras ke konsumen langsung sebesar 5 kwintal/bulan, sisanya ke Warung Hijau (WH) dan retail. Beras yang dijual ke WH sebesar 100-150 kg/bulan, dengan harga Rp 12.000,-/kg. Penjualan dilakukan dalam bentuk gabah dan beras yang di akumulasikan oleh kelompok dan sudah dalam bentuk pengemasan dengan pangsa pasar yaitu Warung Hijau, retail, perorangan/keluarga, dan pasar tradisional.
Desa Karang Wungu memiliki kapasitas beras organik yang masih kecil, sedangkan beras nonorganik memiliki kapasitas yang relatif besar. Tetapi petani nonorganik belum ada sistem penjualan yang diakumulasi berdasarkan kelompok kecuali beras organik yang sudah berkelompok.
Gambar 3. Rantai Pasar Beras Organik dan Nonorganik Karang Karang Wungu, Klaten
Penebas
Petani
Organik
Non-organik
Pengepul Pengecer/ Pedagang
Konsumen
Pengepul Tingkat
Kota/Kabupaten
Kelompok
Warung Hijau
Pasar Induk
Beras Rp 12.000,-/kg
Gabah Rp 5.500,-/kg
Beras Rp 12.000,-/kg
Gabah Rp 6.000,-/kg
Beras Rp 13.000,-/kg
4
C.
AN
ALI
SIS
VC
D L
ENSE
Gam
bar
4. V
CD
(S
uppo
rtin
g F
unct
ion
dan
Sup
port
ing
Rul
e)
: S
ekto
r P
erat
uran
: S
ekto
r La
yana
n
: S
ekto
r A
ktor
(K
RK
P, T
ruka
jaya
)
5
D. RANCANGAN STRATEGI
D.1 Strategi/ Rencana Bisnis KRKP
Mendirikan “Koperasi Petani Organik
Sawangan” adalah koperasi yang dibentuk oleh
para petani yang telah membudidayakan
tanaman secara organik terutama padi varietas
lokal. Koperasi Petani Organik Sawangan
melakukan kegiatan usaha manufacturing,
trading dan mikro finance. Anggota koperasi yang
sekaligus sebagai pemilik adalah para petani kecil
berlahan sempit yang telah membudidayakan
tanaman padi secara organik.
Produk utama yang dijalankan oleh koperasi
adalah melakukan perdagangan beras organik
yang dihasilkan oleh para anggota, dimana
koperasi akan membeli gabah hasil penen para
anggota dan memproses mulai dari pengeringan
sampai pengemasan. Di samping itu, koperasi
juga akan memenuhi kebutuhan input produksi
berupa benih serta pupuk dan pestisida organik,
yang mana input ini juga merupakan produk yang
dihasilkan oleh salah satu anggota koperasi.
Visi dan Misi: Visi: menjadikan sawangan sebagai basis
produksi padi organik dan menthik susu sebagai varietas local unggulan magelang
Misi: - Mewujudkan kelembagaan ekonomi bagi
para petani organik - Membudidayakan tanaman (Padi) secara
sehat/organik - Memanfaatkan potensi local dalam
berproduksi, terutama varietas lokal menthik susu
- Mengakumulasi surplus kedalam lembaga ekonomi.
Target pasar:
Beras yang dihasilkan merupakan beras lokal organik kualitas premium maka target pasar terutama kelas menengah di perkotaan yang mempunyai daya beli tinggi. Disamping itu gaya hidup sehat yang sedang menjadi tren.
LEMBAGA STRATEGI INTERVENSI RENCANA AKSI INTERVENSI
KRKP Mendorong TOS untuk membentuk “Koperasi Petani Organik Sawangan” khusus untuk megatur bisnis lembaga ekonomi yang di dalamnya terdapat: - Unit keuangan - Produksi - Pergudangan - Pemasaran
- Pendataan para petani (masa dan luas tanam)
- Legalitas dan kelengkapan administrasi - Pemenuhan peralatan panen dan pasca
panen - Identifikasi distributor dan pendekatan - Perekrutan pelaksana
TRUKAJAYA Memaksimalkan kerja “Micro Finance” di komoditi beras, selama ini memiliki kapasitas kecil.
Meningkatkan kapasitas petani dalam peningkatan produksi dan kapasitas perdagangan.
- Mengorganisir kelompok tani nonorganik
- Perluasan pasar di jaringan gereja-gereja sinode
- Trukajaya meningkatkan kapasitas petani dalam perdagangan
- Memperbaharui harga di minimarket dan meninjau harga seluruh konsumen dari Warung Hijau
Tabel 1. Rancangan Strategi dari KRKP dan Trukajaya untuk Komoditi Beras
6
Rincian Rencana Bisnis:
- Ijin Usaha: Dalam proses pengurusan legalitas (badan hukum) dan sekaligus surat ijin usaha (SIUP) serta NPWP.
- Struktur Organisasi: struktur organisasi Koperasi Petani Organik Sawangan yaitu terdiri dari unsur pengurus dan pengawas.
- Kepemilikan: Koperasi Petani Organik Sawangan merupakan lembaga ekonomi yang berprinsipkan pada member base. Dalam pengambilan keputusan setiap orang mempunyai hak yang sama atau dengan kata lain satu orang/anggota satu suara. Namun demikian dalam pembagian keuntungan didasarkan pada besarnya capital/simpanan masing-masing orang yang berasal dari simpanan pokok Rp. 100.000,-/anggota pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan wajib dilakukan tiap musim panen yaitu 10 kg Gabah Kering Panen (GKP) Menthik Susu setara dengan Rp 65.000,- serta simpanan sukarela.
- Staf/Pegawai: Manager, Staf Keuangan, Staf Pengadaan/Pembelian, Staf Penanganan Pascapanen dan Prosesing, Pemasaran.
- Produk dan Jasa serta Proses Produksi: koperasi hanya melakukan aktifitas pasca- panen sampai beras siap didistribusikan. Sementara proses produksi dilakukan oleh masing-masing anggota dan pengawasan standar budidaya dilakukan oleh TOS.
- Unique Selling Points: Pangan sehat yang
bebas residu kimia, terutama varietas lokal
Mentik Susu adalah aroma dan rasa yang khas.
- Strategi Harga: strateginya memang jauh lebih mahal dibandingkan dengan produksi konvensional, namun masih lebih murah dibandingkan dengan para pesaing karena rantai yang dibangun lebih pendek.
- Daftar inventaris: Alat pemanen padi, mesin pengering, Rice Milling Unit (RMU), peralatan grading, alat packing (vacuum sealer, sealer, penjahit karung), timbangan, troli.
- Strategi Promosi dan penjualan: Konsumen akhir (terutama untuk wilayah perkotaan dan perumahan-perumahan kelas menengah) dengan menyebarkan pamflet dengan layanan antar, serta membangun simpul-simpul di daerah perumahan. Kelompok-kelompok vegetarian dengan mensuplai berbagai informasi terkait dengan produk ramah lingkungan dan bahaya residu kimia untuk kesehatan, serta menyebarkan hasil dokumentasi proses produksi (melalui cetakan maupun elektronik). Distributor dan supplier rumah makan, hotel, dan industri makanan memperkenalkan berbagai keunggulan produk secara langsung.
Target penjualan:
- Pengalaman yang terjadi rata-rata 20 ton/bulan
- Target tahun pertama menjadi 30 ton/bulan - Tahun kedua menjadi 45 ton/bulan - Tahun ketiga menjadi 70 ton/bulan - Tahun-tahun berikutnya diharapkan pasar
terus tumbuh 50%/tahunnya
Analisa SWOT:
- Strength: Produk sehat dan ramah lingkungan, Mempunyai rasa pulen dan aroma yang khas (wangi), Varietas local unggulan
- Weakness: Harga lebih mahal, Kontinuitas kualitas produk belum terjaga, Banyak merk dengan harga yang bervariasi
- Opportunity: Trend gaya hidup sehat, Tumbuhnya kelas tengah baru di perkotaan, Kelompok vegetarian
- Threat: Ancaman Produk dari Negara lain (Pasar tunggal asean), Gaya hidup yang pro gandum.
Gambar 5. Rantai Pasar Bisnis Model Beras Organik Sawangan, Magelang, Jawa Tengah
Gambar 5. Rantai Pasar Bisnis Model Beras Organik Sawangan, Magelang, Jawa Tengah
Petani Penebas Pengepul Lembaga Keuangan
(Koperasi) Pasar/
Konsumen
Asosiasi (TOS)
7
D.2 Strategi/Rencana Bisnis Trukajaya
Gambar 6. Rantai Pasar Bisnis Model Beras Organik Sawangan, Magelang, Jawa Tengah
Gambar 7. Bisnis Model Beras Organik Karang Wungu,
Klaten, Jawa Tengah (Trukajaya)
Gambar 8. Plastik Packing beras organik
Warung Hijau, Trukajaya
Asosiasi (TOS) Sejajar
Catatan:
Untuk sekarang jual beli beras, dilakukan oleh pihak asosiasi dan dilakukan sendiri oleh Pak Widardo
(Seolah olah menjadi bisnis pribadi bukan asosiasi)
Tujuan di bentuk
khusus untuk
mengatur bisnis
lembaga ekonomi
Kepengurusan dibentuk
sendiri yang khusus
mengurus bisnis
Unit keuangan
Unit pengambilan
dan pemasaran
Unit produksi
Unit prosesing/
Pergudangan
Di harapkan keluar
sampai pengemasan
Koperasi
Proyek pemerintah dan
kelembagaan
Penyedia layanan:
- Peningkatan jumlah produksi
- Pelatihan budidaya
Penjaminan mutu hanya terlibat di
bisnis model, dirantai nilai tidak
ada.
Petani Kelompok tani Pengepul
sekaligus
gudang
Petani setor gabah basah/kering ke
kelompok tani dan
disalurkan ke gudang
Gapoktan
Sistem keanggotaan,
peningkatan kapasitas,
petani mengambil uang
jual gabah
Bayar
gabah/beras
ke gapoktan
Buruh tani
Penyedia/
menjual
pupuk, bibit
ke petani dn
gapoktan
Pelatihan
pembuatan pupuk
dan pembibitan
Trukajaya
Micro finance
Warung hijau
Training center
Modal keuangan Pelatihan manejemen
keuangan, bio gas, dll
8
KOMODITAS KOPI
A. PROFIL KOMODITAS
Kopi termasuk kelompok tanaman semak belukar dengan genus Coffea. Kopi termasuk ke dalam famili Rubiaceae, subfamili Ixoroideae dan suku Coffea. Seorang bernama Carl Linneaus merupakan orang yang pertama mendeskripsikan spesies kopi (Coffee Arabica) pada tahun 1753. Pada tahun 1895 Kopi Robusta pertama kali ditemukan di Kongo oleh Emil Laurent, namun ada data yang menyatakan jenis Kopi Robusta ini telah ditemukan terlebih dahulu oleh pengem-bara Inggris bernama Richard Burton dan Jhon Speaken pada tahun 1862.
Menurut Bridson dan Vercourt pada tahun 1988, kopi dibagi menjadi dua genus yakni Coffea sp. dan Psilanthus sp. Genus Coffea sp. terbagi menjadi dua subgenus yakni Coffea sp. dan Baracoffea sp. Subgenus Coffea terdiri dari 88 spesies. Sementara itu subgenus Baracoffea terdiri dari 7 spesies. Berdasarkan geografik (tempat tumbuh) dan rekayasa genetik, kopi dapat dibedakan menjadi lima. Kopi yang berasal dari Ethiopia, Madagaskar serta Benua Afrika bagian barat, tengah dan timur (Andre Illy dan Rinantonio Viani, 2005).
Pada awalnya kopi kurang begitu diterima oleh sebagian orang. Pada tahun 1511, karena efek rangsangan yang ditimbulkan, dilarang penggunaannya oleh para imam konservatif dan othodoks di majelis keagamaan di Makkah. Akan tetapi karena popularitas minuman ini, maka larangan tersebut pada tahun 1524 dihilangkan atas perintah Sultan Selim I dari Kesultanan Utsmaniyah Turki. Di Kairo, Mesir, larangan yang serupa juga disahkan pada tahun 1532, dimana kedai kopi dan gudang kopi ditutup.
Dari dunia Muslim, kopi menyebar ke Eropa, dimana minuman ini menjadi populer selama abad ke-17. Belanda adalah negara yang pertama kali mengimpor kopi dalam skala besar ke Eropa, dan pada suatu waktu menyelundupkan bijinya pada tahun 1690, karena tanaman atau biji mentahnya tidak diijinkan keluar kawasan Arab. Selama abad ke-19 kopi menjadi salah satu komoditi penting dalam perdagangan internasio-nal.
Kopi merupakan salah satu komoditi yang banyak dibudidayakan di kawasan tropik di benua Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, serta di Asia Pasifik. Jenis kopi yang dikenal di pasar internasional yaitu Kopi Arabika yang sebagian besar dihasilkan di Colombia, negara-negara Amerika Tengah dan Brasil dan Kopi Robusta yang banyak dihasilkan di Afrika dan Asia Pasifik. Dari jenis kopi yang diproduksi, kopi Arabika merupakan bagian terbesar (sekitar 70%) dari total produksi dan 30% sisanya adalah kopi Robusta.
Gambar 9. Rantai Pasar Komoditi Kopi Secara Umum Nasional
Konsumen Pengecer
Pengepul Desa
Perusahaan Kopi
Pengepul Sedang
Eksportir
Pengepul Besar Petani
9
Bagi sebagian besar negara-negara berkembang, komoditi kopi memegang peranan penting dalam menunjang perekonomiannya, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai mata pencaharian rakyat. Negara produsen kopi terbesar adalah Brasil dengan produksi rata-rata 2,3 juta ton per tahun, Vietnam dengan produksi rata-rata 1.6 juta ton per tahun. Indonesia tergolong negara produsen Kopi Robusta terbesar ke tiga dunia setelah Brasil dan Vietnam dengan produksi rata-rata 748 ribu ton per tahun pada tahun 2012. Pada tahun 2012 Indonesia sudah menyuplai 7% dari produksi kopi dunia.
Luas areal perkebunan kopi di Indonesia saat ini mencapai 1,2 juta hektar. Dari luas areal tersebut, 96% merupakan lahan perkebunan kopi rakyat dan sisanya 4% milik perkebunan swasta dan pemerintah (PTP Nusantara). Dari luas areal perkebunan kopi, luas areal yang menghasilkan (produktif) mencapai 920 hektar (sekitar 77%). Produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai 700 kg biji kopi/ha/tahun untuk Robusta dan 800 kg biji kopi/ha/tahun untuk Arabika. Produktivitas kopi Indonesia masih di bawah negara tetangga seperti Vietnam telah mencapai lebih dari 1.500 kg/ha/tahun.
Indonesia sebagai negara produsen, Ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia. Negara tujuan ekspor adalah negara-negara konsumer tradisional seperti USA, negara-negara Eropa dan Jepang. Beberapa di antara nama hasil produksi kopi Indonesia yang sudah ekspor dan dikenal di luar negeri secara komersial adalah Kopi Arabika spesialti yaitu Gayo Coffee, Lintong Coffee, Mandheling Coffee, Java Coffee, Luwak Coffee, Bali Kintamani Coffee, Toraja Coffee & Flores/Bajawa Coffee yang telah menjadi andalan dan ikon kopi Indonesia yang sangat terkenal di luar negeri, karena mempunyai karakteristik dan cita rasa yang khas (spesialti) (GAEKI, 2011).
Saat ini, industri pengolahan kopi merupa-
kan salah satu industri prioritas yang terus
dikembangkan. Untuk mendukung upaya itu,
Kementerian Perindustrian telah menyusun peta
panduan (roadmap) pengembangan klaster
industri pengolahan kopi. “Pengembangan
industri pengolahan kopi di dalam negeri memiliki
prospek yang sangat baik, mengingat konsumsi
kopi masyarakat Indonesia rata-rata baru
mencapai 1,2 kg perkapita/tahun.
Gambar 11. Proses pengolahan biji kopi
kupas kulit ceri dan dijemur
± 2 hari
PenggilinganCeri(buah kopi)
Gabah Kopi
Green Bean
Kopi Panggang
Kopi Bubuk
22%
21%
9%8%
8%
6%
5%
4%
17% SUMSEL LAMPUNG BENGKULU
JATIM SUMUT NAD
SULSEL SUMBAR LAINNYA
Gambar 10. Areal & produksi kopi di Indonesia
selama 10 tahun terahir (2002 – 2011)
10
B. HASIL KAJIAN
B.1. KPHSU (Komunitas Peduli Hutan
Sumatera Utara)
Kajian dilakukan di Dolok Sanggul, Medan,
Sumatera Utara pada 10-11 Juli 2014. KPHSU
dalam setahun terakhir melakukan pendam-
pingan terhadap komunitas petani kopi di Dolok
Sanggul. KPHSU memberikan pelatihan dan
pendampingan terhadap petani terkait pengelo-
laan kopi. Tetapi belum dilakukan pemetaan
terkait jumlah anggota komunitas petani kopi di
Dolok Sanggul.
Petani kopi Sidikalang pada umumnya hanya
mengolah buah kopi menjadi gabah (kopi kupas).
Pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan
gabah ini masih sangat kecil. Kopi yang dihasilkan
oleh petani dijual kepada Koperasi Hutan Mas,
yang juga diinisiasi oleh KPHSU.
Dikarenakan modal yang dimiliki Koperasi
Hutan Mas tidak terlalu besar dan jumlah anggota
koperasi masih sedikit, koperasi tidak mampu
menampung semua penjualan kopi petani.
Kelebihan produksi dijual petani langsung ke toke
kecil dan di salurkan ke toke besar dalam bentuk
gabah. Perusahaan kopi menerima pasokan dari
toke besar baik bentuk gabah maupun green
bean. Di Koperasi Hutan Mas bersama KPHSU
memasarkan ke konsumen dalam bentuk green
bean maupun bubuk kopi.
Layanan dan aturan pendukung yang diharapkan ada oleh KPHSU:
- Penyuluhan dan pelatihan terhadap petani oleh Pemerintah Daerah
- Lembaga sertifikasi - Bank menyediakan modal bagi petani, - Lembaga konsultan bisnis - Pemerintah menyediakan peraturan tentang
status kawasan lahan - Harga jual kopi - Pemda menyediakan penyuluhan dan
pendampingan pengelolaan produksi kopi - Pemerintah Desa menyediakan peraturan
desa tentang jenis tanaman dan luas lahan yang ditanami kopi.
B.2. PETRASA (Yayasan Pengembangan
Ekonomi dan Teknologi Rakyat Selaras
Alam)
Kajian dilakukan di Sidikalang, Medan, Sumatera Utara pada 14-16 Juli 2014. PETRASA saat ini berfokus pendampingan kepada Petani Kopi di Sidikalang. Sidikalang memiliki komoditi unggulan yaitu kopi, yang mampu bersaing dengan kopi dari negara lain. Pada tahun 2013 permintaan suplai kopi dari Sumatera Utara ke beberapa negara di Asia mulai meningkat.
Jumlah kelompok dampingan PETRASA secara umum ada 118 kelompok yang terdiri dari 5500 anggota yang tergabung dalam kelompok Credit Union (CU) dengan rata-rata luasan 1-5 Ha/petani dengan Jenis Kopi Arabica. Kelompok dampingan yang bergerak di komoditi kopi ada di 3 kecamatan yaitu:
1. Kecamatan Sumbul ada 27 kelompok CU 2. Kecamatan Pegagan Hilir ada 14 kelompok CU 3. Kecamatan Parbuluan ada 9 kelompok CU
Petani pada umumnya hanya menjual dalam bentuk gabah dengan menggunakan mesin penggiling sederhana. Penjemuran dilakukan di bawah terik matahari selama 5-6 jam. Biji kopi yang telah dijemur kemudian dimasukkan dalam karung dan diletakkan pada tempat terbuka sebelum dijual. Belum dilakukan pemilahan atau seleksi kualitas biji kopi.
Gambar 11. Rantai Pasar Komoditi Kopi di Dolok
Sanggul, Sumatera Utara (KPHSU)
Toke Kecil
Toke Besar
Perusahaan Kopi
KPHSU
Konsumen
Petani
Koperasi
Hutan Mas
Gabah
Gabah/ Green Bean
Bubuk Kopi
Green Bean
Gabah
Gabah
Gabah
11
Status lahan petani adalah lahan milik sendiri dengan luas antara 1-5 Ha. Jenis kopi yang dibudidayakan adalah jenis Arabica yang sebagian besar bibitnya berasal dari Aceh Tengah dan Jember, Jawa Timur. Pupuk yang digunakan petani pada umumnya adalah pupuk kimia dan pupuk organik. Masih sedikit petani yang menggunakan pupuk organik karena belum ada pasar yang secara khusus menampung hasil kopi organik.
Kebutuhan bibit untuk 1 Ha kebun kopi berkisar antara 1200-1750 batang. Panen kopi pertama dapat dilakukan 1,5 tahun setelah tanam bibit. Panen raya dapat dilakukan 2 kali dalam setahun, yaitu antara bulan Januari dan September. Produktifitas kopi per pohon dapat menghasilkan buah kopi sebanyak 2-3 kg ceri pertahun.
KSU PODA yang dibentuk oleh PETRASA, hingga saat ini baru berfungsi sebagai agen pemasaran hasil penen dari kelompok dan individu petani kopi.
Layanan pendukung yang ada saat ini yaitu: - CU menyediakan akses modal usaha - KSU memberikan informasi tentang harga - Pemda melakukan penyuluhan dan pelatihan
terhadap petani kopi.
PETRASA berharap adanya lembaga sertifikasi dan lembaga konsultan untuk mendu-kung produksi kopi petani serta akses bank untuk menyediakan permodalan bagi petani.
B.3. LPPNU (Lembaga Pengembangan
Pertanian Nahdlatul Ulama)
Kajian dilakukan di Jambuwer, Kecamatan Karangkates, Kabupaten Malang pada 9-10 Juli 2014. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) sebagai departemen di dalam NU untuk menjalankan program perekonomian khususnya pada sektor pertanian-perkebunan-peternakan, energi hayati, linkungan hidup, perikanan-kelautan, dan pembangunan pedesaan LPNU (lembaga perekonomian).
Sejauh ini LPPNU belum mempunyai bisnis, namun fokus pada lembaga pengembangan warga. LPPNU berencana memiliki bisnis dan lembaga bisnis bersama dengan warga. Bisnis dampingan LPPNU, antara lain:
• Sektor Kopi: tanam-produksi (kopi djual mentah)
• Sektor Pangan (padi dan jagung): tanam-produksi (mentah)
• Sektor tembakau dan garam: belum intensif dilakukan LPPNU wilayah
• Sektor buah (jeruk dan bawang merah): fokusnya LPPNU cabang
Petani Kopi Desa Jambuwer adalah dampingan LPPNU yang merupakan sentra tanaman kopi di Kabupaten Malang yang memiliki kualitas ekspor. Komoditas kopi ini selalu ada sepanjang tahun. Petani konsisten terhadap tanaman kopi dibanding dengan komoditas lain yang tersedia.
Sekitar 3.200 penduduk berprofesi sebagai petani kopi. Rata-Rata 3.000 petani yang memiliki luas lahan kopi sebesar ¼ Ha dan 200 penduduk memiliki lahan kopi seluas 2-5 Ha. Luas lahan kopi di desa Jambuwer lebih dari 40% dari luas desa. Maka dari itu pendapatan utama masyarakat Jambuwer mengandalkan dari kopi.
Dalam melakukan aktivitas perdagangan belum dilakukan secara kelompok dikarenakan di Jambuwer tidak memiliki sistem pergudangan milik warga. Rata-rata petani kopi di Jambuwer menjual hasil kopinya dalam bentuk OC (gabah) karena dinilai lebih menguntungkan. Kopi dijual langsung ke pengepul/pemilik gudang.
Gambar 12. Rantai Pasar Komoditi Kopi di Sidikalang,
Sumatera Utara (PETRASA)
Konsumen
Petani Gabah
Gabah
Toke Kecil
Toke Besar
Perusahaan Kopi
KSU PODA
Pengepul lokal
Volkopi
Gabah/ Green Bean
Bubuk Kopi
Gabah
Gabah
Green Bean
Bubuk Kopi
12
Harga kopi dari petani ditentukan oleh gudang, dengan ketentuan sebagai berikut:
- Biji basah 425.000/kuwintal. - OC 22.000-23.000/kg (kering dengan tidak
menggunakan masa tunggu satu tahun). - OC 23.000-26.000/kg (kering dengan masa
tunggu satu tahun).
C. ANALISIS VCD LENSE
Di Karangkates terdapat PTPN kopi yang memiliki pabrik pengolahan kopi, bahkan sudah sampai pengemasan. PTPN bekerjasama dengan perusahaan kopi dari korea, jepang, dan belanda. PTPN membutuhkan kopi 50 ton OC untuk dikirim ke surabaya sebelum ke para eksportir. Untuk memenuhi kuota PTPN menerima kopi dari masyarakat baik arabika maupun robusta dengan minimal penjualan 20 kg. Dengan harga 5.000/kg.
Gambar 13. Rantai Pasar Komoditi Kopi di
Jambuwer, Malang (LPPNU)
Gambar 14. VCD (Supporting Function dan Supporting Rule)
Pengepul
Besar
Konsumen
Perusahaan
Kopi
Pengepul
Desa
Petani Gabah
Gabah/ Green Bean
Gabah
Bubuk Kopi
PTPN
Kopi Basah Gabah/
Green Bean
Kopi Siap Goreng
13
D. RANCANGAN STRATEGI
LEMBAGA STRATEGI INTERVENSI RENCANA AKSI INTERVENSI
KPHSU - -
PETRASA Pengoptimalan atau peningkatan
kapasitas produksi dan kinerja CU
dan KSU PODA
- PETRASA melakukan pengkajian
data jumlah petani dan luas
lahan yang dimiliki Petani Kopi
Sidikalang.
- Training and Education dalam budidaya kopi, dan proses pasca- panen.
- Studi banding dengan koperasi atau lembaga lain
- Training kualitas gabah dari
kelompok
- Penataan pengelolaan pemasar-
an kopi
LPPNU Pengorganisasian kelompok dan membentuk “Koperasi Petani kopi”.
yang di dalamnya terdapat:
- Sistem pergudangan - Pemasaran - Prosesing (kelompok mampu
menjual kopi dalam bentuk bubuk kopi)
- Mengorganisir kelompok tani
untuk memfungsikan kelompok
- Revitalisasi kelompok tani dan
gapotan (bangun ide, berorgani-
sasi, pengetahuan teknis: budi-
daya, sortasi)
- Mencari akses pasar,
menguatkan link pasar
Tabel 2. Rencana Strategi Pengembangan Komoditi Kopi di Beberapa Mitra
LEMBAGA STRATEGI INTERVENSI RENCANA AKSI INTERVENSI
KPHSU - melakukan pemetaan secara detil
terkait komunitas Petani Kopi (
profil, jumlah petani kopi, luas
wilayah, dll)
PETRASA Pengoptimalan atau peningkatan
kapasitas produksi dan kinerja CU dan
KSU PODA
- PETRASA melakukan pengkajian
data jumlah petani dan luas lahan
yang dimiliki petani kopi sidikalang.
- PETRASA melakukan survey
lapangan dan pengumpulan data
terkait layanan pendukung dan
aturan pendukung
- Perlu ada kesepakatan dan
kesepahaman tentang pola kerja dan
hubungan antara PETRASA dan
KSU PODA
LPPNU Pengorganisasian kelompok Mengorganisir kelompok tani untuk
memfungsikan kelompok dan sistem
pergudangan dan diharapkan kelompok
mampu menjual kopi dalam bentuk
bubuk kopi untuk meningkatkan
pendapatan.
- Mengorganisir petani
- Revatilisasi kelompok tani dan gapotan (Bangun ide, berorgani-sasi, Pengetahuan teknis: budi-daya, sortasi)
- mencari akses pasar, menguatkan link pasar
LPP (Lembaga Pengembangan
Pertanian) menjadi servis provider (siap
dengan semua posisi) dan menfasilitasi
Tabel 2 Rencana strategi pengembangan komoditi kopi di beberapa mitra
14
D.1 Strategi/ Rencana Bisnis PETRASA
Pembentukan KSU PODA merupakan
koperasi yang dibentuk oleh para petani yang
telah membudidayakan Kopi Sidikalang. Terletak
di Desa Huta Tikka, Kecamatan Sitinjo, Kabupaten
Dairi, Sumatera Utara. Produk utamanya yaitu
Kopi Arabica Sidikalang.
Visi dan Misi:
Visi : Menjadi Koperasi Petani yang tangguh di Sumatera Utara.
Misi : Membangun Koperasi Petani yang tangguh melalui upaya pengembangan agribisnis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Dairi.
Rincian Rencana Bisnis:
- Stuktur Organisasi: Ketua, Wakil Ketua,
Bendahara, Sekretaris, Wakil Sekretaris,
Badan Pengawas
- Kepemilikan: Status kepemilikan oleh
anggota KSU (Individu) dan kelompok CU
sebagai penanam saham.
- Produk: Produk yang dipasarkan adalah kopi
dalam bentuk greenbean.
- Permintaan Pasar: Permintaan pasar cukup
tinggi, terlihat dari meningkatnya konsumsi
kopi baik di tingkat nasional maupun
internasional.
- Unique Selling Poin: Kopi yang dihasilkan
KSU PODA memiliki kualitas yang lebih baik,
karena pengumpul telah mengetahui
kualitas gabah yang layak dibeli.
- Strategi Pasar: Mengikuti Pameran, kun-
jungan tamu, dan coffee tour.
- Strategi, Promosi dan Penjualan: • Pameran kopi di semua level • Promosi di website dan media sosial • Agrotourism
- Kompetitor: PT Wahana, Spekulan, Toke/Pedagang lokal
- Daftar Inventori :
- Alat penjemuran dan green house
- Gudang dan mesin huller
- Trolley dan sekop
- Yang akan diadakan: screening, suton,
minilab
Analisis SWOT: Strength
- Potensi anggota cukup besar - Produk anggota berkualitas - Demokratis dalam pengambilan
keputusan - Sudah dikenal hingga ke luar negeri
Weakness - Pembelian produk anggota tidak kontinu - Tidak ada jaminan harga - Rantai produksi yang tidak efisien - Tata kelola koperasi masih lemah - Modal kecil - Lebih berorientasi sosial dari pada bisnis
(perlakuan terhadap pengumpul tidak tegas)
- Penyelewengan uang oleh pengumpul/petugas lapang
Opportunity - Permintaan kerjasama dengan eksportir - Pasar kopi untuk lokal, nasional dan
internasional (Asia, Eropa) cukup besar - Adanya sumber pendanaan dari pihak
pemerintah/swasta Threat
- Tengkulak (spekulan harga), termasuk anggota yang menjadi tengkulak
- Perusahaan besar yang membeli langsung ke petani
- Perubahan Iklim/Cuaca - Pergeseran komoditas bukan kopi
.
Gambar 15. Rancangan Strategi PETRASA
di Komoditas Kopi Sidikalang
Gambar 12. Rancangan Strategi PETRASA di Komoditas
Kopi Sidikalang
Peminjaman Modal
Penyediaan Bibit,
Pupuk, dll
Penjualan Hasil
Panen
Pengembalian Pinjaman
Penjualan Hasil
Panen
Pelatihan Budidaya
Eksportir
(private sector)
KSU PODA
(service
provider)
Petani Kopi
Credit Union
15
D.2 Strategi/Rencana Bisnis LPPNU
Pembentukan perusahaan/koperasi kopi
didirikan oleh gabungan dari pegiat pendam-
pingan pembangunan perdesaan dengan
sejumlah petani kopi di beberapa daerah Jawa
Timur yang memiliki kepedulian untuk lebih
memajukan kehidupan petani maupun
masyarakat perdesaan dengan bertumpu pada
pengembangan dan pengelolaan usaha sumber
daya hayati yang terpadu, ramah lingkungan dan
berkeadilan, khususnya dari komoditi kopi.
Visi dan Misi:
- Visi: Mewujudkan Usaha Sumber Daya Hayati (pertanian-peternakan-perikanan-perkebunan) yang terpadu, ramah lingku-ngan dan berkeadilan sebagai pondasi utama bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan
- Misi: Membantu meningkatkan kesejahte-raan masyarakat desa melalui usaha perdagangan kopi rakyat yang berke-lanjutan, terpadu, ramah lingkungan dan berkeadilan.
Rincian Rencana Bisnis:
- Produk dan Jasa: Produk utama yang ditawarkan perusahaan adalah Kopi Rakyat yang berasal dari kebun-kebun kopi rakyat di wilayah Malang, Jombang, Mojokerto, Pasuruan, Batu. Perusahaan mengolah buah kopi menjadi biji kopi gelondong kering (OC/Gabah) dan bubuk kopi halus dalam kemasan berbagai ukuran timbangan. • Biji Kopi:
- Petik merah - Olah basah (khusus jenis Arabika) - Gelondong kering (OC)
• Bubuk Kopi: Kemasan 100 gr, 250 gr, 500 gr, 1000 gr, 1500 gr.
- Rincian kepemilikan: 60-70% saham perusahaan dimiliki oleh sejumlah individu, gabungan antara pegiat pendampingan masyarakat dan petani serta warga desa lainnya. Selebihnya, 30-40% saham menjadi milik karyawan yang telah memenuhi kriteria tertentu dengan pembagian sesuai masa kerja dan kinerja karyawan bersangkutan. Pembagian saham kepada karyawan tersebut akan dilakukan setelah perusahaan melalui batas BEP, dan memperoleh laba bersih.
- Struktur Organisasi: General Manager,
Production Manager, Office Manager, Marketing Manager, Production Supervisor, Marketing Supervisor, Administration Officer, Finance Officer, Production Officer, Marketing Officer, Administration Staffs, Finance Staffs, Production Staffs, Marketing Staffs.
- Permintaan pasar: • Pasar ekspor menerima biji kopi bentuk
OC (gabah) jenis Arabika. • Pasar lokal dan regional menerima baik
biji kopi OC (glondong kering) dan bubuk kopi dalam kemasan 100 gr, 250 gr, 500 gr, 1000 gr, 1500 gr.
- Target Pasar: pasar lokal, perusahaan masih fokus di wilayah Jawa Timur dengan mengandalkan simpul-simpul komunitas santri (pesantren) di beberapa daerah dan pasar grosir/agen.
- Analisa sektor industri:
• Kebutuhan kopi untuk pasar ekspor didominasi oleh kopi arabika. Karenanya, perusahaan membagi konsentrasi usaha dengan mengikuti pola permintaan yang ada, kopi arabika untuk ekspor dan kopi robusta untuk pasar lokal.
• Untuk ekspor olahan kopi yang dibutuhkan adalah OC (gabah).
• Kopi bubuk dibutuhkan yang banyak diminta pasar sekarang adalah dalam kemasan adalah dari ukuran 125, 250, 500, dan 1.000 gram.
• Harga semua produk, ditetapkan bersaing namun tanpa merusak pasar.
Gambar 16. Produk Kopi Dampingan LPPNU
Gambar 12. Rancangan strategi petrasa di komoditas kopi
sidikalang
16
KOMODITAS METE
A. Profil Komoditas
Jambu Mete (Anacardium occidentale) merupakan tanaman buah tropis dari suku Anacardiaceae yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini kemudian dibawa oleh Pelaut Portugis ke India yang kemudian menyebar ke negara-negara tropis dan subtropis, seperti Bahana, Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik, Srilangka, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Tanaman ini umumya dibudidayakan untuk diambil buah sejatinya, orang banyak mengira buah jambu mete ini adalah bagian lunak yang membengkak berwarna merah atau kekuningan, padahal ini merupakan dasar bunga yang mengembang menjadi pembuahan. Buah sesungguhnya (buah sejati) adalah bagian yang keras berwarna coklat muda berisi biji, meskipun dianggap sebagai kacang di dalam dunia boga. Secara botani, sama sekali bukan anggota jambu-jambuan (Myrtaceae) maupun kacang-kacangan (Fabaceae), melainkan lebih dekat kekerabatan-nya dengan mangga (suku Anacardiaceae).
Tumbuhan ini mampu tumbuh baik dilahan kering dan tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit dan memiliki sifat yang cepat tumbuh dan mudah adaptasi. Selain sebagai tanaman yang produktif jambu mete ini bermanfaat juga sebagai tanaman penghijauan, dan tanaman konservasi dalam rehabilitasi lahan kritis. Dari tanaman jambu mete ini, hampir semua bagian tanaman tersebut dapat diambil manfaatnya mulai dari buahnya yang dapat dimanfaatkan untuk sirup, biji mete yang dimanfaatkan dalam bentuk makanan ringan, maupun sebagai bahan tambahan/penyedap setelah dicampur dengan coklat, roti ataupun kue, sedangkan untuk kulit biji, kulit ari dan batang mampu di buat minyak Cashew Nut Shell Liquid (CNSL) untuk bahan baku pelekat kayu, kampas rem, dll.
Dalam pemrosesan dari gelondongan mete menjadi kacang mete siap saji memiliki tahapan proses yang rumit dan butuh keterampilan dan butuh kehati-hatian terutama dalam pemisahan. Jika saat pemisahan kacang pecah maka akan mempengaruhi kualitas dan harga jual kacang tersebut. Ada 8 tahapan dalam memproses kacang mete yaitu pemisahan kacang dari buahnya, kemudian penjemuran di bawah sinar matahari selama 2 hari, selesai dijemur kacang mete yang sudah kering di kukus menggunakan steamer agar daging kacang di dalam cangkang tidak menempel pada cangkang buah untuk memudahkan proses berikutnya.
Kacang mete yang sudah dikukus kemudian dikeringkan kembali selama 24 jam di bawah sinar matahari kemudian disortir berdasarkan ukuran, kacang mete yang telah melewati proses pengeringan kedua kemudian dibelah menjadi 2 bagian mengunakan mesin pembelah mulai tahap ini perlakuan kancang mete dilakukan secara hati-hati. Kacang mete yang telah dibelah dua kemudian secara manual dipisahkan antara daging kacang dan cangkangnya. Kacang yang telah terpisah dari cangkangnya kemudian dikeringkan menggunakan pengering selama 4-5 jam untuk mendapatkan tingkat moisture dibawah 15%, proses pengelupasan kulit ari daging kacang mete secara manual.
Gambar 17. Proses Pengolahan Kacang Mete
Pemisahan
Buah dari
Tangkai
Sortasi dan Grading Mete Gelondongan
(1 Hari)
Pengeringan Mete
Gelondongan (3-4 Hari)
Penyimpanan Biji Mete
Gelondong
Pengambilan Kacang Mete
(4 Hari)
Pengeringan Kacang Mete
(4 Hari)
Pengupasan Kulit Ari
Kacang Mete (1 Hari)
Sortasi dan Grading
Kacang Mete Pengemasan
17
Proses pengolahan jambu mete menjadi kacang mete siap konsumsi dan berkualitas, membutuhkan proses yang rumit dan penuh kehati-hatian maka dari itu memiliki tingkat harga yang tinggi.
Konsumen kacang mete dunia adalah negara-negara di Amerika Utara, Uni Eropa, China, Timur Tengah, India dan Australia. Yang menarik, India merupakan negara produsen dan sekaligus konsumen mete terbesar di dunia. Jumlah penduduk India sekitar 5 kali lipat Indonesia, namun konsumsi metenya 45 kali lipat. Kebutuhan kacang mete Amerika Utara dan Uni Eropa selama ini dipenuhi oleh India dan Brasil, India juga mengekspor kacang mete ke Timur Tengah, sedangkan Vietnam mengekspor kacang mete ke Amerika Utara, China dan Australia. Mete Indonesia sebagian besar diekspor dalam bentuk gelondongan ke India dan Vietnam dan kemudian dilabel sebagai produk India dan Vietnam, hanya sebagian kecil (kurang dari 1% dari pangsa kacang mete dunia), yang bisa berhasil menembus pasar kacang mete internasional.
Pasar dunia untuk kacang mete saat ini tengah mengalami perkembangan. Walaupun peran Indonesia masih kecil dibandingkan dengan negara-negara pemasok mete lainnya. Di Indonesia sendiri produktifitasnya masih sangat rendah berkiar 200-350 kg/ha/tahun, masih jauh dibawah produktifitas mete di India atau Vietnam yang mampu mencapai 800-1000 kg/ha/tahun. Perbedaan produktivitas yang dicapai antara lain disebabkan karena adanya perbedaan kualitas lahan dan kelas kesesuaian lahan.
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau atribut yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan adalah terrain, skala, aksesibilitas, temperatur, keterse-diaan air, oksigen, media perakaran, bahan kasar, gambut, retensi hara, bahaya keracunan, bahaya erosi, bahaya banjir dan penyiapan lahan.
Indonesia tahun 2010 merupakan urutan ke lima pemasok mete dunia setelah India, Vietnam, Brazil dan Afrika Timur. Dengan jumlah Produksi gelondong mete Indonesia saat ini sekitar 146.000 ton pertahun. Sekitar 42% dari produksi tersebut diekspor dalam bentuk gelondong mete, 10% diekspor setelah dikacip menjadi kacang mete, dan 48% dikonsumsi di dalam negeri. Indonesia masih tergolong kecil dalam industri mete dunia. Produksi gelondong mete dunia saat ini sekitar 2.400.000 ton, lebih setengahnya dihasilkan oleh negara produsen utama yaitu Vietnam dan India.
Indonesia pada dasarnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan produksi mete yang lebih luas lagi, karena memiliki daerah-daerah yang memiliki jenis tanah yang cocok untuk mete, dan sekarang mulai dilakukan pengembangan baik oleh perkebunan rakyat maupun oleh perkebunan besar swasta seperti di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi tenggara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Meskipun berpotensi besar untuk dikembangkan, hasil produksi kacang mete Indonesia belum sesuai harapan, dikarenakan umur tanaman mete yang terlalu tua, dan perlu pergantian dengan mete muda. hal ini terliat produksi kacang mete pada tahun 2009 sebesar 147,403 ton mengalami penurunan produksi pada tahun 2013 sebesar 117,537. Penghasil terbesar kacang mete berada di provinsi Nusa Tenggara Timur yang mencapai 39,131 ton, diikuti provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi tenggara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Peran dan posisi Indonesia sebagai salah satu negara penghasil dan pengekspor mete dunia akan semakin kuat jika ekspor gelondongan yang besar tersebut mampu di ubah menjadi kacang mete bersih. Hal ini mampu dijadikan aspek penting dalam upaya mendorong usaha pengolahan mete adalah dengan meningkatkan efisiensi proses dan mutu melalui penyempur-naan teknologi.
18
B. HASIL KAJIAN
B.1. ASPPUK (Asosiasi Pendamping Perem-
puan Usaha Kecil)
Kajian dilakukan di Desa Pulutan Wetan, Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah pada 24-26 Mei 2014. Pulutan Wetan, salah satu desa di Kecamatan Muryantoro, merupakan wilayah dampingan ASPPUK Jawa. Dalam melakukan pendampingan, ASPPUK Jawa lebih fokus pada pembentukan kelompok perempuan usaha kecil, memberikan pinjaman dana usaha melalui LKP dan peningkatan produksi. ASPPUK juga mengajak perempuan mengenali, mengembangkan, dan melestarian sumber daya lokal. Sekarang masyarakat sudah mulai menanam dan mengkonsumsi hasil tanaman sayuran dengan menambahkan pupuk organik, misalnya kacang panjang, terong, sawi, dan kangkung. Pendam-pingan semacam itu masih terus dilakukan sampai saat ini.
Pengolahan makanan lokal juga semakin ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, yakni emping garut, kripik jagung, besengek, karak gaplek, dan olahan abon mete. Untuk komoditas mete sendiri, Pulutan Wetan hanyalah salah satu daerah penopang pasokan mete di Wonogiri. Produksi mete di Kecamatan ini hanya sekitar 50 ton/tahun. Jumlah ini semakin menurun dengan adanya tren menanam pohon sengon untuk investasi jangka panjang karena lebih menguntungkan dari pada mete. Sebagian besar masyarakat Pulutan Wetan masih menganggap
mete bukan sebagai fokus utama pendapatan mereka, melainkan sebagai pendapatan sampingan.
Setiap warga di Pulutan Wetan kurang lebih memiliki 30 pohon mete. Penanaman dilakukan di pekarangan rumah, lahan, atau tepian lahan. Petani menjual mete gelondongan di pengepul, kemudian pengepul membeli mete dari petani dengan sistem jemput, baik dilahan maupun di rumah-rumah dengan harga Rp. 10.000,- s/d Rp 12.000,-/kg, jika petani panen pada musim hujan maka pengepul membeli mete gelondongan dengan harga Rp 6.000/kg.
B. 2. Studi Banding di EAST BALI CASHEW
(Bali)
Kajian dilakukan di Pertanian Rakyat Kacang Mete Di Desa Ban, Kecamatan Karang Asem, Kabupaten Bali Timur, Provinsi Bali pada 12-13 Juli 2014. Desa Ban, terletak di Lereng Utara Gunung Agung. Karena keterbatasan infrastruktur jalan, curah hujan yang rendah, kondisi tanah yang buruk, dan kurangnya kesempatan ekonomi lokal. Dengan 15.000 penduduk Desa Ban memiliki pendapatan rata-rata hanya USD 2/hari. Pertanian keluarga di Desa Ban dan wilayah sekitarnya mulai menanam kacang mete sejak pemerintah mengganti pohon-pohon jeruk yang terkena hama di daerah tersebut pada tahun 1970-an. Namun, hasil panen yang di dapat sekitar 300 kg/ha masih sangat tidak produktif. Hasil tersebut hanya seperempat dari panen mete yang dihasilkan para petani di Vietnam.
Kacang mete hasil produksi pertanian di daerah Bali Timur tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan para petani. Hasil produksi yang masih rendah serta kualitas yang rendah akibat penanganan yang kurang baik pada saat panen, merupakan penyebab utama rendahnya pendapatan petani dari kacang mete yang dihasilkan. Pengahasilan petani mete sekitar Rp 8.000.000,- s/d Rp 10.000.000,-/ha/tahun pen-dapatan tunai dari kacang mete berada di bawah garis kemiskinan. Petani berusaha untuk mencari sumber penghasilan lain di peternakan (sapi, babi, kambing), atau menjadi buruh. Daerah ini terlalu kering untuk tanaman seperti padi, jagung, dan kedelai.
Gambar 18. Rantai Pasar Mete Pendamping
ASPPUK Jawa
Gambar 13. Rantai Pasar Mete Pendamping ASPPUK
Jawa
Petani
Pedagang Kecil
Pengacip
Pedagang
Menengah
Pedagang/ UKM Besar
Pengecer
Pabrik
Konsumen
19
Sampai saat ini belum bisa didapat data yang akurat tentang total produksi kacang mete di Bali Timur, berdasarkan perkiraan kasar mungkin berkisar antara 5.000-10.000 ton. Hasil produksi panen kacang mete di Bali Timur hampir sebagian besar dijual ke para pengepul untuk diekspor hanya sebagian kecil yang diolah menjadi siap konsumsi.
Kacang yang sudah dipanen dan dipisahkan dari buahnya dijual ke pengepul tingkat pertama. Dari pengepul tingkat pertama kemudian dijual ke pengepul tingkat kedua yaitu eksportir. Di eksportir ini biasanya baru terjadi proses penanganan kacang mete selanjutnya yaitu dikeringkan dan disortir serta di-grading. Pemrosesan akhir untuk siap komsumsi, mete dari Bali timur hampir seluruhnya biasanya di jual ke pabrik India dan Vietnam melalui pelabuhan Surabaya.
C. RANCANGAN STRATEGI
Tidak ditemukan kendala di pasar, baik
pasar domestik atau pasar internasional masih terbuka luas. Bahkan pasar domestik sangat terbuka untuk produk kacang mete olahan yang siap konsumsi. Di Bali Timur belum ada inisiatif dari sisi finansial untuk membantu petani. Namun sudah ada perusahaan yang berinvestasi mendirikan pabrik pengolahan kacang mete yaitu East Bali Cashew yang sudah cukup sukses menjalankan bisnis pengolahan kacang mete untuk memenuhi pasar lokal dan internasional.
LEMBAGA STRATEGI INTERVENSI RENCANA AKSI INTERVENSI
ASPPUK membentuk “Lembaga Koperasi”.
- Mencari atau memperluas pasar mete - Peningkatan kapasitas produksi
(banyaknya alih fungsi tanaman mete ke sengon)
- Pengkajian data yang akurat dari data petani dampingan terkait luas tanaman mete dan total produksi. sehingga dapat dijadikan untuk merencanakan kegiatan perencanaan bisnis yang mendukung petani mete.
Gambar 19. Rantai Pasar Mede di Bali Timur
Gambar 15. Rantai Pasar Mede di Bali Timur
Perusahaan/
Pabrik
Distributor/
Retailer
Konsumen
$ 1,5/kg Harga jual
gelondongan
Naik 5%
$
1,58/kg
Naik 5% $
1,66/kg
Naik 5%
$ 1,74/kg: Sejajar dengan
Harga pasar
Peluang
Naik 100%
$ 10/kg: Sudah
kemasan $ 4/kg:
Mete kupas/ Belum
kemasan
Pengepul
Besar
Pengepul
Sedang
Pengepul
Kecil Petani
Tabel 3. Rencana strategi pengembangan komoditi mete (ASPPUK)
20
D. STRATEGI/ RENCANA BISNIS ASPPUK
Membentuk lembaga usaha koperasi
“Setyo Manunggal” yang berlokasi di Kecamatan
Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa
Tengah. Berbadan hukum No. 01/KP. SM/VII/
2013. Kesadaran kritis yang dibangun melalui
proses pemahaman dan pelatihan yakni untuk
melestarikan potensi lokal dan pelestarian
lingkungan serta mengkonsumsi makanan sehat
yang berbahan baku lokal.
Ijin Usaha SIUP, PIRT (2015) showroom di Komplek
Kantor Kecamatan Wuryantoro, seluas 200 m² dan rumah produksi di Dusun Purno Lor, Desa Pulutan Wetan.
Jenis Usaha Usaha yang telah berjalan yakni
pengolahan emping garut, kripik tempe, emping jagung, peyek dan ampyang. Sebenarnya tidak ada kendala untuk pasar lokal. Untuk itu perempuan mulai tergerak mengembangkan pertanian potensial yang diolah menjadi makanan lokal yang sehat untuk ketahanan makanan ke depan. Dan sekarang kelompok mulai pengolahan makanan lokal potensial yaitu mete.
Kepemilikan Secara keanggotaan koperasi berjumlah 35
orang sebagai wakil dari 250 anggota kelompok wilayah Kecamatan Wuryantoro. Atas kesadaran, kerelaaan dan kepedulian masyarakat setempat dan didukung oleh lembaga terkait yakni pihak pemerintah dan ASPPUK.
Visi dan Misi - Visi: Membangun gerakan ekonomi perem-
puan yang berkelanjutan secara sehat dan melestarikan lingkungan.
- Misi: Peningkatan kapasitas ekonomi perem-puan, pelestarian sumber bahan pangan lokal yang sehat, menjaga sumber energi dan pelestarian lingkungan.
Struktur Organisasi/Staff/Pegawai Koordinator bidang dan staf bidang (pema-
saran, produksi, sarana-prasarana pengadaan bahan baku, pembibitan-penanaman, permodal-an). Untuk staf sebanyak 7 orang, 1 kasir admin dan pelaksana perbidang. untuk pekerjaan dikelola oleh kelompok kerja untuk peningkatan pendapatan keluarga melalui kelompok PUK.
Kepengurusan - Rapat Anggota pemegang kekuasaan tertinggi - Ketua (mandat anggota) - Wakil (mandat anggota) - Sekretaris (mandat anggota) - Bendahara (mandat anggota)
Unique Selling Point Keunikan komoditas mete yaitu tidak
banyak dikembangkan di daerah lain. Mete hanya cocok di kawasan daerah kering dan juga tanaman cocok untuk konservasi dikawasan hutan. Mete khas Wonogiri bentuk kecil agak bulat, rasa manis, gurih, dan tidak pekak ditenggorokan.
Inventory Sarana prasarana peralatan usaha yaitu
alat pengacip, karung, plastik, baskom, penggoreng, siller sebagian besar dimiliki kelompok. Untuk kedepan dibutuhkan alat transportasi, rumah produksi, alat penggorengan, alat pengacip, alat pengering, sarung tangan, plastik, kemasan untuk pengembangan usaha.
Pasar Kapasitas mete dari Wonogiri sekitar
10.976 ton per tahun diolah lewat pabrik, UD pengacip mete dibeberapa tempat. Langsung dipasarkan ke pedagang besar, pengecer. Ada juga melalui toko swalayan, supermarket, toko oleh-oleh, lestoran dan cafe.
Target Penjualan Permintaan pasar yang semakin meningkat
diupayakan usaha awal berusaha mengolah dari kelompok 50 ton gelondong. Diupayakan tahun pertama mampu memasarkan 10-20 ton mete mateng dan mentah. Meningkatkan jumlah produk ditahun berikutnya pada tahun ke 2 kisaran 40-50 ton.
Analisis SWOT
Peluang Mete wonogiri memiliki rasa yang lebih enak, manis, gurih dan renyah, tidak pekak ditenggorokan. Masih sangat dicari dikawasan perkotaan.
Hambatan - harga yang cukup mahal - butuh modal besar - Pesaing dan pemilik modal besar
menyebabkan kalah saing dalam penguasaan pasar local dan nasional.
21
- Harga mete kurang stabil selalu berubah jangka waktu tertentu.
- Perubahan jenis tanaman mete ke tanaman sengon (pohon semakin kurang produktif)
Kompetitor - Pedagang besar, tengkulak - pabrik, UD - Toko, supermarket
Strategi Pemasaran Pemasran melalui jaringan internet (web,
facebook, twitter, jaringan lembaga/ organisasi resmi, pertemuan-pertemuan dan rapat-rapat mitra dan dinas terkait).
Analisis kebutuhan Modal Total biaya produksi : Rp. 1.929.850.000
- Modal Sendiri : Rp. 79.850.000 - Modal Pihak III : Rp. 1.850.000.000
Pengadaan produk - Mete mentah : Rp. 900.000.000 - Mete matang : Rp. 950.000.000
KOMODITAS JAGUNG
A. Profil Komuditas
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi sebagai sumber karbohidrat utama. Di Indonesia komoditas jagung saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang strategis. Meskipun masyakarat Indonesia pada umumnya mengkonsumsi jagung bukan sebagai makanan pokok, namun permintaan terhadap komoditas ini menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan permintaan tersebut tidak terlepas
dari semakin meningkatnya permintaan jagung untuk kebutuhan bahan pangan, sebagai bahan baku industri maupun pakan ternak.
Jagung ditanam di seluruh wilayah Indonesia dalam rentang waktu lima tahun (2009-2013). Luas panen jagung berkisar 4 juta hektar setiap tahun, dengan kisaran produksi antara 17,6 juta ton sampai dengan 19,4 juta ton (BPS, 2013). Kebutuhan jagung dalam negeri untuk pakan ternak mencapai 4,90 juta ton dan bahkan masih mengimpor jagung 1,80 juta ton pada 2005. Diprediksi pada 2010 menjadi 6,60 juta ton dan mengimpor jagung 2,20 juta ton, jika produksi nasional tidak dipacu (Ditjen Tanaman Pangan, 2006 dan Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2007).
Sumatera Utara merupakan salah satu daerah potensial untuk pengembangan jagung di Indonesia. Selama Pelita VI produktivitas jagung pipilan kering di Sumatera Utara yaitu 3,7 ton/ha/panen dan pada tiga tahun Pelita VI menurun menjadi 3,2 ton/ha/panen dan sejak tahun 1991-2000 permintaan jagung setiap tahunnya meningkat sebesar 6,4%, sementara peningkatan laju produksi masih di bawah permintaan yaitu 5,6%.
Produksi jagung Sumatera Utara tahun 2007 sebesar 804.850 ton, naik sebesar 122.808 ton dibandingkan produksi jagung tahun 2006. Tahun 2008 mengalami kenaikan produksi 198.013 ton atau 18,01% dengan luas lahan 238.168 hektar atau rata-rata produksi 4,3 ton/ha/panen (Sidabalok, 2008 dan BPS, 2008).
Gambar 20. Luas Panen dan Produksi Jagung
22
B. PESADA (Perkumpulan Sada Ahmo)
Kajian dilakukan di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara pada 17-20 Juli 2014. Salah satu komoditi unggulan dari Kabupaten Dairi selain kopi adalah jagung dan kentang. Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA) memiliki daerah dampingan yang mayoritas menghasilkan jagung dalam jumlah yang besar. Ada 223.507 ton/tahun jagung di Sumatera Utara dipasok dari Kabupaten Dairi. Terdapat tiga kecamatan di Kabupaten Dairi yang dominan dengan komoditas jagung yaitu, Kecamatan Tiga Lingga, Kecamatan Gunung Sitember, dan Kecamatan Kuta Buluh.
Masing masing dari tiga kecamatan ini memliki ± 2000 kepala keluarga. Petani yang tergabung dalam kelompok CU adalah ± 800 petani dan terbagi dalam 10 kelompok CU.
PESADA telah melakukan pelatihan dan
pendampingan terkait peningkatan ekonomi
masyarakat, khususnya untuk anggota Credit
Union (CU). Sebagian besar anggota CU yang
didampingi oleh PESADA adalah petani kopi,
sayuran, jagung, buah, dll. Saat ini PESADA
sedang mencoba untuk melakukan
pendampingan peningkatan ekonomi secara
fokus pada salah satu komoditi unggulan
Kabupaten Dairi, yaitu jagung.
Layanan pendukung yang tersedia saat ini
adalah: CU menyediakan modal usaha bagi para
petani serta pemerintah daerah melakukan
penyuluhan dan pelatihan terhadap petani.
Untuk harga jual jagung pemerintah daerah telah
menentukan standar minimal harga beli jagung
sebesar Rp 2.000/kg.
Gambar 21. Rantai Pasar Komoditi Jagung Dampingan PESADA
Gambar 14. Rantai Pasar Komoditi Jagung Dampingan PESADA
23
C. RANCANGAN STRATEGI
D. STRATEGI/RENCANA BISNIS PESADA
Mendirikan Koperasi “ASPUK PESADA” dengan jenis usaha manufaktur. Sementara ini produk yang dihasilkan yaitu pakan ternak unggas dan pelet ikan. Kedepannya akan menggembang-kan jenis produk baru yaitu pakan babi dan kambing. Lokasi kantor pusat PESADA berada di Jl. Empat Lima No. 24 E, Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara dan Pabrik pengolahan jagung tersebut akan dibuat di Kecamatan Tiga Lingga.
Visi dan Misi Visi : Menciptakan petani jagung yang
mandiri Misi :
- Membeli jagung petani dengan harga yang tinggi
- Memberikan pelatihan mengenai budidaya Jagung
- Memberikan pelatihan kepada petani jagung mengenai pembuatan pupuk organik
Kepemilikan Semua anggota ASPUK dampingan
PESADA. Modal untuk biaya operasional awal di peroleh dari pinjaman CU PESADA Perempuan. Nantinya pembagian hasil usaha dibagi pada waktu Rapat Anggota Tahunan (RAT), dimana disitu anggota dapat SHU sesuai saham dan pinjamannya.
Kepengurusan Direktur, Wakil Menajemen, Manager
Teknis (Fumigator dan Helper), Manager Marketing, Manager Mutu, Manager Administari (Administari Keuangan dan Barang).
Analisis Sektor Industri
Permintaan pasar akan jagung ini sangat tinggi di daerah sekitar Kabupaten Dairi. Selama ini pasokan jagung di Kabupaten Dairi dipasok dari Medan. Maka ASPUK PESADA akan memasok pengusaha ternak di Kabupaten Dairi, Pakpak Bharat, Samosir, Humbang Hasundutan.
Peluang pasar yang cukup besar terutama untuk wilayah Kecamatan Silalahi dan sekitarnya yang merupakan kawasan sentra unggas di Provinsi Sumatera Utara. Permintaan akan pakan ternak setiap tahunnya terus meningkat. Peningkatan permintaan sejalan dengan peningkatan jumlah masyarakat yang berusaha di bidang peternakan.
Ketersediaan bahan baku pakan ternak be-rupa Jagung, dedak dan bungkil dari daerah seki-tar Kabupaten Dairi (Asahan dan Simalungun).
LEMBAGA STRATEGI INTERVENSI RENCANA AKSI INTERVENSI
PESADA Pengoptimalan CU dan pemben-tukan perusahaan milik petani/ koperasi pakan ternak
- Pengkajian data jumlah petani dampingan untuk menghitung produktifitas jagung
- Pengkajian layanan pendukung, dan aturan pendukung sehingga dapat dijadikan untuk melakukan pendekatan dan merencanakan kegiatan perencanaan bisnis yang mendukung petani jagung di Kabupaten Dairi
- Melibatkan beberapa anggota CU untuk pemasaran
Tabel 4. Rencana Strategi Pengembangan Komoditi Jagung (PESADA)
Direktur
Wakil Managemen
Manager
Teknis Manager
Marketing Manager
Mutu Manager
Administrasi
Fumigator Staff Administrasi
Keuangan
Helper Administrasi
Barang
24
Pasar
Pengusaha ternak ayam, pengusaha ternak ikan dan masyrakat peternak sekala kecil di Kabupaten Dairi, sampai Sumatera Utara. Target Produksi dan Penjualan
Analisis SWOT
Strength - Keberadaan pabrik dekat dengan petani
jagung - Tiga kecamatan di Kabupaten Dairi
merupakan sentra produksi jagung Weakness
- Sulitnya pengurusan ijin usaha ke pemerintah kabupaten
Opportunity - Permintaan pasar yang tinggi - Jagung sebagai bahan baku tepung dan
makanan ternak Threat
- Perusahaan besar yang membeli langsung ke petani
- Sulitnya memperoleh SDA yang memiliki keahlian pengolahan pakan ternak
Strategi Penjualan
- Dengan bantuan CU dampingan di beberapa daerah Dairi untuk pemasaran
- Pembuatan simpul-simpul promosi/ pameran
- Memberikan contoh produk ke perternak secara gratis terlebih dahulu sebagai tahap perkenalan.
KOMODITAS MADU A. PROFIL KOMUDITAS
Madu sudah digunakan manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada zaman Mesir kuno, madu sudah menjadi barang kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Bahkan pada masa itu, masyarakat Mesir menghargai madu dengan harga yang tinggi sekali bahkan menyamai harga mata uang yang langka. Dalam upacara adat sekalipun mereka juga menggunakan madu untuk memberi makan kepada binatang yang akan dipersembahkan kepada dewa-dewa.
Madu lebah berupa nektar menjadi madu dengan proses regurgitasi dan mennyimpannya sebagai sumber makanan utama di sarang lilin dalam sarang lebah. Rasa manis madu berasal dari dari monosakarida fruktosa dan gulkosa sama seperti gula pasir. Madu memiliki sejarah panjang dikonsumsi manusia dan digunakan dalam berbagai makanan dan minuman sebagai pemanis, bumbu, dan pengobatan.
Indonesia merupakan salah satu daerah penghasil madu asli terbaik di dunia. Daerah tropis adalah salah satu alasan yang menjadikan lebah madu bisa berkembang baik dan memproduksi madu asli dengan kualitas istimewa. Kementerian Kehutanan menyebutkan bahwa produksi madu petani Indonesia baru mencapai 5.000 ton setahun, jauh dari kebutuhan dunia yang mencapai 15.000 ton per tahun. Hasil madu para petani yang dihasilkan dari jaringan madu hutan Indonesia. Meskipun jumlah madu yang dihasilkan petani di negeri ini jumlahnya sudah mencapai 5.000 ton pertahun. Tetap saja Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan madu di pasaran internasional. Kebutuhan madu di luar negeri itu 15 ribu ton pertahunnya.
Nama Produk
Target Penjualan (Ton)
2016 2017 2018 2019 2020
Pakan Ternak Unggas
500 1000 1500 2000 3000
Pakan Ternak Ikan
500 1000 1500 2000 3000
Tabel 5. Target Produksi dan Penjualan Hasil Produksi
Jagung (PESADA)
http://www.madumurah.com/
25
B. YRBI (Yayasan Rumpun Bambu Indonesia)
Kajian dilakukan di Banda Aceh pada 21-22
Juli 2014. Yayasan Rumpun Bambu Indonesia (YRBI) adalah sebuah yayasan yang fokus pada isu pengelolaan sumber daya alam berbasis adat. Kegiatan utama yayasan ini meliputi penguatan kapasitas lembaga adat, penguatan ekonomi rakyat, pemetaan partisipatif untuk memastikan wilayah kelola adat, dan publikasi.
Penguatan ekonomi rakyat yang saat ini sedang dilakukan oleh YRBI adalah kegiatan pembibitan tanaman kakao, usaha ternak bagi perempuan, pengembangan pertanian rakyat dan pemasaran hasil tani dan hasil hutan non-kayu masyarakat terutama komoditi madu.
Dikomoditas madu sebagian besar Anggota komunitas adalah warga di sekitar hutan yang biasa memanen madu liar di hutan. Madu hutan merupakan hasil sampingan dari pelestarian hutan yang dilakukan oleh masyarakat setempat agar masyarakat sekitar hutan mampu memanfaatkan madu dengan tidak merusak hutan.
Produksi madu liar ini tidak dapat diprediksi secara tetap masa panen, jumlah, dan kualitasnya. Madu ini diperoleh di hutan tidak ada kepemilikan yang jelas, maka siapapun boleh memanennya.
YRBI membantu memfasilitasi pemasaran madu yang diperoleh petani komunitas dari hutan di wilayah Lampana, Lamteuba, Seulimun. Belum ada intervensi lain selain pemasaran yang dilakukan oleh YRBI terkait komoditi madu ini. Ketersediaan madu dari YRBI belum terhubung ke pasar yang lebih luas seperti menjalin kerjasama dengan pihak industri. Saat ini, pemasaran dilakukan dengan pembeli rutin yang bersifat perseorangan.
Sementara produksi madu hutan yang dikumpulkan oleh kelompok masyarakat yang didampingi YRBI mencapai 1,2 ton dalam setahun. Kapasitas madu hutan yang dipasarkan YRBI dalam setahun mencapai 600 kg. Dalam satu tahun, masa panen berlangsung selama dua kali. Untuk menjaga kualitas madu yang baik, perlu didukung dengan upaya pelestarian hutan agar tetap hijau terutama di kawasan dengan radius minimal 5 km dari titik pohon madu bersarang.
Kualitas hutan yang baik akan berkontribusi pada suplai makanan yang cukup bagi kebutuhan lebah.
Hasil penjualan madu hutan yang dipasarkan oleh YRBI akan ikut membantu perlindungan hutan. 10 % dari keuntungan akan digunakan untuk upaya-upaya perlindungan tanaman endemik dan perlindungan hutan.
C. RANCANGAN STRATEGI
D. STRATEGI/RENCANA BISNIS YRBI
Pendirian Perusahaan Madu “Rumpun Bambu Indonesia”. YRBI adalah sebuah yayasan yang fokus pada isu pengelolaan sumber daya alam berbasis adat. Kegiatan utama yayasan ini meliputi penguatan kapasitas lembaga adat, penguatan ekonomi rakyat, pemetaan partisipatif untuk memastikan wilayah kelola adat, dan publikasi. Penguatan ekonomi rakyat yang saat ini sedang dilakukan oleh YRBI adalah kegiatan pembibitan tanaman kakao, usaha ternak bagi perempuan, pengembangan pertanian rakyat dan pemasaran hasil tani dan hasil hutan non-kayu masyarakat terutama komoditi madu.
Ijin Usaha
YRBI memiliki Akte Notaris dengan nomor 02 Tahun 1995. Namun, sampai saat ini izin untuk usaha profit belum ada. Izin yang belum dimiliki tersebut terdiri dari Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
STRATEGI INTERVENSI RENCANA AKSI
INTERVENSI Peningkatan produksi dan pendirian perusahaan/ koperasi madu hutan YRBI
- Menemukan titik-titik madu hutan yang lebih banyak
- Memastikan tehnik dan teknologi yang akan di gunakan untuk menjamin produksi madu secara jangka panjang
- Memperluas jaringan pasar madu
Tabel 6. Rancangan strategi pengembangan bisnis plan YRBI Tabel 3. Rancangan strategi pengembangan bisnis plan di beberapa mitra
26
Visi dan Misi
Visi : Masyarakat berdaulat atas pengelolaan sumber daya alam dan kawasan serta mampu mengatur kehidupan yang adil dan sejahtera.
Misi : - Memperkuat pengelolaan sumber
daya alam dan kawasan - Penguatan ekonomi berbasis rakyat - Penguatan nilai-nilai lokal - Penguatan kebijakan publik yang
berpihak pada rakyat - Memperkuat solidaritas antar
komunitas masyarakat.
Kantor dan Pabrik Kantor Yayasan Rumpun Bambu Indonesia
(YRBI) beralamat di Jalan Mesjid Al-Qurban Lr. Keuchik Syam, Mibo, Banda Aceh. Sedangkan lokasi produksi komoditi berada di lokasi-lokasi fokus program YRBI yang tersebar di Aceh Besar, Aceh Jaya, dan Aceh Selatan. Rincian Kepemilikan
Kepemilikan Yayasan Rumpun Bambu Indonesia terbagi pada Badan Pengurus atau Badan Pendiri yang terdiri dari 3 orang. Sedangkan Badan Pelaksana berjumlah 12 orang yang langsung terlibat dalam manajemen pelaksanaan program. Staf
Staf Yayasan Rumpun Bambu Indonesia terdiri dari staf pengembangan Sumber Daya Manusia, Staf Peningkatan dan Penguatan Kapasitas Masyarakat, Staf Pemetaan dan Tata Ruang Wilayah, Staf Publikasi dan Kampanye, Staf Pengelolaan Program, Staf Keuangan, dan Direktur. Produk dan Jasa
- Produk YRBI terdiri dari madu hutan, kerajinan tangan kelompok perempuan, dan buku bertemakan tentang praktek masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Alam maupun buku-buku yang berkenaan dengan mukim gampong sebagai representasi masyarakat adat di Aceh.
- Jasa yang disediakan oleh Yayasan Rumpun Bambu meliputi resources centre mukim dan gampong (training, konsultasi, asistensi, iset, pemasaran, serta layanan
pemetaan dan tata ruang mukim gampong).
Unique selling Point Penjualan madu hutan yang dipasarkan
oleh YRBI akan ikut membantu perlindungan hutan. 10 % dari keuntungan akan digunakan untuk upaya-upaya perlindungan tanaman endemik dan perlindungan hutan. Jenis Usaha - Pelestarian tanaman endemik untuk produksi
madu hutan yang berkelanjutan - Pemasaran madu hutan - Pemasaran hasil kerajinan tangan perempuan Analisis Pasar
Saat ini, pasar madu hutan yang dilakukan oleh YRBI masih pada konsumen lokal untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. permintaan pasar luar kota sudah mulai tumbuh walau masih untuk kebutuhan perseorangan. Bahkan, beberapa konsumen sudah ada dari luar negeri terutama dari Malaysia. Harapannya, hubungan YRBI dengan pasar terus berkembang agar transaksi dapat berjalan secara berkelanjutan.
YRBI akan terus berekspansi untuk menemukan titik-titik madu hutan yang lebih banyak seiring dengan upaya perlindungan hutan yang sudah menjadi visi dari yayasan. Dengan bertambahnya titik madu hutan, diharapkan produksi madu agar terus berlanjut dan hubungan dengan pasar dapat semakin berkem-bang. Analisis Sektor Industri
Industri skala kecil dan menengah yang bergerak di bidang makanan, obat-obatan, dan kecantikan semakin membutuhkan madu sebagai bahan baku produksi. Target Penjualan
Kapasitas madu hutan yang dipasarkan YRBI dalam setahun mencapai 600 kg. Sementara produksi madu hutan yang dikumpulkan oleh kelompok masyarakat yang didampingi YRBI mencapai 1,2 ton dalam setahun. YRBI menargetkan pada tahun 2015 dapat menjual madu hutan hingga 1 ton.
27
Konsumen/pasar - Pembeli perorangan lokal 75 % - Permintaan ke luar kota 25 %
Analisi SWOT Strength
- Kualitas madu hutan Aceh relatif masih baik
- Sebaran pohon madu hutan terdapat di hampir semua kabupaten di Aceh
- Keahlian masyarakat lokal dalam mengambil madu masih kuat
- Ada aturan adat dalam perlindungan pohon madu
Weakness - Pola pemasaran madu masih terbatas
pada masyarakat lokal - Pemasaran madu hutan dari Gunung
Seulawah belum terhubung secara pasar ke dunia industri
- Belum ada MoU dengan pelaku industri untuk pemasaran madu secara berkelanjutan
Opportunity
- Permintaan pasar tinggi - Madu sebagai bahan baku industri
makanan, obat-obatan dan kecantikan - Madu sebagai makanan global yang
dikonsumsi oleh masyarakat dunia Threat
- Ada keraguan dari konsumen terhadap keaslian madu
- Pembalakan terhadap pohon madu Kompetitor
- Pelaku pasar modern yang menjual madu dalam kemasan pabrik dengan segmen pasar apotik, supermarket, dan kios-kios kelontong.
Strategi Pemasaran - Promosi melalui stiker, brosur,
spanduk, dan buletin - Mengikuti acara-acara pameran di
tingkat kabupaten dan provinsi - Membangun kontak person di Medan,
Jakarta dan Malaysia
28
POTENSI JASA KEUANGAN
Dari beberapa hasil asessment 5 komoditi
pertanian di 8 mitra ICCO, memiliki potensi yang berbeda-beda baik di komoditasnya maupun di jasa layanannya keuangan.
Trukajaya, Pesada, dan Petrasa memiliki strategi yang menggabungkan intervensi pengembangan sektor komoditi dan pengem-bangan akses jasa layanan keuangan berupa CU/KMU.
Petrasa:
Memberi layanan kredit usaha berupa CU
yang menyediakan modal usaha bagi para petani
anggota. Saat ini CU tersebar di beberapa
kecamatan. Kelompok dampingan yang bergerak
di komoditi kopi ada di 3 kecamatan yaitu:
1. Kecamatan Sumbul ada 27 kelompok CU 2. Kecamatan Pegagan Hilir ada 14 kelompok CU 3. Kecamatan Parbuluan ada 9 kelompok CU Pesada:
Pesada memiliki dampingan yang terdiri dari 10 kelompok CU yang terbagi menjadi petani kopi, sayuran, jagung, buah. Pesada melakukan pelatihan dan pendampingan terkait peningkatan ekonomi masyarakat, khususnya untuk anggota Credit Union (CU). Sebagian besar CU fokus pada komoditi kopi. Kedepannya Pesada akan meningkatkan kapasitas CU untuk komoditas jagung.
Trukajaya: Memiliki fokus kerja yaitu Micro Finance
Memberi layanan Kredit Modal Usaha (KMU). Saat ini ada 18 kelompok yg diayani dengan jumlah kelompok antara 20-50 orang dengan pinjaman mulai 25-30 juta/klp. Kredit diberikan ke home industry dengan pinjaman tunai.
Bunga pinjaman 1,5% dengan pembagian 1% masuk ke MF dan 0,5% masuk kelompok. Akumulasi bunga kelompok dapat digunakan kelompok untuk kembangkan usaha ataupun di buat simpan pinjam sendiri oleh kelompok. Bila CU telah meminjam dan mengembalikan ke microfinance maka berakhir pula hubungan eko-nominya. Divisi program Trukajaya yang memantau perkembangan kelompok.
Pinjaman tanpa batasan nominal, terdapat layanan bagi hasil ternak. Sistem bagi pembayaran ternak dengan penggado dibagi 3 termin pembayaran yaitu: - pembayaran 1 (100% untuk Trukajaya) - pembayaran 2 (85% Trukajaya dan 15% pe-
minjam) - pembayaran 3 (Trukajaya 0% dan ternak milik
penggado)
Saat ini terdapat 1 CU yang beranggotakan 200 orang dengan aset 300jt (Desa Kendel: komoditas Jagung). Trukajaya belum melalukan pendampingan khusus (pembentukan CU) untuk komoditas beras organik. Hal ini berpotensi untuk dikembangkan jasa keuangan dikomoditas beras.
Petrasa, Pesada, dan Trukajaya memiliki pengembangan akses jasa keuangan seperti Cu dan microfinance yang belum dimiliki oleh beberapa mitra yang lain. Jasa keuangan ini berpotensi untuk dikembangkan lebih besar untuk mendukung peningkatan produksi dan kesejahteran petani kopi dan beras.
POTENSI KOMODITI DAN LAYANAN
Dari beberapa hasil asessmen 5 komoditi
pertanian di 8 mitra ICCO, memiliki potensi yang
dapat dikembangkan yang berbeda-beda baik di
komoditasnya ataupun di layanannya disetiap
mitra. kategori layanan bisa dalam bentuk jasa
keuangan, pengadaan mesin, capacity building
untuk koperasi, organization development,
ataupun koperasi komoditi sektoral. Dengan
membangun strategi pengembangan sektor
usaha yang berusaha untuk memperkuat
perusahaan, hubungan bisnis & jasa, struktur
pasar, dan lingkungan bisnis, sehingga dapat
menyalurkan manfaat lebih banyak bagi
masyarakat miskin melalui penciptaan lapangan
pekerjaan yang lebih baik
Komoditas beras dan kopi memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi sebuah
29
layanan bisnis sosial baik PT/badan usaha milik petani/koperasi ataupun jasa layanan. Karena kita ketahui bahwa beras merupakan makanan pokok bagi warga indonesia yang permintaanya terus meningkat seiring bertambahnya penduduk di setiap tahunnya. Tetapi kenyataannya produksi beras dari petani masih mendapat hamabatan baik di permodalan, budidaya, paska panen, dan pasar.
Dengan adanya pengorganisasian/penge-lolaan kelompok tani, petani bisa di ajak bekerja sama dalam mendesain sebuah usaha milik petani sehingga petani tidak menjual mentah melainkan mampu menjual dalam bentuk beras. Sehingga mampu meningkatkan pengetahuan dan pendapatan bagi petani itu sendiri. Di Magelang dan Klaten, didukung dengan adanya komoditas beras premium yang mampu di kembangkan dengan baik. Masing-masing daerah ini memiliki brand beras sendiri yaitu Mentik Wangi Susu dan Rojo Lele.
Begitu juga halnya dengan komoditas kopi,
baik di Sidikalang dan Malang juga memiliki
potensi yang besar untuk di kembangkan.
Peluang penjualan kopi saat ini sedang membaik,
hal ini ditandai dengan meningkatnya permintaan
kopi dari negara-negara di Asia, seperti Korea
dan Jepang. Hal ini juga disertai dengan
membaiknya harga kopi dunia. Sama halnya
dengan beras, petani kopi rata-rata lebih banyak
menjual dalam bentuk gelondongan (mentah).
Jika ini dikelola dengan baik dengan menjual
dalam bentuk bubuk kopi dengan mendesain
sebuah business plan yang komprehensif dengan
memasukan elemen-elemen inovasi dengan
pendekatan VCD dan M4P mampu menciptakan
usaha milik petani yang keberlanjutan.
DISKUSI LANJUTAN
Sebagai tindak lanjut dari asesmen lima
komoditas yaitu kopi, beras, mede, sayuran, dan madu di 8 wilayah kerja mitra ICCO (KRKP, TRUKAJAYA, ASPPUK, LPPNU, KPHSU, PETRASA, PESADA, dan YRBI) yang menekankan kepada penggalian informasi VCD, M4P, dan hambatan mitra dalam pengembangan sebuah rantai nilai melalui rencana usaha. Diharapkan pada mitra dapat mendesain sebuah business plan yang komprehensif dengan memasukan elemen-elemen inovasi, identifikasi resiko, mitigasi resiko, serta rencana keberlanjutan dari usaha tersebut.
Dari hasil asesmen yang telah dilakukan di mitra ICCO, dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok fokus intervensi, yaitu apakah berdasarkan komoditas (kopi dan beras) dan layanan (CU/Jasa keuangan dan Capacity Building). Kategori kelompok ini nantinya akan di isi oleh 8 mitra ICCO untuk mendesain sebuah business plan.
Dalam membuat business plan, mitra diajak untuk memilih apakah berbasis sebuah komoditi atau organisasi dengan base line mengejar revenue, impact, atau reality yang terjadi sekarang. Penyusunan bisnis plan ini mengacu ke metodologi pendekatan dengan menggunakan pendekatan VCD, M4P ataupun community development. Setelah business plan selesai didesain dan telah disepakati bersama, makan dilakukan pembuatan sebuah proposal yang nantinya terbentuk sebuah bisnis yang mulai dari input, proses produksi, sampai pasarnya.
30
Afrizal zal.andesty83@gmail.com
081360358831
Wiwik Afifah wiwik4afifah@yahoo.com
081331383804
Rado Puji Santoso radopujisantoso@gmail.com
085649143112
Budi Santosa mailboxsantosa@yahoo.co.id
0817770460
LAMPIRAN
PROFIL ASSESOR
Ag