PENINGKATAN NILAI TAMBAH DAN KOMERSIALISASI LEDOK … filepangan nusantara non beras oleh Kepala...
Transcript of PENINGKATAN NILAI TAMBAH DAN KOMERSIALISASI LEDOK … filepangan nusantara non beras oleh Kepala...
PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
TAHUN ANGGARAN 2015
PENINGKATAN NILAI TAMBAH DAN
LEDOK INSTAN
NUSANTARA NON BERAS
Tahun ke 1 dari rencana 3 tahun
KETUA TIM PENELITI
Dr. Ir. Luh Putu Wrasiati, MP
ANGGOTA TIM PENELITI
Ir. I M.Anom Sutrisna Wijaya, M.App.Sc., Ph.D
Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini
UNIVERSITAS UDAYANA
Thema : Ketahanan dan Keamanan Pangan
Kode/Nama Rumpun Ilmu
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
TAHUN ANGGARAN 2015
PENINGKATAN NILAI TAMBAH DAN KOMERSIALISASI
LEDOK INSTAN SEBAGAI PRODUK PANGAN LOKAL
NUSANTARA NON BERAS
Tahun ke 1 dari rencana 3 tahun
KETUA TIM PENELITI NIDN
Luh Putu Wrasiati, MP 0018
ANGGOTA TIM PENELITI
Anom Sutrisna Wijaya, M.App.Sc., Ph.D
Ni Luh Putu Wiagustini, SE, M.Si.
NIDN
0013
0001086303
UNIVERSITAS UDAYANA
NOVEMBER 2015
Thema : Ketahanan dan Keamanan Pangan
Kode/Nama Rumpun Ilmu: 161/Teknologi Industri Peretanian
PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
KOMERSIALISASI
PRODUK PANGAN LOKAL
NIDN
8116501
NIDN
3116309
01086303
Thema : Ketahanan dan Keamanan Pangan
161/Teknologi Industri Peretanian
iii
RINGKASAN
Beberapa sumber pangan lokal yang sudah dan sedang dikembangkan untuk menjadi
sumber karbohidrat pengganti beras adalah jagung, sorghum, sagu, labu kuning, dan berbagai
jenis umbi-umbian. Salah satu pangan lokal non beras yang saat ini dikonsumsi dan mulai
dikembangkan oleh masyarakat di Daerah Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali
adalah Ledok. Ledok adalah makanan dengan bahan utama jagung dan umbi ketela pohon
yang dicampur dengan kacang merah atau kacang tanah yang dimasak (direbus) dan
ditambahkan sayur-sayuran hijau, dan bumbu. Pada tahun 2012, Ledok dicanangkan sebagai
pangan nusantara non beras oleh Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan
Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian.
Penelitian terdahulu tentang Ledok yang dilakukan oleh Wrasiati et al. (2013) adalah
rekayasa proses produksi Ledok Instan dengan perlakuan pemasakan bertekanan dan
pembekuan. Penelitian ini menghasilkan Ledok Instan terbaik pada waktu pemasakan
bertekanan selama 12 menit dan waktu pembekuan selama 72 jam dengan karakteristik
kelunakan dengan skor 5,53 (agak lunak sampai lunak), kesukaan dengan skor 5.87 (suka),
waktu masak 2,9 menit, protein 11.81%, lemak 10.09%, abu 0.02%, serat kasar 14.13%, dan
karbohidrat 63.76%. Pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah dan
menjadi produk pangan komersial memerlukan penelitian yang mendalam dibidang umur
simpan, pengemasan, penyajian, dan pemasarannya.
Pada penelitian tahap I dilakukan analisis takaran saji, karakteristik Isotermis Sorpsi
Air (ISA) dan penentuan umur simpan Ledok Instan menggunakan kemasan plastik jenis PE
(Poli Etilen) dan alufo (aluminium foil). Ledok Instan dikemas dengan berat netto yang
bervariasi, kemudian dimasak dan disajikan kepada konsumen (uji preferensi), konsumen
memberikan penilaian untuk menentukan berat netto yang layak yang akan ditulis pada
kemasan. Kurva ISA Ledok instan ditentukan dengan metode gravimetri standar
menggunakan 10 jenis larutan garam jenuh dan karakteristiknya dianalisis menggunakan
metode GAB (Guggenhaim-Anderson- de Boer). Umur simpan Ledok instan ditentukan
menggunakan metode ASLT (Accelerated Shelf-life Testing) dan dihitung menggunakan
Model Labuza dengan pendekatan kadar air kritis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan ledok yang disimpan pada larutan garam
jenuh yang memiliki RH di atas 80 persen sudah mulai berjamur pada hari ke-10.Sementara
itu bahan ledok yang disimpan pada larutan garam jenuh dengan RH di bawah 70 persen
masih bertahan tidak ditumbuhi jamur sampai pada penyimpanan 20 hari. Takaran saji
perkemasan ledok instan adalah 70 gram yang terdiri atas 40 g ubi, 10 g kacang merah, 10 g
kacang tanah, dan 10 g jagung. Formulasi bumbu yang tepat untuk takaran saji tersebut
adalah 3 g bumbu, 3 g garam halus, dan 3 g gula halus. Berdasarkan perhitungan kadar air
kritis menggunakan metode Labuza, umur simpan ledok instan menggunakan kemasan alufo
adalah 4.2 tahun, dengan kemasan HDPE adalah 0.8 tahun. Umur simpan bumbu ledok
dengan kemasan alufo adalah 3.8 tahun dan dengan kemasan HDPE 0,3 tahun.
Kata kunci: Ledok instan, takaran saji, kurva ISA, umur simpan ledok dan bumbu
iv
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
berkah dan rahmatNyalah laporan kemajuan penelitian yang bersudul “PENINGKATAN
NILAI TAMBAH DAN KOMERSIALISASI LEDOK INSTAN MENJADI PANGAN
LOKAL NUSANTARA NON BERAS” telah selesai kami susun.Laporan ini menceritakan
secara singkat tahapan-tahapan penelitian yang telah selesai dilakukan sampai pada bulan
November 2015.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Pendidikan
Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian
ini melalui hibah penelitian Strategis Nasional. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada LPPM Universitas Udayana, Fakultas Teknologi Pertanian, dan pengelola
Laboratorium di Universitas Udayana yang memfasilitasi kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tujuh puluh persen dari rencana penelitian yang kami ajukan.
Penulis sangat terbuka menerima saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan
laporan ini. Penulis berharap semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang
memerlukannya.
Denpasar, November 2015
penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................. ii
RINGKASAN ........................................................................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2. Tujuan Khusus .............................................................................................................................. 2
1.3. Urgensi (keutamaan) Penelitian .................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 4
2.1. Ledok dan Ledok Instan ............................................................................................................... 4
2.4. Umur Simpan Produk Pangan Instan ........................................................................................... 5
2.5. Isotermik Sorpsi Air (ISA) .......................................................................................................... 7
2.6. Kemasan Pangan .......................................................................................................................... 8
2.10. Road Map Penelitian ................................................................................................................ 13
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT ................................................................................................. 14
BAB IV. METODE PENELITIAN ...................................................................................................... 15
4.1. Bahan dan Alat ........................................................................................................................... 15
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................................... 15
4.3. Rancangan Penelitian ................................................................................................................. 15
4.4 Jalannya Penelitian ..................................................................................................................... 18
4.5. Indikator Capaian dan Luaran Penelitian.................................................................................... 19
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................... 21
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 27
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beberapa sumber pangan lokal yang sudah dan sedang dikembangkan untuk menjadi
sumber karbohidrat pengganti beras adalah jagung, sorghum, sagu, labu kuning, dan berbagai
jenis umbi-umbian. Kombinasi dari beberapa sumber pangan lokal untuk mendapatkan
formulasi yang tepat dan teknologi proses pengolahan yang sederhana maupun canggih masih
terus menerus dilakukan sebagai upaya penyediaan pangan secara kontinyu. Salah satu
pangan lokal non beras di daerah Bali adalah Ledok. Pada tahun 2012, Ledok dicanangkan
sebagai pangan nusantara non beras oleh Kepala Pusat Penganekaragaman Komsumsi dan
Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Rhismawati, 2012).
Ledok merupakan makanan tradisional masyarakat di Kecamatan Nusa Penida
Kabupaten Klungkung Propinsi Bali yang telah memenuhi kriteria sebagai makanan sehat
dan bergizi selaras dengan program diversifikasi pangan yang sedang digalakkan pemerintah
menuju masyarakat mandiri pangan. Bagi masyarakat Nusa Penida, ledok merupakan
pangan alternatif bersumber dari sumber daya pangan lokal (umbi-umbian, jagung, kacang-
kacangan dan sayuran hijau) dan telah teruji menyelamatkan warganya saat kemarau yang
berkepanjangan. Saat ini Ledok telah dimasukkan ke dalam salah satu kearifan lokal yang ada
di Bali dan dikembangkan oleh pemerintah sebagai upaya untuk menjaga kelestarian tradisi
positif yang telah mengakar dimasyarakat serta sebagai bentuk pemanfaatan sumber daya
berbasis pangan lokal yang mudah diperoleh masyarakat (KKPP Klungkung, 2011),
Penelitian mengenai Ledok yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kandungan
gizinya sudah pernah dilakukan oleh Sugitha et al. (2007) dan Suter et al. (2011). Kedua
penelitian ini menekankan pada formulasi bahan baku Ledok dan penambahan produk
hewani untuk meningkatkan kandungan proteinnya. Sementara itu, penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Wrasiati et al. (2013) menekankan pada rekayasa proses pemasakan
bertekanan dan pembekuan untuk mendapatkan Ledok Instan dengan karakteristik yang baik.
Penelitian ini menghasilkan Ledok Instan terbaik pada waktu pemasakan bertekanan selama
12 menit dan waktu pembekuan selama 72 jam dengan karakteristik kelunakan dengan skor
5,53 (agak lunak sampai lunak), kesukaan dengan skor 5.87 (suka), waktu masak 2,9 menit,
protein 11.81%, lemak 10.09%, abu 0.02%, serat kasar 14.13%, dan karbohidrat 63.76%.
Hazelia et al. (2010) menyatakan bahwa inovasi atau kreasi terhadap produk pangan lokal
dengan memanfaatkan nama, bentuk, warna, trend penyajian, dan kemasan yang populer
dapat menarik minat konsumen untuk mengkonsumsi produk pangan lokal.
2
Ledok yang sudah dicanangkan sebagai pangan nusantara memerlukan
pengembangan lebih lanjut agar dapat menjadi produk pangan komersial non beras yang
diminati oleh masyarakat luas. Pengembangan penelitian yang diperlukan adalah penelitian
yang berhubungan dengan takaran saji, pengemasan, penyimpanan, inggridien, disain
kemasan, dan labelling serta aspek pemasarannya. Penelitian ini direncanakan menjadi tiga
tahap yaitu tahap I untuk menentukan takaran saji, menentukan kurva ISA dan umur simpan
Ledok Instan, dan selanjutnya tahap II adalah penentuan disain kemasan, labeling, dan
analisis inggridien Ledok Instan. Penelitian tahap III adalah merancang dan menerapkan
model bisnis untuk produk Ledok Instan.
Inovasi terhadap produk pangan lokal tidak hanya terfokus pada mutu, gizi, dan
keamanannya semata tetapi juga pada aspek penyimpanan, pengemasan dan selera konsumen
(preferensi). Tersedianya pangan lokal non beras yang bermutu dengan keamanan terjamin,
penampilan kemasan yang menarik dan pelabelan yang memenuhi persyaratan akan dapat
mendukung program pencanangan “komersialisasi pangan lokal non beras” oleh pemerintah.
1.2.Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini terdiri atas 5 aspek yaitu tujuan a, b, dan c dilakukan
pada penelitian tahap I dan tujuan d dan e dilakukan pada penelitian tahap II, dan tujuan f
dilakukan pada penelitian tahap III.
a. Menentukan takaran saji Ledok Instan (preferensi konsumen)
b. Mengkaji karakteristik ISA Ledok Instan.
c. Menentukan umur simpan Ledok Instan yang dikemas dengan plastik PE, PP dan
aluminium foil (metode Labuza dan Kadar Air Kritis).
d. Menentukan inggridien tiap kemasan Ledok Instan
e. Menentukan disain kemasan dan labeling (metode Kansei Engineering)
f. Merancang dan menerapkan Model Bisnis Ledok Instan (Business Model Canvas)
1.3. Urgensi (keutamaan) Penelitian
Salah satu pangan lokal non beras yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh
masyarakat di Daerah Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali adalah Ledok yaitu
makanan dengan bahan utama jagung dan umbi ketela pohon yang dicampur dengan kacang
merah atau kacang tanah yang dimasak (direbus) dan ditambahkan sayur-sayuran hijau, dan
bumbu. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wrasiati et al. (2013), tentang optimasi
3
pada proses pemasakan bertekanan dan pembekuan untuk mendapatkan waktu masak Ledok
instan yang lebih singkat (penelitian sebelumnya adalah 17,5 menit) dan karakteristik mutu
yang lebih baik. Waktu masak ledok instan dengan perlakuan waktu pemasakan bertekanan
12 menit dan waktu pembekuan 72 jam menjadi jauh lebih singkat yaitu 2,9 menit dan daya
kembangnya meningkat.
Hasil penelitian ini memerlukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam sebagai
upaya meningkatkan nilai tambah dan mengkomersialkan Ledok Instan sebagai pangan lokal
non beras yang disukai masyarakat. Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah
penelitian mengenai takaran saji, pengemasan dan penyimpanan, disain kemasan, labeling,
analisis inggridien, serta perancangan dan penerapan model bisnis Ledok Instan.
Penelitian ini direncanakan terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap I, II dan tahap III. Pada
penelitian tahap I dilakukan analisis takaran saji, karakteristik Isotermis Sorpsi Air (ISA) dan
penentuan umur simpan Ledok Instan menggunakan kemasan plastik jenis PP (Poli Propilen),
PE (Poli Etilen) dan alufo (aluminium foil). Analisis takaran saji dilakukan dengan uji
preferensi konsumen dan Kurva ISA Ledok instan ditentukan dengan metode gravimetri
standar menggunakan 11 jenis larutan garam jenuh dan karakteristiknya dianalisis
menggunakan metode GAB (Guggenhaim-Anderson- de Boer). Umur simpan Ledok instan
ditentukan menggunakan metode ASLT (Accelerated Shelf-life Testing) dan dihitung
menggunakan Model Labuza dengan pendekatan kadar air kritis. Penelitian tahap II adalah
disain kemasan, labeling, dan analisis inggridien. Penentuan disain kemasan dilakukan
menggunakan metode Kansei Engineering, kemudian dilanjutkan dengan analisis inggridien
Ledok Instan. Penelitian tahap III adalah perancangan dan penerapan model bisnis untuk
produk Ledok Instan menggunakan pendekatan Business Model Canvas.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
takaran saji dan umur simpan Ledok Instan, memberikan gambaran yang tepat sesuai dengan
“psikologis konsumen” mengenai desain kemasan yang tepat untuk produk Ledok Instan,
serta perancangan dan penerapan model bisnis untuk produk Ledok Instan. Proses
pengolahan dan penggunaan kemasan yang tepat untuk produk pangan lokal seperti halnya
Ledok, dapat menjamin keamanan produk untuk dikonsumsi dan dipasarkan. Tersedianya
pangan lokal non beras yang bermutu dengan keamanan terjamin, penampilan kemasan yang
menarik dan pelabelan yang memenuhi persyaratan akan dapat mendukung program
pencanangan “peningkatan nilai tambah dan komersialisasi pangan lokal non beras” oleh
pemerintah.
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ledok dan Ledok Instan
Ledok adalah makanan tradisional non beras khas dari Daerah Nusa Penida,
kabupaten Klungkung, provinsi Bali. Bahan baku utama Ledok adalah jagung dan umbi
ketela pohon. Bahan-bahan tambahannya dapat berupa kacang merah, kacang tanah, sayur-
sayuran hijau, dan bumbu. Seringkali masyarakat menambahkan ikan segar seperti Lemuru,
Tongkol atau Tenggiri yang merupakan hasil perikanan di daerah tersebut. Formulasi Ledok
yang dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suter et al. (2007) adalah jagung
putih dan umbi ketela pohon kuning. Sementara itu bahan-bahan tambahannya adalah biji
kacang merah kering, kacang tanah kering, daun bayam segar, kacang panjang segar serta
bumbu-bumbu meliputi daun kemangi segar, daun salam kering, lengkuas, bawang putih,
cabai merah, kulit buah jeruk limau dan garam dapur. Komposisi kimia dari Ledok tersebut
adalah kadar air 71,92%, abu 0,98%, protein 3,15%, lemak 4,71%, serat kasar 3,18% dan
karbohidrat sebesar 16,05%. Pada penelitian tersebut, Suter et al (2011) menambahkan
bahan berupa ikan tongkol dan rumput laut.
Ledok instan adalah produk hasil pengembangan Ledok tradisional. Penelitian
mengenai Ledok instan telah dilakukan oleh Sugitha et al. (2007) dengan penambahan Ikan
Tenggiri dan Suter et al. (2007) dengan penambahan Ikan Tongkol dan rumput laut.
Penambahan ikan segar bertujuan untuk meningkatkan kandungan protein dan penambahan
rumput laut bertujuan untuk meningkatkan kandungan serat pangan. Penambahan Ikan
Tongkol dan rumput laut dengan perbandingan yang bervariasi memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kadar air, lemak, karbohidrat non serat kasar, serat kasar dan vitamin C nya,
tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap kadar abu dan kadar protein dari Ledok instan.
Ledok instan ini masih memiliki waktu masak yang cukup lama yaitu 17,5 menit. Beberapa
penelitian mengenai produk pangan instan seperti beras jagung instan memiliki waktu masak
4-6 menit (Sugiyono et al., 2004), beras instan memerlukan waktu masak 5-8 menit
(Widowati, 2007), dan nasi sorghum instan memiliki waktu rehidrasi 4,1 - 4,4 menit
(Widowati et al., 2010).
Wrasiati et al (2013) melaporkan bahwa proses instanisasi Ledok dapat dilakukan dengan
rekayasa proses pemasakan bertekanan dan pembekuan. Penelitian ini menghasilkan Ledok
Instan terbaik pada waktu pemasakan bertekanan selama 12 menit dan waktu pembekuan
selama 72 jam dengan karakteristik kelunakan dengan skor 5,53 (agak lunak sampai lunak),
5
kesukaan dengan skor 5.87 (suka), waktu masak 2,9 menit, protein 11.81%, lemak 10.09%,
abu 0.02%, serat kasar 14.13%, dan karbohidrat 63.76%. Bahan-bahan Ledok dan produk
Ledok Instan disajikan pada Gambar 1.
a b c
d e f
Gambar 1.
a, b dan c adalah bahan-bahan Ledok dan d, e, f adalah produk Ledok Instan
2.4. Umur Simpan Produk Pangan Instan
Umur simpan merupakan selang waktu antara bahan pangan mulai diproduksi hingga
tidak dapat diterima lagi oleh konsumen akibat adanya penyimpangan mutu. Kerusakan
produk pangan dapat disebabkan oleh adanya penyerapan air oleh produk selama
penyimpanan. Produk pangan yang dapat mengalami kerusakan seperti ini di antaranya
adalah produk kering, seperti snack, biskuit, krupuk, permen, dan sebagainya (Adawiyah,
2006). Kerusakan produk dapat diamati dari penurunan kekerasan atau kerenyahan,
peningkatan kelengketan atau penggumpalan. Laju penyerapan air oleh produk pangan
selama penyimpanan dipengaruhi oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu,
permeabilitas uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal produk, berat
kering awal produk, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan
slope kurva isoterm sorpsi air. Umur simpan bahan pangan yang dikemas dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut: (1) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme
berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap sir dan oksigen, dan kemungkinan
6
terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, (2) ukuran kemasan dalam hubungannya
dengan volume dan (3) kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan
dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan (Syarief dan Halid 1993).
Faktor-faktor tersebut diformulasikan oleh Labuza (1984) menjadi model matematika
dan digunakan sebagai model untuk menduga umur simpan. Model matematika ini dapat
diterapkan khususnya untuk produk pangan kering yang memiliki kurva sorpsi isotermis
berbentuk sigmoid. Lebih lanjut Labuza (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi umur simpan produk pangan kering adalah kadar air awal, kadar air kritis,
kadar air kesetimbangan, RH dan jenis kemasan. Labuza (1982) telah mengembangkan
model matematik yang dapat digunakan untuk memperkirakan waktu penerimaan air yaitu
sebagai berikut :
( )( )
−−
=
b
P
W
A
x
k
MM
MMLn
o
s
ce
ie
θ
(1)
Keterangan :
θ = umur simpan produk (hari)
Me = kadar sir keseimbangan (% bk)
Mi = kadar air awal (% bk)
Mc = kadar air kritis (% bk)
Ws = berat bahan (g)
Po = tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg)
k/x = permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg)
A = luas permukaan kemasan (m2)
b = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan Me)
Penentuan umur simpan dengan metode pendekatan air kritis ini dilakukan
berdasarkan tingkat kelembaban relatif (Relative Humidity /RH), metode tersebut
menggunakan prinsip kadar air keseimbangan dan kadar air kritis (Labuza 1982). Heldman
dan Sigh (1981) menjelaskan bahwa kadar air keseimbangan adalah kadar air pada tekanan
uap air yang setimbang dengan lingkungannya, atau kadar air bahan pada saat setimbang
dengan lingkungannya pada suhu dan RH tertentu. Pada saat itu bahan tidak lagi menyerap
maupun melepaskan molekul-molekul air dari dan ke udara.
7
2.5. Isotermik Sorpsi Air (ISA)
Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH
kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas air pada suhu tertentu
(Labuza 1984). Handoko (2004) menjelaskan bahwa isotermik sorpsi air dapat ditunjukkan
dalam bentuk kurva isotermik sorpsi yang khas pada setiap bahan pangan. Ditambahkan oleh
Purnomo (1995), bentuk kurva Isotermi sorpsi air (ISA) bagi setiap bahan pangan khas.
Kurva isotermi sorpsi air dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu melalui proses
absorbsi (dimulai dari kondisi bahan yang kering) atau melalui proses desorpsi (dimulai dari
kondisi bahan yang basah). Pada proses absorpsi terjadi penyerapan uap air dari udara ke
dalam bahan pangan, dan sebaliknya proses desorpsi bahan pangan melepaskan uap air ke
udara (Labuza 1984). Kedua cara tersebut biasanya menghasilkan perbedaan yang
ditunjukkan dengan tidak berhimpitnya kedua kurva. Fenomena ini disebut histeresis.
Bell dan Labuza (2000), pada Gambar 3 membagi kurva isotermi sorpsi air menjadi
tiga bagian, Daerah A menunjukkan absorpsi lapisan air satu lapis molekul (daerah
monolayer), daerah B menunjukkan absorpsi tambahan diatas lapisan monolayer (daerah
multilayer), dan daerah C menunjukkan air terkondensasi pada pori-pori bahan.
Keterangan:
A = daerah monolayer ;
B = daerah multilayer ;
C = daerah kondensasi kapiler
Gambar 2.
Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air pada bahan pangan dan pembagian tiga daerah ikatan.
8
2.6. Kemasan Pangan
Menurut pendapat Cenadi (2000), kemasan dapat didifinisikan sebagai seluruh
kegiatan merancang dan memproduksi wadah atau bungkus atau kemasan suatu produk.
Kemasan meliputi tiga hal, yaitu merek, kemasan itu sendiri dan label. Ada tiga alasan utama
untuk melakukan pengemasan, yaitu:
1. Kemasan memenuhi syarat keamanan dan kemanfaatan. Kemasan melindungi produk
dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen. Produk-produk yang dikemas biasanya
lebih bersih, menarik dan tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cuaca.
2. Kemasan dapat melaksanakan program pemasaran. Melalui kemasan identifikasi produk
menjadi lebih efektif dan dengan sendirinya mencegah pertukaran oleh produk pesaing.
Kemasan merupakan satu-satunya cara perusahaan membedakan produknya.
3. Kemasan merupakan suatu cara untuk meningkatkan laba perusahaan. Oleh karena itu
perusahaan harus membuat kemasan semenarik mungkin. Dengan kemasan yang sangat
menarik diharapkan dapat memikat dan menarik perhatian konsumen. Selain itu, kemasan
juga dapat mangurangi kemungkinan kerusakan barang dan kemudahan dalam pengiriman.
Kartajaya (1996) menyatakan bahwa kemasan bukan lagi sebagai pelindung atau
wadah tetapi harus mampu memberikan nilai tambah dan dapat menjual produk yang
dikemasnya. Sekarang ini kemasan sudah berfungsi sebagai media komunikasi. Misalnya
pada kemasan susu atau makanan bayi seringkali dibubuhi nomor telepon toll-free atau bebas
pulsa. Nomor ini bisa dihubungi oleh konsumen tidak hanya untuk complain, tetapi juga
sebagai pusat informasi untuk bertanya tentang segala hal yang berhubungan dengan produk
tersebut.
Kemasan dapat pula berfungsi untuk mengkomunikasikan suatu citra tertentu.
Contohnya, produk-produk makanan Jepang. Orang Jepang dikenal paling pintar membuat
kemasan yang bagus. Permen Jepang seringkali lebih enak dilihat daripada rasanya. Mereka
berani menggunakan bahan-bahan mahal untuk membungkus produk yang dijual. Walaupun
tidak ada pesan apa-apa yang ditulis pada bungkus tersebut, tapi kemasannya
mengkomunikasikan suatu citra yang baik.
Semua produk yang dijual di pasar swalayan harus benar-benar direncanakan
kemasannya dengan baik. Karena produk dalam kategori yang sama akan diletakkan pada rak
yang sama. Jika produsen ingin meluncurkan suatu produk baru, salah satu tugas yang
penting adalah membuat kemasannya stands out, lain daripada yang lain dan unik. Kalau
tidak terkesan berbeda dengan produk lain, maka produk baru itu akan “tenggelam”. Sebelum
9
mencoba isinya, konsumen akan menangkap kesan yang dikomunikasikan oleh kemasan.
Dengan demikian kemasan produk baru tersebut harus mampu “beradu” dengan kemasan
produk-produk lainnya.
2.7. Desain Kemasan
Kunci utama untuk membuat sebuah desain kemasan yang baik adalah kemasan
tersebut harus simple (sederhana), fungsional dan menciptakan respons emosional positif
yang secara tidak langsung “berkata”, “Belilah saya.” Kemasan harus dapat menarik
perhatian secara visual, emosional dan rasional. Sebuah desain kemasan yang bagus
memberikan sebuah nilai tambah terhadap produk yang dikemasnya (Wirya, 1999).
Menurut Cenadi (2000), kemasan yang baik dan akan digunakan semaksimal
mungkin dalam pasar harus mempertimbangkan dan dapat menampilkan beberapa faktor,
antara lain sebagai berikut.
1. Faktor pengamanan
Kemasan harus melindungi produk terhadap berbagai kemungkinan yang dapat menjadi
penyebab timbulnya kerusakan barang, misalnya: cuaca, sinar matahari, jatuh, tumpukan,
kuman, serangga dan lain-lain. Contohnya, kemasan biskuit yang dapat ditutup kembali agar
kerenyahannya tahan lama.
2. Faktor ekonomi
Perhitungan biaya produksi yang efektif termasuk pemilihan bahan, sehingga biaya tidak
melebihi proporsi manfaatnya. Contohnya, produk-produk refill atau isi ulang, produk-
produk susu atau makanan bayi dalam karton, dan lain-lain.
3. Faktor pendistribusian
Kemasan harus mudah didistribusikan dari pabrik ke distributor atau pengecer sampai ke
tangan konsumen. Di tingkat distributor, kemudahan penyimpanan dan pemajangan perlu
dipertimbangkan. Bentuk dan ukuran kemasan harus direncanakan dan dirancang sedemikian
rupa sehingga tidak sampai menyulitkan peletakan di rak atau tempat pemajangan.
4. Faktor komunikasi
Sebagai media komunikasi kemasan menerangkan dan mencerminkan produk, citra merek,
dan juga bagian dari produksi dengan pertimbangan mudah dilihat, dipahami dan diingat.
Misalnya, karena bentuk kemasan yang aneh sehingga produk tidak dapat “diberdirikan”,
harus diletakkan pada posisi “tidur” sehingga ada tulisan yang tidak dapat terbaca dengan
baik; maka fungsi kemasan sebagai media komunikasi sudah gagal.
10
5. Faktor ergonomi
Pertimbangan agar kemasan mudah dibawa atau dipegang, dibuka dan mudah diambil
sangatlah penting. Pertimbangan ini selain mempengaruhi bentuk dari kemasan itu sendiri
juga mempengaruhi kenyamanan pemakai produk atau konsumen. Contohnya, bentuk botol
minyak goreng Tropical yang pada bagian tengahnya diberi cekungan dan tekstur agar
mudah dipegang dan tidak licin bila tangan pemakainya terkena minyak.
6. Faktor estetika
Keindahan pada kemasan merupakan daya tarik visual yang mencakup pertimbangan
penggunaan warna, bentuk, merek atau logo, ilustrasi, huruf, tata letak atau layout, dan
maskot . Tujuannya adalah untuk mencapai mutu daya tarik visual secara optimal.
7. Faktor identitas
Secara keseluruhan kemasan harus berbeda dengan kemasan lain, memiliki identitas produk
agar mudah dikenali dan dibedakan dengan produk-produk yang lain.
8. Faktor promosi
Kemasan mempunyai peranan penting dalam bidang promosi, dalam hal ini kemasan
berfungsi sebagai silent sales person. Peningkatan kemasan dapat efektif untuk menarik
perhatian konsumen-konsumen baru.
9. Faktor lingkungan
Kita hidup di dalam era industri dan masyarakat yang berpikiran kritis. Dalam situasi dan
kondisi seperti ini, masalah lingkungan tidak dapat terlepas dari pantauan kita. Trend dalam
masyarakat kita akhir-akhir ini adalah kekhawatiran mengena adalah styrofoam. Pada tahun
1990 organisasi-organisasi lingkungan hidup berhasil menekan perusahaan Mc Donalds
untuk mendaur ulang kemasan-kemasan mereka.
Sekarang ini banyak perusahaan yang menggunakan kemasan-kemasan yang ramah
lingkungan (environmentally friendly ), dapat didaur ulang (recyclable ) atau dapat dipakai
ulang (reusable). Faktor-faktor ini merupakan satu kesatuan yang sangat vital dan saling
mendukung dalam keberhasilan penjualan, terlebih di masa sekarang dimana persaingan
sangat ketat dan produk dituntut untuk dapat menjual sendiri. Penjualan maksimum tidak
akan tercapai apbila secara keseluruhan penampilan produk tidak dibuat semenarik mungkin.
Keberhasilan penjualan tergantung pada citra yang diciptakan oleh kemasan tersebut.
Penampilan harus dibuat sedemikian rupa agar konsumen dapat memberikan reaksi spontan,
baik secara sadar ataupun tidak. Setelah itu, diharapkan konsumen akan terpengaruh dan
melakukan tindakan positif, yaitu melakukan pembelian di tempat penjualan.
11
2.8. Labelling
Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar,
tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke
dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. (UU RI No. 7 tahun
1996). Menurut UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, hal yang wajib disampaikan
dalam kemasan pangan antara lain Nama Produk, Bahan baku yang digunakan, nama dan
alamat produsen dan importir produk, berat bersih, keterangan tentang halal, kadaluarsa
produk. Keterangan lain yang wajib dalam kemasan : kode produksi serta petunjuk atau cara
penggunaan, petunjuk atau cara penyimpanan, nilai gizi serta pernyataan khusus produk.
Klaim diusahakan sedekat mungkin dengan fakta untuk menjaga integritas brand. Klaim tidak
boleh menyesatkan konsumen.
2.9. Kansei Engineering
Kansei Engineering adalah suatu metode untuk menerjemahkan perasaan dan kesan
konsumen ke dalam parameter produk. Pendekatan Kansei Engineering atau Rekayasa
Kansei diciptakan pada tahun 1970 oleh Mitsuo Nagamachi. Rekayasa Kansei mampu
“mengukur” perasaan dan menunjukkan kaitan terhadap sifat tertentu atau ciri desain suatu
produk. Oleh karenanya, suatu produk akan bisa didisain dengan menerjemahkan nilai-nilai
rasa tersebut.
Menurut Mastur dan Hadi (2005), persaingan produk di pasaran, selain mengandalkan
keunggulan kualitas dan teknologi, juga bersaing untuk menjerat loyalitas pelanggan dengan
memberikan emotional benefit sebagai nilai tambah yang dirasakan konsumen. Usaha yang
harus ditempuh oleh produsen untuk menciptakan produk ideal yang dapat memuaskan
harapan pelanggan adalah dengan memberikan keunikan atau ciri khas pada produk yang
dapat menimbulkan kesan psikologis tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Archam et al
(2012) tentang pendekatan Kansei Engineering pada kualitas produk shampoo mengambil
langkah-langkah penentuan kansei words, mencari hubungan antara kansei words dengan
kualitas produk, melakukan uji validitas dan realibilitas, dan terakhir adalah rekomendasi
perbaikan kualitas.
Pada penelitian ini, penentuan desain kemasan Ledok Instan dilakukan dengan
pendekatan Kansei Engineering. Penetapan kansei words diperoleh dari survey dan
wawancara yang mendalam terhadap konsumen yang dinilai memiliki pengetahuan tentang
kemasan produk pangan dan terhadap pakar dibidang pengemasan pangan. Setelah itu
12
ditentukan hubungan antara kansei words dengan disain kemasan, melakukan uji validitas
dan realibilitas, dan terakhir adalah rekomendasi perbaikan disain kemasan.
2.10. Model Bisnis Kanvas
Dewasa ini, para ahli bisnis dan para akademisi menjelaskan pengertian model bisnis
dalam tga kelompok yaitu model bisnis sebagai metode atau cara, model bisnis dilihat dari
aspek dan komponen-komponennya, dan model bisnis sebagai strategi bisnis. Pengembangan
model bisnis pada umumnya dimulai dari analisis SWOT yang kemudian dilanjutkan dengan
menentukan strategi prioritas untuk mengembangkan bisnis.
Pada penelitian ini digunakan model bisnis kanvas yang diciptakan oleh Osterwalder
dan Pigneur (2010). Model bisnis kanvas merupakan model bisnis yang menggambarkan
dasar pemikiran bagaimana sebuah perusahaan itu menciptakan, menyerahkan, dan
menangkap nilai. Sembilan elemen pada model bisnis kanvas adalah customer segment,
customer relationship, channel, revenue stream, key partner, key activities, key resources,
dan cost structure yang digambarkan seperti pada Gambar 3.
Gambar 3.
Model Bisnis Canvas (Osterwalder dan Pigneur, 2010)
13
2.10. Road Map Penelitian
Tema riset dan
Topik riset
Capaian sampai
saat ini
2015
2016
2017
2018-2020
Tema : Pengembangan Pangan Lokal/Tradisional Non Beras
Pengembangan
Teknologi
Pengolahan dan
Pengemasan
Pangan
Lokal/Tradisional
Aplikasi Proses
Pemasakan
Bertekanan
(Pressure
Cooker) dan
Pembekuan
sebagai Upaya
Meningkatkan
Mutu Ledok
Instan
Kajian
mengenai
takaran saji
Ledok Instan
tiap kemasan
Kajian
Pengemasan
dan Labeling
pada Ledok
Instan
Pengembangan
Pengemasan
Ramah
Lingkungan untuk
Produk Pangan
Lokal Non Beras
Upaya
memperpanjang
umur simpan
pangan
lokal/tradisional
• Analisis Isotermis Sorpsi
Air (ISA) Ledok
Instan
Penentuan Masa
Simpan Ledok
Instan pada
Berbagai Jenis
Kemasan
Pengembangan
teknik iradiasi
untuk
memperpanjang
umur simpan
produk pangan
non beras
Standarisasi dan
pengembangan
pangan
lokal/tradisional
Formulasi, Nilai
Gizi, Sifat
Sensorik dan
Keamanan
Ledok Instan
Yang Dikemas
Selama
Penyimpanan
Kajian
mengenai
inggridien
Ledok Instan
dalam
kemasan
Model Bisnis
Pangan Lokal
Non Beras
• Standarisasi Formula Ledok
Sebagai Pangan
Lokal Nusantara
Keterangan: yang dicetak tebal adalah topik penelitian yang diajukan pada Hibah Penelitian
ini.
14
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT
3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan khusus dari penelitian ini pada tahun pertama ini adalah (1) mengkaji
karakteristik ISA Ledok Instan, (2) menentukan umur simpan Ledok Instan yang dikemas
dengan plastik PE, PP dan aluminium foil (metode Labuza dan Kadar Air Kritis), dan (3)
menentukan takaran saji Ledok Instan (preferensi konsumen)
3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai takaran
saji dan umur simpan Ledok Instan, memberikan gambaran yang tepat sesuai dengan
“psikologis konsumen” mengenai desain kemasan yang tepat untuk produk Ledok Instan,
serta perancangan dan penerapan model bisnis untuk produk Ledok Instan. Proses
pengolahan dan penggunaan kemasan yang tepat untuk produk pangan lokal seperti halnya
Ledok, dapat menjamin keamanan produk untuk dikonsumsi dan dipasarkan. Tersedianya
pangan lokal non beras yang bermutu dengan keamanan terjamin, penampilan kemasan yang
menarik dan pelabelan yang memenuhi persyaratan akan dapat mendukung program
pencanangan “peningkatan nilai tambah dan komersialisasi pangan lokal non beras” oleh
pemerintah.
15
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1. Bahan dan Alat
Bahan penelitian adalah ubi ketela pohon, jagung kuning, kacang tanah, kacang
merah, sayuran kering, bumbu-bumbu, garam-garam jenuh (MgCl2, CH3COOK, NaOH,
K2CO3, KI, NaCl, KCl, BaCl2, K2CrO4, NH4H2PO4 dan K2SO4) , plastik PE dan
aluminium foil, dan bahan-bahan untuk analisis karakteristik mutu (inggridien) Ledok instan.
Peralatan yang digunakan adalah kompor gas, alat masak pressure cooker, freezer, dry
ice, pengering oven, desikator, toples kaca, peralatan masak jenis stainless steel, oven
pengering, sealer plastik, alat-alat analisis pangan dan analisis sifat-sifat fisik Ledok Instan,
dan alat-alat gelas (glassware). Disamping itu diperlukan pula alat bantu berupa satu set
komputer dengan printer, kamera digital, eksternal disk, survey kit, dan alat rekam.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian direncanakan dilaksanakan pada Bulan Juni 2015 sampai dengan Bulan
Oktober 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium
Rekayasa Proses Pangan, Laboratorium Teknik Pascapanen, dan di Laboratorium
Organoleptik, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian preferensi
konsumen, pengujian disain kemasan dan labeling, serta penerapan model bisnis dilakukan di
pusat-puat perbelanjaan, di lokasi pameran produk pangan, dan di pasar-pasar yang menjadi
pusat pemasaran produk pangan lokal.
4.3. Rancangan Penelitian
Penelitian Tahap I (Tahun I)
Penelitian tahap I bertujuan untuk menganalisis sorpsi isotermis atau isotermis sorpsi
air dari Ledok instan dengan cara pendugaan umur simpan berdasarkan rumus yang
dikembangkan oleh Labuza (1984) dengan menggunakan pendekatan kadar air kritis yang
dihitung berdasarkan kurva isotermi sorpsi air (ISA). Kajian ini dilakukan pada sampel yang
terbaik dari Ledok instan yang telah diperoleh sebelumnya. Kurva isotermi sorpsi air yang
dibuat merupakan kurva hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan nilai aw atau RH
penyimpanan.
16
a. Penentuan Takaran Saji Ledok Instan
Penentuan takaran saji dilakukan untuk mengetahui jumlah (berat netto) yang pantas atau
sesuai dengan keinginan konsumen. Produk Ledok Instan ditimbang sebanyak 10 g, 15 g, 20
g, 25 g, dan 30 g, kemudian dimasak dan disajikan pada konsumen (50 orang). Konsumen
kemudian menentukan takaran dengan jumlah /berat tertentu yang pantas atau sesuai untuk
dikonsumsi. Berat Ledok Instan yang paling banyak dipilih adalah takaran saji yang nantinya
dimasukkan ke dalam kemasan dan dihitung umur simpannya.
b. Karakteristik ISA Ledok Instan (modifikasi Histifarina, 2004)
Penentuan kurva sorpsi pada penelitian ini menggunakan metode gravimetri statis yaitu
menggunakan larutan garam jenuh untuk membuat RH atau aktivitas air (aw) tertentu. Enam
jenis larutan garam jenuh yaitu larutan garam jenuh MgCl2, CH3COOK, NaOH, K2CO3, KI,
NaCl, KCl, BaCl2, K2CrO4, NH4H2PO4 dan K2SO4 dipersiapkan untuk mendapatkan rentang
RH kesetimbangan atau aktivitas air yang cukup lebar yaitu dari 0,3 sampai 0,9 (Greenspan,
1977). Enam buah toples yang terbuat dari gelas kaca (glass jar) digunakan sebagai wadah
untuk masing-masing larutan garam jenuh, dimana masing-masing toples tersebut dilengkapi
dengan plat berlubang dan berkaki. Plat tersebut digunakan sebagai alas pemisah antara
larutan garam jenuh dan sampel penelitian, sehingga tidak terjadi kontak langsung antara
larutan garam jenuh dengan sampel penelitiannya. Sebanyak 5 ± 0.2 gram ledok instan
disiapkan dalam wadah aluminium yang telah diketahui beratnya kemudian dimasukkan ke
dalam masing-masing toples yang telah berisi garam jenuh. Ke enam buah toples yang telah
berisi sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dan perubahan beratnya
diamati setiap hari. Pengukuran berat dihentikan apabila sudah tercapainya kadar air
kesetimbangan (EMC) yang dicirikan oleh perubahan berat sampel kurang dari 0,001 gram.
Nilai kadar air kesetimbangannya ditentukan dengan metode oven (AOAC, 1995), yaitu
sejumlah sampel dimasukkan ke dalam oven pengering dengan suhu 105oC selama 24 jam.
Pelaksanaan penelitian dilakukan sebanyak dua kali ulangan.
Karakteristik sorpsi isotermis dari Ledok instan yang meliputi nilai kadar air
monolayer Mo, nilai konstanta K dan C ditentukan dengan menggunakan model GAB.
Penentuan umur simpan Ledok instan ini juga dihitung berdasarkan kurva sorpsi isotermis.
Adapun persamaan GAB yang digunakan adalah sebagai berikut.
( )( )WWW
W
o aKCaKaK
aCK
M
M
...1..1
..
+−−=
dimana:
17
K dan C = konstanta,
aW = aktivitas air,
M = kadar air (kg air/kg bahan kering)
Mo = kadar air monolayer (kg air/kg bahan kering)
Nilai K, C, dan Mo dihitung mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Bizot (1983) untuk
fitting data aktivitas air dan kadar air kesetimbangan ke dalam persamaan GAB, sebagai
berikut:
1. Persamaan GAB dimodifikasi menjadi:
( )( )o
WWWW
MCK
aKCaKaK
M
a
..
...1..1 +−−=
2. Dilakukan beberapa penyusunan ulang secara aljabar, sehingga diperoleh:
( ) ( ) 2.1..
..
2
..
1W
o
W
oo
W aCMC
Ka
MC
C
MCKM
a−+
−+=
2
321 .. WWW aaaaaM
a++=
Dimana
,..
11
oMCKa =
( )oMC
Ca
.
22
−= , )1.(
.3 C
MC
Ka
o
−=
3. Dengan menggunakan hubungan tersebut, nilai Mo, K, dan C ditentukan sebagai
fungsi dari koefesien (a1, a2, a3) dari persamaan 4, sehingga diperoleh:
1
31
2
22
.2
..4
a
aaaaK
−±−=
Ka
aC
.2
1
2+=
CKaM o
..
1
1
=
c. Umur Simpan Ledok Instan(modifikasi Histifarina, 2004)
Umur simpan Ledok instan dengan kemasan aluminium foil, plastik PP dan PE
dihitung menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Labuza (1984) dengan
pendekatan kadar air kritis, sebagai berikut.
18
( )( )
−−
=
b
P
W
A
x
k
MM
MMLn
o
s
ce
ie
θ
Dimana:
θ = umur simpan (hari)
Me = kadar air kesetimbangan (% bk)
Mi = kadar air awal (% bk)
Mc = kadar air kritis (% bk)
k/x = permeabilitas kemasan (g/m.m2.mmHg/hari)
A = luas kemasan (m2)
Ws = berat sampel (g)
b = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan Me)
Ledok instan ditimbang sebanyak masing-masing 300 g, kemudian dimasukkan ke
dalam kemasan aluminium foil dan plastik HDPE. Produk tersebut disimpan pada ruang
penyimpanan dengan suhu 28oC dan RH 75%. Parameter-parameter yang harus ditentukan
dalam perhitungan umur simpan dengan rumus Labuza (1984) adalah kadar air kritis, slope
kurva sorpsi isotermis, permeabilitas kemasan, dan kadar air kesetimbangan.
4.4 Jalannya Penelitian
Penelitian tahap I diawali dengan mengumpulkan dan mensortasi bahan baku
penyusun Ledok instan yaitu, ubi kayu, beras jagung kuning, kacang tanah dan kacang
merah. Ubi kayu dipotong-potong berbentuk dadu dengan ukuran 1 cm x 1 cm kemudian
direndam dalam air suhu 50oC selama 3 jam. Kacang tanah dan kacang merah juga
direndam terpisah dengan air suhu 50oC selama 3 jam. Setelah itu seluruh bahan ditiriskan
dan ditimbang untuk masing-masing perlakuan sebanyak 1000 g.
Masing-masing bahan kemudian dimasak secara terpisah menggunakan alat masak
bertekanan (pressure cooker) selama 12 menit. Setelah proses pemasakan selesai, dilakukan
proses pendinginan pada suhu ruang sekitar 1 jam. Produk hasil pemasakan bertekanan
kemudian dibekukan selama 72 jam. Proses selanjutnya adalah proses thawing dimana bahan-
bahan yang telah dibekukan dibiarkan beberapa saat sampai tidak menggumpal. Setelah itu
dilakukan proses pengeringan dengan alat pengering oven pada suhu 60oC sampai kadar air 3
19
± 0.2%. Pengujian takaran saji dilakukan dengan metode preferensi konsumen seperti yang
telah dijelaskan di atas.
Penelitian dilanjutkan dengan menyiapkan larutan garam jenuh di dalam toples-toples
kaca. Sejumlah garam ditimbang dan dimasukkan ke dalam toples kaca, sambil diaduk
ditambahkan sejumlah air sampai jenuh dan berlebih untuk menjaga kejenuhan larutan
sehingga kelembaban relatif yang dihasilkan tetap dan tidak mempengaruhi proses sorpsi.
Selanjutnya mengikuti metode yang telah dilakukan oleh Supriadi (2004). Sampel
dikeringkan dengan menggunakan absorben kapur api (CaO) sampai memperoleh kadar air 2-
3 % bk. Tiap sampel seberat ±2 gram ditempatkan di dalam cawan porselen. Kemudian
sampel disetimbangkan dalam desikator yang sebelumnya telah dilakukan pengaturan RH
antara 7 – 97% dengan menggunakan larutan garam-garam jenuh pada suhu sekitar 27oC.
Selanjutnya sampel yang dimasukkan ke dalam desikator, disetimbangkan sampai diperoleh
berat konstan (perubahan berat lebih kecil dari 0,005 gram). Penentuan kadar air
kesetimbangan dilakukan dengan metode oven (AOAC, 1995). Percobaan ini bertujuan untuk
memperoleh data kadar air kesetimbangan yang digunakan untuk menentukan kurva isotermi
Sorpsi Air Ledok instan, aw kritikal serta air terikat.
Tahap berikutnya dilakukan penentuan kadar air kritis dan umur simpan pada produk
yang telah disimpan pada berbagai kondisi RH. Kadar air kritis ditentukan berdasarkan uji
organoleptik (oleh para panelis). Produk yang dinyatakan telah ditolak oleh panelis secara
organoleptik, diukur kadar airnya dan dinyatakan sebagai kadar air kritis produk. Produk
yang diuji umur simpan nya dikemas dalam kemasan alufo, PP dan PE kemudian disimpan
pada suhu ruang dan kondisi RH penyimpanan 85%. Umur simpan produk diperkirakan
berdasarkan laju perubahan kadar air dengan pendekatan kadar air kritis.
4.5.Indikator Capaian dan Luaran Penelitian
No Diskripsi Indikator Capaian Luaran
1 Penelitian pada akhir tahun I Takaran saji yang tepat untuk
konsumen dan umur simpan
Ledok Instan dalam kemasan
plastik dan aluminium foil
Seminar Nasional
Lulusan mahasiswa S2
2 Penelitian pada akhir tahun II Ledok Instan dalam kemasan
berlabel yang sesuai dengan
keinginan konsumen dan
lengkap dengan inggridien,
umur simpan, kode produksi,
dan saran penyajian
Jurnal Nasional terakreditasi
Draft HKI
3 Penelitian pada akhir tahun III Penerapan model bisnis
kanvas untuk Ledok Instan
Ledok Instan tersedia di
pasaran
20
Gambar 3.
Diagram Alir Jalannya Penelitian
Jagung kuning
Dipotong bentuk kubus 0,5 cm x 0,5 cm x 0,5
cm
Ubi kayu
Kacang tanah
Kacang merah
Perendaman dalam air suhu 50
oC selama 3 jam
Pemasakan bertekanan selama 12 menit
Pembekuan pada suhu -20
oC selama 72 jam
Pengeringan pada oven pengering suhu 60
oC
sampai kadar air 3 % bb
Pengujian takaran saji dan analisis ISA dan
umur simpan
Disain dan pengujian disain kemasan
Ledok instan dengan takaran dan umur simpan tertentu
Labeling dan pengujian inggridien
Penelitian
Tahun III
Penelitian
Tahun I
Produk Ledok instan dalam kemasan
Perencanaan model bisnis Ledok instan
Penerapan model bisnis Ledok instan
Ledok instan tersedia di pasaran
Penelitian
Tahun II
21
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Takaran Saji Ledok Instan
Penentuan takaran saji ledok instan dilakukan dengan uji preferensi konsumen.
Ledok instan ini direncanakan dikonsumsi untuk takaran sarapan pengganti nasi sehingga
yang divariasikan adalah jumlah ubi instannya saja, sementara itu untuk kacang merah,
kacang tanah, jagung ditetapkan sebanyak masing-masing 10 gram dan sayuran kering
sebanyak 2 g. Formulasi ubi yang disajikan adalah 30 g, 40 g, 50 g, dan 60 g. Bumbu yang
disajikan adalah dengan memvariasikan formulasi bumbu, gula dan garam yaitu masing-
masing 1 g, 2 g, 3 g, 4 g, dan 5 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa takaran saji ledok
instan adalah 40 g ubi, 10 g kacang merah, 10 g kacang tanah, 10 g jagung, 2 g sayuran
kering, dan campuran bumbu, garam dan gula masing-masing sebanyak 3 g sebagai pilihan
takaran saji yang tepat untuk sarapan. Takaran saji tersebut disajikan pada Gambar 4 di
bawah ini.
Gambar 4. Satu Takaran Saji Ledok Instan
Komposisi kimia dari satu takaran saji ledok instan ini (inggridien) adalah kadar air 2.67
persen, protein 12.59 persen, lemak 8.62 persen, abu 0.04 persen, karbohidrat 76.07 persen
dan kalori sebesar 432,24 kkal. Sementara itu komposisi bumbu adalah (fenol, tannin,
aktivitas antioksidan)
5.2. Kurva Isotermis Sorpsi Air Ledok Instan
Kadar air kritis ditentukan pada saat ledok instan mulai menggumpal. Sedangkan
kadar air kesetimbangan ditentukan pada kondisi suhu ruang 28oC dan RH ruang 75%.
Pengukuran kadar air dilakukan menggunakan metode oven. Permeabilitas uap air kemasan
yang digunakan pada penelitian ini adalah diambil dari data sekunder (Histifarina, 2004).
22
Permeabilitas uap air aluminium foil adalah 0.02 g/m2.mmHg/hr (Histifarina, 2004),
sedangkan HDPE adalah sebesar 0.10 g/m2.mmHg/ hr (Limonu, M. dkk, 2008). Slope kurva
isotermis sorpsi air adalah slope linear dari kurva isotermis sorpsi air ledok instan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan ledok yang disimpan pada larutan garam
jenuh yang memiliki RH di atas 80 persen sudah mulai berjamur pada hari ke-10.Sementara
itu bahan ledok yang disimpan pada larutan garam jenuh dengan RH di bawah 70 persen
masih bertahan tidak ditumbuhi jamur sampai pada penyimpanan 20 hari.
Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan Ledok instan pada RH yang berbeda- beda,
di plot terhadap aktivitas air (aw) disajikan pada Gambar 5. Pada gambar tersebut juga
disajikan kurva fit dari data tersebut. Kurva fit dibuat menggunakan model GAB. Dari
Gambar 5 dapat dilihat bahwa kurva isotermis sorpsi air dari Ledok instan mengikuti pola S
(sigmoid) isotermis tipe II, yang mana pola S tipe II ini merupakan kurva khas untuk bahan
makanan kering yang kaya akan karbohidrat (Wolf dkk., 1972). Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian ini bahwa kandungan karbohidrat pada ledok instan adalah 76.07 persen,
merupakan komposisi kimia tertinggi dibandingkan dengan protein, lemak, dan air.
Penelitian yang dilakukan oleh Histifarina (2004) dan Limonu dkk. (2008) tentang
kurva ISA (isotermis sorpsi air) pada produk kentang tumbuk instan dan jagung muda instan
menyatakan bahwa kurva sigmoid tipe II merupakan kurva khas untuk produk makanan
instan.
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,0 0,5 1,0 1,5
Moisture content (g water/100 g dry
solid)
aw
GAB isotherm Actual data
23
Umur simpan Ledok instan diduga dengan metode ASLT menggunakan pendekatan
kadar air kritis karena merupakan produk pangan kering yang mudah menyerap air. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk. (2005) dan pernyataan Kusnandar
(2012) yang menyatakan bahwa model untuk menduga umur simpan produk pangan yang
mudah rusak karena penyerapan air adalah dengan pendekatan metode kadar air kritis. Data
percobaan yang diperoleh dapat mensimulasi umur simpan produk dengan permeabilitas
kemasan dan kelembaban plastik ruang penyimpanan yang berbeda.
Ledok instan dikemas menggunakan bahan kemasan aluminium foil dan plastik
HDPE, dan disimpan pada ruang penyimpanan dengan suhu 28oC dan RH 75%. Parameter-
parameter yang harus ditentukan dalam perhitungan umur simpan dengan rumus Labuza
(1984) adalah kadar air kritis, slope kurva isotermis sorpsi air, permeabilitas kemasan, dan
kadar air kesetimbangan. Nilai parameter yang digunakan dalam perhitungan adalah seperti
yang ditampilkan pada Tabel 1.
Perhitungan umur simpan Ledok instan yang dilakukan dengan memasukkan nilai
parameter pada Tabel 1 ke dalam persamaan 8, diperoleh bahwa Ledok instan yang dikemas
dengan aluminium foil mempunyai umur simpan yang lebih panjang dibandingkan dengan
yang dikemas dengan plastic HDPE. Umur simpan Ledok instan yang dikemas dengan
aluminium foil adalah 48 bulan, sedangkan Ledok yang dikemas dengan plastik HDPE, umur
simpannya 9 bulan. Kemasan dari aluminium foil memiliki permeabilitas yang jauh lebih
kecil dari kemasan HDPE sehingga kemungkinan terjadinya penyerapan uap air dari
lingkungan sekitar juga sangat kecil. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Histifarina (2004) bahwa kentang tumbuk instan yang dikemas dengan
kombinasi kemasan aluminium foil PET 12/Aluvo7/LLDPE40 memiliki umur simpan yang
lebih panjang dibandingkan dengan produk yang dikemas dengan plastic HDPE.
Tabel 1. Perhitungan Umur Simpan Ledok Instan
Pack. material
Parameter Predicted Shelf Life (Ts), hari
k/x
Initial Moisture content (Mi), %db
Critical Moisture Content (Mc), %db
Equilibrium Moisture Content (Me), %db
A (m2)
Ws, (gram)
Po b
Alufo 0,02 0,0260 0,160 0,215 0,016 70,00 27,370 0,147 1446
HDPE 0,10 0,0260 0,160 0,215 0,016 70,00 27,370 0,147 289
24
5.3. Kurva Isotermis Sorpsi Air Bumbu Ledok Instan
Bumbu ledok instan terdiri atas campuran rempah rempah jahe, kunyit, lengkuas,
kencur, bawang merah, bawang putih, daun salam, sereh, terasi, cabai, gula, dan garam yang
dihaluskan dan dikeringkan.. Pada sajian ledok instan ini, gula dan garam disediakan dalam
kemasan terpisah dengan bumbu intinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bumbu yang disimpan pada larutan garam jenuh
yang memiliki RH di atas 80 persen sudah mulai basah pada hari ke-7 dan mulai berjamur
pada hari ke-14..Sementara itu bumbu yang disimpan pada larutan garam jenuh dengan RH di
bawah 70 persen masih bertahan tidak ditumbuhi jamur sampai pada penyimpanan 24 hari.
Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan bumbu pada RH yang berbeda- beda, di
plot terhadap aktivitas air (aw) disajikan pada Gambar 6. Pada gambar tersebut juga
disajikan kurva fit dari data tersebut. Kurva fit dibuat menggunakan model GAB. Kurva ISA
bumbu juga mengikuti pola S (sigmoid) tipe II sama seperti kurva ISA ledok instan. Bentuk
sigmoid ini adalah bentuk kurva yang khas untuk produk instan dan produk kering.
Adawiyah (2006) menyatakan bahwa bentuk sigmoid ini disebabkan oleh adanya efek
kapilaritas dan adanya interaksi antara permukaan bahan dengan molekul air. Labuza (1984)
menyatakan bahwa pola S tersebut disebabkan oleh efek akumulasi dari ikatan plastik, Raoult
law, dan interaksi antara permukaan bahan dengan molekul air.
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20Mo
istu
re c
on
ten
t (g
wa
ter/
10
0 g
dry
so
lid
)
aW
Bumbu
GAB
Isoterm
25
Umur simpan bumbu juga ditentukan dengan metode kadar air kritis. Dari
pengamatan visual, bumbu dinyatakan sudah tidak layak konsumsi apabila sudah mulai
terjadi penggumpalan. Bumbu mulai menggumpal pada penyimpanan hari ke-7. Perhitungan
umur simpan bumbu disajikan pada Tabel 2.
Pack.
materi
al
Parameter
Predicted
Shelf Life
(Ts), hari k/x
Initial
Moisture
content
(Mi), %db
Critical
Moisture
Content
(Mc), %db
Equilibrium
Moisture
Content
(Me), %db
A
(m2)
10-3
Ws,
(g) Po b
Alufo 0,02 0,0319 0,102 0,166 1,8 3,00 27,370 0,217 1388
HDPE 0,10 0,0319 0,102 0,166 1,8 3,00 27,370 0,217 98
Umur simpan bumbu ledok dengan kemasan alufo adalah 3.8 bulan, sementara itu apabila
digunakan kemasan plastic HDPE umur simpannya menjadi 3 bulan.
26
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa takaran saji ledok instan adalah 40 g ubi, 10 g
kacang merah, 10 g kacang tanah, 10 g jagung, 2 g sayuran kering, dan campuran bumbu,
garam dan gula masing-masing sebanyak 3 g sebagai pilihan takaran saji yang tepat untuk
sarapan. Komposisi kimia dari satu takaran saji ledok instan ini (inggridien) adalah kadar air
2.67 persen, protein 12.59 persen, lemak 8.62 persen, abu 0.04 persen, karbohidrat 76.07
persen dan kalori sebesar 432,24 kkal. Sementara itu komposisi bumbu adalah (fenol, tannin,
aktivitas antioksidan)
Kurva ISA untuk ledok instan dan bumbu mengikuti bentuk sigmoid tipe II. Kurva
ini adalah kurva khas untuk makanan kering dan kaya karbohidrat. Umur simpan Ledok
instan yang dikemas dengan aluminium foil adalah 48 bulan, sedangkan Ledok yang dikemas
dengan plastik HDPE, umur simpannya 9 bulan. Umur simpan bumbu ledok dengan kemasan
alufo adalah 3.8 bulan, sementara itu apabila digunakan kemasan plastic HDPE umur
simpannya menjadi 3 bulan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, D. R. 2006. Hubungan Sorpsi Air, Suhu Transisi Gelas, dan Mobilitas Air serta
Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Produk pada Model Pangan. Disertasi. Sekolah Pasca
Sarjana IPB, Bogor.
Agustina, F. 2008. Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan.
Thesis.Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1984. Official Methods of Analysis of
Association of Official Analytical Chemists. Washington DC. USA: Association of
Official Analitical Chemist.
Archam, L.D., N.W. Setyanto, dan A. Rahman. 2012. Integrasi Kansei Engineering dan
Structural Equation Modelling (SEM) untuk Meningkatkan Kualitas Produk Shampoo
(Studi kasus Lusmas Fresh Milk Shampoo). PS Teknik Industri Universitas Brawijaya,
Malng, Indonesia.
Mastur, I. dan H. Lumenta. 2005. Implementasi Jaringan Syaraf ZTiruan untuk
Mengidentifikasi Pola Desain Produk Berdasarkan Preferensi Pelanggan Menggunakan
Kansei Engineering System. Teknoin 10(3) : 197-208.
Australian Academy of Technological Science and Engineering. 2000. Instant and
convenience foods. Australia Sciences and Technology Heritage Centre. [terhubung
berkala]. http:// www. austech. unimelb.edu. au/tia/135. html ] [20 Feb 2005].
Bahrie S. 2005. Optimasi proses pada proses pengolahan bubur jagung menggunakan alat
pengering drum (drum dryer).[Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Bell L.N. and Labuza, T. P. 2000. Moisture Sorption Practical Aspects of Isotherm
Measurement and Use 2nd Edition. American Association of Cereal Chemists, Inc.,
USA.
Bizot, H. 1983. Using the GAB model to construct sorption isotherms. In Physical
Properties of Foods (R. Jowitt, F. Escher and G. Vos, eds.) pp. 43–54, Applied Science
Publishers, London, UK.
Cenadi, C.S. 2000. Peranan Desain Kemasan Dalam Dunia Pemasaran. Nirmana 2 (1) : 93-
103
Hartomo AJ, dan Widiatmoko MC. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin. Yogyakarta:
Andi Offset.
Hartono NAD. 2004. Pengaruh jenis jagung terhadap pembuatan beras jagung instan. Skripsi.
Fakultas Pertanian Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
28
Heldman SM, and Singh RP.1981. Food Process Engineering. USA : Westport Connecticut
The AVI Publ. Company
Isnaeni, N.F. 2007. Formulasi Produk Pure Instan Ubi Jalar ( (Ipomoea batatas (L.) Lam)
sebagai Salah Satu Upaya Diversifikasi Pangan Pokok. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kartajaya, H. 1996. . Marketing Plus 2000 Siasat Memenangkan Persaingan Global.
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
KKPP Klungkung. 2011. Pangan Lokal Ledok dari Nusa Penida. http://cybex.deptan.go.id.
Diakses Pada Tanggal 10 April 2014.
Labuza, T.P. 1982. Shelf Life Dating of Food. Westport, Connecticut: Food and Nutrition
Press. Inc.
Labuza, T. P. 1984. Practical aspects of isotherm measurement and use.: Am. Assoc. Cereal
Chem. St. Paul, MN.
Limonu, M., Sugiyono, dan F. Kusnandar. (2008). Pengaruh Perlakukan Pendahuluan
Sebelum Pengeringan terhadap Instan Jagung Muda. J. Teknol. dan Industri Pangan
XIX(2):139-148
Osterwalder, A. and Y. Pigneur. 2010. Business Model Generation. John Wiley and Sons,
Inc., New Jersey.
Purnomo H. 1988. Mempelajari pengaruh umur panen dan cara kemas terhadap sifat fisiko
kimia jagung manis (Zea mays saccharata) selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rhismawati. 2012. Nikmatnya Ledok, Diversifikasi Pangan Ala Bali. Bali Antara News
(AntaraNews.com), Denpasar, Bali.
Sugitha, I M., I K. Suter dan I N. Kencana Putra. (2007). Diversifikasi Pangan Berbasis Ubi
jalar, Jagung Dan Sagu Untuk Peningkatan Pendapatan Dan Pemberdayaan Gender di
Bali. Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Udayana, Jimbaran –Bali.
Sugiyono, S.T. Soekarto, P. Hariyadi, dan A. Supriyadi. 2004. Kajian Optimasi Teknologi
Beras Jagung Instan. J. Teknol. dan Industri Pangan XV(2): 119-128
Suter, I K., I M.A. S. Wijaya., I G.N. Agung, N. M. Yusa dan I B. K. Suryawantha. (2007).
Studi Pengembangan Produk Olahan Dari Umbi-umbian Dan Jagung Dalam Rangka
Diversifikasi Pangan. Kerjasama Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali
dengan Pusat Kajian Makanan Tradisional Lembaga Penelitian Universitas Udayana,
Denpasar.
Suter, I.K., I. M. A. S. Wijaya dan N.M. Yusa. (2011). Formulasi Ledok Instan yang
Ditambahkan Ikan Tongkol dan Rumput Laut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan
22(2): 190-196.
29
Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan kerjasama
dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Widowati, S. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis) Dalam
Pengembangan Beras Fungsional untuk Penderita Diabetes Melitus. Disertasi. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widowati, S., R. Nurjanah dan W. Amrinola. 2010. Proses Pembuatan dan Karakterisasi
Nasi Sorgum Instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional, ISBN : 978-979-8940-29-3 S
Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarif AM. 1992. Sifat Fisik Pangan. Direktorat
Jendral dan Pendidikan Tinggi PAU-Pangan dan Gizi. IPB Press, Bogor.
Wijaya, IMAS, Suter, IK, dan NM Yusa. Karakteristik Isotermis sorpsi air dan umur simpan
Ledok Instan. AGRITECH, Vol. 34, No. 1, Februari 2014.
Yoanasari, Q. T. 2003. Pembuatan bubur bayi instan dari pati garut. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian ,IPB, Bogor.
30