Post on 04-Aug-2015
CASE REPORTANEMIA
Oleh: Asih romayanti
Meita putri aldillah
Pembimbing:
Dr. Henny K KoesnaSp.PdDr. Seno M KamilSp.Pd
RSUD SOREANG
2011
I. KETERANGAN UMUM
Nama : Tuan S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 20 tahun
Alamat : Sekarwangi 03/01 Soreang
Pekerjaan : -
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Tgl Masuk RS : 11 Oktober 2011
Tgl Pemeriksaan : 13 Oktober 2011
II. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Perdarahan pada gusi
ANAMNESIS KHUSUS (alloanamnesis)
Pasien mengeluh perdarahan pada gusi dan hidung disertai demam yang hilang timbul
kurang lebih 4 hari. Darah yang keluar dari gusi dan hidung berwarna merah segar encer dan
sulit berhenti. Sebelumnya pasien juga mengeluh sering terjadi perdarahan pada gusi dan hidung
terutama saat pasien bangun tidur. Pasien juga mengeluh jika ada luka maka perdarahan akan
sulit dihentikan, sering ada bintik-bintik merah dibadan, dan mudah memar.keluhan ini sudah
dirasakan pasien kurang lebih 2 tahun terakhir. Terdapat mual tapi tidak disertai dengan muntah.
Buang air besar sedikit berwarna kehitaman, buan air kecil dalam batas normal. Sebelumnya
pasien pernah dirawat inap di rumah sakit dua kali dengan keluhan yang sama. Pasien mengaku
sering sakit gigi karena ada giginya yang bolong.
Riwayat penyakit dahulu :
- Hipertensi tidak ada
- Diabetes melitus tidak ada
- Asma tidak ada
- Penyakit jantung tidak ada
- Pengobatan paru 6 bulan tidak ada
- Hepatiti
III. STATUS PRESEN
KESAN UMUM
a. Keadaan Umum
Kesan sakit : Sakit sedang
Kesadaran : compos metis
Gizi : Cukup
Tinggi badan : 170 cm
Berat Badan : 60 kg
BMI : 2,076
b. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, equal, isi cukup
Pernafasan : 20x/menit, Thorako-abdominal
Suhu : 36,8 oC
PEMERIKSAAN KHUSUS
a. Kepala
1. Rambut : tidak kusam, tidak mudah dicabut
2. Wajah : edema palpebra -/-, malar rash -/-
3. Mata :Konjungtiva Anemis +/+, Injeksi konjungtiva (-), Sklera tidak ikterik
4. Hidung : simetris, sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
5. Mulut : ulkus (-), sianosis perioral (-)
b. Leher :
1. JVP : tidak meningkat
2. KGB : KGB tidak teraba membesar
3. Kaku kuduk : (-)
4. Trakhea : di tengah
5. Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
b. Pemeriksaan Thorax
Thorax depan
Inspeksi :
o Bentuk dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis
o Tidak ada sikatrik, pelebaran atau penyempitan sela iga
o Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi :
o Tidak ada kelainan dinding dada (massa, nyeri tekan, dan krepitasi)
o Teraba pulsasi iktus cordis di ICS V LMCS
o Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
Perkusi :
o Seluruh lapangan paru terdengar sonor
o Batas jantung kanan: ICS V LSD
o Batas jantung kiri : ICS V LMCS
o Batas atas jantung : ICS III kiri LPS
o Batas paru hepar di ICS V kanan.
Auskultasi :
o Vesicular breathing sound dan Vocal Resonance kiri = kanan normal, ronkhi -/-,
wheezing -/-
o BJ S1, S2 normal, S3 (-), S4 (-), Gallop (-), murmur (-)
d. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :
Abdomen datar
Tidak ada kelainan dinding abdomen, tidak ada pelebaran vena
Palpasi :
Abdomen lembut tidak teraba massa
Hepar dan lien tidak teraba membesar
Nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi :
Pada keempat kuandran abdomen terdengar timpani
PS/PP -/-
Ketok CVA -/-
Auskultasi :
Bising usus (+) normal
e. Ekstremitas
Akral teraba hangat, CRT < 2”, edema (-/-), terdapat bintik-bintik merah pada kaki,
Tes rumpled (+) terdapat 4 petekhie
IV. DIAGNOSIS BANDING
Anemia ec ITP (Purpura trombositopenia idiopatik)
Anemia ec DHF grade
V. DIAGNOSIS KERJA (11/10/2011)
Anemia ec ITP ( Purpura trombositopenia idiopatik )
VI. USUL PEMERIKSAAN
Darah rutin: Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit, Trombosit, LED
Sediaan apus darah tepi
Tanggal UsulanPemeriksaan HasilPemeriksaan
11/10/2011 1.Darah rutin:
Hemoglobin, Leukosit,
Thrombosit
2.SADT
Hb: 2,8 g/dL
Ht : 9 %
Leukosit : 3500
Trombosit : 15.000
Eritrosit : hipokrom, aniositosis, normoblast (-)
Leukosit : jumlah tampak berkurang, granula
toksik pada segmen nutrofil (+), tampak sel
limfosit fredominan, tidak ada kelainan
morfologi.
Trombosit : tidak dijumpai kelompok
trombosit, giant trombosit (-)
12/11/2011
Post tranfusi PRC 2
labu
1. Hemoglobin Hb : 5,9 g/dL
13 /11/2011
Post tranfusi PRC 2
labu
1. Darah rutin:
Hemoglobin, Leukosit,
Thrombosit
Hb : 8,0 g/dL
Ht : 24%
Leukosit : 5300 /mm3
Trombosit : 30000 /mm3
14 /11/2011
Post tranfusi PRC 2
labu
1. Darah rutin:
Hemoglobin, Leukosit,
Thrombosit
Hb : 11,2 g/dL
Ht : 34%
Leukosit : 6200 /mm3
Trombosit : 28000 /mm3
15/11/2011 - Trombosit Trombosit : 29.000 /mm3
DIAGNOSIS KERJA (13/10/2011)
Anemia ec ITP ( Purpura trombositopenia idiopatik )
PENATALAKSANAAN
1. IGD
11 – 10 - 2011
Umum
Infus RL 20 gtt/menit
Khusus
cefotaxime 2 x 1g
panloc 1 x 1 vial
kalnex 3 x 1 ampul
paracetamol 3 x 500 mg
Setelah keluar hasil darah rutin dan SADT direncanakan tranfusi sampai Hb > 10 g/dL ,
Hb: 2,8 g/dL
Ht : 9 %
Leukosit : 3500
Trombosit : 15.000
Hasil SADT :
Eritrosit : hipokrom, aniositosis, normoblast (-)
Leukosit : jumlah tampak berkurang, granula toksik pada segmen nutrofil (+), tampak sel limfosit
fredominan, tidak ada kelainan morfologi.
Trombosit : tidak dijumpai kelompok trombosit, giant trombosit (-)
Tranfusi PRC 2 labu pertama.
- Labu pertama mulai jam 17.00 – habis 19.30
- Labu kdua mulai jam 20.00 – habis 01.00
Cek Hb post tranfusi : Hb : 5,9 g/dL
12 – 11 – 2011
Infus RL : 20 gtt/menit
Cefotaxime 2 x 1 gr
Panloc 1 x 1 vial
Kalnex 3 x 1 ampul
Paracetamol 3 x 500 mg
Dexamethason 3 x 2 ampul
Hb terakhir 5,9 g/dL direncanakan tranfusi PRC 2 labu + trombosit 4 U
Lab post tranfusi labu ke 4 :
Hb : 8,0 g/dL
Ht : 24%
Leukosit : 5300 /mm3
Trombosit : 30000 /mm3
2. RUANGAN
13-10-2011
Pasien masih mengeluh mual tapi tidak disertai muntah, demam tidak ada, badan masih
terasa lemas.
Infus RL 20 gtt/menit
cefotaxime 2 x 1gr
kalnex 3 x 1 ampul
paracetamol 3 x 500 mg
omeprazol 1 x 1 tablet
Hb masih 8,0 g/dL , direncanakan tranfusi PRC 2 labu.
Hb post tranfusi :
Hb : 11,2 g/dL
Ht : 34%
Leukosit : 6200 /mm3
Trombosit : 28000 /mm3
14-10-2011
Keluhan sudah tidak ada. Terapi dilanjutkan :
Infus RL 20 gtt/menit
cefotaxime 2 x 1gr
kalnex 3 x 1 ampul
paracetamol 3 x 500 mg
omeprazol 1 x 1 tablet
post tranfusi PRC labu ke lima dan ke enam Hb sudah bagus tetapi trombosit masih
rendah.
Hasil pemeriksaan trombosil ulang tanggal 14-10-2011 : Trombosit : 29.000 /mm3
PEMBAHASAN DAN TINJAUAN PUSTAKA
Anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer.
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar
hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Nilai normal hemoglobin sangat
bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat
tinggal.
Kriteria anemia menurut WHO adalah:
NO KELOMPOK KRITERIA ANEMIA
1. Laki-laki dewasa < 13 g/dl
2. Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl
3. Wanita hamil < 11 g/dl
Pada pasien ini ditemukan konjungtiva terlihat anemis, dan pada pemeriksaan
laboratorium darah rutin ditemukan Hb 2, 2 g/dL, dimana seharusnya pada pasien ini nilai
normal Hb adalah 14-16 g/dL sehingga dapat didiagnosis sebagai anemia. Karena Hb yang
sangat rendah maka pasien ini memerlukan tranfusi segera. Anemia pada pasien ini disebabkan
oleh perdarahan yang sering terjadi pada pasien ini.
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi
didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.
No Morfologi Sel Keterangan Jenis Anemia
1. Anemia makrositik -
normokromik
Bentuk eritrosit yang besar
dengan konsentrasi hemoglobin
yang normal
- Anemia Pernisiosa
- Anemia defisiensi folat
2. Anemia mikrositik -
hipokromik
Bentuk eritrosit yang kecil
dengan konsentrasi hemoglobin
yang menurun
- Anemia defisiensi besi
- Anemia sideroblastik
- Thalasemia
3. Anemia normositik -
normokromik
Penghancuran atau penurunan
jumlah eritrosit tanpa disertai
kelainan bentuk dan konsentrasi
hemoglobin
- Anemia aplastik
- Anemia posthemoragik
- Anemia hemolitik
- Anemia Sickle Cell
- Anemia pada penyakit kronis
Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam :
1. Hipoproliferatif
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini
dapat disebabkan karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
b. Defisiensi besi
c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat, Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi
ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin 1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat
pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi
ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi.
2. Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”, gangguan
morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan
pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditemukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab
dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-
obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent),
dan myelodisplasia.
b. Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditemukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan
hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang
berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme
(misalnya pada anemia sideroblastik)
3. Penurunan waktu hidup sel darah merah
Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua
keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi
secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang
bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi
sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia
defisiensi besi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan SADT ditemukan hasil, Eritrosit : hipokrom, aniositosis,
normoblast (-). Berdasarkan morfologi ini ditemukan eritrodit hipokrom yang berarti mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Anemia pada pasien ini dapat mengarah kepada
anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik. Untuk diagnosis ini yang
lebih tepat adalah anemia akibat kehilangan darah kronik, karena pada pasien ini terdapat riwayat
perdarahan yang sering dan lama kurang lebih 2 tahun.
Berdasarkan etiologinya anemia pada pasien ini masuk kedalam etiologi akibat penurunan waktu
hidup sel darah merah karena anemia jenis ini diakibatkan oleh kehilangan darah dimana pasien ini
terdapat riwayat perdarahan. Gambaran aniositosit menunjukkan terdapat beberapa variasi ukuran
eritrosit yang mungkin ditemukan pada berbagai berbagai anemia.
Pemeriksaan Laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis anemia adalah:
1. Complete Blood Count (CBC)
A. Eritrosit
a. Hemoglobin (N ♀: 12-16 gr/dl ; ♂: 14-18 gr/dl)
b. Hematokrit (N ♀: 37-47% ; ♂: 42-52%)
B. Indeks eritrosit
a. Mean Cell Volume (MCV) = hematokrit x 10
Jumlah eritrosit x 10 6
(N: 82-92)
b. Mean Cell Hemoglobin (MCH) = hemoglobin x 10
Jumlah eritrosit x 10 6
(N: 27-32)
c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = hemoglobin x 10
Hematokrit
(N: 32-36)
Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai
makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa
hemoglobin (hipokromia)
C. Leukosit (N : 4000 – 10.000/mm3)
D. Trombosit (N : 150.000 – 400.000/mm3)
2. Sediaan Apus Darah Tepi
a. Ukuran sel
b. Anisositosis
c. Poikolisitosis
d. Polikromasia
3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%)
4. Persediaan Zat Besi
a. Kadar Fe serum ( N: 9-27µmol/liter )
b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 µmol/liter)
c. Feritin Serum ( N ♀: 30 µmol/liter ; ♂: 100 µmol/liter)
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang
a. Aspirasi
- E/G ratio
- Morfologi sel
- Pewarnaan Fe
b. Biopsi
- Selularitas
- Morfologi
Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan darah rutin yang meliputi hemoglobin, hematokrit,
leukosit dan trombosit dan SADT.
ITP ( idiopatik trombositopenia pupura)
ITP merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan
trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel
akibat adanya autoantibody terhadap trombosit yang biasanya berasal dari immunoglobulin G.
Umumnya pasien datang dengan keluhan bercak-bercak perdarahan pada kulit anggota
gerak berupa petekia, ekimosis atau memar. Kadang-kadang berupa epistaksis, dan perdarahan
gusi atau saluran pencernaan dan saluran kemih. Pada bentuk akut biasanya didahului oleh
infeksi virus 1-6 minggu sebelumnya sedangkan pada bentuk kronik bisa merupakan lanjutan
bentuk akut, atau ditemukan secara kebetulan sewaktu datang berobat dengan keluhan lain. Pada
umumnya gangguan ini didahului oleh penyakit dengan demam ringan 1 – 6 minggu sebelum
timbul gejala. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu akut, kronik dan
kambuhan. Pada mula-mula terdapat gejala diantaranya demam, perdarahan, petekie, purpura
dengan trombositopenia dan anemia
Ada dua bentuk ITP : ITP akut , sering terjadi pada anak-anak (2-8 thn), sembuh dalam
6 bulan; ITP kronik, sering pada orang dewasa, trombositopenik menetap lebih dari 6 bulan,
sebagian besar dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit.
ITP kronik adalah sensitisasi trombosit oleh autoantibodi (biasanya IgG) menyebabkan
disingkirkannya trombosit secara prematur dari sirkulasi oleh makrofag sistem retikuloendotelial,
khususnya limpa. Pada banyak kasus, antibodi tersebut ditujukan terhadap tempat-tempat antigen
pada glikoprotein IIb-IIIa atau kompleks Ib. Masa hidup normal untuk trombosit adalah sekitar 7
hari tetapi pada ITP masa hidup ini memendek menjadi beberapa jam. massa megakariosit total
dan perputaran (turnover) trombosit meningkat secara sejajar menjadi sekitar lima kali normal.
ITP akut paling sering terjadi anak. Pada sekitar 75% pasien, episode tersebut terjadi
setelah vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa. Sebagian besar
kasus terjadi akibat perlekatan respon imun non spesisfik. Remisi spontan lazim terjadi tetapi 5-
10% kasus tersebut menjadi kronis (berlangsung > 6 bulan).Untungnya, angka morbiditas dan
mortalitas pada ITP akut sangat rendah.
Untuk penegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain Hitung
trombosit (<100000/mm3), sediaan hapus darah tepi (megatrombosit sering ditemukan), waktu
perdarahan (memanjang), waktu pembekuan (normal), aspirasi sumsum tulang (peningkatan
megakariosit dan agranuler/tidak mengandung trombosit), pemeriksaan Imunoglobulin (PAIgG).
Pada pasien ini ditemukan tanda perdarahan yang mengacu pada ITP yaitu keluar
darah dari hidung, perdarahan gusi yang sulit berhenti, selain itu juga terdapat bercak-bercak
petekhie pada kaki. Berdasarkan anamnesis pasien ini, juga didapatkan keterangan bahwa jika
terjadi perdarahan maka perdarahan akan sulit untuk berhenti, selain itu pasien juga mudah
memar. Pada pasien ini juga ditemukan BAB berwarna kehitaman yang memungkinkan terdapat
perdarahan saluran cerna. Dari factor resiko kemungkinan disebabkan oleh infeksi, dimana
pada pasien ini didapatkan riwayat gigi bolong. Jenis ITP yang terjadi pada pasien ini
kemungkinan adalah ITP tipe kronik dilihat dari usia pasien yaitu 20 tahun dan trombositopenia
yang menetap lebih dari 6 bulan. Pada pasien ini terdapat riwayat rawat dirumah sakit dengan
keluha yang sama kurang lebih 2 kali dalam 2 tahun terakhir.
Adanya demam pada pasien juga dapat mengarahkan kepada diagnosis pada ITP tetapi
dapat juga didiagnosis banding dengan DHF grade II tetapi dilihat dari riwayat sebelumnya
maka diagnosis lebih mengarah pada ITP.
Pada pemeriksaan laboratorium juga ditemukan hasil trombosi yang sangat rendah
(trombositopenia) hal ini dapat disebabkan karena pada ITP terjadi penghancuran trombosit
secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibody terhadap trombosit yang
biasanya berasal dari immunoglobulin G. trombositopenia pada ITP ini akan menyebabkan
gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vascular factor
koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Pada
pasien ini dilakukan pemeriksaan SADT tp tidak ditemukan megatrombosit, tidak dilakukan
pemeriksaan waktu perdarahan, waktu pembekuan, aspirasi sumsum tulang maupun
pemeriksaan immunoglobulin.
ETIOLOGI ITP
a. Penyebab pasti belum diketahui (idiopatik).
b. Tetapi kemungkinan akibat dari:
Hipersplenisme.
Infeksi virus. : pada kira 70% kasus ada penyakit yang mendahului seperti rubella,
rubeola, atau infeksi saluran napas virus. Jarak waktu antara infeksi dan awitan purpura
rata-rata 2 minggu.
Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil butazon,
diamokkina, sedormid).
Bahan kimia.
Pengaruh fisik (radiasi, panas).
Kekurangan factor pematangan (malnutrisi).
Koagulasi intra vascular diseminata CKID.
Autoimmun.
Penyebab ITP pada pasien ini tidak diketahuin dengan jelas. Pada pasien ini hanya
didapatkan riwayat infeksi pada gigi dikarenakan gigi bolong, maka kemungkinannya adalah
infeksi. Pengunaan obat-obatan dan bahan kimia lain tidak jelas diketahui.
GEJALA KLINIS ITP
Masa prodormal, keletihan, demam dan nyeri abdomen.
Biasanya didahului oleh infeksi bakteri atau virus (misalnya rubella, rubeola,varisela),
atau setelah vaksinasi dengan virus hidup 1-3 minggu sebelum trombositopenia.
Riwayat pemberian obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin.
Riwayat ibu menderita HIV, riwayat keluarga yang menderita trombositopenia atau kelainan
hematologi.
Manifestasi perdarahan seperti ekimosis multipel, petekie, epistaksis dan lain-lain.
Anemia terjadi jika banyak darah yang hilang karena perdarahan.
Hati, limpa dan kelenjar getah bening tidak membesar.
Pada pasien ini ditemukan ditemukan 5 gejala klinis yang mengarah pada ITP yaitu
demam dan nyeri abdomen, ada riwayat infeksi yaitu infeksi gigi, adanya manifestasi
perdarahan yaitu petekhie, epistaksis, perdarahan gusi yang sering, hati, limpa dan kelenjar
getah bening tidak membesar serta adanya anemia akibat terjadinya perdarahan yang banyak.
Hal ini menyokong pada diagnosis ITP.
PENATALAKSANAAN ITP
Medikamentosa
ITP Akut
Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.
Jika trombcosit 30.000-50.000 :berikan prednison atau tidak diterapi.
Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka berikan
kortikosteroid.
Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin per IV.
Bila keadaan gawat, maka berikan transfusi suspensi trombosit.
Transfusi trombosit, Imunoglobulin intravena (1g/kg/hari atau 2-3 hari), Metilprednisolon
(1g/hari atau 3 hari),
ITP Menahun
Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan. Contohnya: prednison 2 – 5 mg/kgBB/hari
peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid berikan immunoglobulin (IV).
Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral.
Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.
Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral.
Immunoglobulin
Preparat Immunoglobulin yang digunakan mengandung lebih dari 95% gamma-globulin
dalam bentuk monomerik. Meskipun kesimpulan akhir mekanisme kerjanya belum terungkap,
tetapi ada beberapa pendapat yang telah dikemukakan yaitu :
Melindungi permukaan trombosit, membungkusnya dengan Immunoglobulin non spesifik,
sehingga PAIgG, antigen spesifik, ataupun antigen-antibodi tidak dapat melekat pada
permukaan trombosit.
Menurunkan produksi PAIgG.
Memblokade Fc reseptor di RES.
Dapat mengatasi penekanan trombopoetik yang disebabkan oleh kortikosteroid apabila
pengobatan konservatif sebelumnya telah menggunakan preparat ini.
Indikasi:
1) PTI kronik atau berulang pada anak.
2) PTI kronik dengan indikasi-kontra splenektomi.
3) Penderita PTI yang telah menjalani splenektomi, ataupun pengobatan konservatif
dimana remisi sempuma tidak tercapai.
4) Sebagai persiapan pra bedah terutama bila sebelumnya didapati perdarahan berat.
Dalam hal ini diberikan ± 3 minggu sebelum splenektomi dilaksanakan.
5) Dapat diberikan pada penderita berobat jalan
Non-Medikamentosa
Splenektomi
1) Mekanisme kerja: Seperti telah diketahui, limpa merupakan salah satu organ pembentuk
PAIgG, dan sebaliknya juga merupakan tempat penghancuran PAIgG tersebut. Dengan
diangkatnya limpa diharapkan pembentukan PAIgG berkurang, dan penghancuran PAIgG
atau trombosit di limpa tidak ada lagi; akibatnya trombosit meningkat, dan permeabilitas
kapiler mengalami perbaikan.
2) Indikasi:
a)PTI kronik yang sedang dan berat
b) PTI kronik yang diobati secara konservatif ternyata gagal mencapai remisi setelah 6-12
bulan, atau mengalami relaps 23 kali dalam setahun, atau tidak memberi respons terhadap
pengobatan konservatif
KOMPLIKASI ITP
Anemia karena perdarahan hebat
Perdarahan otak (intrakranial)
Sepsis pasca splenektomi.
PROGNOSIS ITP
ITP mempunyai prognosis sangat baik. meskipun tanpa terapi, dalam 3 bulan 75% penderita
sembuh sempurna, sebagian besar dalam 8 minggu. Pendarahan spontan berat dan pendarahan
intrakranial penderita biasanya terbatas pada awal fase penyakit ini. Sesudah fase akut,
manifestasi spontan cenderung menurun.