Post on 08-Apr-2016
description
PELAYANAN PRIMA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM BF A K U L T A S K E D O K T E R A N
UNIVERSITAS BRAWIJAYA2014
KELOMPOK 1 :
Nama Anggota Kelompok 1 :
1. Road Falah Filhibri 125070209111039
2. Adriyani Puji Lestari 135070209111004
3. Ni Made Belladona 135070209111008
4. Fajar Mulia Dewi 135070209111012
5. Anita Febrianti 135070209111016
6. Lenny Nurhandayani 135070209111020
7. Indari 135070209111024
8. Festy Adinda 135070209111028
9. Marnia Sulfiana 135070209111032
10. Eka Permata 135070209111036
11. Andi Khoirul Anwar 135070209111040
12. Wilma Nurilla 135070209111048
13. Alfrida Noni 135070209111068
14. Rahman 135070209111077
15. Prima Adi Sanjaya 135070209111083
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia, rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan
kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat
berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan medis, pelayanan
penunjang medis, rehabilitasi medis dan pelayanan keperawatan. Pelayanan
tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat
inap (Herlambang, 2012).
Perkembangan rumah sakit yang terjadi ini memberikan pelayanan tidak
hanya berfokus pada individu pasien, namun juga berkembang untuk keluarga
pasien dan masyarakat umum. Atas dasar sikap tersebut maka rumah sakit
dituntut untuk memberikan pelayanan yang paripurna dan prima terhadap
pelanggan (Herlambang, 2012).
Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional
yang memiliki mutu, kualitas, bersifat efektif, efisien sehingga memberikan
kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan
atau pasien (Jamaludin, 2011).
Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan
pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan
oleh setiap pelayanan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional,
dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek
penting dan wajar dalam setiap transaksi (Jamaludin, 2011).
Pelayanan prima pada dasarnya ditunjukan untuk memberikan kepuasan
kepada pasien. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan
memiliki lima dimensi mutu yang utama yaitu: tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, dan empathy (Bustami, 2011).
Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan mampu dalam memberikan
pelayanan yang berkualitas sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
tersebut dalam upaya peningkatan status kesehatannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pelayanan
Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada
konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan
tidak dapat dimiliki. Sejalan dengan hal tersebut, Normann (1991:14)
menyatakan karakteristik pelayanan sebagai berikut:
a. Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan
sifatnya dengan barang jadi.
b. Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan
merupakan pengaruh yang bersifat tindakan sosial.
c. Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat
dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu
dan tempat yang sama.
Pengertian lebih luas disampaikan Daviddow dan Uttal (Sutopo dan
Suryanto, 2003:9) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang
mempertinggi kepuasan pelanggan. Berdasarkan Keputusan Menteri
Pendayaan Aparatur Negara (Menpan) No. 81 Tahun 1993, pelayanan
yang diberikan oleh instansi pemerintah, termasuk Rumah Sakit
merupakan bentuk pelayanan pemerintah dalam rangka pemenuhan
kebutuhan “kesehatan” bagi masyarakat, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Kepmenpan No. 81 Tahun 1993).
2.2 Definisi Pelayanan Prima
Pelayanan prima merupakan suatu bentuk pelayanan yang tak
terlepas dari bagaimana suatu organisasi meningkatkan dan menjaga mutu
dalam melayani pelanggan/customer. Pelayanan prima merupakan hasil
dari membuat peningkatan pelayanan yang terus-menerus menjadi sukses.
Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ” excellent service ”
yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut
sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang
berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan. Hakekat pelayanan publik
adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan
perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Agenda perilaku pelayanan sektor publik (SESPANAS LAN dalam
Nurhasyim, 2004:16) menyatakan bahwa pelayanan prima adalah:
a. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau
pengguna jasa.
b. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.
c. Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar.
Sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat
diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan
standar dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.
d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal
dan internal.
Sedangkan menurut Budi Ana Keliat (2008) pelayanan prima adalah
pelayanan yang profesional, cepat, bersih, ramah dan pelayanan yang
memberikan kepuasan dan kesembuhan bagi pasien. Untuk menuju
pelayanan prima dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, meliputi
ruangan, alat kesehatan utama, alat diagnostik dan alat penunjang
diagnostic serta alat kesehatan untuk suatu tindakan medis. Disamping itu
juga tidak kalah pentingnya sumber daya manusia yang memenuhi syarat,
baik kualitas maupun kuantitas. Petugas yang mempunyai pengetahuan
yang tinggi, ketrampilan yang handal dan tingkah laku yang baik
(Cokroaminoto, 2006).
Pelayanan prima pada dasarnya ditujukan untuk memberikan
kepuasan kepada pasien. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit
harus berkualitas dan memenuhi lima dimensi mutu utama yaitu: tangibles,
reliability, responsivness, assurance dan emphaty (Fahriadi, 2007).
Pelayanan Prima sebagaimana tuntutan pelayanan yang
memuaskan pelanggan atau masyarakat memerlukan persyaratan bahwa
setiap pemberi layanan yang memiliki kualitas kompetensi yang
profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi
sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.
Pelayanan kesehatan prima adalah pelayanan kesehatan meliputi
pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu, kualitas, bersifat
efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan
keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien.
Hakekat dasar dari pelayaan kesehatan adalah memenuhi
kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan yang
apabila berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (client satisfaction)
terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Jadi menurut penulis pelayanan prima adalah pelayanan yang
profesional, cepat, bersih, ramah dan pelayanan yang memberikan
kepuasan dan kesembuhan bagi pasien dengan menggunakan sarana
prasarana yang memadai termasuk petugas yang mempunyai
pengetahuan yang tinggi, ketrampilan yang handal dan tingkah laku yang
baik dan bekerja sesuai standar yang ada.
2.3 Tujuan Service Excellent
Tujuan dari pelayan prima adalah memberikan kepuasan kepada
konsumen (masyarakat) sesuai dengan keinginan mereka. Untuk mencapai
tingkat kepuasan itu, diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan atau keinginan konsumen, Zeithami at al. (1990).
2.4 Faktor-Faktor Pelayanan Prima
Pengembangan budaya pelayanan keperawatan prima dalam
Gultom (2006), mengembangkan pelayanan keperawatan prima dengan
menyelaraskan faktor-faktor yaitu :
a. Kemampuan (Ability)
Kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan yang mutlak
diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi
kemampuan dalam bidang keperawatan yang ditekuni, melaksanakan
komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, membina hubungan
dengan tenaga kesehatan lain.
Perawat harus mempunyai pengetahuan dan wawasan luas,
terlebih lagi pada saat ini ketika perawat dituntut untuk menjadi seorang
profesional. Pengetahuan dan wawasan yang dimaksud bukan hanya
sebatas bidang keperawatan, tapi menyeluruh. Pengetahuan yang luas dari
perawat sangat berguna untuk memberikan pelayanan keperawatan yang
profesional. Menurut Utama (1999), keterampilan merupakan kemampuan
untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar.
Seorang perawat dikatakan terampil apabila telah dapat
memberikan pelayanan keperawatan dengan baik dan benar. Baik dan
benarnya perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan mengacu
pada dasar pendidikannya dan standar keperawatan, akan tetapi
keterampilan seorang perawat bukan hanya tergantung dari tingginya
pendidikan yang diterimanya namun pengalaman dalam melakukan
pelayanan keperawatan juga sangat berpengaruh (Zulkifli, 1999).
b. Sikap (Attitude)
Sikap adalah perilaku yang harus ditonjolkan perawat ketika
menghadapi pasien. Memberikan asuhan keperawatan, perawat
menggunakan keahlian, kata-kata yang lembut,sentuhan, memberikan
harapan, selalu berada disamping pasien dan bersikap sebagai media
pemberi asuhan. Sikap ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan
niat baik. Adapun sikap-sikap dalam pelayanan prima adalah semangat,
memakai cara yang baik, pro-aktif, positif, penuh kesabaran, tidak
mengada-ada, dan tepat waktu.
Memberikan pelayanan kesehatan, sikap tersebut harus dimiliki
oleh seorang perawat karena sikap perawat juga sangat berpengaruh
terhadap kepuasan pasien. Sikap perawat yang baik dan ramah dapat
menimbulkan rasa simpati pasien terhadap perawat.
c. Penampilan (Appearance)
Penampilan perawat adalah penampilan baik berupa fisik maupun
nonfisik yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari
pihak lain. Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama
yang diperhatikan selama komuniksi interpersonal. Kesan pertama timbul
dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. 84% dari kesan terhadap
seseorang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter
dan Perry, 1993)
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan
kepribadiaan, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri.
Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan cita
diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat dapat
mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan atau asuhan
keperawatan yang diterima, karena tiap pasien mempunyai citra
bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Penampilan tidak
sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat tetapi mungkin akan
lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap pasien jika
perawat tidak memenuhi citra pasien.
d. Perhatian ( Attention)
Perhatian adalah kepedulian penuh terhadap pasien, baik yang
berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pasien
maupun pemahaman atas saran dan kritik. Perhatian yang diberikan
perawat, terutama ketika pasien sendiri dan merasa menjadi beban bagi
orang lain, adalah sangat berguna untuk mempercepat proses
penyembuhan.
Penyakit yang diderita oleh pasien terjadi bukan hanya kelemahan
fisiknya, tetapi dapat juga terjadi karena adanya gangguan pada
kejiwaannya. Sikap yang baik terutama perhatian yang diberikan oleh
perawat kepada pasien, diyakini dapat mempercepat proses
penyembuhan kejiwaannya sehingga dengan sembuhnya kejiwaan maka
dapat mempengaruhi kesembuhan fisiknya.
e. Tindakan (Action)
Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan
dalam memberikan layanan kepada pasien. Layanan ini sebaiknya
berlandaskan ilmu pengetahuan, prinsip dari teori keperawatan serta
penampilan dan sikap serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangan
yang diemban kepada perawat tersebut. Apabila perawat terampil dalam
memberikan tindakan keperawatan, maka secara otomatis pasien juga
akan merasakan kepuasan dari tindakan yang diberikan perawat tersebut.
Hal ini teradi karena perawat yang terampil dapat menimbulkan rasa
aman dan nyaman bagi pasien saat melakukan suatu tindakan.
Tindakan perawat yang sesuai dengan standar keperawatan dapat
menjamin bahwa asuhan keperawatan yang diberikan juga berkualitas.
Tindakan yang baik dalam memberikan pelayanan menurut De Vriye, et
al. adalah :
1) Self Esteem : Penghargaan terhadap diri sendiri, dengan pandai
menghargai dirinya sendiri, seorang karyawan akan berpikiran dan
bertindak positif terhadap orang lain, sehingga pandai menghargai
pelanggan dengan baik. Dengan demikian pelayanan bukan
menundukkan diri.
2) Exceed Expectations (melampaui harapan) : Memberikan
pelayanan dengan melebihi apa yang diharapkan pelanggan
(mematuhi dan melebihi standar) secara konsisten.
3) Ricovery (pembenahan) : Adanya keluhan pelanggan jangan
dianggap sebagai suatu beban masalah namun suatu peluang
untuk memperbaiki atau meningkatkan diri. Apa masalahnya,
dengarkan pelanggan, kumpulkan data, bagaimana pemenuhan
standarnya.
4) Vision (visi) : Pelayanan yang prima berkaitan erat dengan visi
organisasi. Dengan budaya kerja atau budaya organisasi
(Corporate Culture) atau Budaya mutu (Quality Culture) dalam
pelayanan prima, visi, impian akan dapat diwujudkan sepenuhnya
seperti yang diharapkan.
5) Improve (Perbaikan atau peningkatan) : Peningkatan mutu
pelayanan secara terus menerus (Continous Improvement) dalam
memberikan kepuasan kepada pelanggan agar tidak ditinggalkan
karena para pesaing ingin berusaha meningkatkan diri untuk
menarik hati pelanggan. Meningkatkan diri dapat dengan
pendidikan dan latihan sebagai modal, membuat standar
pelayanan lebih tinggi, menyesuaikan tuntutan lingkungan dan
pelanggan, dan merencanakan pelayanan yang baik bersama
karyawan sejak awal.
6) Care (perhatian) : Perhatian atau perlakuan terhadap pelanggan
dengan baik dan tulus. Memenuhi kebutuhannya,
memperlakukannya dengan baik, menjaga dan memenuhi standar
mutu sesuai dengan standar ukuran yang diharapkan.
7) Empower (Pemberdayaan) : Memberdayakan agar karyawan
mampu bertanggung jawab dan tanggap terhadap persoalan dan
tugasnya dalam upaya peningkatan pelayanan yang bermutu.
f. Tanggung jawab (Accountability)
Tanggung jawab adalah suatu sikap keberpihakan kepada pasien
sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan
kerugian atau ketidakpuasan pasien. Perawat merupakan salah satu
profesi yang berhubungan dan berinteraksi langsung dengan pasien, baik
itu klien sebagai individu, keluarga maupun masyarakat, oleh karena itu
dalam memberikan asuhan keperawatannya perawat dituntut untuk
memahami dan berprilaku sesuai dengan etika keperawatan.
Agar seorang perawat dapat bertanggung jawab dan bertanggung
gugat maka perawat harus memegang teguh nilai-nilai yang mendasari
praktik keperawatan itu sendiri yaitu : perawat membantu pasien untuk
mencapai tingkat kesehatan optimum, perawat membantu meningkatkan
autonomi pasien mengekspresikan kebutuhannya, perawat mendukung
martabat kemanusiaan dan berperilaku sebagai advokat bagi pasien,
perawat menjaga kerahasiaan pasien, beriorentasi pada akuntabilitas
perawat, dan perawat bekerja dalam lingkungan yang kompeten, etik, dan
aman (CAN,2001).
2.5 Prinsip Pelayanan Prima Dibidang Kesehatan:
1. Mengutamakan pelanggan
Pelanggan (pasien), sebenarnya adalah pemilik dari pelayanan
yang diberikan di Rumah Sakit. Tanpa pelanggan pelayanan tidak
pernah ada, dan pelanggan memiliki kekuatan untuk menghentikan
atau meneruskan pelayanan itu. Mengutamakan Pelanggan diartikan
sebagai berikut:
a. Prosedur pelayanan seharusnya disusun demi kemudahan dan
kenyamanan pelanggan (pasien), bukan untuk memperlancar
pekerjaan petugas Rumah Sakit.
b. Jika pelayanan ada pelanggan internal dan pelanggan external,
maka harus ada prosedur yang berbeda dan terpisah
keduanya. Pelayanan bagi pelanggan external harus
diutamakan dari pada pelanggan internal.
c. Jika pelayanan memiliki pelanggan tak langsung selain
langsung, maka dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai
untuk keduanya. Pelayanan bagi pelayan tak langsung perlu
lebih diutamakan.
2. Sistem yang efektif
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang
nyata, yaitu tatanan yg memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai
unit dalam organisasi Rumah Sakit. Jika perpaduan itu cukup baik,
pelanggan (pasien) tidak merasakan bahwa mereka telah
berhadapan dengan beberapa unit yang berbeda. Dari segi design
pengembangan, setiap pelayanan selayaknya memiliki prosedur
yang memungkinkan perpaduan hasil kerja dapat mencapai batas
maximum.
Pelayanan juga perlu dilihat sebagai sebuah system lunak
(soft system), yaitu sebuah tatanan yang mempertemukan manusia
yang Satu dengan yang lain. Pertemuan itu tentu melibatkan
sentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan, harga
diri, nilai, sikap dan perilaku. Agar kita dapat merebut hati
konsumen, proses pelayanan sebagai “soft system” harus berjalan
efektif, artinya mampu mengungkit munculnya kebanggaan pada
diri petugas dan membentuk citra positif di mata pelanggan.
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang
nyata, yaitu tatanan yg memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai
unit dalam organisasi Rumah Sakit. Jika perpaduan itu cukup baik,
pelanggan (pasien) tidak merasakan bahwa mereka telah
berhadapan dengan beberapa unit yang berbeda. Dari segi design
pengembangan, setiap pelayanan selayaknya memiliki prosedur
yang memungkinkan perpaduan hasil kerja dapat mencapai batas
maximum.
Pelayanan juga perlu dilihat sebagai sebuah system lunak
(soft system), yaitu sebuah tatanan yang mempertemukan manusia
yang Satu dengan yang lain. Pertemuan itu tentu melibatkan
sentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan, harga
diri, nilai, sikap dan perilaku. Agar kita dapat merebut hati
konsumen, proses pelayanan sebagai “soft system” harus berjalan
efektif, artinya mampu mengungkit munculnya kebanggaan pada
diri petugas dan membentuk citra positif di mata pelanggan.
3 Melayani dengan hati nurani
a) Semangat sebagai abdi Tuhan.
Ketika kita melayani orang lain sebenarnya kita sedang
melayani para utusan Tuhan yang dikirimkan secara khusus ke
rumah sakit kita. Kita akan melayani mereka dengan penuh cinta
kasih bila kita merasa sebagai hamba yang dikasihiNya, tanpa
merasa kita sebagai hamba yang dikasihi Allah maka mustahil kita
mampu mengasihi orang lain
b) Semangat tanpa pamrih.
Ketika melayani, kita harus memberikannya secara tulus.
Jangan melayani karena ada motif-motif tertentu. Memperoleh
keuntungan materi, biar lebih dikenal orang atau keinginan
menonjolkan diri. Jadi, ketika ada orang yang sedang membutuhkan
sesuatu, kita berusaha melayani orang tersebut dengan penuh
keikhlasan sebisa kita, bukan semau kita.
c) Semangat tidak pilih-pilih.
Pelayanan yang baik diberikan untuk semua orang tanpa
memandang tingkat ekonomi, jabatan, suku, agama atau jenis
kelamin. Kita juga diharapkan tidak pilih-pilih terhadap pelayanan
yang kita lakukan. Meski pelayanan itu bukan yang disukai tetapi kita
tetap mengerjakannya dengan senang hati.
d) Semangat memberi
Melayani berarti memberikan sesuatu bukan mendapatkan
sesuatu. Jangan pernah berpikir, kita akan mendapat apa dari
pelayanan yang kita berikan lebih-lebih berharap keuntungan. Sebab
jika demikian yang terjadi, kita hanyalah pedagang, yang selalu
menghitung untung dan rugi.
4 Perbaikan berkelanjutan pemberdayaan pelanggan
Konsumen juga pada hakikatnya belajar mengenali kebutuhan
dirinya dari proses pelayanan petugas Rumah Sakit. Berdasarkan
catatan petugas Rumah Sakit, semakin baik mutu pelayanan yang
diberikan, kadang-kadang akan menghasilkan konsumen yang
semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya yang semakin
tinggi dan meluas.
5 . Memberdayakan Pelanggan
Memberdayakan pelanggan berarti menawarkan jenis-jenis
layanan yang dapat digunakan sebagai sumber daya atau perangkat
tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya
sehari-hari. Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki peran yang sama
penting dalam menciptakan citra keprimaan dari seluruh rangkaian
proses pelayanan.
6 Pelayanan Menurut Prioritas Pengembangan
Para petugas Rumah Sakit semuanya sudah memahami bahwa
memuaskan pelanggan memang tidak mudah, dan untuk merebut hati
pelanggan perlu melakukan pengembangan dengan menambah
beberapa jenis layanan baru yang lebih menarik. Hanya saja
pengembangan itu perlu terencana dengan baik agar diperoleh hasil
yang optimum. Pelayanan memiliki tingkat-tingkat prioritas
pengembangan sebagai berikut:
a) Pelayanan utama
Jenis pelayanan yang memiliki prioritas tertinggi, yaitu yang
langsung berkaitan dengan upaya pencapaian visi dan misi
organisasi. Sebagai contoh fungsi ruang inap Rumah Sakit, jenis
pelayanan utamanya adalah menyediakan kamar-kamar inap
untuk pasien rawat inap.
b) Pelayanan pendukung
Jenis pelayanan prioritas kedua, yaitu yang dibutuhkan ketika
sedang memanfaatkan pelayanan utama. Di Rumah Sakit
pelayanan semacam ini meliputi kantin/cafe, saluran telepon,
internet. Peranan pelayanan pendukung ini dirasakan sangat
penting, karena pelayanan utama tidak dapat berfungsi dengan
baik tanpa pelayanan pendukung.
c) Pelayanan tambahan
Jenis pelayanan yang memiliki prioritas paling rendah, yaitu yang
mungkin dibutuhkan pelanggan pada saat mereka sedang
memanfaatkan pelayanan utama atau pendukung. Pelayanan ini
meliputi mushalla, kios surat kabar/majalah, kios buah-buahan,
dan sebagainya. Tanpa adanya pelayanan tambahan, pelayanan
utama/pendukung masih dapat berjalan dengan baik, namun
dengan adanya pelayanan tambahan akan menjadi nilai tambah
bagi kondisi pelayanan secara umum
2.6 Unsur-unsur Service Excellent
Unsur-unsur melayani prima, sesuai keputusan Menpan No. 81/1993, yaitu:
1. Kesederhanaan
2. Kejelasan dan kepastian
3. Keamanan
4. Keterbukaan
5. Efisien
6. Ekonomis
7. Keadilan yang merata
2.7 Dimensi Kualitas Pelayanan Prima
1. Kehandalan (Reliability)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan secara
akurat
2. Kepercayaan (Assurance)
Pengetahuan dan keramahan dari staf serta kemampuan untuk
menumbuhkan kepercayaan
3. Penampilan (Tangible)
Fasilitas fisik, peralatan dan tampilan dari staf
4. Empati (Empathy)
Perhatian secara pribadi yang diberikan kepada customernya
5. Ketanggapan (Responsiveness)
Kemauan untuk menolong customer dan memberikan service yang
tepat waktu
2.8 Tahapan Service Excellent
Proses pelayanan di Rumah sakit bukan saja meliputi kegiatan-
kegiatan pada saat pasien bertatap muka secara langsung dengan petugas
pelayanan (perawat dan dokter).
Pelayanan prima adalah pelayanan paripurna, sebelum petugas
bertatap muka dengan pasien mereka harus mempersiapkan banyak hal,
seperti menata ruangan, menyiapkan bahan dan peralatan, menyiapkan
arsip/record pasien. Setelah selesai tatap muka dengan pelanggan,
petugas masih harus berbenah, merekam data pelayanan, menyusun
laporan, menyimpan arsip, mengganti peralatan, dll.
Dengan demikian, berdasarkan tahapan pelayanan, pelayanan di
Rumah Sakit dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Pelayanan pratransaksi: kegiatan pelayanan sebelum melakukan
tatap muka dengan dokter/perawat;
2. Pelayanan saat transaksi: kegiatan pelayanan pada saat tatap muka
dengan dokter/perawat;
3. Pelayanan Pasca Transaksi: kegiatan pelayanan sesudah tatap muka
dengan dokter/perawat.
Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki peran yang sama penting
dalam menciptakan citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses
pelayanan.
2.9 Pelayanan Prima Bidang Kesehatan Berdasarkan Peraturan
Perundangan
Berdasarkan instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.828/MENKES/VII/1999 tentang Pelaksanaan Pelayanan Prima Bidang
Kesehatan, dijelaskan bahwa berdasarkan aspek – aspek kesederhanaan,
kejelasan, kepribadian, keamanan, efisiensi, ekonomis, keadilan, ketepatan
waktu, kebersihan, kinerja dan juga sikap perilaku, maka pelaksanaan
pelayanan prima bidang kesehatan perlu memperhatikan hal – hal sebagai
berikut :
1. Mengupayakan paparan yang jelas melalui papan informasi atau
petunjuk yang mudah dipahami dan diperoleh pada setiap tempat /
lokasi pelayanan sesuai dengan kepentingannya menyangkut
prosedur / tata cara pelayanan, pendaftaran, pengambilan sample
atau hasil pemeriksaan, biaya / tarif pelayanan serta jadwal / waktu
pelayanan.
2. Setiap aturan tentang prosedur / tata cara / petunjuk seperti yang
tersebut diatas harus dilaksanakan secara tepat, konsisten,
konsekuen sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang
berlaku.
3. Hak dan kewajiban pemberi atau penerima pelayanan diatur secara
jelas setiap persyaratan yang diwajibkan dalam rangka menerima
pelayanan harus mudah diperoleh dan berkaitan langsung dengan
kepentingan pelayanan serta tidak menambah beban masyarakat
penerima pelayanan.
4. Tersedia loket informasi dan kotak saran bagi penerima pelayanan
yang mudah dilihat / dijumpai pada setiap tempat pelayanan. Saran
yang masuk harus selalu dipantau dan dievaluasi, bila perlu diberi
tanggapan atau tindak lanjut dalam rangka upaya perbaikan dan
peningkatan mutu pelayanan.
5. Penanganan proses pelayanan sedapat mungkin dilakukan oleh
petugas yang berwenang atau kompeten, mampu terampil dan
professional sesuai spesifikasi tugasnya. Setiap pelaksanaan
pemberian pelayanan dan hasilnya harus dapat menjamin
perlindungan hukum dan dapat dijadikan alat bukti yang sah.
6. Selalu diupayakan untuk menciptakan pola pelayanan yang tepat
sesuai dengan sifat dan jenis pelayanan yang bersangkutan dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaannya.
7. Biaya atau tarif pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan
memperhitungkan kemampuan masyarakat. Hendaknya diupayakan
untuk mengatur mekanisme pungutan biaya yang memudahkan
pembayarannya dan tidak menimbulkan biaya tinggi. Pengendalian
dan pengawasan pelaksanaannya harus dilaksanakan dengan
cermat, sehingga tidak terdapat titipan pungutan oleh instansi lain.
8. Pemberian pelayanan dilakukan secara tertib, teratur dan adil, tidak
membedakan status sosial masyarakat. Cakupan / jangkauan
pelayanan diupayakan seluas mungkin dengan distribusi yang
merata.
9. Kebersihan dan sanitasi lingkungan tempat dan fasilitas pelayanan
harus selalu dijamin melalui pelaksanaan pembersihan secara rutin
dan penyediaan fasilitas pembuangan sampah / kotoran secukupnya
sesuai dengan kepentingannya.
10. Selalu diupayakan agar petugas memberikan pelayanan dengan
sikap ramah dan sopan serta berupaya meningkatkan kinerja
pelayanan secara optimal dengan kemampuan pelayanan yang
tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup.
2.10 Prinsip Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM)
adalah suatu pendekatan manajemen yang merupakan suatu sistem yang
terstruktur untuk menciptakan partisipasi menyeluruh (total participation)
diseluruh jajaran organisasi dalam merencanakan dan menetapkan proses
peningkatan yang berkesinambungan untuk memenuhi harapan
pelanggan.
Manajemen mutu terpadu berfokus pada peningkatan proses dengan
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Setiap orang terlibat dalam menentukan, memahami, dan
meningkatkan secara terus-menerus proses yang di bawah kendali
dan tanggung jawabnya.
2. Setiap orang memiliki komitmen untuk memuaskan pelanggan.
3. Peningkatan mutu dengan menggunakan pendekatan ilmiah dengan
data yang valid, statistik, dan melibatkan semua orang.
4. Adanya pemahaman atas sifat-sifat variasi.
5. Kerja sama tim dalam berbagai bentuk, baik part time atau full time.
6. Ada komitmen untuk mengembangkan karyawan melalui pelibatan
dalam pengambilan keputusan.
7. Mendorong dan mewujudkan partisipasi setiap orang.
8. Adanya program pelatihan dan pendidikan dan dipandang sebagai
investasi.
2.11 Strategi Peningkatan Mutu Pelayanan
Peningkatan mutu pelayanan adalah proses menggerakkan
organisasi mencapai pelayanan yang bermutu untuk mencapai pelayanan
prima. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan untuk
mencapai pelayanan prima melalui peningkatan mutu pelayanan yaitu
sebagai berikut :
1. Pelanggan dan harapannya
Harapan pelanggan mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan.
Organisasi pelayanan kesehatan mempunyai banyak pelanggan
potensial. Harapan mereka harus diidentifikasi dan diprioritaskan lalu
membuat kriteria untuk menilai kesuksesan.
2. Perbaikan kinerja
Bila harapan pelanggan telah diidentifikasi, langkah selanjutnya
adalah mengidentifikasi dan melaksanakan kinerja staf dan dokter
untuk mencapai konseling, adanya pengakuan, dan pemberian
reward.
3. Proses perbaikan
Melibatkan staff dalam proses pelayanan, maka dapat diidentifikasi
masalah proses yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan,
mendiagnosis penyebab, mengidentifikasi, dan menguji pemecahan
atau perbaikan.
4. Budaya yang mendukung perbaikan terus-menerus
Mencapai pelayanan prima diperlukan organisasi yang tertib. Itulah
sebabnya perlu untuk memperkuat budaya organisasi sehingga dapat
mendukung peningkatan mutu. Untuk melakukannya, harus sejalan
dengan dorongan peningkatan mutu pelayanan terus-menerus.
2.12 Sistem dan Mekanisme Peningkatan Mutu Pelayanan Terus-menerus
Untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan yang terus-
menerus, pilar utamanya terdiri atas hal-hal berikut :
1. Visi manajemen dan komitmen
Nilai organisasi dan komitmen dari semua level sangat diperlukan.
2. Tanggung jawab
Agar setiap orang bertanggung jawab, maka perlu standar yang kuat.
3. Pengukuran umpan balik
Perlu dibuat sistem evaluasi sehingga dapat mengukur apakah kita
mempunyai informasi yang cukup.
4. Pemecahan masalah dan proses perbaikan
Ketepatan waktu, pengorganisasian sistem yang efektif untuk
menyelesaikan keluhan, dan masalah sistem memerlukan proses
perbaikan dalam upaya meningkatkan kepuasan pelanggan.
5. Komunikasi
Perlu ada mekanisme komunikasi yang jelas, jika tidak ada informasi
maka petugas atau staf merasa diabaikan dan tidak dihargai.
6. Pengembangan staf dan pelatihan
Pengembangan staf dan pelatihan berhubungan dengan
pengembangan sumber daya yang dapat mempengaruhi
kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan.
7. Keterlibatan tim kesehatan
Perlu keterlibatan tim kesehatan agar mereka terlibat dan berperan
serta dalam strategi organisasi.
8. Penghargaan dan pengakuan
Sebagai bagian dari strategi, perlu memberikan penghargaan dan
pengakuan kepada visi pelayanan dan nilai sehingga individu
maupun tim mendapat insentif untuk melakukan pekerjaan dengan
baik.
9. Keterlibatan dan pemberdayaan staf
Staf yang terlibat adalah staf yang mempunyai keterikatan dan
tanggung jawab.
10. Mengingatkan kembali dan pemberdayaan
Petugas harus diingatkan tentang prioritas pelayanan yang harus
diberikan.
Mekanisme peningkatan mutu pelayanan menurut Trilogi Juran
adalah sebagai berikut :
1. Quality Planning
a) Menentukan pelanggan;
b) Menentukan kebutuhan pelanggan;
c) Mengembangkan gambaran produk sesuai dengan kebutuhan
pelanggan;
d) Mengembangkan proses yang mampu menghasilkan produk
sesuai dengan gambaran produk;
e) Mentransfer rencana menjadi kebutuhan pelaksanaan.
2. Quality Control
a) Mengevaluasi kinerja produk saat ini;
b) Membandingkan kinerja sesungguhnya dengan tujuan produk;
c) Melaksanakan/memperbaiki perbedaan.
3. Quality Improvement
a) Mengembangkan infrastruktur;
b) Mengidentifikasi peningkatan mutu;
c) Membentuk tim mutu;
d) Menyiapkan tim dengan sumber daya dan pelatihan serta motivasi
untuk mendiagnosis penyebab, menstimulasi perbaikan, dan
mengembangkan pengawasan untuk mempertahankan
peningkatan.
2.13 Ukuran Mutu Pelayanan Kesehatan
Pemberi pelayanan adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang
melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan, sedangkan penerima
pelayanan adalah orang atau badan hukum yang menerima pelayanan dari
instansi pemerintah. Karakteristik pelayanan umum menurut SK Menpan
No 81/1993 mengandung unsur kesederhanaan, efisiensi, ekonomis,
keadilan, serta ketepatan waktu.
Pelayanan kesehatan dibagi menjadi tiga elemen dasar mutu yaitu:
1) Layanan teknik (technical care) yaitu penerapan ilmu dan teknis
bagi kedokteran atau ilmu kesehatan lainnya ke dalam
penanganan masalah kesehatan
2) Layanan interpersonal (interpersonal care) yaitu manajemen
interaksi sosial dan psikososial antara pasien dan praktisi
kesehatan lainnya, misalnya dokter dan perawat
3) Kenyamanan (amenities) yaitu menggambarkan berbagai
kondisi seperti ruang tunggu yang menyenangkan, ruang
periksa yang nyaman, dan lain-lain.
Sampai saat ini, telah ditawarkan berbagai ukuran mutu pelayanan
dengan penilaian yang saling berbeda, serta pengukuran yang beraneka
ragam. Menurut Lembaga Administrasi Negara terdapat beberapa
kesamaan ukuran mutu pelayanan yang sering dijumpai diberbagai kajian,
yaitu :
1) Proses pelayanan dilaksanakan sesuai prosedur,
2) Petugas pelayanan memiliki kompetensi yang diperlukan,
3) Tidak bertentangan dengan kode etik,
4) Pelaksanaan pelayanan dapat memuaskan pelanggan dan petugas
pelayanan,
5) Pelayanan mendatangkan keuntungan bagi lembaga penyedia
layanan.
2.14 Indikator Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan
Pendekatan dalam pelaksanaan evaluasi menggunakan pendekatan
yang lazim dipakai pendekatan struktur/input, proses dan hasil (output)
1. Pendekatan struktur/input adalah berfokus pada sistem yang
dipersiapkan dalam organisasi dari manajemen termasuk komitmen,
dan stakeholder lainnya, prosedur serta kebijakan sarana dan
prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan.
2. Pendekatan proses adalah semua metode dengan cara begaimana
pelayanan dilaksanakan.
3. Hasil (output) adalah hasil pelaksanaan kegiatan. Output adalah hasil
yang dicapai dalam jangka pendek, misalnya akhir dari kegiatan
pemasangan infuse, sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi
setelah kegiatan jangka pendek misalnya phlebitis setelah 3x24 jam
pemasangan infuse.
4. Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji antara lain berdasarkan
tingkat pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat
dan tingkat efisiensi institusi sarana kesehatan. Berikut indikator yang
dapat digunakan untuk melakukan penilaian mutu pelayanan
kesehatan.
a. Indikator yang mengacu pada aspek medis
1) Angka infeksi nosokomial (1-2%)
2) Angka kematian kasar (3-4%)
3) Post Operative Death Rate/PODR (1%)
4) Post Operative Infection Rate/POIR (1%)
5) Kematian bayi baru lahir (2%)
6) Kematian ibu melahirkan (1-2%)
7) Kematian pascabedah (1-2%)
b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi rumah
sakit
1) Unit cost rawat jalan
2) Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
3) Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
4) BOR 70-85%
5) Turn Over Interval (TOI) 1-3 hari TT yang kosong
6) Bed Turn Over (BTO) 5-45 hari atau 40-50 kali/1 TT/tahun
7) Averange Length of Stay (ALOS) 7-10 hari
c. Indikator mutu mengacu pada keselamatan pasien
1) Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2) Pasien diberikan obat yang salah
3) Tidak ada obat/alat darurat
4) Tidak ada oksigen
5) Tidak ada alat pemadam kebakaran
6) Pemakaian air, listrik, gas, obat terbatas dan sebagainya
d. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien
1) Jumlah keluhan pasien/keluarga
2) Surat pembaca
3) Jumlah surat kaleng
4) Surat yang masuk di kotak saran
2.15 Dimensi Mutu Yang Digunakan Untuk Mengevaluasi Mutu Pelayanan
Mutu suatu organisasi pemberi pelayanan sangat sulit diukur dan
lebih bersifat subjektif sehingga aspek mutu menggunakan beberapa
dimensi/karakteristik sebagai berikut :
1. Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima
dengan pemberi jasa
2. Credibility, kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa
3. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan
4. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada
penerima jasa atau pemahaman pemberi jasa terhadap kebutuhan
dengan harapan pemakai jasa
5. Tangible, yaitu bahwa dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan harus diukur atau dibuat standarnya
6. Reliability, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan
pemberi jasa
7. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan
dan harapan penerima jasa
8. Competence, yaitu kemampuan atau keterampilan pemberi jasa yang
dibutuhkan setiap orang dalam perusahaan untuk memberikan
jasanya kepeda penerimaan jasa
9. Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi olrh pihak
pelanggan
10. Courtessy, yaitu kesopanan, aspek perhatian, dan kesamaan dalam
hubungan personel
2.16 Penjaminan Mutu
Penjamin mutu merupakan proses yang berulang dalam
menyelesaikan masalah berdasarkan kemampuan dengan langkah-
langkah : identifikasi masalah berdasarkan analisis situasi yang dilakukan,
baik data primer (survey) maupun data sekunder; pengukuran hasil
pelayanan kesehatan yang dicapai; membandingkan dengan standar yang
berlaku, mengidentifikasi maslaah yang terjadi; mengkaji penyebab
potensial secara sistematik dan logis; serta melakukan tindakan perbaikan
yang dapat dilakukan.
Langkah-langkah dalam pengembangan penjaminan mutu sebagai berikut :
1. Membangun kesepakatan (Concensus Building)
Pemberian wawasan dengan mengadakan seminar semacam “quality
assurance awareness” kepada pimpinan/manajer program agar
mereka mempunyai pengertian yang sama tentang konsep
penjaminan mutu dan mereka bersepakat dalam untuk mau
melaksanakan penjaminan mutu dengan baik.
2. Membangun kapasitas (Capacity Building)
Mengupayakan para manajer dan pelaksanan program mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk melaksanakan
standar (prosedur tetap) yang sudah ditetapkan.
3. Pelembagaan (Institutionalization)
Pelayanan bermutu yang diterapkan dalam suatu kelembagaan tidak
mudah karena harus mempunyai komitmen yang tinggi dari pimpinan
hingga bawahan. Untuk itu perlu adanya upaya pendekatan sehingga
pada akhirnya pelayanan yang bermutu dapat diterima menjadi
praktik dan sikap sehari-hari dari para manajer dan pelaksana
program.
2.17 Prinsip Kunci Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan
Ashley Kable dalam Introduction to Quality Improvement, The Berfikir
secara sistem (sistem thinking), yaitu bagaimana semua unsure dalam
organisasi mempunyai persepsi bahwa lingkungan kerja merupakan suatu
sistem-kumpulan dari proses yang saling terkait satu sama lain, tidak
terkotak-kotak, dan saling bekerja sama.
1. Pendekatan saintifik (scientific approach), maksudnya adalah bahwa
semua keputusan yang dibuat harus berdasarkan pada informasi
yaitu data yang sudah diolah.
2. Kerja sama tim (team work), misalnya dalam meningkatkan proses
melalui dialog, meningkatkan saling pengertian dan pengetahuan
antar anggota tim.
3. Kepemimpinan (leadership), diperlukan untuk memberikan arahan
yang tepat untuk meningkatkan proses yang ada.
4. Peningkatan mutu berkelanjutan (continuity improvement of quality),
perlu ada metode dan teknik improvisasi agar mutu pelayanan
kesehatan secara terus-menerus dapat ditingkatkan.
BAB 3
KASUS DAN PEMBAHASAN
Salah satu peristiwa yang cukup menyita perhatian masyarakat baik
dari golongan ekonomi menengah kebawah hingga ekonomi menengah
keatas yaitu kasus yang membelit seorang ibu yang bernama Prita Mulyasari
,peristiwa yang terjadi pada 3 juni 2009 hingga akhir desember 2009 lalu
mengenai keluhan prita sebagai pasien pada RS.OMNI INTERNASIONAL
melalui surat elektronik (email) kepada sahabatnya pada bulan agustus 2008
ini ternyata mendapat tuntutan baik perdata maupun pidana dari pihak
rs.omni internasional kepengadilan negeri tangerang,banten. Kepolisian
mengenakan Pasal 310 dan Pasal 311 dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik kepada Prita namun saat
kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, dakwaannya
ditambahkan dengan Pasal 27 Undang-undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Rumah Sakit Omni Internasional menjadi terkenal di Indonesia
utamanya terkait dengan kasus pencemaran nama baik yang dituduhkan
oleh pihak rumah sakit kepada salah seorang mantan pasiennya, Prita
Mulyasari, karena menulis keluhan atas pelayanan rumah sakit yang tidak
memuaskan melalui milis,surat pembaca serta media publikasi internet.
Dengan dasar itulah, Prita yang memiliki dua anak berusia di bawah lima
tahun kemudian ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan
Tangerang. Namun sejumlah pihak termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla
kemudian mengeluarkan komentar tentang kasus itu dan akhirnya status
penahanan Prita Mulyasari diubah menjadi tahanan kota. Sidang perdana
kasus pidana yang dialami oleh Prita Mulyasari, digelar di Pengadilan Negeri
(PN) Tangerang, Banten, pada Kamis 4/6.
Peristiwa ini akan berdampak pada kepercayaan masyarakat sebagai
pasien terhadap rumah sakit,kepercayaan yang sebelumnya positif terhadap
rumah sakit dengan pemberitaan seperti ini pasti akan mempengaruhi nilai
kepercayaan mereka bukan hanya terhadap rs.omni internasional tetapi juga
terhadap rumah sakit yang jauh dibawa standar rumah sakit bertaraf
internasional.
Kasus penahanan yang menimpa Prita Mulyasari memunculkan
gelombang protes serta dukungan dari para blogger, praktisi teknologi
informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat negara. Sampai tanggal 5
Juni 2009 dukungan terhadap Prita di Facebook hampir mencapai 150 ribu
anggota, begitu pula dukungan melalui blog yang disampaikan para blogger
terus bertambah setiap harinya. Kasus ini kemudian banyak menyedot
perhatian publik yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin
Kepedulian untuk Prita”. Beberapa kalangan menilai Prita tidak layak
ditahan serta hanya menjadi korban penyalahgunaan Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik, tak kurang pula Megawati Soekarnoputri
ikut menilai Prita merupakan korban neoliberalisme. Besarnya dukungan
serta simpatisan atas kasus ini membuat Presiden Indonesia, Susilo
Bambang Yudhoyono, meminta penjelasan dari Kapolri dan Jaksa Agung,
serta meminta seluruh jajaran penegak hukum untuk memperhatikan rasa
keadilan dalam masyarakat dalam menjalankan tugas.
3.1 Kronologi kasus Prita Mulyasari
Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan
kesehatannya di RS Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala,
mual disertai muntah, kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya
nafsu makan. Oleh dokter rumah sakit, dr.Hengky Gosal SpPD dan dr.Grace
Herza Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita demam berdarah, atau tifus.
Setelah dirawat selama empat hari disertai serangkaian pemeriksaan serta
perawatan, gejala awal yang dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis
virus yang menyebabkan pembengkakan pada leher.Selama masa
perawatan Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh
dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, disamping kondisi
kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam
pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis
oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta permintaan
tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang
tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian menulis email
tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke
sebuah milis.Email tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat
pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang
dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik
secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah diterapkan, dan kembali memakan
'korban'. Kali ini terjadi pada seorang ibu rumah tangga bernama Prita
Mulyasari, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra
Tangerang. Saat dirawat Prita Mulyasari tidak mendapatkan kesembuhan,
malah penyakitnya bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan
keterangan yang pasti mengenai penyakit serta rekam medis yang
diperlukan pasien. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah
sakit tersebut lewat surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai
mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional
berang dan marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara
pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam
pengadilan perdata. Saat ini Kejaksaan Negeri Tangerang telah menahan
Prita Mulyasari di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13
Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).Banyak pihak
yang menyayangkan penahanan Prita Mulyasari yang dijerat pasal 27 ayat 3
Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE), karena akan mengancam kebebasan berekspresi.
Pasal ini berbunyi :
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik
3.2 Solusi dan hikmah dari kasus Prita Mulyasari
Adapun hikmah yang bisa dipetik dari kasus ini, sekaligus saran dan
harapan saya adalah :
pasien punya hak untuk mendapat pelayanan RS yang baik dan harus
kritis dalam berdiskusi soal metoda medis.
perlunya kehati-hatian kita saat menulis keluhan di media internet (atau
media lainnya) karena celah pada UU ITE bisa dimanfaatkan para pihak
yang merasa meradang dengan apa yang kita tulis, gunakan bahasa
yang baik dan tidak terkesan menuduh pihak yang sedang kita bahas
perlu dibuat aturan yang melindungi keamanan pasien dari tindakan RS
yang tidak semestinya, juga hak pasien untuk mendapat catatan rekam
medis hingga hak mendapat penjelasan soal penyakitnya
3.3 Kesenjangan antara teori dan kasus
Pelayanan Prima merupakan suatu tuntutan yang mengharuskan
pemberian pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, hal ini
diperlukan sebagai syarat untuk meningkatkan kualitas dan kepuasan
pelanggan, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi
sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.(Jamaludin, 2011)
Pada kasus di atas, pelayanan prima yang seharusnya diberikan masih
belum maksimal, hal ini dibuktikan dengan adanya keluhan pasien tentang
minimnya informasi tentang tindakan maupundiagnosa yang diberikan oleh
tenaga kesehatan kepada pasien dan keluarga sehingga muncul keluhan.
Keluhan tersebut merupakan hal yang wajar bila seorang individu
mendapatkan pelayanan yang tidak memuaskan. Namun pihak Rumah Sakit
memberikan respon yang kurang baik, yaitu dengan menuntut balik pihak
pasien yang mengeluh. Jika Rumah Sakit tersebut ingin melakukan Pelayan
Prima untuk meningkatkan kualitas pelayanan mereka, seharusnya mereka
bersikap responsif dimana Dalama hal ini RS seharusnya memberikan
respon positif atas keluhan tersebut untuk meningkatkan pelayanan dan
mengatasi keluhan dengan melakukan mediasi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pelayanan Prima adalah pelayanan yang profesional, cepat, bersih,
ramah dan pelayanan yang memberikan kepuasan dan kesembuhan bagi
pasien dengan menggunakan sarana prasarana yang memadai termasuk
petugas yang mempunyai pengetahuan yang tinggi, ketrampilan yang handal
dan tingkah laku yang baik dan bekerja sesuai standar yang ada.
Pelayanan prima pada dasarnya ditujukan untuk memberikan
kepuasan kepada pasien. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus
berkualitas dan memenuhi lima dimensi mutu utama yaitu: tangibles,
reliability, responsivness, assurance dan emphaty (Fahriadi, 2007).
Prinsip Pelayanan Prima Dibidang Kesehatan adalah Mengutamakan
pelanggan, Sistem yang efektif, Melayani dengan hati nurani, Pelayanan
Menurut Prioritas Pengembangan serta perbaikan yang berkelanjutan
Dari kasus diatas pihak rumah sakit belum bisa memberikan
pelayanan yang responsive sehingga pasien tidak puas dan menimbulkan
masalah dalam bidang pelayanan kesehatan.
4.2 Saran
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
secara langsung kepada pasien dan keluarga sudah sebaiknya memberikan
pelayanan prima sehingga kepuasan pasien atas pelayanan di rumah sakit
tersebut terpenuhi sesuai dengan harapan mereka. Pelayanan prima
sebaiknya sejalan dengan peningkatan mutu suatu rumah sakit. Semakin
baik mutu rumah sakit, semakin baik pula pelayanan maka akan
meningkatkan tingkat kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap rumah
sakit tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Bustami. 2011. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Akseptabilitasnya. Jakarta : Erlangga
Dahlan, Alwi, dkk. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Herlambang, Susatyo dan Arita Murwani. 2012. Cara Mudah Memahami Manajemen Kesehatan dan Rumah Sakit. Yogyakarta : Gosyen Publising
Menteri Negara Koordinator Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara. 1998.
NANDA Internasional, Diagnosis Keperawatan Tahun 2012, EGC, Jakarta
Normann. 1991. Service Management . Chicester, England: Wiley & Son.
Nurhasyim. 2004. Pengembangan Model Pelayanan Haji Departemen Agama Berdasarkan Prinsip Reinventing Government Yang Berorientasi Pada Pelanggan di Kabupaten Gresik. Tesis. Surabaya: Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga
Satrianegara, M. Fais dan Siti Saleha. 2012. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan serta Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Surat Edaran Menko Wasbangpan Nomor 56/MK.WASBANGPAN 6/98 Tahun 1998 Tentang Penataan dan Perbaikan Pelayanan Umum . Jakarta.