Post on 09-Feb-2016
description
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum wr. wb.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khusunya dibidang ilmu kefarmasian. Interaksi obat telah banyak ditemukan baik interaksi antara obat dengan obat, interaksi antara obat dengan makanan, dan interaksi obat yang tidak diinginkan karena perbedaan organ dan sistem biologis dalam tubuh. Obat yang berinteraksi bisa saja berkurang aktifitasnya sehingga efek terapi tidak tercapai atau pun meningkat aktifitasnya sehingga dikawatirkan menyebabkan kelebihan dosis.
Kombinasi obat dan penggunaan obat secara bersamaan baik untuk mengibati satu penyakit atau lebih telah banyak dipergunakan dalam pengobatan terapi pasien. Hal ini dapat memicu terjadinya interaksi obat dengan obat. Kemungkinan terjadinya interaksi obat akan menjadi besar bila dikaitkan dengan anak karena belum matangnya organ dan sistem dalam tubuh.
Sebagian besar penyakit TBC diderita oleh anak-anak. Oleh karena lamanya terapi dalam pengobatan TBC ditambah dengan adanya kombinasi dalam terapi pengobatannya maka perlu diketahui khususnya para ahli farmasi interaksi obat yang dapat terjadi pada pengobatan TBC.
Paper ini berisi tentang interaksi obat dalam terapi tuberkulosis pada anak. Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas ujian tengah semester matakuliah interaksi obat. Penulis berharap semoga apa yang dipaparkan dalam paper ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembacanya.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
1
Daftar Isi
Latar belakang masalah1
Daftar isi 2
BAB I (Pendahuluan) 3
1.1 Latar Belakang Masalah 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II (Isi) 5
2.1 Landasan Teori 5
2.1.1 Interaksi Obat 5
2.1.2 Perubahan Biologis pada Pediatri 6
2.1.3 Penyakit Tuberkulosis 8
2.1.4 Terapi Pengobatan TBC 9
2.1.5 Interaksi Obat Anti Tuberkulosis 12
2.1.6 Pengobatan TBC pada Anak 13
2.1.7 Interaksi Obat TBC dengan Obat Lain 14
2.2 Pembahasan 15
BAB III (Penutup) 17
3.1 Kesimpulan 17
3.2 Saran 17
Daftar Pustaka 18
2
BAB I
(PENDAHULUAN)
1.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia setiap tahun ada 1,3 juta anak berumur kurang dari 15 tahun terinfeksi
kuman TB dan setiap tahun ada 450.000 kematian anak akibat penyakit ini. Menurut Samallo
dalam FKUI usia anak merupakan usia yang sangat rawan terhadap penularan penyakit TB
terutama tuberkulosis (TB) paru. Sebesar 74,23% dari seluruh kasus tuberkulosis terdapat
pada golongan anak, dimana angka penularan dan bahaya penularan yang tinggi terdapat
pada golongan umur 0-6 tahun dan golongan umur 7-14 tahun.
Penggunaan obat pada anak harus dipertimbangkan secara khusus karena adanya
perbedaan laju perkembangan/pematangan organ yang juga mencakup fungsi organ tubuh
dan sistem dalam tubuh. Perbedaan laju perkembangan/pematangan organ ini dapat
mempengaruhi aktifitas obat dalam tubuh baik dari fase bio-farmaseutika, fase bio-
farmakokinetik, dan fase bio-farmakologi. Dalam terapi TBC kombinasi obat digunakan
untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik yang digunakan sehingga
perlu diperhatikan interaksi obat yang dapat terjadi pada obat anti-TBC.
3
1.2 Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan interaksi obat?
2. Faktor apa yang menyebabkan interaksi obat pada anak dengan orang dewasa
berbeda?
3. Apa yang dimaksud dengan TBC?
4. Apa obat yang digunakan untuk mengobati penyakit TBC?
5. Bagaimana terapi pengobatan TBC dilaksanakan?
6. Bagaimana interaksi obat yang terjadi bila pengobatan TBC dilakukan dengan
kombinasi obat?
7. Bagaimana interaksi obat yang terjadi bila obat TBC diresepkan dengan obat lain?
1.3 Tujuan1. Memahami maksud dari interaksi obat.
2. Mengetahui faktor yang membedakan antara anak dengan orang dewasa.
3. Memahami pengertian dari penyakit TBC.
4. Mengetahui obat-obat anti-TBC.
5. Memahami terapi pengobatan TBC.
6. Mengetahui Interaksi obat anti-TBC dalam terapi kombinasi.
7. Mengetahui Interaksi obat anti-TBC dengan obat lain.
4
BAB II
(ISI)
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Interaksi Obat
Secara singkat dapat dikatakan interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek
obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif.
Reaksi perorangan sangat beragam. Faktor yang dapat mempengaruhi antara lain sifat
keturunan, fungsi hati dan ginjal, usia (yang paling peka adalah bayi dan orang berusia diatas
50 tahun), ada tidaknya suatu penyakit, jumlah obat yang digunakan, lama pengobatan, jarak
waktu antara penggunaan dua obat, dan obat mana yang digunakan mula-mula. Karena itu
efek yang terjadi mungkin saja tek berarti apa-apa bagi seseorang akan tetapi sangat
membahayakan bagi orang lain. Hal mendasar yang patut disadari adalah bahwa bahaya
mungkin dapat terjadi.
Obat yang diminum mengalami empat proses dasar dalam tubuh. Dari mulut obat
menuju lambung, lalu ke usus. Disini obat diserap kedalam aliran darah dan disebarkan
kedalam tubuh sehingga muncul efek. Obat kemudian diuraikan atau dimetabolisis oleh hati.
Akhirnya bentuk obat yang sudah diuraikan ini diekresikan dalam urin melalui ginjal.
Pada interaksi obat, sesuatu obat mengubah obat yang lain dalam satu atau lebih
proses farmakologi diatas. Jenis interaksi ini disebut interaksi farmakokinetik.
Jenis interaksi utama lainnya adalah interaksi farmakologik. Pada jenis ini, efek suatu
obat akan menambah (sinergisme) efek obat lainnya atau mengurangi (antagonisme) efek
obat kedua tersebut.
Biasanya dosis atau waktu pemberian obat dapat diubah untuk mencegah timbulnya
efek yang merugikan. Beberapa interaksi malahan menguntungkan sengaja bahkan
dimanfaatkan. Tentu saja ada sejumlah kasus yang menghendaki agar sejumlah obat tertentu
pada keadaan apa pun tidak boleh diberikan bersama-sama.
5
2.1.2 Perubahan Biologis Pada Pediatri
British pediatric association membagi masa pediatric berdasarkan perubahan biologis
menjadi :
Neonatus : 0-1 Bulan
Bayi : 1-24 Bulan
Anak : 2-12 Tahun
Remaja : 12-18 Tahun
Perbedaan dalam hal farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada anak
dibandingkan dengan orang dewasa.
1. Fase Absorbsi
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada sistem absorbsi anak:
a. Bayi baru lahir memiliki pH lambung yang tinggi.
b. Waktu pengosongan lambung lebih lama.
c. Peristaltik usus bayi baru lahir belum teratur, umumnya lambat sehingga jumlah
obat diabsorpsi meningkat.
2. Fase Distribusi
Distribusi obat dipengaruhi oleh total cairan dalam tubuh, dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 1. Perkiraan total body water berdasarkan usia
Usia TBW (%) ECF (%)
Preterm
neonatus
85 50
Neonatus 75 45
3 bulan 75 30
1 tahun 60 25
Dewasa 60 20
Keterangan : TBW = total body water, ECF = extra cellular fluid
Perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada fase distribusi meliputi :
a. Obat lipofilik Vd meningkat misalnya sulfonamide meningkat dua kali lipat.
6
b. Sawar darah otak bayi beru lahir lebih permiabel sehingga mudah ditembus obat
dan mikroorganisme.
c. Ikatan obat-protein plasma rendah pada neonates sehingga kadar obat bebas lebih
tinggi.
d. Terjadinya interaksi dengan bilirubin mengakibatkan kernikterus. Misalnya
sulfonamid, diazoksida, vitamin K
3. Fase Metabolisme
Metabolisme terbagi menjadi 2 fase :
a. Fase I (oksidasi)
Ekspresi enzim CYP450 berubah-ubah kadarnya selama beberapa jam, minggu
dan bulan setelah kelahiran.
Contoh :
Usia < 24 jam ekspresi enzim CYP3A4 dan CYP2D6
Usia 8 ha$ri mulai diekspresikan enzim CYP1A2
b. Fase II (Konjugasi)
Pada masa neonatal sampai bayi, enzim sulfatase jumlahnya dominan.
Setelah beberapa bulan glukoronidase meningkat dan jumlahnya menjadi dominan
4. Fase Ekskresi
Fungsi ginjal saat lahir dan perkembangannnya berhubungan dengan kematangan
nefron. GFR pada neonatus dan bayi umumnya lebih rendah dibandingkan dewasa
karena ginjal belum berkembang dengan baik. Pada neonatus GFR akan meningkat
dengan cepat dalam 2 minggu. Fungsi tubulus renal dan glomelural medekati dewasa
pada usia 8-12 bulan.
Tabel 2. Nilai perkiraan GFR berdasarkan usia
7
2.1.3 Penyakit Tuberkulosis
Mycobacterium tuberkulosis, salah satu miko
bakteri, dapat menyebabkan infeksi gawat pada paru-
paru, traktus genitourinarius, tulang rangka, dan
meningen. Mikobakteri diklasifikasikan berdasarkan
sifat-sifat pewarnaanya. Seperti pengobatan infeksi-
infeksi mikobakterium lainnya, pengobatan
tuberkulosis memberikan masalah teurapeutik.
Organisme tersebut tumbuh secara lambat, dan karena penyakit tersebut mungkin harus
diobati sampai dua tahun, khususnya jika disebabkan oleh organisme yang resisten.
Kategori penyakit tuberkulosis:
a. Kategori 1
- Pasien baru TB paru BTA positif
- Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru
b. Kategori 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan terputus.
8
2.1.4 Terapi Pengobatan TBC
Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan dibahas
adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil
tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan dengan obat TBC
dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun biakan kuman
dan hasil ini tetap negatif selamanya.
Dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Terdiri dari 5
komponen:
a. Komitmen politis
b. Pemeriksaan dahak mikroskopik
c. Pengobatan jangka pendek dan Pengawasan langsung pengobatan
d. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu
e. Sistem pencatatan penilaian hasil pengobatan
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk
dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan
Kanamisin.
Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga
obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi
terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini. Penderita yang mengidap BTA yang resisten
terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-
drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan
9
TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat
disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
Nama-nama obat anti TB:
1. ISONIAZID (INH) = H
- Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain ; profilaksis.
- Kontraindikasi : penyakit hati yang aktif,; hipersensitivitas terhadap isoniazid.
- Peringatan : gangguan fungsi hati (uji fungsi hati), gangguan fungsi ginjal, Resiko
efek samping meningkat pada asetilator lambat; epilepsy;riwayat psikokis;
alkoholisme; khamilan dan menyusui, porfiria.
- Efek samping : mual, muntah, neuritis perifer, neuritis optic, kejang, episode
psikokis, reaksi hipersensitivitas seperti eritema multiforme,demam, purpura,
agranulositosis, hepatitis, sindrom SLE, pellagra, hiperglikemia dan glinekomastia.
- Interaksi obat : Isoniazid dapat memperkuat efek samping fenitoin (misalnya,
nistagmus, ataksia) sebab fenitoin menghambat metabolisme fenitoin. Risiko
terutama terdapat pada penderita asetilator lambat.
- Sediaan beredar: INH Generik, Beniazide pembangunan, Decadoxin hersen, INH
CIBA, Novartis Indonesia, Inoxin Forte Dexa Medika, pehadoxin phapros, pulmolin
pharos, pyravit I.N.P yupharin, phyrofort medifarma, suprazid armoxindo.
2. RIFAMPISIN = R
- Indikasi : bruselosis, legionelosis, infeksi berat stafilokokus dalam kombinasi dengan
obat lain, tuberculosis, lepra.
- Kontraindikasi : penyakit hati aktif.
- Peringatan : kurangi dosis pada gangguan fungsi hati, lakukan pemeriksaan uji fungsi
hati dan hitung sel darah pada pengobatan jangka panjang,gangguan fungsi ginjal
(jika dosis lebih dari 600 mg/ hari), kehamilan dan menyusui.
- Efek samping : gangguan saluran cerna meliputi mual, muntah, anoreksia,
diare,kolaps dan syok, anemia hemolitik, anemia, gagal ginjal akut, gangguan fungsi
hati, udem, kelemahan otot, kemerahan pada urin, saliva dan cairan tubuh lainnya.
- Interaksi obat : Rifampisin dapat menginduksi sitokrom P-450, rifampisin dapat
memperpendek waktu-paruh obat-obat lain yang diberikan bersama-sama dan
dimetabolisme oleh sistem ini. Ini bisa menyebabkan kebutuhan dosis yang lebih
tinggi untuk obat-obat tersebut.
10
- Sediaan beredar : Rifampisin Generik, Kombipak generic, Ipirit tempo, Kalfiram
Kalbefarma, RIF Armoxindo, Rifabiotik,Rifacin prafa, Rifam dexa Medica, Rifamec
mecosin, Rifampin pharos, Rifamtibi Sanbe, Rimactane Novartis Indonesia,
Rimactazid Norvatis Indonesia.
3. Pirazinamid = Z
- Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi denan obat lain
Kontraindikasi : gangguan fungsi hati berat, porfiria, hipersensitivitas terhadap
pirazinamid Peringatan : gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, diabetes, gout
- Efek samping : hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus,
gagal hati, mul, muntah
- Interaksi obat : Probenesid menghambat ekskresi pirazinamid.
- Sediaan beredar: Pirazinamid generik, Corsazinamide corsa, peseta norvetis Indonsia,
sanazed sanbe, Tibicel pembangunan.
4. Etambutol = E
- Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain.
- Kontraindikasi: anak dibawah 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual.
- Peringatan : turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal, usia lanjut, kehamilan,
ingatkan pasien untuk melaporkan gangguan pnglihatan.
- Efek samping : neuritis optik, buta warna merah/ hijau, neuritis perifer
- Interaksi Obat : Dapat menurunkan khasiat urikosurik, terutama pada pemakaian
bersama isoniazid dan piridoksin. Berinteraksi dengan antasid yang mengandung
alumunium.
- Sediaan beredar : Etmbutol generic, Arsitam meprofarm, Bacbutol Armoxindo,
Bacbut inh Armoxindo, Corsabutol corsa, Decanbutol Harsen, Dexabutol dexa
Medica, Etibi pembangunan, Intam 6 Rhone poulenc Indonesia, kalbutol Kalbe
Farma, MycotamINH Medifarm, Ottobutol otto, Primbutol pharos, Santibi sanbe,
Tibigon Dankos.
5. Streptomisin ( aminoglikosida)
- Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain
- Kontraindikasi : kehamilan, miastenia gravis
- Peringatan : gangguan fungsi ginjal, bayi dan usia lanjut, hindari penggunaan jangka
panjang, pada kehamilan Streptomisin bersifat permanen ototoxic dan dapat
menembus barier plasenta.
11
- Efek samping : gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas,
hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang kolitis karena antibiotik.
- Sediaan beredar: streptomisina sulfat generik, streptomysin sulphate meiji, Meiji
Indonesia
Dosis Obat Antituberkulosis (OAT):
Obat Dosis harian
(mg/kgbb/hari) Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari) Dosis 3x/minggu$
(mg/kgbb/hari) INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-$70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
2.1.5 Interaksi Obat Anti Tuberkulosis
1. Kombinasi Isoniazid dengan Rifampisin:
Penggunaan rifampisin bersamaan dengan isoniazid akan meningkatkan hepatoksisitas
dari isoniazid (Askgaard D.S., etc, 1995 cit Baxter, K, 2009). Hal ini
dikarenakan hidrazin, metabolit dari isoniazid meningkat kadarnya dalam serum
(Baxter, K, 2009). Isoniazid merupakan senyawa yang mengalami variasi
interpersonal. Hal ini juga harus menjadi perhatian dalam evaluasi interaksi obat.
2. Kombinasi Rifampisin dengan Kortikostiroid:
Efek kortikostiroid menurun setelah beberapa hari menggunakan rimfapisin dan efek
meningkat lagi setelah dihentikan 2-3 minggu, hindari penggunaan bersama.$
3. Kombinasi Pirazinamid dengan Testurin Pirazinamid:
Mempengaruhi acetest dan ketostick test pada urin, membentuk warna merah muda-
coklat.
4. Kombinasi Rifampisin dengan Analgetik nekritik:
12
Pasien dapat mengalami putus obat. Rifampisin menstimulasi metabolisme metadon
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya
implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT
akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs
Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan
TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya
sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
2.1.6 Pengobatan TBC Pada Anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +
Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
Hindari pemberian Etambutol pada anak, karena Etambutol bisa menyebabkan kebutaan pada
anak.
13
2.1.7 Interaksi Obat TBC Denga Obat Lain:
Pasien TB umumnya mengkonsumsi obat TB regimen/komposisi terapi menggunakan
Rifampisin. Rifampisin ini telah diketahui merupakan induktor enzim hepar yang dapat
mempengaruhi proses metabolisme obat lain sehingga efikasi/kemanjuran obat yang lain tersebut
akan berkurang karena lebih cepat dimetabolisme yang kemudian akan lebih cepat pula dieliminasi
dari tubuh. Pada kasus ini, kontrasepsi yang berfungsi untuk menghindari terjadi konsepsi atau
kehamilan mengalami kegagalan fungsi. Akibatnya, beberapa laporan mengenai terjadinya spotting,
kegagalan kotrasepsi/terjadinya kehamilan dan gangguan lain terkait hal tersebut. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah proses induksi enzim ini tetap akan berlangsung hingga beberapa saat ( 4-8
minggu) paska penghentian pengobatan menggunakan rifampisin. Sehingga, akan lebih bijak jika
penggunaan kontrasepsi jenis hormonal dikombinasikan dengan jenis non-hormonal/mekanik selama
dan setelah penggunaan rifampisin.
Contoh obat yang berinteraksi dengan obat TBC:
1. Pirimidon (Myselin) – Rifampisin (Rifadin, Rimactan)
Efek pirimidon dapat berkurang. Akibatnya : Serangan kejang tidak dapat dikendalikan dengan
baik.
2. Fenitoin (Dilatin) – Isoniazida (INH, Nydrazid)
Efek fenitoin dapat meningkat. Akibatnya : efek sampingan yang merugikan dapat terjadi akibat
terlalu banyak fenitoin. Gejala yang dilaporkan adalah gangguan penglihatan, nanar.
3. Antikoagulan – Rifampisin (Rifadin, Rifamate, Rimactane)
Efek anti koagulan dapat berkurang. Akibatnya darah tetap membeku walau pasien diberi
antikoagulan.
4. Antasida (yang mengandung aluminium) – isoniazida
Efek isoniazida dapat berkurang. Akibatnya : tuberkulosis mungkin tidak terobati dengan baik.
5. Barbiturat – Rifampisin (Rifadin, Rimactane)
Efek barbiturat dapt berkurang. Akibatnya : insomnia mungkin tidak hilang benar.
6. Trankuilansia benzodiazepin – Rifampisin (Rifadin, Rimactane)
Efek trankuilansia berkurang. Akibatnya : kegelisahan dan kecemasan tidak hilang sebagaimana
diharapkan.
14
2.2 Pembahasan
Penyakit TBC kerap kali terjadi pada anak dan bahkan banyak yang berujung dengan
kematiaan. Di Indonesia tercatat setiap tahun 1,3 juta anak berumur kurang dari 15 tahun
terinfeksi kuman TB dan setiap tahun ada 450.000 kematian anak akibat penyakit ini. Data
ini mengingatkan pentingnya bagi ahli farmasi untuk mempelajari interaksi obat pada
pengobatan kuman TB. Hal ini dikarenakan pengobatan kuman TB memerlukan waktu
yang sangat lama dan dalam terapinya menggunakan kombinasi obat yang memicu
terjadinya interaksi antar obat-obat tersebut terutama jika pengobatan anti-TBC
dikombinasikan dengan obat dari penyakit lain.
Organ dan sistem tubuh yang belum sempurna pada anak-anak perlu diperhatikan
dalam pemberian obat dibandingkan dengan orang dewasa. Perbedaannya dapat dilihat
dalam hal sistem farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada anak. Selain itu,
perubahan biologis yang terjadi mulai dari neonatus, bayi, anak, sampai remaja memiliki
perbedaan sistem farmakokinetik. Sebagai contoh pada fase distribusi nilai total body
water (TBW) dan extra cellular fluid (ECF) berbeda-beda yang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Usia TBW (%) ECF (%)
Preterm
neonatus
85 50
Neonatus 75 45
3 bulan 75 30
1 tahun 60 25
Dewasa 60 20
Akibat dari perbedaan ini mengakibatkan perbedaan laju distribusi obat. Aktifitas
obat yang ditujukan pun dapat keluar dari sasaran sehingga dapat mengakibatkan aktifitas
obat berkurang atau bahkan dapat mengakibatkan over dosis.
Interaksi obat yang terjadi pada anak-anak bisa jadi tidak terjadi pada orang dewasa.
Hanya saja jika pada orang dewasa diketahui telah adanya interaksi obat maka sangat perlu
dipertimbangkan jika digunakan kepada anak-anak demi menghindari terjadinya efek yang
15
tidak diinginkan. Etambutol tidak boleh digunakan pada anak karena bisa menyebabkan
kebutaan.
Pada neonates ikatan obat-protein plasma rendah sehingga kadar obat bebas lebih tinggi.
Akibat obat bebas yang tinggi, obat yang berikatan dengan reseptor pun menjadi lebih banyak
sehingga aktifitas obat meningkat. Mengingat hal ini dosis obat yang diberikan ke neonatus
harus diturunkan agar terapi pengobatan TBC tetap efektif.
Penggunaan Rifampisin dalam pengobatan mempunyai resiko terjadinya interaksi
obat yang paling banyak dibanding obat anti-TBC yang lain. Penyebabnya karena Rifampisin merupakan induktor enzim hepar yang dapat mempengaruhi proses metabolisme obat
lain sehingga efikasi/kemanjuran obat yang lain tersebut akan berkurang karena lebih cepat
dimetabolisme yang kemudian akan lebih cepat pula dieliminasi dari tubuh. Beberapa obat yang
dapat berinteraksi obat dengan rifampisin yaitu kortikosteroid, analgetik nekritik, pirimidon, anti
koagulan, barbiturat, dan trankuilansia benzodiazepin.
Penggunaan obat selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon
seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin tidak dianjurkan pada anak dalam masa
pertumbuhan. Ini sangat disayangkan karena obat ini diperlukan untuk kasus kasus MDR-
TB.
16
BAB III (Penutup)
3.1 Kesimpulan
1. Perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada anak-anak sangat berpengaruh
terhadap aktifitas obat dalam tubuh.
2. Interaksi obat yang terjadi pada orang dewasa dapat menjadi acuan untuk mencegah
terjadinya interaksi obat pada anak.
3. Tidak semua obat yang aman bagi orang dewasa aman bagi anak-anak.
3.2 Saran
Dalam terapi pengobatan TBC dengan disertai penyakit lain pada anak sangat perlu
diwaspadai adanya interaksi obat karena banyaknya interaksi obat yang dapat terjadi pada
obat-obat TBC terutama pada rifampisin.
17
Daftar Pustaka
1. Swart, A.,Harris, V., Interaction with TB Drugs, CME 2005:23 (2), 56-602. Askgaard D.S., Wilcke T., Døssing M., 1995, Hepatotoxicity caused by the
combined action of isoniazid and rifampicin. Thorax . 50. Cit Baxter, K., 2009,
Stokley’s Drugs Interaction, London : Pharmaceutical Press
3. Baxter, K., 2009, Stokley’s Drugs Interaction, London : Pharmaceutical Press
4. Harkness, Richard. 1989. Interaksi Obat. Bandung: ITB
5. FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. FKUI .Jakarta. 1998.
6. Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi ulasan bergambar. Edisi ke-2. Jakarta: Widya
Medika
7. Winotopradjoko, Martono Dkk. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Pasuruan : Pt. Infarmind Pharmaceutikal Industries, 2005.Sutejdo, A.Y. Mengenal Obat-Obatan Secara Mudah. Yogyakarta : Amara Books, 2008
8. Hoan, Tan Dan Rahardja, Kirana. Obat-Obat Penting. Jakarta : Pt. Elex Media Kopuntindo, 2007
9. http://yeni.staff.mipa.uns.ac.id/files/2013/03/Penggunaan-Obat-Pada-Pediatric
18