Post on 05-Jul-2019
Page | i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
MODIFIKASI STRUKTUR SENYAWA ETIL
p-METOKSISINAMAT MELALUI PROSES NITRASI
DENGAN METODE COLD MICROWAVE SERTA UJI
AKTIVITAS SEBAGAI ANTIINFLAMASI
SKRIPSI
NOVA SARI AULIA
1111102000098
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
MEI 2015
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
MODIFIKASI STRUKTUR SENYAWA ETIL
p-METOKSISINAMAT MELALUI PROSES NITRASI
DENGAN METODE COLD MICROWAVE SERTA UJI
AKTIVITAS SEBAGAI ANTIINFLAMASI
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
NOVA SARI AULIA
1111102000098
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
MEI 2015
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Nova Sari Aulia
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Judul Skripsi : Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat Melalui Proses
Nitrasi Dengan Metode Cold Microwave Serta Uji Aktivitas
Sebagai Antiinflamasi
Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan salah satu metabolit sekunder
yang terdapat pada kencur (Kampferia galanga Linn) dalam jumlah yang relatif
besar dan memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi. Modifikasi struktur EPMS
melalui proses nitrasi dapat mengganti gugus ester menjadi gugus nitro sehingga
aktivitasnya berubah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
struktur aktivitas senyawa nitro turunan EPMS terhadap antiinflamasi. EPMS
dimodifikasi terlebih dahulu menjadi asam p-metoksisinamat (APMS) melalui
proses hidrolisis, dan hasil yang diperoleh kemudian direaksikan dengan
menggunakan asam nitrat 65% dingin dengan bantuan microwave. Hasil nitrasi
APMS akan menghasilkan senyawa 4-metoksi-β-nitrostirena. Pengujian aktivitas
antiinflamasi dilakukan secara in vitro dengan metode Bovine Serum Albumin
(BSA) dan didapatkan hasil bahwa aktivitas senyawa 4-metoksi-β-nitrostirena
lebih rendah dibandingkan dengan EPMS. Hasil ini menunjukkan bahwa
keberadaan gugus nitro pada EPMS dapat menurunkan aktivitas antiinflamasi.
Kata kunci : etil p-metoksisinamat, nitrasi, hidrolisis, antiinflamasi, Bovine
Serum Albumin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
ABSTRACT
Name : Nova Sari Aulia
Programme Study : Bachelor of Pharmacy
Title : Structure Modification of Ethyl p-methoxycinnamate
Compound Through Nitration Process Using Cold
Microwave Method and Determination of Anti-
inflammatory Activity
Ethyl p-methoxycinnamic (EPMC) is one of secondary metabolite which
is found in kencur (Kampferia galanga Linn) in comparatively large quantity
and has anti-inflammatory activity. The EPMC structural modification through
nitration process can replaced the ester group into the nitro, and the activity has
changed. The aims of this study were to determine the structure activity
relationship of EPMC nitro derivative to the anti-inflammatory activity. EPMC
was modified into p-methoxycinnamate acid (PMCA) through hydrolysis
process, and the result was proceed by 65% cold nitric acid using microwave.
The result showed that the nitration of PMCA using 65% cold nitric acid
produced 4-methoxy- β-nitrostyrene. The anti-inflammatory activity performed
in in vitro using Bovine Serum Albumin (BSA) method and showed that 4-
methoxy- β-nitrostyrene has a lower activity than EPMC. This shows that the
nitro group on EPMC can decrease the anti-inflammatory activity.
Keyword : ethyl p-methoxycinnamic, nitration, hydrolysis, anti-inflammatory,
Bovine Serum Albumin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas pertolongan,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat Melalui Proses Nitrasi
dengan Metode Cold Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi”.
Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam menyelesaikan masa perkuliahan hingga penulisan
skripsi ini penulis tentu menemukan berbagai kesulitan dan halangan yang
menyertai. Oleh karena itu, penulis tidak terlepas dari bantuan, doa, dan
bimbingan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt sebagai Pembimbing I serta sebagai
pembimbing akademik dan Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt. sebagai
Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan
pikiran selama masa perkuliahan hingga penelitian dan penulisan skripsi.
3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan arahan
selama masa perkuliahan.
5. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Syahrizal dan Ibunda Yuriati Chrisna
yang selalu ikhlas memberikan dukungan material, moral, nasehat-nasehat,
serta lantunan doa yang tiada pernah putus di setiap sujudnya setiap waktu.
6. Kakek Harun Al-Rasyid dan Nenek Achyana yang selalu memberikan
dukungan, nasehat, arahan, dan doa yang tiada pernah putus di sepanjang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
hembusan nafasnya.
7. Adik Ferdi Aulia Syahputra yang selalu memberikan semangat setiap hari.
8. Bagus Yudhi Prabowo yang tak pernah henti untuk menemani saat suka dan
duka serta memberikan arahan, nasehat, bantuan, dan semangat setiap
waktu.
9. Sahabat „mirror‟ satu-satunya, Ichsana Eskha Widya yang selalu
memberikan arahan, bantuan, dan semangat setiap waktu.
10. Sahabat pecinta korea yang selalu memberikan dukungan dan semangatnya
setiap bertemu, Sheila dan Meryza. Terima kasih dan tetap semangat.
11. Teman-teman Farmasi 2011 yang telah mengisi hari-hari selama berada di
kampus UIN serta terima kasih atas kebersamaannya dalam melalui hitam
putih kehidupan sebagai pejuang S.Far.
12. Kak Eris, Mba Rani, Kak Rahmadi, Kak Lisna, Kak Tiwi, dan Kak Liken
yang telah sangat banyak membantu penulis saat melakukan penelitian di
laboratorium.
13. Kakak-kakak dan Teman-teman Kingdom EPMS yang suka dan duka selalu
bersama, Kak Ivo, Kak Fikri, Indah, Reza, Ali, Aziz, Sutar, Indri, Mida,
Bahtiar, dan Adit. Terima kasih atas segala dukungan dan bantuannya.
14. Teman-teman lab PHA, Rhesa, Nicky, dan Haidar. Terima kasih atas
bantuannya.
15. Teman seperjuangan S.Far: Pipit, Ika, Ageng, Lela, serta semua pejuang
beng-beng. Terima kasih atas semangat dan kebersamaan kita selama
perkuliahan berlangsung hingga saat ini.
16. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang
tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis
nantikan. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Ciputat, 26 Mei 2015
Penulis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nova Sari Aulia
NIM : 1111102000098
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul:
MODIFIKASI STRUKTUR ETIL p-METOKSISINAMAT MELALUI
PROSES NITRASI DENGAN METODE COLD MICROWAVE SERTA UJI
AKTIVITAS SEBAGAI ANTIINFLAMASI
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak
Cipta.
Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 26 Mei 2015
Yang menyatakan,
Nova Sari Aulia
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………..…....... v
ABSTRAK……………………………………………………………….……. vi
ABSTRACT……………………………………………………………..…..… vii
KATA PENGANTAR………………………………………………….…… viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………...…… x
DAFTAR ISI...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN………………………................................................. xv
DAFTAR ISTILAH…………………………………………..……………... xvi
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................ 3
1.5 Hipotesis…………………….……………………..…………… 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 4
2.1 Etil p-metoksisinamat................................................................... 4
2.2 Hidrolisis....................................................................................... 5
2.3 Nitrasi............................................................................................ 7
2.3.1 Asam Nitrat....................................................................... 9
2.4 Ekstraksi...................................................................................... 10
2.4.1 Ekstraksi Cair-Cair......................................................... 10
2.5 Metode Isolasi............................................................................. 11
2.6 Iradiasi Microwave..................................................................... 11
2.6.1 Mekanisme Reaksi Secara Polarisasi Dipolar................. 13
2.6.2 Mekanisme Reaksi Secara Konduksi.............................. 14
2.7 Identifikasi.................................................................................. 14
2.7.1 Kromatografi................................................................... 14
2.7.1.1 Kromatografi Kolom........................................... 15
2.7.1.2 Kromatografi Lapis Tipis.................................... 16
2.7.2 Spektrofotometri............................................................. 18
2.7.2.1 Spektrofotometri Massa...................................... 18
2.7.2.2 Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti......... 18
2.7.2.3 Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa
(KG-MS)............................................................. 18
2.7.2.4 Fourier Transform Infrared (FT-IR)……..…… 19
2.7.2.5 Spektrofotometri UV-Visible............................. 19
2.8 Inflamasi..................................................................................... 20
2.8.1 Definisi............................................................................ 20
2.8.2 Mekanisme dari Inflamasi.............................................. 21
2.8.3 Obat-obat Antiinflamasi................................................. 23
2.8.3.1 Obat Antiinflamasi Steroid................................. 23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xii
2.8.3.2 Obat Antiinflamasi Non-Steroid......................... 23
2.8.4 Mekanisme Obat Antiinflamasi...................................... 24
2.8.5 Natrium Diklofenak........................................................ 25
2.8.6 Bovine Serum Albumin (BSA)....................................... 26
2.8.7 Metode Uji Antiinflamasi In vitro.................................. 26
2.8.7.1 Aktivitas Antidenaturasi dengan BSA.............. 26
2.8.7.2 Metode Stabilisasi Membran HRBC................. 27
BAB 3. METODE PENELITIAN.................................................................... 28
3.1 Tempat......................................................................................... 28
3.2 Waktu……………………………………….…………...…… 28
3.3 Alat dan Bahan............................................................................ 28
3.2.1 Alat.................................................................................. 28
3.2.2 Bahan............................................................................... 28
3.4 Prosedur Peneltian………..…………….……..…………..….... 29
3.4.1 Modifikasi Etil p-metoksisinamat................................... 29
3.4.1.1 Proses Hidrolisis................................................. 29
3.4.1.2 Proses Nitrasi...................................................... 29
3.4.2 Pemurnian dengan Kromatografi Kolom........................ 29
3.4.3 Penentuan Struktur Kimia............................................... 30
3.4.4 Pembuatan Reagen untuk Uji Antiinflamasi................... 31
3.5.5 Uji In vitro Antiinflamasi................................................ 32
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 34
4.1 Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat................................. 34
4.1.1 Reaksi Hidrolisis............................................................. 34
4.1.1.1 Optimasi Hidrolisis............................................. 35
4.1.2 Reaksi Nitrasi.................................................................. 36
4.1.2.1 Optimasi Nitrasi.................................................. 36
4.2 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi....................................... 37
4.2.1 Senyawa Hasil Hidrolisis................................................ 38
4.2.2 Senyawa Hasil Nitrasi..................................................... 40
4.3 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur
Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi........................................... 45
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 48
5.1 Kesimpulan................................................................................. 48
5.2 Saran............................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 49
LAMPIRAN...................................................................................................... 53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Daftar daerah spektrum IR 4-metoksi-β-nitrostirena.......................... 40
Tabel 4.2 Data pergeseran kimia (δ) spektrum1H-NMR etil p-metoksisinamat,
asam p-metoksisinamat, dan 4-metoksi-β-nitrostirena………..……. 43
Tabel 4.3 Data pergeseran kimia (δ) spektrum13
C-NMR etil p-metoksisinamat
dan 4-metoksi-β-nitrostirena………………………………..……… 44
Tabel 4.4 Hasil uji aktivitas antiinflamasi etil p-metoksisinamat dan senyawa
hasil modifikasi………….……………….………………………… 46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur etil p-metoksi sinamat..................................................... 4
Gambar 2.2 Jalur asam sikimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk
menghasilkan Etil p-metoksisinamat…………………………… 5
Gambar 2.3 Prinsip reaksi hidrolisis………………...……………………… 6
Gambar 2.4 Mekanisme hidrolisis ester dalam suasana basa……….…….…. 6
Gambar 2.5 Mekanisme hidrolisis ester dalam suasana asam……….………. 7
Gambar 2.6 Pembuatan senyawa nitro…………………………………....… 7
Gambar 2.7 Reaksi dari senyawa nitro…………………………………...… 8
Gambar 2.8 Skema reaksi nitrasi………………………………………….... 9
Gambar 2.9 Spektrum radiasi elektromagnetik…….………………………. 12
Gambar 2.10 Interaksi dari microwave dengan benda yang berbeda...…..…... 12
Gambar 2.11 Efek dari medan magnet dalam orientasi dipol ………………13
Gambar 2.12 Mekanisme pergerakan molekul dipolar teradiasi microwave…14
Gambar 2.13 Mekanisme konduksi partikel bermuatan teradiasi microwave.. 14
Gambar 2.14 Skema kromatografi lapis tipis…………………………......….. 17
Gambar 2.15 Bagan susuan alat spektrofotometer Uv-Vis............................... 19
Gambar 2.16 Proses inflamasi dan sintesis mediator inflamasi seperti
prostaglandin, prostasiklin, dan leukotrien…….…………….... 22
Gambar 2.17 Skema mekanisme obat antiinflamasi……………….………… 24
Gambar 2.18 Struktur natrium diklofenak…………………………….…….. 25
Gambar 4.1 Mekanisme reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat……..…….. 34
Gambar 4.2 KLT senyawa hasil hidrolisis dengan eluen heksan
etil asetat 4:1………………………………………………….. 35
Gambar 4.3 Reaksi Nitrasi…………………………………………..……… 36
Gambar 4.4 KLT senyawa hasil nitrasi dengan eluen
heksan-etil asetat 3:2………………………………………… 37
Gambar 4.5 KLT senyawa hasil nitrasi dengan eluen
etil asetat-heksan 3:2…………………………………………. 38
Gambar 4.6 Pola fragmentasi GCMS asam p-metoksisinamat….…………. 39
Gambar 4.7 Fragmentasi MS asam p-metoksisinamat…………...………… 39
Gambar 4.8 Pola fragmentasi GCMS 4-metoksi-β-nitrostirena…….……… 41
Gambar 4.9 Fragmentasi MS 4-metoksi-β-nitrostirena………..………….... 42
Gambar 4.10 (a) Struktur Senyawa 4-metoksi-β-nitrostirena (b) Struktur
Senyawa Etil p-Metoksisinamat (c) Senyawa Asam
p-Metoksisinamat…………………………...…………………. 42
Gambar 4.11 Grafik presentase inhibisi etil p-metoksisinamat dan senyawa
hasil isolasi…………………………...……………………...… 46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian............................................................................ 53
Lampiran 2. Spektrum IR Senyawa Etil p-Metoksisinamat……………..… 54
Lampiran 3. Spektrum GCMS Senyawa Etil p-Metoksisinamat…………... 56
Lampiran 4. Spektrum 1H-NMR Senyawa Etil p-Metoksisinamat………... 58
Lampiran 5. Spektrum GCMS Senyawa Asam p-Metoksisinamat………... 61
Lampiran 6. Hasil Analisa DSC Senyawa 4-Metoksi-β-Nitrostirena……… 62
Lampiran 7. Spektrum IR Senyawa 4-Metoksi-β-Nitrostirena…………….. 63
Lampiran 8. Spektrum GCMS Senyawa 4-Metoksi-β-Nitrostirena……..… 64
Lampiran 9. Spektrum 1H-NMR Senyawa 4-Metoksi-β-Nitrostirena…...… 66
Lampiran 10. Spektrum 13
C-NMR Senyawa 4-Metoksi-β-Nitrostirena…...... 70
Lampiran 11. Perhitungan Reaksi………………………………………….... 71
Lampiran 12. Optimasi reaksi Nitrasi……………………………………….. 72
Lampiran 13. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi…………………………. 76
Lampiran 14. Gambar Bahan Untuk Reaksi Hidrolisis, Reaksi Nitrasi, dan Uji
Antiinflamasi dengan Metode BSA………………………..… 78
Lampiran 15. Gambaran Proses Hidrolisis dan Identifikasi.………………… 81
Lampiran 16. Gambaran Proses Nitrasi dan Identifikasi……………………… 82
Lampiran 17. Gambar Senyawa Hasil Modifikasi…………………………… 83
Lampiran 18. Gambar Proses Uji Antiinflamasi dengan Metode BSA……… 84
Lampiran 19. Gambar Alat Identifikasi Senyawa……………………………. 85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xvi
DAFTAR ISTILAH
4MBN 4-Metoksi-β-Nitrostirena
AINS Anti Inflamasi Non Steroid
APMS Asam p-metoksisinamat
BSA Bovine Serum Albumine
COX Siklooksigenase
EPMS Etil p-metoksisinamat
FT-IR Fourier Transform Infra Red
g Gram
GC-MS Gas Cromatography-Mass Spectrometry
HRBC Human Red Blood Cell
KLT Kromatografi Lapis Tipis
mg Mili gram
MS Mass Spectrometry
NMR Nuclear Magnetic Resonance
UV-Vis Ultra Violet-Visible
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu dari lima jenis
tumbuhan (jahe, temulawak, sambiloto, pegagan, dan kencur) yang dikembangkan
sebagai tanaman obat asli Indonesia. Kencur merupakan tanaman obat yang
bernilai ekonomis cukup tinggi sehingga banyak dibudidayakan. Bagian
rimpangnya digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional, bumbu
dapur, bahan makanan, maupun minuman penyegar lainnya (Rostiana et al, 2003;
Hasanah, 2011). Kencur dikenal oleh masyarakat dan telah digunakan secara
empiris dalam mengobati berbagai penyakit seperti radang lambung, radang anak
telinga, influenza, batuk, masuk angin, sakit kepala, memperlancar haid, mata
pegal, keseleo, diare, pengusir lelah serta penghilang darah kotor (Al-Fattah,
2011).
Berdasarkan penelitian Umar et al. (2012) diketahui bahwa subfraksi
kloroform dari kencur secara keseluruhan mengandung etil p-metoksisinamat
(80,05%), β-sitosterol (9,88%), asam propionat (4,71%), pentadekan (2,08%),
asam tridekanoat (1,81%), dan 1,21-docosadien (1,47%). Etil p-metoksisinamat
adalah salah satu metabolit sekunder yang terdapat pada kencur (Kaempferia
galanga Linn) dalam jumlah yang relatif besar. Isolasi dan pemurnian etil p-
metoksisinamat dapat dilakukan dengan mudah, selain itu etil para metoksi
sinamat mempunyai gugus fungsi yang reaktif sehingga sangat mudah
ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain (Barus, 2009). Etil p-
metoksisinamat diketahui memiliki efektivitas penghambatan enzim
siklooksigenase baik COX-1 dan COX-2 secara tidak selektif. Namun,
penghambatan yang dilakukan oleh EPMS pada COX-2 sebesar 57,82%
sedangkan penghambatan terhadap COX-1 lebih rendah yaitu sebesar 42,9%
(Umar et al, 2012).
Modifikasi struktur dari etil p-metoksisinamat telah banyak dilakukan.
Modifikasi yang telah dilakukan tidak hanya sebatas menggunakan bahan kimia
saja melainkan juga ada yang menggunakan organisme hidup seperti Aspergillus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
niger. Modifikasi struktur dari etil p-metoksisinamat yang telah dilakukan antara
lain melalui proses amidasi, hidrolisis, transesterifikasi, degradasi sinamat,
reduksi, amidasi dengan dietanolamin, sintesis menjadi turunan thiourea, sintesis
menjadi p-metoksistiril keton, serta demetilasi (Riyanto, 1986; Barus, 2009;
Bangun, 2011; Ekowati, 2012; Hadi, 2014; Mufidah, 2014; Omar et al, 2014).
Namun dari berbagai modifikasi yang dilakukan hanya hasil proses hidrolisis,
transesterifikasi, reduksi, serta degradasi sinamat yang dilakukan uji aktivitas
antiinflamasi (Hadi, 2014; Mufidah, 2014).
Antiinflamasi yang beredar khususnya non steroid antiinflamasi bekerja
dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin. Hal tersebut meningkatkan
resiko perdarahan saluran cerna (Meek et al, 2010). Oleh karena itu, saat ini
banyak pengembangan yang dilakukan untuk mengatasi efek samping tersebut.
Substitusi dari gugus NO pada suatu senyawa antiinflamasi diketahui dapat
mempertahankan aliran darah mukosa lambung dan mencegah melekatnya
leukosit pada endotel vaskular sirkulasi splanknikus. Hal tersebut dapat
menghindari efek merugikan yang diakibatkan oleh penghambatan enzim COX-1
dan juga dapat mencegah terjadinya cedera pada mukosa (Halen et al, 2009).
Pada penelitian ini akan dilakukan modifikasi etil p-metoksisinamat yaitu
dengan mengganti gugus ester yang terdapat pada etil p-metoksisinamat dengan
gugus nitro. Berdasarkan hasil uji pendahuluan (lampiran 12), etil p-
metoksisinamat bila direaksikan dengan HNO3 sangat sedikit menghasilkan
senyawa target. Berbeda dengan asam p-metoksisinamat yang menghasilkan
senyawa target lebih banyak. Oleh karena itu, etil p-metoksisinamat dihidrolisis
terlebih dahulu menjadi asam p-metoksisinamat. Setelah itu, dilakukan proses
nitrasi menggunakan asam nitrat (HNO3) dari asam p-metoksisinamat. Proses
reaksi hidrolisis dan nitrasi dilakukan dengan bantuan microwave.
Penggunaan microwave dalam reaksi nitrasi ini bertujuan untuk
mempersingkat waktu yang diperlukan untuk proses reaksi. Namun, selain untuk
mempersingkat waktu, terdapat berbagai keunggulan bila sintesis dilakukan
dengan menggunakan microwave yaitu seperti efisiensi energi, rendemen yang
tinggi, serta mengurangi pemanasan yang berlebihan pada permukaan bahan
seperti yang terjadi pada proses reaksi konvensional. (Bogdal, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
Pada penelitian ini dilakukan uji antiinflamasi invitro menggunakan metode
BSA yaitu dengan melihat efek denaturasi pada Bovine Serum Albumin. Pengujian
dengan metode BSA ini dipilih karena mudah, menggunakan sedikit sampel,
waktu analisa yang cepat dan merupakan uji pendahuluan yang dilakukan untuk
skrining awal antiinflamasi (Mufidah, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah senyawa etil p-metoksisinamat dapat dimodifikasi melalui
proses nitrasi dengan menggunakan asam nitrat (HNO3)?
b. Bagaimana aktivitas antiinflamasi dari hasil nitrasi etil p-
metoksisinamat bila dibandingkan dengan etil p-metoksisinamat?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Memodifikasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui proses nitrasi.
b. Menguji aktivitas antiinflamasi dari senyawa hasil nitrasi etil p-
metoksisinamat.
c. Mengetahui peran ester dalam aktivitasnya sebagai antiinflamasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan
struktur aktivitas dari etil p-metoksisinamat dan hasil modifikasinya. Diharapkan
senyawa yang dihasilkan dapat memberikan manfaat sehingga dapat digunakan
untuk penelitian lebih lanjut. Misalnya seperti uji in vitro dan in vivo lainnya
seperti uji antimikroba, antioksidan, in vivo antiinflamasi, dan lain-lain.
1.5 Hipotesis
Penggantian gugus ester pada senyawa etil p-metoksisinamat menjadi
gugus nitro akan mempengaruhi aktivitasnya sebagai agen antiinflamasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etil p-metoksisinamat
Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi
rimpang kencur. Etil p-metoksisinamat merupakan salah satu metabolit sekunder
yang terdapat pada kencur (Kampferia galanga Linn) dalam jumlah yang relatif
besar. Isolasi dan pemurnian etil p-metoksisinamat dapat dilakukan dengan
mudah, selain itu etil p-metoksisinamat mempunyai gugus fungsi yang reaktif
sehingga sangat mudah ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain (Barus,
2009).
Gambar 2.1 Struktur etil p-metoksi sinamat (Barus, 2009).
Etil p-Metoksisinamat termasuk kedalam senyawa ester yang mengandung
cincin benzene dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil
yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat
menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil
asetat, metanol, air dan heksan (Barus, 2009).
Etil p-Metoksisinamat dapat diisolasi dari rimpang kencur (Kaempferia
galanga, L) secara perkolasi menggunakan pelarut etanol. Pemurnian etil p-
metoksisinamat dari hasil ekstraksi dapat dilakukan melalui rekristalisasi
mengunakan pelarut etanol (Bangun, 2011).
Asam sinamat memiliki berbagai aktivitas biologis, antara lain antibakteri,
anestetik, antiinflamasi, antispasmodik, antimutagenik, fungisida, herbisida serta
penghambat enzim tirosinase. Salah satu turunan asam sinamat yang terdapat di
alam ialah etil p-metoksisinamat yang terdapat dalam rimpang kencur
(Kaempferia galanga) (Hartanti dan Setiawan, 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
Gambar 2.2 Jalur asam sikimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk menghasilkan etil p-
metoksisinamat (Bangun, 2011).
2.2 Hidrolisis
Hidrolisis merupakan suatu proses transformasi kimia dimana molekul
organik berupa RX akan bereaksi dengan air menghasilkan sebuah struktur
dengan ikatan kovalen OH (Gambar 2.3). Hidrolisis disebut juga sebagai reaksi
perpindahan nukleofilik di mana nukleofil menyerang atom yang elektrofilik.
Mekanisme Reaksi yang paling sering ditemui subtitusi nukleofilik baik secara
langsung maupun tidak langsung dan eliminasi-adisi nukleofilik (Larson and
Weber, 1994).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Gambar 2.3 Prinsip reaksi hidrolisis (Larson and Weber, 1994).
Ester dapat dihidrolisis dengan baik dalam suasana basa melalui reaksi yang
biasa dikenal dengan nama saponifikasi. Selain itu dalam suasana asam, ester juga
dapat dihidrolisis menjadi asam karboksilat dan alkohol kembali.
Mekanisme hidrolisis ester dalam suasana basa disebut saponifikasi
(Gambar 2.4). Hal tersebut terjadi akibat adanya adisi nukleofilik OH- ke karbonil
ester, menjadi intermediet alkoksida tetrahedral (1). Kemudian adanya proses
tersebut menyebabkan keluarnya ion alkoksi menghasilkan asam karboksilat (2).
Ion alkoksida menarik proton dari asam karboksilat menjadi ion karboksilat (3).
Setelah itu terjadi protonasi ion karboksilat oleh asam mineral menghasilkan asam
karboksilat (4) (Riswiyanto, 2009).
Gambar 2.4. Mekanisme hidrolisis ester dalam suasana basa
(Riswiyanto, 2009).
Mekanisme hidrolisis ester dalam suasana asam juga dapat dilakukan
namun tidak hanya menghasilkan asam karboksilat saja melainkan menghasilkan
asam karboksilat dan alkohol (Gambar 2.5). Pada suasana asam, protonasi gugus
karbonil terjadi untuk mengaktifkan (1). Kemudian terjadi serangan nukleofilik
oleh air menjadi intermediet tetrahedral (2). Hal tersebut menyebabkan terjadinya
transfer proton yang kemudian mengubah OR‟ menjadi gugus pergi yang baik (3).
Kemudian terjadi pelepasan alkohol menghasilkan asam karboksilat dan katalis
asam (4) (Riswiyanto, 2009).
(1) (2) (3) (4)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
Gambar 2.5. Mekanisme hidrolisis ester dalam suasana asam
(Riswiyanto, 2009).
2.3 Nitrasi
Nitrasi merupakan reaksi organik yang mekanisme reaksinya adalah
memasukkan gugus nitro kedalam suatu senyawa baik untuk senyawa alifatik
maupun senyawa aromatik. Nitrasi dapat dilakukan dengan berbagai metode
seperti heterolitik (elektrofilik dan nukleofilik) dan nitrasi radikal. Nitrasi
aromatik biasanya merupakan elektrofilik sedangkan nitrasi alifatik merupakan
radikal bebas. Senyawa nitroaromatik umumnya digunakan sebagai senyawa
intermediet dalam sintesis plastik, insektisida, bahan peledak, dan juga farmasetik.
Berbeda dengan nitroaromatik, nitroalifatik umum digunakan sebagai pelarut dan
hasil sintesis dalam sintesis organik (Olah, 1982). Pembuatan dan reaksi senyawa
nitro dalam sintesis organik banyak dilakukan karena umumnya ketersediaannya
banyak dan mudah ditransformasikan. Pembuatan dan reaksi dari senyawa nitro
dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 2.6 dan Gambar 2.7) (Ono, 2001).
Gambar 2.6. Pembuatan senyawa nitro (Ono, 2001).
(1) (2) (3)
(4)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Gambar 2.7. Reaksi dari senyawa nitro (Ono, 2001).
Nitrasi dapat dilakukan dengan metode dingin yang umumnya dikenal
dengan sebutan „Cold Microwave Chemistry’. Pada metode ini reagen yang
digunakan dilakukan pendinginan dibawah 0oC. (dapat mencapai -30
oC).
Campuran dari reagen dan senyawa yang akan di nitrasi diberikan iradiasi
microwave (400-800 W) dengan waktu kira-kira 2 menit dalam sebuah microwave
oven domestik. Kemudian setelah proses iradiasi selesai campuran dikeluarkan
dari microwave oven dan diperbolehkan berada disuhu ruang (Bose et al, 2006).
Reaksi kimia, termasuk nitrasi, dibawah iradiasi microwave dapat dilakukan
berbagai modifikasi terhadap rentang temperatur yang digunakan dalam
percobaan. Reaksi akan menghasilkan produk yang berbeda bila suhu campuran
sebelum di iradiasi berbeda. Campuran yang sebelum reaksi memiliki suhu ruang
dengan campuran yang sebelum di iradiasi memiliki sushu dibawah 0oC akan
menghasilkan produk hasil reaksi yang berbeda (Bose et al, 2006).
Ketika campuran dari asam 4-hidroksisinamat (2) dilarutkan dalam asam
nitrat (10%) kemudian diberikan iradiasi microwave selama beberapa menit, akan
menghasilkan senyawa dinitro (1) dan mononitro (3,4). Rendemen dari senyawa
dinitro dan mononitro bergantung pada temperatur yang digunakan pada saat
preparasi awal sebelum dilakukannya iradiasi microwave (Bose et al, 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
Gambar 2.8. Skema reaksi nitrasi (Bose et al, 2006).
2.3.1 Asam Nitrat
Sifat fisika dan kimia dari asam nitrat adalah sebagai berikut (Yulianto, 2010):
Sifat fisika dari asam nitrat:
Rumus Kimia : HNO3
Berat Molekul (g/mol) : 63,012
Densitas pada 20oC (g/mL) : 1,502
Bentuk pada 30oC, 1 atm : Cair
Titik Leleh (oC) : -41,59
Titik Didih (oC, 1 atm) : 83,4
Kelarutan (dalam 100 bagian)
- Air dingin : Tak terhingga
- Air panas : Tak terhingga
Viskositas pada 25oC (Cp) : 0,761
Panas Peleburan (Hfus), (Kj/mol) : 10,48
Panas Pembentukan (Hf), 25oC, (Kj/mol) : -174,10
Panas Penguapan pada 25oC, (Kj/mol) : 39,04
Energi Bebas Pembentukan, 25oC, (Kj/mol) : -80,71
Entropi, 25oC, (J/mol.K) : 155,60
Asam nitrat dapat meledak dalam pelarut etanol.
Sifat kimia dari asam nitrat:
Asam nitrat merupakan senyawa yang berperan dalam proses nitrasi
sebagai nitrating agent. Asam nitrat juga merupakan suatu mono basa yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
dapat dengan mudah bereaksi kuat dengan alkali, oksida dan senyawa basa
lainnya dalam bentuk garam.
2.4 Ekstraksi
Secara umum teknik ekstraksi menggunakan pelarut organik dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu maserasi, digesti, dan perkolasi. Maserasi
merupakan proses ekstraksi dengan penghancuran sampel menggunakan pelarut,
perendaman beberapa hari dan dilakukan pengadukan, kemudian dilakukan
penyaringan atau pengepresan sehingga diperoleh cairan. Digesti adalah ekstraksi
yang dilakukan dengan bantuan pemanasan sekitar 60°C dan lamanya ekstraksi
dapat berlangsung selama 24 jam. Perkolasi merupakan teknik ekstraksi
komponen terlarut dari suatu sampel menggunakan aliran pelarut dengan
pemanasan atau tanpa pemanasan (Nuraini, 2007).
Ekstraksi dengan pelarut didasarkan pada sifat kepolaran zat dalam pelarut
saat ekstraksi. Senyawa polar hanya akan larut pada pelarut polar, seperti etanol,
metanol, butanol dan air. Senyawa non-polar juga hanya akan larut pada pelarut
non-polar, seperti eter, kloroform dan n-heksana (Gritter, 1991). Jenis dan mutu
pelarut yang digunakan menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut yang
digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih
yang rendah, murah, tidak toksik dan mudah terbakar (Harborne, 1987).
2.4.1 Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan suatu komponen dari fasa cair
ke fasa cair lainnya. Operasi ekstraksi cair-cair terdiri dari beberapa tahap, yaitu
(Laddha & Dagaleesan, 1976; Martunus & Helwani, 2007):
1. Kontak antara pelarut (solvent) dengan fasa cair yang mengandung zat
terlarut, kemudian zat terlarut (diluent) akan berpindah dari fasa diluent ke
fasa solvent.
2. Pemisahan fasa yang tidak saling larut yaitu fasa yang banyak mengandung
pelarut asal disebut fasa rafinat.
Aplikasi ekstraksi cair-cair saat ini digunakan untuk penelitian-penelitian
yang ditujukan untuk mengambil senyawa kimia baru atau menemukan pelarut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
baru yang memberikan hasil ekstraksi yang lebih baik (Martunus & Helwani,
2007). Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang
digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Martunus & Helwani, 2007):
1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.
2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.
3. Perbedaan berat jenis antara ekstrak dan rafinat lebih besar.
4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah bercampur.
5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.
6. Tidak merusak alat secara korosi.
7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun, dan harganya relatif murah.
2.5 Metode Isolasi
Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan
menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan teknik
tersebut. Keempat teknik kromatografi tersebut adalah Kromatografi Kertas
(KKt), Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas Cair (KGC) dan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pemisahan dan pemurnian kandungan
tumbuhan dilakukan dengan menggunakan salah satu atau gabungan dari
beberapa teknik tersebut dan dapat digunakan pada skala mikro maupun makro
(Harborne, 1987).
2.6 Iradiasi Microwave
Gelombang mikro adalah radiasi elektromagnetik yang terletak diantara
frekuensi radiasi inframerah dan radio, dengan panjang gelombang mulai dari 1
mm hingga 1 m, frekuensinya mulai dari 300 GHz hingga 300 MHz (Bogdal,
2005; Loupy, 2006). Ketika sebuah bahan logam dipaparkan radiasi microwave,
microwave akan secara luas menyebar pada permukaan. Namun, benda tersebut
tidak dipanaskan dengan menggunakan microwave melainkan karena adanya
respon dari medan magnet dari radiasi microwave yaitu elektron bergerak bebas
pada permukaan bahan, dan aliran elektron tersebut dapat menghasilkan panas
(Bogdal, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Gambar 2.9 Spektrum radiasi elektromagnetik (Loupy, 2006).
Gambar 2.10 Interaksi dari microwave dengan benda yang berbeda: (a) konduktor elektrikal; (b)
isolator; (c) tanpa dielektrik (Loupy, 2006).
Reaksi dengan menggunakan microwave dapat dikategorikan sebagai green
chemistry. Tujuan dari green chemistry adalah untuk mengurangi atau
meminimalkan penggunaan dari pelarut yang mudah menguap dalam sintesis
modern dan mengurangi penggunaan energi. Perkembangan dari metode sintesis
baru bebas pelarut dengan menggunakan bantuan microwave saat ini menjadi
topik penting dalam penelitian, karena reaksi bebas pelarut mengurangi
penggunaan pelarut, prosedur sintesis dan pemisahan yang lebih sederhana,
mencegah pemborosan, dan menghindari resiko bahaya atau toksik terkait dengan
penggunaan pelarut (Loupy, 2006).
Semua peralatan standar (oven domestik atau reaktor lebih spesifik yang
didedikasikan untuk sintesis kimia) beroperasi pada frekuensi dari v = 2,45 GHz
(setara dengan λ = 12,2 cm) untuk mengurangi intervensi dari frekuensi radio dan
radar. Reaksi kimia dengan microwave didasarkan pada interaksi dari molekul
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
dengan gelombang oleh efek “microwave dielectric heating”. Fenomena ini
bergantung pada kemampuan suatu bahan untuk mengabsorbsi radiasi microwave
dan mengubahnya menjadi panas. Komponen elektrik dari medan elektromagnetik
telah menunjukkan bahwa perannya sangat penting. Dalam hal tersebut, maka
reaksi yang terjadi melibatkan dua mekanisme yaitu polarisasi dipolar dan
konduksi ionik. Iradiasi dari senyawa polar pada frekuensi microwave
menghasilkan orientasi dari dipol atau ion pada medan elektrik (Loupy, 2006).
Untuk produk cair (contohnya pelarut), hanya molekul polar yang secara
selektif mengabsorbsi gelombang mikro. Sedangkan molekul nonpolar tidak
bereaksi (inert). Pada konteks dari absorpsi gelombang mikro, telah menunjukkan
bahwa titik didih lebih tinggi ditemukan ketika pelarut diberikan iradiasi
microwave daripada dengan pemasan biasa. Efek ini dikenal dengan
“superheating effect” yang telah ditujukan untuk penghambatan dari nukelasi
dalam pemanasan microwave (Loupy, 2006).
Gambar 2.11 Efek dari medan magnet dalam orientasi dipol: (a) tanpa adanya iradiasi, (b)
diberikan medan listrik terus menerus, dan (c) diberikan medan listrik dengan frekuensi tinggi
(Loupy, 2006).
2.6.1 Mekanisme Reaksi Secara Polarisasi Dipolar dalam Iradiasi Microwave
Prinsip dari mekanisme reaksi polarisasi dipolar adalah adanya interaksi
dipol-dipol antara molekul-molekul polar ketika di radiasi dengan microwave.
Molekul yang berinteraksi dipol tersebut sangat sensitif terhadap suatu medan
magnet yang berasal dari luar sehingga dapat mengakibatkan terjadinya rotasi
pada molekul tersebut sehingga menghasilkan sejumlah energi (Lidstrom et al,
2001; Loupy, 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
Gambar 2.12 Mekanisme pergerakan molekul dipolar teradiasi microwave (Kingston, 1988).
2.6.2 Mekanisme Reaksi Secara Konduksi dalam Iradiasi Microwave
Mekanisme secara konduksi dapat terjadi pada larutan-larutan yang
mengandung ion. Bila suatu larutan mengandung suatu partikel bermuatan atau
ion yang berikatan dengan suatu medan listrik maka ion-ion tersebut akan
bergerak. Pergerakan tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan
kecepatan dari tumbukan antar molekul sehingga akan merubah energi kinetik
menjadi energi kalor (Kingston, 1988).
Gambar 2.13 Mekanisme konduksi partikel bermuatan teradiasi microwave (Kingston, 1988).
2.7 Identifikasi
2.7.1 Kromatografi
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi deferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase
atau lebih, salah satu di antaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul
atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian, masing-masing zat dapat
diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Departemen Kesehatan,
1995).
Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara
dua fase, yaitu satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase
gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat
terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau
gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penjerap, seperti
halnya penjerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau
dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam
dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu
penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam (Departemen Kesehatan,1995).
Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan
kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope
Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas,
Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan
identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan
pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing
senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran (Departemen Kesehatan,1995).
2.7.1.1 Kromatografi Kolom
Peralatan yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana,
terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan
untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta
untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata
di dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yang melekat
pada dasar tabung untuk menyangga isinya. Tabung berbentuk silinder dan terbuat
dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain.
Sebuah tabung mengalir dengan diameter yanglebih kecil untuk mengeluarkan
cairan yang menyatu dengan tabung atau disambung melalui suatu sambungan
anti bocor pada ujung bawah tabung utama (Departemen kesehatan, 1995).
Ukuran kolom bervariasi; kolom yang umum digunakan dalam analisis
farmasi mempunyai diameter dalam antara 150 mm hingga 400 mm, tidak
termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya berdiameter dalam antara 3
mm hingga 6 mm, dapat dilengkapi dengan sebuah kran untuk mengatur laju
aliran pelarut yang melalui kolom dengan teliti. Batang pemampat merupakan
suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai yang terbuat dari plastik,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
kaca, baja tahan karat, atau aluminium, kecuali bila dinyatakan lain dalam
monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih
kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom,
batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm lebih kecil dari diameter dalam
kolom (Departemen kesehatan, 1995).
Zat penjerap atau fase diam (bisa berupa aluminium oksida yang telah
diaktifkan, silika gel, tanah diatome terkalsinasi, atau tanah silika yang
dimurnikan untuk kromatografi) dalam keadaan kering atau dalam campuran
dengan air, dimampatkan ke dalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji
yang dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan
dibiarkan mengalir ke dalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan
secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas
kolom. Dengan penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya
gravitasi atau dengan memberikan tekanan, masing-masing zat bergerak turun
dalam kolom dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh
kromatogram (Departemen Kesehatan,1995).
2.7.1.2 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis adalah metode analisis yang sangat lama dan telah
banyak digunakan. Kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan jika:
substansi tidak mudah menguap atau memiliki tingkat penguapan yang
rendah;
substansi sangat polar, kepolaran yang sedang, nonpolar atau ionik;
sampel yang harus di analisa dalam jumlah banyak dan dengan waktu
terbatas;
sampel yang bila dianalisa dapat merusak kolom dari Kromatografi Cair
atau Kromatografi Gas;
substansi dalam bahan yang akan dianalisa tidak dapat dideteksi dengan
Kromatografi Cair atau Kromatografi Gas atau hanya dengan kesulitan yang
baik;
setelah kromatografi, semua komponen dari sampel harus dapat dideteksi
(Hahn-Deinstrop, 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Totolkan Larutan uji dan Larutan baku, menurut cara yang tertera pada
masing-masing monografi dengan jarak antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih
kurang 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering (tepi bawah
lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat membuat
lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap). Ketika bekerja dengan lempeng,
gangguan fisik harus terhindarkan dari zat penjerap (Departemen kesehatan,
1995).
Beri tanda pada jarak 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan.
Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di
sebelah bawah,dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Pelarut dalam
bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, tetapi titik penotolan jangan
sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya, dan biarkan sistem
hingga pelarut merambat 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan, umumnya
diperlukan waktu lebih kurang 15 menit hingga 1 jam. Keluarkan lempeng dari
bejana, buat tanda batas rambat pelarut, keringkan lempeng di udara,dan amati
bercak mula- mula dengan cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan
kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (366 nm). Ukur dan catat
jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap
bercak yang diamati. Tentukan harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan,
semprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan
kromatogram zat uji dengan kromatogram baku pembanding (Departemen
kesehatan, 1995).
Gambar 2.14 Skema kromatografi lapis tipis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
2.7.2 Spektrofotometri
2.7.2.1 Spektrometri Massa
Teknik ini memungkinkan untuk mengukur berat molekul dari senyawa dan
ion molekular yang diidentifikasi, teknik ini memungkinkan untuk mengukur ion
secara akurat untuk memastikan jumlah dari atom hidrogen, karbon, oksigen dan
atom lain yang terdapat dalam suatu molekul. Teknik ini akan memberikan hasil
data berupa rumus molekul (Heinrich, 2004).
2.7.2.2 Resonansi Magnetik Inti (RMI)
Radiasi pada daerah frekuensi radio digunakan untuk mengeksitasi atom-
atom, biasanya proton-proton atau atom-atom karbon-13, sehingga spinnya
berubah dari sejajar menjadi sejajar melawan medan magnet yang digunakan.
Rentang frekuensi yang dibutuhkan untuk eksitasi dan pola-pola pembagian
kompleks yang dihasilkan sangat khas pada struktur kimia molekul tersebut
(Watson, 2009).
2.7.2.3 Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-MS)
Kromatografi gas dan spektrometri massa dapat digunakan untuk
memisahkan komponen dengan memberikan waktu retensi dan puncak elusi yang
dapat dimasukkan ke dalam spektrofotometer massa untuk memperoleh berat
molekul, karakteristik dan informasi fragmentasi (Heinrich, 2004). Teknik ini
juga dapat digunakan untuk komponen yang polar (senyawa yang larut dalam air)
seperti calistegines dan polihidroksil alkaloid jika dibuat turunannya dengan
komponen yang sesuai (trimetilsilil klorida) untuk meningkatkan volatilitasnya
(Heinrich, 2004).
Kromatografi gas saat ini merupakan metode analisis yang penting dalam
kimia organik untuk menentukan senyawa tunggal dalam campuran. Spektrometer
massa sebagai metode deteksi yang memberikan data yang bermakna, yang
diperoleh dari penentuan langsung molekul zat atau fragmen (Heinrich, 2004).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
2.7.2.4 Fourier Transform Infrared (FT-IR)
FT-IR merupakan metode dari spektroskopi inframerah. Dalam
spektroskopi inframerah, radiasi IR melewati sampel. Beberapa dari radiasi IR
diabsorbsi oleh sampel dan beberapa dari radiasi ditransmisikan. Akibat adanya
radiasi yang diserap dan yang ditrasnmisikan, maka akan menghasilkan spectrum
molekul, membentuk sidik jari molekular dari sampel. Seperti halnya sidik jari,
maka tidak akan ada struktur molekul sampel yang berbeda memiliki spektrum
inframerah yang sama. Ini membuat spektroskopi inframerah berguna untuk
beberapa tipe analisis (Anonim, 2001).
2.7.2.5 Spektrofotometer UV-Visible
Susunan peralatan Spektrofotometer Ultra-violet dan Sinar Tampak
diperlihatkan pada Gambar 2.7 yang meliputi bagian-bagian sebagai berikut:
sumber radiasi/cahaya (A), monokromator (B), sel absorpsi (C), detektor (D) dan
pencatat (E) (Triyati, 1985).
Sumber cahaya dipergunakan untuk pengukuran absorpsi. Sumber cahaya
ini harus memancarkan sinar dengan kekuatan yang cukup untuk penentuan dan
pengukuran, juga harus memancarkan cahaya berkesinambungan yang berarti
harus mengandung semua panjang gelombang dari daerah yang dipakai. Kekuatan
sinar radiasi harus konstan selama waktu yang diperlukan. Sumber Cahaya
Tampak yang paling umum dipakai adalah lampu Wolfram. Sedangkan sumber
radiasi Ultra-violet biasa dipergunakan lampu Hidrogen atau Deuterium yang
terdiri dari tabung kaca dengan jendela dari kwartz yang mengandung Hidrogen
dengan tekanan tinggi. Oleh karena kaca menyerap radiasi Ultra-violet, maka
sistem optik Spektrofotometer Ultra-Violet dan sel harus dibuat dari bahan kwartz
(Triyati, 1985).
Gambar 2.15 Bagan susunan alat spektrofotometer Uv-Vis (Triyati, 1985).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
Monokromator dipergunakan untuk memisahkan radiasi ke dalam
komponen-komponen panjang gelombang dan dapat memisahkan bagian
spektrum yang diinginkan dari lainnya. Detektor dipergunakan untuk
menghasilkan signal elektrik. Dimana signal elektrik ini sebanding dengan cahaya
yang diserap. Signal elektrik ini kemudian dialirkan ke alat pengukur. Rekorder
dipergunakan untuk mencatat data hasil pengukuran dari detektor, yang
dinyatakan dengan angka (Triyati, 1985).
Seperti terlihat pada bagan alat susunan Spektrofometer Ultra-violet dan
Sinar Tampak, suatu sumber cahaya; dipancarkan melalui monokromator (B).
Monokromator menguraikan sinar yang masuk dari sumber cahaya tersebut
menjadi pita-pita panjang gelombang yang diinginkan untuk pengukuran suatu zat
tertentu, yang menunjukkan bahwa setiap gugus kromofor mempunyai panjang
gelombang maksimum yang berbeda. Dari monokromator tadi cahaya/energi
radiasi diteruskan dan diserap oleh suatu larutan yang akan diperiksa di dalam
kuvet. Kemudian jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan menghasilkan
signal elektrik pada detektor, signal elektrik ini sebanding dengan cahaya yang
diserap oleh larutan tersebut. Besarnya signal elektrik yang dialirkan ke pencatat
dapat dilihat sebagai angka (Triyati, 1985).
2.8 Inflamasi
2.8.1 Definisi
Inflamasi merupakan respon terhadap kerusakan jaringan akibat berbagi
rangsangan yang merugikan, baik rangsangan kimia maupun mekanis, infeksi,
serta benda asing seperti bakteri dan virus. Pada proses inflamasi terjadi reaksi
vaskular, sehingga cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih, dan mediator
kimia terkumpul pada tempat yang cedera untuk menetralkan dan menghilangkan
agen-agen berbahaya serta untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Tanda-tanda
inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler,
dan migrasi leukosit ke daerah inflamasi (Hidayati et al, 2008).
Inflamasi adalah reaksi biologis untuk mengganggu homeostasis jaringan.
Pada tingkat dasar, proses penghancuran jaringan yang melibatkan produk darah,
seperti protein plasma, cairan, dan leukosites, sehingga terjadi gangguan jaringan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Migrasi ini difasilitasi oleh perubahan dalam pembuluh darah lokal menjadi
vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas pembuluh, serta meningkatkan aliran
darah (Ashley et al, 2012).
Infeksi yang diakibatkan oleh mikroba sering menyebabkan terjadinya
respon inflamasi. Bagaimanapun, luka atau trauma (kehadiran infeksi parasit) dan
paparan partikel/iritan/polutan asing juga dapat menyebabkan inflamasi, respon
yang terjadi dapat kerusakan atau malfungsi jaringan. Fungsi dasar dari inflamasi
adalah untuk menghancurkan dengan cepat pengganggu yang masuk kedalam
tubuh, mengurangi kerusakan jaringan, dan kemudian mengembalikan
homeostatis jaringan. Inflamasi, ketika diatur sewajarnya, adalah proses
menyesuaikan diri. Pernyataan ini didukung oleh peningkatan resiko dari infeksi
serius pada manusia dengan defesiensi genetik dalam komponen dasar dari
inflamasi, seperti neutropenia (kadar rendah yang abnormal dari neutrophil). Pada
studi dengan menggunakan metode knock-out pada tikus menjelaskan bahwa
cacat pada gen yang menyandikan sitokin proinflamasi dan agen inflamasi dapat
meningkatkan kerentaan terhadap infeksi (Ashley et al, 2012).
2.8.2 Mekanisme dari Inflamasi
Inflamasi diatur oleh proses yang melibatkan sistem imun, psikologis, dan
perilaku yang dipengaruhi oleh sitokin. Tahap pertama dari inflamasi termasuk
pengenalan dari infeksi atau kerusakan. Ini secara tipikal diraih dengan cara
deteksi dari susuan molekular yang dihubungkan dengan patogen (PAMPs) yang
secara spesifik bentuk molekul tersebut diekspresikan oleh pathogen yang esensial
untuk bertahan hidup. Susunan molekul dihubungkan dengan kerusakan
(DAMPs), adalah molekul endogen yang merupakan sinyal dari kerusakan atau
nekrosis dan juga dikenali sistem imun bawaan. Sebuah keuntungan dari
mendeteksi sinyal ini adalah mentargetkan tidak dengan hati-hati dari sel inang
dan jaringan diminimalisasi. Tidak seperti sistem imun adaptif, sistem imun
bawaan kurang kemampuannya untuk membedakan perbedaan strain dari patogen
yang membahayakan (dapat membahayakan sel inang) (Ashley et al, 2012).
Inflamasi secara umum dikarakterisasikan dengan tanda umum seperti
kemerahan, bengkak, panas, sakit, dan kadang disertai eksudasi dan kehilangan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
fungsi. Proses dari inflamasi termasuk peran dari mediator yang merupakan
substansi kimia yang poten yang ditemukan dalam jaringan tubuh, seperti
prostaglandin, leukotriene, prostasiklin, limfokin, kemokin seperti interferon-α
(IFN-α), interleukin (IL)-1, IL-8, histamin, 5-hidroksitriptamin (5-HT), dan
faktor-α nekrosis jaringan. Mediator yang menyebabkan timbulnya respon
inflamasi (Beg et al, 2011).
Gambar 2.16 Proses inflamasi dan sintesis mediator inflamasi seperti prostaglandin, prostasiklin,
dan leukotrien (Beg et al, 2011).
Proses peradangan melibatkan sederet peristiwa yang dapat disebabkan oleh
berbagai stimulus misalnya zat-zat penginfeksi, iskemia, interaksi antigen-
antibodi, serta cidera karena panas atau cedera fisik lain. Pada tingkat
makroskopik, respon peradangan terjadi disertai dengan tanda-tanda klinis yang
umum berupa eritma, edema, sangat peka-nyeri (hiperalgesia), dan nyeri. Respon
peradangan terjadi dalam tiga fase yang berbeda, masing-masing diperantarai oleh
mekanisme yang berbeda yaitu fase akut, fase sub akut lambat, dan fase
proliferatif kronik. Fase akut ditandai dengan vasodilatasi lokal dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Fase sub akut lambat ditandai dengan infiltrasi sel leukosit
dan sel fagosit. Sedangkan fase proliferatif kronik ditandai dengan terjadinya
kerusakan jaringan dan fibrosis. Kemampuan untuk meningkatkan respon
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
peradangan sangat penting untuk dapat bertahan hidup dalam menghadapi
patogen lingkungan dan cedera, walaupun pada keadaan penyakit tertentu, respon
peradangan mungkin berlebihan dan berlangsung lama tanpa alasan manfaat yang
jelas (Goodman dan Gilman, 2012).
2.8.3 Obat-obat Antiinflamasi
2.8.3.1 Obat Antiinflamasi Steroid
Glukokortikoid merupakan antiinflamasi golongan steroid. Efek
glukokortikoid pada respon radang terbilang banyak dan terdokumentasi dengan
baik. Obat-obatan ini dapat diberikan secara oral maupun intravena. Prednison
oral merupakan obat pilihan yang masih banyak digunakan. Kebanyakan pasien
mengalami perbaikan yang signifikan dalam waktu 5 hari sejak permulaan terapi.
Pada kasus yang lebih parah, glukokortikoid dapat diberikan secara intravena
(Goodman dan Gilman, 2012).
Steroid sintesis baru sedang dikembangkan dikarenakan obat-obat steroid
yang tersedia buruk absorpsinya dan/atau obat tersebut mengalami metabolisme
lintas pertama yang tinggi seperti sediaan topikal prednisolon, metasulfobenzoat,
tiksokortol pivalat, flutikason propionat, dan beklometason dipropionat (Goodman
dan Gilman, 2012).
2.8.3.2 Obat Antiinflamasi Non-Steroid
Obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS) merupakan suatu grup obat
yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas anti-piretik, analgesik,
dan antiinflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat
enzim siklooksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase. Aspirin adalah prototip
dari grup ini; yang paling umum digunakan dan merupakan obat yang
dibandingkan dengan semua obat antiinflamasi. Namun, sekitar 15% penderita
menunjukkan tidak toleran terhadap aspirin. Karena itu, obat-obat AINS lain
dapat digunakan jika individu tidak toleran terhadap aspirin. Selain itu, pada
penderita tertentu, beberapa obat AINS baru lebih superior daripada aspirin,
karena aktivitas antiinflamasinya lebih besar dan/atau menyebabkan lebih sedikit
terjadinya iritasi pada lambung. Namun, disamping itu terdapat juga kekurangan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
dari AINS lain tersebut yaitu harganya dapat lebih mahal dari aspirin dan
beberapa telah terbukti lebih toksik (Mycek et al, 2001).
2.8.4 Mekanisme Obat Anti-inflamasi
Efek terapeutik utama dari NSAID adalah kemampuannya untuk
menghambat pembentukan prostaglandin. Enzim pertama dalam jalur sintetis
prostaglandin adalah prostaglandin endoperoksida sintase, atau asam lemak
siklooksigenase. Enzim ini mengubah asam arakidonat menjadi senyawa antara
yang tidak stabil yaitu PGG2 dan PGH2. Diketahui bahwa terdapat dua bentuk dari
enzim siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2
(COX-2) (Goodman dan Gilman, 2012).
Enzim COX-1 merupakan suatu isoform konstitutif yang terdapat banyak
pada jaringan normal, sedangkan enzim COX-2 terinduksi saat berkembangnya
suatu peradangan akibat dari sitokin atau mediator radang lain. Namun, COX-2
juga diekspresikan secara konstitutif di daerah tertentu di ginjal dan otak. Penting
diketahui bahwa COX-1 diekspresikan dalam lambung namun tidak dengan COX-
2, sehingga toksisitas terhadap lambung dapat dikurangi dengan memberikan
inhibitor selektif COX-2 (Goodman dan Gilman, 2012).
Gambar 2.17 Skema mekanisme obat antiinflamasi (Kurmis et al, 2012)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Produk hasil perubahan arakidonat oleh enzim COX adalah PGG2 dan PGH2
berbeda-beda bergantung pada aktivitas enzimatik metabolism PGG2 dan PGH2
pada suatu jaringan. Asam arakidonat dapat juga diubah melalui jalur 5-
lipoksigenase menjadi leukotrien. Aspirin dan NSAID menghambat pembentukan
enzim siklooksigenase dan prostaglandin namun tidak menghambat jalur
lipoksigenase, dengan demikian tidak menekan pembentukan leukotrien
(Goodman dan Gilman, 2012).
Glukokortikoid menekan ekspresi COX-2 sehingga dapat menekan
pembentukan prostaglandin yang diperantarai oleh COX-2. Efek ini menyebabkan
glukokortikoid memiliki kerja atau efektivitas sebagai antiinflamasi (Goodman
dan Gilman, 2012).
2.8.5 Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak adalah penghambat siklooksigenase. Diklofenak
digunakan untuk pengobatan jangka panjang arthritis rematoid, osteoarthritis, dan
spondilitis ankilosa. Diklofenak lebih poten daripada indometasin dan naproksen.
Jalur ekskresi utama dari diklofenak dan metabolitnya adalah melalui ginjal
(Mycek et al, 2001).
Diklofenak mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik, dan antiradang.
Diklofenak tampak menurunkan konsentrasi intrasel arakidonat bebas dalam
leukosit, mungkin dengan mengubah pelepasan atau pengambilan asam lemak
tersebut (Goodman dan Gilman, 2012).
Gambar 2.18 Struktur natrium diklofenak (PubChem, n. d.).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
2.8.6 Bovine Serum Albumin (BSA)
Bovine serum albumin (BSA) merupakan protein globular (~66.000 Da)
yang digunakan dalam aplikasi biokimia diakrenakan stabilitasnya dan kurangnya
gangguan terhadap reaksi biologi. BSA merupakan rantai polipeptida runggal
yang terdiri dari 583 asam amino dan tidak mengandung karbohidrat. Pada pH 5-7
mengandung 17 ikatan intra disulfide dan 1 gugus sulfihidril (Anonim, 2000).
Albumin mudah larut dalam air dan hanya dapat dipresipitasi dengan
konsentrasi tinggi dari garam netral seperti ammonium sulfat. Stabilitas larutan
BSA sangat baik (khususnya ketika larutan disimpan dilemari pendingin). Namun,
albumin dapat menggumpal jika dipanaskan. Ketika dipanaskan 50oC atau lebih,
albumin akan dengan cepat membentuk agregat hidrofobik yang tidak akan
kembali menjadi monomer meskipun didinginkan. Pada temperatur rendah juga
dapat terjadi agregasi tersebut, tapi dalam laju yang relatif lambat (Anonim,
2000).
2.8.7 Metode Uji Antiinflamasi In vitro
2.8.7.1 Aktivitas Antidenaturasi dengan BSA
Denaturasi protein adalah proses dimana protein kehilangan struktur tersier
dan struktur sekunder diakibatkan oleh stress eksternal atau senyawa, seperti asam
atau basa kuat, konsentrat garam inorganik, pelarut organik atau pemanasan.
Banyak protein biologis kehilangan fungsi biologis ketika terdenaturasi.
Contohnya, enzim dapat kehilangan aktivitasnya karena substrat tidak dapat lagi
berikatan dengan sisi aktif (Verma M. et al, 2011).
Studi antidenaturasi protein dilakukan dengan menggunakan Bovine Serum
Albumin (BSA). Pengukuran BSA dilakukan untuk mengeliminasi atau
mengurangi penggunaan spesimen hidup dalam proses pengembangan obat.
Ketika BSA dipanaskan, maka akan terjadi denaturasi dan menunjukkan reaksi
hipersensitif tipe III yang berhubungan dengan antigen. Hal tersebut berhubungan
dengan penyakit seperti arthritis rematoid, serum sickness, glomerulonephritis,
dan sistemik lupus eritematosus. Dengan demikian pengujian aktivitas
antiinflamasi dengan metode BSA diaplikasikan untuk penemuan dan
pengembangan obat baru. Senyawa yang dapat menstabilkan protein dari proses
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
denaturasi merupakan senyawa yang berpotensi sebagai antiinflamasi. Beberapa
NSAID seperti indometasin, ibufenak, natrium diklofenak, asam salisilat, dan
asam flufenamat mencegah denaturasi dari BSA pada pH patologis yaitu 6,2-6,5.
Senyawa seperti fenil propanoid dan eugenol diketahui dapat mencegah
denaturasi dari BSA ditemukan memilki aktivitas antiinflamasi. Berdasarkan data
diatas, mendukung validitas dari penggunaan efek antidenaturasi BSA pada
ekstrak tanaman dalam suasana dipanaskan sebagai parameter terapeutik yang
potensial untuk menemukan senyawa antiinflamasi tanpa harus menggunakan
binatang untuk skrining farmakologi awal. Presentase dari pengendapan
(denaturasi protein) dapat dihitung dengan perbandingan antara absorbansi sampel
dibandingkan dengan absorbansi kontrol (R. Ramalingam et al, 2010).
Metode uji dengan BSA merupakan skrining antiinflamasi tahap awal.
Interaksi BSA dengan zat aktif terjadi akibat adanya ikatan antara zat aktif dengan
tirosin, treonin, dan lisin. Ketika zat aktif menempel dengan tirosin, treonin, dan
lisin yang terdapat pada BSA maka akan tidak mencegah terjadinya denaturasi
BSA (Williams et al, 2008).
2.8.7.2 Metode Stabilisasi Membran HRBC
Aksi utama dari agen antiinflamasi adalah menginhibisi enzim
siklooksigenase yang berperan dalam konversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin. Karena membran sel darah merah manusia (HRBC) mirip dengan
komponen membran lisosom, pencegahan dari hipotonisitas diinduksi lisis
membran HRBC yang digunakan sebagai sebuah pengukuran dalam
memperkirakan sifat antiinflamasi pada ekstrak atau pada suatu senyawa. Metode
stabilisasi membran HRBC telah digunakan dalam memperkirakan sifat
antiinflamasi (Saleem et al, 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia,
Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II dan Laboratorium
Kimia Obat Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
3.2 Waktu
Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2015 sampai Mei 2015.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu nasu flask 250 mL
(Iwaki/Pyrex), beaker glass (Pyrex) 500 mL; 100 mL; 50 mL, Hotplate,
seperangkat alat vacuum rotary evaporator (SB-1000 Eyela), kertas saring
whatman, pH meter, kapas, timbangan analitik, lumpang dan alu, vial, gelas ukur
(Pyrex) 100 mL; 50 mL; 10 mL, spatula, tabung reaksi, rak tabung reaksi,
chamber, magnetic stirrer, stirrer, shaking bath, Gas Chromatography-Mass
Spectrofotometry (GC-MS, Agilent Technologies), Nuclear Magnetic Resonancy
(NMR, 500 MHz, JEOL), Spektrofotometer UV-Vis (HITACHI), Fourier
Transform Infrared (FT-IR, SHIMADZU), Differential Scanning Calorimeter
(DSC, SHIMADZU), plat aluminium TLC silica gel 60 F254 (Merck),
kromatografi kolom.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Etil p-
metoksisinamat hasil isolasi dari kencur, Natrium diklofenak (Sigma-Aldrich),
Asam Nitrat (Merck), Heksan, Metanol p. a., Aquades, Silika gel 60 (Merck), Etil
Asetat, Tris base, Na2SO4 anhidrat (Merck), NaOH (Merck), HCl, Bovine Serum
Albumin (Sigma-Aldrich).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Modifikasi Etil p-Metoksisinamat
3.4.1.1 Proses Hidrolisis Etil p-Metoksisinamat menjadi Asam p-
Metoksisinamat (Mufidah, 2014 dengan modifikasi)
Senyawa etil p-metoksisinamat sebanyak 15,480 gram (75 mmol)
ditambahkan kedalam larutan yang berisi campuran 4,8 gram (75 mmol) NaOH
dan 375 mL (75 mmol) etanol pro analisis dalam gelas kimia yang diikuti dengan
pengadukan. Campuran tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 60oC diatas
hotplate dan diaduk dengan bantuan stirer selama 5 jam. Pengecekan reaksi
dilakukan dengan menggunakan KLT. Setelah itu, aquadest 1.000 mL
ditambahkan secara bertahap diikuti dengan pengadukan sampai hasil reaksi larut
sempurna. Kemudian ditambahkan HCl 15% kedalam larutan dan terbentuklah
endapan putih. HCl 15% tersebut dihentikan penambahannya jika tidak ada
endapan putih yang terbentuk lagi atau pH filtrat telah mencapai 4. Residu yang
dihasilkan merupakan senyawa hasil hidrolisis yang kemudian dikeringanginkan.
3.4.1.2 Proses Nitrasi (Bose et al, 2006 dengan modifikasi)
Sebanyak 1 gram asam p-metoksisinamat ditambahkan 4 mL asam nitrat
65% (suhu dibawah -12oC). Berdasarkan hasil optimasi yang dilakukan (lampiran
12), campuran reaksi tersebut di iradiasi menggunakan microwave pada 300 watt
selama 1 menit. Setelah iradiasi, campuran reaksi ditambahkan aquadest dingin
kemudian di filtrasi, maka akan didapatkan padatan berwarna kekuningan.
Kemudian padatan tersebut dikeringanginkan. Setelah itu, hasil yang telah
terdapat produk dimurnikan dengan kromatografi kolom. Kemudian dilanjutkan
diidentifikasi hasil pemurnian dengan menggunakan GC-MS, FT-IR, NMR.
3.4.2 Pemurnian dengan Kromatografi Kolom
Pemurnian dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi kolom.
Sistem kromatografi yang digunakan adalah kromatografi kolom fase normal,
dimana fase diamnya berupa silika gel 60 yang bersifat polar. Eluent yang
digunakan adalah Heksan 100% hingga Heksan : Etil Asetat (8:2).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
3.4.3 Penentuan Struktur Kimia
Setelah melakukan pemurnian dari senyawa hasil modifikasi melalui proses
nitrasi, dilakukan elusidasi struktur untuk identifikasi senyawa lebih lanjut.
a. Identifikasi Organoleptis
Senyawa murni etil p-metoksisinamat dan senyawa murni hasil
modifikasi diidentifikasi warna, bentuk, dan juga bau.
b. Pengukuran Titik Leleh
Senyawa murni etil p-metoksisinamat dan senyawa murni hasil
modifikasi diidentifikasi titik lelehnya dengan menggunakan DSC.
c. Identifikasi Senyawa Menggunakan FTIR
Sebanyak 1-2 mg sampel padat ditambahkan 200 mg bubuk KBr
murni dan diaduk hingga rata. Kemudian sampel yang telah dicampur
dengan KBr tersebut diambil dan kemudian ditempatkan dalam tempat
sampel pada alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis (Hidayati,
2012).
d. Identifikasi Senyawa Menggunakan GCMS
Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 m × 0,25 mm ID × 0,25
μm); suhu awal 70oC selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 285
oC dengan
kecepatan 20oC/min selama 20 menit. Suhu MSD 285
oC. Kecepatan aliran
1,2 mL/min dengan split 1:100. Pelarut yang digunakan metanol untuk
kromatografi. Solvent delay selama 3 menit. Parameter scanning dilakukan
dari massa paling rendah yakni 35 sampai paling tinggi 550 (Umar et al,
2012).
e. Identifikasi Senyawa Menggunakan 1H-NMR dan 13C- NMR
Sebanyak 10 mg sampel senyawa hasil modifikasi dilarutkan dalam
pelarut kloroform bebas proton yang digunakan khusus untuk NMR.
Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam tabung khusus NMR untuk
kemudian dianalisis menggunakan NMR.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
3.4.4 Pembuatan Reagen untuk Uji Antiinflamasi
a. Pembuatan TBS (Tris Buffer Saline) pH 6,3
Sebanyak 1,21 g Tris base dan 8,7 g Natrium klorida (NaCl)
dilarutkan dalam 1.000 mL aquades. Terbentuklah larutan dapar dengan
pH sekitar 10. Kemudian pH di adjust hingga 6,3 dengan menggunakan
asam asetat glasial (Mohan, 2003).
b. Penyiapan variasi konsentrasi dari Natrium diklofenak sebagai
kontrol positif
Pembuatan larutan induk sebesar 10.000 ppm Natrium diklofenak
dalam pelarut metanol. Kemudian dilakukan pengenceran dari larutan
induk sehingga didapatkan variasi konsentrasi 1.000, 100, dan 10.
Untuk membuat 10.000 ppm dilakukan dengan melarutkan 50 mg
Natrium diklofenak dalam 5 mL metanol. Selanjutnya dilakukan
pengenceran dari larutan induk, yaitu:
1.000 ppm: Sebanyak 500 μL dari larutan induk di tambahkan
4.500 μL metanol.
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan induk di tambahkan 4.950
μL metanol.
10 ppm: Sebanyak 5 μL dari larutan induk di tambahkan 4.995 μL
metanol.
c. Penyiapan variasi konsentrasi dari etil p-metoksisinamat dan
senyawa hasil modifikasi
Pembuatan larutan induk sebesar 10.000 ppm etil p-
metoksisinamat dan senyawa hasil modifikasi dengan pelarut metanol.
Kemudian dilakukan pengenceran dari masing-masing larutan induk
sehingga didapatkan variasi konsentrasi 1.000, 100, dan 10 ppm. Untuk
membuat 10.000 ppm dilakukan dengan melarutkan 50 mg sampel
dalam 5 mL metanol. Selanjutnya dilakukan pengenceran dari larutan
induk, yaitu:
1.000 ppm: Sebanyak 500 μL dari larutan induk di tambahkan
4.500 μL metanol.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan induk di tambahkan 4.950
μL metanol.
10 ppm: Sebanyak 5 μL dari larutan induk di tambahkan 4.995 μL
metanol.
d. Pembuatan Larutan BSA 0,2% (m/v)
Sebanyak 0,5 g BSA dilarutkan dalam 250 mL Tris Buffer Saline
(TBS) pH 6,3 (Williams et al, 2008).
3.4.5 Uji In vitro Antiinflamasi (Williams et al, 2008)
Tahapan pengujian aktivitas senyawa hasil modifikasi terhadap denaturasi
Bovine Serum Albumin adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan Larutan Uji
Sebanyak 5 mL larutan uji terdiri dari 4.950 L BSA dan 50 L
larutan sampel. Larutan uji dibuat berbagai macam konsentrasi, yaitu:
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 10.000 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
10 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 1.000 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 100 ppm ditambahkan
dengan 4.950 μL larutan BSA.
0,1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 10 ppm ditambahkan
dengan 4.950 μL larutan BSA.
b. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif
Sebanyak 5 mL larutan kontrol negatif terdiri dari 4.950 L BSA
dan 50 L metanol pro analisis.
c. Pembuatan Larutan Kontrol Positif
Sebanyak 5 mL larutan kontrol positif terdiri dari 4.950 L BSA
dan 50 L larutan Natrium diklofenak. Larutan kontrol positif dibuat
berbagai macam konsentrasi, yaitu:
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif 10.000 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
10 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif 1.000 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif 100 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
0,1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif 10 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
Masing-masing larutan diinkubasi selama 30 menit di suhu ruang (27oC).
Sebelum diinkubasi di vortex terlebih dahulu agar larutan yang dibuat homogen.
Setelah itu dipanaskan selama 5 menit pada suhu 72oC. Kemudian dibiarkan di
suhu ruang (27oC) selama 25 menit. Lalu diukur kekeruhannya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 660 nm. Presentase inhibisi
dari denaturasi BSA diapat dihitung dengan rumus berikut:
x 100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Modifikasi Struktur Etil p-Metoksisinamat
Senyawa etil p-metoksisinamat sebelum dinitrasi dihidrolisis terlebih dahulu
untuk mendapatkan asam p-metoksisinamat. Hal ini dilakukan karena berdasarkan
uji pendahuluan, ketika etil p-metoksisinamat di nitrasi dengan menggunakan
asam nitrat 65% tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Oleh karena itu
dilakukan reaksi hidrolisis terlebih dahulu kemudian hasilnya dinitrasi dengan
asam nitrat 65% dan menghasilkan produk yang diinginkan.
4.1.1 Reaksi Hidrolisis
Pada reaksi hidrolisis diperlukan katalis basa, dalam reaksi ini digunakan
NaOH dan perlarut yang digunakan adalah etanol pro analisis. Mekanisme dari
reaksi hidrolisis terjadi karena adanya protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi
yang terjadi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan
elektron dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan mengikat OH
yang merupakan nukleofilik (Larson dan Weber, 1994).
Gambar 4.1 Mekanisme reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat
(Mufidah, 2014 telah diolah kembali)
Suhu 60oC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
4.1.1.1 Optimasi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis dilakukan dengan pemanasan 60oC diatas hotplate dan
berlangsung selama 5 jam (Gambar 4.1). Pemanasan diatas hotplate ditujukan
untuk mempersingkat reaksi. Berdasarkan penelitian Mufidah (2014), apabila
reaksi dilakukan pada suhu kamar maka akan membutuhkan waktu 32 jam. Hasil
dari reaksi hidrolisis berupa padatan berwarna putih. Setelah reaksi selesai,
dilakukan pelarutan hasil reaksi dengan aquadest sebanyak 1.000 mL secara
bertahap diikuti dengan pengadukan hingga hasil reaksi tersebut larut sempurna.
Filtrat yang diperoleh kemudian ditambahkan HCl 15% untuk mengikat Na+
sehingga terbentuklah endapan putih yang merupakan senyawa hasil hidrolisis.
Penambahan HCl 15% terus dilakukan hingga tidak lagi terbentuk endapan.
Gambar 4.1. KLT senyawa hasil hidrolisis dengan eluen heksan etil asetat 4:1
(visualisasi UV λ 245 nm)
Keterangan: (1) Reaksi hidrolisis selama 3 jam (2) Reaksi hidrolisis selama 4 jam (3) Reaksi
Hidrolisis selama 5 jam
Berdasarkan KLT (Gambar 4.1), pada jam ke-5 sudah tidak terdapat etil p-
metoksisinamat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa etil p-metoksisinamat telah
bereaksi sempurna membentuk asam p-metoksisinamat, sehingga reaksi
dihentikan pada jam ke-5. Pada reaksi hidrolisis gugus ester digantikan dengan
gugus karboksilat sehingga menghasilkan asam p-metoksisinamat. Asam p-
metoksisinamat yang dihasilkan dari 15,480 gram etil p-metoksisinamat sebanyak
12,8616 gram dengan presentase rendemen sebesar 83,085%. Meskipun hanya
Etil p-metoksisinamat
Asam p-metoksisinamat
1 2 3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
sebagai senyawa antara untuk melakukan reaksi nitrasi, hasil reaksi hidrolisis
dilakukan juga uji aktivitas antiinflamasi.
% Rendemen Hidrolisis =
x 100% = 83,085%
4.1.2 Reaksi Nitrasi
Reaksi nitrasi adalah reaksi dimana suatu senyawa akan disisipkan gugus
nitro. Pada reaksi nitrasi kali ini menggunakan cara dingin yaitu metode „Cold
Microwave’. Proses modifikasi dengan nitrasi hanya menggunakan reagen HNO3
(asam nitrat). Sebelum reaksi menggunakan asam nitrat, asam nitrat didinginkan
dahulu dalam freezer hingga suhu dibawah -12oC. Hal tersebut dilakukan untuk
menjaga kondisi reaksi dan sesudah reaksi ada dalam keadaan dingin, karena suhu
mempengaruhi hasil reaksi yang akan didapatkan (Bose et al, 2006).
Gambar 4.3. Reaksi Nitrasi
4.1.2.1 Optimasi Nitrasi
Reaksi dilakukan dengan iradiasi microwave pada 300 watt selama 1 menit.
Hal tersebut dilakukan berdasarkan hasil optimasi yang dilakukan (Lampiran 12).
Dilakukan optimasi dengan menggunakan waktu dan kekuatan radiasi yang
berbeda, yaitu dilakukan optimasi dengan 300 W selama 30 detik, 300 W selama
1 menit, 300 W selama 2 menit, dan 450 W selama 2 menit. Berdasarkan hasil
optimasi tersebut diketahui bahwa senyawa target memiliki hasil yang cukup baik
pada 300 watt selama 1 menit. Setelah iradiasi dilakukan, campuran reaksi
ditambahkan aquadest dingin yang bertujuan untuk mencuci hasil reaksi dari sisa-
sisa asam nitrat yang digunakan. Kemudian dilakukan filtrasi, maka didapatkan
padatan berwarna jingga. Didalam padatan ini terdapat senyawa target. Kemudian
hasil penyaringan tersebut dikeringkan pada suhu ruang. Setelah kering, hasil
Didinginkan
hingga suhu
dibawah -12oC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
ditimbang. Lalu hasil dari reaksi nitrasi tersebut dimurnikan dengan menggunakan
kromatografi kolom dengan eluent heksan 100% hingga heksan-etil asetat dengan
perbandingan 8:2. Setelah dilakukan proses pemurnian dengan kromatografi
kolom, senyawa 4-metoksi-β-nitrostirena dicuci dengan menggunakan heksan.
Setelah itu dilakukan identifikasi lebih lanjut terhadap senyawa hasil tersebut.
Senyawa 4-metoksi-β-nitrostirena yang dihasilkan dari 1.200,0 mg asam p-
metoksisinamat sebanyak 333,1 mg dengan rendemen sebesar 27,75%.
% Rendemen senyawa 4-metoksi-β-nitrostirena =
x 100% = 27,75%
Gambar 4.4. KLT senyawa hasil nitrasi dengan eluen heksan-etil asetat 3:2
(visualisasi UV λ 245 nm)
Keterangan: (1) asam p-metoksisinamat (2) 4-metoksi-β-nitrostirena
4.2 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi
Senyawa hasil modifikasi pertama kali diidentifikasi dengan
membandingkan nilai Rf. Nilai Rf didapatkan melalui KLT dengan eluen etil
asetat-heksan dengan perbandingan 3:2 (Gambar 4.5). Berdasarkan perhitungan,
didapatkan nilai Rf sebagai berikut:
Etil p-metoksisinamat = 0,95
Asam p-metoksisinamat = 0,7
4-metoksi-β-nitrostirena = 0,90
1 2
Asam p-metoksisinamat
4-metoksi-β-nitrostirena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Berdasarkan nilai Rf diatas, dapat diketahui tingkat kepolaran dari masing-
masing senyawa. Senyawa etil p-metoksisinamat memiliki nilai Rf yang paling
tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa etil p-metoksisinamat memiliki nilai
polaritas yang rendah. Reaksi hidrolisis yang dilakukan terhadap etil p-
metoksisinamat menghasilkan asam p-metoksisinamat yang memiliki perbedaan
nilai Rf yang cukup signifikan dibawah etil p-metoksisinamat yaitu 0,7. Hal
tersebut menunjukkan bahwa asam p-metoksisinamat memiliki nilai polaritas
lebih tinggi daripada etil p-metoksisinamat. Namun, berbeda dengan senyawa
hasil nitrasi yang bila dibandingkan dengan etil p-metoksisinamat nilai Rf
senyawa tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan. Senyawa etil p-
metoksisinamat tidak memiliki perbedaan tingkat kepolaran yang signifikan
dengan 4-metoksi-β-nitrostirena. Hal ini menunjukkan bahwa mengganti gugus
ester dengan gugus nitro hanya sedikit meningkatkan polaritas pada senyawa hasil
modifikasi.
Gambar 4.5. KLT senyawa hasil nitrasi dengan eluen etil asetat-heksan 3:2
(visualisasi UV λ 245 nm)
Keterangan: (1) asam p-metoksisinamat (2) etil p-metoksisinamat (3) 4-metoksi-β-nitrostirena
4.2.1 Senyawa Hasil Hidrolisis
Senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat dihasilkan dengan
mereaksikan etil p-metoksisinamat menggunakan NaOH dan pelarut etanol.
Senyawa ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
Warna : Putih
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Serbuk
1 2 3
Etil p-metoksisinamat
Asam p-metoksisinamat
4-metoksi-β-nitrostirena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Senyawa hasil hidrolisis dilakukan dengan elusidasi struktur dengan analisa
menggunakan GCMS. Analisa hanya dilakukan dengan GCMS karena senyawa
asam p-metoksisinamat merupakan senyawa antara untuk dilakukannya
modifikasi melalui proses nitrasi (Lampiran 5).
Berdasarkan hasil pola fragmentasi GCMS (Gambar 4.6), dapat
diinterpretasikan bahwa senyawa hasil hidrolisis yang merupakan asam p-
metoksisinamat muncul pada waktu retensi 9,622 yang memiliki berat molekul
178,0 dengan pola fragmentasi massa pada 161; 133; 117; 89; 77 dan 63 (Gambar
4.7).
Gambar 4.6. Pola fragmentasi GCMS asam p-metoksisinamat
Gambar 4.7 Fragmentasi MS asam p-metoksisinamat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Berdasarkan berbagai data identifikasi diatas bahwa dapat diketahui bahwa
senyawa hasil modifikasi melalui proses hidrolisis adalah senyawa Asam p-
metoksisinamat.
4.2.2 Senyawa Hasil Nitrasi
Nitrasi asam p-metoksisinamat dilakukan dengan menggunakan HNO3 dan
iradiasi microwave. Senyawa ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
Warna : Kuning
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Serbuk atau kristal
Titik leleh diukur menggunakan alat DSC (Differential Scanning
Calorimetry). Titik leleh senyawa hasil nitrasi asam p-metoksisinamat adalah
89,08oC (Lampiran 6).
Elusidasi struktur dari senyawa hasil nitrasi dilakukan dengan analisa
menggunakan IR, GCMS, 1H NMR, dan
13C NMR. Analisa pertama dilakukan
menggunakan IR.
Tabel 4.1. Daftar daerah spektrum IR 4-metoksi-β-nitrostirena
Ikatan Daerah Absorbsi (v, cm-1
)
C-H Aril 3105,53
C-H Alifatik 2921,32
C=C Aril 1611,59–1508,40
NO2 1441,85; 1323,22
C-N 1181,45
R-HC=CH-R (Trans) 972,16
Aromatik Posisi Para 824,60
Penafsiran spektrum IR senyawa hasil nitrasi asam p-metoksisinamat dari
berbagai bilangan gelombang dari absorbsi gugus fungsi yang spesifik
ditunjukkan dalam Tabel 4.1 (Lampiran 7). Berdasarkan hasil tersebut, ditemukan
pita serapan pada bilangan gelombang v 3105,53 cm-1
adalah serapan spesifik
vibrasi ulur ikatan antar atom C-H pada gugus aromatik. Pita serapan juga
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
ditemukan pada bilangan gelombang v 2921,32 cm-1
yang merupakan serapan dari
C-H dari gugus alifatik. Serapan dari C=C pada aromatik muncul pada bilangan
gelombang v 1611,59-1508,40 cm-1
. Adanya gugus NO2 diperkuat dengan adanya
pita serapan spesifik dengan dua pola absorbsi kuat yaitu pada bilangan
gelombang v 1441,85 cm-1
dan 1323,22 cm-1
. Kemudian pita serapan dari C-N
muncul pada bilangan gelombang v 1181,45 cm-1
. Pita serapan pada bilangan
gelombang v 972,16 cm-1
merupakan serapan spesifik dari bentuk trans. Lalu
muncul pita serapan dengan bilangan gelombang v 824,60 cm-1
yang
menunjukkan bahwa senyawa memiliki bentuk aromatik dengan substitusi para.
Setelah dilakukan analisa gugus fungsi dengan menggunakan IR,
selanjutnya senyawa hasil nitrasi dilakukan identifikasi lebih lanjut dengan
menggunakan GCMS untuk melihat pola fragmentasi dari senyawa tersebut. Pada
interpretasi menggunakan GCMS, senyawa hasil nitrasi muncul pada waktu
retensi 9,757 menit. Berat molekul senyawa tersebut 179,0 dengan fragmentasi
massa pada 147; 132; 102; 76 (Gambar 4.9). Senyawa tersebut memiliki pola
fragmentasi sebagai berikut:
Gambar 4.8. Pola fragmentasi GCMS 4-metoksi-β-nitrostirena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Gambar 4.9 Fragmentasi MS 4-metoksi-β-nitrostirena
Analisa dari senyawa hasil nitrasi tidak hanya menggunakan IR dan GCMS
melainkan dilakukan pula analisa dengan 1H-NMR. Interpretasi analisa dari NMR
berupa nilai dari pergeseran kimia (δ) pada suatu senyawa dalam satuan ppm
(Pavia et al, 2008). Hasil analisis 1H-NMR dari 4-metoksi-β-nitrostirena yang
merupakan senyawa hasil nitrasi yang ditunjukkan pada tabel 4.2 dengan panduan
gambar 4.10.
(a) (b)
(c)
Gambar 4.10. (a) Struktur Senyawa 4-metoksi-β-nitrostirena (b) Struktur Senyawa Etil p-
Metoksisinamat (c) Senyawa Asam p-Metoksisinamat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Tabel 4.2. Data pergeseran kimia (δ) spektrum1H-NMR etil p-metoksisinamat, asam p-
metoksisinamat, dan 4-metoksi-β-nitrostirena (CDCl3, 500 MHz)
Posisi
Pergeseran Kimia (δ, ppm)
4-metoksi-β-
nitrostirena
Etil p-
Metoksisinamat
Asam p-
Metoksisinamat
(Mufidah, 2014)
1 7,50
(d, 1H, J=9,08)
6,90
(d, 1H, J=9,05)
6,95
(d, 1H, J=9,05)
2 6,95
(d, 1H, J=8,43)
7,47
(d, 1H, J=8,45)
7,54
(d, 1H, J=9,1)
4 6,95
(d, 1H, J=8,43)
7,47
(d, 1H, J=8,45)
7,47
(d, 1H, J=9,1)
5 7,50
(d, 1H, J=9,08)
6,90
(d, 1H, J=9,05)
6,95
(d, 1H, J=9,1)
7 7,52
(d, 1H, J=13,62)
7,65
(d, 1H, J=16,25)
7,63
(d, 1H, J=16,2)
8 7,98
(d, 1H, J= 13,62)
6,31
(d, 1H, J=15,6)
6,34
(d,, 1H, J=16,2)
11 - 4,25
(q, 2H, J=7,15) -
12 - 1,33
(t, 3H, J=7,15) -
15 3,86
(s, 3H)
3,82
(s, 3H)
3,82
(s, 3H)
Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,86 ppm
(3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan
oksigen (-OCH3, metoksi). Pergeseran kimia 7,52 ppm, (1H) berbentuk doublet
memiliki hubungan dengan puncak yang memiliki pergeseran kimia 7,98 ppm
(1H) berbentuk doublet, keduanya memiliki konstanta kopling 13,62 Hz. Bentuk
tersebut merupakan olefin dengan proton yang memiliki konfigurasi trans.
Kemudian pada pergeseran kimia 6,95 ppm – 7,50 ppm (4H) merupakan proton-
proton yang terdapat dari benzen dengan dua substitusi. Pola sinyal ini
menunjukkan bahwa 2 proton yang ekuivalen terkopling secara ortho dengan 2
proton yang ekuivalen dengan yang lainnya. Bentuk tersebut menunjukkan bahwa
sinyal H 1,5 dan H 2,4.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Tabel 4.3. Data pergeseran kimia (δ) spektrum13
C-NMR 4-metoksi-β-nitrostirena (CDCl3, 500
MHz)
Posisi
Pergeseran Kimia (δ, ppm)
4-Metoksi-β-Nitrostirena Etil p-Metoksisinamat
(Hasali, 2013)
1,5 131.35, CH 130.19, CH
2,4 115.10, CH 114.77, CH
3 163.12, C 161.28, C
6 122,72, C 127.65, C
7 139.24, CH 144.45, CH
8 135.10, CH 116.28, CH
9 - 167.55, C
11 - 60.77, CH2
12 - 14.60, CH3
15 55.72, OCH3 55.89, OCH3
Spektrum 13
C-NMR menunjukkan bahwa sinyal pertama pada pergeseran
kimia 55,72 ppm merupakan karbon dari metoksi yang berada pada cincin
aromatik. Sinyal karbon pada 163,12 ppm merupakan karbon kuartener (C-3)
yang berikatan dengan atom oksigen dari metoksi. Kemudian terdapat sinyal pada
131,35 ppm (C-1,5) hanya muncul satu sinyal untuk dua karbon karena karbon
tersebut simetris dan ekuivalen antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut juga
terjadi pada C-2,4 dimana hanya muncul satu sinyal yaitu 115,10 ppm. Pada C-8
terdapat sinyal yang lebih downfield daripada sinyal yang dihasilkan etil p-
metoksisinamat yaitu 135,10 ppm. Hal tersebut dikarenakan karbon pada C-8
pada senyawa 4-metoksi-β-nitrostirena berikatan langsung dengan Nitrogen yang
merupakan unsur penarik elektron. Sinyal pada 167,55 merupakan sinyal dari
karbon C-9 yang muncul pada etil p-metoksisinamat. Namun, pada senyawa 4-
metoksi-β-nitrostirena tidak muncul sinyal tersebut. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa senyawa hasil modifikasi tersebut tidak mengandung karbonil.
Berdasarkan berbagai data identifikasi diatas bahwa dapat diketahui bahwa
senyawa hasil modifikasi melalui proses nitrasi adalah senyawa 4-Metoksi-β-
Nitrostirena.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
4.3 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas
Senyawa Hasil Modifikasi
Studi antidenaturasi protein dilakukan dengan menggunakan Bovine Serum
Albumin (BSA). Pengukuran BSA dilakukan untuk mengeliminasi atau
mengurangi penggunaan spesimen hidup dalam proses pengembangan obat (R.
Ramalingam et al, 2010). Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antiinflamasi
terhadap etil p-metoksisinamat, senyawa hasil modifikasi yaitu 4-metoksi-β-
nitrostirena dan asam p-metoksisinamat, dan natrium diklofenak sebagai kontrol
positif dengan menggunakan BSA. Pada uji BSA tersebut digunakan konsentrasi
dengan rentang 100 ppm hingga 0,1 ppm.
Berdasarkan William, et al. (2008), senyawa yang memiliki persen inhibisi
denaturasi protein >20% merupakan senyawa yang memiliki aktivitas
antiinflamasi. Natrium diklofenak merupakan kontrol positif yang memiliki
aktivitas menghambat denaturasi protein dengan persen inhibisi sebesar 98,85%
pada konsentrasi 100 ppm.
Senyawa yang diuji aktivitas antiinflamasinya adalah senyawa natrium
diklofenak, senyawa etil p-metoksisinamat, senyawa asam p-metoksisinamat, dan
senyawa 4-metoksi-β-nitrostirena. Dari keempat senyawa tersebut, hanya natrium
diklofenak, etil p-metoksisinamat dan 4-metoksi-β-nitrostirena yang memiliki
aktivitas antiinflamasi yaitu dengan memiliki persen inhibisi >20%. Sedangkan
asam p-metoksisinamat tidak memiliki aktivitas antiinflamasi. Namun, natrium
diklofenak, etil p-metoksisinamat dan 4-metoksi-β-nitrostirena tersebut memiliki
pola nilai aktivitas yang berbeda. Etil p-metoksisinamat dan natrium diklofenak
memiliki aktivitas menghambat denaturasi protein seiiring dengan meningkatnya
konsentrasi. Sedangkan 4-metoksi-β-nitrostirena semakin kecil konsentrasi maka
aktivitas penghambatan denaturasi protein semakin meningkat (lihat tabel 4.4).
Pada penelitian ini dilakukan uji antiinflamasi dari etil p-metoksisinamat
dan senyawa hasil modifikasi dengan metode BSA yaitu dengan pengamatan
mengenai efek penghambatan denaturasi protein. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa etil p-metoksisinamat memiliki aktivitas menghambat
denaturasi protein mulai dari konsentrasi rendah yaitu konsentrasi 0,1 ppm dan
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dimana pada konsentrasi 100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
ppm senyawa etil p-metoksisinamat memiliki daya hambat denaturasi protein
sebesar 54,01%.
Tabel 4.4 Hasil uji aktivitas antiinflamasi etil p-metoksisinamat dan senyawa hasil modifikasi
Gambar 4.11 Grafik presentase inhibisi etil p-metoksisinamat dan senyawa hasil modifikasi
Keterangan: NaD = Natrium Diklofenak; EPMS= Etil p-metoksisinamat; APMS = Asam p-
metoksisinamat; 4MBN = 4-Metoksi-β-Nitrostirena
-20
0
20
40
60
80
100
120
0,1 1 10 100
NaD
EPMS
APMS
4MBN
No. Sampel Konsentrasi % Inhibisi
1. Natrium Diklofenak
0,1 1.59
1 4.56
10 26.75
100 98.85
2. Etil p-Metoksisinamat
0,1 32,56
1 40,13
10 42,73
100 54,01
3. Asam p-Metoksisinamat
0,1 -0.41
1 -0,31
10 -0,28
100 0,43
4. 4-Metoksi-β-Nitrostirena
0,1 36.73
1 29.80
10 24.27
100 -6.80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Senyawa hasil modifikasi melalui proses hidrolisis adalah senyawa asam p-
metoksisinamat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa asam
p-metoksisinamat tidak memiliki efek penghambatan denaturasi protein. Pada
konsentrasi 0,1 ppm hingga 100 ppm dari senyawa asam p-metoksisinamat, tidak
memiliki efek antidenaturasi.
Senyawa hasil modifikasi melalui proses nitrasi adalah senyawa 4-metoksi-
β-nitrostirena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4-metoksi-β-nitrostirena
memiliki efek penghambatan denaturasi protein yang meningkat seiring dengan
menurunnya konsentrasi. Pada konsentrasi 100 ppm senyawa 4-metoksi-β-
nitrostirena tidak memiliki efek penghambatan denaturasi protein. Senyawa 4-
metoksi-β-nitrostirena memiliki aktivitas menghambat denaturasi protein sebesar
36,73% pada konsentrasi 0,1 ppm. Efek penghambatan denaturasi protein yang
meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi tidak hanya pada senyawa 4-
metoksi-β-nitrostirena, melainkan pada senyawa hasil isolasi dari Butea
monosperma Bark. yaitu senyawa BM-01 dan pada beberapa ekstrak yang telah
diuji yaitu ekstrak Annona cherimola, ekstrak Boehmeria jamaicensis, dan ekstrak
Gliricida sepium (Tatti et al, 2012; Verma et al, 2011; William et al, 2008).
Berdasarkan hasil uji aktivitas terhadap etil p-metoksisinamat, asam p-
metoksisinamat, dan 4-metoksi-β-nitrostirena, dapat dianalisa bahwa penggantian
gugus ester (COOR) menjadi gugus karboksilat (COOH) dan gugus nitro (NO2)
mempengaruhi aktivitasnya dalam penghambatan denaturasi protein. Penggantian
yang dilakukan pada gugus ester (COOR) menjadi gugus karboksilat (COOH)
menyebabkan hilangnya efek penghambatan denaturasi protein. Sedangkan
penggantian gugus ester (COOR) menjadi gugus nitro (NO2) menyebabkan
menurunnya efek penghambatan denaturasi protein. Berdasarkan data hasil
analisa tersebut diketahui bahwa gugus ester (COOR) dari etil p-metoksisinamat
memiliki peranan penting terhadap aktivitasnya sebagai antiinflamasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:
a. Modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat telah berhasil dilakukan
melalui dua proses yaitu proses hidrolisis yang menghasilkan asam p-
metoksisinamat dan proses nitrasi yang menghasilkan 4-metoksi-β-
nitrostirena.
b. Penggantian gugus ester menjadi karboksilat menyebabkan hilangnya
efek penghambatan denaturasi protein.
c. Penggantian gugus ester menjadi gugus nitro menyebabkan menurunnya
efek penghambatan denaturasi protein.
d. Berdasarkan hasil analisa hubungan struktur aktivitas terhadap senyawa
etil p-metoksisinamat dan senyawa hasil modifikasinya menunjukkan
bahwa gugus ester memiliki peranan penting dalam aktivitasnya sebagai
antiinflamasi.
e. Etil p-metoksisinamat memiliki aktivitas menghambat denaturasi protein
seiring dengan meningkatnya konsentrasi maka aktivitas penghamabatan
denaturasi protein semakin meningkat. Sedangkan 4-metoksi-β-
nitrostirena semakin kecil konsentrasi maka aktivitas penghambatan
denaturasi protein semakin meningkat.
5.2 Saran
a. Penelitian ini perlu dikembangkan lagi, terutama untuk melihat apakah
ada pengaruh terhadap efek penghambatan protein ketika modifikasi
dilakukan pada gugus ester, misalnya dengan adanya penambahan C
pada gugus ester tersebut.
b. Perlu dilanjutkan penelitian untuk pengujian antiinflamasi secara in vivo.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
DAFTAR PUSTAKA
Aderogba, A; M. Kgatle, T; D. McGaw, J. L; Eloff, N, J. 2011. Isolation of
Antioxidant Constituents From Combretum apiculatum subsp. Apiculatum.
South African Journal of Botany.
Al-Fattah, Muhammad Hatta. 2011. Mukjizat Pengobatan Herbal dalam Al-
Qur’an. Mirqat: Jakarta.
Anonim. 2000. Albumin from Bovine Serum. Produck Information. Sigma-
Aldrich.
Anonim, 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. Thermo
Nicolet Corporation.
Ashley, Noah T.; Weil, Zachary M.; Nelson, Randy J. 2012. Inflammation:
Mechanisms, Costs, and Natural Variation. Annu. Rev. Ecol. Evol. Syst. 43.
385–406.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK. 00.05.4.2411 tentang
Ketentuan Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia.
Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-
Metoksifenil) Akrilamida dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang
Kencur (Kaempferia Galanga, L) melalui Amidasi dengan Dietanolamin.
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur
(Kaempferia galanga, Linn). Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Beg, S.; Swain, S.; Hasan, H.; Barkat, M. A.; Hussain, Md S. 2011. Systematic
Review of Herbal as Potential Anti-Inflammatory Agents: Recent
Advances, Current Clinical Status and Future Perspectives. Pharmacogn
Rev. 5(10). 120-137.
Bogdal, Dariusz. 2005. Microwave-assisted Organic Synthesis. Elsevier:
Academic Press.
Bose, Ajay K.; Subhendu N. Ganguly; Maghar S. Manhas; Sheetal Rao; Jeffrey
Speck; Uri Pekelny; Esteban Pombo-Villars. 2006. Microwave promoted
rapid nitration of phenolic compounds with calcium nitrate. USA:
Tetrahedron letters elsivier.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.
Ekowati, J.; Tejo, B. A.; Sasaki, S.; Highasiyama, K.; Sukardiman; Siswandono;
Budiati, T. 2012. Structure Modification of Ethyl p-Methoxycinnamate and
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Their Bioassay ss Chemopreventive Agent Against Mice‟s Fibrosarcoma.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(3).
Goodman & Gilman. 2012. Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta: EGC.
Gritter, Roy. 1991. Pengantar Kromatografi edisi kedua. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Hahn-Deinstrop, Elke. 2006. Applied Thin-Layer Chromatography, Best Practice
and Avoidance of Mistakes, Second Edition. Wiley-VCH.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB.
Hadi, Qudsi. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang
Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan Metode Reaksi
Reduksi dan Uji Aktivitas Antiinflamasinya secara In Vitro. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta.
Halen, Parmeshwari K.; Prashant R. Murumkar; Rajani Giridhar; Mange Ram
Yadav. 2009. Prodrug Designing of NSAIDs. Mini-Reviews in Medicinal
Chemistry. 9. 124-139.
Hasanah, Nur A.; Nazaruddin, F.; Febrina, E.; Zuhrotun, A. 2011. Analisis
Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang
Kencur (Kaempferia galanga L.). Jurnal Matematika & Sains. 16(3).
Heinrich, M.; Barnes, J.; Gibbons, S.; Williamso; Elizabeth M. 2004.
Fundamental of Pharmacognosy and Phytotherapi. Hungary: Elsevier.
Hartanti, Lanny dan Setiawan, Henry K. 2009. Daya Hambat Beberapa Turunan
Asam Sinamat SintetikTerhadap Enzim Tirosinase. Indo. J. Chem. 9(1).
Hasali, Nor Hazwani M.; Muhammad Nor Omar; Ahmad Muzammil Zuberdi;
Helmi Yousif AlFarra. 2013. Biotransformation of ethyl p-
methoxycinnamate from Kaemferia galanga L. using Aspergillus niger.
International Journal of Biosciences. 3(7).
Hidayati, Nur A.; Listyawati, S.; Setyawan, A. D. 2008. Kandungan Kimia dan
Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana Camara L. pada Tikus Putih
(Rattus nervegicus L.) Jantan. Bioteknologi. 5 (1).
Kingston HM dan Jassie LB. 1988. Introduction to Microwave Sample
Preparation Theory and Practice. ACS publishing.
Kurmis, Andrew P.; Timothy P. Kurmis; Justin X. O‟Brien; Tore Dalen. 2012.
The effect of nonsteroidal anti-inflammatory drug administration on acute
phase fracture-healing (A Review). J Bone Joint Surg Am. 94(9).
Laddha, G.S. dan Degaleesan, T.S. 1976. Transport Phenomena in Liquid-Liquid
Extraction. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Larson, Richard A.; Eric J. Weber. 1994. Reaction Mechanism In Environmental
Organic Chemistry. United State of America: Lewis Publisher.
Loupy, Andre. 2006. Microwaves in Organic Synthesis, Second Edition. Wiley-
VCH.
Martunus dan Helwani, Zuchra. 2007. Ekstraksi Dioksin dalam Limbah Air
Buangan Industri Pulp dan Kertas dengan Pelarut Toluen. Jurnal Sains dan
Teknologi. 6(1). 2.
Meek, Inger L.; Mart A.F.J.; van de Laar; Harald E. Vonkeman. 2010. Non-
Steroidal Anti-Inflammatory Drugs: An Overview of Cardiovascular Risks.
Pharmaceuticals.3.
Mohan, Chandra. 2003. Buffers, A guide for the preparation and use of buffers in
biological systems. Darmstadt: EMD Biosciences, Inc.
Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat
yang diperoleh dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) melalui
Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi.
Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Jakarta.
Mycek, Mary J.; Harvey, Richard A.; Champe, Pamela C. 2001. Farmakologi:
Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika.
Nuraini, D. A. 2007. Ekstraksi antibakteri dan antioksidan dari biji teratai
(Nymphaea pubescens Wild). Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian. Institur Pertanian Bogor.
Olah, George A.; Subhash C. Narang; Judith A. Olah; Koop Lammertsma. 1982.
Recent aspect of nitration: New Preparative Methods and Mechanism
studies (A Review). Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 79. 4487-4494.
Omar, M. N.; Hasali, N. H. M.; Alfarra, H. Y.; Yarmo, M. A.; Zuberdi, A. M.
2014. Antimicrobial Activity and Microbial Transformation of Ethyl p-
Methoxycinnamate Extracted from Kaempferia galanga. Orient. J. Chem.
30(3).
Ono, Noburu. 2001. The Nitro Group In Organic Synthesis. A John Wiley &
Sons, Inc., Publication.
Pavia, Donald L.; Gary M.Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008.
Introduction to Spectroscopy, Fourth Edition. Brooks/Cole Cengage
Learning. USA.
PubChem. n. d. Diclofenac. Diakses Tanggal Desember 14, 2014.
http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/diclofenac#section=Top
R. Ramalingam, Madhavi, B. B.; Nath, A. R.; N. Duganath, Sri, Udaya, Banji,
David. 2010. In-vitro Anti-denaturation and Antibacterial Activities of
Zizyphus oenoplia. Der Pharmacia Lettre. 2(1).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Rates, K, M, S. 2001. Plants As Source Of Drugs. Toxicon 39.
Rostiana, O.; S. M. Rosita; H. Wawan; Supriadi; A. Siti. 2003. Status Pemuliaan
Tanaman Kencur. Perkembangan Teknologi TRO. 15(2).
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Riyanto, Sugeng. 1986. Transformasi Etil p-Metoksisinamat yang berasal dari
Kaempferia galanga Linn. menjadi p-Metoksistiril Metil Keton. Tesis.
Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Saleem, M. TK.; Azeem, AK.; Dilip, C.; Sankar, C.; Prasanth, NV.; Duraisami, R.
2011. Anti-inflammatory Activity of The Leaf Extract of Gendarussa
vulgaris Ness. Asian Pac J Trop Biomed. 1(2).
Tatti, Praveen Ningappa; S. Anitha; S .Shashidhara; M .Deepak; Sanjeevkumar
Bidari. 2012. Evaluation of In-Vitro Anti-Denaturation Activity of Isolated
Compound of Butea monosperma Bark. International Journal of
Pharmaceutical Sciences. 3(4).
Triyati, Etty. 1985. Spektrofotometer Ultra-violet dan Sinar Tampak Serta
Aplikasinya dalam Oseanografi. Oseana. 10(1): 42.
Umar, M. I.; Asmawi, M. Z.; Sadikun, A.; Atangwho, J. I.; Yam, Fei Mun, Altaf,
R.; Ahmed, A. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-
methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia
galanga L. Extracts. Molecules. 17.
Verma M.; Adarsh, Kumar P.; Ajay, Kavitha D.; Anugrag KB. 2011. Anti
Denaturation and Antioxidant Activities of Annona cherimola In vitro.
International Journal of Pharma and Bio Sciences. 2(2).
Watson, David G. 2009. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa. Jakarta:
EGC.
William, LAD.; Connar, A O.; Latore, L.; Dennis, O.; Ringer, S.; Whittaker, JA.;
Conrad, J.; Vogler, B.; Rosner, H.; Kraus, W. 2008. The in vitro Anti-
denaturation Effects Induced by Natural Products and Non-steroidal
Compounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is
Proposed as a Screening Assay for Detection of Anti-inflammatory
Compounds, without the use of Animals, in the Early Stages of the Drug
Discovery Process. West Indian Med J. 57(4).
Yulianto, Yogo Tri. 2010. Prarancangan Pabrik Nitrobenzen dari Benzen
dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 120.000
Ton/Tahun. Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 1. Alur Penelitian
Senyawa EPMS
(Etil p-metoksisinamat)
Proses Hidrolisis
Proses Nitrasi
Pemurnian Senyawa Hasil Nitrasi dan Identifikasi Senyawa
Uji Aktivitas Antiinflamasi dengan Metode BSA
Analisis Hubungan Struktur Aktivitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 2. Spektrum IR Senyawa Etil p-Metoksisinamat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
(Lanjutan)
Ikatan Daerah Absorbansi (
C=O 1704,18
C-O 1367,59-1321,3
C-H Aril 3007,15-3045,73
C=C Aril 1629,92-1573,02
C-H Alifatik 2979,18-2842,23
C-O Aril 1252,82-1210,38; 1029,07
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
56
Lampiran 3. Spektrum GCMS Senyawa Etil p-Metoksisinamat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
57
(Lanjutan)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
58
Lampiran 4. Spektrum 1H-NMR Senyawa Etil p-Metoksisinamat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
59
(Lanjutan)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
(Lanjutan)
Hasil analisis 1H-NMR menggunakan pelarut CDCl3 menunjukkan nilai
pergeseran kimia (δ) sebagai berikut:
Posisi Pergeseran Kimia (δ, ppm) (CDCl3)
1 6,90 (d, 1H, J=9,05)
2 7,47 (d, 1H, J=8,45)
4 7,47 (d, 1H, J=8,45)
5 6,90 (d, 1H, J=9,05)
7 7,65 (d, 1H, J=16,25)
8 6,31 (d, 1H, J=15,6)
11 4,25 (q, 2H, J=7,15)
12 1,33 (t, 3H, J=7,15)
15 3,82 (s, 3H)
Struktur Etil p-metoksisinamat
Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 ppm (3H)
berbentuk triplet dan juga pada 4,25 ppm (2H) berbentuk quartet. Sinyal ini lebih
downfield karena berikatan dengan oksigen yang berperan sebagai senyawa penarik
elektron. Spektrum 1H-NMR juga memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,82
ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan
Oksigen (-OCH3, metoksi). Pergeseran kimia 6,31 ppm (1H) berbentuk doublet
memiliki hubungan dengan puncak pada pergeseran kimia 7,65 ppm (1H) berbentuk
doublet, dengan rentang nilai konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,26 Hz.
Bentuk tersebut adalah olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada
pergeseran kimia 6,9 ppm-7,4 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen
dengan dua subtitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen
terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian
menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal H 1,5 dan H 2,4.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 5. Spektrum GCMS Senyawa Asam p-Metoksisinamat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lampiran 6. Hasil Analisa DSC Senyawa 4-Metoksi-β-Nitrostirena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 7. Spektrum IR Senyawa 4-Metoksi-β-Nitrostirena
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
80
85
90
95
100
%T
34
18
.01
31
05
.53
29
21
.32
28
45
.13
16
11
.59
15
08
.40 1
44
1.8
5
13
23
.22
12
62
.46
11
81
.45
11
20
.69
10
29
.07
97
2.1
6
82
4.6
0
55
9.3
8
4-metoksibetanitrostirena-5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 8. Spektrum GCMS Senyawa 4-Metoksi-β-Nitrostirena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
(Lanjutan)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 9. Spektrum 1H-NMR Senyawa 4-Metoksi-β-Nitrostirena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
(Lanjutan)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
(Lanjutan)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
(Lanjutan)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Lampiran 10. Spektrum 13
C-NMR Senyawa 4-Metoksi-β-Nitrostirena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Lampiran 11. Perhitungan Reaksi
a. Perhitungan Bahan untuk Reaksi Hidrolisis
1) Etil p-Metoksisinamat
Terpakai = 15,480 g (BM = 206,24 g/mol)
Mol =
=
= 0.075 mol
2) NaOH
BM = 40 g/mol
Mol = 1,6 x 0,075 = 0,12 mol
Massa (g) = mol x BM = 0,12 x 40 = 4,8 gram ≈ terpakai 4,8 g
3) Etanol p.a
BM = 46,07 g/mol
ρ = 0,789 g/mL
Mol = 85 x 0,075 = 85,63 mol
Massa = mol x BM = 6,422 x 46,07 = 295,875 g
Volume =
=
= 375 mL
b. Perhitungan Bahan untuk Reaksi Nitrasi
1) Asam p-Metoksisinamat
Terpakai = 1,00 g (BM = 178 g/mol)
Mol =
=
= 0,0056 mol
2) Asam Nitrat
BM = 63,01 g/mol
ρ = 1,4 g/mL
Mol = 16 x 0,0056 = 0,0896 mol
Massa (g) = mol x BM = 0,0896 x 63,01 = 5,645 g
Volume =
=
= 4 mL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Lampiran 12. Optimasi Reaksi Nitrasi
Reaksi nitrasi apabila dilakukan dari senyawa etil p-metoksisinamat
menghasilkan hasil yang kecil dengan banyak hasil samping. Oleh karena itu
dilakukan reaksi dengan metode yang sama namun dari senyawa asam p-
metoksisinamat. Senyawa yang dihasilkan tetap sedikit namun hasil samping
berkurang. Oleh karena itu dilakukan optimasi dari reaksi nitrasi dari senyawa
asam p-metoksisinamat.
Asam p-metoksisinamat Daya Waktu Hasil GCMS Rendemen
200 mg 450 W 2 menit * 87,13%
200 mg 300 W 2 menit ** 87,59%
200 mg 300 W 1 menit *** 87,84%
200 mg 300 W 30 detik (-) 90,35%
* = banyak peak dan senyawa target bukan major (Gambar 2).
** = banyak peak dan tidak menghasilkan senyawa target (Gambar 3).
*** = banyak peak dan senyawa target salah satu peak major (Gambar 4).
(-) = tidak bereaksi
Berdasarkan hasil optimasi, dipilih reaksi dengan daya 300 W dan waktu 1
menit. Hal tersebut dikarenakan senyawa target dapat terbentuk jika kondisi pada
saat akan reaksi dan sesudah iradiasi masih dalam keadaan dingin. Oleh karena itu
dipilih reaksi dengan daya yang rendah dengan waktu yang rendah pula.
Kesimpulan: Reaksi dilakukan 300 watt selama 1 menit.
Gambar 1. KLT senyawa hasil hidrolisis dengan eluen heksan etil asetat 1:4
(Visualisasi UV λ 245 nm)
Keterangan: (1) Asam p-metoksisinamat (2) Reaksi nitrasi 300 W waktu 30 detik (3)
Reaksi nitrasi 300 W waktu 1 menit (4) Reaksi nitrasi 300 W waktu 2 menit (5) Reaksi
nitrasi 450 W waktu 2 menit
1 2 3 4 5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
(Lanjutan)
Gambar 2. Hasil GCMS reaksi 450 W selama 2 menit
Keterangan: (1) Senyawa 4-metoksi-β-Nitrostirena
Gambar 3. Hasil GCMS reaksi 300 W selama 2 menit
(1)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
(Lanjutan)
Gambar 4. Hasil GCMS reaksi 300 watt selama 1 menit
Keterangan: (1) Senyawa 4-metoksi-β-Nitrostirena
(1)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
(Lanjutan)
Gambar 5. Hasil GCMS reaksi EPMS dengan daya 450 watt selama 2 menit
Keterangan: (1) Senyawa 4-metoksi-β-Nitrostirena
(1)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi
Sampel
Asam p-metoksisinamat
Uji 1 Uji 2 Uji 3
% Inhibisi rata-rata SD Kontrol negatif
Abs= 2,594
Kontrol negatif
Abs= 2,594
Kontrol negatif
Abs= 2,594
Abs % inh Abs % inh Abs % inh
0,1 2,601 -0,28 2,600 -0,25 2,612 -0,70 -0,41 0,25
1 2,600 -0,27 2,599 -0,22 2,605 -0,43 -0,31 0,11
10 2,602 -0,32 2,599 -0,19 2,602 -0,33 -0,28 0,08
100 2,588 0,24 2,588 0,25 2,602 0,81 0,43 0,33
Keterangan: Abs= Absorbansi; % inh= Persen inhibisi; SD: Standar Deviasi.
Sampel
4-Metoksi-β-nitrostirena
Uji 1 Uji 2 Uji 3
% Inhibisi rata-rata SD Kontrol negatif
Abs= 1,200
Kontrol negatif
Abs= 1,200
Kontrol negatif
Abs= 0,745
Abs % inh Abs % inh Abs % inh
0,1 0,765 36,27 0,727 39,39 0,488 34,51 36,73 2,48
1 0,848 29,45 0,850 29,21 0,515 30,89 29,80 0,95
10 0,918 23,52 0,917 23,63 0,553 25,74 24,27 1,24
100 1,296 -7,93 1,269 -5,75 - - -6,8 1,56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
Natrium diklofenak
Uji 1 Uji 2
% Inhibisi rata-rata SD Kontrol negatif
Abs= 1,030
Kontrol negatif
Abs= 2,040
Abs % inh Abs % inh
0,1 1,012 1,84 2,013 1,34 1,59 0,36
1 0,994 3,53 1,990 2,45 2,99 0,74
10 0,760 26,23 1,558 23,63 24,93 1,84
100 0,022 97,87 0,062 96,99 97,43 0,62
Keterangan: Abs= Absorbansi; % inh= Persen inhibisi; SD= Standar Deviasi.
Etil p-metoksisinamat
Uji 1 Uji 2 Uji 3
% Inhibisi rata-rata SD Kontrol negatif
Abs= 1,002
Kontrol negatif
Abs= 1,002
Kontrol negatif
Abs= 0,944
Abs % inh Abs % inh Abs % inh
0,1 0,676 32,60 0,674 32,8 0,639 32,27 32,56 0,27
1 0,602 39,90 0,597 40,5 0,566 39,98 40,13 0,32
10 0,557 44,40 0,593 40,8 0,538 42,98 42,73 1,81
100 0,449 55,20 0,477 52,4 0,43 54,43 54,01 1,45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
Lampiran 14. Gambar Bahan Untuk Reaksi Hidrolisis, Reaksi Nitrasi, dan
Uji Anttinflamasi dengan Metode BSA
1. Bahan Reaksi Hidrolisis
EPMS
NaOH Etanol
HCl
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
2. Bahan Reaksi Nitrasi
APMS
Asam Nitrat (65%)
3. Bahan Uji Antiinflamasi dengan Metode BSA
Natrium Diklofenak
Bovine Serum Albumin
Tris Buffer
Aquabidest
Metanol p.a NaCl
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
Asam Asetat Glasial
EPMS
APMS
4-Metoksi-β-nitrostirena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
Lampiran 15. Gambaran Proses Hidrolisis dan Identifikasi
Penggerusan NaOH
Pelarutan NaOH dalam Etanol
Di stirer sampai larut sempurna
Masukkan APMS
Ukur suhu (60oC)
Identifikasi menggunakan KLT
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
82
Lampiran 16. Gambaran Proses Nitrasi dan Identifikasi
Penimbangan APMS
Microwave 300 watt, 1 menit
Penambahan aquadest dingin
Setelah penambahan aquadest
dingin
Disaring
Dikering-anginkan
Hasil Nitrasi
Pemurnian dengan kromatografi
kolom Hasil pemurnian:
(1) APMS; (2) Senyawa hasil
nitrasi
1 2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
Lampiran 17. Gambar Senyawa Hasil Modifikasi
EPMS
APMS
4MBN
Keterangan : EPMS = Etil p-metoksisinamat
APMS = Asam p-metoksisinamat
4MBN = 4-Metoksi-β-nitrostirena
Gambar 1. Hasil Optimasi Nitrasi
Keterangan: (1) 300 watt selama 30 detik; (2) 300 watt selama 1 menit; (3) 300 watt
selama 2 menit; (4) 450 watt selama 2 menit
1 2 3 4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
Lampiran 18. Gambar Proses Uji Antiinflamasi dengan Metode BSA
Hasil Pengenceran
Adjust pH TBS hingga 6,3
Inkubasi 30 menit di suhu ruang
(27oC)
Panaskan 5 menit pada suhu
72oC
Dibiarkan 25 menit di suhu
ruang (27oC)
Ukur turbiditas dengan menggunakan spektrofotometer Uv-Vis (660 nm)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
85
Lampiran 19. Gambar Alat Identifikasi Senyawa
Gambar 1. FTIR
Gambar 2. GCMS
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
(Lanjutan)
Gambar 3. NMR
Gambar 4. DSC