Post on 19-Jan-2016
description
Tugas Mata Kuliah : KTO
Dosen Pengajar : Ibu Suhartatik, S.Kep, Ns, M.Kes
MAKALAH KETERGANTUNGAN OBAT
“ Morfin“
Disusun oleh:
ABDUL RAJAK SYAFAR
NH0111 013
A1
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KTO. Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai mengenai Morfin.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Amin.
Makassar, 22-06-2014
Abdul Rajak Syafar
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................5
BAB II : PEMBAHASAAN
A. Pengertian morfin………………………………………………………………….6
B. Sifat dan rumus bangun dari morfin………………………………………………7
C. Aturan penggunaannya morfin……………………………………………………8
D. Efek dari morfin…………………………………………………………………...9
E. Tanda dan gejala………………………………………………………………….10
F. Pencegahan dan pengobatan……………………………………………………...11
G. Cara pemberian asuhan keperawatan pada pengguna morfin………………….12
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................17
B. Saran.............................................................................................................................18
Daftar Pustaka..........................................................................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun
1997). Yang termasuk jenis narkotika adalah tanaman papaver, opium mentah, opium masak
(candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar
ganja. Disamping itu, Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta
campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas juga
termasuk narkotika.
Penggunaan obat yang tidak berdasarkan indikasi medis, tidak mengindahkan petun-
juk penggunaan yang ada pada kemasan atau petunjuk dokter adalah termasuk penyalahgu-
naan obat-obatan. Dengan makin meningkatnya jenis obat yang tersedia dan beredar bebas,
maka makin meningkat pula kemungkinan terjadinya penyalahgunaan obat. Morfin termasuk
golongan narkotika yang merupakan salah satu jenis obat yang sering disalahgunakan (Su-
judi, 1995).
B. Rumusan Masalah
Agar penulisan makalah tidak menyimpang dari tujuan semula, maka penulis
merumuskan masalah pada :
1. Menjelaskan tentang pengertian morfin !
2. Mengidentifikasi sifat dan rumus bangun dari morfin !
3. Bagaimana aturan penggunaannya ?
4. Apa efek dari obat tersebut?
5. Bagaimana tanda dan gejala ?
6. Bagaimana pencegahan dan pengobatan ?
7. Bagaimana cara pemberian asuhan keperawatan pada pengguna morfin ?
4
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang morfin
2. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan tentang pengertian morfin
2. Menjelaskan tentang Sifat dan rumus dari morfin
3. Menjelaskan tentang aturan penggunaan
4. Menjelaskan tentang efek dari obat tersebut
5. Menjelaskan tentang tanda dan gejala
6. Menjelaskan tentang pencegahan dan pengobatan
7. Cara pemberian asuhan keperawatan pada pengguna morfin
5
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Pengertian
Morfin merupakan prototipe dari golongan opioid yang prevalensi
penyalahgunaannya tinggi karena morfin banyak digunakan di klinik sebagai standard gold
untuk analgesik. Selain itu morfin memiliki efek euforia, rasa waspada, rasa nyaman,
penurunan motilitas saluran cerna, sedasi dan perubahan hormon sebagai akibat dari
ikatannya dengan reseptor opiod μ. (Dalam jurnal Junaidi Khotib(1), Daning Irawati(2), Pagan
Pambudi(3), Toetik Aryani(1) : Prospek Tipikal Antagonis Dopamin Sebagai Penanggulangan
Ketergantungan Morfin - bagian Ilmu Biomedik Farmasi(1), Mahasiswa S1(2), Mahasiswa S2(3) Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga )
Morfin merupakan alkaloida yang terdapat dalam opium/candu yang berasal dari
tanaman papaver somniferum L. Bila digunakan dapat menimbulkan ketergantungan fisik,
psikis dan toleransi sehingga penggunaan dalam pengobatan sangat dibatasi dan merupakan
pilihan obat terakhir. Morfin berupa serbuk berwarna putih, digunakan dalam pengobatan
untuk menghilangkan rasa nyeri yang amat sangat pada penderita kanker, operasi dan
sebagainya, pemberian morfin kepada pasien sudah dalam bentuk sustained release tablet.
(Dalam jurnal Muhammad Taufik1*, Basuki Wirjosentono2, Zulni Erma3 : DETEKSI NARKOTIKA
JENIS CANNABINOL DAN MORFIN DARI SAMPEL URINE PENGGUNA NARKOTIKA -
1Mahasiswa S3 Kimia Universitas Sumatera Utara 2Dosen FMIPA Kimia Universitas Sumatera Utara
3Kasubbid Narkoba Laboratorium Forensik Polri Cabang Medan)
Morfin dalam bahasa asing dikenal sebagai morphine atau morphium. Candu yang
baik mengandung 9-14 % morfin. Morfin diperoleh dari candu dengan cara ekstrasi. Morfin
adalah suatu amina tersier, yang struktur kimianya mengandung sebuah radikal hidroksi
alkoholik dan sebuah radikal hidroksi fenolik. Radikal fenolik inilah yang menyebabkan
morfin dapat larut dalam alkali dan dengan larutan ferri klorida membentuk senyawa yang
berwarna. ( Damin Sumardjo. 2006)
Morfin atau morfina merupakan alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan
agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Morfina bekerja langsung pada sistem saraf
pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Efek samping morfina antara lain adalah penurunan
6
kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Morfina juga mengurangi rasa
lapar, merangsang batuk, dan meyebabkan konstipasi.
Morfin adalah hasil olahan dari opium atau candu mentah dan merupaka alkaloida
yang terdapat dalam opium berupa serbuk putih. Konsumsi morfin biasanya dilakukan
dengan cara dihisap atau disuntikkan. Karena morfin tergolong dalam jenis depresan, maka ia
bekerja dengan cara menekan susunan syaraf pusat, menyebabkan turunnya aktifitas neuron,
pusing, perubahan perasaan dan kesadaran berkalut. Konsumsi morfin secara kontinyu
memiliki resiko tinggi berujung kematian.
B. Sifat dan rumus dari morfin
Morfin mempunyai lima pusat asimetrik (karbon 5,6,9,13, dan 14), tetapi hanya 16 (8
pasangan rasemik diastereoisomer) dan bukan 32 (25) isomer yang mungkin, karena atom 10
dan 12 harus cis, jadi 1,3-diaksial, dibandingkan terhadap cincin piperidin (D). Stereokimia
relatif pada kelima pusat itu direduksi secara tepat oleh Stork pada tahun 1952. Peristilahan
klasik (misalnya morfin, kodein) digantikan oleh tatanama sistemik yang didasrkan pada inti
morfinan dengan mempertahankan sistem penomoran fenantren. Jadi morfin sekarang disebut
(Cemical Abstract) 17-metil-7,8-didehidro-4,5α-epoksimorfinan-3,6α-diol ; dimana α
menunjukan orientasi trans terhadap jembatan 15, 16, 17 yang berhubungan dengan sistem
cincin ABC.
Sintesis total morfin pertama kali dipaparkan oleh Gates dan Tsehudi (1952-1956)
dan oleh Elad dan Ginsburg (1954). Hal ini menegaskan hipotesis Robinson-Stork. Beberapa
sintesi lain yang baik menyusul tetapi tak satu pun sintesis total dapat bersaing secara dagang
dengan hasil sumber alami. Pembuktian langsung tentang stereokimia relatif pada karbon
5,6,9 dan 13 diberikan oleh Rapoport (1950-1953) perincian terakhir, C (14), diberikan pada
tahun 1955 melalui telaah difraksi sinar-X Kristal tunggal tentang garam morfin yang
7
dilaporkan oleh MacKay dan Hodgkin. Telaah ini memberika juga gambar
konformasilengkap pertama untuk molekul morfin. Konfigurasi absolut ditetapkan pada
tahun yang sama oleh Kalvoda dan rekan-rekannya melalui penguraiantebain secara kimia
menjadi senyawa menjadi senyawa yang lebih sederhana yang konfigurasi absolutnya
diketahui. Konfigurasi absolut untuk (-)-morfin yang terdapat di alam adalah seperti yang
diperlihatkan. Citra cerminnya, (+)-morfin, tidak mempunyai aktivitas analgesic. Morfin dan
semua senyawa sejenisnya yang aktif adalah basa organik (amin) dengan pKa yang berkisar
antara kira-kira 8,5 sampai 9,5. Jadi, padapH fisiologis (7,4) sekitar 97 sampai 99 %
terprotonasi. Basa bebas sangat sukar larut dalam air, tetapi pada umumnya, garamnya yang
sangat baik larut dalam air. Basa yang tak terion yang ada dalam keseimbangan dengan
membentuk (ion) yang terprotonasi dianggap sebagai jenis yang menembus hambatan lipoid
darah otak. Secara luas diterima bahwa opium berinteraksi dengan reseptor dalam bentuk ion.
Sifat dan reaksi morfin sebagai alkaloid bersifat basa karena mengandung gugus amin
tersier (pKa ≈ 8,1) dan membentuk garam berbentuk Kristal dengan sederetan asam. Yang
digunakan adalah garam hidroksida yang mengandung tiga molekul air Kristal ( morfin
hidroksida pH, Eur). Berdasarkan gugus hidroksil fenolnya morfin juga bersifat asam ( pKa =
9,9) dan bereaksi dengan alkalihidroksida membentuk fenolat, tetapi tidak bereaksi dengan
larutan ammonia. Titik isolistrik terletak pada pH 9. Morfin yang terdapat dalam alam
memutar bidang polarisasi ke kiri.
C. Aturan penggunaan
Morfin digunakan untuk menghambat nyeri yang paling kuat. Dosis analgetik pada
penggunan yang diutamakan, yaitu subkutan, adalah 10 mg. pada dosis kecil sudah terjadi
peredaan rangsang batuk melalui peredaman pusat batuk (kerja antitusif). Pusat respirasi juga
dihambat (kerjadepresi pada respirasi). Hal ini terlihat dalam rentang dosis terapi dan pada
dosis yang lebih tinggi, akhirnya menyebabkan kelumpuhan pernapasan. Efek selanjutnya,
yang menyangkut SSP yaitu sedasi dan pada sebagian pasien euphoria. Bertalian erat dengan
ini, ada kemungkinan untuk mengembangkan keterangan pada morfin (ketergantungan psikis
dan fisik yang kuat, pengembangan toleransi dan dorongan untuk menaikkan dosis). Selain
itu, morfin juga mempunyai sifat merangsang secra sentral. Hal ini merupakan hasil dari ser-
gapan pada bagian sentral parasimpatikus dan antara lain diwujudkan sebagai miosis. Kerja
stimulasi kerja dari analgetika jenis morfin, dapat diamati secara khas pada menchit, melalui
8
penegakan ekor dalam bentuk S yang khas gejalan ekor dari straub. Termasuk sebagai kerja
parifer morfin adalah peningkatan tonus otot polos, yang mengakibatkan obstipasi spastik.
Sebaliknya, opium yang dapat digunakan untuk meredakan usus, menyebabkan obstipasi
otonik karena mengandung papaverin.
Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Efek
samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan
penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan meyebabkan
konstipasi. Morfin menimbulkan ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya. Pasien
morfin juga dilaporkan menderita insomnia dan mimpi buruk.
Dalam pengobatan klinis, morfin dianggap sebagai standar emas, atau patokan, dari
analgesik digunakan untuk meringankan penderitaan berat atau sakit dan penderitaan . Seperti
opium lain, misalnya oksikodon (OxyContin, Percocet, Percodan), hidromorfon (Dilaudid,
Palladone), dan diacetylmorphine ( heroin ), morfin langsung mempengaruhi pada sistem
saraf pusat (SSP) untuk meringankan rasa sakit . Morfin memiliki potensi tinggi untuk kecan-
duan , toleransi dan psikologis ketergantungan berkembang dengan cepat, meskipun Fisiolo-
gis ketergantungan mungkin membutuhkan beberapa bulan untuk berkembang.
D. Efek dari Morfin
1. Efek samping yang ditimbulkan ; Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat
berbicara, kerusakan penglihatan pada malam hari, mengalami kerusakan pada liver
dan ginjal, peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi
lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan sex, kebingungan
dalam identitas seksual, kematian karena overdosis.
2. Efek umum antara lain :
a. Penurunan kesadaran
b. Euphoria (rasa gembira luar biasa) rasa inilah yang sering dicari oleh penyalah-
guna morfin
c. Rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur.
d. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan menyebabkan konsti-
pasi.
e. Morfin menimbulkan ketergantungan tinggi, insomnia dan mimpi buruk
9
f. Rasa batinnya yang tertekan (depresi) hilang
g. Daya konsentrasi pikiran terganggu menyebabkan sukar berpikir dan apatis
h. Pupil mata menyempit ( pin point pupil ), tekanan darah turun, denyut nadi lam-
bat, suhu badan sedikit menurun, dan otot-otot menjadi lemah.
i. Pemakai morfin akan merasa mulutnya kering, seluruh badannya hangat, dan
anggota badan terasa berat,
j. Malas bergerak dan bicara cadel
k. Pada orang yang belum pernah memakai morfin atau opioida pada umumnya serta
sedang tidak menderita suatu rasa nyeri, dapat timbul reaksi yang berlawanan,
yaitu timbulnya perasaan tidak enak (disforia) yaitu rasa cemas, ketakutan, mual,
dan muntah. Kadang-kadang timbul reaksi idiosinkratik berupa insomnia, ur-
tikaria, perdangan di sekitar tempat disuntik dan syok
3. Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak
begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), pengli-
hatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeri pun tidak selalu hilang setelah pembe-
rian morfin dosis terapi.
4. Efek analgesik morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ;
a. Morfin meninggikan ambang rangsang nyeri ;
b. Morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang
timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri
dari thalamus ;
c. Morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri
meningkat.
E. Tanda dan gejala
Untuk gejala yang ditimbulkan akibat pemakaian Morfin yang dihentikan (gejala pu-
tus obat) secara mendadak pada pecandu yaitu akan mengalami Syndroma Abstinensia, yaitu
gejala yang timbul karena pemakaian obat yang dihentikan secara mendadak.
Syndroma Abstinensia akan muncul setelah 8-13 jam ketika masa kerja obat habis.
Badan akan mengigil, dari hidung akan keluar cairan seperti waktu terkena flu, pupil mata
akan melebar, bulu roma akan berdiri ,sementara rasa dingin bertambah kuat. Inilah yang
disebut cold turkey. Setelah 48 jam bakal terjadi kejang perut yang disertai rasa sakit yang
10
lumayan hebatnya dan diare berat (buang air besar 60 kali sehari). Keringat akan keluar
bercucuran membasahi tempat tidur. Berat tubuh akan turun drastis. Jika mereka dibiarkan
selama 7-10 hari , kemungkinannya ada dua. Sembuh total dengan disertai rasa kapok untuk
memakainya lagi atau meninggal dunia.
Selain gejala Syndroma Abstinensia, ada gejala lain yang lebih umum ditunjukkan
oleh pecandu yang mengalami gejala putus obat/penghentian penggunaan Morfin secara men-
dadak yaitu Keringat berlebih, kejang otot, menggigil, gelisah, menguap, tidur terganggu,
lekas marah, cemas, kelelahan, mual, anoreksia, muntah , kejang usus, diare, bersin-bersin,
rasa panas dan dingin, nyeri perut dan kram. Sering terjadi juga peningkatan suhu tubuh,
tekanan darah, laju pernapasan dan denyut jantung.
F. Pencegahan dan pengobatan
1. Dengan HIPNOTERAPI : Untuk pecandu narkoba yang masih tergantung secara bi-
ologis terhadap zat adiktif tertentu, sebaiknya mengikuti hipnoterapi dibawah pen-
gawasan dokter. Meskipun dengan pemrograman pikiran bisa membuat pecandu
narkoba (Morfin dan sejenisx) menjadi sama sekali tidak ingin dan tidak mau
mengkonsumsi narkoba lagi dalam sekali terapi, namun menghentikan konsumsi
narkoba secara mendadak mungkin bisa menyebabkan kematian. Maka mintalah pen-
dapat dokter, apakah lebih baik hipnoterapi untuk membuat pecandu sedikit demi
sedikit meninggalkan narkoba, atau seketika berhenti.Sekali lagi, apapun jenis kecan-
duan yang di alami, pecandu hanya bisa berubah total dengan hipnoterapi apabila pec-
ndu sendiri yang ingin berubah. Apabila keputusan untuk menghilangkan kecanduan
atau kebiasaan buruk berasal dari bujukan, paksaan, atau tekanan orang lain, maka ke-
mungkinan berhasil akan lebih kecil atau butuh waktu lebih lama. Kalaupun sudah
sembuh, kemungkinan kambuh lagi cukup besar.
2. Dengan Therapy Rumatan Methadon : Metadon digunakan dalam perawatan kecan-
duan morfin. Methadone adalah sarana pengalihan atau subtitusi bagi para Pecandu
napza yang Ketergantungan Opiat atau Morfin. Methadone mempunyai efek toler-
ansi silang yang baik dengan golongan opioid lainnya seperti heroin atau morphine
dan oleh karenanya methadone cukup bermanfaat jika digunakan sebagai agen ru-
11
matan ketergantungan opoid. Selain itu juga karena waktu paruh dan jangka kerjanya
yang lama, akan membuat stabilisasi pasien lebih baik sehingga proses kecanduan ter-
hadap opoid akan berkurang. Dengan demikian usaha-usaha pasien untuk mengkon-
sumsi substansi heroin, morfin atau obat sejenisnya melalui suntikan juga akan berku-
rang.
G. Cara pemberian asuhan keperawatan pada pengguna morfin
1. Pengkajian
Fisik
Data fisik yang mungkin ditemukan pada klien dengan penggunaaan NAPZA
pada saat pengkajian adalah sebagai berikut : Nyeri, gangguan pola tidur, menu-
runnya selera makan, konstipasi, diare, perilaku seks melanggar norma, kemu-
nduran dalam kebersihan diri, potensial komplikasi , jantung, hati dsb. Infeksi
pada paru-paru. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah agar klien mampu
untuk teratur dalam pola hidupnya.
Emosional
Perasaan gelisah (takut kalau diketahui), tidak percaya diri, curiga dan tidak ber-
daya. Sasaran yang ingin dicapai adalah agar klien mampu untuk mengontrol dan
mengendalikan diri sendiri.
Sosial
Lingkungan sosial yang biasa akrab dengan klien biasanya adalah teman peng-
guna zat, anggota keluarga lain pengguna zat, lingkungan sekolah atau kampus
yang digunakan oleh para pengedar.
Intelektual
Pikiran yang selalu ingin menggunakan zat adikitif, perasaan ragu untuk berhenti,
aktivitas sekolah atau kuliah menurun sampai berhenti, pekerjaan terhenti. Sasaran
yang ingin dicapai adalah agar klien mampu untuk konsentrasi dan meningkatkan
daya pikir ke hal-hal yang posistif.
12
Spiritual
Kegiatan keagamaan tidak ada, nilai-nilai kebaikan ditinggalkan karena perubahan
perilaku (tidak jujur, mencuri, mengancam dan lain-lain). Sasaran yang ingin dica-
pai adalah mampu meningkatkan ibadah , pelaksanaan nilai-nilai kebaikan.
Keluarga
Ketakutan akan perilaku klien, malu pada masyarakat, penghamburan dan pen-
gurasan secara ekonomi oleh klien, komunikasi dan pola asuh tidak efektif,
dukungan moril terhadap klien tidak terpenuhi. Sasaran yang hendak dicapai
adalah keluarga mampu merawat klien yang pada akhirnya mencapai tujuan utama
yaitu mengantisipasi terjadinya kekambuhan (relaps).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Koping individu tidak efektif b/d tidak mampu mengatasi keinginan
menggunakan zat adiktif
b. Distress spiritual b/d kurangnya pengetahuan
c. Perubahan pemeliharaan kesehatan dan ADL
d. Koping keluarga tidak efektif b/d pola asuh yang salah
e. Gangguan kesadaran somnolent b/d intoksikasi obat sedative hipnotik
3. Intervensi
Dx Keperawatan 1 : Koping individu tidak efektif b/d tidak mampu mengatasi
keinginan menggunakan zat adiktif
Tujuan: klien mampu untuk mengatasi keinginan menggunakan zat adiktif
Intervensi :
1. Individu
a) Identifikasi situasi yang menyebabkan timbulnya sugesti
b) Identifikasi perilaku ketika sugesti dating
c) Diskusikan cara mengalihkan pikiran dari sugesti yang lebih positif
d) Bantu klien mengekspresikan perasaannya
13
2. Kelompok
a) Diskusikan pengalaman mengucapkan kata-kata yang mengandung semangat
menghindari zat adiktif
3. Keluarga
a) Motivasi keluarga untuk membantu klien mampu jujur bila sugestinya datang
b) Diskusikan upaya keluarga membantu klien mengurangi sugesti
c) Bantu suasana mendukung keakraban di rumah
Dx Keperawatan 2 : Distress spiritual b/d kurangnya pengetahuan
Tujuan: klien meningkatkan kegiatan spiritual
Intervensi :
1) Individu
a) Bantu mengidentifikasi kebutuhan spiritual
b) Identifikasi arti keyakinan keagamaan
c) Motivasi menjalankan keagamaan
2) Kelompok
a) Diskusikan nilai-nilai kebaikan
b) Lakukan kegiatan ibadah bersama
3) Keluarga
a) Diskusikan pentingnya kegiatan keagamaan
b) Bantu menyiapkan kegiatan keagamaan di rumah
c) Motivasi orang tua sebagai contoh untuk kegiatan keagamaan
Dx Keperawatan 3 : P erubahan pemeliharaan kesehatan dan ADL
Tujuan : klien mampu mengambil keputusan merubah dan memperbaiki gaya
hidupnya
Intervensi :
1) Individu
a) Identifikasi gaya hidup selama menggunakan zat adiktif
b) Diskusikan kerugian gaya hidup pengguna zat adiktif
14
c) Bantu kebiasaan mengontrol penggunaan zat/merokok
d) Bantu latihan gaya hidup sehat : makan, mandi dan tidur teratur
2) Kelompok
a) Diskusikan gaya hidup sehat dan manfaatnya
3) Keluarga
a) Identifikasi gaya hidup keluarga
b) Diskusikan keluarga sebagai model dan tempat berlatih untuk hidup sehat
Dx Keperawatan 4 : Koping keluarga tidak efektif b/d pola asuh yang salah
Tujuan : keluarga mampu memberikan kenyamanan pada klien sehingga mampu
berhenti menggunakan zat adiktif
Intervensi :
1) Kelompok
a) Beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaan
b) Diskusikan cara menghadapi perilaku klien dan rencana sebelum pulang
c) Bantu mencapai kesepakatan tndak lanjut perawatan rehabilitasi mental
2) Keluarga
a) Identifikasi penerimaan keluarga terhadap masalah
b) Bantu menerima masalah
c) Identifikasi harapan untuk sembuh total
d) Bantu respon keluarga bila klien menggunakan zat adiktif
e) Bantu keluarga latihan mengucapkan kata-kata yang menghargai dan men-
dukung klien untuk berhenti
Dx Keperawatan 5 : Gangguan kesadaran somnolent b/d intoksikasi obat
sedative hipnotik
Tujuan : klien mampu melakukan interaksi dan memberikan respon terhadap
stimulus secara optimal
Intervensi :
15
1. Individu
a) Observasi tanda-tanda vital terutama kesadaran
b) Bekerja sama dengan dokter dalam pemberian terapi mediS
c) Memberikan rasa nyaman dan aman dengan pengaturan posisi
d) Menjaga keselamatan diri klien selama kesadaran terganggu
e) Observasi keseimbangan cairan
2. Keluarga
a) Berikan penjelasan tentang pengaruh zat adiktif terhadap kondisi fisik, social
dan emosional klien
4. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 2000)
5. Evaluasi
Evaluasi kemamapuan klien dalam mengatasi keinginan menggunakan zat misalnya
dalam pikiran klien sudah tergambar masa depan yang lebih baik (tanpa zat), hdup yang lebih
berharga dan keyakinan tidak akan lagi menggunakan zat. Perilaku klien untuk mengatakan
tidak terhadap tawaran penggunaan zat dan menyuruh pergi. Evaluasi apakah hubungan klein
dengan keluarga sudah terbina saling percaya dan kesempatan untuk saling mendukung
melakukan komunikasai yang lebih efektif untuk sama-sama mengatasi keinginan
menggunakan zat lagi oleh klien, serta masalah yang timbul akibat penggunaan zat.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun
1997). Yang termasuk jenis narkotika adalah tanaman papaver, opium mentah, opium masak
(candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar
ganja.
Morfin dalam bahasa asing dikenal sebagai morphine atau morphium. Candu yang
baik mengandung 9-14 % morfin. Morfin diperoleh dari candu dengan cara ekstrasi. Morfin
adalah suatu amina tersier, yang struktur kimianya mengandung sebuah radikal hidroksi
alkoholik dan sebuah radikal hidroksi fenolik. Radikal fenolik inilah yang menyebabkan
morfin dapat larut dalam alkali dan dengan larutan ferri klorida membentuk senyawa yang
berwarna. ( Damin Sumardjo. 2006)
Morfin merupakan alkaloida yang terdapat dalam opium/candu yang berasal dari tana-
man papaver somniferum L. Bila digunakan dapat menimbulkan ketergantungan fisik, psikis
dan toleransi sehingga penggunaan dalam pengobatan sangat dibatasi dan merupakan pilihan
obat terakhir. Morfin berupa serbuk berwarna putih, digunakan dalam pengobatan untuk
menghilangkan rasa nyeri yang amat sangat pada penderita kanker, operasi dan sebagainya,
pemberian morfin kepada pasien sudah dalam bentuk sustained release tablet.
Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Efek
samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan
penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan meyebabkan
konstipasi. Morfin menimbulkan ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya. Pasien
morfin juga dilaporkan menderita insomnia dan mimpi buruk.
Ada 2 cara pengobatan dan pencegahan akibat pemakaian morfin antara lain dengan hip-
noterapi dan Therapy Rumatan Methadon.
17
B. Saran
Melalui makalah ini, penulis menyarankan kepada penulis sendiri dan kepada
siapapun agar sosialisasi akan bahaya narkoba khususnya narkotika terus dilakukan terutama
kepada generasi muda yang berpotensi menyalahgunakan obat jenis ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC
N. M. Suaniti dan M. A. Hitapretiwi Suryadhi : PENENTUAN KUANTITATIF
MORFIN DALAM URIN SECARA SPEKTROFOTODENSITOMETRI - Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
Junaidi Khotib, Daning Irawati), Pagan Pambudi), Toetik Aryani :
Prospek Tipikal Antagonis Dopamin Sebagai Penanggulangan Ketergantungan Morfin
- bagian Ilmu Biomedik Farmasi, Mahasiswa S1, Mahasiswa S2 Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga
Muhammad Taufik1, Basuki Wirjosentono, Zulni Erma : DETEKSI
NARKOTIKA JENIS CANNABINOL DAN MORFIN DARI SAMPEL URINE
PENGGUNA NARKOTIKA - Mahasiswa S3 Kimia Universitas Sumatera Utara, Dosen
FMIPA Kimia Universitas Sumatera Utara, Kasubbid Narkoba Laboratorium Forensik Polri
Cabang Medan
http://id.wikipedia.org/wiki/Morfina diakses pada hari Minggu 22 Juni 2014 pukul 08.15
http://ujiansma.com/pengertian-morfin diakses pada hari Minggu 22 Juni 2014 pukul 08.18
http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/informasi-narkoba/2012/05/04/399/morfin-morphine
diakses pada hari Minggu 22 Juni 2014 pukul 08.22
http://findradrafisya.blogspot.com/2012/10/obat-analgetik.html diakses pada hari Minggu 22
Juni 2014 pukul 08.27
http://borupangggoaran.blogspot.com/2013/10/morfin-dan-opioid.html diakses pada hari
Minggu 22 Juni 2014 pukul 08.33
http://yosefw.wordpress.com/2009/03/14/serba-serbi-tentang-morfin-maret-2009/ diakses
pada hari Minggu 22 Juni 2014 pukul 10.32
19
http://health.detik.com/read/2012/08/23/095435/1996725/769/obat-baru-untuk-
menghentikan-kecanduan-heroin-dan-morfin diakses pada hari Minggu 22 Juni 2014 pukul
11.23
http://denyluthfie.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-pasien-napza.html diak-
ses pada hari Senin 23 Juni 2014 Pukul 15.27
~ ~ ~
20