Post on 06-Mar-2018
1
LAPORAN TIM KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI XI DPR RI
KE PROVINSI MALUKU UTARA
17 s.d 19 September 2015
I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Keputusan Rapat Intern Komisi XI DPR RI, dalam rangka pelaksanakan fungsi
pengawasan Komisi XI DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Maluku Utara pada
Tanggal 17 s.d 19 September 2015. Kunjungan Kerja ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi
pengawasan atas perkembangan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara.
Sebagaimana kita ketahui, dalam beberapa tahun terakhir perekonomian nasional masih dan sedang
dihadapkan pada berbagai tantangan yang cukup berat, khususnya yang berasal dari persoalan gejolak
dan ketidakpastian ekonomi global. Perkembangan kinerja ekonomi global tersebut telah berdampak cukup
nyata pada perekonomian nasional. Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi nasional terus
mengalami perlambatan. Bahkan, dalam tahun 2014 yang lalu, pertumbuhan ekonomi nasional hanya
mencapai 5% (persen), jauh lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan tiga tahun sebelumnya
yang masih diatas 6% (persen). Begitu pula dengan realisasi pada kuartal I Tahun 2015 yang hanya
tumbuh 4,7% (persen), lebih rendah dibandingkan kuartal I Tahun 2014 yang tumbuh 5,1% (persen).
Menurunnya kinerja ekspor akibat pelemahan permintaan global dan merosotnya harga komoditas
internasional merupakan faktor utama melambatnya akivitas ekonomi nasional. Melemahnya kinerja ekspor
juga telah berdampak pada kondisi neraca pembayaran Indonesia, khususnya neraca transaksi berjalan
(current account), yang terus mengalami defisit cukup besar.
Oleh karenanya Kunjungan kerja Komisi XI DPR RI ingin mendapatkan informasi mengenai perkembangan
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara khususnya yang terkait dengan aspek pertumbuhan
ekonomi, keuangan pemerintah daerah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan,
2
sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat serta prospek
perekonomian ke depan. Komisi XI DPR RI juga mengharapkan mendapatkan paparan terkait kendala dan
permasalahan yang dihadapi dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi khususnya di Provinsi
Maluku Utara.
Susunan keanggotaan tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ke Provinsi Maluku Utara adalah
sebagai berikut:
No. No.
Angg Nama Anggota Fraksi Keterangan
1. 327 H. Gus Irawan Pasaribu, SE., Ak., MM Gerindra Ketua Tim
Wakil Ketua Komisi XI
2. 35 Dr. Achmad Hatari, SE., M.Si Nasdem Anggota
3. 211 I.G.A.Rai Wirajaya, SE., MM PDIP Anggota
4. 195 Ir. Andreas Eddy Susetyo, MM PDIP Anggota
5. 262 Dr. H. Ade Komarudin, MH Golkar Anggota
6. 283 H. Mukhamad Misbakhun, SE Golkar Anggota
7. 242 Ir. H. M. Idris Laena Golkar Anggota
8. 400 Rooslynda Marpaung Demokrat Anggota
9. 401 H. Rudi Hartono Bangun, SE., MAP Demokrat Anggota
10. 366 Ir. Sumail Abdullah Gerindra Anggota
11. 365 Ir. H. Soepriyatno Gerindra Anggota
12. 471 Ahmad Najib Qudratullah, SE PAN Anggota
13. 541 H.M. Amir Uskara, M.Kes PPP Anggota
3
II. INFORMASI DAN TEMUAN
A. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA
1. Overview Perekonomian Provinsi Maluku Utara
Setelah berdiri sebagai Provinsi baru lebih dari satu dekade, Maluku Utara belum menunjukan
perubahan yang signifikan dari sisi perekonomian. Sebagai Provinsi baru, pertumbuhan ekonomi
Maluku Utara cukup tinggi dan selalu berada diatas 5,5% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan
ekonomi Maluku Utara dalam tiga tahun terakhir mengalami perlambatan yang disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut:
a. Penerapan UU Minerba Tahun 2014 yang dianggap menghambat pertumbuhan pertambangan;
b. Kenaikan harga BBM yang menyebabkan inflasi sehingga menurunkan daya beli dan konsumsi
masyarakat.
Keunggulan kompetitif dari sektor agraris dengan potensi produktivitas yang besar tidak menunjukkan
kinerja yang optimal. Dalam 3 tahun terakhir, sektor yang memegang pangsa terbesar perekonomian
Maluku Utara hanya tumbuh di level rendah. Hal ini disebabkan karena proses yang masih tradisional
dan minimnya hilirisasi.
4
Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara dalam 3 tahun terakhir belum optimal dan cenderung melambat
akibat terhentinya ekspor bijih nikel pasca penerapan UU Minerba. Oleh karena itu, untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang inklusif, fokus pada sektor agraria dan industri pengolahan hasil pertanian
perlu ditingkatkan. Program intensifikasi dan mekanisasi pertanian perlu diperbanyak serta diiringi
dengan program promosi produk daerah ke pasar-pasar baru baik di lingkup nasional maupun
internasional.
2. Faktor-faktor pendorong dan kendala pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara
Berdasarkan penelitian Bank Indonesia dan lembaga lainnya dalam Growth Diagnostic 2015,
diketahui penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara adalah karena
minimnya investasi yang masuk di Maluku Utara yang terindikasi dari rendahnya PMTB.
Kendala utama pertumbuhan di Provinsi Maluku Utara adalah sebagai berikut:
a. Kualitas infrastruktur jalan dan konektvitas;
b. Elektrifikasi, air dan sanitasi;
c. Minimnya pengelolaan potensi sumberdaya alam;
d. Geografis, indeks bencaa dan biaya kogistik; serta
e. Iklim investasi yang kurang.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Masalah pembiayaan: dstribusi penyaluran kredit;
b. Sumberdaya manusia: ketersediaan sekolah dan tenaga pengajar yang layak serta fasilitas
kesehatan yang memadai;
c. Ex ante risk :inflasi dan anggaran pemerintah;
d. low property : akses mendapatkan lahan;
e. low self discovery : keragaman struktur perekonomian.
5
Berbagai faktor utama penyebab minimnya investasi di Maluku Utara dapat dilihat pada tabel berikut:
3. Industri Unggulan Provinsi Maluku
Utara
Sektor pertanian merupakan kontributor
utama dalam pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Maluku Utara. Komoditas
perkebunan yang menjadi unggulan
terbesar di Maluku Utara adalah kelapa.
Dengan produktivitas kelapa sebesar
0,86 ton/ha, menjadikan Maluku Utara
memegang produktivitas kelapa tertinggi di Indonesia. Selain itu sektor perikanan yang belum
teroptimalkan juga dinilai memiliki prospek yang sangat baik bagi pertumbuhan ekonomi Maluku
Utara.
Sektor perdagangan menjadi sektor dengan pangsa nomor 2 (dua) terbesar dalam PDRB Maluku
Utara. Meningkatnya pangsa sektor perdagangan dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi rumah
tangga seiring penambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Maluku
Utara.
6
Sektor pertambangan sempat memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan kendati
pada tahun ini mengalami penurunan yang drastis. Maluku Utara memiliki sejumlah pertambangan
feronikel yang dikelola beberapa perusahan lokal maupun BUMN.
Meskipun tidak memiliki pangsa yang dominan, sektor pertambangan memiliki prospek yang
potensial pada periode mendatang. Pembangunan smelter oleh 5 perusahaan diperkirakan
meningkatkan investasi sekaligus prospek produksi dan ekspor nikel ke depan.
4. Aktivitas konsumsi, investasi (PMN dan PMDN) serta ekspor – impor di Provinsi Maluku Utara
Struktur PDRB Provinsi Maluku Utara pada sisi permintaan cenderung tetap. Dari tahun ke tahun
konsumsi rumah tangga mendominasi struktur PDRB Maluku Utara. Konsumsi pemerintah meskipun
secara nominal tidak terlalu besar dibandingkan provinsi lain, memegang peranan cukup penting pada
perekonomian Maluku Utara dengan pangsa pasar yang berkisar pada angka 30%.
a. Konsumsi
Komsumsi rumah tangga mendominasi struktur PDRB Provinsi Maluku Utara pada kisaran 30%.
- Komponen konsumsi Maluku Utara relatif stabil;
- Pertumbuhan yang tercatat tumbuh lebih besar dari pertumbuhan ekonomi Indonesia selama
hampir lima tahun terakhir.
- Masih kuatnya kegiatan konsumsi tercermin dari kinerja sektor PHR yang secara konsisten
tumbuh cukup tinggi.
b. Investasi
Tingkat pengeluaran investasi mencatat kinerja yang kurang memuaskan.
- Tren pertumbuhan fluktuatif dan cenderung melambat;
- Stagnasi pada pangsa PMTB terhadap komponen PDRB sisi permintaan lainnya;
- Pangsa PMDN ke Maluku Utara hanya 0,5% dari PMDN nasional dan pangsa PMA hanya
0,7%;
- Penyaluran PMA dalam 3 tahun terakhir mayoritas ke sektor pertambangan. Sementara
PMDN disalurkan ke sektor pertanian dan perhubungan.
c. Ekspor – impor
Ekspor – impor Maluku Utara menunjukkan arah perkembangan yang kontras, terlebih pasca
tahun 2013.
7
- Impor Maluku Utara relatif tinggi karena ketergantungan barang konsumsi dan bahan
strategis;
- Defisit neraca semakin dalam pasca penerapan UU MInerba sehingga ekspor bijih nikel yang
menguasai lebih dari 90% ekspor Maluku Utara dihentikan. Kondisi ini menyebabkan ekspor
Maluku Utara mengalami kontraksi pada tahun 2014;
- Minimnya industri strategis di Maluku Utara membuat kerentanan pada komponen ekspor
Maluku Utara.
Dalam 3 (tiga) tahun terakhir, pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif konstan. Sementara itu,
seiring lesunya sektor pertambangan, investasi tumbuh melambat dan ekspor mengalami penurunan.
Impor khususnya impor antar daerah tetap tumbuh tinggi seiring masih tingginya ketergantungan
Maluku utara dari daerah lainnya. Pada tahun 2015, kondisi investasi dan ekspor diperkirakan
meningkat seiring dimulainya beberapa proyek infrastruktur dan smelter serta meningkatnya produksi
pertanian.
5. Kondisi Inflasi
Pola inflasi di Provinsi Maluku Utara relatif searah dengan inflasi nasional. Inflasi lebih tinggi dari
nasional pasca tahun 2012. Inflasi Provinsi Maluku Utara selama 3 (tiga) tahun sebesar 6,54% (yoy),
sementara inflasi nasional selama 3 (tiga) tahun sebesar 6,02% (yoy).
Fluktuasi tingkat inflasi Provinsi Maluku Utara selama 3,5 tahun terakhir lebih disebabkan oleh inflasi
pada kelompok volatile food dan administered prices.
Administered prices:
Inflasi disebabkan kebijakan pemerintah khususnya peningkatan harga BBM tahun 2013 – 2014
menyebabkan multiplier effect.
Volatile foods: sektor pertanian yang tradisional menjadi ketergantungan pasokan dari daerah lain.
8
Dalam 3 (tiga) tahun terakhir, inflasi cenderung mengalami peningkatan akibat kenaikan harga BBM.
Secara rata-rata, inflasi di Maluku Utara selain di dominasi oleh kenaikan harga angkutan darat dan
udara juga disebabkan oleh fluktuasi komoditas ikan segar (cakalang, malalugis, dan sejenisnya)
serta bumbu-bumbuan (bawang merah, cabai merah, dan sejenisnya). Pada tahun 2015, inflasi
diperkirakan lebih rendah karena harga BBM yang lebih stabil serta membaiknya produksi pertanian
lokal.
6. Upaya Pengendalian Inflasi
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara telah
berkoordinasi dalam forum TPID dan berupaya untuk menjaga inflasi tetap rendah. Upaya yang telah
dilakukan oleh TPID dalam 3 (tiga) tahun terakhir yaitu:
a. Meningkatkan koordinasi dengan para pemasok;
- Pembentukan Forum Asosiasi Pangan oleh TPID Kota Ternate;
- Monitoring lapangan kondisi stok pangan strategis serta BBM;
- Memfasilitasi komunikasi langsung antara petani di sentra produksi di Halmahera.
b. Mendorong ketahanan pangan di daerah;
- Pengembangan kluster ketahanan pangan seperti cabai merah di Halmahera Utara,
Halmahera Timur dan Halmahera Barat, ayam di ternate, bawang erah di Halmahera Timur
dan Tidore;
- Pengembangan integrated farming;
- Sosialisasi penanaman tomat, bawang dan cabe merah di sekolah.
c. Memelihara kondisi ekspektasi masyarakat;
- Pemberian informasi harga komoditas strategis secara rutin di media massa;
- Himbauan kepada masyarakat oleh pimpinan daerah dan tokoh agama.
d. Meningkatkan infrastruktur perdagangan;
- Optimalisasi fungsi tempat pelelangan ikan;
- Pembangunan pasar-pasar baru;
e. Memfasilitasi komunikasi langsung antara asosiasi pemasok di Ternate dengan para
petani di sentra produksi di Halmahera.
9
7. Dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap perekonomian di Provinsi Maluku Utara
Secara umum penguatan nilai mata uang asing tidak berdampak signifikan di Provinsi Maluku Utara.
Komoditas unggulan Maluku Utara angat sedikit yang diekspor langsung ke luar negeri
khususnya sejak berhentinya ekspor bijih nikel Maluku Utara pasca penerapan Undang-
undang Minerba
Maluku Utara bukanlah provinsi berbasis industri atau manufaktur yang bergantung
pada bahan baku impor pada proses produksinya
Dampak minor terjadi pada tingkat harga, yaitu peningkatan harga beberapa komoditas
yang diimpor seperti barang elektronik. (kenaikan 10 s/d 30 persen)
Potensi risiko pada progress pembangunan smelter di mana bahan baku konstruksinya
banyak menggunakan produk impor
8. Prospek pertumbuhan ekonomi tahun 2015
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara pada tahun 2015 diperkirakan sebesar 6,0& –
6,5% (yoy). Pendukung pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan dipengaruhi oleh investasi,
konsumsi rumah tangga dan ekspor. Sementara penghambat pertumbuhan diperkirakan disebabkan
oleh konsumsi pemerintah dan industri pengolahan.
Top pertumbuhan sektoral berasal dari sektor pertanian, pertambangan dan konstruksi. Sedangkan
faktor pendorong akselerasi pertumbuhan sebagai berikut:
Panen tabama
Baseline effect dan pembangunan smelter
Infrastruktur jalan dan jembatan
Event Pilkada
Akselerasi realisasi anggaran Pemda
Pembangunan pembangkit listrik.
10
9. Upaya mendukung Unit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Upaya yang telah dilakukan oleh KPwDN Bank Indonesia dalam mendukung
Unit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) agar dapat mengakses pembiayaan ke sektor
perbankan dalam mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan:
Langkah strategis BI Uraian
Kluster
Pembentukan beberapa klaster ketahanan pangan dan pengendalian
inflasi di 3 (tiga) kabupaten dan 1 (satu) kota, yakni Klaster Cabai &
Klaster Bawang Merah
Tujuan: kapasitas usaha petani dapat ditingkatkan dan kepastian pasar
bisa lebih terjaga
Bentuk: penguatan kelembagaan, pelatihan budidaya, pelatihan
penanganan hama, pengolahan pasca panen, fasilitasi antara pedagang
besar dan petani, pelatihan pembukuan, dan mediasi dengan perbankan
Kewirausahaan (WUBI)
Wadah kewirausahaan berupa Wirausaha Bank Indonesia (WUBI) yang
saat ini beranggotakan 17 UMKM yang bergerak di berbagai sektor
antara lain, agrobisnis, food & beverages, dan rempah-rempah.
Tujuan: meningkatkan skala usaha UMKM agar lebih bankable sehingga
mampu mengakses layanan perbankan
Bentuk: promosi melalui pameran-pameran, pelatihan pencatatan
keuangan, pelatihan promosi dan periklanan, penguatan kelembagaan
Layanan Keuangan
Digital
Identifikasi potensi daerah dalam rangka implementasi layanan
keuangan digital, dan rekomendasi wilayah prioritas LKD
Kawasan Pertanian
Terintegrasi
Penyaluran bantuan mesin combine harvester, mesin transplanter padi,
mesin penyiang rumput, pembuatan kandang sapi komunal, instalasi
biogas
Dampak: peningkatan luasan area tanam peningkatan kesejahteraan
Jaringan pasar dengan harga yang relatif stabil
11
B. KANTOR PERWAKILAN OJK
1. Perkembangan Kinerja Perbankan di Provinsi Maluku Utara
Total aset perbankan per Juni 2015 sebesar Rp7.496 miliar;
Jumlah kantor Bank di Provinsi Maluku Utara sebagai berikut:
- 21 Bank, 108 Kantor;
- 15 Bank Konvensional, 94 kantor;
- 3 Bank Syariah, 8 Kantor;
- 3 BPR, 6 Kantor.
Jumlah Kantor Industri Keuangan Non Bank sebagai berikut:
- Asuransi 4 Kantor;
- Perusahaan pembiayaan 10 Kantor;
- Pegadaian 4 Kantor.
Pembagian kredit di Provinsi Maluku Utara:
Pertumbuhan aset Perbankan:
Aset perbankan terus meningkat dan mencapai Rp7.496 miliar, tumbuh 3,98%.
12
Pertumbuhan kredit:
Kredit perbankan terus meningkat dan mencapai Rp5.877 miliar, tumbuh 7,45%
Kredit per sektor usaha
Perkembangan NPL:
NPL masih cukup rendah yaitu 2,16%.
13
Dana Pihak Ketiga Provinsi Maluku Utara
Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR bank mengalami perbaikan dengan turun dari 106,04% menjadi 90,22%, seiring
peningkatan DPK.
2. Kegiatan Pasar Modal
Untuk kegiatan di sektor pasar modal saat ini tidak terdapat perusahaan sekuritas yang memiliki
Kantor Cabang di Maluku Utara. Namun pengembangan pasar modal ditangani bersama dengan
Bursa Efek Indonesia KC Manado yang juga membawahi Provinsi Maluku Utara dan saat ini
terdapat 114 investor asal Provinsi Maluku Utara.
3. Data Pengaduan
Total pengaduan tahun 2015 berjumlah 4 pengaduan dengan 3 pengaduan terkait perbankan dan 1
pengaduan terkait pembiayaan.
Semua pengaduan telah diselesaikan secara prosedural dan tidak terdapat pengaduan lanjutan.
4. Kegiatan Literasi Keuangan
Sosialisasi OJK kepada wartawan di Ternate, untuk meningkatkan pemahaman wartawan terkait
dengan OJK, literasi keuangan dan perlindungan konsumen.
14
Pemuatan artikel edukasi keuangan secara rutin 1 (satu) minggu sekali di salah satu koran di
Maluku Utara yang menjelaskan OJK, manfaat dan risiko dari lembaga jasa keuangan yang ada.
5. Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan
OJK senantiasa meminta penyaluran kredit menerapkan manajemen risiko yang baik dan
memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit agar dapat menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang sehat.
Pengawasan off site: penelitian terhadap laporan-laporan dan pemberian surat pembinaan.
Pengawasan on site: Pemeriksaan kepada lembaga jasa keuangan.
6. Pengaruh BI Rate
Sejak BI Rate berubah pada Februari 2015 s.d posisi Juni 2015, Kredit di Provinsi Maluku Utara
tumbuh Rp426M (7,82%) dari Rp5.451M menjadi Rp5.877M.
- kredit konsumtif meningkat Rp228M (6,54%)
- kredit modal kerja meningkat Rp191M (13,32%)
- kredit investasi meningkat Rp6M (1,117%).
Pertumbuhan tersebut menunjukkan upaya mendorong perekonomian melalui penyaluran kredit
masih terus berjalan.
7. Mekanisme Koordinasi
OJK senantiasa bekerja sama dengan seluruh pihak yang terkait untuk menjaga stabilitas sistem
keuangan yang ada. Kerja sama yang telah terjalin antara lain kerja sama sharing data antara BI
dengan OJK mengenai data perbankan maupun data lembaga jasa keuangan lainnya. OJK juga
senantiasa melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi atas
permasalahan yang dihadapi.
15
C. PEMERINTAH PROVINSI MALUKU UTARA
1. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara dalam kurun waktu 5 (lima)tahun terakhir terlihat
fluktuatif. Sementara pada tahun 2015 terjadi penurunan pada triwulan I, namun mengalami
peningkatan pada triwulan II tahun 2015.
2. Tingkat kemiskinan
Tingkat kemiskinan selama periode lima tahun terakhir (2009 – 2014) secara umum mengalami
penurunan, yaitu dari 10,36 persen pada tahun 2009 menjadi 7,41 persen pada tahun 2014. Begitu
pula dari sisi jumlah, secara umum mengalami penurunan, yaitu dari 98 ribu orang pada tahun 2009
menjadi 84,79 ribu orang pada tahun 2014.
Penurunan jumlah penduduk miskin selama 5 (lima) tahun terakhir terutama terjadi di daerah
pedesaan. Sedangkan pada daerah perkotaan, baik persentase maupun jumlah penduduk miskin
secara umum mengalami kenaikan, yaitu sebanyak 8,72 ribu orang (3,10%) pada tahun 2009 menjadi
11,17 ribu orang (3,58%) pada tahun 2014.
Pada setahun terakhir (2013 – 2014) jumlah penduduk miskin di Maluku Utara mengalami penurunan
dari 85,58 ribu orang pada tahun 2013 menjadi 84,79 ribu jiwa pada tahun 2014.
Berdasarkan Kabupaten/Kota, data terakhir yang tersedia baru sampai tahun 2013. Pada tahun 2013,
kemiskinan tertinggi ada di Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur. Kemiskinan
terendah di Kota Ternate dan Kota Tidore serta Kabupaten Halmahera Utara.
3. Tingkat pengangguran
Tingkat pengangguran di Provinsi Maluku Utara pada bulan agustus tahun 2014 sebesar 5,29%
dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 481.504 orang, jumlah ini berkurang sebanyak 11.853 orang
dibandingkan keadaan Februari 2014 atau bertambah sebanyak 8.539 orang dari bulan agustus 2013.
Keadaan ini menunjukkan tingkat pengangguran di Maluku Utara meningkat dibanding tahun 2013.
Tingkat pengangguran terbuka dari tahun 2010 sampai 2013 terus mengalami penurunan namun
pada tahun 2014 persentase TPT naik hingga mencapai 5,29%.
4. Upah Minimum Regional
UMR Provinsi Maluku Utara tahun 2015 naik sebesar 9,5% dari tahun sebelumnya yatu dari 1,44 juta
menjadi 1,577 juta, sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 248/KEP/KH/2014.
16
5. Indeks Pembangunan Manusia
Perkembangan IPM Provinsi Maluku Utara menunjukkan kenaikan dalam 7 tahun terakhir. Namun
meskipun terlihat meningkat, IPM Maluku Utara berada pada urutan ke-30 secara nasional.
6. Pertumbuhan ekonomi belum berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kemiskinan dan
kenaikan IPM. Hal ini disebabkan karena sekitar 30% pertumbuhan ekonomi didorong oleh sektor
konsumtif (konsumsi pemerintah dan swasta).
7. Transfer daerah merupakan pendapatan terbesar di Maluku Utara, yaitu rata-rata dalam 5 tahun
sekitar 77,5% dari total pendapatan daerah. Hambatan yang dihadapi yaitu pembagian dana alokasi
umum yang diterima dengan perhitungan luas daratan, sedangkan Maluku Utara merupakan wilayah
kepulauan yang luas lautnya lebih daripada daratan. Diharapkan perhitungan alokasi dana
diperhitungkan juga luas wilayah laut.
8. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi:
Masih minimnya infrastruktur transportasi, listrik;
Masih rendahnya SDM;
Masih minimnya sarana dan prasarana ekonomi;
Indeks kemahalan.
9. Strategi pembangunan daerah Maluku Utara dalam mendukung pembangunan nasional:
Peningkatan kualitas sumber daya manusia;
Pengembangan potensi lokal (perikanan dan kelautan, pertanian tanaman pangan,
perkebunan, peternakan dan pertambangan);
Percepatan pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana penunjang;
Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan.
D. KANWIL KEMENTERIAN KEUANGAN PROVINSI MALUKU UTARA
1. Target dan Realisasi Penerimaan Negara dari sektor Pajak dan Bea dan Cukai
Untuk sektor pajak, KPP Pratama Ternate merupakan unit vertikal Direktorat Jenderal Pajak di
bawah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara
dengan Provinsi Maluku Utara sebagai wilayah kerja dari KPP Pratama Ternate dan KPP
Pratama Tobelo.
17
Setiap tahun KPP Pratama Ternate dan KPP Pratama Tobelo dibebankan target
penerimaan Pajak untuk wilayah Maluku Utara.
(dlm Juta Rupiah)
No. Tahun Target Realisasi Capaian
1 2011 946,727.92 720,017.83 76%
2 2012 874,454.59 899,835.07 103%
3 2013 1,133,591.63 912,097.27 80%
4 2014 1,130,504.03 1,136,160.75 101%
5 2015* 1,580,761.25 677,367.21 43%
Untuk sektor bea dan cukai, KPPBC TMP C Ternate merupakan unit vertikal Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai di bawah KWBC DJBC Maluku, Papua, dan Papua Barat dengan
Provinsi Maluku Utara sebagai wilayah kerja dari KPPBC TMP C Ternate.
Setiap tahun KPPBC TMP C Ternate dibebankan target penerimaan Bea Masuk dan Bea Keluar.
a. Penerimaan Bea Masuk
Selama kurun waktu 5 ( Lima) tahun terakhir, pencapaian penerimaan Bea Masuk selalu
berada di atas target yang ditetapkan. Berikut tabel target dan realisasi penerimaan Bea
Masuk:
(dlm Juta Rupiah)
No. Tahun Target Realisasi Capaian
1 2010 3.314,14 7.733,08 233,3%
2 2011 3.021,15 5.318,09 176,0%
3 2012 7.024,63 7.183,06 102,3%
4 2013 1.008,00 1.157,60 114,8%
5 2014 155,00 396,03 255,5%
6 2015* 930,93 1289,76 138,5%
Konstribusi terbesar Penerimaan BM diperoleh dari kegiatan importasi dalam rangka
pembangunan Smelter.
18
b. Penerimaan Bea Keluar
Untuk Tahun 2015, KPPBC TMP C Ternate tidak dibebankan target penerimaan Bea Keluar
seperti tahun-tahun sebelumnya, mengingat adanya kebijakan pemerintah terkait larangan
ekspor komoditi mineral. Berikut tabel target dan realisasi penerimaan Bea Keluar selama
kurun waktu 5 (lima) tahun terkahir:
(dlm Juta Rupiah)
No. Tahun Target Realisasi Capaian
1 2010 1.751,26 0,00 0,0%
2 2011 0,00 0,00 -
3 2012 375.788,88 455.882,48 121,3%
4 2013 1.229.753,81 1.098.705,51 89,3%
5 2014 33.403,00 33.403,19 100,0%
6 2015* 0,00 0,00 -
Penerimaan BK sangat tergantung kepada Kebijakan Pemerintah khususnya terkait
Eksportasi Mineral, Penerapan kebijakan terhadap larangan ekspor mineral mentah di Tahun
2015, berakibat pada hilangnya penerimaan BK.
2. Faktor-faktor yang menjadi kendala penerimaan negara
Untuk sektor pajak, faktor yang menjadi kendala dalam memperlancar penerimaan pajak di KPP
Pratama Ternate adalah sebagai berikut:
a. Faktor Internal meliputi:
1) Jumlah SDM yang masih terbatas. Account Representative (AR) yang menjadi petugas
pengawasan hanya berjumlah 12 orang. Hal ini tidak sebanding dengan jumlah Wajib
Pajak yang harus diawasi kurang lebih sejumlah 73 ribu WP terdaftar.
2) Data internal yang dimiliki tidak mencakup transaksi-transaksi yang dilakukan secara
underground (tanpa Faktur Pajak).
b. Faktor Eksternal meliputi:
1) Wilayah geografis yang luas yang menghambat mobilitas dalam pengawasan
2) Kepatuhan Wajib Pajak yang rendah baik material (tidak melaporkan kondisi usaha
yang sebenarnya), maupun formal (tidak menyampaikan SPT Tahunan/Masa)
19
3) Kurangnya dukungan dari pihak ketiga untuk mendapatkan data walaupun sudah ada
kewajiban Lembaga/Kementerian/Asosiasi untuk menyampaikan data kepada DJP,
namun sebagian masih belum dilaksanakan.
4) Sebagian besar Wajib Pajak masih melakukan kegiatan usaha tidak menggunakan
perbankan (tunai), sehingga sulit untuk melakukan pengujian kebenaran peredaran
usaha atas bisnis yang dilakukan.
5) Terbatasnya akses DJP terhadap data nasabah di perbankan, sehingga atas usaha
yang dilaporkan oleh Wajib Pajak, DJP tidak dapat melakukan pengujian
kebenarannnya secara akurat..
Sementara itu di sektor bea dan cukai, dalam meningkatkan penerimaan khususnya dari sektor
Bea Masuk, KPPBC TMP Ternate telah membuat beberapa strategi dalam pencapaian penerimaan,
antara lain:
a. Pemeriksaan Fisik Barang Impor dilakukan secara mendalam;
b. Penelitian Dokumen yang mendalam terhadap Pemberitahuan Nilai Pabean dan Tarif;
c. Berkoordinasi dengan PT Pos Indonesia untuk menghidupkan lagi Pos Lalu Bea;
d. Melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan pihak terkait guna: Mendorong
pembangunan Smelter, Mendorong KEK Morotai, dan Membuka Ekspor (komoditi Kopra
dan Ikan).
3. Kinerja pengawasan barang kena cukai (preventif dan represif)
a. KPPBC TMP C Ternate telah melakukan 3 (tiga) penindakan Barang Kena Cukai MMEA
(2015);
b. KPPBC TMP C Ternate bersama-sama dengan KWBC melakukan penindakan terhadap
Kapal Nelayan asing asal Filipina (2014).
4. Pengawasan dan Pembinaan terhadap Aparat Pajak dan Bea Cukai
Untuk mengantisispasi kebocoran uang Negara pada sektor perpajakan, dilakukan pengawasan
dan pembinaan untuk menjaga integritas dan transparansi diantaranya melalui:
a. Whistle blowing system
b. Membentuk komunitas “DJP Bersih Ditangan Kita”
c. Sistem absensi fingerprint untuk memonitor kehadiran pegawai
d. Adanya surat ijin melakukan visit yang ditandatangani oleh Kepala Kantor apabila pegawai
akan melakukan kunjungan kepada Wajib Pajak
20
e. Adanya Berita Acara yang ditandatangani oleh petugas dan Wajib Pajak meliputi hal-hal yang
dibicarakan dalam hal pemberian konseling kepada Wajib Pajak
f. Pembinaan dari atasan langsung secara continue untuk menjaga integritas pegawai agar tidak
menerima pemberian dalam bentuk apapun (gratifikasi) yang terkait dengan tugas dan
perkerjaan.
g. Internalisasi corporate value melalui IHT, outbond dan lain-lain
Sementara itu di sektor bea dan cukai, dalam rangka menghindari kebocoran uang Negara,
KPPBC TMP C Ternate melakukan program pembinaan kepada pegawai dalam melakukan
tugasnya dengan menerapkan strategi antara lain:
a. Internalisasi dan Implementasi secara terus-menerus Values dan budaya kerja kementerian
keuangan, khususnya integritas
b. Meningkatkan efektifitas Unit kepatuhan internal yg secara rutin melakukan penilaian kinerja
dan prilaku pegawai
c. Penandatanganan Pakta integritas untuk seluruh pegawai
d. Menciptakan saluran pengaduan bagi masyarakat pengguna jasa melalui Aplikasi Sipuma
(Sistem Pengaduan Masyarakat).
e. Membuka loket layanan aduan masyrakata pengguna jasa.
5. Penyerapan Anggaran Kanwil Kementerian Keuangan di Provinsi Maluku Utara
a) Penyerapan Anggaran dari tahun 2013 – 2015 (sd. Tanggal 11 September 2015)
Pergerakan Realisasi Bulanan Tahun 2013-2015 di wilayah Maluku Utara
Melihat tampilan grafik diatas, dapat dilihat bahwa pergerakan penyerapan/realisasi anggaran
pada tahun 2015 lebih lamabat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, hal tersebut dipicu oleh
0,00%
50,00%
100,00%
2013 2014 20152013 acc 2014 acc 2015 acc
21
adanya proses APBN-P di awal tahun yang memerlukan penyelesaian revisi di tingkat pusat
serta perubahan struktur dan nomenklatur Kementerian/Lembaga sebagai dampak
implementasi Perpres Nomor 165 Tahun 2014.
Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Tahun 2013-2015 di wilayah Maluku Utara
(dlm jutaan rupiah)
Realisasi Anggaran Per Prov/Kab/Kota dan Per Jenis Kewenangan
Tahun 2013-2015 di wilayah Maluku Utara
(dlm jutaan rupiah)
PAGU REALISASI % REAL PAGU REALISASI % REAL PAGU REALISASI % REAL
BELANJA PEGAWAI 827,980.12 717,150.02 86.6% 825,275.01 770,416.25 93.4% 974,311.32 677,313.51 69.5%
BELANJA BARANG 1,154,996.91 1,019,543.72 88.3% 1,269,651.95 1,150,329.05 90.6% 1,454,111.28 598,786.73 41.2%
BELANJA MODAL 1,939,182.09 1,897,708.50 97.9% 2,629,302.70 2,514,935.81 95.7% 3,542,757.04 1,441,954.57 40.7%
BELANJA BANTUAN SOSIAL 292,354.14 281,352.78 96.2% 244,603.54 236,848.23 96.8% 145,108.48 74,630.12 51.4%
TOTAL 4,214,513.26 3,915,755.02 92.9% 4,968,833.20 4,672,529.34 94.0% 6,116,288.12 2,792,684.94 45.7%
JENIS BELANJA2013 2014 2015
22
Penyerapan Anggaran secara khusus pada Bagian Anggaran Kementerian Keuangan (BA.015) selama 3 tahun terakhir
(dlm jutaan rupiah)
b) Faktor-faktor yang memperlancar proses penyerapan anggaran
Implementasi SPAN mulai bulan Februari Tahun 2015 yang mendukung otomatisasi
sistem dari pengguna anggaran yang ada di setiap Kementerian Negara/Lembaga,
dengan menggunakan konsep database yang terintegrasi membuat proses bisnis
berjalan secara otomatis sehingga mampu meminimalisir kesalahan input manual dan
mewujudkan konsep go green melalui konsep paperless dan less paper yang
menyertainya.
Penyerahan dokumen anggaran (DIPA) sebelum tahun anggaran berjalan kepada satker
Kementerian Negara/Lembaga yang ada di daerah.
Penyederhanaan proses bisnis pengesahan Revisi DIPA dalam 1 atap dengan Revisi
Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sehingga diharapkan proses penyelesaian
administrasi DIPA akan cepat selesai, khususnya pengesahan DIPA pada Kanwil Ditjen
Perbendaharaaan hanya diselesaikan dalam waktu 1 hari yang tahun sebelumnya 5 hari.
Pembatasan pengajuan pencairan dana di KPPN pada akhir tahun anggaran untuk
mendorong penarikan dana lebih awal.
PAGU BELANJA % PAGU BELANJA % PAGU BELANJA %
BELANJA BARANG 11,883.40 10,374.16 87.30% 10,986.03 9,918.87 90.29% 15,774.72 6,577.32 41.70%
BELANJA MODAL 7,360.68 7,017.60 95.34% 188.50 178.35 94.62% 515.98 210.57 40.81%
BELANJA PEGAWAI 5,712.69 5,352.36 93.69% 6,136.39 5,569.76 90.77% 6,662.33 4,609.21 69.18%
Total 24,956.77 22,744.12 91.13% 17,310.93 15,666.98 90.50% 22,953.03 11,397.10 49.65%
BELANJA BARANG 1,819.42 1,816.55 99.84% 1,854.96 1,833.03 98.82% 2,089.79 1,393.31 66.67%
BELANJA MODAL 12.00 11.97 99.73% 159.50 158.88 99.61% 2,500.60 1,504.97 60.18%
BELANJA PEGAWAI 1,448.15 1,442.85 99.63% 1,755.10 1,387.57 79.06% 1,548.38 1,225.52 79.15%
Total 3,279.57 3,271.37 99.75% 3,769.56 3,379.47 89.65% 6,138.77 4,123.80 67.18%
BELANJA BARANG 5,109.24 5,084.08 99.51% 5,425.53 5,421.98 99.93% 5,814.81 3,480.20 59.85%
BELANJA MODAL 952.65 933.82 98.02% 1,855.95 1,837.01 98.98% 1,202.74 330.51 27.48%
BELANJA PEGAWAI 5,397.62 4,647.68 86.11% 4,909.61 4,718.99 96.12% 5,044.25 3,769.11 74.72%
Total 11,459.50 10,665.58 93.07% 12,191.09 11,977.97 98.25% 12,061.80 7,579.82 62.84%
BELANJA BARANG 1,939.88 1,931.64 99.58% 2,018.59 1,866.70 92.48% 1,947.11 1,069.55 54.93%
BELANJA MODAL 259.16 258.82 99.87% 156.45 156.45 100.00% 36.80 36.43 98.98%
BELANJA PEGAWAI 1,088.04 1,080.70 99.33% 1,192.80 1,156.82 96.98% 1,262.44 963.68 76.33%
Total 3,287.08 3,271.16 99.52% 3,367.84 3,179.98 94.42% 3,246.36 2,069.65 63.75%
42,982.92 39,952.23 92.95% 36,639.42 34,204.41 93.35% 44,399.95 25,170.37 56.69%
2014 2015UNIT ESELON I JENIS BELANJA
DITJEN KEKAYAAN NEGARA
DITJEN PERBENDAHARAAN
DITJEN BEA DAN CUKAI
DITJEN PAJAK
TOTAL
2013
23
Melakukan penyederhanaan persyaratan pengajuan perintah bayar dengan tetap
mengedepankan fungsi pengujian perintah bayar tersebut.
Penyempurnaan proses pelelangan pengadaan barang dan jasa melalui diterbitkannya
Perpres Nomor 70 Tahun 2012. Namun hal ini belum dapat dilaksanakan sepenuhnya
mengingat pemahaman pejabat pengadaan atas Perpres tersebut belum memadai.
Menyampaikan usulan untuk sumbangan dalam rangka menyusun harga satuan
sehingga dapat digunakan khususnya di Provinsi Maluku Utara.
Melakukan reviu pelaksanaan anggaran sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan
proses bisnis pelaksanaan anggaran.
Memberikan akses data pagu dan realisasi yang seluas-luasnya pada K/L untuk
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyerapan anggaran.
Koordinasi yang intens dengan satker untuk mengetahui kendala dan mencari solusi
permasalahan yang dihadapi.
Pembukaan KPPN filial di sofifi untuk mendekatkan diri dengan lokasi dan meningkatkan
pelayanan kepada satker.
Upaya pembinaan melalui diklat, bimtek, sosialisasi aturan/ketentuan serta aplikasi di
bidang pelaksanaan anggaran.
Fokus lain yang juga merupakan tantangan dalam pelaksanaan anggaran adalah terkait
efisiesi dan efektifitas dari realisasi/penyerapan anggaran. Selama ini pelaksanaan anggaran
lebih fokus terhadap jumlah realisasi tanpa banyak mempertimbangkan efisiensi dan
efektifitas penggunaan anggaran terhadap tercapainya output dan outcome. Untuk itu Kanwil
Ditjen Perbendaharaan melakukan review pelaksanaan anggaran yang hasilnya menjadi
bahan pertimbangan bagi kebijakan penganggaran tahun berikutnya.
c) Kendala-Kendala dalam Proses Penyerapan Anggaran
Secara umum permasalahan penyerapan anggaran dari tahun ke tahun relatif sama, yakni
terdapat penyerapan dana yang tidak proporsional (menumpuk di akhir tahun) sehingga
penggunaan dana menjadi tidak optimal karena program-program pemerintah tidak dapat
segera dirasakan hasilnya oleh masyarakat. Hal ini disebabkan antara lain:
a. Perencanaan dan Penganggaran/Revisi Anggaran (38,5%)
Kurang cepatnya revisi anggaran atas APBN-P
24
Perubahan nomenklatur kementerian/lembaga
Keterlambatan penerbitan atau belum diterimanya DIPA Satker
Lemahnya perencanaan program dan kegiatan serta koordinasi antara bagian
perencanaan dan pelaksana kegiatan, termasuk diantaranya ketidaksesuaian
antara rencana dengan kebutuhan (riil)
Blokir anggaran yang diakibatkan belum dilengkapinya persyaratan.
b. Ketentuan Pendukung Pelaksanaan Program (5,4%)
Keterlambatan/belum terbitnya petunjuk teknis kegiatan
Persetujuan design gambar yang lambat
c. Mekanisme Pembayaran (6,6%)
Adanya perubahan penggunaan kode akun untuk belanja bansos ke belanja barang
(contoh: BOS Madrasah)
Adanya kesalahan pencantuman daftar supplier sehingga tagihan ditolak KPPN
(sistem)
d. Pengadaan Barang dan Jasa (15,7%)
Proses teknis dan administratif pengadaan yang membutuhkan waktu relatif lama
Adanya gagal lelang akibat penyedia barang terbatas (tidak memenuhi
persyaratan/spesifikasi)
Keterbatasan SDM antara lain kompetensi pejabat pengadaan barang dan jasa,
rangkap tugas dalam jabatan panitia pengadaan, dll.
e. Pelaporan (0,3%)
Satker sering terlambat dalam menyampaikan laporan keuangan sehingga
belum dapat melakukan pertanggungjawaban atas uang persediaan yang sudah
digunakan.
f. Teknis Lainnya (20,2%)
Perencanaan kegiatan dan pembayaran sebagian besar dilaksanakan di semester
II.
Kegiatan sedang berjalan/belum selesai sehingga belum dapat ditagihkan.
g. Non Teknis lainnya (13,3%)
Keterlambatan penerbitan SK Penunjukan pejabat perbendaharaan (PPK, PP SPM,
dan Bendahara Pengeluaran) .
25
Adanya kebijakan terkait pencairan anggaran hanya terbatas untuk output 001 dan
002.
Faktor iklim sehingga terjadi penundaan pelaksanaan kegiatan (contoh: musim
tanam).
Faktor lokasi (geografis) sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
pertanggungjawaban dana.
6. Penerimaan Pajak dan Bea dan Cukai
a. Data penerimaan Pajak dan Bea Cukai
Data penerimaan pajak dan bea dan cukai di Provinsi Maluku Utara selama 5 (lima) tahun
terakhir sebagai berikut:
b. Jumlah Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi
Jumlah wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi di Provinsi Maluku Utara dalam 5
(lima) tahun terakhir sebagai berikut:
26
c. Langkah peningkatan penerimaan pajak dan bea dan cukai
Pada sektor perpajakan, langkah yang ditempuh oleh Kementerian Keuangan untuk
meningkatkan penerimaan pada tahun ini adalah:
1) Pencanangan tahun 2015 sebagai tahun pembinaan, dengan menerbitkan PMK-
91/PMK.03/2015 mengenai pengurangan/penghapusan sanksi administrasi
2) Memperkuat basis data internal melalui program e-Faktur Pajak, geotagging, MPN G2
3) Melakukan visit (kunjungan), himbauan kepada Wajib Pajak potensial (Penyelenggara
Negara/LHKPN, Notaris/PPAT, dokter, jasa konstruksi, bahan bangunan, minimarket,).
4) Melakukan law enforcement dengan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak bersedia
melakukan pembetulan SPT dalam rangka tahun pembinaan.
5) Melakukan penagihan aktif melalui blokir rekening, sita, dan pencegahan terhadap
penanggung pajak.
6) Memanfaatkan data pihak ketiga (LHKPN, KSEI, agunan, kredit bank) yang ada di Sistem
Informasi DJP.
d. Kendala yang dihadapi
Untuk sektor pajak, kendala yang dihadapi dalam upaya mempelancar dan meningkatkan
penerimaan sector perpajakan:
1) Data Perbankan belum bisa diakses oleh DJP.
2) Belum adanya reward kepada Lembaga/Kementerian/Asosiasi/pihak ketiga lainnya, yang
menyampaikan data kepada DJP, serta tidak ada punishment apabila tidak memberikan
data.
Untuk sektor bea dan cukai, kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian penerimaan
dan pengawasan antara lain:
1) Terbatasnya jumlah SDM dan Kesediaan Sarana Patroli laut yang tidak sesuai dengan
luas wilayah kerja pengawasan;
2) Importasi untuk pembangunan Smelter yang menggunakan Fasilitas BKPM dengan
mendapat Pembebasan Bea Masuk;
3) Importasi yang menggunakan Fasilitas Skema Preferensi Tarif (COO) antara lain Form D
dan Form E;
27
4) Importasi yang melalui KPPBC TMP C Ternate tidak berlangsung secara Reguler
(sewaktu-waktu), sehingga sulit memprediksi penerimaan.
5) Kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor komoditi Minerba yang membuat hilangnya
potensi penerimaan Bea Keluar.
e. Target penerimaan Pajak dan Bea dan Cukai
Untuk sektor pajak, target penerimaan pajak di KPP Pratama Ternate seyogyanya lebih
realistis (dikurangi), karena adanya dampak perlambatan pertumbuah ekonomi regional,
kenaikan PTKP dan lesunya kegiatan pertambangan sebagai akibat dari UU Minerba yang
melarang ekspor bahan tambang mentah.
Untuk sektor bea dan cukai, target penerimaan Bea dan Cukai di KPPBC pada tahun 2015
turun drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh kebijakan
pemerintah terkait larangan ekspor komoditi Minerba sehingga membuat hilangnya potensi
penerimaan Bea Keluar
f. Jumlah aset/kekayaan negara yang ada di Provinsi Maluku Utara
Tahun 2015 s.d semester I, jumlah aset/kekayaan negara yang berada di Provinsi Maluku Utara
berjumlah Rp59.995.580.440.293 (Hasil Rekonsiliasi Data BMN).
Terkait Penilaian Barang Milik Negara (BMN), semua BMN di provinsi Maluku Utara telah
dilakukan penilaian pada kegiatan Inventarisasi dan Penilaian yang telah dilaksanakan dalam
kurun waktu tahun 2008 – 2010. Dalam hal penertiban aset, sebagian besar BMN telah
dilakukan penertiban baik penertiban administrasi, hukum, maupun fisik. namun terdapat
beberapa BMN yang masih belum tertib, contohnya Lapas Tobelo yang belum punya bukti
kepemilikan atas tanah; Aset yang telah dimanfaatkan pihak ketiga (berupa sewa ATM) yang
belum mendapat persetujuan pemanfaatan dari Pengelola.
Kendala dan Permasalahan dalam pengelolaan kekayaan negara di Maluku Utara antara
lain:
1) Kondisi Geografis;
Kondisi Geografis memiliki pengaruh dalam pelaksanaan pengelolaan aset, baik
pengelolaan aset yang dilaksanakan oleh stakeholder (pengamanan fisik, maupun
pelaporan pencatatan aset) maupun oleh pengelola barang (pengawasan dan
28
pengendalian BMN, cek fisik pengelolaan BMN). Namun dengan adanya digitalisasi
pelaporan BMN melalui Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN), kendala
geografis dapat berkurang terhadap daerah kabupaten kota yang memiliki fasilitas internet,
namun untuk stakeholder yang berada di kabupaten kota yang tidak memiliki fasilitas
internet yang memadai tetap melakukan pelaporan ke daerah yang memiliki fasilitas
internet;
2) Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman pengelolaan barang milik negara pada
stakeholder masih kurang;
Tahun 2006 merupakan awal pencatatan dan pengelolaan kekayaan negara baik berupa
kekayaan yang dimiliki Negara (Barang Milik Negara) maupun yang dikuasai Negara. Pada
saat itu tingkat pengetahuan dan pemahaman pengelolaan Barang Milik Negara oleh
Pengguna Barang masih kurang. Untuk itu dalam kurun waktu tahun 2006 – 2015, telah
dilaksanakan Sosialisasi peraturan perundang-undangan serta workshop terkait aset
dengan tujuan untuk memberi pemahaman akan pentingnya aset. Hal ini terlihat dengan
sudah tertibnya satuan kerja melakukan pelaporan serta pengeloaan aset secara umum.
Penyempurnaan peraturan pengelolaan aset yang cepat juga membutuhkan sosialisasi
kepada seluruh stakeholder sehingga masih terdapat satuan kerja yang masih belum
memahami beberapa peraturan pengelolaan BMN terbaru;
3) Luasnya cakupan pengelolaan Kekayaan Negara
Pengelolaan Kekayaan Negara mencakup aset yang dimiliki negara dalam hal ini BMN
yang digunakan oleh Kementerian Lembaga Negara dan aset yang dikuasai negara
contoh aset bekas asing/tiongkok dan lain-lain. Setiap bentuk kekayaan negara (aset eks.
KKKS, BMN, ABMA/T, dll) memiliki peraturan pengelolaan yang berbeda-beda sehingga
membutuhkan keahlian yang berbeda/spesifik.
g. Langkah-langkah tindak lanjut Tiga Paket Kebijakan September I yang dikelaurkan
Pemerintah pada 9 September 2015
Untuk sektor pajak, penjabaran Paket Kebijakan di laksanakan oleh Kantor Pusat DJP,
namun kebijakan yang selama ini telah berjalan sudah mendukung paket Kebijakan
September dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas harga,
antara lain: Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 berdasarkan PMK-91/PMK.03/2015,
29
kenaikan PTKP berdasarkan PMK 122/PMK.010/2015, tax allowance sesuai PMK
159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Disamping meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Paket Kebijakan September secara
operasional diproyeksikan akan mendorong peningkatan penerimaan pajak.
Untuk sektor bea dan cukai, dalam rangka mendorong pengembangan Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) sebagai salah satu upaya untuk penguatan daya saing perekonomian,
diperlukan kebijakan dan strategi dalam pencapaiannya. Hal ini sesuai dengan Visi, Misi,
dan Strategi yang telah ditetapkan dalam dalam lampiran Keputusan Menteri Keuangan
nomor 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan
Kementerian Keuangan 2014-2015. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai upaya
penyempurnaan Visi dan Misi telah mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai nomor KEP-105/BC/2014 tanggal 29 Agustus 2014 tentang Visi, Misi dan Fungsi
Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Di dalam keputusan tersebut visi DJBC adalah
“Menjadi institusi kepabeanan dan cukai terkemuka di dunia”
Sementara Misi DJBC adalah:
1. Memfasilitasi perdagangan dan industri
2. Melindungi perbatasan dan masyarakat Indonesia dari penyelundupan dan
perdagangan ilegal
3. Mengoptimalkan penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai
Sedangkan fungsi utama DJBC saat ini adalah:
1. Meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri melalui pemberian fasilitas di
bidang kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran.
2. Mewujudkan iklim usaha dan investasi yang kondusif dengan memperlancar logistik
impor dan ekspor melalui penyederhanaan prosedur kepabeanan dan cukai serta
penerapan manajemen resiko yang handal.
Sementara itu, dari sisi pengeluaran/belanja Negara, Ditjen Perbendaharaan terus
berupaya untuk mendorong percepatan realisasi belanja terutama belanja yang bersifat
strategis dan merupakan prioritas nasioanl yang mendukung perkembangan investasi dan
perekonomian di daerah Maluku Utara seperti di bidang infrastuktur. Secara rutin, Kanwil
Ditjen Perbendaharaan melakukan monitoring dan pembinaan dalam hal pelaksanaan
30
anggaran. Di samping itu, dalam rangka pelaksanaan kelancaran pelaksanaan pengelolaan
dana desa, bersama-sama dengan pemerintah daerah, Kanwil Ditjen Perbendaharaan
melakukan sosialisasi ke beberapa daerah di wilayah Maluku Utara mengenai ketentuan-
ketentuan terkait pengelolaan dana desa.
E. KANTOR PERWAKILAN BPS MALUKU UTARA
i. Data sosial ekonomi Provinsi Maluku Utara
a. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk Maluku Utara selama 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan peningkatan.
Kabupaten Halmahera Selatan, sebagai kabupaten dengan jumlah kecamatan terbanyak (30
kecamatan) di Maluku Utara memiliki penduduk paling banyak, yaitu sebesar 215.791 jiwa pada
tahun 2014. Kota Ternate menempati urutan kedua terbanyak dengan jumlah penduduk sebanyak
207.789 jiwa pada tahun 2014.
b. Pendapatan perkapita
Pendapatan per kapita yang dihitung melalui PDRB per kapita di Maluku Utara menunjukkan tren
yang meningkat dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2010 PDRB per kapita Maluku Utara
sebesar Rp14,36 juta. Pada tahun 2014, pendapatan per kapita penduduk di Maluku Utara
sebesar Rp21,12 juta.
31
c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku dan harga konstan menurut lapangan usaha di
Provinsi Maluku Utara periode tahun 2010-2014 sebagai berikut:
d. Pertumbuhan ekoonomi
Secara umum, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara dari tahun 2010-2014 sudah cukup baik. Pada
tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sebesar 6,80%, meningkat menjadi 6,98% di
tahun 2012. Pada tahun 2013 dan 2014 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan namun
sedikit melambat, masing-masing sebesar 6,37 dan 5,49%.
e. Struktur ekonomi
Struktur pertumbuhan Maluku Utara masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan dimana kontribusi sektor ini sekitar 25 – 26%, diikuti oleh kategori selanjutnya yaitu dari
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor serta administrasi pemerintahan
masing-masing 17% dan 16%.
32
f. Inflasi
Pada bulan agustus 2015, Ternate mengalami inflasi sebesar 1,56 (peringkat ketiga secara
nasional). Inflasi Kota Ternate tahun 2010 – 2015 sebagai berikut:
Tahun Inflasi
Ternate Nasional
2010 5,32
2011 4,52
2012 3,29
2013 9,78
2014 9,34
Jan „15 -0,55 0,24
Feb „15 -0,83 -0,36
Mar „15 0,35 0,17
Apr „15 0,62 0,36
Mei „15 0,65 0,5
Jun „15 0,89 0,54
Jul „15 0,90 0,93
Aug „15 1,56 0,39
g. Gini Ratio (indeks ketimpangan pendapatan)
Kab/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Halmahera Barat 0,286 0,230 0,278 0,311 0,255 0,252 0,223 0,249
Halmahera Tengah 0,299 0,286 0,270 0,261 0,286 0,282 0,257 0,339
Kepulauan Sula 0,231 0,291 0,270 0,326 0,316 0,317 0,267 0,295
Halmahera Selatan 0,224 0,317 0,265 0,285 0,248 0,266 0,274 0,303
Halmahera Utara 0,291 0,272 0,281 0,295 0,283 0,338 0,253 0,312
Halmahera Timur 0,189 0,318 0,226 0,308 0,297 0,261 0,248 0,271
Pulau Morotai 0,308 0,262 0,287 0,315 0,288
Ternate 0,246 0,278 0,217 0,233 0,276 0,289 0,254 0,293
Tidore Kepulauan 0,284 0,250 0,200 0,227 0,251 0,239 0,257 0,222
Provinsi Maluku Utara 0,315 0,327 0,304 0,319 0,335 0,332 0,315 0,324
33
ii. Upaya dan koordinasi yang dilakukan BPS dalam rangka TPID
a. Dalam rangka upaya menjaga kualitas data inflasi BPS Provinsi Maluku Utara melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
- Melakukan pencacahan sesuai SOP yang ditetapkan oleh BPS baik periode pecacahan
(mingguan, dua mingguan dan bulanan) maupun komoditas barang/jasa.
- Pencacahan dilakukan terhadap 382 komoditi hasil Survey Biaya Hidup (SBH) tahun 2012.
- Melakukan monitoring lapangan terhadap hasil pencacahan terutama komoditas strategis (9
komoditas bahan pokok).
- Menambah frekuensi pencacahan terhadap komoditas tertentu pada momen seperti hari-
hari besar yang fluktuasi harganya relatif cepat.
- Melakukan survei volume komoditas tertentu dalam rangka meningkatkan akurasi data
harga komoditi.
b. Upaya koordinasi BPS dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, BPS melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
- Menyampaikan hasil rilis inflasi tiap bulan kepada anggota TPID sebagai bahan evaluasi
kebijakan.
- Menghadiri rapat-rapat koordinasi anggota TPID yang terkait dengan inflasi yang terjadi.
- Menyampaikan data penyumbang inflasi serta komoditi yang memberi share besar terhadap
angka inflasi.
III. PENUTUP
Demikian Laporan Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Provinsi Maluku Utara. Kami mengharapkan
berbagai data dan informasi yang diperoleh didalam laporan ini dapat menjadi bahan pertimbangan serta
ditindaklanjuti dalam Rapat-rapat Komisi XI DPR RI.
Jakarta, September 2015 TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI XI DPR RI
PROVINSI MALUKU UTARA Ketua,
H. Gus Irawan Pasaribu, SE., Ak., MM A- 327