Post on 25-Jul-2015
description
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN
PENGERINGAN
oleh:
Siska Dwi Carita
A1H009055
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengeringan merupakan metode pengawetan yang paling tua yang telah
dipraktekan sejak jaman primitif, yaitu untuk mengawetkan daging dan ikan
dengan menjemurnya di bawah matahari. Selain itu, pengeringan bahan pangan
juga menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan,
penanganan, pengangkutan dan penyimpanan karena volume bahan pangan
menjadi berkurang dan hemat ruang.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan kadar air dalam
bahan pangan sampai sangat rendah sehingga dapat menghambat perkembangan
mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan dan
memperpanjang daya simpan bahan pangan tersebut. Selain bertujuan untuk
mengawetkan, pengurangan kandungan kadar air juga menghemat volume bahan
sehingga memudahkan dalam pengangkutan dan penyimpanan bahan pangan.
Seringkali produk yang telah dikeringkan mempunyai tingkat penerimaan di
konsumen yang lebih tinggi.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui cara pengeringan suatu produk pertanian.
2. Mahasiswa mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pengeringan.
II. TINJAUAN PUATAKA
Dalam upaya peningkatan nilai tambah komoditi pertanian dan
kemampuan daya simpan produk-produk terhadap kerusakan, diperlukan inovasi
teknologi pengolahan untuk menghasilkan ragam produk turunan yang tentunya
membutuhakan perlakuan yang berbeda satu sama lain, teknologi proses atau
pengolahan tersebut harus didasarkan pada karakteristik bahan yang diolah dan
produk akhir yang diinginkan. Pengeringan menjadi salah satu proses produksi
yang penting pada beberapa industri yang memerlukan pengeringan terhadap
bahan tertentu atau produk untuk mendapatkan produk yang diinginkan karena
proses pengeringan menjadi salah satu faktor kritis yang menentukan baik
tidaknya proses dan produk yang dihasilkan.
Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari bahan pangan
menggunakan energi panas sehingga tingkat kadar air dalam bahan tersebut
menurun. Pengeringan dapat merupakan proses utama dalam pengolahan bahan
pangan atau merupakan bagian dari rangkaian proses. Dalam proses pengringan
terjadi penghilangan sebagian air dari bahan pangan. Dalam banyak hal, proses
pengeringan biasanya disertai dengan proses penguapan air yang terdapat dalam
bahan pangan sehingga panas laten penguapan diperlukan.
Dengan demikian, terdapat dua proses penting dalam pengeringan, yaitu
pindah panas yang mengakibatkan penguapan air, dan pindah massa yang
menyebabkan pergerakan air atau uap air melalui bahan pangan yang kemudian
menyebabkannya terpisah dai bahan pangan . pergerakan air dari dalam bahan
pangan terjadi melalui proses difusi yang disebabkan oleh adanya perbedaan
tekanan uap air antara bagian dalam dan permukaan bahan pangan. Perpindahan
energi di dalam bahan pangan berlangsung secara konduksi, sedangakn dari
permukaan bahan pangan ke udara berlangsung secara konveksi.
Di samping dapat mengawetkan bahan pangan, pengeringan juga
memperkecil volume bahan sehingga memudahkan dan mengefisiensikan dalam
penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Pengeringan juga mencegah penurunan
mutu produk oleh perubahan sifat fisik dan kimia.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, selama penghilangan air dari bahan
melalui pengeringan terjadi proses perpindahan panas dan pindah massa secara
simultan. Pindah panas terjadi di dalam struktur bahan pangan dan akan terjadi
perbedaan suhu dan tekanan uap air antara permukaan bahan dengan bagian dalam
dari bahan. Pindah panas akan dipengaruhi oleh konduktifitas panas bahan.
Apabila panas dialirkan dengan cukup, maka air akan berdifusi dari dalam bahan
pangan ke permukaan dan selanjutnya iar akan menguap dan ditangkap oleh udara.
Laju pengeringan bahan pangan tergantung pada sifat bahan, seperti
densitas, kadar air awal, dan kadar air kesetimbangan pada kondisi pengeringan.
Laju pengeringan perlu dikendalikan untuk menghindarkan terjadinya pengerutan
bahan (shrinkage), retak-retak pada permukaan bahan dan pengaruh yang tidak
diinginkan lainnya.
Pengeringan dapat melibatkan berbagai bentuk pindah panas secara
konveksi, konduksi maupun radiasi. Dalam proses pengeringan dengan
melibatkan panas koveksi, digunakan udara sebagai medium pemanas yang
kontak langsung dengan bahan pangan. Contoh dari pengeringan konveksi adalah
dengan oven, fluized bed dryer, spray dryer, flash dryer, dan rotary dryer. Dalam
pengeringan secara konduksi, medium panas yang digunakan adalah uap air
(steam) yang dialirkan melalui penukar panas atau permukaan logam. Contohnya
adalah drum dryer dan cone dryer. Dalam pengeringan secara radiasi, panas
berasal dari energi radiasi. Contohnya adalah pengeringan dengan menggunakan
microwave.
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
1. Oven listrik
2. Timbangan digital
3. Sterofoam
4. Singkong
B. Prosedur Kerja
1. Bahan dan alat dipersiapkan
2. Sterofoam ditimbang, bahan ditimbang sebesar 20,3 gram dan 20,6 gram.
3. Memasukkan masing-masing bahan pangan ke sterofoam dan bahan
dikeringkan.
4. Bahan dikeluarkan dari pengering setelah 24 jam.
5. Melakukan penimbangan untuk mengetahui berat bahan pangan setelah
dikeringkan.
6. Mencatat hasil penimbangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Gembili 2) Suhu refrigenerator (Gembili 1)
warna tekstur berat warna tekstur berat
1 4 4 7,5 4 4 4,4
2 4 3 8,6 4 4 4,5
3 3 3 8,7 4 4 4,5
B. Pembahasan
Pengeringan adalah metoda atau proses pemindahan, memisahkan atau
mengurangi kandungan cairan dalam jumlah yang kecil dari zat padat dari
permukaan bahan sampai batas tertentu sehingga perkembangan mikroorganisme
maupun kegiatan enzim yang merugikan terhambat atau terhenti. Dengan bantuan
media pengering yang berupa uap panas yang dialirkan melewati suatu bahan
yang akan dikeringkan. Media pengering biasanya udara, karena jumlahnya
banyak, mudah digunakan, dan dapat dikendalikan.
Keuntungan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas
dimana terjadinya perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti sehingga bahan yang
dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama (lebih awet). Selain
itu pengeringan juga memiliki keuntungan lain diantaranya mempermudah dan
menghemat ruang penyimpanan saat pengepakan hal ini dikarenakan volume
bahan mengecil, lebih ringan karena volume air dalam bahan makin sedikit,
sehingga memudahkan pengangkutan, dan biaya produksi menjadi lebih murah.
Kerugian pengeringan antara lain terjadi perubahan pada struktur, tekstur
dan tampilan bahan pada bahan, terjadi perubahan pada sifat fisik, rasa, aroma,
warna atau menyebabkan reaksi browning, terjadi perubahan kimia yaitu
komposisi kimia dan nilai-nilai gizinya, terjadi case hardening, terjadi penurunan
mutu, dan memerlukan perlakuan tambahan sebelum digunakan.
Prinsip dasar proses pengeringan adalah penguapan air dari bahan ke udara
sekeliling karena adanya perbedaan kandungan air antara bahan dan udara.
Selama pengeringan terjadi dua proses yang berjalan simultan yakni perpindahan
panas dari udara ke dalam bahan, serta perpindahan massa uap air dari permukaan
bahan ke udara pengering sekelilingnya. Perpindahan panas dari udara ke dalam
bahan pada proses pengeringan menyebabkan air yang ada pada bahan mengalami
perubahan menjadi fase uap. Proses perpindahan panas ini terjadi karena adanya
driving force berupa perbedaan temperature (suhu).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu faktor yang
berhubungan dengan udara pengering yaitu suhu, kecepatan volumetrik aliran
udara pengering, dan kelembaban udara, serta faktor yang berhubungan dengan
sifat bahan yaitu ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.
Adanya perbedaan temperatur antara sampel dan udara panas yang mengalir
disekitarnya menyebabkan terjadinya perpindahan panas dari udara ke sampel
sampai keadaan kesetimbangan yang menyebabkan kenaikan temperatur sampel.
Bertambahnya temperatur pada sampel ini mengakibatkan tekanan uap air
di dalam sampel lebih tinggi daripada tekanan uap air udara, sehingga terjadi
perpindahan massa air dari sampel ke udara sampai mencapai harga
kesetimbangan .
Gejala perubahan suhu didalam suatu pengeringan bergantung pada sifat
bahan umpan dan kandungan zat cairnya, suhu, medium pemanas, waktu
pengeringan, serta suhu akhir yang diperbolehkan dalam pengeringan zat padat itu.
Zat padat yang akan dikeringkan biasanya terdapat dalam berbagai bentuk serpih
(flake), bijian (granula), kristal (crystal), serbuk (powder), lempeng (slab), dan
lembaran senambung (continuous sheet).
Laju pengeringan bahan pangan tergantung pada sifat bahan seperti
densitas, kadar air awal, dan kadar air kesetimbangan pada kondisi pengeringan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan bahan antara lain sifat fisika
dan kimia bahan (bentuk, ukuran, komposisi dan kadar air), pengaturan geometris
bahan pada permukaan alat atau media perantara perpindahan panas (seperti tray
pada pengering), sifat fisik lingkungan pengering (temperatur udara, kelembaban,
kecepatan udara), dan karakteristik alat pengering efisiensi perpindahan panas.
Laju pengeringan perlu dikendalikan untuk menghindarkan terjadinya
pengkerutan bahan (srinkage), retak-retak pada permukaan bahan, dan pengaruh
tidak diinginkan lainnya. Secara umum, pola laju perpindahan air dari bahan
pangan selama proses pengeringan melewati beberapa periode.
Proses pengeringan merupakan proses perpindahan panas dari sebuah
permukaan benda sehingga kandungan air pada permukaan benda berkurang.
Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya perbedaan temperatur yang
signifikan antara dua permukaan. Perbedaan temperatur ini ditimbulkan oleh
adanya aliran udara panas diatas permukaan benda yang akan dikeringkan yang
mempunyai temperatur lebih dingin. Aliran udara panas merupakan fluida kerja
bagi sistim pengeringan ini. Komponen aliran udara yang mempengaruhi proses
pengeringan adalah kecepatan, temperatur, tekanan dan kelembaban relati£ Proses
pengeringan sebuah produk makanan membutuhkan waktu untuk mendapatkan
produk kering yang diinginkan, bila berat sebuah produk diperhitungan sebagai
fungsi waktu maka akan diperoleh bentuk grafik sebagai berikut :
Gambar 1. Grafik Laju Pengeringan Terhadap Waktu
Titik 1 sampai titik 2 pada gambar diatas disebut sebagai constant-rate
period, sedangkan titik 2 sampai titik 3 disebut dengan falling-rate period. Titik 2
disebut sebagai critical moisture content. Constant-rate period disebut juga
sebagai kondisi pengeringan konstan yang dianggap mampu menjelaskan
persamaan proses pengeringan pada sistim pengeringan ini. Selama kondisi ini
berlangsung, kandungan air selalu mengumpul di permukaan produk yang akan
dikeringkan disebabkan laju difusi ke permukaan benda lebih cepat daripada laju
penguapannya serta sifat produk tidak mempengaruhi laju pengeringan. Laju
pengeringan pada kondisi ini dapat dibedakan menjadi dua mekanisme
perpindahan panas, yaitu konveksi dan konduksi.
Periode pertama dapat disebut periode pengeringan laju konstan (drying
rate constant). Periode ini biasanya ditunjukkan dengan garis horisontal. Periode
kedua adalah periode pengeringan bahan dengan laju menurun (falling rate).
Periode ini dapat berlangsung satu atau dua tahap (disebut falling rate I dan II)
tergantung dari derajat kesulitan air keluar dari bahan pangan tersebut sehingga
kecepatannya tidak linier. Pada periode ketiga penguapan air terhenti dan berat
bahan pangan akan konstan.
Pada awalnya, sebelum diikeringkan bahan mempunyai berat sebesar 20,3
gram dan 20,6 gram. Setelah dikeringkan selama 24 jam, berat bahan menjadi 4,4
gram dan 7,5 gram. Bahan pangan yang dikeringkan kemudian disimpan dalam
lingkungan dan refrigenerator untuk diamati selama tiga hari. Terjadi perubahan
warna, tekstur dan berat pada bahan pangan kering yang disimpan.
Gambar 1. Grafik perubahan pada
Gembili 2
Gambar 2. Grafik perubahan pada
Gembili 1
0
2
4
6
8
10
1 2 3Hari ke-
warna tekstur berat
3,6
3,8
4
4,2
4,4
4,6
1 2 3
Hari ke-
warna tekstur berat
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa berat bahan pangan setelah
disimpan mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan terjadinya penyerapan uap air
oleh bahan dari udara karena perbedaan kadar air. Penyerapan ini akan terus
berlangsung hingga kadar air dalam bahan setimbang dengan kadar air dalam
lingkungan. Gembili yang disimpan dalam lingkungan menyerap uap air
dibandingkan dengan gembili yang disimpan dalam refrigenerator.
Pada umumnya, kadar air dalam lingkungan lebih rendah dibandingkan
dengan kadar air dalam refrigenerator, akan tetapi karena selama penyimpanan
gembili terjadi hujan, sehingga kadar air dalam lingkungan lebih tinggi
dibandingkan kadar air dalam refrigenerator. Kadar air yang tinggi akan membuat
gembili menyerap uap air dari lingkungan sekitar lebih banyak hingga gembili
dalam keadaan konstan. Selain itu, permukaan dari gembili akan mempengaruhi
jumlah penyerapan uap air. Semakin luas permukaan gembili, maka semakin
mudah menyerap uap air. Permukaan Gembili 1 lebih luas dibandingkan dengan
Gembili 2 karena Gembili 1 dipotong hingga beberapa bagian kecil sedangkan
Gembili 2 hanya dalam dalam keadaan utuh.
Untuk warna dan tekstur dari gembili mengalami penurunan setelah
disimpan dalam lingkungan sedangkan warna dan tekstur gembili yang disimpan
dalam refrigenerator tetap konstan hingga hari ke-3. Penurunan warna dan tekstur
diakibatkan oleh adanya peningkatan kadar air sehingga warna bahan kering
menjadi lebih gelap dan tekstur menjadi berkurang atau tidak terlalu keras.
Tekstur yang berkurang ini akan menyebabkan bahan gampang pecah dan rapuh
saat dipegang.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Pengeringan adalah metoda atau proses pemindahan, memisahkan atau
mengurangi kandungan cairan dalam jumlah yang kecil dari zat padat dari
permukaan bahan sampai batas tertentu sehingga perkembangan
mikroorganisme maupun kegiatan enzim yang merugikan terhambat atau
terhenti.
2. Prinsip dasar proses pengeringan adalah penguapan air dari bahan ke udara
sekeliling karena adanya perbedaan kandungan air antara bahan dan udara.
Bertambahnya temperatur pada sampel mengakibatkan tekanan uap air di
dalam sampel lebih tinggi daripada tekanan uap air udara, sehingga terjadi
perpindahan massa air dari sampel ke udara sampai mencapai harga
kesetimbangan .
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu faktor yang
berhubungan dengan udara pengering yaitu suhu, kecepatan volumetrik
aliran udara pengering, dan kelembaban udara, serta faktor yang
berhubungan dengan sifat bahan yaitu ukuran bahan, kadar air awal, dan
tekanan parsial dalam bahan.
4. Bahan mengalami penurunan massa setelah dikeringkan dan kemudian
mengalami kenaikan massa pada saat disimpan.
B. Saran
Sebaiknya sarana dan prasarana praktikum ditingkatkan sehingga
praktikum dapat berlangsung lebih kondusif.
DAFTAR PUSTAKA
Batty. J. Clair and Steven L. Folkman. 1983. Food Engineering Fundamentals.
John Wiley & Sons, New York.
Incropera, Frank P. and David P. Dewitt. 1981. Fundamental of Heat and Mass
Transfer. John Wiley & Sons, Singapore.
Rohman, Syaepul. 2008. Teknologi Pengeringan Bahan Makanan
http://majarimagazine.com/2008/12/teknologi-pengeringan-bahan-
makanan/. Diakses pada 10 Desember 2010
LAMPIRAN
Acc Acara I
Tabel Pengamatan
Hari ke- Suhu lingkungan (Gembili 2) Suhu refrigenerator (Gembili 1)
warna tekstur berat warna tekstur berat
1 4 4 7,5 4 4 4,4
2 4 3 8,6 4 4 4,5
3 3 3 8,7 4 4 4,5
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN
PENDINGINAN
oleh:
Siska Dwi Carita
A1H009055
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada banyak cara untuk mengawetkan makanan salah satunya adalah
dengan menyimpan makanan pada suhu rendah (pada lemari es atau lemari beku).
Penyimpanan pada suhu rendah akan dapat mengurangi kerusakan makanan dan
memperlambat proses pelayuan. Suhu dingin juga membatasi tumbuhnya bakteri
yang merugikan. Proses pendinginan umumnya digunakan untuk mengawetkan
produk segar seprti sayuran dan buah-buahan, sedangkan pembekuan digunakan
untuk mengawetkan daging dan ikan segar dan produk olahannya.
Pengertian pendinginan (refrigerasi) mengacu pada proses penurunan suhu
produk yang tidak mencapai titik bekunya. Pendinginan produk pangan biasanya
dilakukan pada suhu 2°C hingga 16°C. sedangkan pembekuan (freezing) adalah
penyimpanan bahan pangan dibawah titik bekunya, dimana melibatkan proses
perubahan fase air dari cair menjadi es dan kristal es. Proses pembekuan dapat
mencapai suhu -18 hingga -40°C.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar pendinginan.
2. Mahasiswa mampu mengetahui perubahan yang terjadi selama produk
didinginkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip dasar pengawetan dengan menggunakan suhu rendah adalah
memperlambat kecepatan reaksi metabolisme dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme penyebab kebusukan dan kerusakan. Prinsip yang pertama dapat
kita pahami karena setiap penurunan suhu sebesar 8°C maka kecepatan reaksi
metabolisme berkurang setengahnya. Jadi, semakin rendah suhu penyimpanan
maka bahan pangan akan semakin lama rusaknya, atau dengan kata lain bahan
pangan akan semakin awet. Prinsip yang kedua akan efektif jika bahan pangan
dibersihkan dulu sebelum didinginkan. Hal ini dimaksudkan bahan pangan yang
akan disimpan sedapat mungkin terbebas dari kontaminan awal, terutama
mikroorganisme dari golongan psikrofilik yang tahan suhu dingin.
Menyimpan makanan pada suhu rendah (pada lemari es atau lemari beku)
dapat mengurangi kerusakan makanan dan memperlambat proses pelayuan. Suhu
dingin juga membatasi tumbuhnya bakteri yang merugikan. Cara-cara pengawetan
dengan suhu rendah secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yakni
pendinginan (cooling) dan pembekuan (freezing). Proses pendinginan (refrigerasi)
adalah proses penyimpanan suhu rendah untuk bahan dan produk pangan. Selama
pendinginan, air yang terkandung di dalam bahan pangan menurun suhunya tetapi
tidak sampai membeku. Proses pendinginan umumnya dilakukan pada kisaran
suhu 16°C hingga -2°C.
Proses pendinginan dapat menyebabkan beberapa pengaruh terhadap mutu
bahan pangan, baik pengaruh yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.
Pengaruh yang diinginkan antara lain menghambat pertumbuhan mikroba dan
kecepatan reaksi beberapa reaksi kimia dan biokimia, dan meningkatkan umur
simpannya 2-5 kali setiap penurunan 10°C. Sedangkan pengaruh yang tidak
diinginkan antara lain perubahan tekstur atau seringkali disebut chilling injury
yang ditandai dengan memar dan terlihat busuk.
Penurunan suhu di bawah suhu minimum yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroorganisme dapat memperpanjang waktu generasi
mikroorganisme dan mencegah atau menghambat perkembangbiakannya.
Berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhan, mikroorganisme dibedakan atas 3
kelompok, yaitu termofilik (35-55°C), mesofilik (10-40°C), dan psikrofilik (-5-
15°C). Pendinginan mencegah pertumbuhan mikroorganisme termofilik dan
mesofilik. Sejumlah mikroorganisme psikrofilik menyebabkan kebusukan
makanan, tetapi tidak ada yang patogen (dapat menimbulkan penyakit). Oleh
karena itu, pendinginan di bawah suhu 5-7oC menghambat kebusukan dan
mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen. Pendinginan juga mengurangi
kecepatan perubahan enzimatik dan mikrobiologik serta menghambat respirasi
bahan pangan segar.
Faktor-faktor yang mengendalikan waktu simpan bahan pangan segar
dalam penyimpanan dingin meliputi jenis dan varietas bahan pangan, bagian dari
bahan pangan (bagian pertumbuhan tercepat memiliki kecepatan metabolisme
tertinggi dan waktu simpan terpendek). Sebagai contoh asparagus memiliki
kecepatan respirasi relatif 40 dan waktu simpan pada suhu 2°C selama 0,2-0,5
minggu, sedangkan bawang putih kecepatan respirasi relatifnya 2 dan waktu
simpannya pada suhu yang sama selama 25-50 minggu, kondisi panen, contoh:
adanya kontaminasi mikroorganisme, kerusakan mekanis (bahan pangan
terkelupas, memar, dan sebagainya), dan tingkat kematangan, suhu
pendistribusian dan suhu penjualan, serta kelembaban relatif pada ruang
penyimpanan yang mempengaruhi kehilangan air (dehidrasi).
Adapun faktor-faktor yang menentukan penyimpanan dingin dari pangan
olahan meliputi jenis makanan, tingkat kerusakan mikroorganisme atau inaktivasi
enzim yang diperoleh melalui proses, kontrol higienis selama pengolahan dan
pengemasan, sifat-sifat barier dari bahan pengemas, suhu selama distribusi dan
penjualan.
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
1. Timbangan digital
2. Oven
3. Styrofoam
4. Pisau
5. Termometer
6. Lemari es
7. Mentimun
8. Tomat
9. Pisang
B. Prosedur Kerja
1. Mengatur suhu pada freezer (1°C) dan pada refrigenerator.
2. Mengamati kenampakan sampel atau bahan yang akan digunakan pada
praktikum.
3. Bahan ditimbang dan dimasukkan dalam freezer dan refrigenerator.
4. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 6 hari.
5. Membuat skoring dalam setiap pengamatan kerusakan maupun perubahan
kenampakan bahan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
a. Pisang
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Pisang 1) Suhu refrigenerator (Pisang 2)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 93,6 0 5 5 95,98 0
2 5 4 92 0 5 5 96,5 0
3 4 4 91,7 1 3 4 96 1
7 1 1 79,7 5 1 1 90,5 5
b. Mentimun
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Mentimun 1) Suhu refrigenerator (Mentimun 2)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 122,9 0 5 5 155,4 0
2 5 5 119,6 0 5 5 154,7 0
3 4 4 110,4 1 5 5 153,5 0
7 4 3 109,2 3 3 2 144,5 3
c. Tomat
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Tomat 4) Suhu refrigenerator (Tomat 1)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 90,6 0 5 5 92,9 0
2 5 4 88,8 0 5 5 92,8 0
3 5 4 86,3 1 5 4 91,7 1
7 3 2 73,7 3 4 4 88,8 1
B. PEMBAHASAN
Pendinginan merupakan penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah di
bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan tersebut. Meskipun air murni
membeku pada suhu O°C, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku
sampai suhu –2°C atau di bawah, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh
kandungan zat-zat di dalam makanan tersebut.
Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur
yang optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Temperatur optimum
dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling injury). Pada kondisi
ini metabolisme oksidatif seperti respirasi berjalan lebih sempurna. Pendinginan
tidak mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila buah didinginkan secara berlebihan
sehingga proses pematangan terhenti.
Prinsip terjadinya suatu pendinginan di dalam sistem refrigerasi adalah
penyerapan kalor oleh suatu zat pendingin yang dinamakan refrigeran. Karena
kalor yang berada disekeliling refrigeran diserap, akibatnya refregeran akan
menguap, sehingga temperatur di sekitar refrigeran akan bertambah dingin. Hal
ini dapat tejadi mengingat penguapan memelrukan kalor. Di dalam suatu alat
pendingin (misal lemari es) kalor ditesarap di evaporator dan dibuang ke
kondensor.
Uap refrigeran yang berasal dari evaporator yang bertekanan dan
bertemperatur rendah masuk ke kompresor melalui saluran hisap. Di kompresor,
uap refrigeran tersebut dimampatkan, sehingga jika ke luar dari kompresor, uap
refrigeran akan bertekanan dan bersuhu tinggi, jauh lebih tiggi dibanding
temperatur udara sekitar. Kemudian uap menunjuk ke kondensor melalui saluran
tekan. Di kondensor, uap tersebut akan melepaskan kalor, sehingga akan berubah
fasa dari uap menjadi cair (terkondensasi) dan selanjutnya cairan tersebut
terkumpul di penampungan cairan refrigeran.
Cairan refrigeran yang bertekanan tinggi mengalir dari penampung
refrigean ke aktup ekspansi. Keluar dari katup ekspansi tekanan menjadi sangat
berkurang dan akibatnya cairan refrigeran bersuhu sangat rendah. Pada saat itulah
cairan tersebut mulai menguap yaitu di evaporator, dengan menyeap kalor dari
sekitarnya hingga cairan refrigeran habis menguap. Akibatnya evaporator menjadi
dingin. Bagian inilah yang dimanfaatkan untuk mengawetkan bahan makanan atau
untuk mendinginkan ruangan. Kemudian uap rifregeran akan dihisap oleh
kompresor dan demikian seterusnya proses-proses tersebut berulang kembali.
Gambar 1. Sistem Pendingin
Proses pendinginan dapat menyebabkan beberapa pengaruh terhadap mutu
bahan pangan, baik pengaruh yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.
Suhu dingin dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada suhu yang rendah,
aktivitas sebagian mikroba akan terhambat dan menurunkan laju pertumbuahan
dan perkembangannya. Enzim-enzim dalam buah juga akan terhambat
aktivitasnya sehingga buah dapat dipertahankan kesegarannya hingga optimal.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat meningkatkan umur simpan produk hingga
2-5 kali setiap penurunan 10°C.
Selain pengaruh yang baik pada buah, terdapat pula pengaruha yang tidak
diinginkan akibat penyimpanan suhu rendah, antara lain perubahan tekstur dan
warna atau seringkali disebut chilling injury. Pada buah-buah klimaterik chilling
injury akan lebih cepat terjadi daripada buah nonklimaterik karena produksi etilen
yang lebih banyak. Chilling injury ditandai dengan adanya pencongklatan pada
kulit buah, binyik-bintik hitam, dan memar pada jaringan buah.
Pendinginan yang dilakukan terhadap bahan makanan segar dapat
menyebabkan penurunan massa (susut bobot), perubahan warna, perubahan
tekstur dan perubahan rasa. Perubahan terjadi pada ketiga buah yang disimpan,
yaitu mentimun, pisang dan tomat.
Massa buah yang disimpan dalam keadaan suhu ruang atau di lingkungan
menurun lebih banyak dibandingkan buah yang disimpan dalam refrigenerator.
Hal ini disebabkan antara lain karena kehilangan air (water losses), dan proses
metabolisme buah. Buah yang disimpan dalam lingkungan mengalami proses
respirasi dan transpirasi lebih cepat daripada buah yang disimpan dalam
refrigenerator dan menyebabkan perombakan subtrak dan penguapan air dalam
jaringan buah sehingga berat buah menurun. Pada buah pisang, penurunan berat
buah pada lingkungan juga dipercepat karena adanya serangga buah yang
mengerumuni buah yang telah lewat matang dan menyebabkan proses
pembusukan buah berlangsung lebih cepat.
Gambar 2. Grafik perubahan massa buah
Warna buah pisang dan mentimun yang disimpan dalam lingkungan
mengalami penurunan lebih lambat dibandingkan dengan yang disimpan dalam
refrigenerator. Buah pisang merupakan buah yang mudah terkena chilling injury
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1 2 3 7
Mas
sa (
gram
)
Hari ke- pisang 1 (lingkungan) pisang 2 (refrigenerator)
mentimun 1 mentimun 2
tomat 4 tomat 3
dengan kerusakan berupa warna cokelat pada kulit buah. Sedangkan pada buah
mentimun, warna kulit buah menjadi lebih pucat daripada buah mentimun yang
ada pada lingkungan. Sedangkan buah tomat yang disimpan dalam suhu ruang
mengalami penurunan warna lebih banyak dibanding tomat yang berada pada
refrigenerator. Refrigenerator dapat mempertahankan warna buah tomat dalam
keadaan cukup baik hingga hari ke-7. Sedangkan buah tomat dalam lingkungan
pada hari ke-7 warnanya menjadi merah kusam dan terlihat tidak segar.
Tekstur buah pisang pada kedua perlakuan relatif sama. Tekstur mentimun
yang disimpan dalam refrigenerator hingga hari ke-3 masih tergolong sangat baik,
akan tetapi pada hari ke-7 buah mengalami pengerutan dan pelayuan lebih besar
dibandingkan mentimun yang disimpan dalam suhu ruangan. Berkebalikan
dengan tekstur buah tomat yang disimpan dalam refrigenerator yang lebih dapat
dipertahankan hingga hari ke-7. Kerusakan tekstur buah disebabkan oleh
kehilangan air dalam dinding sel bahan yang menyebabkan tekanan bahan
menjadi berkurang dan bahan rentan terhadap gaya dari luar.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Pendinginan merupakan penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah di
bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan tersebut.
2. Prinsip terjadinya suatu pendinginan di dalam sistem refrigerasi adalah
penyerapan kalor oleh suatu zat pendingin yang dinamakan refrigeran.
Karena kalor yang berada disekeliling refrigeran diserap, akibatnya
refregeran akan menguap, sehingga temperatur di sekitar refrigeran akan
bertambah dingin.
3. Pendinginan yang dilakukan terhadap bahan makanan segar dapat
menyebabkan penurunan massa (susut bobot), perubahan warna,
perubahan tekstur dan perubahan rasa.
4. Buah yang disimpan dalam refrigenerator lebih dapat mempertahankan
mutu dibandingkan buah yang disimpan dalam lingkungan.
B. Saran
Sebaiknya selama pengamatan dilakukan, asisten bertanggungjawab
terhadap terbukanya pintu laboratorium sehingga data yang didapat dapat lebih
valid.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Chilling Injury pada Proses Pendinginan : Kerusakan pada Bahan
Pangan. http://diajengsurendeng.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 20
Desember 2011
Partha, Ida Bagus Banyuro. 2009. Pengaruh CaCl2 dan edible film terhadap
penghambatan chilling injury buah nangka kupas. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. Edisi XX No.1
Susiwi. 2009. Handout Kerusakan Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
LAMPIRAN
Acc Acara II
A. Pisang
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Pisang 1) Suhu refrigenerator (Pisang 2)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 93,6 0 5 5 95,98 0
2 5 4 92 0 5 5 96,5 0
3 4 4 91,7 1 3 4 96 1
7 1 1 79,7 5 1 1 90,5 5
B. Mentimun
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Mentimun 1) Suhu refrigenerator (Mentimun 2)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 122,9 0 5 5 155,4 0
2 5 5 119,6 0 5 5 154,7 0
3 4 4 110,4 1 5 5 153,5 0
7 4 3 109,2 3 3 2 144,5 3
C. Tomat (tidak dijatuhkan)
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Tomat 4) Suhu refrigenerator (Tomat 1)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 90,6 0 5 5 92,9 0
2 5 4 88,8 0 5 5 92,8 0
3 5 4 86,3 1 5 4 91,7 1
7 3 2 73,7 3 4 4 88,8 1
D. Tomat dijatuhkan
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Tomat 3) Suhu refrigenerator (Tomat 2)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 124,0 0 5 5 114,5 0
2 4 4 122,4 1 4 4 114 0
3 3 3 111,7 2 4 3 113,8 2
7 1 1 112,8 5 2 2 110,7 3
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN
DAMPAK MEKANIS
oleh:
Siska Dwi Carita
A1H009055
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan pangan atau produk pertanian terutama buah dan sayur sangat
rentan terhadap kerusakan. Kerusakan yang dapat terjadi pada buah dan sayur
antara lain kerusakan biokimiawi, kerusakan mikrobiologis, kerusakan mekanis,
dan kerusakan fisik. Kerusakan pangan dapat diartikan penyimpangan yang
melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau
parameter lain yang biasa. Contohnya adalah pembusukan buah dan sayuran,
terpisahnya susu segar, penggembungan makanan kaleng, penggumpalan tepung,
ketengikan minyak goreng, roti berjamur, beras berkutu, gigitan tikus pada karung
makanan dan lain-lain.
Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis.
Kerusakan ini terjadi pada : benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat,
selama pengangkutan (tertindih atau tertekan) maupun terjatuh, sehingga
mengalami bentuk atau cacat berupa memar, tersobek atau terpotong. Kerusakan
mekanis dapat mempercepat proses degradasi jaringan bahan sehingga buah
menjadi lebih cepat busuk.
B. Tujuan
Mahasiswa dapat memahami dampak mekanis pada sifat fisiologis produk
pertanian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bahan pangan semenjak dipisahkan dari induknya (dipetik/dipanen) akan
mudah terkena kerusakan sehingga memerlukan penanganan pascapanen yang
tepat. Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan mutu produk
agar tetap prima sampai ke tangan konsumen, menekan losses atau kehilangan
karena penyusutan dan kerusakan, memperpanjang daya simpan, dan
meningkatkan nilai ekonomis hasil pertanian.
Suatu bahan rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang
melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau
parameter lain yang biasa digunakan. Penyimpangan dari keadaan semula tersebut
meliputi beberapa hal, diantaranya :
a. Konsistensi
b. Tekstur
c. Memar
d. Berlendir
e. Berbau busuk
f. Gosong
g. Ketengikan
h. Penyimpangan pH
i. Reaksi Browning
j. Penggembungan kaleng
k. Penyimpangan warna
l. Penyimpangan cita rasa
m. Penggumpalan/pengerasan
pada tepung
n. Lubang/bekas gigitan
o. Candling (keretakan pada
kulit telur)
Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan antara lain pertumbuhan dan
aktifitas mikroba, aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan, serangga parasit
dan tikus, suhu (pemanasan dan pendinginan), kadar air, udara (oksigen), sinar,
dan waktu. Bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, biologi, dan
kimia.
Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang,
lemak dan protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup. Berdasarkan
pola respirasi dan produksi etilen selama pendewasaan dan pematangan produk
nabati dibedakan menjadi klimakterik dan nonklimakterik.
Komoditi dengan laju respirasi tinggi menunjukkan kecenderungan lebih
cepat rusak. Pengurangan laju respirasi sampai batas minimal pemenuhan
kebutuhan energi sel tanpa menimbulkan fermentasi akan dapat memperpanjang
umur ekonomis produk nabati. Manipulasi faktor ini dapat dilakukan dengan
teknik pelapisan (coating), penyimpanan suhu rendah, atau memodifikasi atmosfir
ruang penyimpan.
Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai
hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan kelayuan. Keberadaan
etilen akan mempercepat tercapainya tahap kelayuan (senesence), oleh sebab itu
untuk tujuan pengawetan senyawa ini perlu disingkirkan dari atmosfir ruang
penyimpan dengan cara menyemprotkan enzim penghambat produksi etilen pada
produk, atau mengoksidasi etilen dengan KMnO4 atau ozon.
Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju
transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologis/anatomis, rasio
permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal
(suhu, RH, pergerakan udara dan tekanan atmosfir). Transpirasi yang berlebihan
menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, daya tarik (karena layu),
nilai tekstur dan nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan
pelapisan, penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfir.
Penelitian-penelitian mengenai penyimpanan buah bertujuan untuk
mencapai umur simpan semaksimal mungkin. Untuk itu biasanya dilakukan
kombinasi beberapa perlakuan.Usaha yang dapat dilakukan untuk dapat
memperlambat pematangan buah dan sayur adalah memperlambat respirasi dan
menangkap gas etilen yang terbentuk. Beberapa cara yang dapat diterapkan antara
lain pendinginan, pembungkusan dengan polietilen dan penambahan bahan kimia.
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
1. Tomat
2. Lemari pendingin
3. Wadah secukupnya
4. Timbangan digital
B. Prosedur Kerja
1. Preparat yang akan diuji dijatuhkan pada ketinggian tertentu sebanyak 2
buah.
2. Dua buah yang lain dibiarkan dalam kondisi yang baik.
3. Satu dari buah dijatuhkan dan tidak dijatuhkan disimpan dalam
refrigenerator dan buah yang lainnya disimpan dalam kondisi
ruang/lingkungan.
4. Pengamatan dilakukan selama 6 hari.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
A. Tidak dijatuhkan
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Tomat 4) Suhu refrigenerator (Tomat 1)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 90,6 0 5 5 92,9 0
2 5 4 88,8 0 5 5 92,8 0
3 5 4 86,3 1 5 4 91,7 1
7 3 2 73,7 3 4 4 88,8 1
B. Dijatuhkan
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Tomat 3) Suhu refrigenerator (Tomat 2)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 124,0 0 5 5 114,5 0
2 4 4 122,4 1 4 4 114 0
3 3 3 111,7 2 4 3 113,8 2
7 1 1 110,7 5 2 2 112,8 3
B. Pembahasan
Kerusakan pangan dapat diartikan penyimpangan yang melewati batas
yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang
biasa. Contohnya adalah pembusukan buah dan sayuran, terpisahnya susu segar,
penggembungan makanan kaleng, penggumpalan tepung, ketengikan minyak
goreng, roti berjamur, beras berkutu, gigitan tikus pada karung makanan dan lain-
lain.
Ditinjau dari penyebabnya kerusakan pangan dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis yaitu kerusakan fisik, mekanis, mikrobiologis, biologis
dan kimia. Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan fisik contohnya adalah
pengerasan lapisan luar (kulit) pangan yang dikeringkan; kesan kulit kering pada
makanan beku dan kesan gosong pada makanan yang digoreng pada suhu tinggi.
chilling injuries atau kerusakan pangan yang disimpan pada suhu dingin (0-10°C)
seperti yang ditemukan pada buah atau sayuran, disebabkan racun/toksin yang
terdapat pada tenunan/sel hidup yang dikenal sebagai asam klorogenat. Pada
kondisi normal, asam klorogenat dinetralkan / didetoksifikasi oleh asam askorbat.
Pada suhu dingin, kecepatan reaksi detoksifikasi lambat sehingga sel buah dan
sayur membusuk akibat akumulasi toksin pada jaringan / tenunan buah dan sayur.
Pada penyimpanan beku, freezing injuries atau kerusakan / memar beku
lebih disebabkan oleh terbentuknya kristal es. Pembekuan lambat cenderung
menyebabkan kristal es besar akibat air yang ada dalam sel keluar dari sel dan
membeku bersama kristal es yang telah terbentuk sebelumnya. Sebaliknya,
pembekuan cepat cenderung menghasilkan kristal es kecil / lembut sehingga tidak
merusak jaringan / tenunan sel. Keluarnya air dan sel menyebabkan sel dehidrasi
dan fungsi fisiologi protein dalam sel rusak, lebih lanjut sel kering, mati atau
busuk. Kerusakan akibat penyimpanan pangan pada kelembaban tinggi (RH >
70%) dapat menyebabkan pangan menyerap air sehingga pada tepung kering
dapat menggumpal yang memicu kerusakan mikrobiologis. Kerusakan akibat
penyimpanan suhu tinggi (suhu >30°C) pada buah dan sayuran dapat
menyebabkan dehidrasi dan keriput kulit akibat keluarnya air dari jaringan.
Sedangkan pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan case hardening
atau pengerasan kulit luar pangan akibat kerusakan sel.
Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis selama
pasca panen, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan pangan. Benturan
mekanis dapat mengakibatkan memar pada permukaan kulit dan jaringan pangan,
memicu kerusakan lebih lanjut akibat tumbuhnya mikroorganisme.
Kerusakan biologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan
fisiologis (jaringan / tenunan sel), serangga dan binatang pengerat / rodensia
seperti tikus, bajing dan lain-lain. Kerusakan fisiologis umumnya terjadi akibat
reaksi enzimatik pada sayur, buah, daging, ayam dan pangan. Laju kerusakan
biologis dipengaruhi oleh kadar air, suhu penyimpanan, oksigen, cemaran
mikroorganisme awal dan kandungan gizi pangan terutama protein dan lemak.
Kerusakan mikrobiologis dapat terjadi pada bahan baku, produk setengah
jadi atau produk jadi. Penyebab utama kerusakan mikrobiologis adalah bakteri,
kapang dan khamir. Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisis atau
merusak jaringan atau makromolekul penyusun bahan menjadi molekul-molekul
kecil missal karbohidrat menjadi gula sederhana atau asam organik; protein
menjadi peptida, asam amino dan gas amonia; lemak menjadi gliserol dan asam
lemak. Terurainya makromolekul ini menyebabkan penurunan pH, penyimpangan
bau dan rasa bahkan dapat menghasilkan toksin / racun yang berbahaya bagi
manusia seperti racun yang dihasilkan mikroba patogen antara lain Salmonella,
Clostridium botulinum, Listeria dan lain-lain.
Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan antara lain pertumbuhan dan
aktifitas mikroba, aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan, serangga parasit
dan tikus, suhu (pemanasan dan pendinginan), kadar air, udara (oksigen), sinar,
dan waktu. Mikroba merupakan penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di
tanah, air dan udara. Secara normal tidak ditemukan di dalam tenunen hidup,
seperti daging hewan atau daging buah.
Tumbuhnya mikroba di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi
bahan pangan, dengan cara : menghidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang
lebih kecil; menyebabkan fermentasi gula; menghidrolisis lemak dan
menyebabkan ketengikan; serta mencerna protein dan menghasilkan bau busuk
dan amoniak. Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa, warna, asam,
toksin, dan lainnya. Mikroba menyukai kondisi yang hangat dan lembab.
Enzim yang ada dalam bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau
memang sudah ada dalam bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini
memungkinkan terjadinya reaksi kimia dengan lebih cepat, dan dapat
mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan pangan.
Enzim dapat diinaktifkan oleh panas/suhu, secara kimia, radiasi atau perlakuan
lainnya. Beberapa reaksi enzim yang tidak berlebihan dapat menguntungkan,
misalkan pada pematangan buah-buahan. Pematangan dan pengempukan yang
berlebih dapat menyebabkan kebusukan. Keaktifan maksimum dari enzim antara
pH 4 – 8 atau sekitar pH 6.
Serangga merusak buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian.
Gigitan serangga akan kelukai perkukaan bahan pangan sehingga menyebabkan
kontaminasi oleh mikroba. Pada bahan pangan dengan kadar air rendah (biji-bijian,
buah-buahan kering) dicegah secara fumigasi dengan zat-zat kimia : metil
bromida, etilen oksida, propilen oksida. Etilen oksida dan propilen oksida tidak
boleh digunakan pada bahan pangan dengan kadar air tinggi karena dapat
membentuk racun. Parasit bayak ditemukan di dalam daging babi adalah cacing
pita, dapat menjadi sumber kontaminasi pada manusia. Tikus sangat merugikan
karena jumlah bahan yang dimakan, juga kotoran, rambut dan urine tikus
merupakan media untuk bakteri serta menimbulkan bau yang tidak enak.
Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi secara teliti dapat
menyebabkan kebusukan bahan pangan. Suhu pendingin sekitar 4,5°C dapat
mencegah atau memperlambat proses pembusukan. Pemanasan berlebih dapat
menyebabkan denaturasi protein, pemecahan emulsi, merusak vitamin, dan
degradasi lemak/minyak. Pembekuan pada sayuran dan buah-buahan dapat
menyebabkan thawing setelah dikeluarkan dari tempat pembekuan, sehingga
mudah kontaminasi dengan mikroba. Pembekuan juga dapat menyebabkan
denaturasi protein susu dan penggumpalan.
Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi RH
udara sekitar. Bila terjadi kondensasi udara pada permukaan bahan pangan akan
dapat menjadi media yang baik bagi mikroba. Kondensasi tidak selalu berasal dari
luar bahan. Di dalam pengepakan buah-buahan dan sayuran dapat menghasilkan
air dari respirasi dan transpirasi, air ini dapat membantu pertumbuhan mikroba.
Udara dan oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C,
warna bahan pangan, flavor dan kandungan lain, juga penting untuk pertumbuhan
kapang. Umumnya kapang adalah aerobik, karena itu sering ditemukan tumbuh
pada permukaan bahan pangan. Oksigen dapat menyebabkan tengik pada bahan
pangan yang mengandung lemak. Oksigen dapat dikurangi jumlahnya dengan cara
menghisap udara keluar secara vakum atau penambahan gas inert selama
pengolahan, mengganti udara dengan N2, CO2 atau menagkap molekul oksigen
dengan pereaksi kimia.
Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A,
vitamin C, warna bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya
oksidasi lemak dan perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang sensitif
terhadap sinar dapat dilindungi dengan cara pengepakan menggunakan bahan
yang tidak tembus sinar.
Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga,
pengaruh pemanasan atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semua
dipengaruhi oleh waktu. Waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan
yang lebih besar, kecuali yang terjadi pada keju, minuman anggur, wiski dan
lainnya yang tidak rusak selama ageing.
Pada praktikum, buah yang digunakan adalah buah tomat. Tomat 3 dan
tomat 2 dijatuhkan 3 kali dengan ketinggian sekitar 1 meter. Tomat 4 dan tomat 1
tidak dijatuhkan. Kemudian tomat 3 dan 4 disimpan dalam kondisi lingkungan
atau suhu ruang, sedangkan tomat 2 dan tomat 1 disimpan dalam mesin
refrigenerator. Seharusnya, pengamatan dilakukan setiap hari selama 6 hari, akan
tetapi karena pada hari ke-4 hingga hari ke-6 laboratorium ditutup karena libur
natal, maka pengamatan terhambat dan hanya dapat dilanjutkan pada hari ke-7.
Selama 4 kali pengamatan yang dilakukan, telah terjadi perubahan massa,
warna, dan tekstur dari bahan. Semakin menurun parameter-parameter tersebut,
maka buah semakin mendekati kebusukan. Perubahan parameter tersebut berbeda
pada tiap buah dengan tiap perlakuan.
Perubahan massa pada buah tomat dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar
tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada keempat buah tomat. Buah
tomat yang mengalami penurunan massa terbesar setelah hari ke-7 adalah Tomat
dengan kondisi dijatuhkan dan diletakkan pada suhu lingkungan. Sedangkan buah
yang mengalami penurunan massa terkecil adalah Tomat 1 dengan perlakuan
tidak dijatuhkan dan disimpan dalam kondisi suhu rendah.
Gambar 1. Grafik penurunan massa buah tomat
Tomat 3 mengalami penurunan dengan persamaan y=-5,36x+130,85.
Penurunan massa terjadi akibat proses metabolisme buah dan kehilangan air.
Lingkungan tempat menyimpan buah mempunyai kadar air lebih rendah daripada
pada bahan sehingga kadar air pada bahan bermigrasi ke lingkungan dengan
proses osmosis. Selain itu, Tomat 3 juga mengalami kerusakan mekanis sehingga
jaringan daerah luka mengalami degradasi lebih cepat dan mempercepat
pembusukan dan menurunkan bobot buah. Penyimpanan dalam suhu dingin dapat
mengurnagi kinerjad enzimatik dan bakteri dalam buah dan mengurangi
kehilangan air dari dalam buah.
Gambar 2. Grafik penurunan warna buah tomat
Gambar di atas menunjukkan selama penyimpanan buah tomat mengalami
penurunan warna. Tomat yang mengalami penurunan warna terbesar adalah
y = -5,36x + 130,85
y = -0,53x + 115,1
y = -5,32x + 98,15
y = -1,34x + 94,9
0
20
40
60
80
100
120
140
1 2 3 7
mas
sa (
gram
)
hari ke-
tomat 3(dijatuhkan)
tomat 2
tomat 4 (tidakdijatuhkan)
y = -1,3x + 6,5
y = -0,9x + 6
y = -0,6x + 6
y = -0,3x + 5,5
0
1
2
3
4
5
6
1 2 3 7
sko
r w
arn
a
hari ke-
tomat 3(dijatuhkan)
tomat 2
tomat 4(tidakdijatuhkan)
tomat 1
Tomat 3, sedangkan tomat yang mengalami kerusakan warna terkecil adalah
Tomat 1. Penurunan warna terjadi akibat reaksi enzimatis yaitu pada pigmen buah
yang terurai sehingga warna buah menjadi pucat. Penguraian pigmen buah ini
berhubungan dengan tingkat metabolisme enzim buah, dan bakteri dalam buah.
Penyimpanan pada suhu dingin akan menghambat keduanya, oleh karena itu
Tomat 1 lebih baik warnanya hingga hari ke-7 daripada Tomat 3.
Gambar 3. Grafik perubahan tektur buah tomat
Perubahan pada tekstur akibat reaksi deteriorasi dapat berupa
pengempukan, retrogradasi, stalling, perubahan kekentalan, pengendapan,
perubahan stabilitas dan pecahnya emulsi, pemasiran, dan masih banyak lagi
penyimpangan lainnya. Penyimpangan-penyimpangan ini menyebabkan produk
pangan tidak menyerupai tekstur aslinya, seperti pada awal produksi. Tergantung
pada tingkat deteriorasi yang berlangsung, perubahan tersebut dapat menyebabkan
produk pangan tidak dapat digunakan untuk tujuan seperti yang seharusnya, atau
bahkan tidak dapat dikonsumsi sehingga dikategorikan sebagai pangan
kadaluwarsa.
Perubahan tektur yang terbesar ke yang terkecil berturut-turut terjadi pada
Tomat 3, Tomat 2, Tomat 4 dan Tomat 1. Seperti halnya dengan penurunan massa
dan penurunan warna, Tomat 3 dengan perlakuan dijatuhkan dan disimpan dalam
suhu ruang mengalami penurunan terbesar. Kerusakan tekstur pada buah tomat
selain karena faktor enzimatik juga terjadi karena serangga di sekitar buah tomat
y = -1,3x + 6,5
y = -x + 6
y = -0,9x + 6
y = -0,4x + 5,5
0
1
2
3
4
5
6
1 2 3 7
sko
r te
kstu
r
hari ke-
tomat 3(dijatuhkan)
tomat 2
tomat 4 (tidakdijatuhkan)
tomat 1
yang disimpan dalam ruangan. Serangga tersebut mempercepat pembusukan buah
dan tekstur buah pun semakin lama semakin rusak.
Gambar 4. Grafik kerusakan buah tomat
Kerusakan yang terjadi pada buah tomat terjadi lebih cepat dan lebih besar
pada buah tomat yang dijatuhkan dan disimpan dalam kondisi ruangan. Hal ini
menunjukkan bahwa kerusakan mekanis sangat berpengaruh terhadap kualitas
buah selama penyimpanan. Oleh karenanya, perlu dilakukan penanganan yang
tepat selama pemanenan, pengangkutan dan penyimpanan buah segar hingga ke
tangan konsumen untuk mengurangi kerusakan buah dan kerugian akibatnya.
Penanganan yang perlu dilakukan untuk mengurungi penurunan kualitas
produk pada prinsipnya dapat dilakukan dengan cara memanipulasi faktor biologis
atau faktor lingkungan dimana produk pertanian tersebut disimpan. Secara umum
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kedua komoditi pertanian adalah
sama yaitu : suhu, kelembaban udara, komposisi udara (CO, CO2, O2), polutan
dan cahaya. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat dihambat pada bahan
nabati seperti buah-buahan dan sayuran adalah : respirasi, produksi etilen,
transpirasi, dan faktor morfologis/anatomis, faktor lain yang juga penting untuk
diperhatikan adalah senantiasa menghindarkan komoditi terhadap suhu atau
cahaya yang berlebihan, dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.
y = 1,6x - 2
y = 1,1x - 1,5
y = x - 1,5
y = 0,4x - 0,5
-1
0
1
2
3
4
5
6
1 2 3 7
sko
r ke
rusa
kan
hari ke-
tomat 3(dijatuhkan)
tomat 2
tomat 4 (tidakdijatuhkan)
tomat 1
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kerusakan pangan dapat diartikan penyimpangan yang melewati batas
yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain
yang biasa.
2. Ditinjau dari penyebabnya kerusakan pangan dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis yaitu kerusakan fisik, mekanis, mikrobiologis,
biologis dan kimia.
3. Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis selama
pasca panen, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan pangan.
Benturan mekanis dapat mengakibatkan memar pada permukaan kulit dan
jaringan pangan, memicu kerusakan lebih lanjut akibat tumbuhnya
mikroorganisme.
4. Buah tomat yang mengalami kerusakan terbesar adalah buah Tomat 3
dengan perlakuan dijatuhkan dan disimpan dalam kondisi suhu ruang.
Hingga pada hari ke-7, Tomat 3 mengalami pembusukan.
B. Saran
Sebaiknya selama pengamatan, asisten bertanggungjawab terhadap
kelangsungan pengamatan sehingga data yang didapat merupakan data yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arpah. 2007. Penetapan Kadaluarsa Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Partha, Ida Bagus Banyuro. 2009. Pengaruh CaCl2 dan edible film terhadap
penghambatan chilling injury buah nangka kupas. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. Edisi XX No.1
Santoso. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Laboratorium Kimia Pangan
Faperta Uwiga, Malang.
Susiwi. 2009. Handout Kerusakan Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
LAMPIRAN
Acc Acara III
A. Tidak dijatuhkan
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Tomat 4) Suhu refrigenerator (Tomat 1)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 90,6 0 5 5 92,9 0
2 5 4 88,8 0 5 5 92,8 0
3 5 4 86,3 1 5 4 91,7 1
7 3 2 73,7 3 4 4 88,8 1
B. Dijatuhkan
Hari
ke-
Suhu lingkungan (Tomat 3) Suhu refrigenerator (Tomat 2)
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
warna tekstur berat tingkat
kebusukan
1 5 5 124,0 0 5 5 114,5 0
2 4 4 122,4 1 4 4 114 0
3 3 3 111,7 2 4 3 113,8 2
7 1 1 112,8 5 2 2 110,7 3
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN
TELUR
oleh:
Siska Dwi Carita
A1H009055
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telur termasuk makanan paling populer, hal ini dikarenakan telur bergizi
tinggi dan telur dapat diolah menjadi berbagai masakan. Merupakan salah satu
sumber protein hewani, telur mengandung hampir semua zat makanan yang
diperlukan oleh tubuh dengan rasa yang enak, mudah dicerna, harga relatif murah
dibandingkan sumber hewani lainnya sehingga banyak disukai oleh masyarakat.
Telur sebagai bahan makanan yang sangat labil, artinya mudah mengalami
perubahan-perubahan apabila tidak diperlakukan dengan baik, terutama bila masih
dalam keadaan mentah. Telur mentah yang dibiarkan di udara terbuka (disimpan
dalam suhu kamar) dalam waktu yang lama akan mengalami beberapa perubahan.
Telur juga mudah terkena bakteri patogen seperti Salmonella. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penanganan tepat pascapanen telur sehingga masa simpan telur
dapat lebih lama.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui perubahan pada telur selama penyimpanan
2. Mahasiswa mengetahui cara penyimpanan telur guna memperpanjang
masa simpannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Telur merupakan salah satu hasil ternak terutama telur unggas yang
bernilai gizi tinggi seperti hasil ternak lainnya, sebenarnya telur yang dihasilkan
oleh hewan tertentu adalah digunakan untuk kelanggengan hidupnya atau sebagai
alat berkembang biak. Akan tetapi mengingat nilai gizi yang tinggi maka telur
dapat digunakan sebagai baha pangan. Telur merupakan hasil hasil pembuahan sel
telur pada hewan betina oleh sperma dari hewan jantan, sehingga telur merupakan
calon hewan dewasa. Oleh kerena itu telur mengandung bahan-bahan atau zat-zat
yang sam dengan induknya.
Dari sekian banyak telur yang dihasilkan oleh berbagai hewan hanya
beberapa jenis telur yang dapat dikonsumsi manusia yaitu antara lain telur ayam,
bebek, puyuh dan telur penyu. Berdasarkan asal hewannya, bentuk telur
bermacammacam mulai dari hampir bulat sampai lonjong. Ukuran bentuk telur
biasa dinyatakan dengan indeks perbandingan antara panjang dengan lebar
dikalikan 100. Disamping itu bentuk dan ukuran telur bermacammacam. Besar
telurpun bervariasi, ada yang berat ada pula yang ringan. Pengaruh jenis hewan
juga penting, seperti telur bebek lebih besar dari telur ayam dan warnanyapun
berbeda-beda, faktor-faktor yang mempengaruhi besar telur diantaranya: jenis
hewan, umur, perubahan musim, waktu bertelur, sifat turun temurun induk, umur
pembuahan, berat tubuh induk dan makanannya.
Di Indonesia, telur ayam dikelompokkan menjadi dua yaitu, telur ayam
negeri dan telur ayam kampung. Telur ayam kampung memiliki ukuran lebih kecil,
tetapi warna kuningnya lebih cerah. Masyarakat lebih menyukai telur ayam
kampung dibandingkan telur ayam negeri, baik sebagai masakan maupun bahan
kue. Pada telur seringkali mengandung bakteri Salmonella, terutama pada bagian
putih telur. Selama telur dalam kondisi utuh, bakteri ini tidak dapat berkembang.
Karena nutrisi pada putih telur tidak mencukupi. Akan tetapi ketika
membran dari putih telur mulai melemah, maka bakteri Salmonella dapat
menembus membran kuning telur. Kandungan nutrisi pada kuning telur tinggi,
sehingga Salmonella mampu memperbanyak diri. Pada suhu penyimpanan telur
yang relatif hangat maka Salmonella akan lebih cepat berkembang.
Pada telur retak, telur yang disimpan lama, telur dalam kondisi kotor
banyak kotoran ayam), maka telur tersebut akan lebih mudah tercemar oleh
bakteri Salmonella. Telur yang terkontaminasi oleh bakteri patogen beresiko
menyebabkan penyakit. Di Amerika diperkirakan kemungkinan jumlah telur yang
terkontaminasi oleh Salmonella hanya 0,005% (1 dari 20.000 telur), namun
demikian meskipun peluang terkontaminasi kecil, pemerintah Amerika
menganjurkan untuk memasak telur dengan baik untuk memastikan keamanan
konsumen. Proses pemasakan yang benar dapat membunuh bakteri Salmonella.
Telur yang disimpan pada suhu 30oC selama 6 jam, apabila Salmonella
mampu menembus membran kuning telur, maka jumlah Salmonella pada telur
tersebut dapat mencapai lebih dari 200.000. Mengingat bakteri Salmonella dapat
berada pada telur yang masih segar dan dapat menyebabkan penyakit yang serius
pada manusia maka perlu adanya penanganan dan sistem tranportasi telur yang
baik dan benar.
Bentuk telur bermacam-macam mulai dari hampir bulat sampai lonjong.
Perbedaan bentuk ini umumnya disebabkan karena berbagai faktor, terutama yang
berhubungan dengan induknya. Faktor-faktor tersebut adalah sifat turun-temurun
(genetis), umur ayam pada saat bertelur dan sifat-sifat fisikologis di dalam tubuh
induknya. Bagian-bagian dari telur dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Kualitas dari telur sangat menentukan kesegaran telur, dan keamanan pangan,
karena pada telur yang rusak ada kemungkinan sudah tercemar olah bakteri
Salmonella.
Kulit telur sekitar 95,1 % terdiri dari garam-garam anorganik, 3,3 % bahan
organik terutama protein dan 1,6 % sisanya adalah air. Bahan-bahan anorganik
yang membentuk kulit telur adalah kalsium (Ca), magnesium (Mg), fosfor (P),
besi (Fe), dan belerang (S). Protein yang membentuk kulit telur terdiri dari serat-
serat yang menyerupai kolagen pada tulang rawan. Pada lapisan membran,
proteinnya membentuk musin dan keratin.
Gambar 1. Bagian-bagian telur
Putih telur mengandung air, protein, karbohidrat dan mineral. Protein
terdiri dari lima bentuk yang berbeda-beda, yaitu : ovalbumin, ovomukoid,
ovomusin, ovokonalmubin dan ovoglobumin. Ovalbumin paling banyak terdapat
pada bagian putih telur, yaitu sekitar 75 %. Karbohidrat terdapat dalam jumlah
sedikit, terdapat dalam bentuk manosa dan galaktosa.
Bagian kuning telur mengandung komposisi bahan lebih lengkap daripada
putih telur, yaitu air, protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Protein
kuning telur terdiri dari dua macam yaitu ovovitelin dan ovolitelin dengan
perbandingan antara 4:1. Ovovitelin merupakan protein yang mengandung fosfor,
sedangkan ovolitelin sedikit mengandung fosfor tetapi banyak mengandung
belerang.
Lemak pada telur umumnya terletak dalam bagian kuning telur, yaitu kira-
kira sebanyak 99 %. Lemak dalam kuning telur terdiri dari trigliserida, fosfolipid,
strerol dan serebrosida. Kebanyakan asam-asam lemaknya terdiri dari asam
palmitat, oleat dan linoleat. Karbohidrat pada kuning telur terdapat dalam bentuk
glukosa, galaktosa, polisakarida dan glikogen.
Sulit untuk mengetahui usia telur di supermarket atau di toko hanya
dengan mengamati secara langsung. Karena warna kulit telur tidak menentukan
kualitas telur. Untuk mengetahui tingkat kesegaran telur, dapat dilakukan dengan
cara menenggelamkan telur pada air secara perlahan kemudian melihat posisi telur
pada saat mencapai dasar air. Bila posisi telur terbaring sempurna di dasar gelas
(tenggelam), maka menunjukkan bahwa usia telur sangat baru Bila sebagian telur
berdiri (melayang), menunjukkan telur sudah agak lama (diperkirakan umur satu
minggu Bila telur berdiri tegak (mengapung), menunjukkan umur telur sudah
lama (antara 2 - 3 minggu).
Selain dengan cara diatas, untuk mengetahui kesegaran telur dapat juga
dilakukan dengan cara meneropong menggunakan sinar matahari atau lampu.
Peneropongan ini juga dapat membedakan telur retak atau telur yang mengandung
bahan lain di bagian dalam, seperti noda yang menyerupai darah. Untuk
meneropong telur, maka bagian ujung telur yang lebih besar ditempelkan pada
lampu, karena rongga udara telur terletak pada bagian tersebut. Pada saat
meneropong telur akan terlihat bagian dari: rongga udara telur, putih telur dan
kuning telurnya.
Usia telur juga bisa dilihat bila kita memecahkan telur di atas piring
kemudian amati. Telur yang masih baru, bila dipecahkan, bagian putihnya terlihat
masih kental. Telur dengan usia satu minggu, bagian putihnya lebih melebar dan
telur berusia 2 - 3 minggu bagian putihnya jauh lebih luas lagi, karena makin tua
usia telur makin encer.
Untuk mengetahui kondisi telur retak atau tidak, dengan mengamati ada
atau tidaknya garis putih pada permukaan kulit telur. Bila ada garis putih, maka
menunjukkan bahwa telur tersebut retak.
Mutu telur selain ditentukan oleh tingkat kesegarannya, juga ditentukan
berdasarkan pengelompokan berdasarkan ukuran telur (grading). Menurut USDA,
grading telur juga bisa didasarkan pada kedalaman rongga udara telur. Makin
kecil kedalaman rongga udara maka kualitas telur makin baik. Kualitas AA
dengan kedalaman rongga udara 1/8 inch. Kualitas A dengan kedalaman rongga
udara 3/16 inch. Kualitas B dengan kedalaman rongga udara lebih dari 3/16 inch
Beberapa negara menerapkan grading telur berdasarkan ukurannya.
Ukuran telur yang umum adalah medium, besar (large), dan sangat besar (extra
large). Beberapa faktor yang mempengaruhi grading telur, yaitu umur ayam, bibit
ayam, berat ayam, nutrisi dari ransum ayam, dan kondisi lingkungan.
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
1. Timbangan digital
2. Telur ayam 2 buah
B. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menimbang telur.
3. Membersihkan salah satu telur dengan air dan membiarkan telur yang
lainnya tetap kotor.
4. Menyimpan kedua telur pada suhu ruang.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan
Hari ke- Telur
Bersih (Telur 1) Kotor (Telur 2)
Warna Massa Warna Massa
1 5 63,4 5 64,7
2 5 63,5 5 64,7
3 4 63,3 5 64,5
7 3 63 4 64
Hari
ke-
Telur
Bersih (Telur 1) Kotor (Telur 2)
8
Warna
kuning
telur
bau kekentalan Warna
kuning
telur
bau kekentalan
gelap Lebih
amis
Lebih
kental
terang amis Kurang
kental
B. Pembahasan
Telur sebagai bahan makanan yang sangat labil, artinya mudah mengalami
perubahan-perubahan apabila tidak diperlakukan dengan baik, terutama bila masih
dalam keadaan mentah. Telur mentah yang dibiarkan di udara terbuka (disimpan
dalam suhu kamar) dalam waktu yang lama akan mengalami beberapa perubahan
seperti : perubahan bau dan cita rasa, perubahan pH, penurunan berat telur,
pembesaran rongga udara, penurunan berat jenis, perubahan indeks putih telur,
perubahan indeks kuning telur, perubahan nilai Haugh Unit (HU), dan
pengenceran isi telur.
pH normal pada putih telur segar adalah 7,6-8,2, setelah 1 minggu pH
putih telur meningkat menjadi 9,0-9,7, kemudian untuk beberapa hari saat pH
konstan dan bisa turun kembali. Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan
susunan kimia dalam telur.
Penurunan berat jenis terjadi karena kehilangan berat telur tersebut.
Keadaan ini tampak jelas bila telur terapung pada saat dicelupkan ke dalam air.
Setelah disimpan selama 3 bulan, berat jenis akan turun sekitar 0,825. Rata-rata
berat telur ayam segar yang bentuknya normal sekitar 1,095 dan yang tidak
normal lebih rendah yaitu 1,088-1,090. Disamping itu berat jenis juga dipengaruhi
oleh tebal kulit. Semakin tebal kulit semakin besar berat jenisnya.
Penurunan berat telur dapat terjadi terutama akibat penguapan air yang
berasal dari telur yang berlangsung secar kontinyu. Proses ini juga bisa
diakibatkan oleh penguapan gas dari dalam telur yang berasal dari pemecahan
unsur-unsur kimia yang berasal dari zat-zat organik isi telur. Gas-gas tersebut
antara lain CO2, Amonia, dan Nitrogen.
Gambar 2. Grafik perubahan massa telur
Grafik diatas menunjukkan penurunan berat telur yang disimpan. Telur 1
mengalami penurunan berat dengan persamaan y = -0,14x+63,65 dan Telur 2
mengalami penurunan berat dengan persamaan y = -0,23x+65,05. Dari persamaan
tersebut dapat diketahui bahwa penurunan berat pada Telur 1 lebih kecil
dibandingkan pada Telur 2.
Penurunan telur yang tidak dicuci lebih besar dibandingkan telur yang
dicuci. Hal ini karena telur yang tidak dicuci masih mengandung bakteri dalam
kulit telur yang kemudian masuk ke dalam telur dan merusak unsur-unsur kimia
y = -0,14x + 63,65
y = -0,23x + 65,05
62
62,5
63
63,5
64
64,5
65
1 2 3 7
Mas
sa (
gram
)
Hari ke-
Telur 1(dicuci)
Telur 2(tidakdicuci)
dalam telur. Unsur-unsur kimaia telur yang terdegradasi menghasilkan gas yang
kemudian menguap dari telur sehingga berat telur menjadi berkurang.
Perbedaan warna telur juga dipengaruhi oleh jenis induk, seperti telur
ayam berwarna putih, kuning sampai kecoklatan. Sedangkan telur bebek berwarna
biru langit. Kadang-kadang telur ada yang berbintik-bintik hal ini disebabkan
karena adanya kapang yang tumbuh pada permukaan kulit telur. Berbeda dengan
penurunan warna yang terjadi pada telur. Telur 1 atau telur yang dicuci
mengalammi perubahan warna lebih besar dibandingkan Telur 2 yang tidak dicuci.
Semakin lama penyimpanan telur, Telur 1 mengalami pemucatan warna akibat
membesarnya pori-pori dalam kulit telur.
Gambar 3. Grafik perubahan warna telur
Pembesaran rongga udara terjadi akibat proses penguapan air dan gas-gas
dari dalam telur. Biasanya rongga udara terbentuk 6-10 menit, setelah dikeluarkan
induknya dengan diameter sekitar 0,5-0,9 cm. Setelah 2 jam diameternya menjadi
1,3-2,5 cm. Selama disimpan akan menjadi semakin besar.
Pada hari ke-8 dilakukan pemecahan terhadap kedua telur untuk
mengetahui kualitas isi telur. Keduanya berbau amis akan tetapi Telur 1 (dicuci)
lebih amis daripada Telur 2. Secara alamiah telur sebenarnya tidak berbau, akan
tetapi selama penyimpanan, telur dapat menyerap bau-bauan disekitarnya melalui
pori-pori kulitnya. Telur sangat cepat menyerap bau-bauan luar terutama kalau
dekat dengan desinfektan, jamur, sayur, atau buah busuk dan lain-lain.
y = -0,7x + 6
y = -0,3x + 5,5
0
1
2
3
4
5
6
1 2 3 7
Sko
r w
arn
a
Hari ke-
Telur 1(dicuci)
Telur 2(tidakdicuci)
Dari faktor internal, bau dapat muncul akibat pemecahan unsur-unsur
kimia dari isi telur terutama dari kerja mikroba dan akibat pengaruh suhu tinggi.
Sedangkan cita rasanya terutama kuning telur dijumpai rasa yang khas dan
berbeda-beda dengan cita rasa telur segar.
Warna kuning telur keduanya hampir sama, akan tetapi jika diamati lebih
jauh, maka Telur 1 (dicuci) mempunyai warna kuning telur lebih pekat
dibandingkan dengan Telur 2. Indeks kuning telur merupakan perbandingan
antara tinggi dengan garis tengah kuning telur. Indeks kuning telur segar berkisar
antara 0,30-0,50, umumnya antara 0,39- 0,45. Yang mempengauhi indeks kuning
telur adalah berat kuning telur dan umur simpannya. Semakin kecil beratnya,
maka semakin besar indeksnya dan semakn lama disimpan maka semakin
menurun indeks kuning telur tersebut.
Gambar 4. Telur pada hari ke-8
Dari segi kekentalan, Telur 1 lebih kental dari pada Telur 2. Pengenceran
isi telur terjadi untuk telur yang telah lama disimpan akibat pecahnya membran
vitelina yang membatasi putih dan kuning telur sehingga kedua bagian ini
bercampur. Keadaan ini dapat diamati dengan menempatkan telur yang sudah
dipecahkan pada bidang datar. Telur yang masih segar mempunyai bagian putih
dan kuning yang tebal, sedangkan telur yang lama disimpan ditandai dengan
bentuknya yang lebar dan rata.
Indeks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur
(albumen) dengan rata-rata lebar albumen terpendek dengan terpanjang. Pada
telur segar nilai ini berkisar antara 0,050-0,174 dan dalam keadaan normal sekitar
1,090-0,120. Selama penyimpanan terjadi penurunan indeks putih telur yang
sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah suhu penyimpanan, maka semakin
rendah indeks putih telur tersebut.
Haugh Unit merupakan suatu unit yang memberi korelasi antar tinggi
putih telur yang ketal dengan berat telur. Semakin baik kualitas putih telur
ditunjukkan oleh nilai HU yang tinggi, pada telur yang baru keluar nilai HU bisa
mencapai 100.
Umur simpan telur dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kelembaban
relatif selama telur berada di ruang penyimpanan. Suhu penyimpanan yang rendah
dapat menghambat perkembangan bakteri dalam telur sehingga telur lebih dapat
mempertahankan kualitasnya. Kelembaban relatif yang sesuai dengan telur akan
mencegah terjadinya penguapan air dari dalam telur ke luar yang mengakibatkan
susut bobot telur maupun penyerapan air dari laur ke dalam telur yang
menyebabkan putih telur mengencer. Hubungan antara suhu penyimpanan telur
dengan kelembaban relatif dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan antara suhu ruang penyimpanan telur dengan kelembaban
relative (RH) pada tray telur.
Suhu terbaik untuk telur adalah -1,5oC dengan kelembaban nisbi 82-85%.
Jika kelembaban terlalu rendah, maka isi telur akan menguap sehingga kantong
udara membesar. Telur tidak boleh dibekukan karena jika isi telur membeku maka
telur akan pecah, sedangkan jika kuning telur membeku maka akan menyebabkan
kerusakan yang irreversible (tidak dapat diperbarui).
Daya simpan telur amat pendek, maka perlu perlakuan khusus jika akan
disimpan lebih lama, terutama dalam bentuk segar. Salah satu cara
memperpanjang kesegaran telur adalah dengan mengawetkannya. Pengawetan
telur segar ini berguna untuk mengatasi saat-saat harga telur rendah, sehingga
peternak tidak mengalami kerugian. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk
mengawetkan telur adalah menggunakan kulit akasia, minyak kelapa, parafin da
kantong plastik.
Pengawetan dengan kulit akasia dapat mempertahankan kesegaran telur
sampai sekitar 2 bulan. Caranya dengan menumbuk kulit akasia dan merebusnya.
Air rebusan ini digunakan untuk merendam telur segar sebelum disimpan. Untuk
setiap 10 liter air diperlukan 80 gram serbuk kulit akasia.
Pengawetan telur dengan metode minyak kelapa dapat memperpanjang
umur simpan telur sampai 3 minggu. Cara pengawetannya dengan memanaskan
minyak kelapa sampai mendidih dan didiamkan sampai dingin. Telur yang akan
diawetkan dibersihkan dahulu, kemudian dicelupkan satu per satu dalam minyak
tersebut. Telur selanjutnya diangkat dan ditiriskan, lalu disimpan dalam rak-rak.
Untuk setiap 1 liter minyak kelapa dapat untuk mengawetkan telur sekitar 70 kg.
Dengan menggunakan parafin, telur akan bisa diawetkan hingga 6 bulan.
Caranya dengan membersihkan telur dengan alkohol 96%. Sementara parafin
dipersiapkan dengan memanasakan parafin hingga suhu 50-60oC. Telur
dicelupkan selama 10 menit, telur selanjutnya diangkat, ditiriskan dan disimpan
dalam rak telur. Untuk 1 liter parafin dapat mengawetkan sekitar 100 kg.
Pengawetan dengan kantong plastik hanya dapat memperpanjang umur
simpan sampai 3 minggu, caranya adalah dengan membersihkan telur terlebih
dahulu, kemudian masukkan dalam kantong plastik yang cukup tebal. Selama
penyimpanan tidak boleh ada keluar masuk kantong. Oleh karena itu, kantong
harus ditutup rapat-rapat, misalnya menggunakan patri kantong plastik elektrionik
(sealer).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Telur mentah yang dibiarkan di udara terbuka (disimpan dalam suhu
kamar) dalam waktu yang lama akan mengalami beberapa perubahan
seperti : perubahan bau dan cita rasa, perubahan pH, penurunan berat telur,
pembesaran rongga udara, penurunan berat jenis, perubahan indeks putih
telur, perubahan indeks kuning telur, perubahan nilai Haugh Unit (HU),
dan pengenceran isi telur.
2. Telur yang dicuci mengalami penurunan massa yang lebih kecil dan
penurunan warna lebih besar dibandingkan dengan telur yang tidak dicuci.
3. Umur simpan telur dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kelembaban
relatif selama telur berada di ruang penyimpanan.
4. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengawetkan telur adalah
menggunakan kulit akasia, minyak kelapa, parafin da kantong plastik.
B. Saran
Sebaiknya selama pengamatan, asisten bertanggungjawab terhadap
kelangsungan pengamatan sehingga data yang didapat merupakan data yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Teknologi Pangan dan Agroindustri. Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Dwiari, Sri Rini et.al. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta
LAMPIRAN
Acc Acara IV
Hari ke- Telur
Bersih (Telur 1) Kotor (Telur 2)
Warna Massa Warna Massa
1 5 63,4 5 64,7
2 5 63,5 5 64,7
3 4 63,3 5 64,5
7 3 63 4 64
Hari ke-
Telur
Bersih (Telur 1) Kotor (Telur 2)
8
Warna
kuning
telur
bau kekentalan Warna
kuning
telur
bau kekentalan
gelap Lebih
amis
Lebih
kental
terang amis Kurang
kental