Post on 05-Oct-2021
KARAKTERISASI HABITAT DAN MORFOLOGI TEGAKAN KEMBANG SEMANGKOK (Scaphium macropodum) DI POS MONITORING SIKUNDUR TAMAN NASIONAL GUNUNG
LEUSER (TNGL)
SKRIPSI
SRI ANJELI LUMBAN BATU 151201106/KEHUTANAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019
Universitas Sumatera Utara
KARAKTERISASI HABITAT DAN MORFOLOGI TEGAKAN KEMBANG SEMANGKOK (Scaphium macropodum) DI POS MONITORING SIKUNDUR TAMAN NASIONAL GUNUNG
LEUSER (TNGL)
SKRIPSI
SRI ANJELI LUMBAN BATU 151201106/KEHUTANAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
SRI ANJELI LUMBAN BATU: The Habitat and Morphology Characteristization of Kembang Semangkok (Scaphium macropodum) in Sikundur Monitoring Station, Mount Leuser National Park. Supervised by DENI ELFIATI and ARIDA SUSILOWATI
Kembang Semangkok (Scaphium macropodum) is tree species that is wisely used for medicinal purposes. Destructive seeds harvesting was causing the species classified into least concern status according to IUCN. Information on the morphology and habitat of kembang semangkok, especially in the North Sumatra is still limited yet. The purpose of this study were to analyze morphological and habitat characteristics through soil chemical analysys, determination of total microbes and soil respiration under a bowl flower. Morphological characterization was carried out by direct observation and measurement of organ of 12 trees at the research location. While habitat analysis is carried out by 24 samples collection on a depth 0-5 cm and 5-20 cm under 12 kembang semangkok stands, then a series of dilution procedures is performed. T test was carried out to determine the relationship between 2 soil depths with respiration and total microbes. Morphological characterizarion results showed that there was variety of canopy, leaves and stems morphology. Habitat analysis showed there were a variations in the chemical character of soil with very low to high criteria. The average total of microbes obtained at 0-5 cm depth was 93,32 x 109 CFU/ml and 5-20 cm was 92,39 x 109 CFU/ml. Total soil respiration obtained at a depth of 0-5 cm is 8,25 mg C-CO2 g-1 day-1 and a depth of 5-20 cm is 7,74 mg C-CO2 g-1 day-
1. T-test results showed that the soil depth not significant influenced soil respiration and total soil microbes.
Keywords: Kembang Semangkok, Morphology, soil chemical analysis, Soil microbes, Soil respiration
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
SRI ANJELI LUMBAN BATU : Karakterisasi Habitat dan Morfologi Tegakan Kembang Semangkok (Scaphium macropodum) Di Pos Monitoring Sikundur, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), dibimbing oleh DENI ELFIATI dan ARIDA SUSILOWATI
Kembang Semangkok (Scaphium macropodum) merupakan salah jenis pohon yang banyak dimanfaatkan untuk keperluan obat-obatan. Akibat proses pengambilan biji yang bersifat destruktif, kondisi tanaman ini dalam status least concern menurut IUCN. Informasi morfologi dan habitat tanaman kembang semangkok terutama di daerah Sumatera Utara belum banyak diketahui. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakter morfologi dan habitat melalui analisis kimia tanah, penetapan total mikroba dan respirasi tanah dibawah kembang semangkok. Karakterisasi morfologi dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran secara langsung terhadap kondisi morfologi 12 pohon di lokasi penelitian. Sedangkan analisis habitat dilakukan melalui pengambilan 4 buah sampel yaitu tanah pada kedalaman 0-5 cm dan 5-20 cm di bawah 12 tegakan kembang semangkok, kemudian dilakukan serangkaian prosedur pengenceran. Uji t dilakukan untuk mengetahui hubungan rata-rata 2 kedalaman tanah dengan respirasi dan total mikroba. Hasil karakterisasi morfologi menunjukkan bahwa terdapat keragaman morfologi pada tajuk, daun dan batang tegakan kembang semangkok. Hasil analisis habitst menunjukkan adanya variasi karakter kimia tanah dengan kriteria sangat rendah sampai tinggi. Rataan total mikroba yang diperoleh pada kedalaman 0-5 cm adalah 93,32 x 109 SPK/ml dan 5-20 cm adalah 92,39 x 109 SPK/ml. Total Respirasi tanah yang diperoleh pada kedalaman 0-5 cm adalah 8,25 mg C-CO2 g-1 hari-1 dan kedalaman 5-20 cm adalah 7,74 mg C-CO2 g-1 hari-1. Hasil uji t menunjukkan bahwa kedalaman tanah berpengaruh tidak nyata terhadap respirasi tanah dan total mikroba tanah.
Kata Kunci : Morfologi, Kembang Semangkok, Mikroba Tanah, Respirasi Tanah,
Sifat Kimia Tanah.
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pintu Bosi pada tanggal 9 September 1997. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara oleh pasangan (Alm.) Lukman Lumban Batu dan (Alm.) Rinsan Simanullang.
Penulis memulai pendidikan di SDN 177670 Pintu Bosi pada tahun 2003-2009, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Onan Ganjang pada tahun 2009-2012, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Onan Ganjang pada tahun 2012-2015. Pada tahun
2015, penulis lulus di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Penulis memilih minat Departemen Budidaya Hutan.
Semasa kuliah penulis merupakan anggota organisasi di UKM KMK USU UP FP. Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Pondok Bulu Kabupaten Simalungun Sumatera Utara pada tahun 2017. Pada tahun 2018 penulis telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Pada awal tahun 2019 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Karakterisasi Habitat dan Morfologi Tegakan Kembang Semangkok (Scaphium macropodum) di Pos Monitoring Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser” di bawah bimbingan Dr. Deni Elfiati, SP., MP dan Dr. Arida Susilowati, S. Hut., M. Si.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan atas berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Karakterisasi Habitat Dan Morfologi Tegakan Kembang Semangkok (Scaphium macropodum) Di Pos Monitoring Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)” Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Deni Elfiati, SP., MP dan Dr. Arida Susilowati, S.Hut., M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing saya yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 1. Siti Latifah, S. Hut., M.Si., Ph. D selaku Dekan Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara 2. Dr. Deni Elfiati, SP., MP dan Dr. Arida Susilowati, S.Hut., M.Si selaku ketua
dan anggota komisi pembimbing saya yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Alfan Gunawan Ahmad, S.Hut., M. Si; Dr. Bejo Slamet, S, Hut., M.Si dan Dr. Apri Heri Iswanto, S, Hut., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. Dr. Apri Heri Iswanto, S, Hut., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh pendidikan.
5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dalam penyelesaian studi.
6. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser dan Yayasan Ekosistem Leuser yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di lokasi penelitian.
7. Bapak Suprayadi selaku Manajer SOCP dan tim riset di lapangan dalam membantu proses penelitian di lapangan.
8. Yayasan YVDMI yang telah membantu dana beasiswa penulis selama pendidikan.
9. Kedua orangtua penulis, Ayahanda (Alm.) Lukman Lumban Batu dan Ibunda (Alm.) Rinsan Simanullang, kedua abangda, adik-adik dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material dan doa serta semangat belajar kepada penulis selama pendidikan penulis.
10. Seluruh teman-teman mahasiswa/I angkatan 2015, Budidaya Hutan 2015, rekan penelitian, Xadriell Sunergeo MS, Andromeda Stin Agaphi S, MARS, Koordinasi UP FP 2017-2018 dan KOMBIN UP FP 2017-2018.
Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat ke berbagai pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, September 2019
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................... i ABSTRACK ....................................................................................................... ii ABSTRAK .......................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iv KATA PENGANTAR ....................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA Kembang Semangkok (Scaphium macropodum) ......................................... 4 Sifat Morfologi Tanaman ............................................................................. 5 Morfologi Tajuk ........................................................................................... 5 Morfologi Daun ........................................................................................... 6 Morfologi Batang ......................................................................................... 6 Sifat Fisik dan Kimia Tanah ........................................................................ 6 Mikroba Tanah ............................................................................................. 7 Bakteri .......................................................................................................... 8 Fungi ............................................................................................................ 9 Respirasi Tanah ............................................................................................ 9 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................ 9
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 12 Bahan dan Alat ............................................................................................ 12 Prosedur Penelitian ..................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Tegakan Kembang Semangkok ........................................................ 17 Karakteristik Morfologi Tegakan Kembang Semangkok ............................ 18 Analisis Kimia Tanah................................................................................... 27 Penetapan Total Mikroba ............................................................................. 31 Respirasi Tanah ............................................................................................ 34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .................................................................................................. 38 Saran ............................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 39 LAMPIRAN ........................................................................................................ 44
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Tabel Karakterisasi Tajuk pada Berbagai Tegakan Kembang
Semangkok ........................................................................................ 18 2. Tabel Morfologi daun 12 tegakan kembang semangkok ................... 21 3. Tabel Morfologi batang 12 tegakan kembang semangkok ................ 25 4. Tabel Analisis Kimia Tanah .............................................................. 27 5. Tabel Penetapan Total Mikroba ......................................................... 32 6. Tabel Respirasi Tanah ........................................................................ 34 7. Tabel Uji t hasil respirasi tanah......................................................... 36 8. Tabel Uji t penetapan total bakteri ..................................................... 36 9. Tabel Uji t penetapan total fungi........................................................ 36 10. Tabel Uji t penetapan total mikroba ................................................... 37 11. Tabel Hasil uji t .................................................................................. 37
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Gambar Lokasi Penelitian dan Peta Persebaran Persebaran Kembang
Semangkok Pos Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser .................. 11 2. Gambar Tegakan kembang semangkok pada tingkatan a) Semai b)
Pancang c) tiang dan d) pohon ............................................................. 17 3. Bentuk morfologi daun pada a) palmate-lobed dan b) ovate ................. 18 4. Gambar Penampilan bentuk tajuk, a) oval b) rounded dan c) irregular 20 5. Gambar Bentuk daun 12 tegakan kembang semangkok dengan a)
tampak atas daun b) tampak bawah daun ............................................... 22 6. Gambar Bentuk ujung daun 12 tegakan kembang semangkok .............. 23 7. Gambar Bentuk pangkal daun 12 tegakan kembang semangkok........... 24 8. Gambar Bentuk tepi daun 12 tegakan kembang semangkok ................. 24 9. Gambar Morfologi kulit batang pada 12 tegakan kembang
semangkok .............................................................................................. 26 10.Gambar Pengamatan mikroba: a)Jamur pada media PDA dan b)
Bakteri pada media NA .......................................................................... 32
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Data Tally Sheet Tegakan Kembang Semangkok ......................... 44 2. Prosedur Analisis Kimia Tanah ..................................................... 46 3. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Staf Pusat Penelitian
Tanah Bogor (1983) dan BPP-Medan (1982)Total Bakteri dan Fungi ....................................................................................... 49
4 Dokumentasi Penelitian ................................................................. 50
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan seluas sekitar 9 juta km² yang
terletak diantara 2 samudera dan 2 benua dengan jumlah pulau sekitar 17.500
buah yang panjang garis pantainya sekitar 95.181 km. Berdasarkan kondisi
geografisnya, dalam dunia tumbuhan, flora wilayah Indonesia termasuk bagian
dari flora dari malesiana yang diperkirakan memiliki sekitar 25% dari spesies
tumbuhan berbunga yang ada di dunia dan menempati urutan negara terbesar
ketujuh dengan jumlah spesies mencapai 20.000 spesies. Negara Indonesia
termasuk negara dengan tingkat keterancaman dan kepunahan spesies tumbuhan
tertinggi di dunia. Saat ini tercatat sekitar 240 spesies tanaman budidaya yang
telah punah dengan 36 jenis adalah pohon (Kusmana dan Hikmat, 2015).
Di Indonesia, masih banyak spesies tumbuhan obat yang belum
dibudidayakan sehingga ketersediaannya masih sangat bergantung pada alam
(Hidayat, 2012). Salah satunya adalah tegakan kembang semangkok. Kembang
semangkok merupakan salah satu tanaman kehutanan dari famili Malvaceae yang
termasuk dalam kategori tanaman berpotensi sebagai obat dengan manfaat
rebusan daun dapat digunakan sebagai obat penurun demam tinggi dan menjaga
kekebalan tubuh serta bijinya yang dapat digunakan untuk menurunkan panas
tinggi (Hanum dan Hamzah, 1999) serta buahnya dapat dijadikan sebagai bahan
baku selai (Wetlands, 2006). Kembang semangkok merupakan jenis Scaphium
yang paling luas persebarannya dan dapat ditemukan di berbagai negara seperti
Malaysia (Kembang semangkok sejantung, selayar), Thailand (Samrong),
Myanmar (Thitlaung), Indonesia (Kembang semangkok, tempayang) yang
terdapat di Kalimantan dan di Borneo.
Potensi kembang semangkok sebagai tanaman berkhasiat obat telah
diketahui sejak lama baik dari cara menggunakan, cara pengolahan, bagian-bagian
yang digunakan serta khasiat dari bahan-bahan tersebut. Namun sangat jarang
tumbuhan berkhasiat obat seperti kembang semangkok ditanam secara khusus
untuk dibudidayakan sehingga kebiasaan masyarakat yang cenderung
memanfaatkan dari alam tanpa membudidayakan akan menyebabkan keberadaan
Universitas Sumatera Utara
pohon kembang semangkok semakin sedikit (I’ismi et al., 2018). Berdasarkan
data International Unioun for Conservation of Nature (IUCN) Red List, saat ini
kembang semangkok dikategorikan sebagai jenis tanaman dengan kategori
beresiko rendah/Least Concern (IUCN, 1998).
Informasi mengenai suatu spesies tumbuhan sangatlah diperlukan bagi
upaya konservasi dan pemanfaatannya di masa yang akan datang. Informasi
mengenai habitat dapat digunakan sebagai dasar untuk menetukan strategi dan
upaya konservasi suatu spesies tumbuhan. Hal ini berlaku tidak hanya bagi spesies
dengan status konservasi langka tetapi juga berlaku untuk spesies yang memiliki
potensi pengembangan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Laju konversi
habitat alami berupa hutan di Indonesia lebih cepat dibandingkan dengan upaya
untuk mendokumentasikan, menyelamatkan dan mengkonversi spesies tumbuhan
yang hidup didalamnya (Mudiana, 2017). Informasi habitat kembang semangkok
diperlukan untuk membantu upaya pelestarian di masa mendatang. Dengan
mengetahui informasi habitat maka dapat diketahui langkah yang tepat dalam
menangani kondisi habitat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
Informasi tentang kembang semangkok telah lama dilakukan seperti
morfologi dan distribusi kembang semangkok di Borneo, Kalimantan yang telah
diteliti oleh Wilkie (2009) dan arsitektur pohon serta habitat di Malaysia yang
telah diteliti oleh Yamada et al. (2000), namun informasi morfologi kembang
semangkok di Indonesia terutama Sumatera Utara jarang diketahui sehingga perlu
dilakukan kajian mendalam untuk mengetahui informasi morfologi kembang
semangkok. Informasi lebih luas tentang suatu pohon bermanfaat untuk
mengetahui dan mengenal lebih jelas tentang ciri dan karakteristik suatu spesies
tersebut (Rosanti, 2013).
Di Sumatera utara, kembang semangkok dapat ditemukan di daerah
Langkat yaitu di kawasan daerah Taman Nasional Gunung Leuser. Berdasarkan
penelitian Zannah (2017), kembang semangkok atau dikenal dengan nama lokal
kayu minyak merupakan salah satu jenis pohon yang telah dianalisis vegetasi di
hutan pos monitoring Sikundur. Hutan Pos Monitoring Sikundur terletak di
Kecamatan Besitang , Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dirintis pada bulan
Mei 2001 dengan luas ±500 Ha yang terletak di kawasan hutan Dipterocarpaceae
Universitas Sumatera Utara
dataran rendah (ketinggian 30-100 mdpl) dengan suhu harian rata-rata 26ºC pada
siang hari dan suhu harian rata-rata pada malam hari adalah 21ºC (Siregar, 2005).
Namun informasi lengkap tentang morfologi kembang semangkuk di TNGL dan
Hutan Pos Monitoring Sikundur jarang diketahui serta sistem budidaya belum
banyak dipublikasikan. Hal ini membuat perlu dilakukan penelitian lebih
mendalam terhadap kembang semangkok untuk mengetahui informasi morfologi
dan informasi habitat sebagai data tambahan dalam kegiatan budidaya kembang
semangkok.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis karakter morfologi kembang semangkok.
2. Menganalisis karakter habitat melalui analisis kimia tanah, penetapan total
mikroba dan respirasi tanah pada tegakan kembang semangkok.
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi tambahan terkait habitat dan morfologi tegakan
kembang semangkok sehingga dapat diketahui teknik budidayanya di masa
mendatang.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Kembang Semangkok (Scaphium macropodum)
Kembang semangkok atau lebih dikenal juga sebagai selayar merupakan
sejenis pokok balak dan banyak didapati di hutan hujan tropika, di kawasan
bertanah rendah. Kayu yang agak ringan banyak dijadikan bahan baku seperti
kotak, perabot, lanti lamina, mancis dan lain-lain. Daunnya besar dan tersusun
dalam bentuk spiral. Ia mempunyai bunga yang berwarna krim dan kecil. Buahnya
berada dalam pod yang besar yang akan terbuka dan pecah apabila telah matang.
Bijinya berukuran kurang lebih 1,5-3 cm. Biji ini akan pecah dan menghasilkan
sejenis bahan seperti jeli. Perkembangbiakannya umumnya dilakukan secara
generatif (Kochummen, 1972).
Kembang semangkok adalah sejenis tanaman yang tumbuh secara liar di
pedalaman hutan. Kualitas kayu yang terbilang sedang menjadikan kembang
semangkok dapat digunakan sebagai bahan peti kemas seperti pembuatan barang
dan korek api. Buah tanaman ini juga bermanfaat dan berkhasiat sebagai obat
herbal yang memiliki kemampuan sangat baik dalam dunia pengobatan
tradisional. Hal ini karena kembang semangkok memiliki kandungan zat berupa
protein, basoran, pentosan dan karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan
merupakan bahan baku obat-obatan (Noorhidayah dan Sidiyasa, 2007). Kembang
semangkok juga dikenal sebagai salah satu sumber pakan Orangutan. Hasil uji
saponin menunjukkan bahwa jenis Scaphium macropodum mengandung
kandungan saponin tinggi (Atmoko dan Ma’ruf, 2009).
Menurut IUCN Red List (1998), klasifikasi tumbuhan kembang
semangkok adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Eudicots
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Scaphium
Species : Scaphium macropodum
Universitas Sumatera Utara
Sifat Morfologi Tanaman
Morfologi adalah salah satu cabang ilmu Botani yang mempelajari tentang
bentuk, susunan dan struktur dari organ-organ yang menyusun atau dapat juga
dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tentang penampilan (performance)
tumbuhan secara utuh. Mengenal tumbuhan tak mungkin dan tak cukup dengan
mengetahui bentuk organnya saja, melainkan harus sekaligus tahu susunan dan
strukturnya secara utuh sehingga memberikan gambaran tentang penampilan
tumbuhan tersebut selengkapnya. Ruang lingkup kajian morfologi tumbuhan
adalah gambaran umum organ tumbuhan, struktur morfologi dan terminologi serta
modifikasi yang ada pada akar, batang dan daun, struktur morfologi dan
terminologi pada bunga, buah dan biji, penyerbukan dan pembuahan, serta
lembaga dan perkecambahan (Nurainas et al., 2017).
Morfologi Tumbuhan adalah cabang ilmu Biologi yang mempelajari
tentang bentuk dan susunan luar tubuh tumbuhan beserta fungsinya dalam
kehidupan tumbuhan (Tjitroesoepomo, 2007). Tubuh tumbuhan maupun makhluk
hidup lainnya disusun oleh sel. Beberapa sel bergabung menjadi satu kesatuan
struktur dan fungsi membentuk jaringan. Selanjutnya beberapa jaringan
membentuk organ. Akar, batang dan daun disusun oleh kumpulan jaringan.
Jaringan yang menyusun organ tersebut sama jenisnya, tetapi berbeda dalam
proporsi atau perbandingan dan cara penyusunannya. Jaringan adalah kumpulan
sel-sel yang membentuk satu kesatuan struktur dan fungsi. Berdasarkan jumlah
tipe sel yang menyusunnya jaringan dibagi menjadi jaringan sederhana dan
jaringan kompleks (Hadisunarso, 2007).
Morfologi Tajuk
Tajuk merupakan salah satu indikator pertumbuhan dan perkembangan
pohon. Dengan melihat besarnya tajuk maka dapat diperkirakan optimalisasi
ruang tumbuh dan tingkat produktivitas tanaman dalam suatu kawasan. Adanya
keragaman macam bentuk dan ukuran tajuk pohon pada tiap umur sehingga
diperlukan perlakuan terhadap tajuk sebagai bahan pertimbangan dalam pola
penanaman, kegiatan pemeliharaan dan kegiatan pengelolaan di masa yang akan
datang. Selain itu dengan diketahuinya gambaran model tajuk, juga dapat
diketahui tingkat kompetisi antar pohon dan kepadatan tegakannya. Secara umum
Universitas Sumatera Utara
bentuk tajuk pohon dibentuk oleh pola-pola percabangan dan ukuran daun dari
suatu pohon (Fathoni, 2016).
Morfologi Daun
Daun (folium) merupakan alat tubuh yang penting bagi tumbuh-tumbuhan
karena banyak proses metabolisme yang terjadi di daun misalnya proses
fotosintesis menghasilkan bahan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh tumbuhan
untuk kelangsungan hidupnya. Semua daun mula-mula berupa tonjolan jaringan
yang kecil, yaitu primordial pada waktu ujung pucuk tumbuh, primordial daun
baru mulai terbentuk menurut pola khas untuk tiap jenis tumbuhan. Secara
morfologi dan anatomi, daun merupakan organ tubuh yang paling bervariasi.
Batasan secara menyeluruh dari semua tipe daun yang terlihat pada tumbuhan
disebut phyllom (filom). Berdasarkan variasi tersebut, folium dapat digolongkan
ke dalam beberapa bagian seperti daun lebar, profil, katafil, hipsofil, kotiledon,
dan lain-lain. Daun lebar atau daun hijau berfungsi khusus untuk melakukan
fotosintesa, biasanya berbentuk pipih mendatar sehingga mudah memperoleh sinar
matahari (Haryani, 2007).
Morfologi Batang
Batang merupakan bagian tubuh tumbuhan penting sehingga sering
dikatakan sebagai sumbu tubuh tumbuhan. Batang sebagian besar tumbuhan
terletak di atas tanah, namun ada pula batang yang terdapat di dalam tanah,
bahkan ada tumbuhan yang tampak tidak berbatang (planta acaulis) walaupun
sesungguhnya berbatang hanya sangat pendek sekali sehingga seolah-olah tidak
berbatang. Umumnya batang pada tumbuhan mempunyai bentuk bulat, bersegi,
pipih dengan permukaan batang licin, beralur bentuk bersayap, berambut dan
berduri. Batang tumbuh ke arah datangnya cahaya matahari, namun mengenai
arahnya dapat memperlihatkan berbagai variasi seperti tegak lurus, menggantung
(pada anggrek), menyulur berbaring (pada semangka), merunduk, memanjat (pada
sirih dan famili) dan sebagainya (Haryani, 2007).
Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Tanah memiliki sifat fisik, biologi maupun kimia yang berbeda beda pada
lingkungan yang berbeda pula. Keadaan sifat fisik tanah yang baik dapat
Universitas Sumatera Utara
memperbaiki lingkungan untuk perakaran tanaman dan secara tidak langsung
memudahkan penyerapan hara sehingga relatif menguntungkan pertumbuhan
tanaman. Hutan dan vegetasinya memiliki peranan dalam pernbentukan dan
pemantapan agregat tanah.Vegetasinya berperan sebagai pemantap agregat tanah
karena akar akarnya dapat mengikat partikel-partikel tanah dan juga mampu
menahan daya tumbuk butir-butir air hujan secara langsung ke permukaan tanah
sehingga penghancuran tanah dapat dicegah (Arifin, 2010).
Sifat kimia tanah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
peristiwa yang bersifat kimia dan terjadi di dalam maupun di atas permukaan
tanah sehingga akan menentukan sifat dan ciri tanah yang terbentuk dan
berkembang seetelah peristiwa kimia tersebut. Peubah yang termasuk sifat kimia
tanah yang mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kualitas tanaman antara
lain pH tanah, ketersediaan unsur hara makro dan mikro serta kapasitas tukar
kation (KTK) (Hakim et al., 1986).
Banyak unsur didalam tanah mengalami perubahan bentuk akibat
perubahan reaksi didalam tanah. Hal ini terkait dengan perubahan tingkat
kelarutan senyawa dari unsur-unsur tersebut di dalam tanah dengan pH
lingkungan di dalam tanah. Oleh karena itu, pH tanah bertanggung jawab terhadap
ketersediaan hara bagi tanaman (Munawar, 2011). Bahan organik tanah
merupakan sisa-sisa tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan,
yang berfungsi untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Usaha
mempertahankan kadar bahan organik hingga kondisi ideal (5% pada tanah
lempung berdebu) merupakan tindakan yang baik, berwawasan lingkungan dan
lestari (Winarso, 2005).
Mikroba Tanah
Tanah sebagai media tumbuh tanaman memerlukan perhatian untuk
dikelola kesinambungannya. Tanah akan memberikan manfaat dan tetap produktif
pada masa sekarang dan untuk generasi masa depan. Dalam setiap gram tanah
subur mengandung sedikitnya satu juta organisme bersel satu ini dan jumlah
populasi bakteri akan semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah.
Jumlah populasi dan jenis bakteri ditentukan oleh kondisi tanahnya yang
berfungsi sebagai lingkungan tumbuhnya. Kehadiran mikroba dalam tanah
Universitas Sumatera Utara
tersebut menunjukkan kebutuhannya akan kondisi abiotik dan nutrisi yang
tersedia dalam biosfer (Prihastuti, 2011).
Dalam suatu sistem yang stabil dapat dihipotesakan bahwa tanah dapat
dihuni oleh mikroba yang mampu beradaptasi pada lingkungan tanah tersebut.
Pada akhirnya mikroba tersebut berfungsi sebagai katalisator biokimia pada
proses-proses yang berlangsung di dalam tanah yang menyebabkan terjadinya
perubahan di dalam tanah (Loreau et al., 2001).
Kehidupan mikroba di dalam tanah memegang peranan penting dalam
mengendalikan kestabilan ekosistem tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
struktur komunitas mikroba di dalam tanah yaitu jenis tanah dan tanaman, serta
pengelolaan tanah. Selain ada mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman
dengan menghasilkan unsur hara dan hormon tumbuh tanaman, ada pula mikroba
dalam tanah yang menyebabkan penyakit tanaman. Dalam kondisi ekosistem
tanah yang stabil, supresif mikroba patogen dapat ditekan secara alami. Dengan
memahami kondisi lingkungan tanah dengan baik dari aspek fisis, khemis dan
biologis, maka tindakan pengelolaan tanah untuk memelihara kesuburan lahan
dapat dilakukan secara tepat (Prihastuti, 2011).
Bakteri
Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniselular, termasuk kelas
Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri
tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri
ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan
dan tumbuhan (Sumarsih, 2003).
Bakteri yang hidup dalam tanah memegang peranan penting dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman, sehubungan dengan
kemampuannya dalam mengikat N2 dari udara dan mengubah amonium menjadi
nitrat. Termasuk ke dalam golongan ini yang berbentuk batang (bacil) yang
mampu membentuk spora dan yang tidak membentuk spora, spora pada bakteri
bukan untuk alat berkembangbiak melainkan alat untuk mempertahankan diri dari
lingkungan yang tidak menyenangkan. Spora tersebut tahan terhadap kondisi
lingkungan ekstrem seperti suhu tinggi, kekeringan atau senyawa kimia yang
beracun (Sutedjo, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Fungi
Fungi mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan tanah karena
ternyata berbagai jenis fungi dapat melapukkan atau mempunyai daya lapuk yang
kuat terhadap sisa-sisa tanaman yang mengandung karbohidrat dan ternyata tidak
mudah dilapukkan atau dihancurkan oleh bakteri. Bagi berbagai jenis fungi
walaupun terjadi secara agak lambat bahan-bahan seperti sellulosa atau lignin
akan dapat dilapukkan dan dimanfaatkannya. Apabila fungi-fungi itu telah sampai
pada siklus hidupnya yang terakhir maka bahan-bahan yang dikandungnya akan
sangat bermanfaat dalam memperkaya tanah dengan bahan-bahan organis
(Kartasapoetra dan Sutedjo,2005).
Respirasi Tanah
Respirasi tanah merupakan salah satu indicator dari aktivitas biologi tanah
seperti mikroba, akar tanaman atau kehidupan lain di dalam tanah dan aktivitas ini
sangat penting untuk ekosistem di dalam tanah. Penetapan respirasi tanah
berdasarkan penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah
dan jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme tanah (Anas, 1989).
Tanaman dapat mengurangi CO2 di atmosfer melalui proses pemindahan
karbon ke dalam tanah. Jumlah karbon di dalam tanah selain dipengaruhi oleh
jumlah karbon yang ada dalam tegakan juga dipengaruhi oleh jumlah karbon
dalam serasah. Proses respirasi biota tanah yang dipengaruhi oleh suhu akan
melepas karbon terikat menjadi karbon dioksida ke atmosfer (Muhdi, 2008).
Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Undang
Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Kawasan hutan dengan fungsi
sosial, ekonomi dan ekologi yang dimilikinya tidak terbatas pada batas-batas
administratif semata namun kawasan hutan dengan fungsi ekologinya hanya dapat
dibatasi oleh batas-batas ekologis yang terjadi. Pada umumnya, semua hutan
mempunyai fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Setiap wilayah
hutan mempunyai kondisi yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan fisik,
topografi, flora, fauna serta keanekargaman hayati dan ekosistemnya.
Universitas Sumatera Utara
Letak dan Luas
Kawasan Hutan Pos Monitoring Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser
berada di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dengan luas
areal ± 500 ha. Secara geografis terletak 03º56’20.9” Lintang Utara (LU)
098º03’44.9” Bujur Timur (BT). Dikawasan Pos Monitoring Sikundur Taman
Nasional Gunung Leuser berbatasan dengan :
Sebelah Barat : Berbatasan dengan BKSDA
Sebelah Utara : Berbatasan dengan TNGL
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan TNGL
Sebelah Timur : Berbatasan dengan TNGL
Topografi
Keadaan topografi di Pos Monitoring Sikundur Taman Nasional Gunung
Leuser pada umumnya datar, sebagian bergelombang sedang dan ringan dengan
ketinggian antara 30 – 100 mdpl. Keadaan geologi dan tanah terdiri dari bahan
induk batuan beku dan vulkanik dengan jenis tanah podsolik coklat-kecoklatan
kelabu.
Iklim
Berdasarkan informasi dari Yayasan Ekosistem Leuser (YEL) SUMUT,
diperoleh data curah hujan di Pos Monitoring Sikundur Taman Nasional Gunung
Leuser adalah rata-rata 2000-2500 mm pertahunnya. Dimana curah hujan tertinggi
pada bulan Desember dan terendah pada bulan Mei. Musim kemarau terjadi pada
bulan Juni sampai September. Suhu harian rata-rata 26º C pada siang hari dan 21º
C pada malam hari.
Vegetasi
Keragaman tumbuhannya sangat tinggi, dari tumbuhan tingkat rendah
sampai tumbuhan tingkat tinggi. Pohon-pohon yang terdapat didalam plot tersebut
sebelumnya telah diidentifikasi berbasis nama lokal (bahasa Gayo) oleh Ibrahim,
seorang ahli botani lokal yang sudah bertahun-tahun mempelajari spesies pohon
pakan orangutan baik di Ketambe maupun di Suaq Balimbing. Berdasarkan
pengamatan di sekitar areal penelitian, vegetasi yang umum ditemukan yaitu dari
Universitas Sumatera Utara
family Euphorbiaceae, Dipterocarpaceae, Myrtaceae, Lauraceae, Moraceae dan
Sterculiaceae (Zannah, 2017).
Lokasi penelitian dan pengambilan sampel tanah kembang semangkok
untuk penelitian ini ditampilkan pada Gambar 1
Gambar 1. Lokasi penelitian dan pengambilan sampel tanah kembang semangkok
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan pengambilan data morfologi dan sampel tanah dilakukan di Pos
Monitoring Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser Kecamatan Besitang,
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Analisis kimia tanah dilakukan di
Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Identifikasi dan pengamatan
sampel tanah serta pengolahan bahan dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Februari – Juni 2019.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah cangkul, alat tulis, kertas label, pisau, Global
Positioning System (GPS) untuk menetukan posisi geografis, thermometer, tali,
alat ukur (meteran dan penggaris), pH meter, gelas ukur, erlenmeyer, timbangan,
buret, digetser, tabung perkolasi, tabung destilasi, tabung reaksi, kaca pengaduk,
kompor, plastik clip, kalkulator, perangkat lunak untuk pengolahan data, aplikasi
Munsell Color Chart dan kamera.
Bahan yang digunakan adalah sampel tanah komposit yang diambil di
lapangan, aquades, Fenolptalin, metil oranye, KOH 0,1 N, HCl 0,1 N untuk
pengamatan respirasi tanah. Buku pengenalan morfologi spesies, tally sheet dan
sampel akar, bunga, buah, biji dan daun untuk pengamatan morfologi pohon.
Prosedur Penelitian
A. Karakter Morfologi
1. Survei lokasi penelitian
Pada tahap ini, kegiatan dilakukan dengan pencarian lokasi penelitian di
Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat melalui studi literatur
keberadaan kembang semangkok di Sumatera Utara, kemudian mencari informasi
kepada petugas di lokasi tentang jenis dan keberadaan kembang semangkok yang
tumbuh di lokasi serta pengetahuan petugas terkait pertumbuhan kembang
semangkok di lokasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2. Karakterisasi morfologi Spesies
Metode pengambilan data dilakukan dengan metode purposive sampling
untuk mempermudah tujuan pengamatan terhadap objek tegakan yang dibutuhkan.
Metode yang digunakan dalam pengamatan karakter pohon kembang semangkok
adalah metode observasi deskriptif non eksperimen dengan cara pengumpulan
data lapangan melalui pengamatan penampilan morfologi terhadap 12 tegakan
kembang semangkok.
Pengamatan karakter morfologi dilakukan terhadap karakter fenotipe
pohon yang meliputi karater kanopi, karakter daun dan karakter batang. Setiap
karakter penting atau penciri jenis difoto dengan kamera. Data yang didapatkan
akan diisi melalui tally sheet (Lampiran 1). Untuk pengamatan karakter morfologi
dilakukan berdasarkan Tjitrosoepomo (2007) untuk menyesuaikan tipe-tipe pada
pengamatan karakter tersebut serta melalui studi pustaka.
3. Deskripsi dan analisis
Data morfologi yang diperoleh dibuat deskripsi analitik. Deskripsi analitik
adalah mendeskripskan suatu organisme yang diamati melalui data atau sampel
yang terkumpul sebagaimana adanya. Data morfologi dituliskan dengan
selengkap-lengkapnya untuk mendapatkan informasi baru atau mendapatkan
informasi yang lebih lengkap (Adrianto, 2013).
B. Karakter Habitat
Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui karakter habitat
adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan Sampel Tanah
Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di kawasan Taman Nasional
Gunung Leuser, Langkat. Contoh tanah diambil di bawah tegakan pohon kembang
semangkok. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara acak, dengan kedalaman
0-5 cm dan 5-20 cm pada setiap lubang pengambilan. Contoh tanah yang diambil
kemudian dikompositkan sesuai dengan kedalamannya dan diberi label.
Pengambilan secara komposit memberikan keuntungan terhadap karakter tanah
yaitu memberikan hasil yang sama dengan nilai rata-rata terhadap gambaran
suatu kondisi tanah (Suganda et al., 2006).
Universitas Sumatera Utara
2. Analisis Tanah
Analisis tanah meliputi parameter kesuburan tanah umum yaitu kapasitas
tukar kation (KTK) menggunakan metode ekstraksi NH4Oac pH 7, pH tanah
menggunakan metode pH meter, C-Organik menggunakan metode Walkley and
Black, N total tanah menggunakan metode Kjedhal dan P tersedia dengan
menggunakan metode Bray- I (Mukhlis, 2014) (Lampiran 2).
3. Penetapan Total Mikroba
a. Pembuatan Seri Pengenceran
Menurut Saraswati et al. (2007) yang menyatakan bahwa teknik
pengenceran bertingkat pada media cawan agar (plate count) merupakan teknik
tertua yang sampai saat ini masih digunakan. Penemuan agar sebagai media padat
sangat bermanfaat dalam pembiakan mikroorganisme karena sifat-sifatnya yang
unik, yaitu mencair pada suhu 100oC dan membeku pada suhu 40oC serta tahan
perombakan oleh mikroorganisme.
Metode pengenceran bertingkat ini dilakukan dengan memasukkan 10 g
tanah kedalam erlenmeyer yang telah berisi larutan fisiologis 90 ml, kemudian
dikocok dengan menggunakan shaker. Siapkan tabung reaksi berisi 9 ml larutan
fisiologis steril dengan menuliskan kode 10-2 pada tabung 1, 10-3 pada tabung 2
sampai pada tabung 8. Lakukan pemipetan 1 ml biakan murni dan dimasukkan ke
tabung 1, lalu dihomogenkan menggunakan rotamixer. Selanjutnya dipipet 1 ml
tabung 1 dan dimasukkan ke tabung 2, dihomogenkan dan dilakukan hal yang
sama sampai tabung 8. Setelah itu dipipet 1 ml dari tabung 8 kemudian dibuang,
maka diperoleh pengenceran 10-1–10-9. Pembuatan seri pengenceran dilakukan
secara aseptis untuk meminimalisir tingkat kontaminasi.
b. Penuangan
Metode penuangan ini sesuai dengan Anas (1989) pada pengenceran 10-7,
10-8, 10-9 dituang pada cawan petri yang berisi media Nutrien Agar (NA) yang
bersuhu 40-45oC untuk penetapan total bakteri. Pengenceran 10-4, 10-5, 10-6
dituang pada cawan petri yang berisi media Potato Dextrose Agar (PDA) untuk
penetapan total fungi. Kemudian cawan petri digerakkan memutar kekiri dan
kekanan agar suspensi mikroba dapat tersebar merata pada cawan agar. Setelah
Universitas Sumatera Utara
media mengental, diinkubasi biakan tersebut dengan suhu kamar selama 3 hari.
Kemudian dilakukan penghitungan manual untuk menentukan total fungi dan
bakteri pada setiap cawan petri.
Penghitungan total mikroba tanah dengan metode Total Plate Count (TPC)
menggunakan rumus berikut:
Koloni per gram/ml (TPC)= Jumlah koloni yang tumbuh x 1 faktor
pengenceran (Zahara et al., 2015).
4. Pengukuran Respirasi Tanah
Pengukuran respirasi tanah langsung dilakukan dengan mengambil sampel
tanah di lapangan. Pengukuran respirasi tanah dilakukan dengan metode
modifikasi vestraete dengan cara menimbang tanah seberat 100 g per sampel dan
dimasukkan ke dalam wadah toples yang didalamnya telah diberikan botol film
yang berisi 10 ml KOH 0,1 N dan 10 ml aquades. Kemudian sampel ditutup
hingga kedap udara lalu diikubasi di tempat gelap selama satu minggu.
Setelah inkubasi selesai, KOH hasil pengukuran dititrasi di laboratorium
untuk menentukan kuantitas C02 yang dihasilkan,. Titrasi dilakukan dengan cara
memindahkan KOH hasil pengukuran ke dalam gelas erlenmeyer dan
ditambahkan tetes Fenolptalin sehingga warna berubah menjadi merah muda dan
kemudian dititrasi dengan HCl sampai warna merah muda hilang (larutan
berwarna bening), Volume HCl yang diperlukan dicatat. Kemudian kedalam
larutan ditambahkan 2 tetes metil oranye sehingga larutan berwarna kuning dan
larutan dititrasi kembali dengan HCl hingga warna kuning berubah menjadi warna
merah muda. HCl yang digunakan berhubungan langsung dengan jumlah C02
yang difiksasi. Pada kontrol juga dilakukan hal yang sama. Jumlah C02 dihitung
dengan menggunakan formula
r = n
(a-b) x tx 120
Keterangan:
a = ml HCl untuk sampel tanah b = ml HCl untuk kontrol
t = Normalitas HCl n = Jumlah hari inkubasi
r = Jumlah C-C02 yang dihasilkan tiap gram tanah lembab per hari
(Nasution et al., 2015).
Universitas Sumatera Utara
Analisis Data
Untuk melihat pengaruh variabel terhadap rataan yang dihasilkan maka
akan dilakukan uji t. Data masing–masing parameter di analisis dengan
menggunakan uji t dengan taraf 5%. Parameter Pengamatan yang akan diukur
antara lain : respirasi tanah dan total populasi mikroorganisme dengan variabel
kedalaman tanah pada 0-5 cm dan 5-20 cm.
Data diuji dengan menggunakan hipotesis masing-masing pada total
mikroba dan respirasi tanah, yaitu:
A. Hipotesis untuk pengaruh kedalaman tanah dengan total mikroba:
H0 = Kedalaman tanah tidak mempengaruhi total mikroba tanah;
H1 = Kedalaman tanah mempengaruhi total mikroba tanah
Dengan parameter uji:
Jika t tabel≤t hitung maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika t tabel≥t hitung maka H0 ditolak dan H1 diterima
B. Hipotesis untuk pengaruh kedalaman tanah dengan respirasi tanah:
H0 = Kedalaman tanah tidak mempengaruhi respirasi tanah;
H1 = Kedalaman tanah mempengaruhi respirasi tanah
Dengan parameter uji:
Jika t tabel≤t hitung maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika t tabel≥t hitung maka H0 ditolak dan H1 diterima
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Survei tegakan kembang semangkok
Berdasarkan hasil survei dan wawancara kepada pendamping di lokasi
penelitian diketahui bahwa tegakan kembang semangkok di Pos Penelitian
Sikundur ditemukan di 9 plot dengan tegakan ditemukan dalam berbagai tingkatan
semai, pancang, tiang dan pohon. Berbagai tingkatan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.
(a) (b)
(c) (d) Gambar 2. Tegakan kembang semangkok pada tingkatan a) Semai b) Pancang
c) tiang dan d) pohon
Hasil pengamatan penampilan morfologi pada kembang semangkok secara
langsung dan berdasarkan pengetahuan petugas terhadap pertumbuhan kembang
semangkok diketahui bahwa tegakan kembang semangkok mengalami perubahan
ukuran dan bentuk pada daun. Semakin tinggi umur tegakan maka ukuran daun
akan semakin mengecil dan bentuk mengalami perubahan. Secara morfologi,
perubahan bentuk yang terjadi pada daun adalah bentuk tepi daun dari palmate-
lobed menjadi ovate. Dalam skala lokal, daun dengan bentuk tepi palmate-lobed
disebut sebagai kembang semangkok jantung dan daun dengan bentuk tepi ovate
Universitas Sumatera Utara
disebut sebagai kembang semangkok bulat. Bentuk morfologi daun tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3.
(a) (b)
Gambar 3. Bentuk morfologi daun pada a) palmate-lobed dan b) ovate
Perubahan tersebut disebut juga dengan fenomena ontogenik pada daun.
Penelitian Yamada dan Suzuky (1996) terhadap kembang semangkok di Borneo,
Kalimantan Barat menyebutkan bahwa perubahan ontogenik daun pada kembang
semangkok adalah sebagai bentuk adaptasi tanaman tersebut selama daur
hidupnya. Untuk mempertahankan kehidupannya, organ dapat berubah bentuk
sesuai dengan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan. Hal serupa juga
didukung oleh penelitian Junaidi dan Atmaningsih (2017) terhadap perubahan
ontogenik daun karet yang menyatakan bahwa transisi yang lebih cepat dari fase
daun sink ke source pada daun baru merupakan respon penting terhadap cekaman
lingkungan dan patogen. Oleh sebab itu, perkembangan ontogenetik daun dapat
digunakan sebagai penanda awal kemampuan tanaman beradaptasi terhadap
lingkungan dan patogen.
B. Karakteristik Morfologi Tegakan Kembang Semangkok
Karakteristik morfologi pada tegakan dilakukan melalui pengamatan
langsung pada tegakan tingkat tiang dan pohon, yaitu 3 pada tingkat tiang dan 9
pada tingkat pohon. Pengamatan dilakukan terhadap bagian fenotipe tegakan.
Untuk bagian genotipe belum dapat diamati karena belum memasuki masa untuk
berbunga. Hasil pengamatan morfologi menunjukkan bahwa terdapat variasi
karakter tajuk, daun dan batang pada 12 tegakan yang diamati.
Tajuk
Tajuk tegakan kembang semangkok yang diamati terdiri dari beberapa
variasi seperti rounded, oval dan irregular. Bentuk tajuk didominasi oleh bentuk
Universitas Sumatera Utara
rounded. Penentuan tajuk tersebut dinilai berdasarkan pengamatan langsung di
lapangan, perbandingan lebar dan tinggi daun dan hasil analisis bentuk tajuk oleh
Grey dan Deneke (1978), yaitu bentuk rounded dengan perbandingan lebar dan
tinggi tajuk hampir sama; bentuk oval dengan perbandingan tinggi tajuk kurang
lebih 1,5-2 kali lebar tajuknya dan irregular dengan bentuk tajuk yang tampak
kurang beraturan. Karakter tajuk 12 tegakan kembang semangkok dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakterisasi tajuk pada berbagai tegakan kembang semangkok Tegakan Karakter Tajuk Lebar Tajuk (m) Tinggi Tajuk (m) Bentuk Tajuk KS1 2,74 3,51 Rounded KS2 1,53 3,5 Oval KS3 1,58 5 Irregular KS4 1,73 1,5 Rounded KS5 KS6
1,95 2,60
2,5 4
Rounded Oval
KS7 1,40 1,6 Rounded KS8 2,08 4,2 Oval KS9 3,00 4 Rounded KS10 1,05 1 Rounded KS11 1,48 2 Rounded KS12 2,50 5 Oval
Ket: KS = Kembang Semangkok
Perbandingan dan tinggi rendahnya lebar dan tajuk tegakan akan
mempengaruhi bentuk tajuk pohon. Hasil pengukuran terhadap lebar dan tinggi
daun menunjukkan bahwa lebar daun bervariasi dari 1-3 m dan tinggi daun yaitu
1-5 m. Lebar tajuk tertinggi adalah pada kembang semangkok ke-9 (KS9) dengan
lebar tajuk 3 m dan terendah adalah pada kembang semangkok ke-10 (KS10)
dengan lebar tajuk 1,05 m serta tinggi tajuk tertinggi adalah pada kembang
semangkok ke-3 (KS3) dengan tinggi tajuk 5 m dan terendah adalah pada
kembang semangkok ke-10 (KS10) dengan tinggi tajuk 1 m. Dari Tabel 1 juga
dapat diketahui bahwa rata-rata lebar tajuk dan rata rata tinggi tajuk pada 12
tegakan kembang semangkok adalah masing-masing 1,97 m dan 3,15 m.
Bentuk tajuk tersebut dipengaruhi oleh letak dan arah pertumbuhan
cabang, ukuran daun dan kerapatan tegakan. Menurut Mahendra (2009) tajuk
pohon adalah kenampakan dari keseluruhan daun, cabang, ranting, bunga dan
Universitas Sumatera Utara
buah. Jarak tanam mempengaruhi posisi dan bentuk tajuk. Raharjo dan Sadono
(2008) menyatakan bahwa pohon biasanya mempunyai bentuk tajuk berbeda-beda
berdasarkan sifat jenisnya. Tajuk pohon merupakan sebuah sistem yang
membentuk kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kerapatan tegakan menentukan
ketersediaan ruang tumbuh yang cukup bagi pertumbuhan pohon.
Selain itu, transmisi cahaya, karbondioksida dan air hujan diantara
bagian-bagian diatas tanah dari pohon dan tanaman bawah dipengaruhi oleh
ekspresi komponen-komponen utama arsitektur pohon yang menentukan bentuk
tajuk dan distribusi daun (Oldeman, 1992). Secara morfologi, variasi tajuk pada
kembang semangkok dapat dilihat pada Gambar 4.
(a) (b) (c)
Gambar 4. Penampilan bentuk tajuk, a) oval b) rounded dan c) irregular Daun
Hasil pengamatan (Tabel 2) menunjukkan berbagai variasi karakter
morfologi daun, dilihat dari pengamatan terhadap bentuk daun, ujung daun,
pangkal daun, warna permukaan atas daun dan warna permukaan bawah daun
serta pengukuran terhadap panjang daun, lebar daun, luas daun, jumlah ruas dan
panjang tangkai yang berbeda-beda. Sedangkan untuk komposisi daun, tata daun,
tepi daun, permukaan daun dan tipe pertulangan tidak menunjukkan perbedaan.
Hasil pengukuran terhadap lebar, panjang, luas, jumlah ruas dan panjang tangkai
daun juga menunjukkan perbedaan.
Bentuk daun kembang semangkok bervariasi mulai dari lanceolate,
ellipse, cordate dan ovate. Tipe ujung daun terdiri dari acuminate, acute dan
retuse. Tipe pangkal daun bervariasi antara lain tipe rounded, cordate, obtuse, dan
truncate. Komposisi daun yang diamati adalah seragam yaitu simple atau tunggal,
tata daun adalah alternate, bentuk tepi daun seragam yaitu entire, permukaan daun
glabrous atau halus dan tipe pertulangan melengkung (Gambar 5.)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Morfologi daun 12 tegakan kembang semangkok Karakter daun Tegakan
KS1 KS2 KS3 KS4 KS5 KS6 KS7 KS8 KS9 KS10 KS11 KS12
Komposisi Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal
Tata Alternate Alternate Alternate Alternate Alternate Alternate Alternate Alternate Alternate Alternate Alternate Alternate
Bentuk Lanceolate Ellipse Cordate Ovate Ovate Elliptical Ellipse Ovate Ellipse Ellipse Lanceolate Ellipse
Tepi Entire Entire Entire Entire Entire Entire Entire Entire Entire Entire Entire Entire
Ujung Acuminate Acute Acute Acute Acute Acuminate Acute Acuminate Retuse Acute Acuminate Acute
Pangkal Rounded Rounded Cordate Rounded Rounded Rounded Cordate Obtuse Rounded Cordate Rounded Truncate
Permukaan Glabrous Glabrous Glabrous Glabrous Glabrous Glabrous Glabrous Glabrous Glabrous Glabrous Glabrous Glabrous
Warna Atas
2/4 10GY (Hijau
tua)
1/3 10GY (Hijau tua)
1/4 7,5GY (Hijau)
1/2 10GY (Hijau tua)
1/2 10GY (Hijau
tua)
2/2 7,5 GY
(Hijau tua)
1/4 7,5 GY
(Hijau) 2/3 10GY (Hijau tua)
1/4 7,5 GY
(Hijau)
1/3 10 GY
(Hijau tua)
1/3 10GY (Hijau tua)
1/3 10 GY
(Hijau tua)
Lebar 5,6 8,5 18,1 20,5 9,2 15 10,4 19,4 9 8,1 8,2 11,2
Panjang 15,7 20,3 27,6 17,3 24,8 20 20,7 43,2 5,4 17,7 20,7 21,2
Luas 87,92 172,55 499,56 354,65 228,16 300 215,28 838,08 48,6 143,37 169,74 237,44 Tulang daun Melengkung Melengkung Melengkung Melengkung Melengkung Melengkung Melengkung Melengkung Melengkung Melengkung Melengkung Melengkung Jumlah Ruas 17 18 16 11 18 19 15 17 13 24 18 15 Panjang tangkai 6,7 9,7 19,5 9,2 18,4 8,5 10,6 25,1 8,2 7,1 8,8 12,3
Warna bawah
1/2 10GY (Hijau
tua)
2/3 10GY (Hijau tua)
1/2 7,5 GY
(Hijau)
2/2 10 GY
(Hijau tua)
2/2 10 GY
(Hijau tua)
2/3 7,5 GY
(Hijau tua)
3/2 7,5 GY
(Hijau) 2/2 10 GY (Hijau tua)
1/2 7,5 GY
(Hijau)
5/4 5GY (Hijau
tua) 2/3 10GY (Hijau tua)
2/3 10GY (Hijau tua)
Universitas Sumatera Utara
a) b) a) b) a) b)
a) b) a) b) a) b)
a) b) a) b) a) b)
a) b) a) b) a) b)
Gambar 5. Bentuk daun 12 tegakan kembang semangkok dengan a) tampak atas daun b) tampak bawah daun
Warna permukaan atas dan bawah daun terdiri dari beberapa variasi. 12
tegakan kembang semangkok memiliki warna dasar hijau. Penentuan warna daun
Universitas Sumatera Utara
diklasifikasi menggunakan aplikasi Munsel Color Chart. Variasi warna
permukaan atas daun terdiri dari Kembang semangkok 1 (KS1) memiliki warna
hijau tua (2/4 10GY); 4 tegakan (KS2, KS10,KS11 dan KS12) memiliki warna
yang seragam yaitu hijau tua (1/3 10 GY); 3 tegakan (KS3,KS7 DAN KS9) terdiri
dari warna dasar sama, yaitu hijau (1/4 7,5GY); 2 tegakan (KS4 dan KS5) terdiri
dari warna hijau tua (1/2 10GY); KS6 memiliki warna hijau tua (2/2 7,5GY) dan
KS8 memiliki warna hijau tua (2/3 10GY).
Warna permukaan bawah daun terdiri dari berbagai variasi, yaitu kembang
semangkok 1 (KS1) memiliki warna hijau tua (1/2 10GY); 3 tegakan (KS2, KS10
dan KS11) memiliki warna daun bawah seragam yaitu hijau tua (2/3 10GY); 2
tegakan (KS3 dan KS9) berwarna sama yaitu hijau (1/2 7,5GY); 3 tegakan (KS4,
KS5 dan KS8) terdiri dari wrna hijau tua (2/2 10GY); KS6 memiliki warna hijau
(2/3 7,5GY); KS7 memiliki warna hijau (3/2 7,5 GY) dan KS10 memiliki warna
hijau (5/4 5GY).
Hasil pengamatan terhadap bentuk ujung dan pangkal daun kembang
semangkok menunjukkan bahwa untuk bentuk ujung daun, 4 tegakan (KS1, KS6,
KS8 dan KS11) memiliki bentuk Acuminate, 7 tegakan (KS2, KS3, KS4, KS5,
KS7, KS10 dan KS12) memiliki bentuk Acute dan 1 tegakan (KS9) memiliki
bentuk retuse (gambar 5). Untuk pangkal daun, 7 tegakan (KS1, KS2, KS4, KS5,
KS6, KS9 dan KS11) memiliki bentuk Rounded, 3 daun (KS3, KS7 dan KS10)
memiliki bentuk Cordate, tegakan KS8 memiliki bentuk Obtuse dan tegakan
KS12 memiliki bentuk Truncate (Gambar 6)
Gambar 6. Bentuk ujung daun 12 tegakan kembang semangkok
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Bentuk pangkal daun 12 tegakan kembang semangkok
Gambar 8. Bentuk tepi daun 12 tegakan kembang semangkok
Batang
Karakterisasi morfologi terhadap batang tegakan kembang semangkok
(Tabel 3) menunjukkan bahwa terdapat keragaman pada warna kulit luar, warna
kulit dalam, tipe permukaan dan pangkal batang. Keragaman atau variasi
merupakan faktor pembeda satu tegakan dengan tegakan lainnya. Pengamatan
terhadap parameter karakter lain menunjukkan keseragaman, yaitu tipe kulit
merupakan kasar, bentuk batang adalah silindris, letak cabang menerus, letak
batang pokok adalah monopodial, arah tumbuh batang adalah ortotropik dan arah
tumbuh cabang adalah simpodial. Tinggi bervariasi mulai dari 5-23 m dan
diameter berkisar antara 10-34 cm dengan tegakan tertinggi adalah KS2, yaitu
22,58 m dan tegakan terendah adalah KS10, yaitu 5 m.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Morfologi batang 12 tegakan kembang semangkok Karakter batang Tegakan KS1 KS2 KS3 KS4 KS5 KS6 KS7 KS8 KS9 KS10 KS11 KS12
Warna Kulit luar
3/2 10R (Cokelat)
Coklat-Hijau
2/2 7,5YR
(Cokelat)
4/3 2,5YR
(Cokelat) Coklat-
hijau Hijau-Coklat
3/3 5R (Cokelat)
2/3 2,5YR (Cokelat)
Hijau-Coklat
Coklat-Hijau
4/8 2,5YR
(Cokelat)
2/3 2,5YR
(Cokelat) Tipe Kulit Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar
Bentuk Silindris Silindris Silindris Silindris Silindris Silindris Silindris Silindris Silindris Silindris Silindris Silindris Warna Kulit dalam
3/4 7,5R (Cokelat)
4/4 5R (Cokelat)
4/12 7,5YR
(Cokelat) 2/8 7,5 R (Cokelat)
3/6 5R (Cokelat)
3/4 7,5YR (Cokelat)
4/14 7,5R (Cokelat)
5/4 10R (Cokelat)
3/10 7,5YR (Cokelat)
3/8 7,5YR
(Cokelat)
3/8 7,5YR
(Cokelat) 6/14 5R
(Cokelat) Letak Cabang Menerus Menerus Menerus Menerus Menerus Menerus Menerus Menerus Menerus Menerus Menerus Menerus Tipe permukaan Berlekah Bersisik Bersisik Berlekah Berlekah Berlekah Berlekah Bersisik Berlekah Berlekah Berlekah Berlekah Letak Batang Pokok
Mono podial
Mono podial
Mono Podial
Mono podial
Mono podial
Mono podial
Mono podial
Mono Podial
Mono podial
Mono podial
Mono podial
Mono podial
Arah tumbuh batang Ortotropik Ortotropik Ortotropik Ortotropik Ortotropik Ortotropik Ortotropik Ortotropik Ortotropik Ortotropik Ortotropik Ortotropik Arah tumbuh Cabang Simpodial Simpodial Simpodial Simpodial Simpodial Simpodial Simpodial Simpodial Simpodial Simpodial Simpodial Simpodial Diameter 24,84 32,48 20,06 14,33 34,08 28,66 22,61 30,25 14,65 10,51 13,69 32,23 Pangkal Batang Mulus Mulus Mulus Mulus Mulus Mulus Berbanir Berbanir Mulus Mulus Mulus Mulus Tinggi 21,7 22,58 17,2 15 22 21 16,28 15 13 5 5 17
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Morfologi kulit batang pada 12 tegakan kembang semangkok
Warna kulit luar batang menunjukkan variasi dengan warna dasar coklat
dan coklat- kehijauan. Dari 12 tegakan yang diamati, kembang semangkok terdiri
dari 7 tegakan dengan corak coklat dominan; 3 tegakan dengan corak coklat-hijau
dan 2 tegakan dengan corak hijau coklat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
semakin besar dimeter tegakan, warna kulit luar akan semakin kecoklatan
Pengamatan terhadap warna kulit dalam menunjukkan bahwa warna kulit bagian
dalam bervariasi dari warna merah cerah, merah muda dan oranye.
Tipe permukaan kulit batang terdiri dari 2 variasi yaitu berlekah dan
bersisik. Sembilan tegakan (KS1, KS4, KS5, KS6, KS7, KS9, KS10, KS11 dan
KS12) memiliki tipe permukaan beralur dan 3 tegakan (KS2, KS3 dan KS8)
Universitas Sumatera Utara
memiliki tipe permukaan bersisik. Pangkal batang yang diamati menunjukkan
bahwa kembang semangkok memiliki pengkal batang mulus dan berbanir dengan
10 diantaranya mulus dan 2 lainnya adalah berbanir.
C. Analisis Kimia Tanah
Data hasil analisis kimia tanah di laboratorium dari sampel tanah komposit
dibawah tegakan kembang semangkok pada 2 kedalaman yaitu kedalaman 0-5cm
dan 5-20 cm dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis Kimia Tanah No Sumber Tanah Analisis Kimia Tanah
pH C-org N total P Tersedia KTK
1 Kembang Semangkok 0-5 4,1sm 2,34s 0,17r 2,49sr 11,88s 2 Kembang Semangkok 5-20 4,4sm 1,7r 0,24s 2,37sr 27,17t
Sumber: Staf Pusat Penelitian Tanah Bogor (1983) dan BPP-Medan (1982) (Lampiran 3) Ket. sm = sangat masam sr = sangat rendah
s = sedang t = tinggi r = rendah
pH tanah
Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) didalam
tanah. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa keadaan pH tanah pada
kedalaman 0-5 cm adalah sebesar 4,1 dan pada kedalaman 5-20 cm adalah sebesar
4,4. Kedua nilai pH tersebut menunjukkan bahwa tanah tergolong dalam keadaan
sangat masam. Meskipun memiliki kriteria sama, pada pengukuran pH tersebut
diketahui bahwa nilai pH tanah pada kedalaman 0-5 cm lebih rendah dari
kedalaman 5-20 cm. Hal ini terjadi karena tanah top soil umumnya mengalami
pencucian dan pengurangan pH lebih cepat.
Kondisi tanah sangat masam umumnya dipengaruhi oleh tingkat curah
hujan yang tinggi. Lokasi penelitian memiliki curah hujan tinggi pertahun
sehingga mempengaruhi keadaan pH tanah akibat terjadinya proses pencucian H+
di dalam tanah. Kondisi pH tanah juga akan mempengaruhi ketersediaan hara di
dalam tanah. Kondisi pH tanah juga akan mempengaruhi ketersediaan hara di
dalam tanah. Hal ini sesuai dengan penelitian Kotu et al. (2015) yang menyatakan
bahwa curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi pH tanah karena pada curah
hujan tinggi terjadi pencucian terhadap ion-ion basa yang menyebabkan tingginya
kandungan asam dan pernyataan Widodo (2006) yang menyatakan bahwa tinggi
Universitas Sumatera Utara
rendahnya pH tanah akan mempengaruhi ketersediaaan tanah dan tingkat
kesuburan tanah.
Keadaan tanah sangat masam umumnya mengakibatkan mikroba yang
berkembang adalah sedikit namun ada beberapa mikroba tertentu terutama fungi
yang toleran terhadap keadaan tanah sangat masam. Bakteri memiliki kemampuan
yang baik untuk berkembang pada pH netral. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Elsas et al. (2007) yang menyatakan bahwa distribusi dan aktivitas mikroba secara
umum sangat sedikit dipengaruhi oleh pH. Banyak jenis mikroorganisme yang
dapat bertoleransi dengan lingkungan jauh dari kondisi optimum mereka. Untuk
bakteri, proses nitrifikasi masih juga dapat terjadi pada pH<5.
C-Organik
Berdasarkan hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa kandungan
C Organik tanah dibawah tegakan kembang semangkok pada kedalaman 0-5 cm
adalah sebesar 2,34 %, yaitu masuk dalam kategori sedang sedangkan C-Organik
pada kedalaman 5-20 cm adalah sebesar 1,7%, yaitu ada kategori rendah. Hal ini
juga menunjukkan bahwa C-Organik tanah pada kedalaman 0-5 cm lebih tinggi
dari 5-20 cm.
C-Organik menandakan kandungan bahan organik yang terdapat di dalam
tanah. Bahan organik dipengaruhi oleh jumlah dan jenis vegetasi di daerah
perakaran. Jumlah serasah pada kandungan lapisan atas umumnya lebih banyak
sehingga kandungan bahan organik lapisan atas lebih tinggi dibandingkan lapisan
dibawahnya sehingga mengalami dekomposisi paling cepat. Hal ini didukung oleh
hasil penelitian Mclaren dan Kameron (1996) yang menyatakan bahwa tingkat
karbon organik tanah dipengaruhi oleh faktor iklim, tanah dan vegetasi termasuk
serasah dan akar-akar mati yang masuk ke dalam tanah melalui proses
perombakan serta proses respirasi tanah
Proses C-organik juga dipengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan tinggi
berpengaruh terhadap jumlah kandugan bahan organik dalam tanah. Akibat
terjadinya proses pencucian, maka bahan organic terkikis dan mengurangi jumlah
kandungan C-organik. Penelitian Nuridah dan Jubaedah (2007) menyebutkan
bahwa curah hujan tinggi menyebabkan pH yang bersifat semakin asam, C-
organik tanah dan ketersediaan hara yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
Kandungan bahan organik mengindikasikan tingkat kesuburan tanah.
Berdasarkan hasil analisis kimia tanah pada penelitian ini maka dapat diketahui
bahwa kandungan C-organik tanah berkategori rendah-sedang. Berdasarkan
kriteria habitat kembang semangkok pada literatur IUCN (1998), diketahui bahwa
kembang semangkok umumnya tumbuh baik pada hutan primer. Hutan primer
merupakan hutan yang masih belum atau jarang dijamah oleh manusia sehingga
belum terganggu keseimbangannya.
Hasil penelitian Yamada et al. (2000) terhadap tapak tumbuh kembang
semangkok di Borneo, Indonesia menyebutkan bahwa tanaman kembang
semangkok umunya berasosiasi dengan baik di hutan Dipterocarpaceae. Kriteria
tersebut menunjukkan bahwa kemaksimalan pertumbuhan tegakan kembang
semangkok dipengaruhi oleh habitat. Pada hasil penelitian, pengamatan di
lapangan menunjukkan bahwa tegakan kembang semangkok berasosiasi dengan
tanaman pakis dan ciri hutan di lokasi merupakan ciri sekunder. Hal ini menjadi
faktor yang menunjukkan bahwa kategori tanah kurang subur untuk pertumbuhan
kembang semangkok.
N Total
Berdasarkan hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa kandungan
N Total tanah dibawah tegakan kembang semangkok pada kedalaman 0-5 cm
adalah sebesar 0,17% yaitu tergolong kategori rendah sedangkan N Total pada
kedalaman 5-20 cm adalah sebesar 0,24%, yaitu ada kategori sedang. Pada
kondisi pH tanah rendah, kandungan N total juga akan semakin sedikit. Hal ini
dapat dilihat pada hasil pengukuran pH tanah dan total N tanah yang berbanding
lurus. Widodo (2006) menyatakan bahwa tinggi rendahnya pH tanah akan
mempengaruhi ketersediaan unsur hara, salah satunya adalah kandungan
Nitrogen.
Kandungan N Total pada kedalaman 0-5 cm menandakan bahwa
kandungan N Total masih rendah untuk memenuhi pertumbuhan tegakan
sedangkan pada kedalaman 5-20 cm merupakan ketegori sedang yang berarti
cukup untuk memenuhi pertumbuhan. Perbedaan kategori ini disebabkan karena
terjadinya proses pencucian hara pada lapisan atas tanah sehingga mempemgaruhi
ketersediaan N total. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarso (2005) yang
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa kandungan nitrogen pada lapisan atas lebih mudah untuk
kehilangan nitrogen karena aktivitas panen, tercuci atau denitrifikasi.
P Tersedia
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kandungan P tersedia
tanah pada tanah di bawah tegakan kembang semangkok untuk kedalaman 0-5 cm
adalah sebesar 2,49 ppm dan untuk kedalaman 5-20 cm adalah sebesar 2,37 ppm.
Kedua nilai P tersedia tersebut menunjukkan tanah memiliki P tersedia dengan
kategori sangat rendah. Hal ini berbanding lurus dengan keadaan pH tanah pada
keadaan sangat masam. Munawar (2011) menyatakan bahwa pada tanah masam
(pH rendah), P larut akan bereaksi dengan Fe dan Al dan oksida-oksida hidrus
lainnya membentuk senyawa-senyawa Al-P dan Fe-P yang relatif kurang larut
sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Kondisi P tersedia yang sangat rendah
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman akibat adanya persaingan akan
penyerapan P. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangana tegakan karena P merupakan unsur hara esensial. Kandungan P
Tersedia yang cukup rendah juga akan berpengaruh terhadap kemampuan
tanaman kembang semangkok untuk beradaptasi dengan lingkungan serta
berbagai cekaman.
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Hasil analisis laboratorim menunjukkan bahwa kapasitas tukar kation
(KTK) pada tanah di bawah tegakan kembang semangkok untuk kedalaman 0-5
cm adalah sebesar 11,88 me/100 g sehingga termasuk dalam kategori sedang dan
untuk kedalaman 5-20 cm adalah sebesar 27,17 me/100 g termasuk kedalam
kategori tinggi. Hal ini disebabkan karena tanah mempunyai pH yang rendah dan
hal akan berpengaruh terhadap KTK tanah. Pada pH yang cenderung masam nilai
KTK akan semakin tinggi. Dijelaskan oleh Hakim et al. (1986) bahwa besarnya
KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah tersebut yaitu pH tanah, tekstur
atau jumlah liat, jenis mineral liat dan bahan organik. Penelitian Sudaryono (2009)
menunjukkan bahwa pada tanah-tanah masam nilai KTK tergolong kriteria
sedang. KTK tanah menggambarkan kation-kation tanah seperti Ca, Mg, Na dan
K dapat ditukar dan diserap oleh perakaran tanaman.
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa KTK tanah yang berkriteria
sedang sampai tinggi ini dipengaruhi oleh kandungan bahan organik dalam tanah.
Gugus fungsional pada bahan organik yang dapat dipertukarkan akan
mempengaruhi kapasitas tukar kation. Dalam hal ini, bahan organik yang bersifat
rendah dan KTK tinggi menunjukkan bahwa kation asam mendominasi dalam
tanah sehingga kandungan tanah kurang subur. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hakim et al. (1986) bahwa KTK tanah sangat dipengaruhi oleh fraksi liat dan
kandungan bahan organik tanah. Bahan organik memiliki gugus fungsional yang
dapat menyumbangkan muatan negatif dari bahan pada tanah. Muatan negatif dari
bahan organik tersebut mampu mempertukarkan kation dalam tanah sehingga
mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah.
Basuki (2009) menyatakan pada umumnya kesuburan tanah lebih
berhubungan dengan sifat kimia tanah karena secara langsung dapat diketahui
tingkat kandungan unsur hara dan status unsur hara tersebut di dalam tanah.
Kesuburan tanah merupakan gambaran tentang status ketersediaan unsur hara
dalam tanah secara berimbang untuk memenuhi kebutuhan tanaman, dengan
memperhatikan kemungkinan adanya senyawa-senyawa yang bersifat racun.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa hasil
analisis kimia tanah terhadap masing-masing parameter cenderung rendah sampai
sedang. Pada kondisi lingkungan dengan kandungan hara yang sedikit membuat
jenis vegetasi tertentu terhambat pertumbuhannya. Gunawan et al. (2011)
menyatakan bahwa secara umum, pada ekosistem atau tipe vegetasi hutan yang
telah mengalami gangguan ataupun hutan miskin jenis terjadi penurunan
keanekaragaman jenis vegetasi. Keadaan hutan dengan miskin hara akan
mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Pada kembang semangkok, kondisi miskin
hara mempengaruhi pertumbuhan yang stabil sehingga mengalami penurunan
tingkat kemampuan pertumbuhan.
D. Penetapan Total Mikroba
Aktivitas mikroorganisme mempengaruhi kondisi sifat biologi tanah.
Jumlah mikroorganisme akan mempengaruhi aktivitas mikroba. Mikroba yang
diisolasi adalah jenis bakteri dan fungi. Penetapan total mikroba yaitu masing-
masing pada penetapan total bakteri dan fungi dapat dilihat pada Tabel 5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Penetapan Total Mikroba Sumber Tanah Bakteri (109 SPK/ml) Fungi (106 SPK/ml) Total Mikroba
(109 SPK/ml) Kedalaman Tanah Kedalaman Tanah Kedalaman Tanah 0-5 cm 5-20 cm 0-5 cm 5-20 cm 0-5 cm 5-20 cm KS1 93,64 35,53 13,72 1,51 93,65 35,53 KS2 41,26 61,13 20,99 2,65 41,28 61,13 KS3 54,09 183,27 19,85 20,3 54,11 183,29 KS4 119,44 117,44 53,83 24,46 119,49 117,46 KS5 96,1 54,45 56,18 1,46 96,16 54,45 KS6 142,89 63,94 9,79 3,89 142,90 63,94 KS7 206,7 83,11 89,45 5,8 206,79 83,12 KS8 91,57 113,76 69,46 2,5 91,64 113,76 KS9 34,65 102,01 7,81 6,77 34,66 102,02 KS10 168,25 153,79 19,9 8,09 168,27 153,80 KS11 37,21 59,47 12,11 35,85 37,22 59,51 KS12 33,68 80,59 14,63 99,09 33,69 80,69 Total 1119,49 1108,51 387,73 212,37 1119,87 1108,70 Rataan 172,23 170,54 59,65 32,67 93,32 92,39 Ket: KS=Kembang Semangkok, SPK= Satuan Pembentuk Koloni
(a) (b)
Gambar 10. Pengamatan mikroba: a) Jamur pada media PDA dan b) Bakteri pada media NA
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa rataan total bakteri dari 12
tegakan kembang semangkok untuk kedalaman 0-5 cm adalah 172,23x109 SPK/ml
dengan total bakteri tertinggi adalah pada tegakan kembang semangkok ketujuh
(KS7) yaitu dengan total 206,70x109 SPK/ml dan total bakteri terendah adalah
dibawah tegakan kembang semangkok kedua belas (KS12) yaitu dengan total
33,68x109 SPK/ml.
Hasil penghitungan pada kedalaman 5-20 cm menunjukkan bahwa rataan
total bakteri adalah 170,54x 109 SPK/ml dengan dengan total bakteri tertinggi
adalah pada tegakan kembang semangkok ketiga (KS3) yaitu dengan total
Universitas Sumatera Utara
183,27x109 SPK/ml dan total bakteri terendah adalah dibawah tegakan kembang
semangkok pertama (KS1) yaitu dengan total 35,53x109 SPK/ml. Jumlah bakteri
ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Yunus et al. (2017) yang
mendapatkan hasil isolasi bakteri berkisar 400-560x109 SPK/ml yang menandakan
tanah tersebut subur. Umumnya bakteri tanah berkembang biak pada pH 5,5 jika
dibawah pH tersebut maka pertumbuhannya terganggu (Hardjowigeno, 2015).
Hasil penghitungan terhadap total fungi diketahui bahwa rataan total fungi
dari 12 tegakan kembang semangkok untuk kedalaman 0-5 cm adalah 59,65x106
SPK/ml dengan total fungi tertinggi adalah pada tegakan kembang semangkok
ketujuh (KS7) yaitu dengan total 89,45x106 SPK/ml dan total fungi terendah
adalah dibawah tegakan kembang semangkok kesembilan (KS9) yaitu dengan
total 7,81x106 SPK/ml. Pada kedalaman 5-20 cm, rataan total fungi adalah 32,67x
106 SPK/ml dengan dengan total fungi tertinggi adalah pada tegakan kembang
semangkok kedua belas (KS12) yaitu dengan total 99,09x106 SPK/ml dan total
fungi terendah adalah dibawah tegakan kembang semangkok kelima (KS5) yaitu
dengan total 1,46x109 SPK/ml.
Berdasarkan analisis terhadap kedalaman tanah, rataan mikroba yaitu total
bakteri dan fungi pada 2 kedalaman menunjukkan bahwa jumlah mikroba pada
kedalaman 0-5 cm yaitu sebesar 93,32x109 SPK/ml lebih tinggi dari jumlah
mikroba pada kedalaman 5-20 cm yaitu sebesar 92,39 x109 SPK/ml. Hasil
penelitian Ardi (2010) di daerah sekitar Taman Nasional Gunung Leuser
menunjukkan bahwa nilai total mikroba tersebut cukup rendah dengan total
mikroba pada kedalaman 0-10 cm adalah 4.717x109 SPK/ml dan pada kedalaman
10-20 cm adalah 2.208x109 SPK/ml.
Keberadaan mikroba merupakan salah satu indikator kesuburan tanah.
Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah (Tabel 4) menandakan bahwa
parameter yang diukur terdiri dari kriteria rendah-sedang yang menandakan
bahwa tanah memiliki kandungan hara yang sedikit. Hal tersebut menandakan
total mikroorganisme rendah menandakan kondisi tanah yang miskin hara.
Susilawati et al. (2013) menyatakan bahwa biomassa mikroorganisme merupakan
indeks kesuburan tanah. Tanah yang banyak mengandung berbagai macam
mikroorganisme, secara umum dapat dikatakan bahwa tanah tersebut adalah tanah
Universitas Sumatera Utara
yang baik sifat fisik dan kimianya. Tingginya populasi mikroorganisme hanya
mungkin ditemukan pada tanah yang memiliki sifat yang memungkinkan
mikroorganisme tanah tersebut untuk berkembang dan aktif.
E. Respirasi Tanah
Respirasi tanah merupakan salah satu informasi tentang habitat suatu
wilayah yang dapat dilakukan untuk mengetahui banyak sedikitnya
mikroorganisme dalam tanah. Tabel 6 menunjukkan bahwa respirasi tanah
dibawah 12 tegakan kembang semangkok untuk kedalaman 0-5 cm adalah 8,25
mg C-CO2 g-1 hari -1 dan untuk kedalaman 5-20 cm adalah 7,74 mg C-CO2 g-1 hari -1. Respirasi tertinggi pada kedalaman 0-5 cm adalah pada tegakan kembang
semangkok 7 (KS7) yaitu 14,89 mg C-CO2 g-1 hari -1. Hasil ini sebanding dengan
jumlah total mikroba terbanyak dari 12 tegakan kembang semangkok yang
diamati yaitu 206, 79x109 SPK/ml. Respirasi terendah adalah pada tegakan
kembang semangkok ketiga (KS3) yaitu 3, 25 mg C-CO2 g-1 hari -1.Berdasarkan
hasil penghitungan total mikroba, hasil pada tegakan ini bukan yang terendah
namun jika dibandingkan dengan jumlah mikroba pada tegakan kembang
semangkok lainnya, maka termasuk dalam jumlah yang sedikit dengan jumlah
54,11x109 SPK/ml.
Tabel 6. Respirasi Tanah
Sumber Tanah Respirasi Tanah
( mg C-CO2 g-1 hari -1 ) Kedalaman Tanah 0-5 cm 5-20 cm KS1 6,37 3,71 KS2 6,57 7,71 KS3 3,26 11,94 KS4 11,83 8,60 KS5 8,17 5,74 KS6 13,46 7,66 KS7 14,89 6,80 KS8 6,77 10,00 KS9 5,91 6,89 KS10 8,03 10,34 KS11 7,97 5,29 KS12 5,71 8,14 Total 98.94 92,83 Rataan 8,25 7,74
Ket: KS= Kembang Semangkok
Universitas Sumatera Utara
Pada kedalaman 5-20 cm, respirasi tertinggi adalah pada tegakan kembang
semangkok ketiga (KS3) yaitu 11,94 25 mg C-CO2 g-1 hari -1. Hasil ini sebanding
dengan jumlah total mikroba yang diperoleh melalui isolasi sebagai total mikroba
tertinggi yaitu 108,29x109 SPK/ml sedangkan respirasi terendah adalah pada
tegakan kembang semangkok pertama (KS1) yaitu 3,71 mg C-CO2 g-1 hari -1
dengan hasil penghitungan total mikroba merupakan total mikroba terendah dari
12 tegakan yang diamati yaitu dengan jumlah 35,53x109 SPK/ml. Hasil ini
menunjukkan bahwa respirasi tanah dipengaruhi oleh populasi mikroba.
Pada kedalaman yang berbeda, dapat diketahui bahwa respirasi tanah pada
kedalaman 0-5 cm yaitu 8,25 mg C-CO2 g-1 hari -1 lebih tinggi dari respirasi tanah
pada kedalaman 5-20 cm yaitu 7,74 mg C-CO2 g-1 hari -1. Hal ini terjadi karena
berbagai faktor yang mempengaruhi respirasi tanah, diantaranya kandungan bahan
organik. Pada kedalaman 0-5 cm, kandungan C-organik lebih tinggi sehingga
respirasi semakin tinggi. Sebaliknya, pada kedalaman 5-20 cm lebih rendah
karena kandungan C-organik lebih rendah. Penelitian Maysaroh (2011)
menunjukkan bahwa kadar bahan organik di dalam tanah berpengaruh terhadap
tinggi rendahnya respirasi tanah.
Hasil pengukuran respirasi tanah dan aktivitas mikroorganisme
menunjukkan bahwa hubungan respirasi tanah sebanding dengan aktivitas
mikroorganisme. Respirasi tanah dipengaruhi oleh populasi mikroorganisme di
dalam tanah sehingga dapat diketahui aktivitas mikrorganisme.. Semakin tinggi
respirasi tanah, maka aktivitas mikroorganisme juga akan semakin tinggi dan
semakin rendah respirasi tanah, maka aktivitas mikroorganisme semakin rendah.
Tinggi rendahnya respirasi tanah dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tempat
tumbuh sebagai faktor eksternal. Hal ini didukung oleh pernyataan Nasution et al.
(2015) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya respirasi pada masing-masing
lokasi ditentukan oleh faktor lingkungan yang berbeda-beda. Melati et al. (2018)
menyatakan bahwa respirasi dapat dipengaruhi oleh aktivitas mikroba dalam
proses penguraian bahan organik serta suhu sebagai faktor lingkungan.
Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk melihat pengaruh kedalaman tanah terhadap
respirasi tanah dan total mikroba tanah melalui uji t (Tabel 7).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 7. Uji t hasil respirasi tanah Kedalaman
(cm) Rata-rata Varians Total Db t-Hit P-Val t-tabel 0-5 9,840 26,918 12 11 1,212 0,126 1,796
5-20 7,736 5,299 12 Hasil pengujian dengan menggunakan uji-t terhadap kedalaman tanah dan
respirasi tanah adalah tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat pada hasil
respirasi bahwa nilai respirasi pada kedalaman 0-5 cm dan 5-20 cm tidak berbeda
secara signifikan. Secara statistika hasil tersebut dibuktikan dengan hasil
pengujian dengan menggunakan uji-t terhadap 2 rata-rata hasil respirasi tanah
pada 2 kedalaman yang berbeda dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan
bahwa pengaruh keadalaman tanah terhadap hasil respirasi tanah adalah tidak
berpengaruh nyata. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa t-Hit<t-tabel (1,212<1,796)
serta p-Val (0,126) > 0,05 sehingga Ho diterima, yaitu tidak ada pengaruh
kedalaman tanah terhadap hasil respirasi.
Tabel 8. Uji t penetapan total bakteri Kedalaman
(cm) Rata-rata Varians Total Db t-Hit P-Val t-tabel 0-5 93,291 3274,248 12 11 0,046 0,482 1,796
5-20 92,376 1906,754 12 Untuk total bakteri (Tabel 8.) dapat dilihat bahwa t-Hit<t-tabel
(0,046<1,796) serta p-Val (0,482) > 0,05 sehingga Ho diterima, yaitu tidak ada
pengaruh kedalaman tanah terhadap total bakteri. Hal ini juga dapat dilihat pada
hasil penghitungan total mikroba (Tabel 5) yaitu rataan total bakteri pada
kedalaman 0-5 cm dan kedalaman tanah 5-20 cm tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan dengan nilai rataaan total bakteri pada 12 tegakan yang diamati
pada kedalaman 0-5 cm tidak berbeda jauh dari rataan total bakteri pada
kedalaman 5-20 cm.
Tabel 9. Uji t penetapan total fungi Kedalaman
(cm) Rata-rata Varians Total Db t-Hit P-Val t-tabel 0-5 32,311 753,578 12 11 1,155 0,136 1,796
5-20 17,698 775,787 12 Untuk total fungi (Tabel 9) diketahui bahwa t-Hit<t-tabel (1,155<1,796)
serta p-Val (0,136) > 0,05 sehingga Ho diterima, yaitu tidak ada pengaruh
kedalaman tanah terhadap total fungi. Hal ini juga dapat dilihat pada hasil
Universitas Sumatera Utara
penghitungan total mikroba (tabel 5) yaitu rataan fungi pada kedalaman 0-5 cm
dan kedalaman tanah 5-20 cm tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
dengan nilai rataaan total fungi pada 12 tegakan yang diamati pada kedalaman 0-
5 cm tidak berbeda jauh dari rataan total bakteri pada kedalaman 5-20 cm
sehingga pada total mikroba.
Tabel 10. Uji t penetapan total mikroba Kedalaman
(cm) Rata-rata Varians Total Db t-Hit P-Val t-tabel 0-5 93,32 3275,99 12 11 0,05 0,48 1,80
5-20 92,39 1906,79 12 Hasil pengujian dengan menggunakan uji-t terhadap penghitungan total
mikroba pada 2 kedalaman yang berbeda dengan tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa pengaruh kedalaman tanah terhadap total mikroba yaitu
masing-masing total bakteri atau total fungi adalah tidak berbeda nyata. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penghitungan total mikroba hasil uji t juga menunjukkan
bahwa pengaruh total mikroba diantara 2 kedalaman tanah yaitu kedalaman 0-5
cm dan 5-20 cm tidak berbeda nyata (Tabel 10) yaitu dapat dilihat bahwa t-Hit<t-
tabel (0,05<1,80) serta p-Val (0,482) > 0,05 sehingga Ho diterima, yaitu tidak ada
pengaruh kedalaman tanah terhadap total mikroba.
Tabel 11. Hasil uji t Parameter pengamatan Nilai T-hit uji t Total Mikroba 0,05 tn Respirasi 1,212 tn Ket. tn = Tidak berbeda nyata pada uji t 5%
Tabel 11 menunjukkan bahwa pada parameter pengamatan rataan total
mikroba dan respirasi tanah yang di uji t dengan 2 faktor kedalaman tanah yaitu
pada kedalaman 0-5 cm dan 5-20 cm adalah tidak berbeda nyata atau
nonsignifikan.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pengamatan morfologi menunjukkan terdapat variasi karakter tajuk, daun dan
batang. Bentuk tajuk terdiri dari oval, rounded dan irregular. Bentuk daun
kembang semangkok bervariasi mulai dari lanceolate, ellipse,cordate dan
ovate. Bentuk batang pada kembang semangkok adalah silindris dan
menunjukkan keragaman pada tipe permukaan, yaitu berlekah dan bersisik
serta variasi warna coklat-kehijauan.
2. Respirasi tanah dan penetapan total mikroba pada 12 tegakan kembang
semangkok bervariasi. Rataan respirasi pada kedalaman 0-5 cm 8,25 mg C-
CO2 g-1 hari -1 dan untuk kedalaman 5-20 cm adalah 7,74 mg C-CO2 g-1 hari -1.
dan rataan total mikroba untuk kedalaman 0-5 cm adalah 93,32 x 109 SPK/ml
dan pada kedalaman 5-20 cm adalah 92,39 x 109 SPK/ml. Hasil analisis kimia
tanah menunjukkan bahwa tanah dibawah tegakan kembang semangkok di Pos
Monitoring Sikundur kurang subur.
Saran
Penelitian lanjutan terhadap informasi genotipe kembang semangkok perlu
dilakukan untuk memberikan informasi karakteristik lebih lengkap. Suatu
perlakuan untuk meningkatkan kesuburan tanah perlu dilakukan untuk
membudidayakan kembang semangkok.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto H. 2013. Biosistematika Varietas pada Apel (Malus sylvetris L.) di Kota Batu berdasarkan Morfologi (Skripsi). Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga
Anas I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Timggi Pusat Antar Universitas Bioeknologi. INSTITUT Pertanian Bogor. Bogor
Arifin M. 2010. Kajian Sifat Fisik Tanah Dan Berbagai Penggunaan Lahan Dalam
Hubunganya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurnal Pertanian MAPETA. 12 (2): 72 – 144
Ardi R. 2010. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah pada Berbagai Kelerengan
dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang). Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Atmoko T dan Ma’ruf A. 2009. Uji Toksisitas dan Skrining Fitokimia Ekstrak
Tumbuhan Sumber Pakan Orangutan Terhadap Larva (Artemia salina L.). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 6(1):37-45
Basuki. 2009. Evaluasi Kesuburan Status Kesuburan Tanah Podsolik Merah
Kuning pada Beberapa Desa di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Jurnal Agripeat. 10(2); 87-93
Elsas JDV, Jansson JK, Trevors JT. 2007. Modern Soil Microbiology. CRC Press.
New York Esiti B, Hidayat. 1990. Morfologi Tumbuhan. Diktat Kuliah. Jurusan Biologi
FMIPA ITB. Bandung. Fathoni R. 2016. Model Tajuk Pohon Berdiri Jati Plus Perhutani Asal Kebun
Benih Klon Umur 6 Sampai 13 Tahun Di KPH Ngawi. Diakses dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ pada [20 Juni 2019] [13.00 WIB]
Gunawan W, Basuni S, Indrawan A, Prasetyo LB, Soedjito H. Analisis Komposisi
Dan Struktur Vegetasi Terhadap Upaya Restorasi Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. JPSL. (1) 2 : 93-105
Grey GW, Deneke FI. 1978. Urban Forestry. John Willey and Sons
Hadisunarso. 2007. Modul 1 Morfologi Daun. Diakses dari http://repository.ut.ac.id/4245/2/PEBI4107-M1.pdf pada [25 November 2018] [10.00 WIB]
Universitas Sumatera Utara
Hakim N, Nyakpa Y, Lubis AM, Nugroho SG, Saul MR, Diha MA, Hong GB, Bailey HH. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press. Lampung
Hanum IF, Hamzah N. 1999. The Use of Medicinal Plants Species by The
Temuan Tribe of Ayer Hitam Forest, Selangor, Peninsular Malaysia. Pertanika J. Trap. Agric. Sci. 22(2): 85 – 94
Hardjowigeno S. 2015. Ilmu Tanah. Akaemika Presindo. Jakarta
Haryani TS. 2007. Modul Organo Nutritivum (Daun, Batang, dan Akar). Diakses dari http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/PEBI4312-M1.pdf pada [25 November 2018] [11.00 WIB]
Hidayat S. 2012. Keberadaan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Langka di Wilayah Bogor dan Sekitarnya. Media Konservasi. 17 (1): 33-38
I’ismi B, Herawatiningsih R, Muflihati. 2018. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Di Sekitar Areal IUPHHK-HTIPT.Bhatara Alam Lestari Di Kabupaten Mempawah. Jurnal Hutan Lestari. 6 (1) : 16 – 24
Junaidi, Atmaningsih. 2017. Perkembangan Ontogenetik Daun Tanaman Karet
Sebagai Penanda Awal Adaptasi Terhadap Cekaman Lingkungan Dan Patogen. Warta Perkaretan. 36(1): 29 – 38
Kartasapoetra AG, Sutedjo MM .2005. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta.
Jakarta. Kusmana C, Hikmat A. 2015. Keanekaragaman Hayati Flora di Indonesia. Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 5 (2): 2460-5824 Kochummen KM. 1972 Sterculiaceae. In T.C Whitmore (Ed.). Tree Flora of
Malaya 2: 373-6 (Schapim schott & Endl.) Kuala Lumpur: Longman Kotu S, Rondonuwu JJ, Pakasi S, Titah T. 2015. Status Unsur Hara dan pH tanah
di Desa Sea, Kecamatan Pineleng Distrik Minahasa. Fakultas Pertanian. Universitas Sam Ratulangi
Loreau M, Naeem S, Inchausti P, Bengtsson J, Grime JP, Hector A, Hooper DU,
Huston MA, Raffaelli D, Schimid B, Tilman D, Wardle DA. 2001. Biodiversity and Ecosystem Funtioning: Current Knowledge and Future Challenges. Science (294):804-808
Mahendra F. 2009. Sistem Agroforesty dan Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta Maysaroh. 2011. Hubungan Kualitas Bahan Organik Tanah dan laju Respirasi
Tanah di Beberapa Lahan Budidaya. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Universitas Sumatera Utara
McLaren RG, Cameron KC. 1996. Soil Science- Sustainable Production and
Environment Protection. Oxford University Press. Melati S, Salafiyah H, Zakaria MFS. 2018. Respirasi Tanah. Sains Tanah. 1(9):1-
3 Mudiana D. 2017. Karakteristik Habitat Syzygium pycnanthum di Gunung Baung,
Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 14 (2): 67-89 Muhdi. 2008, Model Simulasi Kandungan Karbon Akibat Pemanenan Kayu di
Hutan Alam Tropika .Karya Tulis. Universitas Sumatera Utara. Medan Mukhlis. 2014. Analisis Tanah Tanaman. Universitas Sumatera Utara Press.
Medan Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah Dan Nutrisi Tanaman. Institut Pertanian
Bogor Press. Bogor. Nasution NAP, Yusnaini S, Niswati A, Dermiyati. 2015. Respirasi Tanah pada
Sebagian Lokasi di Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jurnal Agrotek Tropika. 3 (3): 427-433
Noorhidayah, Sidiyasi, K. 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Berkhasiat Obat di
Taman Nasional Kutai, Klaimantan Timur. Loka Penelitian dan Pengembangan Satwa Primata Samboja, Kalimantan Timur
Nurainas, Syamsuardi, Syam Z, Solfiyeni, Mildawati. 2017. Morfologi Tumbuhan.
Program Studi Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas
Nuridah NL, Jubaedah. 2007. Teknologi Peningkatan Cadangan Karbon Lahan Kering dan Potensinya pada Skala Nasional. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanah. Balai Penelitian Tanah
Oldeman RAA. 1992. Architectural Models, Fractals And Agroforestry Design.
Agriculture, Ecosystems and Environment. 41: 179-188 Prihastuti. 2011. Aplikasi Pupuk Hayati Illetrisoy pada Tanaman Kedelai dan
Pengaruhnya terhadap Populasi Mikroba Tanah. Jurnal Sains Matematika. 2(1): 2302-7290
Raharjo JT dan Sudono R. 2008. Model Tajuk Jati (Tectona grandis L.F) dari Berbagai Famili Pada Uji Keturunan Umur 9 Tahun. Jurnal Ilmu Kehutanan . 2(2); 89-95
Rosanti D. 2013. Morfologi Tumbuhan. Penerbit Erlangga. Jakarta
Universitas Sumatera Utara
Siregar EBM. 2005. Inventarisas jenis palem (Areaceae) Pada Kawasan Hutan Dataran Rendah Di Stasiun Penelitian Sikundur (Kawasan Ekosistem Leuser) Kabupaten Langkat. Fakultas Pertanian Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara
Sudaryono. 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol pada Lahan Pertambangan
Batubara Sangatta Kalimantan Timur. Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 10(3): 337-346
Suganda H, Rachman A, Sutono. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian Sumarsih S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Fakultas Pertanian UPN Veteran.
Yogyakarta Susilawati, Mustoyo, Budhisurya, Anggono ERCW, Simanjuntak BH. 2013.
Analisis Kesuburan Tanah Dengan Indikator Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Di Plateau Dieng. AGRIC. 25 (1): 64-72
Sutedjo MM. 1996. Mikro Biologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta. Staf Peneliti Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam tanah di Indonesia
untuk Keperluan Survey dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Pusat Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Tjitrosoepomo G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta Tjitrosoepomo G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Utami D. 2007. Modul Struktur Dasar dan Terminologi Tumbuhan Berbiji. Diakses dari http://repository.ut.ac.id/4292/1/BIOL4117-M1.pdf pada [24 November 2018] [20.00 WIB]
Wetlands International. 2006. Conservation of Living Pharmacies in Tasek Bera A Wetland of International Importance in Malaysi. Ruffor Grants
Widodo RA. Evaluasi Kesuburan Tanah pada Lahan Tanaman Sayuran di Desa
Sewukan Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Jurnal Tanah dan Air. 7(2): 142-150
Wilkie P. 2009. A revision of Schapium (Sterculioideae, Malvaceae.
Sterculiaceae). Edinbourgh Journal of Botany. 66 (2): 283-328
Universitas Sumatera Utara
Winarso S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan Dan Kualitas Tanah. Gava Media. Yogyakarta.
Wood GAR, Lass RA. 1985 dalam Mutmainah, Rifka, Muslimin, Suwastika IN.
2014. Variasi Morfologi Buah Beberapa Klon Kakao dari Perkebunan Rakyat Kecamatan SIGI Biromaru dan Palolo Sulawesi Tengah. Online Jurnal of Natural Science.3(3): 278-286
World Conservation Monitoring Centre. 1998. Scaphium macropodum. The IUCN
Red List of Threatened Species 1998: e.T33255A9771604. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.1998.RLTS.T33255A9771604.en. Downloaded on 13 August 2019.
Yamada T; Yamakura T, Lee HS. 2000. Architectural and allometric differences
among Scaphium species are related to microhabitat preferences. Journal Functional Ecology.14: 731–737
Yamada T, Suzuki E.1996. Ontogenic change inleaf shape and crown form of a
tropical tree, Scaphium macropodum (Sterculiaceae) in Borneo. J. Plant Res. 109: 211-217 Crossref, ISI
Yunus F, Lambui O, Suwastika IN. 2017. Kelimpahan Mikroorganisme Tanah
pada Sistem Perkebunan Kakao Semi Intensif dan Nonintensif. Natural Science: Journal of Science and Technology. 6(3): 194-205
Zahara F, Wawan, Wardati. 2015. Sifat Biologi Tanah Mineral Masam
Dystrupdets di Areal Piringan Kelapa Sawit yang Diaplikasikan Mulsa Organik Mucuna bracteata di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. JOM Faperta. 2(2): 20-35
Zannah R. 2017. Analisis Vegetasi Pohon di Plot Fenologi Pos Monitoring
Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser. Skripsi. Fakultas Biologi Universitas Medan Area. Medan
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Tally Sheet tegakan kembang semangkok Tally Sheet Tanaman Kembang Semangkok (Schapium macropodum)
tanaman ke :
Karakter Hasil Keterangan
A Bentuk Kanopi
Lebar Kanopi
Tinggi Kanopi
Bentuk Kanopi
B Morfologi Daun
Komposisi Daun
Tata Daun
Bentuk Daun
Tepi Daun
Ujung Daun
Pangkal Daun
Permukaan Daun
Warna Permukaan Atas
Daun
Lebar Daun
Panjang Daun
Luas Daun
Pertulangan Daun
Panjang Ruas Antar Daun
Panjang Tangkai Daun
Warna Permukaan Bawah
Daun
C Morfologi Batang Dan
Kulit Batang
Tebal Kulit
Warna Kulit Luar Batang
Tipe Kulit Batang
Bentuk Batang
Warna Kulit Dalam
Batang
Letak Cabang
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Data Tally Sheet tegakan kembang semangkok (Lanjutan) Tipe Permukaan Kulit
Batang
Arah Tumbuh Batang
Arah Tumbuh Cabang
D Data Umum
Diamerter
Tinggi Tanaman
Tinggi Bebas Cabang
Ketinggian Tempat
Tumbuh
Koordinat
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Prosedur Analisis Kimia Tanah
Metode analisis kimia tanah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. pH Tanah
Metode yang digunakan untuk mengukur pH tanah adalah metode pH
meter. Tanah sebanyak 10 gr dimasukkan ke dalam botol kocok, kemudian
ditambahkan aquades sebanyak 25 ml. Botol yang berisi tanah dan aquades
tersebut dikocok menggunakan shaker selama 30 menit, kemudian diukur pH
suspensi tanah menggunakan alat pH meter (Mukhlis, 2014).
b. C-Organik
Metode yang digunakan untuk menetapkan C-organik tanah adalah metode
Walkley dan Black (Mukhlis, 2014). Timbang 0,1 atau 0,5 gr tanah kering udara,
masukkan ke dalam erlenmeyer 500 cc. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N
(pergunakan pipet) goncang dengan tangan. Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat,
kemudian goncang 3-4 dan diamkan selama 30 menit. Tambahkan 100 ml air
suling dan 5 ml H3PO4 85%, NaF 4% 2,5 ml, kemudian tambahkan 5 tetes
diphenilamine, goncang larutan berwarna biru tua kehijauan kotor. Titrasikan
dengan Fe (NH4)2 (SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau
terang.Lakukan cara yang sama untuk mendapatkan volume titrasi Fe (NH4)2
(SO4)2 0,5 N untuk blangko.
Kemudian dihitung:
C-org = 5 x (1-(T/S)) x 0,003 x 1/0,77 x 100/BCT
c. Nitrogen Total Tanah
Metode yang digunakan untuk menetapkan N Total tanah adalah metode
Kjehdal. Prosedur penetapan N-Total (Mukhlis, 2014) adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Destruksi
a. Ditimbang 2 gr tanah, tempatkan pada tabung digester
b. Ditambahkan 2 gr katalis campuran dan H2O 10 ml, kemudian ditambahkan
lagi 10 ml campuran H2SO4-asam salisilat dan dibiarkan semalaman
c. Didestruksi pada alat digester dengan suhu rendah dan dinaikkan secara
bertahap hingga larutan jernih (temperatur <2000C). Setelah larutan jernih suhu
dinaikkan dan dilanjutkan selama 30 menit.
d. Didinginkan dan diencerkan dengan menambahkan 15 ml H2O
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Prosedur Analisis Kimia Tanah (Lanjutan)
2. Tahapan Destilasi
a. Ditempatkan tabung destruksi pada alat destilasi
b. Pipet 25 ml H3BO3 4%, tempatkan pada erlenmeyer 250 cc dan tambahkan 3
tetes indikator campuran; dan tempatkan sebagai penampung hasil destilasi
c. Ditambahkan NaOH 40% ± 25 ml ke tabung destilasi dan langsung didestilasi
d. Ditampung hasil destilasi di erlenmeyer yang berisi H3BO3. Destilasi
dihentikan bila larutan di Erlenmeyer berwarna hijau dan volumenya ± 75 ml
3. Tahapan Titrasi
a. Dititrasi hasil destilasi dengan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai oleh
perubahan warna dari hijau menjadi merah.
b. Perhitungan:
N (%) =
d. Fosfat Tersedia (P Tersedia)
Metode yang digunakan untuk menetapkan P tersedia adalah metode Bray-
I. Prosedur penetapan P tersedia (Mukhlis, 2014) adalah sebagai berikut:
1. Ditimbang 2 gr contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlenmeyer 250 cc.
2. Ditambahkan larutan Bray I sebanyak 20 ml dan digoncang pada shaker selama
30 menit, kemudian disaring dengan kertas saring
3. Pipet filtrat sebanyak 5 ml dan masukkan pada tabung reaksi
4. Ditambahkan pereaksi fosfat B sebanyak 10 ml. Biarkan selama 5 menit
5. Diukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 660 nm
6. Pada saat yang bersamaan pipet filtrat juga masing-masing 5 ml larutan standar
P 0 - 0,5- 1,0 – 2,0 – 3,0 – 4,0 dan 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian
tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B. Diukur juga transmitan standar pada
spectronic dengan panjang gelombang yang sama yaitu 660 nm
7. Dihitung :
P tersedia (ppm) = ppm pelarut x x faktor pengencer (bila ada)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Prosedur Analisis Kimia Tanah (Lanjutan)
e. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Metode yang digunakan untuk menetapkan KTK tanah adalah metode
Ekstraksi NH4OAc pH 7. Prosedur penetapan KTK menurut Mukhlis (2014)
adalah sebagai berikut:
1. Dimasukkan sedikit serat fiber ke dasar tabung perkolasi dan sedikit pasir
kuarsa yang kering
2. Ditimbang 2,5 gr contoh tanah dan tempatkan pada tabung perkolasi
3. Ditambahkan 50 ml larutan CH3COONH4 1 N pH 7
4. Dicuci tanah pada tabung perkolasi dengan alkohol 80% hingga larutan tanah
bebas dari NH4+
5. Ditambahkan dengan memperkolasikan larutan 50 ml NaCl 10% asam;
perkolat ditampung pada labu ukur 50 cc dan penuhkan dengan H2O sampai
volume 50 ml
6. Pipet 20 ml perkolat dari labu ukur dan tempatkan ke tabung destilasi dan
tambahkan 50 ml H2O. Kemudian tempatkan pada alat destilasi.
7. Ditambahkan perkolat 15 ml NaOH 40% pada alat destilasi
8. Ditampung hasil destilasi pada erlenmeyer 250 cc yang berisi 25 ml H3BO3 4%
dan 2 tetes indikator metil merah atau indikator campuran
9. Destilasi selesai apabila terjadi perubahan warna pada larutan destilat dan
volumenya telah mencapai ± 75 ml
10.Titrasi hasil destilat dengan HCl 0,1 N; hingga warna larutan kembali ke warna
semula (sebelum didestilasi).
11. Dihitung:
KTK (me/100 gr) = ml HCl x N HCl x 100/2,5 x 50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Staf Pusat Penelitian Tanah Bogor (1983) dan BPP-Medan (1982)
Sifat Tanah Satuan
Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat
Tinggi
C (karbon) % < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00
P2O5 HCl mg/100 g < 10 10-20 21-40 41-60 > 60
P-avl Bray II ppm < 8,0 8,0-15 16-25 26-35 > 35
N (Nitrogen) % < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75
C/N - < 5 05-10 11-20 16-25 > 25
P2O5 total % < 0,03 0,03-0,06 0,06-0,079 0,08-0,10 > 0,10
P-avl Truog ppm < 8,0 8,0-15 16-25 26-35 > 35
P-avl Olsen ppm < 10 10-25 26-45 46-60 > 60
K2O-eks HCl % < 0,003 0,03-0,06 0,07-0,11 0,12-0,20 > 0,20
CaO-eks HCl % < 0,05 0,05-0,09 0,10-0,20 0,20-0,30 > 0,30
MgO-eks HCl % < 0,05 0,05 0,1 0,2 > 0,30
MnO-eks HCl % < 0,05 0,05 0,1 0,2 > 0,30
K-tukar me/100 < 0,10 0,10-0,20 0,30-0,50 0,60-1,00 > 1,00
Na-tukar me/100 < 0,10 0,10-0,30 0,40-0,70 0,80-1,00 > 1,00
Ca-tukar me/100 < 2,0 2,0-5,0 6,0-10,0 11,0-20,0 > 20
Mg-tukar me/100 < 0,40 0,40-1,00 1,10-2,00 2,10-8,00 > 8,00
KTK (CEC) me/100 < 5 05-16 17-24 24-40 > 40
KB (BS) % < 20 20-35 36-50 51-70 > 60
Kej Al % < 10 10-20 21-30 31-60 >60
EC (Nedeco) mmhos/ cm - - 2,5 2,6-10 >10
pH
H2O
Sangat masam Masam Agak masam Netral Agak alkalis Alkalis
<4,5 4,5-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
(a) (b) (c)
(d) (e) Gambar 11. Dokumentasi Penelitian a) Pengukuran dan Pengamatan Sampel
b) Pengambilan Sampel Tanah c) Titrasi d) Isolasi Mikroba e) Penghitungan Koloni
Universitas Sumatera Utara