Post on 14-Dec-2014
Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Larva
Attacus atlas L.
Naskah Publikasi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
Muhammad Nur Kholis
M 0407049
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
i
PENGESAHAN
Naskah Publikasi
Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Larva
Attacus atlas L.
Oleh : Muhammad Nur Kholis
M0407049
Telah disetujui untuk dipublikasikan
Surakarta, Agustus 2011
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Artini Pangastuti, M.Si. Dr. Agung Budiharjo, M.Si. NIP. 19750531 2000032 001 NIP. 19680823 2000031 001
Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi
Dr. Agung Budiharjo, M.Si. NIP. 19680823 2000031 001
ii
Isolation and Identification of Bacteria Associating with larvae Attacus atlas L.
Muhammad Nur Kholis
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT
Attacus atlas L. lepidoptera insect that is widely used as a producer of wild
silk fibers. Properties owned wild silk fiber is much softer, heat resistant, and anti bacterial and does not cause allergies for the wearer. However, during this larval cocoon A.atlas only obtained directly from nature that will interfere with the preservation of this species and ecosystem balance. Research on A.atlas needed before making efforts towards cultivation of this species, especially from the microbiological component of the structure of bacterial communities associated with the insect has a role to its host species, including reproductive, digestive, nutrition, and pheromone production. Bacterial communities’ associated A.atlas premises can be a base and a handle to understand life in an attempt to cultivate them A.atlas.
The research was conducted in June 2010 - June 2011 at Central Laboratory and the Laboratory of Biology Department Sebelas Maret University. Samples were collected in Surakarta and Sragen. Samples of the digestive tract in the analysis metagenomik T-RFLP method using 16S rRNA to determine bacterial community. Samples were also analyzed by culture methods.
In cultures getting 14 isolates of bacteria the digestive tract A.atlas larvae. Diversity of bacterial communities associated with larvae A.atlas Sukoharjo areas have higher levels of diversity than the bacterial diversity in the Sragen. Sukoharjo has a lower level of uniformity in comparison with the uniformity of bacteria in Sragen. The results identified 14 isolates bacterial related to Alcaligenes faecalis strain Nic-2, Bacterium clone 3-42019, Uncultured bacterium clone nbt37a05 and Bacillus sp. AY-2011-RS25.
Key words: A. Atlas, culture, bacteria diversity.
iii
PENDAHULUAN
Sutera adalah serat yang diperoleh dari kelompok serangga Lepidoptera.
Serat sutera berbentuk filamen dihasilkan oleh larva ulat sutera, saat membentuk
kepompong (Borror et al., 1992). Ulat sutera membuat kokon untuk melindungi
diri dari serangan predator dan kokon ini terbentuk pada stadium akhir dari daur
hidupnya sebelum berubah menjadi ngengat (Borror et al., 1992). Kokon A.atlas
belum dimanfaatkan secara maksimal untuk industri tekstil terutama dalam
pembuatan kain sutera yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Situmorang,
1996). Menurut Akai (1997) dalam (Situmorang, 1996), ulat sutera liar seperti A.
atlas menghasilkan jenis sutera yang berbeda yaitu serat sutera liar jauh lebih
lembut, tahan panas, anti bakteri, filamen kokon banyak mengandung pori, dan
tidak menyebabkan alergi bagi pemakainya. Keunggulan tersebut memberikan
sebuah peluang potensi untuk pemanfaatan dan pembudidayaan A. atlas dalam
skala industri. Namun selama ini larva A.atlas dimanfaatkan secara eksploitasi
kokon langsung dari alam yang akan mengganggu kelestarian spesies ini serta
keseimbangan ekosistem.
Komunitas bakteri yang berasosiasi dengan larva A.atlas memiliki peranan
bagi spesies inangnya (Douglas, 2009). Peran tersebut dapat menguntungkan
inangnya dengan membantu nutrisi inang melalui produksi enzim-enzim hidrolitik
ekstraseluler, menghasilkan senyawa esensial, dan membantu sistem pertahanan
inang terhadap patogen. Saat ini penelitian tentang struktur komunitas bakteri
yang berasosiasi dengan serangga terutama pada ordo Lepidoptera masih minim
(Gringorten 1993; Makkar, 1996).
Analisis struktur komunitas bakteri pada larva A.atlas pada tempat berbeda
dapat dijadikan dasar dan pegangan memahami kehidupan A.atlas dalam usaha
membudidayakannya, sehingga produksi serat sutera maksimal serta tidak
merusak ekosistem yang ada di alam.
1
METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juni 2010 - Juni 2011 di
Laboratorium Biologi Jurusan Biologi dan Laboratorium Pusat Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pengambilan Sampel
Sampel berupa larva Attacus atlas L. instar 5 dikoleksi dari daerah Sragen
dan Sukoharjo pada tanaman mahoni.
Kultur Bakteri
Sampel pencernaan larva dihomogenisasi dalam 0,85% NaCl steril dan
dibuat pengenceran berseri 10-1–10-7. Sebanyak 0,1 ml seri pengenceran disebar
pada medium padat Luria-Bertani (1% tryptone, 0,5% yeast extract, 0,5 % NaCl,
1% agar) dengan metode cawan sebar sebanyak tiga kali sebagai ulangan. Hasil
kultur kemudian diinkubasi selama 3x24 jam. Pengamatan koloni bakteri dengan
penghitungan metode TPC (total plate count) dan penampakan morfologi koloni
bakteri.
Karakteristik Morfologi Isolat
Isolat bakteri murni diidentifikasi morfologi selnya dengan menggunakan
uji pewarnaan gram dan pengamatan bentuk mikroba secara mikroskopik.
Ekstraksi DNA
Isolat murni bakteri saluran pencernaan larva A.atlas ditanam pada media
LB dan diletakan inkubator shaker 37 oC. Kemudian isolat tersebut di ekstraksi
dengan menggunakan GenJect Genomic DNA Extraktion Kit (Fermentas) diikuti
petunjuk dari produsen.
Amplifikasi Gen 16S rRNA
Amplifikasi Gen penyandi 16S rRNA dilakukan dengan primer forward
6FAM 5’-CAGGCCTAACACATGCAAGTC-3’ dan primer reverse 5’-
2
CCCGGGAACGTATTCACCGC-3’ (Marchesi et al., 1998) dengan campuran
reaksi sebagai berikut: DNA 100 ng, 1x buffer (NEB, MA), 2 µl 10 mM dNTP
Mix, 2 U Taq DNA Polymerase (NEB, MA), 5 pmol masing-masing primer,
ddH2O sampai 50 µl. Program PCR terdiri dari 1 siklus pada 94°C selama 3
menit; 30 siklus pada 94°C selama 1 menit, 55°C selama 1 menit, 72°C selama 1
menit; 1 siklus pada 72°C selama 7 menit; diakhiri dengan penyimpanan pada
4°C. Bagian DNA utas tunggal dari amplikon didigesti dengan Mung Bean
Nuclease (NEB, MA) kemudian dipurifikasi dengan QIAquick Gel Extraction Kit
(Qiagen, Germany).
Sekuensing Gen penyandi 16S rRNA
Sekuensing dilakukan dengan menggunakan ABI Big Dye Terminator kit
(Perkin Elmer) dengan primer 63F. Siklus sekuensing dilakukan pada
ABIprism™ 3100 Automated DNA Sequencer (PE Applied Biosystem). Sekuens
gen penyandi 16S rRNA berukuran sekitar 1300 bp dibandingkan dengan
database menggunakan program BLAST pada situs web National Center for
Biotechnology Information (http://www.ncbi.nlm.gov/BLAST/). Pohon
filogenetika dikonstruksi berdasar sekuens yang telah dijajarkan dengan program
MEGA 4 (www.megasoftware.net).
Analisis Keragaman
Bacterial phylotype richness (S) merupakan total puncak TRF berbeda/tipe
restriksi yang berbeda yang ditemukan pada tiap sampel. Indeks Shannon-Wiener
(H’) dan evenness (E) dihitung untuk menggambarkan keragaman komunitas pada
tempat berbeda dan nilai penting relatif dari tiap filotipe dalam keseluruhan
komunitas. H’ dihitung dengan rumus sebagai berikut: H’= -Σ (pi) (ln pi) dengan
pi adalah kemelimpahan relatif dari fragment i. Evenness dihitung sebagai
berikut: E = H’/ Hmax dengan Hmax = ln S (Margalef, 1958). Profil komunitas
bakteri pada saluran pencernaan dibandingkan antar tempat berbeda.
Pohon filogenetika dikonstruksi berdasar sekuens yang telah dijajarkan
dengan program ClusstalX danMEGA 5 (www.megasoftware.net).
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Bakteri pada saluran pencernaan Larva A. atlas dengan metode kultur
Isolasi bakteri saluran pencernaan larva A.atlas pada tempat berbeda
dilakukan di daerah Kabupaten Sragen dan Sukoharjo.
Jumlah dan macam isolat bakteri saluran pencernaan larva A. atlas pada
populasi Sukoharjo disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Colony Forming Unit (CFU) dan nama isolat bakteri hasil isolasi dari saluran pencernaan larva A. atlas daerah Sukoharjo
No Nama Isolat Bakteri Log CFU
1 AA – 1 6.000 2 AA – 2 7.653 3 AA – 3 4.602 4 AA – 4 7.342 5 AA – 5 4.477 6 AA – 6 6.301 7 AA – 7 7.332 8 AA – 8 6.301 9 AA – 9 4.000 10 AA – 10 5.908 11 AA – 11 5.000 12 AA – 12 6.845 13 AA – 13 5.322 14 AA – 14 5.703
Jumlah total CFU 82.788
Jumlah isolat yang didapatkan pada sampel yang berasal dari daerah
Sukoharjo adalah sebanyak 14 isolat. Jumlah Log CFU bakteri hasil isolasi
saluran pencernaan larva A..atlas di daerah Sukoharjo sebesar 82.788 log CFU,
isolat bakteri AA – 2 memiliki CFU paling besar yaitu sebesar 7.653 log CFU,
sedangkan isolat yang memiliki CFU paling kecil adalah isolat AA – 9 yaitu
sebesar 4 log CFU. Hal ini menunjukkan baktei dominan yang berasal dari daerah
Sukoarjo adalah AA – 2.
Jumlah dan macam isolat bakteri saluran pencernaan larva A. atlas pada
daerah Sukoharjo disajikan pada Tabel 2.
4
Tabel 2. Jumlah Colony Forming Unit (CFU) dan nama isolat bakteri hasil isolasi dari saluran pencernaan larva A. atlas daerah Sragen (Rianita, 2010).
No Nama Isolat Bakteri Log CFU
1 TSA-5.C/TTS-L 23.785
2 TSA-5.Y/1.3-N 6
3 TSA-6.A/3.2-R 25
4 TSA-6.Q/3.1-U 53
5 TSA-6.A/TTS-A 0.039
Jumlah total log CFU 107.824
Jumlah isolat bakteri yang didapatkan di daerah Sragen adalah sebanyak 5
isolat. Jumlah log CFU bakteri hasil isolasi saluran pencernaan larva A..atlas pada
daerah Sragen sebesar 107.824, isolat bakteri TSA-6.Q/3.1-U memiliki log CFU
paling besar yaitu sebesar 53 log CFU, sedangkan isolat yang memiliki log CFU
paling kecil adalah isolat TSA-6.A/TTS-A yaitu sebesar 0.039 log CFU. Hal ini
menunjukkan bakteri dominan yang berasal dari daerah Sragen adalah TSA-
6.Q/3.1-U.
Perbedaan jenis isolat bakteri dan jumlah CFU (colony forming unit)
saluran pencernaan larva A. atlas pada tempat berbeda disebabkan karena adanya
perbedaan kondisi alam yang ada pada kedua daerah tersebut yaitu pada daerah
Sukoharjo dan Sragen. Perbedaan kondisi alam akan mempengaruhi tanaman
inang dari larva A. atlas yaitu tanaman mahoni sehingga akan mempengaruhi
bakteri yang berasosiasi pada saluran pencernaan A.atlas, pada kondisi alam yang
mendukung akan mengakibatkan jumlah bakteri yang berasosiasi pada saluran
pencernaan akan semakin banyak jenis yang ditemukan.
Perbedaan jenis bakteri pada tiap sampel diduga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan abiotik berupa intensitas cahaya dan kelembaban tanah pada tempat
pengambilan sampel.
Tabel 3. Hasil pengukuran faktor abiotik lokasi pengambilan sampel larva A. atlas
Lokasi dan waktu Faktor abiotik Intensitas cahaya (lux)
pH tanah Kelembaban tanah
Sukoharjo pukul 16.15 WIB 521 7 3.5 Sragen pukul 15:00 WIB 700 7,5 4
5
Daerah Sukoharjo memiliki intensitas cahaya, pH tanah dan kelembapan
tanah yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan daerah Sragen (Tabel 3), hal
ini akan mempengaruhi jenis bakteri yang ada pada saluran pencernaan A.atlas.
Intensitas cahaya yang terlalu tinggi akan mempengaruhi suhu udara sehingga
akan berpengaruh pada kondisi komunitas bakteri yang ada pada A.atlas karena
hanya pada suhu optimum bakteri dapat tumbuh maksimum. Daerah Sukoharjo
memiliki keanekaragaman isolat lebih tinggi dibandingkan dengan daearah Sragen
dimungkinkan karena daerah Sukoharjo memiliki faktor abiotik yang lebih
mendukung untuk tumbuh dan berkembangnya bakteri.
Indeks keanekaragaman (Shanon-wiener) dan keseragaman (Eveenes)
komunitas bakteri yang berasosiasi saluran pencernaan A.atlas pada tempat
berbeda yaitu Kabupaten Sukoharjo dan Sragen disajikan Tabel 4.
Tabel 4. Indeks Shanon – wiener dan Eveenes komunitas bakteri saluran pencernaan larva A.atlas pada tempat berbeda
Lokasi Sampel Indeks Shanon-wiener ( H’ ) Eveenes ( E) Kabupaten Sukoharjo 1.49 0.65
Kabupaten Sragen 1.16 0.56
Nilai H’ di daerah Sukoharjo lebih besar dibandingkan dengan daerah
Kabupeten Sragen yaitu 1.49 dan 1.16. (Tabel 4), hal ini menunjukkan bahwa
komunitas bakteri yang berasosiasi pada saluran larva A.atlas sampel yang
berasal dari daerah Sukoharjo memiliki keanekaragaman yang lebih besar bila
dibandingkan dengan komunitas bakteri larva A.atlas sampel daerah Sragen.
Nilai E menunjukkan keseragaman dari suatu daerah tertentu, semakin kecil
nilai E, maka semakin kecil keseragaman suatu daerah, sebaliknya semakin besar
nilai E, maka akan menunjukkan keseragaman artinya pada komunitas tersebut
tidak dijumpai kelompok organism yang terlalu dominan. Nilai E pada daerah
Sukoharjo lebih besar dibandingkan dengan daerah Sragen yaitu 0.65 dan 0.56
(Tabel 4), hal ini menunjukan komunitas bakteri saluran larva A.atlas sampel
daerah Sukoharjo memiliki tingkat keseragaman yang lebih tinggi daripada
sampel daerah Sragen.
6
Ekstraksi DNA dengan metode kultur dari isolat bakteri larva A.atlas
didapatkan DNA genom yang diinginkan.
Gambar 2. Hasil elektroforesis PCR dari ekstraksi kultur murni ( M : marker 1- 9 : produk PCR dari kultur isolat murni)
Amplifikasi DNA yang berasal dari kultur isolat murni didapatkan DNA
bakteri yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena DNA yang didapatkan dari
ekstraksi kultur murni terbebas dari adanya DNA dari organisme lain sehinga
DNA dapat teramplifikasi dengan baik.
DNA isolat bakteri yang dapat diamplifikasi 16S rRNA kemudian
didentifikasi. Hasil identifikasi didapatkan tiga jenis bakteri yang berkerabat dekat
dengan 14 isolat bakteri. Isolat AA – 1, AA – 2, AA – 4 dan AA – 14 berkerabat
dekat dengan Alcaligenes faecalis strain Nic-2. Sedangkan isolat AA – 3, AA – 6,
AA – 8, , AA – 9, AA – 10, AA – 11, AA – 12 dan AA – 14 berkerabat dekat
dengan Uncultured bacterium clone 3-42019. Isolat AA – 7 berkerabat dekat
dengan Uncultured bacterium clone nbt37a05 sedangkan isolat AA – 13
berkerabat dekat dengan Bacillus sp. AY-2011-RS25.
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Marker DNA 10000 bp
8000 bp
6000 bp5000 bp
4000 bp4500 bp
3500 bp3000 bp2500 bp2000 bp1500 bp1000 bp750 bp500 bp250 bp
7
Tabel 4. Hasil identifikasi isolat bakteri dari larva A.atlas
No Isolat
Hasil Identifikasi % Kesamaan No. Akses
AA – 1 Alcaligenes faecalis strain Nic-2 98 % HQ161777.1 AA – 2 Alcaligenes faecalis strain Nic-2 99 % HQ161777.1
AA – 3 Uncultured bacterium clone 3-42019
97 % JF775440.1
AA – 4 Alcaligenes faecalis strain Nic-2 97 % HQ161777.1
AA – 6 Uncultured bacterium clone 3-42019
98 % JN033068.1
AA - 7 Uncultured bacterium clone nbt37a05
97 % F7894180.1
AA – 8 Uncultured bacterium clone 3-42019
98 % JN033068.1
AA – 9 Uncultured bacterium clone 3-42019
99 % JN033068.1
AA – 10 Uncultured bacterium clone 3-42019
100 % JN033068.1
AA – 11 Uncultured bacterium clone 3-42019
99 % JN033068.1
AA – 12 Uncultured bacterium clone 3-42019
99 % JN033068.1
AA – 13 Bacillus sp. AY-2011-RS25 99 % FR871649.1 AA – 14 Alcaligenes faecalis strain Nic-2 97 % HQ161777.1
Hasil identifikasi dari 14 isolat bakteri yang berbeda hanya didapatkan 4
strain bakteri yang berkerabat dekat dengan isolat tersebut. Hal ini disebabkan
isolat yang memiliki kesamaan secara molekular belum tentu secara morfologi
atau karakter biokimia memiliki kesamaan. Meskipun ada beberapa isolat
memiliki kesamaan dengan jenis bakteri yang sama namun memiliki indeks
prosentase kesamaan yang berbeda hal ini dimungkinkan isolat tersebut termask
pada jenis bakteri yang sama namun memiliki strain yang berbeda.
Empat jenis bakteri yang memiliki kesamaan dengan 14 isolat tersebut
adalah Uncultured bacterium clone 3-42019, Uncultured bacterium clone
nbt37a05, Bacillus sp. AY-2011-RS25 dan Alcaligenes faecalis strain Nic-2.
Berdasarkan data Blast-n disebutkan bakteri Uncultured bacterium clone 3-42019,
Uncultured bacterium clone nbt37a05, Bacillus sp. AY-2011-RS25 diisolasi dari
lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga bakteri yang diisolasi dari saluran
8
pencernaan larva A.atlas L. tersebut berasal dari lingkungan, dimungkinkan
berasal dari host atau tanaman inang yang digunakannya.
Alcaligenes faecalis termasuk dalam proteobacteria, bersifat motil, pertama
kali ditemukan pada feses namun saat ini dapat ditemukan di lingkungan. Bakteri
ini umumnya dianggap non patogen. Bakteri ini dapat mendegradasi urea untuk
kemampuan memproduksi serat sutera dan menciptakan amonia yang dapat
menigkatkan pH lingkungan (Anonim 1, 2011) . Bakteri ini juga ditemukan pada
endosimbion serangga Psyllids (Allen and van Dohlen., 1998) yang belum
diketahui fungi pada serangga tersebut. Bakteri ini juga didapatkan oleh Yubin et
al. (1994) pada tiga spesies Crithidia.
Analisis filogenetik molekular merupakan proses bertahap untuk mengolah
data sekuen DNA sehingga diperoleh hasil yang menggambarkan hubungan
kekerabatan antar sampel. Sampel isolat bakteri dianalisis pohon filognetiknya
dengan menggunakan program ClustalX dan Mega 5.
Gambar 12. Pohon filogenetik isolat bakteri larva A.atlas
Analisis filogenetik menunjukkan hubungan kekerabatan dari 13 isolat
bakteri di bagi menjadi dua cluster besar yaitu kelompok I dan kelompok II.
Kelompok I terdiri dari isolat AA 3,isolat AA 4, isolat AA 1, isolat AA 11, isolat
AA 2, isolat AA 6, isolat AA 8, isolat AA 12, isolat 9 dan isolat 10. Kelompok II
terdiri dari isolat AA 7 dan isolat AA 13. Isolat AA 10 dan isolat AA 9 memiliki
Isolat AA3
Isolat AA4
Isolat AA1
Isolat AA11
Isolat AA2
Isolat AA6
Isolat AA8
Isolat AA12
Isolat AA9
Isolat AA10
Isolat AA7
Isolat AA13
75
59
45
52
37
48
100
0.000.050.100.150.20
100
Kel.I
Kel.II
9
hubungan filogenetik terdekat dari 13 isolat tersebut. Hal ini menunjukkan antara
isolat AA 10 dan isolat AA 9 memiliki hubungan kekerabatan paling dekat.
KESIMPULAN
Keanekaragaman komunitas bakteri yang berasosiasi dengan larva A.atlas
pada daerah kabupaten Sukoharjo memiliki tingkat keanekaragaman yang lebih
tinggi dibandingkan dengan keanekaragaman bakteri pada daerah kabupaten
Sragen.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2011. Alcaligenes faecalis. www.wikipedia.com (di akses pada tanggal 4 Agustus 2011). Borror D.J., C.A.Triplehorn, N.F.Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi keenam. Diterjemahkan oleh: Soetiyono Partosoedjono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Douglas A. E. 2009. The Microbial Dimension in Insect Nutritional Ecology. Fungctional Ecol 23: 38-47.
Gringorten, J.L., Crawford D.N/, and Harvey W.R. 1993. High pH in The Ectoperitrophic Space of The Larval Lepidopteran midgut. J. Exp. Biol. 183:353–359.
Makkar, H.P.S. and K.Becker. 1996. Effect of pH, Temperature, and Time on Inactivation of Tannins and Possible Implications of Detannification Studies. J. Agric. Food Chem. 44:1291–1295
Marchesi J.R., T.Sato, A.J. Weightman, T.A. Martin, J.C.Fry, S.J.Hiom, D. Dymock and Wade W.G. 1998. Design and evaluation of useful bacterium-specific PCR primers that amplify genes coding for bacterial 16S rRNA. Appl Environ Microbiol 64:795–799.
Margalef R. 1958. Information theory in ecology. General System 3:56-71. Pangastuti, A. 2006. Definisi Spesies Prokaryota Berdasarkan Urutan Basa Gen
Penyandi 16s rRNA dan Gen Penyandi Protein. Biodiversitas 7(3): 292-296.
Pangastuti A., A. Suwanto, Y. Lestari, M. T. Suhartono.2010. Bacterial communities associated with white shrimp (Litopenaeus vannamei) larvae at early developmental stages Biodiversitas 11(2) : 65 – 68
Rianita. 2010. Jenis Bakteri yang Dominan pada Telur dan Saluran Pencernaan Larva Attacus atlas L. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.
Situmorang, J., 1996. An attempt to Produce Attacus atlas Using Baringtonia
Leaves as Plant Fooder, Int.J.of Wild Silkmoth and Silk.Japan, 2:55-57
Stressmann F. A., G. B. Rogers, E. R. Klem, A. K. Lilley, S. H. Donaldson, T. W. Daniels, M. P. Carroll, N. Patel, B. Forbes, R. C. Boucher, M. C. Wolfgang, and K. D. Bruce. 2011. Analysis of the Bacterial Communities Present in Lungs of Patients with Cystic Fibrosis from American and British Centers Journal of Clinical Microbiology 49 (1) : 281–291
11