Post on 05-Feb-2018
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Pembudidayaan Stroberi
Stroberi merupakan tanaman buah berupa herbal yang ditemukan pertama
kali di Chili, Amerika. Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis
L menyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa, dan Asia. Selanjutnya spesies lain,
yaitu F. vesca L. lebih menyebar luas dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi ini
pula yang pertama kali masuk ke Indonesia. Klasifikasi botani tanaman stroberi
adalah sebagai berikut (BAPPENAS dalam Prihatman, 2000).
Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo (bangsa) : Rosales
Famili (suku) : Rosaideae
Subfamili : Rosaceae
Genus : Fragaria
Spesies : Fragaria spp.
Stroberi yang dapat temukan di pasar swalayan adalah hibrida yang
dihasilkan dari persilangan F. virgiana L. var Duchesne asal Amerika Utara dengan
F. chiloensis L. var Duchesne asal Chili. Persilangan itu menghasilkan hibrida yang
merupakan stroberi modern (komersil) Fragaria x annanassa var Duchesne. Adapun
11
syarat pertumbuhan tanaman stroberi sebagai berikut (BAPPENAS dalam
Prihatman, 2000).
1. Iklim
(1) Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan 600
s.d. 700 mm/tahun.
(2) Lamanya penyinaran cahaya matahari yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
adalah 8 s.d. 10 jam setiap harinya.
(3) Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran
tinggi tropis yang memiliki temperatur 17 s.d. 20 oC.
(4) Kelembaban udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman stroberi yaitu antara
80 s.d. 90%.
2. Media Tanam
(1) Apabila ditanam di kebun, tanah yang dibutuhkan adalah tanah liat berpasir,
subur, gembur, mengandung banyak bahan organik, tata air, dan udara baik.
(2) Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang ideal untuk budidaya stroberi di kebun
adalah 5,4 s.d. 7,0, sedangkan untuk budidaya di pot adalah 6,5 s.d. 7,0.
3. Ketinggian tempat
Ketinggian tempat yang memenuhi syarat iklim tersebut adalah 1.000 m dpl s.d.
1.500 m dpl.
Pasar stroberi juga semakin luas karena buah subtropis itu tidak hanya
dikonsumsi segar, namun buah stroberi dapat juga diolah menjadi berbagai macam
olahan yang bermanfaat dan digemari masyarakat seperti selai, sirup, dodol,
manisan, jus, es krim, dan jelly. Buah stroberi dapat juga bermanfaat bagi kesehatan
12
seperti anti kanker, mengencangkan kulit, mengatasi panas dalam, mencegah
leukemia, menunda proses penuaan, anti tumor, pembersihaan sistem pencernaan,
dan memutihkan gigi. Akibat dari banyaknya industri pengolahan yang
memanfaatkan stroberi sebagai bahan baku dan mempunyai daya tarik yang sangat
diminati oleh masyarakat (Prayoga, 2011).
Stroberi merupakan buah daerah subtropic, maka dari itu stroberi yang
dibudidayakan di Indonesia merupakan hasil introduksi. Adapun varietas introduksi
yang dapat ditanam di Indonesia antara lain sebagai berikut (Balitjestro, 2010).
1. Sweet Charlie (asal Amerika Serikat)
Varietas ini ditanam secara luas di dunia karena cepat berbuah, buah besar
dengan warna jingga sampai merah, aroma tergolong kuat, sangat produktif, dan
tahan terhadap serangan Colletotrichum.
2. Oso Grande (asal California)
Varietas ini sekarang digunakan secara luas di dunia. Ukuran buah sangat besar,
buahnya padat, tengahnya bertekstur seperti busa, dan hasil panen tinggi.
3. Tristar (asal Amerika Barat)
Varietas ini memerlukan panjang hari netral. Ukuran buah medium sampai kecil,
buah cocok untuk pengolahan makanan, dan tahan terhadap serangan penyakit
red stele dan embun tepung.
4. Nyoho (asal Jepang Selatan dan Korea)
Secara umum, varietas ini memiliki penampilan buah sangat menarik, mengkilap,
buah padat, sangat manis, dan sangat cocok untuk bahan baku kue.
13
5. Hokowaze (asal Jepang Utara)
Varietas ini memiliki hasil panen tinggi, aroma tajam, sedikit lunak, sangat
rentan terhadap serangan Verticillium dan antraknosa serta tahan terhadap
serangan penyakit embun tepung.
6. Rosa Linda (asal Florida)
Varietas ini memiliki hasil panen tinggi dengan aroma buah yang kuat. Varietas
ini digunakan sebagai buah meja dan olahan.
7. Chandler (asal California)
Varietas ini telah ditanam secara luas di dunia. Ukuran buah besar, hasil panen
tinggi, dan tahan terhadap serangan virus.
Varietas-varietas tersebut telah banyak dibudidayakan, khususnya di daerah
dataran tinggi seperti Lembang, Cianjur, Cipanas dan Sukabumi (Jawa Barat), Batu
dan Situbondo (Jawa Timur), Magelang dan Purbalingga (Jawa Tengah), Bedugul
(Bali), dan Berastagi (Sumatera Utara) (Balitjestro, 2010).
2.2 Teknik Budidaya Stroberi
Teknik dalam budidaya stroberi melalui beberapa tahapan yaitu pembibitan,
pengolahan media tanam, teknik penanaman, pemeliharaan tanaman, mengenai hama
dan penyakit serta gejala dan pengendaliannya, selanjutnya cara panen stroberi dan
penanganan pascapanen stroberi, supaya mengetahui lebih jelasnya mengenai teknik
budidaya stroberi akan dibahas pada anak subbab berikut ini (BAPPENAS dalam
Prihatman, 2000).
14
2.2.1 Pembibitan
Pembibitan stroberi diperbanyak dengan biji dan bibit vegetatif (anakan dan
stolon atau akar sulur). Adapun kebutuhan bibit per hektar yaitu antara 40.000 s.d.
83.350 bibit stroberi.
1. Perbanyakan dengan biji terdapat pada cara sebagai berikut.
(1) Benih dibeli dari toko pertanian, rendam benih didalam air selama 15 menit
kemudian dikeringanginkan.
(2) Kotak persemaian berupa kotak kayu atau plastik, diisi dengan media berupa
campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang (kompos) halus yang bersih (1:1:1).
Benih disemaikan merata di atas media dan tutup dengan tanah tipis. Kotak
semai ditutup dengan plastik atau kaca bening dan disimpan pada temperatur 18
s.d. 20 oC.
(3) Persemaian disiram setiap hari, setelah bibit berdaun dua helai siap dipindah
tanam ke bedeng dengan jarak antar bibit 2 cm s.d. 3 cm. Media tanam bedeng
sapih sama dengan media persemaian. Setelah itu, bedengan dinaungi dengan
plastik bening selama di dalam bedengan, bibit diberi pupuk daun. Setelah
berukuran 10 cm dan tanaman telah merumpun maka bibit dipindahkan pada
media yang ada di kebun.
2. Bibit vegetatif untuk budidaya stroberi di kebun
Tanaman induk yang dipilih harus berumur satu s.d. dua tahun yang sehat dan
produktif. Adapun cara penyiapan bibit anakan dan stolon adalah sebagai berikut.
15
(1) Bibit anakan
Rumpun dibongkar dengan cangkul, tanaman induk dibagi menjadi beberapa
bagian yang sedikitnya mengandung satu anakan. Setiap anakan ditanam dalam
polibag berukuran 18 cm x 15 cm yang telah berisi campuran tanah, pasir, dan
pupuk kandang halus (1:1:1). Setelah itu, simpan di bedeng persemaian
beratapkan dengan plastik.
(2) Bibit stolon
Rumpun yang dipilih telah memiliki akar sulur pertama dan kedua. Kedua akar
sulur ini dipotong, kemudian bibit ditanam di dalam polibag berukuran 18 cm x
15 cm yang telah berisi campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang (1:1:1).
Setelah tingginya 10 cm dan berdaun rimbun, bibit siap dipindahkan ke kebun.
(3) Bibit untuk budidaya stroberi di polibag
Pembibitan dari benih atau anakan atau stolon dilakukan dengan cara yang sama,
tetapi media tanam berupa campuran gabah padi dan pupuk kandang (2:1).
Setelah bibit di persemaian berdaun dua atau bibit dari anakan atau stolon di
polibag kecil berukuran 18 cm x 15 cm siap pindah, bibit dipindahkan ke polibag
besar ukuran 30 cm x 20 cm berisi media yang sama, setelah di polibag bibit
dipelihara sampai menghasilkan.
2.2.2 Pengolahan media tanam
Pengolahan media tanam pada tanaman stroberi dapat dilakukan dengan
beberapa teknik budidaya yaitu sebagai berikut.
16
1. Budidaya di kebun tanpa mulsa plastik
(1) Saat awal musim hujan, lahan diolah dengan baik sedalam 30 cm s.d. 40 cm,
kemudian dikeringanginkan selama 15 s.d. 30 hari.
(2) Buat bedengan dengan lebar 80 cm x 100 cm, tinggi 30 cm s.d. 40 cm, panjang
disesuaikan dengan lahan, jarak antar bedengan 40 cm x 60 cm atau guludan
dengan lebar 40 cm x 60 cm, tinggi 30 cm s.d. 40 cm, panjang disesuaikan
dengan lahan, jarak antar guludan 40 cm x 60 cm.
(3) Taburkan 20 s.d. 30 ton/ha pupuk kandang atau kompos secara merata di
permukaan bedengan atau guludan dan biarkan bedengan selama 15 hari,
kemudian buat lubang tanam dengan jarak 40 cm x 30 cm, 50 cm x 50 cm, atau
50 cm x 40 cm pada media tanah.
2. Budidaya di kebun dengan mulsa plastik.
(1) Saat awal musim hujan, lahan diolah dengan baik dan kering dengan dianginkan
15 s.d. 30 hari. Setelah itu, buatlah bedengan dengan lebar 80 cm x 120 cm,
tinggi 30 cm s.d. 40 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak antar bedengan
60 cm, atau guludan dengan lebar bawah 60 cm, lebar atas 40 cm, tinggi 30 cm
s.d. 40 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak antar bedengan 60 cm dan
kemudian dikeringanginkan selama 15 hari.
(2) Taburkan dan campurkan dengan tanah bedengan atau guludan 200 kg urea, 250
kg SP-36, dan 100 kg/ha KCl setelah itu siram hingga lembab, kemudian pasang
mulsa plastik hitam atau hitam perak menutupi bedengan atau guludan dan
kuatkan ujung-ujungnya dengan bantuan bambu berbentuk U.
17
(3) Buat lubang di atas plastik seukuran alas kaleng bekas susu kental manis. Jarak
antar lubang dalam barisan 30 cm, 40 cm, atau 50 cm, sehingga jarak tanam
menjadi berukuran 40 cm x 30 cm, 50 cm x 50 cm, atau 50 cm x 40 cm.
Kemudian buat lubang tanam di atas lubang mulsa tadi.
3. Pengapuran
Bila tanah masam, 2 s.d. 4 ton/ha kapur kalsit atau dolomit ditebarkan di atas
bedengan atau guludan lalu dicampur merata. Pengapuran dilakukan segera
setelah bedengan atau guludan selesai dibuat.
2.2.3 Teknik penanaman
Siram polibag berisi bibit dan keluarkan bibit bersama media tanamnya
dengan hati-hati, kemudian tanam satu bibit di lubang tanam dan padatkan tanah di
sekitar pangkal batang. Pada tanaman tanpa mulsa, diberi pupuk dasar sebanyak 1/3
dari dosis pupuk anjuran (dosis anjuran 200 kg/ha Urea, 250 kg SP-36, dan 150
kg/ha KCl). Pupuk diberikan di dalam lubang sejauh 15 cm di bagian kiri sampai
bagian kanan tanaman, kemudian sirami tanah di sekitar pangkal batang hingga
menjadi lembab.
2.2.4 Pemeliharaan tanaman
1. Penyulaman
Penyulaman dilakukan sebelum tanaman berumur 15 hari setelah tanam, untuk
tanaman yang disulam adalah yang mati atau tumbuh abnormal.
2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada pertanaman stroberi tanpa ataupun dengan mulsa
plastik. Mulsa yang berada di antara barisan atau bedengan dicabut dan
18
dibenamkan ke dalam tanah. Waktu penyiangan tergantung dari pertumbuhan
gulma, biasanya dilakukan bersama pemupukan susulan.
3. Perempelan atau pemangkasan
Tanaman yang terlalu rimbun, terlalu banyak daun harus dipangkas.
Pemangkasan dilakukan teratur terutama membuang daun-daun tua atau rusak
dan juga tanaman stroberi diremajakan setiap dua tahun.
4. Pemupukan
(1) Pertanaman tanpa mulsa yaitu dengan cara pupuk susulan diberikan 1,5 s.d. 2
bulan setelah tanam sebanyak 2/3 dosis anjuran. Pemberian dengan cara ditabur
dalam larikan dangkal diantara barisan, setelah itu ditutup dengan tanah.
(2) Pertanaman menggunakan mulsa yaitu dengan cara pupuk susulan ditambahkan
jika pertumbuhan kurang baik, maka campurkan urea, SP-36, dan KCl (1:2:1,5)
sebanyak 5 kg yang dilarutkan dalam 200 ltr air, kemudian setiap tanaman
disiram dengan 350 s.d. 500 cc larutan pupuk.
5. Pengairan dan penyiraman
Sampai tanaman berumur 2 minggu, penyiraman dilakukan 2 kali sehari,
kemudian penyiraman dikurangi berangsur-angsur dengan syarat tanah tidak
mengering. Pengairan bisa dengan disiram atau menjauhi parit antar bedengan
dengan air.
6. Pemasangan mulsa kering
Mulsa kering dipasang seawal mungkin setelah tanam pada bedengan atau
guludan yang tidak memakai mulsa plastik. Jerami atau rumput kering setebal
19
3 cm s.d. 5 cm dihamparkan di permukaan bedengan atau guludan dan antara
barisan tanaman.
2.2.5 Hama dan penyakit
1. Hama
(1) Kutu daun (Chaetosiphon fragaefolii)
Kutu berwarna kuning-kuning kemerahan, kecil (1 mm s.d. 2 mm), hidup
bergerombol di permukaan bawah daun. Gejalanya yaitu pucuk atau daun
keriput, keriting, pembentukan bunga atau buah terhambat. Pengendalian dapat
dengan insektisida Fastac 15 EC dan Confidor 200 LC.
(2) Tungau (Tetranychus sp. dan Tarsonemus sp.)
Tungau berukuran sangat kecil, betina berbentuk oval, jantan berbentuk agak
segitiga, dan telur kemerah-merahan. Gejalanya yaitu daun berbercak kuning
sampai coklat, keriting, mengering, dan gugur. Pengendalian dapat dengan
insektisida Omite 570 EC, Mitac 200 EC, atau Agrimec 18 EC.
(3) Kumbang penggerek bunga (Anthonomus rubi)
Kumbang penggerek akar (Otiorhynchus rugosostriatus) dan kumbang
penggerek batang (O. sulcatus). Gejalanya yaitu, di bagian tanaman yang digerek
terdapat tepung. Pengendalian dapat dengan insektisida Decis 2,5 EC,
Perfekthion 400 EC, atau Curacron 500 EC disaat menjelang fase berbunga.
(4) Kutu putih (Pseudococcus sp.)
Gejalanya yaitu bagian tanaman yang tertutupi kutu putih akan menjadi
abnormal. Pengendalian kimia dapat dengan insektisida Perfekthion 400 EC atau
dengan Decis 2,5 EC.
20
(5) Nematoda (Aphelenchoides fragariae atau A. ritzemabosi)
Hidup di pangkal batang bahkan sampai pucuk tanaman. Gejalanya yaitu
tanaman tumbuh kerdil, tangkai daun kurus, dan kurang berbulu.
Pengendaliannya dapat dengan nematisida Trimaton 370 AS, Rugby 10 G, atau
dengan Nemacur 10 G.
2. Penyakit
(1) Kapang kelabu (Botrytis cinerea)
Gejalanya yaitu pada bagian buah membusuk dan berwarna coklat lalu
mengering. Pengendalian dapat dengan fungisida Benlate atau Grosid 50 SD.
(2) Busuk buah matang (Colletotrichum fragariae Brooks)
Gejalanya yaitu buah masak menjadi kebasah-basahan berwarna coklat muda dan
buah dipenuhi massa spora berwarna merah jambu. Pengendalian dapat dengan
fungisida berbahan aktif tembaga seperti Kocide 80 AS, Funguran 82 WP, dan
juga dengan Cupravit OB 21.
(3) Busuk rizopus (Rhizopus stolonifer)
Beberapa gejalanya yaitu, pertama buah busuk, berair, berwarna coklat muda,
dan bila ditekan akan mengeluarkan cairan keruh. Kedua di tempat penyimpanan,
buah yang terinfeksi akan tertutup miselium jamur berwarna putih dan spora
hitam. Pengendalian dapat dengan membuang buah yang sakit, pascapanen yang
baik, dan budidaya dengan mulsa plastik.
(4) Empulur merah (Phytophthora fragariae hickman)
Gejalanya yaitu jamur menyerang akar sehingga tanaman tumbuh kerdil, daun
tidak segar, kadang-kadang layu terutama siang hari.
21
(5) Embun tepung (Sphaetotheca mascularis atau Uncinula necator)
Gejalanya yaitu, pada bagian yang terserang, terutama daun, tertutup lapisan
putih tipis seperti tepung, bunga akan mengering dan gugur. Pengendalian dapat
dengan fungisida Benlate atau Rubigan 120 EC.
(6) Daun gosong (Diplocarpon earliana atau Marssonina fragariae)
Gejalanya yaitu, daun berbercak bulat telur sampai bersudut tidak teratur,
berwarna ungu tua. Pengendalian kimia dengan fungisida Dithane M-45 atau
dengan Antracol 70 WP.
(7) Bercak daun
Beberapa penyebab dari penyakit bercak daun, yaitu sebagai berikut.
a. Ramularia tulasnii (Mycosphaerella fragariae)
Gejalanya yaitu, bercak kecil ungu tua pada daun. Pusat bercak berwarna
coklat yang akan berubah menjadi putih.
b. Pestalotiopsis disseminata
Gejalanya yaitu, bercak bulat pada daun. Pusat bercak berwarna coklat tua
dikelilingi bagian tepi berwarna coklat kemerahan atau kekuningan,
menyebabkan daun mudah gugur.
c. Rhizoctonia solani
Gejalanya yaitu, bercak coklat kehitaman besar pada daun. Pengendalian
kimia dengan fungisida bahan aktif tembaga seperti Funguran 82 WP, Kocide
77 WP, atau Cupravit OB 21.
22
(8) Busuk daun (Phomopsis obscurans)
Gejalanya yaitu, noda bulat berwarna abu-abu dikelilingi warna merah ungu,
kemudian noda membentuk luka mirip huruf V. Pengendalian dapat dengan
Dithane M-45, Antracol 70 WP, atau Daconil 75 WP.
(9) Layu vertisillium (Verticillium dahliae)
Gejalanya yaitu, daun terinfeksi berwarna kekuning-kuningan hingga coklat,
layu, dan tanaman mati. Pengendalian dapat melalui fumigasi gas dengan
menggunakan Basamid-G.
(10) Virus
Ditularkan melalui serangga aphids atau tungau. Gejalanya yaitu, terjadi
perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning (khlorosis) sepanjang tulang
daun, daun jadi keriput, kaku, tanaman kerdil. Pengendalian dapat menggunakan
bibit bebas virus, menghancurkan tanaman terserang, menyemprot pestisida
untuk mengendalikan serangga pembawa virus.
Pencegahan hama dan penyakit umumnya dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan kebun atau tanaman, menanam secara serempak (untuk memutus siklus
hidup), menanam bibit yang sehat, memberikan pupuk sesuai anjuran sehingga
tanaman tumbuh sehat, melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan
keluarga Rosaceae dan memangkas bagian tanaman atau mencabut tanaman yang
sakit. Membudidayakan stroberi dengan mulsa plastik juga akan menekan
pertumbuhan hama atau penyakit. Khusus untuk penyakit, perbaikan drainase
biasanya dapat menurunkan serangan.
23
2.2.6 Panen dan produksi
Tanaman asal stolon dan anakan mulai berbunga ketika berumur dua bulan
setelah tanam. Bunga pertama sebaiknya dibuang, dan setelah tanaman berumur
empat bulan maka bunga dibiarkan tumbuh menjadi buah. Periode pembungaan dan
pembuahan dapat berlangsung selama dua tahun tanpa henti.
1. Ciri dan umur panen
(1) Buah sudah agak kenyal dan agak empuk.
(2) Kulit buah didominasi warna merah, hijau kemerahan hingga kuning kemerahan.
(3) Buah berumur dua minggu sejak pembungaan atau 10 hari setelah awal
pembentukan buah.
2. Cara panen
Panen dilakukan dengan menggunting bagian tangkai bunga dengan kelopaknya,
dan panen dilakukan biasanya dua kali dalam seminggu.
Perkiraan produktivitas tanaman stroberi bergantung dari varietas dan teknik
budidaya, untuk varietas Osogrande mencapai 1,2 kg/tanaman/tahun, varietas pajero
0,8 kg/tanaman/tahun, dan varietas selva 0,6 kg/tanaman/tahun s.d. 0,7
kg/tanaman/tahun. Teknik budidaya stroberi dengan naungan UV memberikan hasil
1 kg/tanaman/tahun s.d. 1,25 kg/tanaman/tahun (Prayoga, 2011).
Adapun data mengenai hasil produksi stroberi berdasarkan provinsi di
Indonesia tahun 2011 s.d. 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
24
Tabel 2.1
Produksi Stroberi Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2011 s.d. 2013
No Provinsi Produksi per Tahun (ton)
2011 2012 2013
1 Sumatera Utara 30 108 482
2 Sumatera Barat 7 14 8
3 Jambi 0 0 13
4 Bengkulu 65 24 64
5 Jawa Barat 38.314 166.570 86.849
6 Jawa Tengah 1.502 1.871 1.311
7 Jawa Timur 256 232 720
8 Bali 757 780 840
9 NTB 27 33 40
10 Sulawesi Utara 0 100 0
11 Sulawesi Selatan 76 64 26
TOTAL 41.035 169.796 90.353
Sumber : Kementrian Pertanian (2014)
2.2.7 Penanganan pascapanen
1. Pengumpulan
Buah disimpan dalam suatu wadah dengan hati-hati supaya tidak memar, simpan
di tempat teduh atau dibawa langsung ke tempat penampungan hasil. Hamparkan
buah di atas lantai beralas terpal atau plastik. Cuci buah dengan air mengalir dan
tiriskan di atas rak-rak penyimpanan.
2. Penyortiran dan penggolongan
Pisahkan buah yang rusak dari buah yang baik. Penyortiran buah berdasarkan
pada varietas, warna, ukuran, dan bentuk buah. Terdapat tiga kelas kualitas buah
yaitu sebagai berikut.
(1) Kelas Ekstra: buah berukuran 20 mm s.d. 30 mm atau tergantung spesies, serta
warna dan kematangan buah seragam.
25
(2) Kelas I: buah berukuran 15 mm s.d. 25 mm atau tergantung spesies, serta
bentuk, dan warna buah bervariasi.
(3) Kelas II: tidak ada batasan ukuran buah dan juga sisa seleksi kelas ekstra dan
kelas I yang masih dalam keadaan baik.
3. Pengemasan dan penyimpanan
Buah dikemas di dalam wadah plastik transparan atau putih kapasitas 0,25 kg s.d.
0,5 kg dan ditutup dengan plastik lembar polietilen. Penyimpanan dilakukan di
rak dalam lemari pendingin 0 s.d. 1 oC.
2.3 Konsep dan Definisi Risiko
Ahli statistik sudah sejak lama mendefinisikan risiko sebagai derajat
penyimpangan suatu nilai di sekitar suatu posisi sentral atau sekitar titik rata-rata.
Variasi lain dari konsep risiko sebagai suatu penyimpangan yaitu risiko merupakan
probabilitas obyektif bahwa outcome yang aktual dari suatu kejadian akan berbeda
dari outcome yang diharapkan. Kunci dalam definisi ini adalah risiko bukan
probabilitas dari suatu kejadian tunggal, tetapi probabilitas dari beberapa outcome
yang berbeda dari yang diharapkan (Darmawi, 2004).
Salvatore (2003) menyatakan risiko mengacu kepada situasi di mana terdapat
lebih dari satu hasil yang mungkin terjadi dari suatu keputusan dan probabilitas dari
setiap hasil tersebut diketahui, sedangkan menurut Wijaya (2012) risiko merupakan
kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return yang
diharapkan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya, berarti semakin besar risiko
investasi tersebut.
26
2.3.1 Sumber-sumber risiko
Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya risiko pada umumnya berasal
dari dua sumber yakni sumber internal dan eksternal. Sumber internal umumnya
lebih mudah untuk dikendalikan dan bersifat pasti. Sumber eksternal umumnya jauh
diluar kendali pembuat keputusan, antara lain muncul dari pasar, ekonomi, politik
suatu negara, perkembangan teknologi, perubahan sosial budaya, kondisi pemasok,
kondisi geografi dan kependudukan, dan perubahan lingkungan dimana perusahaan
itu didirikan (Darmawi, 2004).
Menurut Harwood et al., (1999 dalam Sari, 2012) beberapa sumber risiko
yang dapat dihadapi petani sebagai berikut.
1. Risiko produksi
Sumber risiko dari produksi dapat disebabkan oleh hama dan penyakit, cuaca,
musim, bencana alam, teknologi, tenaga kerja yang dapat menyebabkan gagal
panen, produktivitas yang rendah, dan kualitas yang buruk.
2. Risiko pasar dan harga
Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya barang tidak dapat dijual yang
disebabkan oleh adanya ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian
harga output, inflasi, daya beli, persaingan ketat, banyak pesaing masuk, banyak
produksi subtitusi, daya tawar pembeli, dan strategi pemasaran yang tidak baik.
Namun, risiko yang ditimbulkan oleh harga yang naik karena adanya inflasi dan
dipengaruhi oleh perubahan harga produksi atau input yang digunakan.
27
3. Risiko kelembagaan atau institusi
Risiko yang ditimbulkan adalah adanya aturan tertentu yang membuat anggota
suatu oganisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan
hasil produksi yang dapat disebabkan oleh institusi mempengaruhi hasil
pertanian melalui kebijakan dan peraturan. Kebijakan pemerintah dalam menjaga
kestabilan proses produksi, distribusi, dan harga dari input s.d. output dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan produksi petani. Fluktuasi harga input maupun
output pertanian dapat mempengaruhi biaya produksi.
4. Risiko keuangan
Risiko keuangan merupakan dampak yang ditimbulkan oleh cara petani dalam
mengelola keuangannya. Risiko yang ditimbulkan antara lain perputaran barang
rendah, laba yang menurun disebabkan oleh adanya piutang tak tertagih, dan
likuiditas yang rendah.
5. Risiko manusia atau orang
Risiko ini disebabkan oleh tingkah laku manusia dalam melakukan proses
produksi. Sumberdaya manusia perlu diperhatikan untuk menghasilkan output
optimal. Moral manusia dapat menimbulkan kerugian seperti adanya kelalaian
sehingga menimbulkan kebakaran, pencurian, dan rusaknya fasilitas produksi.
2.3.2 Tipe-tipe risiko
Hanafi (2009) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengelompokkan
risiko adalah dengan melihat tipe-tipe risiko. Bagian berikut ini menunjukan bahwa
risiko dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe risiko yaitu, risiko murni dan risiko
spekulatif.sebagai berikut.
28
1. Risiko murni (pure risks) adalah risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi
kemungkinan keuntungan tidak ada. Contoh risiko tipe ini adalah risiko
kecelakaan, kebakaran, dan semacamnya.
2. Risiko spekulatif adalah risiko dimana mengharapkan terjadinya kerugian dan
juga keuntungan. Contoh risiko tipe ini adalah usaha bisnis. Dalam kegiatan
bisnis mengharapkan keuntungan, meskipun ada potensi kerugian.
2.4 Hubungan Karakteristik dengan Risk and Return
Dalam pengambilan keputusan yang dilakukan, maka ada faktor yang turut
mempengaruhinya yaitu karakteristik sang pengambil keputusan. Latar belakang
karakter ini menjadi bagian yang dominan untuk dikaji sebagai bahan analisis
pendukung tentunya. Karakteristik tersebut secara umum dapat dibagi menjadi tiga
yaitu sebagai berikut (Fahmi, 2013).
1. Takut pada risiko atau risk avoider
Karakteristik seperti ini adalah dimana decision maker sangat hati-hati
terhadap keputusan yang diambilnya, bahkan dia cenderung begitu tinggi melakukan
tindakan yang sifatnya menghindari risiko yang akan timbul jika keputusan
diaplikasikan. Secara umum pebisnis yang berkarakter seperti ini cenderung
melakukan tindakan yang biasanya disebut dengan safety player. Mereka penganut
risk avoider cenderung sulit menjadi pemimpin dan lebih banyak menjadi follower
bukan innovator. Namun, yang harus kita pahami bahwa hampir semua investor
bertipe penghindar risiko, dalam artian mereka tidak ingin menanggung risiko yang
akan timbul dalam bentuk kerugian yang akan timbul di kemudian hari.
29
Bagaimanapun investasi selalu dilihat sebagai bentuk usaha mencari keuntungan
dalam bentuk finansial di kemudian hari terhadap sejumlah dana yang telah
ditanamkan pada saat ini.
2. Hati-hati pada risiko atau risk indifference
Karakteristik seperti ini adalah dimana sang decision maker sangat hati-hati
atau begitu menghitung terhadap segala dampak yang akan terjadi jika keputusan
tersebut dilakukan. Namun, bagi mereka yang menganut karakter seperti ini dengan
kecenderuangan kehati-hatian yang begitu tinggi maka biasanya setelah keputusan
tersebut diambil maka dia tidak akan mengubahnya begitu saja.
3. Suka pada risiko atau risk seeker atau risk lover
Karakteristik seperti ini adalah tipe yang begitu suka pada risiko, karena bagi
tipe ini semakin tinggi risiko maka semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang
akan diperoleh. Prinsip seperti ini cenderung begitu menonjol dan mempengaruhi
besar terhadap setiap keputusan yang di ambil, mereka terbiasa dengan spekulasi dini
dan itu pula yang membuat mereka penganut karakteristik ini selalu saja ingin
menjadi pemimpin dan cenderung tidak ingin menjadi pekerja dan kalupun berada
pada posisi pekerja maka itupun tidak akan berlangsung lama. Mental risk seeker
atau juga disebut dengan risk lover adalah mental yang dimiliki oleh pebisnis besar
dan juga pemimpin besar, karakter ini juga pada umumnya dimiliki oleh para
pemberontak dimana mereka mau bersusah payah dengan keyakinan akan
memperoleh kenikmatan setelah itu yaitu berupa kemenangan.
30
2.5 Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis, serta
mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk
efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Karena itu perlu terlebih dahulu
memahami tentang konsep-konsep yang dapat memberi makna, cakupan yang luas
dalam rangka memahami proses manajemen tersebut (Darmawi, 2004).
Manajemen risiko organisasi adalah suatu sistem pengelolaan risiko yang
dihadapi oleh organisasi secara komprehensif untuk tujuan meningkatkan nilai
perusahaan. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko sehingga organisasi
bisa bertahan, atau mungkin saja mengoptimalkan risiko. Risiko ada dimana-mana,
bisa datang kapan saja, dan sulit dihindari. Apabila risiko tersebut menimpa suatu
organisasi, maka organisasi tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan.
Beberapa situasi risiko tersebut bisa mengakibatkan kehancuran organisasi tersebut,
karena itu risiko penting untuk dikelola. Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan
melalui proses-proses berikut ini (Hanafi 2009).
1. Identifikasi risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang
dihadapi oleh suatu organisasi. Beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko,
misalkan dengan menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang
tidak diinginkan.
2. Evaluasi dan pengukuran risiko
Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko dengan lebih
baik. Apabila memperoleh pemahaman yang lebih baik, maka risiko akan lebih
31
mudah dikendalikan. Beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis
risiko tersebut. Sebagai contoh bisa memperkirakan probabilitas (kemungkinan)
risiko atau suatu kejadian jelek terjadi.
3. Pengelolaan risiko
Apabila organisasi gagal mengelola risiko, maka konsekuensi yang diterima bisa
cukup serius, misalkan kerugian yang besar. Risiko bisa dikelola dengan
berbagai cara, yaitu seperti penghindaran, ditahan (rentention), diversifikasi,
transfer risiko (asuransi), pengendalian risiko (risk control), dan pendanaan
risiko (risk financing).
Darmawi (2004) menyatakan dengan menerapkan manajemen risiko dapat
memberikan sumbangan terhadap perusahaan yaitu sebagai berikut.
1. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
Sebagian kerugian seperti hancurnya fasilitas produksi mungkin bisa
menyebabkan perusahaan harus ditutup, jika sebelumnya tidak ada kesiapsediaan
menghadapi musibah tersebut.
2. Laba dapat ditingkatkan dengan jalan mengurangi pengeluaran, maka
manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba. Misalnya,
manajemen risiko dapat mengurangi pengeluaran dengan jalan mencegah atau
mengurangi risiko kerugian.
3. Manajemen risiko dapat menyumbang secara tidak langsung laba setidaknya
dengan cara-cara sebagai berikut.
32
(1) Apabila sebuah perusahaan memanajeri risiko murninya dengan berhasil, maka
manajer akan bersikap tenang dan percaya diri, serta membuka pikiran untuk
menyelidiki risiko spekulatif.
(2) Membebaskan manajer umum dari memikirkan aspek risiko murni dari proyek
yang bersifat spekulatif, maka manajemen risiko dalam hal ini menunjang
peningkatan kualitas keputusan yang diambil.
(3) Apabila keputusan telah diambil untuk menerima proyek yang bersifat spekulatif,
maka penanganan risiko spekulatif lebih efisien.
(4) Manajemen risiko dapat mengurangi fluktuasi laba tahunan dan aliran kas.
(5) Melalui persiapan sebelumnya, manajemen risiko dalam banyak hal dapat
membuat perusahaan melanjutkan kegiatannya walaupun telah mengalami suatu
kerugian, jadi dengan demikian mencegah langganan pindah kepada saingan.
4. Menyebabkan ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya
perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi
perusahaan itu.
5. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi, maka
secara tidak langsung menolong meningkatkan public image.
2.6 Identifikasi Risiko
Sebelum memanajemen risiko, maka harus dapat diketahui adanya risiko itu,
berarti membangun pengertian tentang sifat risiko yang dihadapi dan dampaknya
terhadap aktivitas perusahaan. Pengidentifikasian itu merupakan proses
33
penganalisisan untuk menemukan secara sistematis dan secara berkesinambungan
risiko yang menantang perusahaan. Proses identifikasi harus dilakukan secara cermat
dan komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan atau tidak
teridentifikasi (Darmawi, 2004).
Menurut Hery (2015) dalam pelaksanaannya, teknik pencarian informasi
untuk mengidentifikasi risiko dapat dilakukan dengan beberapa teknik berikut.
1. Kuesioner
2. Brainstorming
3. Teknik Delphi
4. Wawancara
5. Root Cause Analysis
Setelah proses identifikasi semua risiko – risiko yang terjadi pada suatu usaha
dilakukan, diperlukan suatu tindak lanjut untuk menganalisis risiko – risiko tersebut.
Al Bahar dan Crandall, (1990 dalam Bria, 2012) mengemukakan bahwa yang
dibutuhkan adalah menentukan signifikansi atau dampak dari risiko tersebut, melalui
suatu analisis probabilitas, sebelum risiko – risiko tersebut dibawa memasuki
tahapan respon manajemen.
Langkah pertama dalam mengidentifikasi risiko yaitu dengan menghitung
probabilitas. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya
(probabilitas) yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko yang akan
terjadi. Dengan mengetahui besarnya kemungkinan terjadinya risiko dapat diketahui
risiko apa saja yang tergolong besar dan kecil, sehingga dalam penanganan risiko
dapat diketahui risiko mana yang perlu diperhatikan.
34
Metode aproksimasi adalah cara yang digunakan untuk mengetahui
probabilitas dan dampak risiko, metode ini dilakukan dengan cara menanyakan kira-
kira berapa dampak dan kemungkinan (probabilitas) dari suatu risiko kepada orang
lain (Kountur, 2008 dalam Dewiana, 2011). Pemilihan metode ini digunakan apabila
perusahaan tidak memiliki data historis mengenai kemungkinan (probabilitas) dan
dampak risiko yang ada. Pengumpulan informasi pada metode aproksimasi ini
dilakukan dengan cara expert opinion. Cara ini merupakan salah satu cara
pengumpulan informasi dimana seseorang dianggap ahli diwawancarai untuk
mendapatkan informasi tentang berapa besar kemungkinan (probabilitas) dan
dampak yang terjadi dari suatu risiko. Beberapa sumber risiko yang dijelaskan
diberikan kepada para ahli yang kemudian ahli tersebut memberikan pendapatnya
terhadap perkiraan dampak dan probabilitas risiko.
Kountur, (2008 dalam Dewiana, 2011) mengemukakan bahwa salah satu cara
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko yaitu dengan meminta pendapat
sekurang-kurangnya dari tiga orang yang dapat merepresentasikan pendapat optimis
(O), most likely (M), dan pesimis (P). Pendapat yang menyatakan dengan optimis
terhadap suatu kejadian pada umumnya memberikan penilaian lebih kecil karena
beranggapan bahwa kejadian tersebut tidak akan terjadi dan dapat diantisipasi.
Kriteria penentuan para ahli tersebut berdasarkan pada tingkat pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki selama bekerja. Setelah ketiga orang ini diwawancarai,
kemudian dirata-ratakan nilainya. Rata-rata yang dimaksud adalah rata-rata
tertimbang dengan rumus sebagai berikut.
35
Probabilitas =
Dampak (D) =
..………… (1)
Keterangan :
Probabilitas = Peluang terjadinya akibat sumber-sumber risiko (%)
Dampak (D) = Dampak yang ditimbulkan akibat sumber-sumber risiko (%)
(O) = Pendapat Optimis (%)
(M) = Pendapat Most likely (%)
(P) = Pendapat Pesimis (%)
Penggunaan rumus di atas dilakukan agar data yang didapat tidak bias. Nilai
most likely dikalikan empat karena nilai tersebut diasumsikan sebagai nilai yang
dapat dipercaya dan nilai ini adalah nilai dari orang yang dianggap ahli dari
kebanyakan kejadian secara umum. Penetapan dampak risiko tersebut dilakukan
dengan mempertimbangkan apakah risiko tersebut akan berdampak pada penurunan
penerimaan yang sangat signifikan atau tidak. Besarnya dampak risiko dapat
diketahui melalui perhitungan sebagai berikut (Dewiana, 2011)
Dampak (Rp) = Persentase kehilangan x rata-rata produksi x harga jual ..… (2)
Keterangan :
Dampak (Rp) = Biaya yang ditimbulkan dari sumber-sumber risiko (Rp)
Persentase kehilangan = Pendapat ahli (%)
Rata-rata produksi = Rata-rata produksi selama periode (kg)
Harga jual = Rata-rata harga jual produk (Rp/kg)
Persentase kehilangan yang dimaksud merupakan kehilangan produksi yang
diberikan berdasarkan perkiraan para ahli, sedangkan rata-rata produksi diperoleh
dari jumlah produksi per minggunya, sehingga didapatkan rata-rata produksi. Harga
jual yang digunakan merupakan harga jual rata-rata.
Status risiko digunakan untuk mengetahui mana risiko yang besar dan kecil,
serta status risiko hanya menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko
36
sampai dengan yang tidak berisiko. Secara matematis status risiko dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut (Kountur, 2008 dalam Dewiana, 2011).
Status Risiko = Probabilitas x Dampak (Rp) …………………………...… (3)
Keterangan :
Status Risiko = Urutan risiko dari yang paling berisiko (Rp)
Probabilitas = Peluang terjadinya akibat sumber-sumber risiko (%)
Dampak (Rp) = Biaya yang ditimbulkan dari sumber-sumber risiko (Rp)
2.7 Analisis Tingkat Risiko
Sesudah manajer risiko mengidentifikasi berbagai jenis risiko yang dihadapi
perusahaan, maka selanjutnya risiko itu harus dianalisis seberapa besar tingkat
risikonya supaya dapat menentukan relatif pentingnya risiko tersebut dan untuk
memperoleh informasi yang akan menolong dalam penetapan kombinasi peralatan
manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya (Darmawi, 2004).
Langkah pertama dalam menganalisis tingkat risiko yaitu dengan menghitung
probabilitas. Metode yang digunakan untuk mengukur probabilitas pada penelitian
ini adalah metode nilai standar (z-score). Menurut Kountur, (2008 dalam Amelia,
2012) terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menghitung tingkat
probabilitas dengan menggunakan metode z-score, sebagai berikut.
1. Menghitung nilai rata-rata produksi
Nilai rata-rata produksi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
∑ ini
n ……………………………………....... (4)
Keterangan:
= Nilai rata-rata dari hasil produksi (kg/tahun)
Qi = Data setiap hasil produksi (kg/minggu)
n = Jumlah data
37
2. Menghitung nilai standar deviasi (s)
Nilai standar deviasi diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
√∑ i -
ni
n ……………………………………....... 5)
Keterangan:
s = Nilai standar deviasi dari hasil produksi (kg/tahun)
= Nilai rata-rata dari hasil produksi (kg/tahun)
Qi = Data setiap hasil produksi (kg/minggu)
n = Jumlah data
3. Menghitung z-score
Nilai standar (z-score) diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
i -
……………………………………...... (6)
Keterangan:
z = Nilai standar (z-score) yang dilihat dari tabel distribusi normal
Qi = Data setiap hasil produksi (kg/minggu)
= Nilai rata-rata dari hasil produksi (kg/tahun)
s = Nilai standar deviasi dari hasil produksi (kg/tahun)
Apabila kurva normal standar berbentuk simetris pada titik nol (mean)
hasilnya akan sama meski memiliki tanda negatif, maka nilai z akan tetap sama
walaupun bernilai positif ataupun negatif, dan begitu juga dengan luas areanya
(probabilitas) (Salvatore, 2003).
4. Mencari nilai probabilitas (Pi)
Langkah terakhir yang dilakukan dengan menyamakan atau memetakan kedalam
tabel distribusi normal (tabel distribusi Z) nilai z-score yang telah diperoleh hasil
dengan rumus 3.
Konsep distribusi probabilitas sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi dan
membandingkan hasil suatu produksi. Secara umum, hasil atau produksi dari
38
berusahatani akan paling tinggi pada saat kondisi yang optimal dan akan paling
rendah selama produksi tidak optimal atau resesi. Apabila mengalikan tiap hasil atau
produksi yang mungkin terjadi dari suatu usaha dengan probabilitasnya masing-
masing dan kemudian menambahkan semua hasil perkalian, maka akan mendapatkan
produksi yang diharapkan dari usaha yaitu sebagai berikut (Salvatore, 2003).
Ekspektasi produksi ( ) ∑ i . ini …………………………… (7)
Keterangan:
E(Q) = Nilai yang diharapkan dari hasil produksi (kg/tahun)
Qi = Data setiap hasil produksi (kg)
Pi = Probabilitas dari masing-masing hasil produksi
Menurut Salvatore (2003) nilai yang diharapkan dari hasil produksi (expected
production) merupakan rata-rata tertimbang dari semua tingkat produksi yang
mungkin terjadi dalam berbagai periode dalam produksi, dimana probabilitas dari
tingkat produksi digunakan sebagai bobot.
2.7.1 Ukuran risiko absolut
Menurut Salvatore (2003) menyatakan semakin rapat distribusi probabilitas
semakin berisiko dari suatu keputusan atau strategi. Alasannya, semakin kecil nilai
probabilitas bahwa hasil aktual yang akan terjadi akan menyimpang secara signifikan
dari nilai yang diharapkan atau rata-rata. Hal tersebut dapat mengukur kerapatan atau
derajat penyebaran probabilitas dengan memakai simpangan baku (standard
deviation), yang diindikasikan oleh imbol igma σ . Simpangan baku (standard
deviation) mengukur tingkat penyebaran hasil-hasil yang mungkin dari nilai yang
diharapkan atau rata-rata produk i. Semakin kecil nilai tandar devia i σ , emakin
rapat distribusi dan semakin kecil risiko.
39
Menghitung nilai tandar devia i σ dari uatu di tribu i probabilita
tertentu, maka dapat memakai proses tiga langkah berikut (Salvatore, 2003).
1. Tiap hasil aktual (Qi) dikurangi sebesar nilai yang diharapkan E(Q) dari
distribusi untuk mendapatkan serangkaian deviasi (di) dari nilai yang diharapkan,
yaitu sebagai berikut.
di = Qi – E(Q) ……………………………………....... (8)
Keterangan:
Qi = Hasil setiap produksi (kg)
E(Q) = Expected production (kg/tahun)
2. Kudratkan tiap deviasi, kemudian kalikan dengan probabilitas dari setiap nilai
yang diharapkan atau rata-rata, dan jumlahkan semuanya. Rata-rata tertimbang
dari deviasi-deviasi yang telah dikuadratkan dinamakan dengan ragam (variance)
dari di tribu i σ2), yaitu sebagai berikut.
σ ∑ ( ( ) . i …………………………............ (9)
Keterangan:
= Ragam (variance) dari hasil produksi (kg/tahun)
Pi = Probabilitas (Tabel distribusi Z)
Qi = Data per periode hasil produksi (kg/periode)
E(Q) = Expected production (kg/tahun)
Nilai variance juga dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai ragam maka
semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi
dalam melakukan kegiatan usaha tersebut (Elton dan Gruber, 1995 dalam
Situmeang, 2011).
3. Hitung akar kuadrat dari ragam untuk mendapatkan simpangan baku (σ), yaitu
sebagai berikut.
40
√∑ ( - ( )) ..………………………..... (10)
Keterangan:
σ = Simpangan baku dari hasil produksi (kg/tahun)
Pi = Probabilitas (Tabel distribusi Z)
Qi = Data per periode hasil produksi (kg/periode)
E(Q) = Expected production (kg/tahun)
2.7.2 Ukuran risiko relatif
Standar deviasi bukan merupakan ukuran yang baik untuk membandingkan
tingkat sebaran (risiko relatif) yang berhubungan dengan dua distribusi probabilitas
atau lebih yang memiliki nilai yang diharapkan yang berbeda. Distribusi yang
mengandung nilai yang diharapkan terbesar sangat mungkin memiliki standar
deviasi yang lebih besar (ukuran sebaran absolut) tetapi tidak selalu memiliki
dispersi relatif terbesar. Mengukur dispersi relatif, dapat menggunakan koefisien
variasi (coefficient of variation). Koefisien variasi sama dengan simpangan baku dari
suatu distribusi dibagi dengan nilai yang diharapkan dengan rumus perhitungannya
sebagai berikut (Salvatore, 2003).
oefi ien varia i σ
…………….………….. (11)
Keterangan:
CV = Coefficient variation produksi
σ = Standard deviation produksi (kg/tahun) E(Q) = Expected production (kg/tahun)
Koefisien variasi merupakan ukuran yang bebas dimensi, atau angka murni
yang dapat digunakan untuk membandingkan risiko relatif dari dua proyek atau
usaha maupun yang lebih dari dua proyek atau usaha. Proyek atau suatu usaha yang
41
memiliki koefisien variasi paling tinggi adalah proyek atau suatu usaha yang paling
berisiko (Salvatore, 2003).
Menurut Fahmi (2013) pengukuran risiko operasional dapat dilakukan
dengan menempatkan tingkatan dari setiap bentuk risiko yang terjadi. Semakin
tinggi risiko maka semakin tinggi kemungkinan untuk memperoleh produksi yang
diharapkan, dengan asumsi risiko dan production (produksi) bersifat linear, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1
Hubungan Expected Production dan Standar Deviasi
dalam Perspektif Risiko Operasional
Keterangan:
E(Q) = Expected production atau hasil produksi yang diharapkan.
σ Standar deviasi atau simpangan baku. Simpangan baku di sini sering
diartikan dengan tingkat risiko yaitu semakin besar simpangan
bakunya maka semakin besar tingkat risiko yang akan terjadi.
Pada Gambar 2.1 dapat dipahami bahwa terdapat suatu hubungan kuat antara
E dan σ. Setiap titik-titik dan wilayah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
E(Q)
0 σ
I IV
II III
M
42
1. Posisi I adalah dimana E berada di po i i yang tertinggi dan σ juga berada di
posisi yang tertinggi dalam artian semakin tinggi pengharapan pada E(Q) maka
semakin tinggi kemungkinan terjadinya σ, atau dengan kata lain di sini kondisi
maksimalitas expected production bersifat searah (linier) dengan risiko yang
akan diterima. Contohnya pada saat suatu perusahaan merencanakan untuk
menambah kapasitas produksi maka kemungkinan untuk meningkatkan
penjualan pasti akan terjadi atau profit perusahaan akan mengalami peningkatan,
namun ini juga berakibat pada terjadinya peningkatan pada proses produksi
untuk mampu meningkatkan jumlah produksi per unitnya yaitu jika sebelumnya
perusahaan bisa memproduksi 4.000 unit maka sekarang harus ditingkatkan
menjadi 4.700 unit. Kondisi ini akan menimbulkan beberapa dampak pada risiko
operasional perusahaan sebagai berikut.
(1) Mesin produksi akan mengalami masa penyusutan dengan cepat karena dipakai
dalam waktu lebih lama dan bersifat mengejar target produksi.
(2) Kebutuhan bahan baku yang diperlukan akan mengalami peningkatan yang tinggi
dan tidak boleh terhenti karena akan mempengaruhi pada kelancaran produksi
secara tepat waktu.
(3) Ketersediaan barang hasil produksi harus selalu tersedia di gudang karena
menyangkut dengan kelancaran order pesanan dari para distributor atau para
pembeli, karena jika hal ini mengalami kemacetan maka kepuasan konsumen
akan terganggu.
2. Posisi II adalah dimana E berada di po i i rendah σ berada dipo i i yang
tinggi atau dengan kata lain E dan σ ber ifat tidak earah atau (non linier).
43
Posisi ini mengharuskan suatu perusahaan melakukan antisipasi dan menerapkan
strategi yang maksimal guna menghindari semakin terjadinya pergerakan
kenaikan risiko secara lebih tinggi, karena semakin tingginya risiko yang terjadi
akan menyebabkan beberapa hal pada perusahaan seperti berikut.
(1) Peningkatan kerugian perusahaan akan terus bertambah dan lebih jauh dana
cadangan banyak terkuras.
(2) Apabila risiko kerugian ini tetap dibiarkan secara terus menerus maka akan
menyebabkan perusahaan tersebut berada dalam kondisi financial distress
(kesulitan keuangan).
(3) Kredibilitas dan reputasi perusahaan akan semakin menurun karena berbagai
pihak mulai dari rekanan bisnis atau (business partner) hingga para konsumen
terutama konsumen aktual akan semakin kecewa.
(4) Lebih jauh mampu menimbulkan risiko kebangkrutan (bankrupt).
3. Posisi III adalah dimana E berada pada po i i rendah dan σ juga berada pada
posisi yang rendah, atau dengan kata lain E dan σ ber ifat earah linier).
4. Posisi IV adalah dimana E berada pada po i i tinggi dan σ berada po i i
rendah atau dengan kata lain E dan σ ber ifat tidak earah non linier). Pada
kondisi ini ada beberapa kondisi dan situasi yang perlu dicermati sebagai berikut.
(1) Risiko sangat sulit diprediksi tapi jika terjadi mampu menempatkan perusahaan
berada titik atau posisi II.
(2) Kondisi dan situasi ini terjadi pada saat kontrol risiko alias (risk control) menjadi
lemah karena perusahaan selama ini telah terbuai oleh profit dari hasil produksi
yang terus mengalami kenaikan.
44
(3) Semangat kerja atau under pressure (dibawah tekanan) yang dilakukan oleh
pihak manajemen perusahaan tidak lagi seperti berada pada posisi II dan ini bisa
berdampak pada penurunan kedisiplinan kerja serta target dari pekerjaan yang
harus dikerjakan.
5. Posisi M adalah posisi yang dianggap sebagai titik yang paling optimal untuk
kondisi E dan σ. Apabila pihak manajemen dan para komisaris perusahaan
(para pemegang saham) menginginkan kondisi yang stabil dalam artian safety
position maka sebaiknya memilih posisi atau titik M saja.
2.8 Penanganan risiko
Penanganan risiko merupakan langkah lanjutan dari proses identifikasi dan
menganalisis tingkat risiko. Penanganan risiko berbentuk langkah-langkah yang
ditujukan untuk mengurangi tingkat kerugian dari suatu kondisi yang dianggap
berisiko bagi perusahaan.
Menurut Kountur, (2008 dalam Sari, 2012) menyatakan terdapat dua cara
penanganan risiko yaitu sebagai berikut.
1. Preventif
Preventif adalah cara yang dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Cara
ini cocok dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Preventif dapat dilakukan
dengan berbagai cara membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur,
mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM), dan memasang atau
memperbaiki fasilitas fisik.
45
2. Mitigasi
Mitigasi adalah cara penanganan risiko yang dimaksud untuk memperkecil
dampak yang ditimbulkan dari risiko. Cara mitigasi dilakukan untuk menangani
risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang
termasuk dalam mitigasi sebagai berikut.
(1) Diversifikasi
Diversifikasi adalah cara menempatkan aset atau harta dibeberapa tempat
sehingga jika salah satu tempat terkena musibah tidak akan menghabiskan semua
aset yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah satu cara pengalihan risiko
yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko.
(2) Penggabungan
Penggabungan atau yang lebih dikenal dengan istilah merger menekankan pola
penanganan risiko pada kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain.
(3) Pengalihan risiko
Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penanganan risiko dengan
mengalihkan dampak dari risiko ke pihak lain. Cara ini bermaksud jika terjadi
kerugian pada perusahaan, maka yang menanggung kerugian tersebut adalah
pihak lain. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengalihkan dampak
risiko ke pihak lain, diantaranya dengan melalui asuransi, leasing, dan hedging.
Petani dapat melakukan beberapa cara untuk menangani risiko yang dihadapi
serta meminimalisir kerugian usahataninya. Menurut Harwood et al., (1999 dalam
Cher, 2011) beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
46
1. Diversifikasi usaha (enterprise diversification)
Diversifikasi adalah suatu cara pengelolaan risiko yang sering digunakan yang
melibatkan partisipasi lebih dari satu aktivitas. Cara diversifikasi ini dilakukan
dengan alasan bahwa apabila satu unit usaha memiliki hasil yang rendah maka
unit-unit usaha yang lain mungkin akan memiliki hasil yang lebih tinggi.
2. Integrasi vertikal (vertical integration)
Integrasi vertikal merupakan salah satu cara dalam payung koordinasi vertikal
yang meliputi seluruh cara yang mana output dari satu tahapan produksi dan
distribusi ditransfer ke tahapan produksi lain. Pada sisi petani, keputusan untuk
melakukan integrasi vertikal tergantung pada banyak faktor, antara lain
perubahan keuntungan dengan adanya integrasi vertikal, risiko pada kuantitas
dan kualitas pasokan input atau output sebelum dan sesudah integrasi vertikal,
dan faktor-faktor lainnya.
3. Kontrak produksi (production contract)
Kontrak produksi ini biasanya menetapkan dengan rinci suplai input produksi
oleh pembeli, kualitas dan kuantitas komoditas tertentu yang akan diproduksi,
dan kompensasi yang akan dibayarkan kepada petani.
4. Kontrak pemasaran (marketing contract)
Kontrak pemasaran berisikan perjanjian, baik secara tertulis maupun lisan, antara
pedagang dengan produsen tentang penetapan harga dan penjualan suatu
komoditas sebelum panen atau sebelum komoditas siap dipasarkan. Kepemilikan
komoditas saat diproduksi adalah milik petani, termasuk keputusan manajemen,
seperti menentukan varietas benih, penggunaan input, dan kapan waktunya.
47
5. Perlindungan nilai (hedging)
Perlindungan nilai dilakukan untuk mengalihkan risiko pada pihak lain yang
lebih baik dalam manajemen risikonya melalui transaksi instrumen keuangan.
6. Asuransi (insurance)
Asuransi adalah kontrak perjanjian pihak yang diasuransikan dengan perusahaan.
Perusahaan bersedia memberikan kompensasi atas kerugian yang dialami pihak
yang diasuransikan. Premi asuransi akan diterima oleh pihak yang diasuransikan
sebagai kompensasinya.
2.9 Risiko Portofolio dalam Diversifikasi
Pelaku bisnis mempunyai banyak alternatif dalam melakukan investasi. Salah
satu alternatif yang dapat dilakukan pelaku bisnis dalam menginvestasikan dananya
dengan melakukan kombinasi dari beberapa kegiatan usaha atau aset. Kombinasi
dari beberapa kegiatan usaha atau aset dinamakan dengan diversifikasi. Portofolio
merupakan kombinasi atau gabungan dari beberapa investasi. Teori portofolio
merupakan teori yang menjelaskan penyaluran modal ke dalam berbagai macam
investasi dengan tujuan menekan risiko dan menjamin pendapatan seaman dan
seuntung mungkin. Teori portofolio membahas portofolio yang optimum yaitu
portofolio yang memberikan hasil pengembalian tertinggi pada suatu tingkatan risiko
tertentu atau tingkat risiko paling rendah dengan suatu hasil tertentu (Hanafi, 2009).
Diversifikasi dilakukan untuk mengurangi risiko portofolio, yaitu dengan
cara mengkombinasi atau dengan menambah investasi asset atau aktiva ataupun
sekuritas. Hal ini berdasarkan pertimbangan apabila salah satu aset menghasilkan
48
return yang rendah, maka aset yang lain diharapkan menghasilkan return yang tinggi
sehingga kerugian bisa tertutupi. Keputusan manajemen untuk mengusahakan satu
usaha tunggal (spesialisasi) atau diversifikasi bisa murni termotivasi karena tingkat
keuntungan yang diharapkan (expected profit) tanpa mempertimbangkan kaitannya
dengan upaya menurunkan risiko (Hanafi, 2009).
Teori portofolio membantu manajemen dalam pengembalian keputusan
mengenai kombinasi investasi yang paling aman dikaitkan dengan tingkat risiko
yang dihadapi. Dasar teori ini adalah pada kenyataannya investor tidak
menginvestasikan seluruh dana hanya untuk satu jenis investasi tetapi melakukan
diversifikasi dengan tujuan menekan risiko. Fluktuasi tingkat keuntungan akan
berkurang karena saling menghilangkan jika memiliki beberapa jenis investasi.
Portofolio dalam bidang pertanian umumnya dilakukan dengan menanam lebih dari
satu tanaman dalam satu lahan pada waktu bersamaan. Portofolio bertujuan mencari
hasil pengembalian tertinggi dari proporsi penggunaan lahan pada tingkat risiko
terendah dengan hasil tertentu (Hanafi, 2009).
2.10 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis risiko pada komoditas
hortikultura, yaitu sebagai berikut.
Situmeang (2011) memperoleh perhitungan coefficient variation besaran
risiko yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng dalam usahatani cabai merah
keriting yaitu 0,5 artinya untuk setiap satu-satuan yang diperoleh dari usahatani cabai
merah keriting, maka risiko yang dihadapi adalah sebbesar 0,5 kg pada saat terjadi
49
risiko produksi. Dalam manajemen risiko, setelah mengidentifikasi sumber risiko
dan melakukan pengukuran risiko maka dilakukan penanganan terhadap risiko.
Strategi pengelolaan risiko tanaman cabai merah keriting yang dilakukan meliputi
dua hal yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif yaitu dengan
melakukan perawatan secara rutin dan terencana mulai dari penyemaian sampai
panen. Strategi mitigasi yakni diversifikasi tidak begitu menguntungkan karena dari
hasil perhitungan portofolio besaran risiko yang dihasilkan sama yaitu sebesar 0,5.
Berdasarkan hasil perbandingan risiko yang telah dilakukan Cher (2011)
dapat dikatakan bahwa dari seluruh kegiatan usahatani, tingkat risiko paling tinggi
berdasarkan produktivitas adalah komoditi brokoli pada kegiatan spesialisasi dengan
perolehan nilai coefficient variation sebesar 0,564. Dapat dilihat juga bahwa tingkat
risiko paling rendah dari keseluruhan kegiatan usaha adalah komoditas wortel pada
kegiatan spesialisasi dengan perolehan nilai coefficient variation sebesar 0,241.
Tanaman wortel merupakan tanaman yang paling tahan terhadap ancaman kondisi
cuaca yang buruk maupun ancaman serangan hama dan penyakit. Tanaman wortel
paling mudah dibudidayakan dibandingkan dengan komoditas sayuran organik
lainnya seperti bayam hijau, caisin, dan brokoli. Tingkat risiko yang paling kecil
berdasarkan produktivitas pada komoditas wortel, pada kenyataannya tidak membuat
perusahaan hanya mengusahakan sayuran wortel saja. Hal tersebut karena
permintaan konsumen terhadap sayuran organik sangat beragam, oleh sebab itu,
perusahaan melakukan kegiatan portofolio dalam usahataninya. Tingkat risiko
produksi yang paling kecil pada kegiatan portofolio berdasarkan produktivitas adalah
pada kombinasi komoditas wortel dan caisin dengan perolehan coefficient variation
50
sebesar 0,273. Pada hasil analisis portofolio tersebut menunjukkan bahwa
diversifikasi dapat meminimalkan risiko produksi.
Penilaian risiko produksi pembenihan melon Sari (2012) memperoleh
perhitungan besaran risiko yang dihadapi oleh CV Multi Global Agrindo dalam
memproduksi beberapa varietas benih melon yaitu dilihat nilai koefisien variasi
varietas MAI 119 lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, yaitu sebesar 0,766.
Terendah terjadi pada benih melon varietas SUMO yaitu 0,342. Sementara, nilai
koefisien variasi benih melon varietas LADIKA adalah 0,462, menunjukkan bahwa
varietas SUMO memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan varietas
lainnya. Cara untuk menekan risiko yang terjadi, CV MGA melakukan kegiatan
portofolio dari ketiga varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO, dengan tujuan
supaya perusahaan dalam menghadapi risiko salah satu varietas benih melon akan
ditutupi oleh varietas lainnya, sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian yang
terlalu tinggi. Tingkat risiko portofolio terbaik pada kombinasi varietas LADIKA
dan SUMO dengan hasil sebesar 0,424. Hal ini berarti kegiatan diversifikasi pada
LADIKA dan SUMO dapat meminimalkan risiko yang dihadapi perusahaan.
Beberapa penelitian terdahulu yang telah dijabarkan diatas merupakan
referensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Adapun secara lebih jelas
mengenai persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat
dilihat pada Tabel 2.2 berikut.
51
Tabel 2.2
Persamaan dan Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
Helentina
Situmeang
(2011)
Analisis Risiko
Produksi Cabai
Merah Keriting
pada Kelompok
Tani Pondok
Menteng Desa
Cipateng,
Kecamatan Ciawi,
Bogor
a. Identifikasi sumber-
sumber risiko
b. Pengukuran risiko
dengan probabilitas,
expected return,
variance, standard
deviation, dan
coefficient variation
c. Strategi penanganan
risiko preventif dan
mitigasi
a. Lokasi penelitian di Desa
Cipateng, Kecamatan
Ciawi, Bogor
b. Komoditas yang diteliti
yaitu cabai merah keriting
c. Waktu penelitian selama
bulan Desember s.d.
Februari 2012
d. Tidak menganalisis
risiko pada usaha
diversifikasi
Putri
Annisa
Cher
(2011)
Analisis Risiko
Produksi Sayuran
Organik Pada PT
Masada Organik
Indonesia Di
Bogor Jawa Barat
a. Identifikasi sumber-
sumber risiko
b. Pengukuran risiko
menggunakan
probabilitas,expected
return, variance,
standard deviation,
dan coefficient
variation
c. Strategi penanganan
risiko preventif dan
mitigasi
a. Lokasi penelitian berada
di PT Masada Organik
Indonesia di Bogor
Provinsi Jawa Barat
b. Komoditas yang diteliti
adalah sayuran organik
c. Waktu penelitian
berlangsung selama bulan
April s.d. Mei 2011
d. Tidak menganalisis
risiko pada kegiatan
portofolio
Purnama
Fitri Sari
(2012)
Analisis Risiko
Produksi
Pembenihan
Melon di CV
Multi Global
Agrindo,
Kecamatan
Karangpandan,
Kabupaten
Karanganyar,
Jawa Tengah
a. Identifikasi sumber-
sumber risiko
b. Pengukuran risiko
menggunakan
probabilitas,expected
return, variance,
standard deviation,
dan coefficient
variation
c. Strategi penanganan
risiko preventif dan
mitigasi
a.Lokasi penelitian berada
di CV Multi Global
Agrindo, Kecamatan
Karangpandan,
Kabupaten Karanganyar,
Provinsi Jawa Tengah
b. Komoditas yang diteliti
adalah pembenihan melon
c. Tidak menganalisis
risiko pada kegiatan
portofolio
2.11 Kerangka Pemikiran
UD Agro Mandiri mempunyai produk unggulan yaitu komoditas stroberi
yang sangat digemari oleh wisatawan yang berkunjung untuk memetik buah stroberi
secara langsung dan banyak supplier yang ingin bekerjasama, namun perusahaan
52
sering menghadapi permasalahan yaitu adanya risiko yang dihadapi dalam
memproduksi stroberi yang ditandai dengan hasil produksi berfluktuasi. Langkah
pertama yang dilakukan adalah mencari data produksi pada masa lalu (data historis)
yang digunakan untuk menganalisis tingkat risiko dan penyebab terjadinya fluktuasi,
kemudian mengidentifikasi sumber-sumber risiko tersebut dengan teknik pencarian
informasi yaitu wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang kemudian
dianalisis dengan metode expert opinion untuk mengetahui probabilitas, dampak,
serta status risiko yang diakibatkan oleh sumber-sumber risiko produksi stroberi.
Sumber-sumber risiko yang telah diidentifikasi dan diketahui status
risikonya, kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkat risiko yang diukur dengan
menggunakan ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), dan koefisien
variasi (coefficient variation). Ragam (variance) merupakan penjumlahan selisih
kuadrat dari production dengan rata-rata produksi dikalikan dengan peluang dari
setiap periode produksi, semakin kecil nilai variance maka semakin kecil
penyimpangan sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan
kegiatan usaha tersebut. Simpangan baku (standard deviation) dapat diukur dari akar
kuadrat dari nilai variance, risiko dalam penelitian ini berarti penyebaran dari hasil-
hasil produksi yang diharapkan yang menunjukkan besarnya risiko, sehingga
semakin kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko yang dihadapi
dalam kegiatan usaha. Koefisien variasi (coefficient variation) diukur dari rasio
standard deviation dengan production yang diharapkan atau ekspektasi produksi
(expected production), maka semakin kecil nilai coefficient variation, maka akan
semakin rendah risiko yang dihadapi.
53
Setelah menganalisis tingkat risiko, maka selanjutnya mencari cara
penanganan yang dapat dilakukan untuk menghadapi adanya risiko produksi stroberi
pada UD Agro Mandiri, sehingga dapat memberikan rekomendasi untuk menangani
masalah risiko dalam memproduksi stroberi di UD Agro Mandiri. Alur kerangka
pemikiran analisis risiko produksi stroberi pada UD Agro Mandiri di Desa Pancasari,
Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran Analisis Risiko Produksi Stroberi pada UD Agro Mandiri di
Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng
Produksi stroberi
di UD Agro Mandiri
Fluktuasi produksi stroberi,
yang diduga usaha tersebut
rentan terhadap risiko produksi
Analisis Tingkat risiko
1. Ragam (variance)
2. Simpangan baku
(standard deviation)
3. Koefisien variasi
(coefficient variation)
Identifikasi
sumber-sumber
risiko produksi
Cara penanganan yang
dapat dilakukan dalam
menghadapi adanya risiko
produksi stroberi
Simpulan
Rekomendasi
Expert opinion : 1. Probabilitas
2. Dampak
3. Status risiko
54
2.12 Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan ilmiah yang dilandasi oleh kajian teoretik
dan empirik yang merupakan jawaban sementara dari tujuan penelitian yang dapat
diuji kebenarannya secara empirik (Antara, 2014). Hipotesis yang diambil penulis
pada penelitian ini sebagai berikut.
1. Diduga yang menjadi sumber-sumber risiko produksi stroberi di UD Agro
Mandiri adalah kondisi cuaca, hama dan penyakit, dan tenaga kerja.
2. Diduga risiko dalam memproduksi stroberi di UD Agro Mandiri mempunyai
tingkat risiko yang tinggi.
3. Diduga cara penanganan yang dapat dilakukan dalam menghadapi risiko
produksi stroberi yaitu dengan lebih meningkatkan peran manajemen.