Post on 22-Jul-2018
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WUS DENGAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MELAKUKAN
PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT
DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Christina Triwiyani
NIM. ST13014
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas berkah, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian
dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan WUS Dengan Pengambilan
Keputusan Untuk Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di
Puskesmas Kebakkramat I”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini mengalami banyak
kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan, arahan, dorongan serta bimbingan
dari berbagai pihak, kesulitan dan hambatan tersebut dapat teratasi. Untuk itu
dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si. selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti studi di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan dan selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi di STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan yang telah memberikan arahan, masukan, dorongan,
saran dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
iv
3. Anis Nurhidayati, S.S.T., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang
telah memberikan saran, arahan, masukan serta bimbingan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Anita Istiningtyas, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penguji yang telah memberi
masukan dan arahan yang bermanfaat sehingga skripsi ini menjadi lebih
baik.
5. dr. Wahyu Purwadi Rahmat, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Kebakkramat
I, atas ijin penelitian yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini.
6. Suami, Anak, Orangtua dan Keluargaku atas dorongan dan pengertiannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabatku di Puskesmas Kebakkramat I yang telah berbagi ilmu
pengetahuan, bantuan dan masukkan serta pemberi semangat bagi penulis
dalam penulisan skripsi ini.
8. Teman-temanku di STIKes Kusuma Husada Program Transfer angkatan
2013 serta semua pihak yang tidak dapat satu persatu penulis sebutkan di
sini yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat tersusun.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat berharap kritik dan saran yang
bermanfaat bagi penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya.
Surakarta, Agustus 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
ABSTRAK ........................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ................................................................................ 8
2.2 Keaslian Penelitian ...................................................................... 40
2.3 Kerangka Teori ........................................................................... 42
2.4 Kerangka Konsep ...................................................................... 42
2.5 Hipotesis ..................................................................................... 43
vi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................. 44
3.2 Populasi dan Sampel .................................................................. 44
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 47
3.4 Variabel, Definisi Oprasinal dan Skala Pengukuran .................. 47
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ............................. 50
3.6 Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data ................................ 53
3.7 Etika Penelitian .......................................................................... 56
BABIV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum ....................................................................... 58
4.2 Analisis Univariat ....................................................................... 60
4.3 Analisis Bivariat .......................................................................... 61
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden Pada Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat ........................................................................................... 63
5.2 Pengetahuan WUS tentang Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat .......................................................................................... 66
5.3 Pengambilan Keputusan Untuk Melakukan Pemeriksaan Inspksi
Visual Asam Asetat ..................................................................... 67
5.4 Analisis Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan WUS Dengan
Pengambilan Keputusan Untuk Melakukan Pemeriksaan Inspeksi
Visual Asam Asetat ................................................................... 69
vii
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 72
6.2 Saran .......................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomer TabelJudul Tabel Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis ........................................ 23
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian ....................................................................... 40
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Oprasional dan Skala Pengukuran .................. 50
Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Umur ...................... 59
Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan ............. 59
Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pekerjaan ............... 60
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ......................... 60
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengambilan Keputusan ...... 61
Tabel 4.6 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan WUS dengan Pengambilan
Keputusan Untuk Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat ............................................................................................. 62
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomer GambarJudul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Riwayat Alami Kanker Leher Rahim ......................................... 10
Gambar 2.2 Diagram Alur untuk Pencegahan Kanker Leher Rahim ........... 16
Gambar 2.3 Kerangka Teori .......................................................................... 42
Gambar 2.4 Kerangka Konsep ...................................................................... 42
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomer LampiranKeterangan
Lampiran 1. Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 2. Jawaban Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 3. Pengajuan Ijin Penelitian ke DKK Karanganyar
Lampiran 4. Surat Keterangan / Rekomendasi dari DKK
Karanganyar
Lampiran 5. Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol
Karanganyar
Lampiran 6. Surat Rekomendasi Research / Survey dari
BAPPEDA Karanganyar
Lampiran 7. Surat Permohonan menjadi responden
Lampiran 8. Surat Pernyataan bersedia menjadi responden
Lampiran 9. Lembar Kuesioner
Lampiran 10. Master Tabel
Lampiran 11. Hasil Uji Penelitian
Lampiran 12. Lembar Konsultasi
Lampiran 13. Jadwal Penyusunan Skripsi
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Christina Triwiyani
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WUS DENGAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MELAKUKAN
PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT
DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I
Abstrak
Kanker servik merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari
kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita.
Pencegahan kanker servik bisa dilakukan dengan deteksi dini melalui
pemeriksaan seperti iva test (test inspeksi visual asam asetat), pap smear, thin
prep, dan cara pemberian vaksinasi. Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Rendahnya pengetahuan WUS
tentang IVA test mengakibatkan mereka kurang mengetahui tentang manfaat dari
deteksi dini kanker servik, hal itu berdampak pada rendahnya pengambilan
keputusan untuk melakukan IVA test. Hal tersebut berpengaruh langsung pada
rendahnya angka temuan kanker servik.
Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan
pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat di Puskesmas Kebakkramat I.
Jenis penelitian menggunakan metode deskripti korelational dengan
pendekatan Cross Sectional. Lokasi penelitian di Puskesmas Kebakkramat I
kabupaten Karanganyar, pada bulan Juni 2015, jumlah sampel 109 responden,
dengan tehnik pengambilan sampel menggunakan propotional cluster random
sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner tertutup, untuk analisis
menggunakan uji Chi Square.
Hasil analisis statistik menunjukkan tingkat pengetahuan responden
tentang pemeriksaan IVA test paling banyak pada katagori baik dengan sejumlah
98 responden (89,9%). Keputusan responden untuk bersedia melakukan
pemeriksaan IVA test sejumlah 105 responden (96,3%).
Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan
WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi
Visual Asam Asetat (p=0,025).Hendaknya Perlunya ditingkatkan lagi
pengetahuan WUS di Puskesmas Kebakkramat I tentang pentingnya pemeriksaan
dini kanker serviks melalui penyuluhan-penyuluhan khususnya tentang IVA test.
Kata Kunci: Pengetahuan, Pengambilan Keputusan, Inspeksi Visual Asam Asetat.
Daftar Pustaka: 30 (2004-2013)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Christina Triwiyani
Correlation between Wus Knowledge Level and Decision on Visual
Inspection of Acetic Acid at Community Health Center 1 of Kebakkramat
ABSTRACT
Cervical cancer is cancer that ranks first on the overall incidence of cancer.
Prevention of cervical cancer can be done with early detection through
examination as IVA test (test of visual inspection of acetic acid), pap smear, thin
prep, and how to give a vaccination. Knowledge is a very important domain for
the formation of someone's actions. The lack of WUS knowledge about the IVA
test causes the less awareness of the benefits of early detection of cervical cancer;
it adversely affects the decision to undertake an IVA test. This is a direct impact
on the low rate of cervical cancer findings.
The objective of this research is to investigate the correlation between the
WUS knowledge level and the decision on the visual inspection of acetic acid at
Community Health Center 1 of Kebakkramat I.
This research used the descriptive correlational method with cross
sectional approach. This research was conducted at Community Health Center 1
of Kebakramat, Karanganyar, in June 2015. The samples of research were 109
respondents and were taken by using the proportionate cluster random sampling.
The data were collected through closed questionnaire and were analyzed by using
the Chi Square analysis.
The result of this research shows that 98 respondents (89.9%) had good
knowledge about IVA test, 105 respondents (96.3%) were willing to perform the
examination IVA test. Thus, there was a correlation between the WUS knowledge
level and the decision on the visual inspection of acetic acid(p=0,025). The WUS
knowledge needs to be improved further at Community Health Center 1 of
Kebakkramat about the importance of early examination of cervical cancer
through counseling, especially about IVA test.
Keywords: Knowledge, decision, visual inspection of acetate acid.
References: 30 (2004-2013)
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang telah
menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia.
Setiap tahun terdapat 12 juta orang menderita kanker dan 7,6 juta
diantaranya meninggal dunia. Jika tidak diambil tindakan pengendalian
yang memadai, maka pada tahun 2030 diperkirakan 26 juta orang akan
menderita kanker dan 17 juta diantaranya akan meninggal. Kejadian ini
akan terjadi lebih cepat khususnya di negara miskin dan berkembang.
Berdasarkan Riskesdas 2007, tumor / kanker merupakan penyebab
kematian nomer 7 di Indonesia dengan presentasi 5,7% dari seluruh
penyebab kematian. Angka kasusnya (prevalensi) adalah 4,3 per 1000
penduduk. Jadi tiap 1000 orang ada sekitar 4 (empat) orang yang
menderita tumor / kanker (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Kanker servik merupakan kanker yang menduduki urutan pertama
dari kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker
pada wanita (Andrijono, 2009). Menurut Bosch et al (dalam
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009), hampir semua kanker
servik secara langsung berkaitan dengan infeksi sebelumnya dari salah
satu atau lebih virus Human Papilloma (HPV), salah satu IMS (Infeksi
Menular Seksual) yang paling sering terjadi di dunia. Dari 50 jenis HPV
1
yang menginfeksi saluran reproduksi, 15 sampai 20 jenis terkait dengan
kanker servik. Empat dari jenis tersebut yaitu tipe 16, 18, 31 dan 45 adalah
yang paling umum terdeteksi pada kasus kanker servik, dan jenis 16
merupakan penyebab dari setengah jumlah kasus yang terjadi.
Pencegahan kanker servik pada umumnya bisa dilakukan dengan
cara pencegahan sekunder dan pencegahan primer. Pencegahan sekunder
misalnya dengan deteksi dini melalui pemeriksaan seperti iva test (test
inspeksi visual asam asetat), pap smear, thin prep, dan lainnya. Sedangkan
pencegahan primer yaitu mencegah terjadinya infeksi HPV, hal ini
dilakukan dengan cara pemberian vaksinasi. Menggunakan
penggabungkan antara pencegahan primer dan sekunder, diharapkan
morbiditas kanker servik akan menurun, sehingga kesehatan reproduksi
wanita di Indonesia semakin meningkat (Andrijono, 2009).
Angka kasus kanker servik lebih tinggi di negara – negara
berkembang sebagian dikarenakan negara – negara tersebut tidak
memiliki metode pemeriksaan yang efektif. Penggunaan metode pap
smear atau pemeriksaan berbasis serologi dalam mendeteksi perubahan
prakanker sangatlah baik, tetapi banyak terjadi kendala, seperti mahalnya
biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeriksaan dengan metode tersebut,
harus adanya ahli dalam pemeriksaan tersebut. Data terkini menunjukkan
bahwa pemeriksaan visual leher rahim menggunakan asam asetat (IVA
test) paling tidak sama efektifnya dengan Test Pap dalam mendeteksi
penyakit dan bisa dilakukan dengan lebih sedikit logistik dan
2
hambatan teknis (DepKes RI, 2009). Kelebihan tes yang menggunakan
asam asetat ini adalah test ini menggunakan tehnik yang mudah, dengan
biaya murah tetapi mempunyai tingkat sensitifitas tinggi yang merupakan
faktor paling penting dari suatu test.
Upaya pencegahan kanker servik juga sudah dilakukan di
Puskesmas Kebakkramat I dengan cara melakukan screning melalui
pemeriksaan IVA test pada ibu atau tepatnya pada wanita usia subur dan
sudah dimulai dari bulan Maret 2014 hingga bulan November 2014, dan
data yang didapat baru ada 49 peserta yang bersedia dilakukan
pemeriksaan IVA test dengan angka positif kanker servik 4 orang dan 45
orang negatif. Penanganan dengan hasil positif di rujuk ke instansi yang
lebih tinggi, yaitu ke Rumah Sakit, dan untuk hasil negatif dianjurkan
pemeriksaan ulang 5 tahun lagi.
Kendala lain selain dari mahalnya test yang ada dalam deteksi dini
dari kanker servik yaitu tentang pengetahuan dari ibu dan lingkungan
sekitarnya. Fakta yang didapatkan di lapangan setelah dilakukan promosi
tentang screning untuk kanker servik melalui pemeriksaan IVA test di
posyadu dan promosi di tingkat PKD (Poliklinik Kesehatan Desa) maupun
puskesmas kesadaran dari ibu masih rendah.
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan terdiri dari faktor internal
dan faktor ekternal. Faktor internal terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan
umur, sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan sosial
budaya (Wawan, A dan Dewi, 2010). Rendahnya pengetahuan WUS
3
tentang IVA test menyebabkan mereka kurang mengetahui tentang
manfaat dari tindakan tersebut, dan hal itu berdampak pada rendahnya
partisipasi WUS dalam melakukan deteksi dini kanker servik sehingga
angka temuan kanker servik di daerah tersebut rendah.
Rendahnya pengetahuan WUS tentang IVA test juga berdampak
pada rendahnya pengambilan keputusan pada tindakan IVA test itu sendiri,
hal tersebut juga berpengaruh pada rendahnya angka temuan kanker
servik. Oleh karena itu, penyampaian informasi tentang manfaat dari
pemerikasaan IVA test sebagai deteksi dini kanker servik diperlukan untuk
dapat meningkatkan pengetahuan dari WUS sehingga WUS bersedia
melakukan tindakan IVA test dan meningkatkan angka temuan kanker
servik.
1.2 Rumusan Masalah
Kanker servik merupakan kanker yang menduduki urutan pertama
dari kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker
pada wanita. Pencegahan kanker servik bisa dilakukan secara primer
(vaksinasi) maupun sekunder (deteksi dini kanker servik: pap smer, iva
test). Rendahnya pengetahuan WUS tentang IVA test mengakibatkan
mereka kurang mengetahui tentang manfaat dari deteksi dini kanker
servik, hal itu berdampak pada rendahnya pengambilan keputusan untuk
melakukan IVA test. Hal tersebut berpengaruh langsung pada rendahnya
angka temuan kanker servik.
4
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : “Adakah hubungan antara tingkat
pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan
pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas
Kebakkramat 1 ?“
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan
pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas
Kebakkramat 1.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang pemeriksaan
Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas Kebakkramat 1.
2. Mengidentifikasi pengambilan keputusan untuk melakukan
pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas
Kebakkramat 1.
3. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan WUS
dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan
Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas Kebakkramat 1.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi masyarakat
Masyarakat dapat memahami tentang Inspeksi Visual Asam
Asetat dan bersedia melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat, sehingga angka kejadian kanker serviks dapat dideteksi
secara dini.
1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam
pengambilan keputusan dan merencanakan strategi pelayanan
khususnya pada pemeriksaan Inspeksi Viaual Asam Atetat ( IVA
test).
1.4.3 Manfaat bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian diharapkan menjadi acuan bagi institusi
pendidikan dalam mengembangkan penelitian sejenis dan serta
dapat dijadikan dasar untuk penelitian lebih lanjut khususnya
tentang pemeriksaan IVA test.
1.4.4 Manfaat bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan peneliti tentang
pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat dan dapat
mengembangkan kemampuan peneliti di bidang penelitian serta
melatih kemampuan dalam analisis data penelitian.
6
1.4.5 Manfaat bagi peneliti lainnya
Dapat berguna sebagai data dasar atau informasi untuk
peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang IVA test.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Kanker Servik
2.1.1.1 Definisi Kanker Servik
Kanker servik merupakan tumor ganas paling sering
ditemukan pada sistem reproduksi wanita. Kanker servik adalah
kanker primer dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio)
(Andrijono, 2009). Kanker servik adalah kanker yang tumbuh dan
berkembang pada serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari
lapisan epitel atau lapisan permukaan serviks (Samadi, 2011).
Kebanyakan kasusnya berupa karsinogen epitel skuamosa, tumor
tumbuh setempat, umumnya menginvasi jaringan parametrium dan
organ pelvis (Dep Kes RI, 2009).
2.1.1.2 Penyebab Kanker Servik
Infeksi HPV (Human Papilloma Virus) terdeteksi pada
99,7% kanker servis, sehingga infeksi HPV merupakan infeksi
yang sangat penting pada perjalanan penyakit kanker serviks uterus
(Andrijono, 2009). Menurut Samadi (2011), mengatakan bahwa
HPV dibagi menurut resiko dalam menimbulkan kanker serviks,
yaitu sebagai berikut:
1. Resiko Rendah: tipe 6, 11, 42, 43, 44 disebut tipe non-
onkogenik. Jika terinfeksi, hanya menimbulkan lesi jinak,
misalnya kutil dan jengger ayam.
2. Resiko Tinggi: tipe 16, 18, 31, 35, 39, 45, 51, 56, 58, 59, 68
disebut tipe onkogernik, jika terinfeksi dan tidak diketahui
ataupun tidak diobati, bisa menjadi kanker. HPV resiko tinggi
ditemukan pada hampir semua kasus kanker serviks (99%).
Menurut DepKes RI (2009), mengatkan bahwa kanker leher
rahim pertama kali berkembang dari lesi pra-kanker (secara luas
dikenal sebagai displasia 1), yang berkembang dengan pasti dari
displasia ringan, menengah, sampai parah kemudian menjadi
kanker dini (CIS/Carsinoma In Situ) sebelum menjadi kanker yang
bersifat invasif. Penyebab awal (prekursor) langsung terjadinya
kanker leher rahim adalah displasia tingkat tinggi (CIN/ Cervical
Intraepitelial Neoplasia II atau III), yang dapat berkembang
menjadi kanker leher rahim dalam waktu 10 tahun atau lebih.
Sebagian besar displasia tingkat rendah (CIN I) dapat hilang tanpa
diobati atau tidak berkembang, terutama perubahan-perubahan
yang terlihat pada perempuan remaja.
9
Gambar 2.1 Riwayat Alami kanker Leher Rahim
Sumber : DepKes RI (2009)
Pada dasarnya ada berbagai pencetus kanker serviks
meskipun faktor penyebab yang paling mutlak adalah infeksi HPV.
Faktor-faktor yang menyebabkan kanker serviks menurut Samadi
(2011), adalah :
1. The seed. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Infeksi HPV
merupakan penyakit menular seksual yang berkaitan dengan
aktivitas seksual seperti mitra seksual multipel.
2. The soil. Adanya daerah metaplasia epitelium, yaitu perubahan
sel-sel di mulut rahim dari zona transformasi serviks yang
merupakan daerah kritis dan potensial beresiko terjadinya
perubahan seluler dan perkembangan kanker serviks.
Metaplasia skuamosa dapat terjadi secara aktif pada saat fetus,
pubertas, dan dewasa muda, serta kehamilan pertama. Artinya,
Servik Normal
Perubahan yang berkaitan dg HPV
Lesi Derajat Rendah
Lesi Derajat Tinggi
Kanker Invasif
Kofaktor HPV
Resiko Tinggi
Infeksi HPV60% membaik dlm
waktu 2-3 tahun
Sekitar 15% berkembang dalam 3-4 tahun
30%-70% berkembang dalam 10 tahun
10
hubungan seksual pada usia muda atau kehamilan pada usia
muda beresiko terjadinya kanker serviks.
3. The nutrients. Adalah faktor yang mempengaruhi imunitas
epitelial spesifik, seperti merokok, pil kontrasepsi, sperma,
plasma seminal, dan infeksi organisme lainnya, seperti HIV
(Human Immunodeficiency Virus), klamidia, dan HSV (herpes
simplek virus).
Sedangkan menurut DepKes RI (2009), menyatakan bahwa
faktor – faktor resiko infeksi HPV dan kanker leher rahim antara
lain :
1. Aktivitas seksual sebelum berusia 20 tahun
2. Berganti-ganti pasangan seksual
3. Terpapar infeksi yang ditularkan secara seksual (IMS)
4. Ibu atau kakak yang menderita kanker leher rahim
5. Test Pap sebelumnya yang abnormal
6. Merokok
7. Imunosuspresi :
a. HIV/AIDS
b. Penggunaan kortikosteroid kronis
2.1.1.3 Gejala Kanker Servik
Perjalanan kanker serviks dimulai dari terinfeksi virus,
kemudian menjadi lesi prakanker serta akhirnya menjadi kanker,
11
rentang waktu antara 3-14 tahun, namun rata - rata 10 tahun
(Samadi, 2011).
Pada tahap lesi prakanker biasanya tidak ada gejala dan
kalaupun ada hanya berupa keluhan rasa kering di vagina, atau
keputihan yang berulang/tidak sembuh-sembuh walaupun sudah
diobati. Menurut Samadi (2011), gejala klinis saat sudah menjadi
kanker servik dapat dibedakan dalam beberapa tahap/stadium
dalam kanker servik, yaitu :
1. Gejala awal
a. Perdarahan pervagina/lewat vagina, berupa perdarahan
pascasanggama atau perdarahan spontan di luar masa
haid.
b. Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun
telah diobati, biasanya berbau, gatal, dan panas karena
sudah ditumpangi infeksi sekunder.
2. Gejala lanjut
Cairan keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri
(panggul, pinggang, dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri di
kandung kemih dan rektum/anus.
3. Kanker telah menyebar/metastasis
Timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena,
misalnya penyebaran ke paru-paru, liver, atau tulang.
12
4. Kambuh/residif
Bengkak/edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar
ke tungkai, dan gejala pembuntuan saluran kencing/obstruksi
ureter.
2.1.1.4Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Servik
Pencegahan kanker servik ada dua macam yaitu pencegahan
secara primer dan pencegahan secara sekunder. Pencegahan primer
yaitu mencegah terjadinya infeksi HPV merupakan pencegahan
yang sangat efektif. Infeksi virus hanya memungkinkan dicegah
dengan pemberian vaksinasi (Andrijono, 2009). Menurut Samadi
(2011), pencegahan sekunder kanker serviks merupakan tindakan
preventif sekunder, yaitu deteksi dini lesi prakanker melalui tes Pap
dan rangkaian tindak lanjut, misalnya pemeriksaan kolposkopi,
biopsi.
Di negara maju metode di atas paling sering digunakan
serta mempunyai efektifitas yang tinggi. Namun dalam
implementasinya metode di atas membutuhkan tidak hanya biaya,
tetapi juga sumber daya manusia dan logistik peralatan yang besar.
Menurut Samadi (2011), di Indonesia, cakupan test Pap
diperkirakan kurang dari 5%. Untuk memenuhinya, diupayakan
alternatif test Pap dengan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat).
13
2.1.1.4.1 Test Pap
Menurut Samadi (2011), Tes Pap atau yang lebih
terkenal dengan pap smear adalah salah satu deteksi dini terhadap
kanker serviks yang paling sering dilakukan. Pada prinsipnya pap
smear mengambil sel epitel yang ada di leher rahim yang kemudian
dilihat kenormalannya.
Cara melakukan pap smear
1. Usapkan spatula Eyre pada ektoseerviks (bibir mulut rahim)
terlebih dahulu, lalu pulas di kaca benda.
2. Usapkan cytobrush pada endoserviks, lalu pulas di kaca
benda.
3. Rendam kaca benda dalam alkohol 96%, minimal 30 menit.
2.1.1.4.2 Pemeriksaan SSBC/LBC (Sitologi Serviks Berbasis
Cairan/Liquid Base Cytology)
Pemeriksaan ini seperti pemeriksaan pap smear, tetapi
hasil pengambilan sel-sel mulut rahim “dilarutkan” lebih dulu pada
suatu cairan, baru kemudian di sentrifugasi/diambil endapannya,
baru kemudian dibuat apusan dan dibaca di bawah miskroskop
(Samadi,2011).
2.1.1.4.3 Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA test)
Menurut Samadi (2011), deteksi dengan metode IVA test
sangat cocok diaplikasikan di negara berkembang karena selain
mudah, murah, efektif dan tidak invasif, juga dapat dilakukan oleh
14
dokter, bidan atau perawat. Hasilnya pun bisa langsung didapat,
dan sentivitas serta spesifitas cukup baik. Alat dan bahan yang
dibutuhkan pun sangat sederhana, yaitu spekulum vagina, asam
asetat 3-5%, kapas lidi, meja periksa, sarung tangan (lebih baik
steril), dan dilakukan pada kondisi ruang yang terang (cukup
cahaya).
Test IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus
menstruasi, termasuk saat menstruasi, pada masa kehamilan dan
saat asuhan nifas atau paska keguguran. Tes tersebut dapat
dilakukan pada perempuan yang dicurigai atau diketahui memiliki
IMS atau HIV/AIDS (DepKes RI, 2009).
Hal-hal yang perlu dikaji mengenai kesehatan reproduksi
sebelum dilakukan pemeriksaan IVA test menurut DepKes RI
(2009), yaitu:
1. Riwayat menstruasi
2. Pola perdarahan (misalnya pasca coitus atau mens tak teratur).
3. Paritas/jumlah kelahiran yang hidup
4. Usia pertama kali berhubungan seksual
5. Penggunaan alat kontrasepsi
15
Gambar 2.2 Diagram Alur untuk Pencegahan Kanker Leher Rahim
Mengajak ibu-ibu dalam kelompok usia 30-50 tahun
untuk melakukan penapisan kanker leher rahim
Melakukan konseling tentang kanker leher rahim,
faktor resiko dan pencegahannya
Melakukan IVA
Tingkat Komunitas
Tingkat Yankes primer/sekunder
IVA (+)IVA (-) Kanker
Diulang 5tahun yang akan datang Lesi luas *
Tidak Ya
Sarankan Krioterapi
Konseling
Setuju Menolak Ibu memilih
dirujuk
Servisitis bukan kontaindikasi krioterapi
Ada Servisitis ? Anjuran untuk ulangi IVA
1 tahun yang akan datang Rujuk
Ya
Obati
Tidak KRIOTERAPI
Tunggu 2 minggu untuk Krioterapi
Kembali 1 bulan pasca Krioterapi
Kembali 6 bulan pasca Krioterapi
Evaluasi
- Apakah sudah bisa melakukan hubungan
- Lesi sudah sembuh
IVA (-) Ulangi setelah 5tahun
Acetowhite (+) atau
lesi prakanker
**6 bulan I
***6 bulan II
16
Keterangan gambar 2.2 :
* Lesi > 75% meluas ke dinding vagina atau lebih dari 2 mm dari
diameter krioprob atau ke dalam saluran di luar jangkauan
krioprobe
** 6 bulan I : 6 bulan pasca krio pertama
***6 bulan II : 6 bulan pasca krio kedua
Berdasarkan diagram alur di atas, pada pemeriksaan IVA
test bila didapat hasil negatif maka ibu dianjurkan untuk melakukan
IVA test ulang 5 tahun yang akan datang. Sedangkan bila hasil
positif, lihat seberapa luas lesi, bila luas > 75% anjurkan ibu untuk
rujuk ke rumah sakit tapi bila tidak luas sarankan ibu untuk
melakukan pengobatan krioterapi dan lakukan konseling. Setelah
dilakukan tindakan krioterapi kontrol ulang 6 bulan – 1 tahun bila
hasil negatif kontrol ulang 5 tahun lagi, tetapi bila hasil masih
positif segera rujuk ke Rumah Sakit atau krioterapi ulang, (DepKes
RI, 2009).
Langkah-langkah pelaksanaan IVA test menurut DepKes
RI, (2009) adalah sebagai berikut:
1. Asesmen Klien dan Persiapan
Langkah 1 Sebelum melakukan test IVA, diskusikan
tindakan dengan ibu/klien. Jelaskan mengapa test
tersebut dianjurkan dan apa yang akan dilakukan
saat pemeriksaan. Jelaskan juga mengenai sifat
17
temuan yang mungkin dan tindak lanjut atau
pengobatan yang mungkin diperlukan.
Langkah 2 Pastikan peralatan dan bahan yang diperlukan
tersedia. Bawa ibu/klien keruang pemeriksaan,
minta dia untuk BAK terlebih dahulu. Minta
ibu/klien untuk melepas pakaian (termasuk
pakaian dalam) sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan panggul dan test IVA.
Langkah 3 Bantu ibu/klien memposisikan dirinya di atas
meja ginekologi, tutup badan ibu dengan selimut,
nyalakan lampu/senter dan arahkan ke vagina ibu.
Langkah 4 Cuci tangan, lakukan palpasi perut
Langkah 5 Pakai sarung tangan
Langkah 6 Atur peralatan dan bahan pada nampan
2. Test IVA
Langkah 1 Periksa kemaluan bagian luar kemudian periksa
mulut uretra apakah ada keputihan. Lakukan
palpasi Skene’s and Bartholin’s glands. Katakan
pada ibu/klien bahwa spekulum akan dimasukkan
dan ibu mungkin merasakan beberapa tekanan.
Langkah 2 Dengan hati-hati masukkan spekulum
sepenuhnya atau sampai terasa ada penolakan
kemudian perlahan-lahan membuka bilah/cocor
18
untuk melihat serviks. Atur spkulum sehingga
seluruh serviks dapat terlihat. Hal tersebut
mungkin sulit pada kasus-kasus dimana serviks
berukuran besar atau sangat anterior atau
posterior. Mungkin perlu menggunakan kapas
lidi, spatula atau alat lain untuk mendorong
serviks dengan lembut ke atas atau ke bawah agar
dapat dilihat.
Langkah 3 Bila serviks dapat dilihat seluruhnya, kunci cocor
spekulum dalam posisi terbuka sehinggaakan
tetap ditempat saat melihat serviks.
Langkah 4 Pindahkan sumber cahaya agar serviks dapat
terlihat dengan jelas.
Langkah 5 Amati serviks dan periksa apakah ada infeksi
(cervicitis) seperti cairan putih keruh (mucopus),
ektopi (ectropion), tumor yang terlihat atau kista
Nabothian, nanah atau lesi “strawberry” (infeksi
Trihomonas).
Langkah 6 Gunakan kapas lidi untuk membersihkan cairan
yang keluar, darah atau mukosa dari serviks.
Buang kapas lidi ke dalam wadah tahan bocor
atau kantung plastik.
19
Langkah 7 Identifikasi cervical os dan SSK (sambungan
skuamo kolumnar) dan area sekitarnya.
Langkah 8 Basahkan kapas lidi ke dalam larutan asam asetat
kemudian oleskan pada serviks. Bila perlu
gunakan kapas lidi bersih untuk mengulang
pengolesan asam asetat sampai serviks benar-
benar telah diolesi asam secara merata, buang
kapas lidi yang telah dipakai.
Langkah 9 Setelah serviks dioles dengan larutan asam asetat,
tunggu minimal 1 menit agar diserap dan sampai
muncul reaksi acetowhite.
Langkah 10 Periksa SSK (sambungan skuamo kolumnar)
dengan teliti, lihat apakah serviks mudah
berdarah, cari apakah ada plak putih yang
menebal atau epitel ecetowhite.
Langkah 11 Bila perlu oleskan lagi asam asetat atau usap
dengan kapas lidi bersih untuk menghilangkan
mukosa, darah atau debris yang terjadi saat
pemeriksaan dan yang mengganggu pandangan,
buang kapas lidi yang telah dipakai.
Langkah 12 Bila pemeriksaan visual pada serviks sudah
selesai, gunakan kapas lidi yang baru untuk
menghilangkan asam asetat yang tersisa pada
20
serviks dan vagina, buang kapas lidi yang telah
dipakai.
Langkah 13 Lepaskan spekulum secara halus, jika hasil test
IVA negatif letakkan spekulum ke dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit untuk
dekontaminasi. Jika hasil positif dan setelah
konseling klien menginginkan pengobatan segera
maka letakkan spekulum pada nampan atau
wadah agar dapat digunakan lagi saat krioterapi.
Langkah 14 Lakukan pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan
rectovaginal (jika perlu), periksa kelembutan
gerakan serviks, ukuran, bentuk dan posisi uterus,
kehamilan atau abnormalitas dan pembesaran
uterus atau kepekaan (tenderness) adneksa.
3. Langkah-langkah pasca IVA test
Langakah 1 Bersihkan lampu dengan lap yang dibasahi
larutan klorin 0,5% atau alkohol untuk
menghindari kontaminasi silang antar pasien.
Langkah 2 Celupkan kedua sarung tangan yang masih
dipakai ke dalam larutan klorin 0,5%, lepas
sarung tangan dengan membalik sisi dalam
keluar, atau buang sarung tangan ke dalam wadah
tahan bocor atau kanting plastik. Jika telah
21
melakukan rektovaginal sarung tangan harus
dibuang.
Langkah 3 Cuci tangan secara merata dengan sabun dan air
mengalir kemudian keringkan dengan kain bersih
dan kering atau dianginkan.
Langkah 4 Jika test IVA negatif, minta ibu untuk mundur
dan bantu ibu untuk duduk, dan minta ibu untuk
berpakaian.
Langkah 5 Catat hasil test IVA dan temuan-temuan lain
seperti bukti adanya infeksi (cervicitis),
ektropion, tumor yang tampak kasar, atau kista
Nabothian, ulkus atau “strowberry serviks”. Jika
terjadi perubahan acetowhite yang merupakan ciri
dari serviks yang berpenyakit, catatlah
pemeriksaan sebagai abnormal. Gambarkan
sebuah “peta” serviks dan area yang berpenyakit
pada formulir catatan.
Langkah 6 Diskusikan hasil test IVA dan pemeriksaan
panggul bersama ibu, jika hasil test IVA negatif
katakan pada ibu bahwa dia harus kembali untuk
melakukan test IVA berikutnya.
Lagkah 7 Jika hasil test IVA positif atau diduga adanya
kanker, katakan pada si ibu langkah selanjutnya
22
yang dianjurkan. Jika pengobatan dapat segera
diberikan, diskusikan kemungkinan tersebut
bersamanya. Jika perlu rujukan untuk tes atau
pengobatan lebih lanjut, aturlah proses rujukan
dan berikan formulir dan petunjuk yang
diperlukan oleh ibu sebelum meninggalkan
klinik, jika mungkin buat janji, ini adalah waktu
yang tepat.
Menurut Samadi (2011), kriteria pemeriksaan IVA test atau
hasil pemeriksaan IVA test, dikelompokkan sebagai berikut :
1. Normal
2. Radang/Servitis/Atipik adalah gambaran tidak khas pada mulut
rahim akibat infeksi, baik akut maupun kronis pada mulut
rahim.
3. IVA test positif/ditemukan bercak putih: berarti ditemukan lesi
prakanker.
4. Curiga kanker serviks
Sedangkan menurut DepKes RI (2009) Klasifikasi hasil dari
IVA test, yaitu :
Tabel 2.1 Klasifikasi IVA test Sesuai Temuan Klinis
KLASIFIKASI IVA TEMUAN KLINIS
Hasil Tes-positif Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite,
biasanya dekat SCJ (Squoamosa Columnar
Junction).
23
Hasil Tes-negatif
Kanker
Permukaan polos dan halus, berwarna
merah jambu, ektropion, polip, servisitis,
inflamasi, kista Nabotian.
Massa mirip kembang kol atau ulkus.
2.1.1.5 Sasaran
Pemeriksaan IVA pada WUS yaitu wanita yang berusia
antara 15 sampai 49 tahun (Depkes RI, 2011). Wanita yang sudah
pernah melakukan senggama atau sudah menikah juga menjadi
sasaran pemeriksaan IVA test. Penderita kanker servik umur 30 –
60 tahun, terbanyak antara 45 – 50 tahun, frekwensinya masih
meningkat sampai kira-kira golongan umur 60 tahun dan
selanjutnya frekwensi ini sedikit menurun kembali. Hal tersebut
menjadi alasan WUS menjadi sasaran deteksi dini kanker servik
(Prawirohardjo, 2005).
2.1.2 Konsep Pengetahuan
2.1.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
obyek tertentu. Pengindraan terhadap obyek terjadi melalui panca
indra manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba dengan sendiri. Menurut Notoatmodjo seperti dikutip oleh
Wawan, A dan Dewi (2010) mengatakan bahwa pada waktu
pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
24
dipengauhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek,
sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan
formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,
dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka
orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi
perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan
rendah mutlak berpengetahuan rendah pula (Wawan, A dan Dewi,
2010). Hal ini terjadi dikarenakan peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh melalui pendidikan formal saja melainkan bisa
juga didapat dari pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang
tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan
aspek negatif. Kedua aspek ini yang menentukan sikap seseorang,
semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka
menimbulkan sikap positif terhadap objek tertentu (Wawan, A dan
Dewi, 2010).
2.1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut
Wawan, A dan Dewi (2010), yaitu :
25
1. Faktor Internal
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah
cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat
dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat
informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan
dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk
sikap berperan serta dalam pembanguanan, pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi.
b. Pekerjaan
Menurut Nursalam dalam Wawan, A dan Dewi
(2010), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi
lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan
bekerja pada umumnya merupakan kegiatan yang menyita
26
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh
terhadap kehidupan keluarga.
c. Umur
Menurut Elisabeth BH dalam Wawan, A dan Dewi M
(2010), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut
Huclok dalam Wawan, A dan Dewi (2010) mengatakan
semakin cukup umur , tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari
segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal
ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Lingkungan
Menurut Ann Mariner dalam Wawan, A dan Dewi
(2010) lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di
sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
b. Sosial Budaya.
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
27
2.1.2.3 Sumber Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari informasi baik lisan maupun
tertulis dan pengalaman seseorang. Pengetahuan juga diperoleh dari
fakta (kenyataan) dengan melihat dan mendengar televisi, radio dan
sebagainya. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman
berdasarkan pikiran kritis (Soekanto, 2005).
2.1.2.4 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo yang dikutip oleh Wawan, A dan
Dewi (2010), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent
behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup di
dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan , yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengikat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengikat kembali (recall) terhadap situasi yang
sangat spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini adalah
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat diinterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang
dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi adalah kemampuan menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata. Aplikasi dapat
diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di
dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu
sama lainnya.
5. Sintesis (Syntesis)
Menunjukkan pada suatu komponen untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Merupakan kemampuan menyusun,
merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau
penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.2.5 Proses Perilaku “TAHU”
Menurut Rogers dalam Wawan, A dan Dewi (2010), perilaku
adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat,
diamati langsung maupun tidak dapat diamati dari luar. Sedangkan
sebelum mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
1. Awareness (kesadaran) di mana orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus
(objek).
2. Interest (marasa terbaik) di mana individu mulai menaruh
perhatian dan tertarik pada stimulasi.
3. Evaluattion (menimbang-nimbang) individu akan
mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus
tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi.
4. Trial dimana individu mulai mencoba perilaku baru.
5. Adaption dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.3 Pengambilan Keputusan
2.1.3.1 Definisi Pengambilan keputusan
Menurut Siagian (dalam Hasan, 2004) pengambilan
keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap
hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang
menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling
tepat. Sedangkan menurut James pengambilan keputusan (dalam
Hasan, 2004) adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu
tindakan sebagai cara pemecahan masalah.
De Janasz dkk (dalam Hasan, 2004) mengemukakan bahwa
pengambilan keputusan adalah suatu proses dimana beberapa
kemungkinan dapat dipertimbangkan dan diprioritaskan, yang
hasilnya dipilih berdasarkan pilihan yang jelas dari salah satu
alternatif kemungkinan yang ada.
2.1.3.2 Dasar-dasar Pengambilan Keputusan
Dasar-dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan
bermacam-macam tergantung permasalahannya. Oleh Terry (dalam
Hasan, 2004), dasar-dasar pengambilan keputusan yang berlaku
adalah sebagai berikut:
1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi
atau perasaan memiliki sifat subektif, sehingga mudah terkena
pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini
mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan. Kebaikannya
antara lain waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan
relatif lebih pendek. Untuk masalah yang pengaruhnya
terbatas, pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan
pada umumnya. Kemampuan mengambil keputusan dari
pengambil keputusan itu sangat berperan, dan itu perlu
dimanfaatkan dengan baik. Kelemahannya antara lain
keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik. Sulit mencari
alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran dan
keabsahannya. Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan
sering kali diabaikan.
2. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman
memiliki manfaat bagi pengetahuaan praktis. Karena
pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu,
dapat memperhitungkan untung ruginya, baik-buruknya
keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman,
seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan
melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara
penyelesaiannya.
3. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat
memberikan keputusan yang sehat, solid, dan baik. Dengan
fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambil
keputusan dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat
itu dengan rela dan lapang dada.
4. Wewenang
Pengambilan keputusan yang berdasarkan wewenang
biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannnya atau
orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang
lebih randah kedudukannya. Pengambilan keputusan
berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan antara lain kebanyakan penerimaannya
adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan tersebut secara
sukarela ataukah terpaksa. Keputusannya dapat bertahan dalam
jangka waktu yang cukup lama. Memiliki otentisitas (otentik).
Kelemahannya antara lain dapat menimbulkan sifat rutinitas.
Mengasosiasikan dengan praktek diktatorial. Sering melewati
permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat
menimbulkan kekaburan.
5. Rasional
Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan
rasional, keputusan yang diambil bersifat objektif, logis, lebih
transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai
dalam batas kendala tetentu,sehingga dapat dikatakan
mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.
Pada pengambilan keputusan yang rasional ini terdapat
beberapa hal, sebagai berikut:
a. Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan
masalah.
b. Orientasi masalah: kesatuan pengertian tujuan yang ingin
dicapai.
c. Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya
dan konsekuensinya
d. Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai
kriterianya.
e. Hasil maksimal: pemilihan alteratif didasarkan atas hasil
ekonomis yang maksimal. Pengambilan keputusan secara
rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal.
2.1.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
Menurut Millet (dalam Hasan, 2004), faktor-faktor yang
berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Pria dan wanita
Pria umumnya bersifat lebih tegas atau berani dan cepat
mengambil keputusan dan wanita pada umumnya relatif lebih
lambat dan sering ragu-ragu.
2. Peran pengambil keputusan
Peranan bagi orang yang mengambil keputusan itu
perlu diperhatikan, mencakup kemampuan mengumpulkan
informasi, kemampuan menganalisis dan menginterpretasikan,
kemampuan menggunakan konsep yang cukup luas tentang
perilaku manusia secara fisik untuk memperkirakan
perkembangan-perkembangan hari depan yang lebih baik.
3. Keterbatasan kemampuan
Perlu didasari adanya kemampuan yang terbatas dalam
pengambilan keputusan yang dapat bersifat institusional
ataupun bersifast pribadi.
Arroba (dalam Kuntadi, 2004) menyatakan ada beberapa
faktor yang mempengaruhi individu dalam proses pengambilan
keputusan yang akan dilakukannya, antara lain :
1. Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi.
Informasi mengenai hal-hal yang berkenaan dengan
masalah yang sedang dihadapi merupakan hal yang cukup
penting bagi pengambil keputusan sebagai bahan evaluasi.
2. Tingkat pendidikan
pendidikan adalah tahapan kegiatan yang bersifat
kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang
dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu
dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan
sebaginya. Tingkat pendidikan individu merupakan salah satu
aspek yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan.
Menurut UU RI tentang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tingkat
pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Rendah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan dasar
(SD).
b. Sedang atau menengah, artinya individu memiliki tingkat
pendidikan menengah (SLTP dan SLTA).
c. Tinggi, artinya individu memiliki tingkat pendidikan
tinggi(S1 keatas).
3. Personality
Kepribadian individu merupakan faktor yang memiliki
peran terhadap proses pengambilan keputusan. Kepribadian
manusia terdiri dari beberapa tipe, yaitu:
a. Motif atau need, contoh: agresif, berprestasi, afiliatif dll.
b. Kemampuan atau kecakapan, contoh: intelegen, musical,
terampil dll.
c. Temperamen atau emosi, contoh: energik, pencemas dll.
d. Style personal, contoh: hati-hati, petualang, ceroboh dll.
e. Nilai atau keyakinan, contoh: religius, bebas dll.
4. Koping
Koping dapat berupa pengalaman hidup yang terkait
dengan permasalahan (proses adaptasi). Strategi coping adalah
suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan
menguasai situasi yang menekan akibat dari masalah yang
sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan
kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam
dirinya
5. Culture
Budaya adalah karya, rasa dan cipta masyarakat.
Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-
istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat
2.1.3.4 Tahap-tahap dalam pengambilan keputusan
Menurut Simatupang (dalam Kunadi, 2004), memilih dan
mengambil keputusan merupakan dua tindakan yang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam sepanjang hidupnya
manusia selalu diperhadapkan pada pilihan-pilihan atau alternatif
dan pengambilan keputusan . Hal ini sejalan dengan teori real life
choice, yang menyatakan dalam kehidupan sehari-hari manusia
melakukan atau membuat pilihan-pilihan di antara sejumlah
alternatif. Pilihan-pilihan tersebut biasanya berkaitan dengan
alternatif dalam penyelesaian masalah. Menurut Matlin (dalam
Kuntadi, 2004), tahapan individu dalam pengambilan keputusan
melewati beberapa tahapan, antara lain:
1. Situasi atau kondisi, dalam hal ini seseorang harus
mempertimbangkan, berpikir, menaksir, memilih dan
memprediksi sesuatu. Pilihan atau alternatif yang dihadapi oleh
setiap orang seringkali berlainan, demikian pula dalam hal
akibat, risiko maupun keuntungan dari pilihan yang diambilnya.
Hal seperti ini jelas sekali pada gilirannya akan membuat situasi
pengambilan keputusan antara individu yang satu dengan
individu yang lain akan berbeda.
2. Tindakan, dalam hal ini individu mempertimbangkan,
menganalisa, melakukan prediksi, dan menjatuhkan pilihan
terhadap alternatif yang ada. Dalam tahap ini reaksi individu
yang satu dengan yang lain berbeda-beda sesuai dengan kondisi
masing-masing individu. Ada beberapa individu dapat segera
menentukan sikap terhadap pertimbangan yang telah dilakukan,
namun ada individu lain yang nampak mengalami kesulitan
untuk menentukan sikap mereka. Tahap ini dapat disebut
sebagai tahap penentuan keberhasilan dari suatu proses
pengambilan keputusan.
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa proses
pengambilan keputusan itu diawali ketika seseorang berada dalam
situasi pengambilan keputusan. Hal yang lain adalah bahwa situasi
pengambilan keputusan antar individu bisa berlainan, karena
pilihan atau alternatif yang dihadapi individu juga berlainan dan hal
ini akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Penanganan yang tepat terhadap situasi pengambilan keputusan
juga akan menentukan keberhasilan suatu proses pengambilan
keputusan. Situasi pengambilan keputusan terjadi atau muncul
dalam diri seseorang ketika ia diperhadapkan dengan permasalahan
dan beberapa alternatif atau pilihan sebagai jawaban dari
permasalahannya. Dari beberapa alternatif jawaban tersebut, ia
mulai mempertimbangkan, berpikir, menaksir, memprediksi dan
menentukan pilihan. Tahap menentukan pilihan terhadap alternatif
yang ada merupakan tahap penting dalam proses pengambilan
keputusan.
2.1.3.5 Aspek-aspek dalam pengambilan keputusan
Menurut Siagian (dalam Kuntadi, 2004) menyatakan bahwa
aspek-aspek yang mempengaruhi keputusan, yaitu:
1. Aspek yang bersifat internal
Aspek internal terdiri dari
a.Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara langsung
maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan. Biasanya semakin luas
pengetahuan seseorang semakin mempermudah
pengambilan keputusan.
b.Aspek Kepribadian
Aspek kepribadian ini tidak nampak oleh mata tetapi besar
peranannya bagi pengambilan keputusan.
2. Aspek yang bersifat eksternal
Aspek eksternal terdiri dari:
a. Kultur
Kultur yang dianut oleh individu bagaikan kerangka bagi
perbuatan individu. Hal ini berpengaruh terhadap proses
pengambilan keputusan.
b. Orang lain
Orang lain dalam hal ini menunjuk pada bagaimana individu
melihat contoh atau cara orang lain (terutama orang dekat )
dalam melakukan pengambilan keputusan. Sedikit banyak
perilaku orang lain dalam mengambil keputusan pada
gilirannya juga berpengaruh pada perilkau individu dalam
mengambil keputusan.
2.2 Keaslian Penelitian
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian
NoNama
PengarangJudul Metode Hasil
1 Maulasari,
U
Faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
kunjungan ibu
dalam
pemeriksaan
Jenis penelitian Analitik
korelasi, diolah dengan uji
Chi Square dengan derajat
signifikasi 0,05. Sampel yang
digunakan 64 orang dengan
instrumen kuesioner.
Dari analisi Chi Square
didapatkan tidak ada
hubungan antara
pendidikan responden
dengan kunjunga ibu
dalam pemeriksaan IVA
test dengan nilai p>0,05
inspeksi visual
asam asetat
(IVA) di desa
Kemujuan
Kecamatan
Kebumen tahun
2011
(p=0,499), ada
hubungaan antara
pekerjaan dengan
kunjungan ibu dalam
pemeriksaan iva test
dengan nilai p<0,05
(p=0,000), ada
hubungan antara
pengetahuan tentang
IVA test dengan
kunjungan ibu dalam
pemeriksaan IVA test
dengan nilai p<0,05
(p=0,027).
2 Ninik
Artiningsih
Hubungan
Antara Tingkat
Pengetahuan
dan Sikap
Wanita Usia
Subur dengan
Inspeksi Visual
Asam Asetat
Dalam Rangka
Deteksi Dini
Kanker Serviks.
Jenis penelitian Analitik
dengan pendekatan potong
lintang (cross sectional),
untuk pengambilan sampel
menggunakan tehnik cluster
random sampling.
Hasil penelitian
didapatkan ada
hubungan yang
bermakna dan positif
antara pengetahuan
WUS dengan perilaku
pemeriksaan IVA
(p=0,000 r=0,535). Ada
hubungan yang
bermakna dan positif
antara sikap WUS
dengan perilaku
pemeriksaan IVA
(p=0,000 r=0,381).
Secara simultan
pengetahuan dan sikap
berpengaruh terhadap
perilaku pemeriksaan
IVA pada WUS di
Puskesmas Blooto,
Kecamatan Prajutit
Kulon dengan
prosentase 49,3%.
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Teori
2.4 Kerangka Konsep
Keterangan:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
Variabel Dependen :
Pengetahuan WUS
Valiabel Independen :
Pengambilan
keputusan untuk
melakukan tindakan
IVA Test
PENGETAHUAN
Faktor Internal :
• Pendidikan
• Pekerjaan
•Umur
Faktor Eksternal :
•Lingkungan
• Sosial Budaya
1. Informasi yang diketahui perihal
permasalahan yang dihadapi
2. Tingkat Pendidikan
3. Personality
4. Koping
5. Culture
Pemeriksaan
IVA TEST
Faktor Internal :
• Pendidikan
• Pekerjaan
•Umur
Faktor Eksternal :
•Lingkungan
• Sosial Budaya
2.5 Hipotesis
2.5.1 Ada hubungan antara pengetahuan WUS dengan pengambilan
keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat.
2.5.2 Tidak Ada hubungan antara pengetahuan WUS dengan
pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi
Visual Asam Asetat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskripti
korelational. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan
cross sectional (studi potong lintang). Melalui pendekatan cross sectional
peneliti hanya melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu
saat tertentu saja. Pengukuran variabel tidak terbatas harus tepat pada satu
waktu bersamaan, namun mempunyai makna bahwa setiap subjek hanya
dikenai satu kali pengukuran, tanpa dilakukan tindak lanjut atau
pengulangan pengukuran (Saryono dan Mekar, 2013).
Dari rancangan penelitian di atas peneliti ingin mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan dari WUS di Puskesmas Kebakkramat I
dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan IVA test
sebagai deteksi dini dari kanker cervik dengan cara menggambarkan
secara detail dan dilakukakn dengan cara menyebarkan kuesioner dalam
kurun waktu tertentu.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang
diperlukan dalam suatu penelitian (Sarjono dan Mekar, 2013).
44
Populasi dalam penelitian ini adalah semua Wanita Usia Subur di
wilayah Puskesmas Kebakkramat I yang sudah menikah atau sudah
melakukan hubungan seksual dan tinggal atau menetap di wilayah
Puskesmas Kebakkramat I dengan rentang usia antara 15-49 tahun,
pada tahun 2014 sasaran WUS berjumlah 6815 orang.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu
populasi (Sarjono dan Mekar, 2013). Tehnik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan metode propotional cluster
random sampling yang dilakukan dengan cara memilih 10% dari
populasi terjangkau. Menurut Saryono dan Mekar (2013), metode
propotional cluster random sampling adalah proses pemilihan
secara acak berkelompok dilakukan apabila populasi tersebar
secara luas sehingga tidak memungkinkan untuk membuat daftar
seluruh populasi. Perhitungan besar sampel pada penelitian ini
diperoleh berdasarkan besar populasi dengan menggunakn rumus
Slovin (Sevilla et. al., 2007), di bawah ini:
Keterangan:
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
N
n =
1+ N (α)²
α : batas toleransi kesalahan yang diinginkan dalam penelitian ini
digunakan 10%
Besar sampel untuk antisipasi drop out
n² : jumlah sampel minimal ditambah dengan subsitusi 10% dari
jumlah sample minimal. Substitusi adalah jumlah subjek
dalam persen yang mungkin drop out
Berdasarkan rumus tersebut, maka didapatkan jumlah
sampel minimal dalam penelitian ini adalah 108,409 subjek dan
dibulatkan menjadi 109 subjek.
Pada penelitian ini peneliti menyebarkan kuesioner ke
wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I meliputi 5 PKD.
Berdasarkan jumlah sampel minimal dalam penelitian ini yaitu 109
subjek kemudian dibagi lagi penyebarannya berdasarkan 5 PKD
68156815
n1 == = 98,5541+6815(0,1)²69,15
n² = n1 + ( 10% x n1 )
n² = 98,554 + ( 10% x 98,554 )
= 108, 409
yang ada di Puskesmas Kebakkramat I, sedangkan pembagian
besarnya sampel per PKD menggunakan rumus:
∑WUS/wilayah
x= x Sampel total
∑ WUS Puskesmas
Berdasarkan rumus di atas didapatkan besaran sampel di PKD
Kemiri 30 subjek, PKD Waru 21 subjek, PKD Macanan 19 subjek,
PKD Nangsri 20 subjek dan PKD Kebak 18 subjek.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Kebakkramat I Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar
yang dilakukan di PKD Kebak, PKD Waru, PKD Macanan, PKD
Kemiri, PKD Nangsri.
3.3.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai
dengan Juni 2015
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
3.4.1 Variabel
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Variabel bebas/independen
merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel dependen (terikat) (Riwidikdo, H, 2012).
Variabel terikat/dependen merupakan variabel yang dipengaruhi
atau menjadi akibat, karena adanya variabel independen (bebas)
(Riwidikdo, H, 2012). Variabel terikat/dependen dalam penelitian
ini adalah pengetahuan WUS dan variabel bebas/independen pada
penelitian ini adalah pengambilan keputusan untuk melakukan
tindakan IVA test.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi atau pengertian
variabel-variabel diamati atau diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Definisi operasional pada penelitian ini, yaitu :
1. Tingkat pengetahuan WUS tentang IVA test meliputi
kemampuan WUS untuk menjawab tentang pengetian kanker
servik, cara deteksi kanker servik, manfaat dari IVA test, dan
waktu yang tepat untuk IVA test.
2. Pengambilan keputusan terhadap tindakan IVA test meliputi
kemampuan WUS mengambil kuputusan terhadap pemeriksaan
IVA test.
3.4.3 Skala Pengukuran
1. Skala pengukuran tingkat pengetahuan menurut Riwidikdo, H
(2010) dikatagorikan menjadi 3, yaitu:
a. Pengetahuan baik, bila (x) > mean + 1 SD
b. Pengetahuan cukup, bila menan – 1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
c. Pengetahuan kurang, bila (x) < mean – 1 SD
Sebelum menentukan tingkat pengetahuan WUS terlebih
dahulu peneliti menghitung nilai mean dan Standard Deviation.
Menurut Riwidikdo, H (2012), rumus untuk menghitung mean
dan Standard Deviation yaitu :
a. Mean
n
χ = ∑ xi
n
Keterangan:
χ: Mean
n: Jumlah responden
xi: Nilai responden
b. Standard Deviation
(∑xi)²
SD = ∑xi² - n
n-1
Keterangan:
SD: Standard Deviation
Xi: Nilai responden
N : Jumlah responden
Berdasarkan rumus di atas maka didapatkan nilai mean : 6 dan
Standard Deviation 1,5.
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
NoVariabelDefinisi OprasionalAlat Skala Hasil
UkurUkurUkur
1TingkatKemampuan WUSKuesionerOrdinala.Baik
Pengetahuandalam menjawab:(x)>7 WUS ten-1.Pengertian kanker
tang
IVA test2.Cara deteksi
kanker Servikb.Cukup
3.Manfaat dari4≤x≤7
IVA test 4.Sasaran dari
IVA test
5.Waktu yangc.Kurang
Tepat untuk(x)<4
IVA test
2PengambilanKemampuan WUSKuesionerNominala. Setuju
Keputusanmengambil keputus-melakukan
Terhadapan terhadap tindakantindakan IVA
Tindakan IVA testest.
IVA test b. Tidak setuju
melakukan
tindakan IVA
test.
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1 Alat Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
kuesioner tertutup untuk mengukur tingkat pengetahuan, dan
pengambilan keputusan dalam pemeriksaan iva test sebagai deteksi
dini dari kanker servik. Kuesioner pengetahuan terdiri dari 10 butir
pertanyaan, dan untuk penilaiannya jawaban benar bernilai 1,
jawaban salah bernilai 0.
3.5.2 Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data
primer. Data primer disebut juga data tangan pertama. Data primer
diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan
alat pengukur atau alat pengambilan data, langsung pada subjek
sebagai sumber informasi yang dicari (Saryono dan Mekar, 2013).
Data primer pada penelitian ini diperoleh secara langsung dari
responden melalui pengisian kuesioner penelitian.
3.5.3 Validitas
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana
instrumen pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur
(Riwidikdo, 2010). Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan
rumus korelasi Pearson Product Moment.
Rumus Pearson Product moment adalah :
N ∑XY - ( ∑X )( ∑Y )
r =
N ∑X² - ( ∑ X )² } { N ∑ Y² -( ∑ Y)²}
Keterangan:
N: Jumlah responden
r : Koefisien korelasi product moment
X: Skor pertanyaan
Y: Skor total
Xy: Skor pertanyaan dikalikan skor total
Instrumen dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel,
dengan taraf signifikan 0,05 (Riwidikdo, 2010). Uji Validitas
dilakukan di Puskesmas Kebakkramat II Karanganyar sebanyak 30
responden. Pada penelitian ini r tabel yang digunakan adalah 0,361.
Berdasarkan hasil uji validitas pada 17 pertanyaan dengan 30
responden semua pertanyaan dinyatakan valid. Hasil uji validitas
dapat dilihat pada lampiran 11.
3.5.4 Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat
dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat
dipercaya juga (Arikunto, 2010).
Rumus untuk mengukur reliabilitas menggunakan pendekatan
rumus Alpha Cronbach.
Adapun rumusnya sebagai berikut :
k ∑ S ²
r =1 -
k – 1 S²
Keterangan:
r : Reliabilitas internal seluruh instrumen
k: Mean kuadrat antara subyek
∑ S ²: Jumlah mean kuadrat kesalahan
∑ S ²: Varian total
Instrumen dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach
minimal 0,75 (Riwidikdo, 2010). Dari uji tersebut diperoleh hasil
nilai Alpha Cronbach 0,813, sehingga instrumen dinyatakan
reliabel pada item pertanyaan nomer 1, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15
dan 17. Item pertanyaan nomer 2, 3, 4,5 6,7 dan 16 tidak reliabel.
Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 11.
3.6 Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data
3.6.2 Tehnik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan
berikutnya adalah pengolahan data. Proses pengolahan data
menurut Arikunto (2010), adalah:
1. Editing
Kegiatan ini dilakukan dengan cara memeriksa data hasil
jawaban dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden
dan kemudian dilakukan koreksi apakah telah terjawab dengan
lengkap. Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi
kekurangan atau tidak sesuai dapat segera dilengkapi.
2. Coding
Kegiatan ini memberi kode angka pada kuesioner
terhadap tahap-tahap dari jawaban responden agar lebih mudah
dalam pengolahan data selanjutnya. Pada penelitian ini
pemberian kode pada:
a. Pengetahuan (pertanyaan nomer 1-10) nilai 1 untuk jawaban
benar, nilai 0 untuk jawaban salah
b. Pengambilan keputusan, nilai 1 untuk setuju melakukan
IVA test, nilai 0 untuk tidak bersedia melakukan IVA test.
3. Entry data
Kegiatan ini memasukkan data dalam program komputer
untuk dilakukan analisis lanjutan.
4. Tabulating
Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari
jawaban kuesioner responden yang sudah diberi kode,
kemudian dimasukkan ke dalam tabel.
3.6.3 Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan :
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel
(Notoadmodjo, 2005). Pada penelitian ini analisi univariat
digunakan untuk meneliti distribusi frekwensi dari tiap variabel
baik bebas maupun variabel terikat, jadi analisis ini untuk
menguji baik pengetahuan maupun tindakan IVA test. Jika
distribusi normal, maka dapat digunakan rumus mean sebagai
ukuran pemusatan dan standar deviasi (SD) sebagai ukuran
penyebaran. Jika distribusi data tidak normal maka
menggunakan median sebagai ukuran pemusatan dan
minimum-minimum sebagai ukuran penyebaran (Saryono,
2013).
2. Analisi Bivariat
Analisi bivariat merupakan analisis untuk mengetahui
interaksi dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif
maupun korelatif. (Saryono dan Mekar, 2013). Pada penelitian
ini pada analisis bivariat peneliti hendak mengukur variabel
bebas (pengetahuan) dengan variabel terikat yaitu pengambilan
keputusan untuk melakukan pemeriksaan IVA test. Uji statistik
yang digunakan untuk menguji hubungan pengetahuan
responden dengan pengambilan keputusan untuk melakukan
pemeriksaan IVA test dengan uji Chi Square pada tingkat
kepercayaan 95% (α = 0,05), bila p < 0,05 maka variabel di
atas dinyatakan berhubungan secara signifikan.
Rumus Chi-Square (Usman, 2000)
χ² = ∑ ( ƒο - ƒе)²
ƒе
Keterangan:
χ²: Nilai chi-kuadrat
ƒе: Frekwensi yang diharapkan
ƒο: Frekuensi yang diperoleh/diamati
Dengan kriteria pengambilan kesimpulan :
1. Jika χ² hitung ≤ χ² tabel, maka Ho diterima
2. Jika χ² hitung > χ² tabel, maka Ho ditolak
3.7 Etika Penelitian
Sebelumnya peneliti membuat informed consent atau persetujuan
kepada responden dengan menulis jati diri, identitas peneliti, tujuan
penelitian, serta permohonan kesediaan responden untuk berpartisipasi
dalam penelitian. Pada penelitian ini, peneliti mendapat ijin dari STIKes
Kusuma Husada Surakarta, Kepala Puskesmas Kebakkramat I, Dinas
Kesehatan Kabupaten Karanganyar dan dari responden sendiri melalui
informed consent yang terjamin kerahasiannya.
Menurut Hidayat (2007), masalah etika penelitian yang harus
diperhatikan antara lain :
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
Informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Apabila responden bersedia, maka
mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian
yang akan disajikan.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan
jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-
masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset...................
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan
pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di wilayah kerja Puskesmas
Kebakkramat I. Puskesmas Kebakkramat I dengan luas wilayah sebesar
17.843 Ha, dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Masaran dan Kabupaten Sragen, sebelah selatan berbatasan
dengan Kecamatan Jaten, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan
Gondangrejo dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tasikmadu.
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I yaitu 30.798
orang yang terdiri dari 15.175 laki-laki dan 16.623 perempuan, dengan
jumlah WUS sebesar 6815 orang.
4.1.1.1 Gambaran umum responden penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah WUS dengan rentang usia
19 sampai 49 tahun yang telah melakukan senggama atau sudah menikah.
Dalam penelitian ini, diambil sebanyak 109 responden sebagai sampel
penelitian. Pada penelitian ini secara umum deskripsi data pribadi
responden dikelompokkan menurut umur, pendidikan, dan pekerjaannya.
4.1.1.2 Gambaran umum responden berdasarkan umur
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat gambaran
umur responden pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Gambaran umum Responden Berdasarkan Umur
Umur Responden Jumlah %
19-29 39 35,8
30-39 47 43,1
40-49 23 21,1
Total 109 100,0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa paling banyak responden
berumur 30-39 tahun yaitu sejumlah 47 responden (43,1%).
4.1.1.3 Gambaran umum responden berdasarkan pendidikan
Pendidikan responden dalam penelitian ini dikategorikan sebagai
berikut :
Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Responden Jumlah %
SD 6 5,5
SMP 28 25,7
SMA 52 47,7
D3 15 13,8
S1 8 7,3
Total 109 100,0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa pendidikan responden
paling banyak adalah SMA yaitu 52 responden (47,7%).
4.1.1.4 Gambaran umum responden berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan responden dalam penelitian ini dikategorikan sebagai
berikut :
Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Responden Jumlah %
PNS 7 6,4
IRT 65 59,6
Buruh 4 3,7
Karyawan 31 28,4
Guru 1 0,9
Bidan 1 0,9
Total 109 100,0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa pekerjaan responden
tertinggi adalah IRT (ibu rumah tangga) yaitu sejumlah 65 responden
(59,6%).
4.2 Analisis Univariat
4.2.1 Pengetahuan WUS tentang pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat.
Pengetahuan WUS tentang pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat responden dalam penelitian ini sebagai berikut :
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan Responden Jumlah %
Baik 98 89,9
Cukup 6 5,5
Kurang 5 4,6
Total 109 100,0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa pengetahuan responden
tentang pemeriksaan IVA test paling banyak pada katagori baik sejumlah
98 responden (89,9%).
4.2.2 Pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi
Visual Asam Asetat.
Pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi
Visual Asam Asetat responden dalam penelitian ini sebagai berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusaan Responden Jumlah %
Bersedia 105 96,3
Tidak 4 3,7
Total 109 100,0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa responden yang bersedia
melakukan pemeriksaan IVA test sejumlah 105 orang (96,3%).
4.3 Analisis Bivariat
4.3.1 Hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan
keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi
square diperoleh hasil p= 0,025 < 0,05 yang berarti Ho di tolak sehingga
ada hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan
keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat.
Tabel 4.6 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan WUS Dengan Pengambilan
Keputusan Untuk Melakukan Pemeriksaan
Inspeksi Visual Asam Asetat
Pengetahuan
KeputusanTotal
pBersedia Tidak bersedia
n % n % n %
Baik 96 98 2 2 98 100
0.000Cukup 5 83,3 1 16,7 6 100
Kurang 4 80 1 20 5 100
Total 105 96,3 4 3,7 109 100
Sumber: Data, 2015
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa paling banyak responden
mempunyai pengetahuan baik dan bersedia melakukan pemeriksaan IVA
test sejumlah 96 orang (98%).
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik responden pada pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat
Pada penelitian ini karakteristik yang diambil dalam penelitian
yaitu umur, pekerjaan, pendidikan dari responden.
5.1.1 Umur responden
Responden pada penelitian ini berusia antara 19–48 tahun,
sebagian besar responden berusia 30-39 tahun, yaitu sebesar 47
responden atau 43,1% dari total responden. Usia 30-39 tahun
merupakan usia kematangan seseorang. Pada usia ini responden
telah menyadari bahwa wanita memiliki resiko terkena kanker
serviks, untuk itu responden bersedia melakukan deteksi dini
dengan melakukan IVA test. Bertambahnya pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi
seseorang untuk mengambil keputusan. Mubarok (2007),
mengatakan bahwa dalam perubahan umur seseorang akan terjadi
perubahan pada aspek fisik dan mental, sedangkan umur itu sendiri
merupakan kedewasaan fisik dan kematangan ciri kepribadian
seseorang yang berkaitan erat dengan pengambilan keputusan.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wiyono, Iskandar & Suprijono (2008) yang menyatakan bahwa
responden pada penelitiannya sebagian besar adalah kelompok usia
40 sampai 49 tahun yaitu sebanyak 34,2 %. Berdasarkan laporan
WHO tahun 1992, kanker serviks ditemukan paling banyak pada
usia setelah 40 tahun dan lesi derajat tinggi pada umumnya dapat
dideteksi sepuluh tahun sebelum terjadi kanker dengan puncak
terjadinya displasia pada usia 35 tahun.
5.1.2 Pendidikan responden
Pendidikan terakhir responden yang paling banyak
melakukan IVA test adalah SMA yaitu sebesar 47,7 %. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh besar
terhadap perilaku seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Rahma
dan Prabandari (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi
pendidikan orang maka minat untuk melakukan IVA test semakin
tinggi, sedangkan jika semakin rendah pendidikan akan
berpengaruh terhadap minat untuk melakukan IVA test, hal ini
disebabkan dengan pendidikan yang tinggi akan berpengaruh
terhadap keputusan atau kesediaan untuk melakukan IVA test.
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan ibu
dalam pembentuk perilaku seseorang. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi tingkat kesadaran
orang tersebut akan suatu hal dan semakin matangnya
pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan
(Notoatmodjo, 2010).
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Latifah (2011) yang menyatakan tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap pengetahuan, karena dengan pendidikan
yang tinggi akan mempermudah orang untuk memahami informasi
yang diperoleh.
5.1.3 Pekerjaan Responden
Pekerjaan responden tertinggi adalah IRT (ibu rumah
tangga) yaitu sejumlah 65 responden (59,6%). Pekerjaan
mempunyai peranan dalam seseorang mengambil keputusan. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian deasy mirayasi pada tahun
2014 di Pontianak yang menyebutkan bahwa sebanyak 37,5%
wanita yang melakukan deteksi dini kanker servik merupakan ibu
rumah tangga. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yuliwati pada
tahun 2012 di Kebumen juga mendapatkan hasil sebanyak 43,4%
wanita yang bekerja sebagai ibu rumah tangga melakukan IVA test.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Notoatmodjo
(2011), yang mengatakan bahwa seseorang yang bekerja akan
memiliki pengetahuan yang lebih luas dari pada seseorang yang
tidak bekerja karena dengan bekerja seseorang akan banyak
mendapat informasi dan pengalaman. Perbedaan antara hasil
penelitian dengan teori kemungkinan disebabkan karena ibu rumah
tangga memiliki waktu yag lebih banyak di rumah dan memiliki
aktivitas sosial yang lebih tinggi serta lebih cenderung mengikuti
penyuluhan atau promosi kesehatan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
5.2 Pengetahuan WUS tentang pemeriksaan inspeksi visual asam asetat.
Penelitian ini dilakukan terhadap 109 responden menunjukkan hasil
bahwa sebagian sebesar 98 responden (89,9%) memiliki pengetahuan yang
baik mengenai pemeriksaan IVA test, sedangkan responden yang
memiliki pengetahuan yang kurang sejumlah 5 orang (4,6%), dan 6
orang (5,5%) mempunyai pengetahuan cukup. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Theresia, Karningsih & Delmaifanis (2012) yang
menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor dominan yang
berpengaruh dalam perilaku wanita dalam pemeriksaan IVA test.
Penelitian yang dilakukan oleh Ninik Artiningsih (2011) yang
menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna dan positif antara
pengetahuan WUS dengan perilaku pemeriksaan IVA test.
Pengetahuan merupakan faktor yang penting namun tidak memadai
dalam perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan seseorang mengenai
kesehatan mungkin penting sebelum perilaku kesehatan terjadi, tetapi
tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali
seseorang mempunyai motivasi untuk bertindak atas dasar pengetahuan
yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2010).
Responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai
kanker serviks dan pemeriksaan IVA test akan cenderung memiliki
kesadaran yang besar untuk meningkatkan status kesehatannya sehingga
lebih besar kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan IVA test. Namun,
pengetahuan yang tinggi belum tentu membuat seseorang mau secara sadar
melaukan pemeriksaan IVA test. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal
diantaranya budaya masyarakat yang menganggap pemeriksaan pada
daerah genital masih dianggap tabu, malu dan takut akan hasil yang
diperoleh nantinya. Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan
yang rendah mengenai kanker serviks dan pemeriksaan IVA test akan
cenderung tidak menyadari bahaya kanker serviks dan pentingnya
melakukan deteksi dini kanker serviks sesegera mungkin sehingga menjadi
faktor penghambat seseorang untuk melakukan pemeriksaan IVA test.
Pada penelitian ini didapatkan hasil pengetahuan responden tentang
IVA test pada katagori baik, hal ini disebabkan di Puskesmas
Kebakkramat 1 sudah dimulai penyuluhan-penyuluhan tentang tindakan
IVA test dan bahaya kanker servik.
5.3 Pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi
Visual Asam Asetat.
Penelitian ini dilakukan terhadap 109 responden menunjukkan hasil
bahwa sebagian sebesar 105 responden (96,3%) bersedia untuk melakukan
pemeriksaan IVA test sedangkan yang tidak bersedia untuk melaukan IVA
test sebanyak 4 responden (3,7%). Pengambilan keputusan ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keyakinan, sikap, informasi
yang diperoleh tentang IVA test, dorongan dari keluarga dan dukungan
dari petugas kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Nurtini (2012),
menyatakan bahwa sikap merupakan hal yang kedua dalam faktor
predisposisi yang memiliki hubungan yang signifikan dengan cakupan
IVA test. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ninik Artiningsih (2011)
bahwa ada hubungan yang bermakna dan positif antara sikap wanita usia
subur dengan perilaku pemeriksaan IVA test di Puskesmas Blooto,
Kecamatan Prajurit Kulon, Mojokerto. Sikap berbeda dengan perilaku dan
perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang, karena seringkali
terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan
dengan sikapnya. Responden yang memiliki sikap mendukung terhadap
pemeriksaan IVA test lebih besar kemungkinan untuk memutuskan
melakukan pemeriksaan IVA test. Sikap yang muncul dari dalam diri
responden harus dibarengi dengan faktor lain seperti ketersediaan fasilitas,
sikap tenaga kesehatan juga perilaku tenaga kesehatan itu sendiri.
Dukungan keluarga merupakan sebuah dukungan yang terdiri atas
nasihat verbal dan nonverbal, bantuan nyata dan tindakan yang diberikan
oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.
(Gottlieb, 1983, Smet, 1994 dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007).
Sedangkan menurut penelitian Wahuni (2013), dukungan suami menjadi
fantor penentu karena akan memberikan motivasi untuk melakukan deteksi
dini kanker servik.
Responden yang mendapatkan dukungan dari keluarga yang baik
akan lebih besar kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan IVA test.
Hal ini disebabkan adanya pengaruh yang kuat dari orang terdekat atau
suami akan cenderung membuat responden lebih termotivasi
meningkatkan taraf kesehatannya. Selain itu, peran suami yang sebagai
pengambil keputusan akan sangat mempengaruhi WUS dalam mengambil
keputusan melakukan pemeriksaan IVA test. Sedangkan responden yang
mendapatkan dukungan dari keluarga yang kurang baik akan lebih kecil
kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan IVA test.
5.4 Analisis hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan
pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi
Visual Asam Asetat.
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi
square diperoleh hasil uji pengetahuan dan keputusan melakukan
pemeriksaan IVA test diperoleh p= 0,025 < 0,05 yang berarti Ho ditolak
sehingga ada hubungan antara pengetahuan WUS dengan pengambilan
keputusan untuk melakukan pemeriksaan IVA test.
Hasil penelitian yang diperoleh responden dengan pengetahuan
baik dan bersedia melakukan pemeriksaan IVA test sejumlah 98%,
pengetahuan cukup dan bersedia IVA test sejumlah 83,3% , sedangkan
pengetahuan kurang dan bersedia IVA test sejumlah 80%.
Pengetahuan dan pengambilan keputusan dalam melakukan
pemeriksaan IVA test dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur,
pendidikan, pekerjaan dan sumber informasi tentang IVA test. Perempuan
yang rawan mengidap penyakit kanker serviks adalah mereka fakta
memperlihatkan bahwa terjadi pengurangan resiko infeksi HPV seiring
pertambahan usia, namun sebaliknya resiko infeksi menetap/persisten
justru meningkat. Hal ini diduga karena seiring pertambahan usia, terjadi
perubahan anatomi (retraksi) dan histologi (metaplasia) (Wijaya, 2010).
Menurut Verralls (2003) umur wanita 35-55 tahun mempunyai
resiko tinggi untuk timbulnya kanker serviks, tetapi sekarang telah terjadi
peningkatan jumlah wanita muda yang sel-selnya abnormal, bahkan dapat
didiagnosis pada sitologis serviks. Penelitian yang dilakukan oleh Rini,
Lestari. M (2009) yang menyebutkan jumlah responden terbanyak yang
datang melakukan pemeriksaan IVA test terdapat pada kelompok usia 35–
39 tahun.
Informasi dapat diterima melalui petugas langsung dalam bentuk
penyuluhan, dari perangkat desa melalui siaran dikelompok-kelompok,
melalui media massa dan lain-lain. Dalam hal ini, perilaku WUS dalam
melakukan pemeriksaan IVA test juga dipengaruhi apakah wanita tersebut
sudah pernah atau tidak mendapat informasi mengenai pemeriksaan IVA
test ini (Yuliwati, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati (2010) yang
menyimpulkan bahwa keterpaparan seseorang terhadap informasi
kesehatan yang diperoleh akan mendorong terjadinya perilaku kesehatan.
Hal ini juga dipaparkan pada penelitian yang dilakukan Yuliwati (2012)
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterpaparan informasi
dengan perilaku WUS dalam melakukan periksa IVA test.
Layanan kesehatan yang bermutu harus dapat memberikan
informasi yang jelas mengenai suatu layanan kesehatan yang akan
dilaksanakan. Kemudahan untuk memperoleh informasi ini diharapkan
dapat membantu seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru
sehingga diharapkan dapat mengubah perilaku seseorang
(Mubarak,02007).
Responden yang pernah mendapat informasi mengenai
pemeriksaan IVA test cenderung lebih mengetahui tentang bahaya kanker
serviks dan manfaat melakukan pemeriksaan IVA test sehingga responden
memutuskan untuk melakukan pemeriksaan IVA test. Sedangkan bagi
responden yang tidak pernah sama sekali mendapatkan informasi
mengenai pemeriksaan IVA test maka akan tidak mungkin baginya untuk
melakukan pemeriksaan IVA test.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara tingkat pengetahuan
WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan
Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas Kebakkramat I dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Tingkat Pengetahuan responden tentang pemeriksaan IVA test paling
banyak pada katagori baik dengan sejumlah 98 responden (89,9%).
2. Keputusan responden untuk bersedia melakukan pemeriksaan IVA
test sejumlah 105 responden (96,3%).
3. Berdasarkan hasil uji dengan uji Chi Square diperoleh nilai p < 0,005
yaitu 0,025 yang artinya H0 ditolak sehingga ada hubungan antara
tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk
melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat.
6.2 Saran
1. Bagi Masyarakat
Perlunya mendapat informasi yang seluas-luasnya tentang penyakit
kanker serviks dan melakukan deteksi dini penyakit kanker serviks
dengan melakukan IVA test.
2. Bagi tenaga kesehatan
Perlunya peningkatan pengetahuan kepada masyarakat tentang
pentingnya pemeriksaan dini kanker serviks melalui penyuluhan-
penyuluhan khususnya tentang IVA test.
3. Bagi peneliti lain
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode penelitian yang
berbeda, variabel yang berbeda dengan jumlah populasi dan sampel
lebih banyak sehingga hasilnya lebih signifikan.
............................................
DAFTAR PUSTAKA
Andrijono. (2009). Kanker Serviks, Edisi kedua, Jakarta: Devisi Onkologi
Departemen Obstetri-Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktis (Edisi
Revisi 2010), Jakarta: Rineka Cipta.
Artiningsih, N. (2011). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Wanita
Usia Subur dengan Inspeksi Visual Asam Asetat Dalam Rangka Deteksi
Dini Kanker Serviks.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Buku Acuan Pencegahan
Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara. Jakarta: DepKes RI.
Hasan, M. I . (2004). Pokok-pokok materi: Teori Pengambilan Keputusan.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Hidayat, A. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan teknik Analisi Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Kementerian Kesehatan RI. (2013), Pedoman Penemuan Dini Kanker Pada Anak,
Cetakan ke II, Jakarta: Kementerian RI
Kuntadi. (2004). Metode Pengambilan Keputusan Pada Organisasi. Universitas
Padjajaran.
Latifah. (2011). Hubungan Pengetahuan Tentang Kanker Leher Rahim Dengan
Perilaku Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Pada Ibu-Ibu PKK di
Petronayan Nogosari Boyolali. [KTI]. Prodi DIII Kebidanan Sekolah Ilmu
Kesehatan ‘Aisyiyah Surakarta.
Mirayashi D. (2014). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker
Serviks dan Keikutsertaan Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat
di Puskesmas Alianyang Pontianak
Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nurtini,N.M. (2012). Hubungan Antara Faktor Predisposisi, Pendukung dan
Pendorong dengan Cakupan Inspeksi Visual Asam Asetat di kota
Denpasar.
Nursalam. (2007). Manajeman Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:Rineka
Cipta
Rini, Lestari M. (2009). Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Temuan
IVA Positif di Puskesmas Jatinegara. Skripsi FKU I . Jakarta
Riwidikdo, H. (2010). Statistik untuk Penelitian Kesehatan dengan aplikasi R dan
SPSS. Jogjakarta: Pustaka Rihama.
Riwidikdo, H. (2012). Statistik Kesehatan : Belajar Mudah Teknik Analisis Data
Dalam Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogjakarta:
Nuha Medika
Rohmawati I. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku wanita usia subur
dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA (inspeksi visual
dengan asam asetat) di wilayah kerja puskesmas Ngawen I kabupaten
Gunung Kidul. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia; 2011
Theresia, E, Karningsih, Delmainfanis. (2012). Pengetahuan Merupakan Faktor
Dominan Perilaku Wanita Dalam Pemeriksaan Visual Inspection Whit
Acetic Acid (VIA). Jurnal Mdya No.2 Vol 13
Samadi, Heru Priyanto. (2011). Yes, I Know Everything about Kanker Serviks!.
Cetakan Pertama. Solo: Metagraf.
Saryono & MekarD. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
dakam Bidang Kesehatan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sevella, Consuelo G.et. al. (2007) Reasearch Methods.Quezon City: Rex Printing
Company.
Soekanto, S. (2005). Sosiologi Budaya Dasar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Usman, H. & R. Purnomo Setiady Akbar. (2006). Pengantar Statistika (edisi 2).
Jakarta : Bumi Aksara
Verralls, S. (2003). Anatomi dan Fisiologi Terapan dalam Kebidanan, edisis 3.
Jakarta.
Wawan , A & Dewi. (2011). Teori & pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia, Cetakan II, Yogyakarta: Nuha Medika.
Wahyuni, S. (2013) Faktor-faktor yang Memepengaruhi Perilaku Deteksi Dini
Kanker Serviks Di Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal Jawa Tengah.
Jurnal Keperawatan Maternitas. No.1 Vol 1 : 55-60
Wiyono, S., Iskandar, TM., & Suprijono. (2008). Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA) untuk Deteksi Dini Lesi Prakanker Serviks. Media Medika
Indonesiana. 43 (3), 116-121.
Yuliwati. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku WUS dalam
deteksi dini kanker leher rahim metode IVA di wilayah puskesmas
Prembun Kabupaten Kebumen. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan
Komunitas. Universitas Indonesia.