Post on 11-Aug-2015
description
EVALUASI PEMASANGAN MAHKOTA PASAK PASCA PERAWATAN ENDODONTIK DENGAN CBCT –3D
( Laporan kasus )
Deddy Firman ( Bgn Prostodontia, Fkg - Unpad )Ria Firman ( Bgn Radiologi, Fkg - Unpad )
Kata kunci : Mahkota pasak, perawatan endodontik, CBCT-3D.
Pendahuluan :
Menginterpretasi suatu gambaran radiografi, seorang doktergigi harus
terlebih dahulu memahami dengan baik bagaimana bentuk struktur anatomi normal
dan memahami jelas sudut proyeksi berkas sinar, karena hal ini dapat mempengaruhi
penempatan gambaran struktur anatomi pada radiografi dengan tepat. Gambaran
radioanatomi normal dan variasinya harus dapat dibedakan dengan baik lesi patologis dan
radioanatomi normal suatu jaringan gigi ( 3).
Gambaran anatomi normal jaringan gigi:
Komposisi utama gigi adalah dentin dan enamel pada mahkota, serta adanya
lapisan sementum tipis pada permukaan akar. Radiografi enamel, tampak radiopak
lebih padat daripada jaringan sekitarnya, sedangkan gambaran dentin lebih radiolusen
daripada enamel. Gambaran lapisan sementum sering tidak tampak jelas, sedangkan
pulpa dan saluran akar tampak radiolusen ( 2 )
Lamina dura / alveolus, tampak radiopak tipis mengelilingi soket gigi. Gambaran
ketebalan dan kepadatan tsb dapat dipengaruhi oleh beban kunyah. Saat beban kunyah
lebih besar pada satu sisi, maka pada sisi tersebut gambaran radiopak lamina dura
tampak lebih lebar dan tebal. Sedangkan saat beban kunyah lebih kecil, maka gambaran
radiopak tampak lebih tipis. Puncak tulang alveolar memberikan gambaran radiopak
tipis sebesar 1,5 cm dari cementoenamel junction. ( 4,5)
Ligamen periodontal yang terletak antara akar dan lamina dura, memberikan
gambaran radiolusen. Sedangkan trabekula tampak memberikan gambaran radiopak tipis
datar dan dikelilingi gambaran radiolusen yang merupakan gambaran sumsum tulang
kortikal. (1,3,9).
Gambaran anatomi patologis jaringan gigi:
Pada radiografi, selain terlihat radioanatomi normal, dapat juga terlihat
gambaran berupa lesi patologis pada gigi dan jaringan sekitarnya. Gambaran tersebut
dapat berupa : lesi radiolusen, lesi radiopak, dan lesi campuran ( radiointermediate ),
atau berupa lesi tunggal dan lesi multiple. Kadang- kadang memberikan gambaran
dengan batas jelas, tegas, atau tidak berbatas jelas, dan tidak tegas (difuse). Dapat juga
memberikan gambaran berupa unilokular, multilokular, disertai gambaran menyebar /
diffuse, dan atau dapat menyebabkan gangguan struktur jaringan normal disekitarnya,
yaitu memberikan gambaran erosi, perubahan bentuk atau
bahkan tidak terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya. (5,6)
Selanjutnya, sebuah gigi dengan kasus-kasus tertentu memerlukan perawatan
khusus, agar dapat kembali berfungsi seperti semula, sehingga pasien dapat merasa
nyaman, baik saat untuk pengunyahan, maupun saat seseseorang dengan berpenampilan
penuh percaya diri. Salah satu perawatan khusus untuk dapat mengembalikan fungsi
semula yaitu mempertahankan gigi tersebut, dengan melakukan perawatan endodontik,
kemudian dapat dilanjutkan dengan pembuatan mahkota pasak. (10,11,12 )
Pembuatan mahkota pasak setelah perawatan endodontik:
Gigi yang telah mengalami perawatan saluran akar / endodontik harus
memiliki prognosa yang baik, sehingga dapat mengembalikan fungsi seperti semula dan
dapat berperan baik sebagai gigi sandaran untuk gigi tiruan cekat atau lepasan. Dengan
rencana perawatan yang baik, diharapkan resiko mengalami patah pada mahkota gigi
tersebut dalam proses pengunyahan setelah pemasangan mahkota pasak tidak terjadi.
Saat memutuskan gigi akan dilakukan perawatan endodontik, harus dipertimbangkan
mengenai restorasi berikutnya.( 5 ,9)
Sebelum melakukan restorasi gigi yang telah dirawat endodontik, perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut : apical seal harus baik, tidak ada sensitifitas pada
bagian apikal yang diakibatkan penekanan, tidak ada eksudat, fistel dan inflamasi
aktif. Pengisian saluran akar yang tidak berhasil / tidak adequate, sebaiknya dilakukan
perawatan ulang dan gigi harus diobservasi kembali untuk menentukan keberhasilan /
kegagalan suatu perawatan (4,7 ).
Suatu kasus gigi dengan struktur koronal masih dalam keadaan utuh, dapat
langsung dilakukan penambalan secara sederhana. Sedangkan bila kehilangan struktur
koronalnya cukup banyak, maka kehilangan tersebut dapat digantikan dengan pasak
dan inti. Misalnya pada gigi anterior dengan bagian koronal masih utuh, hanya sedikit
berlubang, maka cukup dilakukan penambalan, dan untuk gigi molar dapat direstorasi
dengan amalgam / komposit, atau kombinasi dari mahkota pasak terpisah yang
disementing pada amalgam atau resin komposit.
Gambar 1 .Jenis pasak dan inti, pada gigi anterior dan posterior( 8,9 )
A. Gigi anterior dengan mahkota klinis utuh.
B. Gigi kehilangan sebagian besar mahkota.
( indikasi menggunakan pasak dan inti cor ).
C. Gigi Molar Rahang Bawah, dengan dasar fondasi
amalgam yang didukung pasak buatan, dan disemen
pada saluran akar bagian distal.
D. Gigi Molar Rahang Atas, pasak buatan disemen
pada saluran akar palatal.
Persiapan gigi untuk dibuat mahkota pasak, setelah perawatan endodontik :
Preparasi pada gigi yang telah dirawat endodontik terdiri dari tiga tahap, yaitu:
Pertama, pembuangan bahan pengisi saluran akar,
Kedua, pembesaran saluran akar,
Ketiga, preparasi struktur mahkota gigi.
~ Pembuangan bahan pengisi saluran akar:
Sistem saluran akar dilakukan obturasi sempurna, kemudian membuat ruangan
untuk pasak, dan dengan memastikan saluran lateral telah tertutup. Pembuangan bahan
pengisi saluran akar ini, dapat menggunakan endodontic plugger yang dihangatkan, dan
atau menggunakan rotary instrument bersama sama dengan bahan kimia. Setelah
pembuangan guttaperca, kemudian dilakukan penghitungan panjang pasak yang sesuai.
Mahkota pasak harus adequat untuk retensi dan resistensi, serta tidak membuat apical
seal menjadi lemah. Panjang pasak harus sebanding dengan tinggi mahkota anatomis
( 2/3 panjang akar ), serta sebaiknya meninggalkan guttaperca 5 mm diapikal. Bahan
pengisi apikal yang dibutuhkan minimum sebesar 3 mm, dan jika tidak tercapai
terutama pada gigi pendek, akan menjadikan panjang pasak tidak ideal, sehingga
prognosanya menjadi buruk. Dengan mengetahui panjang saluran akar, maka panjang
pasak yang dibutuhkan akan dapat diketahui. ( 8,9,10 )
Apabila diketahui dari hasil anamnesa, bahwa guttaperca tersebut sudah lama dan
kehilangan sifat termoplastisnya, maka dapat menggunakan rotary instrument yang lebih
kecil dari ukuran saluran akar dengan ujung aman yang tidak berfungsi untuk
memotong, tetapi hanya untuk mengambil guttaperca tersebut, tanpa merusak dentin,
karena alat tersebut diprediksikan akan dapat mengikuti bentuk saluran akar.( 12 )
~ Pembentukan Saluran Akar:
Dapat dilakukan dengan instrumen tangan atau bor berkecepatan rendah.
Prosedur ini membuang undercut-undercut pada saluran akar, dan mempersiapkan
saluran akar agar dapat menerima pasak yang sesuai tanpa harus melebarkan saluran
akar. Diameter pasak tidak boleh lebih dari 1/3 diameter akar, dan dengan tebal
dinding saluran akar minimal 1 mm. Akhiran preparasi tepat pada garis servikal, dengan
diameter 1/6 saluran akar. Sedangkan bentuk seat diturunkan kurang lebih 1mm, dengan
penampang seat 1/6 diameter saluran akar, dan diameter saluran akar 2 x 1/6 sama
dengan 1/3 diameter akar. Sebaiknya mengetahui nilai rata-rata diameter akar sangat
penting , untuk disesuaikan dengan pasak yang disarankan. Selain itu mengetahui
panjang akar dan panjang mahkota pun harus dapat diukur. .(9,11 )
Tabel 1. Rata-rata Panjang Akar Dan Panjang Mahkota Yang Diukur. (7.11 )
Tabel 2. Rata-rata Diameter Akar Dan Ukuran Pasak Yang Disarankan (7.11 )
Gambar 2. Macam-macam Pasak Buatan Pabrik dan gambaran
radiografi macam – macam pasak. ( 8, 9 )
A. Runcing, bersisi halus, B. Runcing, bersisi serat,
B. Runcing, bersisi ulir, D. Paralel, bersisi halus,
E. Paralel, bersisi serat, F. Paralel, bersisi ulir.
~ Pembesaran Saluran Akar :
Setelah membentuk saluran akar, dilakukan pemilihan tipe pasak yang akan
digunakan untuk membuat pasak dan inti. Pasak buatan tersedia berbagai macam bentuk
dan ukuran diameter. Saluran akar yang sangat lebar, paling efektif ditanggulangi dengan
pasak coran. Pembesaran diameter saluran akar 1 atau 2 kali, dapat menggunakan bor
file / reamer yang dapat mengkonfigurasi bagian posterior. ( 7 )
Penggunaan rotary instrument, saat pemakaian bor harus disertai semprotan air sebelum
membuat ruang untuk pasak. Pasak dengan sisi paralel lebih retensi dan distribusi
stressnya lebih baik daripada bentuk pasak yang meruncing. Dinding yang diruncingkan
pada saluran akar yang melebar, dapat memfasilitasi kondensasi guttaperca. Situasi ini
tidak mungkin mendapatkan retensi yang adequate, sehingga dilakukan peruncingan pada
bagian apikal. Hal ini akan membuat pasien merasa lebih nyaman daripada membuat
saluran dengan sisi paralel dibagian apikal, karena memerlukan kehilangan dentin yang
lebih banyak untuk mencapai keberhasilan. Saat perluasan apikal sebaiknya tidak
mengurangi banyak dentin. Sebagian besar pasak buatan bersisi paralel akan sesuai
hanya pada sebagian daerah apikal saluran akar .( 7,8,10 )
Paparan kasus :
Seorang wanita, usia 58 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut ( RSGM )
untuk dilakukan perawatan pada giginya dengan keluhan sedikit rasa sakit, pada gigi
insisif lateral kanan. Pasien mengatakan pernah dilakukan pemasangan mahkota, dan
logam dipasang pada gigi tersebut sekitar 4 tahun yang lalu, disebuah klinik gigi
didaerah tempatnya saat itu berkunjung, karena sedang berada pada daerah tersebut
untuk waktu yang lama.
Setelah berkonsultasi dan dilakukan pemeriksaan pada gigi tersebut, maka doktergigi
tersebut berkesimpulan, bahwa pada gigi yang telah dilakukan pemasangan mahkota
pasak tersebut perlu dilakukan observasi ulang. Kemudian atas persetujuan pasien, maka
dilakukan pemotretan dengan pesawat CBCT-3D.
Saat pemeriksaan pada kasus tersebut, yang harus diperhatikan adalah : panjang
pasak logam dan inti nya (a), dengan pengukuran dari servikal pasak tersebut, sampai
ujung pasak diarah apikal. Kemudian diukur tinggi inti ( b), yaitu dari ujung atas inti
sampai batas servikal pasak. Selanjutnya diukur sisa dari ujung pasak sampai ke apikal
gigi tersebut ( c ), dan lebar dari arah batas terluar gigi terhadap batas terluar pasak( d )
diukur , kemudian lebar ruangan tersisa dari batas dalam gigi terhadap batas terluar pasak
( e ), terakhir diukur batas terluar inti terhadap garis singgung insisal edge gigi-gigi
tetangganya ( f ) dan diameter akar / diameter saluran akar dan diameter akhiran
( g1,g2,g3 ), serta melihat intensitas dari daerah mesial, distal dan daerah apikal gigi
tersebut.
~ Pada pemotretan CBCT-3D, didapatkan hasil sebagai berikut :
( a ) => panjang pasak logam tanpa inti = 10,7 mm, panjang akar =30,5 mm.
( b ) => tinggi inti = 2,5 mm. Jadi panjang pasak dan intinya = 13,2 mm
( c ) => ujung pasak ke apikal = 4,2 mm
( d ) => dari pasak ke daerah terluar gigi( pertengahan pasak ) = 2,2 mm
( e ) => ruangan dari batas terluar pasak ( pertengahan pasak ) ke batas terdalam gigi
= > di mesial = 0,9 mm, dan di distal = 0,8 mm.( tampak gambaran radiolusen).
( f ) => batas ujung atas inti terhadap insisal edge gigi tetangga = 1,9 mm.
( g1 ) =>diameter saluran akar = 5,2 mm
( g2 ) =>diameter seat = 1,4 mm
( g3 ) => diameter akhiran = 0,5 mm
~ Intensitas daerah mesial, distal, dan apikal :
Pada daerah mesial , Jarak = 2,2 mm, dengan batas intensitas dari mesial gigi
caninus kearah batas gigi tersebut = 742 - (-257)- 651.
Pada daerah distal , Jarak = 1,2 mm, dengan batas intensitas dari gigi insisif satu
kearah batas gigi tersebut = 482 – (-856) – 106.
Pada daerah apikal, dengan jarak 4,1 mm, intensitas di mesial = 626,
di distal = 719, dan luas area apikal = 2,4 mm.
Pembahasan :
Pada hasil pengukuran dan perhitungan dengan pesawat CBCT-3D, dapat
ditemukan, bahwa terdapat ruangan tersisa pada daerah mesial pertengahan pasak ( ½
pasak ) dengan batas terdalam gigi sebesar 0,9 mm dan sebelah distal sebesar 0,8 mm.
Dapat diprediksi, bahwa ruangan tersebut merupakan lebar ruang saluran akar gigi yang
tidak terisi penuh oleh pasak dan semen. Hal ini dapat meyebabkan pasak tidak kuat
retensinya, sehingga mudah goyang, dan mempengaruhi ketahanan pasak dan mahkota
saat pengunyahan.
Proses penyembuhan daerah ½ apikal, ternyata pada daerah mesial pertengahan
jarak yang dihitung di interdental antara distal gigi caninus terhadap mesial gigi insisif
lateral, densitasnya tinggi, dengan ukuran – 257 HU. Sedangkan pada daerah distal
pertengahan jarak yang dihitung di interdental antara mesial gigi insisif pertama
terhadap distal gigi insisif kedua lebih rendah daripada interdental pada gigi caninus dan
insisif lateral. Hal ini berarti pada kedua daerah tersebut, tidak terjadi pemadatan tulang
secara sempurna, sehingga pada ruangan tersebut kemungkinan dapat terjadi inflamasi,
dan kadang –kadang dapat menimbulkan rasa sakit, walaupun sedikit. Kemungkinan
lainnya adalah rasa kurang nyamannya pasien terhadap pemakaian mahkota penuh
tersebut, karena sisa ruangan/ gutaperca yang ada diperiapikal terhadap ujung pasak
hanya tersisa 4,3 mm, jadi kurang dari 5 mm dari ketentuan yang diharuskan supaya
pasak tersebut ideal.
Gambar 3. Keterangan hasil pengukuran dengan pesawat CBCT-3D
Ket : ( e ) Tampak batas terluar pasak terhadap batas terluar gigi(mesial)
( f ) Tinggi batas atas inti terhadap garis insisal gigi sebelahnya.
Ket : Gambaran pasak dari arah koronal,
dengan perhitungan diameter saluran akar .
Ket : ( d ) Tampak jarak terluar pasak terhadap batas dalam gigi.
Ket : ( c ) Tampak jarak ujung pasak terhadap apikal.
Ket : ( b) tinggi inti, dan ( a ) panjang pasak
Gambar : Radiografi CBCT – 3D dalam dimensi aksial, koronal dan sagital,
Gambar : Hasil editing dengan pesawat CBCT-3D
Kesimpulan :
Dengan hasil pengukuran dan perhitungan terhadap pemeriksaan pasien ini
dengan radiografi CBCT-3D, maka gambaran ukuran panjang pasak tampak sedikit
lebih pendek, dan tidak mengisi penuh ruang saluran akar, sehingga dapat terjadi
proses penyembuhan yang kurang sempurna, disertai kurangnya pemadatan tulang
disekitar daerah apikal .
Daftar Pustaka :
1. Araki,dkk. 2004 : Charactheristic of a newly developed
dentomaxilofacial x- ray cone beam CT scanner. Disadur dari
www.BritishInstituteRadiology.com.( Diakses Oktober 2007 ).
2. Baabush, C.A, 1991 : Dental implant principle and
Practice.1st.ed.United State of America; WB.Saunders Co.,hal
325-351.
3. Goaz,W.P.,White, S.C.2003: Oral Radiology : Principle and
Interoretation.7th.ed.St.Louis,Missouri.Mosby Company.,page
119 – 212.
4. Gotfrendsten,E. dkk. 2006 : Diagnosisi aquracy of cone beam
computed tomography scans compared with intraoral image
modalities for detection of caries lesions. Disadur dari
www.BritishInstituteof Radiology.com( Diakses Oktober
2007).
5. Hansen,L.S. dkk.2005 : Calculating effective dose on a cone
beam computed tomography device: 3-D Accuitomo and
Accuitomo FPD. Disadur dari www.BritishInstituteof
Radiology.com ( Diakses Oktober 2007 )
6. Langland, O.E. and R.P. Langlais.1997. Principles of Dental
Imaging. Baltimore: The William & Wilkins Company.page
115 – 128.
7. Martanto,P. Ilmu mahkota dan jembatan,1989 ( Fixed Partial
Prostodontic ) Jilid 2, Hal 59.- 71
8. Michael O Sullivan, 2005 : Fixed Prosthodontic in Dental
Practice. Quintecense Bubliesh .Co.etc. Page 101 –105
. 9. Rossentiel., Lund, Fujimoto, 2005 : Contemporary Fixed
Prosthodontic .3rd. Mosby Inc.page 272 – 295.
10. Robinson,dkk.2007. Development of Multisensor and
Multisources computed tomography systems. Disadur dari
www.AAOMS.com. ( Diakses April 2008 )
11. Taylor, 2007. Dental 3-D, cone beam computed tomography
(CBCT) systems. Disadur dari www.terarecom.com.( Diakses
April 2008 ).
12. Whaites, E. 2006. Essentials of Dental Radiogrphy and
Radiology. Churchill Livingstone. Disadur dari
www.fleshandbones.com. Diakses Februari 2008.