Post on 30-Jan-2018
EVALUASI KEGIATAN PENYULUHAN BUDIDAYA PADI
SISTEM LEGOWO DI KABUPATEN TANGERANG
(STUDI KASUS BPP CISAUK KECAMATAN CISAUK)
Dwi Arianda
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
SURAT PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR –
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Maret 2011
DWI ARIANDA
RINGKASAN
DWI ARIANDA. 106092002988. Hubungan Metode Penyuluhan Terhadap
Pengetahuan dan Adopsi Inovasi Petani Sistem Tanam Legowo ( Studi Kasus :
Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang). ( Dibawah bimbingan Ujang
Maman dan Achmad Tjahja Nugraha)
Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan Nasional memegang
peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh
penduduk, juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa Negara dari
sektor non migas. Pemberdayaan petani sebagai pelaku dalam usaha produksi
pertanian sangatlah dirasakan penting untuk dilakukan dalam memacu produksi
tanaman pangan. Oleh karena itu pihak penyuluh dalam melakukan sosialisasi
terhadap petani menggunakan beberapa metode-metode penyuluhan.
Dalam penelitian ini ada 3 (tiga) permasalahan yaitu (1) Apakah
terdapat hubungan metode penyuluhan terhadap pengetahuan tentang sistem
legowo padi di BPP Cisauk Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang? (2)
Apakah terdapat hubungan metode penyuluhan pertanian terhadap adopsi
inovasi petani padi dengan sistem legowo di BPP Cisauk Kecamatan Cisauk
Kabupaten Tangerang? (3) Apakah terdapat hubungan pengetahuan petani
terhadap adopsi inovasi petani padi terhadap sistem legowo di BPP Cisauk
Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang?, adapun penelitian dilakukan pada
bulan Juli 2010 di Kecamatan Cisauk.
Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk berdiri sejak 1991 yang merupakan
pindahan dari Balai Penyuluhan Pertanian Pondok Jagung, disebabkan
peralihan penggunaan tanah oleh Pemda untuk didirikan suatu yayasan As-
Shobirin. Maka BPP Pondok Jagung dipindahkan ke daerah Cisauk yang
sekarang bernama Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk. BPP Cisauk tahun
2009-sekarang membawahi 2 Kecamatan diantaranya : (1) Kecamatan Cisauk.
(2) Kecamatan Pagedangan. Adapun pada tahun 2010 ini program BPP Cisauk
memiliki agenda kerja untuk penyuluh dan petani diantaranya : kegiatan
penyuluhan ( demonstrasi, demBul, demFarm, kunjungan lapang dan anjang
sono), latihan petugas penyuluh untuk 1 bulan 2x yang dilaksanakan oleh
Badan Dinas, mengadakan sekolah lapang budidaya padi pada kelompok tani,
pengembangan program tanaman hias anggrek untuk 9 titik di 2 kecamatan.
Metode penarikan sampel dilakukan dengan cara pengumpulan seluruh
sampel (populasi), jenis data yang diperoleh terdiri dari data primer dan data
sekunder yang dianalisis dengan kualitatif dan kuantitatif. Metode pengolahan
data menggunakan Chi Square.
Petani yang dibina oleh balai penyuluhan pertanian dengan
menggunakan sistem tanam legowo terdiri dari 5 kelompok tani yang
semuanya berjumlah 50 orang. Adapun hubungan antara metode penyuluhan
dengan pengetahuan petani pada uji Chi Square ternyata X² hitung lebih besar
dari pada X² tabel (6,894 > 5,991), artinya terdapat hubungan antara metode
penyuluhan dengan pengetahuan petani, sedangkan hubungan antara metode
penyuluhan dengan adopsi inovasi pada uji Chi Square ternyata X² hitung lebih
kecil dari pada X² tabel (0,734 < 5,991), artinya tidak terdapat hubungan antara
metode penyuluhan dengan adopsi inovasi petani sistem legowo. Begitu juga
hasil yang diperoleh antara pengetahuan petani dengan adopsi inovasi pada uji
Chi Square ternyata X² hitung lebih kecil dari pada X² tabel (8,174 < 9,487),
artinya tidak terdapat hubungan antara pengetahuan petani dengan adopsi
inovasi sistem legowo.
Oleh sebab itu perlunya diadakan peningkatan frekuensi kehadiran
setiap diadakan kegiatan penyuluhan di setiap kelompok tani, agar dapat
memacu tingkat pengetahuan dan keterbukaan atas inovasi yang datang karena
hal ini terbukti efektif dalam merangsang pengetahuan petani, serta petani
mengutamakan tatacara budidaya padi sistem legowo yang baik dan benar yang
disarankan oleh penyuluh untuk mencapai hasil yang maksimal. Pada kalangan
balai penyuluhan pertanian perlu meningkatkan kegiatan aktivitas penyuluhan
dan memantau kondisi petani setempat untuk mengetahui kendala yang
dihadapi dalam mengadopsi teknologi baru. Serta selalu memberikan
pengertian untuk tidak selalu mengharapkan bantuan dari pemerintah dalam
melakukan usaha tani.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak,
maka penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, izinkan penulis menyampaikan terima
kasih sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi.
2. Bapak Drs. Acep Muhib, MMA selaku ketua Program Studi Agribisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
3. Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah
membimbing, memberikan saran, motivasi, nasihat dan arahan serta
meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran disela-sela kesibukannya
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Achmad Tjachja Nugraha, SP, MP selaku dosen pembimbing II
yang telah membimbing, memberikan saran, motivasi, nasihat dan
arahan serta meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran disela-sela
kesibukannya dalam penyusunan skripsi ini.
iii
5. Ibu Bintan Humeira, M.Si selaku dosen penguji I yang telah
meluangkan waktu dan tenaganya untuk menguji skripsi penulis serta
memberikan saran dan arahan.
6. Bapak Ir. Bambang WEN, M.Si selaku dosen penguji II yang telah
meluangkan waktu dan tenaganya untuk menguji skripsi penulis serta
memberikan saran dan arahan.
7. Para dosen Agribisnis yang selalu membantu dalam memberikan
semangat dan do’a bagi penulis, serta kak Dewi yang sering membantu
penulis dalam administrasi.
8. Bapak Maman Sp yang telah berpartisipasi dan memberikan
kontribusinya dalam memperoleh informasi dan data-data dalam
penyusunan skripsi ini.
9. Terima kasih untuk pegawai BPP Cisauk yang memberikan penulis
sebuah inspirasi untuk selalu bersemangat dalam menghadapi ujian ini
dengan sabar dan keikhlasan, semoga perhatiannya tidak cukup sampai
disini dan tali silaturahmi kita tetap terjaga.
10. Pimpinan dan staf Administrasi Perpustakaan Utama, Perpustakaan
FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk meminjamkan buku-buku yang
berhubungan dengan materi skripsi ini.
11. Abang dan adikku tercinta ( Eko Julanda dan Tri Suci Miranda) yang
selalu memberikan motivasi dan perhatian yang tak pernah usang
ditelan waktu dari sejak pembuatan skripsi hingga selesai, serta saudara
iv
dan saudariku, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudah-
mudahan motivasi dan perhatiannya tidak cukup sampai disini.
12. Pendamping tercinta ( Nurleni Nst, Spd ) yang selalu memberikan
motivasi dan perhatian yang tak pernah usang ditelan waktu dari sejak
pembuatan skripsi hingga selesai, mudah-mudahan motivasi dan
perhatiannya tidak cukup sampai disini.
13. Sahabat-sahabatqu Agribisnis Angkatan 2006, ...... tetep kompak yah,
mudah-mudahan tali silaturahmi kita tetap terjaga.
14. Kawan-kawan Agribisnis Angkatan 2001-2009 terima kasih untuk
masukan, semangat dan motivasinya, mudah-mudahan tali silaturahmi
kita tetap terjaga. Amin.
15. Kedua Orang tuaku, Ayahanda ( Musibut ) dan Ibunda ( Eliawati )
tercinta yang telah membesarkan dan membiayai pendidikanku,
memberikan doa, limpahan kasih sayang, motivasi dan saran baik
secara moril maupun materiil sehingga Alhamdullah penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Syukron jazakumullah khairun katsir atas
perjuangan ayah dan ibunda tercinta. ananda tidak mungkin bisa
membalasnya, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal
atas semua yang telah diberikan oleh ayah dan ibu untuk ananda.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada semuanya penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga,
semoga Allah SWT, membalas kebaikan yang mereka berikan. Penulis banyak
v
melakukan kesalahan dan kekhilafan, baik itu disengaja ataupun tidak,
sekiranya penulis mohon dibukakan pintu maaf yang selebar-lebarnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik
dari sistematika, bahasa maupun dari segi materi. Atas dasar ini,
komentar,saran dan kritik, dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga
skripsi ini dapat membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca sekalian
dan semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin Ya Allah Ya Rabbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah................................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian................................................................... 5
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 7
2.1. Pengertian Penyuluhan Pertanian .......................................... 7
2.2. Fungsi Penyuluhan Pertanian ................................................ 8
2.3. Balai Penyuluhan Pertanian .................................................. 9
2.4. Sejarah Tanaman Padi dan Budidaya Padi
Sistem Legowo ...................................................................... 10
2.5. Evaluasi Penyuluhan Pertanian ............................................. 14
2.6. Karakteristik Petani ............................................................... 16
2.7. Pengetahuan Petani ............................................................... 17
2.8. Adopsi ................................................................................... 19
2.9. Difusi Inovasi ........................................................................ 23
2.10. Hubungan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Inovasi ........ 27
2.11.Penelitian Terdahulu .............................................................. 29
2.12.Kerangka Pemikiran Konseptual ............................................ 30
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 33
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 33
3.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 33
3.3. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 33
x
3.4. Teknik Penarikan Sampel...................................................... 34
3.5. Analisis Data ......................................................................... 34
3.5.1. Analisis Kualitatif ..................................................... 34
3.5.2. Analisis Kuantitatif ................................................... 35
3.6. Uji Validitas dan Realibilitas ................................................ 38
3.7. Definisi Operasional .............................................................. 40
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN PROFIL BALAI
PENYULUHAN PERTANIAN ................................................... 41
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian .................................................. 41
4.1.1. Letak dan Luas Geografis ......................................... 41
4.1.2. Tata Guna Lahan ....................................................... 41
4.1.3. Keadaan Penduduk .................................................... 42
4.1.4. Sarana dan Prasarana ................................................. 43
4.2. Sejarah BPP Cisauk ............................................................... 43
4.3. Visi dan Misi ......................................................................... 46
4.4. Unsur-Unsur Adminstrasi ..................................................... 48
4.5. Struktur Organisasi ................................................................ 50
4.6. Sarana dan Prasarana BPP Cisauk ........................................ 50
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 52
5.1. Karakteristik Petani ............................................................... 52
5.1.1. Umur Petani............................................................... 53
5.1.2. Tingkat Pendidikan ................................................... 53
5.1.3. Pengalaman Petani .................................................... 54
5.1.4. Tanggungan Keluarga Tani ....................................... 55
5.1.5. Keikutsertaan Kelompok Tani .................................. 55
5.1.6. Status Kepemilikan Lahan ........................................ 56
5.1.7. Luas Lahan ................................................................ 57
5.2. Pengetahuan Petani terhadap Sistem Legowo ....................... 58
5.3. Adopsi Sistem Legowo ......................................................... 63
5.4. Hubungan Pengetahuan Petani dengan Adopsi
Sistem Legowo ...................................................................... 68
xi
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 75
6.1. Kesimpulan............................................................................ 75
6.2. Saran ...................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 85
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Skor Untuk Mengukur Pengetahuan Petani ............................................... 36
2. Skor Untuk Mengukur Adopsi Inovasi Petani ........................................... 37
3. Guilford Empirical Rules ........................................................................... 39
4. Data Potensi Kecamatan Tahun 2010 ........................................................ 42
5. Penyebaran Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Cisauk Tahun 2010 42
6. Distribusi Penduduk Menurut Lapangan Kerja .......................................... 43
7. Sarana dan Prasarana Kecamatan Cisauk Tahun 2010 .............................. 43
8. Daftar Nama Pegawai BPP Cisauk Tahun 2010 ........................................ 49
9. Distribusi Petani Menurut Umur Petani ..................................................... 53
10. Distribusi Petani Menurut Tingkat Pendidikan .......................................... 54
11. Distribusi Petani Menurut Pengalaman ...................................................... 54
12. Distribusi Petani Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Tani ................. 55
13. Distribusi Status Keanggotaan Kelompok Tani ........................................ 56
14. Distribusi Petani Menurut Status Kepemilikan Lahan ............................... 57
15. Distribusi Petani Menurut Luas Lahan....................................................... 58
16. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Petani
Sistem Legowo ........................................................................................... 62
17. Distribusi Pengetahuan Petani Sistem Legowo .......................................... 62
18. Distribusi Karakteristik Petani dengan Pengetahuan Petani ...................... 62
19. Distribusi Petani Menurut Jawaban Adopsi Sistem Legowo ..................... 66
20. Distribusi Petani Menurut Adopsi Sistem Legowo .................................... 67
xiii
21. Distribusi Petani Berdasarkan Pengetahuan Petani dengan Adopsi
Sistem Legowo ........................................................................................... 68
22. Distribusi Karakteristik Petani dengan Adopsi Sistem Legowo ................ 72
DAFTAR GAMBAR
1. Unsur-Unsur Difusi dan Kesamaannya dengan Model Komunikasi
S-M-C-R-E ................................................................................................. 25
2. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Konseptual ............................................ 32
3. Bagan Kepengurusan BPP Cisauk ............................................................. 50
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Materi SLPTT Padi Sawah 2010 .................................................... 84
2. Daftar Pertanyaan Penelitian Sistem Legowo ............................................ 85
3. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ............................................................ 88
4. Skor Harapan Pengetahuan Tentang Sistem Tanam Legowo .................... 96
5. Skor Harapan Adopsi Inovasi Budidaya Padi Sistem Legowo .................. 97
6. Daftar Hasil Penyebaran Kuesioner kepada Petani .................................... 98
7. Daftar Karakteristik Petani Responden ...................................................... 100
8. Perhitungan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Inovasi .......................... 104
9. Dokumentasi............................................................................................... 111
10. Surat Permohonan Penelitian ..................................................................... 112
11. Surat Keterangan ........................................................................................ 113
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang
peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh
penduduk, juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa negara dari
sektor non migas. Besarnya kesempatan kerja yang dapat diserap dan besarnya
jumlah penduduk yang masih bergantung pada sektor ini memberikan arti
bahwa di masa mendatang sektor ini masih perlu ditumbuhkembangkan (Noor,
1996 :1).
Prioritas utama pembangunan pertanian adalah menyediakan pangan
bagi seluruh penduduk yang terus meningkat. Bila dikaitkan dengan
keterjaminan pangan ini menyiratkan pula perlunya pertumbuhan ekonomi
disertai oleh pemerataan sehingga daya beli masyarakat meningkat dan
distribusi pangan lebih merata. Permintaan akan komoditas pangan akan terus
meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk serta perkembangan
industri dan pakan. Disisi lain, upaya untuk meningkatkan pendapatan petani
terus dilakukan agar mereka tetap bergairah dalam meningkatkan produksi
usaha taninya.
Upaya peningkatan produksi tanaman pangan dihadapkan pada
berbagai kendala dan masalah. Kekeringan dan banjir yang tidak jarang
mengancam produksi di beberapa daerah, penurunan produktifitas lahan pada
sebagian areal pertanaman, hama penyakit tanaman yang terus berkembang,
2
dan tingkat kehilangan hasil pada saat dan setelah panen yang masih tinggi
merupakan masalah yang perlu dipecahkan. Kini dan ke depan, upaya
peningkatan produksi tanaman pangan perlu dikaitkan dengan efisiensi, daya
saing produksi, dan kelestarian lingkungan. Hal ini penting artinya dalam
upaya peningkatan pendapatan petani, ketahanan pangan, dan keberlanjutan
usahatani yang merupakan isu sentral pembangunan pertanian.
Dalam upaya peningkatan hasil juga dilakukan penelitian dan
pengkajian teknik penataan populasi tanaman dalam satuan luas lahan tertentu.
Teknik ini banyak dilaksanakan oleh petani Jawa yang disebut dengan sistem
tanam jajar legowo. Legowo berasal dari bahasa Jawa, yaitu lego = lega/luas
dan dowo = memanjang, artinya sistem tanam jajar dimana antara barisan
tanaman padi terdapat lorong yang kosong yang lebih lebar dan memanjang
sejajar dengan barisan tanaman padi (Taher ; 2000 : 12-14).
Peningkatan produktivitas usahatani tanaman padi sangat dibutuhkan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Dimana padi
merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Untuk itu Balai
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2009:10) menciptakan
komponen teknologi PTT yaitu pengelolaan tanaman terpadu yang terdiri dari
varietas unggul, persemaian, bibit muda, sistem tanam legowo 4 : 1,
pemupukan berimbang, penggunaan bahan organik, pengendalian hama
penyakit, panen dan pasca panen. kesinergisan komponen PTT mampu
meningkatkan produktifitas padi.
3
Menurut BP2TP (2009:49) bahwa sistem tanam legowo merupakan
salah satu komponen PTT pada padi sawah yang memiliki beberapa
keuntungan sebagai berikut :
1. Dengan adanya ruangan terbuka yang lebih lebar diantara dua
kelompok barisan tanaman akan memperbanyak cahaya matahari
masuk ke setiap rumpun tanaman padi sehingga meningkatkan aktifitas
fotosintesis yang berdampak pada peningkatan produktifitas tanaman.
2. Dengan sistem tanam bersaf/berbaris ini memberi kemudahan petani
dalam pengelolaan usahataninya seperti : pemupukan susulan,
menyiang, pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit
(penyemprotan). Disamping itu juga lebih mudah mengendalikan hama
tikus.
3. Meningkatnya jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap
kelompok tanaman, akan meningkatkan jumlah populasi tanaman per
hektar, sehingga berpeluang untuk meningkatkan produktifitas tanaman
per satuan luas.
4. Sistem tanam bersaf/berbaris ini juga berpeluang untuk
mengembangkan sistem produksi padi-ikan (mina padi).
Keuntungan tersebut diperoleh berdasarkan hasil penelitian oleh balai
pengkajian teknologi pertanian, namun dalam penerapannya untuk transfer
teknologi tersebut yaitu dari balai ke petani belum tentu akan memperoleh
keuntungan yang sama seperti hasil penelitian balai tersebut. Maka dalam
penerapannya ke petani dibutuhkan evaluasi. Menurut Padmowiharjo
4
(1999:13) bahwa evaluasi penyuluhan pertanian adalah sebuah proses yang
sistematis untuk memperoleh informasi yang relevan tentang sejauhmana
tujuan program penyuluhan pertanian di suatu wilayah dapat dicapai dan
menafsirkan informasi atau data yang didapat sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan yang kemudian digunakan untuk mengambil keputusan dan
pertimbangan-pertimbangan terhadap program penyuluhan yang dilakukan.
Tujuannya adalah jika ada kesalahan dapat segera diperbaiki sehingga dalam
penerapan teknologi legowo diperoleh hasil yang optimal. Jika hasil penelitian
balai tidak sesuai dengan yang diterapkan petani maka program dapat dialihkan
ke program yang lebih ekonomis, efektif dan efisien.
Kecamatan Cisauk merupakan salah satu daerah yang terpilih untuk
implementasi penerapan teknologi legowo. Namun demikian, sampai dengan
saat ini penulis belum menemukan adanya evaluasi tentang penerapan
teknologi legowo. Dengan demikian penulis merasa perlu melakukan evaluasi
penerapan teknologi legowo tersebut dalam bentuk penelitian berikut ini.
Dengan batasan pada evaluasi hasil dari tujuan penyuluhan yang diharapkan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut :
1. Sejauh mana tingkat pengetahuan petani mengenai sistem legowo di
Kecamatan Cisauk?
5
2. Sejauh mana tingkat adopsi petani mengenai sistem legowo di
Kecamatan Cisauk?
3. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan adopsi sistem
legowo di Kecamatan Cisauk?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui tingkat pengetahuan petani mengenai sistem legowo di
Kecamatan Cisauk.
2. Mengetahui tingkat adopsi petani mengenai sistem legowo di
Kecamatan Cisauk.
3. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan adopsi sistem
legowo di Kecamatan Cisauk.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif, karena
penelitian ini merupakan studi kasus yang merekam banyak faktor yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan penyuluhan yang tertuju pada hasil dari
penyuluhan.
1.5. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi :
6
1. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan
masukan dalam perbaikan pelaksanaan penyuluhan pertanian.
2. Penyusun
Agar lebih memahami ilmu yang berkaitan dengan evaluasi penyuluhan
pertanian baik secara teori maupun praktek.
3. Pembaca
Dapat memberikan manfaat bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan
sebagai bahan referensi yang berguna bagi penelitian lainnya yang
tertarik mengenai penyuluhan pertanian.
BAB II
LANDASAN TEORI
Landasan teori yang digunakan berguna untuk menambah wawasan
pengetahuan, serta kompetensi yang penulis ingin dapatkan selama melakukan
proses skripsi. Dengan adanya landasan teori ini, dapat mempermudah penulis
dalam memahami ruang lingkup serta batasan pembahasannya. Adapun teori
yang digunakan berkaitan tentang pengertian tentang penyuluhan pertanian,
metode penyuluhan, pengetahuan dan adopsi inovasi.
2.1. Pengertian Penyuluhan Pertanian
Menurut Daniel, dkk (2005:61) Penyuluhan pertanian sebelum krisis
(Repelita I s.d. Repelita V) adalah pendidikan di luar sekolah (nonformal) yang
ditujukan kepada petani-nelayan beserta keluarganya agar mereka dapat
berusaha tani lebih baik (better farming), menguntungkan (better business),
hidup lebih sejahtera (better living) dan bermasyarakat lebih baik (better
community). Menurut Sastraatmadja (1986:12) bahwa penyuluhan pertanian
merupakan pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani beserta
keluarganya yang hidup di pedesaan dengan membawa dua tujuan utama yang
diharapkannya. Untuk jangka pendek adalah menciptakan perubahan perilaku
termasuk didalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan, serta untuk jangka
panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan jalan
meningkatkan taraf hidup mereka.
8
Pendapat Wiriaatmadja (1990:7) bahwa penyuluhan adalah suatu sistem
pendidikan di luar sekolah untuk keluarga-keluarga tani di pedesaan, dimana
mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu dan bisa
menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya secara baik,
menguntungkan dan memuaskan. Jadi penyuluhan pertanian itu adalah suatu
bentuk pendidikan yang cara, bahan dan sarananya disesuaikan kepada
keadaan, kebutuhan dan kepentingan, baik dari sasaran, waktu maupun tempat.
Karena sifatnya yang demikian maka penyuluhan bisa juga disebut pendidikan
nonformal. Menurut Syahyuti (2006:217) penyuluhan pertanian (agricultural
extension) adalah “……..the application of scientific research and new
knowledge to agricultural practices through farmer education”.
2.2. Fungsi Penyuluhan Pertanian
Menurut Soetriono, dkk (2003:115) bahwa penyuluhan pertanian
bertujuan untuk mengubah perilaku para petani sehingga dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Pada pembangunan seperti sekarang
ini pemerintah sangat memperhatikan pendidikan. Pendidikan yang cocok bagi
mereka adalah pendidikan non formal yang praktis, mudah diterapkan dalam
usaha-usaha produksi produk pertanian. Menurut Syahyuti (2006:217) tujuan
utama penyuluhan adalah “…to assist farming families in adapting their
production and marketing strategies to rapidly changing social, political and
economic conditions so that they can, in the long term, shape their lives
according to their personal preferences and those of the community”. Adapun
9
menurut Mubyarto (1994:55) bahwa tujuan utama penyuluh pertanian adalah
untuk menambah kesanggupan petani dalam usahataninya. Hal ini berarti
melalui penyuluhan diharapkan adanya perubahan perilaku, sehingga mereka
dapat memperbaiki cara bercocok-tanam, menggemukkan ternak, agar lebih
besar penghasilannya dan lebih layak hidupnya.
2.3. Balai Penyuluhan Pertanian
Pemberdayaan petani melalui kegiatan penyuluhan dapat dilakukan
oleh organisasi penyuluhan yang salah satunya adalah Balai Penyuluhan
Pertanian (BPP). BPP mempunyai kedudukan strategis karena merupakan unit
kerja penyuluhan terdepan yang langsung berhubungan dengan petani. Oleh
karena itu di masa mendatang petani diarahkan untuk mampu mengambil
manfaat sebesar-besarnya dari keberadaan BPP melalui kunjungan para petani
secara berkala untuk berkonsultasi dan memecahkan masalah yang dihadapi
mereka. Dengan demikian BPP akan terasa manfaatnya bagi petani dan petani
pun akan menjadi pengguna aktif berbagai informasi dan kesempatan berusaha.
BPP diharapkan dapat menjadi pusat pengelola penyuluhan pertanian dan
proses belajar mengajar bagi petani beserta keluarganya.
Menurut Kartasapoetra (1991:97) fungsi yang dimiliki oleh Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) adalah sebagai berikut : pertama sebagai tempat
penyusunan program penyuluhan pertanian, kedua sebagai tempat
menyebarluaskan informasi pertanian, ketiga tempat latihan pendamping
penyuluh lapangan yang teratur sehingga kemampuannya akan selalu
10
meningkat, baik pengetahuan maupun keterampilannya, keempat sebagai
pemberian rekomendasi pertanian yang lebih menguntungkan, kelima sebagai
tempat mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik kepada
para petani.
2.4. Sejarah Tanaman Padi dan Budidaya Padi Sistem Legowo
Menurut sejarahnya, padi termasuk genus Oryza L. yang meliputi lebih
kurang 25 spesies, tersebar di daerah tropik dan daerah subtropika seperti di
Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan Neguier dalam
AAK (1990:12) menyatakan bahwa padi berasal dari dua benua : Oryza fatua
Koenig dan Oryza Sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi
lainnya yaitu Oryza Stapfii Roschev dan Oryza Galberrima Steund berasal dari
Afrika Barat (Benua Afrika).
A. Budidaya Padi Sistem Legowo
Padi dibudidayakan dengan tujuan mendapatkan hasil yang setinggi-
tingginya dengan kualitas sebaik mungkin. Untuk mendapatkan hasil yang
sesuai dengan harapan maka tanaman yang akan ditanam harus sehat dan
subur. Tanaman yang sehat ialah tanaman yang tidak terserang oleh hama dan
penyakit, tidak mengalami defisiensi hara, baik unsur hara yang diperlukan
dalam jumlah besar maupun dalam jumlah kecil. Sedangkan tanaman subur
ialah tanaman yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak terhambat, entah
oleh kondisi biji atau kondisi lingkungan. Adapun menanam padi dapat
dilakukan di sawah dengan pengairan sepanjang musim dan ada juga yang
11
ditanam di tanah tegalan (tanah kering). Terdapat beberapa teknik dalam
melakukan sistem budidaya padi salah satunya dengan cara sistem legowo.
Berdasarkan Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
(2009:1) bahwa cara tanam jajar legowo 2:1 adalah cara tanam berselang-
seling dua baris dan satu baris dikosongkan. Cara tanam ini telah banyak
diterapkan petani karena memberikan beberapa keuntungan, antara lain:
Semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang
biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir).
Jumlah rumpun padi meningkat sampai 33%/ha.
Meningkatkan produktifitas padi 12-22%.
Pengendalian hama, penyakit, dan gulma lebih mudah.
Terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, pengumpulan keong emas
atau untuk mina padi; dan
Penggunaan pupuk lebih efisien.
Dapat meningkatkan pendapatan usahatani antara 30-50%.
Untuk itu Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
(2009:10) menciptakan komponen teknologi PTT yaitu pengelolaan tanaman
terpadu yang terdiri dari varietas unggul, persemaian, bibit muda, sistem tanam
legowo 4:1, pemupukan berimbang, penggunaan bahan organik, pengendalian
hama penyakit, panen dan pasca panen, yang akan diuraikan dibawah ini :
1. Benih padi
Benih padi yang digunakan adalah varietas unggul berlabel sesuai
anjuran setempat dengan kebutuhan benih 25 kg/ha.
12
2. Persemaian
Persemaian seluas 5% luas lahan yang akan ditanami. Pemeliharaan
persemaian seperti pada cara tanam padi biasa. Umur persemaian 25-30 hari.
3. Pengolahan tanah
Tanah diolah sempurna (2 kali bajak dan 2 kali garu), dengan
kedalaman olah 15-20 cm. Bersamaan dengan pengolahan tanah dilaksanakan
perbaikan pintu pemasukan/pengeluaran dan perbaikan pematang, jangan
sampai ada yang bocor.
4. Pembuatan caren dan saringan
Pembuatan caren palang dan melintang pada saat pengolahan tanah
terakhir, lebar 40 - 45 cm dengan kedalaman 25 - 30 cm. Pada titik persilangan
dibuat kolam pengungsian ukuran 1x1 m dengan kedalaman 30 cm. Pada setiap
pintu pemasukan dan pengeluaran air pada setiap petakan dipasang saringan
kawat dan slat pengatur tinggi permukaan air menggunakan bambu.
5. Penanaman padi
Cara tanam adalah jajar legowo 2:1 atau 4:1. Pada jajar legowo 2:1,
setiap dua barisan tanam terdapat lorong selebar 40 cm, jarak antar barisan 20
cm, tetapi jarak dalam barisan lebih rapat yaitu 10 cm. Pada jajar legowo 4:1.
setiap empat barisan tanam terdapat lorong selebar 40 cm, jarak antar barisan
20 cm, jarak dalam barisan tengah 20 cm, tetapi jarak dalam barisan pinggir
lebih rapat yaitu 10 cm. Untuk mengatur jarak tanam digunakan caplak ukuran
mata 20 cm. Pada jajar legowo 2:1 dicaplak satu arah saja, sedangkan pada
jajar legowo 4:1 dicaplak kearah memanjang dan memotong.
13
6. Pengaturan air
Pengaturan air macak-macak 3-4 HST. Setelah 10-15 HST (sesudah
penyiangan dan pemupukan susulan pertama) air dimasukkan mengikuti tinggi
tanaman.
7. Pemupukan
Pupuk dasar diberikan secara disebar pada satu tanam padi dengan
dosis 1/3 bagian Urea dan seluruh dosis SP-36. Pupuk susulan pertama
diberikan pada umur 15 HST (sesudah penyiangan) dan pupuk susulan kedua
pada umur 45 HST. Dosis pupuk sesuai anjuran setempat.
8. Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada umur 10-15 HST (sebelum pemberian
pupuk susulan pertama) dan selanjutnya tergantung keadaan gulma.
9. Pengendalian hama dan penyakit
Dengan konsep PHT, Hama seperti penggerek batang dikendalikan
dengan Furadan 3G atau Dharmafur 34 dengan takaran 18-20 kg/ha. Hama lain
seperti walang sangit, hama putih, dan wereng dikendalikan dengan
penyemprotan Dharmabas dengan takaran 1-2 l/ha. Penyakit umum seperti
tungro, kerdil kresek dikendalikan dengan sanitasi lingkungan bila masih di
bawah ambang batas. Tetapi alangkah lebih baik pengendalian hama penyakit
dilakukan dengan sistem pemantauan. Hindari penggunaan pestisida.
10. Benih ikan dan penebaran
Jenis ikan yang dianjurkan adalah ikan yang berwarna gelap. Penebaran
benih ikan dilakukan pada sore hari secara perlahan-lahan agar ikan tidak
14
mengalami stres akibat perubahan lingkungan. Ukuran benih yang dianjurkan
5-8 cm dengan kepadatan 5.000 ekor/ha.
11. Pemeliharaan ikan
Pemeliharaan ikan meliputi pemberian pakan tambahan, pengelolaan air
dan pengawasan hama. Pakan tambahan berupa dedak halus 250 kg/ha
diberikan secara disebar pada caren, pagi/sore hari. Lama pemeliharaan ikan
70-75 hari.
12. Panen
Panen ikan dilakukan 10 hari sebelum panen padi dengan cara
mengeringkan petakan sawah, kemudian ikan ditangkap.
2.5. Evaluasi penyuluhan pertanian
Sistem perencanaan mengharuskan adanya evaluasi atau penilaian hasil
pelaksanaannya, yang kemudian dapat dipergunakan sebagai masukan (feed-
back) guna memperbaiki atau merencanakan kembali. Dalam evaluasi atau
penilaian dicoba untuk mendapatkan informasi dan mencapai hasil suatu
program atau dampak dari suatu kegiatan, Bagaimana keadaan sebelum dan
sesudah dilaksanakan suatu program. Disamping mencari informasi mengenai
apa, juga dicari jawaban dari mengapa atau sebabnya hal-hal positif maupun
negatif yang telah terjadi.
Pada dasarnya evaluasi penyuluhan pertanian dilakukan guna
memenuhi keingintahuan kita dan keinginan kita untuk mencari kebenaran
mengenai suatu program penyuluhan pertanian. Dengan demikian evaluasi
15
penyuluhan petanian merupakan evaluasi program penyuluhan pertanian guna
mengetahui pelaksanaan dan hasil dari program tersebut, apakah telah
dilakukan dengan benar sesuai dengan tujuannya.
Sementara itu evaluasi penyuluhan pertanian dapat dilaksanakan setiap
saat selama program penyuluhan pertanian berlangsung. Evaluasi penyuluhan
pertanian dapat dilakukan baik pada awal, ditengah atau pada akhir program
penyuluhan. Dari hasil evaluasi-evaluasi tersebut, kita akan memperoleh
gambaran seberapa jauh tujuan penyuluhan pertanian tercapai. Dalam hal ini,
seberapa jauh perubahan perilaku petani dalam melakukan usaha tani, mulai
dari penyediaan sarana produksi, proses produksi, agro industri, pemasaran.
Semua ini terangkum didalam ungkapan “berusaha lebih baik dan berusaha tani
lebih menguntungkan. Dengan demikian evaluasi penyuluhan pertanian
dimaksudkan untuk menentukan sejauhmana tujuan penyuluhan pertanian
dicapai. untuk maksud tersebut dan agar evaluasi penyuluhan pertanian efisien
diperlukan adanya proses yang sistematis. proses ini terdiri dari :
1. kegiatan untuk memperoleh informasi yang relevan.
2. kegiatan untuk menaksirkan data untuk mengambil keputusan.
Menurut Padmowihardjo (1999:13) bahwa evaluasi penyuluhan
pertanian adalah sebuah proses yang sistematis untuk memperoleh informasi
yang relevan tentang sejauhmana tujuan program penyuluhan pertanian di
suatu wilayah dapat dicapai dan menafsirkan informasi atau data yang didapat
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang kemudian digunakan untuk
16
mengambil keputusan dan pertimbangan-pertimbangan terhadap program
penyuluhan yang dilakukan.
Hasil dari evaluasi penyuluhan pertanian akan dapat digunakan untuk
menentukan sejauhmana tujuan-tujuan penyuluhan pertanian tersebut dapat
dicapai. Dalam artian sejauhmana perubahan perilaku petani dalam bertani
lebih baik dan berusahatani lebih menguntungkan, yang kemudian untuk
mewujudkan kehidupan keluarganya yang lebih sejahtera dan masyarakat yang
lebih baik. Adapun ruang lingkup evaluasi penyuluhan pertanian terbagi
menjadi tiga cakupan yaitu : evaluasi hasil, evaluasi metode, dan evaluasi saran
dan prasarana.
2.6. Karakteristik Petani
Menurut Djoko (1996:12) bahwa pengalaman hidup penerima secara
mendasar berbeda dengan pengirim pesan, maka komunikasi menjadi semakin
sulit. Secara umum kemampuan untuk menyerap informasi tergantung pada
pengalaman masa lalu dan biasanya terbentuk dalam waktu yang lama. Oleh
karena itu seseorang berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki
pengalaman dan harapan yang serupa, maka apa yang dia katakan secara
otomatis cocok dengan kerangka berpikir mereka. Menurut Soekartawi
(2005:70) beberapa hal penting yang mempengaruhi adopsi inovasi adalah :
1. Umur : makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin
tahu apa yang belum mereka ketahui.
17
2. Pendidikan : mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam
melaksanakan adopsi inovasi.
Sedangkan menurut Jahi (1993:32) komunikasi sering menimbulkan
efek yang berbeda-beda tergantung daripada perbedaan dalam tambahan
pengetahuan, attitude, dan perubahan perilaku dapat menimbulkan
“kesenjangan efek komunikasi”.
2.7. Pengetahuan Petani
Petani dalam menerima suatu informasi baik bersifat inovasi maupun
yang lainnya erat kaitannya terhadap pengetahuan atas hal-hal tersebut,
sehingga keputusan/tindakan yang diberikan merupakan atas pengetahuan
adopters (petani). Pengetahuan merupakan suatu tahapan pada saat seseorang
atau sejumlah orang mengetahui adanya teknologi dan memperoleh
pemahaman tentang cara berfungsinya. Bagaimana cara orang atau sekelompok
orang memperoleh pengetahuan tentang inovasi itu dapat bersifat aktif maupun
pasif. Menurut Asyikin (1999) bahwa perolehan pengetahuan tentang inovasi
dapat bersifat pasif, didasari pada pandangan bahwa orang menyadari adanya
inovasi karena kebetulan, dan orang tak akan secara aktif mencari inovasi,
sampai ia tahu tentang adanya suatu inovasi. Menurut Roudhonah (2007:60)
bahwa pengetahuan merupakan suatu penerimaan yang cermat dari isi stimuli
seperti yang dimaksudkan oleh komunikator. Pada dasarnya perilaku petani
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu
sendiri. Tetapi kondisi dimana tingkat kesejahteraan hidup petani dan keadaan
18
lingkungan mereka tinggal dapat dikatakan masih menyedihkan, menyebabkan
pengetahuan dan kecakapannya tetap berada dalam tingkatan rendah dan
keadaan seperti ini tentu akan menekan sikap mentalnya.
Menurut Ahmadi (1988:314) pengetahuan adalah kesan dalam
pemikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda
sekali dengan kepercayaan, takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru.
Dengan digiatkannya penyuluhan diharapkan akan terjadi perubahan-
perubahan, terutama pada perilaku serta bentuk-bentuk kegiatannya, seiring
dengan terjadinya perubahan cara berpikir, cara kerja, cara hidup, pengetahuan
dan sikap mentalnya yang lebih terarah dan lebih menguntungkan baik bagi
dirinya beserta keluarga maupun lingkungannya. Menurut Mardikanto
(1993:47) pengetahuan berasal dari kata “tahu” yang diartikan sebagai
pemahaman seseorang tentang sesuatu yang nilainya lebih baik dan bermanfaat
bagi dirinya. Pengertian tahu dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mengidentifikasi setiap ragam stimulus yang berbeda, memahami beragam
konsep, pikiran bahkan cara pemecahan terhadap masalah tertentu, sehingga
pengertian tahu tidak hanya sekedar mengemukakan/mengucapkan apa yang
diketahui, tetapi sebaliknya dapat menggunakan pengetahuan dalam praktek
dan tindakannya.
Untuk mengukur tingkat pengetahuan petani khususnya dalam hal
budidaya padi sistem tanam legowo dapat diketahui dengan beragam kriteria
yang terkait dengan sistem legowo, adapun beberapa kriteria yang terdapat
dalam sistem legowo diantaranya :
19
1) Petani dapat memberikan penjelasan mengenai sistem legowo.
2) Mengetahui usia bibit yang baik digunakan dalam sistem legowo.
3) Dapat mengetahui waktu-waktu yang tepat dalam melakukan
penyiangan padi yang dilakukan 2 kali selama musim tanam
berlangsung yaitu pada waktu 14 HST dan 42 HST.
4) Mengetahui pemberian pupuk yang tepat dilakukan sebanyak 2 kali
selama musim tanam berlangsung yaitu 15 HST dan 45 HST dan sesuai
dengan takaran yang dibutuhkan oleh tanaman.
5) Mengetahuai pemberantasan dan pengendalian OPT pada tanaman.
2.8. Adopsi
Proses adopsi merupakan proses kejiwaan/mental yang terjadi pada diri
petani pada saat menghadapi suatu inovasi, dimana terjadi proses penerapan
suatu ide baru sejak diketahui atau didengar sampai diterapkannya ide baru
tersebut. Pada proses adopsi akan terjadi perubahan-perubahan dalam perilaku
sasaran umumnya akan menentukan suatu jarak waktu tertentu. Cepat
lambatnya proses adopsi akan tergantung dari sifat dinamika sasaran. Adopsi
merupakan suatu proses dimana individu atau unit berubah dari pengetahuan
awalnya tentang inovasi ke arah pembentukan sikap terhadap inovasi atau ke
arah pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau menolak kearah
implementasi ide baru dan ke arah konfirmasi keputusan tersebut.
Menurut Mosher (1978) dalam Marzuki (1999:291) adopsi suatu
inovasi adalah suatu proses dimana seorang petani memperhatikan,
20
mempertimbangkan, dan akhirnya menolak atau mempraktekkan suatu inovasi.
Menurut Suhardiyono (1992:5) untuk mencapai perubahan dan kemajuan maka
dalam diri seseorang harus terdapat kemauan untuk melakukan tindakan nyata
yang sistematis dan bertahap. Van den Ban dan Hawkins (1999:124)
menjelaskan kembali bahwa dalam implementasi sering dilakukan modifikasi
sesuai dengan keperluan petani pengadopsi. Petani sering kali menambah
informasi setelah mengadopsi inovasi untuk memperkuat keputusan yang telah
diambil.
Berdasarkan cepat lambatnya petani menerapkan inovasi teknologi
dapat dikemukakan menjadi beberapa golongan petani, menurut Rogers
(1971:22) mengklasifikasikan anggota masyarakat sebagai yang mengadopsi
inovasi teknologi ke dalam 5 kategori yaitu :
1. Pembaharu (innovator).
- Lahan usaha tani luas, pendapatan tinggi.
- Status sosial tinggi.
- Aktif di masyarakat.
- Banyak berhubungan dengan orang secara formal dan informal.
- Mencari informasi langsung ke lembaga penelitian dan penyuluh
pertanian.
- Tidak disebut sebagai sumber informasi oleh petani lainnya.
2. Pengadopsi Awal (Early Adopter).
- Usia lebih muda.
- Pendidikan lebih tinggi.
21
- Lebih aktif berpartisipasi di masyarakat.
- Lebih banyak berhubungan dengan penyuluh pertanian.
- Lebih banyak menggunakan surat kabar, majalah dan buletin.
3. Mayoritas Awal (Early Majority).
- Sedikit di atas rata-rata dalam umur, pendidikan dan pengalaman
petani.
- Sedikit lebih tinggi dalam status sosial.
- Lebih banyak menggunakan surat, majalah dan buletin.
- Lebih sering menghadiri pertemuan pertanian.
- Lebih awal dan lebih banyak mengadopsi daripada mayoritas lambat.
4. Mayoritas Lambat (Late Majority).
- Pendidikan kurang.
- Lebih tua.
- Kurang aktif berpartisipasi di masyarakat.
- Kurang berhubungan dengan penyuluhan pertanian.
- Kurang banyak menggunakan surat kabar, majalah, buletin.
5. Kelompok Lamban (Laggard).
- Pendidikan kurang.
- Lebih tua.
- Kurang aktif berpatisipasi di masyarakat.
- Kurang berhubungan dengan penyuluhan.
- Kurang banyak menggunakan surat kabar, majalah, buletin.
22
Pada tahapan petani mengadopsi sistem legowo, petani dapat mengacu
pada konsep yang diterapkan oleh BP2TP mengenai sistem legowo dengan
menciptakan komponen teknologi PTT yaitu pengelolaan tanaman terpadu
yang meliputi :
1) Petani menggunakan varietas unggul.
2) Petani melakukan persemaian padi dan menggunakan bibit muda
dengan usia ± 21 hari.
3) Petani memberikan pemupukan dasar pada lahan pertanian dengan
menggunakan pupuk organik, dan apabila diperlukan dapat dicampur
dengan pupuk urea.
4) Menggunakan jarak tanam sistem legowo 4x1 atau 2x1.
5) Petani dapat menggunakan tali tambang ataupun tali plastik sebagai alat
untuk membuat jarak tanam sistem legowo.
6) Melakukan penyiangan pada lahan sawah sebanyak 2 kali selama
musim tanam berlangsung, penyiangan pertama dilakukan saat padi
berusia 14 HST dan penyiangan kedua 42 HST.
7) Memberikan pemupukan secara berimbang pada lahan sawah, sebanyak
2 kali selama musim tanam berlangsung. Pemberian pemupukan
pertama dan kedua pada saat tanaman berusia 15 HST dan 45 HST.
Pada tahap penerapannya, petani diharapkan dapat melakukan
koordinasi dengan kelompok taninya masing-masing, sebab penerapan PTT
akan lebih baik jika diterapkan secara bersama-sama oleh petani. Oleh sebab
23
itu peranan kelompok tani sangat besar dalam mendukung keberhasilan
program PTT sistem legowo.
Menurut Iver dan Page dalam Mardikanto (1993:54) menjelaskan
bahwa kelompok adalah himpunan atau kesatuan individu yang hidup bersama
sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling pengaruh mempengaruhi
serta memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong. Menurut Samsudi
(1987:22) pada dasarnya kelompok tani merupakan sistem sosial, dimana suatu
kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat oleh kerjasama
untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan bersama.
2.9. Difusi Inovasi
Dalam melakukan penyuluhan pertanian kepada petani, penyuluh
mengharapkan agar suatu informasi yang mereka sampaikan dapat diterima
oleh petani (adopters). Tetapi dalam hal inovasi, maka pihak penyuluh harus
meninjau kembali inovasi tersebut, apakah sudah sesuai yang diharapkan
selama ini oleh pihak petani atau belum. Menurut Rogers (1983:5) bahwa
difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran
tertentu kepada anggota sistem sosial. Komunikasi adalah sebuah proses
dimana peserta menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk
mencapai pemahaman bersama, dan inovasi adalah segala sesuatu ide, cara-
cara ataupun obyek yang dipersepsikan oleh seorang sebagai sesuatu yang
baru. Menurut Hanafi (1981:26) inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang
yang dianggap baru oleh seseorang. Menurut Hoebel (1976:37) An invention is
24
an alteration in, or a synthesis of, preexistent materials, conditions, or
practices so as to produce a new form of material or action.
Menurut Marzuki (1999:320) suatu inovasi merupakan suatu ide,
penerapan atau suatu hal yang dianggap baru. Dalam kegiatan penyuluhan
pertanian, inovasi pertanian pengertiannya adalah sama yaitu merupakan
perubahan praktek cara-cara berusahatani dari cara lama ke cara baru, misalnya
penggunaan bibit varietas baru yang lebih baik, teknologi cara-cara bertanam,
penggunaan pupuk, alat-alat dan mesin pertanian dan sebagainya. Menurut Van
den Ban Hawkins (1999:110) suatu perilaku akan diterima dan dijalankan oleh
petani pada saat inovasi dapat membantu mereka mencapai tujuan secara lebih
efektif.
Menurut Roudhonah (2007:56) menyatakan bahwa model adopsi
inovasi memberikan gambaran tentang lima tahap yang dilalui dalam proses
pembuatan keputusan untuk menerima atau menolak inovasi. Terjadinya suatu
keputusan adopter dalam hal mengadopsi suatu inovasi tidak terlepas dari
proses unsur-unsur difusi inovasi, sehingga menimbulkan suatu bentuk
komunikasi yang efektif.
Hanafi (1987:24) menyatakan bahwa unsur-unsur difusi (penyebaran)
ide-ide baru ialah : (1) inovasi yang (2) dikomunikasikan melalui saluran
tertentu (3) dalam jangka waktu tertentu, kepada (4) anggota suatu sistem
sosial. Unsur waktu merupakan unsur yang membedakan difusi dengan tipe
riset komunikasi lainnya. Pada hakekatnya keempat unsur difusi itu sama
25
dengan unsur pokok dalam model komunikasi pada umumnya, seperti yang
tertera pada gambar I :
Unsur-unsur
dalam model
komunikasi S-M-
C-R-E
Unsur-unsur
dalam difusi
inovasi
Sumber
(S)
- Penemu
- Ilmuwan
- Agen
pembaru
- Pemuka
pendapat
Pesan
(M)
Inovasi
Saluran
(C)
Saluran
komunikasi :
- Media massa
- Media
interpersonal
Penerima
(R)
Anggota
sistem
sosial
Efek
(E)
Konsekuensi
- Pengetahu
an
- Perubahan
sikap
- Perubahan
tingkah
laku
Gambar I : Unsur-unsur difusi dan kesamaannya dengan model komunikasi
S-M-C-R-E Sumber : Hanafi (1987:25)
Menurut Rogers (1983:10) terdapat 4 elemen dalam difusi inovasi yaitu
- Inovasi adalah segala sesuatu ide, cara-cara ataupun obyek yang
dipersepsikan oleh seorang sebagai sesuatu yang baru, sedangkan
teknologi adalah sebuah disain untuk tindakan instrumental yang
mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab-akibat dalam
mencapai hasil yang diinginkan. Prinsip pengambilan keputusan
mengenai inovasi didasari pada pencarian dan pemprosesan informasi
dengan tujuan untuk mengurangi ketidakpastian tentang keuntungan
dan kekurangan inovasi, sehingga inovasi akan dilihat dari karakteristik
inovasi. Menurut Rogers (1983:15) dapat diterangkan menjadi lima
karakteristik inovasi yaitu : keuntungan relatif, kesesuaian inovasi
tersebut dengan tata nilai maupun pengalaman yang ada, kerumitan
untuk mempelajari dan menggunakan inovasi tersebut, kesempatan
26
untuk mencoba inovasi itu secara terbatas, dan cepatnya hasil inovasi
itu dapat dilihat.
- Komunikasi melalui saluran adalah suatu proses untuk mengurangi
ketidakpastian dengan jalan berbagi tanda-tanda informasi. Mengingat
tingkatan cara berpikir, cara kerja, cara hidup dan keterbukaan petani
terhadap hal-hal yang baru tidak sama, maka bentuk saluranpun akan
bermacam-macam. Suatu komunikasi akan lebih efektif jika dua orang
merupakan homofili (dua orang yang berinteraksi memiliki kesamaan
atribut).
- Waktu merupakan elemen penting dalam proses difusi inovasi, sebab
proses tersebut adalah proses mental dalam diri seseorang melalui
pertama kali mendengar tentang suatu inovasi sampai akhirnya
mengadopsi. Waktu mereka mendengar sampai dengan menerima
adalah suatu perjalanan panjang dan memerlukan waktu. Dimensi
waktu dalam difusi meliputi : 1) proses pengambilan keputusan dalam
adopsi inovasi, menurut Soekartawi (2005:58) terdapat beberapa
tahapan dalam proses adopsi inovasi, yaitu tahapan : kesadaran, minat,
evaluasi, mencoba, dan adopsi. Sedangkan menurut Rogers (1983:20)
five main steps in the process : knowledge, persuasion, decision,
implementation, and confirmation. 2) kategori pengadopsi inovasi, 3)
penilaian adopsi yaitu kecepatan relatif dimana suatu inovasi diadopsi
oleh masyarakat.
27
- Anggota sistem sosial adalah populasi yang terdiri dari individu-
individu yang terikat dan berbeda secara fungsional dalam perilaku
pemecahan masalah bersama. Menurut Soekartawi (2005:84) ada suatu
rangkaian jarak dari jenis-jenis keputusan adopsi dari petani yang
individu dengan keputusan kelompok dalam suatu sistem sosial
tertentu, yaitu :
a. Banyak inovasi yang diadopsi oleh seseorang tanpa menghiraukan
keputusan-keputusan individu lain dalam sistem sosial.
b. Satu proses difusi inovasi lanjutan dari individu dengan keputusan
kelompok.
c. Proses difusi inovasi yang diterima oleh kelompok dalam suatu
sistem sosial tertentu.
2.10. Hubungan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Inovasi
Menurut Paulus Wahana dalam Irmayanti & Mikhael (2002:185,189)
bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan
manusia untuk mengusahakan pengetahuan secara ilmiah, rasional, obyektif
dan universal, sehingga kecenderungan yang ada dalam setiap orang yang tidak
puas hanya sekadar memiliki pengetahuan yang ada dalam benak pikirannya,
tetapi juga berusaha untuk menerapkan ilmu pengetahuan tersebut ke dalam
realitas kehidupan, maka nampaklah arti praktis dari ilmu pengetahuan. Hal
tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharyanto, dkk
(2001) menyatakan hasil analisis menunjukkan bahwa umur dan luas lahan
28
berkorelasi negatif terhadap peluang petani mengadopsi tabela dan secara
statistik sangat nyata, pengetahuan, norma sosial, dan berkorelasi positif.
Sedangkan sikap petani menunjukkan korelasi positif terhadap peluang adopsi
Tabela, namun secara statistik tidak berbeda nyata.
Intervensi yang dilakukan dalam kaitan dengan pembangunan sosial,
dalam contoh diatas, antara lain merupakan intervensi yang diarahkan pada
munculnya perubahan pada aspek pengetahuan (knowledge), keyakinan
(belief), sikap (attitude), dan niat individu (intention). Menurut Adi (2001:37)
untuk perubahan pada aspek pengetahuan hingga niat individu tersebut
merupakan proses penyadaran terhadap kelompok sasaran dalam kerangka
pembangunan sosial.
Menurut Yusup Pawit (2009:58) bahwa melalui pemahaman akan teori,
seseorang bisa mengetahui akan hal-hal yang dapat mempengaruhi,
memperlancar, atau menghambat keberhasilan komunikasi dan informasi di
suatu peristiwa. Dengan teori kita bisa berargumentasi lebih jauh mengenai
suatu objek, gagasan atau ide, bahkan tentang apa saja yang mungkin bisa
dijelaskan secara ilmiah. Terdapat juga dalam beberapa literatur hasil
penelitian yang menunjukkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi
inovasi, diantaranya adopsi inovasi dipengaruhi oleh (a) tidak bertentangan
dengan pola kebudayaan yang telah ada, (b) struktur sosial masyarakat dan
pranata sosial, dan (c) persepsi masyarakat terhadap inovasi.
29
2.11. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian ini, awalnya peneliti memperoleh rujukan dari
penelitian yang dilakukan oleh Abdul Rosyid (2008) dalam penelitiannya yang
berjudul “hubungan karakteristik individu petani dengan adopsi inovasi petani
anggrek dendrobium di Wilayah Kebon Jeruk Jakarta Barat” menganalisis
karakteristik individu petani dengan tingkat adopsi inovasi. Dalam hal ini
karakteristik individu petani terdiri dari keiktusertaan kelompok tani, kebiasaan
mencari informasi, tingkat pendidikan petani, umur petani dan pengalaman
petani. Sedangkan tingkat adopsi inovasi terdiri dari penanaman, penyiraman,
pemupukan, pemberian pestisida dan lain-lain. Metode penelitian yang
digunakan adalah menggunakan metode Chi Square dengan hasil penelitian
adalah karakteristik petani anggrek dendrobium di lokasi penelitian beragam.
Sehingga terdapat hubungan antara keikutsertaan kelompok tani, kebiasaan
mencari informasi, umur petani, tingkat pendidikan petani dan pengalaman
petani dengan adopsi inovasi.
Selain itu peneliti juga mendapat rujukan dari penelitian yang dilakukan
oleh Akimi, dkk (2006) dalam penelitiannya berjudul Pengaruh Berbagai
Metode Penyuluhan Pertanian Terhadap Efektivitas Penyuluhan dengan
mengambil studi kasus di Kecamatan Gatesan dan Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah. Dalam hal ini alat yang digunakan
dalam penelitian adalah berupa alat peraga dan alat bantu peraga penyuluhan
meliputi (OHP), Over Head Transparantie, Video Player, flip chart, tape
recorder, sedangkan bahan yang digunakan yaitu molasses, bekatul, urea,
30
EM4, air dan lembaran plastik. Sedangkan materi penyuluhan yang diberikan
kepada petani meliputi pengetahuan yang berhubungan dengan peternakan.
Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode Two Way
Classification Multivariate Analyses of Variance (MANOVA) dengan hasil
penelitian adalah penerapan berbagai metode penyuluhan dalam kegiatan
komunikasi inovasi teknologi di bidang pertanian, memberikan hasil yang
berbeda dalam hal pengaruhnya terhadap efektifitas penyuluhan. Pengaruh
metode ceramah memberikan nilai daya serap petani rata-rata 73,5%,
sedangkan metode penyuluhan dengan bantuan peraga audio visual
menghasilkan nilai rata-rata 77,5% dan metode demonstrasi menghasilkan nilai
86,5%. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa metode demonstrasi
merupakan metode yang paling baik dalam hal pengaruhnya terhadap
efektifitas penyuluhan baik ditinjau dari aspek penyerapan materi maupun
aspek sasaran, dan hasil yang dicapai menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata jika dibandingkan dengan penerapan metode ceramah dan metode
penggunaan audio visual.
2.12. Kerangka Pemikiran Konseptual
Balai Penyuluhan Pertanian merupakan suatu kelembagaan Pemerintah
di bawah Departemen Pertanian yang memfokuskan aktifitasnya pada
terlaksananya program Kementrian terkait. Penelitian ini akan memfokuskan
pada pembahasan mengenai evaluasi kegiatan penyuluhan sistem tanam
31
legowo pada budidaya padi di Kabupaten Tangerang. Adapun karakteristik
petani dimasukkan sebagai analisa deskriptif.
Fokus kegiatan penelitian ini secara umum terbagi menjadi tiga bagian
utama yaitu bagaimana tingkat pengetahuan petani mengenai sistem tanam
legowo, seberapa tinggi tingkat adopsi petani mengenai sistem tanam legowo
serta apakah pengetahuan memiliki hubungan dengan adopsi sistem tanam
legowo. Adapun dalam penelitian ini, pada karakteristik petani peneliti
memberikan batasan dalam hal (sikap petani, usia petani, pendidikan petani.
luas lahan petani, kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga tani dan
pengalaman petani). Kemudian akan dilakukan analisis terhadap hubungan
antara pengetahuan petani dengan adopsi inovasi petani.
Data tersebut akan diperoleh melalui wawancara dan melakukan
penyebaran kuesioner kepada kelompok tani yang berada di bawah bimbingan
BPP Cisauk. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif dan
deskriptif. Untuk menganalisis sejauh mana pengetahuan petani memiliki
hubungan dengan adopsi sistem tanam legowo. Analisis menggunakan Chi
Square dengan tujuan untuk mengetahui keeratan hubungan pengetahuan
petani dengan adopsi sistem tanam legowo. Secara sistematis kerangka
konseptual dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan secara sengaja
(purposive) di BPP Cisauk Tangerang. Alasan pemilihan lokasi adalah petani
Cisauk memiliki fasilitas informasi mengenai dunia pertanian karena
berdekatan dengan BPP Cisauk, dan ketersediaan data yang dibutuhkan.
Penelitian akan dilakukan selama 1 bulan, mulai bulan Juli 2010.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Adapun data primer adalah data yang diambil dari hasil
wawancara dengan responden yang menggunakan daftar pertanyaan berupa
kuesioner. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli atau tidak melalui perantara. Sedangkan data
sekunder di dapat dari tulisan-tulisan dan literatur yang terkait dengan
penelitian ini, berasal dari internet, majalah, dan surat kabar.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Penulis mengumpulkan data dan keterangan melalui beberapa cara
yaitu :
1. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara langsung antara dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi yang diberikan.
34
2. Kuesioner, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
kepada petani-petani yang tergabung dalam kelompok tani yang
menjadi responden.
3.4. Teknik Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel yang dilakukan adalah sensus. Menurut Nana
& Rony (2005;59) sensus ialah cara pengumpulan data jika seluruh elemen
populasi diselidiki satu persatu. Sensus merupakan cara pengumpulan data
yang menyeluruh. Data yang diperoleh sebagai hasil pengolahan sensus disebut
data sebenarnya (true value) atau sering disebut parameter, yakni dengan
menjadikan seluruh anggota kelompok tani yang mendapat penyuluhan tentang
sistem tanam legowo dan juga termasuk dalam binaan BPP Cisauk sebagai
responden. Responden berjumlah 50 orang yang merupakan anggota dari 5
kelompok tani BPP Cisauk.
3.5. Analisis Data
3.5.1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui informasi mengenai
bagaimana isi materi penyuluhan yang berkaitan dengan budidaya padi sistem
tanam legowo, bagaiman pengetahuan petani padi mengenai sistem tanam
legowo di Kecamatan Cisauk serta bagaimana tingkat adopsi sistem tanam
legowo di Kecamatan Cisauk.
35
3.5.2. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif mencakup pembahasan hubungan pengetahuan
dengan adopsi sistem tanam legowo petani padi. Untuk melihat pengetahuan
petani berhubungan atau tidak berhubungan nyata dilakukan pengolahan data
secara kuantitatif dengan menggunakan analisa statistik nonparametris yakni
dengan cara uji Statistik Koefisien Kontingansi.
Menurut Sugiyono (2009:239) bahwa Koefisien Kontingansi digunakan
untuk menghitung hubungan antar variabel bila datanya berbentuk nominal.
Teknik ini mempunyai kaitan erat dengan Chi Square yang digunakan untuk
menguji hipotesis komparatif K sampel independen. Sedangkan menurut Harun
Al Rasyid (2005) dalam Ating & Sambas (2006:207) bahwa tabel kontingensi
merupakan tabel yang menggambarkan hubungan bersyarat antara dua variabel
atau lebih dua variabel. Oleh karena itu, rumus yang digunakan mengandung
nilai Chi Square, rumus itu adalah sebagai berikut :
∁ = 𝑥2
𝑁 + 𝑥2
Harga Chi Square dicari dengan rumus :
𝑥2 =
r
𝑖=1
(f0 − fh)²
fh
k
j=1
Dimana : 𝑥2= Chi Square.
f0 = Frekuensi yang diobservasi.
fh= Frekuensi yang diharapkan.
36
Sebelum dimasukkan ke dalam perhitungan menggunakan Chi Square,
masing-masing pertanyaan diberikan bobot seperti yang tertera di bawah ini :
Tabel 1. Skor Untuk Mengukur Pengetahuan Petani
No. Pertanyaan Bobot
1.
Cara tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah yang
memiliki beberapa barisan tanam yang diselingi oleh
beberapa baris kosong.
10
2. Bibit padi bagusnya dipindahkan dari persemaian berusia
diatas 21 hari. 14
3. Pemupukan padi lebih baik menggunakan cara sebar agar
pupuknya merata. 13
4. Pemupukan padi lebih baik menggunakan cara sebar agar
pupuknya merata. 11
5. Pemupukan dasar tanaman padi lebih baik menggunakan
pupuk NPK (Pupuk Kujang). 11
6.
Memberantas tikus dapat dilakukan dengan cara
menggunakan klerat, pengasapan dan pembersihan rumput-
rumput di sekitar lubang tikus.
6
7. Penyiangan tanaman padi sebaiknya dilakukan sebanyak 4
kali selama musim tanam. 8
8. Penyiangan pertama sebaiknya dilakukan pada saat tanaman
padi berusia 23 hari setelah tanam. 14
9. Tanaman padi mulai diganggu hama tikus pada usia 20 hari
setelah tanam. 5
10. Pemupukan pertama sebaiknya dilakukan pada saat tanaman
padi berusia 25 hari setelah tanam. 13
11. Pemupukan kedua sebaiknya dilakukan pada saat tanaman
padi berusia 43 hari setelah tanam. 5
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
37
Tabel 2. Skor Untuk Mengukur Adopsi Inovasi Petani
No. Pertanyaan Bobot
1.
Sewaktu anda menanam padi disawah, Apakah anda membuat
beberapa baris tanam yang diselingi oleh satu baris kosong di
sawah.
8
2. Ketika anda menanam padi, apakah anda menggunakan tali
plastik sebagai alat garis tanam. 7
3. Ketika menanam padi, apakah anda menggunakan 1sampai 3
bibit padi per lubang tanam. 11
4. Sewaktu menanam padi, berapa usia bibit yang anda gunakan. 4
5. apakah lahan sawah diberi pupuk kandang. 8
6. kapan anda melakukan penyiangan pertama pada tanaman
padi anda……hari setelah tanam. 12
7. kapan pemupukan pertama diberikan pada tanaman padi
anda………hari setelah tanam. 5
8. Ketika anda melakukan penyiangan kedua, berapa usia
tanaman padi anda……..hari setelah tanam. 10
9. kapan anda melakukan pupuk susulan kedua pada tanaman
padi anda……hari setelah tanam. 7
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Pertanyaan mengenai pengetahuan dan adopsi inovasi peneliti
mengambil rujukan dari BP2TP mengenai metode legowo, kemudian masing-
masing pertanyaan diberikan bobot seperti berikut ini : (0) kurang penting, (1)
sama penting, (2) lebih penting, nilai tersebut dibandingkan pada masing-
masing butir pertanyaan baik pengetahuan maupun adopsi dengan melakukan
uji silang untuk pengetahuan maupun adopsi inovasi yang terdapat dalam
kuesioner peneliti. Dengan tujuan untuk melihat skor total untuk masing-
masing pertanyaan. Adapun pembobotan tersebut ditentukan oleh pihak
penyuluh yang peneliti anggap lebih memahami mengenai materi metode
tanam legowo untuk dibuat pengukuran pengetahuan maupun adopsi inovasi.
38
3.6. Uji Validitas dan Realibilitas
Untuk mendapatkan skala pengukuran atau instrumen penelitian yang
baik, skala pengukuran harus memiliki validitas dan realibilitas instrumen
yang telah diuji sebelumnya. Menurut Alias Baba dalam Iskandar (2009;94)
validitas adalah sejauh mana instrumen penelitian mengukur dengan tepat
konstruk variabel yang teliti. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian
menggunakan nilai practical significane.
Menurut Hairs et al dalam Iskandar (2009;95) nilai validitas diatas .30
adalah nilai yang dapat diterima dalam analisis faktor. Menurut Sugiyono
(2009:126) bila korelasi faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas maka
faktor tersebut merupakan construct yang kuat, dan bila harga dibawah 0,30
maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga
harus diperbaiki atau dibuang. Rumus yang digunakan untuk uji validitas
kuesioner adalah Korelasi Product Moment yang berguna untuk menentukan
seberapa kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain (Mauludi,
2006;194) yaitu :
r =nΣXY − ΣxΣy
√(nΣ X2 − Σ X 2)(nΣ y2 − (Σ y)²
Keterangan :
N = jumlah responden
Y = Skor total pertanyaan
X = Skor masing-masing pertanyaan
39
Menurut Sudarmanto (2008;89) reliabilitas instrument menggambarkan
pada kemantapan alat ukur yang digunakan. Suatu alat ukur dikatakan memiliki
reliabilitas yang tinggi atau dapat dipercaya, apabila alat ukur tersebut stabil,
konsisten dan cermat, sehingga dapat diandalkan. Dalam penelitian ini
pengujian reliabilitas instrument menggunakan rumus KR 20 (Kuder
Richardson) dalam Sugiyono (2009:359), yaitu :
r₁ =K
( K−1)
St2− P i q i
St2
Dimana :
K = jumlah item dalam instrumen.
𝑃𝑖 = proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada item 1.
𝑞𝑖 = 1 - 𝑃𝑖 .
St2 = varians total.
Dalam hal ini relialibilitas menggunakan tabel yang digunakan oleh
Guilford Emperical Rules dalam Somantri (2006:214) sebagai berikut :
Tabel 3. Guilford Empirical Rules
Besar 𝑟𝑥𝑦 Intepretasi
0,00 - < 0,20 Hubungan sangat lemah (diabaikan, dianggap tidak ada)
≥ 0,20 - < 0,40 Hubungan rendah
≥ 0,40 - < 0,70 Hubungan sedang/cukup
≥ 0,70 - < 0,90 Hubungan kuat/tinggi
≥ 0,90 - < 1,00 Hubungan sangat kuat/tinggi
Sumber : JP. Guilford, Fundamental Statistic in Psychology and Education
40
3.7. Definisi Operasional
Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut :
1. Pengetahuan petani (X) adalah bertambahnya pengetahuan mengenai
budidaya padi diantaranya tentang hama penyakit, persemaian, cara
tanam, pemupukan dasar, penyiangan, pengamatan dan panen.
2. Adopsi inovasi (Y) adalah perilaku petani dalam melakukan inovasi
mengenai budidaya padi mencakup : hama penyakit, persemaian, cara
tanam, pemupukan dasar, penyiangan, pengamatan dan panen.
3. Sikap petani adalah tindakan yang ditunjukkan petani meliputi menolak
ataupun menerima penyuluhan mengenai sistem legowo budidaya padi
meliputi hama penyakit, persemaian, cara tanam, pemupukan dasar,
penyiangan, pengamatan dan panen.
4. Pendidikan petani adalah pendidikan formal yang diikuti oleh petani
berdasarkan satuan tahun.
5. Umur petani adalah usia hidup petani sejak dilahirkan sampai dengan
penelitian ini dilaksanakan dalam satuan tahun.
6. Pengalaman petani adalah kisah yang telah dialami sampai menginjak
usia penelitian dilaksanakan, dalam satuan waktu lamanya petani
melakukan kegiatan usaha tani dalam satuan tahun.
7. Status lahan adalah suatu hak kepemilikan yang dimiliki oleh petani
dalam menggarap suatu lahan pertanian.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN PROFIL BALAI
PENYULUHAN PERTANIAN
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Letak dan Luas Geografis
Kecamatan Cisauk merupakan suatu daerah yang terletak di Kabupaten
Tangerang. Kecamatan Cisauk memiliki 5 Desa - 1 Kelurahan yaitu Kelurahan
Cisauk, Desa Dangdang, Desa Suradita, Desa Sampora, Desa Cibogo, Desa
Mekarwangi. Secara administratif mempunyai batas-batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pagedangan.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Serpong dan Kecamatan
Setu.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pagedangan.
4.1.2. Tata Guna Lahan
Kecamatan Cisauk mempunyai luas lahan 2831,098 Ha. Penggunaan
lahan paling luas adalah untuk lahan industri, selain itu lahan juga digunakan
untuk lahan sawah, lahan kering, perkebunan dan untuk daerah ekonomi.
Berikut penjelasannya pada tabel di bawah ini :
42
Tabel 4. Data Potensi Kecamatan Tahun 2010
No Jenis Penggunaan Lahan Luas Areal (Ha) Persentase (%)
1
2
3
4
5
Lahan Sawah
Lahan Kering
Perkebunan
Luas daerah industri
Luas daerah ekonomi
223
615
555
34.494
10.750
0,47
1,31
1,19
73,96
23,05
Total 46.635 100
Sumber : Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk (Mei 2010:13)
Dari Tabel 4 dapat diketahui penggunaan lahan lebih banyak digunakan
untuk lahan industri sebesar 34.494 hektar (73,96%).
4.1.3. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Cisauk 2010 adalah terdiri dari 58.046
jiwa yang terdiri dari laki-laki berjumlah 31.284 jiwa dan perempuan
berjumlah 26.762 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 11.500 kk.
Berikut ini dijelaskan pada Tabel 5 dimana jumlah penduduk dibagi
berdasarkan klasifikasi kelompok umur.
Tabel 5. Penyebaran Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Cisauk Tahun 2010
Umur
(tahun)
Jumlah
(jiwa)
0-4
4-9
10-14
15-19
20-24
25-39
40-59
60 keatas
7.627
4.920
5.733
4.441
4.552
13.048
15.322
2.330
Total 57.973 Sumber : Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk (Mei 2010:2)
43
Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Lapangan Kerja
No. Mata Pencaharian Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Petani
Buruh petani
Pedagang
PNS
Petani Penggarap/penyekap
Buruh industri
Pertukangan
ABRI
Pensiunan PNS
Purnawirawan ABRI
Perangkat Desa
Pengangguran
Pengangguran tak kentara
3.460 orang
1.472 orang
1.000 orang
1.900 orang
1.783orang
700 orang
735 orang
95 orang
1.700 orang
80 orang
90 orang
8.500 orang
70 orang
Total 21.585 orang Sumber : Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk (Mei 2010:3)
4.1.4. Sarana dan Prasarana
Berikut dijelaskan sarana dan prasarana Kecamatan Cisauk dalam
menunjang kegiatan masyarakat Kecamatan Cisauk.
Tabel 7. Sarana dan Prasarana Kecamatan Cisauk Tahun 2010
No. Sarana dan Prasarana Jumlah
1
2
3
4
5
Koperasi serba usaha
Niaga
Pendidikan umum dan agama
Pendidikan non formal
Puskesmas
5
306
63
6
3
Total 383
Sumber : Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk (2010:4-13)
4.2. Sejarah BPP Cisauk
Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk berdiri sejak 1991 yang merupakan
pindahan dari Balai Penyuluhan Pertanian Pondok Jagung, karena peralihan
penggunaan tanah oleh Pemda untuk didirikan suatu yayasan As-Shobirin.
44
Maka BPP Pondok Jagung dipindahkan ke daerah Cisauk yang sekarang
bernama Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk. Dan semenjak tahun 1991–2004
Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk membawahi 3 Kecamatan diantaranya:
1. Kecamatan Cisauk.
2. Kecamatan Pagedangan.
3. Kecamatan Serpong.
Tetapi semenjak tahun 2004-2009 adanya pemekaran Kecamatan
diantaranya :
1. Kecamatan Cisauk menjadi 2 Kecamatan (Kecamatan Cisauk dan
Kecamatan Setu).
2. Kecamatan Serpong menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Serpong
dan Serpong Utara.
Kecamatan Pagedangan diambil BPP Caringin karena ada pemekaran
wilayah Tangerang Selatan, maka cakupan wilayah Balai Penyuluhan Pertanian
menjadi 1 Kecamatan yaitu Kecamatan Cisauk, tetapi karena hanya
membawahi satu Kecamatan. Pihak Pemda menambahkan satu Kecamatan
untuk ditangani oleh BPP Cisauk, hingga dari tahun 2009-sekarang pihak BPP
Cisauk membawahi 2 Kecamatan diantaranya :
1. Kecamatan Cisauk.
2. Kecamatan Pagedangan.
Adapun pada tahun 2010 ini program BPP Cisauk memiliki agenda
kerja untuk penyuluh dan petani diantaranya :
45
- Kegiatan penyuluhan (demonstrasi, demBul, demFarm, kunjungan
lapang dan anjang sono).
- Latihan petugas penyuluh untuk 1 bulan 2x yang dilaksanakan oleh
Badan Dinas.
- Mengadakan sekolah lapang budidaya padi pada kelompok tani.
- Pengembangan program tanaman hias anggrek untuk 9 titik di 2
kecamatan.
Dengan adanya program pelatihan tahun 2010 mengenai budidaya
sistem tanam legowo, maka kelompok tani yang mendapatkan pelatihan dibagi
berdasarkan 2 Kecamatan yang berada dibawah BPP Cisauk, adapun
perinciannya :
1. Untuk Kecamatan Cisauk mendapat bagian 5 kelompok tani untuk
mengikuti SLPTT diantaranya 3 kelompok tani untuk padi sawah dan 2
kelompok tani mengikuti SLPTT padi gogo.
2. Untuk kecamatan Pagedangan mendapat bagian 14 kelompok tani
untuk mengikuti SLPTT diantaranya 11 kelompok tani untuk padi
sawah dan 3 kelompok tani untuk padi gogo.
Dalam promosi ketahanan pangan, pemerintah daerah dapat
mengoptimalkan peran kelembagaan BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) yang
ada di daerah masing-masing. Hal tersebut sangat penting, karena dalam
otonomi daerah, pemerintah daerah berkewajiban untuk memberdayakan
masyarakat dan meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengakses
pangan yang beragam, bergizi dan berimbang.
46
4.3. Visi & Misi
Visi
” Swasembada pangan dan mempertahankan swadaya pangan”.
Misi
1. Meningkatan kualitas program berbasis kinerja.
2. Meningkatkan pendayagunaan sarana dan prasarana pelatihan serta
produktivitas agribisnis.
3. Meningkatkan hasil produksi pertanian.
4. Meningkatkan kompetensi tenaga kepelatihan dalam memberikan
pelayanan konsultasi agribisnis yang prima.
5. Melaksanakan sistem informasi pemantauan, evaluasi dan pelaporan
pelatihan dan melakukan pengendalian internal yang akurat dan
kredibel.
6. Meningkatkan kualitas pengelolaan administrasi penatausahaan dan
rumah tangga balai penyuluhan pertanian yang transparan dan
akuntabel.
Tugas pokok penyuluhan pertanian adalah
1. Menyebarkan informasi pertanian yang bermanfaat langsung maupun
melalui berbagai metoda penyuluhan pertanian dengan menggunakan
media cetak dan elektronik.
2. Meningkatkan pengetahuan dan mengajarkan keterampilan
berusahatani dan lain-lain dengan melaksanakan kursus tani, latihan,
demonstrasi cara dan hasil serta magang.
47
3. Memberikan rekomendasi berusahatani dan lain-lain yang lebih
menguntungkan melalui kegiatan kaji terap teknologi, demonstrasi
hasil, petak pengalaman dan temu karya.
4. Mengikhtiarkan kemudahan-kemudahan sarana produksi dan usahatani
yang lebih menguntungkan melalui kegiatan temu usaha, pameran dan
mimbar saresehan.
5. Menumbuhkan swadaya/swadana dalam usaha perbaikan dengan
melaksanakan temu usaha, koperasi dan kemitraan dengan pihak lain.
Sedangkan fungsi Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk sebagai berikut :
1. Sebagai penunjang penyelenggaraan penyuluhan pertanian dengan
pengaturan, pengelolaan dan pemanfaatan merupakan tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten Tangerang.
2. Tempat kegiatan musyawarah penyelenggaraan penyuluhan lingkup
pertanian serta unsur terkait lainnya.
3. Tempat pertemuan petani.
4. Tempat menyusun programa dan rencana kerja penyuluhan pertanian.
5. Sebagai tempat dilaksanakannya uji coba teknologi baru dan
percontohan usaha tani yang lebih efisien dan menguntungkan.
6. Sebagai posko pelayanan kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan
pembangunan pertanian.
7. Merupakan unit pembibitan, kesehatan hewan dan laboratorium atas
persetujuan pejabat yang berwenang dan pengelola unit kerja.
48
Untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan secara terencana dan terarah
sehingga dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka penyuluh pertanian
harus berfungsi sebagai berikut :
1. Perencana kegiatan di lapangan untuk menunjang pembangunan
pertanian secara luas.
2. Penyusun strategi dalam meningkatkan aktifitas kelompok tani dalam
melaksanakan usahatani.
3. Pengambil keputusan untuk memecahkan masalah yang timbul.
4. Perundingan dengan perumus untuk berbagai aspek yang terlibat dalam
kegiatan pembangunan pertanian.
4.4. Unsur-Unsur Administrasi
Unsur-unsur yang ada dalam administrasi penyuluhan Pertanian
merupakan fungsi-fungsi dari administrasi penyuluhan pertanian yang meliputi:
1. Personalia
Personalia yang ada di BPP Cisauk ada sebelas orang yang mempunyai
hubungan struktural dan fungsional, yaitu :
a. 1 koordinator penyuluh pertanian BPP Cisauk.
b. 1 penyuluh pertanian programa BPP Cisauk.
c. 1 pelaksana teknis tanaman hias & buah-buahan.
d. 1 pelaksana teknis Dispernak Kecamatan Cisauk.
e. 1 pelaksana teknis Dispernak Kecamatan Pagedangan.
f. 1 penyuluh pertanian .
49
g. 1 penyuluh pertanian WKPP Kecamatan Cisauk.
h. 4 penyuluh pertanian WKPP Kecamatan Pagedangan.
Tabel 8. Daftar Nama Pegawai BPP Cisauk Tahun 2010
No. Nama NIP Pangkat/Golongan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Maman KS. SP
Sutrisno SP
Haerul Saleh
Ahmad Kosasih
Sarmili
H. Asiata. SP
Ervita Fitriani N. SP
Suraji
Nur Dini L. SP
Liswannurjaman. SST
Henny Kusuman N. SP
195607131979121004
196004241987081001
195606131981031010
196901042007011014
195505041981031010
19620518200031002
-
-
-
-
-
Penata TK I III/d
Penata TK I III/d
Penata III c
Pengatur Muda II/a
Pengatur Muda II/a
Pengatur II/c
-
-
-
-
- Sumber : Data Sekunder
50
4.5. Struktur Organisasi
Adapun struktur susunan organisasi BPP Cisauk dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar 2: Bagan Kepengurusan BPP Cisauk Sumber : Profil BPP Cisauk 2010
4.5. Sarana & Prasarana BPP Cisauk
Sarana dan prasarana yang terdapat di Balai Penyuluhan Pertanian
Cisauk, antara lain :
1) Aula : satu aula yang dilengkapi sound sistem dengan kapasitas masing
150-200 orang.
Maman, Ks. SP
Sutrisno. SP
Kecamatan Cisauk
1. Henny
Kusumawati. N.
SP.
Koordinator BPP
Subbagian Tata
Usaha
Kelompok Jabatan Fungsional
Kecamatan Pagedangan
1. Haerul Saleh
2. Ervita Fitriani N. SP
3. Suraji
4. Nur Dini L. SP
5. Liswannurjaman. SST
Pelnis (Pelaksana Teknis)
1. Ahmad Kosasih (Cisauk)
2. H. Asiata. SP (Pagedangan)
Pelnis Tanaman Hias
Sarmili
51
2) Musholla : satu ruang musholla dilengkapi dengan satu ruang untuk
wudhu dan satu ruangan kamar mandi.
3) Rumah : dua unit rumah terdiri dari : 2 kamar tidur, 2 ruang tamu, 2
dapur dan 2 kamar mandi.
4) Wisma : 1 unit wisma dengan 2 kamar untuk menampung tamu,
narasumber, dan penyuluh.
5) Kantor BPP : 1 unit kantor BPP yang terdiri 1 ruang ketua kordinator
BPP, 1 ruang tamu serta ruang untuk petugas penyuluh lapangan.
6) Komputer : 1 unit komputer serta 1 buat printer.
7) Televisi : 1 unit televisi yang terletak di ruang tamu kantor BPP Cisauk.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecamatan Cisauk sebagai salah satu wilayah pertanian yang dimiliki
oleh Kabupaten Tangerang dan mempunyai potensi yang cukup bagus dalam
pengembangan pertanian. Kecamatan Cisauk memiliki sebuah lembaga BPP
sebagai salah satu lembaga pemerintah yang salah satu tugasnya memberikan
penyuluhan kepada petani yang telah terdaftar. Perkembangan penyuluhan
pertanian di tempat penelitian memiliki banyak kendala dan hambatan, salah
satu kendala yang dihadapi adalah beragamnya tingkat pengetahuan petani dan
tingkat adopsi inovasi petani terhadap informasi yang diberikan untuk
pengembangan usaha tani. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membahas
mengenai keragaman karakteristik petani, tingkat pengetahuan petani, tingkat
adopsi sistem legowo dan hubungan antara pengetahuan dengan adopsi sistem
legowo.
5.1. Karakteristik Petani
Petani padi yang ada di wilayah Kecamatan Cisauk pada umumnya
berusaha tani hanya sebagai pekerjaan sampingan mereka. Adapun dalam hal
kepemilikan lahan mayoritas dimiliki oleh pengembang perumahan dan mereka
hanya sebagai petani penggarap pada lahan tersebut.
Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 50 orang yang berasal
dari 5 kelompok tani yang mendapat bimbingan tanaman padi dengan
menggunakan teknik tanam sistem legowo. Jenis kelamin petani seluruhnya
berjenis kelamin pria. Karakteristik individu petani yang diteliti terdiri dari
53
umur petani, tingkat pendidikan petani, pengalaman petani, jumlah tanggungan
keluarga tani, keikutsertaan kelompok tani, status kepemilikan lahan pertanian,
luas lahan.
5.1.1. Umur Petani
Pembagian golongan umur petani dibagi menjadi tiga interval umur,
yaitu umur 28-47 tahun, 48-55 tahun, dan 56-71 tahun. Umur petani yang
menjadi responden yang paling muda adalah petani yang berusia 28 tahun
sedangkan yang paling tua adalah petani dengan usia 71 tahun.
Kebanyakan petani responden berumur 56-71 tahun, yaitu sebanyak 21
orang (42%), dan umur ini termasuk umur yang sudah tidak produktif lagi.
Dilain sisi, hanya sedikit petani dengan usia 28-47 tahun, yaitu sebanyak 14
orang (28%), yang termasuk ke dalam usia produktif.
Tabel 9. Distribusi Petani Menurut Umur
Umur Petani Jumlah Persentase (%)
28-47 tahun
48-56 tahun
57-71 tahun
14 orang
18 orang
18 orang
28%
36%
36%
Total 50 orang 100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.1.2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan petani dibagi menjadi tiga yaitu tidak sekolah, SD dan
diatas SD. Tingkat pendidikan petani pada umumnya berada pada tingkatan SD
sebanyak 32 orang (64%), dan yang tidak sekolah sebanyak 14 orang (28%).
Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan sebagian besar pendidikan petani
54
berpendidikan rendah. Kemudian petani yang tingkat pendidikannya tinggi
diatas SD ada sebanyak 4 orang (4%). Berikut sebaran distribusi petani
menurut tingkat pendidikan.
Tabel 10. Distribusi Petani Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Petani Jumlah Persentase (%)
Tidak sekolah
SD
Diatas SD
14 orang
32 orang
4 orang
28%
64%
8%
Total 50 orang 100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.1.3. Pengalaman Petani
Pengalaman petani dibagi menjadi tiga interval yaitu pengalaman 2-6
tahun, 7-10 tahun, dan 11-30 tahun. Pengalaman petani sangatlah beragam
mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi 30 tahun. Berdasarkan tabel
dibawah dijelaskan bahwa pembagian pengalaman petani tersebar hampir
merata pada setiap petani, yang dibagi menjadi 3 interval. Berikut sebaran
distribusi responden menurut pengalaman petani.
Tabel 11. Distribusi Petani Menurut Pengalaman
Pengalaman Petani Jumlah Persentase (%)
2-6 tahun
7-10 tahun
11-30 tahun
16 orang
17 orang
17 orang
32%
34%
34%
Total 50 orang 100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
55
Hampir seluruh responden memperoleh pengalaman dalam berusaha
tani dimulai dari lingkungan keluarga tani. Adapun dalam menjalankan usaha
budidaya padi motif petani disebabkan karena tuntutan kehidupan, tidak ada
pilihan pekerjaan lain selain bertani padi, dan menjadikan pekerjaan sampingan
selain pekerjaan utama yang mereka tekuni dan mengisi waktu kosong mereka.
5.1.4. Tanggungan Keluarga Tani
Tanggungan keluarga tani yang berdasarkan jumlah anggota keluarga
petani dibagi menjadi tiga interval yang terdiri dari 3-4 orang, 5-6 orang dan 7-
14 orang. Mayoritas petani di tempat penelitian memiliki tanggungan keluarga
sebanyak 5-6 orang sebanyak 21 orang (42%). Berikut sebaran distribusi
responden menurut jumlah tanggungan anggota keluarga tani.
Tabel 12. Distribusi Petani Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga
Tanggungan keluarga Petani Jumlah Persentase (%)
3-4 orang
5-6 orang
7-14 orang
16 orang
21 orang
13 orang
32%
42%
26%
Total 50 orang 100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.1.5. Keikutsertaan Kelompok Tani
Penyebaran kelompok tani yang mendapat bimbingan penyuluhan
disebar menjadi 5 kelompok tani diantaranya kelompok tani Sejahtera 2, Tunas
Mekar, Cileutik, Makmur Mandiri dan Cisauk Girang, petani yang tergabung
dalam kelompok tani Sejahtera 2 sebanyak 12 orang, petani yang tergabung
dalam kelompok tani Tunas Mekar sebanyak 9 orang, petani yang tergabung
56
dalam kelompok tani Cileutik sebanyak 8 orang, petani yang tergabung dalam
kelompok tani Makmur Mandiri sebanyak 10 orang, petani yang tergabung
dalam kelompok tani Cisauk Girang sebanyak 11 orang.
Berdasarkan Tabel 13. distribusi petani menurut keikutsertaan mereka
dalam kelompok tani dan menghadiri kegiatan penyuluhan yaitu kelompok tani
Sejahtera 2 sangat aktif apabila diadakan kegiatan penyuluhan, keaktifan
diukur dengan banyaknya peserta tani yang berjumlah 12 orang (24%) dan
kelompok tani yang kurang aktif untuk kehadiran kegiatan penyuluhan adalah
kelompok tani Cileutik hanya berjumlah 8 orang (16%).
Berikut adalah tabel distribusi petani menurut keikutsertaan dalam
keanggotaan kelompok tani.
Tabel 13. Distribusi Petani Menurut Keanggotaan Kelompok Tani
Kelompok tani Jumlah Persentase (%)
Sejahtera 2
Tunas Mekar
Cileutik
Makmur Mandiri
Cisauk Girang
12 orang
9 orang
8 orang
10 orang
11 orang
24%
18%
16%
20%
22%
Total 50 orang 100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.1.6. Status Kepemilikan Lahan
Status kepemilikan lahan petani dibagi menjadi dua bagian yang terdiri
dari lahan garapan & lahan milik sendiri. Status lahan petani didominasi oleh
lahan garapan yang dikelola oleh petani sebanyak 27 orang (54%), sedangkan
57
milik sendiri hanya sebanyak 23 orang (46%). Sebagian kecil petani memiliki
lahan garapan dan milik sendiri sebanyak 4 orang. Berikut sebaran distribusi
responden menurut status kepemilikan lahan petani.
Tabel 14. Distribusi Status Kepemilikan Lahan Petani
Status lahan Petani Jumlah Persentase (%)
Garapan
Milik sendiri
27 orang
23 orang
54%
46%
Total 50 orang 100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Mayoritas lahan yang dimiliki oleh petani sudah beralih kepemilikan
dan dikuasai oleh pengembang sektor perumahan, seperti yang telah
diungkapkan oleh penulis diatas. Dengan status tersebut petani hanya bisa
pasrah jika suatu saat lahan mereka diambil kembali oleh pemiliknya. Selama
masa penggunaan lahan, petani tidak dibebani suatu kewajiban apapun
terhadap pihak pemilik, sehingga petani memiliki keuntungan selama masa
penggunaan lahan tersebut.
5.1.7. Luas Lahan
Luas lahan petani dibagi menjadi tiga interval yaitu terdiri dari 0,08-
0,35 Ha, 0,4-0,5 Ha, dan 0,6-2 Ha. Mayoritas lahan yang dikelola petani
memiliki luas diantara 0,4-0,5 Ha yang dikelola petani sebanyak 19 orang
(38%), sedangkan luas lahan petani yang dikelola diatas 0,6 Ha sebanyak 16
orang (32%), dan petani lainnya mengelola lahan petani dengan luasan lahan
0,08-0,35 Ha sebanyak 15 orang (30%). Berikut sebaran distribusi responden
menurut luas lahan petani.
58
Tabel 15. Distribusi Petani Menurut Luas Lahan
Luas lahan Petani Jumlah Persentase (%)
0,08 - 0,35 Ha
0,4 - 0,5 Ha
0,6 – 2 Ha
15 orang
19 orang
16 orang
30%
38%
32%
Total 50 orang 100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.2. Pengetahuan Petani terhadap Sistem Legowo
Untuk mengukur tingkat pengetahuan petani, peneliti menggunakan
kuesioner dengan mengambil rujukan dari penyuluh tentang materi penyuluhan
yang telah diberikan kepada petani serta BP2TP (2009:10) mengenai sistem
legowo yang terdapat pada komponen teknologi PTT (pengelolaan tanaman
terpadu) yang terdiri dari varietas unggul, persemaian, bibit muda, sistem
tanam legowo 4:1, pemupukan berimbang, penggunaan bahan organik,
pengendalian hama penyakit, panen dan pasca panen. Hal tersebut digunakan
untuk mengukur seberapa jauh penyerapan petani mengenai materi yang telah
diberikan oleh penyuluh.
Materi yang telah disampaikan penyuluh mengenai sistem legowo,
dibuat menjadi 11 pertanyaan. Adapun pengetahuan petani dibagi menjadi tiga
kriteria yang telah disesuaikan dengan bobot pertanyaan masing-masing yang
dianjurkan oleh pihak penyuluh yaitu kriteria rendah, kriteria cukup dan
kriteria tinggi. Setelah mendapatkan penyuluhan dari petugas lapangan,
sebanyak 10 orang (20%) petani berada pada tingkat kriteria tinggi mengenai
59
sistem legowo, adapun pada kriteria tersebut petani dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan dan sesuai dengan pola PTT sistem legowo yang
meliputi : pemahaman mengenai definisi dari tanam legowo, pemupukan
dengan cara disebar agar pupuknya dapat merata ke tanaman, mengetahui hama
pengganggu pada tanaman padi, pupuk urea merupakan pupuk yang mudah
larut didalam air, memberantas tikus dengan cara menggunakan klerat dan
pembersihan rumput sekitar tanaman, menggunakan pupuk NPK sebagai pupuk
dasar pada tanaman padi, melakukan penyiangan pada tanaman padi sebanyak
2 kali selama musim tanam berlangsung, melakukan penyiangan pertama pada
usia 14 hari setelah tanam, memberikan pupuk sebanyak 2 kali selama musim
tanam berlangsung, memberikan pemupukan pertama pada usia 15 hari setelah
tanam, melakukan pemupukan kedua pada usia 45 hari setelah tanam.
Pada kriteria tinggi mayoritas petani 10 orang (20%) menjawab
pertanyaan nomor 8 mengenai waktu penyiangan pertama yang dilakukan pada
tanaman padi saat usia tanaman padi 15 HST dan 7 orang (14%) menjawab
pertanyaan nomor 2 mengenai usia bibit yang baik dipindahkan dari
persemaian pada saat 21 hari setelah semai, adapun pertanyaan tersebut
memiliki bobot tinggi sebesar 14 yang diberikan oleh penyuluh. Sedangkan
untuk bobot yang cukup tinggi diberikan oleh penyuluh mengenai sifat pupuk
urea sebesar 13 dan pertanyaan nomor 3 tersebut hanya dijawab oleh minoritas
petani yaitu 4 orang (8%), jika dilihat dari karakteristik petani pada kriteria
tinggi, mayoritas petani berada pada usia 48-56 tahun dan memperoleh
pendidikan pada tingkatan SD.
60
Untuk kriteria lainnya terbagi ke dalam kriteria rendah, pada tahapan
rendah petani dapat menjawab mengenai legowo 0-3 pertanyaan diantaranya :
pupuk diberikan dengan cara sebar agar pupuknya merata, pupuk urea
merupakan pupuk yang mudah larut didalam air, menggunakan pupuk NPK
sebagai pupuk dasar pada tanaman padi, memberantas tikus dengan cara
menggunakan klerat dan pembersihan rumput sekitar tanaman, melakukan
pemupukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung, pemupukan
pertama diberikan saat tanaman padi berusia 15 HST, mengetahui hama
pengganggu pada tanaman padi, Pada kriteria rendah mayoritas petani 4 orang
(8%) menjawab pertanyaan nomor 2 mengenai usia bibit yang baik
dipindahkan dari persemaian pada saat 21 hari setelah semai dan sedikitnya 1
orang (2%) menjawab pertanyaan nomor 4 mengenai pemupukan yang baik
dengan cara sebar, pertanyaan tersebut memiliki bobot tinggi yang diberikan
oleh penyuluh sebesar 14 dan 11. Jika dilihat dari karakteristik petani pada
kriteria rendah, mayoritas petani berada pada usia 48-56 tahun dan tidak
menyelesaikan bangku sekolah SD.
Sedangkan kriteria cukup petani dapat menjawab 4-6 pertanyaan
mengenai sistem legowo yang diajukan oleh peneliti, diantaranya : pemahaman
mengenai definisi dari tanam legowo, pemupukan dengan cara disebar agar
pupuknya dapat merata ke tanaman, mengetahui hama pengganggu pada
tanaman padi, pupuk urea merupakan pupuk yang mudah larut didalam air,
memberantas tikus dengan cara menggunakan klerat dan pembersihan rumput
sekitar tanaman, menggunakan pupuk NPK sebagai pupuk dasar pada tanaman
61
padi, melakukan penyiangan pada tanaman padi sebanyak 2 kali selama musim
tanam berlangsung, melakukan penyiangan pertama pada usia 14 hari setelah
tanam, memberikan pupuk sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung,
memberikan pemupukan pertama pada usia 15 hari setelah tanam, melakukan
pemupukan kedua pada usia 45 hari setelah tanam.
Pada kriteria cukup mayoritas petani 19 orang (38%) menjawab
pertanyaan nomor 8 mengenai penyiangan pertama tanaman padi pada usia 14
HST, adapun pertanyaan tersebut memiliki bobot tinggi yang diberikan oleh
penyuluh sebesar 14. Sedangkan pertanyaan nomor 11 mengenai pemupukan
kedua dilakukan pada usia 45 HST sedikitnya dijawab oleh 15 orang (30%)
petani, dan memiliki bobot rendah sebesar 5. Dengan melihat dari karakteristik
petani pada kriteria cukup, mayoritas petani berada pada usia 57-71 tahun dan
memperoleh pendidikan SD.
Dilihat dari jawaban pertanyaan yang dijawab oleh petani mengenai
sistem legowo ternyata petani dapat menyerap materi penting yang diberikan
oleh penyuluh dengan melihat dari bobot pertanyaan tersebut yang telah
diberikan oleh penyuluh mengenai legowo. Adapun penyebarannya dapat
dilihat pada tabel dibawah.
62
Tabel 16. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Petani
terhadap Sistem Legowo
No
Kriteria petani
Pengetahuan petani
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Bobot Pertanyaan
10 14 13 11 11 6 8 14 5 13 5
1
Tinggi (orang) 8 7 4 10 8 8 7 10 6 8 6
Persentase (%)
16%
14%
8 %
20%
16%
16%
14%
20%
12%
16%
12%
2
Cukup (orang)
17 17 16 18 21 19 19 19 22 16 15
Persentase (%)
34%
34%
32%
36 %
42%
38%
38%
38 %
44%
32%
30%
3
Rendah (orang)
0 4 2 1 2 2 0 0 4 1 0
Persentase (%)
- 8 %
4 %
2 %
4 %
4 %
- - 8 %
2 %
-
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Tabel 17. Distribusi Pengetahuan Petani Sistem Legowo
Pengetahuan petani Bobot Jumlah (orang) Persentase (%)
Rendah
Cukup
Tinggi
0 - 36
37 - 73
74 – 110
6
34
10
12 %
68 %
20 %
Total 110 50 100 Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Tabel 18. Distribusi Pengetahuan Petani terhadap Karakteristik Petani
Pengetahuan petani Umur Pendidikan
Rendah 48-56 Thn SD
Cukup 57-71 Thn SD
Tinggi 48-56 Thn SD
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Mayoritas petani memiliki tingkat pengetahuan sedang mengenai
sistem legowo yang disampaikan pihak penyuluh kepada petani. Dalam
menerima suatu informasi baik bersifat inovasi maupun yang lain, erat
63
kaitannya terhadap pengetahuan atas hal-hal tersebut, sehingga
keputusan/tindakan yang diberikan merupakan atas pengetahuan petani.
Menurut Roudhonah (2007:60) bahwa pengetahuan merupakan suatu
penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksudkan oleh
komunikator.
5.3. Adopsi Sistem Legowo
Pengukuran tingkat adopsi sistem legowo dilapangan, peneliti merujuk
kepada anjuran penyuluh yang telah diberikan kepada petani serta pola PTT
yang diberikan oleh BP2TP (2009:10), diantaranya : penerapan baris sistem
legowo 4x1 , penggunaan alat jarak tanam (tali plastik atau tali tambang), 2-3
bibit padi per lubang tanam, usia bibit yang digunakan 21 hari setelah semai,
penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung pada
waktu 14 HST dan 42 HST, serta pemberian pemupukan sebanyak 2 kali pada
waktu 15 HST dan 45 HST. Hal tersebut digunakan untuk mengukur seberapa
jauh petani mengadopsi sistem legowo yang dianjurkan oleh penyuluh.
Pada tahapan adopsi sistem legowo, petani diharapkan dapat
mengadopsi 9 perlakuan mengenai sistem legowo. Penyebaran adopsi sistem
legowo dibagi menjadi tiga kriteria yaitu kriteria rendah, kriteria cukup dan
kriteria tinggi, adapun pembagian kriteria tersebut dengan melihat bobot yang
diberikan penyuluh dari masing-masing pertanyaan yang diajukan oleh peneliti
mengenai legowo.
64
Adapun dari pembagian kriteria tersebut, mayoritas petani mengadopsi
sistem legowo pada kriteria cukup sebesar 27 orang (54%), hal tersebut
menunjukkan bahwa adopsi sistem legowo yang diberikan oleh penyuluh yang
mencakup pola PTT terdiri dari 9 perlakuan hanya 3-6 perlakuan yang
diterapkan petani, adapun beberapa hal yang diadopsi oleh petani yaitu :
melakukan pola tanam legowo dengan membuat satu baris kosong diantara
beberapa barisan tanam, menggunakan tali plastik sebagai alat garis tanam,
menggunakan 1 sampai 3 bibit padi perlubang tanam, menggunakan usia bibit
21 hari setelah semai, penggunaan alat jarak tanam (tali plastik atau tali
tambang), penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam
berlangsung pada waktu 14 HST dan 42 HST, serta pemberian pemupukan
sebanyak 2 kali pada waktu 15 HST dan 45 HST.
Mayoritas petani pada kriteria cukup yaitu 20 orang (40%) mengadopsi
nomor 6 mengenai pola pemupukan pertama pada tanaman padi saat berumur 7
hari setelah tanam, adapun bobot perlakuan tersebut memiliki bobot tinggi
yang diberikan oleh penyuluh terhadap penerapan sistem legowo sebesar 12
dan pertanyaan adopsi nomor 1 hanya dijawab 4 orang (8%) petani yang
menerapkan pola tanam legowo dengan membuat satu baris kosong diantara
beberapa barisan tanam, yang memiliki bobot rendah sebesar 8. Karakteristik
petani pada kriteria cukup, mayoritas petani berada pada usia 48-56 tahun dan
memperoleh pendidikan SD.
Sedangkan petani lainnya berada pada tingkat adopsi rendah 15 orang
(30%), pada tahapan ini petani hanya menerapkan 0-4 perlakuan sistem legowo
65
yang dianjurkan penyuluh, terdapat sebagian petani menerapkan 3-4 perlakuan
tetapi memiliki nilai yang rendah dalam hal penganjuran dari penyuluh
sehingga termasuk ke dalam kategori pengadopsi kriteria rendah, adapun yang
diadopsi oleh petani dalam kriteria rendah yaitu : menggunakan tali plastik
sebagai alat garis tanam, menggunakan 1 sampai 3 bibit padi perlubang tanam,
menggunakan usia bibit 21 hari setelah semai, penyiangan dilakukan sebanyak
2 kali selama musim tanam berlangsung pada waktu 14 HST dan 42 HST, serta
pemberian pemupukan sebanyak 2 kali pada waktu 15 HST dan 45 HST.
Mayoritas petani pada kriteria rendah sebesar 10 orang (20%) mengadopsi
nomor 3 dalam menerapkan penggunaan bibit padi 1-3 perlubang tanam,
adapun bobot perlakuan tersebut memiliki nilai tinggi yang diberikan oleh
penyuluh mengenai penerapan sistem legowo sebesar 11, dan sedikitnya 2
orang (4%) petani yang menerapkan nomor 9 mengenai pupuk susulan kedua
pada waktu 45 HST dan memiliki bobot 7, adapun pada karakteristik petani
untuk kriteria rendah, mayoritas dari petani berada pada usia 57-71 tahun dan
memperoleh pendidikan SD.
Petani yang berada pada tingkat adopsi tinggi dalam penerapan sistem
legowo ada sebanyak 8 orang (16%), dengan menerapkan sistem legowo
sebanyak 7-9 perlakuan. Berikut perlakuan sistem legowo pada kriteria tersebut
melakukan pola tanam legowo dengan membuat satu baris kosong diantara
beberapa barisan tanam, menggunakan tali plastik sebagai alat garis tanam,
menggunakan 1 sampai 3 bibit padi perlubang tanam, menggunakan usia bibit
21 hari setelah semai, penggunaan alat jarak tanam (tali plastik atau tali
66
tambang), penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam
berlangsung pada waktu 14 HST dan 42 HST, serta pemberian pemupukan
sebanyak 2 kali pada waktu 15 HST dan 45 HST.
Mayoritas petani 8 orang (16%) pada kriteria tinggi menerapkan nomor
6 mengenai pemupukan pertama pada saat padi berumur 7 HST (hari setelah
tanam), adapun bobot perlakuan tersebut memiliki nilai tinggi yang diberikan
oleh penyuluh mengenai penerapan sistem legowo sebesar 12, dan sedikitnya 3
orang (6%) petani yang menerapkan nomor 5 mengenai pemberian pupuk
kandang pada lahan sebelum tanam dan memiliki bobot sebesar 8. Sedangkan
karakteristik petani untuk kriteria tinggi, mayoritas petani berada pada usia 28-
47 tahun dan memperoleh pendidikan SD.
Dilihat dari kriteria diatas mayoritas petani menerapkan sistem legowo
yang memiliki bobot yang tinggi untuk diterapkan petani, adapun
penyebarannya dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 19. Distribusi Petani Menurut Jawaban Adopsi Sistem Legowo
N
o Kriteria
petani
Adopsi sistem legowo petani
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bobot
Pertanyaan 8 7 11 4 8 12 5 10 7
1 Tinggi (orang) 7 7 8 7 3 8 5 4 5
Persentase (%) 87
%
87
%
100
%
87
%
37
%
100
%
62
%
50
%
62
%
2 Cukup (orang) 4 6 14 19 9 20 11 17 7
Persentase (%) 14
%
22
%
51
%
70
%
33
%
74
%
40
%
63
%
26
%
3 Rendah (orang) 0 7 10 8 3 5 4 4 2
Persentase (%) 0
46
%
66
%
53
%
20
%
33
%
26
%
26
%
13
%
Total 11 20 32 34 15 33 20 25 14
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
67
Tabel 20. Distribusi Petani Menurut Adopsi Sistem Legowo
Adopsi Inovasi Bobot Jumlah (orang) Persentase (%)
Rendah
Cukup
Tinggi
0 – 23
24 – 47
48 – 72
15
27
8
30%
54%
16%
Total 72 50 100 Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Berdasarkan Tabel 19. terlihat bahwa adopsi sistem legowo sebagian
besar berada pada tingkatan cukup. Suatu adopters akan memiliki tingkat
adopsi inovasi yang tinggi jika inovasi yang disampaikan efektif dalam
memajukan usaha tani yang berkembang dan mudah untuk diterapkan. Selain
itu inovasi yang disampaikan tidak terlampau jauh dengan kebiasaan petani
yang sudah ada. Hal ini ditujukan supaya petani tidak kesulitan dalam
memodifikasi antara kebiasaan yang sudah ada dengan inovasi yang diterima.
Van den Ban dan Hawkins (1999;124) menyatakan bahwa dalam implementasi
sering dilakukan modifikasi sesuai dengan keperluan petani pengadopsi. Petani
sering kali menambah informasi setelah mengadopsi inovasi untuk
memperkuat keputusan yang telah diambil. Dalam Nasution (1990:17)
menyatakan bahwa ada anggota masyarakat yang memang sejak lama telah
menanti datangnya inovasi, ada anggota masyarakat yang melihat dulu kiri-
kanannya dan setelah yakin benar akan keuntungan tertentu yang bakal
diperoleh, baru mau menerima inovasi dimaksud, namun ada pula anggota
masyarakat yang sampai akhir tetap tidak mau menerima suatu inovasi.
68
5.4. Hubungan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Sistem Legowo
Berdasarkan Tabel 21 nilai distribusi petani terhadap hubungan tingkat
pengetahuan dengan adopsi sistem legowo yang diolah menggunakan SPPS
17.0 menghasilkan nilai Chi Square pada data olahan sebesar 2,590 dengan df
sebesar 4 dan taraf signifikansi 0,629. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara pengetahuan petani dengan adopsi sistem legowo
dengan tingkat kepercayaan 0,629 atau 62,9%. Artinya jika terjadi pengetahuan
petani dengan adopsi sistem legowo, maka sebanyak-banyaknya sebesar 63%
akan menyimpang dari pernyataan diatas.
Penjelasan diatas didukung dengan nilai tabel distribusi silang dibawah
mengenai hubungan pengetahuan petani dengan adopsi sistem legowo yang
menjelaskan jika pengetahuan petani mengenai sistem legowo meningkat pada
kriteria cukup, maka berakibat pada adopsi sistem legowo yang berada pada
kriteria sedang, hal ini ditunjukkan dari 19 petani yang menerapkan sistem
legowo. Berikut tabulasi silang sebaran distribusi petani berdasarkan hubungan
pengetahuan petani dengan adopsi sistem legowo.
Tabel 21. Distribusi Petani Berdasarkan Pengetahuan Petani dengan Adopsi
Sistem Legowo
adopsi sistem legowo petani Total
rendah Cukup tinggi
pengetahuan petani rendah 1 4 1 6
cukup 11 19 4 34
tinggi 3 4 3 10
Total 15 27 8 50
Sumber : Data Primer (diolah)
Chi Square = 2,590
Signifikansi = 0,629
69
Dengan meningkatnya pengetahuan yang dimiliki oleh petani tidak
langsung membuat petani setempat dapat langsung untuk mengadopsi suatu
inovasi. Menurut Adi (2001:37) untuk perubahan pada aspek pengetahuan
hingga niat individu tersebut merupakan proses penyadaran terhadap kelompok
sasaran dalam kerangka pembangunan sosial. Hal senada juga diungkapkan
oleh Yates (2001) dengan menyatakan A third important factor in the diffusion
process is the element of time. Time is often ignored in other behavioral
research. Nevertheless, time is involved in three of the four theories that deal
with the diffusion of innovations: 1) innovation-decision process theory, 2) the
individual innovativeness theory, and 3) the rate of adoption theory.
Hal tersebut didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nusril,
dkk (2007) bahwasannya dengan lebih meningkatnya umur, pendidikan, luas
lahan, jarak rumah ke sawah, dan penyuluhan, memberikan kemungkinan
mengadopsi teknologi legowo lebih meningkat. Tapi secara keseluruhan, hanya
koefisien penyuluhan yang menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap
putusan petani mengadopsi usahatani padi sawah sistem legowo.
Rendahnya minat petani mengenai sistem tanam legowo dapat dilihat
dari penerapan sistem legowo sendiri yang masih rendah dikalangan petani,
khususnya untuk hal-hal yang memiliki bobot perlakuan tinggi yang dianjurkan
oleh penyuluh. Hal tersebut dapat dijelaskan berdasarkan Tabel 19 diatas,
bahwa sebanyak 34 orang petani menerapkan penggunaan bibit 1-3 per lubang
tanaman dari 9 perlakuan yang dianjurkan oleh penyuluh untuk metode tanam
sistem legowo, adapun bobot perlakuan tersebut diberi bobot 4. Sedangkan
70
untuk melakukan pola tanam legowo dengan membuat satu baris kosong
diantara beberapa barisan tanam, hanya diterapkan oleh 11 orang petani dari 50
orang petani yang mendapatkan metode sistem legowo. Sedangkan bobot
perlakuan tersebut memiliki bobot yang cukup tinggi yaitu 8.
Cepat lambatnya proses adopsi sistem legowo di petani dapat mengacu
dari pendapat Rogers (1983:15) bahwa terdapat lima karakteristik inovasi yaitu
: keuntungan relatif, kesesuaian inovasi tersebut dengan tata nilai maupun
pengalaman yang ada, kerumitan untuk mempelajari dan menggunakan inovasi
tersebut, kesempatan untuk mencoba inovasi itu secara terbatas, dan cepatnya
hasil inovasi itu dapat dilihat. Adapun adopsi sistem legowo jika dilihat dari
karakteristik inovasinya memiliki beberapa permasalahan dan merupakan
kendala bagi masyarakat untuk menerapkan sistem legowo di lahan mereka,
diantaranya : memakan biaya awal yang relatif lebih mahal dibandingkan
dengan sistem budidaya yang telah diterapkan selama ini, meluangkan waktu
banyak dalam hal pengawasan untuk pengaturan jarak tanam dan penanaman
benih serta memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Hal-hal tersebut yang
selama ini masih menjadi kendala petani untuk menerapkan sistem legowo, dan
masih belum mendapatkan pemecahan dari persoalan diatas.
Indikator-indikator tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan
adopsi inovasi sering ditemukan dalam berbagai penelitian. Penelitian lain
menunjukkan bahwa kecenderungan demikian terjadi karena setiap program
penyuluhan lebih bersifat sosialisasi program disertai dengan berbagai bantuan.
Partisipasi petani lebih bersifat instrumental untuk menyukseskan sebuah
71
program, tidak bersifat transformatif, yakni partisipasi sejak awal dalam
menentukan tujuan, isi, dan metode. Hal ini menimbulkan ketergantungan
petani terhadap bantuan untuk mengadopsi sebuah inovasi. Menurut Daniel,
dkk (2006:82) bahwa setiap ada kegiatan penyuluhan atau penelitian di
lapangan, petani selalu meminta bantuan, baik berupa saprodi maupun upah
tenaga kerja, dan lebih jelek lagi mayoritas petani hanya mau melaksanakan
pembaruan atau penerapan teknologi bila ada bantuan. Bila bantuan tidak lagi
diberikan petani kembali pada teknologi semula, sekalipun disadari bahwa
semua keuntungan adalah untuk mereka.
Menurut Ashari (2010:15) bahwa dari hasil diskusi kegiatan monitoring
dan evaluasi program WISMP, NTB-WRMP dan PISP pada 5-7 Desember
2010 Semarang bahwa petani meskipun menunjukkan hasil yang sangat nyata,
ada beberapa petani yang hanya mau melaksanakan metode tersebut, hanya
pada saat adanya pendampingan dana dari pemerintah, dengan alasan terlalu
rumit dan terlalu banyak melibatkan tenaga kerja.
Proses rendahnya adopsi inovasi di kalangan petani dapat dilihat dari
beragamnya karakteristik petani setempat, oleh sebab itu peneliti ingin melihat
hubungan karakteristik petani setempat dengan adopsi sistem legowo. Adapun
peneliti melihat rujukan dari Rosyid (2008) bahwa terdapat hubungan antara
keikutsertaan kelompok tani, kebiasaan mencari informasi, umur petani, tingkat
pendidikan petani dan pengalaman petani dengan adopsi inovasi. Adapun
penyebarannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
72
Tabel 22. Distribusi Karakteristik Petani dengan Adopsi Sistem Legowo
Adopsi inovasi Umur Pendidikan Pengalaman Status lahan
Rendah 57-71 Thn SD 7-10 Thn Garapan
Sedang 48-56 Thn SD 2-6 Thn Garapan
Tinggi 28-47 Thn SD 7-10 Thn Milik sendiri
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Berdasarkan Tabel 22 menyatakan bahwa petani yang mengadopsi
sistem legowo kategori rendah, mereka memiliki tingkat pendidikan yang
rendah, usia lebih tua dan lahan yang mereka olah merupakan lahan garapan.
Sedangkan untuk kategori adopsi inovasi tingkat tinggi, mereka tergolong usia
lebih muda dibandingkan petani lainnya yang mengadopsi sistem legowo dan
memiliki lahan sendiri.
Dengan melihat klasifikasi anggota masyarakat menurut Rogers
(1971:22) yang terdapat pada halaman 20, jika dimasukkan kedalam
penggolongan karakteristik petani yang mengadopsi sistem legowo yang sesuai
dengan Tabel 22 menghasilkan bahwa petani yang mengadopsi sistem legowo
kategori rendah termasuk kedalam kelompok lamban (laggard). Adapun
kelompok laggard, menurut Soekartawi (2005:78) menyatakan mereka yang
tergolong laggard adalah mereka yang pada umumnya tradisional sehingga
enggan untuk melakukan adopsi inovasi. Masyarakat yang mempunyai corak
demikian memang seringkali agak sulit untuk mengubah dirinya dengan hal-hal
baru. Seringkali mereka yang tergolong sudah lanjut usia, status sosialnya
rendah dan usahataninya hanya subsisten.
73
Sedangkan petani yang mengadopsi sistem legowo kategori tinggi
termasuk kedalam klasifikasi golongan Early Adopter, mengacu pada
Soekartawi (2005:75) dimana pada golongan ini biasanya mempunyai
usahatani yang lebih luas, mempunyai resiko kapital dan bersedia menanggung
resiko. Secara umum mereka menjadi orang yang pertama untuk mencoba ide
baru dan sekaligus bersedia mempraktekkannya.
Persoalan kelemahan adopsi sebuah inovasi dan surutnya sebuah
inovasi ketika program sudah selesai merupakan permasalahan lama yang terus
terulang. Scarborough et.al (1997:20) mengungkapkan bahwa kegiatan
penyuluhan masih merupakan penyampaian program, dimana pelibatan petani
dalam setiap tahap penyuluhan (tujuan, perencanaan, isi, metode, pelaksanaan
dan evaluasi) masih sangat lemah. Dengan top-down planning tersebut,
peluang pengembangan inspirasi dan aspirasi masyarakat sangat kecil, padahal
mereka sebenarnya merupakan faktor kunci keberhasilan suatu proses
pembangunan.
Pola pengembangan pertanian dan penyuluhan sangat instruktif.
Pelaksana di daerah harus melaksanakan dan tidak jarang memaksakan
penerapan program yang datang dari pusat. Perencanaan dibuat berdasarkan
data sekunder yang tersedia, laporan dari daerah serta program yang diusulkan
oleh daerah. Usulan daerah tidak ada bedanya dengan program yang
direncanakan aparat pusat, dibuat berdasarkan laporan lapang yang merupakan
suatu keharusan. Laporan yang dibuat lebih mengutamakan gambaran
keberhasilan dan peningkatan. Hal ini berkembang karena penilaian
74
keberhasilan kinerja aparat lebih cenderung berdasarkan laporan dan
pertanggungjawaban administrasi keproyekan, seolah mengabaikan
perkembangan dan apa yang terjadi di lapang. Program yang diterapkan sering
tidak sesuai dengan keinginan, kondisi, dan kemampuan masyarakat, sehingga
masyarakat hanya menerima dan menjalankan karena semua input diberi secara
gratis. Bila proyek selesai, perilaku dan penerapan teknologi kembali seperti
apa yang pernah dilakukan.
Karena itu, penyuluhan seharusnya bukan hanya sosialisasi program,
tetapi seharusnya mengembangkan manusia agar memiliki hasrat untuk belajar
dan hasrat mencari informasi sesuai kebutuhan yang mereka rasakan. Sasaran
penyuluhan ialah manusia agar mereka memiliki motif berprestasi, memiliki
hasrat untuk berubah, dan mencapai kehidupan yang lebih baik, mengacu pada
Spencer dan Singe (1993:9-12), setiap program pembelajaran seharusnya
bukan hanya penyampaian pengetahuan dan keterampilan, tetapi harus
membentuk motif, konsep diri, sikap dan pembentukan nilai, dimana peserta
didik memiliki hasrat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, sehingga
peserta didik dengan sendirinya akan mencari informasi, baik yang bersumber
dari lembaga pemeritah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan berbagai
sumber lainnya. Jika berangkat dari kebutuhan dan memiliki hasrat untuk
mencari informasi yang diperlukan, maka petani dengan sendirinya akan
berusaha untuk menerapkan inovasi yang mereka peroleh. Pengetahuan yang
dimiliki dengan sendirinya akan mendorong penerapan sebuah inovasi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada penelitian ini maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Mayoritas pengetahuan petani berada pada kriteria yang cukup dalam
memahami sistem legowo.
2. Mayoritas adopsi petani berada pada kriteria yang cukup untuk
penerapan sistem tanam legowo.
3. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan petani dengan adopsi
sistem legowo.
4. Terdapat beberapa kendala petani dalam mengadopsi sistem legowo
diantaranya : memakan biaya awal yang relatif lebih mahal
dibandingkan dengan sistem budidaya yang telah diterapkan selama ini,
meluangkan waktu banyak dalam hal pengawasan untuk pengaturan
jarak tanam dan pemindahan bibit padi ke lapangan serta memerlukan
tenaga kerja yang lebih banyak.
6.2. Saran
1. Kegiatan penyuluhan hendaknya disesuaikan dengan karakteristik
petani setempat, dengan tujuan penyerapan materi penyuluhan yang
baik.
2. Pengembangan masyarakat lebih berorientasi pada komunitas, di mana
peserta didik berpartisipasi sejak awal tentang penentuan tujuan, isi,
76
orientasi kegiatan, teknik-teknik yang akan digunakan, dan mereka
sendiri sebagai pelaku utama dalam sebuah kegiatan pengembangan.
\
DAFTAR PUSTAKA
AAK. Budidaya Tanaman Padi. (Yogyakarta : Kanisius, 1990).
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas (pengantar pada pemikiran dan pendekatan
praktis). (Jakarta : 2001).
Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta : Bina Aksara, 1988).
Akimi, dkk. Pengaruh Berbagai Metode Penyuluhan Pertanian Terhadap
Efektifitas Penyuluhan. (Jurnal). Magelang. STPP Magelang. 2006.
Ashari, Hasim. Pertanian Organik Berbasis Kearifan Lokal. Sinar Tani.
Jakarta, 29 Desember-4 Januari 2011. Hlm 15.
Asyikin, Amir. Penyebarserapan Inovasi Teknologi ke dalam Sistem Sosial
/Masyarakat.(Koran).warta pengelolaan litbang iptek, Vol. 10 No.
22.1999. 28 September 2010 pkl. 22.00 wib.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP). Cara
Tanam Jajar Legowo. (Bogor : 2009).
http://www.pustakadeptan.go.id, 10 September 2010, pkl. 10.00 WIB.
Nana, Danapriatna & Setiawan, Rony. Pengantar Statistika. (Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2005).
Daniel, dkk. PRA (Participatory Rural Appraisal). (Jakarta : Bumi Aksara,
2006).
Hanafi, Abdillah. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. (Surabaya : Usaha
Nasional. 1981).
Hoebel, Adamson. Everett. Cultural and Social Anthropology. (United States
of America : McGraw-Hill, 1976).
Hoebel. Anthropology. (United States of America : McGraw-Hill, 1966).
Huffman, HS 1959. Role of education in decisionmaking. American Journal
of Agricultural Economics 56(1): 56-97. 1 Oktober 2010. pkl. 21.00
wib.
Irmayanti & Mikhael Dua. Etika Terapan Meneropong Masalah Kehidupan
Manusia Dewasa Ini. (Jakarta : Yayasan Kota Kita, 2002).
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif). (Jakarta : Gaung Persada Press, 2009).
78
Jahi, Amri. Komunikasi Massa Dan Pembangunan Pedesaan Di Negara-
Negara Dunia Ketiga. (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1989).
Kartasapoetra. Teknologi Penyuluhan Pertanian. (Jakarta : Bumi Aksara,
1987).
Kecamatan Cisauk. Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk.
(Tangerang : 2010).
Lionberger F. Herbert. Adoption of New Ideas and Practices. (Iowa: The Iowa
State University Press, Ames. 1964).
Marzuki, Syamsiah. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. (Jakarta:
Universitas Terbuka. 1999).
Mardikanto, T. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. (Surakarta : Sebelas
Maret University Press, 1993).
Mubyarto. Pengantar Ekonomi Pertanian. (Jakarta : Jaya pirusa, 1994).
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat. Komunikasi Antar Budaya :
Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya.
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2001).
Nasution, Zulkarimein. Prinsip-Prinsip Komunikasi Untuk Penyuluhan.
(Depok : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 1990).
Noor, M. Padi Lahan Marginal. (Jakarta : Penebar Swadaya, 1996).
Nusril, dkk. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Petani Pada
Teknologi Budidaya Padi Sawah Sistem Legowo. [Jurnal-Jurnal Ilmu
Pertanian]. Universitas Bengkulu. 2007.
Padmowihardjo, Soedijanto. Evaluasi Penyuluhan Pertanian. (Jakarta :
Universitas Terbuka, 1999).
Rosyid, Abdul. Hubungan Karakteristik Individu Petani Dengan Adopsi
Inovasi Petani Anggrek Dendrobium Di Wilayah Kebon Jeruk
Jakarta Barat. [Skripsi]. Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jurusan Agribisnis. 2008.
Roudhonah. Ilmu Komunikasi. (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007).
Rogers, Everett M. Diffusion Of Innovations. (New York : The Free Press,
1983).
Samsudin, U. Dasar-dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian.
(Bandung : Binacipta, 1987).
79
Sastraatmadja, Entang. Penyuluhan Pertanian. ( Bandung : Alumni,1986).
Suhardiyono. Penyuluhan : Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanian. ( Jakarta :
Erlangga. 1992).
Suharyanto. dkk. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi
Tabela di Provinsi Bali. (Penelitian). (Bali : Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Bali, 2001).
Sugiyono. Statistika Untuk penelitian. (Bandung : C.V Alfabeta, 2009).
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (Bandung :
C.V Alfabeta, 2009).
Soetriono, dkk. Pengantar Ilmu Pertanian. (Jember : Bayumedia Publishing,
2003).
Soekartawi. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. ( Jakarta : UI-Pers, 2005).
Somantri, Ating & Ali Muhidin, Sambas. Aplikasi Statistika dalam
Penelitian. (Bandung : Pustaka Setia, 2006).
Scarborough, Vanessa, et al. Farm-led Extension, Consept and Practices
(Oklahoma: Overseas Development Institute, 1997),
Spencer, Lyle M. dan Singe M. Spencer. Competency at Work (New York:
John Wiley & Son, 1993).
Syahyuti. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan
Pertanian. (Jakarta : PT. Bina Rena Pariwara, 2006).
Taher. A. Teknologi Shaffer pada Padi Sawah. (Sumatera Barat :
BPPTP,2000).
Van den Ban, AW, dan Hawkins. Penyuluhan Pertanian : Terjemahan.
(Yogyakarta : Kanisius, 1999).
Wiriaatmadja, S. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. (Jakarta : Yasaguna,
1990).
Yates, Bradford. Applying Diffusion Theory : Adoption Of Media Literacy
Programs In School. Paper. Washington DC. USA. 2001.
Yusup, Pawit. M. Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan. (Jakarta :
Bumi Aksara, 2009).
Lampiran 1 : Daftar Materi SLPTT Padi Sawah 2010
Daftar Materi SLPTT Padi Sawah 2010
No. HST Materi Keterangan
1 -21 Pengolahan tanah dan pembuatan persemaian
2 -14 Pemupukan Dasar Organik
3 -7 Pengamatan OPT di persemaian
4 0 Tanam sistem legowo
5 7 Pemupukan Dasar
6 14 Penyiangan I
7 21 Penggunaan BWD
8 28 Pemupukan susulan I
9 35 Pengairan berselang
10 42 Penyiangan II
11 49 Pengamatan OPT di pertanaman
12 95 Pengamatan panen
Keterangan Pengajar terdiri dari 1. Penyuluh PNS sebanyak 3 orang 2. Penyuluh THL sebanyak 6 orang 3. PELNIS sebanyak 2 orang
Lampiran 2
PENGARUH METODE PENYULUHAN TERHADAP ADOPSI SISTEM TANAM
LEGOWO
DI BPP CISAUK, KABUPATEN TANGERANG)
A) Karakteristik Petani
1) Nama :
2) Umur :
3) Luas lahan :
4) Status lahan : (a) milik sendiri, (b) sewa, (c) bagi hasil, (d) garapan
5) Nama Kelompok tani :
6) Jumlah anggota keluarga :
7) Pendidikan terakhir anda : (a) Tidak sekolah. (b) SD. (c) SMP. (d) SMA.
(e) Perguruan Tinggi. (f) Lainnya……
8) Sudah berapa tahun anda melakukan usaha tani ini ?.........tahun
9) apakah bapak pernah mengetahui tentang cara tanam legowo pada padi sawah?
a) Ya b) Tidak
10) Jika ya, darimana bapak/ibu mendapat informasi tentang sistem tanam legowo?
a) Penyuluh b) TV c) Petani d) Majalah e) lainnya………
B) Kegiatan Penyuluhan
1) Dalam sebulan terakhir ini, apakah Anda pernah ikut hadir dalam penyuluhan?
(a) Pernah, (b) Tidak pernah
2) Jika pernah, berapa kali anda ikut penyuluhan dalam sebulan terakhir ini?
(a) 1 kali. (c) Tiga kali
(b) 2 kali. (d) Lainnya ……….. (sebutkan)
C) Pengetahuan petani
1) Cara tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan
tanam yang diselingi oleh beberapa baris kosong.
B = benar S = salah
2) Bibit padi bagusnya dipindahkan dari persemaian berusia diatas 21 hari.
B = benar S = salah
3) Pupuk urea merupakan pupuk yang susah larut didalam air.
B = benar S = salah
4) Pemupukan padi lebih baik menggunakan cara sebar agar pupuknya merata.
B = benar S = salah
5) Pemupukan dasar tanaman padi lebih baik menggunakan pupuk NPK (Pupuk Kujang)
B = benar S = salah
6) Memberantas tikus dapat dilakukan dengan cara menggunakan klerat, pengasapan dan
pembersihan rumput-rumput di sekitar lubang tikus.
B = benar S = salah
7) Penyiangan tanaman padi sebaiknya dilakukan sebanyak 4 kali selama musim tanam.
B = benar S = salah
8) Penyiangan pertama sebaiknya dilakukan pada saat tanaman padi berusia 23 hari setelah
tanam.
B = benar S = salah
9) Penyiangan kedua sebaiknya dilakukan saat tanaman padi berusia berusia 30 hari setelah
tanam.
B = benar S = salah
10) Tanaman padi mulai diganggu hama tikus pada usia 20 hari setelah tanam.
B = benar S = salah
11) Pemupukan pertama sebaiknya dilakukan pada saat tanaman padi berusia 25 hari setelah
tanam.
B = benar S = salah
12) Pemupukan kedua sebaiknya dilakukan pada saat tanaman padi berusia 43 hari setelah
tanam.
B = benar S = salah
13) Pengendalian wereng pada tanaman padi dapat dilakukan dengan cara disemprot dengan
pestisida (applaud 10 WP). B = benar S = salah
D) Adopsi Inovasi
1. Sewaktu anda menanam padi disawah, Apakah anda membuat beberapa baris tanam
yang diselingi oleh satu baris kosong di sawah?
Tidak Ya
2. Ketika anda menanam padi, apakah anda menggunakan tali plastik sebagai alat garis
tanam?
Tidak Ya
3. Ketika menanam padi, apakah anda menggunakan 1sampai 3 bibit padi per lubang
tanam?
Tidak Ya
4. Sewaktu menanam padi, berapa usia bibit yang anda gunakan……hari
5. Apakah anda melakukan pemupukan sebelum tanam untuk tanaman padi anda?
Tidak (langsung no. 7) Ya
6. Jika ya, apakah anda memupuk dengan menggunakan urea?
Tidak Ya
7. Sebelum ditanami padi, apakah lahan sawah diberi pupuk kandang?
Tidak Ya
8. Ketika memupuk padi di sawah, Apakah anda menyebar pupuk tersebut?
Tidak Ya (langsung no.10)
9. Jika tidak disebar, Apakah anda menggunakan cara membenamkan pupuk tersebut di
sawah?
Tidak Ya
10. Apakah anda melakukan penyiangan pertama pada tanaman padi anda?
Tidak (langsung no. 12) Ya
11. Jika ya, kapan anda melakukan penyiangan pertama pada tanaman padi anda……hari
setelah tanam
12. Apakah anda melakukan pupuk susulan pertama pada padi?
Tidak (langsung no.14) Ya
13. Jika ya, kapan pemupukan pertama diberikan pada tanaman padi anda………hari
setelah tanam
14. Apakah anda melakukan penyiangan kedua pada tanaman padi anda?
Tidak (langsung no. 16) Ya
15. Ketika anda melakukan penyiangan kedua, berapa usia tanaman padi anda……..hari
setelah tanam
16. Apakah anda melakukan pupuk susulan kedua pada padi?
Tidak Ya
17. Jika ya, kapan anda melakukan pupuk susulan kedua pada tanaman padi anda……hari
setelah tanam
Lampiran 3
TABEL UJI VALIDITAS VARIABEL INDEPENDEN (Metode Penyuluhan Sistem legowo)
Responden Nomor Kuesioner
Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 6
2 0 1 0 0 1 0 1 1 0 4
3 1 0 0 0 0 1 1 1 1 5
4 1 0 1 1 0 1 1 0 1 6
5 0 0 0 1 1 0 0 1 1 4
6 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8
7 0 0 0 0 1 0 1 1 0 3
8 0 1 1 0 1 1 1 1 0 6
9 1 1 1 0 0 1 0 1 1 6
10 0 1 0 0 1 0 1 1 0 4
11 1 1 0 1 1 1 1 0 0 6
12 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8
13 0 1 1 0 1 1 1 1 0 6
14 1 1 1 0 0 1 0 1 1 6
15 0 1 1 0 1 1 1 1 1 7
16 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8
17 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
19 1 1 0 0 1 1 1 1 0 6
20 1 1 1 0 1 1 1 1 0 7
TABEL UJI VALIDITAS VARIABEL DEPENDEN (Pengetahuan Petani Sistem Legowo)
Responden Nomor Kuesioner Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 9
2 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 6
3 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 7
4 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 10
5 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 4
6 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 11
7 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 9
8 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 8
9 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 8
10 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 4
11 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 9
12 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 10
13 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 11
14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 11
15 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 9
16 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 6
17 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 3
18 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 9
19 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 7
20 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 7
TABEL UJI VALIDITAS VARIABEL DEPENDEN (Adopsi Sistem Legowo)
Responden Nomor Kuesioner Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 5
2 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 5
3 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 4
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9
5 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9
6 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 2
7 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 7
8 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 5
9 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 2
10 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9
11 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 4
12 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 3
13 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8
14 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 7
15 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 3
16 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 4
17 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 2
18 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 4
19 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 4
20 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 4
Perhitungan Korelasi antara Pernyataan nomor satu dengan skor total (butir pertanyaan no.1)
Responden X Y X² Y² XY
1 1 6 1 36 6
2 0 4 0 16 0
3 1 5 1 25 5
4 1 6 1 36 6
5 0 4 0 16 0
6 1 8 1 64 8
7 0 3 0 9 0
8 0 6 0 36 0
9 1 6 1 36 6
10 0 4 0 16 0
11 1 6 1 36 6
12 1 8 1 64 8
13 0 6 0 36 0
14 1 6 1 36 6
15 0 7 0 49 0
16 1 8 1 64 8
17 0 1 0 1 0
18 1 9 1 81 9
19 1 6 1 36 6
20 1 7 1 49 7
n = 20 Σx = 12 ΣY = 116 ΣX² = 12 ΣY² = 742 ΣXY = 81
X : skor pertanyaan no.1 Y : Skor total Contoh perhitungan Butir pertanyaan No.1 (metode penyuluhan sistem legowo)
𝑟𝑥𝑦 =𝑁 𝑋𝑌 − ( 𝑋)( 𝑌)
{𝑁 𝑋2 − ( 𝑋)2}{𝑁 𝑌2 − ( 𝑌)2}
=( 20 𝑥 81) − ( 12 𝑥 116)
{ 20 𝑥 12 – 12² 20 𝑥 742 – ( 1162)}
=( 1620) − (1392)
{ 240 – 144 14840 – (13456)}
=228
96 1384
=228
132864
=228
364,5
= 0.62(𝑣𝑎𝑙𝑖𝑑)
HASIL UJI VALIDITAS VARIABEL INDEPENDEN
Variabel Item r-hitung r-tabel Status
Metode penyuluhan sistem legowo 1 0,62
Valid
2 0,62
Valid
3 0,71
Valid
4 0,47
Valid
5 0,44
Valid
6 1,01
Valid
7 0,44
Valid
8 0,28
Invalid
9 -0,13 0,30 Invalid *Dari 9 butir pertanyaan variabel independen yaitu metode penyuluhan sistem legowo ada 2 butir pertanyaan yang tidak valid yaitu no.8 & 9
HASIL UJI VALIDITAS VARIABEL DEPENDEN
item no. r-hitung r-tabel Status
1 0,46
Valid
2 0,40
Valid
3 0,38
Valid
4 0,57
Valid
5 0,35
Valid
6 0,40
Valid
7 0,43
Valid
8 0,55
Valid
9 0,20
Invalid
10 0,30
Valid
11 0,47 0,30 Valid
12 0,52
Valid
13 -0,02
Invalid *Dai 13 butir pertanyaan variabel dependen yaitu pengetahuan petani sistem legowo ada 2 butir pertanyaan yang tidak valid yaitu no.9 dan 13
HASIL UJI VALIDITAS VARIABEL DEPENDEN
item no. r-hitung r-tabel Status
1 0,401
Valid
2 0,363
Valid
3 0,728
Valid
4 0,364
Valid
5 0,094
Invalid
6 0,436
Valid
7 0
Invalid
8 0,567
Valid
9 0,43
Valid
10 0,63 0,30 Valid
11 0,50
Valid *Dai 11 butir pertanyaan variabel dependen yaitu adopsi inovasi sistem legowo ada 2 butir pertanyaan yang tidak valid yaitu no.5 & 7.
TABEL UJI RELIABILITAS (VARIABEL ADOPSI SISTEM LEGOWO)
Responden
Nomor Kuesioner TOTAL SKOR
1 2 3 4 6 8 9 10 11 TOTAL
1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 3 9
2 1 0 1 0 1 0 1 0 0 4 16
3 0 0 0 0 1 1 0 0 1 3 9
4 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7 49
5 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64
6 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1
7 1 1 1 0 1 1 0 1 0 6 36
8 0 0 0 0 0 0 1 1 1 3 9
9 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1
10 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64
11 0 0 0 0 1 0 1 1 0 3 9
12 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
13 1 0 1 0 0 1 1 1 1 6 36
14 0 1 0 1 1 1 0 1 1 6 36
15 0 1 0 0 1 0 0 0 0 2 4
16 0 0 0 0 1 1 1 0 0 3 9
17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 1 0 0 0 0 1 0 1 3 9
19 0 0 0 1 1 1 0 0 0 3 9
20 1 1 1 0 0 0 0 0 0 3 9
A 5 8 7 8 11 10 11 7 7 74 380
B 0.18 0.24 0.22 0.24 0.24 0.25 0.24 0.22 0.22
Keterangan:
A : Jumlah data tiap Butir
B : 𝑝𝑖𝑞𝑖 = (𝑝𝑖) Proporsi subyek yang menjawab pada item i X 1-𝑝𝑖
Perhitungan Uji Reliabilitas
(Variabel Adopsi Sistem Legowo)
Deviasi Standar
𝑠𝑡2 =
380 −742
2020 − 1
= 5,589
Rumus KR. 20 (Kuder Richardson)
𝑟𝑖 = 𝑘
𝑘 − 1
𝑠𝑡2 − 𝛴𝑝𝑖𝑞𝑖
𝑠𝑡2
= 9
9 − 1
5,589 − 2,05
5,589
= 0,712 (𝑟𝑒𝑙𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙)
Hasil Uji Reliabilitas
Dari hasil perhitungan di atas terdapat hasil realibilitas sebagai berikut :
Variabel Kuder
Richardson 20 Keterangan
Metode Penyuluhan 0,73
Reliabel
Pengetahuan 0,71
Reliabel
Adopsi Inovasi 0,71
Reliabel
Dalam hal ini relialibilitas menggunakan tabel yang digunakan oleh Guilford Emperical
Rules dalam Somantri (2006:214) sebagai berikut :
Besar 𝑟𝑥𝑦 Intepretasi
0,00 - < 0,20 Hubungan sangat lemah (diabaikan, dianggap tidak ada)
≥ 0,20 - < 0,40 Hubungan rendah
≥ 0,40 - < 0,70 Hubungan sedang/cukup
≥ 0,70 - < 0,90 Hubungan kuat/tinggi
≥ 0,90 - < 1,00 Hubungan sangat kuat/tinggi
Sumber : JP. Guilford, Fundamental Statistic in Psychology and Education
Berdasarkan pengujian yang telah disajikan dalam tabel uji reliabilitas
pada masing-masing variabel didapatkan hasil yaitu metode penyuluhan sebesar
0,73 yang termasuk ke dalam golongan realibilitas tinggi, pengetahuan petani
0,71 termasuk dalam realibilitas tinggi dan adopsi inovasi 0,71 termasuk ke
dalam tingkat realibitas tinggi, sehingga kuesioner dapat dikatakan reliable.
Lampiran 4
Skor Harapan Pengetahuan Tentang Sistem Tanam Legowo
No. Pengetahuan Skor
A. Pola Budidaya Sistem Legowo
1
Cara tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanam yang diselingi oleh
beberapa baris kosong 20
2 Bibit padi dipindahkan dari persemaian pada saat usia 21 hari 13
3 Pupuk urea merupakan pupuk yang mudah larut didalam air 13
4 Pemupukan padi menggunakan cara sebar bertujuan untuk pupuk yang diberikan merata disawah 3
5 Pemupukan dasar tanaman padi menggunakan pupuk NPK (Pupuk Kujang) 3
6
Memberantas tikus dapat dilakukan dengan cara klerat, pengasapan dan pembersihan rumput-rumput di sekitar lubang
tikus 3
7 Penyiangan tanaman padi dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung 13
8 Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman padi berusia 14 hari setelah tanam. 13
9 Tanaman padi diganggu hama tikus pada usia diatas 30 hari setelah tanam 13
10 Pemupukan pertama dilakukan saat tanaman padi berusia 15 hari setelah tanam. 13
11 Pemupukan kedua dilakukan saat tanaman padi berusia 45 hari setelah tanam 3
Total Skor Harapan 110
Lampiran 5
Skor Harapan Adopsi Sistem Legowo
No. Tindakan Skor
A. Perencanaan & cara tanam
1 Menggunakan jarak tanam sistem legowo 16
2 Menggunakan tali plastik sebagai alat garis tanam 2
3 Menggunakan bibit pada usia 21 HST 10
4 Pemupukan dasar sebelum dilakukan persemaian dengan pupuk organik. 10
5 Pemupukan dasar sebelum dilakukan persemaian dengan pupuk urea. 2
6 Pemupukan pertama diberikan saat padi berumur 15 hari setelah tanam 10
7 Pemupukan kedua diberikan saat padi berumur 45 hari setelah tanam 2
Melakukan penyiangan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung
8 Penyiangan pertama dilakukan 14 hari setelah tanam berlangsung 10
9 Penyiangan kedua dilakukan 42 hari setelah tanam berlangsung 10
Total Skor Harapan 72
Lampiran 8