Post on 16-Apr-2017
1
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan formal dinyatakan sebagai
salah satu kualifikasi pendidik. Konselor memiliki keunikan konteks tugas dan
ekspektasi kinerja. Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang
bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan
keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera.
Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli bimbingan
dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif suka rela, sikap empatik,
menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli dengan selalu
mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan. Namun
Dalam kaitan dengan ekspektasi kinerja, konselor tidak sama dengan kinerja
guru. Konselor bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks dengan mengajar
yang layaknya dilakukan oleh guru sebagai bahan pembelajaran studi melainkan
layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik.
Espektasi konselor yang semakin rancu dengan espektasi guru di sekolah
dimana seperti diketahui ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan
materi pembelajaran sebagai konteks layanan, dengan ekspektasi kinerja guru
yang menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan, yang sudah
terjadi sejak tahun 1995 melalui penerbitan Seri Pemandu Pelaksanaan Layanan
Bimbingan dan Konseling di Sekolah (1995) dengan mengacu kepada berbagai
peraturan termasuk Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Untuk itu penulis mencoba mengkaji mengenai ekspektasi kinerja konselor di
pendidikan formal sehingga dapat menjadi referensi dalam melaksanakan tugas
konselor di jenjang pendidikan formal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
2
1. Apa perbedaan kinerja konselor di setiap jenjang pendidikan formal?
2. Bagaimana ekspektasi kinerja konselor dalam jalur pendidikan formal
berdasarkan pada ketetapan ABKIN?
3. Apa Kualifikasi Akademik Konselor itu?
4. Sebutkan macam-macam kompetensi konselor profesional di jenjang
pendidikan formal?
C. Tujuan
Berdasarkan uraian pada rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas,
maka tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan kinerja konselor di setiap jenjang pendidikan
formal.
2. Untuk mengetahui ekspektasi kinerja konselor dalam jalur pendidikan
formal berdasarkan pada ketetapan ABKIN.
3. Untuk mengetahui kualifikasi konselor di pendidikan formal.
4. Untuk mengetahui macam-macam kompetensi konselor profesional di
jenjang pendidikan formal.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perbedaan Kinerja Konselor Di Jenjang Pendidikan Formal.
Ada banyak definisi yang dibuat oleh para ahli tentang pengertian
penyuluhan ( wawancara penyuluhan atau konseling) salah satunya dari bernard
dan fullmer (1965) dalam buku dasar-dasar bimbingan dan konseling bahwa
konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan
kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan
membantu individu yang bersangkutan untuk mengepresiasikan ketiga hal
tersebut, sehingga dapat diberikan pengertian tentang penyuluhan sebagai berikut:
penyuluhan atau konseling adalah pertemuan langsung antara dua individu,
dimana individu tersebut dibantu dalam mengatasi masalah yang ia dihadapi
dengan potensinya seoptimal mungkin. Tujuan akhir dari konseling di sekolah
adalah dalam rangka bimbingan, artinya agar siswa tersebut mampu mencapai
tujuan pendidikan seoptimal mungkin. Ada dua cara dalam memecahkan masalah
yaitu dengan:
1. Menyesuaikan diri dengan situasi. (wawancara konseling untuk penyesuaian).
2. Memilih atau mengambil keputusan (wawancara konseling untuk mengambil
suatu keputusan).
Konselor sekolah adalah penyelenggara kegiatan BK di sekolah Istilah
konselor secara resmi digunakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
dengan menyatakan “konselor adalah pendidik”. Pendidik merupakan tenaga
professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi. Semua pendidik, termasuk di dalamnya konselor
melakukan kegiatan pembelajaran, penilaian, pembimbingan. Sebagaimana telah
diutarakan di atas, sebagai seorang pendidik konselor adalah tenaga profesional
yang bertugas:
1. merencanakan menyelenggarakan proses pembelajaran.
4
2. menilai hasil pembelajaraan.
3. Melakukan pembimbingan dan pelatihan. Arah pelaksanaan pembelajaran
yang dimaksud adalah melaksanakan pelayanan BK berupa berbagai jenis
layanan dan kegiatan pendukung serta berbagai keterkaitannya.
Konselor sekolah adalah konselor yang mempunyai tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan BK terhadap sejumlah
peserta didik. Pelayanan BK di sekolah merupakan kegiatan untuk membantu
siswa dalam upaya menemukan dirinya, penyesuaian terhadap lingkungan serta
dapat merencanakan masa depannya. Prayitno (1997) menyebutkan bahwa pada
hakikatnya pelaksanaan BK di sekolah untuk mencapai tri sukses, yaitu: sukses
bidang akdemik, sukses dalam persiapan karir dan sukses dalam hubungan
kemasyarakatan. Tugas konselor sekolah adalah mengenal siswa dengan berbagai
karakteristiknya, melaksanakan konseling perorangan, bimbingan dan konseling
kelompok, melaksanakan bimbingan karir termasuk informasi pendidikan dan
karir, penempatan, tindak lanjut dan konsultasi dengan konselor, semua personil
sekolah, orang tua, siswa, kelompok dan masyarakat.
Secara umum tugas konselor sekolah adalah bertanggung jawab
untuk membimbing peserta didik secara individual sehingga memiliki kepribadian
yang matang dan mengenal potensi dirinya secara menyeluruh. Dengan demikian
diharapkan siswa tersebut mampu membuat keputusan terbaik untuk dirinya, baik
dalam memecahkan masalah mereka sendiri maupun dalam menetapkan karir
mereka dimasa yang akan datang ketika individu tersebut terjun di masyarakat.
a. Teori Konseling Kognitif
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh persepsi seseorang dalam
memahami situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar. Salah satu teori yang
penting yaitu menggunakan teori belajar kognitif. Teori belajar kognitif
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur sehingga keterlibatan peserta
didik yang aktif sangat dipentingkan dalam proses belajar.
Dengan mengamati keaktifan peserta didik , pendidik sebagai pengelola
proses belajar dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam
5
proses berpikirnya. Anak usia dini akan belajar dengan baik, jika menggunakan
benda-benda kongkrit untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar.
Pada akhirnya, belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar
menghafal. Agar lebih bermakna, informasi yang masih baru harus disesuaikan
dan dihubungkan dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik sebelumnya.
Mengingat pentingnya tujuan belajar dalam suatu proses pembelajaran,
maka pendidik harus mampu memilih dan menentukan teori yang tepat untuk
diterapkan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Teori yang dipilih
harus sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dalam berpikir dan
pengembangan kreatifitas. Teori kognitif dirancang agar dapat mengimbangkan
daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia.
Teori Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss
yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam
lapangan psikolog perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan
konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat
merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep
yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan
diperolehnya schemata skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi
lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh
cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Menurut teori ini,
belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan
pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk
struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi
pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa.
Prinsip kognitif banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada
perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu
apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
6
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya
menghafal tanpa pengertian penyajian
anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-
benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, memperhatian perbedaan
individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Diantara para pakar kognitif terdapat 3 pakar terkenal yaitu Piaget, Bruner
dan Ausubel. Ketiga tokoh aliran kognitif diatas secara umum memiliki
pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam
belajar.
Menurut piaget kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap
perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimililasi,
akomodasi dan equilibrasi.
Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara
seseorang mengatur pesan atau informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Proses
belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
Sementara itu ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika
seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan
pengetahuan baru. Proses ini akan terjadi melaluui tahap-tahap memperhatikan
stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi
yang sudah dipahami.
Dari pemahaman diatas maka langkah-langkah pembelajaran yang
dikemukakan oleh masing-masing tokoh berbeda. Secara garis besar langkah-
langkah pembelajaran yang dimaksud adalah dalam kegiatan pembelajaran, dan
keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan
meningkatkan pretense belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
b. Teori Konseling Client Centered
Teori ini muncul sebagai serangan terhadap konsep yang dikembangkan
oleh pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud dan teori Behavioral yang
memandang manusia lebih bersifat patalisme dan mekanisme. Tokoh utama teori
Client-Centered ini adalah Carl Rogers. Teori ini memandang bahwa manusia
7
memiliki pengalaman subjektifnya sendiri dan harus bersandar pada pengalaman
yang realistis.
Pada dasarnya mnusia bersifat kooperatif dan konstruktif sehingga tidak
perlu diadakan pengendalian terhadap dorongan-dorongan agresifnya. Manusia
mampu mengetahui semua apa yang baik untuk dirinya tanpa pengaruh dari luar.
Konsep-konsep kunci dalam teori ini yaitu:
a. Client-centered didasari oleh munculnya konsep diri (self-concept), aktualisasi
diri (self-actualization) teori kepribadian dan hakikat kecemasan,
b. Klien mempunyai potensi untuk menyadari terhadap masalah dan memahami
cara untuk mengatasinya serta mempunyai kapasitas untuk mengarahkan
dirinya sendiri (self-direction)
c. Kesehatan mental (mental-health) merupakan kesesuaian (congruensi) dari jati
diri yang ideal (ideal-self) dengan jati diri yang nyata (actual-self)
tujuan teori ini adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif dan
menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi diri, bagi usaha
membantu siswa untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Untuk
mencapai tujuan tersebut, terapis perlu mengusahakan agar siswa dapat
memahami hal-hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya, yaitu:
a. Menciptakan kondisi yang konektif untuk dapat memaksimalkan kesadaran
diri (self- awarness) dan pertumbuhan.
b. Mereduksi berbagai hambatan terhdap aktualisasi potensi diri serta membantu
klien untuk menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan
kesadaran diri yang harus juga membantunya agar bebas dan
bertanggungjawab atas arah dan kehidupannya.
Teori client centered ini telah banyak memberikan kontribusi signifikan
terhadap perkembangan teori-teori selanjutnya yang sangat menghargai dan
memahami berbagai dimensi kemanusiaan. Teori yang dikembangkan Carl
Rogers ini secara historis merupakan teori pertama yang menyentuh dimensi
emosional dan rasional manusia. Karena orientasinya yang sangat komprehensif,
berkaitan dengan dimensi emosional, rasional dan afektif. Sejalan dengan teori
client-centered yang menekankan bahwa dalam menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi siswa sangat ditentukan oleh siswa yang bersangkutan, sedang
8
seorang konselor hanya bersifat fasilitator dan dapat dijadikan dasar/ pedoman
dalam menanggulangi gejala-gejala penyimpangan remaja tersebut.
c. Teori Konseling Behavioral
Teori konseling behavioral lebih memusatkan diri pada pengubahan
perilaku nyata. Perilaku manusia yang tidak tepat dapat dilatih dan dikontrol serta
dimanipulasi sesuai harapan. Tokoh utama teori ini adalah D. Krumboltz,
Hosford, Bandura dan Wolpe.
Dalam pandangan teori ini, manusia adalah yang memprodusir dan produk
dari lungkungannya (Bandura, 1986). Sedang Surya (1988) menyatakan bahwa
teori ini memandang bahwa lingkungan memberi pengaruh cukup kuat pada diri
individu dan sangat sedikit berperan dalam menentukan dirinya. Teori ini
menolak pendapat bahwa perilaku manusia merupkan dorongan dasar (seperti
yang telah dijelaskan Freud). Karena menurut teori konseling behavioral, perilaku
manusia adalah hasil belajar sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
Konsep teori behavioral menurut Moh. Surya (1988) yaitu:
a. Perilaku manusia dapat dipahami karena dapat diubah, dan masalah klien
dianggap masalah belajar dalam proses belajar yang salah.
b. Perubahan spesifik terhadap lingkungan pribadi dapat menolong perubahan
perilaku yang relevan.
c. Prosedur konseling dapat dikembangkan melalui prinsip-prinsip belajar
(missal: reinforcemen dan social-modeling).
d. Perubahan perilaku siswa diluar wawancara adalah indikator keefektifan
(hasil konseling).
e. Pada hakikatnya, konseling behavioral proses logis berdasarkan prinsip-
prinsip belajar.
f. Prosedur konseling tidak statis, tetapi secara khusus dirancang untuk
membantu klien mengatasi masalahnya.
tujuan teori konseling ini pada hakikatnya tidak sama untuk setiap siswa,
tetapi disesuaikan dengan masalah yang dihadapinya. Secara umum, tujuan
9
konseling behavioral adalah untuk membantu siswa memperbaiki pola perilaku
salah, belajar membuat keputusan, dan mencegah timbulnya berbagai masalah.
Proses dan langkah-langkah yang dapat ditempuh teori behavioristik ini yaitu:
1). Menganalis dan merumuskan masalah siswa dalam bentuk unit tingkah laku
yang mengganggu
2). Merumuskan tujuan-tujuan khusus dalam rangka mengubah perilaku dengan
menerapkan teknik yang tepat
Konseling behavioristik merupakan proses pembelajaran siswa untuk
memperoleh pola-pola perilaku poitif dalam memecahkan berbagai masalah
interpersonal, emosional, maupun psikologis. serta dalam mengambil keputusan-
keputusan tertentu, harus ada peranan antara klien dan konselor serta menyadari
situasi belajar yang dijalaninya.
Adapun teknik-teknik konseling (Surya, 1988) yang biasa dilakukan antara
lain: desentisasi model, restrukturing kognitif, penghentian pikiran, latihan
ketegasan, latihan keterampilan social, program manajemen diri, pengulangan
perilaku, latihan khusus, teknik terapi multimodal, dan tugas-tugas pekerjaan
rumah.
Dalam proses konselingnya, Konseling Behavioristik lebih mudah
diaplikasikan karena lebih rinci dan sisitematis, hasil mudah diukur dan
dirumuskan dalam perilaku nyata, serta memiliki beragam variasi teknik sehingga
banyak alternatif untuk berbagai masalah yang dihadapinya.
Salah satu prinsip behavioral yaitu menekankan proses tingkah laku
individu yang dimanipulasi melalui belajar. Untuk itu, seorang konselor harus
menempatkannya ke dalam posisi perilaku yang dapat diubah melalui penciptaan
kondisi seseorang yang kondusif (factor lingkungan sangat berpengaruh). Namun,
pandangan optimistik terhadap lingkungan, tidak sealu dianggap sebagai satu-
satunya cara penyelesaian masalah, karena pada kenyataanya, faktor lingkungan
memiliki keterbatasan yaitu hanya mengantarkan konselor dalam kondisi
pemecahan masalah yang bersifat instrumen (suplementer).
Demi berhasilnya proses konseling, pihak konselor harus memiliki sikap
dasar konseling, sikap peka, sikap sabar, sikap mau mentaati kode etik bimbingan,
10
disamping itu diharapkan seorang konselor di sekolah memiliki pengetahuan yang
luas dan terampil dalam berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal.
Kinerja konselor tidak sama dengan kinerja guru, yang keduanya
merupakan pendidik yang diperjelas dengan pengertian pendidik berdasarkan
dalam Pasal 1 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun
2003, yang menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Terkait dengan penjelasan
diatas maka, SK Mendikbud No. 25/O/1995 yang merujuk kepada SK Menpan
No. 84/1993 menegaskan adanya empat jenis guru, yaitu:
1. Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar seluruh mata pelajaran di
kelas tertentu di TK, SD, SDLB dan SLB tingkat dasar, kecuali mata pelajaran
pendidikan jasmani dan kesehatan serta agama.
2. Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar pada satu mata
pelajaran tertentu di sekolah.
3. Guru praktik adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar pada kegiatan praktek di
sekolah kejuruan atau balai latihan pendidikan teknik.
4. Guru pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling
terhadap sejumlah peserta didik.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa guru merupakan pengajar dan
pendidik yang mempunyai tugas dan metode- metode untuk mendidik siswanya
agar dapat memahami mata pelajaran yang di sampaikan oleh guru tersebut.
Perbedaan rentang usia peserta didik pada setiap jenjang pendidikan bisa
memicu timbulnya kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling yang berbeda-
beda. Sebagaimana ditegaskan Van Riper (1971) dalam buku pengantar konseling
dan psikiater, bahwa para siswa setaraf SMP menganggap konselor membantu
para siswa dalam perencanaan pendidikan dan sedikit banyak juga masalah lain
11
yang dihadapi siswa di sekolah. Dari penjelasan tersebut kami bisa menyimpulkan
bahwa bimbingan atau guidance adalah Proses pemberian bantuan (process of
helping) kepada individu agar mampu memahami dan menerima diri dan
lingkungannya, mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara positif dan
konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan ( agama dan budaya) sehingga
mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia, baik secara personal maupun
sosial). Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan
suatu wilayah. perbedaan yang lebih signifikan juga tampak pada sisi lain, seperti
misalnya di Taman Kanak-kanak sebagian besar tugas konselor ditangani oleh
guru kelas taman kanak-kanak tersebut. Sedangkan di jenjang sekolah dasar
meskipun memang ada permasalahan, namun belum terlalu perlu adanya seorang
konselor. sebagaimana yang diperlukan di jenjang sekolah menengah. Berikut ini
digambarkan secara umum perbedaan ciri khas ekspektasi kinerja konselor di
setiap jenjang pendidikan.
a. Satuan Pendidikan Di Taman Kanak-kanak (TK)
Kesulitan belajar menurut Clement dalam Weiner (2003) adalah kondisi
dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata- rata atau diatas rata – rata
namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan
dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori serta
pemusatan perhatian, penguasaan diri dan fungsi integrasi sensori motorik.
Jadi dari yang dijelaskan di atas maka kami bisa menyimpulkan apabila
belajar adalah kebutuhan hidup yang dengannya manusia bisa menjadi manusia
mandiri, karena itulah orang seharusnya bisa belajar dimanapun mereka
menemukan sesuatu yang pantas, yang menarik atau yang yang berguna untuk
dipelajari , jadi untuk mencapai suatu prestasi diperlukan semangat untuk belajar.
Kemampuan untuk belajar calistung berkembang bersama dengan proses
pematangan kepribadian dan kecerdasan secara keseluruhan. Kesulitan belajar
sering terjadi karena anak tidak/ belum memiliki taraf kematangan yang
diperlukan untuk sipa belajar.
Anak yang terlalu kecil (TK) masih belum mampu untuk menerima pelajaran
seperti di SD. Mereka tidak dapat duduk tenang terlalu lama (konsentrasi) dan
12
melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas, baginya tugas yang monoton
sangat menjemukan dan tidak menarik. Sebenarnya melalui perkembangan yang
wajar anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut..Ada anak yang lebih
cepat sampai pada taraf siap belajar, ada anak yang lambat (seharusnya guru TK
memahami tentang kecerdasan majemuk/ multiple intelegensi) batas usia mereka
antara 4 – 6 tahun.
Bila pelajaran disekolah (TK) terlalu dipaksa pada anak yang belum siap,
mereka akan mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan berkenaan dengan
belajar, untuk mencegah hal ini jangan mengajari anak dengan secara paksa, anak
bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar mengajar , metode yang
diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/ metode, jangan hanya
mengejar target prestasi sekolah (dianggap sebagai sekolah unggulan karena
semua muridnya sudah bisa membaca, menulis dan berhitung) tetapi pikirkan juga
target prestasi yang mampu dicapai anak didik.
Untuk menghindari atau meminimalkan terjadinya kesulitan belajar pada
anak, maka para orang tua perlu memperhatikan sekolah/ TK ketika akan
memasukkan anaknya untuk sekolah, pilihlah sekolah /TK yang sistem
pengajarannya memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
1. TK yang pembelajarannya harus berorientasi ada perkembangan anak.
2. TK yang pembelajarannya berorientasi pada kebutuhan anak
3. Tk yang mempunyai prinsip bermain sambil belajar, belajar seraya bermain
4. Stimulasi terpadu
5. Mengembangkan kecakapan Hidup (Life Skill)
6. Menggunakan berbagai media/ sumber belajar
7. Lingkungan TK yang kondusif, lingkungan pembelajaran harus diciptakan
sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga anak betah dalam lingkungan
sekolah baik didalam/ di luar kelas.
8.Pembelajaran Aktif , Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan
b. Satuan pendidikan Di SD/MI/SDLB
1. Penyelenggara layanan bimbingan dan konseling di SD/MI/SDLB adalah
konselor atau guru bimbingan dan konseling.
13
2. Pada satu SD/MI/SDLB atau gugus/sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat
konselor atau guru Bimbingan dan Konseling untuk menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling.
3. Konselor atau guru bimbingan dan konseling dapat bekerja sama dengan
guru kelas dalam membantu tercapainya perkembangan peserta
didik/konseli dalam bidang layanan pribadi, sosial, belajar, dan karir secara
utuh dan optimal.
c. Satuan pendidikan Di SMP/Mts/SMPLB
1. Penyelenggara layanan bimbingan dan konseling di SMP/Mts/SMPLB
adalah Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.
2. Setiap satuan pendidikan di SMP/Mts/SMPLB diangkat sejumlah Konselor
atau Guru Bimbingan dan Konseling dengan rasio 1:(150-160) (satu
konselor atau guru bimbingan dan konseling melayani 150-160 orang
peserta didik/konseli).
3. Setiap SMP/MTs/SMPLB diangkat koordinator bimbingan dan konseling
yang berlatar belakang Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan
dan konseling dan telah lulus pendidikan profesi Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor.
d. Satuan pendidikan Di SMA/MA/SMALB, SMK/MAK
1. Penyelenggara layanan bimbingan dan konseling di MA/MA/SMALB/SMK
/MAK adalah konselor atau guru bimbingan dan konseling.
2. Setiap satuan pendidikan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK diangkat sejumlah
konselor atau guru bimbingan dan konseling dengan rasio 1:(150-160) (satu
konselor atau guru bimbingan dan konseling melayani 150-160 orang
peserta didik/konseli).
3. Setiap Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK, diangkat
koordinator bimbingan dan konseling yang berlatar belakang minimal
Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah
lulus pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling/konselor; atau
minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling.
14
e. Setiap satuan pendidikan Di Perguruan Tinggi
Meskipun secara struktural posisi konselor Perguruan Tinggi belum
tercantum dalam sistem pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling
dalam rangka men-support perkembangan personal, sosial akademik, dan karier
mahasiswa dibutuhkan. Sama dengan konselor pada jenjang pendidikan Taman
Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan kurikulum pelayanan dasar bimbingan dan konseling,
individual student planning, responsive services, serta system support. Namun,
alokasi waktu konselor perguruan tinggi lebih banyak pada pemberian bantuan
individual student career planning dan penyelenggaraan responsive services.
Sesetiap perguruan tinggi menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling
melalui suatu unit yang ditetapkan pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan.
Konselor sekolah di semua tingkat membantu siswa untuk memahami dan
menangani masalah-masalah sosial, perilaku, dan pribadi. konselor menekankan
pencegahan dan pengembangan untuk meningkatkan pertumbuhan pribadi, sosial,
dan akademis siswa serta untuk melengkapi siswa dengan kecakapan hidup yang
diperlukan untuk menangani masalah. Konselor menyediakan layanan khusus,
termasuk program pencegahan alkohol dan obat-obatan dan resolusi
konflik. Konselor juga mencoba untuk mengidentifikasi kasus-kasus kekerasan
rumah tangga dan masalah keluarga lainnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan siswa.
Konselor berinteraksi dengan siswa secara individu, dalam kelompok kecil,
atau sebagai seluruh kelas. Mereka berkonsultasi dan bekerja sama dengan orang
tua, guru, administrator sekolah, psikolog sekolah, profesional medis, dan pekerja
sosial untuk mengembangkan dan menerapkan strategi untuk membantu siswa
berhasil.
B. Ekspektasi Kinerja Konselor Dalam Jalur Pendidikan Formal Menurut
ABKIN
Ekspektasi kinerja lulusan program pendidikan profesional termasuk
lulusan Program Pendidikan Profesional Konselor, Dengan kata lain,
profesionalisasi suatu bidang layanan ahli termasuk layanan ahli di bidang
15
bimbingan dan konseling menandakan adanya pengakuan dari masyarakat dan
pemerintah bahwa kegiatannya merupakan layanan unik yang didasarkan atas
keahlian yang perlu dipelajari secara sistematis dan bersungguh-sungguh serta
memakan waktu yang cukup panjang, sehingga konselornya diberikan
penghargaan yang layak, dan untuk melindungi kepentingan pemakai layanan,
otoritas publik dan organisasi profesi, dengan dibantu oleh masyarakat khususnya
pemakai layanan, wajib menjaga agar hanya konselor layanan ahli yang kompeten
yang mengedepankan kepentingan pemakai layanan, yang diizinkan
menyelenggarakan layanan ahli kepada masyarakat (ABKIN: 2008).
Pada gilirannya ini, berarti secara konseptual terapan layanan ahli
termasuk layanan ahli bimbingan dan konseling itu selalu merupakan seni yang
berpijak pada landasan akademik yang kokoh (Gage,1978). Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan kerangka pikir seni yang berbasis penguasaan
akademik yang kokoh atau seni yang berbasis saintifik ini penting digaris bawahi
karena dalam penyelenggaraan layanan ahli di setiap bidang perbantuan atau
pemfasilitasian. Seorang konselor layanan ahli, tidak terkecuali konselor, selalu
berpikir dan bertindak dalam bingkai filosofik yang khas yang dibangunnya
sendiri dengan mengintegrasikan apa yang diketahui dari hasil penelitian dan
pendapat ahli dalam kawasaan keahliannya itu dengan apa yang dikehendaki oleh
dirinya yang bisa sejalan akan tetapi juga bisa tidak sejalan dengan yang
dikehendaki oleh masyarakat (pilihan nilai). Bingkai filosofik ini akan
membentuk suatu wawasan yang selalu mewarnai cara seorang konselor melihat
dirinya, melihat tugasnya, melihat konseli yang hendak dilayaninya, pendeknya
cara seorang konselor melihat dunianya (Corey, 2001). Akan tetapi disamping
kesamaannya itu, juga terdapat ciri khas dari setiap tahapan kontekstual setiap
bidang layanan ahli tersebut sehingga, meskipun sebagai kemampuan, sosoknya
sama yaitu mengedepankan kepentingan pengguna layanan, akan tetapi berbeda
dari segi rujukan normatif yang digunakan sehingga bersifat khas untuk setiap
konteks layanan ahli. Sebagai perbandingan, karena mengemban misi yang
berbeda, kiprah seorang konselor yang melayani konseli normal dan sehat,
menggunakan rujukan “layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan”,
sesuai dengan tuntutan realisasi diri (self realization) konseli melalui fasilitasi
16
perkembangan kapasitasnya secara maksimal, sedangkan seorang guru yang
menggunakan mata pelajaran sebagai konteks terapan layanannya, menggunakan
rujukan normatif “pembelajaran yang mendidik” yang terfokus pada layanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhan peserta didik dalam proses
pembudayaan sepanjang hayat dalam suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, dialogis, dan dinamis menuju pencapaian tujuan utuh pendidikan.
C. Kualifikasi Akademik Konselor
Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas dalam bidang bimbingan dan
konseling, yaitu unjuk kerja konselor secara baik para (calon) konselor dituntut
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memadai. Pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tersebut diperoleh melalui pendidikan khusus. Untuk
pelayanan professional bimbingan dan konseling yang didasarkan pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu, maka pengetahuan, sikap, dan keterampilan
konselor yang akan ditugaskan pada sekolah tertentu itu perlu disesuaikan dengan
berbagai tuntutan dan kondisi sasaran layanan, termasuk umur, tingkat
pendidikan, dan tahap perkembangan anak.
Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008,
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, telah membahas
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kualitas seorang pembimbing atau
konselor di sekolah. Keberadaan konselor dalam system pendidikan nasional
dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi
guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU
No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Masing-masing kualifikasi pendidik,
termasuk konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja.
Standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor dikembangkan dan
dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan
ekspektasi kinerja konselor.
Secara umum dikenal dua tipe petugas bimbingan dan konseling di
sekolah dan madrasah; yaitu tipe professional dan nonprofessional. Petugas
bimbingan dan konseling professional adalah mereka yang direkrut atau diangkat
atas dasar kepemilikan ijazah atau latar belakang pendidikan profesi dan
17
melaksanakan tugas khusus sebagai guru BK (tidak mengajar). Petugas bimbingan
dan konseling professional rekrut atau diangkat sesuai klasifikasi keilmuannya
dan latar belakang pendidikan seperti diploma II, III atau Sarjana Starata Satu
(S1), S2 dan S3 jurusan bimbingan dan konseling. Petugas bimbingan
professional mencurahkan sepenuh waktunya pada pelayanan bimbingan dan
konseling (tidak mengajarkamn materi pelajaran). Sedangkan tugas BK
nonprofessional mereka yang dipilih dan diangkat tidak berdasarkan keilmuan
atau latar belakang pendidikan profesi.
Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan
mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan
keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera,
dan peduli kemaslahatan umum. Pelayanan dimaksud adalah pelayanan
bimbingan dan konseling. Konselor adalah pengampu pelayanan ahli bimbingan
dan konseling, terutama dalam jalur pendidikan formal dan non formal.
Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan
pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling
dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan bagi
individu yang menerima pelayanan profesi bimbingan dan konseling disebut
konseli, dan pelayanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dan
nonformal diselenggarakan oleh konselor. Kualifikasi akademik konselor dalam
satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal adalah:
a. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
b. Berpendidikan profesi konselor.
D. Kompetensi Konselor
Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan
dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan
ekspektasi kinerja konselor. Namun bila ditata ke dalam empat kompetensi
pendidik sebagaimana tertuang dalam PP 19/2005, maka rumusan kompetensi
akademik dan profesional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional
18
1. Kompetensi Pedagogik
a. Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya
b. Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran
c. Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan
2. Kompetensi Kepribadian
a. Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa,
jujur, sabar, ramah, dan konsisten)
b. Menampilkan emosi yang stabil.
c. Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan.
d. Menampilkan toleransi tinggi terhadap individu yang menghadapi stres dan
frustasi.
3. Kompetensi Profesional
a. Menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan
bimbingan dan konseling.
b. Menguasai dan mampu mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan
bimbingan dan konseling.
c. Menganalisis kebutuhan peserta didik.
4. Kompetensi Sosial
a. Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti
guru, orang tua, tenaga administrasi).
b. Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling.
c. Memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk
suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling.
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ekspektasi kinerja konselor tidak sama dengan kinerja guru, walaupun
keduanya merupakan pendidik yang terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003. Perbedaan yang paling
dominan adalah dimana Konselor tidak menggunakan materi pembelajaran
sebagai konteks layanan bimbingan dan koseling yang memandirikan, sedangkan
Guru menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan Pembelajaran
yang mendidik.
Ekspektasi kinerja konselor juga dibedakan atas jenjang pendidikan yang
dilayani pada pendidikan formal, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah, sampai pada Perguruan Tinggi yang masing-masing
memiliki kebutuhannya tersendiri.
Dalam membantu perkembangan siswa atau peserta didik untuk
mencapai pribadi yang utuh, produktif, dan berguna bagi manusia lain, merupakan
tugas utama dari seorang pendidik, termasuk didalamnya merupakan tugas
seorang konselor sekolah. Konselor mampu bekerja sama dengan rekan kerja,
unsur-unsur sekolah lainnya, tenaga professional lainnya, serta orang tua dalam
menangani siswa, dan mampu mengevaluasi program bimbingan dan konseling
sehingga memperoleh umpan balik yang mendukung pengembangan kearah yang
lebih baik sehingga menjadi manusia yang tahu keberadaan dan tujuan hidupnya.
B. SARAN
Penegasan ekspektasi kinerja konselor akan terwujud jika ada kesadaran
untuk melaksanakan ketentuan tentang kualifikasi akademik dan kompetensi
konselor sehingga layak dinamakan konselor profesional.
20
DAFTAR RUJUKAN
Mappiare, Andi. 1992. Pengantar Konseling Dan Psikiaterapi. Jakarta: Rajawali
Pers.
Prayitno dan Amti, Erman. 1994. Dasar – Dasar Bimbingan dan Konseling.
jakarta : Rineka Cipta.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2007. Penataan Pendidikan
Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Bandung: ABKIN.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Gage, NL. 1978. The Scientific Basis of the Art of Teaching. NewYork: Teachers
College Press.
Arjanto, Paul. 2011. Ekspektasi Kinerja Konselor Tidak Sama Dengan Guru.
(online) http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/konteks-tugasKonselor.
html/ , diakses tanggal 08 Oktober 2014.
Globespot. 2012. Pengertian Tindakan Preventif Represif Kuratif Beserta contoh
kasusnya. (online) http://globespotes.blogspot.com/2012/08/pengertian-
tindakan-preventif-represif.html. Diakses 09 Oktober 2014.
Phierda. 2012.layanan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah dasar (SD).
(Online) http://phierda.wordpress.com/2012/11/03/layanan-bk-di-sekolah-
dasar/. Diakses tanggal 09 Oktober 2014
Rambu-rambu penyelenggarakan pendidikan profesional konselor. 2012. Rambu-
rambu pendidikan konselor. (online) https:// www. scribd.Com/
doc/20001614. Diakses tanggal 10 Oktober 2014
21
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan. 2014. Lampiran Permendikbud no. 111
Tahun 2014. Tentang Penyelenggara layanan bimbingan dan konseling
dan pihak yang dilibatkan. Jakarta: Departemen pendidikan dan
kebudayaan.
Prayitno. 2008. Mengatasi Krisis Identitas Profesi Konselor. Padang: Tidak
Diterbitkan
Buku Naskah Akademik, Penataan pendidikan profesional Konselor dan layanan
bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan Formal, hal.136.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007.
Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam
Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Ruslan, Iyas. 2013. Pendekatan Dan Teknik Dalam Bimbingan Dan Konseling.
(online) http://iyus-ruslan.blogspot.com/2013/07/normal-0-false-false-
false-en-us-x-none. Diakses tanggal 28 November 2014
Listanti. 2011. Kualifikasi Pembimbing atau Konselor dan Kompetensi yang
Diharapkan Peserta Didik. (online) http://makalah-
listanti.blogspot.com/2011/12/kualifikasi-pembimbing-atau-konselor.
Diakses tanggal 28 November 2014
Susanto, Eko.2008. Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Konselor.
(online) https://eko13.wordpress.com/2008/03/18/standar-kualifikasi-
akademik. Diakses tanggal 28 November 2014