Post on 19-Jan-2016
2.7. Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh sangat diperlukan dalam penegakkan
diagnosis keganasan di hidung dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12 % keganasan di hidung
dan sinus paranasal stadium awal bersifat asimptomatis. Riwayat terpapar bahan-bahan kimia
karsinogen yang dihubungkan dengan pekerjaan atau lingkungan perlu diketahui untuk mencari
kemungkinan faktor resiko.1
Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta arah dan
perluasannya. Gejala yang dikeluhkan dapat dikategorikan sebagai berikut:1
a. Gejala nasal
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada sekret, sering sekret
yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang
hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena
mengandung jaringan nekrotik.1,7,13
b. Gejala orbital
Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan
bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.1,7,14
c. Gejala oral
Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di
prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah.
Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi
yang sakit telah dicabut.1,4,7
d. Gejala fasial
Perluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau
parestesia muka jika sudah mengenai nervus trigeminus.1,4,7
e. Gejala intrakranial
Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia
dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung ini
terjadi apabila tumor sudah menginvasi atau menembus basis cranii. Jika perluasan sampai ke
fossa kranii media maka saraf otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi
trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia daerah yang
dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis.1,4,7
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat asimetri
atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi
anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan pertanda tumor jinak sedangkan
permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas.
Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila.
Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor pada stadium
dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang
bermetastasis ke kelenjar leher.1
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Biopsi
Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan dibawah
mikroskop. Apusan sampel di ambil untuk mengevaluasi sel, jaringan, dan organ untuk
mendiagnosa penyakit. Ini merupakan salah satu cara untuk mengkonfirmasi diagnosis apakah
tumor tersebut jinak atau ganas. Untuk yang ukuran kecil, tumor dapat diangkat seluruhnya,
sedangkan untuk ukuran besar maka tumor hanya diambil sebagian untuk contoh pemeriksaan
tumor yang sudah diangkat.7
Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan cara seperti inilah yang dijadikan gold
standart atau diagnosis pasti suatu tumor. Bila hasilnya jinak, maka selesailah pengobatan tumor
tersebut, namun bila ganas atau kanker, maka ada tindakan pengobatan selanjutnya apakah
berupa operasi kembali atau diberikan kemoterapi atau radioterapi.7
b. Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi menggunakan alat endoskop yaitu berupa pipa fleksibel yang
ramping dan memiliki penerangan pada ujungnya sehingga dapat membantu untuk melihat area
sinonasal yang tidak dapat terjangkau dan terevaluasi dengan baik melalui pemeriksaan
rhinoskopi. Pemeriksaan endoskopi dapat merupakan pemeriksaan penunjang sekaligus dapat
berfungsi sebagai media biopsi dan juga terapi bedah pada tumor sinonasal yang jinak.7
c. Pemeriksaan X-ray
Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran seperti udara..
Tanda-tanda kanker pada pemeriksaan x-ray sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT
scan.7
Gambar 3. Foto polos kepala tampak kista didalam sinus maksilaris
d. Pemeriksaan CT - Scan
Gambar 4. CT Scan Sinus Paranasal menunjukkan sebuah tumor yang berbentuk lobus
tajam sehingga terjadi peningkatan di kedua rongga hidung yang dapat meluas ke sinus etmoid,
sinus sphenoid dan nasofaring. Lesi menonjol ke dalam orbit kiri dan kedua sinus maksilaris.
CT scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur tulang sinus paranasal.
Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang berat, neuropati
kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan gejala persisten setelah
pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan axial dan
coronal dengan kontras. CT scan merupakan pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang
traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai
tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan arteri karotis.3
e. Pemeriksaan MRI
MRI menggunakan medan magnet. Dipergunakan untuk membedakan daerah sekitar
tumor dengan jaringan lunak, membedakan sekret di dalam nasal yang tersumbat yang
menempati rongga nasal, menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan temuan imaging
pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI image
terdepan untuk mengevaluasi foramen rotundum, vidian canal, foramen ovale dan kanalis optik.
Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement signal berintensitas rendah yang normal
dari Meckel cave signal berintensitas tinggi dari lemak di dalam fossa pterygopalatine oleh
signal tumor yang mirip dengan otak.3,7
f. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)
PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan dalam tubuh. Sejumlah
kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh pasien. Zat ini diserap terutama oleh organ dan jaringan
yang menggunakan lebih banyak energi. Karena kanker cenderung menggunakan energi secara
aktif, sehingga menyerap lebih banyak zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini
untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh. Sering digunakan untuk keganasan kepala dan
leher untuk staging dan surveillance. 3,7
g. Staging
Sistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium kanker. Sistem TNM
didasarkan atas 3 kategori. Masing–masing kategori dibagi lagi menjadi subkategori untuk
melukiskan keadaan masing– masing pada T, N, dan M dengan memberi indeks angka dan
huruf, yaitu:
T = Tumor primer
a. Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4.
b. Indeks huruf : T1a, T1b, T1c, T2a, T2b, T3b, dst.
N = Nodus regional, metastase kelenjar limfe regional
a. Indeks angka : N0, N1, N2, dan N3.
b. Indeks huruf : N1a, N1b, N2a, N2b, dst.
M = Metastase jauh
Indeks angka saja : M0 dan M1.7
Tiap–tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti sendiri–sendiri untuk tiap jenis atau
tipe kanker, jadi arti indeks untuk kanker mamma tidak sama dengan kulit. Untuk satu jenis
kanker tertentu tidak semua indeks harus dipakai. Rinciannya sebagai berikut :
Penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal menurut American Joint
Committee on Cancer (AJCC) 2010, yaitu:
Sinus Maksillaris 3,7,12
Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi
dan destruksi tulang.
T2
Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga
palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding
posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid.
T3
Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus
maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial
orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis.
T4a
Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa
pterigoid, fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus
sfenoidalis atau frontal.
T4b
Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater,
otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi
maksilaris nervus trigeminal V2, nasofaring atau klivus.
Kavum Nasi dan Ethmoidal 3,7,12
Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa
invasi tulang
T2
Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor
meluas dan melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks,
dengan atau tanpa invasi tulang
T3Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus
maksilaris, palatum atau fossa kribriformis.
T4a
Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita,
kulit hidung atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis
anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal.
T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak,
fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari V2,
nasofaring atau klivus.
Kelenjar Getah Bening Regional (N) 3,7
Nx Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar
N0 Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 Pembesaran kelenjar ipsilateral ≤3 cm
N2
Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel
kelenjar ipsilateral <6 cm atau metastasis bilateral atau
kontralateral < 6 cm
N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm
N2bMetastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6
cm
N2cMetastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih
dari 6 cm
N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm
Metastasis Jauh (M) 3,7
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Stadium Tumor Ganas dan Sinus Paranasal 3,7
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
Iva T4a N0 M0
T4a N1 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N2 M0
T4a N2 M0
IVb T4b Semua N M0
Semua T N3 M0
IVc Semua T Semua N M1
2.8. Penatalaksanaan
Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis menggunakan
pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Setiap pasien menerima rencana pengobatan yang
disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan pengobatan utama untuk tumor sinus
paranasal meliputi:
2.8.1. Pembedahan
Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi bedah.
Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masing-masing tumor. Secara
umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini (T1-T2). Terkadang, pembedahan
dengan margin/batas yang luas tidak dapat dilakukan karena dekatnya lokasi tumor dengan
struktur-struktur penting pada daerah kepala, serta batas tumor yang tidak jelas. Radiasi post
operatif sangat dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada beberapa kasus
eksisi paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri yang hebat, ataupun
untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga orbita, serta untuk drainase sinus
paranasalis yang mengalami obstruksi. Jenis reseksi dan pendekatan bedah yang akan dilakukan
bergantung pada ukuran tumor dan letaknya/ekstensinya.4,7
Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan berbagai pendekatan bedah seperti
reseksi endoskopi nasal, transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral rhinotomy atau
kombinasi dari bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery). Tumor tahap lanjut mungkin
membutuhkan tindakan eksenterasi orbita, total ataupun parsial maksilektomi ataupun reseksi
anterior cranial base, dan kraniotomi. Maksilektomi kadang-kadang direkomendasikan untuk
tatalaksana kanker sinus paranasal, dan umumnya dapat menyelamatkan organ vital seperti mata
yang berada dekat dengan kanker sedangkan reseksi kraniofasial atau skull base surgery sering
direkomendasikan untuk keganasan pada sinus paranasal. Terapi ini mengharuskan untuk
membebaskan beberapa jaringan tambahan disamping dilakukannya maksilektomi. 1,7,13
Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah pasien dengan gangguan nutrsi,
adanya metastasis jauh, invasi tumor ganas ke fascia prevertebral, ke sinus kavernosus, dan
keterlibatan arteri karotis pada pasien-pasien dengan resiko tinggi, serta adanya invasi bilateral
tumor ke nervus optik dan chiasma optikum. Keuntungan dari pendekatan bedah endoskopik
adalah mencegah insisi pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan lamanya perawatan di
rumah sakit lebih singkat.4,13
Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat menyebabkan
kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan berbicara dan kesulitan menelan. Tujuan utama
dari rehabilitasi post pembedahan adalah penyembuhan luka, penyelamatan/preservasi dan
rekonstruksi dari bentuk wajah, restorasi pemisahan oronasal, hingga memfasilitasi kemampuan
berbicara, menelan, dan pemisahan kavum nasi dan kavum cranii.1,4,7
2.8.2. Radioterapi
Terapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang digunakan sendiri pada stadium I
dan II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap penyakit sebagai adjuvant
radioterapi (terapi radiasi yang diberikan setelah dilakukannya terapi utama seperti
pembedahan). Pada tahap awal kanker sinus paranasal, radioterapi dianggap sebagai terapi lokal
alternatif untuk operasi. Radioterapi melibatkan penggunaan energi tinggi, penetrasi sinar untuk
menghancurkan sel-sel kanker di zona yang akan diobati. Terapi radiasi juga digunakan untuk
terapi paliatif pada pasien dengan kanker tingkat lanjut. Jenis terapi radiasi yang diberikan dapat
berupa teleterapi (radiasi eksternal) maupun brachyterapi (radiasi internal). 2,9
2.8.3. Kemoterapi
Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain terapi
lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh adalah dengan
menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh tubuh) dalam bentuk suntikan
atau obat oral. Bentuk pengobatan ini disebut kemoterapi dan diberikan dalam siklus (setiap obat
atau kombinasi obat-obatan biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Tujuan
kemoterapi untuk terapi tumor sinonasal adalah sebagai terapi tambahan (baik sebagai adjuvant
maupun neoadjuvant), kombinasi dengan radioterapi (concomitant), ataupun sebagai terapi
paliatif. Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat tumor, mengurangi obstruksi, ataupun
untuk debulking pada lesi-lesi masif eksternal. Pemberian kemoterapi dengan radiasi diberikan
pada pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti pasien dengan hasil PA margin
tumor positif setelah dilakukan reseksi, penyebaran perineural, ataupun penyebaran
ekstrakapsular pada metastasis regional.4
2.9. Komplikasi
Komplikasi keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan rekonstruksi. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
a. Perdarahan
Untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior dan posterior dan arteri
sfenopalatina dapat dikauter atau diligasi.4
b. Kebocoran cairan otak
Cairan otak dapat bocor dekat dengan basis cranii. Tanda dan gejala yang terjadi
termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin dimulut, dan tanda halo. Perawatan konservatif
dengan tirah baring dan drainase lumbal dapat dilakukan selama 5 hari bersama
antibiotik. Jika gagal, harus dilakukan intervensi pembedahan.4
c. Epifora
Hal ini sering terjadi saat pembedahan disebabkan oleh obstruksi pada aliran traktus
lakrimalis. Endoskopik lanjutan dan tindakan dakriosisto rhinostomi mungkin perlu
dilakukan.4
d. Diplopia
Perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari komplikasi ini. Jika
terjadi diplopia, penggunaan kacamata prisma merupakan terapi yang paling sederhana.4
2.10. Prognosis
Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
prognosis keganasan pada sinonasal. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis
histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status
batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan banyak
lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang
tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini.1,3
Angka ketahanan hidup 5 tahun berdasarkan penelitian Patel dkk, low-grade neoplasma
seperti esthesioneuroblastoma 78%, adeno- karsinoma 52%, karsinoma sel skuamos 44%,
undifferentiated carcinoma 37%, serta mucosal melanoma 18%.4
Walaupun demikian, pengobatan multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik
dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar
75% untuk seluruh stadium tumor.1
BAB 3
KESIMPULAN
Karsinoma sinonasal adalah penyakit di mana sel-sel kanker ditemukan dalam jaringan
sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Pria terkena 1,5 kali lebih sering dibandingkan
wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun. Sekitar 60-70% dari
keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga hidung
sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sinus ethmoidal dengan minoritas sisa neoplasma
ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.3
Paparan asap hasil sisa industri, terutama debu kayu, merupakan faktor resiko utama
yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40
tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Pasien
dengan tumor sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis menggunakan pendekatan
holistik multidisiplin ilmu.4,7
Tingkat rata-rata ketahanan hidup bagi pasien dengan tumor sinus maksilaris sekitar 40%
selama 5 tahun. Tumor yang berada pada tahap awal memiliki angka kesembuhan hingga 80%.
Pasien dengan tumor yang dioperasi dan dilakukan terapi radiasi memiliki tingkat kelangsungan
hidup kurang dari 20%.3