Post on 10-Dec-2015
description
CASE REPORT
KOMA HIPOGLIKEMIA ET CAUSA LOW INTAKE PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
Dewi Sasmita Kumala Sari1 Jazil Karimi2
1Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab, Alamat: Jl. Riau Ujung no.73, Pekanbaru, E-mail: sasmitadewi66@yahoo.co.id
2Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
ABSTRAK
Pendahuluan : Pada penyandang diabetes melitus tipe I dan II, hipoglikemia merupakan suatu komplikasi yang kerap menghambat kontrol gula darah pada pasien, Hipoglikemia dapat menimbulkan suatu komplikasi yang ringan hingga berbahaya, dari adanya gejala otonom dan adrenergik hingga dapat mengakibatkan kematian.Selain pada penyandang diabetes melitus, hipoglikemia juga dapat terjadi pada non-diabetesi, meskipun kejadiannya tidak sesering pada diabetesi.Pengelolaan keadaan akut hipoglikemia menjadi penting dalam mengatasi morbiditas dan mortalitas terkait hipoglikemia.Laporan kasus :Tn. N usia 62 tahun, datang ke RSUD Arifin Achmad dengan penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. 5 jam SMRS pasien mengeluhkan badan lemas, kepala pusing, berkeringat dingin dan berdebar-debar. Pasien puasa dan mengatakan tidak nafsu makan sejak 2 minggu SMRS. Makan hanya sekali sehari dan tetap minum obat DM yaitu metformin 2 kali sehari dan glibenclamid 1 kali sehari. Pasien sudah menderita DM sejak 7 tahun yang lalu. Pemeriksaan umum didapatkan GCS 3 dengan GDS 34 mg/dl.Kesimpulan :Pasien didiagnosis koma hipoglikemia dengan diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi stage II, dimana terdapat penurunan kesadaran dan penurunan glukosa darah, dengan adanya gejala hipoglikemia sebelum pasien mengalami penurunan kesadaran dan keadaan membaik setelah pemberian dextrose 40%. Hipoglikemia merupakan komplikasi dari diabetes melitus dan pengobatannya.
1
CASE REPORT
PENDAHULUAN
Pada penyandang diabetes melitus
tipe I dan II, hipoglikemia merupakan suatu
komplikasi yang kerap menghambat kontrol
gula darah pada pasien. Risiko hipoglikemia
merupakan akibat dari belum sempurnanya
terapi medikamentosa dengan hipoglikemia
saat ini, meskipun faktor gaya hidup dan
pengetahuan juga tidak dapat dipungkiri
memegang peranan terjadinya hipoglikemia.
Hipoglikemia dapat menimbulkan
suatu komplikasi yang ringan hingga
berbahaya, dari adanya gejala otonom dan
adrenergik hingga dapat mengakibatkan
kematian. Selain pada penyandang diabetes
melitus, hipoglikemia juga dapat terjadi
pada non-diabetesi, meskipun kejadiannya
tidak sesering pada diabetesi. Pengelolaan
keadaan akut hipoglikemia menjadi penting
dalam mengatasi morbiditas dan mortalitas
terkait hipoglikemia.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan pada sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.1
2.1.2 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Klasifikasi berasarkan etiologi dapat
dilihat pada tabel 1 berikut :4
Tipe Destruksi sel beta, umumnya
menjurus ke defisiensi
insulin absolut
Autoimun
Idiopatik
Tipe
2
Bervariasi, mulai yang
dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin
Tipe
lain
Defek genetik fungsi
sel beta
Defek genetik kerja
insulin
Penyakit eksokrin
pancreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat
kimia
Infeksi
Sebab imunologi
yang jarang
Sindrom genetik lain
yang berkaitan
2
CASE REPORT
dengan DM
2.1.3 Diagnosis
Kriteria diagnosis DM dalam dilihat
dalam tabel 2 berikut:4
American Diabetes Association
(ADA) menganjurkan skrining DM
sebaiknya dilakukan terhadap orang yang
berusia 45 tahun ke atas dengan interval 3
tahun sekali.Interval ini dapat lebih pendek
pada pasien berisiko tinggi (terutama dengan
hipertensi dan dislipidemia). Kriteria
diagnosis DM menurut ADA 2010 dapat
dilihat pada tabel 3.5
Tabel 3. Kriteria Diagnosis DM Menurut
ADA 2010.5
Kriteria Diagnosis DM
1. HbA1C >6,5 %; atau
2. Kadar gula darah puasa >126
mg/dL; atau
3. Kadar gula darah 2 jam pp >200
mg/dL pada tes toleransi glukosa oral
yang dilakukan dengan 75 g glukosa
standar WHO)
4. Pasien dengan gejala klasik
hiperglikemia atau krisis
hiperglikemia dengan kadar gula
sewaktu >200 mg/dL
Hasil tes terhadap DM perlu diulang
untuk menyingkirkan kesalahan
laboratorium, kecuali diagnosis DM dibuat
berdasarkan keadaan klinis seperti pada
pasien dengan gejala klasik hiperglikemia
atau krisis hiperglikemia. Tes yang sama
dapat juga diulang untuk kepentingan
konfirmasi. Jika nilai dari kedua hasil tes
tersebut melampaui ambang diagnostik DM,
maka pasien tersebut dapat dipastikan
menderita DM. Namun, jika terdapat
ketidaksesuaian (diskordansi) pada hasil dari
kedua tes tersebut, maka tes yang
melampaui ambang diagnostik untuk DM
perlu diulang kembali dan diagnosis dibuat
berdasarkan hasil tes ulangan.5
Kadar glukosa darah sewaktu dan
glukosa darah puasa sebagai patokan
skrinning dapat dilihat pada tabel 3.4
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan
puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dL)4
3
CASE REPORT
Langkah-langkah diagnostik DM, dapat
dilihat pada gambar 1.4
Gambar 1. Langkah-langkah diagnosis
2.2 Hipoglikemia
2.2.1 Definisi
Hipoglikemia adalah kadar glukosa
darah di bawah kadar normal. Beberapa
penelitian melaporkan batas bawah glukosa
darah setelah puasa satu malam umumnya di
atas dari 50 mg/dl (2,8 mmol/L), namun ada
pula beberapa subyek yang kadar glukosa
darahnya di bawah 50 mg/dl.1 Menurut
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia,
seseorang dikatakan hipoglikemia apabila
kadar gula darah <60 mg/dl, atau kadar gula
darah <80 mg/dl disertai dengan gejala
klinis.2
Hipogliekmia dicirikan dengan trias
Whipple, yakni: (1) gejala yang konsisten
dengan hipoglikemia; (2) pengukuran gula
darah menunjukkan rendahnya kadar gula
darah; dan (3) perbaikan gejala setelah kadar
gula darah ditingkatkan. Adapun gejala yang
konsisten dengan hipoglikemia dalah gejala
neuroglikopenia (akibat sistem saraf pusat
kehabisan bahan bakar glukosa), serta gejala
neurogenik (otonom), termasuk di antaranya
gejala adrenergik dan kolinergik.3,5
Gejala neuroglikopenia antara lain
perubahan perilaku, kebingungan, fatigue,
sulit berbicara, gangguan viasual,
inkoordinasi, hingga kejang dan penurunan
kesadaran.1,3 Hipoglikemia yang persisten
dapat mengakibatkan kematian karena
kegagalan seluler metabolisme otak dan
seluruh tubuh mengakibatkan perubahan
ireversibel.
Gejala neurogenik otonom
adrenergik (diakibatkan pelepasan
norepinefrin dari neuron simpatetik
postganglionik serta medula adrenal)
menimbulkan gejala jantung berdebar-debar,
4
CASE REPORT
tremor, dan ansietas. Sementara itu gejala
kolinergik bermanifestasi kepada
berkeringat, lapar, dan parestesia.
.2.2 Klasifikasi
Secara klinis hipoglikemia akut
dapat dibagi menjadi hipoglikemia ringan,
sedang dan berat.6
Tabel 2.1 Klasifikasi klinis hipoglikemia
akut6
Ringan
Simtomatik, dapat diatasi
sendiri, tidak ada gangguan
aktivitas sehari-hari yang
nyata
Sedang
Simtomatik, dapat diatasi
sendiri, menimbulkan
gangguan aktivitas sehari-
hari yang nyata
Berat Sering (tidak selalu) tidak
simtomatik, karena
gangguan kognitif pasien
tidak mampu mengatasi
sendiri
- Membutuhkan
pihak ketiga tetapi
tidak perlu terapi
parenteral
- Membutuhkan
terapi parenteral,
seperti glukosa
intravena atau
glukagon intra
muskular
- Disertai dengan
koma atau kejang
American Diabetes Association
Workgroup on Hypoglycemia
mengklasifikasikan kejadian hipoglikemia
menjadi 5 kategori sebagai berikut:
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipoglikemia menurut
American Diabetes Association Workgroup
on Hypoglycemia7
Severe
hypoglycemia
Kejadian
hipoglikemia yang
membutuhkan
bantuan dari orang
lain untuk
mengkoreksi glukosa
darah
Documented
symptomatic
hypoglycemia
Kadar gula darah
plasma ≤ 70 mg/dl
disertai gejala klinis
hipoglikemia
Asymptomatic
hypoglycemia
Kadar gula darah
plasma ≤ 70 mg/dl
tanpa disertai gejala
klinis hipoglikemia
Probable
symptomatic
hypoglycemia
Gejala klinis
hipoglikemia tanpa
disertai pengukuran
kadar gula darah
plasma
5
CASE REPORT
Pseudo-
hypoglycemia
dimana orang dengan
diabetes muncul
salah satu gejala
yang khas
hipoglikemia dan
glukosa plasma
masih ≥ 70 mg/dl
2.2.3 Etiologi
Secara umum, hipoglikemia dapat
digolongkan menjadi dua, yakni
hipoglikemia pada diabetesi dan
hipoglikemia pada non-diabetesi. Namun
demikian klasifikasi etiologi utama dapat
mengklasifikasikan etiologi hipoglikemia
secara lebih baik.4
1. Obat-obatan, seperti insulin atau
perangsang sekresi insulin (insulin
secretagogue), alkohol, obat lain
(selain obat hipoglikemik oral,
seperti gatifloxacin, pentamidine,
quinine, indomethacine)
2. Penyakit kritis, seperti gagal hati,
ginjal, jantung, sepsis
3. Defisiensi hormon, seperti defisiensi
kortisol, glukagon, dan epinefrin
4. Tumor non-islet
5. Hiperinsulinisme endogen, seperti
insulinoma, nesidioblastosis,
autoimun insulin
2.2.4 Patofisiologi
Secara fisiologis tubuh akan
meregulasi gula darah dalam batasan yang
dianggap wajar. Namun demikian
mekanisme ini dapat terganggu pada orang-
orang dengan diabetes melitus. Secara
fisiologis tubuh mengatur kadar gula darah
dalam rentang yang relatif sempit, yakni 70
– 110 mg/dL. Kadar gula darah akan
meningkat postprandial, yang merupakan
sumber glukosa eksogen. Tanpa adanya
asupan makanan, tubuh mempertahankan
kadar gula darah dalam rentang ini dengan
mekanisme produksi melalui hepar dan
ginjal, yakni proses penghasilan glukosa
endogen. Makalah ini membahas secara
singkat dalam poin-poin mekanisme
fisiologis tubuh dalam mengatasi
hipoglikemia.
1. Glukoneogenesis adalah produksi
glukosa dari bahan bakar non-
glukosa (seperti asam lemak dan
gliserol dari hasil lipolisis, maupun
asam amino dari hasil proteolisis otot
atau pool asam amino).
Glukoneogensis terutama terjadi di
hepar, dan membutuhkan kadar
insulin yang rendah disertai dengan
kadar anti-insulin (hormon
counterregulatory) yang tinggi.
Kadar insulin yang rendah juga
6
CASE REPORT
mengurangi utilisasi perifer oleh
adiposti dan miosit, mencegah
turunnya kadar gula darah lebih
lanjut.
Perlu diingat bahwa penurunan kadar
insulin diakibatkan oleh tingginya
kadar gula darah. Selain itu
penurunan sekresi insulin oleh sel β
pankreas akan mengakibatkan
persinyalan autokrin terhadap sel
tetangga (sel α pankreas) untuk
meningkatkan sekresi hormon
glukagon.
2. Peningkatan hormon epinefrin
adrenomedula akan meningkatkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis
hepar, serta glukoneogenesis renal.
Hormon ini akan dikeluarkan sebagai
bagian dari mekanisme neurogenik
otonom adrenergik akibat
rangsangan pada sistem saraf pusat.
Bagian otak yang terutama berespons
adalah neuron hipotalamus
ventromedial (VPH) yang memiliki
proyeksi ke area aktivasi pituitari-
adrenal dan sistem saraf simpatis.1
Epinefrin bukanlah meknaisme
utama, melainkan mekanisme
tambahan yang membantu jika
hipoglikemia belum teratasi
setidaknya dalam 4 jam setelah
mekanime pertama (penurunan kadar
insulin) dan mekanisme kedua
(peningkatan kadar glukagon)
terjadi.
3. Hormon lain, seperti growth
hormone terutama melawan kerja
insulin di jaringan perifer. Keadaan
panhipopituarisme dapat
menimbulkan hipoglikemia ringan.
Penyandang diabetes melitus dapat
mengalami kejadian hipoglikemia yang
tidak disadari (hypoglycemia unawareness),
terutama berkaitan dengan berkurangnya
respons simpatoadrenal akibat respons
neuronal simpatis yang berkurang. Dengan
demikian saat terjadi hipoglikemia, respons
kortisol maupun kolinergik akan berkurang,
mengakibatkan pasien tidak merasakan
sedang mengalami hipoglikemia, pasien
tidak mengambil langkah untuk mengatasi
hipoglikemia, sehingga pada akhirnya
kejadian hipoglikemia
2.2.5 Diagnosis
1. Anamnesis:
a. Penggunaan preparat insulin atau obat
hipoglikemik oral: dosis terakhir, waktu
pemakaian terakhir, perubahan dosis.
b. Waktu makan terakhir, jumlah asupan
gizi.
7
CASE REPORT
c. Riwayat jenis pengobatan dan
sebelumnya.
d. Lama menderita DM, komplikasi DM
Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll.
e. Penggunaan obat sistemik lainnya:
penghambat adrenergic , dll.
2. Pemeriksaan fisik: pucat, diaphoresis,
tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
penurunan kesadaran, deficit neurologic
fokal transien.
3. Pemeriksaan penunjang:
Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal,
tes fungsi hati, c-peptide. Trias Whipple
untuk hipoglikemia secara umum:
a. Gejala konsisten dengan hipoglikemia
b. Kadar glukosa plasma rendah
c. Gejala mereda setelah kadar glukosa
plasma meningkat.8
2.2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan hipoglikemia perlu
dilakukan secara agresif untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas.2,3
Untuk pasien yang sadar dan dapat
makan dan/atau minum:
1. Gula murni (30 gram, 2 sendok
makan) ATAU sirop / permen gula
murni. Pemanis rendah kalori /
pemanis untuk penyandang diabetes
tidak dapat digunakan.
2. Stop obat hipoglikemia oral dan/atau
insulin
3. Periksa gula darah sewaktu, pantau
setiap 1 – 2 jam
Untuk pasien yang tidak sadar:
1. Larutan dekstrosa 40% 2 flakon (2 x
25 cc) IV bolus setiap 10-20 menit
hingga pasien sadar. Pertimbangkan
pemberian glukagon 0,5 – 1 mg
IV/IM/SC, terutama untuk pasien
yang kesulitan mendapat akses
intravena.
Jika dalam pemberian 3 kali bolus
belum sadar, pertimbangkan
pemberian:
a. hidrokortison, IV 100 mg
setiap 4 jam
b. deksametason 10 mg, IV 10
mg bolus
c. mencari penyebab lain
penurunan kesadaran bukan
hanya akibat hipoglikemia
2. Pasang infus, berikan cairan
dekstrosa 10% 6 jam setiap kolf (500
cc)
3. Periksa gula darah sewaktu, pantau
setiap 30 menit, pertahankan gula
darah sewaktu sekitar 200 mg/dl
Glukagon mungkin kurang
efektif untuk hipoglikemia yang
8
CASE REPORT
mengalami deplesi glikogen, seperti
pada penderita hipoglikemia akibat
alkohol.
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Tn. N usia 62 tahun, seorang petani, alamat
Jl. Anggur-Kandis, masuk IGD RSUD
Arifin Achmad pada tanggal 11 Juli 2015
pukul 19.30 WIB.
Anamnesis
Dilakukan secara alloanamnesis dengan istri
pasien dan autoanamnesis setelah pasien
sadar.
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Tujuh tahun SMRS, pasien
mengeluhkan sering merasa haus dan
badan selalu terasa lemas. Pasien
mengatakan badannya sering lemas
meskipun nafsu makan pasien
meningkat. Kepala pusing berputar
tidak ada, mual dan muntah tidak
ada, batuk lama tidak ada, demam
tidak ada, diare tidak ada, BAB
hitam tidak ada, mata kabur tidak
ada, nyeri dada tidak ada, kelemahan
anggota gerak juga tidak ada. Pasien
juga mengatakan sering BAK.
Badannya menurun dari 81 kg
menjadi 76 kg dengan tinggi badan
163 cm. Kemudian pasien ke dokter
dan didapatkan GDS sekitar 450
mg/dL. Dokter mengatakan bahwa
pasien menderita DM dan mendapat
obat metformin 500 mg yang
diminum 2 kali sehari. Pasien rutin
mengkonsumsi obat, berolahraga dan
memeriksakan gula darahnya.
- Lima tahun SMRS, pasien mengaku
sudah mulai tidak rutin minum obat
DMnya, dan jarang berolahraga dan
pasien sering merasa sakit kepala.
Lalu berobat ke puskesmas
didapatkan TD : 170/110 mmHg.
Lalu pasien diberi obat Anti
hipertensi namun tidak di minum
secara teratur.
- Tiga tahun SMRS pasien mengaku
semakin jarang minum obat DM dan
Anti hipertensi nya. Pasien juga
sudah tidak pernah kontrol. Keluhan
badan lemas sudah tidak ada, namun
pasien masih selalu merasa haus dan
berat badannya semakin turun
menjadi 69 kg.
- Satu tahun SMRS pasien dipaksa
anak nya berobat ke dokter karena
berat badan pasien semakin turun
menjadi 66 kg. Dan pasien
mengeluhkan sering kebas dan
kesemutan pada tungkai yang
9
CASE REPORT
dirasakan setiap hari. Kebas dirasa
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Mata kabur disangkal, nyeri
disangkal, keluhan sering BAK
disangkal dan BAB tidak ada
keluhan. Dan didapatkan GDS : 512
mg/dl, TD : 160/100 mmHg. Dokter
memberikan obat metformin 500 mg
2 kali sehari, glibenclamid 1 kali
sehari dan amlodipin 5 mg. Dan
pasien mengaku meminum obatnya
teratur, dan mulai rutin berolahraga.
- 1 hari SMRS, pasien puasa dan
mengatakan 2 minggu terakhir tidak
nafsu makan. Saat sahur hanya
minum teh dan berbuka makan
sedikit. Pasien tetap mengkonsumsi
obat DM dan Antihipertensi seperti
biasanya.
- Lima jam SMRS pasien
mengeluhkan badan lemas, kepala
pusing, berkeringat dingin dan
berdebar-debar. Pasien mengaku
masih puasa. Karena tidak enak
badan pasien kemudian tidur untuk
menghilangkan keluhannya, namun
kemudian pasien tidak sadarkan diri.
- Tiga jam SMRS, anak pasien
mencoba membangunkannya namun
tidak berhasil kemudian
membawanya ke RS.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak ada riwayat keluhan yang
sama sebelumnya.
- Riwayat DM sejak 7 tahun yang lalu.
- Riwayat hipertensi sejak 5 tahun
yang lalu.
- Memiliki riwayat obesitas (+)
- Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit DM dalam
keluarga (+) ibu pasien.
- Ibu pasien memiliki riwayat obesitas.
- Riwayat obesitas pada anak tidak
ada.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan
Kebiasaan
- Pasien seorang petani.
- Memiliki riwayat pendidikan sampai
tamat SMP.
- Memiliki kebiasaan suka makan
gorengan dan makanan yang manis-
manis.
- Riwayat merokok dan minum-
minuman beralkohol tidak ada.
Pemeriksaan Umum (Saat Pertama
Pasien Sampai di IGD pukul 19.30 WIB)
- GCS = 3
E = 1 V = 1 M = 1
- Kesadaran = Koma
- Tekanan Darah = 150/90 mmHg
10
CASE REPORT
- Nadi = 132 x permenit reguler,
pengisian penuh
- Pernapasan = reguler 28 x permenit
- Suhu = 35,3oC
- GDS = 34 mg/dl
Pemeriksaan Fisik (Setelah Pasien Sadar
Pukul 22.00 WIB)
Keadan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
GCS : 15
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 163 cm
BMI : 24 (overweight)
TD : 150/90mmHg
Nadi : 98 x/menit, irama reguler
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,4°C
GDS : 142 mg/dl
Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokhor, diameter 2 mm/2 mm,
refleks cahaya (+/+), visus masih
dapat melihat jari dari jarak 1 meter.
- Leher : Pembesaran kelenjar getah
bening tidak ada, JVP tidak
meningkat.
Thoraks
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding
dada simetris kiri dan kanan, tidak ada
jejas maupun benjolan.
Palpasi : Vokal fremitus
simetris normal kiri dan kanan.
Perkusi : Sonor seluruh
lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+),
Rhonki tidak ada, Wheezing tidak ada.
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba dilinea
midclavikularis sinistra SIK V - VI
Perkusi :
Batas kanan jantung : Linea sternalis
dextra.
Batas kiri jantung : Linea axillaris
anterior sinistra
Auskultasi: Bunyi jantung S1 dan S2
normal, reguler.
Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar
Auskultasi : Bising usus 7x/i
Palpasi : Supel, tidak ada
nyeri tekan, hepar tidak teraba, lien tidak
teraba.
Perkusi : Timpani seluruh
lapangan abdomen.
Ekstremitas
11
CASE REPORT
Akral dingin, CRT < 2 detik, sianosis tidak
ada, udem tidak ada.
Pemeriksaan penunjang (pukul 21.00
WIB)
Darah rutin:
Hb : 12 g/dL
Leukosit : 7.360/uL
Hematokrit : 36,8 %
Trombosit : 221.000/uL
MCV : 87 µ3
MCH : 28 pg
MCHC : 34 %
Elektrolit
Natrium : 128,1 mmol/L
Kalium : 3,78 mmol/L
Klorida : 98,4 mmol/L
Kimia Darah
GDS : 140 mg/dl
Ureum : 26,4 mg/dl
Creatinin : 0,95 mg/dl
GFR : 74
Resume
Tn. N usia 62 tahun, datang ke RSUD Arifin
Achmad dengan penurunan kesadaran sejak
3 jam SMRS. 5 jam SMRS pasien
mengeluhkan badan lemas, kepala pusing,
berkeringat dingin dan berdebar-debar.
Pasien mengatakan tidak nafsu makan sejak
1 hari SMRS. Makan hanya sekali sehari
dan tetap minum obat DM yaitu metformin
3 kali sehari dan glibenclamid 1 kali sehari.
Pasien sudah menderita DM sejak 7 tahun
yang lalu dan hipertensi sejak 5 tahun yang
lalu. Pemeriksaan umum didapatkan GCS 3
dengan GDS 34 mg/dl dan GFR didabatkan
74.
Daftar Masalah
1. Koma hipoglikemia
2. DM tipe 2 tidak terkontrol
3. Hipertensi stage 1
4. CKD stage 2
Rencana Pemeriksaan
GDS 15 menit setelah pemberian
dextrose 40% 3 fl
Monitoring tanda-tanda vital
HbA1c
Rontgent thoraks
Profil lipid
Rencana Penatalaksanaan
Non Farmakologis
Kebutuhan kalori pasien sebesar 1700
kkal/hari yang dibagi dalam 3 porsi
besar yaitu, pagi 20%, siang 30%, sore
25% dan 2 porsi makanan ringan 10-
15%. Dengan komposisi makanan 60%
karbohidrat, 20% lemak dan 20%
protein.
Melakukan olahraga dengan intensitas
sedang minimal 3-4 menit dalam
seminggu, dengan durasi minimal 30
menit setiap olahraga. Setiap olahraga
didahului pemanasan selama 10 menit,
12
CASE REPORT
kemudian olahraga inti dengan tujuan
70-85% denyut nadi maksimum dengan
rumus 220-usia, dan diakhiri dengan
pendinginan selama 5-10 menit.
Farmakologis
Inj dextrose 40% 3 fl
IVFD dextrose 10% 20 tpm
Metformin 500 mg 2 x 1 (bila gula darah
pasien sudah stabil)
Glibenclamid 2,5 mg 1 x 1 (bila gula
darah pasien sudah stabil)
Valsartan 80 mg 1 x 1
Follow Up
Saat pasien datang di IGD
S : - Pasien mengalami penurunan
kesadaran. 1 hari sebelumnya pasien tidak
nafsu makan dan tetap mengkonsumsi obat
DM.
O : GCS 3 dengan GDS 34 mg/dl.
TD=150/90 mmHg, nadi 132 x permenit,
napas 28 x permenit, suhu 35,3 C
A : koma hipoglikemi + Hipertensi stage I
P : - IVFD dextrose 10% 20 tpm
Inj dextrose 40% 3 fl
20 menit setelah masuk IGD
S : - Pasien sadar, bingung, suara lemah
O : GCS 13, GDS 106 mg/dl. TD=140/90
mmHg, nadi 114 x permenit, napas 24 x
permenit, suhu 35,5 C
A : Post koma hipoglikemi + Hipertensi
stage I
P : - IVFD dextrose 10% 20 tpm
- Monitoring tanda vital dan gula
darah
- Cek darah rutin dan elektrolit
3 jam setelah masuk IGD
S : Pasien sadar, dapat bicara lancar, lemas
sudah berkurang, dapat makan dan minum
sendiri
O : GCS 15, GDS 142. TD=150/90 mmHg,
nadi 98 x permenit, napas 20 x permenit,
suhu 36,4 OC
A : post koma hipoglikemi dengan riwayat
DM + Hipertensi stage I
P : - IVFD dextrose 10% 20 tpm
- Monitoring tanda vital dan gula
darah
- Rawat inap bangsal kenanga
Follow up tanggal 12 Juli 2015
S : Pasien dapat berbicara lancar, dapat
makan minum sendiri, sudah tidak lemas
lagi
O : GCS : 15, TD=140/90 mmHg, nadi 93
x permenit, napas 20 x permenit, suhu 36,5 OC
GDS : 196 mg/dl
13
CASE REPORT
A : post koma hipoglikemi dengan riwayat
DM + hipertensi stage I
P : - Boleh pulang
- edukasi perjalanan penyakit DM
dengan pengobatan sehingga menyebabkan
koma hipoglikemia.
- edukasi diet teratur dan olahraga
teratur, serta dapat melanjutkan pengobatan
DM dengan kontrol gula darah ketat.
- edukasi jika gejala berulang segera
membuat air gula kemudian meminumnya,
jika tidak dapat dilakukan sendiri segera
beritahu keluarga terdekat.
- Edukasi rutin kontrol tekanan darah
dan minum obat antihipertensinya.
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan
umur pasien 62 tahun, dimana umur > 45
tahun memiliki risiko DM, dari BB pasien
sebelumnya juga didapatkan obesitas yang
juga merupakan faktor risiko DM, dari
riwayat penyakit pasien didapatkan sejak 7
tahun yang lalu pasien mengeluhkan sering
merasa lemas meskipun nafsu makan
meningkat, sering buang air kecil dan selalu
merasa haus. Pasien juga mengeluhkan
penurunan berat badan yang tidak diketahui
penyebabnya. Kemudian pasien berobat ke
dokter dan didapatkan glukosa darah
sewaktu pasien mencapai 450 mg/dl, yang
merupakan keadaan hiperglikemia dimana
kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl.
Dari anamnesis tersebut didapatkan gejala-
gejala klasik DM yaitu polifagi, poliuri, dan
polidpsi serta terdapat penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, dan juga dari pemeriksaan
glukosa darah sewaktu pasien didapatkan
hasil ≥ 200 mg/dl. Hal tersebut cukup untuk
mendiagnosis pasien menderita diabetes
melitus dimana sesuai dengan Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus tipe 2 di Indonesia tahun 2006 yang
dikeluarkan oleh PERKENI, yaitu terdapat
gejala klasik DM ditambah pemeriksaan
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl.
Dari hasil anamnesis juga dikatakan
bahwa pasien puasa dan mengalami
penurunan nafsu makan sejak 2 minggu
SMRS. Pasien hanya makan 1 kali sehari
dan tetap mengkonsumsi obat anti diabetes.
Obat anti diabetes yang dikonsumsi pasien
adalah metformin dan glibenclamid.
Metformin merupakan obat anti diabetes
yang memiliki efek kerja mengurangi
produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan
juga meningkatkan sensitifitas insulin
terhadap glukosa sehingga dapat
memperbaiki ambilan glukosa di perifer.
Glibenklamid merupakan OAD golongan
sulfonylurea yang bekerja dengan cara
14
CASE REPORT
merangsang sel pankreas untuk mensekresi
insulin, mengurangi kadar glukagon dalam
serum, dan memperkuat kerja insulin pada
jaringan target. Glibenklamid memiliki efek
biologik yang menetap dalam 24 jam setelah
dosis tunggal pagi hari pada penderita
diabetes.
Asupan nutrisi yang tidak adekuat
ditambah dengan konsumsi obat anti
diabetes yang dapat meningkatkan sekresi
insulin sehingga akan menurunkan
ketersediaan glukosa vaskuler. Apabila
konsentrasi glukosa darah menurun
melewati batas bawah konsentrasi normal,
hormon-hormon kontraregulasi akan
dilepaskan. Dalam hal ini, glukagon yang
diproduksi oleh sel α pankreas yang
berperan penting sebagai pertahanan utama
terhadap hipoglikemia. Selanjutnya
epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan
juga berperan meningkatkan produksi dan
mengurangi penggunaan glukosa. Glukagon
dan epinefrin merupakan dua hormon yang
disekresi pada kejadian hipoglikemia akut.
Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon
mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan
kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain
meningkatkan glikogenolisis dan
glukoneogenesis di hati juga menyebabkan
lipolisis di jaringan lemak serta
glikogenolisis dan proteolisis di otot.
Namun, pada kasus ini pasien sudah
memiliki riwayat DM sejak 7 tahun yang
lalu dimana pada pasien DM yang sudah
lama sering dijumpai respon simpatoadrenal
yang berkurang ditambah dengan
penggunaan sulfonylurea yang dapat
mengurangi kadar glukagon serum sehingga
dapat mengurangi respon simpatis dan
epinefrin serta efek dari glukagon yang
dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia.
Untuk keluhan yang dialami pasien seperti
lemas, keringat dingin, gemetar, berdebar-
debar dan respon simpatis lainnya.
Hipoglikemia yang berkepanjangan dapat
berakibat pada penurunan kesadaran.
Hal tersebut terjadi pada pasien,
dimana pasien datang dengan penurunan
kesadaran. Dari pemeriksaan Glasgow
Coma Scale (GCS) didapatkan nilai 3 pada
pasien dan dari pemeriksaan glukosa darah
sewaktu didapatkan hasil 34 mg/dl.
Berdasarkan anamnesis setelah pasien sadar,
pasien mengaku mengalami badan lemas,
kepala pusing, berkeringat dingin dan
berdebar-debar hingga pasien tidur dan tidak
sadarkan diri. Berdasarkan data tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa pasien
mengalami koma hipoglikemia.
Rencana penatalaksanaan pada
pasien ini yaitu:
1. Koma hipoglikemia
15
CASE REPORT
Injeksi dextrose 40% sebanyak 3 fl, hal
ini dilakukan karena GDS pasien < 30
mg/dl.
Dilanjutkan dengan infus dextrose 10%
1 kolf untuk 6 jam.
Monitoring GDS 15 menit setelah
pemberian dextrose 40%.
Apabila pasien belum sadar dapat
diberikan injeksi glukagon 1 mg
intramuscular.
Dapat dilanjutkan dengan pemberian
metil prednisolon 62,5-125 mg intravena
jika pasien belum sadar.
2. Diabetes Melitus tipe 2
Pada pasien penting untuk
melakukan edukasi terhadap kondisi
hipoglikemia yang terjadi karena dapat
menyebabkan menurunnya keinginan untuk
mengkonsumsi obat anti diabetes.
Penggunaan obat glibenclamid dapat
dihentikan terlebih dahulu sampai kadar
glukosa darah pasien stabil saat kontrol.
Pada pasien juga tetap dilanjutkan terapi
untuk DM dengan pendekatan non-
farmakologis dan farmakologis yang
meliputi:
Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada
penderita diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum
yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada
penderita diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan.
BBI = 90% X (TB cm – 100) x 1 kg
= 90% x (163 – 100) x 1 kg = 57 kg
Status gizi = (BB aktual : BB ideal ) x
100 %
= (65 : 57) x 100 %
= 114 % Berat badan lebih
Jumlah kebutuhan kalori perhari :
Kebutuhan kalori basal = ( BB ideal x 30
kalori) = ( 57 x 30 ) = 1710 kalori
Faktor koreksi :
Umur diatas 40 tahun = - 5 % = 1710 x
15 % =256,6 kalori
Aktivitas sedang = + 30 % = 1710 x
30% = 513 kalori
Berat badan lebih = - 20 % = 1710 x
20% = 342 kalori
Kebutuhan kalori = 1710 – 256,6 + 513
– 342 = 1624,4 kalori 1700 kalori
Distribusi makanan :
Karbohidrat 60% = 60% x 1700 kalori =
1020 : 3 = 340 kalori/gram
Protein 20% = 20% x 1700 kalori =
340 : 3 = 113,3 kalori/gram
16
CASE REPORT
Lemak 20% = 20% x 1700 kalori = 340 :
3 = 113,3 kalori/gram
Kebutuhan kalori pasien sebesar 1700
kkal/hari yang dibagi dalam 3 porsi
besar yaitu, pagi 20%, siang 30%, sore
25% dan 2 porsi makanan ringan 10-
15%. Dengan komposisi makanan 60%
karbohidrat, 20% lemak dan 20%
protein.
Pagi 20% = 340 kalori nasi 100 gr
( 3/4 gelas), lauk hewani 50 gr (1
potong), lauk nabati
tempe/tahu/kacang 20 gr (1/2
potong), sayuran lobak/selada/tomat
100 gr (1 gelas), minyak 10 gr (1
sdm)
Makanan ringan jam 10.00 =
konsumsi snack dan buah sebesar
130 kkal
Siang 30% = 510 kalori nasi 200
gr ( 11/2 gelas), lauk hewani 50 gr (1
potong), lauk nabati
tempe/tahu/kacang 50 gr (1 potong),
sayuran bayam/brokoli 100 gr (1
gelas), buah 100 gr (1 potong),
minyak 10 gr (1 sdm)
Makanan ringan jam 15.00 =
konsumsi snack dan buah sebesar
195 kkal
Sore 25% = 425 kalori nasi 150
gr ( 11/2 gelas), lauk hewani 50 gr (1
potong), lauk nabati
tempe/tahu/kacang 20 gr (1/2
potong), sayuran bayam/brokoli 100
gr (1 gelas), buah 100 gr (1 potong),
minyak 10 gr (1 sdm)
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30
menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran
jasmani.Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat
dikurangi. Setiap olahraga dibagi
menjadi 3 sesi, yaitu:
Pemanasan dapat dilakukan selama
5-10 menit untuk melemaskan otot
17
CASE REPORT
dan mencegah cidera saat
berolahraga.
Olahraga inti, dilakukan dengan
tujuan nadi maksimum, dengan
rumus (220-umur x 70-85%).
Pendinginan dilakukan untuk
melemaskan otot kembali, dapat
dilakukan selama 5-10 menit.
Obat Anti Diabetes
Pada pasien ini terapi metformin dapat
dilanjutkan dengan dosis 500 mg 3 x
sehari.Untuk sementara glibenclamid
dihentikan sampai glukosa darah pasien
tidak terindikasi menurun. Pemberian
glibenclamid dapat dilihat dengan
mempertimbangkan glukosa darah post
prandial saat pasien kontrol.
3. Hipertensi stage 1
Hipertensi merupakan faktor risiko
utama pada penyakit kardiovaskular dan
komplikasi mikrovaskular seperti
neuropati dan retinopati.
Pada pasien dengan DM, hipertensi
berhubungan dengan resistensi insulin
dan abnormalitas pada sistem renin-
angiotensin dan konsekuensi metabolik
yang meningkatkan morbiditas.
Abnormalitas metabolik berhubungan
dengan peningkatan diabetes mellitus
pada kelainan fungsi tubuh/disfungsi
endotelial. Sel endotelial mensintesis
beberapa substansi bioktif yang
mengatur struktur fungsi pembuluh
darah.
Pada pasien ini diberikan terapi sesuai
dengan prinsip terapi pada pasien DM
dengan hipertensi. Terapi pada pasien
ini adalah :
Terapi non farmakologi
-Pengurangan asupan garam,
stabilkan BB sesuai dengan BBI dan
olahraga teratur.
Terapi farmakologis
-Pemberian golongan ARB yaitu
valsartan 80 mg.
4. CKD stage 2
Diagnosis CKD stage 2 pada pasien ini
ditegakkan dari anamnesis yaitu pasien
memiliki faktor risiko karena mempunyai
riwayat penyakit DM selama 7 tahun dan
HT selama 5 tahun. Selain itu juga
didapatkan GFR 74.
Gagal ginjal biasanya terjadi pada usia
lanjut karena proses hipertensi dan diabetes.
Hipertensi dan DM yang terjadi pada pasien
ini dapat merupakan etiologi ataupun
komplikasi dari gagal ginjal kronik. Darah
yang di filtrassi di glomerulus tidak adekuat
sehingga merangsang sel jukstaglomerulus
untuk menghasilkan renin yang akan
18
CASE REPORT
dilanjutkan oleh hati untuk mengeluarkan
angiotensinogen yang akan diubah oleh paru
menjadi angiotensin I dan dengan bantuan
angiotensi converting enzyme akan diubah
menjadi angiotensin II yang akan
mengaktifkan kontraksi simpatis,
pengaktifan aldosteron dan anti diuretic
hormon yang berguna untuk menahan air
dan Natrium sehingga volume darah dan
tekanan darah menjadi meningkat.
KESIMPULAN
Pasien didiagnosis koma
hipoglikemia dengan diabetes melitus tipe 2,
dimana terdapat penurunan kesadaran (GCS
3) dan penurunan glukosa darah (GDS 34
mg/dl), dengan adanya gejala hipoglikemia
sebelum pasien mengalami penurunan
kesadaran dan keadaan membaik setelah
pemberian dextrose 40%. Hipoglikemia
merupakan komplikasi dari diabetes melitus
dan pengobatannya, terutama penggunaan
insulin dan golongan sulfonylurea, yang
dapat menimbulkan gejala lemas, pusing,
berdebar-debar, berkeringat sampai
penurunan kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-3.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2009; p1880-3.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Diabetes Melitus penyebab kematian no 6 di dunia. Available at http://www.depkes.go.id/index.php
3. Budidharmaja E. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipoglikemia pada diabetes melitus di Poliklinik RSUP Dr Kariadi. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. 2013 [KTI].
4. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe II. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI).2006.
5. Kurniawan I. Diabetes melitus tipe 2 pada pasien lanjut usia. Maj Kedokt Indon 2010, 12:p576-84.
6. Soemadji DW. Hipoglikemia Iatrogenik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2009; p1900-5.
7. Seaquist ER, Anderson J, Childs B, et al. Hypoglycemia and diabetes: a report of a workgroup of the American Diabetes Association and the Endocrine Society. J Clin Endocrinol Metab 2013; 98: p1845-56.
8. Setyohadi. Hipoglikemia dan Hiperglikemia. Dalam EIMED PAPDI. Jakarta: Interna Publishing. 2012; p309-17.
9. Purnamasari D, Arsana PM. Hipoglikemia dan Hiperglikemia.
19
CASE REPORT
Dalam EIMED PAPDI. Jakarta: Interna Publishing. 2012; p319-27.
20