Post on 02-Feb-2016
description
BAB І
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bronchitis akut didefinisikan sebagai suatu gangguan paru obstruktif yang
ditandai oleh produksi mucus berlebihan disaluran napas bawah selama paling
kurang 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut.
Mucus yang berlabihan terjadi akibat dysplasia sel-sel penghasil mucus
dibronkus. Selain itu, silia yang melapis bronkus mangalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mucus dan sel-sel silia ini mengganggu sitem escalator mukosiliaris dan
menyababkan kelumpuhan mucus kental dalam jumlah besar yang sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mucus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikro-organisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan.
Ventilasi, terutama ekshalasi atau ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnea
karena ekspirasi menjadi memanjang dan sulit dilakukan akibat mucus yang
kental dan adanya peradangan. Penurunan ventilasi menyebabkan penurunan
V/Q yang mengakibatkan vasokonstriksi hipoksik paru dan hipertensi paru.
Walaupun alveolus normal vasokonstriksi hipoksik dan buruknya ventilasi
menyebabkan berkurangnya pertukaran oksigen dan hipoksia.
Risiko utama untuk timbulnya bronchitis kronik adalah merokok.
Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan-perubahan pada sel-
sel penghasilan mucus bronkus dan silia. Komponen-komponen tersebut juga
merangsang peradangan kronik, yang merupakan ciri khas bronchitis kronik.
Bronchitis chronic 1
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi pada sistem respirasi ?
1.2.2 Apa definisi bronchitis kronik ?
1.2.3 Apa etiologi dari bronchitis kronik ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi bronchitis kronik ?
1.2.5 Apa manifestasi klinis dari bronchitis kronik ?
1.2.6 Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada klien bronchitis kronik ?
1.2.7 Bagaimana evaluasi dignostik pada klien bronchitis kronik ?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan medis pada klien bronchitis kronik ?
1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien bronchitis kronik ?
1.2.10 Bagaimana sistem pelayanan kesehatan pada klien bronchitis kronik ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
1.3.1.1 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien
bronchitis kronis.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi pada system respirasi.
1.3.2.2 Untuk mengetahui definisi bronchitis kronik.
1.3.2.3 Untuk mengetahui etiologi bronchitis kronik.
1.3.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi bronchitis kronik.
1.3.2.5 Untuk mengetahui manifestasi klinis bronchitis kronik.
1.3.2.6 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pada klien bronchitis kronik.
1.3.2.7 Untuk mengetahui evaluasi dignostik pada klien bronchitis kronik
1.3.2.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada klien bronchitis kronik.
1.3.2.9 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien bronchitis kronik.
1.3.2.10 Untuk mengetahui sistem pelayanan kesehatan pada klien bronchitis
kronik
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk mempelajari anatomi dan fisiologi pada system respirasi.
1.4.2 Untuk mempelajari definisi bronchitis kronik.
Bronchitis chronic 2
1.4.3 Untuk mempelajari etiologi bronchitis kronik.
1.4.4 Untuk mempelajari patofisiologi bronchitis kronik.
1.4.5 Untuk mempelajari manifestasi klinis bronchitis kronik.
1.4.6 Untuk mempelajari pemeriksaan diagnostic pada klien bronchitis
kronik.
1.4.7 Untuk mempelajari evaluasi dignostik pada klien bronchitis kronik.
1.4.8 Untuk mempelajari penatalaksanaan medis pada klien bronchitis
kronik.
1.4.9 Untuk mempelajari asuhan keperawatan pada klien bronchitis kronik.
1.4.10 Untuk mempelajari sistem pelayanan kesehatan pada klien bronchitis
kronik
Bronchitis chronic 3
BAB ІІ
PEMBAHASAN
2.1 Antomi dan Fisiologi
2.1.1 Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares anterior adalah saluran-
saluran didalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam bagian
yang dikenal sebagai vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi
sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung
dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang
masuk kedalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan
dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada
ketinggian tulang rawan krikoid.
Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok)
terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan dari columna
vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrata servikalis dan
masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Bronchitis chronic 4
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen
dan membran. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea
berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan
di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakhea tersusun atas 16
– 20 lingkaran tak tetap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama
oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang
trakhea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira
vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke
samping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang
berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus. Yang ukurannya semakin kecil,
sampai akhirnya menjadi bronchiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang
tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah
kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah
sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
Bronchitis chronic 5
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus
alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, assinus atau kadang disebut
lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi
oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas
tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi
dua lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh
limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,
sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas. (Pearce,2002)
2.2.2 Fisiologi
Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan ekternal,
oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas, dan oksigen
masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dalam darah dalam kapiler
pulmonal. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus
membran, diambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung
dipompakan ke seluruh tubuh.
Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika konsentrasi
dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam
otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi
pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin)
yang banyak mengandun oksigen dari seluruh tubuh masuk kedalam jaringan
mengambil karbon dioksida dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi
pernafasan eksterna. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-5000 ml
(4,5-5 liter).
Bronchitis chronic 6
Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10 %,
kurang lebih 500ml, disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang
dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa. Kecepatan pernafasan
pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pernafasan secara normal, ekspirasi akan
menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya terbalik
inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut juga penafasan terbalik. (Syaifuddin, 2006).
2.2 Definisi
Bronkitis kronis
didefinisikan sebagai
adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam
satu tahun selama 2 tahun
berturut-turut. (Bruner &
Suddarth, 2002).
Bronchitis kronik
didefinisikan sebagai
adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam
satu tahun selama 2 tahun
berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu
pernapasan yang efektif.
Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronchitis
kronik. Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi
saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma yang
luas dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis kronik
hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat
menyebabkan bronkospasme bagi yang rentan.
2.3 Etiologi
Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronchitis
kronik. Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi
Bronchitis chronic 7
saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma yang
luas dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis kronik
hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat
menyebabkan bronkospasme bagi yang rentan.
Terdapat beberapa faktor yang merupakan etiologi bronkitis kronis, yaitu:
Rokok
Terdapat hubungan yang erat antara
merokok dengan penurunan VEP
(Volume Ekspirasi Paksa) dalam satu
detik. Secara patologis rokok
berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia inhibisi
aktivitas sel rambut getar, makrofag
alveolar dan surfaktan.
Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita bronkhitis
kronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta
menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronkhitis disangka
paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan
infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang paling sering adalah Haemophilus
influenzae dan Streptococus Pneumonia.
Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit
bronkhitis, tetapi bila ditambah merokok, faktor akan lebih tinggi.
Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,
kecuali dengan penderita dengan defisiensi alpha-1 anti tripsin yang
merupakan suatu protein. Kerja protein ini adalah menetralkan enzim
proteolitik yang merusak jaringan, sehingga defisiensi alpha-1 anti tripsin
menyebabkan kerusakan jaringan.
Bronchitis chronic 8
Faktor Sosial Ekonomi
Kematian pada penderita bronkhitis kronik ternyata labih banyak pada
golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan
dan ekonomi yang lebih jelek.
Usia Tua
Dengan bertambahnya usia, daya tahan tubuh akan menurun, sehingga
pria yang sejak awal merokok tentu akan lebih rentan terhadap penyakit ini.
2.4 Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas mengakibatkan hipersekresi lendir dan
inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi
lendir dan sel-sel goblet meningkatkan jumlahnya, fungsi silia menurun , dan
lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi
menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan
membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang
berperan penting dalam manghancurkan partikel asing, termasuk bakteri. Pasien
kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi saluran pernapasan. .penyempitan
bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam
jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan yang irreversible,
kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.
2.5 Manifestasi Klinis
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak
makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut
(eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.
Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.
Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok
terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di
saluran napas.
Bronchitis chronic 9
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak dan keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai
dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with
obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak
napas berat dan suara mengi.
Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan
pemeriksaan klinis oleh dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika
diperlukan), yakni radiologi (rontgen), faal paru, EKG, analisa gas darah.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X dada
Dengan melakukan pemeriksaan sinar X dada dapat dinyatakan
hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara
retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi/buta (emfisema), peningkatan tanda
bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
2. Tes fungsi paru
Tes ini dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obtruksi atau restriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevalusi efek terapi, misalnya
bronkodilator.
3. TLC
Tes ini dilakukan untuk melihat peningkatan pada luasnya bronkitis dan
kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema.
Kapasitas inspirasi : Menurun pada emifisema
Bronchitis chronic 10
Volume residu : Meningkat pada emfisema, bronkitis kronis dan asma
4. FEV/FVC
Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada
bronkitis dan asma.
5. GDA
Memperkirakan progresi proses penyakit kronis, PaCO2 normal menurun
dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis kronis dan emfisema) tetapi
sering menurun pada asma.
6. Bronkogram
Dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps
bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang
terlihat pada bronkitis.
7. EKG latihan, tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevalusi
keefektifan terapi brokodilator, perencanaa/ evaluasi program latihan.
2.7 Evaluasi Dignostik
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang
diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan
kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian
berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang
mungkin diperlukan.
Bronchitis chronic 11
Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan
nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat,
infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang,
klien memahami kondisi penyakitnya.
2.8 Penatalaksanaan Medis
2.8.1 Batuk Efektif dan Napas Dalam
Batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk membersihkan
sekret. Tujuan napas dalam dan batuk adalah untuk meningkatkan ekspansi
paru, mobilisasi sekresi, dan mencegah efek samping dari retensi sekresi.
Pasien diberi posisi duduk tegak pada tepi tempat tidur atau kursi dengan kaki
disokong. Pasien dianjurkan untuk mengambil napas dalam dan perlahan.
Bila sekret terauskultasi, kemudian batuk dimulai pada inspirasi maksimum.
2.8.2 Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada terdiri dari drainase postural, perkusi dada, dan vibrasi
dada. Biasanya ketiga metode digunakan pada posisi drainase paru yang
berbeda diikuti dengan napas dalam dan batuk.
2.8.3 Terapi Aerosol Bronkodilator
Tujuan terapi ini adalah untuk merelaksasi jalan napas, mobilisasi
sekresi, dan menrunkan edma mukosa, sehingga lebih banyak oksigen
didistribusikan ke seluruh bagian paru, ventilasi alveolar diperbaiki.
2.8.4 Pelembaban Inhalasi
Tujuan utama pelembaban inhalasi adalah hidrasi terhadap mekanisme
bersihan mukosilia normal dan mengenceran sekret. Aspek paling penting
terapi pelembaban inhalasi adalah napas dalam aktif oleh pasien, diikuti oleh
tahanan napas untuk memungkinkan pelepasan vertikal aerosol dan kemudian
melakukan ekhalasi penuh dengan perlahan.
2.8.5 Pernapasan Tekanan Positif Intermitten (PTPI)
Bronchitis chronic 12
PTPI digunakan untuk meningkatkan ventilasi alveolar dan ekspansi
paru. Pola ventilasi yang adekuat selama tindakan PTPI terdiri dari inspirasi
dalam ditujukan kepada peningkatan volume tidal normal sebanyak 2-3 kali.
Pasien kemudian diinstruksikan untuk menahan napas untuk memberikan
kedalaman dan pelepasan lebih besar pada obat aerosol, air dan garam faal.
2.8.6 Obat-obatan
Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya: bronkodilator, steroid,
kromolin Sodium, antikolinergik.
2.8.7 Terapi Oksigen
Terapi oksigen disesuaikan dengan persen konsentrasi pada udara
dihisap. Tujuan terapi ini untuk meningkatkan PaO2, dengan selanjutnya
menurunkan vasokonstriksi, hipoksia, pada vaskuler paru dan tekanan arteri
paru, diharapkan perbaikan pada fungsi ventrikel kanan dan pengiriman O2 ke
jaringan.
2.8.8 Antibiotik
Antibiotik biasanya digunakan untuk sputum yang purulen akibat
mikroba yang telah teridentifikasi.
Bronchitis chronic 13
BAB ІІІ
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BRONKITIS KRONIK
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis kronis :
a). Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari – hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa
otot.
b). Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Bronchitis chronic 14
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia
berat, Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup, Warna
kulit/membran mukosa normal/cyanosis, Pucat, dapat menunjukkan anemi.
c). Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko, Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d). Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk
makan, penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat
badan, palpitasi abdomen.
e). Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
f). Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun
3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang
timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot bantu pernafasan, bentuk
barel chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi
hyperresonan pada area paru, warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar
kuku, abu – abu keseluruhan.
g). Keamanan
Bronchitis chronic 15
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, adanya /
berulangnya infeksi.
h). Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
i). Interaksi social
Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan/terhadap
pasangan/orang dekat, penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda :Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress
pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga
lain.
b. Pemeriksaan diagnostic
a. Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode
remisi.
b. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi,
memperkirakan derajat disfungsi.
c. TLC : Meningkat
d. Volume residu : Meningkat.
e. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
f. GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
g. Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi,
pembesaran duktus mukosa.
Bronchitis chronic 16
h. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen.
i. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
j. Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan
karbon dioksida arteri.
k. Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat
hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.
c. Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang
terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan
terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga
didapatkan tanda – tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi
terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah,
pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang
disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.
d. Pemeriksaan Radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang
menebal. Corak paru bertambah
2. Diagnosa Keperwatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Bronchitis chronic 17
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan
posisi.
3. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
1. Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
2. Intervensi keperawatan:
1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor
pulmonal.
2. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
3. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis
terukur, atau IPPB
4. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada
pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
5. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap
rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan
pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan
warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek,
rasa sesak didada, keletihan.
7. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
8. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi
terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.
Bronchitis chronic 18
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
1. Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
2. Intervensi:
1. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan
bibir dirapatkan.
2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode
istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang
perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
3. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan
jika diharuskan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
1. Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
2. Intervensi keperawatan:
1. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
2. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
3. Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan
tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk
membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru
mengalami perbaikan.
5. Pantau pemberian oksigen.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
1. Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari
aktivitas yang mungkin.
2. Intervensi keperawatan:
1. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah,
pernapasan.
2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan
klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
Bronchitis chronic 19
3. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan
menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan
lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan
rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan
program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
6. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
7. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau
tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2
kali sehari.
8. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong
klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih
singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan
banyak bantuan.
9. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan
meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap
hari sebanyak 3 kali sehari.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan
anoreksia, mual muntah.
1. Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
2. Intervensi keperawatan:
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat
kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
2. Auskultasi bunyi usus
3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
4. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah
lama.
6. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
Bronchitis chronic 20
7. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan
posisi.
1. Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi
2. Intervensi keperawatan:
1. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
2. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan
keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
3. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high
fowler.
4. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan
kebiasaan pasien.
5. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia
5. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan
telah dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan
keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil
yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu
pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif,
pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans
aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi
penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)
2.10 Sistem pelayanan kesehatan
Bronchitis chronic 21
Bronchitis chronic 22