Post on 16-Jan-2016
BEDAH (SURGERY) - ANESTESI ANESTESI
I. Apa yg harus dilakukan sebelum pemberian anestesi ?
II. Anestesi apa yg akan diberikan ?
III. Apa saja yg perlu dipertimbangkan dlm memilih anestesi ?
I.A. EVALUASI PASIEN
# Anamnesa
- Sejarah system cardiopulmonary, hati, ginjal
- Toleransi thd latihan
- Derajat aktivitas fisik
- Keletihan, dispnea, batuk, cyanosis, vol. urin, kemampuan minum, nafsu makan,
defikasi
- Pengalaman pasien thd anestesi penggunaan obat tertentu (organofosfat,
antibiotika, kortikosteroid)
# Pemeriksaan fisik
- denyut jantung & ritme jantung
- frekuensi, ritme & kedalaman respirasi
- pulsus, suhu tubuh, warna mukosa,
- CRT, refleks pupil, refleks & ketegangan otot
# Uji laboratorium
- total erytrosit, total leukosit
- Hb, PCV
- Urinalisis
I.B. PERSIAPAN PASIEN
- Puasa : min 6 jam (makan)
2 jam (minum)
- Premedikasi
I.C. PERSIAPAN ALAT
- Spuit,
- Mesin anestesi, endotraceal tube, iv catheter
- infus set
II. PENGGOLONGAN ANESTESI
1. Anestesi Lokal
a. Surface application : tetes, spray
b. Subdermal/intradermal/subcutan
c. Infiltrasi : field anestesi/field block
Contoh : Procain HCl 2%, 4%, Lidocain 2%, 4%, Tetracain, Dibucain, Pehacaine,
Chlorbutanol
Dosis : secukupnya (qs)
2. Anestesi Regional
a. Epidural
Lokasi penyuntikan : Os lumbal terakhir dan sacrum 1 (hwn kecil), os coccygea 1
dan 2 (hwn besar)
b. Spinal
Langsung mengenai saraf spinal, efek segera
c. Paravertebral
Lokasi penyuntikan : os v thorac terakhir dan lumbar 1, antara lumbar 1 dan 2,
antara lumbar 2 dan 3
Contoh : sama dgn anestesi local; Lidocaine 2% atau mepivacaine 2%
Dosis : 0,5 – 1,0 ml/100 lb BB (ringan)
1 ml/10 lb BB (tinggi)
umum : 1 ml/ 10kg BB – 1ml/5 kg BB (0,1 – 0,2 ml/kg BB)
3. Anestesi umum
a. Injeksi (non volatile)
b. Inhalasi (volatile)
I. Anestesi umum injeksi
A. Gol. Barbiturate :
1. Short acting (Thiobarbiturat)
2. Ultra short acting
(Thipentone sodium/pentothal,
thialbarbitone sodium/kemithal)
3. Intermediate acting (omobarbithal)
4. Long acting (Phenobarbithal)
B. Gol. Anestesi disosiatif
1. Ketamine HCl
2. Tiletamine
Dosis :
Pentothal, pd hwn kecil : 20 – 26 mg/kg BB (IV), konsentrasi 2,5 % (25 mg/ml)
Ketamine HCl, anjing : 10 – 15 mg/kg BB,
Kucing : 10 – 33 mg/kg BB
Sediaan : 50 mg/ml; 100 mg/ml
Tiletamin + Zolazepam (1 : 1)/ Zoletil
Dosis : anjing : 7 – 25 mg/kg BB (IM)
5 – 10 mg/kg BB (IV)
kucing : 10 – 15 mg/kg BB (IM)
5 – 7,5 mg/kg BB (IV)
II. Anestesi Inhalasi
1. Anestesi inhalasi mayor
Methoxyflurance, Halothane, Nitous oxide
2. Anestesi inhalasi minor
Ether, Chloroform, Cyclopropane
3. Anestesi inhalasi lain
Ethylchloride, Carbondioxide
Cara pemberian :
a. Autoinhalasi
b. Metode umpan balik positif :
1. Metode terbuka
2. Metode semi terbuka
3. Metode tertutup
4. Metode semi tertutup
IV. PERTIMBANGAN PEMILIHAN ANESTESI
1. Keadaan operasi yg akan dilakukan : besar kecilnya operasi, letak/daerah operasi,
lama operasi.
2. Pertimbangan khusus : hindari penggunaan anestesi umum pada hewan bunting
3. Bentuk gerakan pasien selama operasi yg akan membahayakan keselamatan
pasien.
4. Ukuran dan tipe individu pasien : pada hewan brachyocephalic perlu tracheal tube
5. Kepekaan individu atau breed : barbiturate pada kuda, chloroform pada kucing.
6. Faktor-faktor yg dapat meningkatkan kepekaan thd efek toksik anestesi : puasa yg
lama, status kesehatan, penyakit respirasi, jantung atau ginjal.
7. Type operasi :
a. operasi Caesar
b. operasi pada rongga mulut
c. operasi orthopedik
8. Jenis tindakan operasi yg akan dijalankan
Emergency atau elective.
9. Spesies hewan/pasien :
Hwn besar local, regional lebih baik
Aves/burung halothan, local kontra indikas
Anjing dan kucing semua jenis anestesi
dapat digunakan
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-1894)
berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis berarti
rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti yang
lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian
anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan
pembedahan. Anestetikum yang diberikan pada hewan akan membuat hewan tidak peka terhadap
rasa nyeri sehingga hewan menjadi tenang, dengan demikian tindakan diagnostik, terapeutik atau
pembedahan dapat dilaksanakan lebih aman dan lancar.
Perjalanan waktu sepanjang sejarah menunjukkan bahwa anestesi pada hewan digunakan
untuk menghilangkan rasa dan sensasi terhadap suatu rangsangan yang merugikan (nyeri),
menginduksi relaksasi otot, dan terutama untuk membantu melakukan diagnosis atau proses
pembedahan yang aman. Alasan lain penggunaan anestesi pada hewan adalah untuk melakukan
pengendalian hewan (restraint), keperluan penelitian biomedis, pengamanan pemindahan
(transportasi) hewan liar, pemotongan hewan yang humanis, dan untuk melakukan ruda paksa
(euthanasia). Secara umum tujuan pemberian anestetikum pada hewan adalah mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan organ tubuh dan membuat hewan tidak
terlalu banyak bergerak. Semua tujuan anestesi dapat dicapai dengan pemberian obat anestetikum
secara tunggal maupun dalam bentuk balanced anesthesia, yaitu mengkombinasikan beberapa agen
anestetikum maupun dengan agen preanestetikum.
Klasifikasi Anestesi
Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan secara fisik
melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika umumnya diklasifikasikan
berdasarkan rute penggunaannya, yaitu: 1). Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana
mukosa; 2). Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal
secara oral atau rektal; dan 4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et al. 2007).
Anestetetikum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah atau luasan pada tubuh yang
dipengaruhinya, yaitu : 1). Anestesi lokal, terbatas pada tempat penggunaan dengan pemberian
secara topikal, spray, salep atau tetes, dan infiltrasi. 2). Anestesi regional, mempengaruhi pada
daerah atau regio tertentu dengan pemberian secara perineural, epidural, dan intratekal atau
subaraknoid. 3). Anestesi umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh secara umum dengan
pemberian secara injeksi, inhalasi, atau gabungan (balanced anaesthesia).
BAB II
PEMBAHASAN
Anestesi Umum
Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran
yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem syaraf pusat karena adanya
induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada syaraf. Agen anestesi umum bekerja
dengan cara menekan sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel (Adams 2001). Anestesi umum
merupakan kondisi yang dikendalikan dengan ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui
penggunaan obat-obatan secara injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon
rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau
refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness).
Mekanisme kerja anestesi umum pada tingkat seluler belum diketahui secara pasti, tetapi dapat
dihipotetiskan mempengaruhi sistem otak karena hilangnya kesadaran, mempengaruhi batang otak
karena hilangnya kemampuan bergerak, dan mempengaruhi kortek serebral karena terjadi perubahan
listrik pada otak. Anestesi umum akan melewati beberapa tahapan dan tahapan tersebut tergantung
pada dosis yang digunakan. Tahapan teranestesi umum secara ideal dimulai dari keadaan terjaga
atau sadar kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk (sedasi), hilangnya respon nyeri (analgesia),
tidak bergerak dan relaksasi (immobility), tidak sadar (unconsciousness), koma, dan kematian atau
dosis berlebih.
Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria : tiga komponen anestesi atau
trias anestesi (sedasi, analgesi, dan relaksasi), penekanan refleks, ketidaksadaran, aman untuk
sistem vital (sirkulasi dan respirasi), mudah diaplikasikan dan ekonomis. Dengan demikian, tujuan
utama dilakukan anestesi umum adalah upaya untuk menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi,
dan penekanan refleks yang optimal dan adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur diagnostik
atau pembedahan tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik, respiratorik, dan metabolik yang
dapat mengancam
Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui gabungan secara
injeksi dan inhalasi. Anestetikum dapat digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa
anestetikum atau dengan zat lain sebagai preanestetikum dalam sebuah teknik yang disebut
balanced anesthesia untuk mendapatkan efek anestesi yang diinginkan dengan efek samping
minimal. Anestetika umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halotan, isofluran,
sevofluran, desfluran, dietil eter, nitrous oksida dan xenon. Anestetika umum yang diberikan secara
injeksi meliputi barbiturat (tiopental, metoheksital, dan pentobarbital), cyclohexamin (ketamine,
tiletamin), etomidat, dan propofol.
Tujuan Anestesi Umum:
anestesi umum menjamin hdp pasien, yg memungkinkan operator melakukan tindakan bedah
dg leluasa dan menghilakan rasa nyeri.
Preanestesi
Preanestesi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan
utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis
anestetikum, mengurangi atau menghilangkan efek samping anestetikum, dan mengurangi nyeri
selama operasi maupun pasca operasi (Debuf 1991; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemilihan
preanestetikum dipertimbangkan sesuai dengan spesies, status fisik pasien, derajat pengendalian,
jenis operasi, dan kesulitan dalam pemberian anestetikum (Booth dan Branson 1995).
Preanestetikum yang paling umum digunakan pada hewan adalah atropine, acepromazin,
xylazine, diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik. Atropine digunakan untuk mengurangi
salivasi, peristaltik dan mengurangi bradikardia akibat anestesi. Acepromazin digunakan sebagai
penenang atau tranquilizer. Xylazine, medetomidin, diazepam, dan midazolam digunakan sebagai
agen sedatif dan merelaksasi otot. Opioid atau narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit,
seperti disajikan pada Gambar.
Antikolinergik : Atropine, Scopolamine, Aminopentamid, Glikopirolat.
Pelemas otot (Muscle paralyzer): Xylazine, Diazepam, Midazolam, Medetomidin,
Lorazepam, Curare.
Agen Dissosiatif : Penciklidine, Ketamine, Tiletamine.
Narkotik : Morpin, Apomorpin, Meperidin, Oksimorpin, Etorpin, Nalorpin.
Tranquilizer : Promazin, Acepromazin, Chlorpromazin, Xylazine, Diazepam, Midazolam,
Lorazepam, Madetomidin.
Gambar: Klasifikasi agen preanestesi yang digunakan pada anestesi umum
Obat-obat yang sering digunakan (pramedikasi)
Narkotik Analgetika:
Narkotik : morfin, dosis dewasa biasa 8-10 mg i.m. obat ini digunakan untuk mengurangi
kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan. Morfin adalah depresan susunan syaraf
pusat. Bila rasa nyeri telah ada sejak sebelm tindakan bedah merpakan obat pilihan. Memberikan
pemeliharaan anastesia yang mulus, bila memakai premedikasi morfin pada penggunaan anestetika
lemah. Kerugiaan penggnaan morfim, pulih pasca bedah lebih lama. Penyempitan bronks dapat
timbul pada paasien asma. Mual dan muntah pasca bedah ada.
Pethidin : dosis 1mg/kg bb dewasa, sering digunakan sebagai premedikasi seperti
morfin dan menekan tekanan darah dan pernafasan dan juga merangsang otot polos.
Barbiturat : Pentobartital dan sekobarbital sering digunakan untuk menimbulkan sedasi
dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intra
muscular, pada dewasa dosis 100-200mg dan pada bayi dan anak-anak dosis 2mg/kg bb. Yang
mudah didapat Phenobarbital. Obat ini mempunyai kerja depresan yang lemah terhadap pernafasan
dan sirklasi serta jarang menyebabakan mual dan muntah. Pasien yang mendapat barbiturate
sebagai premedikasi biasanya bangun lebih cepat daripada bila menggunakan narkotika.
Tranquilizer : bermacam-macam enis turunan fenotiasin dan penenang yang digunakan
sebagai premedikasi. Obat-obat ini digunakan oleh karena kera sedative, anti arrytmia, antihistamin,
dan kerja antiemetik, kadang-kadang kombinasi dengan barbiturate atau narkotika. Kombinasi ini
memberikan sedasi yang kuat. Contoh: phenergan 25 mg untuk dewasa.
Antikolinergik : penggunaan hiosin dan atropine efektif sebagai anti mual dan muntah, tetapi
bila hiosin dikombinasikan dengan morfin atau papaveratum menambah sedasi sementara atropine
cenderung menambah kecemasan. Pemberian suntikan atropine secara rutin telah dikeritik oleh
Holt (1962) dan semakin lusnya penggunaan anestetika yang merangsang. Tetapi masih digunakan
untuk mengurangi bradikardi selama anesthesia.
Anestesiologis dengan Empat Rangkaian Kegiatan:
Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis
anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-
waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.Empat rangkaian
kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:
Mempertahankan jalan napas
Memberi napas bantu
Membantu kompresi jantung bila berhenti
Membantu peredaran darah
Mempertahankan kerja otak pasien.
Syarat Ideal Anastesi Umum:
Memberi induksi yg halus dan cepat.
Timbul situasi px tak sadar / tak berespons
Timbulkan keadaan amnesia
Hambat refleks-refleks
Timbulkan relaxasi otot skeletal, tp bukan otot pernafasan.
Hambat persepsi rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx operasi.
Berikan keadaan pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg berlangsung lama
Kontra Indikasi Anastesi Umum
Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan
pemaiakaian obat)
Hepar è obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap
hepar/dosis obat diturunkan
Jantung è obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah koroner
Ginjal è obat yg diekskresi di ginjal
Paru è obat yg merangsang sekresi Paru
Endokrin è hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang
merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bisa menyebabkan
peninggian gula darah.
Komplikasi
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi
sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri atau
kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun
belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).
1. Komplikasi Kardiovasklar
a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.
b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesia.
Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung, karena jantung akan bekerja
keras dengan kebutuhan o2 mokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau
infark miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah
dosis anestetika.
c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang saraf simpatiks,
dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin
d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.
2. Penyulit Respirasi
a) Obstruksi jalan nafas
b) Batuk
c) Cekukan (Hiccup)
d) Intubasi endobronkial
e) Apnu (Henti Nafas)
f) Atelektasis
g) Pnemotoraks
h) Muntah dan Regurgitas
3. Komplikasi Mata
a) Laserasi Kornea
b) Menekan bola mata terlalu kuat
4. Perubahan Cairan Tubuh
a) Hipovolemia
b) Hipervolemia
5. Komplikasi Neurologi
a) KonvulsiTerlambat sadar
b) Cidera saraf tepi (perifer)
6. Komplikasi Lain-Lain
a) Menggihil
b) Gelisah setelah anestesi
c) Mimpi buruk
d) Sadar selama operasi
e) Kenaiakn suhu tubuh
f) Hipersensitif
Macam-Macam Obat Anestesi Umum
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan:
1. Obat Anestetika gas (inhalasi)
2. Obat Anestetika yang menguap
3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena
1. Anestetika gas (inhalasi)
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi umum yang dilakukan dengan
cara memberikan agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat
anestesi langsung ke udara inspirasi. Hiperventilasi akan menaikkan ambilan anestetikum dalam
alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus. Kelarutan zat inhalasi dalam darah
adalah faktor utama yang penting dalam menentukan induksi dan pemulihan anestesi inhalasi.
Induksi dan pemulihan akan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada zat yang
larut. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat
meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek letal cukup lebar.
Contoh :
1.1 Nitrogen monoksida (N2O)
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih
berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja,
tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik,
dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk
mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan
100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan
kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal
N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan
Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat
lain.
1.2 Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat
daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan
meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam
darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan
kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan
kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan
1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium
yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan
menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi
pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan siklopropan.
Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri
tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita
syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus,
ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah
kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan
tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering
timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5%
dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan
pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan
oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk
dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
2. Anestetik yang menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu
berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative
mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat
memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan
kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar
disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika
zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya
eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida,
trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah
terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter merupakan anestetik yang sangat kuat
sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan
kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar.
Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan
hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan
oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin,
streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi
dan waktu pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salvias akan
dihambat dan terjadi depresi nafas.
Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air
susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
Efluran merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat melewati
stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan induksi terhambat bila
penderita menahan nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit meningkat
sehingga tidak perlu menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin. Kadar yang tinggi
menyebabkan depresi kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran
diberikan dengan kadar kadar rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak banyak
mempengaruhi system kardiovaskuler, meskipun dapat menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan frekuensi nadi. Efluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketekolamin yang
lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran membahayakan penderita penyakit ginjal.
Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran dapat menyebabkan kejang tonik-klonik pada otot
muka dan ekstremitas. Hal ini dapat dihentikan tanpa gejala sisa dengan mengganti obat anestesi,
melakukan anestesi yang tidak terlalu dalam dan menurunkan ventilasi semenit untuk mengurangi
hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam berumur kurang dari 3 tahun.
Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip
dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi
kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk.
Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit
eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi.
Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap
ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardi adihilangkan dengan pemberian propanolol
0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau
hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis.
Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian
enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar
Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial.
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak
mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja,
magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel,
titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut
fluotec. Efek analgesic halotanlemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar
yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume
%). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah
meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran
mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat
menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi
kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada
penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak
sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga
sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan
mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan
menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi
tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit
sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk
anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada
masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik local dengan cara
menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan
mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti
kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi
lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi
relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan
dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1%
dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak
mengiritasi saluran nafas.
3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral)
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan
pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau analgesia local,
dan sedasi pada beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal membutuhkan criteria yang sulit
dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek
analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh
obat antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi restirasi dan
kardiovasculer, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ. Untuk mencapai
tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain.
Kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat
mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.
Barbiturate menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di
formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan system
penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan system perangsang juga dihambat
sehingga respons korteksmenurun. Pada penyuntikan thiopental. Barbiturate menghambat pusat
pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat
oleh barbiturattetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah
jantung sedikit menurun. Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah
Natrium thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi
tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang
dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek
yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis
1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml
untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal
0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak,
biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
Natrium tiamilal dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan
intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis
penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus
(drip)
Natrium metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan
secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan
diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
Ketamin merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif
aman. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat
analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan
meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin
menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi
terutama pada orang dewasa.
Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi
terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB
dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi
dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan
10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
Droperidol dan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk
menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-
lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul
kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit)
bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita
yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara
lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek
penghambat neuromuscular dan efekanalgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk
menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk
induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan
ultra short acting barbiturate, efek anestesi diaz-epam kurang memuaskan karena mula kerjanya
lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan
untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi local.
Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini
tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus
bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi
sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi.
Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan
intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa
nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena
besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.
Propofol secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa
minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum
intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi
ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri
sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada
penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak
merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan
menurun. Biasanya terdapat kejang.
Tahapan Anestesi Umum
Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama dalam menentukan tahapan terbaik
untuk melakukan pembedahan, memelihara tahapan tersebut sampai batas waktu tertentu, dan
mencegah terjadinya kelebihan dosis anestetikum. Tahapan anestesi dapat dibagi dalam beberapa
langkah, yaitu: preanestesi, induksi, pemeliharaan, dan pemulihan (McKelvey dan Hollingshead
2003).
Tahap preanestesi merupakan tahapan yang dilakukan segera sebelum dilakukan anestesi,
dimana data tentang pasien dikumpulkan, pasien dipuasakan, serta dilakukan pemberian
preanestetikum. Induksi adalah proses dimana hewan akan melewati tahap sadar yang normal atau
conscious menuju tahap tidak sadar atau unconscious. Agen induksi dapat diberikan secara injeksi
atau inhalasi. Apabila agen induksi diberikan secara injeksi maka akan diikuti dengan intubasi
endotracheal tube untuk pemberian anestetikum inhalasi atau gas menggunakan mesin anestesi.
Waktu minimum periode induksi biasanya 10 menit apabila diberikan secara intramuskular (IM) dan
sekitar 20 menit apabila diberikan secara subkutan (SC). Tahap induksi ditandai dengan gerakan
tidak terkoordinasi, gelisah dan diikuti dengan relaksasi yang cepat serta kehilangan kesadaran.
Idealnya, keadaan gelisah dan tidak tenang dihindarkan pada tahap induksi, karena menyebabkan
terjadinya aritmia jantung.
Preanestesi dan induksi anestesi dapat diberikan secara bersamaan, seperti pemberian
acepromazin, atropine, dan ketamine dicampur dalam satu alat suntik dan diberikan secara intravena
(IV) pada anjing. (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007).
Selanjutnya hewan akan memasuki tahap pemeliharaan status teranestesi. Pada tahap
pemeliharaan ini, status teranestesi akan terjaga selama masa tertentu dan pada tahap inilah
pembedahan atau prosedur medis dapat dilakukan. Tahap pemeliharaan dapat dilihat dari tanda-
tanda hilangnya rasa sakit atau analgesia, relaksasi otot rangka, berhenti bergerak, dilanjutkan
dengan hilangnya refleks palpebral, spingter ani longgar, serta respirasi dan kardiovaskuler tertekan
secara ringan. Begitu mulai memasuki tahap pemeliharaan, respirasi kembali teratur dan gerakan
tanpa sengaja anggota tubuh berhenti. Bola mata akan bergerak menuju ventral, pupil mengalami
konstriksi, dan respon pupil sangat ringan. Refleks menelan sangat tertekan sehingga endotracheal
tube sangat mudah dimasukkan, refleks palpebral mulai hilang, dan kesadaran mulai hilang. Anestesi
semakin dalam sehingga sangat nyata menekan sirkulasi dan respirasi. Pada anjing dan kucing,
kecepatan respirasi kurang dari 12 kali per menit dan respirasi semakin dangkal. Denyut jantung
sangan rendah dan pulsus sangat menurun karena terjadi penurunan seluruh tekanan darah. Nilai
CRT akan meningkat menjadi 2 atau 3 detik. Semua refleks tertekan secara total dan terjadi relaksasi
otot secara sempurna serta refleks rahang bawah sangat kendor. Apabila anestesi dilanjutkan lebih
dalam, pasien akan menunjukkan respirasi dan kardiovaskuler lebih tertekan dan pada keadaan dosis
anestetikum berlebih akan menyebabkan respirasi dan jantung berhenti. Dengan demikian, pada
tahap pemeliharaan sangat diperlukan pemantauan dan pengawasan status teranestesi terhadap
sistim kardiovaskuler dan respirasi (McKelvey dan Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007 ).
Ketika tahap pemeliharaan berakhir, hewan memasuki tahap pemulihan yang menunjukkan
konsentrasi anestetikum di dalam otak mulai menurun. Metode atau mekanisme bagaimana
anestetikum dikeluarkan dari otak dan sistem sirkulasi adalah bervariasi tergantung pada anestetikum
yang digunakan. Sebagian besar anestetikum injeksi dikeluarkan dari darah melalui hati dan
dimetabolisme oleh enzim di hati dan metabolitnya dikeluarkan melalui sistem urinari. Pada hewan
kucing, ketamine tidak mengalami metabolisme dan dikeluarkan langsung tanpa perubahan melalui
ginjal. Kadar anestetikum golongan tiobarbiturat di dalam otak dapat dengan cepat menurun karena
dengan cepat disebarkan ke jaringan terutama otot dan lemak, sehingga hewan akan sadar dan
terbangun dengan cepat mendahului ekskresi anestetikum dari dalam tubuh hewan. Anestetikum
golongan inhalasi akan dikeluarkan dari tubuh pasien melalui sistem respirasi, molekul anestetikum
akan keluar dari otak memasuki peredaran darah, alveoli paru-paru, dan akhirnya dikeluarkan melalui
nafas. Tanda tanda adanya aktivitas refleks, ketegangan otot, sensitivitas terhadap nyeri pada
periode pemulihan dinyatakan sebagai kesadaran kembali (McKelvey dan Hollingshead 2003).
Durasi atau lama waktu kerja anestetikum dan kualitas anestesi dapat dilihat dari pengamatan
perubahan fisiologis selama stadium teranestesi. Dikenal dua waktu induksi pada durasi anestesi.
Waktu induksi 1 adalah waktu antara anestetikum diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak dapat
berdiri. Waktu induksi 2 adalah waktu antara anestetikum diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak
ada refleks pedal atau hewan sudah tidak merasakan sakit (stadium operasi). Durasi adalah waktu
ketika hewan memasuki stadium operasi sampai hewan sadar kembali dan merasakan sakit jika
daerah disekitar bantalan jari ditekan. Waktu siuman atau recovery adalah waktu antara ketika hewan
memiliki kemampuan merasakan nyeri bila syaraf disekitar jari kaki ditekan atau mengeluarkan suara
sampai hewan memiliki kemampuan untuk duduk sternal, berdiri atau jalan (Moens dan Fargetton
1990; Verstegen dan Petcho 1993; McKelvey dan Hollingshead 2003).
McKelvey dan Hollingshead (2003) dan Tranquilli et al. (2007) menyatakan bahwa untuk
memonitor anestesi dilakukan pengamatan tahap-tahap anestesi umum. Kualitas status teranestesi
dapat dilihat dari perubahan fisiologis sebagai tanda kedalaman anestesi, seperti disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Tahapan dan indikasi status teranestesi oleh anestetikum umum
Fase/
Tahapan
Indikator
I II III Plane
1
III Plane
2
III Plane
3
III Plane
4
IV
Tingkah
laku
Tidak
terkontrol
Eksitasi:
kuat,
bersuara,
anggora
gerak,
menguny
ahterngan
ga.
Teraneste
si
Teraneste
si
Teranest
esi
Teranest
esi
Hampir
mati
Respirasi Normal,
cepat 20-
30x/mnt
Tidak
teratur,
tertahan
atau
hiper-
ventilasi
Teratur:
12-20x/
mnt
Teratur,
dangkal:
12-16x/
mnt
Dangkal:
<12x/mn
t
Putus-
putus
(ada
berhenti)
Apnea
(berhen
ti)
Fungsi
Kardio-
vaskuler
Tetap denyut
jantung
meningka
t
Pulse
kuat,
denyut
jantung
>90x/mnt
denyut
jantung
>90x/mnt
Denyut
jantung
60-90/
mnt,
CRT
meningk
at, Pulse
lemah
Denyut
jantung
<60x/mn
t, CRT
lama,
membra
n pucat.
Kollap
Respon
bedah/
Kuat Kuat Ada
respon
dengan
Denyut
jantung
dan
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
insisi gerakan respirasi
meningka
t
Kedalaman
anestesi
Tidak
teranestesi
Tidak
teraneste
si
Dangkal Sedang Dalam Over
dosis
Mati
Posisi Bola
mata
Tengah Tengah,
tidak
tetap
Tengah,
rotasi,
tidak
tetap
Sering
rotasi di
ventral
Ditenga
h, rotasi
di
ventral
Tengah Tengah
Ukuran
Pupil
Normal Mungkin
berdilatasi
Normal Dilatasi
ringan
Dilatasi
sedang
Dilatasi
lebar
Dilatasi
lebar
Respon
Pupil
(+) (+) (+) Lambat Sangat
lambat,
(-).
(-) (-)
Kejangan
Otot
Baik Baik Baik Relaksasi Sangat
menurun
Lembek Lembek
Refleks Ada Ada,
mungkin
berlebih
Ringan,
hilang
Ada
(patella,
telinga,
palpebral,
kornea),
yang lain
hilang
Semua
minimal,
hilang
Tidak
ada
Tidak
ada
Stadiun 1 atau stadium analgesi adalah stadium awal anestesi yang terjadi segera setelah
dilakukan anestesi secara inhalasi atau injeksi. Hewan pada stadium ini masih sadar tetapi
kehilangan orientasi dan menurunnya sensitifitas terhadap rasa nyeri. Respirasi dan denyut jantung
masih normal atau meningkat, dan semua refleks masih ada; Stadium 2 atau stadium delirium atau
eksitasi adalah stadium yang dimulai dari hilangnya kesadaran. Semua refleks masih ada dan bisa
muncul berlebihan. Hewan masih dapat mengunyah, menelan, dan mulut umumnya menganga.
Kondisi pupil yang dilatasi tetapi akan berkontriksi apabila ada rangsangan sinar. Stadium ini berjalan
cepat dan bahkan akan terlewati apabila diberikan preanestesi yang baik. Stadium 2 akan berakhir
apabila hewan menunjukkan tanda relaksasi otot, respirasi menurun, dan terjadi penurunan refleks;
Stadium 3 atau stadium pembedahan adalah stadium melakukan tindakan bedah dan dibagi menjadi
empat plane, yaitu plane 1 atau anestesi ringan, plane 2 atau anestesi pembedahan, plane 3 atau
anestesi dalam, dan plane 4 atau paralisa; dan Stadium 4 atau stadium terminal (stadium kelebihan
dosis).
Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat
I.Parenteral
Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular
biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk indikasi
anesthesia. Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat dicapai induksi dan pemulihan,
sedikit komplikasi pasca anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi otot rangka
sangat lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin, droperidol dan
fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan
yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anestetika lain.
II.Perektal
Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk
induksi anesthesia atau tindakan singkat.
III. Perinhalasi, melalui pernafasan
Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang
mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika yang
dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut
tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya Anastasia,zat
anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anastesia yang
adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap berbeda-beda dalam hal
potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia dan relaksasi otot rangka.
Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke
jaringan otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan, fluotan,
metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan fluroksen)
Faktor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi
kekuatan manapun kecepatan anastesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hughes, J.M.L. 2008. Anaesthesia for the geriatric dog and cat. 61. Irish Veterinary..............02.
Richard Bednarski, MS, DVM, DACVA (Chair), Kurt Grimm, DVM, MS, PhD, DACVA, DACVCP, Ralph
Harvey, DVM, MS, DACVA, Victoria M. Lukasik, DVM, DACVA, W. Sean Penn, DVM, DABVP
(Canine/Feline),Brett Sargent, DVM, DABVP (Canine/Feline), Kim Spelts, CVT, VTS, CCRP (Anesthesia),
Robert Smith, MD. 2011. AAHA Anesthesia Guidelines for Dogs and Cats. VETERINARY PRACTICE
GUIDELINES. 377. www.JAAHA.ORG. 02.
Anestetik Inhalasi
Posted by: Debby Fadhilah Pazra in Farmakologi June 1, 2014
Anestetik inhalasi merupakan anestesi yang cara penggunaannya dengan memasukkan obat anestesi melalui pernafasan. Anestesi secara inhalasi memiliki keuntungan diantaranya yaitu kedalaman anestesi dapat diatur atau diubah dengan cepat dengan perubahan konsentrasi anestesi inhalasi, tidak menyebabkan depresi pernafasan pasca operasi karena anestesi ini cepat dieliminasi dari tubuh. Kekurangan dari anestesi inhalasi yaitu beberapa obat anestesi berbau dan dapat menyebabkan iritasi dalam saluran pernafasan.
Anestesi akan semakin baik apabila: (a) masa induksi dan masa pemulihannya singkat dan nyaman. Semakin cepat anestetik mengalir masuk ke dalam tubuh dan ke luar dari tubuh, maka akan semakin singkat waktu yang diperlukan dari mulai pembiusan sampai tercapainya suatu stadium pembiusan tertentu dan sebaliknya waktu dari stadium ini sampai dengan sadarnya pasien. Laju aliran masuk dan aliran keluar anestetik di dalam tubuh terutama tergantung pada gradien antara konsentrasi dalam udara pernafasan dan konsentrasi dalam darah serta bergantung pada kelarutan obat bius dalam darah. Dengan meningkatnya perbedaan konsentrasi dalam udara pernafasan dan dalam darah, maka laju aliran masuk dan aliran keluar anestetik di dalam tubuh akan meningkat, sebaliknya dengan meningkatnya kelarutan anestetik di dalam darah, maka laju aliran masuk dan keluar anestetik di dalam tubuh akan menurun; (b) peralihan stadium anestesinya terjadi singkat; (c) relaksasi ototnya sempurna; (d) berlangsung cukup aman; (e) tidak menimbulkan efek toksik atau efek samping berat dalam dosis anestetik yang lazim.
Kedalaman pembiusan yang ditimbulkan oleh anestetik bergantung pada konsentrasi dan kecepatan transver anestetik ke sistem saraf pusat (jaringan otak). Faktor yang menentukan kecepatan transver anestetik di jaringan otak adalah sebagai berikut:
1. Kelarutan zat anestetikKelarutan dinyatakan sebagai koefisien partisi darah/gas (λ) yaitu perbandingan antara kadar anestetik dalam darah dengan kadar dalam udara inspirasi pada saat dicapai keseimbangan. Anestetik yang sukar larut yaitu N2O, desfluran, dan sevofluran koefisien partisinya sangat rendah, sedangkan koefisien partisi dietileter dan metoksifluran yang mudah larut sangat tinggi. Ketika difusi ke dalam darah, anestetik yang sukar larut hanya memerlukan sedikit molekul untuk menaikkan tekanan parsialnya sehingga tekanan parsial gas di dalam darah segera naik dan induksi anestesia terjadi lebih cepat. Sebaliknya untuk anestetik yang mudah larut, diperlukan jumlah yang lebih banyak untuk menaikkan tekanan parsial di darah sehingga timbulnya induksi lebih lama.
2. Kadar anestetik dalam udara yang dihirup pasien atau disebut tekanan parsial anestetikKadar anestetik dalam campuran gas yang dihirup menentukan tekanan maksimum yang dicapai di alveol maupun kecepatan naiknya tekanan parsial di arteri. Kadar anestetik yang tinggi akan mempercepat transfer anestetik ke darah, sehingga akan meningkatkan kecepatan induksi anestesia. Tekanan parsial N2O dalam arteri mencapai 90% tekanan parsial dalam udara yang dihirup sesudah 20 menit, sedangkan untuk eter dicapai sesudah 20 jam.
3. Ventilasi paruHiperventilasi mempercepat masuknya gas anestetik ke sirkulasi dan jaringan, tetapi hal ini
hanya nyata pada anestetik yang larut baik dalam darah seperti halotan dan dietileter. Pada anestetik yang sukar larut dalam darah misalnya siklopropan dan N2O, pengaruh ventilasi tidak begitu nyata karena kadar dalam arteri cepat mendekati kadar alveoli.
4. Kecepatan aliran darah paru-paruBertambah cepatnya aliran darah di paru-paru, maka bertambah cepat pula pemindahan anestetik dari udara inspirasi ke darah. Namun, hai ini akan memperlambat peningkatan tekanan darah arteri sehingga induksi anestesia akan lebih lambat khususnya oleh anestetik dengan tingkat kelarutan sedang dan tinggi, misalnya halotan dan isofluran.
5. Perbedaan tekanan parsial anestetik dalam arteri dan venaPerbedaan antara kadar anestetik di dalam arteri dan vena terutama bergantung pada ambilan anestetik oleh jaringan. Darah vena yang kembali ke paru-paru mengandung anestetik yang lebih sedikit daripada darah arteri. Semakin besar perbedaan kadar anestetik, maka keseimbangan dalam jaringan otak akan semakin lama tercapai.
Sumber:
Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Departeman Farmakologi dan Terapeutik FK-UI.
Mutschler E. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Edisi ke-5. Bandung: ITB.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC, Fisher BD. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi ke-2. Jakarta: Widya Medika.
Tabel 1 Daftar obat anestesi inhalasi dan sifatnya
No. Obatanestesi inhalasi
Sifat-sifatnya
1. Dinitrogenoksida (N2O, gasgelak)
- Tidak berwarna, tidak bau, rasa agak manis, tidak mudah terbakar, dijual dalam bentuk cair
- Sukar larut dalam darah dan merupakan anestetik kurang kuat
- Dengan perbandingan N2O:O2 (85:15) stadium induksi akan cepat dilewati, tetapi pemberiannya tidak boleh terlalu lama karena mudah terjadi hipoksia
- Anestetik ini dikombinasikan dengan anestetik lain seperti halotan, karena kedua senyawa ini tidak mempunyai kerja merelaksasi otot maka seringkali dikombinasikan dengan muskelrelaksansia
- Kadar N2O 80% hanya sedikit mendepresi kontraktilitas otot jantung sehingga peredaran darah tidak terganggu
- Pada anestesi yang lama dapat menyebabkan mual, muntah, dan lambat sadar
- Mempunyai efek analgesik baik dengan pemberian inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeksi seperti efek 15 mg morfin
- Diekskresikan dalam bentuk utuh melalui paru-paru dan sebagian kecil melalui kulit
2. Halotan - Bentuk cair tidak berwarna, mendidih pada 50 oC dengan bau enak, tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen
- Keuntungannya: pembiusan terjadi cepat dan nyaman untuk pasien serta sadar kembali dengan cepat tanpa komplikasi, berkhasiat kuat (konsentrasi dalam udara pernafasan yang dibutuhkan untuk menjaga stadium toleransi hanya sebesar 0,5-1,5%), tidak merangsang mukosa
- Kerugian: (a) lebar pembiusan kecil; (b) dapat mendepresi pernafasan; (c) sensibilisasi miokard terhadap katekolamin dan dengan demikian banyak terjadi gangguan ritmus; (d) penurunan tekanan darah akibat dari depresi langsung pada miokard dan dihambatnya baroreseptor terhadap hipotensi; (e) menyebabkan kerusakan hati pada konsentrasi halotan yang tinggi atau pembiusan berulang akibat reaksi toksik dan/atau reaksi alergi. Kerusakan hati terjadi akibat halotan mengalami metabolisme oksidatif dalam tubuh menjadi hidrokarbon yang toksik terhadap jaringan termasuk jaringan hati; (f) efek analgesik yang lemah
- Halotan pada umumnya digunakan bersama dengan dinitrogenoksida, dengan demikian konsentrasi halotan
dapat dipertahankan serendah mungkin (0,5-1% volume dalam udara pernafasan) sehingga efek merugikan terhadap pasien dapat dihindari
- Diekskresikan terutama di paru-paru, hanya 20% yang dimetabolisme dalam tubuh untuk kemudian dibuang melalui urin dalam bentuk asam trifluoroasetat, trifluoroetanol dan bromida
3. Dietileter - Cairan tidak bewarna, mudah menguap, berbau tidak enak, mengiritasi saluran pernafasan dan merangsang sekresi kelenjar bronkus, mudah terbakar dan mudah meledak
- Merupakan anestesi yang sangat kuat dengan kadar di dalam arteri 10-15 mg% sudah terjadi analgesia tetapi pasien masih sadar
- Pada induksi dan waktu pemulihanmenimbulkan salivasi akan dihambat dan terjadi depresi pada pernafasan
- Menekan kontraktilitas otot jantung - Mengakibatkan dilatasi pembuluh darah kulit sehingga
timbul kemerahan terutama pada daerah muka, pada anestesia yang lebih dalam kulit menjadi lembek, pucat, dingin dan basah
- Pada pembuluh darah ginjal mengakibatkan vasokontriksi sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan produksi urin
- Menyebabkan mual dan muntah terutama pada waktu pemulihan, tetapi juga dapat terjadi waktu induksi. Hal ini terjadi karena terjadi iritasi lambung
- Ekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil di urin, air susu, dan keringat serta melaui difusi kulit utuh
4. Siklopropan - Berbentuk gas, anestetik inhalasi kuat, berbau spesifik, tidak bewarna, disimpan dalam bentuk cair bertekanan tinggi
- Mudah terbakar dan meledak- Tidak larut dalam darah sehingga induksi dilalui dalam
2-3 menit - Pemberian dengan kadar volume 1% dapat
menimbulkan analgesia tanpa kehilangan kesadaran- Terjadi relaksasi otot cukup baik, sedikit sekali
mengiritasi saluran pernafasan, tetapi depresi pernafasan ringan
- Tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga dipilih untuk pasien dengan syok
- Menghambat fibrilasi atrium, bradikardia sinus, ekstrasistol atrium, aritmia atrioventrikular, ekstrasistol ventrikel dan ritme bigemini
- Ekskresi melalui paru-paru,hanya 0,5% yang dimetabolisme dalam tubuh dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air
5. Enfluran - Merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar
- Fase induksi relatif lambat- Sekresi kelenjar saliva dan bronkus sedikit - Kadar yang tinggi mengakibatkan depresi
kardiovaskular dan perangsangan SSP, cara menghindarinya dengan pemberian kadar rendah bersama N2O
- Menyebabkan relaksasi otot rangka lebih baik dari halotan
- Sebagian besar diekskresikan dalam bentuk utuh pada paru-paru, 2-10% dimetabolisme di hati menghasilkan ion fluor
- Menyebabkan efek samping setelah pemulihan yaitu menggigil karena hipotermia, gelisah, delirium, mual ataumuntah, depresi pernafasan
6. Isofluran - Merupakan eter berhalogen, tidak mudah terbakar, berbau tajam
- Kadar obat tinggi dalam udara inspirasi membuat pasien menahan nafas dan batuk
- Merelaksasi otot rangka lebih baik dan meningkatkan efek pelumpuh otot depolarisasi maupun nondepolarisasi
- Dapat meningkatkan aliran darah ke otot rangka dapat mempercepat eliminasi pelumpuhan otot
- Tekanan darah turun cepat dengan makin dalamnya anestesi, terjadi hipotensi karena vasodilatasi otot
- Anestesia yang dalam tidak terjadi perangsangan SSP, dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan metabolisme otak menurun sedikit. Sirkulasi otak tetap responsif terhadap CO2 sehingga hiperventilasi dapat menurunkan aliran darah, metabolisme otak, dan tekanan intrakranial. Oleh sebab itu anestetik ini dipakai untuk bedah saraf
7. Desfluran - Cairan mudah terbakar, tidak mudah meledak, bersifat absorben dan tidak korosif untuk logam, lebih sukar menguap
- Kelarutan yang rendah mendekati N2O, memberikan induksi dan pemulihan yang lebih cepat dari isofluran
- Setelah 5-10 menit obat dihentikan pasien sudah dapat memberikan tanggapan terhadap rangsangan verbal, sehingga lebih disukai untuk prosedur bedah singkat atau bedah rawat jalan
- Bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, sesak nafas, spasme laring
8. Sevofluran - Masih baru, memberikan induksi dan pemulihan lebih cepat
- Tidak stabil secara kimiawi, apabila terpapar absorben CO2 anestetik ini akan terurai menghasilkan zat
bersifat nefrotoksik- Metabolit di hati menghasilkan ion flour yang merusak
ginjal9. Fluroksen - Merupakan eter halogen, mudah terbakar, tetapi tidak
mudah meledak- Anelgesia yang baik, tetapi relaksasi otot kurang
Sumber:
Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Departeman Farmakologi dan Terapeutik FK-UI.
Mutschler E. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Edisi ke-5. Bandung: ITB.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC, Fisher BD. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi ke-2. Jakarta: Widya Medika.