Post on 16-Oct-2021
BANU 2016
Bali Neurology Update
Neurology in Elderly
Hope for Healthy and Successful Aging
Editor:
Dr. dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K)
dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K)
dr. A.A. Ayu Meidiary, Sp.S
dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S
dr. Ni Putu Witari, Sp.S
dr. Desie Yuliani, Sp.S
dr. Yoanes Gondowardaja, M.Biomed, Sp.S
UDAYANA UNIVERSITY PRESS
ii | B A N U 4
Bali Neurology Update 2016
Neurology in Elderly: Hope for Healthy and Successful Aging
Editor:
Dr. dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K)
dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K)
dr. A.A. Ayu Meidiary, Sp.S
dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S
dr. Ni Putu Witari, Sp.S
dr. Desie Yuliani, Sp.S
dr. Yoanes Gondowardaja, M.Biomed, Sp.S
Penerbit:
Udayana University Press
Kampus Universitas Udayana Denpasar
Email: unudpress@yahoo.com
Website: penerbit.unud.ac.id
2016, vii + 235 pages, 18.2 x 25.7 cm
iii | B A N U 4
SAMBUTAN KETUA PERDOSSI CABANG DENPASAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sejawat semua dapat mengikuti
acara ilmiah tahunan Bali Neurology Update (BANU) yang keempat. Acara ini
terselenggara atas kerjasama PERDOSSI cabang Denpasar dengan
Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Acara ilmiah ini menjadi sangat penting mengingat perkembangan ilmu
kedokteran, khususnya di bidang Neurologi, sehingga diperlukan pendidikan
kedokteran berkelanjutan sebagai usaha untuk meningkatkan keilmuan guna
penatalaksanaan pasien yang lebih baik.
Seiring dengan lebih baiknya tingkat pengetahuan masyarakat
Indonesia khususnya di bidang kesehatan, populasi usia lanjut di Indonesia
semakin meningkat. Populasi usia lanjut akan sering ditemui di semua tingkat
pelayanan kesehatan, sehingga dibutuhkan pengetahuan yang komprehensif
khususnya di bidang neurogeriatri. Oleh karena itu, topik yang diangkat dalam
acara ilmiah kali ini adalah Neurology in Elderly: Hope for Healthy and
Successful Aging.
Besar harapan BANU keempat yang kami adakan ini akan memberikan
tambahan wawasan keilmuan kepada sejawat sekalian. Atas nama
PERDOSSI cabang Denpasar, kami mengucapkan selamat mengikuti acara
ini dan juga mengucapkan terima kasih kepada segenap panitia yang telah
menyiapkan acara ini dengan baik.
Om, Santhi, Santhi, Santhi, Om.
Hormat kami,
Prof. Dr. dr. Anak Agung Raka Sudewi, Sp.S(K)
Ketua PERDOSSI cabang Denpasar
iv | B A N U 4
SAMBUTAN KETUA PANITIA BALI NEUROLOGY UPDATE 2016
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang diberikan sehingga kami dapat
menyelenggarakan 4th Bali Neurology Update (BANU) pada tanggal 22-24 Juli
2016 di Denpasar, Bali.
BANU adalah kegiatan kerjasama antara PERDOSSI cabang Denpasar
dan PPDS Neurologi Universitas Udayana. Kegiatan ini merupakan
pertemuan ilmiah tahunan di bidang Neurologi untuk meningkatkan
pengetahuan, keahlian dan kompetensi dalam upaya meningkakan kualitas
pelayanan di bidang Neurologi.
Tema yang diangkat pada BANU 2016 kali ini adalah Neurology in
Elderly: Hope for Healthy and Successful Aging. Tema ini diambil mengingat
keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan akan meningkatkan
populasi usia lanjut sehingga kita dituntut untuk menguasai kasus-kasus pada
lanjut usia khususnya di bidang Neurologi agar dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di bidang usia lanjut.
Buku ini merupakan kumpulan makalah simposium dalam kegiatan
BANU 2016. Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi- tingginya kepada para pembicara serta partisipasi seluruh peserta
pada kegiatan ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat untuk
pembaca semua.
Om, Santhi, Santhi, Santhi, Om.
Hormat kami,
dr. Anak Agung Ayu Meidiary, Sp.S
Ketua Panitia
v | B A N U 4
RINGKASAN
Buku makalah 4th Bali Neurology Update, Neurology in Elderly: Hope for
Healthy and Successful Aging ini diterbitkan dalam rangka meningkatkan
pengetahuan dalam bidang yang terkait neurogeriatri. Buku ini mencoba
membahas mengenai neurogeriatri dan dipaparkan dalam topik-topik yang
menarik untuk disimak. Penyakit mengenai gangguan tidur, vaskular, infeksi,
nyeri, serta gangguan fungsional terkait penuaan yang menarik untuk disimak.
Cakupan mengenai penanganan kasus neurogeriatri dipaparkan secara
ringkas sehingga menarik untuk dibaca. Kami berharap buku ini dapat
memberikan manfaat besar dalam penanganan kasus neurogeriatri.
vi | B A N U 4
DAFTAR ISI
COVER .............................................................................................................. i
SAMBUTAN KETUA PERDOSSI CABANG DENPASAR .............................. iii
SAMBUTAN KETUA PANITIA 4TH BALI NEUROLOGY UPDATE 2016 ........ iv
RINGKASAN ..................................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
SIMPOSIUM I
Vascular Ageing ...............................................................................................1
dr. Kumara Tini, Sp.S, FINS
Cognitive Changes Associated with Normal Aging .........................................6
Dr. dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K)
SIMPOSIUM II
Aspek Medikolegal pada Lansia ....................................................................24
dr. I.B. Putu Alit, Sp.F, DFM
Penanganan End of Life Care bagi Usia Lanjut .............................................30
Dr. dr. Anna M.G. Sinardja, Sp.S(K)
SIMPOSIUM III
Obstructive Sleep Apnea pada Lansia ...........................................................40
dr. I.G.N. Budiarsa, Sp.S
Sleep in Elderly: What Should We Know? .....................................................57
dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S
Perubahan Kognitif pada Menopause: Peranan Estrogen ............................65
dr. Ketut Widyastuti, Sp.S
SIMPOSIUM IV
Seizure in Elderly ............................................................................................75
Dr. dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K)
Infeksi Sistem Saraf pada Pasien Lanjut Usia ...............................................76
Prof. Dr. dr. A.A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
Dizziness dan Vertigo pada Usia Lanjut ........................................................80
Dr. I Wayan Kondra, Sp.S(K)
vii | B A N U 4
SIMPOSIUM V
Headache in Elderly .......................................................................................91
dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K)
Back and Cervical Pain in Elderly ............................................................... 103
dr. I Putu Eka Widyadharma, M.Sc., Sp.S(K)
Management of Neuropathic Pain in Elderly: Focus on Pregabalin ........... 115
Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K), FAAN
SIMPOSIUM VI
Manajemen Hipertensi pada Stroke Iskemik Akut Usia Tua ...................... 128
dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K)
Penatalaksanaan Overactive Bladder pada Lanjut Usia ............................ 140
dr. I.B. Kusuma Putra, Sp.S
SIMPOSIUM VII
Myasthenia Gravis pada Lanjut Usia .......................................................... 145
dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S
Swallowing Problem in Elderly .................................................................... 153
dr. Putu Budi Muliawan, Sp.S
Nutrition Support in Elderly .......................................................................... 174
dr. Ketut Sumada, Sp.S
SIMPOSIUM VIII
Neuropati Perifer pada Lanjut Usia ............................................................. 207
dr. Ni Putu Witari, Sp.S
Long-term Care Option for Aging ................................................................ 215
dr. A.A.A. Meidiary, Sp.S
Kejadian Jatuh pada Lanjut Usia ................................................................ 227
dr. Komang Arimbawa, Sp.S
115 | B A N U 4
MANAGEMENT OF NEUROPATHIC PAIN:
FOCUS ON PREGABALIN
Thomas Eko Purwata, Putu Eka Widyadharma, Ida Ayu Sri Wijayanti Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Abstrak
Nyeri Neuropatik (NN) merupakan salah satu bentuk nyeri kronik yang sangat
sulit ditangani, obat-obatan golongan analgesik dan anti inflamasi non steroid
kurang ampuh untuk mengobati NN. Nyeri neuropatik sering membuat frustasi
baik pasien maupun dokternya, tidak jarang terjadi gangguan tidur,
kecemasan dan depresi, sebagai akibatnya kualitas hidup pasien menurun.
Survei epidemiologi menunjukkan bahwa banyak pasien NN belum
mendapatkan penatalaksanaan yang memadai. Hal ini antara lain disebabkan
karena kurangnya pengetahuan tentang diagnosis yang tepat, pemilihan
terapi dan efikasi dari obat-obatan untuk NN.
Insiden nyeri meningkat dengan bertambahnya umur. Nyeri neuropatik sering
dijumpai pada lansia (lanjut usia) dan masih merupakan tantangan, baik
dalam hal diagnosis maupun manajemennya. Penyebab tersering nyeri
neuropatik pada lansia antara lain adalah radikulopati akibat stenosis foramen
atau spinal, neuropati diabetik dan neuropati pasca herpes.
Manajemen nyeri pada lansia agak berbeda dengan pasien yang lebih muda,
baik dalam hal penyebab, penyakit penyerta dan respon terhadap nyeri
maupun terapinya. Manajemen nyeri neuropatik pada lansia meliputi terapi
farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi antara lain dengan
pemberian obat-obatan analgesik non opiat, adjuvan, dan opiat. Polifarmasi,
interaksi antara obat dengan obat dan obat dengan penyakitnya, perubahan
metabolisme akibat usia, dan seringnya terjadi efek samping obat perlu
dipertimbangkan dengan seksama pada penggunaan obat-obatan pada
lansia.
Pendekatan terapi nyeri neuropatik yang rasional adalah berdasarkan
mekanisme terjadinya NN. Manajemen NN kronik idealnya dilakukan secara
multidisiplin dan berdasarkan guideline (GL) dengan memperhatikan untung
116 | B A N U 4
dan ruginya. Semua organisasi Internasional merekomendasikan pregabalin
sebagai obat lini pertama untuk terapi farmakologi hampir semua NN, kecuali
untuk neuralgia trigeminal obat lini pertama adalah karbamasepin dan
okskarbasepin.
Kata kunci: lansia, manajemen nyeri, nyeri neuropatik, pregabalin.
PENDAHULUAN
Insiden nyeri meningkat dengan bertambahnya umur.1-2 Nyeri diderita
oleh seperempat dari lansia (lanjut usia).2 Pada komunitas sebanyak 25-50%
lansia menderita nyeri kronik, sedangkan pada nursing home prevalensinya
45-85%.3 Mengingat prevalensi nyeri kronik yang tinggi dan menurunnya
kualitas hidup lansia, maka dipandang perlu untuk memberikan prioritas
manajemen nyeri pada lansia dengan membuat guideline asesmen dan
manajemen nyeri pada lansia.4 Berdasarkan guideline tersebut setiap lansia
yang periksa ke dokter harus dilakukan asesmen nyeri.
Diagnosis dan manajemen nyeri neuropatik masih merupakan tantangan bagi
ahli saraf.5,6 Pengobatan nyeri neuropatik memerlukan pendekatan yang
berbeda dengan nyeri inflamasi, dimana pada nyeri neuropatik obat-obatan
golongan analgesik dan Non Steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID) kurang
efektif. Penyebab tersering nyeri neuropatik pada lansia antara lain adalah:
radikulopati daerah servikal, dan lumbal, neuropati diabetik, dan neuralgia
pasca herpes.7
Nyeri neuropatik pada lansia sering kali tidak terdiagnosis dan pengobatannya
di bawah standar. Nyeri pada lansia sering disertai depresi, kecemasan,
gangguan tidur, nafsu makan menurun, dan gangguan kognitif sehingga pada
akhirnya kualitas hidup penderita menurun.8
Manajemen nyeri pada lansia berbeda dengan pasien muda. Penyebab,
komorbiditas, efek samping pengobatan, dan respon terhadap nyeri dan
pengobatannya berbeda dengan pasien yang muda. Terapi farmakologi pada
lansia sering menimbulkan efek samping terutama analgesik, NSAID, dan
opiat. Manajemen nyeri yang efektif pada lansia meliputi pendekatan
117 | B A N U 4
farmakologi dan non farmakologi. Meskipun memiliki risiko yang tinggi
terjadinya efek samping, intervensi farmakologi masih merupakan modalitas
utama dalam pengobatan nyeri neuropatik pada lansia. Pendekatan
farmakologi meliputi pemberian obat analgesik non opiat, analgesik opiat, dan
analgesik adjuvan. Dalam manajemen nyeri pada lansia dokter harus
mempertimbangkan perubahan metabolisme obat karena umur, efek samping
obat, interaksi antara obat dan penyakit, serta interaksi obat dengan obat.
Disarankan untuk memberikan dosis titrasi dan pendekatan start low and go
slow. Pada lansia sensitivitas terhadap analgesik meningkat sehingga
diperlukan dosis yang lebih sedikit dibandingkan orang muda. Perlu dilakukan
pemantauan yang hati-hati terhadap lansia yang menggunakan berbagai
macam obat, bukan hanya memperhatikan efektivitas obatnya saja tetapi juga
kemungkinan terjadinya efek samping obat.8 Manajemen NN masih
merupakan tantangan, hanya sekitar 50% pasien yang diobati berkurang rasa
nyerinya, itupun nyerinya tidak hilang total dan seringkali efek samping obat
tidak dapat ditoleransi oleh pasien.4 Pendekatan terapi nyeri neuropatik yang
rasional adalah berdasarkan mekanisme terjadinya NN. Manajemen NN
kronik idealnya dilakukan secara multidisiplin dan berdasarkan guideline (GL)
dengan memperhatikan untung dan ruginya. Semua organisasi Internasional
merekomendasikan pregabalin sebagai obat lini pertama untuk terapi
farmakologik hampir semua NN, kecuali untuk neuralgia trigeminal obat lini
pertama adalah karbamasepin dan okskarbasepin.9-12
Definisi Nyeri Neuropatik
Definisi baru dari NN adalah nyeri yang berasal dari lesi atau penyakit
yang mengenai sistem saraf somatosensoris.13 Prevalensi NN berkisar antara
7-10% pada populasi umum di negara maju.14 Penyakit yang termasuk NN
antara lain: radikulopati servikal dan lumbal, neuropati diabetik, cancer related
neuropathy, neuralgia pasca herpes, HIV-related painful polyneuropathy,
cedera medula spinalis, central post stroke pain, neuralgia trigeminal,
complex regional pain syndrome tipe 2, nyeri phantom dan lain-lainnya.15
118 | B A N U 4
PERUBAHAN PERSEPSI NYERI YANG BERHUBUNGAN DENGAN USIA
Pada penelitian eksperimental terjadi perubahan yang signifikan
fungsi deteksi nyeri dan ambang nyeri pada lansia. Terjadi pula perubahan
pada serat saraf A-delta yang berfungsi untuk menghantarkan transmisi
epikritik, nyeri yang terlokalisir dan berlangsung cepat, sedangkan serat saraf
C yang berfungsi untuk transmisi protopatik, nyeri yang sulit dilokalisir dan
berlangsung lambat relatif tidak begitu terganggu. Respon otak terhadap
stimulus nyeri juga melambat.16 Perubahan-perubahan ini dapat
menerangkan terjadinya kesulitan pada orang tua untuk mendeskripsikan dan
melokalisir nyeri. Berkurangnya kemampuan untuk memodulasi nyeri dan
inhibisi desenden menyebabkan tingginya prevalensi dan beratnya nyeri pada
lansia.17
PERUBAHAN FARMAKOKINETIK PADA LANSIA
Terjadi penurunan sekresi lambung kira-kira 25% pada orang yang
berumur lebih dari 50 tahun sehingga pH lambung menjadi lebih tinggi.
Motilitas gastrointestinal, aliran darah splanich, area absorpsi, dan transpor
aktif protein menurun. Perubahan farmakokinetik pada lansia dapat dilihat
pada Tabel 1.17
Tabel 1. Perubahan Farmakokinetik yang berhubungan dengan umur17
119 | B A N U 4
PERUBAHAN FARMAKODINAMIK PADA LANSIA
Perubahan farmakodinamik yang berhubungan dengan usia sering
menyebabkan meningkatnya sensitivitas pasien lansia terhadap obat-obatan,
sehingga mengakibatkan banyak terjadi efek samping obat. Yang lebih
spesifik adalah peningkatan sensitivitas reseptor kolinergik, di mana
pemakaian obat-obat anti kolinergik seperti trisiklik anti depresan mudah
menimbulkan efek samping. Penurunan fungsi homeostasis pada lansia
dapat menerangkan terjadinya perlambatan pemulihan ke arah kondisi basal
setelah gangguan fungsi organ seperti terjadinya gagal ginjal akut dan
perdarahan saluran cerna akibat pemakaian NSAID atau sedasi karena
opiat.17
Menurut The American Geriatrics Society (AGS) semua lansia yang
mengalami gangguan fungsi atau penurunan kualitas hidup akibat nyeri kronik
adalah kandidat untuk terapi farmakologi.4 Pengetahuan tentang farmakologi
dari masing-masing obat sangat penting untuk manajemen nyeri yang aman
dan efektif (Tabel 2).17
PREGABALIN
Pregabalin (PGB) adalah substansi yang secara struktural analog
gamma aminobutyric acid (GABA) yang bersifat lipofilik namun secara
fungsional tidak berhubungan dengan neurotransmiter GABA.18 Berdasarkan
bukti klinis PGB bermanfaat untuk mengobati epilepsi, gangguan psikiatri,
fibromyalgia, dan NN.
MEKANISME KERJA PREGABALIN
Pregabalin adalah anti-konvulsan yang memiliki afinitas tinggi terhadap α2-δ
subunit dari voltage gated calcium channel dan bertindak sebagai ligand α2-
δ subunit. Terdapat 4 subtipe protein α2-δ, PGB hanya terikat dengan afinitas
yang kuat pada subtipe 1 dan 2. Mekanisme kerja utamanya adalah
menurunkan influx kalsium dan mengurangi pelepasan neurotransmiter
eksitatorik presinap seperti glutamat, substansi P, dan calcitonin gene-related
peptide sehingga dapat mengurangi nyeri.18,19
120 | B A N U 4
Tabel 2. Rekomendasi dosis analgesik pada lansia17
FARMAKOKINETIK
Penelitian menunjukkan bahwa PGB memiliki farmakokinetik linear
yang dapat diramalkan dengan variasi antar subjek yang rendah.18 Pregabalin
121 | B A N U 4
diabsorpsi secara cepat setelah pemberian oral pada keadaan puasa.
Konsentrasi maksimal dalam plasma dicapai kurang lebih 1 jam setelah
pemberian dosis tunggal atau ganda dan keadaan steady state dicapai dalam
waktu 24-48 jam setelah pemberian dosis ulangan.18
Bioavailabilitas PGB secara oral tinggi >90% dan tidak tergantung dosis.
Rerata waktu paruh PGB adalah 6,3 jam dan tidak tergantung dosis dan
pemberian obat ulangan sehingga menjamin tingkat kepercayaan dosis-
respon dalam praktek klinik. Efek klinik PGB tidak dipengaruhi oleh makanan
sehingga dosis obat tidak dipengaruhi oleh makanan.18,20
EFIKASI PREGABALIN
Pregabalin terbukti efektif untuk mengurangi skala nyeri, memperbaiki
gangguan tidur dan memperbaiki kualitas hidup penderita NN. Studi klinik
PGB telah dilakukan secara luas pada berbagai macam penyakit antara lain:
radikulopati servikal dan lumbal, neuropati diabetik, cancer related
neuropathy, neuralgia pasca herpes, HIV-related painful polyneuropathy,
cedera medula spinalis, central post stroke pain, neuralgia trigeminal,
complex regional pain syndrome tipe 2, nyeri phantom dan lain-lainnya.10 Dari
25 placebo-controlled randomized trials didapatkan 18 studi PGB dengan
dosis 150-600 mg/hari terbukti efektif dalam menurunkan skala nyeri dan
terdapat response gradient dosis (dosis 600 mg/hari responnya lebih tinggi
daripada 300 mg/hari). Dua trial pada HIV-related painful polyneuropathy
dengan respon plasebo yang tinggi hasilnya negatif. Gabungan number
needed to treat (NNT) adalah 7.7 (95% CI 6,5-9,4) seperti terlihat pada
gambar 1.12
Efikasi PGB dalam mengurangi nyeri pada pasien Painful Diabetic
Neuropathy (PDN) dan PHN telah terbukti.11,21 Penurunan skala nyeri sudah
dapat terlihat setelah 1 minggu terapi. Perbaikan fungsional dan kualitas hidup
sebagai respon terhadap PGB berhubungan dengan semakin berkurangnya
keluhan nyeri. Studi terbaru juga menunjukkan bahwa PGB memberikan efek
pengobatan yang lebih baik dibandingkan dengan amitriptilin pada pasien
122 | B A N U 4
dengan PHN.22 Kombinasi antara PGB dan Imipramin mempunyai efikasi
yang lebih baik daripada obat tunggal.23
Gambar 1. Forest Plot Data dari Pregabalin.12
NNT: number needed to treat. CPSP: central post-stroke pain. SCI: spinal cord injury pain.
PPN: painful polyneuropathy. FDA: US Food and Drug Administration. PHN: post herpetic
neuralgia. PNI: peripheral nerve injury. PhRMA= Pharmaceutical Research and Manufacturers
of America.
Pada HIV-related painful polyneuropathy tidak ada perbedaan yang
bermakna antara PGB dan plasebo dalam menurunkan skala nyeri.24
KEAMANAN PREGABALIN
Pada umumnya PGB dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, efek
samping yang paling sering dilaporkan adalah dizziness, ngantuk, edema
perifer, mulut kering, dan penambahan berat badan, efek samping meningkat
dengan peningkatan dosis.21,25 Disarankan untuk memulai dosis awal kecil,
2-3 kali 50 mg sehari kemudian dititrasi sesuai dengan efikasi dan respon
123 | B A N U 4
pasien.10,20 Dosis maksimum yang dianjurkan pada pasien dengan klirens
kreatinin >60 ml/menit adalah 300 mg/hari pada pasien neuropati diabetik,
sedangkan untuk neuralgia pasca herpes maksimal 600 mg/hari.26 Number
needed to harm (NNH) PGB adalah 13.9 (11,6-17.4).12
Pregabalin mempunyai kemampuan untuk menembus sawar darah otak
secara cepat, sehingga mampu mempengaruhi aktivitas susunan saraf pusat.
Metabolisme PGB dalam tubuh manusia hanya sedikit (< 2%) dan diekskresi
dalam bentuk tidak berubah oleh ginjal. Pregabalin tidak berikatan dengan
protein plasma, tidak mengalami metabolisme di hati, tidak menginduksi atau
menghambat enzim-enzim hati seperti sitokrom P450 sehingga PGB tidak
menimbulkan interaksi farmakokinetik antar obat. Ekskresi PGB melalui ginjal
sehingga perlu penyesuaian dosis pada pasien yang mengalami penurunan
fungsi ginjal, pada pasien dengan klirens kreatinin <60 ml/menit.13,15 Pada
pasien dengan klirens kreatinin 30-60 ml/menit, dosis harian dikurangi 50%.
Penurunan dosis harian sampai 50% dianjurkan setiap penurunan klirens
kreatinin 50%. Tambahan dosis PGB dianjurkan pada pasien yang menjalani
hemodialisa kronis. Dosis harian harus segera ditambahkan setelah setiap 4
jam sesi hemodialisis untuk menjaga konsentrasi plasma PGB stabil dalam
rentang yang diinginkan.15
MANAJEMEN NYERI NEUROPATIK PADA LANSIA
Manajemen NN pada lansia yang direkomendasikan adalah
pendekatan secara multidisiplin untuk mencari opsi yang optimal, dengan
mempertimbangkan tipe nyerinya, apakah nyeri neuropatik, nosiseptif atau
campuran, akut atau kronik, kanker atau non kanker. Manajemen nyeri yang
efektif meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi.
TERAPI FARMAKOLOGI
Terapi farmakologi merupakan lini pertama pada manajemen nyeri pada
lansia. Menurut AGS semua pasien lansia yang mengalami gangguan
fungsional atau kualitas hidupnya menurun sebagai akibat dari nyeri persisten
yang dideritanya merupakan kandidat untuk terapi farmakologi. Untuk terapi
farmakologi, obat-obatan yang paling banyak dipakai adalah golongan
124 | B A N U 4
analgesik non opioid, opioid dan adjuvan. Pada makalah ini hanya dibahas
terapi untuk NN yaitu analgesik adjuvan dengan fokus pada Pregabalin.
Ringkasan dari rekomendasi AGS (2009) 27 untuk terapi nyeri neuropatik
adalah sebagai berikut:
1. Semua pasien NN adalah kandidat untuk terapi analgesik adjuvan (strong
quality of evidence, strong recommendation).
2. Pasien fibromyalgia adalah kandidat untuk trial analgesik adjuvan
(moderate quality of evidence, strong recommendation).
3. Pasien dengan nyeri refrakter tipe nyeri yang lain mungkin adalah
kandidat analgesik adjuvan tertentu (misalnya: nyeri punggung, nyeri
temporomandibular, nyeri kepala difus (low quality of evidence, weak
recommendation).
4. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, doksepin) pemakaiannya
harus sangat hati-hati karena tingginya risiko adverse effect seperti efek
kolinergik dan gangguan kognitif (moderate quality of evidence, strong
recommendation).
5. Obat bisa diberikan tunggal atau sering dikombinasi dengan obat lain dan
terapi non farmakologi untuk meningkatkan efektivitasnya (moderate
quality of evidence, strong recommendation).
6. Disarankan terapi dengan dosis serendah mungkin dan dinaikkan secara
perlahan-lahan sesuai dengan respon penderita dan ada atau tidaknya
efek samping (moderate quality of evidence, strong recommendation).
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Berhubung dengan seringnya terjadi efek samping obat pada lansia maka
terapi farmakologi pada lansia sering dikombinasi dengan terapi non-
farmakologi sehingga dapat dihasilkan penurunan skala nyeri yang memadai
dengan dosis obat yang lebih kecil. Terapi non-farmakologi antara lain
program latihan, cognitive behavior therapy dan edukasi.
125 | B A N U 4
RINGKASAN
Nyeri neuropatik pada lansia sering unrecognized dan undertreated.
Terapi farmakologi pada lansia sering menimbulkan efek samping sehingga
harus diberikan dengan hati-hati dengan prinsip start low go slow.
Pendekatan yang disarankan adalah multidisiplin dengan mengacu pada
guideline yang direkomendasikan oleh organisasi internasional.
Hampir semua guideline merekomendasikan pregabalin sebagai obat lini
pertama untuk nyeri neuropatik kecuali untuk neuralgia trigeminal adalah
karbamasepin dan okskarbasepin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Crook, J., Rideout, E., Browne, G. 1984. The prevalence of pain
complaints among a general population. Pain.18: 299–314. 2. Nolan, L., O’Malley, K. 1988. Prescribing for the elderly: Prescribing
patterns differences due to age. Journal of the American Geriatric Society. 36: 245–254.
3. Ling, S.M., Bathon, J.M. 1998. Osteoarthritis in older adults. Journal of
the American Geriatric Society. 46:216–25. 4. Anonym. 2002. AGS Panel on Persistent Pain in Older Persons. The
Management of persistent pain in older persons. J Am Geriatr Soc. 50: S205-24.
5. Brattberg, G., Parker, M.G., Thorslund, M. 1996. The prevalence of pain among the oldest old in Sweden. Pain. 67:29-34.
6. Da-Costa, J. 2006. Pain Management and Geriatric. Dalam: Boswell,
M.V., Cole, B., penyunting. Weiner’s Pain Management. A Practical Guide for Clinician. New York: CRC Press. h.319-23.
7. Sternbach, R.A. 1986. Survey of pain in the United States: The Nuprin
Pain Report. Clinical Journal of Pain. 2:49–53. 8. Cavalieri, T.A. 2005. Management of Pain in Older Adults. JAOA.105(3):
S12-17. 9. Attal, N., Cruccu, G., Baron, R., Haanpaa, M., et al. 2010. EFNS
Guidelines on The Pharmacological Treatment of Neuropathic Pain. European J of Neurol. 17:1113-1123.
126 | B A N U 4
10. Attal, N., Finnerup, N.B. 2010. Pharmacologic Management of Neuropathic Pain. Pain Clinical Updates. 28(9).
11. Finnerup, N.B., Sindrup, S.H., Jensen, T.S. 2010. The evidence for
pharmacological treatment of neuropathic pain. PAIN. 150: 573–581. 12. Finnerup, N.B., Attal, N., Haroutounian, S., McNicol, E., Baron, R.,
Dworkin, R.H., et al. 2015. Pharmacotherapy for neuropathic pain in adults: a systematic review and meta-analysis. Lancet Neurol. 162–7.
13. Treede, R.D., Jensen, T.S., Campbell, J.N., Gruccu, G., Dostrovsky, J.O., et al. 2008. Neuropathic pain redefinition and a grading system for clinical and research purposes. Neurology. 70:1630-5.
14. Van-Hecke, O., Austin, S.K., Khan, R.A., Smith, B.H., Torrance, N. 2014.
Neuropathic pain in the general population: a systematic review of epidemiological studies. Pain. 155;654-62.
15. Gilron, I., Watson, C.P., Cahill, C.M., Moulin, D.E. 2006. Neuropathic
pain: a practical guide for the clinician. CMAJ. 175:265-75. 16. Gibson, S.J., Gorman, M.M., Helme, R.O. 1991. The assessment of pain
in the elderly using cerebral event related potentials. Dalam: Bond, M.R., Charltons, J.E., Wolf, C.J., penyunting. Proceeding of the 5th World Conggres on Pain. Amsterdam: Elsevier. h.527-35.
17. Lussier, D., Pickering, G. 2010. Pharmacological Consideration in Older
Patients. Dalam: Beaulien, P., Lussier, D., Porreca, F., Dickenson, A.H., penyunting. Pharmacology of Pain. Seattle: IASP Press. h.547-62.
18. Ben-Menachen, E. 2004. Pregabalin Pharmacology and Its Relevance to Clinical Practice. Epilepsia. 45;(Suppl.6):13-18.
19. Chen, S.R., Xu, Z., Pan, H.L. 2001. Stereospecific Effect of Pregabalin on Ectopic Afferent Discharged and Neuropathic Pain Induced by Sciatic Nerve Ligation in Rats. Anesthesiology. 95:1473-9.
20. Cada, D.J., Levien, T., Baker, D.E. 2006. Pregabalin, Hospital Pharmacy. 41(2):157-72.
21. Freeman, R., Durso-Decruz, E., Emir, B. 2008. Efficacy, safety, and
tolerability of pregabalin treatment for painful diabetic peripheral neuropathy: findings from seven randomized, controlled trials across a range of doses. Diabetes Care. 31:1448–54.
22. Achar, A. Chakraborty, P., Bisai, S. 2011. Comparative Study of Clinical Efficacy of Amytriptiline and Pregabalin in Postherpetic Neuralgia. Acta Dermatovenerol Croat. 20(2): 89-94.
127 | B A N U 4
23. Jakob, V.H., Flemming, W.B., Finnerup, N., Brøsen, K., Jensen, T.S.,
Sindrup, S.H. 2015. Imipramine and pregabalin combination for painful polyneuropathy: a randomized controlled trial. Pain. 156: 958–966.
24. Simpson, D.M., Rice, A.S.C., Emir, B., Landen, J., Semel, D., Chew, M.L.,
Sporn, J. 2014. A randomized, double-blind, placebo-controlled trial and open-label extension study to evaluate the efficacy and safety of pregabalin in the treatment of neuropathic pain associated with human immunodeficiency virus neuropathy. Pain.155:1943–1954.
25. Kim, J.S., Bashford, G., Murphy, T.K., Martin, A., Dror, V., Cheung R.
2011. Safety and efficacy of pregabalin in patients with central post-stroke pain. Pain. 152: 1018–1023.
26. Chong, M.S. 2004. Pregabalin in Painful Diabetic Peripheral Neuropathy.
Drug. 64(24):2821. 27. Anonym. 2009. American Geriatrics Society Panel on Pharmacological
Management of Persistent Pain in Older Persons. Pharmacological management of persistent pain in older persons. J Am Geriatr Soc. 57(8):1331–1346.