Post on 11-Feb-2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek),
perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru
semakin kompleks dan bahkan multi kompleks. Perilaku demikian
apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat
dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai
dengan norma. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma tersebut dapat
disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati.
Hal ini bisa di sebut dengan kriminalitas.
Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa
herediter (bawaan sejak lahir, warisan); juga bukan merupakan warisan
biologis. Tingkah laku kriminal itu bisa dilakukan oleh siapapun juga,
baik wanita maupun pria; dapat berlangsung pada usia anak, dewasa
atau pun lanjut umur. Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar;
yaitu difikirkan, direncanakan dan diarahkan pada satu maksud tertentu
secara sadar benar. Namun bisa juga dilakukan secara setengah sadar;
misalnya didorong oleh gerak hati yang hebat, didera oleh dorongan-
dorongan paksaan yang sangat kuat, dan oleh obsesi-obsesi.1
Kejahatan bisa juga dilakukan secara tidak sadar, misalnya
karena terpaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus
melawan dan terpaksa membalas menyerang sehingga terjadi peristiwa
pembunuhan. Tidak hanya pembunuhan, tetapi tindak kejahatan yang
1 Kartini Kartono, Pantologi Sosial,Jilid I., (Jakarta:CV. Rajawali, 1981), h.
133
2
lain seperti penyalah gunaan zat-zat terlarang, pemakaian narkoba,
perampokan, perampasan, pemerkosaan, atau pun pelecehan seksual.
Dan tindak kriminal tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor.2
Di Indonesia saat ini tindak pidana menjadi masalah yang
sangat mendasar, karena setiap tahun jumlah tindak pidana di Indonesia
semakin meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2008 tercatat 326.752 tindak pidana, pada tahun 2009 tercatat 344.942
tindak pidana, pada tahun 2010 tercatat 33249 tindak pidana, pada
tahun 2011 tercatat 347605 tindak pidana.3
Sejalan dengan yang dimaksud narapidana adalah seseorang
manusia atau anggota masyarakat yang dipisahkan dari induknya dan
selama waktu tertentu itu diproses dalam lingkungan tempat tertentu
dengan tujuan, metode dan sistem pemasyarakatan.4
Narapidana sebagai orang-orang yang dinyatakan bersalah
merupakan orang-orang yang mengalami kegagalan dalam menjalani
hidup bermasyarakat. Mereka gagal memenuhi norma-norma yang ada
dalam masyarakatnya, sehingga pada akhirnya gagal menaati aturan-
aturan dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Kegagalan
seseorang dalam bidang hukum disebabkan oleh banyak akibat tidak
terpenuhinya kebutuhan tersebut dapat mengakibatkan seseoarang
menjadi nekad lalu melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
Untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya mereka dimasukkan
ke lembaga pemasyarakatan (LAPAS). Hidup dengan peraturan tata
2 Kartini Kartono, Pantologi Sosial,h. 133-134
3Badan Penelitian Statistik, artikelndiakses pada 28 Maret 2016 dari
http://www.bps.go.id/. 4 Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem
Pemasyarakatan, (Yogyakarta; liberty,1986), h.180
3
tertib yang ketat dan harus dipatuhi. Kebebasaan bergeraknya dibatasi,
bergabung dengan orang-orang yang perasaan terancam yang berpikir
normal menginginkan hidup demikian.
Seorang pelanggar hukum yang menginjakkan kaki ke dalam
tembok penjara akan mengalami masa krisis diri dan perasaan menolak.
Keadaan seperti itulah yang dapat meruntuhkan kekuatan mental
seseorang yang nampak pada pernyataan jiwa dalam bentuk tingkah
laku dan perbuatan. Hal inilah yang perlu diperbaiki dalam pembinaan
di lembaga pemasyarakatan agar narapidana memiliki sikap dan mental
yang baik.5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan menjelaskan : Terpidana adalah seseorang
yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Narapidana adalah terpidana yang menjalani
pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.6 Narapidana merupakan salah
satu contoh manusia yang melakukan tindak pidana negatif berupa
tindakan kejahatan melangar hukum dan norma yang berlaku di
masyarakat. Diantara penyebab orang melakukan tindak kejahatan
adalah kerena pengetahuan tentang agama atau mengetahui tentang
agama tetapi tidak mengaplikasikan dalam kehidupan. Dan masyarakat
sendiri selama ini menganggap narapidana sebagai sekelompok orang
yang bermasalah yang perlu di jauhi dan diasingkan.
Narapidana juga merupakan makhluk Allah yang harus
diperlakukan sesuai kodrat mereka sebagai manusia. Mereka juga harus
5Heri Purnomo, BINADIK Lapas Klas IIA Serang, Wawancara
09/09/2016/09:30 6Undang-undang No.12 TH.1995 tentang pemasyarakatan, (Jakarta:Sinar
Grafika,2009),Cet. Ke-5, h. 72
4
mendapatkan pertolongan agar mereka dapat kembali ke jalan yang
benar, serta dapat menyelesaikan segala problem yang dihadapi, dan
diarahkan kepada jalan yang yang baik dan benar. yakni jalan yang di
ridhoi Allah SWT.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk. (QS An-Nahl :125)
Di sinilah bimbingan rohani sangat diperlukan agar penghuni
lembaga pemasyarakatan lebih menghargai hidup dan kehidupan,
adanya taubat serta memberikan kekuatan dalam keimanan juga
pergaulan yang wajar sebagai mana umat manusia di bumi ini.
Hal ini sesuai pengertian bimbingan Islam itu sendiri yaitu
proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai
kebahagian hidup di dunia dan akhirat.7
Lembaga pemasyarakatan sebagai wadah pembinaan bagi para
narapidana bertujuan untuk mengembalikan fungsi seorang narapidana
7Aunur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta:
UII Press,2002), h. 4
5
agar dapat kembali hidup normal di tengah masyarakat setelah
menjalani masa hukumanya.8
Dalam kondisi seorang narapidana yang sedang menajalani
masa hukuman mempunyai kecenderungan mengalami depresi,
dikarenakan timbulnya perasaan cemas yang diakibatkan tidak
mempunyai individu menyesuaikan diri selama berada di lembaga
pemasyarakatan. Ciri-ciri yang menonjol pada narapidana yang
mengalami gangguan kecemasan yaitu rasa khawatir, takut, gelisah
bahkan kadang-kadang panik. Dan hal tersebut dialami oleh narapidana
yang biasanya akan menghadapi masa setelah menjalani hukuman di
lembaga pemasyarakatan.9
Menghadapi masa depan narapidana tidak biasa berjalan dengan
baik bila dalam diri seorang individu ada rasa cemas untuk menghadapi
masa depan. Rasa cemas tersebut biasanya muncul ketika narapidana
berfikir bagaimana bisa diterima di masyarakat dan juga bagaimana
cara mendapatkan pekerjaan.
Handayani dalam penelitiannya menyebutkan bahwa memiliki
status sebagai narapidana mengakibatkan seseorang menjadi malu
dengan dirinya sendiri. Status sebagai narapidana menjadi sumber dari
kekhawatiran terlebih setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan.
Kehawatiran tersebut berkaitan dengan penerimaan masyarakat
terhadap diri mereka sebagai mantan narapidana dan khawatir jika
dikucilkan oleh masyarakat, lamanya hukuman yang harus dijalani
8Heri Purnomo, BINADIK Lapas Klas IIA Serang, Wawancara
09/09/2016/09:50 9Heri Purnomo, BINADIK Lapas Klas IIA Serang, Wawancara
09/09/2016/09:50
6
akan mempengaruhi kondisi fisik maupun psikologis seorang
narapidana.10
Semakin lama masa hukuman yang harus dijalani oleh
narapidana membuat narapidana beranggapan bahwa dirinya bukan
bagian dari masyarakat dan membutuhkan waktu yang cenderung
cukup lama untuk beradaptasi serta adanya perasaan kurang percaya
diri dan memiliki harga diri yang rendah.11
Narapidana yang menjelang masa bebas tahanan umumnya akan
timbulnya kecemasan. Terdapat kekhawatiran tentang penerimaan oleh
keluarga dan masyarakat ketika warga binaan telah bebas dari Lembaga
Pemasyarakatan dan akan benar-benar kembali di tengah-tengah
masyarakat. Selain itu, jenis kejahatan yang telah dilakukan juga akan
mempengaruhi kondisi psikologis narapidana setelah berada di
Lembaga Pemasyarakatan.
Lembaga pemasyarakatan merupakan upaya pemerintah untuk
melakukan penempatan khusus terhadap narapidana. Lembaga
pemasyarakatan bukan hanya tempat bagi narapidana yang
menajalankan hukuman, melainkan tempat untuk pembinaan para
narapidana. Salah satu bentuk pembinannya dengan melakukan
pendekatan dalam hal spriritualitasnya, yaitu dengan melakukkan
bimbingan rohani.
10
Handayani, Kesejahteraan Psikologis Narapidana Remaja di Lembaga
Pemasyarakatan Anak Kutoarjo. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro
Semarang. h. 8
11
Halim Suyitno, Bimaswat Lapas Klas IIA SERANG, Wawancara
29/08/2016/10:40
7
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Serang merupakan salah
satu lembaga di bawah naungan Kementerian Hukum dan HAM. Yang
dalam membina warga binaanya terdapat kegiataan bimbingan rohani.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis melakukan penelitian
terhadap masalah tersebut dan dengan judul “METODE BIMBINGAN
ROHANI TERHADAP NARAPIDANA MENJELANG MASA
BEBAS”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis
merumuskan masalah dalam bentuk penelitian yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan metode dan materi bimbingan rohani
terhadap narapidana menjelang masa bebas?
2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan
metode bimbingan rohani bagi narapidana menjelang masa
bebas ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian
ini adalah
1. Untuk mengetahui pelaksanaan metode dan materi bimbingan
rohani terhadap narapidana menjelang masa bebas.
2. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat
pelaksanaan metode bimbingan rohani bagi narapidana
menjelang masa bebas.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis: diharapkan penelitian ini memberikan
sumbangan keilmuan dan pengetahuan yang meliputi
Bimbingan dan Konseling Islam. Khususnya pada yang
berkaitan dengan metode bimbingan rohani terhadap narapidana
menjelang masa bebas serta menambah wawasan dan
pengetahuan baru bagi penulis dalam hal Bimbingan dan
Konseling Islam.
2. Manfaat praktis: diharapkan bisa menjadi sumbangan pemikiran
yang akan menjadi bahan masukan kepada Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Serang sehingga para narapidana
lebih termotivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik
kedepanya serta kembali kepada jalan yang benar.
E. Kajian Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan tinjauan
pustaka sebagai bahan acuan dan tambahan pemahaman serta bahan
yaitu diantaranya dari beberapa skripsi sebagai berikut:
1. Skripsi, Mukaromah dengan judul “Pembinaan Mental Agama
Terhadap Narapidana Muslim di Lembaga Pemasyarakatan
Batu Nusakambangan” Cilacap tahun 2001. Dari hasil
penelitian ini menunjukan bahwa pembinaan mental agama
sangat dibutuhkan itu bisa dilihat dari indikator keberhasilan
yang sudah terjadi dari pembinaan yaitu narapidana sudah
kelihatan tidak mempunyai niat menjalankan perbuatan-
perbuatan tercela, mereka juga sudah mampu beradaptasi baik
dengan lingkungan lembaga pemasyarakatan ataupun
9
masyarakat luas pada umumnya, sudah tumbuh kepercayaan
pada diri mereka, mampu menghargai diri sendiri serta
bertanggung jawab terhadap penghidupannya dalam
masyarakat.12
2. Skripsi, Binti Khoiriyah dengan judul “Bimbingan Keagamaan
dalam Meningkatkan Ketenangan Jiwa Pada Lanjut Usia di
Panti Wreda Budhi Dharma Giwayang, Umbulharjo,
Yogyakarta” tahun 2007. Dalam penelitian ini obyeknya adalah
bentuk-bentuk, pelaksaan dan faktor pendukung serta
penghambat bimbingan keagamaan dalam meningkatkan
ketenangan jiwa pada lansia, sedangkan subyek penelitian
adalah kepala panti, konselor panti dan lansia di panti Wreda
Budhi Dharma Giwangan Umbulharjo, Yogyakarta. Dari
penelitian terlihat ada respon positif dari para lansia ini terlihat
ketika mengikuti bimbingan keagaman dengan materi ibadah
dzikir ketika mengikuti bimbingan keagamaan dengan materi
ibadah dzikir, lansia sangat bersemangat ketika membaca tahlil
(lailahaillalah). Dzikir dibaca bersama-sama, sambil
menggelengkan kepala kekanan dan ke kiri.13
3. Skripsi, Lina Mariana dengan judul “Peranan Pembinaan
Mental dalam Rehabilitasi Narapidana di Rumah Tahanan
Negara Trenggalek Jawa Timur” tahun 2001. Hasil yang dicapai
dalam penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya
12
Mukaromah, “Pembinaan Metal Agama Terhadap Narapidana Muslim di
Lembaga Pemasyakatan Batu Nusakambangan”Skripsi. (Yogyakarta: UIN Sanan
Kalijaga ). 13
Binti Khoiriyah, Bimbingan Keagamaan dalam Meningkatkan Ketenangan
Jiwa pada Lanjut Usia di Panti Wreda Budhi Dharma Giwangan, Umbulharjo,
Yogyakarta. Skripsi. (Yogyakarta: UIN Yogyakarta).
10
pembinaan agama dapat mendorong para napi untuk aktif dalam
melakukkan shalat dan membaca al-Quran di luar waktu
pengajian, selain itu perubahan juga terlihat dari sikap dan
tingkah laku narapidana baik kepada narapidana atau Pembina,
mereka bersikap sopan dan hampir tidak adanya permasalah
antara narapidana. Dengan hasil yang sudah dicapai itu bisa di
katakan pembinaan mental yang berhasil.14
Saya berkesimpulan dari beberapa penelitian yang sudah ada di
atas, merasa belum adanya skripsi yang spesifik atau khusus
membahas mengenai “Metode Bimbingan Rohani Terhadap
Narapidana Menjelang Masa Bebas di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Serang” dengan judul ini penulis berkeinginan untuk mengetahui
dan mendeskripsikan metode dan materi dalam bimbingan rohani yang
dilakukan oleh pembimbing/rohaniawan agar bimbingan rohani bagi
narapidana dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan yaitu
dalam membantu para narapidana dalam menentukan pilihan yang baik
bagi mereka sehingga mereka dapat hidup normal dalam masyarakat.
F. Kerangka Teoritis
1. Pengertian Metode, Bimbingan dan Rohani
a. Metode
Secara etimologi metode berasal dari bahasa yunani yang
terdiri dari penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan
“hodos” berarti “jalan”. Bila digabungkan maka metode bisa
diartikan “Jalan yang harus di lalui”. Dalam pengertian yang
14
Lina Mariana, Peranan Pembinaan Mental dalam Rehabilitasi narapidana
di rumah tahanan Negara Trenggalek, Yogyakarta. Skripsi. (Yogyakarta: UIN
Yogyakarta).
11
luas,metode bisa diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang
digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.15
Metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara
yang teratur dan terfikir baik-baik untuk mencapai maksud (dengan
maksud ilmu pengetahuan) cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanan sesuatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang di tentukan.16
Begitu pun yang diungkapkan oleh M. Arifin dalam bukunya
yang berjudul“Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam” bahwa metode adalah segala sarana yang dapat digunakan
untu mencapai tujuan yang diinginkan, baik sarana yang tersebut
bersifat fisik seperti alat peraga, alat administrasi, dan pergedungan
dimana proses kegiatan berlangsung, bahan pelaksana metode
seperti pembimbing sendiri adalah termasuk metode juga.
Selain metode adapula atau “teknik” dan “pendekatan”,
keduanya dipahami sebagai cara-cara ilmiah yang dipakai sebagai
peralatan instrument dalam melakukan pekerjaan yang sifatnya lebih
difokuskan kepada subyek atau obyek yang dijadikan sasaran
pelayanan.
Sesungguhnya antara metode dan teknik secara subtansial,
memiliki pengertian yang sama. Perbedaanya adalah pada sisi
fungsionalisnya, yaitu unsur-unsur dan penggunaan metode bersifat
teoritis dan lebih luas sebagai bagian dari upaya ilmiah.
15
M.Luthfi,Dasar-dasar bimbingan dan penyuluhan (Konseling) Islam,
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008), h. 120 16
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta:Balai Pustaka,1994) Cet ke-1, h. 580
12
Dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling)
pada umumnya penggunaan istilah metode dan teknik kadangkala
dipakai berganti-ganti tergantung pada obyek permasalahan yang
sedang dilayani. Hal ini perlu dikemukakan untuk memberikan
wacana yang lebih luas dan fleksibel mengenai berbagai metode dan
teknik serta pendekatan yang digunakan dalam pelayanan bimbingan
dan konseling.
Untuk itu penulis menyimpulkan bahwa metode adalah
sebuah cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan
yang diinginkan dan dengan adanya metode maka diharapkan apa
yang diinginkan dapat sesuai harapan. Karena metode berupaya
secara sistematis melakukan cara-cara atau tahapan-tahapan sesuatu
tujuan yang diinginkan dapat dilakukan dengan baik.
b. Bimbingan
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan
dari bahasa inggris yaitu kata “Guidance” berasal dari kata kerja “to
guidance” yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing,
menuntun, ataupun membantu, sesuai dengan istilahnya, maka
secara umum dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan.
Ada juga orang menerjemahkan kata “Guidance” dengan arti
pertolongan. Berdasarkan arti ini, secara etimologis, bimbingan
berarti bantuan, tuntunan atau pertolongan; tetapi tidak semua
bantuan, tuntunan atau pertolongan berarti konteksnya bimbingan.
Seorang guru yang membantu siswa menjawab soal-soal ujian bukan
13
bentuk dari konteks bimbingan. Bantuan, tuntunan atau pertolongan
yang bermakna bimbingan konteksnya sangat psikologis.17
Bimbingan berarti pemberian bantuan kepada sekelompok
orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dalam
mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup.
Bantuan ini bersifat psikis (kejiwaan) bukan “pertolongan” financial,
media, dan lain sebagainya. Dengan adanya bantuan ini, seseorang
akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang di hadapinya
sekarang dan menjadi lebih mapan untuk menghadapi masalah yang
akan dihadapinya kelak ini menjadi tujuan bimbingan. Jadi, yang
memberikan bantuan menganggap orang lain mampu menuntun
dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu mungkin harus digali dan
dikembangkan melalui bimbingan.18
bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing
agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan
diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan
penyesuain diri dengan lingkungannya.19
Dari pengertian bimbingan
yang telah dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa:
Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada seseorang
atau sekelompok orang secara terus menerus dan sistematis oleh
konselor kepada individu atau sekelompok individu klien) menjadi
pribadi yang mandiri. Bimbingan ini penekanannya bersifat
17
Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h.2 18
Samsul munir amin, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
7 19
Dewa Ketut, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta,
2000), h. 20
14
preventif (pencegahan) artinya proses bantuan yang diberikan
kepada seseorang atau sekelompok orang (klien) supaya bisa
mencegah agar suatu masalah bisa diselesaikan.
Untuk itu kemandirian menjadi tujuan usaha bimbingan ini
mencakup lima fungsi pokok yang hendak dijalankan oleh pribadi
yang mandiri, yaitu:
1) Mengenal diri sendiri dan lingkungannya sebagaimana adanya.
2) Menerima diri sendiri dan lingkungan scara positif dan dinamis.
3) Mengambil keputusan.
4) Mengarahkan diri sendiri.
5) Mewujudkan diri mandiri.
Demikian juga halnya dalam mendefenisikan bimbingan rohani,
terdapat beberapa orang pakar yang memberikan pengertian,
diantaranya :
1. Musnamar mendefenisikan bimbingan Islami adalah proses
pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga
dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
2. Menurut M. Arifin bimbingan Islami merupakan proses
bimbingan sebagaimana proses bimbingan lainnya, namun
dalam segala aspek kegiatannya selalu berlandaskan ajaran
Islam yaitu sesuai dengan prinsip-prinsip al-Qur’an dan
sunnah Rasul.
3. Natawidjaja yang dikutip oleh Winkel mendefenisikan,
bimbingan adalah proses pemberi bantuan kepada individu
yang diberikan secara berkesinambugan, supaya individu,
tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia dapat
15
mengecap kebahagian hidupnya serta dapat memberikan
sumbagan yang berarti.20
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-
laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan
terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk
membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan
pandanganya hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan
menanggung bebanya sendiri.21
Bimbingan merupakan pemberian bantuan kepada seseorang
atau kelompok agar mampu mengenal jati dirinya sebagai hamba Allah
serta mampu mengamalkan perintahnya dan menjauhi laranganya agar
dapat meraih ketentaraman hidup di dunia maupun di akhirat.
Bahwa bimbingan adalah suatu proses membantu individu atau
kelompok melalui usahanya sendiri untuk menentukan dan
mengembangkan kemampuanya agar memperoleh kebahagian pribadi
dan kemanfaatan sosial.
Bimbingan merupakan bantuan yang di berikan kepada
seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat
berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini
mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi
mandiri, yaitu: (a) mengenal diri sendiri dan lingkunganya, (b)
menerima diri sendiri dan lingkunganya secara positif dan dinamis, (c)
20
Lahmuddin Lubis, Bimbingan Konseling dalam persepektif Islam,
(Bandung: Citapustaka, 2009), h. 21 21
H.Prayitno & Erman Amti,Dasar-dasar bimbingan dan
konseling,(Jakarta:PT Rineka Cipta,2004), h. 94
16
Mengambil keputusan, (d) mengarahkan diri, dan (c) mewujudkan
diri.22
c. Bimbingan Rohani
Rohani berasal adari kata “ruh” yang berarti 1). sesuatu (unsur)
yang ada dalam jasad yang diciptakan tuhan sebagai penyebab adanya
hidup (kehidupan); nyawa: jika sudah berpisah dari badan, berakhirlah
kehidupan seseorang. 2). Makhluk hidup yang tidak berjasad, tetapi
berfikir dan berperasaan malaikat, jin, setan. Semangat, spirit,
kedamaian bagi seluruh warga sesuai dengan Islam.23
Dalam al-Quran dinyatakan bahwa ruh merupakan
kesempurnaan dan kekuasaan terhadap penciptaan manusia supaya
menjadikan manusia tunduk kepada Allah, dijelaskan dalam surah As-
Shaad (38) ayat 72:
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu
tersungkur dengan bersujud kepadanya.
Dalam firman yang lain, yakni dalam surah Al-Isra (17) ayat 85:
22
Aip Badrujaman,Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan
Konseling, (Jakarta: Indeks,2011), h. 26 23
KBBI,(Jakarta: Balai Pustaka,2005), Cet. Ke-5,edisi Ke-3, h. 960
17
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:
"Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit.
Menurut firman tersebut dijelaskan bahwa sebagai manusia kita
hanya diberi sedikit informasi tentang masalah ruh, misalanya gelaja-
gejalanya. dan selebihnya merupakan urusan Allah SWT.
Ibnu Zakariyah menjelaskan bahwa kata al-ruh dan semua kata
yang memiliki kata aslinya terdiri dari huruf ra, wa, ha, mempunyai
makna dasar besar, luas dan asli. Makna itu mengisaratkan bahwa al-
ruh merupakan sesuatu yang agung, besar dan mulia,baik nilai maupun
kedudukannya dalam diri manusia. Dengan adanya al-ruh dalam diri
manusia menyebabkan manusia menjadi makhluk yang istimewa,
unik,dan mulia. Inilah yang di sebut khalaqan akhar, yaitu makhluk
yang istimewa yang berbeda denga makhluk lainnya.24
Menurut Ibnu Sina, ruh adalah kesempurnaan jisim alami
manusia yang tinggi yang memiliki kehidupan dengan daya. Menurut
Al-Farabi, ruh berasal dari alam perintah (amar) yang mempunyai sifat
berbeda dengan jasad. Hal ini dikarenakan ia dari allah, kendatipun ia
tidak sama dengan zat-nya. Menurut Al-Ghazali, ruh ini merupakam
lathifah (sesuatu yang halus) yang bersifat ruhani. Ia dapat berfikir,
mengingat, mengetahui dan sebagainya. Ia juga sebagai penggerak bagi
keberadaan jasad manusia, sifatnya ghaib.25
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa, bimbingan rohani adalah proses pemberian
24
Bahruddin,Paradigma Psikologi Islam , (Jakarta: Pustaka
Pelajar,2007), h.137 25
Netty Hartat i, dkk. Islam dan Psikologi , (Jakarta:PT Raja
Grapindo Persada). h. 150-151
18
bantuan kepada seseorang atau kelompok agar mengenal dirinya
sebagai manusia, makhluk yang di ciptakan oleh Allah sebgai khalifah
dimuka bumi sehingga dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan
aturan Allah sesuai dengan tuntunan al-Quran dan as-Sunnah.
2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani
1. Tujuan bimbingan
Tujuan dari adanya bimbingan Islam adalah dalam rangka
menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa
depan, bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan
agar seseorang dapat mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
serta menerimanya positif dan dinamis sebagai modal pengembangan
modal diri lebih lanjut.
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan
agar seseorang mengenal lingkungnya secara obyektif, baik lingkungan
keluarga, masyarakat, budaya dan norma-norma yang ada. Sedangkan
bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar
seseorang mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan
tentang masa depanya.26
Menurut penulis tujuan bimbingan rohani bagi narapidana
pada dasarnya memberikan tuntunan atau memberikan terapi psikis
bagi narapidana menjelang masa bebas, yaitu berupa dorongan spiritual
dan rasa optimisme kepada mereka, karena dengan kondisi psikis yang
baik akan sangat menunjang perkembangan hidup.
26
Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Jakarat: Ciputat Press, 2002), h. 57-
59.
19
Tujuan dari pelaksanaan bimbingan rohani di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Serang adalah:
a. Ingin mengembalikan narapidana atau anak didik, sebagai manusia
muslim dan taqwa kepada Allah SWT.
b. Untuk membina narapidana dalam memperbaiki mental mereka,
sehingga di harapkan setelah mereka keluar dari lembaga
pemasyarakatan menjadi anggota masyarakat yang baik dan dapat
hidup mandiri.
c. Untuk menyadarkan dari perbuatan yang salah mereka lakukan, hal ini
untuk mempengaruhi tingkah laku narapidana menuju arah yang baik.
d. Untuk membimbingan para narapidana dalam mempelajari ajaran-
ajaran Islam agar mereka memiliki pegangan hidup yang kokoh dan
mampu mengendalikan tingkah laku, sikap, dan gerak-geriknya setelah
habis menjalani masa pidananya.
e. Untuk menimalisir kembalinya narapidana ke Lembaga
Pemasyarakatan.
f. Untuk memantapkan keimanan narapidana agar mereka lebih dapat
mengendalikan diri sehingga setelah keluar dari lembaga
pemasyarakatan tidak mengulangi tidak pelanggaran yang mereka
lakukan sebelumnya.
g. Untuk meningkatakan kecerdasan emosi para narapidana.
h. Untuk membantu narapidana atau anak didik, supaya dengan kesadaran
dan kemauannya sendiri menjadi bersedia mengamalkan syariat Islam,
sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
i. Ingin menjadikan narapidana atau anak didik seutuhnya yang memiliki
ciri tidak melanggar hukum serta memiliki hak dan kewajiban sesuai
20
dengan hukum yang berlaku. 27
Dari tujuan tersebut, diharapkan supaya narapidana menjelang
masa bebas menyadari kesalahan dan tidak mengulangi perbuatanya
yang dilakukan, serta dapat menjalankan perintah Allah SWT. dan
tidak mengulangi kembali perbuatanya.
2. Fungsi bimbingan rohani
a). Fungsi bimbingan rohani Islam sifatnya hanyalah membantu
individu dalam menemukan alternative pemecahan masalah,
yaitu menemukan jalan pemecahan tertentu. Jalan yang
sesuai untuk mencapai kedamaian, kebahagiaan di dunia dan
di akhirat. Manusia hidup di dunia ini tidak lepas dari suatu
masalah. Adapun ukurannya kecil atau besar tidaklah sama.
Untuk dapat menemukan pemecahan tersebut pasti ada jalan
keluarnya. Dengan demikian bimbingan rohani merupakan
tujuan umum dan tujuan khusus, sehingga dapat dirumuskan
fungsi bimbingan itu sebagai berikut:
1. Bimbingan berfungsi preventif: yakni membantu individu
menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
2. Bimbingan berfungsi kuratif atau korektif: yakni membantu
individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau
dialaminya.
3. Bimbingan berfungsi presertatif: yakni membantu individu
menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik
(mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan
kebaikan itu bertahan lama.
27
Halim Suyatno, Bimaswat Lapas Klas IIA Serang, Wawancara
20/09/2016/09:50
21
4. Bimbingan berfungsi developmental /pengembangan: yakni
membantu individu memelihara dan mengembangkan
situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau
menjadi lebih baik sehingga tidak memungkinkan menjadi
sebab munculnya masalah baginya.
5. Bimbingan berfungsi distributif / penyaluran adalah fungsi
bimbingan dalam hal membantu seseorang menyalurkan
kemampuan (kecerdasan, bakat, minat)
6. Bimbingan berfungsi adaptif adjustif / penyesuaian adalah
dalam hal membantu seseorang agar dapat menyesuaiakan
diri secara tepat dalam lingkunganya.28
3. Narapidana
Menurut kamus besar bahasa indonesia narapidana adalah orang
yang sedang menjalanai masa hukuman karena tindak pidana.29
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan menjelaskan: Terpidana adalah seseorang yang
dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Narapidana adalah adalah terpidana yang
menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.30
G. Metodologi Penelitian
Dalam penyusunan penulisan skripsi ini, penulis akan
menggunakan beberapa metode, yaitu:
28
Dewa Ketut, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 99 29
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet, Ke-1, h. 608 30
Undang-undang No.12 TH. 1995 tentang pemasyarakata, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), Cet. Ke-5, h.72
22
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang di kutip oleh Lexy. J.
Moleong, pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan prilaku yang di amati.31
Sedangkan Bogdan dan
Taylor mendefiniskan metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati, pendekatan ini
diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh).
Dan penelitian ditekankan dengan masalah dan realita yang
terjadi di lapangan sehingga dapat menemukan kesimpulan yang
objektif, logis, konsisten dan sistematis sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki dalam penulisan
2. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data skunder, yaitu:
a. Data primer
Data primer adalah data yang bersifat utama dan penting
yang memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah
informasi berkaitan dengan penelitian,yaitu
1) Informasi dari Kepala Lapas Klas IIA Serang
2) Informasi dari Sipir Lapas Klas IIA Serang
3) Informasi dari Rohaniawan Lapas Klas IIA Serang
31
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), h.4
23
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara
mengadakan studi pustaka atas dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan masalah yang diajukan. Dokumen
yang dimaksud adalah buku-buku karangan ilmiah serta
buku-buku lainnya yang berkaitan dengan masalah ini.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ialah segala macam alat atau
kegiatan yang dapat digunakan dalam rangka melakukan kegiatan
pengumpulan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Informasi
atau data yang diambil disesuaikan dengan problem-problem yang
dihadapi, artinya data tersebut harus benar-benar kaitanya dengan
maksud penelitian.
Adapu Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini
dilakukkan dengan cara sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu bentuk penelitian dimana
penulis menyelidiki dan mengamati terhadap obyek yang
diselidiki baik secara langsung atau tidak langsung.32
Metode ini digunakan untuk mengetahui letak geografis
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Serang, sarana dan
fasilitas yang tersedia, pelakasanaan bimbingan rohani,
metode yang digunakan dalam bimbingan rohani.
Bimbingan mengenai keadaan narapidana menjelang masa
32
Winarno Surachmad, Dasar dan Teknik Research Pengatar Metodologi
ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1989), h. 9
24
bebas tahanan dan bagaimana cara pembimbing
memberikan bimbingan rohani bagi bagi narapidana.
2. Metode Wawancara
Menurut Soehartono sebagaimana yang dikutip Mahi M.
Hikmat bahwa mendefinisikan wawancara adalah
pengumpukan data dengan mengajukan pertanyaan secara
langsung kepada responden oleh peneliti/pewawancara dan
jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan
alat perekam.33
Dalam metode ini digunaan untuk wawancara terhadap
petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Serang yang
ditugaskan untuk melakukan Bimbingan Rohani.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yakni penelusuran dan perolehan data yang
diperlukan melalui data yang tersedia. Biasanya berupa data
statistik, agenda kegiatan, produk keputusan atau kebijakan,
sejarah dan hal lainya yang berkaitan dengan penelitian.34
Data-data yang diperoleh dari lapangan yaitu LAPAS Klas
IIA Serang data yang berhubungan dengan masalah
penelitian, baik dari sumber, dokumen formal, buku-buku,
artikel dan lain sebagainya.
33
Mahi.M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif ilmu komunikasi
dan sastra, (Yogyakarta: Graham Ilmu), 2011, h.80 34
Mahi.M. Hikmat, Metode Penelitian,,,p.83
25
4. Metode Analisis Data
Bahan yang telah diperoleh lalu diuraikan dan dihubungkan
sedemikan rupa sehingga agar menjadi sistematis dalam menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat
menghasilkan fakta dan menggambarkan permasalahan yang diselidiki
sebagaimana adanya, diiringi dengan interprestasi rasional yang
seimbang.
Metode penelitian ini juga bersumber dari buku pedoman
penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin, Dakwah
dan Adab UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Tahun 2017.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, dan
masing-masing bab memliki beberapa sub-sub. Adapun secara
sistematis, bab-bab tersebut adalah sebagai berikut:
Bab Satu, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian
pustaka, kerangka teoritis, metodologi penelitian, sistematika
penulisan.
Bab Kedua, penulis akan memaparkan Gambaran Umum
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Serang yang membahas tentang:
Profil Lembaga, tugas pokok dan fungsi, visi misi dan tujuan, status
lembaga, fasilitas-fasilitas, struktur organisasi, layanan pembinaan
Lembaga, pembinaan di Lembaga.
Bab Ketiga, penulis akan memaparkan tentang Dasar
pelaksanaan bimbingan rohani, metode bimbingan rohani, materi
26
bimbingan, media bimbingan, faktor pendukung dan penghambat
bimbingan rohani.
Bab Keempat, Penulis akan memaparkan Analisa meliputi:
Bimbingan rohani di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Serang, nilai
dakwah dalam bimbingan rohani kepada narapidana menjelang masa
bebas di Lembaga Pemasyaraktan Klas IIA Serang
Bab Kelima, merupakan penutup yang mencangkup kesimpulan
dan saran