Post on 04-Jan-2016
A. ASUHAN KEPERAWATAN STROKE SECARA TEORITIS
I. Pengkajian
Data Dasar Pengkajian Klien
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralisis ( hemiplegia ).
Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat ( nyeri/kejang otot ).
Tanda : Gangguan tonus otot ( flaksid/spastis ); paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum.
Gangguan penglihatan.
Gangguan tingkat kesadaran.
Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung ( MI, reumatik/penyakit jantung vaskuler,GJK,endokarditis
bakterial ), polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda : Hipertensi arterial ( dapat ditemukan/terjadi pada CSV ) sehubungan dengan adanya
embolisme / malformasi vaskuler.
Nadi : frekuensi dapat bervariasi ( karena ketidakstabilan fungsi jantung / kondisi
jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor).
Disritmia, perubahan EKG
Desiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka / aorta yang abnormal.
Integritas Ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira.
Kesulitan untuk mengekspresikan diri.
Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria.
Distensi abdomen ( distensi kandung kemih berlebihan ), bising usus negatif ( ileus
paralitik).
Makanan / Cairan
Gejala : Nafsu makan hilang
Mual muntah selama fase akut ( peningkatan TIK )
Kehilangan sensasi ( rasa kecap ) pada lidah, pipi dan tenggorok, disfagia.
Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : Kesulitan dalam menelan ( gangguan pada reflek palatum dan faringeal ). Obesitas
(faktor resiko )
Neorosensori
Gejala : Sinkope / pusing ( sebelum serangan CSV / selama TIA ).
Sakit kepala; akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau
subaraknoid.
Kelemahan / kesemutan / kebas ( biasanya terjadi selama serangan TIA, yang
ditemukan dalam berbagai derajad pada stroke jenis yang lain ); sisi yang terkena
terlihat seperti “ mati/lumpuh”.
Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian, ( kebutuhan
monokuler ), penglihatan ganda ( diplopia ) atau gangguan yang lain.
Sentuhan : Hilangnya rangsang sensorik kontralateral ( pada sisi tubuh yang
berlawanan ) pada ekstremitas dan kadang- kadang pada ipsilateral ( yang satu sisi )
pada wajah.
Gangguan pada pengecapan dan penciuman.
Tanda : Status mental / tingkat kesadaran; Biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis;
ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang
bersifat alami; gangguan tingkah laku ( seperti letargi, apatis, menyerang );
gangguan fungsi kognitif ( seperti penurunan memori, pemecahan masalah ).
Ekstremitas; kelemahan / paralisis ( kontralateral pada semua jenis stroke),
genggaman tidak sama, reflek tendon melemah secara kontralateral.
Pada wajah terjadi paralisis atau paralise ( ipsilateral ).
Afasia : Gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik ( kesulitan
untuk mengungkapkan kata ), reseptif ( afasia sensorik ) yaitu kesulitan untuk
memahami kata-kata secara bermakna, atau afasia global yaitu gabungan dari kedua
hal diatas.
Kehilangan kemampuan untuk mengenali / menghayati masuknya rangsang visual,
pendengaran, taktil ( agnosia ), seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh,
kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi.
Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakkannya
( apraksia).
Ukuran atau reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral
( perdarahan / herniasi ).
Kekakuan nukal ( biasanya karena perdarahan ). Kejang ( biasanya karena adanya
pencetus perdarahan ).
Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan itensitas yang berbeda-beda ( karena arteri karotis terkena ).
Tanda : tingkahlaku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot / fasia.
Pernapasan
Gejala : Merokok ( faktor resiko ).
Tanda : Ketidakmampuan menelan / batuk / hambatan jalan nafas.
Timbulnya pernafasan sulit dan / tak teratur.
Suara naras terdengar / ronki ( aspirasi sekresi ).
Keamanan
Tanda : Motorik / sensorik : Masalah dengan penglihatan.
Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh ( stroke kanan ). Kesulitan untuk
melihat objeck dari sisi kiri ( pada stroke kanan ). Hilang kewaspadaan terhadap
tubuh yang sakit.
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah di kenalkan
dengan baik.
Gangguan berespon terhadap panas dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh.
Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi nutrisi sendiri ( mandiri ).
gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar /
kurang kesadaran diri ( stroke kanan ).
Interaksi Sosial
Tanda : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke ( faktor resiko ). Pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol ( faktor resiko ).
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 7,3 hari.
Rencana pemulangan
: Mungkin memerlukan obat / penanganan terapiutik.
Bantuan dalam hal transportasi, berbelanja, penyiapan makanan, perawatan
diri dan tugas-tugas rumah / mempertahankan kewajiban. Perubahan dalam
susunan rumah secara fisik, tempat transisi sebelum kembali kelingkungan
rumah.
Pengkajian Neurologis
a. Tingkat Kesadaran Secara Kualitatif
Compos Mentis : Kesadaran normal , sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan di sekeliling nya
Apatis : Keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikap acuh tak acuh
Delirium : Gelisah, disorientasi(orang,tempat,waktu), memberontak,berteriak, berhalusinasi, kadang berhayal
Somnolen : Kesadara menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila di berikan rangsangan, tetapi jatuh tertidur lagi
Stupor : Keadaan seperi tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri
Coma : Tidak bisa di bangunkan tidak ada respon trehadap rangsangan apapun (tidak ada respon koenea maupun refleks muntah, mungkin juga tidak ad respon pupil terhadap cahaya)
Secara kuantitatifPenilaiaan kesadaran menggunakan GCS
Parameter NilaiMata
Membuka secara spontanTerhadap suaraTerhadap nyeriTidak berespon
Respon Verbal
Orientasi BaikBingungKata-kata tidak jelasBunyi tidak jelasTidak berespon
Respon Motorik
Mengikuti perintahGerakan lokalFleksi, menarikFleksi, abnormalEkstensi abnormalTidak ada
4321
54321
654321
b. Saraf Kranial Saraf I (Olfaktorius)
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan fungsi penciuman Saraf II (Optikus)
Disfungsi persepsi fisual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual
Saraf III (Okulomatorius) Saraf IV (Toklearis) Saraf VI (Abducent)
Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada satu sisi otot-otot okularis di dapatkan penurunan kemampuan gerakan konjungat unilateral di sisi yang sakit
Saraf V ( Trigeminus)Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah pada sisi lateral serta kelumpuhan satu sisi otot pterrgordeus internus dan ekitemus.
Saraf VII (Fasialis)Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat
Saraf VIII ( Kolearis)Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan perseptif
Saraf IX (Glosofaringeus) dan X (Vagus)Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut
Saraf XI (Asesorius)Tidak ada atropi otot sternokleidomastordeus dan Trapezius
Saraf XII (Hipoglosus)Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi serta indra pengecapan normal
c. Pemeriksaan Refleks
Refleks Fisiologis Refleks Glabella
Pukulan singkat pada glabela atau sekitar daerah supraorbital mengakibatkan kontraksi singkat kedua otot orbikularis okuli. Pada lesi perifer nervus vasialis, refleks ini berkurang atau negatif, sedangkan pada sindrom parkinson refleks ini sering meninggi
Gambar
Refleks Rahang Bawah (Jaw Refleks)Penderita di suruh membuka mulut nya sedikit dan telunjuk pemeriksa di tempatkan melintang di dagu. Setelah itu telunjuk di ketok dengan ketok reflek yang mengakibatkan berkontraksinya otot maseter sehingga mulut merapat. Pusat refleks ini terletak di pons.
Gambar
Refleks Biseps
Pegang lengan pasien yang di semi fleksikan sambil menempatkan ibu jari di atas tendon biseps. Ibu jari kemudian di ketok. Hal ini mengakibatkan gerakan fleksi lengan bawah
Gambar
Refleks TrisepPegang lengan bawah pasien yang di fleksikan setengah, ketok pada tendon insers M. Triseps yang berada sedikit di atas okkranon lengan bawah mengadakan gerakan ekstensi
Gambar
Refleks BrakioradialisLengan bawah di fleksikan dan di pronasikan sedikit ketok pada prosesus stiloideus radius sebagai jawaban lengan bawah akan berfleksi dan bersupinasiGambar
Refleks UlnaLengan bawah di semi fleksikan dan di semi pronasikan kemudian di ketok pada prosesus stiloideus dari ulna, hal ini mengakibatkan pronasi dari lengan bawah kadang-kadang gerakan adduksi pada pergelangan tanagan
Refleks PatellaTungakai di fleksikan dan di gantungkan misal pada tepi tempat tdur kemudian di ketok pada tendon muskulus kuadrisep femoris di bawah/di atas patela kuadrisep femoris akan berkontraksi dan mengakibatkan gerakan ekstensi tungkai bawahGambar
Refleks Tendon achilessTungkai bawah di fleksikan sedikit kemudian kita pegang kaki pada ujungnya untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu tendon achiless di ketok.
Hal ini mengakibatkan kontraksi M trisep dan memberikan gerakan plantar fleksi pada kaki Gambar
Refleks KorneaMata di sentuh dengan sepotong kapas yang ujung nya di buat runcing. Hal ini mengakibatkan di pejamkan nya mata( M. Orbikularis Okuli). Menyentuhkan nya klien melirik kearah yang berlawanan dari tempat kapas di letak kan .Pada gangguan N V sensorik refleks ini negatif atau berkurang . Refleks kornea juga di urus oleh N VII, akan menghilangkan atau berkurang bila terdapat kelumpuhan M. Orbikularis
Gambar
Refleks Dinding PerutMenggores dinding perut dengan benda agak runcing, Bila + maka otot( M. Rektus abdominus) akan berkontraksi. Pada kontraksi otot terlihat pusar bergerak kearah otot yang berkontraksi.Refleks superfisialis dinding perut sering negatif pada wanita normal yang banyak anak yang dinding perut nya lembek, demikian Juga pada orang gemuk dan lanjut usia. Juga pada bayi baru lahir sampai usia 1 Tahun.
Gambar
Refleks Kremaster
Refleks ini di bangkitkan dengan jalan menggoreskan atau menyentuh bagian medial pangkal paha. Terlihat scrotum berkontraksi Refleks inin dapat negatif pada orang lanjut usia, Penderita hidrokel, varikokel, orhitis atau epidiamitis
Gambar
Refleks Anus SuperfisialisBila kulit di sekitar anus di rangsang misalnya dengan tusukan ringan atau goresan mengakibatkan otot spingter eksternus berkontraksi
Refleks Patologis Refleks Babinski
Penderita di suruh berbaring atau istirahat dengan tungkai di luruskan kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap berada di tempat nay. Untuk merangsang dapat menggunakan kayu goresan atau benda yang agak runcing. Goresan harus di lakukan perlahan , jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri. Sebab refleks inin akan menimbulkan refleks menarik kaki. Goresan di lakukan pada telapak kaki bagian lateral mulai dari tumit menuju pangkal jari.
Cara membangkitka refleks patologis: Cara Chaddock
Rangsang di berikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral maleolus. Cara Gordon
Mencubit otot betis Cara Oppenhim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior, arah mengurut ke bawah
Cara GondaMemencet atau menekan satu jari kaki dan kemudian melepaskan nya sekonyong-konyong
Cara SchaefesMemencet atau mencubit tendon achiles
Gambar
d. Tanda Rangsang Meningeal Kaku Kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat di lakukan hal Sbb: tangan pemeriksa di tempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring kemudian kepala di tekukan (fleksi) dan di usahakan agar dagu mencapai dada selam penekukan perhatian adanya tahanan.Untuk mengetahui adanya kaku kuduk pada penderita dengan kesadaran menurun sebaik nya penenkukan kepala di lakukan sewaktu pernafasan pasien dalam ekspirasi
Tanda LaseguePasien yang sedang berbaring di luruskan ( Ekstensi kedua tungkai nya) kemudian satu angkai di angkat lurus , di bengkokna (fleksi) pada persendian panggul . Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dlm keadaan ekstensi( lurus) pada keadaan normal kita dapat mencapai sudut 70 derjat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah
timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita mencapai 70 derajat maka di sebut tanda lasegue positif
Gambar
Tanda KernigPenderita yang sedang berbaring di fleksikan pahanya dan persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat setelah itu tungkai bawah di ekstensikan pada persendian lutut .baiasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat antara tungaki bawah dan tungkai atas. Gambar
Tanda Brudzenski IDengan tangan yang di tempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya di tempatkan di dad pasien untuk mencegah terangkatnya dada.Bila tanda Brudzenski positif maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai. Sebelumnya perlu di perhatikan apakah tungkai nya tidak lumpuh, sebab jika lumpuh tentulah tungkai tidak di fleksikan.Gambar
Tanda Brudzenski IIPada pasien yang sedang berbaring, 1 tungkai di fleksikan pada persendian panggul,sedang tungkai yang satu nya lagi berada dalam keadaan ekstensi (Lurus). Bila tungkai yang satu ini ikut pula berfleksi maka di sebut tanda budzenski II positif.Sebelumnya perlu di perhatikan apakah tungkai nya tidak lumpuh, sebab jika lumpuh tentulah tungkai tidak di fleksikan.
Gambar
(Lumbantobing, 2007)
e. Penilaiaan Kekuatan Otot
Tingkat Kekuatan Otot0
1
2
3
4
5
Paralisis total atau tidak di temukannya adanya kontraksi pada otot
Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat di ketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi
Otot hanya mampu menggerakan persendian tetapi kekuatanya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi
Selain dapat menggerakkan sendi oto juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang di berikan oleh pemeriksa
Kekuatannya otot seperti pada tingkat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan
Kekuatan Otot normal
(Muttaqin Arief,2008)
Pemeriksaan Diagnostik
Angiografi serebral : membantu menemukan penyebab stroke secara fisik, seperti
perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
Scan CT : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
Catatan: mungkin tidak dengan segera menunjukkan semua perubahan
tersebut.
Fungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada trombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi
arteriovena (MAV).
Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteiovena (masalah sistem arteri
karotis [aliran darah/muncul plak], arteriosklerotik).
EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Sinar x tengkorak : mengambarkan perubahan kelenjar lempeng perineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat
pada trombus serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan sub arakhnoid.
Prioritas Keperawatan
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat.
2. Mencegah atau meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen.
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam aktivitas sehari-hari.
4. Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengntegrasikan perubahan dalam
konsep diri klien.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit / prognosisnya dan kebutuhan tindakan /
rehabilitasi.
Tujuan Pemulangan
1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neorologis dapat diminimalkan /
dapat distabilkan.
2. Komplikasi dapat dicegah atau diminimalkan.
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat di penuhi oleh pasien sendiri atau dengan bantuan
yang di minimalkan dari orang lain.
4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa depan.
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami.
II. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul Pada Stroke Menurut Doengoes.
1. Perfusi jaringan, perubahan, serebral b/d interupsi aliran darah; gangguan oklusif,
hemoragia; vasospasme serebral, edema serebral.
2. Mobilitas fisik, kerusakan b/d Keterlibatan neoromuskuler: kelemahan ; parestesia;
flaksid / paralisis spastis;Kerusakan konseptual/ kognitif
3. Komunikasi, kerusakan, verbal, dan / atau {tertulis}b/d Kerusakan sirkulasi serebral;
kerusakan neoromuskuler/kehilangan tonus atau kontrol otot fasial/oral; kelemahan/
kelelahan umum.
4. Perubahan persepsi - sensori b/d perubahan persepsi sensori, transmisi, integrasi
(trauma neorologis atau defisit ) ,Stress psikologis ( penyempitan lapang perseptual yang
disebabkan oleh ansietas ).
5. Kurang perawatan diri : {uraikan}b/d Kerusakan neoromuskuler, penurunan kekuatan
dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot,Kerusakan perseptual /
kognitif,Nyeri / ketidaknyaman, Depresi
6. Harga diri, gangguan, {uraikan}b/d Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
III. Intervensi Keperawatan Dan Rasional
a. Diagnosa keperawatan : Perfusi jaringan, perubahan, serebral
Dapat dihubungkan dengan : interupsi aliran darah; gangguan oklusif, hemoragia;
vasospasme serebral, edema serebral.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Perubahan tingkat kesadaran; kehilangan memori.
Perubahan dalam respons motorik / sensori; gelisah.
Defisit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi.
Perubahan tanda- tanda vital.
Hasil yang diharapkan/
Kriteria evalasi –
Pasien akan : Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya /
membaik, fungsi kognitif, dan sensorik / motorik.
Mendemonstrasikan tanda – tanda vital stabil dan tak
adanya tanda – tanda peningkatan TIK.
Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi /
kekambuhan defisit.
No Tindakan keperawatan/intervensi Rasional
1.
Mandiri
Tentukan faktor-faktor yang berhubungan
dengan keadaan / penyebab khusus selama
koma / penurunan perfusi serebral dan
potensial terjadinya peningkatan TIK
Mempengaruhi penetapan intervensi.
Kerusakan / kemunduran tanda/gejala
neorologis atau kegagalan
memperbaikinya adalah setelah fase awal
memerlukan tindakan pembedahan dan /
atau pasien harus dipndahakan ke ruang
perawatan kritis ( ICU ) untuk melakukan
pemantauan terhadap peningkatan TIK.
2.
3.
Pantau / catat status neorologis sesering
mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya/standar.
Pantau tanda-tanda vital seperti catat :
o Adanya hipertensi / hipotensi,
bandingkan tekanan darah yang
terbaca pada kedua lengan
o Frekuensi dan irama jantung;
auskultasi adanya mur-mur
o Catat pola dan irama dari
pernapasan, seperti adanya periode
apnea setelah pernapasan
hiperventilasi, pernapasan cheyne-
Mengetahui kecendrungan tingkat
kesadaran dan poensial peningkatan TIK
dan mengetahui lokasi, luas, dan
kemajuan / resolusi kerusakan SSP.
Dapat menunjukkan TIA yang
merupakan tanda terjadi trombosis CVS
baru.
Variasi mungkin terjadi oleh karena
tekanan / truma serebral pada daerah
vasomotor otak. Hipertensi / hipotensi
postural dapat menjadi faktor pencetus.
Hipotensi dapat terjadi karena syock
( kolaps sirkulasi vaskuler ). Peningkatan
TIK dapat terjadi ( karena edema, adanya
formasi k arena bekuan darah).
Tersumbatnya arteri subklavia dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan
tekanan pada kedua lengan.
Perubahan terutama adanya bradikardia
dapat terjadi sebagai akibat adanya
kerusakan otak. Disritmia dan mur-mur
mungkin mencerminkan adanya penyakit
jantung yang mungkin telah menjadi
pencetus CSV ( seperti stroke setelah IM
atau penyakit katub).
Ketidakteraturan pernapasan dapat
memberikan gambaran lokasi kerusakan
serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan
untuk intervensi selanjutnya termasuk
kemungkinan perlunya dukungan
4.
5.
6.
7.
stokes
Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk,
kesamaan, dan reaksi terhadap cahaya.
Catat perubahan dalam penglihatan,
seperti adanya kebutaan, gangguan lapang
pandang/kedalaman persepsi.
Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi,
seperti fungsi bicara jika pasien sadar
(rujuk pada DK: Komunikasi; kerusakan
verbal, hal 298).
Letakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikan dan dalam posisi anatomis
(netral ).
terhadap pernapasan ( rujuk pada MK:
Trauma kranio serebral, DK: Pola nafas
tak efektif resiko tinggi terhadap cedera
pada pusat pernapasan otak)
Rx pupil diatur oleh saraf okulomotor
(III) dan berguna dalam menentukan
apakah batang tersebut masih baik.
Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan
oleh keseimbangan antara persarafan
simpatis dan saraf parasimpatis yang
mensarafnya. Respon terhadap reflek
cahaya mengkombinasikan fungsi dari
saraf kranial optikus (II) dan saraf
kranial okulomotor (III).
Gangguan penglihatan yang sfesifik
mencerminkan daerah otak yang terkena,
mengindikasikan keamanan yang harus
mendapat perhatian dan mempengaruhi
intervensi yang akan dilakukan
Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
merupakan indikator dari lokasi / derajad
gangguan serebral dan mungkin
mengindikasikan penurunan /
peningkatan TIK.
Menurunkan tekanan arteri dengan
meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi/perfusi serebral.
8.
9.
10
.
Pertahankan keadaan tirah baring;ciptakan
lingkungan yang tenang;batasi
pengunjung/aktivitas pasien sesuai
indikasi. Berikan istirahat secara periodik
antara aktivitas perawatan, batasi lamanya
setiap prosedur.
Cegah terjadinya mengejan saat defekasi,
dan pernapasan yang memaksa ( batauk
terus menerus ).
Kaji rigiditas nukal, kedutan, kegelisahan
yang meningka, peka rangsang dan
serangan kejang.
Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat
meningkatkan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik/perdarahan lainnya.
Manuver valsava dapat meningkatkan
TIK dan memperbesar resiko terjadinya
perdarahan.
Merupakan indikasi adanya iritasi
meningeal. Kejang dapat mencerminkan
adanya peningkatan TIK/trauma serebral
yang memerlukan perhatian dan
intervensi selanjutnya.
1.
2.
Kolaborasi
Berikan oksigen sesuai indikasi
Berikan obat sesuai indikasi:
o Antikoagulasi, seperti natrium
wafarin ( coumadin ); heparin,
antitrombosit ( ASA ); dipiridamol
( persantine ).
o Anti fibrotik seperti, asam amino
Menurunkan hipoksia yang dapat
menyebabkan vasodilatasi serebral dan
tekanan meningkat/terbentuknya edema.
Dapat digunakan untuk meningkatkan /
memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan
saat embolus/trombus merupakan faktor
masalahnya.
Merupakan kontraindikasi pada pasien
dengan hipertensi sebagai akibat dari
peningkatan resiko perdarahan.
Penggunaan dengan hati-hati dalam
3.
4.
kaproid ( amicar ).
o Anti hipertensi
o Vasodilatasi perifer, seperti
siklandelat ( Cyclospasmol );
Steroid,Deksametason,(Decradone)
o Fenitoin ( Dilantin ), fenobarbital.
o Pelunak feses.
Persiapan untuk pembedahan,
endarterektomi, bypass mikrovaskuler.
Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai
indikasi, seperti masa protrombin, kadar
dilantin.
perdarahan untuk mencegah lisis bekuan
yang terbentuk dan perdarahan berulang
yang serupa.
Hipertensi lama/kronis memerlukan
penanganan yang hati-hati, sebab
penanganan yang berlebihan
meningkatkan resiko terjadinya perluasan
kerusakan jaringan. Hipertensi sementara
seringkali terjadi selama fase stroke akut
dan penanggulangannya seringkali tanpa
intervensi terapiutik.
Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi
kolateral atu menurunkan vasospasme
Penggunaan kontroversial dalam
mengendalikan edema serebral.
Dapat digunakan untuk mengontrol
kejang dan/atau untuk aktivitas sedatif.
Catatan: fenoborbital memperkuat kerja
dari antiepilepsi.
Mencegah proses mengejan selama
defekasi dan yang berhubungan dengan
peningkatan TIK.
Mungkin bermanfaat untuk mengatasi
situasi.
Memberikan informasi tentang
keefektifan pengobatan/kadar terapiutik.
b. Diagnosa keperawatan : Mobilitas fisik, kerusakan
Dapat dihubungkan dengan : Keterlibatan neoromuskuler: kelemahan ; parestesia;
flaksid / paralisis spastis
Kerusakan konseptual/ kognitif
Kemungkinan dibuktikan oleh : ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam
lingkungan fisik; kerusakan kohordinasi; keterbatasan
rentang gerak; penurunan kekuatan / kontrol otot.
Hasil yang diharapkan/
Kriteria evalasi –
Pasien akan : Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang di
buktikan oleh tak adanya kontraktur, footdrop .
Mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.
Mendemonstrasikan teknik / perilaku yang
memungkinkan melakukan aktivitas.
Mempertahankan integritas kulit
No Tindakan / intervensi Rasional
1.
2.
Mandiri
Kaji kemampuan secara fungsional /
luasnya kerusakan awal dan dengan cara
yang teratur. Klasifikasi melalui skala 0-4
( rujuk pada MK: trauma kranioserebral,
DK: mobilitas fisik, kerusakan, hal. 282).
Ubah posisi minimal setiap 2 jam
( telentang, miring ), dan sebagainya dan
jika memungkinkan bisa lebih sering jika
Mengidentifikasi kekuatan / kelemahan
dan dapat memberikan informasi
mengenai pemulihan. Bantu dalam
pemilihan terhadap intervensi, sebab
teknik yang berbeda digunakan untuk
paralisis spastik dengan flaksid.
Menurunkan resiko terjadinya
trauma/iskemia jaringan.
Daerah yang terkena mengalami
3.
4.
5.
6.
diletakkan dalam posisi bagian yang
terganggu.
Letakkan pada posisi telungkup satau kali
dan dua kali sehari jika pasien dapat
mentoleransinya.
Mulailah melakukan latihan rentang gerak
aktif dan pasif pada semua ekstremitas
saat masuk. Anjurkan untuk melakukan
latihan seperti, latihan quadrisep/gluteal,
meremas bola karet, melebarkan jari-
jari,dan kaki/telapak.
Sokong ekstremitas dalam posisi
fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot
board) selama periode paralisis flaksid.
Pertahankan posisi kepala netral.
Gunakan penyangga lengan ketika pasien
berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat
perburukan / sirkulasi yang lebih jelek
dan menurunkan sensasi dan lebih besar
menimbulkan kerusakan pada
kulit/dekubitus.
Membantu mempertahankan ekstensi
pinggul fungsional; tetapi kemungkinan
akan meningkatkan ansietas terutama
mengenai kemampuan pasien untuk
bernafas.
Meminimalkan atropi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur, menurunkan resiko terjadinya
hiperkalsiuria dan osteoporosis jika
masalah utamanya adalah perdarahan.
Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat
menjadi pencetus adanya perdarahan
berulang.
Mencegah kontraktur/footdrop dan
memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi
kembali. Paralisis flaksid dapat
menganggu kemampuannya untuk
menyangga kepala, dilain pihak paralisis
spastik dapat mengarah pada deviasi
kepala ke salah satu sisi.
Selama paralis plaksid, penggunaan
penyangga dapat menurunkan resiko
terjadinya subluksasio lengan dan
“sindrom bahu-lengan:”
Kontraktur pleksi dapat terjadi akibat dari
7.
8.
9.
10
.
11
.
12
.
bantu untuk pengaturan posisi dan /atau
pembalut selama periode paralisis spastik.
Tempatkan bantal di bawah aksila untuk
melakukan abduksi pada tangan.
Tinggikan tangan dann kepala.
Tempatkan “hand roll” keras pada telapak
tangan dengan jari-jari dan ibu jari saling
berhadapan.
Posisikan lutut dan panggul dalam posisi
ekstensi
Pertahankan kaki dalam posisi netral
dengan gulungan/bantalan trokanter.
Gunakan papan kaki secara berganti, jika
memungkinkan.
Bantu untuk mengembangkan
keseimbangan duduk ( seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur,
Bantu untuk duduk di sisi tempat tidur,
biarkan pasien untuk menggunakan
kekuatan tangan untuk menyokong berat
badan dan kaki yang kuat untuk
memudahkan kaki yang sakit;
meningkatkan waktu duduk dan
otot fleksor lebih kuat dibandingkan
dengan otot ekstensor.
Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku
Meningkatkan aliran balik vena dan
membantu mencegah terbentuknya
edema.
Alas/ dasar yang keras menurunkan
stimulasi fleksi jari-jari, mempertahankan
jari-jari dan ibu jari pada posisi nrmal
( posisi anatomis ).
Mempertahankan posisi fungsional.
Mencegah rotasi eksternal pada panggul
Penggunaan yang kontinu ( setelah
perubahan dari paralisis flaksid ke
spastik) dapat menyebabkan tekanan yang
berlebihan pada sendi peluru kaki,
meningkatkan spatisitas dan secara nyata
meningkatkanm fleksi plantar.
Membantu dalam melatih kembali jaras
saraf, meningkatkan respon proprioseptik
14
.
15
.
16
.
keseimbangan dalam berdiri ( seperti
letakkan sepatu yang datar; sokong bagian
belakang bawah pasien dengan tangan
sambil meletakkan lutut penolong di luar
lutut pasien; bantu menggunakan alat
pegangan paralel dan walker)
Observasi daerah yang terkena termasuk
warna, edema atau tanda lain dari
gangguan sirkulasi
Inspeksi kulit terutamam pada daerah-
daerah yang menonjol secara teratur.
Lakukan masase secara berhati-hati pada
daerah kemerahan dan berikan alat bantu
seperti bantalan lunak kulit sesuai
kebutuhan.
Bangunkan dari kursi sesegera mungkin
setelah tanda-tanda vital stabil kecuali
pada hemoragik serebral.
Alasi kursi duduk dengan busa atau balon
air dan bantu pasien untuk memindahkan
berat badan dengan interval yang teratur
Susun tujuan dengan pasien/orang terdekat
untuk berpartisipasi dalam
beraktivitas/latihan dan mengubah posisi.
dan motorik.
Jaringan yang mengalami edema lebih
mudah mengalami trauma dan
penyembuhannya lambat.
Titik-titik tekanan pada daerah yang
menonjol paling beresiko untuk terjadinya
penurunan perfusi / iskemia.Stimulasi
sirkulasi dan memberikan bantalan
membantu mencegah kerusakan kulit dan
membantu berkembangnya dekubitus.
Membantu menstabilkan tekanan darah
( tonus vasomotor terjaga), meningkatkan
keseimbangan ekstremitas dalam posisi
normal dan membantu mengosongkan
kantung kemih/ginjal, menurunkan resiko
terjadinya batu kandung kemih dan
infeksi karena urine yang statis.
Mencegah / menurunkan tekanan
koksigeal/kerusakan kulit.
Meningkatkan harapan terhadap
perkembangan/peningkatan dan
memberikan perasaan kontrol atau
kemandirian .
17
.
18
.
Anjurkan pasien untuk membantu
pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit
untuk menyokong/menggerakkan daerah
tubuh yang mengalami kelemahan.
Dapat berespon secara baik jika daerah
yang sakit tidak menjadi lebih terganggu
dan memerlukan dorongan serta latihan
aktif untuk “menyatukan kembali”
sebagai bagian dari tubuhnya sendiri.
1.
2.
Kolaborasi
Berikan tempat tidur dengan matras bulat
(seperti eggcrate mattress), tempat tidur
air, alat flotasi, atau tempat tidur khusus
seperti ( tempat tidur kinetik) sesuai
indikasi.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
secara aktif, latihan resistif dan ambulasi
pasien.
Meningkatkan distribusi merata berat
badan yang menurunkan tekanan pada
tulang-tulang tertentu dan membantu
untuk mencegah kerusakan
kulit/terbentuknya dekubitus . tempat
tidur khusus membantu dengan letak
pasien obesitas ( kegemukan),
meningkatkan sirkulasi dan menurunkan
terjadinya vena statis untuk menurunkan
resiko terhadap cesera pada jaringan dan
komplikasi seperti pneumoni ortostatik.
Program yang khusus dapat di
kembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/menjaga
kekurangan tersebut dalam
3.
4.
Bantulah dengan stimulasi elektrik,
seperti TENS sesuai indikasi.
Berikan obat relaksan otot, antispasmodik
sesuai indikasi, seperti baklofen,
dantrolen.
keseimbangan, koordinasi dan kekuatan.
Dapat membantu memulihkan kekuatan
otot dan meningkatkan kontrol otot
volunter.
Mungkin diperlukan untuk
menghilangkan spastisitas pada
ekstermitas yang terganggu.
c. Diagnosa keperawatan : Komunikasi, kerusakan, verbal, dan / atau {tertulis}
Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan sirkulasi serebral; kerusakan neoro
muskuler/kehilangan tonus atau kontrol otot
fasial/oral; kelemahan/ kelelahan umum.
Kemungkinan dibuktikan oleh : kerusakan artikulasi; tidak dapat bicara ( disartria )
Ketidakmampuan untuk bicara,menemukan dan
menyebutkan kata-kata,, mengidentifikasi objeck;
ketidakmampuan memahami bahasa tertulis/ucapan,
Ketidakmampuan menghasilkan komunikasi tertulis.
Hasil yang diharapkan/
Kriteria evalasi –
Pasien akan : Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah
komunikasi.
Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
di ekspresikan.
Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
No
.
Tindakan / Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji tipe/derajad disfungsi, seperti pasien Membantu menentukan daerah dan
1.
2.
tidak tampak memahami kata atau
mengalami kesulitan bicara atau membuat
pengertian sendiri.
o Bedakan antara afasia dengan
disartria
o Perhatikan keluhan dalam
komunikasi dan berikan umpan
balik
derajat kerusakan serebral yang terjadi
dan kesulitan pasien dalam beberapa
atau seluruh tahap proseskomunikasi.
Pasien mungkin mempunyai kesulitan
dalam memahami kata yang diucapakan
( afasia sensorik/kerusakan pada area
Wernick ); mengcapakan kata-kata
dengan benar ( afasia ekspresi/kerusakan
pada area bicara Broca ) atau mengalami
kerusakan pada kedua daerah tersebut
Intervensi yang dipilih tergantung pada
tipe kerusakannya. Afasia adalah
gangguan dalam menggunakan dan
menginterprestasikan simbol-simbol
bahasa dan mungkin melibatkan
komponen sensorik dan / motorik,
seperti ketidakmampuan memahami
tulisan / ucapan atau menulis kata,
membuat tanda, berbicara. Seseorang
dengan disartria dapat memahami,
membaca dan menulis bahasa tetapi
mengalami kesulitan
membentuk/mengucapkan kata
sehubungan dengan kelemahan dan
paralisis dari otot-otot daerah oral.
Pasien mungkin kehilangan kemampuan
untuk memantau ucapan yang keluar dan
tidak menyadari bahwa komunikasi yang
di ucapkannya tidak nyata. Umpan balik
membantu merealisasikan kenapa
pemberi asuhan tidak mengerti/berespon
sesuai dan memberikan kesempatan
untuk mengklarifikasikan isi/makna
yang terkandung dalam ucapannya.
3.
4.
o Mintalah pasien untuk mengikuti
perintah sederhana ( seperti “ buka
mata” ,” tunjuk ke pintu”) ulangi
dengan kata/ kalimat yang
sederhana.
o Tunjukkan objek dan minta pasien
untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
o Mintalah pasien untuk
mengucapkan kalimat sederhana
seperti “SH” atau “ PUS”
Minta pasien untuk menulis nama / atau
kalimat yang pendek. Jika tidak dapat
menulis, mintalah pasien untuk
mengucapakan kalimat yang pendek.
Tempatkan tanda pemberitahuan pada
ruang perawat dan ruangan pasien tentang
adanya gangguan bicara. Berikan bell
khusus bila perlu.
Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik ( afasia sensorik )
Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan motorik ( afasia motorik ),
seperti pasien mungkin mengenalinya
tetapi tidak dapat menyebutkannya.
Mengidentifikasi adanya disartria sesuai
komponen mottorik dari bicara
(seperti,lidah, gerakan bibir, kontrol
nafas) yang dapat mempengaruhi
artikulasi dan mungkin juga tidak
disertai afasia motorik.
Menilai kemampuan menulis ( afragia )
dan kekurangan dalam membaca yang
benar ( aleksia ) yang juga merupakan
bagian dari afasia sensorik dan afasia
motorik.
Menghilangkan ansietas pasien
sehubungan dengan ketidakmampuannya
untuk berkomunikasi dan perasaan takut
bahwa kebutuhan pasien tidak akan
terpenuhi dengan segera. Penggunaan
bell yang di aktifkan dengan tekanan
minimal akan bermanfaat ketika pasien
tidak dapat menggunakan sistem bell
reguler.
5.
6.
7.
8.
9.
Berikan metode komunikasi alternatif,
seperti menulis di papan tulis, gambar.
Berikan petunjuk visual (gerakan tangan,
gambar-gambar, daftar kebutuhan,
demonstrasi).
Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien.
Katakan secara langsung dengan pasien ,
bicara perlahan, dan dengan tenang.
Gunakan pertanyaan terbuka dengan
jawaban “ya/tidak” selanjutnya
kembangkan pada pertanyaan yang lebih
komplek sesuai dengan respon pasien.
Bicaralah dengan nada normal dan hindari
percakapan yang cepat. Berikan pasien
jarak waktu untuk berespons. Bicaralah
tanpa tekanan terhadap sebuah respon.
Memberikan komnikasi tentang
kebutuhan berdasarkan kaadaan / defisit
yang mendasarinya.
Bermanfaat dalam menurunkan frustasi
bila tergantung pada orang lain dan tidak
dapat berkomunikasi secara berarti.
Menurunkan kebingungan atau ansietas
selama proses komunikasi dan berespon
pada informasi yang lebih banyak pada
satu waktu tertentu. Sebagai proses
latihan kembali untuk lebih
mengembangkan komunikasi lebih
lanjut dan lebih komplek akan
menstimulasi memori dan dapat
meningkatkan asosiasi ide/kata.
Pasien tidak perlu merusak pendengaran,
dan meninggikan suara dapat
menimbulkan marah pasien
/menyebabkan kepedihan. Memfokuskan
respon dapat mengakibatkan frustasi dan
mungkin menyebabkan pasien terpaksa
untuk bicara “ otomatis,”seperti
memutarbalikan kata,berbicara
kasar/kotor.
Mengurangi isolasi sosial pasien dan
meningkatkan penciptaan komunikasi
10.
Anjurkan pengunjung/orang terdekat
mempertahankan usahanya untuk
berkomunikasi dengan pasien, seperti
membaca surat, diskusi tentang hal-hal
yang terjadi pada keluarga.
Diskusikan mengenai hal-hal yang di kenal
pasien, seperti pekerjaan, keluarga dan
hobi (kesenangan).
Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi
penyakit; hindari “pembicaraan yang
merendahkan “ pada pasien atau membuat
hal-hal yang menentang kebanggaan
pasien.
yang efektif.
Meningkatkan percakapan yang
bermakna dan memberikan kesempatan
untuk keterampilan praktis
Kemampuan pasien untuk merasakan
harga diri, sebab kemampuan intelektual
pasien sering kali tetap baik.
1.
Kolaborasi
Konsultasikan dengan /rujuk kepada ahli
terapi wicara
Pengkajian secara individual
kemampuan bicara dan sensori,motorik
dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi kekurangan /kebutuhan
terapi.
d. Diagnosa keperawatan : Perubahan persepsi - sensori.
Dapat dihubungkan dengan : perubahan persepsi sensori, transmisi, integrasi
(trauma neorologis atau defisit ).
Stress psikologis ( penyempitan lapang perseptual
yang disebabkan oleh ansietas ).
Kemungkinan dibuktikan oleh : Disorientasi terhadap orang, waktu,dan tempat.
Perubahan dalam pola perilaku/respon biasanya
terhadap rangsang; respon emosional berlebihan.
Konsentrasi buruk, perubahan proses pikir/ berpikir
kacau.
Perubahan dalam ketajaman sensori dilaporkan /
diukur: hipoparestesia; perubahan rasa kecap/
penghidu.
Ketidakmampuan menyebutkan posisi bagian tubuh
(propriosepsi ).
Ketidakmampuan mengenal/mendekati makna
terhadap objeck ( agnosia viual ).
Perubahan pola komunikasi.
Inkoordinasi motor.
Hasil yang diharapkan/
Kriteria evalasi –
Pasien akan : Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan
fungsi perseptual.
Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
keterlibatan residual.
Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap/ defisit hasil.
No
.
Tindakan / intervensi Rasional
1.
2.
3.
Mandiri
Lihat kembali proses patologis kondisi
individual
Evaluasi adanya gangguan penglihatan,
Catat adanya penurunan lapang pandang,
perubahan ketajaman persepsi (bidang
horizontal/vertikal) , adanya diplopia
(pandangan ganda)
Dekati pasien dari daerah penglihatan yang
normal, Biarkan lampu menyala; letakkan
Kesadaran akan tipe / daerah yang
terkena membantu dalam mengkaji/
mengantisipasi spesifik dan perawatan.
Munculnya gangguan penglihatan dapat
berdampak negatif terhadap
kemampuan pasien untuk menerima
lingkungan dan mempelajari kembali
keterampilan motorik dan
meningkatkan resiko terjadinya cedera.
Pemberian pengenalaan terhadap
adanya orang/benda dapat membatu
4.
5.
6.
7.
benda dalam jangkauan lapang penglihatan
yang normal, Tutup mata yang sakit jika
perlu.
Ciptakan lingkungan yang sederhana,
pindahkan perabot yang membahayakan.
Kaji kesadaran sensorik, seperti
membedakan panas/dingin, tajam/tumpul,
posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan,
seperti berikan pasien terhadap suatu benda
untuk menyentuh, meraba. Biarkan pasien
untuk menyentuh dinding/batas-batas yang
lainnya.
Lindungi pasien dari suh yang berlebihan,
kaji adanya lingkungan yang
membahayakan. Rekomendasikan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan
tangan yang normal.
Catat terhadap tidak adanya perhatian pada
masalah persepsi; mencegah pasien dari
terkejut. Penutupan mata mungkin dapat
menurunkan kebingungan karena
adanya pandangan mata ganda.
Menurunkan atau membatasi jumlah
stimulasi penglihatan yang mungkin
dapat menimbulkan kebingungan
terhadap interpretasi lingkungan;
menurunkan resiko terjadinya
kecelakaan .
Penurunan kesadaran terhadap sensorik
dan kerusakan perasaan kinetik
berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan/posisi tubuh dan
kesesuaian dari gerakan yang
menganggu ambulasi, meningkatkan
resiko terjadinya trauma.
Membantu melatih kembali jaras
sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan interpretasi stimulasi.
Membant pasien untuk megorientasikan
bagian dirinya dan kekuatan
penggunaan dari daerah yang
terpengaruh.
Meningkatkan keamanan pasien yang
menurunkan resiko terjadinya trauma.
Adanya agnosia (kehilangan
8.
9.
10.
11.
12.
bagian tubuh, segmen lingkungan,
kehilangan kemampuan untuk mengenali
objek yang sebelumnya di kenal/tidak
mampu untuk mengenali anggota keluarga.
Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya
bila perlu dan menyadari posisi bagian
tubuh tertentu. Buatlah pasien sadar akan
semua bagian tubuh yang terabaikan,
seperti stimulasi sensorik pada daerah yang
sakit, latian yang membawa area yang sakit
melewati garis tengah, ingatkan individu
untuk berpakaian / merawat sisi yang sakit
(“buat”)
Observasi respon perilaku pasien seperti
rasa bermusuhan, menangis, afek tidak
sesuai, agitasi, alusinasi, ( rujuk pada DK;
trauma kranio serebral, DK; proses pikir,
perubahan, hal.280.)
Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal
yang berlebihan sesuai kebutuhan .
Bicara dengan tenang, perlahan dengan
menggunakan kalimat yang pendek.
Pertahankan kontak mata.
pemahaman terhadap pendengaran,
penglihatan, atau sensasi yang lain,
meskipun bagian sensori masih tetap
normal) dapat mengarah
pada/mengakibatkan kerusakan
unilateral, ketidakmampuan mengenal
isyarat lingkungan/makna dari objeck
tempat umum, tidak mampu
mempertimbangkan perawatan diri dan
disorientasi atau perilaku yang aneh.
Penggunaan stimulasi penglihatan dan
sentuhan membantu mengintegrasikan
kembali sisi yang sakit dari pola
gerakan normal.
Respon individu dapat bervariasi tetapi
umumnya yang terlihat seperti emosi
labil, ambang frustasi rendah, apatis dan
mungkin muncul juga perilaku infpat
bervariasi tetapi umumnya yang terlihat
seperti emosi labil, ambang frustasi
rendah, apatis dan mungkin muncul
juga perilaku infulsif, mempengaruhi
perawatan.
Menurunkan ansietas dan respon emosi
yang berlebihan / kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebihan.
13.
Lakukan validasi terhadap persepsi pasien.
Orientasikan kembali pasien secara teratur
pada lingkungan, staf dan tindakan yang
akan dilakukan.
Membantu pasien untuk
mengidentifikasi ketidak-konsistenan
dari persepsi dan integrasi stimulus dan
mungkin menurunkan distorsi persepsi
pada realitas.
e. Diagnosa keperawatan : Kurang perawatan diri : {uraikan}
Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan neoromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot.
Kerusakan perseptual / kognitif.
Nyeri / ketidaknyaman.
Depresi
Kemungkinan dibuktikan oleh : Kerusakan kemampuan AKS, mis, ketidakmampuan
membawa makanan dari piring ke mulut;
ketidakmampuan memandikan bagian tubuh, mengatur
suhu air; kerusakan kemampuan untuk
memasang/melepaskan pakaian ; kesulitan untuk
menyelesaikan tugas toiliting.
Hasil yang diharapkan/
Kriteria evalasi –
Pasien akan : Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup
untuk memenuhi kebutuhan untuk perawatan diri.
Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat
kemampuan sendiri.
Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
No
.
Tindakan / Intervensi Rasional
Mandiri
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan
(dengan menggunakan skala 0-4) untuk
melakukan kebutuhan sehari-hari.
Hindari melakukan sesuatu untuk pasien
yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Sadari perilaku/aktivitas impulsif karena
gangguan dalam mengambil keputusan.
Pertahankan dukungan, sikap yang tegas,
beri pasien waktu yang cukup untuk
mengerjakan tugasnya.
Berikan umpan balik yang positif untuk
setiap usaha yang dilakukan atau
keberhasilannya.
Buat rencana terhadap terhadap gangguan
penglihatan yang ada, seperti;
o Letakkan makanan dan alat-alat
lainnya pada sisi paien yang tidak
sakit.
Membantu dalam mengantisipasi /
merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individual.
Pasien ini mungkin menjadi sangat
ketakutan dan sangat tergantung
meskipun bantuan yang di berikan
bermanfaat dalam mencegah frustasi,
adalah penting bagi pasien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri
sendiri untuk mempertahankan harga diri
dan meningkatkan pemulihan.
Dapat menunjukkan kebutuhan
intervensi dan pengawasan tambahan
untuk meningkatkan keamanan pasien
Pasien akan memerlukan empati tetapi
perlu untuk mengetahui pemberi asuhan
yang akan membantu pasien secara
konsisten.
Meningkatkan perasaan makna diri.
Meningkatkan kemandirian, dan
mendorong pasien untuk berusaha secara
kontinu.
Pasien akan dapat melihat untuk
memakan-makanannya.
Akan dapat melihat jika naik/turun dari
7.
8.
8.
o Sesuaikan tempat tidur sehingga
sisi tubuh pasien yang tidak sakit
menghadap keruangan dengan sisi
yang sakit menghadap kedinding.
o Posisikan perabot menjahui
dinding.
Gunakan alat bantu pribadi, seperti
kombinasi pisau bercabang, sikat tanda
panjang, tangkai panjang untuk mengambil
sesuatu dari lantai; kursi mandi pancuran;
kloset duduk yang agak tinggi.
Kaji kemampuan pasien untuk
berkomunikasi untuk kebutuhannya untuk
menghindari dan/atau kemampuan untuk
menggunakan urinal, bedpan. Bawa pasien
kekamar mandi dengan teratur/interval
waktu tertentu untuk berkemih jika
memungkinkan.
Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya
dan kembalikan pada kebiasaan pola
normal tersebut. Kadar makanan yang
berserat, anjurkan untuk minum banyak
dan tingr makanan yang berserat, anjurkan
untuk minum banyak dan tingkatkan
aktivitas.
tempat tidur, dapat mengobservasi orang
yang datang keruangan tersebut.
Memberi keamanan ketika pasien
bergerak diruangan untuk menurunkan
resiko jatuh/terbentur perabot tersebut.
Pasien dapat menangani diri sendiri,
meningkatkan kemandirian dan harga
diri.
Mungkin mengalami gangguan saraf
kandung kemih, tidak dapat mengatakan
kebutuhannya pada fase pemulihan akut,
tetapi biasanya dapat mengontrol
kembali fungsi ini sesuai perkembangan
proses penyembuhan.
Mengkaji perkembangan program
latihan (mandiri) dan membantu dalam
pencegahan konstipasi dan sembelit
(pengaruh jangka panjang).
1.
Kolaborasi
Berikan obat supositoria dan pelunak feses. Mungkin dibutuhkan pada awal untuk
membantu menciptakan/merangsang
fungsi defekasi teratur.
2. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi / ahli
terapi okupasi.
Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat
prenyokong khusus.
f. Diagnosa keperawatan : Harga diri, gangguan, {uraikan}
Dapat dihubungkan dengan : Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Perubahan aktual dalam struktur dan/atau fungsi.
Perubahan dalam pola biasanya dari tanggung
jawab/kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
Respon verbal/nonverbal terhadap perubahan aktual
atau dirasakan.
Perasaan negatif terhadap tubuh, perasaan putus asa /
tak berdaya.
Berfokus pada kekuatan, fungsi,dan penampilan masa
lalu.
Preokupasi dengan perubahan atau kehilangan
Tidak menyentuh/melihat pada tubuh yang sakit.
Hasil yang diharapkan/
Kriteria evalasi –
Pasien akan : Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang telah terjadi
Mengucapakan penerimaan terhadap diri sendiri dalam
situasi.
Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam
konsep diri dalam cara yang akurat tanpa
menimbulkan harga diri negatif.
No
.
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
Kaji luasnya gangguan persepsi dan
hubungkan dengan derajad
ketidakmampuanny.
Identifikasi arti dari
kehilangan/disfungsi/perubahan pada
pasien.
Anjurkan pasien untuk mengekspresikan
perasaannya termasuk rasa bermusuhan
dan perasaan marah.
Catat apakah pasien menunjuk daerah yang
sakit ataukah pasien mengingkari daerah
tersebut dan mengatakan hal tersebut
“telah mati”.
Akui pernyataan perasaaan tentang
pengingkaran terhadap tubuh;tetap pada
kenyataan yang ada pada ren tentang
pengingkaran terhadap tubuh;tetap pada
kenyataan yang ada tentang realita bahwa
pasien masih dapat menggunakan bagian
tubuhnya yang tidak sakit dan belajar
untuk mengontrol tubuh yang sakit.
Gunakan kata-kata seperti (lemah, sakit,
kanan / kiri) yang tidak mengkonsumsikan
bahwa bagian tersebut sebagai bagian dari
seluruh tubuh.
Tekankan keberhasilan yang kecil
sekalipun baik mengenai penyembuhan
fungsi tubuh ataupun kemandirian pasien.
Penentuan faktor-faktor secara individu
membantu dalam mengembangkan
perencanaan asuhan / pilihan intervensi.
Kadang-kadang pasien menerima dan
mengatasi gangguan fungsi secara
efektif dengan sedikit penanganan, dilain
pihak ada juga orang yang mengalami
kesulitan dalam menerima dan
mengatasi kesulitannya.
Mendemonstrasikan penerimaan /
membantu pasien untuk mengenal dan
mulai memahami perasaan ini.
Menunjukkan penolakkan terhadap
bagian tubuh tertentu /perasaan negatif
terhadap citra tubuh dan kemampuan
menandakan perlunya intervensi dan
dukungan emosional.
Membantu pasien untuk melihat bahwa
perawat menerima kedua bagian tubuh
tersebut merupakan suatu bagian yang
utuh dari seseorang. Memberikan
kesempatan pasien untuk merasakan
pengharapannya secara penuh dan mulai
menerima keadaan yang dialami saat
sekarang ini.
Mengkonsolidasikan keberhasilan
membantu menurunkan perasaan marah
dan ketidakberdayaan dan menimbulkan
Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian
dan berdandan yang baik.
Dorong orang terdekat agar memberi
kesempatan pada melakukan sebanyak
mungkin untuk dirinya sendiri.
Berikan dukungan terhadap perilaku /
usaha seperti peningkatan minat/partisipasi
pasien dalam kegiatan rehabilitasi
Berikan penguatan terhadap alat-alat
adaptif, seperti tongkat untuk berjalan,
kancing/ritsluiting, saku di paha untuk
kateter, dan sebagainya.
Pantau gangguan tidur , meningkatnya
kesulitan untuk berkonsentrasi, pernyataan
ketidakmampuan untuk mengatasi sesuatu,
letargi dan menarik diri.
perasaan adanya perkembangan.
Membantu peningkatan rasa harga diri
dan kontrol atas salah satu bagian
kehidupan.
Membangun kembali rasa kemandirian
dan menerima kebanggaan diri dan
meningkatkan proses rehabilitasi.
Catatan ; ini mungkin sangat sulit dan
menimbulkan perasaan frustasi pada
keluarga / pemberi asuhan yang
tergantung pada derajad
ketidakmampuan dan waktu yang
diperlukan pasien untuk melakukan
aktivitas secara keseluruhan.
Mengisyaratkan kemungkinan adaptasi
untuk mengubah dan memahami tentang
peran diri sendiri dalam kehidupan
selanjutnya.
Meningkatkan kemandirian,
menurunkan ketergantungan terhadap
orang lain untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan pasien dapat bersosialisasi
lebih aktif lagi.
Mungkin merupakan indikasi serangan
depresi (umumnya setelah adanya
pengaruh stroke) yang mungkin
memerlukan evaluasi dan intervensi
lanjut.
1.
Kolaborasi
Rujuk pada evaluasi neoropsikologis
dan /atau konseling sesuai kebutuhan.
Dapat memudahkan adaptasi terhadap
perubahan peran yang perlu untuk
perasaan/merasa menjadi orang yang
produktif.
g. Diagnosa keperawatan : Menelan, kerusakan, resiko tinggi terhadap
Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan neoromuskuler/perseptual.
Kemungkinan dibuktikan oleh : [ tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan
gejala-gejala membuat diagnosa aktual]
Hasil yang diharapkan/
Kriteria evalasi –
Pasien akan : Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual dengan aspirasi tercegah.
Mempertahankan berat badan yang diinginkan.
No
.
Tindakan / intervensi Rasional
1.
Mandiri
Tinjau ulang patologi / kemampuan
menelan pasien secara individual, catat
luasnya paralisis fasial, gangguan lidah,
kemampuan untuk melindungi uan lidah,
kemampuan untuk melindungi jalan nafas.
Timbang berat badan secara teratur sesuai
Intervensi nutrisi/pilihan rute makanan
ditentukan oleh paktor-paktor ini.
2.
kebutuhan.
Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan
proses menelan yang efektif, seperti;
o Bantu pasien dengan mengontrol
kepala
o Letakkan pasien pada posisi
duduk/tegak selama dan setelah
makan
o Stimulasi bibir untuk menutup dan
membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas
bibir/di bawah dagu jika
dibutuhkan.
o Letakkan makanan pada daerah
mulut yang tidak terganggu.
o Sentuh bagian pipi bagian dalam
dengan spatel lidah/tempatkan es
untuk mengetahui adanya
kelemahan lidah.
o Berikan makan dengan perlahan
pada lingkungan yang tenang.
o Mulai untuk memberikan makanan
Menetralkan hiperekstensi, membantu
mencegah aspirasi dan meningkatkan
kemampuan untuk menelan.
Menggunakan gravitasi untuk
memudahkan proses menelan dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
Membantu dalam melatih kembali
sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan
meningkatkan masukan.
Memberikan stimulasi sensori (termasuk
rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatka
masukan.
Dapat meningkatkan dan kontrol lidah
(penting untuk menelan) an menghambat
jatuhnya lidah.
Pasien dapat berkonsentrasi pada
mekanisme makan tanpa adanya
distraksi / gangguan dari luar.
Makanan lunak/ cairan kental lebih
mudah untuk mengendalikannya di
3.
4.
per oral setengah cair, makanan
lunak ketika pasien dapat menelan
air. Pilih/bantu pasien untuk
membantu makanan yang kecil atau
tidak perlu mengunyah dan mudah
di telan, contoh; telur, agar-agar,
makanan kecil yang lunak lainnya.
o Anjurkan pasien menggunakan
sedotan meminum cairan.
o Anjurkan orang terdekat untuk
membawa makanan kesukaan
pasien.
Pertahankan masukan dan haluaran dengan
akurat, catat jumlah kalori yang masuk.
Anjurkan untuk berpartisipasi dalam
program latihan / kegiatan.
dalam mulut, menurunkan resiko
terjadinya aspirasi.
Menguatkan otot fasial dan otot menelan
dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak.
Menstimulasi upaya makan dan
meningkatkan menelan/masukan.
Jika usaha menelan tidak memadai untuk
memenuhi kebutuhan cairan dan
makanan harus dicarikan metode
alternatif untuk makan.
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin
dalam otak yang meningkatkan perasaan
senang dan meningkatkan nafsu makan.
Doengus, M (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC