Post on 16-Oct-2021
ANALISIS RISIKO PAJANAN SIANIDA (CN) PADA
MASYARAKAT DI KELURAHAN POBOYA KECAMATAN
MANTIKULORE,
SULAWESI TENGAH
A Risk Analysis on Cyanide Exposure of Rural Community
In Poboya Village, Mantikulore District, Central Sulawesi
MIFTAH CHAIRANI HAIRUDDIN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ANALISIS RISIKO PAJANAN SIANIDA (CN) PADA MASYARAKAT
DI KELURAHAN POBOYA KECAMATAN MANTIKULORE,
SULAWESI TENGAH
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
MIFTAH CHAIRANI HAIRUDDIN
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini:
N a m a : Miftah Chairani Hairuddin
Nomor mahasiswa : P1801211004
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian tesis ini hasil karya
orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Agustus 2013
Yang Menyatakan
Miftah Chairani
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada hambanya.
Salawat dan salam kepada Rasullullah SAW, sahabat, keluarga dan
mereka yang senantiasa mengikuti jalan yang telah Beliau SAW
gariskan, karena hanya dalam dua hal ini setiap hamba akan
memperoleh kebermaknaan yang hakiki atas setiap aktifitas hidup
termasuk dalam penyelesaian tesis ini sebagai persembahan kepada
Sang Khalik dan semoga bermanfaat kepada sebanyak—banyaknya
manusia.
Gagasan yang melatari permasalahan ini timbul dari hasil
penelusuran literatur dan informasi serta fakta-fakta tentang
bahayanya penggunaan merkuri oleh penambang pada masyarakat
sekitar penambangan emas tanpa ijin yang menjadi sumber
pencemaran air salah satunya adalah di Kelurahan Poboya Kota Palu.
Keberhasilan penulis dalam merampungkan tesis ini tidak
terlepas dari motivasi dan bantuan dari berbagai pihak selama proses
penyusunan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih dan penghargaan setinggi tingginya kepada Bapak
Dr. Anwar Daud, SKM., M.Kes., sebagai Ketua Komisi Penasihat
Tesis sekaligus Ketua Konsentrasi Kesehatan Lingkungan dan Ibu
Dr. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes sebagai anggota komisi penasihat
atas segala bantuan, bimbingan, nasihat, petunjuk dan saran serta
waktu yang telah diberikan selama ini kepada penulis, juga ucapan
terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :
1. Direktur Pascasarjana Universitas Hasanuddin Bapak Prof. Dr. Ir.
Mursalim, dan segenap Guru Besar, Dosen beserta stafnya.
2. Bapak Dr. dr. Noer Bahry Noor, M.Sc., selaku Ketua Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.
3. Bapak Dr. Dr. Burhanuddin Bahar, MS selaku penguji tesis yang
telah memberikan banyak masukan bagi kesempurnaan penulisan
tesis ini
4. Bapak Prof. Dr. Rafael Djayakusli, MOH yang telah meluangkan
waktu sebagai penguji tesis dan telah memberikan banyak
masukan bagi penulis
5. Bapak dr. H. Hasanuddin Ishak, M.Sc, Ph.D yang telah
memberikan masukan sebagai penguji tesis.
6. Sahabat-sahabatku dan teman-teman seperjuangan di Konsentrasi
Kesehatan Lingkungan Angkatan 2011 yang telah memberikan
dukungan, saran dan turut membantu penulis dalam proses
pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tuaku
tercinta Ayahanda Hairuddin Abbas dan Ibunda Budi Setiawati
Palangkey. yang telah membesarkan, mendidik dengan penuh kasih
sayang dan selalu memberikan doa restunya selama ini kepada
penulis, saudara-saudaraiku (Ahmad Abrari, Qarina, Tenripada)
yang selalu membantu penulis dalam segala hal.
Semoga Allah SWT, menilai semua sumbangsih tersebut
sebagai amal ibadah yang tak pernah putus dan semoga Allah SWT
mengampuni atas segala kekhilafan yang mungkin terjadi selama
proses studi sampai pada penulisan tesis ini.
DAFTAR ISI
Halaman
Judul i
Lembar Pengajuan ii
Lembar Pengesahan iii
Pernyataan Keaslian iv
Prakata v
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Lampiran xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah 9
C. Tujuan Penelitian 11
D. Manfaat Penelitian 12
E. Ruang Lingkup Penelitian 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pencemaran Air 14
1. Pengertian Pencemaran Air 14
2. Sumber Pencemaran Air 18
3. Sianida Sebagai Salah Satu Pencemar 19
B. Tinjauan Umum Tentang Sianida 20
1. Sumber Sianida 21
2. Sejarah dan Penggunaan Sianida 23
3. Paparan Sianida 25
4. Sianida Dalam Rantai Makanan 29
5. Toksisitas Sianida 31
C. Tinjauan Umum Tentang Pengolahan Emas 36
1. Pengolahan Emas 36
2. Pemanfaatan Sianida dalam Pengolahan Emas 41
D. Analisis Risiko Kesehatan 44
E. Kerangka Teori 60
F. Kerangka Konsep 61
G. Variabel Penelitian 62
Bab III Metode Penelitian
A. Rancangan Penelitian 63
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 63
C. Populasi dan Sampel 63
D. Teknik Pengumpulan Data 65
E. Pengolahan dan Analisis Data 68
Bab IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian 71
1. Gambaran umum lokasi penelitian 71
2. Gambaran hasil penelitian 74
3. Manajemen risiko 90
B. Pembahasan 95
1. Konsentrasi CN pada sumber air minum 97
2. Konsentrasi CN dalam urine 100
3. Durasi pajanan 102
4. Tingkat risiko 104
5. Manajemen risiko 105
6. Keterbatasan penelitian 106
Bab V Penutup
A. Kesimpulan 108
B. Saran 109
Daftar Tabel
Nomor Hal
1 Standar kualitas air minum 17
2 Sifat fisika dan kimia sianida (CN) 23
3 Beberapa penelitian terkait pajanan sianida (CN) 58
4 Karakteristik responden di Kel.Poboya 74
Kec.Mantikulore
5 Hasil pemeriksaan kadar CN pada sumber air minum 77
6 Hasil pemeriksaan konsentrasi sianida dalam urine 78
Di Kel. Poboya Kec. Mantikulore Tahun 2013
7 Frekuensi pajanan sianida responden 79
pada air minum di Kel. Poboya Tahun 2013
8 Durasi pajanan berdasarkan konsumsi air minum 80
Di kel. Poboya Kec. Mantikulore Tahun 2013
9 Distribusi berat badan responden di Kel. Poboya 81
Kec. Mantikulore Tahun 2013
10 Distribusi statistic variabel konsentrasi , waktu pajanan 83
Frekuensi pajanan, durasi pajanan, berat badan di Kel. Poboya
Kec. Mantikulore Tahun 2013
11 Konsentrsi CN dalam air minum yang aman dikonsumsi 91
responden menurut kelompok berat badan untuk risiko
non karsinogen dan karsinogen di Kel. Poboya
Kec. Mantikulore Tahun 2013
12 Konsentrasi CN dalam air minum yang aman dikonsumsi 94
responden berdasarkan berat badan dan durasi pajanan
di Kel. Poboya Kec. Mantikulore Tahun 2013
Daftar Lampiran
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Hasil pemeriksaan Sianida (CN) dalam sumber air minum
Lampiran 3 Peta lokasi
Lampiran 4 Hasil perhitungan RQ
Lampiran 5 Hasil perhitungan manajemen risiko
Lampiran 6 Hasil perhitungan batas aman
Lampiran 7 Hasil pengolahan data SPSS
Lampiran 8 Dokumentasi penelitian
Lampiran 9 Surat ijin penelitian
Lampiran 10 Surat keterangan telah melakukan penelitian
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai macam bahan tambang yang terdapat di
berbagai daerah. Minyak bumi, gas alam, emas, batubara, bijih besi, dan aspal
merupakan jenis-jenis bahan tambang yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu
jenis bahan tambang yang cukup banyak dan tersebar ketersediaannya di
Indonesia adalah emas. Emas merupakan salah satu jenis bahan tambang yang
memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Emas hampir dipasarkan dan
diperdagangkan hampir di semua pasar perdagangan bahan tambang di seluruh
dunia. Nilai investasi emas meningkat setiap terjadi perdagangan emas dalam
jumlah yang cukup besar. Bahkan, jika dilihat lebih jauh lagi, emas memberikan
kontribusi berupa devisa yang sangat besar bagi negara-negara pengekspor
emas. (http://green.kompasiana.com/limbah/2010).
Emas tidak terdapat di lapisan tanah yang cukup dalam dari permukaan
bumi atau permukaan tanah. Bisa dikatakan bahwa bahan tambang jenis ini
terletak di permukaan tanah, daerah aliran sungai yang berisi endapan-endapan
mineral, bahkan di daerah hilir sungai yang merupakan akhir dari arah aliran air
sungai yang mungkin saja menjadi tempat berkumpulnya arah aliran beberapa
sungai yang membawa endapan-endapan mineral.
Pengolahan emas ini selain menguntungkan juga dapat memberikan
beberapa efek negatif. Selain melakukan eksplorasi alam secara berlebihan,
penambangan emas dan pengolahan emas akan menghasilkan limbah yang
dapat mencemari lingkungan.Limbah tailing berasal dari batu-batuan dalam
tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai bubur kental oleh pabrik
pemisah mineral dari bebatuan. Proses itu dikenal dengan sebutan proses
penggerusan.
Batuan yang mengandung mineral seperti emas, perak, tembaga dan
lainnya,diangkut dari lokasi galian menuju tempat pengolahan yang disebut
Processing Plant dimana proses penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan
hancur menyerupai bubur, biasanya dimasukan bahan kimia tertentu seperti
sianida atau merkuri agar mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang
berhasil diperoleh biasanya berkisar antara 2% sampai 5% dari total bantuan
yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai 98% menjadi tailing, dan dibuang
ketempat pembuangan.
Dalam proses pengolahan emas, selain merkuri (Hg) bahan kimia lain
yang digunakan dalam pemurnian emas adalah sianida (CN). Sianida (asam
sianida, asam prussiat), memiliki kegunaan yang tak sedikit, diantaranya di
bidang pertanian, fotografi dan industri logam. Penggunaannya untuk
pengolahan mineral untuk memulihkan emas, tembaga, seng dan perak mewakili
sekitar 13% dari penggunaan sianida secara global, dengan 87% sisa sianida
yang digunakan dalam proses industri lainnya seperti plastik, perekat, dan
pestisida. Namun, dampaknya terhadap kesehatan sangat mengerikan. Bila
terpapar zat ini, manusia dapat meninggal dalam waktu kurang dari setengah
jam. Karena sifat yang sangat beracun dari sianida, proses ini kontroversial dan
penggunaannya dilarang di sejumlah negara dan wilayah. (mineral
tambang.com).
Sebagai limbah sisa batuan-batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki
kandungan logam lain ketika dibuang. Tailing hasil penambangan emas biasanya
mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral itu antara lain: kuarsa, klasit dan
berbagai jenis aluminosilikat. Walau demikian,tidak berarti tailing yang dibuang
tidak berbahaya. Sebab, tailing hasil penambangan emas mengandung salah
satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti; Arsen (As), Kadmium (Cd),
Timbal (pb), Merkuri (Hg) Sianida (Cn) dan lainnya. Logam-logam yang berada
dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3). Pada awalnya logam itu tidak berbahaya
jika terpendam dalam perut bumi. Tapi ketika ada kegiatan tambang, logam-
logam itu ikut terangkat bersama batu-batuan yang digali, termasuk batuan yang
digerus dalam processing plant. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman
ketika terurai dialam bersama tailing yang dibuang.
Sianida digunakan untuk memisahkan emas dari bijih batuan. Dalam
bentuk yang murni, sianida tidak berwarna dan baunya seperti kacang almond
pahit. Bila sianida dicampur dengan bahan-bahan kimia lainnya, bau ini bisa tidak
tercium.Bahan ini bisa digunakan dalam bentuk bubuk, cair atau gas. Sianida
dapat mematikan jika ditelan.Hanya diperlukan sebesar sebutir beras untuk
mematikan seseorang.Pemaparan dosis rendah dalam jangka panjang dapat
menyebabkan pembengkakan di leher (gondok), yang dapat juga disebabkan
oleh kekurangan gizi.
Sianida sering dibuang ke saluran-saluran air ketika menambang emas
dan ketika kolam-kolam penampung limbah tambang bocor dan
luber.Perusahaan-perusahaan minyak menyatakan bahwa sianida dalam air
akan cepat menjadi tidak berbahaya lagi.Hal ini hanya bisa terjadi jika ada
banyak cahaya matahari dan kandungan oksigen. Walaupun demikian masih
tetap meninggalkan bahan-bahan kimia yang berbahaya. Jika sianida tumpah di
bawah tanah, atau jika udara mendung atau hujan, sianida akan tetap berbahaya
untuk jangka panjang, mematikan ikan dan tanaman sepanjang sungai dan
membuat air tidak layak untuk diminum dan untuk mandi.
Sejarah penggunaan sianida dalam pengelolaan tambang emas tidak
pernah terbukti ramah lingkungan. Selama ini, penggunaan bahan beracun
tersebut (sianida) sudah menimbulkan bencana bagi pengelolaan pertambangan
di belahan dunia. Di Amerika Serikat, Romania, Argentina, dan Kanada, sudah
lama melarang penggunaan sianida. Provinsi-provinsi yang ada di Argentina
sejak April 2003, berinisiatif mengeluarkan kebijakan berupa peraturan (UU) yang
melarang pertambangan terbuka dan penggunaan sianida (Hamran, Mahidin,
2011).
Di Romania pada Januari 2000, pernah runtuh bendungan limbah di
tambang emas Baia Mare yang melepaskan lebih dari 100 ribu ton air limbah
yang mengandung sianida menuju sungai Tisza dan Danube. Bahan beracun
tersebut membunuh 1.240 ton ikan dan mencemari air minum 2,5 juta orang di
sana. Untuk menghindari tanggung jawab, Esmeralda Exploration menyatakan
bangkrut dan masyarakat di sana menangung bencana tersebut.
Pada tahun 2006, tambang emas Bogoso Gold Limited juga
menggunakan sianida mencemari sungai Ajoo Steam, yang mengalir ke sungai
Apepre dan sungai Ankobra yang mengakibatkan kematian pada ikan-ikan dan
lobster. Sekitar 30 orang yang meminum air dan makan ikan tersebut terkena
penyakit. Amerika Serikat dan Kanada sudah lama melarang penggunaan
sianida, karena pada tahun 1992, tambang Emas Galactic Resources melakukan
hal yang sama dan menyatakan bangkrut dan meninggalkan 3.300 hektar
kawasan tambang mengandung sianida yang mencemari dan merusak sekitar 25
Km kawasan sungai Galactic (Hamran,Mahidin, 2011).
Di Indonesia, penggunaan sianida dalam proses pertambangan telah
diatur dalam peraturan menteri negara lingkungan hidup no.23 tahun 2008.
Dalam pasal 5 disebutkan bahwa dalam proses pengolahan emas harus dihindari
penggunaan merkuri dan sianida. untuk ekstraksi sianidasi, pH larutan harus
dijaga pada kondisi basa dengan pH antara 10 sampai dengan 11 dan lokasi
pengolahan berhubungan dengan udara luar.
Kasus pencemaran limbah akibat penambangan emas salah satunya
terjadi di Perairan Pantai Buyat. Dugaan terjadinya pencemaran logam berat di
perairan pantai Buyat karena pembuangan limbah padat (tailing) seharusnya
tidak akan terjadi, seandainya limbah tersebut sebelum dibuang dilakukan
pengolahan lebih dulu. Pengolahan limbah bertujuan untuk mengurangi hingga
kadarnya seminimal mungkin bahkan jika mungkin menghilangkan sama sekali
bahan-bahan beracun yang terdapat dalam limbah sebelum limbah tersebut
dibuang.
Walaupun peraturan dan tata cara pembuangan limbah beracun telah
diatur oleh Pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup, tetapi dalam
prakteknya dilapangan, masih banyak ditemukan terjadinya pencemaran akibat
limbah industri. Mungkin terbatasnya tenaga pengawas disamping proses
pengolahan limbah biasanya memerlukan biaya yang cukup besar.
Buangan industri yang mengandung senyawa kimia berbahaya
merupakan toksikan yang mempunyai daya racun tinggi. Buangan industri yang
mengandung persenyawaan logam berat tersebut bukan hanya bersifat toksik
terhadap tumbuhan, tetapi juga terhadap hewan dan manusia. Logam berat
dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia, tergantung
pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta
besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja
enzim sehingga menganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat
mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia maupun hewan.
Perairan sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik
diantaranya berbagai logam berat yang berbahaya. Beberapa logam tersebut
banyak digunakan untuk untuk keperluan industri atau untuk kebutuhan sehari-
hari yang secara langsung maupun tidak langsung telah mencemari lingkungan.
Logam-logam tersebut diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu
organisme dan tetap tinggal dalam organisme tersebut dalam jangka waktu yang
lama sebagai racun yang terakumulasi.
Randu dari Media Relation & Communication Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI) melalui siaran persnya pada tanggal 3 Maret 2007
mengemukakan bahwa sumber penghidupan masyarakat nelayan di Teluk Kao
semakin sulit karena adanya pencemaran bahan-bahan kimia Hg dan CN yang
berasal dari proses penambangan emas di sekitarnya. Sebelum beroperasi
P.T.NHM setidaknya terdapat 150 unit bangan yang beroperasi di Teluk Kao dan
menghasilkan sekitar 3-6 ton ikan teri per unit bagan setiap hari. Setiap unit
bagan di Teluk Kao dapat memperkerjakan sekitar 15 orang dengan penghasilan
Rp 200.000 per orang/hari. Dengan tidak beroperasinya bagan akibat hilangnya
ikan teri di Teluk Kao dewasa ini, maka semakin berkurangnya hasil tangkapan
nelayan setempat sampai 75% dan diperkirakan sekitar 2.250 nelayan tidak
melakukan aktivitas melaut lagi. (Simange, Silvanus, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Silvanus Simange, 2010 di area
penambangan emas Teluk Kao Halmahera Utara, menunjukkan bahwa
kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) pada air laut disekitar Teluk Kao masih
dibawah ambang batas ( Hg 0,0002 ppm, dan CN 0,001 ppm). dibandingkan
dengan baku mutu air golongan C sesuai Kep-20/MENKLH/I/1990. Kandungan
merkuri (Hg) pada organ hati ke 4 jenis ikan tersebut lebih tinggi (0,13 – 0,51
ppm) dibandingkan pada dagingnya (0,02 – 0,19 ppm). Hati ikan yang paling
tinggi kandungan merkurinya adalah ikan Biji nangka (0,45 – 0,51). Kandungan
sianida (CN) pada organ hati juga lebih tinggi (6,0 – 18 ppm) dibanding pada
daging (4,2 – 9,7 ppm).
Kelurahan Poboya Kecamatan Mantikulore Sulawesi Tengah merupakan
salah satu lokasi penambangan emas tradisional yang beroperasi sejak tahun
2009 hingga sekarang, dan menggunakan Hg dan CN sebagai bahan untuk
memisahkan emas dengan pasir, sehingga masyarakat Poboya dan sekitarnya
berpotensi terkena dampak dari penggunaan Hg dan CN akibat aktivitas
penambangan tersebut. Badan Lingkungan Hidup Kota Palu, (2011) jumlah
penambang emas di tambang rakyat tersebut mencapai 5000 orang dan jumlah
tromol berkisar 20.000 unit, dimana setiap unit menggunakan merkuri 0,5
kilogram per hari dan 20% Hg dan CN terserap oleh tanah. Hal ini berpotensi
sebagai sumber pencemar baik udara, air dan tanah.
Hasil pemeriksaan PDAM kota Palu pada bulan Juni 2010 pada sumber
air di Kel. Paboya didapatkan kadar Hg yang telah melebihi ambang batas yaitu
0,001mg/l. Berdasarkan fakta ini, maka penulis tertarik untuk mengatahui kadar
sianida (CN) pada sumber air masyarakat yang juga digunakan dalam proses
pengolahan emas pada sumber air di Kel.Paboya dan apakah masyarakat di
Kel.Paboya telah terpajan logam sianida (CN).
B. Rumusan Masalah
Paboya merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kota
Palu, tepatnya di Kec. Palu Timur. Paboya termasuk daerah yang
memiliki hutan yang merupakan daerah penyangga air untuk kota Palu
dan sekitarnya. Wilayah hutan di sekitar kawasan DAS Paboya
merupakan daerah tangkapan hujan (sumber air). Pada wilayah
disekitar kawasan DAS Paboya digunakan sebagai tempat
pengambilan material, seperti pasir, batu-batuan serta penambangan
emas yang digunakan sebagai sumber pendapatan.
Sianida (CN) merupakan salah satu logam berat yang digunakan
untuk memisahkan emas dari pasir dalam proses amalgamasi (Tailing)
dan selanjutnya dilakukan pembakaran untuk melepaskan atau
menghilangkan merkuri pada emas tersebut. Proses inilah yang
berpotensi menimbulkan pencemaran diantaranya adalah pencemaran air
(baik air tanah maupun air permukaan) dan berdampak pada kesehatan
masyarakat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pencemaran pada
air diantaranya adalah jarak dari sumber pencemar, jenis tanah dan kadar
atau konsentrasi dari zat pencemar, dimana pola pencemaran zat kimia
dapat mencapai jarak 96 meter dari sumber pencemar (Suyono dan
Budimawan, 2002). Selain itu, pencemaran air dapat berasal dari zat atau
bahan kimia yang terdapat di udara yang turun bersamaan dengan hujan
(baik secara langsung maupun tidak langsung).
Pencemaran logam berat Hg dan CN, karena akan berpengaruh
terhadap produksi perikanan dan juga dapat mempengaruhi kesehatan
manusia. Tingginya kandungan kedua logam berat Hg dan CN dapat
menimbulkan dampak biologi yang serus karena logam berat tersebut
terkontaminasi dan terakumulasi pada tubuh biota laut melalui rantai
makanan. Bahaya yang besar bagi manusia dalam bentuk methyl merkuri
akan masuk ke tubuh lewat air , ikan, susu dan bahan makanan yang
terkontaminasi. Senyawa beracun ini bisa juga menyebabkan berbagai
penyakit termasuk kanker hingga mengakibatkan kecacatan dan
kematian, karena tingkat penyerapannya tinggi ke dalam tubuh.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengukur kadar Hg di
Kel.Paboya, dan berdasarkan hasil pengukuran PDAM pada bulan Juni
2010 kota Palu kadar Hg pada sumber air di Kel. Paboya telah melebihi
ambang batas yaitu 0,001mg/l. Namun untuk pengukuran kadar sianida
(CN) belum pernah dilakukan. Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana analisis risiko
pajanan Sianida (CN) pada masyarakat di Kelurahan Poboya Kec.
Mantikulore Kota Palu Sulawesi Tengah?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan
gambaran risiko kesehatan pajanan sianida (CN) pada masyarakat
sekitar pertambagan emas di kelurahan Paboya di Kecamatan
Mantikulore, Sulawesi Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur konsentrasi sianida (CN) dalam sumber air minum di
lokasi sekitar penambangan emas kelurahan Paboya Kecamatan
Mantikulore, Sulawesi Tengah.
b. Mengetahui waktu pajanan sianida (CN) pada masyarakat di
Kel.poboya Kec. Mantikulore Palu, Sulawesi Tengah
c. Mengetaui durasi pajanan sianida (CN) pada masyarakat di
Kel.Poboya Kec. Mantikulore Palu, Sulawesi Tengah
d. Mengetahui tingkat risiko (RQ) pajanan sianida (CN) pada
masyarakat di Kel. Poboya Kec. Mantikulore Palu, Sulawesi Tengah
e. Mengetahui manajemen pengurangan risiko kesehatan akibat
pajanan sianida (CN) pada masyarakat di Kel. Poboya Kec.
Mantikulore Palu, Sulawesi Tengah.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu, pengetahu an dan
wawasan yang luas dalam mengetahui resiko yang di timbulkan
logam berat pada lingkungan
2. Bagi Masyarakat
Sebagai dasar dan masukan kepada masyarakat dalam
upaya kewaspadaan dini terhadap resiko penyaki t yang
disebabkan oleh bahan kimia berbahaya sehingga masyarakat
dapat berperan aktif dalam penanggulangannya.
3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Palu
Hasil penelitian ini kiranya dapat dipergunakan sebagai salah
satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang sesuai
untuk mengendalikan sebaran kasus penyakit akibat
pencemaran.
4. Bagi Magister Kesehatan Lingkungan Universitas
Hasanuddin Makassar.
Dapat dijadikan sebagai tambahan pustaka untuk memperkaya
kajian ilmu kesehatan lingkungan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk lingkup materi Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan. Sasaran dalam penelitian adalah masyarakat yang tinggal di Kel.
Poboya selama minimal 1 tahun serta mengkonsumsi air minum dari di lokasi
tersebut..
Pembahasan dalam penelitian ini lebih ditekankan pada mengukur
konsentrasi agent (bahan pencemar) dan menganalisisnya dengan metode
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan untuk mengetahui risiko kesehatan
masyarakat akibat pencemaran agent tersebut.
Lokasi penelitian ini adalah Kel. Poboya Kec. Mantikulore Kota Palu
Provinsi Sulawesi Tengah. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan April -
Mei 2013.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pencemaran Air
1. Pengertian Pencemaran Air
Istilah pencemaran air atau polusi air dapat dipersepsikan berbeda
oleh satu orang dengan orang lainnya mengingat banyak pustaka acuan
yang merumuskan definisi istilah tersebut, baik dalam kamus atau buku
teks ilmiah, termasuk definisi dalam peraturan pemerintah sebagai turunan
dari undang-undang tentang definisi pencemaran lingkungan.
Definisi pencemaran air mengacu pada Undang-Undang (UU) No.
32 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lingkungan Hidup dan
dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air dan PP No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, menjelaskan
bahwa pencemaran air adalah :
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan
manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
(Pasal 1, angka 2).
Berdasarkan definisi pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai
makna pokoknya dalam 3 (tiga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek
penyebab atau pelaku dan aspek akibat (Setiawan, 2001).
Pencemaran air juga merupakan penyimpangan sifat-sifat air dari
keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang ada di bumi ini tidak
pernah terdapat dalam keadaan murni bersih, tetapi selalu ada
senyawa atau mineral (unsur) lain yang terlarut di dalamnya. Hal ini tidak
berarti bahwa semua air di bumi ini telah tercemar. Sebagai contoh, air
yang diambil dari mata air di pegunungan dan air hujan. Keduanya
dapat dianggap sebagai air yang bersih, namun senyawa atau
mineral (unsur) yang terdapat di dalamnya berlainan seperti tampak
pada keterangan berikut ini: Air hujan mengandung: SO4, Cl, NH3, CO2,
N2, C, 02, debu.
Air dari mata air mengandung Na, Mg, Ca, Fe, 02. Selain
daripada itu air seringkali juga mengandung bakteri atau mikroorganisme
lainnya. Air yang mengandung bakteri atau mikroorganisme tidak dapat
langsung digunakan sebagai air minum tetapi harus direbus dulu agar
bakteri dan mikroorganismenya mati. Pada batas-batas tertentu air minum
justru diharapkan mengandung mineral agar air itu terasa segar. Air
murni tanpa mineral justru tidak enak untuk diminum.
Penggolongan air menurut peruntukkannya yang ditetapkan
menurut PP No. 20 Tahun 1990, Bab III, Pasal 7, sebagai berikut :
a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum
secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
b. Golongan B , yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air
minum.
c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
perikanan dan peternakan.
d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri,
pembangkit listrik tenaga air.
Penentuan terhadap tercemar atau tidaknya air suatu daerah berdasarkan
beberapa peraturan pemerintah diantaranya adalah :
a. Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air.
b. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
c. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia No.
416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
d. Permenkes Republik Indonesia No 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari
sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih
dan aman tersebut, antara lain :
a. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit
b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
c. Tidak berasa dan tidak berbau
d. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuha domestic dan
rumah tangga
e. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau
Departemen Kesehatan RI
Adapun standar kualitas air bersih dan air minum berdasarkan Kep.
Menkes no 492/Menkes/Per/IV/2010
Tabel 1 Standar Kualitas Air Minum
NO JENIS PARAMETER SATUAN KADAR MAKSIMUMYANG
DIPERBOLEHKAN1 Parameter yang
berhubungan langsungdengan kesehatan
a. Parameter Biologi1) E.Coli Jumlah per
100mlsampel
0
2) Total Bakteri Coliform Jumlah per100mlsampel
0
b. Kimia Anorganik1) Arsen Mg/l 0,012) Flourida Mg/l 1,53) Total Kromium Mg/l 0,054) Cadmium Mg/l 0,0035) Nitrit, sebagai NO2 Mg/l 36) Nitrat, sebagai NO3 Mg/l 507) Sianida Mg/l 0,078) Selenium Mg/l 0,01
2 Parameter Yang TidakBerhubungan Langsung
Dengan Kesehatana. Parameter Fisik1) Bau Tidak Berbau2) Warna TCU 153) TDS Mg/l 5004) Kekeruhan NTU 55) Rasa Tidak Berasa
6) Suhu °C Suhu udara ± 3°Cb. Parameter Kimiawi1) Aluminum Mg/l 0,22) Besi Mg/l 0,33) Kesadahan Mg/l 5004) Khlorida Mg/l 2505) Mangan Mg/l 0,46) Ph 6,5 – 8,57) Seng Mg/l 38) Sulfat Mg/l 2509) Tembaga Mg/l 210) Ammonia Mg/l 1,5
2. Sumber Pencemaran Air
Kurangnya fasilitas kebersihan yang cukup adalah suatu sebab
utama kontaminasi kotoran dan limbah dari sumber - sumber air di
daerah urban dan pabrik. Beberapa Kota Indonesia malah mempunyai
suatu sistem pembuangan kotoran yang tidak sempurna, dan karenanya
sebagian besar rumah tangga sangat mengandalkan tangki kotoran
pribadi atau pembuangan kotoran manusia langsung ke sungai dan
kanal. Sumber-sumber polusi air yang lain adalah pertambangan serta
pengaliran air yang tidak lancar dan tidak teratur, (Putranto, 2011).
Perbaikan pasokan air dan sistem sanitasi yang layak mungkin
dapat memberikan kontribusi kepada pengurangan kematian diare
yang signifikan dan kepada peningkatan hasil kesehatan. Suatu cara
pengelolaan sumber air terpadu, termasuk polusi air, dengan
pengumpulan data, bagi informasi, analisa dan penggunaan yang
cukup, diperlukan dalam suatu konteks dasar. Erat kaitannya dengan
masalah indikator pencemaran air dengan komponen pencemar air
berperan menentukan indikator tersebut terjadi. Komponen pencemar air
menurut Putranto, (2011), dikelompokkan sebagai berikut :
a. Bahan buangan padat
b. Bahan buangan organik
c. Bahan buangan anorganik
d. Bahan buangan olahan bahan makanan
e. Bahan buangan cairan berminyak
f. Bahan buangan zat kimia
g. Bahan buangan berupa panas
3. Sianida Sebagai Salah Satu Bahan Pencemar Dalam Air
Sianida merupakan suatu senyawa yang secara kimia sangat
bersifat toksik dan berada dalam air dalam bentuk Hidrogen Sianida
(HCN). Sianida dapat ditemukan secara alamiah seperti pada tumbuh-
tumbuhan. Dalam tumbuh-tumbuhan sianida terikat pada glukosa (gula)
yang disebut amygdalin.
Bangsa Romawi kuno memperoleh CN dari sumber biji-bijian alami
seperti biji apel, apricot dan ceri. Sianida dapat larut dalam air karena
hanya sianida alkali yang terikat pada logam yang memiliki sifat kelarutan
tersebut. Dalam larutan murni, CN- adalah bentuk yang paling stabil
diatas pH kira-kira 10,5. Sianida bersifat toksik yang letal dan sub letal
terhadap organisme. Sianida dalam air bersih yang akan digunakan untuk
minum tidak boleh melewati batas 0,05 ppm karena dapat mengganggu
metabolisme.
Sianida dalam bentuk ion sianida (CN-) membentuk berbagai ikatan
kompleks dengan ion-ion transisi logam misalnya emas (Au(CN)2), perak
(Ag(CN)2) dan besi (Fe(CN)6). Alasan karakteristik inilah sehingga sianida
digunakan secara komersil. Sianida juga banyak digunakan secara luas
dalam industri terutama pembersih logam dan pengelasan listrik. Sianida
juga banyak digunakan dalam prosessing mineral-mineral tertentu.
Sianida yang terdapat di perairan berasal dari limbah industri,
misalnya industri pelapisan logam, pertambangan emas, pertambangan
perak, pupuk dan besi dan baja. Kadar sianida yang digunakan dalam
pertambangan emas dan perak dapat mencapai 250 ppm.
B. Tinjauan Umum Tentang Sianida (CN)
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah
digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan
pada saat perang dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan
dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.1
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan
dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida
adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada
suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat
berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat
mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan.
Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang
berbentuk serbuk dan berwarna putih. Sianida dalam dosis rendah dapat
ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan
atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggan.
Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan
makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong.
Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida
banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti
natrium, kalium atau kalsium sianida.
Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty
Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN).
Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam;
mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada
berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak
segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.
Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena prognosis
dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak
dengan zat toksik tersebut.
1. Sumber Sianida (CN)
a. HCN ( Hydrogen Sianida ) terdapat pada : Gas gas penerangan,
sisa sisa pembakaran.
b. Hydrocyanic Acid ( Prussic Acid ) berbentuk cairan, dapat
tercampur dengan air dalam segala proporsi, dapat diuraikan
dengan cepat, larutan netral atau alkali dengan menghasilkan
ammomiak. Dua bentuk Prussic Acid :
Dalam bentuk larutan dengan kadar 4% ( Scheele’s Axid )
Dalam bentuk larutan dengan kadar 2% ( Acid Hydrocyanicum
dilutum ), dan bentuk inilah yang banyak digunakan di laboratorium.
Gas gas ini juga dapat dibentuk dari proses destilasi KCN atau
Kalium Fero Cyanida dengan asam sulfat.
c. Di alam, Asam sianida terdapat pada tumbuh tumbuhan yang
mengandung amygdalin. Misalnya, singkong, ubi, biji buah apel,
peer, aprikot. Cyanida dengan air dan emulsin akan terhidrolisir
menjadi hidrogen, glukosa dan benzaldehide. Biji biji tersebut
mengandung cyagenetik glycosid yang akan melepaskan cyanida
pada waktu dicerna.
Tabel 2 Sifat Fisika dan Kimia Sianida (CN)
Sifat Fisika Kimia Nilai1. Titik Didih 25,7 °C
2. Tekanan Uap 740mmHg
3. Berat Jenis Uap 0,99 pada 20°C
4. Kepadatan Cairan 0,68g/mL pada 25°C
5. Volatilitas 1,1x106mpada25g/m3°C
6. Tingkat KelarutanDalam Air
25°C
Sumber : WHO, 2004
2. Sejarah dan Penggunaan Sianida
Walaupun beberapa substansi yang mengandung sianida telah
digunakan sebagai racun sejak berabad-abad yang lalu, sianida yang
sesungguhnya belum dikenal sampai tahun 1782. Pada saat itu sianida
berhasil diidentifikasi oleh ahli kimia yang berasal dari Swedia, Scheele,
yang kemudian meninggal akibat keracunan sianida di dalam
laboratoriumnya.
a. Penggunaan Militer
Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan
sebagai senjata. Sianida sebagai komponen yang sangat
mematikan digunakan untuk meracuni angota keluarga kerajaan
dan orang-orang yang dianggap dapat mengganggu keamanan.
Tidak itu saja, Napoleon III mengusulkan untuk menggunakan
sianida pada bayonet pasukannya Selama perang dunia pertama,
Perancis menggunakan asam hidrosianik yang berbentuk gas.
Tetapi racun sianida yang berbentuk gas ini mempunyai efek yang
kurang mematikan dibandingkan dengan bentuk cairnya.
Sementara itu, pihak Jerman sendiri pada waktu itu telah
melengkapi pasukannya dengan masker yang dapat menyaring gas
tersebut. Karena kurang efektifnya penggunaan gas ini, maka pada
tahun 1916 Perancis mencoba jenis sianida gas lainnya yang
mempunyai berat molekul yang lebih berat dari udara, lebih mudah
terdispersi dan mempunyai efek kumulatif. Zat yang digunakan
adalah Cyanogen chlorida, yang dibentuk dari potassium sianida.
Racun jenis ini sudah cukup efektif pada konsentrasi yang rendah
karena sudah bisa mengiritasi mata dan paru. Pada konsentrasi
yang tinggi dapat mengakibatkan paralysis hebat pada sistem
pernafasan dan sistem saraf pusat.
Dilain pihak, Austria ketika itu juga mengeluarkan gas beracun
yang berasal dari potassium sianida dan bromin. Zat ini kemudian
disebut sianogen bromida yang mempunyai efek iritasi yang sangat
kuat pada konjungtiva mata dan pada mukosa saluran pernafasan.
Selama perang dunia ke II, Nazi Jerman menggunakan asam
hidrosianik yang disebut mereka Zyklon B untuk menghabisi ribuan
rakyat sipil dan tentara musuh.
b. Penggunan Non Militer
Sianida lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi
daripada kepentingan militer. Kebanyakn hampir tiap hari kontak
dengan sianida. Ratusan bahkan ribuan ton sianida dibentuk oleh
dunia ini tiap harinya. Sianida banyak digunakan untuk bidang
kimia, pembuatan plastik, penyaringan emas dan perak, metalurgi,
anti jamur dan racun tikus. Sementara itu, keracunan sianida paling
banyak dilaporkan setelah memakan singkong dan kacang.
Singkong pada beberapa negara yang baru berkembang masih
menjadi makanan utama dan dianggap sebagai biang kerok
tingginya tropical ataxic neuropathy di negara ini.
Pada saat ini, sianida digunakan oleh pemerintah, perusahaan
maupun perorangan untuk bermacam keperluan.
3. Paparan Sianida (CN)
a. Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon
dan nitrogen seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga
mengandung sianida, pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar
0.06µg/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif
ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen
sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat
timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal
hydrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm, tetapi angka ini belum
dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang
disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris
pernafasan juga sangat terganggu. Berat jenis hidrogen sianida
lebih ringan dari udara sehingga lebih cepat terbang ke angkasa.
Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan tingkat yang
sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang
jauh lebih tinggi.
b. Mata
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata
dan kulit. Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30
sampai 60 menit. Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada
saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan
meninggalkan luka bakar.
c. Saluran Pencernaan
Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida
sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu
melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida
sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan.
d. Proses Biokimia
Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan
beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian
atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat
bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan
mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik.
Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan
mengganggu transmisi neuronal. Sianida dapat di buang melalui
beberapa proses tertentu sebelum sianida berhasil masuk kedalam
sel. Proses yang paling berperan disini adalah pembentukan dari
cyanomethemoglobin (CNMetHb), sebagai hasil dari reaksi antara
ion sianida (CN–) dan MetHb.
Selain itu juga, sianida dapat dibuang dengan adanya:
Ikatan dengan endothelial-derived relaxing factor (EDRF)
dalam hal ini adalah asam nitirit.
Bahan-bahan metal seperti emas, molibdenum atau
komponen organik seperti hidrokobalamin sangat efektif
mengeliminasi sianida dari dalam sel.
Terakhir kali, albumin dapat merangsang kerja enzim dan
menggunakan sulfur untuk mengikat sianida.
Gambar 1. Reaksi detoksifikasi sianida
Sumber: Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter.Pharmacology Division. Army Medical Research Institute ofChemical Defense, Aberdeen Proving Ground, Maryland. USA.Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.Access on: 15 March 2013
Sianida dapat dengan mudah menembus dinding sel. Oleh
karena itu pihak militer sering menggunakan racun sianida
walaupun secara inhalasi, memakan atau menelan garam sianida
atau senyawa sianogenik lainnya. Karena sianida ini sebenarnya
telah ada di alam walaupun dalam dosis yang rendah, maka tidak
heran jika kebanyakan hewan mempunyai jalur biokimia intrinsik
tersendiri untuk mendetoksifikasi ion sianida ini. Jalur terpenting
dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan tiosianat
(SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara
langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara
indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida.
4. Sianida (CN) Dalam Rantai Makanan
Sianida (CN) merupakan senyawa kimia carbon-nitrogen yang
terdiri dari sianida sederhana dan sianida kompleks. Beberapa sianida
sederhana yang larut dalam air seperti natrium sianida (NaCl), potasium
sianida (KAg(CN)2) dan kalsium sianida (KCN), sedangkan yang memiliki
tingkat kelarutan rendah dalam air yaitu kopper sianida (CuCN). Menurut
EPA (1978a), ada beberapa sianida yang berbentuk gas yang larut dalam
air dan sangat beracun antara lain hidrogen sianida (HCN), sianogen
(CN)2 dan klorida sianogen (CNCl). Sianida kompleks membentuk banyak
ikatan dengan logam yang sangat beracun bagi lingkungan. Sianida
banyak digunakan dalam industri baja, industri kimia dan dalam
pertambangan (Curry, 1992). Dalam pertambangan, CN digunakan untuk
ekstrasi biji emas dan perak dari batuan yang dikenal dengan nama
cyanida heap leaching. Pada kalangan nelayan, CN dikenal sebagai potas
dalam pemboman ikan.
Pada bulan Januari 2000, ditambang emas Baia Mare Romania,
bendungan tailingnya runtuh dan melepaskan lebih dari 100 ribu ton
limbah mengandung CN 17 dan logam berat menuju sungai Tisza. Bahan
bercun tersebut mengalir menuju Danube, dan membunuh 1.240 ton ikan
serta mencemari air minum 2,5 juta orang. Bahkan kabarnya, pencemaran
ini meluas ke negara tetanga Hungaria. Penduduk dan pemerintah
Romania harus menanggung bencana. Pada 9 Agustus 2000, Senat
Cekoslovakia secara resmi melarang penambangan yang menggunakan
sianida (cyanide heap leaching technology) melalui penetapan undang-
undang. Bahkan, banyak pakar negara itu menilai implementasi UU
tersebut merupakan akhir dari pertambangan emas di negara tersebut
(Czechs Ban, Cyanide Mining 2000 diacu dalam Silvanus Maxwel, 2010).
Sianida yang terdapat di perairan terutama yang berasal dari
limbah industri, misalnya industri pelapisan logam, industri besi baja dan
pertambangan emas. Kadar sianida yang digunakan dalam pertambangan
emas dan perak dapat mencapai 250 mg/liter (EPA, 1987). Dari studi
AMDAL, ternyata P.T. NHM, menggunakan beberapa jenis sianida dalam
mengekstrasi emas dan perak dari batuan antara lain: natrium sianida
(NaCN) serta beberapa sianida kompleks yang sangat berbahaya bagi
lingkungan dan makluk hidup lainnya. Pelindingan biji emas dilakukan
dengan penggunaan sianida berkosentrasi relatif tinggi yaitu mencapai
1200 ppm NaCN untuk memisahkan emas dan perak dari batuan dengan
berbagai proses dan kemudian sebelum limahnya dibuang ke Sungai
Kobok dilakukan proses detoksifikasi (Amdal PT.NHM, 2006).
Belum banyak penelitian yang mengkaji tentang peningkatan CN di
perairan, dan masih sedikit yang dipahami tentang dampak potensial dari
CN tersebut terhadap biota di perairan (ACGIH, 2001), sehingga informasi
jalur masuknya CN ke dalam rantai makanan di perairan laut belum
tersedia dengan baik. Menurut EPA (1978b), beberapa sianida dalam air
akan berubah menjadi senyawa yang sangat beracun jika sianida tersebut
terakumulasi dalam tubuh tumbuhan maupun zooplanton. Waktu paruh
sianida dalam perairan belum diketahui dengan pasti. Sianida akan lebih
cepat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan makanan jika
dibandingkan dengan melalui kulit dan dapat dideteksi dengan sangat
cepat di dalam paru-paru dan darah.
Berdasarkan penelitian yang dilakuakan oleh Silvanus.M Simange
menunjukkan bahwa kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) pada air
laut disekitar Teluk Kao masih dibawah ambang batas ( Hg 0,0002 ppm,
dan CN 0,001 ppm). dibandingkan dengan baku mutu air golongan C
sesuai Kep-20/MENKLH/I/1990. Kandungan merkuri (Hg) pada organ hati
ke 4 jenis ikan tersebut lebih tinggi (0,13 – 0,51 ppm) dibandingkan pada
dagingnya (0,02 – 0,19 ppm). Hati ikan yang paling tinggi kandungan
merkurinya adalah ikan Biji nangka (0,45 – 0,51). Kandungan sianida (CN)
pada organ hati juga lebih tinggi (6,0 – 18 ppm) dibanding pada daging
(4,2 – 9,7 ppm). Mengacu pada standar asupan merkuri pada tubuh
manusia yang telah ditetapkan oleh WHO dalam Darmono (2008) sebesar
0,5 ppm, maka ikan Kakap merah, ikan Belanak, ikan biji nangka dan
udang aman untuk di konsumsi.
5. Toksisitas Sianida (CN)
a. Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Seseorang dapat terkontaminasi melalui makanan, rokok dan
sumber lainnya. Makan dan minum dari makanan yang
mengandung sianida dapat mengganggu kesehatan. Setelah
terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika
sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil
maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan
diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan
dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke
dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu
untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya
dengan vitamin B12.
Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan
kadar zat kimia lainnya di dalam darah. Pada percobaan terhadap
gas HCN pada tikus didapatkan kadar sianida tertinggi adalah pada
paru yang diikuti oleh hati kemudian otak. Sebaliknya, bila sianida
masuk melalui sistem pencernaan maka kadar tertinggi adalah di
hati. Sianida juga mengakibatkan banyak efek pada sistem
kardiovaskuler, termasuk peningkatan resistensi vaskuler dan
tekanan darah di dalam otak. Penelitian pada tikus membuktikan
bahwa garam sianida dapat mengakibatkan kematian atau juga
penyembuhan total. Selain itu, pada sianida dalam bentuk inhalasi
baru menimbulkan efek dalam jangka waktu delapan hari. Bila
timbul squele sebagai akibat keracunan sianida maka akan
mengakibatkan perubahan pada otak dan hipoksia otak dan
kematian dapat timbul dalam jangka waktu satu tahun.
b. Toksisitas
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal
dari sianida adalah:
Asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg•min/m3
Sianogen klorida sekitar 11,000 mg•min/m3.
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100
mg/kg.
c. Gejala Klinis
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia
jaringan yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang
ditemukan sangat tergantung dari:
Dosis sianida
Banyaknya paparan
Jenis paparan
Tipe komponen dari sianida
Gambar 2. Efek yang ditimbulkan oleh sianida pada beberapaorgan tubuh.
Sumber: Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter.Pharmacology Division. Army Medical Research Institute ofChemical Defense, Aberdeen Proving Ground, Maryland. USA.Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.Access on: 15 March 2013.
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk
pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem
endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita
akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan
bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida
sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam
jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik
setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian
akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan
mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan
berakhir dengan kematian.
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar
15-30 menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan
pemberian antidotum.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah:
Hiperpnea sementara,
Nyeri kepala,
Dispnea
Kecemasan
Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa
lemah dan vertigo juga dapat muncul.
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan
pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini
tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan
penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.
Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan
penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar
oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna
merah terang pada arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran
oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah
vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti “cherry-red”, tetapi
tanda ini tidak selalu ada.
C. Tinjauan Umum Tentang Pengolahan Emas
1. Pengolahan Emas
a. Sejarah Emas
Awal dari ditemukan tambang emas ini berawal dari geologis
Belanda Jean-Jacquez Dozy yang mengunjungi Indonesia pada
tahun 1936 untuk menskala glasier Pegunungan Jayawijaya di
provinsi Irian Jaya di Papua Barat. Dia membuat catatan di atas
batu hitam yang aneh dengan warna kehijauan. Pada 1939, dia
mengisi catatan tentang Ertsberg (bahasa Belanda untuk “gunung
ore”). Namun, peristiwa Perang Dunia II menyebabkan laporan
tersebut tidak diperhatikan.
Dua puluh tahun kemudian, geologis Forbes Wilson, bekerja
untuk perusahaan pertambangan Freeport, membaca laporan
tersebut. Dia dalam tugas mencari cadangan nikel, tetapi kemudian
melupakan hal tersebut setelah dia membaca laporan tersebut. Dia
memutuskan untuk menyiapkan perjalanan untuk memeriksa
Ertsberg. Ekspedisi yang dipimpin oleh Forbes Wilson dan Del Flint,
menemukan deposit tembaga yang besar di Ertsberg pada 1960.
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Au (bahasa Latin: 'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah
logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek, mengkilap,
kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi
dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua
regia. Logam ini banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di
bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu logam coinage.
Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada
suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah
ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta
berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain
yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya
berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral
ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan
sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga
berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral
pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida,
sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur
belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain
dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%.
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau
pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk
karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal,
sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan
endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua
yaitu:
Endapan primer
Endapan plaser.
Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara
dan juga digunakan sebagai perhiasan, dan elektronik.
Penggunaan emas dalam bidang moneter dan keuangan
berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap
berbagai mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di
bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan dalam mata uang
dolar Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam bidang moneter
lazimnya berupa bulion atau batangan emas dalam berbagai
satuan berat gram sampai kilogram.
b. Metode Penambangan Emas
b.1 Metode Panning
Gold panning atau pendulangan emas, merupakan metode
penambangan emas yang sebagian besar dilakukan oleh para
penambang emas, dimana tempat penambangan ini biasanya
bekas dari penambangan besar. Dengan menggunakan sebuah
alat pendulang emas ( wajan ), di guncangkan kedalam air sungai,
dan emas tersebut bercampur dengan pasir serta kerikil. Emas
yang memiliki berat jenis lebih besar daripada batu dan krikil,
secara otomatis jatuh kebagian dasar wajan.
Emas yang terdapat pada sungai, biasanya tersembunyi pada
dasar aliran, dimana padatan emas memungkinkan untuk
berkonsentrasi. Jenis emas yang ditemukan di dasar sungai disebut
sebagai endapan plaser.
b.2 Metode Sluicing
Metode ini menggunakan kotak pintu air yang dipergunakan
untuk mengekstrak emas. Saluran pintu air ini merupakan buatan
manusia dengan jeram pada bagian bawahnya. Jeram tersebut
dirancang sebagai zona mati, untuk memungkinkan emas putus
suspensi. Pada bagian bawah terdapat sebuah kotak, yang
berfungsi mengalirkan air. Materi gold bearing ditempatkan di atas
di bagian atas kotak. Materi yang dibawa oleh arus kotak dimana
emas dan bahan padat mengendap di balik jeram. Bahan padat
yang mengalir keluar, disebut sebagai Tailing.
Sebagai limbah sisa batuan-batuan dalam tanah, tailing pasti
memiliki kandungan logam lain ketika dibuang. Tailing hasil
penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak
aktif). Mineral itu antara lain: kuarsa, klasit dan berbagai jenis
aluminosilikat. Walau demikian,tidak berarti tailing yang dibuang
tidak berbahaya. Sebab, tailing hasil penambangan emas
mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun
seperti; Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (pb), Merkuri (Hg)
Sianida (Cn) dan lainnya. Logam-logam yang berada dalam tailing
sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3). Pada awalnya logam itu tidak
berbahaya jika terpendam dalam perut bumi. Tapi ketika ada
kegiatan tambang, logam-logam itu ikut terangkat bersama batu-
batuan yang digali, termasuk batuan yang digerus dalam
processing plant. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman
ketika terurai dialam bersama tailing yang dibuang.
b.3 Metode Hard Rock
Metode hard rock ini dilakukan jika emas yang terkandung
bukan terdapat didalam sedimen longgar. Hard rock pertambangan,
merupakan penghasil emas sebagian besar di dunia. Tambang
emas lainnya menggunakan penambangan emas bawah tanah,
dimana bijih diekstraksi melaui terowongan atau lubang.
Pada kedalaman tersebut, pada umumnya, panas yang
dikeluarkan tidak dapat tertahankan oleh Manusia, dan beberapa
bentuk pengkondisian udara harus disediakan untuk menjaga suhu
dibawah tingkat tertentu untuk keselamatan pekerja.
2. Pemanfaatan Sianida Dalam Pengolahan Emas
Penggunaan sianida dalam proses penambangan logam seperti
emas dan perak, menyebabkan risiko lingkungan yang parah.
Penggunaan sianida dalam tambang emas telah menyebabkan bencana
lingkungan di banyak negara di seluruh dunia seperti Amerika Serikat,
Kanada, Cina, Guyana, Bolivia, Zimbabwe, Filipina dan Ghana. Baru-baru
ini, Kelompok masyarakat dan LSM di Eropa dan Amerika Serikat
mengeluarkan laporan yang terkena bahaya senyawa sianida yang tidak
diatur rilis dari tambang di seluruh dunia.
Sianida mematikan untuk manusia lingkungan serta. Risiko utama
yang terkait dengan penggunaan sianida dalam proses penambangan
adalah paparan pekerja untuk terkonsentrasi gas hidrogen sianida, bocor
sianida ke lingkungan sekitarnya dan eksposur masyarakat untuk akibat
sianida untuk rilis disengaja. Selama proses Pertambangan, pelepasan
sianida bersama dengan bahan kimia beracun lainnya seperti arsenik,
kadmium timah, dan merkuri, menyebabkan efek-efek berbahaya dan
kerusakan permanen pada beberapa spesies hewan, tumbuhan dan
manusia. Hal ini juga dapat mengakibatkan deforestasi, erosi tanah, tanah
longsor, dan kontaminasi air bawah tanah.
Pelepasan arsenik dan bahan kimia beracun lainnya selama proses
pelindian sianida sangat berbahaya. Sianida-resapan limbah dari proses
penambangan memiliki potensi untuk dampak negatif limbah kota dan
prosedur pengolahan air. Hal ini juga berpotensi meningkatkan asupan zat
beracun manusia beberapa. Semua badan air yang mengandung sianida
terbentuk selama operasi penggilingan pertambangan emas berbahaya
bagi hewan liar dan unggas air seperti burung migran dan kelelawar, jika
tidak dikelola dengan baik. Bahkan disengaja bocor solusi sianida ke
sungai dan sungai akan membunuh ikan dan lainnya hewan air besar-
besaran. Terutama, ikan air tawar adalah organisme akuatik yang paling
sianida-sensitif.
Penggunaan sianida di pertambangan menyebabkan resiko tidak
masuk akal bagi kesehatan orang, satwa liar, dan ikan. Sebagai bahaya
sianida dalam proses penambangan sangat banyak jelas, itu adalah
tanggung jawab Pemerintah dan perusahaan pertambangan untuk
mengambil langkah-langkah penting. Kode Internasional Manajemen
Sianida memberikan arah dan pedoman tentang bagaimana mengelola
sianida untuk memastikan perlindungan pekerja, lingkungan dan
masyarakat yang berdekatan dengan kegiatan pertambangan. Limbah
tambang harus diatur dengan cara yang sama seperti kimia lainnya atau
limbah industri. Masyarakat membutuhkan kesadaran yang cukup tentang
bahaya pertambangan. Pemerintah harus melarang proyek-proyek
pertambangan yang mengakibatkan bahaya lingkungan dalam rangka
mencegah bencana ekologis. Warga juga harus menentang proyek
pertambangan tersebut. Banyak organisasi di negara-negara seperti
Amerika Serikat, Kanada dan Turki sudah mulai asosiasi untuk melarang
pencucian sianida di pertambangan.
Cara kerja pengolahan emas menggunakan sianida (CN) :
1. Bahan berupa batuan dihaluskan menggunakan aat grinding
sehingga menjadi tepung (mesh + 200)
2. Bahan dimasukkan ke dalam tangki bahan, kemudian tambahkan
H2O (2/3 dari bahan).
3. Tambahkan tohor atau kapur hingga pH mencapai 10,2 – 10,5 dan
kemudian tambahkan nitrat (PbNO3) 0,05%.
4. Tambahkan sianida 0,3% sambil diaduk hingga (t=48/72H) sambil
menjaga pH larutan ( 10- 11) dengan t ( T = 85°).
5. Kemudian saring, lalu filtrat di tambahkan karbon (4/1 bagian) dan
di aduk hingga (t= 48h), kemudian di saring. Karbon dikeringkan
lalu di bakar, hingga menjadi Bullion atau gunakan. (metode 1)
6. Metode Merill Crow (dengan penambahan Zink Anode / Zink Dass),
saring lalu dimurnikan / dibakar hingga menjadi Bullion. (metode 2)
7. Karbon di hilangkan dari kandungan lain dengan Asam (3 / 5 %),
selama (t =30/45m), kemudian di bilas dengan H2O selama (t = 2j)
pada (T = 80 – 90 derajat).
8. Lakukan proses Pretreatment dengan menggunakan larutan Sianid
3 % dan Soda (NaOH) 3 % selama (t =15 – 20m) pada (T = 90 –
100o).
9. Lakukan proses Recycle Elution dengan menggunakan larutan
Sianid 3 % dan Soda 3 % selama (t = 2.5 j) pada (T = 110 – 120
derajat).
10.Lakukan proses Water Elution dengan menggunakan larutan H2O
pada (T = 110 – 120°) selama (t = 1.45j).
11.Lakukan proses Cooling.
12. Saring kemudian lakukan proses elektrowining dengan (V = 3) dan
(A = 50) selama (t = 3.5j). (metode 3)
D. Analisis Risiko Kesehatan
Public Health Assessment (PHA) diperkenalkan tahun 2005 oleh
Agency For Toxyc Substances and Drug Registry (ATSDR), US
Department of Health and Human and Services, dalam publikasi yang
berjudul ATSDR Public Health Assessment Guidance Manual (ATSDR,
2005). Menurut ASTDR, PHA didefinisikan sebagai berikut :
‘The evaluation of data and information on the release of hazardous
substances into the environment in order to asses any (past),
current, or future impact on public health, develop health advisories
and other recommendation, and identify studies or actions needed
to evaluate and mittigate or prevent human health effects’.
(Evaluasi data dan informasi mengenai pelepasan bahan-bahan
berbahaya ke lingkungan untuk menilai setiap dampak (pada masa
lalu), kini, atau yang akan datang terhadap kesehatan masyarakat,
mengembangkan anjuran-anjuran kesehatan dan rekomendasi-
rekomendasi lain, mengidentifikasi kajian-kajian atau tindakan-
tindakan yang dibutuhkan untuk mengevaluasi dan meniadakan
atau mencegah efek-efek tehadap kesehatan manusia).
Selama ini terdapat dua model kajian dampak lingkungan terhadap
kesehatan yang biasanya dilakukan secara independen, yaitu studi
Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dan Analisis Resiko
Kesehatan Lingkungan (ARKL). Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
umumnya dilakukan atas dasar kejadian penyakit (disease oriented) atau
kondisi lingkungan yang spesifik (agent oriented) yang dinyatakan oleh
WHO pada tahun 1983 (WHO, 1983), sedangkan Analisis Risiko
Kesehatan Lingkungan bersifat agent specific dan site specific. Analisis
risiko kesehatan lingkungan adalah proses perhitungan atau perkiraan
risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau (sub)populasi, termasuk
identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian yang menyertainya, setelah
terpajan oleh agent tertentu, dengan memerhatikan karakterisktik yang
melekat pada agent itu dan karakterisktik system sasaran yang spesifik.
Risiko itu sendiri didefinisikan sebagai kebolehjadian (probabilitas)
efek merugikan pada suatu organisme, sistem atau (sub) populasi yang
disebabkan oleh pamajanan suatu agent dalam keadaan tertentu ada juga
ahli lain yang berpendapat bahwa risiko adalah sebuah probabilitas suatu
peristiwa berbahaya atau bencana, kesempatan sesuatu yang buruk akan
terjadi. Metode, teknik dan prosedur analisis risiko kesehatan lingkungan
saat ini dikembangkan dari Risk Analysis Paradigm yang terbagan pada
Gambar 3.
Dalam Public Health Assessment kedua studi tersebut dapat
digabungkan dengan tidak menghilangkan cirinya masing-masing. Analisis
risiko kesehatan lingkungan mampu meramalkan besaran tingkat risiko
secara kuantitatif sedangkan epidemiologi kesehatan lingkungan dapat
membuktikan apakah prediksi itu sudah terbukti atau belum. Public Health
Assessment tidak saja memberikan estimasi numerik risiko kesehatan
melaInkan juga persfektif kesehatan masyarakat dengan memadukan
analisis mengenai kondisi-kondisi pemajanan setempat, data efek-efek
kesehatan dan kepedulian masyarakat.
Gambar 3 Paradigma Analisis Risiko (NRC, 1983)
PENELITIAN ANALISIS RISIKO MANAJEMEN RISIKO
Pemeriksaan :
LaboratoriumLapangan
KlinikEpidemiologi
Mekanisme toksisitas :
pengembanganmetode dan validasi
spesies dan dosisextrapolasi
Pengukuran danobservasi lapangan
Nasib bahanpencemar di
lingkungan dantransport model
Identifikasi bahaya :
agen kimia, fisika,biologi yangberbahaya
Analsisidosis-respons :
Bagaimana dosistersebut
menimbulkan efek
Analisis pemajanan :
Siapa yang terpaparatau akan terpapardengan apa, kapan,dimana, dan untuk
berapa lama
Karakterisasi risiko :
Efek apa yangmungkin akan terjadipada populasi yang
terpapar
Pengembanganperaturan
perundang-undangan
Pertimbanganekonomi, sosial,politik dan teknis
Tujuan,Pembambilankeputusan dan
Tindakan
1. Prinsip Dasar ARKL
Gambar.4 Ilustrasi logika pengambilan keputusan untuk menetukan tipestudi yang dapat dilakukan dalam mempelajari efek lingkunganterhadap kesehatan manusia (Rahman, 2007)
ARKL berjalan dengan proses yang dibagankan dalam alur
pengambilan keputusan seperti pada Gambar 4.
Decesion logic ini menetukan komponen studi mana yang dapat
dilakukan berdasarkan data dan informasi awal yang tersedia. Decesion
logic ini dijelaskan dalam Guidance for ASTDR Health Studies (ATSDR,
1996).
Secara garis besarnya analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL)
menurut National Research Council (NRC) terdiri dari empat tahap kajian,
yaitu : Identifikasi bahaya, Analisis pemajanan,Analisis dosis-respon, dan
Karakterisasi risiko.
Kategori 1a :Dosis-respon riskagent telah tersedia
Kategori 1b :Dosis-respon riskagent belumtersedia
ARKL
EKL
Penyelidikan efek biologiskesehatan yang masuk akal
Penyelidikan pajanan (sumberyang lalu dan sekarang, produksidan pelepasan)
Kategori 2 :Pajanan manusia padatingkat yang harusdipedulikan belumcukup terdokumentasi
Kategori 1 :Pajanan manusia padatingkat yang harusdipedulikanterdokumentasi
Tipe, media, konsentrasi
risk agents (polutan)
Jalur pajanan
Populasi berisiko
Langkah – langkah ini tidak harus dilakukan secara berurutan,
kecuali karakterisasi risiko sebagai tahap terakhir. Karakterisasi risiko
kesehatan pada populasi berisiko dinyatakan secara kuantitatif dengan
menggabungkan analisis dosis-respon dengan analisis pemajanan. Nilai
numerik estimasi risiko kesehatan kemudian digunakan untuk
merumuskan pilihan-pilihan manajemen risiko untuk mengendalikan risiko
tersebut. Selanjutnya opsi-opsi manajemen risiko itu dikomunikasikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar risiko potensial dapat
diketahui, diminimalkan atau dicegah (NRC, 1983).
2. Metode, Tekhnik, dan Prosedur ARKL
Kajian ARKL dimulai dengan memeriksa secara cermat apakah
data dan informasi berikut sudah tersedia (ATSDR, 2005) :
a. Jenis spesi kimia risk agent.
b. Dosis referensi untuk setiap jenis spesi kimia risk agent.
c. Media lingkungan tempat risk agent berada (udara, air, tanah,
pangan).
d. Konsentrasi risk agent dalam media lingkungan yang bersangkutan.
e. Jalur-jalur pemajanan risk agent (sesuai dengan media
lingkungannya).
f. Populasi dan sub-sub populasi yang berisiko.
g. Gangguan kesehatan (gejala-gejala penyakit atau penyakit-penyakit)
yang berindikasikan sebagai efek pajanan risk agent yang merugikan
kesehatan pada semua segmen populasi berisiko.
Jika sekurang-kurangnya data dan informasi 1 s/d 4 sudah tersedia,
ARKL sudah bisa dikerjakan. Ada dua kemungkinan kajian ARKL yang
dapat dilakukan, yaitu (NRC, 1983) :
a. Evaluasi di atas meja (Desktop Evaluation), selanjutnya disebut ARKL
Meja. Analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) meja dilakukan
untuk menghitung estimasi risiko dengan segera tanpa harus
mengumpulkan data dan informasi baru dari lapangan.Evaluasi di atas
meja hanya membutuhkan konsentrasi risk agent dalam media
lingkungan bermasalah, dosis referensi risk agent dan nilai default
faktor-faktor antropometri pemajanan untuk menghitung asupan
menurut Persamaan (1).
b. Kajian lapangan (Field Study), selanjutnya disebut ARKL Lengkap.
ARKL Lengkap pada dasarnya sama dengan evaluasi di atas meja
namun didasarkan pada data lingkungan dan faktor-faktor pemajanan
antropometri sebenarnya yang didapat dari lapangan, bukan dengan
asumsi atau simulasi. Kajian ini membutuhkan data dan informasi
tentang jalur pemajanan dan populasi berisiko.
Berikut adalah langkah-langkah ARKL, baik ARKL Meja maupun
ARKL Lengkap.
a. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya atau hazard identification adalah tahap awal
analisis risiko kesehatan lingkungan untuk mengenali risiko. Informasinya
bisa ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk agent memakai agent
oriented (WHO, 1983). Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan
mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan toksisitas risk
agent di masyarakat yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya,
baik di wilayah kajian atau tempat-tempat lain. Penelusuran seperti ini
dikenal sebagai pendekatan disease oriented (WHO, 1983).
Data identifikasi bahaya risk agentdari berbagai sumber
pencemaran dapat dirangkum dalam suatu tabel. Bila data awal tidak
tersedia, harus dilakukan pengukuran pendahuluan dengan sedikitnya 2
sampel yang mewakili konsentrasi risk agent paling tinggi dan paling
rendah. Selanjutnya dihitung Risk Quotient (RQ) untuk asupan konsentrasi
risk agent. Bila ternyata RQ> 1 berarti ada risiko potensial dan perlu untuk
dikendalikan. Sedangkan bila RQ≤ 1 untuk sementara pencemaran
dinyatakan masih aman dan belum perlu dikendalikan (Rahman, 2007).
b. Analisis Pemajanan
Analisis pemajanan atau exposure assessment yang disebut juga
penilaian kontak, bertujuan untuk mengenali jalur-jalur pajanan risk agent
agar jumlah asupan yang diterima individu dalam populasi berisiko bisa
dihitung. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menghitung asupan
adalah semua variabel yang terdapatdalam Persamaan (1) (ATSDR,
2005).
=× × × ×
×
Keterangan :
I : Asupan (intake), mg/kg/hari
(1)
C : konsentrasi risk agent, mg/M3untuk medium udara, mg/L untuk
air minum, mg/kg untuk makanan atau pangan
R : laju asupan atau konsumsi, M3/jam untuk inhalasi, L/hari untuk
air minum, g/hari untuk makanan
tE : waktu pajanan
fE : frekwensi pajanan
Dt : durasi pajanan, tahun (real time atau proyeksi, 30 tahun untuk
nilai default residensial)
Wb : Berat badan, kg
tavg : Periode waktu rata-rata (30 x 365 hari/tahun untuk zat
nonkarsinogen, 70 tahun x 365 hari/tahun untuk zat
karsinogen)
Waktu pajanan (tE) harus digali dengan cara menanyakan berapa
lama kebiasaan responden sehari-hari berada di luar rumah seperti ke
pasar, mengantar dan menjemput anak sekolah dalam hitungan jam.
Demikian juga untuk frekuensi pajanan (fE), kebiasaan apa yang dilakukan
setiap tahun meninggalkan tempat mukim seperti pulang kampung,
mengajak anak berlibur ke rumah orang tua, rekreasi dan sebagainya
dalam hitungan hari. Untuk durasi pajanan (Dt), harus diketahui berapa
lama sesungguhnya (real time) responden berada di tempat mukim
sampai saat survey dilakukan dalam hitungan tahun. Selain durasi
pajanan lifetime, durasi pajanan real time penting untuk dikonfirmasi
dengan studi epidemiologi kesehatan lingkungan (EKL) apakah estimasi
risiko kesehatan sudah terindikasikan (ATSDR, 2005).
Konsentrasi risk agent dalam media lingkungan diperlakukan
menurut karakteristik statistiknya. Jika distribusi konsentrasi risk agent
normal, bisa digunakan nilai arithmetik meannya. Jika distribusinya tidak
normal, harus digunakan log normal atau mediannya. Normal tidaknya
distribusi konsentrasi risk agent bisa ditentukan dengan menghitung
coefficience of variance(CoV), yaitu SD dibagi mean. Jika CoV ≤ 20%
distribusi dianggap normal dan karena itu dapat digunakan nilai mean
(NRC, 1983).
Sebelum nilai default nasional tersedia berdasarkan hasil survey
maka tE, fE dan Wbdapat dipakai sebagai nilai numerik faktor antropometri
pemajanan(Rahman, 2007). Nilai numerik lainnya diambil dari Exposure
Factors Handbook(US-EPA, 1997). Nilai numerik beberapa variabel
Persamaan (1) ini mungkin belum mencukupi karena ada beberapa kasus
dengan tata guna lahan (land use) lain belum tercantum (NRC, 1983).
c. Analisis Dosis-Respon
Analisis dosis-respon, disebut juga dose-response assessment
atau toxicity assessment, menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas risk
agent untuk setiap bentuk spesi kimianya. Toksisitas dinyatakan sebagai
dosis referensi (reference dose, RfD) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan
Cancer Slope Factor (CSF) atau Cancer Unit Risk (CCR) untuk efek-efek
karsinogenik. Analisis dosis-respon merupakan tahap yang paling
menentukan karena ARKL hanya bisa dilakukan untuk risk agent yang
sudah ada dosis-responnya (US-EPA, 1997).
Menurut IPCS, Reference dose adalah toksisitas kuantitatif
nonkarsinogenik, menyatakan estimasi dosis pajanan harian yang
diprakirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun
pajanan berlanjut sepanjang hayat (Rahman, 2007). Dosis referensi
dibedakan untuk pajanan oral atau tertelan (ingesi, untuk makanan dan
minuman) yang disebut RfD (saja) dan untuk pajanan inhalasi (udara)
yang disebut reference concentration (RfC). Dalam analisis dosis-respon,
dosis dinyatakan sebagai risk agent yang terhirup (inhaled), tertelan
(ingested) atau terserap melalui kulit (absorbed) per kg berat badan per
hari (mg/kg/hari) (US-EPA, 1997).
Dosis yang digunakan untuk menetapkan RfD adalah yang
menyebabkan efek paling rendah yang disebut NOAEL (No Observed
Adverse Effect Level) atau LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect
Level). NOAEL adalah dosis tertinggi suatu zat pada studi toksisitas kronik
atau subkronik yang secara statistik atau biologis tidak menunjukkan efek
merugikan pada hewan uji atau pada manusia sedangkan LOAEL berarti
dosis terendah yang (masih) menimbulkan efek. Secara numerik NOAEL
selalu lebih rendah daripada LOAEL. RfD atau RfC diturunkan dari
NOAEL atau LOAEL menurut persamaan berikut ini (ATSDR, 2005) :
(2)
UF adalah uncertainty factor (faktor ketidakpastian) dengan nilai
UF1 = 10 untuk variasi sensitivitas dalam populasi manusia (10H, human),
UF2 = 10 untuk ekstrapolasi dari hewan ke manusia (10A, animal), UF3 =
10 jika NOAEL diturunkan dari uji subkronik, bukan kronik, UF4 = 10 bila
menggunakan LOAEL bukan NOAEL. MF adalah modifying factor bernilai
1 s/d 10 untuk mengakomodasi kekurangan atau kelemahan studi yang
tidak tertampung UF. Penentuan nilai UF dan MF tidak lepas dari
subyektivitas. Untuk menghindari subyektivitas, tahun 2004 telah diajukan
model dosis-respon baru dengan memecah UF menjadi ADUF (= 100,4
atau 2,5), AKUF (= 100,6 atau 4,0), HDUF (=100,5 atau 3,2) dan HKUF
(=100,5 atau 3,2)8(ATSDR, 2005).
Menentukan dosis-respon suatu risk agent sangat sulit,
membutuhkan data dan informasi studi toksisitas yang asli dan lengkap,
ahli-ahli kimia, toksikologi, farmakologi, biologi, epidemiologi dan spesialis-
spesialis lain yang berhubungan dengan toksisitas dan farmakologi zat.
Namun, saat ini RfD, RfC, SF dan UCR zat-zat kimia dalam berbagai
spesi, termasuk fomulanya, telah ada pada data Integrated Risk
Information System (IRIS) dari US-EPA yang tersedia di
http://www.epa.gov/iris dan pangkalan data TOXNET di http://www.nlm/.
RfD atau RfC =
NOAEL atau LOAEL
UF1x UF2x UF3x UF4xMF
Ada ratusan spesi kimia zat yang telah dimasukkan ke dalam daftar IRIS
dan sudah ditabulasi sehingga bisa langsung digunakan. Contoh toxycity
summary beberapa zat bisa dilihat pada tabel berikut (Rahman, 2007).
d. Karakteristik Risiko
Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai Risk
Quotient(RQ, tingkat risiko) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan Excess
Cancer Risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik .RQ dihitung dengan
membagi asupan nonkarsinogenik (Ink) risk agent dengan RfDatau
RfC-nya menurut persamaan (3) (ATSDR, 2005).
(3)
Baik Ink maupun RfD atau RfC harus spesifik untuk bentuk spesi
kimia risk agent dan jalur pajanannya. Risiko kesehatan dinyatakan ada
dan perlu dikendalikan jika RQ> 1. Jika RQ ≤ 1, risiko tidak perlu
dikendalikan tetapi perlu dipertahankan agar nilai numerik RQ tidak
melebihi 1(Rahman, 2007).
ECR dihitung dengan mengalikan CSF dengan asupan
karsinogenik risk agent (Ink) menurut Persamaan (4). Harap diperhatikan,
asupan karsinogenik dan nonkarsinogenik tidak sama karena perbedaan
bobot waktu rata-ratanya (tavg) seperti dijelaskan dalam keterangan rumus
asupan Persamaan (1) (ATSDR, 2005).
ECR = CSF× Ink (4)
Baik CSF maupun Ink harus spesifik untuk bentuk spesi kimia risk
agent dan jalur pajanannya. Karena secara teoritis karsinogenisitas tidak
RfCatauRfD
InkRQ
mempunyai ambang non threshold, maka risiko dinyatakan tidak bisa
diterima (unacceptable) bila E-6<ECR<E-4. Kisaran angka E-6 s/d E-4
dipungut dari nilai default karsinogenistas US-EPA. (US-EPA, 1997).
e. Manajemen Risiko
Berdasarkan karakterisasi risiko, dapat dirumuskan pilihan-pilihan
manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dan ECR dengan
memanipulasi (mengubah) nilai faktor-faktor pemajanan yang tercakup
dalam Persamaan (1) sedemikian rupa sehingga asupan lebih kecil atau
sama dengan dosis referensi toksisitasnya. Pada dasarnya hanya ada dua
cara untuk menyamakan Ink dengan RfD atau RfC atau mengubah
Inksedemikian rupa sehingga ECR tidak melebihi E-4, yaitu menurunkan
konsentrasi risk agent atau mengurangi waktu kontak. Ini berarti hanya
variabel-variabel Persamaan (1) tertentu saja yang bisa diubah-ubah
nilainya. (Rahman, 2007). Berikut, penjelasan cara-cara manajemen risiko
secara lengkap.
1) Menurunkan konsentrasi risk agent bila pola dan waktu konsumsi
tidak dapat di ubah. Cara ini menggunakan prinsip Ink = RfD, maka
persamaan yang digunakan adalah :
(5)
2) Mengurangi pola (laju) konsumsi bila konsentrasi risk agent dan
waktu konsumsi tidak dapat diubah. Persamaan yang digunakan
dalam manajemen risiko cara ini adalah :
(6)
mg/LtE
avgB
DfR
tWRfDC
L/haritEAs
avgB
DfC
tWRfDR
3) Mengurangi waktu kontak bila konsentrasi risk agent dan pola
konsumsi tidak dapat di ubah. Cara ini sering juga digunakan
dalam strategi studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan.
Persamaan yang digunakan disini adalah :
(7)tahun
E
avgB
tfRC
tWRfDD
14
Tabel 3 Beberapa Penelitian Terkait Pajanan Sianida (CN)
No Peneliti dan
Desain
Subyek Tujuan Hasil
1. Bobby J. Polii,2009Observasional
DAS BuyatMinahasa
Mengetahuikadar Hg danCN pada DASBuyat Minahasa
1. Kadar Hg =0,0032mg/l –0,00049 mg/l
2. Kadar CN =0,088 mg/l –0,144 mg/l(telah melebihistandar bakumutu PP no.20tahun 1990 <0,5 mg/l)
3. Konsentrasitertinggi CNterdapat padahati dan perutikan 2,77 mg/l
2. Fauzia Syarif,2009Eksperimen
TanamanMikaniaCordota,ControsemaPubsences,LeersiaNexandraSwarta
Mengetahuiakumulasi CNpada tanamanMikaniaCordota,ControsemaPubsences,LeersiaNexandraSwarta yangtumbuh didaerah yangterkontaminasilimbah CN
1. KandunganCN di tajuktertinggi yaitu0,085 mg padaMikaniaCordota dan ditajuk LeersiaNexandra0,144mgkeduanya padakonsentrasi2,5ppm CN
2. Controsema Pubsences,MikaniaCordota,LeeersiaNexandraSwarta masihmampu tumbuhdengan baik dimedia tailingCN sampaipada kadar
15
75ppm CN.3. Rasio
kandungan CNtajuk yangmelebihi saudihasilkanMikaniaCordota padasemuaperlakuan CN,dengan nilaitertinggi 11.783padakonsentrasi7,5ppm.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
E. Tinjauan Umum Tentang Pencemaran Air
4. Pengertian Pencemaran Air
Istilah pencemaran air atau polusi air dapat dipersepsikan berbeda
oleh satu orang dengan orang lainnya mengingat banyak pustaka acuan
yang merumuskan definisi istilah tersebut, baik dalam kamus atau buku
teks ilmiah, termasuk definisi dalam peraturan pemerintah sebagai turunan
dari undang-undang tentang definisi pencemaran lingkungan.
Definisi pencemaran air mengacu pada Undang-Undang (UU) No.
32 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lingkungan Hidup dan
dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air dan PP No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, menjelaskan
bahwa pencemaran air adalah :
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan
manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
(Pasal 1, angka 2).
Berdasarkan definisi pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai
makna pokoknya dalam 3 (tiga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek
penyebab atau pelaku dan aspek akibat (Setiawan, 2001).
17
Pencemaran air juga merupakan penyimpangan sifat-sifat air dari
keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang ada di bumi ini tidak
pernah terdapat dalam keadaan murni bersih, tetapi selalu ada
senyawa atau mineral (unsur) lain yang terlarut di dalamnya. Hal ini tidak
berarti bahwa semua air di bumi ini telah tercemar. Sebagai contoh, air
yang diambil dari mata air di pegunungan dan air hujan. Keduanya
dapat dianggap sebagai air yang bersih, namun senyawa atau
mineral (unsur) yang terdapat di dalamnya berlainan seperti tampak
pada keterangan berikut ini: Air hujan mengandung: SO4, Cl, NH3, CO2,
N2, C, 02, debu.
Air dari mata air mengandung Na, Mg, Ca, Fe, 02. Selain
daripada itu air seringkali juga mengandung bakteri atau mikroorganisme
lainnya. Air yang mengandung bakteri atau mikroorganisme tidak dapat
langsung digunakan sebagai air minum tetapi harus direbus dulu agar
bakteri dan mikroorganismenya mati. Pada batas-batas tertentu air minum
justru diharapkan mengandung mineral agar air itu terasa segar. Air
murni tanpa mineral justru tidak enak untuk diminum.
Penggolongan air menurut peruntukkannya yang ditetapkan
menurut PP No. 20 Tahun 1990, Bab III, Pasal 7, sebagai berikut :
e. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum
secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
18
f. Golongan B , yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air
minum.
g. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
perikanan dan peternakan.
h. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri,
pembangkit listrik tenaga air.
Penentuan terhadap tercemar atau tidaknya air suatu daerah berdasarkan
beberapa peraturan pemerintah diantaranya adalah :
e. Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air.
f. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
g. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia No.
416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
h. Permenkes Republik Indonesia No 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari
sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih
dan aman tersebut, antara lain :
f. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit
g. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
h. Tidak berasa dan tidak berbau
19
i. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuha domestic dan
rumah tangga
j. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau
Departemen Kesehatan RI
Adapun standar kualitas air bersih dan air minum berdasarkan Kep.
Menkes no 492/Menkes/Per/IV/2010
Tabel 1 Standar Kualitas Air Minum
NO JENIS PARAMETER SATUAN KADAR MAKSIMUMYANG
DIPERBOLEHKAN1 Parameter yang
berhubungan langsungdengan kesehatan
c. Parameter Biologi3) E.Coli Jumlah per
100mlsampel
0
4) Total Bakteri Coliform Jumlah per100mlsampel
0
d. Kimia Anorganik9) Arsen Mg/l 0,0110)Flourida Mg/l 1,511)Total Kromium Mg/l 0,0512)Cadmium Mg/l 0,00313)Nitrit, sebagai NO2 Mg/l 314)Nitrat, sebagai NO3 Mg/l 5015)Sianida Mg/l 0,0716)Selenium Mg/l 0,01
2 Parameter Yang TidakBerhubungan Langsung
Dengan Kesehatanc. Parameter Fisik7) Bau Tidak Berbau8) Warna TCU 159) TDS Mg/l 50010)Kekeruhan NTU 511)Rasa Tidak Berasa
20
12)Suhu °C Suhu udara ± 3°Cd. Parameter Kimiawi11)Aluminum Mg/l 0,212)Besi Mg/l 0,313)Kesadahan Mg/l 50014)Khlorida Mg/l 25015)Mangan Mg/l 0,416)Ph 6,5 – 8,517)Seng Mg/l 318)Sulfat Mg/l 25019)Tembaga Mg/l 220) Ammonia Mg/l 1,5
5. Sumber Pencemaran Air
Kurangnya fasilitas kebersihan yang cukup adalah suatu sebab
utama kontaminasi kotoran dan limbah dari sumber - sumber air di
daerah urban dan pabrik. Beberapa Kota Indonesia malah mempunyai
suatu sistem pembuangan kotoran yang tidak sempurna, dan karenanya
sebagian besar rumah tangga sangat mengandalkan tangki kotoran
pribadi atau pembuangan kotoran manusia langsung ke sungai dan
kanal. Sumber-sumber polusi air yang lain adalah pertambangan serta
pengaliran air yang tidak lancar dan tidak teratur, (Putranto, 2011).
Perbaikan pasokan air dan sistem sanitasi yang layak mungkin
dapat memberikan kontribusi kepada pengurangan kematian diare
yang signifikan dan kepada peningkatan hasil kesehatan. Suatu cara
pengelolaan sumber air terpadu, termasuk polusi air, dengan
pengumpulan data, bagi informasi, analisa dan penggunaan yang
cukup, diperlukan dalam suatu konteks dasar. Erat kaitannya dengan
masalah indikator pencemaran air dengan komponen pencemar air
21
berperan menentukan indikator tersebut terjadi. Komponen pencemar air
menurut Putranto, (2011), dikelompokkan sebagai berikut :
a. Bahan buangan padat
b. Bahan buangan organik
c. Bahan buangan anorganik
d. Bahan buangan olahan bahan makanan
e. Bahan buangan cairan berminyak
f. Bahan buangan zat kimia
g. Bahan buangan berupa panas
6. Sianida Sebagai Salah Satu Bahan Pencemar Dalam Air
Sianida merupakan suatu senyawa yang secara kimia sangat
bersifat toksik dan berada dalam air dalam bentuk Hidrogen Sianida
(HCN). Sianida dapat ditemukan secara alamiah seperti pada tumbuh-
tumbuhan. Dalam tumbuh-tumbuhan sianida terikat pada glukosa (gula)
yang disebut amygdalin.
Bangsa Romawi kuno memperoleh CN dari sumber biji-bijian alami
seperti biji apel, apricot dan ceri. Sianida dapat larut dalam air karena
hanya sianida alkali yang terikat pada logam yang memiliki sifat kelarutan
tersebut. Dalam larutan murni, CN- adalah bentuk yang paling stabil
diatas pH kira-kira 10,5. Sianida bersifat toksik yang letal dan sub letal
terhadap organisme. Sianida dalam air bersih yang akan digunakan untuk
minum tidak boleh melewati batas 0,05 ppm karena dapat mengganggu
metabolisme.
22
Sianida dalam bentuk ion sianida (CN-) membentuk berbagai ikatan
kompleks dengan ion-ion transisi logam misalnya emas (Au(CN)2), perak
(Ag(CN)2) dan besi (Fe(CN)6). Alasan karakteristik inilah sehingga sianida
digunakan secara komersil. Sianida juga banyak digunakan secara luas
dalam industri terutama pembersih logam dan pengelasan listrik. Sianida
juga banyak digunakan dalam prosessing mineral-mineral tertentu.
Sianida yang terdapat di perairan berasal dari limbah industri,
misalnya industri pelapisan logam, pertambangan emas, pertambangan
perak, pupuk dan besi dan baja. Kadar sianida yang digunakan dalam
pertambangan emas dan perak dapat mencapai 250 ppm.
F. Tinjauan Umum Tentang Sianida (CN)
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah
digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan
pada saat perang dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan
dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.1
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan
dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida
adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada
suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat
berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat
mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan.
23
Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang
berbentuk serbuk dan berwarna putih. Sianida dalam dosis rendah dapat
ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan
atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggan.
Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan
makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong.
Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida
banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti
natrium, kalium atau kalsium sianida.
Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty
Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN).
Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam;
mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada
berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak
segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.
Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena prognosis
dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak
dengan zat toksik tersebut.
6. Sumber Sianida (CN)
24
d. HCN ( Hydrogen Sianida ) terdapat pada : Gas gas penerangan,
sisa sisa pembakaran.
e. Hydrocyanic Acid ( Prussic Acid ) berbentuk cairan, dapat
tercampur dengan air dalam segala proporsi, dapat diuraikan
dengan cepat, larutan netral atau alkali dengan menghasilkan
ammomiak. Dua bentuk Prussic Acid :
Dalam bentuk larutan dengan kadar 4% ( Scheele’s Axid )
Dalam bentuk larutan dengan kadar 2% ( Acid Hydrocyanicum
dilutum ), dan bentuk inilah yang banyak digunakan di laboratorium.
Gas gas ini juga dapat dibentuk dari proses destilasi KCN atau
Kalium Fero Cyanida dengan asam sulfat.
f. Di alam, Asam sianida terdapat pada tumbuh tumbuhan yang
mengandung amygdalin. Misalnya, singkong, ubi, biji buah apel,
peer, aprikot. Cyanida dengan air dan emulsin akan terhidrolisir
menjadi hidrogen, glukosa dan benzaldehide. Biji biji tersebut
mengandung cyagenetik glycosid yang akan melepaskan cyanida
pada waktu dicerna.
Tabel 2 Sifat Fisika dan Kimia Sianida (CN)
Sifat Fisika Kimia Nilai1. Titik Didih 25,7 °C
2. Tekanan Uap 740mmHg
25
3. Berat Jenis Uap 0,99 pada 20°C
4. Kepadatan Cairan 0,68g/mL pada 25°C
5. Volatilitas 1,1x106mpada25g/m3°C
6. Tingkat KelarutanDalam Air
25°C
Sumber : WHO, 2004
7. Sejarah dan Penggunaan Sianida
Walaupun beberapa substansi yang mengandung sianida telah
digunakan sebagai racun sejak berabad-abad yang lalu, sianida yang
sesungguhnya belum dikenal sampai tahun 1782. Pada saat itu sianida
berhasil diidentifikasi oleh ahli kimia yang berasal dari Swedia, Scheele,
yang kemudian meninggal akibat keracunan sianida di dalam
laboratoriumnya.
a. Penggunaan Militer
Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan
sebagai senjata. Sianida sebagai komponen yang sangat
mematikan digunakan untuk meracuni angota keluarga kerajaan
dan orang-orang yang dianggap dapat mengganggu keamanan.
Tidak itu saja, Napoleon III mengusulkan untuk menggunakan
sianida pada bayonet pasukannya Selama perang dunia pertama,
Perancis menggunakan asam hidrosianik yang berbentuk gas.
26
Tetapi racun sianida yang berbentuk gas ini mempunyai efek yang
kurang mematikan dibandingkan dengan bentuk cairnya.
Sementara itu, pihak Jerman sendiri pada waktu itu telah
melengkapi pasukannya dengan masker yang dapat menyaring gas
tersebut. Karena kurang efektifnya penggunaan gas ini, maka pada
tahun 1916 Perancis mencoba jenis sianida gas lainnya yang
mempunyai berat molekul yang lebih berat dari udara, lebih mudah
terdispersi dan mempunyai efek kumulatif. Zat yang digunakan
adalah Cyanogen chlorida, yang dibentuk dari potassium sianida.
Racun jenis ini sudah cukup efektif pada konsentrasi yang rendah
karena sudah bisa mengiritasi mata dan paru. Pada konsentrasi
yang tinggi dapat mengakibatkan paralysis hebat pada sistem
pernafasan dan sistem saraf pusat.
Dilain pihak, Austria ketika itu juga mengeluarkan gas beracun
yang berasal dari potassium sianida dan bromin. Zat ini kemudian
disebut sianogen bromida yang mempunyai efek iritasi yang sangat
kuat pada konjungtiva mata dan pada mukosa saluran pernafasan.
Selama perang dunia ke II, Nazi Jerman menggunakan asam
hidrosianik yang disebut mereka Zyklon B untuk menghabisi ribuan
rakyat sipil dan tentara musuh.
c. Penggunan Non Militer
Sianida lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi
daripada kepentingan militer. Kebanyakn hampir tiap hari kontak
27
dengan sianida. Ratusan bahkan ribuan ton sianida dibentuk oleh
dunia ini tiap harinya. Sianida banyak digunakan untuk bidang
kimia, pembuatan plastik, penyaringan emas dan perak, metalurgi,
anti jamur dan racun tikus. Sementara itu, keracunan sianida paling
banyak dilaporkan setelah memakan singkong dan kacang.
Singkong pada beberapa negara yang baru berkembang masih
menjadi makanan utama dan dianggap sebagai biang kerok
tingginya tropical ataxic neuropathy di negara ini.
Pada saat ini, sianida digunakan oleh pemerintah, perusahaan
maupun perorangan untuk bermacam keperluan.
8. Paparan Sianida (CN)
a. Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon
dan nitrogen seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga
mengandung sianida, pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar
0.06µg/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif
ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen
sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat
timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal
hydrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm, tetapi angka ini belum
dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang
disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris
28
pernafasan juga sangat terganggu. Berat jenis hidrogen sianida
lebih ringan dari udara sehingga lebih cepat terbang ke angkasa.
Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan tingkat yang
sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang
jauh lebih tinggi.
b. Mata
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata
dan kulit. Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30
sampai 60 menit. Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada
saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan
meninggalkan luka bakar.
c. Saluran Pencernaan
Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida
sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu
melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida
sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan.
d. Proses Biokimia
Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan
beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian
atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat
bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan
mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik.
Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan
29
mengganggu transmisi neuronal. Sianida dapat di buang melalui
beberapa proses tertentu sebelum sianida berhasil masuk kedalam
sel. Proses yang paling berperan disini adalah pembentukan dari
cyanomethemoglobin (CNMetHb), sebagai hasil dari reaksi antara
ion sianida (CN–) dan MetHb.
Selain itu juga, sianida dapat dibuang dengan adanya:
Ikatan dengan endothelial-derived relaxing factor (EDRF)
dalam hal ini adalah asam nitirit.
Bahan-bahan metal seperti emas, molibdenum atau
komponen organik seperti hidrokobalamin sangat efektif
mengeliminasi sianida dari dalam sel.
Terakhir kali, albumin dapat merangsang kerja enzim dan
menggunakan sulfur untuk mengikat sianida.
30
Gambar 1. Reaksi detoksifikasi sianida
Sumber: Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter.Pharmacology Division. Army Medical Research Institute ofChemical Defense, Aberdeen Proving Ground, Maryland. USA.Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.Access on: 15 March 2013
Sianida dapat dengan mudah menembus dinding sel. Oleh
karena itu pihak militer sering menggunakan racun sianida
walaupun secara inhalasi, memakan atau menelan garam sianida
atau senyawa sianogenik lainnya. Karena sianida ini sebenarnya
telah ada di alam walaupun dalam dosis yang rendah, maka tidak
heran jika kebanyakan hewan mempunyai jalur biokimia intrinsik
tersendiri untuk mendetoksifikasi ion sianida ini. Jalur terpenting
dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan tiosianat
(SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara
31
langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara
indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida.
9. Sianida (CN) Dalam Rantai Makanan
Sianida (CN) merupakan senyawa kimia carbon-nitrogen yang
terdiri dari sianida sederhana dan sianida kompleks. Beberapa sianida
sederhana yang larut dalam air seperti natrium sianida (NaCl), potasium
sianida (KAg(CN)2) dan kalsium sianida (KCN), sedangkan yang memiliki
tingkat kelarutan rendah dalam air yaitu kopper sianida (CuCN). Menurut
EPA (1978a), ada beberapa sianida yang berbentuk gas yang larut dalam
air dan sangat beracun antara lain hidrogen sianida (HCN), sianogen
(CN)2 dan klorida sianogen (CNCl). Sianida kompleks membentuk banyak
ikatan dengan logam yang sangat beracun bagi lingkungan. Sianida
banyak digunakan dalam industri baja, industri kimia dan dalam
pertambangan (Curry, 1992). Dalam pertambangan, CN digunakan untuk
ekstrasi biji emas dan perak dari batuan yang dikenal dengan nama
cyanida heap leaching. Pada kalangan nelayan, CN dikenal sebagai potas
dalam pemboman ikan.
Pada bulan Januari 2000, ditambang emas Baia Mare Romania,
bendungan tailingnya runtuh dan melepaskan lebih dari 100 ribu ton
limbah mengandung CN 17 dan logam berat menuju sungai Tisza. Bahan
bercun tersebut mengalir menuju Danube, dan membunuh 1.240 ton ikan
serta mencemari air minum 2,5 juta orang. Bahkan kabarnya, pencemaran
ini meluas ke negara tetanga Hungaria. Penduduk dan pemerintah
32
Romania harus menanggung bencana. Pada 9 Agustus 2000, Senat
Cekoslovakia secara resmi melarang penambangan yang menggunakan
sianida (cyanide heap leaching technology) melalui penetapan undang-
undang. Bahkan, banyak pakar negara itu menilai implementasi UU
tersebut merupakan akhir dari pertambangan emas di negara tersebut
(Czechs Ban, Cyanide Mining 2000 diacu dalam Silvanus Maxwel, 2010).
Sianida yang terdapat di perairan terutama yang berasal dari
limbah industri, misalnya industri pelapisan logam, industri besi baja dan
pertambangan emas. Kadar sianida yang digunakan dalam pertambangan
emas dan perak dapat mencapai 250 mg/liter (EPA, 1987). Dari studi
AMDAL, ternyata P.T. NHM, menggunakan beberapa jenis sianida dalam
mengekstrasi emas dan perak dari batuan antara lain: natrium sianida
(NaCN) serta beberapa sianida kompleks yang sangat berbahaya bagi
lingkungan dan makluk hidup lainnya. Pelindingan biji emas dilakukan
dengan penggunaan sianida berkosentrasi relatif tinggi yaitu mencapai
1200 ppm NaCN untuk memisahkan emas dan perak dari batuan dengan
berbagai proses dan kemudian sebelum limahnya dibuang ke Sungai
Kobok dilakukan proses detoksifikasi (Amdal PT.NHM, 2006).
Belum banyak penelitian yang mengkaji tentang peningkatan CN di
perairan, dan masih sedikit yang dipahami tentang dampak potensial dari
CN tersebut terhadap biota di perairan (ACGIH, 2001), sehingga informasi
jalur masuknya CN ke dalam rantai makanan di perairan laut belum
tersedia dengan baik. Menurut EPA (1978b), beberapa sianida dalam air
33
akan berubah menjadi senyawa yang sangat beracun jika sianida tersebut
terakumulasi dalam tubuh tumbuhan maupun zooplanton. Waktu paruh
sianida dalam perairan belum diketahui dengan pasti. Sianida akan lebih
cepat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan makanan jika
dibandingkan dengan melalui kulit dan dapat dideteksi dengan sangat
cepat di dalam paru-paru dan darah.
Berdasarkan penelitian yang dilakuakan oleh Silvanus.M Simange
menunjukkan bahwa kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) pada air
laut disekitar Teluk Kao masih dibawah ambang batas ( Hg 0,0002 ppm,
dan CN 0,001 ppm). dibandingkan dengan baku mutu air golongan C
sesuai Kep-20/MENKLH/I/1990. Kandungan merkuri (Hg) pada organ hati
ke 4 jenis ikan tersebut lebih tinggi (0,13 – 0,51 ppm) dibandingkan pada
dagingnya (0,02 – 0,19 ppm). Hati ikan yang paling tinggi kandungan
merkurinya adalah ikan Biji nangka (0,45 – 0,51). Kandungan sianida (CN)
pada organ hati juga lebih tinggi (6,0 – 18 ppm) dibanding pada daging
(4,2 – 9,7 ppm). Mengacu pada standar asupan merkuri pada tubuh
manusia yang telah ditetapkan oleh WHO dalam Darmono (2008) sebesar
0,5 ppm, maka ikan Kakap merah, ikan Belanak, ikan biji nangka dan
udang aman untuk di konsumsi.
10. Toksisitas Sianida (CN)
d. Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Seseorang dapat terkontaminasi melalui makanan, rokok dan
sumber lainnya. Makan dan minum dari makanan yang
34
mengandung sianida dapat mengganggu kesehatan. Setelah
terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika
sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil
maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan
diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan
dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke
dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu
untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya
dengan vitamin B12.
Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan
kadar zat kimia lainnya di dalam darah. Pada percobaan terhadap
gas HCN pada tikus didapatkan kadar sianida tertinggi adalah pada
paru yang diikuti oleh hati kemudian otak. Sebaliknya, bila sianida
masuk melalui sistem pencernaan maka kadar tertinggi adalah di
hati. Sianida juga mengakibatkan banyak efek pada sistem
kardiovaskuler, termasuk peningkatan resistensi vaskuler dan
tekanan darah di dalam otak. Penelitian pada tikus membuktikan
bahwa garam sianida dapat mengakibatkan kematian atau juga
penyembuhan total. Selain itu, pada sianida dalam bentuk inhalasi
baru menimbulkan efek dalam jangka waktu delapan hari. Bila
timbul squele sebagai akibat keracunan sianida maka akan
mengakibatkan perubahan pada otak dan hipoksia otak dan
kematian dapat timbul dalam jangka waktu satu tahun.
35
e. Toksisitas
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal
dari sianida adalah:
Asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg•min/m3
Sianogen klorida sekitar 11,000 mg•min/m3.
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100
mg/kg.
f. Gejala Klinis
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia
jaringan yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang
ditemukan sangat tergantung dari:
Dosis sianida
Banyaknya paparan
Jenis paparan
Tipe komponen dari sianida
36
Gambar 2. Efek yang ditimbulkan oleh sianida pada beberapaorgan tubuh.
Sumber: Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter.Pharmacology Division. Army Medical Research Institute ofChemical Defense, Aberdeen Proving Ground, Maryland. USA.Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.Access on: 15 March 2013.
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk
pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem
endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita
akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan
bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida
sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam
jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik
setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian
37
akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan
mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan
berakhir dengan kematian.
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar
15-30 menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan
pemberian antidotum.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah:
Hiperpnea sementara,
Nyeri kepala,
Dispnea
Kecemasan
Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa
lemah dan vertigo juga dapat muncul.
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan
pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini
tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan
penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.
Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan
penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar
oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna
merah terang pada arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran
38
oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah
vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti “cherry-red”, tetapi
tanda ini tidak selalu ada.
G. Tinjauan Umum Tentang Pengolahan Emas
1. Pengolahan Emas
c. Sejarah Emas
Awal dari ditemukan tambang emas ini berawal dari geologis
Belanda Jean-Jacquez Dozy yang mengunjungi Indonesia pada
tahun 1936 untuk menskala glasier Pegunungan Jayawijaya di
provinsi Irian Jaya di Papua Barat. Dia membuat catatan di atas
batu hitam yang aneh dengan warna kehijauan. Pada 1939, dia
mengisi catatan tentang Ertsberg (bahasa Belanda untuk “gunung
ore”). Namun, peristiwa Perang Dunia II menyebabkan laporan
tersebut tidak diperhatikan.
Dua puluh tahun kemudian, geologis Forbes Wilson, bekerja
untuk perusahaan pertambangan Freeport, membaca laporan
tersebut. Dia dalam tugas mencari cadangan nikel, tetapi kemudian
melupakan hal tersebut setelah dia membaca laporan tersebut. Dia
memutuskan untuk menyiapkan perjalanan untuk memeriksa
Ertsberg. Ekspedisi yang dipimpin oleh Forbes Wilson dan Del Flint,
menemukan deposit tembaga yang besar di Ertsberg pada 1960.
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Au (bahasa Latin: 'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah
39
logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek, mengkilap,
kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi
dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua
regia. Logam ini banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di
bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu logam coinage.
Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada
suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah
ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta
berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain
yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya
berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral
ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan
sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga
berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral
pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida,
sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur
belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain
dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%.
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau
pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk
karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal,
sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan
40
endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua
yaitu:
Endapan primer
Endapan plaser.
Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara
dan juga digunakan sebagai perhiasan, dan elektronik.
Penggunaan emas dalam bidang moneter dan keuangan
berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap
berbagai mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di
bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan dalam mata uang
dolar Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam bidang moneter
lazimnya berupa bulion atau batangan emas dalam berbagai
satuan berat gram sampai kilogram.
d. Metode Penambangan Emas
b.1 Metode Panning
Gold panning atau pendulangan emas, merupakan metode
penambangan emas yang sebagian besar dilakukan oleh para
penambang emas, dimana tempat penambangan ini biasanya
bekas dari penambangan besar. Dengan menggunakan sebuah
alat pendulang emas ( wajan ), di guncangkan kedalam air sungai,
dan emas tersebut bercampur dengan pasir serta kerikil. Emas
41
yang memiliki berat jenis lebih besar daripada batu dan krikil,
secara otomatis jatuh kebagian dasar wajan.
Emas yang terdapat pada sungai, biasanya tersembunyi pada
dasar aliran, dimana padatan emas memungkinkan untuk
berkonsentrasi. Jenis emas yang ditemukan di dasar sungai disebut
sebagai endapan plaser.
b.2 Metode Sluicing
Metode ini menggunakan kotak pintu air yang dipergunakan
untuk mengekstrak emas. Saluran pintu air ini merupakan buatan
manusia dengan jeram pada bagian bawahnya. Jeram tersebut
dirancang sebagai zona mati, untuk memungkinkan emas putus
suspensi. Pada bagian bawah terdapat sebuah kotak, yang
berfungsi mengalirkan air. Materi gold bearing ditempatkan di atas
di bagian atas kotak. Materi yang dibawa oleh arus kotak dimana
emas dan bahan padat mengendap di balik jeram. Bahan padat
yang mengalir keluar, disebut sebagai Tailing.
Sebagai limbah sisa batuan-batuan dalam tanah, tailing pasti
memiliki kandungan logam lain ketika dibuang. Tailing hasil
penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak
aktif). Mineral itu antara lain: kuarsa, klasit dan berbagai jenis
aluminosilikat. Walau demikian,tidak berarti tailing yang dibuang
tidak berbahaya. Sebab, tailing hasil penambangan emas
mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun
42
seperti; Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (pb), Merkuri (Hg)
Sianida (Cn) dan lainnya. Logam-logam yang berada dalam tailing
sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3). Pada awalnya logam itu tidak
berbahaya jika terpendam dalam perut bumi. Tapi ketika ada
kegiatan tambang, logam-logam itu ikut terangkat bersama batu-
batuan yang digali, termasuk batuan yang digerus dalam
processing plant. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman
ketika terurai dialam bersama tailing yang dibuang.
b.3 Metode Hard Rock
Metode hard rock ini dilakukan jika emas yang terkandung
bukan terdapat didalam sedimen longgar. Hard rock pertambangan,
merupakan penghasil emas sebagian besar di dunia. Tambang
emas lainnya menggunakan penambangan emas bawah tanah,
dimana bijih diekstraksi melaui terowongan atau lubang.
Pada kedalaman tersebut, pada umumnya, panas yang
dikeluarkan tidak dapat tertahankan oleh Manusia, dan beberapa
bentuk pengkondisian udara harus disediakan untuk menjaga suhu
dibawah tingkat tertentu untuk keselamatan pekerja.
43
2. Pemanfaatan Sianida Dalam Pengolahan Emas
Penggunaan sianida dalam proses penambangan logam seperti
emas dan perak, menyebabkan risiko lingkungan yang parah.
Penggunaan sianida dalam tambang emas telah menyebabkan bencana
lingkungan di banyak negara di seluruh dunia seperti Amerika Serikat,
Kanada, Cina, Guyana, Bolivia, Zimbabwe, Filipina dan Ghana. Baru-baru
ini, Kelompok masyarakat dan LSM di Eropa dan Amerika Serikat
mengeluarkan laporan yang terkena bahaya senyawa sianida yang tidak
diatur rilis dari tambang di seluruh dunia.
Sianida mematikan untuk manusia lingkungan serta. Risiko utama
yang terkait dengan penggunaan sianida dalam proses penambangan
adalah paparan pekerja untuk terkonsentrasi gas hidrogen sianida, bocor
sianida ke lingkungan sekitarnya dan eksposur masyarakat untuk akibat
sianida untuk rilis disengaja. Selama proses Pertambangan, pelepasan
sianida bersama dengan bahan kimia beracun lainnya seperti arsenik,
kadmium timah, dan merkuri, menyebabkan efek-efek berbahaya dan
kerusakan permanen pada beberapa spesies hewan, tumbuhan dan
manusia. Hal ini juga dapat mengakibatkan deforestasi, erosi tanah, tanah
longsor, dan kontaminasi air bawah tanah.
Pelepasan arsenik dan bahan kimia beracun lainnya selama proses
pelindian sianida sangat berbahaya. Sianida-resapan limbah dari proses
penambangan memiliki potensi untuk dampak negatif limbah kota dan
44
prosedur pengolahan air. Hal ini juga berpotensi meningkatkan asupan zat
beracun manusia beberapa. Semua badan air yang mengandung sianida
terbentuk selama operasi penggilingan pertambangan emas berbahaya
bagi hewan liar dan unggas air seperti burung migran dan kelelawar, jika
tidak dikelola dengan baik. Bahkan disengaja bocor solusi sianida ke
sungai dan sungai akan membunuh ikan dan lainnya hewan air besar-
besaran. Terutama, ikan air tawar adalah organisme akuatik yang paling
sianida-sensitif.
Penggunaan sianida di pertambangan menyebabkan resiko tidak
masuk akal bagi kesehatan orang, satwa liar, dan ikan. Sebagai bahaya
sianida dalam proses penambangan sangat banyak jelas, itu adalah
tanggung jawab Pemerintah dan perusahaan pertambangan untuk
mengambil langkah-langkah penting. Kode Internasional Manajemen
Sianida memberikan arah dan pedoman tentang bagaimana mengelola
sianida untuk memastikan perlindungan pekerja, lingkungan dan
masyarakat yang berdekatan dengan kegiatan pertambangan. Limbah
tambang harus diatur dengan cara yang sama seperti kimia lainnya atau
limbah industri. Masyarakat membutuhkan kesadaran yang cukup tentang
bahaya pertambangan. Pemerintah harus melarang proyek-proyek
pertambangan yang mengakibatkan bahaya lingkungan dalam rangka
mencegah bencana ekologis. Warga juga harus menentang proyek
pertambangan tersebut. Banyak organisasi di negara-negara seperti
45
Amerika Serikat, Kanada dan Turki sudah mulai asosiasi untuk melarang
pencucian sianida di pertambangan.
Cara kerja pengolahan emas menggunakan sianida (CN) :
13.Bahan berupa batuan dihaluskan menggunakan aat grinding
sehingga menjadi tepung (mesh + 200)
14.Bahan dimasukkan ke dalam tangki bahan, kemudian tambahkan
H2O (2/3 dari bahan).
15.Tambahkan tohor atau kapur hingga pH mencapai 10,2 – 10,5 dan
kemudian tambahkan nitrat (PbNO3) 0,05%.
16.Tambahkan sianida 0,3% sambil diaduk hingga (t=48/72H) sambil
menjaga pH larutan ( 10- 11) dengan t ( T = 85°).
17.Kemudian saring, lalu filtrat di tambahkan karbon (4/1 bagian) dan
di aduk hingga (t= 48h), kemudian di saring. Karbon dikeringkan
lalu di bakar, hingga menjadi Bullion atau gunakan. (metode 1)
18.Metode Merill Crow (dengan penambahan Zink Anode / Zink Dass),
saring lalu dimurnikan / dibakar hingga menjadi Bullion. (metode 2)
19.Karbon di hilangkan dari kandungan lain dengan Asam (3 / 5 %),
selama (t =30/45m), kemudian di bilas dengan H2O selama (t = 2j)
pada (T = 80 – 90 derajat).
20.Lakukan proses Pretreatment dengan menggunakan larutan Sianid
3 % dan Soda (NaOH) 3 % selama (t =15 – 20m) pada (T = 90 –
100o).
46
21.Lakukan proses Recycle Elution dengan menggunakan larutan
Sianid 3 % dan Soda 3 % selama (t = 2.5 j) pada (T = 110 – 120
derajat).
22.Lakukan proses Water Elution dengan menggunakan larutan H2O
pada (T = 110 – 120°) selama (t = 1.45j).
23.Lakukan proses Cooling.
24. Saring kemudian lakukan proses elektrowining dengan (V = 3) dan
(A = 50) selama (t = 3.5j). (metode 3)
H. Analisis Risiko Kesehatan
Public Health Assessment (PHA) diperkenalkan tahun 2005 oleh
Agency For Toxyc Substances and Drug Registry (ATSDR), US
Department of Health and Human and Services, dalam publikasi yang
berjudul ATSDR Public Health Assessment Guidance Manual (ATSDR,
2005). Menurut ASTDR, PHA didefinisikan sebagai berikut :
‘The evaluation of data and information on the release of hazardous
substances into the environment in order to asses any (past),
current, or future impact on public health, develop health advisories
and other recommendation, and identify studies or actions needed
to evaluate and mittigate or prevent human health effects’.
(Evaluasi data dan informasi mengenai pelepasan bahan-bahan
berbahaya ke lingkungan untuk menilai setiap dampak (pada masa
lalu), kini, atau yang akan datang terhadap kesehatan masyarakat,
47
mengembangkan anjuran-anjuran kesehatan dan rekomendasi-
rekomendasi lain, mengidentifikasi kajian-kajian atau tindakan-
tindakan yang dibutuhkan untuk mengevaluasi dan meniadakan
atau mencegah efek-efek tehadap kesehatan manusia).
Selama ini terdapat dua model kajian dampak lingkungan terhadap
kesehatan yang biasanya dilakukan secara independen, yaitu studi
Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dan Analisis Resiko
Kesehatan Lingkungan (ARKL). Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
umumnya dilakukan atas dasar kejadian penyakit (disease oriented) atau
kondisi lingkungan yang spesifik (agent oriented) yang dinyatakan oleh
WHO pada tahun 1983 (WHO, 1983), sedangkan Analisis Risiko
Kesehatan Lingkungan bersifat agent specific dan site specific. Analisis
risiko kesehatan lingkungan adalah proses perhitungan atau perkiraan
risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau (sub)populasi, termasuk
identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian yang menyertainya, setelah
terpajan oleh agent tertentu, dengan memerhatikan karakterisktik yang
melekat pada agent itu dan karakterisktik system sasaran yang spesifik.
Risiko itu sendiri didefinisikan sebagai kebolehjadian (probabilitas)
efek merugikan pada suatu organisme, sistem atau (sub) populasi yang
disebabkan oleh pamajanan suatu agent dalam keadaan tertentu ada juga
ahli lain yang berpendapat bahwa risiko adalah sebuah probabilitas suatu
peristiwa berbahaya atau bencana, kesempatan sesuatu yang buruk akan
terjadi. Metode, teknik dan prosedur analisis risiko kesehatan lingkungan
48
saat ini dikembangkan dari Risk Analysis Paradigm yang terbagan pada
Gambar 3.
Dalam Public Health Assessment kedua studi tersebut dapat
digabungkan dengan tidak menghilangkan cirinya masing-masing. Analisis
risiko kesehatan lingkungan mampu meramalkan besaran tingkat risiko
secara kuantitatif sedangkan epidemiologi kesehatan lingkungan dapat
membuktikan apakah prediksi itu sudah terbukti atau belum. Public Health
Assessment tidak saja memberikan estimasi numerik risiko kesehatan
melaInkan juga persfektif kesehatan masyarakat dengan memadukan
analisis mengenai kondisi-kondisi pemajanan setempat, data efek-efek
kesehatan dan kepedulian masyarakat.
Gambar 3 Paradigma Analisis Risiko (NRC, 1983)
PENELITIAN ANALISIS RISIKO MANAJEMEN RISIKO
Pemeriksaan :
LaboratoriumLapangan
KlinikEpidemiologi
Mekanisme toksisitas :
pengembanganmetode dan validasi
spesies dan dosisextrapolasi
Pengukuran danobservasi lapangan
Nasib bahanpencemar di
lingkungan dantransport model
Identifikasi bahaya :
agen kimia, fisika,biologi yangberbahaya
Analsisidosis-respons :
Bagaimana dosistersebut
menimbulkan efek
Analisis pemajanan :
Siapa yang terpaparatau akan terpapardengan apa, kapan,dimana, dan untuk
berapa lama
Karakterisasi risiko :
Efek apa yangmungkin akan terjadipada populasi yang
terpapar
Pengembanganperaturan
perundang-undangan
Pertimbanganekonomi, sosial,politik dan teknis
Tujuan,Pembambilankeputusan dan
Tindakan
49
3. Prinsip Dasar ARKL
Gambar.4 Ilustrasi logika pengambilan keputusan untuk menetukan tipestudi yang dapat dilakukan dalam mempelajari efek lingkunganterhadap kesehatan manusia (Rahman, 2007)
ARKL berjalan dengan proses yang dibagankan dalam alur
pengambilan keputusan seperti pada Gambar 4.
Decesion logic ini menetukan komponen studi mana yang dapat
dilakukan berdasarkan data dan informasi awal yang tersedia. Decesion
logic ini dijelaskan dalam Guidance for ASTDR Health Studies (ATSDR,
1996).
Secara garis besarnya analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL)
menurut National Research Council (NRC) terdiri dari empat tahap kajian,
yaitu : Identifikasi bahaya, Analisis pemajanan,Analisis dosis-respon, dan
Karakterisasi risiko.
Kategori 1a :Dosis-respon riskagent telah tersedia
Kategori 1b :Dosis-respon riskagent belumtersedia
ARKL
EKL
Penyelidikan efek biologiskesehatan yang masuk akal
Penyelidikan pajanan (sumberyang lalu dan sekarang, produksidan pelepasan)
Kategori 2 :Pajanan manusia padatingkat yang harusdipedulikan belumcukup terdokumentasi
Kategori 1 :Pajanan manusia padatingkat yang harusdipedulikanterdokumentasi
Tipe, media, konsentrasi
risk agents (polutan)
Jalur pajanan
Populasi berisiko
50
Langkah – langkah ini tidak harus dilakukan secara berurutan,
kecuali karakterisasi risiko sebagai tahap terakhir. Karakterisasi risiko
kesehatan pada populasi berisiko dinyatakan secara kuantitatif dengan
menggabungkan analisis dosis-respon dengan analisis pemajanan. Nilai
numerik estimasi risiko kesehatan kemudian digunakan untuk
merumuskan pilihan-pilihan manajemen risiko untuk mengendalikan risiko
tersebut. Selanjutnya opsi-opsi manajemen risiko itu dikomunikasikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar risiko potensial dapat
diketahui, diminimalkan atau dicegah (NRC, 1983).
4. Metode, Tekhnik, dan Prosedur ARKL
Kajian ARKL dimulai dengan memeriksa secara cermat apakah
data dan informasi berikut sudah tersedia (ATSDR, 2005) :
h. Jenis spesi kimia risk agent.
i. Dosis referensi untuk setiap jenis spesi kimia risk agent.
j. Media lingkungan tempat risk agent berada (udara, air, tanah,
pangan).
k. Konsentrasi risk agent dalam media lingkungan yang bersangkutan.
l. Jalur-jalur pemajanan risk agent (sesuai dengan media
lingkungannya).
m. Populasi dan sub-sub populasi yang berisiko.
n. Gangguan kesehatan (gejala-gejala penyakit atau penyakit-penyakit)
yang berindikasikan sebagai efek pajanan risk agent yang merugikan
kesehatan pada semua segmen populasi berisiko.
51
Jika sekurang-kurangnya data dan informasi 1 s/d 4 sudah tersedia,
ARKL sudah bisa dikerjakan. Ada dua kemungkinan kajian ARKL yang
dapat dilakukan, yaitu (NRC, 1983) :
c. Evaluasi di atas meja (Desktop Evaluation), selanjutnya disebut ARKL
Meja. Analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) meja dilakukan
untuk menghitung estimasi risiko dengan segera tanpa harus
mengumpulkan data dan informasi baru dari lapangan.Evaluasi di atas
meja hanya membutuhkan konsentrasi risk agent dalam media
lingkungan bermasalah, dosis referensi risk agent dan nilai default
faktor-faktor antropometri pemajanan untuk menghitung asupan
menurut Persamaan (1).
d. Kajian lapangan (Field Study), selanjutnya disebut ARKL Lengkap.
ARKL Lengkap pada dasarnya sama dengan evaluasi di atas meja
namun didasarkan pada data lingkungan dan faktor-faktor pemajanan
antropometri sebenarnya yang didapat dari lapangan, bukan dengan
asumsi atau simulasi. Kajian ini membutuhkan data dan informasi
tentang jalur pemajanan dan populasi berisiko.
Berikut adalah langkah-langkah ARKL, baik ARKL Meja maupun
ARKL Lengkap.
f. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya atau hazard identification adalah tahap awal
analisis risiko kesehatan lingkungan untuk mengenali risiko. Informasinya
bisa ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk agent memakai agent
52
oriented (WHO, 1983). Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan
mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan toksisitas risk
agent di masyarakat yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya,
baik di wilayah kajian atau tempat-tempat lain. Penelusuran seperti ini
dikenal sebagai pendekatan disease oriented (WHO, 1983).
Data identifikasi bahaya risk agentdari berbagai sumber
pencemaran dapat dirangkum dalam suatu tabel. Bila data awal tidak
tersedia, harus dilakukan pengukuran pendahuluan dengan sedikitnya 2
sampel yang mewakili konsentrasi risk agent paling tinggi dan paling
rendah. Selanjutnya dihitung Risk Quotient (RQ) untuk asupan konsentrasi
risk agent. Bila ternyata RQ> 1 berarti ada risiko potensial dan perlu untuk
dikendalikan. Sedangkan bila RQ≤ 1 untuk sementara pencemaran
dinyatakan masih aman dan belum perlu dikendalikan (Rahman, 2007).
g. Analisis Pemajanan
Analisis pemajanan atau exposure assessment yang disebut juga
penilaian kontak, bertujuan untuk mengenali jalur-jalur pajanan risk agent
agar jumlah asupan yang diterima individu dalam populasi berisiko bisa
dihitung. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menghitung asupan
adalah semua variabel yang terdapatdalam Persamaan (1) (ATSDR,
2005).
=× × × ×
×
Keterangan :
I : Asupan (intake), mg/kg/hari
(1)
53
C : konsentrasi risk agent, mg/M3untuk medium udara, mg/L untuk
air minum, mg/kg untuk makanan atau pangan
R : laju asupan atau konsumsi, M3/jam untuk inhalasi, L/hari untuk
air minum, g/hari untuk makanan
tE : waktu pajanan
fE : frekwensi pajanan
Dt : durasi pajanan, tahun (real time atau proyeksi, 30 tahun untuk
nilai default residensial)
Wb : Berat badan, kg
tavg : Periode waktu rata-rata (30 x 365 hari/tahun untuk zat
nonkarsinogen, 70 tahun x 365 hari/tahun untuk zat
karsinogen)
Waktu pajanan (tE) harus digali dengan cara menanyakan berapa
lama kebiasaan responden sehari-hari berada di luar rumah seperti ke
pasar, mengantar dan menjemput anak sekolah dalam hitungan jam.
Demikian juga untuk frekuensi pajanan (fE), kebiasaan apa yang dilakukan
setiap tahun meninggalkan tempat mukim seperti pulang kampung,
mengajak anak berlibur ke rumah orang tua, rekreasi dan sebagainya
dalam hitungan hari. Untuk durasi pajanan (Dt), harus diketahui berapa
lama sesungguhnya (real time) responden berada di tempat mukim
sampai saat survey dilakukan dalam hitungan tahun. Selain durasi
pajanan lifetime, durasi pajanan real time penting untuk dikonfirmasi
54
dengan studi epidemiologi kesehatan lingkungan (EKL) apakah estimasi
risiko kesehatan sudah terindikasikan (ATSDR, 2005).
Konsentrasi risk agent dalam media lingkungan diperlakukan
menurut karakteristik statistiknya. Jika distribusi konsentrasi risk agent
normal, bisa digunakan nilai arithmetik meannya. Jika distribusinya tidak
normal, harus digunakan log normal atau mediannya. Normal tidaknya
distribusi konsentrasi risk agent bisa ditentukan dengan menghitung
coefficience of variance(CoV), yaitu SD dibagi mean. Jika CoV ≤ 20%
distribusi dianggap normal dan karena itu dapat digunakan nilai mean
(NRC, 1983).
Sebelum nilai default nasional tersedia berdasarkan hasil survey
maka tE, fE dan Wbdapat dipakai sebagai nilai numerik faktor antropometri
pemajanan(Rahman, 2007). Nilai numerik lainnya diambil dari Exposure
Factors Handbook(US-EPA, 1997). Nilai numerik beberapa variabel
Persamaan (1) ini mungkin belum mencukupi karena ada beberapa kasus
dengan tata guna lahan (land use) lain belum tercantum (NRC, 1983).
h. Analisis Dosis-Respon
Analisis dosis-respon, disebut juga dose-response assessment
atau toxicity assessment, menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas risk
agent untuk setiap bentuk spesi kimianya. Toksisitas dinyatakan sebagai
dosis referensi (reference dose, RfD) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan
Cancer Slope Factor (CSF) atau Cancer Unit Risk (CCR) untuk efek-efek
karsinogenik. Analisis dosis-respon merupakan tahap yang paling
55
menentukan karena ARKL hanya bisa dilakukan untuk risk agent yang
sudah ada dosis-responnya (US-EPA, 1997).
Menurut IPCS, Reference dose adalah toksisitas kuantitatif
nonkarsinogenik, menyatakan estimasi dosis pajanan harian yang
diprakirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun
pajanan berlanjut sepanjang hayat (Rahman, 2007). Dosis referensi
dibedakan untuk pajanan oral atau tertelan (ingesi, untuk makanan dan
minuman) yang disebut RfD (saja) dan untuk pajanan inhalasi (udara)
yang disebut reference concentration (RfC). Dalam analisis dosis-respon,
dosis dinyatakan sebagai risk agent yang terhirup (inhaled), tertelan
(ingested) atau terserap melalui kulit (absorbed) per kg berat badan per
hari (mg/kg/hari) (US-EPA, 1997).
Dosis yang digunakan untuk menetapkan RfD adalah yang
menyebabkan efek paling rendah yang disebut NOAEL (No Observed
Adverse Effect Level) atau LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect
Level). NOAEL adalah dosis tertinggi suatu zat pada studi toksisitas kronik
atau subkronik yang secara statistik atau biologis tidak menunjukkan efek
merugikan pada hewan uji atau pada manusia sedangkan LOAEL berarti
dosis terendah yang (masih) menimbulkan efek. Secara numerik NOAEL
selalu lebih rendah daripada LOAEL. RfD atau RfC diturunkan dari
NOAEL atau LOAEL menurut persamaan berikut ini (ATSDR, 2005) :
(2)RfD atau RfC =
NOAEL atau LOAEL
UF1x UF2x UF3x UF4xMF
56
UF adalah uncertainty factor (faktor ketidakpastian) dengan nilai
UF1 = 10 untuk variasi sensitivitas dalam populasi manusia (10H, human),
UF2 = 10 untuk ekstrapolasi dari hewan ke manusia (10A, animal), UF3 =
10 jika NOAEL diturunkan dari uji subkronik, bukan kronik, UF4 = 10 bila
menggunakan LOAEL bukan NOAEL. MF adalah modifying factor bernilai
1 s/d 10 untuk mengakomodasi kekurangan atau kelemahan studi yang
tidak tertampung UF. Penentuan nilai UF dan MF tidak lepas dari
subyektivitas. Untuk menghindari subyektivitas, tahun 2004 telah diajukan
model dosis-respon baru dengan memecah UF menjadi ADUF (= 100,4
atau 2,5), AKUF (= 100,6 atau 4,0), HDUF (=100,5 atau 3,2) dan HKUF
(=100,5 atau 3,2)8(ATSDR, 2005).
Menentukan dosis-respon suatu risk agent sangat sulit,
membutuhkan data dan informasi studi toksisitas yang asli dan lengkap,
ahli-ahli kimia, toksikologi, farmakologi, biologi, epidemiologi dan spesialis-
spesialis lain yang berhubungan dengan toksisitas dan farmakologi zat.
Namun, saat ini RfD, RfC, SF dan UCR zat-zat kimia dalam berbagai
spesi, termasuk fomulanya, telah ada pada data Integrated Risk
Information System (IRIS) dari US-EPA yang tersedia di
http://www.epa.gov/iris dan pangkalan data TOXNET di http://www.nlm/.
Ada ratusan spesi kimia zat yang telah dimasukkan ke dalam daftar IRIS
dan sudah ditabulasi sehingga bisa langsung digunakan. Contoh toxycity
summary beberapa zat bisa dilihat pada tabel berikut (Rahman, 2007).
i. Karakteristik Risiko
57
Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai Risk
Quotient(RQ, tingkat risiko) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan Excess
Cancer Risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik .RQ dihitung dengan
membagi asupan nonkarsinogenik (Ink) risk agent dengan RfDatau
RfC-nya menurut persamaan (3) (ATSDR, 2005).
(3)
Baik Ink maupun RfD atau RfC harus spesifik untuk bentuk spesi
kimia risk agent dan jalur pajanannya. Risiko kesehatan dinyatakan ada
dan perlu dikendalikan jika RQ> 1. Jika RQ ≤ 1, risiko tidak perlu
dikendalikan tetapi perlu dipertahankan agar nilai numerik RQ tidak
melebihi 1(Rahman, 2007).
ECR dihitung dengan mengalikan CSF dengan asupan
karsinogenik risk agent (Ink) menurut Persamaan (4). Harap diperhatikan,
asupan karsinogenik dan nonkarsinogenik tidak sama karena perbedaan
bobot waktu rata-ratanya (tavg) seperti dijelaskan dalam keterangan rumus
asupan Persamaan (1) (ATSDR, 2005).
ECR = CSF× Ink (4)
Baik CSF maupun Ink harus spesifik untuk bentuk spesi kimia risk
agent dan jalur pajanannya. Karena secara teoritis karsinogenisitas tidak
mempunyai ambang non threshold, maka risiko dinyatakan tidak bisa
diterima (unacceptable) bila E-6<ECR<E-4. Kisaran angka E-6 s/d E-4
dipungut dari nilai default karsinogenistas US-EPA. (US-EPA, 1997).
j. Manajemen Risiko
RfCatauRfD
InkRQ
58
Berdasarkan karakterisasi risiko, dapat dirumuskan pilihan-pilihan
manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dan ECR dengan
memanipulasi (mengubah) nilai faktor-faktor pemajanan yang tercakup
dalam Persamaan (1) sedemikian rupa sehingga asupan lebih kecil atau
sama dengan dosis referensi toksisitasnya. Pada dasarnya hanya ada dua
cara untuk menyamakan Ink dengan RfD atau RfC atau mengubah
Inksedemikian rupa sehingga ECR tidak melebihi E-4, yaitu menurunkan
konsentrasi risk agent atau mengurangi waktu kontak. Ini berarti hanya
variabel-variabel Persamaan (1) tertentu saja yang bisa diubah-ubah
nilainya. (Rahman, 2007). Berikut, penjelasan cara-cara manajemen risiko
secara lengkap.
1) Menurunkan konsentrasi risk agent bila pola dan waktu konsumsi
tidak dapat di ubah. Cara ini menggunakan prinsip Ink = RfD, maka
persamaan yang digunakan adalah :
(5)
2) Mengurangi pola (laju) konsumsi bila konsentrasi risk agent dan
waktu konsumsi tidak dapat diubah. Persamaan yang digunakan
dalam manajemen risiko cara ini adalah :
(6)
3) Mengurangi waktu kontak bila konsentrasi risk agent dan pola
konsumsi tidak dapat di ubah. Cara ini sering juga digunakan
dalam strategi studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan.
Persamaan yang digunakan disini adalah :
mg/LtE
avgB
DfR
tWRfDC
L/haritEAs
avgB
DfC
tWRfDR
59
(7)tahun
E
avgB
tfRC
tWRfDD
60
Tabel 3 Beberapa Penelitian Terkait Pajanan Sianida (CN)
No Peneliti dan
Desain
Subyek Tujuan Hasil
1. Bobby J. Polii,2009Observasional
DAS BuyatMinahasa
Mengetahuikadar Hg danCN pada DASBuyat Minahasa
4. Kadar Hg =0,0032mg/l –0,00049 mg/l
5. Kadar CN =0,088 mg/l –0,144 mg/l(telah melebihistandar bakumutu PP no.20tahun 1990 <0,5 mg/l)
6. Konsentrasitertinggi CNterdapat padahati dan perutikan 2,77 mg/l
2. Fauzia Syarif,2009Eksperimen
TanamanMikaniaCordota,ControsemaPubsences,LeersiaNexandraSwarta
Mengetahuiakumulasi CNpada tanamanMikaniaCordota,ControsemaPubsences,LeersiaNexandraSwarta yangtumbuh didaerah yangterkontaminasilimbah CN
4. KandunganCN di tajuktertinggi yaitu0,085 mg padaMikaniaCordota dan ditajuk LeersiaNexandra0,144mgkeduanya padakonsentrasi2,5ppm CN
5. Controsema Pubsences,MikaniaCordota,LeeersiaNexandraSwarta masihmampu tumbuhdengan baik dimedia tailingCN sampaipada kadar
61
75ppm CN.6. Rasio
kandungan CNtajuk yangmelebihi saudihasilkanMikaniaCordota padasemuaperlakuan CN,dengan nilaitertinggi 11.783padakonsentrasi7,5ppm.
62
Bab IV
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran umum lokasi penelitian
Kelurahan Poboya merupakan salah satu kelurahan yang terletak
di Kecamatan Mantikulore Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah yang
berada di bagian timur dari wilayah kecamatan tersebut. Kelurahan ini
terletak sekitar ± 7 km dari pusat kecamatan, dengan luas wilayah 41km2.
Secara administrasi kelurahan Poboya ini berbatasan
langsung dengan wilayah – wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kelurahan Tondo
Sebelah Selatan : Kelurahan Kawatuna
Sebelah Barat : Kelurahan Lasoani
Sebelah Timur : Kab. Parigi Moutong
Luas wilayah Kelurahan Poboya 41 km2 (kilometer persegi) dengan
jumlah penduduk sebanyak 3.513 jiwa (2011) sebelum pemekaran.
Jumlah penduduk saat ini (Tahun 2013) disebanyak 2.341 jiwa (Laki-laki :
1.249 jiwa dan perempuan : 1.092 jiwa). Penduduk Kelurahan Poboya
terdistribusi di empat RW, tiap RW terdiri dari dua RT yaitu RT 1 dan RT 2,
sehingga jumlah RT keseluruhan sebanyak delapan RT
63
Wilayah Poboya dari segi topografi merupakan dataran tinggi, suhu
udara rata-rata 30 -32 ºC dan curah hujan 150 mm/tahun dengan
ketinggian dari permukaan laut ± 200 m dpl. Lalu keadaan tanah dilihat
dari jenis tumbuhan yang tumbuh memiliki tingkat kesuburan tanah yang
baik.
Berdasarkan topografi wilayahnya Kelurahan Poboya dapat
diklasifikasikan kedalam tiga zona ketinggian yaitu :
1. Dataran rendah dengan ketinggian 0-200 m di atas
permukaan laut yang memanjang dari arah Barat ke
Timur,
2. Perbukitan dengan ketinggian antara 200-250 m di atas
permukaan laut yang memanjang dari Barat ke Timur,
3. Pegunungan dengan ketinggian 250 m sampai 700 m di
atas permukaan laut,
Wilayah dengan tingkat kemiringan tanah yaitu 0-20% hingga 20-30
% dengan luas ± 4038,10 Ha (30,12%), sedangkan ketinggian diatas 700
m dari permukaan laut yang paling luas dengan luas ± 997,98Ha
(70,12%).
Penambangan dan pengolahan emas di wilayah Kelurahan Poboya
telah berlangsung ± 5 tahun yaitu sejak tahun 2009 hingga sekarang.
Lokasi tambang terbagi dua lokasi yaitu lokasi pengolahan emas (tumbuk,
tromol dan tong) dan lokasi pengambilan batu ref (batu yang terdapat urat
kuarsa) dan coral (pecahan batuan dan pasir)
64
Lokasi pengambilan material batuan yang memiliki urat kuarsa
berada pada ketinggian 700 meter diatas permukaan laut, kemudian
diangkut menuju lokasi pengolahan emas masing-masing (peralatan dan
proses pengolahan seperti tumbuk-tumbuk, tromol, dan tong berada di
bawah lokasi pengambilan material).
Lokasi pengambilan material (batu ref dan coral) terbagi menjadi
dua lokasi yaitu Lokasi A dan B, dimana lokasi A merupakan bagian dari
wilayah RT 2 RW IV (lokasi lama), sedangkan lokasi B berada di wilayah
RT 1 RW I (lokasi baru).
Masyarakat Kelurahan Poboya sebagian besar bermukim di antara
ke dua lokasi pengolahan emas tersebut, dimana letak pemukiman berada
di bawah kedua lokasi pengolahan emas tersebut, meskipun sebagian
kepala keluarga bermukim dan beraktifitas di kedua lokasi tersebut.
Proses pengolahan emas di Kelurahan Poboya umumnya sama
dengan pengolahan emas pada daerah lain di Indonesia khususnya pada
penambangan emas tanpa izin (PETI) ataupun skala kecil, termasuk
peralatan yang digunakan untuk memperoleh emas murni.Lokasi
pengolahan emas di Kelurahan Poboya berada di 2 lokasi yaitu RT 1/RW
1 dan RT 2/RW 1 dengan topografi perbukitan (ketinggian 200 hingga 250
meter dpl).
Wilayah Kelurahan Poboya dibagi dua oleh Sungai Pondo, dimana
sebagian kecil masyarakat masih memanfaatkannya sebagai sumber air
minum selain dari mata air dan sumur bor (sumur suntik).
65
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data penduduk
sebagai sampel subjek atau responden dan mengambil sampel urine
sebagai sampel objek dan sampel air minum sebagai sampel lingkungan.
Sampel lingkungan diambil di delapan titik. Sedangkan untuk sampel urine
di ambil sebanyak 100 responden.
2. Gambaran Hasil Penelitian
a. Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2013, dengan
jumlah sampel sebanyak 100 orang yang terdistribusi secara proporsional
di 4 RW dan 8 RT. Karakteristik responden di wilayah Kelurahan Poboya
disajikan pada tabel 10. Pengelompokan umur menurut Depkes (2009)
yaitu masa balita (0 – 5 tahun), masa kanak-kanak (6 – 11 tahun), masa
remaja awal (12 - 16 tahun), masa remaja akhir (17 – 25 tahun), masa
dewasa awal (26 – 35 tahun), masa dewasa akhir (36 – 45 tahun), masa
lansia awal (46 – 55 tahun), masa lansia akhir (56 – 65 tahun), masa
manula (diatas 65 tahun).
Tabel 4 Karakteristik Responden di Kel. Poboya Kec.
Mantikulore,Palu Tahun 2013.
No Karakteristik n (100) %
1 Kelompok umur (tahun)
a. 17 – 25 7 7,0
b. 26 – 35 25 25,0
c. 36 – 45 31 31,0
d. 46 – 55 26 26,0
66
e. 56 – 65 9 9,0
f. ≥ 65 2 2,0
2 Jenis Kelamin
a. Laki-laki 65 65
b. Perempuan 35 35
3 Jenis Pekerjaan
a. PNS 8 8
b. Swasta 5 5
c. Wiraswasta 2 2
d. Pedagang 11 11
e. Petani 11 11
f. Pendulang emas/penambang 35 35
g. Tukang emas 4 4
h. Peternakan 6 6
i. Lain-lain 8 8
j. IRT 10 10
4 Pendidikan Responden
a. TTS 8 8
b. SD 24 24
c. SMP 29 29
d. SMA 31 31
e. PT 8 8
5. Lama tinggal (tahun)
a. 2 – 14 23 23,0
b. 15 – 27 7 7,0
c. 28 – 40 31 31,0
d. 41 – 53 29 29,0
e. 54 – 66 8 8,0
f. 67 – 79 2 2,0
Sumber : data primer 2013
67
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat dilihat responden berdasarkan
kelompok umur sebanyak 100 orang dengan kelompok umur paling
tinggi yaitu umur 36 - 45 tahun sebanyak 31 orang, dan kelompok
umur terendah yaitu umur ≥ 65 tahun sebanyak 2 orang.
Jumlah responden laki-laki sebanyak 65 orang dan perempuan 35
orang. Jenis pekerjaan responden yang paling banyak adalah sebagai
pendulang emas/penambang. Dan pekerjaan yang paling rendah
jumlahnya adalah wiraswasta sebanyak 2 orang. Berdasarkan tingkat
pendidikan jumlah terbanyak pada jenjang SMA sebanyak 31
responden dan yang terendah dalah tidak tamat sekolah/ tidak sekolah
dan perguruan tinggi sebanyak 8 orang.
Syarat waktu tinggal minimal responden dalam penelitian ini adalah
1 tahun. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lama tinggal yang
tertinggi adalah 28 – 40 tahun dengan jumlah responden 31 orang dan
yang paling rendah adalah lama tinggal 67 - 79 tahun sebanyak 2
orang.
b. Konsentrasi Sianida (CN) dalam air minum
Lokasi mata air yang digunakan masyarakat sebagai sumber air
minum di Kelurahan Poboya berada di pinggir jalan raya yang
merupakan akses menuju lokasi tambang, tepatnya di kumpulan
tanaman sagu dan terjangkau oleh masyarakat dan berada di dua
lokasi, mata air sagu 1 dan mata air sagu 2. Air dari mata air tersebut
didistribusikan menggunakan jaringan perpipaan yang sebelumnya
68
melalui bak penampungan (umum dan pribadi). Bak penampungan
tersebut dibangun oleh swadaya masyarakat, Perusahaan (CSR dari
PT.Citra Palu Material) dan bantuan luar negeri (Program Health Care
dari Canada tahun 1990/1991).
Terdapat delapan (8) sumber air minum yang digunakan oleh
warga di kelurahan poboya, yaitu mata air sagu 1, mata air sagu 2,
sumur dap (bor) 6 meter, sumur bor (dap) 9 meter, air sungai, bak
penampungan 1, bak penampungan 2, dan bak penampungan 3.
Berikut ini adalah hasil pemeriksaan kadar Sianida (CN) dalam sumber
air minum masyarakat dan distribusi jumlah masyarakat yang
menggunakan sumber air minum.
Tabel 5 Hasil pemeriksaan kadar Sianida (CN) dalam Sumber Air
Minum Masyarakat di Kel. Poboya Kec. Mantikulore Palu
Tahun 2013
No Sumber Air Minum Kadar Sianida (CN)
mg/l
n
1 Mata air sagu 1 0,0010504 27
2 Mata air sagu 2 0,0009672 26
3 Sumur dap (bor) 6 meter 0,0010212 3
4 Sumur dap (bor) 9 meter 0,0009072 7
5 Air sungai 0,0010096 15
6 Bak penampungan 1 0,0009704 9
7 Bak penampungan 2 0,0009722 7
8 Bak penampungan 3 0,0007524 6
Sumber : data primer 2013
69
Tabel 5 diatas menunjukkan hasil pemeriksaan konsentrasi
sianida (CN) dalam sumber air minum dan jumlah responden yang
mengkonsumsinya. Berdasarkan Kep.Menkes no
492/Menkes/Per/IV/2010 konsentrasi maksimal sianida (CN) yang
diperbolehkan adalah 0,07mg/l. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
dari 8 sumber air minum masyarakat kadar sianida (CN) yang tertinggi
terdapat di mata air sagu 1dengan kadar sianida (CN) 0,0010504
dengan jumlah responden yang mengonsumsi sebanyak 27 orang dan
kadar sianida (CN) terendah terdapat di bak penampungan 3 dengan
kadar sianida (CN) 0,0007524 dengan jumlah responden yang
mengkosumsi sebanyak 6 orang.
c. Konsentrasi Sianida (CN) Dalam Urine Responden
Pengukuran konsentrasi sianida dalam tubuh manusia, dilakukan
dengan mengukur konsentrasi sianida (CN) dalam urine responden.
Pengukuran dilakukaan pada 100 orang responden dengan mengambil
urine pagi hari dan diperiksa di Laboratorium Kesehatan Makassar.
Tabel 6 memperlihatkan konsentrasi sianida (CN) dalam urine
responden.
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Konsentrasi Sianida (CN) Dalam Urine
di Kel. Poboya Kec. Mantikulore Tahun 2013
70
No
Konsentrasi Sianida
(CN) dalam Urine
(ppm)
Frekuensi Persen (%)
1 0,21 – 1,21 21 21,0
2 1,22 – 2,22 30 30,0
3 2,23 – 3,23 16 16,0
4 3,24 – 4,24 8 8,0
54,24 –
5,2512 12,0
65,26 –
6,2613 13,0
Total 100 100 %
Sumber : data primer 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat, bahwa dari 100 responden,
yang tertinggi yaitu konsentrasi sianida 1,22 – 2,22 ppm dengan jumlah
responden sebanyak 30 orang dan jumlah terendah yaitu konsentrasi
4,25 – 5,25 ppm. Konsentrasi sianida tertinggi berkisar antara 5,26 –
6,26 dengan jumlah responden 13 orang dan konsentrasi terendah
yaitu 0,21 – 1,21 dengan jumlah responden 21 orang. Konsentrasi
sianida (CN) dalam urine responden belum melebihi nilai ambang
batas, berdasarkan ATSDR,1997 kosentrasi normal sianida (CN) dalam
urine yaitu 0,85 – 14 ppm/hari.
d. Frekuensi Pajanan
Frekuensi pajanan merupakan jumlah hari dalam setahun
dimana responden tinggal atau berada dilokasi penelitian. Gambaran
71
frekuensi pajanan dalam penelitian ini yaitu jumlah hari dalam setahun
responden mengkonsumsi air minum yang diteliti. Tabel di bawah ini
menggambarkan frekuensi pajanan responden terhadap Sianida dalam
sumber air minum.
Tabel 7. Frekuensi Pajanan Sianida (CN) Responden Pada Air
Minum di Kel. Poboya Kec. Mantikulore Tahun 2013.
NoFrekuensi Paparan
(Hari/Tahun)Frekuensi Persen (%)
1 234 – 255 4 4,0
2 256 – 277 12 12,0
3 278 – 299 16 16,0
4 300 – 321 30 30,0
5 322 – 343 19 19,0
6 344 – 365 19 19,0
Total 100 100 %
Sumber : data primer, 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa frekuensi pajanan
sianida (CN) tertinggi adalah 300 – 321 hari/tahun sebanyak 30
responden. Sedangkan frekuensi pajanan terendah adalah 234 – 255
hari/tahun sebanyak 4 responden.
e. Durasi Pajanan
Durasi pajanan merupakan salah satu komponen utama dalam
menghitung intake yang diterima penduduk dari suatu komponen
72
pencemar. Dalam bahasa sederhananya, durasi pajanan diartikan
sebagai lama waktu tinggal responden dilokasi penelitian. Proses
pertambangan di Kel.Poboya ini beroperasi sejak tahun 2009. Syarat
waktu tinggal minimal responden dalam penelitian ini adalah 1 tahun.
Tabel di bawah ini menggambarkan distribusi responden berdasarkan
durasi pajanan.
Tabel 8. Durasi Pajanan Berdasarkan Konsumsi Air Minum di Kel.
Poboya Kec. Mantikulore Tahun 2013
No Durasi Paparan (Tahun) Frekuensi Persent (%)
1 2 3 3,0
2 3 4 4,0
3 4 4 4,0
4 5 89 89,0
Total 100 100 %
Sumber : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel di atas bahwa dari 100 responden, durasi
pajanan tertinggi yaitu 5 tahun sebanyak 89 responden. Dan durasi
pajanan terendah yaitu 2 tahun sebanyak 3 responden.
f. Berat Badan
Berat badan merupakan komponen yang ikut menentukan
besarnya intake yang diterima responden dari suatu paparan. Berat
badan responden hasil penelitian ini bervariasi antara 35kg sampai 88
kg. Rata-rata berat badan responden adalah 57,92 kg dengan nilai
73
median 57,50 kg. Tabel 11 menggambarkan tentang distribusi berat
badan responden.
Tabel 9. Distribusi Berat Badan Responden di Kel. Poboya Tahun
2013.
No Berat Badan (Kg) Frekuensi Persent (%)
1 35 – 43 8 8,0
2 44 – 52 21 21,0
3 53 – 61 36 36,0
4 62 – 70 23 23,0
5 71 – 79 10 10,0
6 80 – 88 2 2,0
Total 100 100 %
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat dari 100 responden,
kelompok berat badan tertinggi yaitu 53 – 61 kg sebanyak 36
responden. Dan kelompok berat badan terendah yaitu 80 – 88 kg
sebanyak 2 responden.
g. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis untuk menggambarkan
masing – masing variabel jenis data numerik. Adapun untuk kebutuhan
penelitian ini, maka analisis univariat yang dibutuhkan adalah nilai rata
– rata (mean), nilai tengah (median), 95% interval kepercayaan (CI),
dan uji normalitas. Untuk sampel yang besar (lebih dari 50)
74
menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnof sedangkan untuk
sampel yang sedikit (sama dengan atau kurang dari 50) menggunakan
uji Shapiro-Wilk. Bila uji Shapiro-wilkatau Kolmogorov-Smirnov
menunjukkan nilai p < 0,05 menandakan distribusi data tidak normal
maka menggunakan median sebagai nilai tengah, sedangkan bila nilai
p > 0,05 menandakan distribusi data normal maka menggunakan mean
sebagai nilai tengah (Riyanto, 2011).
Dalam penelitian ini variabel yang akan dianalisis adalah waktu
pajanan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan berat badan. Waktu
pajanan adalah jumlah jam dalam sehari dimana responden terpapar
oleh risk agent. Gambaran waktu pajanan dalam penelitian ini adalah
jumlah jam dalam sehari responden mengkonsumsi air minum.
Frekuensi pajanan merupakan jumlah hari dalam setahun dimana
responden tinggal atau berada dilokasi penelitian. Gambaran
frekuensi pajanan dalam penelitian ini yaitu jumlah hari dalam setahun
responden mengkonsumsi air minum yang diteliti.
Durasi pajanan merupakan salah satu komponen utama dalam
menghitung intake yang diterima penduduk dari suatu komponen
pencemar. Dalam bahasa sederhananya, durasi pajanan diartikan
sebagai lama waktu tinggal responden dilokasi penelitian. Berat badan
merupakan komponen yang ikut menentukan besarnya intake yang
diterima responden dari suatu paparan. Berat badan responden hasil
penelitian ini bervariasi antara 35kg sampai 88 kg.
75
Tabel 10 menggambarkan hasil analisis univariat variabel secara
lengkap. Analisis univariat digunakan untuk melanjutkan perhitungan
ke tahapan manajemen risiko, dengan mengurangi konsentrasi, laju
konsumsi serta durasi pajanan biota serta air yang di dapatkan dari
hasil perhitungan manajemen risiko dengan menggunakan nilai
median dan mean.
Tabel 10 Distribusi Statistik Variabel Konsentrasi, Waktu Pajanan,
Frekuensi Pajanan, Durasi Pajanan, Berat Badan di
Kel. Poboya Kec. Mantikulore Tahun 2013
Variabel
Mean
Median
Min
Maks
95% CI SD p-value
Klomogorov
Smirnov
Konsentrasi CN
dalam sumber air
minum (mg/L)
Tidak dilakukan uji distribusi pengukuran air
Waktu pajanan
(jam/hari)
14,45
16,00
8 - 21 14,01
14,89
2,204 0,000
Frekuensi pajanan air
(hari/tahun)
310,70
310,00
234 -365 304,64
316,76
30,543 0,11
Durasi Pajanan
(tahun)
32,85
35,00
2 - 79 29,17
36,53
18,536 0,001
Laju konsumsi air
minum (L/hari)
Tidak dilakukan analisa karena homogen.
Jumlah konsumsi air minum adalah (2L/hari)
Berat badan (kg) 57,92
57,50
35 - 88 55,83
60,01
10,509 0,200
Rata-rata RQ untuk
pajanan 30 tahun
0,478
0,482
0,026
1,93
0,413
0,544
0,331 0,065
Rata-rata RQ untuk
pajanan 70 tahun
0,205
0,206
0,011
0,829
0,177
0,233
0,142 0,065
76
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata waktu
pajanan adalah 14,45 jam/hari dan nilai median 16 jam/hari. Nilai
minimum 8 jam dan nilai maksimum 21 jam. Hasil uji klomorgov-
smirnov waktu pajanan p value 0,000, yang berarti data tidak
terdistribusi normal. Untuk frekuensi pajanan rata-ratanya adalah
310,70 hari dan nilai median 310 hari. Nilai minimum 234 hari dan nilai
maksimum 365 hari. P value klomorgov-smirnov untuk frekuensi
pajanan 0,11, yang berarti data terdistribusi normal.
Durasi pajanan berdasarkan tabel di atas nilai rata-ratanya 32,85
tahun dan nilai median 35 tahun, dengan nilai minimun 2 tahun dan
maksimum 79 tahun. Durasi pajanan tidak terdistribusi normal, karena p
value klomorgov- smirnov 0,001. Nilai rata-rata berat badan responden
57,92 kg dengan nilai median 57,50 kg. Berat badan minimum 35 kg
dan maksimum 88kg. P value klomorgov-smirnov berat badan
0,200,yang berarti data ini terdistribusi normal.
h. Analisis Risiko
Analisis risiko terdiri atas 2 tahap yaitu analisis tingkat pajanan
atau intake (I) dan analisis tingkat risiko atau Risk Qoutien (RQ).
1) Analisis intake
Analisis tingkat pajanan atau Intake dilakukan untuk mengetahui
besarnya pajanan risk agent merkuri yang diterima responden per
kilogram berat badan setiap harinya.
77
Perhitungan Intake menggunakan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
Ink: intake (asupan), jumlah risk agent yang diterima responden per
berat badan per hari (mg/kg/hari)
C : konsentrasi risk agent (mg/kg) atau (mg/L)
R : laju (rate) asupan (gr/hari) atau (L/hari)
tE : waktu pajanan
fE : frekuensi pajanan tahunan (hari/tahun)
Dt : durasi pajanan (tahun)
Wb : berat badan (kg)
tavg: periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun) untuk efek non
karsinogen dan (70 tahun x 365 hari/tahun) untuk efek
karsinogen
Nilai C didapat dari pemeriksaan laboratorium terhadap konsentrasi
sianida dalam sumber air minum. Nilai R, tE , fE dan Dt, didapat dari hasil
wawancara responden. Nilai Wb didapat dari pengukuran berat badan
responden. Nilai tavg didapat dari standar US-EPA untuk efek risk agent.
Contoh perhitungan untuk intake tiap responden adalah sebagai berikut :
Responden bernama AND dengan nomor responden 004, setiap
hari berada di Kel.Poboya. Memiliki berat badan 60 kg, dan menetap di
lokasi tersebut selama 60 tahun. Setiap hari mengkonsumsi air minum
avgb
tE
tW
DfRxteCInk
78
sebanyak 2 L. Sumber air minum yang dikonsumsi adalah mata air sagu 1
dengan konsenntrasi sianida sebesar 0,00105mg/l. Maka besarnya intake
sianida untuk pajanan 30 tahun dan 70 tahun adalah sebagai berikut :
a) Intake sianida untuk air minum untuk efek non karsinogenik :
b) Intake sianida untuk air minum untuk efek karsinogen :
Jadi konsesntrasi sianida (CN) oleh responden AND untuk
perhitungan pajanan 30 tahun dari air minum adalah 0,00112 L/kg/hari
dan untuk pajanan 70tahun sebesar 0,000480 L/kg/hari .
2) Tingkat Risiko (RQ)
Setelah diketahui intake, langkah selanjutnya adalah menghitung
tingkat risiko (RQ) sianida terhadap responden tersebut. RQ didapat
dari perbandingan antara intake dan nilai dosis acuan (Rfd), dengan
menggunakan rumus berikut :
Dosis acuan (Rfd) untuk sianida menurut US-EPA sebesar 0,001
mg/kg/hari. Maka perhitungan RQ sianida dari air untuk waktu
pajanan 30 tahun adalah sebagai berikut :
hari950.10kg60
tahun60hari/tahun365162L/harimg/l00105,0
jamxInk
kg/hariL/0,00112Ink
hari550.25kg60
tahun60hun365hari/taxjam16L/hari2mg/L00105,0
Ink
L/kg/hari0,000480Ink
79
1) RQ untuk air minum :
Responden AND termasuk dalam kelompok berisiko terhadap
efek non karsinogen karena hasil perhitungan RQ nya sebesar 1,12 . Nilai
rata-rata RQ untuk pajanan 30 tahun pada semua responden dapat dilihat
pada lampiran. Sedangkan distribusi RQ sianida (CN) dalam sumber air
minum untuk risiko karsinogen (paparan 70 tahun) dan risiko non
karsinogen (paparan 30 tahun) pada responden dapat dilihat pada gambar
4.1 dan 4.2 di bawah ini.
RfD
InkRQ
RQmg/kg/hari0,001
L/kg/hari0,00112
12,1RQ
80
Gambar 4.1 Distribusi RQ pajanan sianida (CN) untuk risiko penyakit
karsinogen pada responden di Kel. Poboya Kec.
Mantikulore Tahun 2013
Dari gambar diatas dapat dilihat RQ tertinggi untuk risiko
karsinogen berkisar antara 0,21 – 0,22 sebanyak 31 responden dan RQ
terendah berkisar ≥ 0,56 sebanyak 1responden. Dari gambar diatas dapat
dilihat bahwa semua responden memiliki RQ ≤ 1, sehingga dapat
dikatakan bahwa responden aman untuk efek pajanan karsinogenik
sianida (CN).
28 31 28 7 5
81
Gambar 4.1 Distribusi RQ pajanan sianida (CN) untuk risiko penyakit
non karsinogen pada responden di Kel. Poboya Kec.
Mantikulore Tahun 2013
Dari gambar diatas dapat dilihat RQ tertinggi untuk risiko non
karsinogen berkisar antara 0,33 – 0,63 sebanyak 43 responden dan RQ
terendah berkisar 1,26 – 2,56 dan ≥ 1,57 sebanyak 1 responden. Dari
gambar diatas dapat dilihat bahwa 96 responden memiliki RQ ≤ 1,
sedangkan 6 responden memiliki RQ ≥ 1. Responden yang memiliki RQ ≤
1 dikategorikan sebagai responden yang aman terhadap efek non
karsinogenik sianida, sedangkan responden yang memiliki RQ ≥ 1
diketegorikan sebagai responden yang berisiko terhadap efek non
karsinogen sianida (CN).
304
43 21
82
3. Manajemen Risiko
Berdasarkan karakterisasi risiko, dapat dirumuskan pilihan-pilihan
manajemen risiko untuk meminimalkan nilai RQ sehingga sama atau lebih
kecil dari 1. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memanipulasi
(mengubah) nilai faktor-faktor pemajanan yang tercakup dalam
persamaan (1) sedemikian rupa sehigga nilai asupan (Ink) menjadi lebih
kecil atau sama nilainya dengan dosis referensi (Rfd) toksisitasnya.
Terdapat tiga pilihan cara untuk menyamakan nilai Ink dengan Rfd yaitu
menurunkan risk agent( C), mengurangi jumlah konsumsi (R ), atau
mengurangi durasi paparan (Dt). Ini berarti hanya variabel-variabel pada
persamaan (1) tersebut saja yang bisa diubah-ubah atau disesuaikan
nilainya (Rahman, 2007). Berdasarkan hasil perhitungan RQ, nilai RQ ≥1
sebanyak 6 responden.
a. Penurunan konsentrasi Sianida pada Sumber air minum
Penurunan konsentrasi sianida (CN) dalam sumber air minum
pada dasarnya berbeda-beda untuk setiap responden. Hal ini
dipengaruhi oleh pola paparan dan karakteristik antropometri tiap
responden berbeda. Berikut contoh perhitungan penurunan
konsentrasi CN pada sumber air minum yang dikonsumsi oleh
responden dengan berat badan 42kg pada durasi pajanan 70 tahun
dengan frekuensi pajanan 345hari/tahun dan waktu pajanan 19
jam/hari dengan laju konsumsi 2l/hari, dan nilai Rfd =
0,001mg/kg/hari. Rfd = Ink, maka rumusnya menjadi :
83
Rfd =
0,001 mg/kg/hari = C x 2l/hari x 19jam/harix345hari/tahunx70tahun
42kg x 10.950
C = 0,00049 mg/kg
Konsentrasi sianida 0,00049 adalah konsentrasi yang aman bagi
responden dengan berat badan 42 kg dan mengkonsumsi air minum
sebanyak 2 liter/hari untuk dikonsumsi terus menerus selama 70
tahun dengan frekuensi 345 hari/ tahun selama 19 jam/hari.
Perhitungan ini juga dilakukan kepada responden lain yang memiliki
nilai RQ ≥ 1. Perhitungan selengkapnya mengenai manajemen risiko
pengurangan konsentrasi sianida (CN) pada sumber air minum dapat
dilihat pada lampiran. Tabel 7 memperlihatkan konsentrasi air minum
yang aman dikonsumsi dalam durasi pajanan 30 tahun dan 70 tahun
berdasarkan berat badan.
Tabel 11. Konsentrasi CN dalam air minum yang aman
dikonsumsi responden menurut kelompok berat
badan untuk risiko non karsinogen dan risiko
karsinogen di Kel Poboya Kec. Mantikulore, Tahun
2013
Berat Badan
(Kg)
Konsentrasi sianida (CN)
dalam sumber air minum
risiko non karsinogen
(mg/kg)
Konsentrasi sianida
(CN) dalam sumber air
minum risiko karsinogen
(mg/kg)
84
35 0,001285 0,000551
44 0,001615 0,000692
53 0,001946 0,000834
62 0,002276 0,000975
71 0,002607 0,001117
80 0,002937 0,001259
Sumber : data primer 2013
Berdasarkan tabel diatas dapt dilihat bahwa semakin berat
badan responden maka batas aman konsentrasi sianida juga
semakin tinggi, namun untuk waktu pajanan sebaliknya, semakin
lama responden terpapar makan batas aman sianida (CN) yang
dikonsumsi semakin kecil.
b. Pengurangan jumlah konsumsi
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan atau memanipulasi
nilai intake agar sama dengan Rfd adalah dengan mengurangi jumlah
konsumsi atau dengan kata lain menurunkan laju asupan. Namun cara ini
tidak dapat digunakan untuk pajanan melalui sumber air minum. Mengacu
pada standar air minum yang digunakan US-EPA dalam buku Exposure
Factor Handbook (US-EPA 1997), maka standar konsumsi air minum
setiap orang adalah 2 l/hari.
c. Pengurangan durasi pajanan
Cara ketiga untuk dapat memanipulasi intake sehingga sama dengan
Rfd adalah dengan mengurangi durasi pajanan. Berikut adalah contoh
perhitungan pengurangan durasi pajanan sianida melalui sumber air
85
minum pada salah satu responden dengan berat badan 42kg dengan laju
konsumsi 2l/hari pada frekuensi pajanan 345hari/tahun dan waktu pajanan
19 jam/hari dengan konsentrasi CN = 0,0009672, dan nilai Rfd =
0,001mg/kg/hari. Rfd = Ink, maka rumusnya menjadi :
Rfd =
0,001 mg/kg/hari = 0,0009672 x 2l/hari x 19jam/hari x 345harix Dt
42kg x 10.950 hari
Dt = 36,16 tahun
Jadi responden tersebut aman mengkonsumsi air minum dengan
konsentrasi sianida 0,0009672 mg/kg dengan berat badan 42 kg
dengan durasi pajanan selama 36,16 tahun dan frekuensi 345
hari/tahun.
Batas aman konsentrasi CN pada dasarnya berbeda-beda untuk
setiap responden. Hal ini dipengaruhi oleh pola paparan dan
karakteristik antropometri tiap responden berbeda. Berikut contoh
perhitungan batas aman konsentrasi CN di sumber air minum pada
responden dengan berat badan 50 kg pada durasi pajanan 30
tahun dengan frekwensi pajanan 350 hari dengan laju asupan 2
l/hari, dan nilai RfC = 0,001 mg/m3. Rfc = Ink, maka rumusnya
menjadi :
4.avgb
tE
tW
DfRCRfC
86
0,001 mg/m =C x 2 l/hari x 350 hari x 30 tahun
50 Kg x 10950 hari
C = 0,026 mg/l
Konsentrasi CN 0,026 mg/l adalah konsentrasi yang aman bagi
responden dengan berat badan 50 kg, durasi paparan selama 30
tahun dengan frekwensi 350 hari/tahun dan laju asupan 2 mg/l. Tabel
berikut ini memperlihatkan hasil perhitungan konsentrasi CN dalam
sumber air minum yang aman responden dengan frekuensi 310,7
hari/tahun, waktu paparan (t) 16 jam/hari dan laju asupan 2 mg/l
berdasarkan berat badan dan durasi paparan.
Tabel 12 Konsentrasi CN yang aman bagi responden berdasarkan
berat badan dan durasi pajanan di kel.Poboya Kec.
Mantikulore Palu, Tahun 2013.
BBDURASI (TAHUN)
5 10 15 20 25 30 35 40
35 0,007709 0,003855 0,00257 0,001927 0,001542 0,001285 0,001101 0,000964
44 0,009692 0,004846 0,003231 0,002423 0,001938 0,001615 0,001385 0,001211
53 0,011674 0,005837 0,003891 0,002919 0,002335 0,001946 0,001668 0,001459
62 0,013657 0,006828 0,004552 0,003414 0,002731 0,002276 0,001951 0,001707
71 0,015639 0,00782 0,005213 0,00391 0,003128 0,002607 0,002234 0,001955
80 0,017621 0,008811 0,005874 0,004405 0,003524 0,002937 0,002517 0,002203
Sumber : data primer 2013
Berdasarkan tabel 12 di atas menunjukkan bahwa semakin berat
seseorang maka batas aman konsentrasi CN (mg/kg) akan semakin
besar, namun bila didasarkan pada durasi paparan (tahun), semakin
lama seseorang terpapar dengan CN maka batas aman konsentrasi
87
akan semakin kecil. Batas aman tertinggi yang diperoleh adalah
0,017621 mg/l3 untuk berat badan 80 Kg dan durasi paparan 5 tahun
dan batas aman terendah adalah 0,000964 mg/l untuk berat badan 35
Kg dan durasi paparan 40 tahun.
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Poboya Kecamatan
Mantikulore Kota Palu, Sulawesi Tengah. Jumlah responden dalam
penelitian ini sebanyak 100 orang yang terbagi dalam 8 RT. Wawancara
dilakukan untuk mengetahui frekuensi pajanan, waktu pajanan, durasi
pajanan dan karakteristik responden. Selain wawancara dilakukan juga
pengambilan sampel sumber air minum yang digunakan oleh responden
untuk mengatahui konsentrasi sianida (CN) dalam sumber air minum
responden. Dan pengambilan sampel urine untuk pengukuran kadar
sianida (CN) dalam tubuh responden.
Risiko, menurut WHO (2000) adalah suatu konsep matematis yang
mengacu pada kemungkinan terjadinya efek yang tidak diinginkan akibat
pemaparan terhadap suatu polutan. Analisis risiko kesehatan bertujuan
untuk menghitung besarnya probabilitas gangguan kesehatan yang
mungkin terjadi pada penduduk akibat mengkosumsi air yang
mengandung CN yang berada di lingkungan masyarakat di mana
88
terdapat tempat pengolah emas di Kel.Poboya Kec. Mantikulore Kota
Palu. Analisis risiko dilakukan dengan empat tahapan kajian yaitu
identifikasi bahaya, analisis dosis respon, analisis pemajanan dan
karakterisasi risiko (Rahman, 2007).
Untuk memperoleh nilai tingkat risiko (RQ), langkah pertama yang
dilakukan adalah mengidentifikasi adanya agen risiko yang terdapat di
lingkungan dan penduduk berisiko. Dalam penelitian ini, agen risiko yang
dimaksud adalah CN yang berada di lingkungan masyarakat di Kel.
Poboya Kec.Mantikulore Kota Palu.
Langkah kedua adalah penilaian jalur pajanan CN. Jalur pajanan
merupakan jalur masuknya bahan polutan ke dalam tubuh manusia,
dalam penelitian ini jalur paparan utama CN pada penduduk adalah
melalui saluran oral (konsumsi) air minum,yang dikonsumsi masyarakat di
Kel. Poboya Kec. Mantikulore Kota Palu.
Langkah ketiga adalah analisis pajanan. Pajanan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah besarnya intake (I) CN dari konsumsi sumber
air minum yang masuk ke dalam tubuh responden selama satu tahun.
Nilai I dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Nilai C, R, Te, fE, Dt, dan Wb diperoleh berdasarkan hasil
wawancara, pengukuran langsung kepada responden dan sampel
penelitian. Sedang nilai tavg adalah periode waktu rata-rata yang diperoleh
avgb
tE
tW
DTexfRCI
89
dari referensi (US.EPA). Nilai tavg adalah sebesar 30 tahun (untuk efek
nonkarsinogenik) x 365 hari/tahun (10950 hari). Langkah terakhir adalah
pengkajian karakteristik risiko (RQ = risk quotient) intake air minum CN
yang dilakukan dengan membandingkan antara besarnya Intake (I)
dengan nilai RfC (nilai referensi) yang ditetapkan. Untuk menghitung RQ
tersebut dibutuhkan nilai dosis respon CN (RfC, mg/m3).
1. Konsentrasi Sianida (CN) pada Sumber air minum
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri terdapat pengertian
mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan
sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air
bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan dapat diminum apabila dimasak.
Sumber-sumber air yang ada dapat dimanfaatkan untuk
keperluan air minum adalah (Budi D. Sinulingga, Pembangunan Kota
Tinjauan Regional dan Lokal, 1999) :
a. Air hujan. Biasanya sebelum jatuh ke permukaan bumi akan
mengalami pencemaran sehingga tidak memenuhi syarat apabila
langsung diminum.
90
b. Air permukaan tanah (surface water). Yaitu rawa, sungai, danau
yang tidak dapat diminum sebelum melalui pengolahan karena
mudah tercemar.
c. Air dalam tanah (ground water). Yang terdiri dari air sumur dangkal
dan air sumur dalam. Air sumur dangkal dianggap belum memenuhi
syarat untuk diminum karena mudah tercemar. Sumber air tanah ini
dapat dengan mudah dijumpai seperti yang terdapat pada sumur
gali penduduk, sebagai hasil budidaya manusia. Keterdapatan
sumber air tanah ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti topografi, batuan, dan curah hujan yang jatuh di permukaan
tanah. Kedudukan muka air tanah mengikuti bentuk topografi, muka
air tanah akan dalam di daerah yang bertopografi tinggi dan
dangkal di daerah yang bertopografi rendah. Di lain pihak sumur
dalam yang sudah mengalami perjalanan panjang adalah air yang
jauh lebih murni, dan pada umumnya dapat langsung diminum,
namun memerlukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan
kualitasnya. Keburukan dari pemakaian sumur dalam ini adalah
apabila diambil terlalu banyak akan menimbulkan intrusi air asin
dan air laut yang membuat sumber air jadi asin, biasanya daerah-
daerah sekitar pantai.
d. Mata air (spring water). Sumber air untuk penyediaan air minum
berdasarkan kualitasnya dapat dibedakan atas :
a) Sumber yang bebas dari pengotoran (pollution).
91
b) Sumber yang mengalami pemurniaan alamiah (natural
purification).
c) Sumber yang mendapatkan proteksi dengan pengolahan
buatan (artificial treatment).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Poboya,
Kecamatan Mantikulore, Sulawesi Tengah, sumber air yang
digunakan oleh masyarakat berupa mata, sumur gali, dan air sungai
dan berdasarkan hasil observasi, ketiga sumber air tersebut telah
memenuhi syarat fisik air bersih.
Pengukuran kandungan sianida dalam sumber air dilakukan
dengan mengunakan alat AAS AA 7000 di Laboratorium Kesehatan
Masyarakat dan hasil yang diperoleh yaitu dari delapan titik
pengambilan sampel air menunjukkan kandungan sianida (CN)
semua sampel sumber air masih berada dalam batas normal ( ≤
0,07mg/l) dapat dilihat pada lampiran. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Silvanus maxwel tentang analisis
kandungan sianida (CN) di perairan Teluk Kao yang hasilnya
kadarnya masih dibawah batas normal.
Hal tersbut dimungkinkan karena sianida yang berada di air
permukaan akan membentuk HCN dan kemudian akan terevaporasi.
Meskipun demikian, jumlahnya tetap tidak mencukupi untuk
memberikan pengaruh negative terhadap manusia. Beberapa dari
sianida di air tersebut akan diuraikan menjadi bahan yang tidak
berbahaya oleh mikroorganisme atau akan membentuk senyawa
92
kompleks dengan berbagai logam. Waktu paruh sianida dalam
perairan belum diketahui dengan pasti..
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bobby J. (2009) yang melakukan penelitian di DAS
Buyat Minahasa, mendapatkan hasil pemeriksaan sianida (CN)
0,088mg/l – 0,144mg/l yang telah melebihi standar baku mutu. Hal ini
dapat disebabkan karena perbedaan lama pajanan, pencemaran di
DAS Buyat Minahasa disebabkan oleh proses pertambangan yang
telah beroperasi lebih lama dibandingkan dengan pertambangan
yang dilakukan masyarakat di Kel,Poboya yang baru berjalan
selama 5 tahun.
Sianida yang berada di tanah juga dapat mengalami proses
evaporasi dan penguraian oleh mikroorganisme. Sekarang ini,
bahkan telah dideteksi sianida di air tanah di bawah beberapa landfill
dan tempat pembuangan limbah industri. Ditemukan pula sianida
dalam konsentrasi tinggi di dalam lindi di landfill atau di dalam
buangan limbah industri, konsentrasi tinggi ini menjadi racun bagi
mikroorganisme tanah. Dikarenakan tidak ada lagi mikroorganisme
tanah yang dapat menguraikannya, sianida dapat memasuki air
tanah di bawahnya.
Sianida memasuki udara, air, dan tanah baik dengan proses
alami maupun karena proses industri. Keberadaan sianida di udara
jauh di bawah ambang batas yang dapat berbahaya. Sianida di
udara berbentuk partikel kecil yang halus. Adanya hujan atau salju
93
mengurangi jumlah partikel sianida di dalam udara, namun tidak
begitu dengan gas HCN. Waktu paruhnya untuh menghilang dari
udara adalah 1-3 tahun.
2. Konsentrasi Sianida Dalam Urine
Seseorang dapat terkontaminasi sianida melalui makanan,
rokok dan sumber lainnya. Makan dan minum dari makanan yang
mengandung sianida dapat mengganggu kesehatan. Setelah
terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika
sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil
maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan
diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan
vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh
dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah
sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12.
Setelah sianida diserap oleh tubuh, akan segara didistribusikan
oleh darah ke seluruh tubuh. Pada tubuh seorang pria yang
meninggal paparan inhalasi hydrogen sianida, konsentrasi sianida
dalam tubuhnya yaitu 0,75mg/100g di paru-paru, 0,42mg/100g di
jantung, 0,41mg/100g di darah, 0,33mg/100g diginjal, dan 0,32
mg/100g di otak. Dalam satu kasus kematian akibat paparan oral
sianida, diperkirakan bahwa 30 mg hidrogen sianida telah tertelan
dan bahwa 3 jam telah berlalu sebelum kematian (Gettler dan Baine
1938). Dalam kasus lain,tingkat sianida jaringan dari seorang pria
94
yang meninggal akibat menghirup hidrogen sianida dilaporkan
sebagai 0,5 mgper 100 mL darah dan 0,11mg/100g pada ginjal,
0,07mg/100g pada otak, dan 0,03 mg/100 g pada hati. Tingkat
sianida dalam urin dilaporkan 0,2 mg/100 mL, dan 0,03 mg/100 g
dalam lambung (Finck 1969). Setelah pajanan kronis 0,19-0,75 ppm
hidrogen sianida, 56,0 dan 18,3 mg CN-/100 mL ditemukan dalam
darah perokok dan bukan perokok, masing-masing
(Chandra et al. 1980). Tingkat sianida dalam kelompok kontrol
adalah 4,8 mg / mL untuk perokok dan 3,2 mg / mL. (ATSDR,2006)
Dalam penelitian ini konsentrasi sianida dalam urine belum ada
yang melebihi ambang batas. Hal ini bisa disebabkan karena sumber
sianida dalam penelitian ini adalah yang terdapat di air minum, dan
kadar sianida dalam air minum belum ada yang melebihi nilai
ambang batas. Sianida akan lebih cepat masuk kedalam tubuh
melalui pernafasan dan makanan. tingkat tiosianat metabolit sianida
dalam serum darah dan urin plasma telah digunakan sebagai
indikator paparan sianida yang tinggi pada manusia. Namun, pada
tingkat paparan rendah. Hubungan antara paparan dan konsentrasi
tiosianat urin menunjukkan variasi antar dan intraindividual luas
karena berbagai faktor. Oleh karena itu, pengukuran kadar sianida
dan / atau thiocyanite dalam darah dan urin tidak dapat diandalkan
sebagai biomarker pada paparan sianida konsentrasi rendah.
3. Durasi pajanan
95
Durasi pajanan diartikan sebagai lama tinggal responden di
lokasi penelitian dalam hitungan tahun. Dari hasil analisis univariat,
diperoleh nilai P untuk durasi pajanan adalah 0,001 yang berarti
distribusi data tidak normal. Rata-rata (median) durasi pajanan
responden adalah 35 tahun.
Dari hasil perhitungan RQ diketahui, responden dengan nilai
durasi pajanan besar mempunyai nilai RQ yang lebih tinggi dari pada
responden dengan nilai durasi pajanan yang kecil. Dengan kata lain,
semakin lama responden tinggal dilokasi tersebut, semakin besar
tingkat risiko kesehatan yang akan dialaminya. Ke-enam responden
yang memiliki RQ ≥ 1 durasi pajanannya ≥ 5 tahun.
Penelitian Siprianus (2011) membandingkan nilai RQ pajanan 30
tahun pada responden asal desa Nyiur Hijau dengan rata-rata durasi
pajanan 6 tahun mempunyai rata-rata nilai RQ 0,2113, responden
dari desa Mamungga dengan rata-rata durasi pajanan 27,36 tahun
mempunyai rata-rata RQ 1,0138, serta responden dari desa
Kaidundu dengan rata-rata durasi pajanan 37,45 tahun mempunyai
rata-rata nilai RQ 1,5429. Namun secara keseluruhan, nilai RQ
responden juga sangat dipengaruhi oleh berat badan, laju konsumsi
dan frekuensi pajanan responden.
Penelitian Hartono pada masyarakat teluk Buyat dan Ratatotok
menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan (p =0,028) antara
lama tinggal (durasi pajanan) dengan nilai RQ responden dan
96
mempunyai pola hubungan yang positif. Hal ini juga berarti semakin
lama responden tinggal di lokasi penelitian tersebut, semakin tinggi
pula tingkat risiko kesehatan yang akan dialami responden tersebut
(Hartono, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Novianti (2011) pada
masyarakat di sekitar sungai Pangkajene, menyatakan semakin lama
durasi pajanan responden, maka RQ juga semakin tinggi.
Responden dengan durasi pajanan 60 tahun menghasilkan RQ yaitu
5,332, sedangkan pada responden dengan durasi pajanan 40 tahun
menghasilkan RQ yaitu 0,976
4. Tingkat risiko
Tingkat risiko (RQ) merupakan karakterisasi risiko yang mungkin
dialami responden sebagai akibat dari mengkonsumsi air minum
yang mengandung sianida. RQ pada penelitian ini secara umum
disatukan menjadi RQ rata-rata yaitu RQ Biota dan RQ air untuk efek
non karsinogen (pajanan 30 tahun) dan RQ rata-rata yaitu RQ Biota
dan RQ air untuk efek karsinogen (pajanan 70 tahun). Responden
dengan RQ ≤ 1 dikategorikan dalam kelompok yang aman dari efek
pajanan, sedangkan responden dengan RQ > 1 dikategorikan dalam
kelompok yang berisiko terhadap efek dari pajajan (US-EPA, 1997).
Rata-rata nilai RQ untuk pajanan 30 tahun pada seluruh
responden adalah 0,478 dengan nilai median 0,482. Nilai RQ
pajanan 30 tahun terendah adalah 0,026 dan tertinggi 1,93. Dari
97
analisa diketahui sebanyak 94 responden (94%) mempunyai nilai RQ
≤ 1. Sedangkan 6 responden lainnya (6%) mempunyai nilai RQ > 1.
Dengan demikian, 94 responden dinyatakan aman dan 6 responden
lainnya dinyatakan berisiko terhadap efek non karsinogen dari
pajanan sianida di Kel. Poboya Kec. Mantikulore Palu, Sulawesi
Tengah.
Rata-rata nilai RQ untuk pajanan 70 tahun pada seluruh
responden adalah 0,205 dengan nilai median 0,206. Nilai RQ
pajanan 70 tahun terendah adalah 0,011 dan tertinggi adalah 0,829.
Dari analisa diketahui sebanyak 100 responden (100%) mempunyai
nilai RQ ≤ 1. Hal ini dimungkinkan terjadi karena konsentrasi sianida
(CN) dalam sumber air minum belum ada yang melebihi batas
normal yang ditetapkan. Dengan demikian, 100 responden
dinyatakan aman dari efek karsinogen dari pajanan sianida di Kel.
Poboya Kec. Mantikulore Palu, Sulawesi Tengah.
5. Manajemen risiko
Manajemen risiko untuk pengendalian nilai RQ pada dasarnya
dilakukan dengan cara menyamakan nilai intake dengan Rfd
(Rahman, 2007). Pengendalian terhadap nilai RQ dalam penelitian
ini dilakukan dengan 3 cara yaitu menurunkan konsentrasi sianida
(CN) dalam air minum, dan membatasi durasi pajanan dengan air
minum.
98
Dari manajemen risiko diketahui bahwa, konsentrasi sianida
(CN) yang disarankan 0,00049 untuk responden yang memiliki nilai
RQ 1, 93 dengan berat badan 42 kg dan 0,0009385 untuk responden
yang memiliki berat badan 63 kg dengan nilai RQ 1,12.
Dari manajemen risiko diketahui bahwa, durasi pajanan yang
diperbolehkan untuk efek non karsinogenik sianida (CN) pada
sumber air minum adalah 36,16 tahun untuk orang dengan berat
badan 42 kg dan 64,04 tahun untuk berat badan 63 kg.
Dari manajemen risiko diketahui bahwa semakin besar berat badan
seseorang maka semakin besar pula konsentrasi sianida (CN) yang
diperbolehkan. Namun semakin lama responden berada di lokasi maka
konsentrasi sianida (CN) yang diperbolehkan semakin sedikit.
Berdasarkan hasil perhitungan hanya 6 responden memiliki RQ ≥1 dan
kadar sianida (CN) dalam sumber air minum masih di bawah ambang
batas.
6. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat
mengurangi kesempurnaan penelitian. Keterbatasan dalam
penelitian ini antara lain :
a. Data hasil pengukuran konsentrasi sianida (CN) dalam sumber air
minum hanya sekali pengukuran, sehingga data yang peroleh
kurang mewakili konsentrasi sianida (CN) dalam air minum yang
dikonsumsi oleh penduduk.
99
b. Dalam menghitung asupan sianida (intake), data yang dipakai
hanya asupan dari sumber air minum oleh responden, tanpa
memperhitungkan faktor lainnya yang mungkin berpengaruh seperti
udara yang dihirup, faktor merokok, makanan dan lain-lain.
c. Informasi yang didapat dari hasil wawancara seperti, frekwensi
pajanan (fE), waktu pajanan (tE) , lama tinggal (Dt) dan laju asupan
atau jumlah konsumsi (R) untuk melengkapi data penelitian secara
akurat cukup sulit diperoleh karena kesulitan responden dalam
mengingat kembali aktifitasnya selama tinggal di lokasi penelitian.
d. Tidak ditelusurinya aktifitas responden di luar lokasi penelitian,
yang dapat mempengaruhi konsentrasi sianida (CN) dalam darah
dan urine responden, seperti makanan, air minum, kontak kulit dan
sebagainya.
Berdasarkan keterbatasan penelitian ini maka diharapkan
peneliti selanjutnya dapat menggunakannya sebagai dasar untuk
penelitian lanjutan.
100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat
dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Konsentrasi sianida (CN) pada sumber air minum di Kel. Poboya
tertinggi terdapat di mata air sagu 1dengan kadar sianida (CN)
0,0010504 dan kadar sianida (CN) terendah terdapat di bak
penampungan 3 dengan kadar sianida (CN) 0,0007524 adalah
0,03366 mg/L. Nilai ini masih berada di bawah batas normal
berdasarkan ketetapan Kep Menkes No.492/Menkes/Per/IV/2010 yaitu
tidak boleh melebihi 0,07 mg/l..
2. Laju konsumsi air minum berdasarkan US-EPA 2l/hari, sehingga tidak
dilakukan manajemen risiko pengurangan laju asupan.
3. Rata-rata waktu pajanan responden 14,45 jam/hari dengan niai
median 16 jam/hari. Waktu maksimum pajanan sianida (CN) 21 jam
perhari dan minimum 8 jam/hari
4. Rata-rata durasi pajanan responden 32,85 tahun dengan nilai median
35 tahun. Durasi pajanan maksimum 78 tahun dan minimum 2 tahun
5. Rata-rata RQ pajanan 30 tahun yaitu 0,478 dengan nilai median 0,482
dengan jumlah responden berisiko terhadap efek non karsinogenik
adalah 6 orang. Sedangkan rata-rata RQ pajanan 70 tahun adalah
0,205 dengan nilai median 0,206, dan tidak ada responden yang
berisiko terhadap efek karsinogen pajanan sianida (CN).
101
6. Manajemen pengurangan yang dapat dilakukan adalah menurunkan
konsentrasi arsen pada biota dan membatasi durasi pajanan.
B. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diajukan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi responden yang nilai RQ > 1 agar membatasi jumlah dan
frekuensi konsumsi air minum yang berasal dari sumber air minum
di Kel. Poboya sehingga risiko non karsinogenik pajanan sianida
(CN) terhadap kesehatannya dapat dikurangi.
2. Melakukan pemantauan secara rutin terhadap konsentrasi sianida
(CN) pada sumber air minum yang dikonsumsi masyarakat.
3. Pihak pertambangan di sekitar Kel. Poboya agar lebih melakukan
proses pengolahan limbah sianida (CN) sebelum dibuang ke
lingkungan.
102
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Tambang Emas di Indonesia
http://green.kompasiana.com/limbah/2010.( Diakses pada tanggal
22 Januari 2013).
Anonim, 2009. Air Diduga Tercemar Sianida.
http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist. diakses tanggal 1 Maret
2013.
Anonim, 2008. Pertambangan dan Kesehatan. Hesperian.org/wp-content/.Diakses tanggal 20 Februari 2013.
Anonim. 2011. Pencemaran Air Oleh Sianida. Kimlingiwill.blogspot.com.
diakses tanggal 12 Maret 2013.
Anonim, 2010. Penggunaan Sianida Dalam Pertambangan Emas. Mineral
Tambang.com diakses tanggal 3 Maret 2013.
Anonim, 2010. Penggunaan Sianida Dalam Pertambangan Emas.
MineralTambang.com. Diakses tanggal 3 Maret 2013.
Andesta dan Sinta Meilena. 2009. analisis lingkungan tambang emas
rakyat paboya. Fakultas pertanian Universitas Bengkulu.
Antari Welly. 2010. Kelurahan Paboya, Palu. http://wellyluh.blogspot.com.
diakses tanggal 20 Februari 2013.
ACGIH. 2001. Threshold Limit Values For Chemical Subtances and
Physical Agents and Biological Exposure Indices. Cincinnati :
kemper Medow Drive
103
ATSDR, 2006, Toxicological Profile For Cyanide.
http://www.atsdr.cdc.gov/hac/PHAMANUAL/toc.html. diakses 3 Maret
2013.
ATSDR (2005), Public Health Assessment Guidance Manual. Atalanta, US
Department of Health and Human Services (Online)
http://www.atsdr.cdc.gov/HAC/PHAManual/ [Diakses 12 Maret 2013]
Badan Lingkungan Hidup Kota Palu. 2011. Inventarisasi dan Indentifikasi
Kerusakan Pencemaran Lingkungan Akibat Penambangan Emas
Di Poboya Kota Palu, Sulawesi Tengah
Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology
Division. Army Medical Research Institute of Chemical Defense,
Aberdeen Proving Ground, Maryland. USA. Available from:
www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/ch.pdf. diakses 3 Maret 2013.
Bachriul.Putriawan. 2012. Tambang Emas Paboya.
www.regionaltimur.com. Diakses tanggal 20 Februari 2013.
Chandra, B, 2008, Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Buku
Kesehatan EGC : Jakarta.
Daud, Anwar. 2010. Analisis Kualitas Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit
Ombak.
Dullah, Arif. 2011. Analisis Risiko Paparan Kadmium (Cd) Pada
Penduduk Kelurahan Tallo Makassar. Thesis Peminatan
Kesehatan Lingkungan Program Pascasarjana UNHAS Makassar
Elisa, Margareth, 2009. Analisis Kadar Total Suspended Solid (TSS)Amoniak, Sianida, dan Sulfida Pada Limbah Cair
104
BAPEDALDASU. Fak.Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Sumatera Utara, Medan.
Habibi. 2011. Analisis Kelayakan Debit Andalan Sungai Paboya Untuk
Suplai Air Bersih Palu Timur. Universitas Tadulako, Palu.
Hamran, Mahidin. 2011. Dinegara Lain Sianida Banyak Dilarang.
www.jatam.org, di unduh 3 Maret 2013
Harry Wahyudi Utama. 2006. Keracunan Sianida. Klikharry. Com, diakses
tanggal 3 Maret 2013.
Maxwel, Silvanus. 2010. Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Sianida(CN) pada Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di TelukKao ,Halmahera Utara. Institute Pertanian Bogor.
Peraturan Menteri Kesehatan RI. No 492 tahun 2010 tentang Syarat-syarat Air Minum.
Polii.J.Bobby. 2002. PENDUGAAN KANDUNGAN MERKURI DANSIANIDA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BUYATMINAHASA. EKOTON Vol. 2, No. 1: 31-37.
Pramana, Ferry. 2010. Sejarah Tambang Emas Paboya, Palu SulawesiTengah. http://fherrypramana01.blogspot.com. Diakses tanggal 20Februari 2013.
Rahman, Abdur. 2007. Bahan Ajar Pelatihan Analisis Risiko Kesehatan
(Program Intensif Tingkat Dasar). Depok: FKM UI.
Riyanto, Agus. 2010. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan.Yogyakarta. Mulia Medika.
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2002. Prosedur Pemeriksaan KadarSianida Pada Air Sungai. Badan Standarisasi Nasional ICS-09-2601.
Syarif, Fauzia. 2009. Serapan Sianida (CN) Pada Mikania cordata (Burm.f)
B.L. Robinson, Centrosema pubescens Bth DAN Leersia
hexandra Swartz Yang Ditanam Pada Media Limbah
105
Terkontaminasi CN. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol.10 hal 1.
Jakarta.
Novianti, Sri. 2012. Risiko Paparan Arsen Pada Masyarakat Sekitar
Sungai Pangkajene Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep.
Thesis Peminatan Kesehatan Lingkungan Program Pascasarjana
UNHAS Makassar.
Widhiyatna, Denni, Pendataan Penyeberan Merkuri Akibat Usaha
Pertambangan Emas di Daerah Tasikmalaya, Provinsi Jawa
Barat http://psdg.bgl.esdm.go.id/Konservasi.tasikmalaya. diakses
20 Februari 2013.
Wijayanti, Anita. 2011. Metode Penambangan Emas.
http://anitawijayanti86.blogspot.com. Di akses tanggal 20 Februari
2013.
WHO. 2004. Hydrogen Cyanide and Cyanides : Human Health Aspects.
Geneva : Conicies International Chemical Assesment.
WHO, 2006, Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan
Lingkungan (Hazardous Chemicals and Environmental Health),
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
106
107
PETA LOKASI PENELITIAN KELURAHAN POBOYA KOTA PALU SULAWESI
TENGAH
108
KUESIONER
ANALISIS RISIKO PAJANAN SIANIDA (CN)
PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN POBOYA
KECAMATAN MANTIKULORE, SULAWESI TENGAH
A. PENGENALAN TEMPAT (PT)
PT1 Kecamatan …………………………………………….
PT2 Kelurahan ……………………………………………..
PT3 RW ……………………………………………..
PT4 RT ……………………………………………..
II. KETERANGAN PENCACAHAN (KP)
Pewawancara (a) Supervisor (b) Editor MD (c)
KP1 Nama ………………………….. ………………………….. …………………………..
KP2 Tgl/ Bln/ Thn / / / / / /
KP3 Tandatangan
PETUNJUK PENGISIAN :
1. Lingkari kode jawaban jika kode jawaban berupa angka
2. Pindahkan kode jawaban yang dilingkari jika pada kolom jawaban disediakan kotak
3. Jika satu pertanyaan terdiri dari beberapa bagian, lingkari kode jawaban dari tiap bagian tsb & isikan pada kotak yang disediakan
4. Tulislah jawaban yang diminta jika terdapat perintah sebutkan atau catatlah
5. Jika jawaban bukan berupa pilihan maka isilah kotak atau (…………………..) yang disediakan
III. DATA KARAKTERISTIK (DK)
DK1 NomorurutResponden
DK2 Namaresponden ……………………………………………………(…………………namapanggilan)
DK3 Umur ............................... tahun
DK4 Status dalam keluarga 1.Kepala keluarga 2. Istri 3.anak4. Ibu/ayah 5. Mertua
6..Sepupu 7. Keluarga 8. Lainnya ………………………..
DK5 Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan
DK6 Agama 1. Islam 2. KristenProtestan 3.Katolik4. Budha5. Hindu
6. Lainnya…………………
DK7 Suku 1. Gorontalo 2. Minahasa 3.Bugis4. Makassar 6. Jawa 7. Bolmon
9. Lainnya…………………
DK8 Status perkawinan 1. Kawin 2. Belum 3. Duda/Janda
DK9 Pendidikan responden :1. Tidak sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. PerguruanTinggi
DK10 Pekerjaan responden : 1. PNS 2. TNI/ Polisi 3. Swasta 4. Wiraswasta 5. Pedagang
6. Nelayan 7. Petani 8. Pedulang Emas/Penambang9. Tukang Emas 10. Bengkel
11. Peternakan 12. Lainnya…………………………
DK11 Alamat ................................................................................................................
RT / RW : /
DK12 No Telepon/HP
DK13 Jumlah anggota kelurga dalam rumah ..........................................
IV.ANALISIS PAJANAN (AP)
AP1 Berapa lama anda tinggal di daerah ini (Dt)? .................................. tahun
AP2 Dalamkeseharian (kebiasaansetiaphari ) berapa lama andabiasadiluarrumah (tE)
(Sepertipergikepasar, berkebunataumenganataranaksekolahdsb) ? …………... jam
AP3 Dalam setiap tahun apakah anda meninngalkan tempat pemukimanan dan kedaerah lain
(seperti pergi berlibur, Pulang kampung, kerumah org tua, dsb)
1. Ya2. Tidak(lanjut ke AP5)
AP4 Jika ya biasanya waktu yang anda gunakan berapa hari ( fE) ? ……………….. hari
AP5 Selain pekerjaan yang utama (pada DK10) apakah anda juga bekerja sebagai penambang?
1. Ya2. Tidak(lanjut ke AP8)
AP6 Jika ya berapa lama anda bekerja sebagai penambang ?........................ tahun
AP7 Dalam satu hari berapa lama anda biasa berada di daeah pertambanga tersebut ………….
……….. Jam
AP8 Dalam 10 tahun terakhir, Apakah anda pernah bekerja ditempat lain sebelum bekerja
sebagai pekerjaan utama atau penambang ditempat ini? 1. Ya 2. Tidak (lanjut ke AP12)
AP9 Jika Ya, Apakah Jenis pekerjaan tersebut ……………………………………..
AP10 Dimana Lokasi pekerjan saudara?.............................................................
AP11 Berap lama anda menekuninya pekerjaanan saudara tersebu? ………………………tahun
AP12 Dalam 10 tahun terakhir, apakah anda pernah tinggal di tempat lain diluar wilayah
Kelurahan Poboya ? 1. Ya 2. Tidak(lanjut ke SP1)
AP13 Jikaya berapa lama anda tinngal di daerah tersebut ?........................ tahun
AP14 Dimana Lokasi tinggal saudara tersebut?.............................................................
V. SUMBER PAJANAN (SP)
SP1 Sumber air minum yang digunakan : 1. Sumur gali 2. Sumur bor 3. Sungai
4. Mata air 5. PDAM 6. Air hujan 7. Air isi ulang (dibeli dimana : .............................)
SP2 Apakah air minum yang digunakan telah memenuhi syarat secara fisik? (observasi)
a. Keruh :1. Ya 2. Tidak
b. Berwarna : 1. Ya 2. Tidak
c. Berbau : 1.Ya 2. Tidak
d. Berasa : 1. Ya 2. Tidak
SP3 Jika menggunakan sumur, berapa kedalaman sumur? ……………….. m
SP4 Jika menggunakan sumur, apakah dinding sumur kedap air? 1. Ya 2. Tidak
SP5 Sumber air mandi yang digunakan : 1. Sumur gali 2. Sumur bor 3. Sungai
4. Mata air 5. PDAM 6. Air hujan
SP6 Apakah anda sering mandi ke sungai dan laut? 1. Ya 2. Tidak (lanjut SP5)
SP7 Jika Ya, berapa lama waktu setiap kali anda mandi ke sungai dan laut? ................ menit
SP8 Berapa kali anda mandi dalam sehari?1. 1 kali 2. 2 kali 3. 3 kali
SP9 Kalau mandi apakah selalu menggunakan sabun? 1. Ya 2. Tidak
SP10 Jika anda bekerja juga sebagai penambang (AP5) dari mana sumber air minum anda
dapat ? 1. Sumur gali daerah tersbut 2. Sumur bor daearh tersebut 3. Sungai
4. Mata air 5. PDAM 6. Air hujan 7. Air isi ulang (dibeli dimana : .............................)
8. membawa dari rumah
VI. GANGUAN KESEHATAN DAN GEJALA PENYAKIT (GK)
GK1
A. GANGGUAN PADA KULIT :
Dalam 5 tahun terakhir, Apakah anda mengalami gangguan pada kulit yang disebutkan di bawah ini?
No Jenis Gangguan Kulit Ya Tdk Lama waktu Lokasi pada tubuh
1. Gatal-gatal
2. Kemerah-merahan
3. Bintil-bintil tanpa cairan
4. Bintil-bintil dengan cairan
5. Bentol-bentol
6. Luka berair
7. Luka bernanah
8. Benjol-benjol
9. Kulit bersisik
GK2 Gangguan sakit kulit lainnya, sebutkan : .........................................................................................................
……………………………………………………………………………………………………….............................
……………………………………………………………………………………………………….............................
GK3
B. GANGGUAN PENCERNAAN
Dalam 2 minggu terakhir, Apakah anda mengalami gangguan pencernaan yang disebutkan dibawah ini?
No Jenis Gangguan Pencernaan Ya Tdk Lama waktu
1. Terdapat luka pada rongga mulut
2. Terasa logam di mulut
3. Mual / muntah
4. Mulas / sakit perut
5. Diare / mencret
GK4 Jika ada gangguan perncernaan lainnya, sebutkan : …………………………………………............................
……………………………………………………………………………………………………….............................
.........................................................................................................................................................................
GK5 C. GANGGUAN PADA SARAF :
Dalam 10 tahun terakhir, Apakah anda mengalami gangguan syaraf seperti yang disebutkan dibawah ini?
No Jenis Gangguan Syaraf Ya Tdk Lama waktu
1. Tremor / gemetar pada anggota tubuh
2. Gangguan lapangan penglihatan
3. Mati rasa/ rasa kebas pada anggota gerak bawah jika disentuh
4. Kaku pada rahang waktu bicara
5. Nyeri pada otot atau sendi
6. Gangguan pada gerakan anggota tubuh
7. Gangguan pendengaran
GK6
D. GANGGUAN PERNAPASAN, KARDIOVASKULER DAN KEJIWAAN :
Dalam 10 tahun terakhir, Apakah anda mengalami gangguan – gangguan yang disebutkan di bawah ini?
No Jenis Gangguan Ya Tdk Lama waktu
1. Sesak napas
1. Jantung berdebar-debar
2. Tekanan darah tinggi
3. Didiagnosa dokter menderita penyakit jantung
4 Susah tidur
VIII. KEBIASAAN MEROKOK (KM)
KM1 Apakah anda merokok dalam sebulan terakhir ? 1. Ya, setiap hari 2.Kadang-kadang
3. Tidak tapi sebelumya pernah merokok tiap hari, 4. Tidak, tapi sebelumnya pernah
merokok kadang-kadang 5. Tidak pernah sama sekali
KM2 Berapa umur anda saat pertama kali merokok ? ….. tahun
KM3 Berapa umur anda ketika pertama kali merokok setiap hari ? …. Tahun
KM4 Berapa batang rokok yang anda hisap perhari/per minggu ? ………
KM5 Sudah berapa lama anda merokok? ……
KM6 Sebutkan jenis rokok yang biasa anda hisap ? 1. Kretek 2. Rokok putih 3. Rokok linting
4. Cangklong/cerutu
KM7 Dimana biasanya anda merokok?
1. Di dalam ruangan/gedung
2. Di luar ruangan/gedung
IX. ANTROPOMETRI
SG1 Lakukan pengukuran Tinggi Badan........................ cm
SG2 Lakukan pengukuran Berat Badan..................... kg
X. FORM PENGAMBILAN SAMPEL BIOMARKER DAN LINGKUNGAN (SLB)
SBL1 Lakukan pengambilan urine 1. Ya 2. Tidak
SBL2 No. sampel urine…………………...........
SBL3 Lakukan pengambilan sampel air minum 1. Ya 2. Tidak
SBL4 Sumber air minum yang diambil :1. Sumur gali 2. Sumur bor
3. Sungai 4. Mata air 5. PDAM 6. Air hujan 7. Air isi ulang
SBL5 No. sampel air minum ………………….......
SBL6 pH air
SBL 7 Suhu
SBL 8 Kelembaban
SBL 9 Arah Angin
SBL 10 Titik Koordinat sampel air
SBL 11 Kecepatan Angin
SBL 12 Jarak Tempat Tinggal dengan Tailing terdekat
Palu, ……………….. 2013
Pewawancara,
SBL 13 Jarak Sumber Air Minum dengan Tailing Terdekat
FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN SETELAH
MENDAPAT PENJELASAN
Saya yang bertandatangandibawahini :
Nama : ...............................................................
Umur : ...............................................................
Alamat : ..............................................................
Setelah mendengar/membaca dan mengerti penjelasan (Telah memahami Naskah
Penjelasan Untuk Responden) yang diberikan oleh....................................... baik mengenai
tujuan, manfaat apa yang akan diperoleh pada penelitian ini, serta risiko yang mungkin
terjadi, maka dengan ini saya menyatakan setuju untuk ikut dalam penelitian ini secara
sukarela tanpa paksaan.
Saya mengerti bahwa pengambilan darah dan rambut dapat menimbulkan
ketidaknyamanan, namun saya percaya hal ini dapat diminimalkan dengan tata cara yang
benar dan dilakukan oleh petugas yang terlatih.
Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya ini bersifat sukarela tanpa paksaan, sehingga saya
bias menolak ikut atau mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa risiko apapun. Juga saya
berhak bertanya atau meminta penjelasan bila masih ada hal yang belum jelas atau masih
ada hal yang ingin saya ketahui tentang penelitian ini.
Saya juga mengerti bahwa semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pemeriksaan
darah dan rambut dalam penelitian ini, dan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan, menjadi beban peneliti. Apabila terjadi perselisihan akan diselesaikan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
Provinsi, ......................... 2011
(..............................................)
NAMA SAKSI TANDA TANGAN TANGAL DI TTD
Saksi 1:………………………….
Saksi2:………………………….
HASIL OLAH DATA SPSS
DISTRIBUSI FREKUENSI
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid L 65 65.0 65.0 65.0
P 35 35.0 35.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
kelompok umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 17-25 7 5,1 7,0 7,0
26-35 25 18,4 25,0 32,0
36-45 31 22,8 31,0 63,0
46-55 26 19,1 26,0 89,0
56-65 9 6,6 9,0 98,0
>= 65 2 1,5 2,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Total 136 100,0
Pendidikan Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tamat Sekolah 8 8.0 8.0 8.0
SD 24 24.0 24.0 32.0
SMP 29 29.0 29.0 61.0
SMA 31 31.0 31.0 92.0
PT 8 8.0 8.0 100.0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid L 65 65.0 65.0 65.0
P 35 35.0 35.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Kebiasaan Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Merokok 58 58.0 58.0 58.0
tidak merokok 42 42.0 42.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber Air Minum
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sumur Bor/Sumur suntik 10 10.0 10.0 10.0
Air sungai 15 15.0 15.0 25.0
Mata Air 75 75.0 75.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
frekuensi pajanan 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
frekuensi pajanan Mean 310.70 3.054
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 304.64
Upper Bound 316.76
5% Trimmed Mean 311.67
Median 310.00
Variance 932.879
Std. Deviation 30.543
Minimum 235
Maximum 365
Range 130
Interquartile Range 58
Skewness -.365 .241
Kurtosis -.457 .478
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
frekuensi pajanan .103 100 .011 .961 100 .005
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
durasi pajanan 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Descriptives
Statisti
c
Std.
Error
durasi pajanan Mean 32.85 1.854
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 29.17
Upper Bound 36.53
5% Trimmed Mean 32.67
Median 35.00
Variance 343.58
3
Std. Deviation 18.536
Minimum 2
Maximum 78
Range 76
Interquartile Range 28
Skewness -.214 .241
Kurtosis -.772 .478
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
durasi pajanan .121 100 .001 .943 100 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
berat badan 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
berat badan Mean 57.92 1.051
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 55.83
Upper Bound 60.01
5% Trimmed Mean 57.82
Median 57.50
Variance 110.438
Std. Deviation 10.509
Minimum 35
Maximum 88
Range 53
Interquartile Range 15
Skewness .133 .241
Kurtosis -.274 .478
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
berat badan .062 100 .200*
.989 100 .554
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
berat badan .062 100 .200*
.989 100 .554
*. This is a lower bound of the true significance.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
RQ Non Karsinogen 100 73,5% 36 26,5% 136 100,0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Waktu paparan 100 73,5% 36 26,5% 136 100,0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Waktu paparan Mean 14,45 ,220
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 14,01
Upper Bound 14,89
5% Trimmed Mean 14,46
Median 16,00
Variance 4,856
Std. Deviation 2,204
Minimum 8
Maximum 21
Range 13
Interquartile Range 4
Skewness -,238 ,241
Kurtosis -,151 ,478
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Waktu paparan ,269 100 ,000 ,855 100 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
Descriptives
Statistic Std. Error
RQ Non Karsinogen Mean ,4789118 ,03315707
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound ,4131209
Upper Bound ,5447026
5% Trimmed Mean ,4559813
Median ,4827300
Variance ,110
Std. Deviation ,33157075
Minimum ,02636
Maximum 1,93557
Range 1,90921
Interquartile Range ,48067
Skewness 1,024 ,241
Kurtosis 2,716 ,478
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
RQ Non Karsinogen ,086 100 ,065 ,926 100 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
RQ Karsinogen 100 73,5% 36 26,5% 136 100,0%
Descriptives
Statistic Std. Error
RQ Karsinogen Mean ,0811644 ,08095794
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound -,0794737
Upper Bound ,2418026
5% Trimmed Mean ,0001999
Median ,0002089
Variance ,655
Std. Deviation ,80957936
Minimum ,00001
Maximum 8,09600
Range 8,09599
Interquartile Range ,00020
Skewness 10,000 ,241
Kurtosis 100,000 ,478
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
RQ Karsinogen ,530 100 ,000 ,075 100 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
frekuensi pajanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 234-255 4 2,9 4,0 4,0
256-277 12 8,8 12,0 16,0
278-299 16 11,8 16,0 32,0
300-321 30 22,1 30,0 62,0
322-343 19 14,0 19,0 81,0
344-365 19 14,0 19,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Total 136 100,0
durasi pajanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 2 3 2,2 3,0 3,0
3 4 2,9 4,0 7,0
4 4 2,9 4,0 11,0
5 89 65,4 89,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Total 136 100,0
kelompok bb
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 35-43 8 5,9 8,0 8,0
44-52 21 15,4 21,0 29,0
53-61 36 26,5 36,0 65,0
62-70 23 16,9 23,0 88,0
71-79 10 7,4 10,0 98,0
80-88 2 1,5 2,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Total 136 100,0
kelompok umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 17-25 7 5,1 7,0 7,0
26-35 25 18,4 25,0 32,0
36-45 31 22,8 31,0 63,0
46-55 26 19,1 26,0 89,0
56-65 9 6,6 9,0 98,0
>= 65 2 1,5 2,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Total 136 100,0
Lama Tinggal Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 2-14 23 16,9 23,0 23,0
15-27 7 5,1 7,0 30,0
28-40 31 22,8 31,0 61,0
41-53 29 21,3 29,0 90,0
54-66 8 5,9 8,0 98,0
67-79 2 1,5 2,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Lama Tinggal Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 2-14 23 16,9 23,0 23,0
15-27 7 5,1 7,0 30,0
28-40 31 22,8 31,0 61,0
41-53 29 21,3 29,0 90,0
54-66 8 5,9 8,0 98,0
67-79 2 1,5 2,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Total 136 100,0
frekuensi pajanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 234-255 4 2,9 4,0 4,0
256-277 12 8,8 12,0 16,0
278-299 16 11,8 16,0 32,0
300-321 30 22,1 30,0 62,0
322-343 19 14,0 19,0 81,0
344-365 19 14,0 19,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Total 136 100,0
Konsentrasi CN dalam urine
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0,21 - 1,21 21 15,4 21,0 21,0
1,22 - 2,22 30 22,1 30,0 51,0
2,23 - 3,23 16 11,8 16,0 67,0
3,24 - 4,24 8 5,9 8,0 75,0
4,25 - 5,25 12 8,8 12,0 87,0
5,26 - 6,26 13 9,6 13,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Total 136 100,0
RQ Non Karsinogen
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0,02 - 0,32 30 22,1 30,0 30,0
0,33 - 0,63 43 31,6 43,0 73,0
0,64 - 0,94 21 15,4 21,0 94,0
0,95 - 1,25 4 2,9 4,0 98,0
1,26 - 1,56 1 ,7 1,0 99,0
>= 1,57 1 ,7 1,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Total 136 100,0
RQ Karsinogen
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0,01 - 0,11 28 20,6 28,0 28,0
0,12 - 0,22 31 22,8 31,0 59,0
0,23 - 0,33 28 20,6 28,0 87,0
0,34 - 0,44 7 5,1 7,0 94,0
0,45 - 0,55 5 3,7 5,0 99,0
>= 0,56 1 ,7 1,0 100,0
Total 100 73,5 100,0
Missing System 36 26,5
Total 136 100,0
DOKUMENTASI PENELITIAN
Wawancara Responden
Tempat pengolahan emas
menggunakan sianida(CN)
Sianida (CN) yang digunakan dalam
proses pengolahan emas
CN yang digunakan dalam
proses pengolahan emas
Bubuk Sodium
Cyanida
Limbah Sianida (CN)
Sampel Sumber Air
Minum