ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN...
-
Upload
phungtuyen -
Category
Documents
-
view
237 -
download
2
Transcript of ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN...
ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN PM2.5 PADA
PEDAGANG TETAP DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (S.KM)
Disusun oleh:
AVITA FALAHDINA
1113101000087
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/2017
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2017
Avita Falahdina
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Desember 2017
Avita Falahdina, NIM: 1113101000087
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan PM2.5 Pada Pedagang Tetap
Di Terminal Kampung Rambutan
(xvi + 151 halaman, 20 tabel, 17 gambar, 4 lampiran)
ABSTRAK
Latar Belakang: Particulate Matter ≤ 2,5 mikrometer (PM2.5) merupakan salah
satu polutan yang dikeluarkan dari emisi kendaraan, disebut sebagai debu
respirable karena dapat berpenetrasi ke parenkim paru dan dapat menyebabkan
penurunan kapasitas vital paru. Pedagang di terminal merupakan populasi berisiko
yang diasumsikan terpajan dengan konsentrasi polutan yang tinggi dan dalam
waktu yang lama. Tujuan: Untuk mengetahui estimasi risiko kesehatan akibat
pajanan PM2.5 pada pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan pada tahun
2017. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan desain studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL),
dilakukan selama bulan Juli – Oktober 2017 dengan 66 responden yang terbagi pada
3 titik lokasi. Nilai estimasi risiko kesehatan non karsinogenik dinyatakan dengan
Risk Quotient (RQ). Hasil Penelitian: Menunjukkan bahwa konsentrasi minimum
PM2.5 di tiga lokasi masing-masing yaitu 0.266 mg/m3 di lokasi AKAP, 0.017
mg/m3 di lokasi Jalur Keluar DK, dan 0 mg/m3 di lokasi Ruang Tunggu DK.
Sedangkan konsentrasi maskimum PM2.5 di tiga lokasi masing-masing yaitu 1.341
mg/m3 di lokasi AKAP, 3.964 mg/m3 di lokasi Jalur Keluar DK, dan 1.116 mg/m3
di lokasi Ruang Tunggu DK. Nilai intake maksimum di tiga lokasi lebih dari RfC
masing-masing sebesar 0.032 mg/kg/hari untuk lokasi AKAP, 0.244 mg/kg/hari
untuk lokasi Jalur Keluar DK dan 0.058 mg/kg/hari. Berdasarkan hasil karakteristik
risiko, dapat disimpulkan bahwa di 3 lokasi memiliki RQ > 1 masing-masing
sebesar 1.79, 13.56, dan 3.22 yang menunjukkan bahwa pedagang sudah berisiko.
Kesimpulan: Pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan berisiko terhadap
penurunan fungsi paru akibat paparan PM2.5 dalam pajanan realtime maupun
lifespan 30 tahun mendatang. Selanjutnya, pihak terminal dan Badan Lingkungan
Hidup setempat perlu melakukan uji emisi kendaraan umum dan pengukuran
indikator ISPU secara rutin agar konsentrasi PM2.5 di area terminal dapat terpantau,
serta menghimbau masyarakat yang beraktivitas di area terminal untuk
menggunakan masker.
Daftar Pustaka : 88 (1992 – 2017)
Kata Kunci : Konsentrasi PM2.5, ARKL, Kapasitas Vital Paru, Pedagan Tetap,
Terminal Bus
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH MAJOR
DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduated Thesis, Desember 2017
Avita Falahdina, NIM: 1113101000087
Environmental Health Risk Assessment of PM2.5 Concentration on
Permanent Traders at Kampung Rambutan Terminal
(xvi + 151 pages, 20 tables, 17 pictures, 4 appendices)
ABSTRACT
Background: Particulate Matter ≤ 2.5 micrometer (PM2.5) is one of the pollutants
emitted from vehicle emissions, referred to as respirable dust as it penetrates into
the pulmonary parenchyma and may cause decreased vital pulmonary capacity.
Terminal traders are risk populations that assumed to be exposed to high
concentration of pollutants and for a long time. Objective: To estimate health risk
from exposure of PM2.5 to permanent traders at Kampung Rambutan Terminal in
2017. This research is a quantitative study using design of Environmental Health
Risk Assessment (EHRA), conducted during the month of July - October 2017 with
66 respondents are divided into 3 points location. Non-carcinogenic health risk
estimation value is expressed by Risk Quotient (RQ). Results: The minimum PM2.5
concentrations in the three sites were 0.266 mg/m3 at the AKAP location, 0.017
mg/m3 at the DK Exit location and 0 mg/m3 at the DK waiting room. While PM2.5
maximum concentration in three locations are 1,341 mg/m3 at AKAP location,
3,964 mg/m3 at DK Exit location and 1,116 mg/m3 at DK waiting room. The
maximum intake value at three sites was more than RfC of 0.032 mg/kg/day for
AKAP location, 0.244 mg/kg/day for DK Exit location and 0.058 mg/kg/day,
respectively. Based on the results of risk characteristics, it can be concluded that in
3 locations have RQ > 1 respectively of 1.79, 13.56, and 3.22 indicating that traders
are at risk. Conclusion: It can be concluded that traders remain at Kampung
Rambutan Terminal are at risk of decreasing vital capacity of the lung due to PM2.5
exposure in realtime and 30 years of lifespan exposure. Furthermore, terminal
manager and local environmental agency need to conduct public vehicle emission
test and ISPU indicator meamsurements on a regular basis so that the concentration
of PM2.5 in the terminal area can be monitored, and to urge people in the terminal
to use the mask.
References : 88 (1992 – 2017)
Keywords : PM2.5 Concentration, EHRA, Vital Lung Capacity, Permanent
Traders, Bus Station
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN PM2.5 PADA
PEDAGANG TETAP DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Ujian
Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
AVITA FALAHDINA
NIM. 1113101000087
Tangerang Selatan, Desember 2017
Mengetahui
Pembimbing Skripsi
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
vi
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Desember 2017
Penguji I
Penguji II
Siti Rahma Lubis, M.KKK
Penguji III
Dr. dr. Satria Pratama, Sp.P
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
Nama Lengkap : Avita Falahdina
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Agustus 1995
Alamat : Jalan Teratai 1 No. 7 RT 001/RW 006 Komplek
Larangan Indah, Kecamatan Larangan, Kota
Tangerang, Banten 15154
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Golongan Darah : O
Status : Belum Menikah
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Nomor Telepon : 087808116531
Alamat Email : [email protected]
II. Riwayat Pendidikan
1. SD Islam Al-Azhar 8 Kembangan Jakarta Barat
2. SMP Islam Al-Azhar 10 Kembangan Jakarta Barat
3. SMA Negeri 78 Jakarta
4. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
III. Pengalaman Organisasi
1. Staf Divisi Marketing & Communication AIESEC South Tangerang
2. Staf Divisi Finance AIESEC South Tangerang
3. Staf Divisi Marketing & Communication UIN Community
4. Ketua Divisi Fosil ENVIHSA UIN Jakarta
5. Pengalaman Belajar Lapangan Puskesmas Desa Sukawali, Kecamatan Paku
Haji, Kabupaten Tangerang
6. Departemen K3PL (SHE) PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) LNG
Indonesia
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi penelitian
yang berjudul “ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN PM2.5
PADA PEDAGANG TETAP DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN TAHUN
2017”.
Penyusunan penelitian ini merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi perkuliahan pada Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarya. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan ridho-Nya sehingga dalam pelaksanaan
penelitian ini berjalan dengan lancar sesuai dengan izin-Nya.
2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan
penelitian ini.
5. Para dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen Peminatan
Kesehatan Lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan pengajaran dan ilmu yangbermanfaat.
6. Kedua Orang Tua saya yang telah membimbing, senantiasa mendoakan,
menemani dan memberi motivasi anak-anaknya hingga saat ini. Kepada
saudari penulis Shiela Zhafira yang selalu memberi semangat, meluangkan
waktunya memberi nasihat dan menjadi tempat bercerita bagi penulis.
ix
7. Teman-teman seperjuangan Kesehatan Lingkungan 2013; Dini Fadiah, Lilis
Amaliah, Luthfiati Rahmah, Diah Ayu Srikandi, Nadila Safira, Inayah
Robbaniyah, Rizki Zahrotul, Sonia Nur Anggraeni, Iffa Iffatunnufus, Luthfi
Rofiana, Khoirunnisa, Mega Trisna Nirwanti, Muhammad Farhan,
Azzindani, Darmawan Abiyanto, Achmad, dan Tirta Indah Perdana.
Keluarga ENVIHSA, dan teman-teman Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Sahabat penulis sejak awal perkuliahan “Selalu Berlima”; Rizqi
Suryaramadhanty, Wihdaturrahmah, Ana Muslimah, dan Dinda Apriliani
yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan dukungan kepada penulis
selama penyusunan skripsi ini hingga selesai.
9. Sahabat penulis through ups and downs, thick and thin yang selalu menjadi
tempat berkeluh kesah; Ihsan Hakim Sutiono, Yudhya Patria Wicaksono,
Dhara Nandary, Rioadam Sayyid Abidin, dan Girham Nurrachman.
Pada penulisan skripsi ini, penulis merasa masih banyak kekurangan baik
teknis maupun materi mengingat kemampuan penulis yang belum mencapai
kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan
bagi penulis demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis. Aamiin yarabbal’alamin.
Jakarta, Desember 2017
Avita Falahdina
x
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ................................................................................ ii
ABSTRAK ..........................................................................................................................iii
ABSTRACT ....................................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................x
DAFTAR TABEL............................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................. xvi
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................. 6
1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 6
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 7
1.4.1. Tujuan Umum ................................................................................................... 7
1.4.2. Tujuan Khusus .................................................................................................. 7
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 8
1.5.1. Bagi Peneliti ...................................................................................................... 8
1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ..................................................... 8
1.5.3. Bagi Pihak Terminal Kampung Rambutan ....................................................... 8
1.5.4. Bagi Masyarakat di Sekitar Terminal ............................................................... 9
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................... 9
BAB II .............................................................................................................................. 11
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 11
2.1. Particulate Matter ................................................................................................ 11
2.1.1. Definisi dan Karakteristik ............................................................................... 11
2.1.2. Mekanisme Pajanan ke Manusia ..................................................................... 12
xi
2.1.3. Dampak Terhadap Kesehatan ......................................................................... 14
2.1.4. Baku Mutu ...................................................................................................... 15
2.1.5. Cara Pencegahan dan Pengendalian................................................................ 15
2.1.6. Cara Pengukuran PM2.5 ................................................................................... 17
2.2. Sistem Pernapasan Manusia ................................................................................. 19
2.2.1. Anatomi dan Fisiologis Paru-Paru .................................................................. 19
2.2.2. Kapasitas Paru-Paru ........................................................................................ 20
2.2.3. Definisi dan Karakteristik Penurunan Fungsi Paru ......................................... 22
2.2.4. Cara Pengukuran ............................................................................................. 24
2.2.5. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri ..................................................... 26
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru ................................... 30
2.3.1. Umur ............................................................................................................... 30
2.3.2. Lama dan Masa Kerja ..................................................................................... 30
2.3.3. Jenis Kelamin .................................................................................................. 31
2.3.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pernapasan ...................................... 31
2.3.5. Status Merokok ............................................................................................... 32
2.3.6. Berat Badan .................................................................................................... 32
2.4. Macam Gangguan Fungsi Paru ............................................................................ 33
2.4.1. Penyakit Paru Obstruksi .................................................................................. 33
2.4.2. Penyakit Paru Restriksi ................................................................................... 36
2.5. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ............................................................... 37
2.5.1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) ................................................... 38
2.5.2. Dosis-Respon (Dose-Response Assessment) .................................................. 39
2.5.3. Analisis Pajanan (Exposure Assessment) ........................................................ 40
2.5.4. Karakteristik Risiko (Risk Characterization) ................................................. 42
2.5.5. Manajemen Risiko (Risk Management) .......................................................... 43
2.9. Kerangka Teori .................................................................................................... 45
BAB III ............................................................................................................................. 46
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS ..................... 46
3.1. Kerangka Konsep ................................................................................................. 46
3.2. Definisi Operasional ............................................................................................ 48
xii
BAB IV ............................................................................................................................. 50
METODE PENELITIAN ................................................................................................. 50
4.1. Desain Penelitian ................................................................................................. 50
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... 51
4.3. Populasi dan Sampel ............................................................................................ 51
4.3.1. Populasi ........................................................................................................... 51
4.3.2. Sampel ............................................................................................................ 52
4.4. Metode Pengumpulan Data .................................................................................. 55
4.4.1. Pengumpulan Data Konsentrasi PM2.5 ............................................................ 55
4.4.2. Pengukuran Fungsi Paru ................................................................................. 56
4.5. Instrumen Penelitian ............................................................................................ 58
4.6. Pengolahan Data .................................................................................................. 58
4.7. Analisis Data ........................................................................................................ 59
4.7.1. Analisis Univariat ........................................................................................... 59
BAB V .............................................................................................................................. 62
HASIL PENELITIAN ...................................................................................................... 62
5.1. Gambaraan Umum Lokasi Penelitian ................................................................... 62
5.1.1. Gambaran Umum Terminal Kampung Rambutan .......................................... 62
5.1.2. Gambaran Angkutan Umum di Terminal Kampung Rambutan ..................... 64
5.2. Analisis Univariat ................................................................................................ 66
5.2.1. Karakteristik Individu Pedagang Terminal Kampung Rambutan ................... 66
5.2.2. Pola Aktivitas Pedagang Terminal Kampung Rambutan ............................... 69
5.2.3. Konsentrasi PM2.5 pada Udara Ambien Terminal ........................................... 74
5.2.4. Kapasitas Vital Paru........................................................................................ 74
5.3. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) PM2.5 ....................................... 75
5.3.1. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake PM2.5 pada Pedagang Tetap Terminal
75
5.3.2. Analisis Dosis Respon .................................................................................... 80
5.3.3. Karakteristik Risiko ........................................................................................ 81
5.3.4. Manajemen Risiko .......................................................................................... 86
BAB VI ............................................................................................................................. 90
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 90
xiii
6.1. Keterbatasan Penelitian ........................................................................................ 90
6.2. Karakteristik Individu dan Pola Aktivitas Pedagang ............................................ 91
6.2.1. Distribusi Umur Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan .............. 91
6.2.2. Distribusi Berat Badan Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan ... 92
6.2.3. Distribusi Tinggi Badan Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan . 94
6.2.4. Distribusi Jenis Kelamin Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan . 95
6.2.5. Laju Inhalasi Pedagang ................................................................................... 95
6.3. Konsentrasi PM2.5 Udara Ambien di Terminal Kampung Rambutan .................. 96
6.4. Kapasitas Vital Paru ............................................................................................. 98
6.5. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake PM2.5 pada Pedagang Tetap Terminal 99
6.6. Karakteristik Risiko ........................................................................................... 102
6.7. Manajemen Risiko ............................................................................................. 103
BAB VII .......................................................................................................................... 107
PENUTUP ...................................................................................................................... 107
7.1. Simpulan ............................................................................................................ 107
7.2. Saran .................................................................................................................. 108
7.2.1. Bagi Pihak Terminal ..................................................................................... 108
7.2.2. Bagi Masyarakat Berisiko Di Sekitar Terminal ............................................ 109
7.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya .............................................................................. 110
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 111
LAMPIRAN 1 ................................................................................................................ 118
LAMPIRAN 2 ................................................................................................................ 120
LAMPIRAN 3 ................................................................................................................ 123
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Keterangan Perhitungan Intake Non Karsinogenik Jalur Inhalasi .................... 41
Tabel 3.1 Definisi Operasional......................................................................................... 48
Tabel 5.1 Data Kendaraan Kedatangan dan Keberangkatan Angkutan Antar Kota Antar
Provinsi Terminal Kampung Rambutan Tahun 2016........................................................65
Tabel 5.2 Data Kendaraan Angkutan Dalam Kota Terminal Kampung Rambutan Tahun
2016.................................................................................................................................. 65
Tabel 5.3 Distribusi Umur Pedagang Terminal Kampung Rambutan .............................. 66
Tabel 5.4 Distribusi Berat Badan Pedagang Terminal Kampung Rambutan .................... 67
Tabel 5.5 Distribusi Tinggi Badan Pedagang Terminal Kampung Rambutan .................. 68
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pedagang Berdasarkan Titik Sampling .... 68
Tabel 5.7 Distribusi Lama Pajanan Pedagang Terminal Kampung Rambutan ................. 70
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Pajanan Pedagang Terminal Kampung Rambutan .......... 71
Tabel 5.9 Distribusi Durasi Pajanan Pedagang Terminal Kampung Rambutan ............... 72
Tabel 5.10 Distribusi Laju Inhalasi Pedagang Terminal Kampung Rambutan ................ 73
Tabel 5.11 Konsentrasi PM2.5 Berdasarkan Titik Lokasi Sampling.................................. 74
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pedagang Berdasarkan Titik
Sampling ........................................................................................................................... 75
Tabel 5.13 Karakteristik Individu & Pola Aktivitas Pedagang Terminal ......................... 76
Tabel 5.14 Intake Populasi PM2.5 Berdasarkan Titik Sampling ........................................ 76
Tabel 5.15 Proyeksi Intake Populasi Berdasarkan Titik Sampling ................................... 77
Tabel 5.16 Tingkat Risiko Populasi PM2.5 Berdasarkan Titik Sampling .......................... 82
Tabel 5.17 Proyeksi Tingkat Risiko Populasi Berdasarkan Titik Sampling ..................... 83
Tabel 5.18 Konsentrasi Aman PM2.5 Berdasarkan Titik Sampling ................................... 87
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alat High Volume Air Sampler .................................................................... 17
Gambar 2.2 Alat Haz-Dust ............................................................................................... 18
Gambar 2.3 Alat Dust Trak ............................................................................................... 19
Gambar 2.4 Alat Spirometri .............................................................................................. 25
Gambar 2.5 Normal Spirometri ........................................................................................ 28
Gambar 2.6 Spirometri Obstruktif .................................................................................... 29
Gambar 2.7 Spirometri Restriktif ..................................................................................... 29
Gambar 2.8 Proses risk analysis (National Risk Council, 1986) ...................................... 38
Gambar 2.9 Kerangka Teori ............................................................................................ 45
Gambar 3.1 Kerangka Konsep..........................................................................................47
Gambar 5.1 Denah Terminal Kampung Rambutan...........................................................64
Gambar 5.2 Proyeksi Intake PM2.5 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi) di Titik Lokasi
AKAP ............................................................................................................................... 78
Gambar 5.3 Proyeksi Intake PM2.5 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi) di Titik Lokasi
Jalur Keluar DK ................................................................................................................ 79
Gambar 5.4 Proyeksi Intake PM2.5 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi) di Titik Lokasi
Ruang Tunggu DK ............................................................................................................ 80
Gambar 5.5 Proyeksi Besar Risiko 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi) di Titik Lokasi
AKAP ............................................................................................................................... 83
Gambar 5.6 Proyeksi Besar Risiko 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi) di Titik Lokasi
Jalur Keluar DK ................................................................................................................ 84
Gambar 5.7 Proyeksi Besar Risiko 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi) di Titik Lokasi
Ruang Tunggu DK ............................................................................................................ 85
xvi
DAFTAR SINGKATAN
AKAP : Antar Kota Antar Provinsi
ARKL : Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
ATS : American Thoracic Society
ATSDR : Agency for Toxic Substances and Disease Registry
CDC : Center for Disease Control and Prevention
DK : Dalam Kota
ECR : Excess Cancer Risk
EPA : Environemntal Protection Agency
ERV : Expiratory Reserve Volume
FET : Force Expiratory Time
FEV1 : Force Expired Volume
FRC : Functional Residual Capacity
FVC : Forced Vital Capacity
HVAS : High Volume Air Sampler
IC : Inspiratory Capacity
IRIS : Integrated Risk Information System
IRV : Inspiratory Reserve Volume
LOAEL : Low Observed Adverse Effect Level
MRLS : Minimal Risk Levels
MVV : Maximal Voluntary Ventilation
NAAQS : National Ambient Air Quality Standar
NOAEL : No Observed Adverse Effect Level
OVD : Obstructive Ventilatory Defects
PM : Particulate Matter
RfC : Reference Concentration
RfD : Reference Dose
RQ : Risk Quotient
RV : Residual Volume
RVD : Restrictive Ventilatory Defects
SF : Slope Factor
SVC : Slow Vital Capacity
TLC : Total Lung Capacity
TSP : Total Suspended Particulate
TV : Tidal Volume
TWA : Time Weighted Average
VC : Vital Capacity
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan suatu negara biasanya diikuti dengan peningkatan industri
dan alat transportasi. Tingginya jumlah kendaraan bermotor dan industri
berimplikasi kepada penurunan kualitas udara akibat polusi udara, sedangkan udara
merupakan faktor yang paling penting bagi kehidupan manusia yang harus selalu
dijaga kualitasnya. Kualitas udara khususnya diperkotaan merupakan komponen
lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung bagi kesehatan
masyarakat dan kenyamanan kota. Pencemaran udara dari tahun ke tahun
cenderung meningkat, terutama Provinsi DKI Jakarta yang merupakan daerah
dengan aktvitas masyarakatnya yang sangat padat.
Pencemaran udara merupakan dimasukkannya komponen lain ke dalam
udara, baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun
akibat proses alam sehingga kualitas udara mengalami penurunan (Chandra, 2012).
Setiap substansi yang bukan merupakan bagian dari komposisi udara normal
disebut sebagai polutan. Menurut WHO, setiap tahun diperkirakan terdapat 200 ribu
kematian akibat outdoor pollution yang menimpa daerah perkotaan, dimana sekitar
93 persen kasus terjadi di negara berkembang. Peningkatan jumlah transportasi
berkontribusi besar dalam penurunan kualitas udara pada wilayah perkotaan. Lebih
dari 50% partikulat di udara ambien bersumber dari transportasi (Han, 2005). Zat-
zat pencemar udara seperti SOx, NOx, CO, PM10, PM2.5, dam O3.
2
Particulate Matter (PM) merupakan jenis polutan berbahaya dengan
berbagai ukuran, yang dapat mengakibatkan tingginya kematian akibat pajanan
polusi udara. Particulate Matter <2,5µm (PM2.5) atau yang disebut dengan fine
particle merupakan salah satu jenis partikulat yang berukuran sangat kecil dan
dapat menimbulkan berbagai penyakit. Apabila terhirup ke dalam tubuh dapat
berpenetrasi ke dalam saluran pernapasan bawah serta dapat melewati aliran darah
(Irniza et. al., Cheng et. al., 2012). Di dalam tubuh, partikulat dapat mengendap ke
dalam saluran pernapasan melalui beberapa mekanisme fisik seperti sedimentasi,
impaksi, difusi, intersepsi dan elektronik presipitasi (Hastiti, 2013). Partikulat
dengan ukuran lebih kecil dari 2,5 mikron lebih toksik daripada partikulat yang
lebih besar dan telah terbukti mengakibatkan efek terhadap kesehatan (Burnet,
2000).
PM2.5 dapat terhirup dan mengendap di organ pernapasan. Jika terpapar
dalam jangka panjang, PM2.5 dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut.
Berdasarkan penelitian di China, paparan PM2.5 dalam waktu singkat berdampak
pada peningkatan risiko sistem kardiovaskular dan beberapa gangguan fisiologis
pada sistem pernapasan, seperti penurunan fungsi paru-paru, serta mengganggu
rongga pernapasan seseorang yang memiliki riwayat penyakit asma (Pui et. al.,
2014). Hal tersebut juga dapat memperburuk kerja pembuluh darah dan jantung
serta menimbulkan gumpalan pada darah yang dapat mengganggu pengangkutan
oksigen ke jantung (Pope et. al., 2006).
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan bahaya PM2.5 terhadap
kesehatan. Mulai dari pajanan jangka pendek maupun pajanan jangka panjang.
3
Menurut WHO (2005), pajanan jangka pendek partikulat berupa perubahan
fisiologis (fungsi paru dan tekanan darah), gejala akut (batuk, sesak, infeksi saluran
pernapasan) sedangkan efek dari pajanan jangka panjang yaitu kematian akibat
penyakit respirasi, meningkatkanya insiden dan prevalensi paru kronik, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan janin dan kanker. PM2.5 juga dapat mengakibatkan
infeksi saluran pernapasan (ISPA), kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular,
kematian dini dan penyakit paru-paru obstruktif kronis (WHO, 2010).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari (2013) terkait
dengan kejadian ISPA ditinjau dari pajanan PM10 dan karakteristik individu di
lingkungan Terminal Kampung Rambutan menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara PM10 dengan kejadian ISPA dengan nilai pvalue = 0,000.
Pengukuran konsentrasi PM10 yang dilakukan di 5 titik berbeda di area terminal pun
mengalami fluktuasi dengan konsentrasi tertinggi mencapai 245 µg/m3 dan
konsentrasi terendah 97 µg/m3 , sedangkan baku mutu yang ditetapkan berdasarkan
PP No. 41 Tahun 1999 yaitu 65 µg/m3.
Penelitian serupa dilakukan oleh Marpaung (2012) terkait dengan pengaruh
pajanan debu respirable PM2.5 terhadap kejadian gangguan fungsi paru pada
pedagang di terminal terpadu kota depok, menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara intake PM2.5 udara ambien terminal terhadap kejadian
gangguan fungsi paru pedagang dengan nilai OR = 6.5 (pvalue = 0.004) yang berarti
pedagang yang memiliki intake PM2.5 diatas RfC mempunyai peluang 6,5 kali lebih
tinggi untuk mendapat gangguan fungsi paru dibanding pedagang yang memiliki
intake dibawah RfC. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Komariah (2016) terkait
4
dengan analisis risiko pajanan PM2.5 dan dampaknya terhadap penurunan fungsi
paru pekerja di PT Indocement, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara gangguan fungsi paru dengan konsentrasi PM2.5 dengan proporsi
sampel 50% mengalami restriktif dan 10,9% mengalami obstruktif.
Pemantauan kualitas udara yang dilakukan oleh Greenpeace sejak Januari
2017 di 21 lokasi di Jabodetabek menunjukkan selama enam bulan terakhir
terindikasi telah memasuki level tidak sehat (unhealthy) bagi manusia dan akan
menimbulkan dampak kesehatan yang lebih serius bagi kelompok sensitif, seperti
anak-anak, ibu hamil, dan kelompok lanjut usia (usila). Angka PM2.5 harian di
lokasi tersebut jauh melebihi standar yang dapat ditoleransi, seperti standar WHO
yaitu 25µg/m3 dan juga Baku Mutu Ambien Nasional yaitu 65 µg/m3.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995,
Terminal Kampung Rambutan termasuk ke dalam Terminal Penumpang Tipe A
yang berfungsi melayani kendaraan umum angkutan antar kota dalam provinsi,
angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan. Berdasarkan data BPLHD DKI Jakarta
(2015), menyebutkan bahwa konsentrasi TSP di wilayah Ciracas pada bulan
Agustus melebihi baku mutu yang ditetapkan yakni mencapai 314 µg/m3. Data
tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Riani (2017), rata-rata
konsentrasi TSP udara ambien di Terminal Kampung Rambutan mencapai 133
µg/m3 melebihi baku mutu udara yang ditetapkan yaitu 90 µg/m3. Konsentrasi
PM2.5 yang merupakan kelompok polutan TSP diasumsikan akan ikut meningkat
seiring dengan mobilitas penduduk yang semakin tinggi.
5
Terminal Kampung Rambutan yang merupakan terminal yang cukup besar
dan ramai di Jakarta Timur menarik para pedagang untuk berdagang di sekitar area
terminal. Pedagang di Terminal Kampung Rambutan merupakan kelompok
masyarakat termasuk ke dalam populasi berisiko karena melakukan aktivitas
berdagang di area terminal yang diasumsikan memiliki tingkat polusi yang tinggi,
terpajan dalam waktu yang lama dan dengan konsentrasi yang tinggi. Para
pedagang memiliki risiko untuk mengalami penurunan fungsi paru akibat dari
pajanan personal yang dihirup oleh pedagang setiap harinya.
Hasil studi pendahuluan berupa pemeriksaan paru terhadap 12 pedagang di
4 titik lokasi di sekitar area Terminal Kampung Rambutan menunjukkan bahwa 3
dari 11 pedagang atau sekitar 27% mengalami restriksi dengan masing-masing nilai
FVC 64,77% pada pedagang yang berlokasi di area ruang tunggu dalam kota, FVC
68,57% pada pedagang yang berlokasi di area ruang tunggu antar kota, dan FVC
73,75% pada pedagang yang berlokasi di area jalur keluar antar kota. Sedangkan 1
pedagang lainnya, memperoleh hasil yang tidak acceptable dikarenakan batuk
selama pemeriksaan berlangsung.
Berdasarkan pernyataan diatas dan hasil studi pendahuluan yang
menunjukkan beberapa pedagang memiliki kapasitas vital paru tidak normal , maka
peneliti tertarik untuk melihat analisis estimasi risiko kesehatan akibat pajanan
PM2.5 pada pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2017.
6
1.2. Rumusan Masalah
Terminal Kampung Rambutan merupakan salah satu area yang berpotensi
mengalami penurunan kualitas udara. Hal ini dikarenakan fungsinya sebagai pusat
keluar masuknya berbagai jenis kendaraan umum. Salah satu populasi yang rentan
terkena dampak dari polusi kendaraan di area terminal adalah pedagang yang
beraktivitas di luar ruangan dan terpapar langsung oleh polutan di udara ambien
dalam jangka waktu yang lama. Konsentrasi PM2.5 yang melebihi baku mutu atau
batas aman dapat memicu terjadinya pro-inflamasi yang apabila terjadi terus
menerus dapat mengakibatkan penurunan kapasitas vital paru pada pedagang. Oleh
karena itu, rumusan masalah penelitian ini akan dilihat bagaimana risiko kesehatan
lingkungan pajanan PM2.5 terhadap penurunan fungsi paru pada pedagang tetap di
Terminal Kampung Rambutan Tahun 2017.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran karakteristik individu pedagang tetap (umur, BB, TB,
jenis kelamin) di Terminal Kampung Rambutan?
2. Bagaimana konsentrasi PM2.5, di Terminal Kampung Rambutan?
3. Berapa lama pajanan, frekuensi pajanan, durasi pajanan PM2.5 pada
pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan?
4. Berapa laju inhalasi pada pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan?
5. Bagaimana gambaran nilai intake dan tingkat risiko (RQ) realtime dan
lifespan/proyeksi dalam 30 tahun yang akan datang?
7
6. Bagaimana gambaran kapasitas vital paksa pada pedagang tetap di Terminal
Kampung Rambutan?
7. Bagaimana manajemen risiko kesehatan yang dapat dilakukan terhadap
populasi berisiko di Terminal Kampung Rambutan?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui estimasi tingkat risiko
pajanan PM2.5 pada pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran karakteristik pedagang tetap (umur, BB, TB,
jenis kelamin) di Terminal Kampung Rambutan.
2. Diketahuinya gambaran konsentrasi PM2.5, di Terminal Kampung
Rambutan.
3. Diketahuinya lama pajanan, frekuensi pajanan, dan durasi pajanan PM2.5
pada pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan.
4. Diketahuinya laju inhalasi pada pedagang tetap di Terminal Kampung
Rambutan.
5. Diketahuinya gambaran nilai intake dan tingkat risiko (RQ) realtime
dan lifespan/proyeksi dalam 30 tahun yang akan datang.
6. Diketahuinya gambaran kapasitas vital paksa pada pedagang tetap di
Terminal Kampung Rambutan.
8
7. Diketahuinya manajemen risiko yang dapat dilakukan terhadap populasi
berisiko di Terminal Kampung Rambutan.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
1. Menambah ilmu dan pengetahuan peneliti terkait dengan dampak dari
pajanan polutan udara terhadap kesehatan. Serta mengembangkan pola
pikir peneliti dalam mengkaji permasalahan lingkungan yang ada di
masyarakat, sehingga dapat menemukan solusi pemecahan masalahnya.
2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian serupa khususnya mengenai analisis risiko kesehatan akibat
pajanan PM2.5.
1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
1. Informasi dari penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan
juga referensi serta membuka wawasan ilmiah para civitas akademik
program studi kesehatan masyarakat terkait efek pajanan polutan PM2.5
terhadap kesehatan khususnya penurunan fungsi paru.
1.5.3. Bagi Pihak Terminal Kampung Rambutan
1. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan
pertimbangan bagi pemerintah yang berwenang untuk mengambil
9
kebijakan dalam menurunkan tingkat risiko akibat suatu kegiatan
terminal bus.
2. Sebagai landasan dan pedoman bagi pemerintah dalam membuat
landasan hukum dan regulasi terkait dengan penyehatan lingkungan di
area terminal.
1.5.4. Bagi Masyarakat di Sekitar Terminal
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
kepada masyarakat di sekitar terminal khususnya pedagang dan supir
untuk lebih waspada terhadap dampak kesehatan dari polusi di area
terminal, serta lebih memperhatikan dan menjaga lingkungan terminal
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi pencemaran udara dalam bentuk partikulat (PM2.5)
terhirup dari lingkungan Terminal Kampung Rambutan dan dampaknya terhadap
kesehatan para pedagang tetap di area Terminal Kampung Rambutan, Jakarta
Timur. Penelitian ini menggunakan desain studi Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan (ARKL) dan dilakukan di area Terminal Kampung Rambutan dimulai
sejak bulan Juli 2017 sampai dengan bulan Oktober 2017. Sasaran penelitian ini
adalah pedagang tetap yang beraktivitas di area Terminal Kampung Rambutan
dengan jumlah sebanyak 66 pedagang.
Penelitian dilakukan dengan mengukur konsentrasi PM2.5 di beberapa titik
terminal dengan menggunakan alat EPAM-5000, kemudian menentukan
10
konsentrasi PM2.5 terhirup tiap-tiap individu pedagang dengan metode Exposure
Assessment. Sedangkan data terkait dengan karakteristik individu seperti umur,
lama pajanan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, berat badan, tinggi badan, dan
gambaran kapasitas vital paru diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan
pengukuran langsung. Pengukuran terhadap kapasitas vital paru pedagang
dilakukan sebagai pilot study atau alasan dilakukannya studi ARKL.
Setelah data diambil, data diolah dengan menggunakan software analisis
data. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran karakteristik
individu pedagang (berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan umur), konsentrasi
pajanan personal (intake) PM2.5, gambaran tingkat risiko (RQ) realtime dan
lifespan/proyeksi 30 tahun yang akan datang, gambaran kapasitas vital paksa pada
pedagang tetap, gambaran laju inhalasi, lama pajanan, frekuensi pajanan, dan durasi
pajanan. Selain itu, dilakukan pula pengukuran konsentrasi aman sebagai upaya
manajemen risiko yang dilakukan terhadap populasi berisiko di Terminal Kampung
Rambutan dalam hal ini yaitu pedagang tetap.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Particulate Matter
2.1.1. Definisi dan Karakteristik
Material partikulat atau disebut juga dengan PM (Particulate Matter)
merupakan gabungan dari partikel-partikel kecil dan butiran cair. Partikel-
partikel polutan dapat dibentuk dari berbagai komponen seperti asam nitrat dan
asam sulfat, komponen organik kimiawi, logam serta partikel debu. Ukuran
partikel dapat berpengaruh pada masalah kesehatan. Partikulat yang memiliki
diameter 10 mikron atau lebih kecil dapat masuk ke dalam paru-paru manusia,
karena partikel ini tidak dapat disaring melalui organ pernapasan manusia
(EPA. 2011).
Particulate Matter terdiri dari beberapa klasifikasi diantaranya
berdasarkan ukuran fisik dan mekanisme terbentuknya. Ukuran fisik partikulat
merupakan faktor penentu dan memiliki keeratan hubungan dengan mekanisme
pembentukannya, sifat fisik dan kimia, perubahan, transport, dan pembersihan
partikulat dari atmosfer. Sedangkan berdasarkan mekanisme terbentuknya,
terdiri dari primary particles dan secondary particles. Primary particles
merupakan partikulat yang dihasilkan langsung dari sumbernya, sebaliknya
secondary particles merupakan hasil dari konversi gas-gas prekursor di
atmosfer menjadi partikulat (Vallius, 2005).
12
Sebagian besar komposisi PM (± 90%) berasal dari emisi alam, PM
yang berasal dari emisi alam terakumulasi dalam ukuran partikulat kasar (> 2,5
µm) yang teremisi secara primer ke atmosfer. Sedangkan komposisi ±10%
merupakan partikulat halus (< 2,5 µm). Partikel debu ≤ 2,5 mikrometer (PM2.5)
merupakan suatu polutan yang terdapat di udara. Partikel debu ini memiliki
diameter ≤ 2,5 mikrometer dan lebih kecil 1/30 bagian dari diameter rambut
manusia. Komposisi pembentuk PM2.5 terdiri dari sulfat, nitrat, organic
compounds, ammonium compounds, metal, acidic material, dan bahan
kontaminan lain yang dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia
(EPA, 2011). Sumber utama PM2.5 adalah pembakaran, asap rokok, emisi
kendaraan bermotor, aktivitas industri, dan sebagainya.
Komposisi dan ukuran partikulat sangat menentukan seberapa parah
pajanan yang terjadi. PM2.5 ketika terhirup akan langsung masuk ke dalam paru-
paru, berpenetrasi ke parenkim paru dan mengendap di alveoli.
2.1.2. Mekanisme Pajanan ke Manusia
Particulate Matter masuk ke tubuh manusia melalui jalur inhalasi dan
masuk ke saluran pernapasan. Sistem pernapasan manusia memiliki beberapa
mekanisme pertahanan yang berperan untuk mencegah partikel-partikel asing
dan berbahaya masuk ke dalam paru-paru. Seperti halnya rambut-rambut
hidung dan membran mukosa akan akan melakukan upaya proteksi terhadap
partikel yang akan masuk ke dalam saluran pernapasan dengan mekanisme
penyaringan. Hal ini dikarenakan, ketika manusia bernapas bukan hanya
13
oksigen yang masuk ke dalam tubuh melainkan partikel lain pun juga ikut turut
masuk. Sistem pernapasan manusia dimulai dari hidung, tenggorokan, bronkus,
bronkhioli sampai alveoli.
Ukuran partikulat sangat berpengaruh terhadap organ pernapasan yang
dapat dicapai oleh partikulat tersebut. Partikulat yang berukuran lebih dari 5
mikron akan tertahan di saluran pernapasan bagian atas. Partikulat dengan
ukuran 3-5 mikron akan tertahan di saluran pernapasan bagian tengah
(Wardhana, 2004). Ukuran yang lebih kecil yakni 1-3 mikron akan menempel
di permukaan atau selaput lendir paru-paru (Soedomo, 2001). Pengeluaran
partikel kecil yang terdapat pada alveoli sangat lambat, sehingga partikel dalam
alveoli dapat mengendap. Apabila terjadi ketidaksesuaian selama proses
pernapasan berlangsung, maka manusia akan mengalami gangguan pada
sistem pernapasannya.
Partikulat yang masuk saluran pernapasan akan menyebabkan
timbulnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh non spesifik berupa batuk,
bersin, gangguan transport mikrosiliar, dan fagositosis oleh makrofag.
Gangguan pada saluran pernapasan muncul dalam beberapa bentuk gejala yang
berbeda seperti iritasi, sekresi lender yang berlebihan, dan penyempitan saluran
pernapasan (Soedomo, 2001).
Deposisi partikel debu di dalam paru terdapat tiga mekanisme, yaitu
(Djojodibroto, 2009):
14
a. Inertia (kelambanan). Partikel berukuran 2-100 µm, karena ukuran
partikel relative besar, partikel sulit mengikuti aliran udara yang
berkelok-kelok, sehingga mudah membentur selaput lender dan
terperangkap di percabangan bronkus besar.
b. Sedimentasi (gravitasi). Partikel berukuran 0.5-2 µm. partikel umumnya
akan mengendap di percabangan bronkiolus terminalis dan bronkiolus
resporatorus. Gravitasi pengendapan partikel dimungkinkan karena
kecepatan aliran udara cukup lamban.
c. Gerakan brown (proses difusi). Partikel berukuran ±1 µm. akibat
gerakan brown ini maka partikel akan membentur permukaan alveoli
dan mengendap. Partikel ini akan difagositosis oleh makrofag alveolar,
dibawa oleh jaringan limfatik, atau diangkut oleh system transport
mukosilier.
2.1.3. Dampak Terhadap Kesehatan
Konsentrasi PM2.5 di udara dapat mempengaruhi kesehatan apabila
terhirup oleh manusia. PM2.5 yang terhirup akan masuk ke dalam alveoli dan
menimbulkan reaksi radang, akibat adanya inflamasi membuat daya kembang
paru menjadi terbatas (Fordiastiko, 2002). Salah satu dampak negatif
terpaparnya polutan PM2.5 adalah penurunan fungsi paru pada manusia
(Lagorio, et. al., 2006). Berdasarkan penelitian (Borm, et. al., 2002) yang
dilakukan pada pekerja di industri pengelolaan kayu menyatakan bahwa
penurunan fungsi paru dapat terjadi setelah terpapar selama 5-6 tahun.
15
Berbagai penelitian telah menghubungkan antara PM2.5 dengan
berbagai masalah kesehatan diantaranya, kematian prematur, penyakit
pernapasan kronis, asma, penyakit kardiovaskular, gejala pernapasan akut, dan
penurunan fungsi paru. PM2.5 digolongkan sebagai partikulat yang cukup
berbahaya karena memiliki komposisi berbagai macam logam toksik dan asam,
serta secara aerodinamis dapat melakukan penetrasi sampai ke bagian paru-
paru yang terdalam (Fordiastiko, 2002).
2.1.4. Baku Mutu
Baku mutu PM2.5 yang telah ditetapkan oleh Environemntal Protection
Agency (EPA) pada tahun 2006, yaitu 35 µg/m3 (rata-rata per 24 jam) dan 15
µg/m3 (rata-rata per tahun). Sedangkan, World Health Organization (WHO)
juga telah menetapkan baku mutu PM2.5 adalah 10 µg/m3 (rata-rata per tahun)
dan 25 µg/m3 (rata-rata per 24 jam) (WHO, 2005). Sementara itu, baku mutu
PM2.5 di udara ambien yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah RI
Nomor 41 Tahun 1999, yaitu 65 µg/m3 (rata-rata per 24 jam).
2.1.5. Cara Pencegahan dan Pengendalian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999,
pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan/atau
penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara. Pengendalian
pencemaran udara dapat meliputi pengendalian sumber bergerak, sumber
bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber bergerak tidak spesifik
yang dapat dilakukan dengan upaya pengendalian emisi dan/atau sumber
16
gangguan yang memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya penurunan mutu
udara ambien (Sastrawijaya, 2009).
Upaya pengendalian dapat berupa tindakan pencegahan (preventive),
pendeteksian (detective), perlindungan (protective), dan mitigasi (mitigating).
Kontrol pencegahan merupakan pengendalian yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Kontrol pendeteksian merupakan
pendeteksian kejadian-kejadian yang tidak diinginkan ketika terjadi suatu
insiden. Kontrol perlindungan merupakan pengendalian untuk mengurangi
dampak langsung dari suatu kejadian. Sedangkan pengendalian mitigasi
merupakan pengendalian terhadap sutau dampak yang berlangsung dalam
jangka panjang (Australian Government, 2016). Hirarki pengendalian dapat
dilakukan dengan eliminasi risiko, minimisasi risiko, pengendalian
engineering, pengendalian administratif, dan penggunaan alat pelindung diri
(personal protective equipment).
Pemerintah provinsi DKI Jakarta juga telah berkomitmen untuk
melakukan penanggulangan pencemaran udara sebagai salah satu upaya
pengendalian pencemaran udara yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 2
Tahun 2005. Upaya pencegahan pencemaran udara yang dilakukan diantaranya
yaitu; penetapan baku mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku
mutu emis, ambang batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan, dan baku
mutu udara dalam ruangan dan ISPU; kawasan dilarang merokok; larangan
pembakaran sampah. Sedangkan upaya penanggulangan pencemaran udara
17
yang dilakukan oleh pemerintah yaitu; pentaatan baku mutu udara ambien,
emisi dan tingkat gangguan oleh industri (sumber tidak bergerak), pemeriksaan
emisi kendaraan bermotor, penggunaan bahan bakar gas untuk angkutan umum
dan kendaraan operasional Pemda, serta pengelolaan kualitas udara dalam
ruangan.
2.1.6. Cara Pengukuran PM2.5
PM2.5 dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode. Alat-alat
yang digunakan dalam pengukuran ini diantaranya:
1. High Volume Air Sampler (HVAS)
Gambar 2.1 Alat High Volume Air Sampler
High Volume Air Sampler (HVAS) merupakan alat atau
instrument yang digunakan untuk mengukur jumlah partikel. Metode
pengukuran yang digunakan adalah metode gravimetri dengan waktu
sampling selama 7 hari. Cara pengukurannya adalah dengan meletakkan
18
kertas saring pada desikator selama 24 jam. Setelah itu kertas saring
akan ditimbang dengan neraca. Selanjutnya kertas saring siap dianalisis
secara kimia terkait dengan kandungan yang ada dalam partikel debu.
Dari hasil sampling, kertas saring hasil pengukuran juga digunakan
untuk menganalisis kandungan ion yang ada di atmosfer (Kristianto,
2002).
2. Haz-Dust (EPAM-5000)
Gambar 2.2 Alat Haz-Dust
Haz-Dust atau EPAM-5000 merupakan microprocessor portable
berbasis partikulat monitor yang berfungsi untuk melihat kualitas udara
ambien dan kualitas udara dalam ruang. Alat ini merupakan instrumen
digital yang digunakan untuk mengukur konsentrasi PM10, PM2.5, PM1, dan
kadar debu total (TSP) di udara (Kusnoputranto, 2000). Alat ini dapat
langsung memperlihatkan hasil pengukuran tanpa melalui proses
pengolahan terlebih dahulu.
19
3. Dust Trak
Gambar 2.3 Alat Dust Trak
Dust Trak merupakan alat aerosol monitor yang digunakan untuk
menangkap debu dengan ukuran diameter 10 µm; 2,5 µm; dan 1 µm. Alat
ini adalah instrumen portable yang dapat dioperasikan dengan
menggunakan baterai dan dengan teknik laser photometer berfungsi untuk
mengukur dan merekam konsentrasi debu di udara. Dust trak lebih cocok
digunakan untuk menngetahui dan mengukur kualitas udara di dalam ruang.
2.2. Sistem Pernapasan Manusia
2.2.1. Anatomi dan Fisiologis Paru-Paru
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi rongga
dada. Terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam
mediastinum. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga,
permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang
20
menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan
jantung (Pearce, 2002).
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen masuk
melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; kemudian masuk melalui
trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah
di dalam kapiler pulmonaris (Pearce, 2002). Udara yang masuk ke dalam
rongga hidung mengalami tiga proses penting diantaranya filtrasi, yaitu
partikel-partikel yang ada dalam udara pernapasan yang dihirup akan disaring
oleh silia khususnya partikel dengan ukuran diameter >2 mm. Proses kedua
yaitu heating, yang dilakukan oleh pembuluh darah bertujuan untuk mencegah
iritasi saluran pernapasan dan melembabkan (humidifikasi) (Asmadi, 2008).
2.2.2. Kapasitas Paru-Paru
Besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml sampai 5.000 ml
atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya sebagain kecil dari udara, sekitar 1/10 nya
atau 500 ml yang merupakan udara pasang surut (tidal air), yaitu udara yang
dihirup masuk dan dihembuskan keluar pada pernapasan biasa dan dalam
keadaan tenang. (Perace, 2002). Berikut ini empat jenis volume paru, apabila
semuanya dijumlahkan maka sama dengan volume maksimal paru yang
mengembang. Volume ini disebut sebagai volume statis (Uyainah, 2004):
21
1) TV. Volume Tidal (tidal volume) merupakan volume udara yang
diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas normal. Besarnya sekitar
500 ml pada laki-laki dewasa.
2) IRV. Volume Cadangan Inspirasi (inspiratory reserve volume) yaitu
jumlah udara yang dapat diinspirasikan secara paksa setelah inspirasi
normal. Besarnya mencapai 3.100 ml.
3) ERV. Volume Cadangan Ekspirasi (expiratory reserve volume) yaitu
jumlah udara yang dapat diekspirasikan secara paksa setelah ekspirasi
normal. Besarnya mencapai 1.200 ml
4) RV. Volume Residu (residual volume) merupakan volume yang
tertinggal dalam paru-paru setelah ekspirasi maksimal. Volume ini
besarnya sekitar 1.200 ml.
5) IC. Kapasitas Inspirasi (inspiratory capacity) adalah volume ekstra
maksimal yang dapat diekpirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir
ekspirasi tidak normalnya. Besarnya sekitar 3.600 ml (IRV + TV).
6) VC. Kapasitas Vital (vital capacity) yaitu jumlah udara maksimal yang
dapat diekspirasi setelah inspirasi maksimal (TV + IRV + ERV,
seharusnya 80% dari TLC).
7) FRC. Kapasitas Residu Fungsional (functional residual capacity)
adalah volume udara yang tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi
tidak normalnya. Besarnya sekita 2.400 ml.
22
8) TLC. Kapasitas Paru Total (total lung capacity) merupakan jumlah
udara maksimal yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah inspirasi
maksimal (TV + IRV + ERV + RV). Besarnya sekitar 6.000 ml.
Selain volume statis, terdapat pula volume dinamis. Volume dinamis
merupakan faktor terpenting dalam menentukan ada atau tidaknya gangguan
fungsi paru. Volume dinamis antara lain (Ikawati, 2009):
1) FVC. Kapasitas Vital Paksa (forced vital capacity) merupakan
pengukuran yang diperoleh dari ekspirasi yang dilakukan secepat dan
sekuat mungkin.
2) SVC. Kapasitas Vital Lambat (slow vital capacity) yaitu volume gas
yang diukur pada eskpirasi lengkap yang dilakukan secara perlahan
setelah atau sebelum inspirasi maksimal.
3) FEV1. Volume Ekspirasi Maksimum (forced expired volume)
merupakan jumlah udara yang dikeluarkan sebanyak-banyaknya dalam
1 detik pertama pada waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi
maksimal.
4) MVV. Maximal Voluntary Ventilation yaitu jumlah udara yang
bisadikeluarkan sebanyak-banyaknya dalam 2 menit dengan bernapas
cepat dan dalam secara maksimal.
2.2.3. Definisi dan Karakteristik Penurunan Fungsi Paru
Proses respirasi manusia terbagi menjadi tiga tahapan antara lain,
ventilasi, difusi, dan perfusi.
23
a. Ventilasi adalah peristiwa keluar masuknya udara ke dalam alveoli serta
keluarnya CO2 dari alveoli ke udara luar. Frekuensi bernapas normal
yaitu 12-15 kali per menit. Pada orang dewasa setiap satu kali bernapas
(tidal volume, TV) udara masuk 500 cc atau 10 ml/kg BB sehingga tiap
menitnya udara yang masuk ke sistem pernapasan yaitu sekitar 6-8 liter
(minute volume, VA). Ventilasi Alveolair lebih kecil dari Minute
Volume karena sebagian udara di jalan napas tidak ikut pertukaran gas
(Dead Space).
b. Difusi adalah perpindahan O2 dari alveoli ke dalam darah dan CO2 dari
darah ke alveoli. Tahap difusi O2 akan berjalan lancer bila alveoli
mengembang dengan kondisi baik dari jarak difusi trans-membran
pendek. Edema merupakan kondisi yang menyebabkan jarak difusi O2
menjauh sehingga kadar O2 dalam darah menurun (hipoksemia). Difusi
CO2 tidak pernah terganggu karena kapasitas difusi CO2 jauh lebih besar
daripada O2.
c. Perfusi adalah distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru
untuk dapat dialirkan ke seluruh tubuh. Tahap perfusi ikut menentukan
jumlah O2 yang akan diangkut ke seluruh tubuh. Masalah akan muncul
apabila terjadi ketidakseimbangan antara Ventilasi Alveolar (VA)
dengan perfusi (Q) sehingga dapat terjadi hal sebagai berikut:
Jika ventilasi normal dan perfusi normal, maka semua O2
diambil darah.
24
Jika ventilasi normal dan perfusi kurang, maka ventilasi
berlebihan sehingga tidak semua O2 sempat diambil. Kondisi ini
disebut “dead space” yang terjadi pada shock dan emboli paru.
Jika ventilasi berkurang dan perfusi normal, maka darah tidak
mendapat O2 yang cukup (desaturasi). Kondisi ini disebut
“shunt”. Biasanya terjadi pada atelektasis edema paru dan
aspirasi cairan.
Ada atau tidaknya gangguan pada fungsi paru dapat dinilai dengan uji
fungsi paru yang dapat melihat gambaran restriktif, obstruktif, maupun
campuran keduanya. Restriktif ataupun obstruktif, keduanya sebagian besar
merupakan bentuk penyakit pernapasan yang menyebabakan perubahan pada
volume paru dan bagian di dalamnya. Penyakit restriktif dapat menurunkan
kapasitas paru dan kapasitas vital. Sedangkan penyakit obstruktif
menyebabkan gas terperangkap sehingga dapat menaikkan volume residu dan
fungsi kapasitas residu (Behrman, 2000).
2.2.4. Cara Pengukuran
Spirometri merupakan suatu alat sederhana yang digunakan untuk
mengukur volume udara dalam paru. Alat ini juga dapat digunakan untuk
mengukur volume statis dan volume dinamis paru. Spirometri merupakan tes
yang membantu mendiagnosa berbagai kondisi paru-paru, yang paling umum
adalah obstruksi paru-paru kronis. Spirometri mengukur kemampuan paru-
paru menarik dan menghembuskan napas. Kemampuan ini dapat dipengaruhi
25
oleh adanya penyakit dalam paru-paru seperti obstruksi paru kronis, asma,
fibrosis paru dan sistik (Irianto, 2013). Nilai normal setiap volume atau
kapasitas paru dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, tinggi badan, ras dan
bentuk tubuh (Kee, 1996).
Gambar 2.4 Alat Spirometri
Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatiakan subjek yang ingin
melakukan pemeriksaan fungsi paru, yaitu:
a. Subjek tidak boleh merokok < 1 jam sebelum pemeriksaan
b. Subjek tidak sedang sakit atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu
c. Subjek tidak boleh makan < 2 jam sebelum pemeriksaan
d. Subjek tidak boleh berpakaian ketat
Selain itu, untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang baik maka subjek
harus memperhatikan hal-hal, seperti:
a. Subjek dalam keadaan berdiri tegak
b. Subjek menghirup udara semaksimal mungkin
c. Subjek mengeluarkan udara melalui mulut sekuat-kuatnya sampai semua
udara keluar
26
Dalam pemeriksaan fungsi paru, ada beberapa parameter yang
digunakan yaitu:
a. FVC (Force Vital Capacity) atau KVP merupakan
ekspirasi/pengeluaran napas dengan kekuatan penuh.
b. FEV1 (Force Expiratory Volume in 1 Second) merupakan pengeluaran
napas pada detik pertama.
2.2.5. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri
American Thoracic Society (ATS) mendefinisikan bahwa hasil
spirometri yang baik adalah suatu usaha ekspirasi yang menunjukkan
gangguan minimal pada saat awal ekspirasi paksa, tidak ada batuk pada detik
pertama ekshalasi paksa, dan memenuhi 1 dari 3 kriteria valid end-of test, yaitu
peningkatan kurva linier yang halus dari volume-time ke fase plateau ekspirasi
dengan durasi sedikitnya 1 detik; jika pemeriksaan gagal untuk
memperlihatkan gambaran plateau ekspirasi, waktu ekspirasi paksa/ forced
expiratory time (FET) dari 15 detik; atau ketika pasien tidak mampu untuk
sebaiknya tidak melanjutkan ekshalasi paksa berdasarkan alasan medis
(Uyainah, 2014).
Hasil spirometri minimal terdapat tiga hasil acceptable yang sesuai
dengan kriteria, yaitu: (1) inspirasi penuh sebelum pemeriksaan dimulai; (2)
memenuhi syarat awal ekspirasi yaitu dengan usaha maksimal dan tidak ragu-
ragu; (3) tidak batuk atau glottis menutup selama detik pertama; (4) memenuhi
lama pemeriksaan yaitu minimal 6 detik atau sampai 15 detik pada subjek
27
dengan kelainan obstruksi; (5) tidak terjadi kebocoran; (6) tidak terjadi
obstruksi pada mouthpiece. Hasil yang reproducible, diantaranya: (1) Nilai
FVC dan FEV1 diambil dua nilai terbesar dengan perbedaan diantaranya
kurang dari 5% atau 0,1 liter; (2) jika tidak memenuhi kriteria ulangi
pemeriksaan; (3) jika tidak didapat setelah 8 kali pemeriksaan maka
pemeriksaan dihentikan dan interpretasi hasil yang didapat dengan
menggunakan 3 hasil terbaik yang acceptable. Seleksi nilai untuk interpretasi
yaitu: (1) pilih hasil yang acceptable dan reproducible; (2) pilih nilai FVC dan
FEV1 yang terbesar tanpa memperhatikan pemeriksaan yang digunakan; (3)
untuk indeks rerata kecepatan aliran menggunakan nilai pemeriksaan dengan
nilai terbesar kombinasi FVC dan FEV1 (Irianto, 2013).
Setelah standar terpenuhi, selanjutnya menentukan nilai referensi
normal FEV1 dan FVC responden berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tinggi
badan. Kemudian pilih 3 hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari hasil
pemeriksaan spirometri yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai normal
yang sudah ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan persentase nilai
prediksi.
a. Fungsi Paru Normal
Hasil spirometri normal menunjukkan FEV1> 80% dan FVC > 80%
28
Gambar 2.5 Normal Spirometri
b. Obstructive Ventilatory Defects (OVD)
Gangguan obstruktif pada paru, dimana terjadi penyempitan saluran
napas dan gangguan aliran udara di dalamnya, akan mempengaruhi
kerja pernapasan dalam mengatasi resistensi nonelastik dan akan
bermanifestasi pada penurunan volume dinamik. Kelainan ini berupa
penurunan rasio FEV1:FVC <70%. FEV1 akan selalu berkurang pada
OVD dalam jumlah yang besar, sedangkan FVC dapat tidak berkurang.
Pada orang sehat ditemukan penurunan rasio FEV1:FVC, namun nilai
FEV1 dan FVC tetap normal. Ketika sudah ditetapkan diagnosis OVD,
maka selanjutnya menilai; beratnya obstruksi, kemungkinan
reversibilitas dari obstruksi, menentukan adanya hiperinflasi, dan air
trapping (Uyainah, 2014).
29
Gambar 2.6 Spirometri Obstruktif
c. Restrictive Ventilatory Defects (RVD)
Gangguan restriktif yang menjadi masalah adalah hambatan dalam
pengembangan paru dan akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam
mengatasi resistensi elastik. Manifestasi spirometrik yang biasanya
timbul akibat gangguan ini adalah penurunan pada volume statis. RVD
menunjukkan reduksi patologik pada TLC (<80%).
Gambar 2.7 Spirometri Restriktif
30
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru
2.3.1. Umur
Fungsi paru pada manusia akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Fungsi paru akan mencapai nilai optimal pada umur 20-
25 tahun (Gotschi, et. al., 2008). Setelah mencapai nilai optimal, fungsi paru
akan mengalami penurunan sesuai dengan pertambahan umur orang tersebut.
Penurunan nilai FEV1 pertahunnya bisa mencapai 28 ml (Indriani, 2016). Umur
merupakan faktor risiko yang lebih tinggi dalam menurunkan nilai FVC. Umur
yang lebih tua secara patifisiologi menyebabkan penurunan FVC. Dengan
bertambahnya umur seseorang maka akan menimbulkan degenerasi sel dan
berisiko menyebabkan kerusakan pada jaringan paru serta mengganggu
elastisitas jaringan. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Elizabeth (2010)
yang meneliti terkait pengaruh umur terhadap fungsi paru pada beberapa ras di
Amerika yang berumur 23 sampai 80 tahun menyebutkan bahwa semakin tua
umur subjek maka FVC dan FEV1 akan semakin rendah.
2.3.2. Lama dan Masa Kerja
Gangguan fungsi paru akibat penurunan kapasitas paru yang timbul
pada individu sangat bergantung pada lamanya pajanan dan banyaknya partikel
polutan yang terhirup. Hal ini dipengaruhi oleh tiga hal yaitu, kadar partikel
polutan di dalam udara, jumlah partikel polutan dengan lamanya paparan
berlangsung/dosis kumulatif, dan waktu tinggal (retensi) lamanya partikel
polutan mengendap di dalam paru-paru (WHO, 2005). Berdasarkan penelitian
31
(Soedjono dan Setiani, 2002) terkait dengan pengaruh kualitas udara (debu,
COx, NOx, SOx) terminal terhadap gangguan fungsi paru pada pedagang tetap
Terminal Bus Induk Jawa Tengah, menyebutkan 52,2% dari total responden
yang mengalami gangguan fungsi paru diketahui memiliki jam kerja diatas
waktu standar 8 jam dan 93,5% dari mereka memiliki masa kerja lebih dari 3
tahun.
2.3.3. Jenis Kelamin
Menurut Guyton (2008) volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita
kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil dibandingkan pria, dan lebih besar
lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar dibandingkan orang yang
bertubuh kecil dan astenis. Volume paru pria dan wanita terdapat perbedaan
yang terletak pada kapasitas inspirasi dan kapasitas residu fungsional, pria
adalah 6 liter dan wanita 4,2 liter. Sedangkan kapasitas vital rata-rata pria
dewasa muda sekitar 4,6 liter dan perempuan sekitar 3,1 liter (Yulaekah, 2007).
2.3.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pernapasan
Alat pelindung diri merupakan seperangkat alat yang digunakan
individu untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi
bahaya atau kecelakaan yang juga dapat mengancam kesehatan. Alat pelindung
diri tidak secara sempurna melindungi tubuh, akan tetapi dapat mengurangi
tingkat keparahan yang mungkin terjadi (Sugeng, 2003). Berdasarkan
penelitian Muslikatul (2011) terkait dengan hubungan antara masa kerja,
pemakaian alat pelindung pernapasan pada tenaga kerja bagian pengamplasan
32
dengan kapasitas fungsi paru PT. Accent House Pecangaan Jepara,
menyebutkan bahwa seluruh responden yang tidak memakai masker 100%
memiliki kapasitas paru tidak normal.
2.3.5. Status Merokok
Perokok pasif merupakan seseorang yang menghirup asap rokok dari
orang yang sedang merokok, sedangkan perokok aktif merupakan orang yang
merokok. Bahaya yang harus ditanggung oleh perokok pasif hampir tiga kali
lipat dibandingkan perokok aktif itu sendiri. Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian Williamson (2010) yang menyatakan bahwa perokok pasif memiliki
risiko lebih besar untuk terkena gangguan fungsi paru yakni sebesar 2,5%
dibandingkan perokok aktif yang hanya memiliki risiko sebesar 1,4% untuk
terkena gangguan fungsi paru. Penelitian sejalan juga dilakukan oleh Cui, et.
al (2010) yang menyatakan bahwa laki-laki yang merokok satu bungkus per
hari dapat menurunkan FEV1 rata-rata sebesar 12,6 ml per tahun. Sedangkan,
perempuan yang merokok satu bungkus per hari dapat menurunkan FEV1
sebesar 7,2 ml per tahun.
2.3.6. Berat Badan
Penurunan kapasitas vital paru pada individu dengan berat badan
berlebih dapat disebabkan oleh karena menurunnya elastisitas dan kemampuan
mengembang dinding rongga dada. Hal ini disebabkan oleh dinding dada yang
tebal oleh lipatan lemak pada keadaan yang lanjut akan sangat menghambat
gerakan diafragma, bahkan dapat menyebabkan sumbatan saluran pernapasan
33
dan mengurangi eskpansi paru selama inspirasi dan dapat mengurangi
kapasitas paru (Mandal, 2017). Pada orang obesitas, bernapas lebih cepat
sehingga partikulat yang dihirup lebih banyak (Bennet et. al, 2004). Individu
BB lebih, cadangan paru rendah dan sulit menyediakan O2 untuk tubuh atau
biasa disebut dengan sindroma hipoventilasi (Zammit et. al, 2010).
2.4. Macam Gangguan Fungsi Paru
2.4.1. Penyakit Paru Obstruksi
2.4.1.1. Akut
Secara umum, kondisi obstruktif menghambat aliran udara di
dalam paru, yang menimbulkan sedikit tahanan pada inspirasi dan lebih
banyak tahanan pada ekspirasi. Ini menimbulkan perpanjangan fase
ekspirasi pernapasan. Klasifikasi penyakit obstruksi jalan napas akut
bergantung pada sifat episodik kondisinya. Dua klasifikasi utama adalah
bronkitis akut dan asma. Pada keduanya, obstruksi adalah intermiten dan
reversibel.
a. Bronkitis Akut
Bronkitis akut adalah kondisi umum yang disebabkan oleh infeksi
dan inhalan yang mengakibatkan inflamasi lapisan mukosa
percabangan trakeobronkial. Penyebab infeksi paling umum dari
bronkitis akut mencakup virus influenza, adenovirus, rinovirus,
dan organisme Mycoplasma pneumoniae. Bronkitis
menyebabkan sekret mukus berlebihan, bronki membengkak,
34
disfungsi silia yang menghambat aliran udara ekspirasi. Gejala
bronkitis akut adalah batuk, dengan banyak mukus purulen.
b. Asma Bronkial
Asma adalah obstruksi jalan napas akut, episodik yang
diakibatkan oleh rangsangan yang tidak menimbulkan respon
pada orang sehat. Patogenesis asma mengacu pada non spesific
hyperirritability pada percabangan trakea. Penyebab asma dibagi
menjadi dua kategori utama yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Asma
ekstrinsik secara umum mempengaruhi anak atau remaja muda
yang mempunyai riwayat keluarga atau pribadi tentang alergi,
sedangkan asma intrinsik biasanya mempengaruhi orang dewasa
termasuk mereka yang tidak mengalami asma atau tidak
mempunyai riwayat keluarga tentang alergi. Agen penyebab
asma adalah alergen, lingkungan (polusi), dan emosi atau stress
(Tambayong, 2000).
2.4.1.2. Menahun
Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) serupa dengan asma
yaitu aliran udara ekspirasi disumbat dan eksaserbasi serta kambuhan
umum terjadi. Penyakit obstruksi menahun dan akut berbeda dalam
jaringan paru yang tidak kembali ke normal di antara eksaserbasi pada
kondisi menahun.
35
a. Bronkitis Menahun
Inflamasi bronkus terus menerus atau ditandai dengan batuk
produktif sepanjang hari selama sedikitnya 3 bulan berturut-turut
dalam 2 tahun terakhir. Biasanya inflamasi dan batuk ini adalah
respon pada mukosa bronkial terhadap iritasi kronis dari
merokok, polusi atau infeksi.
b. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah penyakit menahun pada bronkus dan
bronkiolus, yang dikarakteristikkan oleh dilatasi irrreversibel
percabangan bronkial dan dihubungkan dengan infeksi menahun.
Gejala paling umum yaitu batuk menahun dengan sputum purulen
produktif, khususnya pada penyakit berat dan infeksi akut.
c. Fibrosis Kistik
Fibrosis Kistik adalah gangguan herediter yang mempengaruhi
kelenjar keringat, bronki, pankreas, dan mukus dari usus halus.
Tanda dan gejala paru umum terjadi dan meliputi batuk menahun,
infeksi paru menetap, dan korpulmonale.
d. Emfisema
Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan
sering diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena
kejadian simultan dari dua kondisi. Emfisema mengakibatkan
pembesaran bronkiolus terminal (acinus) permanen dan abnormal
yang disertai dengan destruktif.
36
2.4.2. Penyakit Paru Restriksi
Penyakit paru restriktif adalah keadaan abnormal yang menyebabkan
penurunan kapasitas vital paru. Fase inspirasi dari pernapasan akan mengalami
kesulitan.
2.4.2.1. Atelaktasis
Atelaktasis adalah penyakit restriktif akut, akibat kolapsnya
jaringan paru yang tadinya sudah berkembang, atau pengembangan paru
yang tidak sempurna saat lahir. Dua perubahan utama pada atelaktasis
ialah kompresi jaringan paru oleh sumber alveoli dan absorpsi yang
melibatkan absorpsi gas dari alveoli. Atelaktasis adalah komplikasi pasca-
bedah yang umum, akibat sekret yang tertahan, karena pasien bedah
kurang memiliki respon batuk akibat obat dan nyeri. Refleks batuk yang
tidak efektif berakibat menurunnya “volume tidal”.
2.4.2.2. Efusi Pleural
Efusi pleural dapat terjadi akibat penyakit atau trauma seperti
gagal jantung, kongestif, neoplasma, infeksi, tromboemboli dan defek
kardiovaskular dan imunologis. Efusi pleural seringkali cairan berkumpul
dalam ruang pleural dan mengubah tempat jaringan paru.
2.4.2.3. Pneumotoraks
Pneumotoraks terjadi bila udara masuk ke dalam rongga pleura.
Akibatnya, jaringan paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan
37
cairan. Gejala klinik pneumotoraks adalah dispnea dan nyeri dada
mendadak.
2.4.2.4. Edema Paru
Edema paru terjadi akibat keluarnya cairan paru pada tekanan
tertentu ke jaringan interstisial. Penyebaran cairan edema paru tergantung
posisi. Penyebab paling umum adalah gagal jantung kiri, radang akut,
keracunan gas tertentu, aspirasi getah lambung, kelebihan beban (volume),
asap rokok. Gejala mulai dengan bronki kering, dispnea, batuk kering.
2.5. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 Tahun 2001 tentang
Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL), Analisis
Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) didefinisikan sebagai suatu pendekatan
untuk mencermati potensi besarnya risiko. Pada aplikasinya, ARKL dapat
digunakan untuk memprediksi besarnya risiko dengan titik tolak dari kegiatan
pembangunan yang sudah berjalan, risiko saat ini dan memprakirakan besarnya
risiko di masa yang akan datang. Analisis risiko menggunakan berbagai macam
ilmu seperti science, engineering, probability, dan statistic untuk mengestimasi dan
mengevaluasi seberapa besar dan seberapa mungkin risiko tersebut berdampak
pada kesehatan dan lingkungan (Louvar, 1998). Pada dasarnya ARKL terdiri dari
empat langkah dasar, yaitu identifikasi bahaya, analisis dosis respon, analisis
pemajanan, dan karakterisasi risiko.
38
Gambar 2.8 Proses risk analysis (National Risk Council, 1986)
2.5.1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Bahaya (hazard) adalah suatu benda (material) atau keadaan yang dapat
menimbulkan kerusakan dan kerugian. Bahaya lingkungan dapat dibagi
menjadi tiga kelompok besar, yaitu bahaya fisik, kimia, biologi. Pada analisis
risiko bahaya diartikan sebagai bahan toksik atau kondisi yang berpotensi
berbahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Louvar, 1998).
Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama yang dilakukan sebelum dapat
menilai toksisitas suatu zat.
39
Dari hasil identifikasi tersebut akan diperoleh karakteristik suatu
bahaya. Penilaian tersebut dilakukan untuk menilai efek dari suatu bahan dan
dampaknya terhadap manusia dan lingkungan. Tahapan ini harus menjawab
pertanyaan agen risiko spesifik apa yang berbahaya, di media lingkungan
mana agen risiko eksisting, seberapa besar kandungan/konsentrasi agen risiko
di media lingkungan, gejala kesehatan apa yang potensial (Dirjen PP&PL,
2012).
2.5.2. Dosis-Respon (Dose-Response Assessment)
Analisis dosis-respon dilakukan dengan mencari nilai RfD, dan/atau
RfC, dan/atau SF agen risiko. Dosis/konsentrasi referensi (RfC/RfD)
merupakan dosis/konsentrasi dari pajanan harian agen risiko non karsinogenik
yang diestimasi tidak menimbulkan efek yang menganggu walaupun
pajanannya terjadi seumur hidup (Dirjen PP&PL, 2012). Langkah analisis
dosis respon ini dimaksudkan untuk:
1. Mengetahui jalur pajanan (pathways) dari suatu agen risiko masuk ke
dalam tubuh manusia.
2. Memahami perubahan gejala atau efek kesehatan yang terjadi akibat
peningkatan konsentrasi atau dosis agen risiko yang masuk ke dalam
tubuh.
3. Mengetahui dosis referensi (RfD) atau konsentrasi referensi (RfC)
atau slope factor (SF) dari agen risiko tersebut.
40
Untuk mengetahui RfC, RfD, dan SF suatu agen risiko dapat dilihat
pada Integrated Risk Information System (IRIS). Jika tidak ada, maka nilai
dapat diturunkan dari dosis eksperimental yang lain seperti NOAEL (No
Observed Adverse Effect Level), LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect
Level), maupun NAAQS (National Ambient Air Quality Standard) (Dirjen
PP&PL, 2012).
2.5.3. Analisis Pajanan (Exposure Assessment)
Analisis pemajanan dilakukan dengan mengukur atau menghitung
intake/asupan dari agen risiko. Intake atau asupan merupakan jumlah asupan
risk agent yang diterima rata-rata sampel per berat badan rata-rata sampel per
hari (Dirjen PP&PL, 2012). Untuk menghitung intake digunakan persamaan
atau rumus. Data yang digunakan untuk melakukan perhitungan dapat berupa
data primer yaitu hasil pengukuran konsentrasi agen risiko pada media
lingkungan yang dilakukan sendiri, maupun data sekunder yaitu pengukuran
konsentrasi agen risiko yang dilakukan oleh pihak lain/badan/institusi yang
terpercaya. Perhitungan intake membutuhkan nilai-nilai default beberapa
variable faktor pemajanan (Djafri, 2014). Berikut ini rumus perhitungan yang
digunakan:
Ink = 𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑋 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
41
Tabel 2.1 Keterangan Perhitungan Intake Non Karsinogenik Jalur Inhalasi
Notasi Arti Notasi Satuan Nilai Default
Ink (intake
non
karsinogenik)
Jumlah konsentrasi agen
risiko (mg) yang masuk ke
dalam tubuh manusia
dengan berat badan tertentu
(kg) setiap harinya
mg/kg x
hari
Tidak ada nilai
default
C
(concentratio
n)
Konsentrasi agen risiko
pada media udara (udara
ambien)
mg/m3 Tidak ada nilai
default
R (rate) Laju inhalasi atau
banyaknya volume yang
masuk setiap jamnya
m3/jam Dewasa: 0,83
m3/jam
Anak-anak (6-12
tahun ): 0,5 m3/jam
tE (time of
exposure)
Lamanya atau jumlah jam
terjadinya pajanan setiap
harinya
Jam/hari Pajanan pada
pemukiman: 24
jam/hari
Pajanan pada
lingkungan: 8
jam/hari
Pajanan pada
sekolah dasar: 6
jam//hari
fE (frequency
of exposure)
Lamanya atau jumlah hari
terjadinya pajanan setiap
tahunnya
Hari/tahun Pajanan pada
pemukiman: 350
hari/tahun
Pajanan pada
lingkungan: 250
hari/tahun
Dt (duration
time)
Lamanya atau jumlah
terjadinya pajanan
Tahun Residensial
(pemukiman)/pajanan
seumur hidup: 30
tahun
Wb (weight of
body)
Berat badan
manusia/populasi/kelompk
populasi
Kg Asia/Indonesia
Dewasa: 55 kg
Anak-anak: 15 kg
42
tavg (time
average)
Periode waktu rata-rata
efek non karsinogenik
Hari 30 tahun x 365
hari/tahun = 10.950
hari
2.5.4. Karakteristik Risiko (Risk Characterization)
Karakteristik risiko dilakukan untuk menetapkan tingkat risiko atau
menentukan apakah agen risiko pada konsentrasi tertentu yang dianalisis
berisiko menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat (dengan
karakteristik seperti berat badan, laju inhalasi/konsumsi, waktu, frekuensi,
durasi pajanan) atau tidak. Karakteristik risiko dilakukan dengan
membandingkan/membagi intake dengan dosis/konsentrasi agen risiko
tersebut. Tingkat risiko dikatakan “aman” jika intake ≤ RfD atau RfC nya atau
dinyatakan dengan RQ ≤ 1. Sedangkan, tingkat risiko dikatakan “tidak aman”
jika intake > RfD atau RfC nya atau dinyatakan dengan RQ > 1 (Dirjen PP&PL,
2012).
Sedangkan untuk karakterisasi risiko kesehatan karsinogenik
dinyatakan dalam notasi ECR (Excess Cancer Risk). Untuk melakukan
kakrakteristik risiko efek karsinogenik dilakukan perhitungan dengan
mengkali intake dengan nilai Slope Factor. Rumus untuk menentukan ECR
sesuai dengan persamaan berikut.
ECR = intake x SF
Tingkat risiko dinyatakan dalam bilangan eksponen tanpa satuan.
Tingkat risiko efek kesehatan karsinogenik dikatakan acceptable atau aman
43
bilamana ECR ≤ 1E-4 atau dinyatakan dengan ECR ≤ 1/10.000. Sedangkan
tingkat risiko efek kesehatan karsinogenik dikatakan tidak aman atau
unacceptable bilaman ECR > 1E-4 atau dinyataan dengan ECR > 1/10.000.
2.5.5. Manajemen Risiko (Risk Management)
Manajemen risko merupakan langkah tindak lanjut yang harus
dilakukan bilamana hasil karateristik risiko menunjukkan tingkat risiko yang
tidak aman (RQ > 1) ataupun unacceptable. Dalam melakukan manajemen
risiko perlu dibedakan antara strategi pengelolaan risiko dengan cara
pengelolaan risiko. Berdasarkan nilai tingkat risiko yang telah didapatkan,
manajemen risiko merupakan pilihan yang dilakukan untuk memperkecil
dampak pajanan dari suatu polutan melalui strategi pengelolaan risiko meliputi
penentuan batas aman yaitu konsenrtasi agen risiko (C), jumlah konsumsi/laju
inhalasi (R), waktu pajanan (tE), frekuensi pajanan (fE), dan durasi pajanan
(Dt). Manajemen risiko dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.
C aman = 𝑅𝑓𝐶 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
fE aman = 𝑅𝑓𝐶 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝐷𝑡
tE aman = 𝑅𝑓𝐶 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
Dt = 𝑅𝑓𝐶 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸
44
Hal ini dilakukan agar nilai asupan (intake) lebih kecil atau sama dengan dosis
referensi toksisitasnya. Adapun cara pengelolaan risiko adalah cara atau metode
yang akan digunakan untuk mencapai batas aman tersebut. Cara pengelolaan risiko
meliputi beberapa pendekatan yaitu pendekatan teknologi, pendekatan sosial-
ekonomis, dan pendekatan institusional (Rahman, 2007).
Komunikasi risiko dilakukan untuk menyampaikan informasi risiko kepada
masyarakat (populasi yang berisiko), pemerintah, dan pihak yang berkepentingan
lainnya. Komunikasi risiko merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan ARKL dan
merupakan tanggung jawab dari pemrakarsa atau pihak yang menyebabkan
terjadinya risiko. Komunikasi risiko dapat dilakukan dengan teknik atau metode
ceramah ataupun diskusi interaktif dengan menggunakan media komunikasi yang
ada seperti media massa, televise, radio ataupun dalam format pemetaan dengan
menggunakan geographical information system (GIS) (Dirjen PP&PL, 2012).
45
2.9. Kerangka Teori
Faktor Iklim
Curah Hujan
Kelembaban
Suhu
Kecepatan Angin
Manajemen
Risiko
Sumber Partikulat Alami
Aktivitas Gunung Berapi
Pembukaan Lahan
Padang Pasir
Sumber Partikulat
Antropogenik
Emisi Transportasi
Industri
Pembakaran Sampah
Konsentrasi
PM2.5 udara
ambien
Paparan
PM2.5 Intake PM2.5
Masuk ke dalam alveoli
Saluran
Pernapasan
Manusia
Tingkat Risiko
(RQ) PM2.5
Pola Aktivitas
Lama Pajanan
Durasi Pajanan
Frekuensi Pajanan
Laju Inhalasi
Antropometri
Berat Badan
Gambar 2.9 Kerangka Teori
RQ ≤ 1 RQ > 1
46
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Polutan PM2.5 yang dihasilkan oleh sumber tidak bergerak (aktivitas
industri, pembakaran lahan atau hutan dan pembakaran sampah) maupun sumber
bergerak (kepadatan kendaraan bermotor) berkumpul di udara ambien atau udara
bebas. Keberadaan tinggi rendahnya PM2.5 di udara ambien dipengaruhi oleh
faktor iklim seperti curah hujan, kelembaban, suhu dan kecepatan angin.
Jumlah konsentrasi pajanan personal (intake) PM2.5 yang diperoleh oleh
seseorang dipengaruhi oleh faktor individu seperti umur, jenis kelamin, berat
badan, laju inhalasi, dan waktu yang dihabiskan seseorang di daerah atau lokasi
tersebut (jam/hari, hari/tahun dan tahun). Saat manusia bernapas, tidak hanya
oksigen yang masuk ke dalam saluran pernapasan melainkan partikel lain juga
ikut masuk, terutama partikel yang berukuran 0,5-5 mikron dapat masuk ke paru-
paru bahkan beberapa partikel bisa mencapai alveoli karena dipengaruhi oleh
gerakan brown (Fordiastiko, 2002).
PM2.5 yang terhirup terdeposit pada dinding saluran pernapasan dan
berinteraksi pada sel-sel epitel di dinding saluran pernapasan. Pada saat yang
sama terjadinya pro-inflamasi pada sel-sel epitel paru yang menyebabkan
kerusakan akut pada jaringan dan respon perbaikan organ dan meningkatnya
produksi mukus yang berlebihan, sehingga dapat memperlemah pembersihan
47
partikulat di paru. Inflamasi yang terjadi terus menerus akan menyebabkan
perubahan bentuk pada saluran pernapasan yang sangat berhubungan dengan
penurunan kapasitas paru. Penurunan kapasitas paru nantinya akan
mengakibatkan destruksi atau gangguan fungsi paru (Lazaridis, 2010).
Pada penelitian ini dilakukan penyederhanaan pemikiran dan
memfokuskan penelitian pada beberapa variabel tertentu. PM2.5 menimbulkan
risiko kesehatan terhadap populasi berisiko di Terminal Kampung Rambutan
dalam hal ini yaitu pedagang tetap di area Terminal. Besarnya risiko dipengaruhi
oleh berat badan (Wb), laju inhalasi (R), lama pajanan (tE), frekuensi pajanan
(fE), dam durasi pajanan (Dt). Kelima karakteristik individu tersebut
berpengaruh terhadap dosis yang akan diterima oleh pedagang. Dosisi yang
diterima bisa dilakukan manajemen risiko seperti menetapkan pajanan aman.
Besarnya risiko yang dapat mengakibatkan masalah kesehatn disebut Risk
Quotient (RQ). Variabel independen pada kerangka konsep tersebut adalah
Intake (Asupan)
PM2.5 pedagang
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Tingkat Risiko
(RQ) PM2.5
Pola Aktivitas
Laju Inhalasi
Lama Pajanan
Frekuensi Pajanan
Durasi Pajanan
Antropometri
Berat Badan
Konsentrasi
PM2.5
48
konsentrasi PM2.5 sedangkan variabel dependen adalah Risk Quotient (RQ). Pada
konsentrasi tertentu yang melebihi baku mutu, pajanan PM2.5 dapat
meningkatkan risiko terjadinya gangguan pernapasan.
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Skala
Ukur Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Konsentrasi
PM2.5 Udara
Ambien
Konsentrasi
agen risiko
(PM2.5) pada
media udara
Rasio Haz-Dust
EPAM 5000 Sensor Optik mg/m3
Pajanan
Personal
PM2.5 (intake)
Jumlah PM2.5
yang terhirup
oleh pedagang
Rasio Exposure
Assessment
Persamaan
Intake
Ink = 𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
mg/kg/hari
Waktu
Pajanan (tE)
Periode waktu
sampel
terpajan PM2.5
dihitung
berdasarkan
jumlah jam
pedagang
berada di
lokasi
penelitian
dalam satu hari
Rasio Kuesioner Wawancara Jam/hari
Frekuensi
Pajanan (fE)
Jumlah hari
pemajanan
PM2.5 yang
diterima
pedagang
dalam satu
tahun
dikurangi lama
responden
meninggalkan
lokasi
penelitian
Rasio Kuesioner Wawancara Hari/tahun
49
Durasi
Pajanan (Dt)
Lamanya
waktu terpajan
oleh PM2.5 di
lokasi
penelitian
Rasio Kuesioner Wawancara Tahun
Laju Inhalasi
(R)
Volume udara
yang dihirup
per jam
Rasio
Rumus
Perhitungan
Laju Inhalasi
Persamaan
y = 5.3 ln(x) –
6.9
mg/m3
Berat Badan
(Wb)
Berat badan
yang diukur
pada saat
pengukuran
langsung atau
observasi
dilakukan
Rasio Timbangan Menimbang kg
Tingkat
Risiko (RQ)
Besarnya
risiko PM2.5
terhadap
pedagang
Rasio Software
Komputer
Persamaan
RQ = 𝐼
𝑅𝑓𝐶
Tidak ada
satuan
50
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain studi dalam penelitian ini menggunakan metode Analisis Risiko
Kesehatan Lingkungan (ARKL). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
(ARKL) merupakan metode untuk menghitung estimasi risiko akibat pajanan
suatu agen baik kimia maupun biologi pada populasi berisiko dengan
mempertimbangkan karakteristik agen dan populasi.
Prosedur penelitian dalam metode ARKL meliputi langkah-langkah
sebagai berikut yaitu:
a. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisis PM2.5 yang terdapat di
dalam udara ambien lingkungan sekitar area Terminal Kampung
Rambutan, Jakarta Timur.
b. Analisis Dosis Respon (Dose-Response Assessment)
Analisis dosis respon dilakukan dengan melakukan kajian literature
terhadap PM2.5. dosis respon diperoleh dari penurunan rumus IRIS-US
EPA dikarenakan belum adanya RfC untuk partikulat tersebut.
c. Analisis Pemajanan (Exposure Assessment)
Analisis pajanan dilakukan dengan mengestimasi jumlah asupan atau
intake inhalasi setiap harinya dengan menghitung konsentrasi PM2.5, laju
inhalasi, lama pajanan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan berat badan.
51
d. Karakteristik Risiko (Risk Characteristic)
Karakteristik risiko adalah prakiraan risiko numerik yang didapatkan dari
perbandingan asupan (intake) dengan dosis referensi (RfC). Tingkat risiko
dinyatakan dengan Risk Quotients (RQ). Risiko kesehatan perlu
dikendalikan jika RQ > 1, jika RQ ≤ 1, risiko tidak perlu dikendalikan
tetapi segala kondisi harus dipertahankan agar nilai RQ tidak melebihi 1.
e. Manajemen Risiko
Langkah tindak lanjut yang harus dilakukan bilamana hasil karakteristik
risiko menunjukkan tingkat risiko yang tidak aman ataupun unacceptable.
Strategi pengelolaan yang dapat dilakukan salah satunya adalah penentuan
batas aman.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli - Oktober 2017 di kawasan Terminal
Kampung Rambutan, khususnya pada beberapa titik dimana terdapat pedagang
tetap yang melakukan aktivitas berdagang di lokasi tersebut.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi merupakan objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi target dalam
penelitian ini adalah seluruh pedagang di Terminal Kampung Rambutan.
52
Pedagang yang dimaksud adalah orang yang pekerjaan utamanya sebagai
pedagang di terminal baik yang memiliki kios permanen, semi permanen,
lapak maupun gerobak dengan mobilitas tinggi maupun rendah. Populasi
studi pada penelitian ini adalah seluruh pedagang tetap yang berdagang di
area Terminal Kampung Rambutan yang memiki kios permanen dan semi
permanen. Berdasarkan Profil Terminal Kampung Rambutan Tahun 2016
dan didukung dengan observasi langsung, pedagang tetap atau pedagang
kios di Terminal Kampung Rambutan berjumlah 106 pedagang. Sedangkan
sampel pada penelitian ini adalah populasi studi yang memenuhi kriteria
inklusi.
4.3.2. Sampel
4.3.2.1. Sampel Udara/Data Pajanan PM2.5
PM2.5 diukur dengan menggunakan Haz-Dust (EPAM-5000).
Langkah-langkah pengambilan sampel PM2.5 di Terminal Kampung
Rambutan dimulai dari penentuan lokasi dan penempatan peralatan
pengambilan contoh uji. Disesuaikan dengan SNI 19-7119.6-2005 udara
ambien bagian 6 tentang penentuan lokasi pengambilan contoh uji
pemantauan kualitas udara ambien:
1. Menentukan 3 titik yang merupakan area terbuka dan terdapat
banyak pedagang. Tiga titik ini dipilih berdasarkan Sampling
point untuk PM2.5 harus dekat dengan lokasi pedagang sebagai
53
objek penelitian ini agar didapatkan nilai intake PM2.5 yang
mewakili setiap individu.
2. Menempatkan peralatan sampling pada daerah yang aman. Tiga
titik yang dijadikan lokasi pengambilan sampel udara yaitu area
antar kota antar provinsi (AKAP), area jalur keluar dalam kota,
dan area ruang tunggu dalam kota.
Pengumpulan data PM2.5 dilakukan oleh dua orang tenaga yaitu
peneliti dan satu orang operator atau laboran dari Laboratorium K3
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta.
4.3.2.2. Sampel Pedagang
Sampel merupakan pedagang tetap yang melakukan aktivitas
berjualan di area terminal. Sampel yang diambil ialah sampel yang
selama satu tahun terakhir berada pada lokasi penelitian secara intense.
Kemudian dilakukan wawancara serta pengukuran langsung untuk
mengukur konsentrasi PM2.5. Data terkait karakteristik individu seperti
umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, waktu pajanan, frekuensi
pajanan, durasi pajanan didapatkan melalui wawancara. Hanya saja,
umur, jenis kelamin, dan tinggi badan merupakan data pelengkap dan
tidak diteliti.
Sampel outcome yang berupa kapasitas vital paru pada
pedagang diambil dengan menggunakan metode simple random
sampling. Hal ini dikarenakan populasi penelitian homogen atau relatif
54
homogen, sehingga diambil secara random sampel yang representatif
terhadap populasi (Sugiyono, 2012). Pengumpulan data outcome
didapatkan dari hasil spirometri. Data kapasitas paru, dilakukan oleh dua
orang tenaga yaitu peneliti dan satu operator atau dokter dari Balai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Balai K3). Besar sampel dalam
penelitian ini diperoleh dengan menggunakan perhitungan rumus berikut
(Lemeshow, 1997):
n = Z21−𝛼/2P(1−P)𝑁
𝑑2 (𝑁−1)+ Z2 1−𝛼/2P(1−P)
Keterangan
n : Besar sampel minimal yang dibutuhkan
Z2 1-α/2 : 1,96 pada tingkat kepercayaan 95%
d : Derajat presisi yang diinginkan sebesar 5% (0,05)
N : Besar populasi (106 pedagang tetap)
P : Estimasi proporsi (prevalensi) penyakit pada populasi
dari penelitian terdahulu yakni 77,4% (Marpaung,
2012)
Berdasarkan perhitungan sampel diatas, didapatkan jumlah
sampel minimal sebesar 60 pedagang tetap di kawasan Terminal
Kampung Rambutan. Untuk meminimalisir terjadinya kehilangan
sampel (dropout), maka ditambahkan 10% dari jumlah sampel sehingga
menjadi 66 sampel pedagang tetap. Jumlah pedagang berdasarkan titik
lokasi sampling nya masing-masing berjumlah 34 orang untuk area
55
AKAP, 15 orang untuk area jalur keluar dalam kota, dan 17 orang untuk
area ruang tunggu dalam kota.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel
Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini adalah sampel yang
akan diteliti merupakan pedagang tetap terminal dengan kios permanen,
menetap, ketika berdagang di terminal tidak berpindah-pindah/bergerak,
termasuk dalam kategori orang dewasa berumur 18-65 tahun. Hal ini
diperlukan untuk menyesuaikan dengan ketentuan American Thoracic
Society, Medical Section of The Asian Lung Association. Sedangkan
kriteria eksklusi antara lain, pada saat penelitian (uji spirometri) sedang
mengalami gangguan pernapasan, perokok aktif, dan pedagang yang
tidak bersedia untuk ikut serta dalam penelitian.
4.4. Metode Pengumpulan Data
4.4.1. Pengumpulan Data Konsentrasi PM2.5
Pengukuran PM2.5 dilakukan dengan menggunakan alat sampel
digital direct reading Haz-Dust EPAM 5000. Alat ini menggunakan metode
laser analyzer dalam melakukan pengukuran partikulat. Hasil pengukuran
PM2.5 akan langsung terbaca di layar alat tersebut. Adapun langkah-langkah
yang akan digunakan sebagai berikut:
1. Meletakkan Haz-Dust EPAM 5000 di titik pengukuran.
2. Menghidupkan Haz-Dust EPAM 5000.
56
3. Melakukan kalibrasi.
4. Memasang inlet untuk PM2.5.
5. Menekan tombol start pada alat dan kemudian secara otomatis
melakukan pengukuran.
6. Waktu sampling dilakukan selama 30 menit sesuai dengan
rekomendasi EPA yaitu 15-60 menit.
7. Hasil pengukuran dicatat, yaitu nilai max, min dan time weighted
average (TWA) atau nilai rata-rata.
4.4.2. Pengukuran Fungsi Paru
Pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan kapasitas vital
paru dengan menggunakan Spirometri (SpiroAnalyzer ST-75 seri
72/21157). Prosedur pemeriksaan fungsi paru sebagai berikut:
1. Mempersiapkan responden dengan syarat:
a. Tidak merokok.
b. Berpakaian tidak terlalu ketat.
2. Mejelaskan kepada responden tentang ketidaknyamanan dalam
melakukan pengukuran spirometri, seperti batuk, pusing dan
tenggorokan menjadi tidak nyaman.
3. Menyiapkan spirometri lengkap yang telah dikalibrasi
(menghidupkan alat; menekan tombol ID; masukkan data
responden), form, mouthpiece, dan tissue.
57
4. Memasang mouthpiece ke mulut dengan posisi bibir rapat pada
mouthpiece.
5. Melakukan pernapasan biasa melalui alat (pernapasan dilakukan
melalui mulut).
6. Responden berdiri tegak, menghirup udara semaksimal mungkin,
kemudian keluarkan udara melalui mouthpiece sekuat-kuatnya.
Dalam proses pemeriksaan, responden diperiksa sampai 3 kali
pengulangan sehingga diperoleh hasil yang akurat. Pemeriksaan
dilakukan untuk memperoleh 3 nilai, yaitu:
a. Waktu ekspirasi maksimal 3 detik
b. Grafik flow volume mempunyai puncak
c. Permulaan uji baik/cepat (tidak ragu-ragu)
Adapun hal-hal yang menunjukkan pemeriksaan fungsi paru tidak
berjalan dengan baik adalah sebagai berikut (ATS, 2004):
a) Batuk selama detik pertama/selama dilakukan pemeriksaan
b) Akhir ekspirasi yang cepat (normal, ekspirasi berlangsung 6 detik)
c) Terjadi kebocoran
d) Mouthpiece tersumbat
Hasil pemeriksaan spirometri yang selanjutnya dibandingkan
dengan nilai normal yang sudah ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan
persentase nilai prediksi. Metode analisis yang digunakan mengacu pada
American Thoracic Society (ATS), dengan metode pengujian sesaat.
58
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan
bentuk pertanyaan terbuka, Haz-Dust EPAM 5000, dan SpiroAnalyzer ST-75.
Pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner mengacu pada sumber
kepustakaan yang ada termasuk dari penelitian sebelumnya. Instrumen
penelitian yang telah disusun perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas
sebelum dilakukan penelitian. Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian
akan dilakukan pada beberapa pedagang tetap yang melakukan aktivitas atau
berdagang di sekitar area Terminal Kampung Rambutan.
4.6. Pengolahan Data
Pengumpulan data merupakan tahapan yang dilakukan sebelum analisis
data tujuannya agar data yang akan dianalisis dapat menghasilkan informasi
yang valid. Didalam proses pengolahan data terdapat empat tahapan, diantaranya
yaitu (Notoatmodjo, 2010):
1. Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekkan isian formulir
atau kuesioner apakah daftar jawaban yang ada pada kuesioner
lengkap, jelas, relevan dan konsisten.
2. Coding
Merupakan kegiatan mengubah data menjadi bentuk-bentuk kode
angka yang berguna memudahkan peneliti dalam melakukan entry
59
data dan analisis. Proses coding ini tidak berlaku untuk data yang
sudah dalam bentuk angka, seperti konsentrasi PM2.5 udara ambien.
3. Entry atau Processing
Data yang sudah diperoleh, dilanjutkan dengan memproses data yang
sudah dimasukkan ke dalam software computer untuk dianalisis lebih
lanjut. Pemrosesan dilakukan dengan cara memasukkan hasil
jawaban responden dari kuesioner ke dalam software komputer.
4. Cleaning
Data yang sudah di entry dilakukan pengecekkan ulang dengan
tujuan untuk melihat apakah data yang masuk sudah relevan dengan
daftar pertanyaan yang ada pada kuesioner dan memberikan
kesempatan untuk dilakukan perbaikan sebelum dilakukannya
analisis data apabila terdapat data yang data baik itu missing data
ataupun data yang tidak bervariasi/tidak konsisten.
4.7. Analisis Data
4.7.1. Analisis Univariat
Data akan diolah kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif
untuk mengetahui jenis sebaran datanya, apakah merupakan data dengan
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan sebelum data
dianalisis berdasarkan model penelitian yang akan dilakukan. Uji normalitas
data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam satu variabel yang
akan digunakan dalam penelitian. Uji normalitas data menggunakan uji
60
Kolomogorov-Smirnov. Data berdistribusi normal apabila nilai uji lebih
dari 0.05 (p > 0.05). Pada analisis univariat, distribusi data kategorik
disajikan dengan menggunakan tabel dan analisis yang ditampilkan adalah
jumlah dan persentase. Sedangkan, data numerik yang ditampilkan meliputi
nilai mean, median, minimum-maksimum, standar deviasi, dan kenormalan
distribusi. Variabel kategorik yang disajikan meliputi jenis kelamin dan
kapasitas vital paru. Sedangkan variabel numerik yang disajikan meliputi
konsentrasi PM2.5, berat badan, laju inhalasi, lama pajanan, frekuensi
pajanan, dan durasi pajanan.
Kegiatan mengolah data akan dilaksanakan dengan bantuan
software analisis data. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui distribusi
frekuensi. Adapun untuk analisis univariat variabel yang akan dianalisis
adalah sebagai berikut:
4.7.1.1. Konsentrasi Pajanan PM2.5
Data mengenai konsentrasi PM2.5 dalam udara ambien, data
antropometri, dan data karakteristik pekerjaan kemudian dianalisis
dengan analisis deskriptif untuk mengetahui sebaran datanya.
Selanjutnya, data tersebut disubstitusikan dan dianalisis untuk
mendapatkan nilai intake dan tingkat risiko (RQ) dengan menggunakan
persamaan berikut (Rahman, 2006) :
Ink = 𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
61
Keterangan
Ink : Intake PM2.5 (mg/kg/hari)
C : Konsentrasi PM2.5 udara ambien (mg/m3)
R : Laju Inhalasi (mg/m3)
tE : Lama Pajanan (jam/hari)
fE : Frekuensi Pajanan (hari/tahun)
Dt : Durasi Pajanan (tahun)
Wb : Berat Badan (kg)
tavg : Periode Waktu Rata-Rata
Sedangkan untuk mengetahui karakteristik risiko (RQ), digunakan
rumus:
RQ = 𝐼
𝑅𝑓𝐶
Keterangan
RQ : Tingkat Risiko PM2.5
I : Intake PM2.5 (mg/kg/hari)
RfC : Dosis Referensi PM2.5 (mg/kg/hari)
4.7.1.2. Kapasitas Vital Paru Pedagang
Data kondisi kapasitas vital paru pedagang akan disajikan dalam
bentuk tabel dan narasi. Adapun informasi dalam tabel akan berisi
jumlah dan persentase sampel dengan kondisi paru-paru normal,
mengalami paru obstruksi, paru restriksi, maupun campuran keduanya.
Selanjutnya, kelompok paru obstruksi, paru restriksi dan campuran
masuk dalam kategori menderita penurunan fungsi paru. Sedangkan,
kelompok paru normal masuk ke dalam kategori tidak menderita
penurunan fungsi paru.
62
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaraan Umum Lokasi Penelitian
5.1.1. Gambaran Umum Terminal Kampung Rambutan
Terminal bus adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau moda
transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan
umum. Terminal Bus Kampung Rambutan terletak di Jalan Letjen TB
Simatupang No. 1 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Kota Administrasi
Jakarta Timur. Terminal ini merupakan terminal terbesar kedua di DKI
Jakarta dengan luas area sekitar 141.000 m2 yang telah beroperasi sejak tahun
1992. Lokasinya di sebelah Utara berbatasan dengan Taman Mini Indonesia
Indah dan sebelah Timur dengan Tol Jagorawi dan sebelah Selatan dengan
Pasar Rebo. Terminal ini merupakan jenis terminal tipe A yang berfungsi
melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dan antar provinsi.
Terminal Kampung Rambutan dibagi menjadi dua terminal inti yaitu
Terminal Bus Dalam Kota dan Terminal Bus Antar Kota Antar Provinsi
(AKAP). Terminal Bus Dalam Kota telah dibangun sejak 1 Oktober 1990 dan
diresmikan pada 1 Oktober 1992 dengan luas tanah sekitar 8,72 hektar.
Terminal ini berfungsi melayani angkutan umum di dalam kota yang terdiri
dari bus Mayasari Bakti, Kopaja, Metro Mini, Koantas Bima, KWK, Koasi,
dan Angkot.
63
Sedangkan, Terminal Bus Antar Kota Antar Provinsi telah dibangun
sejak November 1991 dan diresmikan pada 1 Oktober 1992 dengan luas tanah
sekitar 15 hektar. Terminal ini berfungsi untuk melayani angkutan umum
antar kota atau antar provinsi pada beberapa wilayah di pulau Jawa dan
Sumatera. Adapun fasilitas yang disediakan di dalam terminal diantaranya
yaitu ruang tunggu, kios, musholla, ruang kesehatan, dan toilet.
Dalam penelitian ini area terminal dibagi menjadi tiga titik lokasi
yaitu Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Jalur Keluar Dalam Kota, dan
Ruang Tunggu Dalam Kota. Tidak adanya pohon di sekitar kios pedagang
merupakan kesamaan dari ketiga lokasi ini, namun di lokasi Dalam Kota
kendaraan umum parkir dengan posisi membelakangi kios pedagang yang
berada di Jalur Keluar Dalam Kota. Hal ini dapat berpengaruh terhadap
konsentrasi PM2.5 yang mungkin lebih tinggi serta tingkat risiko pada
pedagang yang lebih tinggi pula di lokasi ini. Di area ruang tunggu
penumpang pun baik di lokasi AKAP maupun Dalam Kota tidak terdapat
tanaman. Berikut ini adalah denah Terminal Kampung Rambutan.
64
Gambar 5.1 Denah Terminal Kampung Rambutan
= Titik Pengambilan Sampel Udara Ambien (PM2.5)
5.1.2. Gambaran Angkutan Umum di Terminal Kampung Rambutan
Terminal Kampung Rambutan melayani rute keberangkatan untuk
Angkutan Dalam Kota dan Angkutan Dalam Kota Antar Provinsi (AKAP).
Berikut ini merupakan data jumlah PO dan trayek yang terdapat di Terminal
Angkutan Antar Kota Antar Provinsi maupun Terminal Dalam Kota Terminal
Kampung Rambutan berdasarkan data profil terminal tahun 2016.
65
Tabel 5.1 Data Kendaraan Kedatangan dan Keberangkatan Angkutan
Antar Kota Antar Provinsi Terminal Kampung Rambutan
Tahun 2016
No Jurusan
Kedatangan
Bus/bulan Kapasitas/
seat PNP/bulan
Rata-rata
PNP/hari
1 Sumatera 379 59 2.999 100
2 Jawa Barat 14.317 59 252.183 8.406
3 Jawa
Tengah 2.242 59 45.545 1.418
4 Jawa Timur 77 59 591 20
No Jurusan
Keberangkatan
Bus/bulan Kapasitas/
seat PNP/bulan
Rata-rata
PNP/hari
1 Sumatera 73 59 172 6
2 Jawa Barat 11.475 59 26.285 876
3 Jawa
Tengah 756 59 2.776 93
4 Jawa Timur 5 59 30 1
Tabel 5.2 Data Kendaraan Angkutan Dalam Kota Terminal Kampung
Rambutan Tahun 2016
No Trayek/Jurusan Jumlah
Maya Sari Bakti Bus Besar
1 Trayek AC. 10 5.625
2 Trayek AC. 70 Tanah Abang 20.025
3 Trayek AC. 74 Tangerang 17.850
4 Trayek AC. 42 Tanjung Priok 7.800
5 Trayek AC. 02 Kalideres 19.800
6 Trayek AC. 73 Ciledug 18.675
7 Trayek P. 17 Kota 21.600
8 Trayek P. 98 Pulo Gadung 5.700
9 Trayek P. 9B Bekasi Barat 20.775
10 Trayek P. 9BT Bekasi Timur 30.375
11 Trayek P. 9BC Cikarang 2.875
66
Kopaja
1 T. 57 Blok M 66.240
2 S. 605 Blok M 12.288
3 T. 53 Kampung Melayu 30.336
4 S. 76 Blok M 24.096
5 T. 509 Lebak Bulus 76.704
6 T. 510 Ciputat 23.932
7 PO. Miniarta Cibinong 39.168
8 PO Mekar Jaya 48.924
Bus Kecil
1 T. 03 Cililitan 122.670
2 K. 28 Setu 72.270
3 91 Wanaherang 21.897
4 19 Depok 29.565
5 121 Cileungsi 21.870
6 K. 44 Komsen 68.364
7 K. 06 Pondok Gede 90.972
8 K. 40 Bekasi 13.572
9 A. 112 Depok 150.300
10 A. 37 Cisalak 88.398
11 A. 41 Bojong Gede 838.546
5.2. Analisis Univariat
5.2.1. Karakteristik Individu Pedagang Terminal Kampung
Rambutan
5.2.1.1. Umur
Rata-rata umur keseluruhan pedagang di Terminal Kampung
Rambutan yaitu 38.77 tahun. Umur tertua responden adalah 67 tahun
dan umur termuda adalah 17 tahun. Dengan nilai median 38.74 tahun
dan standar deviasi 11.497.
Tabel 5.3 Distribusi Umur Pedagang Terminal Kampung Rambutan
Variabel N Mean Median SD Min Maks
Umur (tahun) 66 38.77 38.74 11.497 17 67
67
5.2.1.2. Berat Badan
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov data karakteristik berat
badan dari keseluruhan populasi pedagang diperoleh nilai p = 0.200
yang berarti data berdistribusi normal, maka digunakan nilai mean
62.48 kg. Berat badan responden tertinggi yaitu 98 kg dan terendah
yaitu 39 kg. Apabila berdasarkan lokasi, nilai berat badan untuk tiap
lokasi pun berdistribusi normal sehingga digunakan nilai mean.
Masing-masing nilai tiap lokasi yaitu 63.12 kg untuk lokasi AKAP,
62.13 kg untuk lokasi Jalur Keluar DK, dan 61.53 kg untuk lokasi
Ruang Tunggu DK. Nilai mean dari tiap lokasi ini nantinya akan
disubstitusikan ke dalam rumus intake untuk diperoleh nilai intake
PM2.5 dan tingkat risiko (RQ) populasi yang ditinjau dari tiga lokasi
berbeda.
Tabel 5.4 Distribusi Berat Badan Pedagang Terminal Kampung
Rambutan
Kelompok
Populasi
Berat Badan (kg)
N Mean Median SD Min Maks
Semua
Kelompok 66 62.48** 62 10.766 39 98
Kelompok
Lokasi
AKAP
34 63.12** 65 12.36 39 98
Kelompok
Lokasi Jalur
Keluar DK
15 62.13** 60 7.36 52 77
Kelompok
Lokasi Ruang
Tunggu DK
17 61.53** 61 10.31 45 84
68
Keterangan
** : distribusi normal (nilai p > 0.05) menggunakan nilai mean
5.2.1.3. Tinggi Badan
Rata-rata tinggi badan keseluruhan pedagang di Terminal
Kampung Rambutan yaitu 159.02 cm. Tinggi badan responden tertinggi
yaitu 177 cm dan terendah yaitu 138 cm. Dengan nilai median 160.50
cm dan standar deviasi 8.225.
Tabel 5.5 Distribusi Tinggi Badan Pedagang Terminal Kampung
Rambutan
Variabel N Mean Median SD Min Maks
TB (cm) 66 159.02 160.50 8.225 138 177
5.2.1.4. Jenis Kelamin
Jenis kelamin terbagi menjadi dua kelompok yaitu laki-laki
dan perempuan. Adapun distribusi responden menurut jenis kelamin
dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pedagang Berdasarkan
Titik Sampling
Jenis
Kelamin
Titik Sampling
AKAP Jalur Keluar DK Ruang Tunggu DK
N % N % N %
Laki-Laki 24 70.6 7 46.7 12 70.6
Perempuan 10 29.4 8 53.3 5 29.4
Total 34 100 15 100 17 100
Berdasarkan tabel diatas jumlah responden di titik lokasi
AKAP dan Ruang Tunggu DK lebih banyak berjenis kelamin laki-laki
69
dengan masing-masing berjumlah 24 orang (70.6%) dan 12 orang
(70.6%). Sedangkan responden di titik lokasi Jalur Keluar DK lebih
banyak berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 8 orang (53.3%).
Dari total keseluruhan titik lokasi penelitian, responden berjenis
kelamin laki-laki lebih banyak daripada responden dengan jenis
kelamin perempuan yaitu berjumlah 43 orang (65.15%) berbanding 23
orang (34.85%).
5.2.2. Pola Aktivitas Pedagang Terminal Kampung Rambutan
5.2.2.1. Lama Pajanan
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov data karakteristik
tinggi badan dari keseluruhan pedagang diperoleh nilai p = 0.000 yang
berarti data berdistribusi tidak normal, maka digunakan nilai median 12
jam/hari dengan standar deviasi sebesar 3.944. Lama pajanan terendah
sebesar 6 jam/hari dan tertinggi sebesar 24 jam/hari responden selalu
terpajan polutan PM2.5. Apabila berdasarkan lokasi, nilai lama pajanan
untuk tiap lokasi pun tidak berdistribusi normal sehingga digunakan
nilai median. Nilai median untuk ketiga lokasi sama besar yaitu 12
jam/hari. Nilai median dari tiap lokasi ini nantinya akan disubstitusikan
ke dalam rumus intake untuk diperoleh nilai intake PM2.5 dan tingkat
risiko (RQ) populasi yang ditinjau dari tiga lokasi berbeda.
70
Tabel 5.7 Distribusi Lama Pajanan Pedagang Terminal Kampung
Rambutan
Kelompok
Populasi
Lama Pajanan (jam/hari)
N Mean Median SD Min Maks
Semua
Kelompok 66 12.65 12* 3.944 6 24
Kelompok
Lokasi
AKAP
34 13.29 12* 4.51 8 24
Kelompok
Lokasi Jalur
Keluar DK
15 11.87 12* 1.85 8 16
Kelompok
Lokasi Ruang
Tunggu DK
17 12.06 12* 4.054 6 24
Keterangan
* : distribusi tidak normal (nilai p ≤ 0.05) menggunakan nilai median
5.2.2.2. Frekuensi Pajanan
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov data karakteristik
tinggi badan pedagang diperoleh nilai p = 0.000 yang berarti data
berdistribusi tidak normal, maka digunakan nilai median 335 hari/tahun
dengan standar deviasi sebesar 59.24. Frekuensi pajanan terendah
sebesar 104 hari/tahun dan tertinggi sebesar 365 hari/tahun. Apabila
berdasarkan lokasi, nilai frekuensi pajanan untuk tiap lokasi pun tidak
berdistribusi normal sehingga digunakan nilai median. Nilai median
untuk ketiga lokasi masing-masing yaitu 338 hari/tahun untuk lokasi
AKAP, 323 hari/tahun untuk lokasi Jalur Keluar DK, dan 335
hari/tahun untuk lokasi Ruang Tunggu DK. Nilai median dari tiap
lokasi ini nantinya akan disubstitusikan ke dalam rumus intake untuk
71
diperoleh nilai intake PM2.5 dan tingkat risiko (RQ) populasi yang
ditinjau dari tiga lokasi berbeda.
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Pajanan Pedagang Terminal Kampung
Rambutan
Kelompok
Populasi
Frekuensi Pajanan (hari/tahun)
N Mean Median SD Min Maks
Semua
Kelompok 66 309.39 335* 59.24 104 365
Kelompok
Lokasi
AKAP
34 316.35 338* 63.92 104 365
Kelompok
Lokasi Jalur
Keluar DK
15 297.13 323* 53.23 197 360
Kelompok
Lokasi Ruang
Tunggu DK
17 306.29 335* 55.65 197 358
Keterangan
* : distribusi tidak normal (nilai p ≤ 0.05) menggunakan nilai median
5.2.2.3. Durasi Pajanan
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov data karakteristik
tinggi badan pedagang diperoleh nilai p = 0.007 yang berarti data
berdistribusi tidak normal, maka digunakan nilai median 8 tahun
dengan standar deviasi sebesar 7.363. Durasi pajanan terendah sebesar
1 tahun dan tertinggi sebesar 24 tahun. Apabila berdasarkan lokasi, nilai
durasi pajanan untuk lokasi AKAP tidak berdistribusi normal, sehingga
menggunakan nilai median sebesar 4 tahun. Sedangkan nilai durasi
pajanan untuk lokasi Jalur Keluar DK dan Ruang Tunggu DK
72
berdistribusi normal, sehingga menggunakan nilai mean masing-
masing sebesar 11.87 tahun dan 10.29 tahun. Nilai mean dan median
dari tiap lokasi ini nantinya akan disubstitusikan ke dalam rumus intake
untuk diperoleh nilai intake PM2.5 dan tingkat risiko (RQ) populasi yang
ditinjau dari tiga lokasi berbeda.
Tabel 5.9 Distribusi Durasi Pajanan Pedagang Terminal Kampung
Rambutan
Kelompok
Populasi
Durasi Pajanan (tahun)
N Mean Median SD Min Maks
Semua
Kelompok 66 9.38 8* 7.363 1 24
Kelompok
Lokasi
AKAP
34 6.65 4* 6.44 1 22
Kelompok
Lokasi Jalur
Keluar DK
15 14.53** 15 6.653 2 24
Kelompok
Lokasi Ruang
Tunggu DK
17 10.29** 10 7.372 1 24
Keterangan
* : distribusi tidak normal (nilai p ≤ 0.05) menggunakan nilai median
** : distribusi normal (nilai p > 0.05) menggunakan nilai mean
5.2.2.4. Laju Inhalasi
Laju inhalasi adalah banyaknya PM2.5 yang masuk ke dalam
tubuh setiap satu jam melalui jalur inhalasi (pernapasan) yang ada di
wilayah penelitian. Laju inhalasi pada penelitian ini dihitung dengan
persamaan y = 5.3 Ln(x) – 6.9 dengan y = R dalam satuan m3/jam dan
73
x = Wb atau berat badan responden. Berdasarkan hasil uji Kolmogrov-
Smirnov diperoleh nilai p = 0.200 yang berarti data laju inhalasi
pedagang berdistribusi normal, maka digunakan nilai mean 0.6224
m3/jam dengan standar deviasi sebesar 0.3836. Apabila berdasarkan
lokasi, nilai laju inhalasi untuk tiap lokasi pun berdistribusi normal
sehingga digunakan nilai mean. Nilai mean untuk ketiga lokasi masing-
masing yaitu 0.624 m3/jam untuk lokasi AKAP, 0.623 m3/jam untuk
lokasi Jalur Keluar DK, dan 0.619 m3/jam untuk lokasi Ruang Tunggu
DK. Nilai mean dari tiap lokasi ini nantinya akan disubstitusikan ke
dalam rumus intake untuk diperoleh nilai intake PM2.5 dan tingkat risiko
(RQ) populasi yang ditinjau dari tiga lokasi berbeda.
Tabel 5.10 Distribusi Laju Inhalasi Pedagang Terminal Kampung
Rambutan
Kelompok
Populasi
Laju Inhalasi (m3/jam)
N Mean Median SD Min Maks
Semua
Kelompok 66 0.6224** 0.624 0.3836 0.5215 0.7250
Kelompok
Lokasi
AKAP
34 0.624** 0.634 0.044 0.522 0.725
Kelompok
Lokasi Jalur
Keluar DK
15 0.623** 0.616 0.026 0.585 0.672
Kelompok
Lokasi Ruang
Tunggu DK
17 0.619** 0.620 0.037 0.553 0.691
Keterangan
** : distribusi normal (nilai p > 0.05) menggunakan nilai mean
74
5.2.3. Konsentrasi PM2.5 pada Udara Ambien Terminal
Pengukuran konsentrasi PM2.5 udara ambien dilakukan pada tiga
titik lokasi yaitu Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Jalur Keluar
Terminal Dalam Kota, dan Ruang Tunggu Terminal Dalam Kota. Waktu
pengukuran dilakukan pada siang hari (11.00-14.00).
Tabel 5.11 Konsentrasi PM2.5 Berdasarkan Titik Lokasi Sampling
Lokasi Waktu
Pengukuran
Maks
(mg/m3)
Min
(mg/m3)
Rata-
Rata
(mg/m3)
NAB
(mg/m3)
Jalur Keluar
Dalam Kota
11.17-11.50
(Siang) 3.964 0.017 1.986 0.065
Ruang
Tunggu
Dalam Kota
11.52-12.22
(Siang) 1.116 0 0.147 0.065
AKAP 12.41-13.11
(Siang) 1.341 0.266 0.958 0.065
Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan konsentrasi maksimal
PM2.5 tertinggi berada di lokasi Jalur Keluar Dalam Kota sebesar 3.964 mg/m3
pada pengukuran siang hari. Konsentrasi minimal PM2.5 tertinggi berada di
lokasi Ruang Tunggu AKAP sebesar 0.266 mg/m3 pada pengukuran siang
hari.
5.2.4. Kapasitas Vital Paksa Paru
Distribusi kapasitas vital paru pedagang berbeda pada masing-
masing titik lokasi sampling. Pedagang dengan kapasitas vital paru tidak
normal terbanyak berada di titik lokasi AKAP yaitu berjumlah 4 orang
(11.8%) dari 34 orang total pedagang di lokasi tersebut. Sedangkan di titik
75
lokasi Jalur Keluar DK dan Ruang Tunggu DK pedagang dengan kapasitas
paru tidak normal masing-maisng berjumlah 3 orang (20%) dan 1 orang
(5.9%).
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pedagang Berdasarkan
Titik Sampling
Kapasitas Vital
Paru
Titik Sampling
AKAP Jalur Keluar DK Ruang Tunggu DK
N % N % N %
Normal 30 88.2 12 80 16 94.1
Tidak Normal 4 11.8 3 20 1 5.9
Total 34 100 15 100 17 100
5.3. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) PM2.5
5.3.1. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake PM2.5 pada Pedagang
Tetap Terminal
Konsentrasi pajanan personal (intake) PM2.5 adalah jumlah
konsentrasi risk agent yang diterima dan masuk ke dalam tubuh rata-rata
sampel per berat badan rata-rata sampe per hari. Dalam perhitungan intake
dibawah ini dibedakan menjadi dua perhitungan, yaitu intake minimum dan
intake maksimum disesuaikan dengan hasil pengukuran konsentrasi udara
ambien PM2.5 di Terminal. Perhitungan intake dibedakan berdasarkan lokasi.
Pada penelitian ini intake non karsinogenik dihitung untuk pajanan realtime
atau lama responden bermukim atau melakukan aktivitas di area penelitian
sampai saat penelitian ini dilakukan dan proyeksi intake hingga 30 tahun
mendatang (lifespan).
76
5.3.1.1. Intake Populasi PM2.5 Realtime
Ringkasan statistik nilai variabel pola aktivitas responden
sebagai faktor pemajanan dicantumkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.13 Karakteristik Individu & Pola Aktivitas Pedagang
Terminal
Karakteristik
Individu
Nilai
AKAP Jalur Keluar
DK
Ruang Tunggu
DK
Berat Badan
(Wb)
39 kg (min)
98 kg (maks)
52 kg (min)
77 kg (maks)
45 kg (min)
84 kg (maks)
Lama
Pajanan (tE) 12 jam/hari 12 jam/hari 12 jam/hari
Frekuensi
Pajanan (fE) 338 hari/tahun 323 hari/tahun 335 hari/tahun
Durasi
Pajanan (Dt) 4 tahun 14.53 tahun 10.29 tahun
Laju Inhalasi
(R) 0.634 m3/jam 0.623 m3/jam 0.619 m3/jam
Intake PM2.5 yang diterima populasi dihitung menggunakan
persamaan berikut ini:
Ink = 𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
Tabel 5.14 Intake Populasi PM2.5 Berdasarkan Titik Sampling
Kelompok Populasi Intake Populasi PM2.5 (mg/kg/hari)
Minimum Maksimum
Kelompok Lokasi AKAP
(N = 34) 2.55 x 10-3 0.032
Kelompok Lokasi Jalur
Keluar DK (N = 15) 7.07 x 10-4 0.244
Kelompok Lokasi Ruang
Tunggu DK (N = 17) 0 0.058
77
Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil intake populasi PM2.5
realtime. Kelompok populasi di lokasi AKAP memiliki nilai intake
minimum sebesar 2.55 x 10-3 mg/kg/hari dan nilai intake maksimum
sebesar 0.013 mg/kg/hari. Kelompok populasi di lokasi Jalur Keluar
DK memiliki nilai intake minimum sebesar 7.07 x 10-4 mg/kg/hari dan
nilai intake maksimum sebesar 0.244 mg/kg/hari. Kelompok populasi
di lokasi Ruang Tunggu DK memiliki nilai intake minimum sebesar 0
mg/kg/hari dan nilai intake maksimum sebesar 0.058 mg/kg/hari.
5.3.1.2. Proyeksi Intake Populasi PM2.5 30 Tahun Mendatang
Pada penelitian ini intake populasi non karsinogenik selain
dihitung untuk pajanan realtime, nilai intake diproyeksikan pula hingga
30 tahun mendatang.
Tabel 5.15 Proyeksi Intake Populasi Berdasarkan Titik Sampling
Proyeksi
Intake Minimum
(mg/kg/hari)
Intake Maksimum
(mg/kg/hari)
AKAP
Jalur
Keluar
DK
Ruang
Tunggu
DK
AKAP
Jalur
Keluar
DK
Ruang
Tunggu
DK
5 Tahun 0.0032 0.0002 0 0.04 0.084 0.028
10 Tahun 0.0064 0.0004 0 0.081 0.168 0.056
15 Tahun 0.0096 0.0007 0 0.121 0.252 0.085
20 Tahun 0.013 0.0009 0 0.161 0.336 0.113
25 Tahun 0.016 0.0012 0 0.202 0.42 0.141
30 Tahun 0.019 0.0014 0 0.242 0.504 0.17
78
Gambar 5.2 Proyeksi Intake PM2.5 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi)
di Titik Lokasi AKAP
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
intake minimum maupun intake maksimum di titik lokasi AKAP dari
tahun ke-5 hingga tahun ke-30 mengalami peningkatan. Untuk nilai
intake minimum di tahun ke-30 diperoleh nilai > RfC (0.018
mg/kg/hari) yaitu sebesar 0.019 mg/kg/hari. Sedangkan, nilai intake
maksimum di tahun ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai > RfC
(0.018 mg/kg/hari) yaitu dengan rentang nilai sebesar 0.04 – 0.242
mg/kg/hari.
0.0032 0.0064 0.0096 0.013 0.016 0.0190.04
0.081
0.121
0.161
0.202
0.242
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
Dt tahun ke-5 Dt tahun ke-10 Dt tahun ke-15 Dt tahun ke-20 Dt tahun ke-25 Dt tahun ke-30
Intake minimum Intake maksimum
79
Gambar 5.3 Proyeksi Intake PM2.5 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi)
di Titik Lokasi Jalur Keluar DK
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
intake minimum maupun intake maksimum di titik lokasi Jalur Keluar
DK dari tahun ke-5 hingga tahun ke-30 mengalami peningkatan,
meskipun intake minimum tidak signifikan peningkatannya. Untuk
nilai intake minimum di tahun ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai
< RfC (0.018 mg/kg/hari) atau masih di bawah batas aman. Sedangkan,
nilai intake maksimum di tahun ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai
> RfC (0.018 mg/kg/hari) yaitu dengan rentang nilai sebesar 0.084 –
0.504 mg/kg/hari.
0.0002 0.0004 0.0007 0.0009 0.0012 0.0014
0.084
0.168
0.252
0.336
0.42
0.504
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Dt tahun ke-5 Dt tahun ke-10 Dt tahun ke-15 Dt tahun ke-20 Dt tahun ke-25 Dt tahun ke-30
Intake minimum Intake maksimum
80
Gambar 5.4 Proyeksi Intake PM2.5 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi)
di Titik Lokasi Ruang Tunggu DK
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
intake minimum di titik lokasi Jalur Keluar DK mengalami stagnan
yaitu 0, sedangkan intake maksimum di titik lokasi yang sama dari
tahun ke-5 hingga tahun ke-30 mengalami peningkatan. Untuk nilai
intake maksimum di tahun ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai >
RfC (0.018 mg/kg/hari) yaitu dengan rentang nilai sebesar 0.028 – 0.17
mg/kg/hari.
5.3.2. Analisis Dosis Respon
Analisis dosis respon bertujuan untuk menetapkan nilai-nilai
kuantitatif toksisitas suatu risk agent apakah mempunyai potensi
menimbulkan efek merugikan bagi kesehtaan pada populasi berisiko atau
tidak. Nilai toksisitas dari suatu risk agent dengan efek non karsinogenik
0 0 0 0 0 0
0.028
0.056
0.085
0.113
0.141
0.17
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
Dt tahun ke-5 Dt tahun ke-10 Dt tahun ke-15 Dt tahun ke-20 Dt tahun ke-25 Dt tahun ke-30
Intake minimum Intake maksimum
81
dalam analisis risiko kesehtaan lingkungan untuk jalur pemajanan terhirup
(inhalasi) dinyatakan dengan Reference Concentration (RfC).
Reference Concentration (RfC) merupakan dosis/konsentrasi dari
pajanan harian agen risiko non karsinogenik yang diestimasi tidak
menimbulkan efek yang mengganggu walaupun pajanannya terjadi seumur
hidup (Dirjen PP&PL, 2012). Data dosis acuan ini diambil dari nilai yang
diturunkan dari National Ambient Quality Standar (NAAQS) EPA oleh
karena dosis acuan untuk PM2.5 belum tersedia di daftar Integrated Risk
Information System (IRIS) EPA maupun tabel Minimal Risk Levels (MRLs)
ATSDR CDC. Oleh karena itu dengan konsentrasi aman, maka RfC, berlaku
persamaan di bawah ini:
RfC = 𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
Kemudian dilakukan substitusi nilai default EPA, R = 0,83 m3/jam, tE = 24
jam/hari, fE = 350 hari/tahun, tavg = 365 hari/tahun dan nilai C = baku mutu
PM2.5 udara ambien berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 = 65 µg/m3,
didapatkan:
RfCPM2.5 = 65
µg
m3x 0,83
m3
jam 𝑥 24
jam
hari 𝑥 350
hari
tahun 𝑥 30 tahun
70 kg 𝑥 30 𝑥 365hari
tahun
RfCPM2.5 = 0,0177 = 0,018 mg/kg/hari
5.3.3. Karakteristik Risiko
Karakteristik risiko merupakan upaya untuk mengetahui seberapa
besar tingkat risiko atau tingkat bahaya dari risk agent yang memajan ke
dalam tubuh suatu populasi. Karakteristik risiko dinyatakan dengan RQ,
82
apabila nilai RQ ≤ 1 berarti pemajanan masih dianggap aman bagi manusia,
sedangkan apabila nilai RQ > 1 berarti pemajanan tidak aman bagi manusia
sehingga perlu dilakukan pengendalian. Sedangkan tingkat risiko kesehatan
karsinogenik (ECR, Excess Cancer Risk) yang bertujuan untuk menghitung
besaran tingkat bahaya karsinogenik suatu toksik yang menjadi pajanan suatu
populasi, tidak dihitung dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan di dalam
PM2.5 mengandung berbagai substansi kimia lainnya, sehingga tidak
memungkinkan untuk melihat tingkat risiko karsinogeniknya. Nilai slope
factor (SF) masing-masing substansi pun berbeda. Nilai tingkat risiko
realtime dan lifespan pajanan PM2.5 pada populasi pedagang tetap di Terminal
Kampung Rambutan dapat dilihat sebagai berikut.
5.3.3.1. Tingkat Risiko PM2.5 Realtime
Tabel 5.16 Tingkat Risiko Populasi PM2.5 Berdasarkan Titik Sampling
Kelompok Populasi Tingkat Risiko (RQ) Populasi PM2.5
Minimum Maksimum
Kelompok Lokasi AKAP
(N = 34) 0.142 1.79
Kelompok Lokasi Jalur
Keluar DK (N = 15) 0.039 13.56
Kelompok Lokasi Ruang
Tunggu DK (N = 17) 0 3.22
Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil tingkat risiko (RQ)
populasi PM2.5 realtime. Kelompok populasi di lokasi AKAP memiliki
nilai RQ minimum sebesar 0.142 dan nilai RQ maksimum sebesar 1.79.
Kelompok populasi di lokasi Jalur Keluar DK memiliki nilai intake
minimum sebesar 0.038 dan nilai intake maksimum sebesar 13.42.
83
Kelompok populasi di lokasi Ruang Tunggu DK memiliki nilai intake
minimum sebesar 0 dan nilai intake maksimum sebesar 3.22. Ketiga
lokasi memiliki nilai RQ maksimum > 1 atau dapat dikatakan berisiko.
5.3.3.2. Proyeksi Tingkat Risiko PM2.5 30 Tahun Mendatang
Tabel 5.17 Proyeksi Tingkat Risiko Populasi Berdasarkan Titik
Sampling
Proyeksi
RQ Minimum RQ Maksimum
AKAP
Jalur
Keluar
DK
Ruang
Tunggu
DK
AKAP
Jalur
Keluar
DK
Ruang
Tunggu
DK
5 Tahun 0.177 0.014 0 2.243 4.67 1.57
10 Tahun 0.354 0.027 0 4.486 9.34 3.13
15 Tahun 0.531 0.041 0 6.73 14 4.7
20 Tahun 0.708 0.054 0 8.97 18.68 6.26
25 Tahun 0.885 0.068 0 11.22 23.35 7.83
30 Tahun 1.062 0.081 0 13.46 28.02 9.39
Gambar 5.5 Proyeksi Besar Risiko 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi)
di Titik Lokasi AKAP
0.177 0.354 0.531 0.708 0.885 1.062
2.243
4.486
6.73
8.97
11.22
13.46
1 1 1 1 1 1
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Dt tahun ke-5 Dt tahun ke-10 Dt tahun ke-15 Dt tahun ke-20 Dt tahun ke-25 Dt tahun ke-30
RQ minimum RQ maksimum Batas RQ (IRIS)
84
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai RQ
minimum maupun RQ maksimum di titik lokasi AKAP dari tahun ke-5
hingga tahun ke-30 mengalami peningkatan. Untuk nilai RQ minimum
di tahun ke-30 diperoleh nilai > 1 yaitu sebesar 1.062 yang berarti
kelompok populasi dinyatakan berisiko di tahun tersebut. Sedangkan,
nilai RQ maksimum di tahun ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai >
1 yaitu dengan rentang nilai sebesar 2.243 – 13.46 yang berarti
kelompok populasi dinyatakan berisiko di proyeksi tahun ke-5 hingga
tahun ke-30.
Gambar 5.6 Proyeksi Besar Risiko 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi) di
Titik Lokasi Jalur Keluar DK
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai RQ
minimum maupun RQ maksimum di titik lokasi Jalur Keluar DK dari
tahun ke-5 hingga tahun ke-30 mengalami peningkatan. Untuk nilai RQ
minimum di tahun ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai < 1 yang
0.014 0.027 0.041 0.054 0.068 0.081
4.67
9.34
14
18.68
23.35
28.02
1 1 1 1 1 1
0
5
10
15
20
25
30
Dt tahun ke-5 Dt tahun ke-10 Dt tahun ke-15 Dt tahun ke-20 Dt tahun ke-25 Dt tahun ke-30
RQ minimum RQ maksimum Batas RQ (IRIS)
85
berarti kelompok populasi dinyatakan tidak berisiko pada proyeksi di
tahun tersebut. Sedangkan, nilai RQ maksimum di tahun ke-5 hingga
tahun ke-30 diperoleh nilai > 1 yaitu dengan rentang nilai sebesar 4.67
– 28.02 yang berarti kelompok populasi dinyatakan berisiko di proyeksi
tahun ke-5 hingga tahun ke-30.
Gambar 5.7 Proyeksi Besar Risiko 30 Tahun Mendatang (Per-Populasi) di
Titik Lokasi Ruang Tunggu DK
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai RQ
minimum di titik lokasi Jalur Keluar DK mengalami stagnan yaitu 0,
sedangkan RQ maksimum di titik lokasi yang sama dari tahun ke-5
hingga tahun ke-30 mengalami peningkatan. Untuk nilai intake
maksimum di tahun ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai > 1 yaitu
dengan rentang nilai sebesar 1.57 – 9.39 yang berarti kelompok
populasi dinyatakan berisiko di proyeksi tahun ke-5 hingga tahun ke-
30.
0 0 0 0 0 0
1.57
3.13
4.7
6.26
7.83
9.39
1 1 1 1 1 1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Dt tahun ke-5 Dt tahun ke-10 Dt tahun ke-15 Dt tahun ke-20 Dt tahun ke-25 Dt tahun ke-30
RQ minimum RQ maksimum Batas RQ (IRIS)
86
5.3.4. Manajemen Risiko
Manajemen risiko merupakan suatu upaya untuk melindungi
populasi yang terpajan dengan berbagai cara, dapat dilakukan dengan
menghindari kontak, mengurangi kontak atau menggunakan alat perlindung
diri. Namun dalam perhitungan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan,
manajemen risiko yang dilakukan adalah dengan menentukan batas aman
yang dapat melindungi populasi, yaitu dengan menurunkan konsentrasi
pajanan, mengurangi waktu pajanan dan frekuensi pajanan. Berdasarkan hasil
perhitungan estimasi untuk efek kesehatan akibat pajanan PM2.5 pada
pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan diketahui pada proyeksi 30
tahun yang akan datang populasi dengan nilai RQ minimum > 1 berjumlah
32 orang dari total sampel, sedangkan populasi dengan nilai RQ maksimum
> 1 berjumlah 66 orang atau dikatakan bahwa seluruh populasi pedagang
tetap berisiko terhadap penurunan fungsi paru.
Oleh karena itu, diperlukan suatu manajemen risiko untuk
melindungi populasi tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan yakni
penentuan konsentrasi aman, frekuensi pajanan aman, dan durasi pajanan
aman. Manajemen risiko dilakukan dengan tujuan agar individu atau populasi
yang berisiko terpajan oleh risk agent bisa tetap aman dari gangguan
kesehatan akibat risk agent dengan cara memanipulasi komponen yang ada
agar diperoleh nilai RQ = 1. Batas aman dihitung dengan persamaan sebagai
berikut.
87
C aman = 𝑅𝑓𝐶 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
Hasil rumusan manajemen risiko dapat dilihat berikut ini.
Menurunkan Konsentrasi
Besaran penurunan konsentrasi suatu polutan secara kuantitatif
berbeda-beda untuk setiap populasi dan lokasi penelitian karena perbedaan
pola pajanan dan karakteristik antropometri.
C aman AKAP = 0.018 𝑥 63.12 𝑥 30 𝑥 365
0.634 𝑥 12 𝑥 338 𝑥 30
= 0.161 mg/m3
C aman Jalur Keluar DK = 0.018 𝑥 62.13 𝑥 30 𝑥 365
0.623 𝑥 12 𝑥 323 𝑥 30
= 0.169 mg/m3
C aman Ruang Tunggu DK = 0.018 𝑥 61.53 𝑥 30 𝑥 365
0.619 𝑥 12 𝑥 335 𝑥 30
= 0.162 mg/m3
Tabel 5.18 Konsentrasi Aman PM2.5 Berdasarkan Titik Sampling
Lokasi
Konsentrasi (C)
Data Awal Rekomendasi
yang Aman Min Maks
AKAP 0.266 mg/m3 1.341 mg/m3 0.161 mg/m3
Jalur Keluar DK 0.017 mg/m3 3.964 mg/m3 0.169 mg/m3
Ruang Tunggu DK 0 mg/m3 1.116 mg/m3 0.162 mg/m3
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi
aman yang direkomendasikan adalah 0.161 mg/m3 untuk lokasi AKAP, 0.169
88
mg/m3 untuk lokasi Jalur Keluar DK, dan 0.162 mg/m3 untuk lokasi Ruang
Tunggu DK. Nilai konsentrasi yang direkomendasikan sudah lebih kecil
dibandingkan dengan nilai konsentrasi PM2.5 maksimum pada tiap-tiap
lokasi. Meskipun sudah dilakukan perhitungan untuk menurunkan
konsentrasi PM2.5 udara ambien, akan tetapi hal ini masih belum sesuai
dengan batas konsentrasi aman yang direkomendasikan oleh WHO maupun
Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 yakni 0.025 mg/m3 atau 0.065
mg/m3. Hal tersebut mungkin disebabkan karena pengukuran debu tidak
dilakukan selama 24 jam.
Manajemen risiko juga dapat dilakukan dengan menghitung durasi
pajanan berapa lama risiko mulai harus dikendalikan dengan persamaan
berikut.
Dt = 𝑅𝑓𝐶 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸
Dt AKAP = 0.018 𝑥 63.12 𝑥 30 𝑥 365
1.341 𝑥 0.634 𝑥 12 𝑥 338
= 3.6 tahun
Diketahui bahwa, efek toksik PM2.5 diperkirakan akan ditemukan
pada pedagang di lokasi AKAP dengan rata-rata berat badan 61.53 kg yang
telah terpapar PM2.5 dengan konsentrasi maksimum 1.341 mg/m3 selama 12
jam/hari dalam 338 hari/tahun dengan laju inhalasi 0.634 mg/m3. Sehingga
manajemen risiko ditargetkan pada pedagang tetap yang telah berjualan atau
beraktivitas di Terminal Kampung Rambutan selama 3.6 tahun atau lebih.
89
Dt Jalur Keluar DK = 0.018 𝑥 62.13 𝑥 30 𝑥 365
3.964 𝑥 0.623 𝑥 12 𝑥 323
= 1.3 tahun
Diketahui bahwa, efek toksik PM2.5 diperkirakan akan ditemukan
pada pedagang di lokasi Jalur Keluar DK dengan rata-rata berat badan 62.13
kg yang telah terpapar PM2.5 dengan konsentrasi maksimum 3.964 mg/m3
selama 12 jam/hari dalam 323 hari/tahun dengan laju inhalasi 0.623 mg/m3.
Sehingga manajemen risiko ditargetkan pada pedagang tetap yang telah
berjualan atau beraktivitas di Terminal Kampung Rambutan selama 1.3 tahun
atau lebih.
Dt Ruang Tunggu DK = 0.018 𝑥 61.53 𝑥 30 𝑥 365
1.116 𝑥 0.619 𝑥 12 𝑥 335
= 4.4 tahun
Diketahui bahwa, efek toksik PM2.5 diperkirakan akan ditemukan
pada pedagang di lokasi Ruang Tunggu DK dengan rata-rata berat badan
61.53 kg yang telah terpapar PM2.5 dengan konsentrasi maksimum 1.116
mg/m3 selama 12 jam/hari dalam 335 hari/tahun dengan laju inhalasi 0.619
mg/m3. Sehingga manajemen risiko ditargetkan pada pedagang tetap yang
telah berjualan atau beraktivitas di Terminal Kampung Rambutan selama 4.4
tahun atau lebih.
90
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Hasil penelitian ini menampilkan estimasi risiko kesehatan akibat pajanan
PM2.5 pada pedagang tetap yang berada dan melakukan aktivitas di area
Terminal Kampung Rambutan pada tahun 2017, yang mana data diambil dan
diolah dari bulan Juli - Oktober 2017. Namun dalam proses pelaksanaan
penelitian terdapat beberapa keterbatasan yang berpengaruh terhadap hasil
penelitian, diantaranya yaitu:
1. Pada saat pelaksanaan pengukuran konsentrasi PM2.5 udara ambien di
tiga titik lokasi sampling hanya dilakukan pada siang hari dengan durasi
pengukuran 30 menit, hal ini dapat mempengaruhi hasil konsentrasi yang
kurang menggambarkan kualitas udara di terminal dalam satu hari.
2. Dalam menentukan frekuensi pajanan (hari/tahun) hanya mengandalkan
daya ingat responden, sehingga dapat terjadi ketidaktepatan hasil
frekuensi pajanan yang juga dapat berpengaruh terhadap perhitungan
intake personal PM2.5.
3. Estimasi dosis pajanan per individu diperoleh berdasarkan perhitungan
intake, mengacu pada rumus Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
(ARKL) yang salah satunya dipengaruhi oleh konsentrasi PM2.5 udara
ambien. Pengukuran pajanan per individu tidak menggunakan Personal
91
Dust Sampler yang dapat menunjukkan hasil yang lebih akurat, hal ini
dikarenakan keterbatasan biaya yang dimiliki oleh peneliti.
6.2. Karakteristik Individu dan Pola Aktivitas Pedagang
6.2.1. Distribusi Umur Pedagang Tetap di Terminal Kampung
Rambutan
Cara pengukuran umur pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode wawancara dan alat ukur kuesioner. Berdasarkan hasil
penelitian rata-rata umur keseluruhan pedagang di terminal yaitu 38.77 tahun.
Umur tertua responden adalah 67 tahun dan umur termuda adalah 17 tahun.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Novirsa (2012) tentang
analisis risiko dan gambaran spasial pajanan PM2.5 di udara ambien (outdoor)
siang hari terhadap masyarakat di kawasan industri yang menyatakan bahwa
kelompok umur terbanyak yaitu responden dengan umur produktif (30
sampai 50 tahun). Hal ini dikarenakan pada rentang umur tersebut,
masyarakat lebih banyak melakukan aktivitas di luar rumah salah satunya di
tempat kerja atau tempat umum seperti terminal. Rata-rata umur seseorang
mulai bekerja adalah 20 tahun, gangguan fungsi paru nampak setelah lebih
dari 10 tahun terpajan atau terpapar. Semakin bertambahnya umur seseorang
akan mempengaruhi gangguan kapasitas paru. Akibat pertambahan umur,
membuat perubahan struktur musculo skeletal yang ada hubungannya dengan
paru-paru. Secara fisiologi pada usia lanjut terjadi peningkatan volume udara
residual di dalam saluran udara perifer akibat dari disfungsi serabut elastik
92
alveolus dan terminal bronkiolus, karena kapasitas paru total sifatnya
konstan, maka meningkat volume residual akan berakibat pada menurunnya
udara melalui respirasi maksimal, sehingga mengakibatkan kapasitas vital
tidak normal (Guyton, 2008).
6.2.2. Distribusi Berat Badan Pedagang Tetap di Terminal Kampung
Rambutan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh berat badan pedagang yang
terukur berkisar antara 39 sampai 98 kg dengan rata-rata 62.48 kg. Berat
badan rata-rata ini lebih kecil dibandingkan dengan berat badan standar
dewasa yang ditetapkan US EPA yaitu 70 - 80 kg (EPA, 2011). Sedangkan
distribusi berat badan populasi pedagang ditinjau dari lokasinya, setelah
dilakukan uji normalitas diperoleh nilai mean masing-masing yaitu 63.12 kg
untuk lokasi AKAP dari total 34 pedagang, 62.13 kg untuk lokasi Jalur Keluar
DK dari total 15 pedagang, dan 61.53 kg untuk lokasi Ruang Tunggu DK dari
total 17 pedagang. Dalam studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
(ARKL), semakin kecil berat badan maka intake yang akan diterima akan
semakin besar karena berat badan berfungsi sebagai denominator atau
pembagi dalam rumus intake. Berat badan juga akan mempengaruhi besarnya
nilai risiko dan secara teoritis semakin besar berat badan seseorang, maka
semakin kecil kemungkinannya berisiko mengalami gangguan kesehatan
(Almunjiat, et. al., 2016). Pada orang yang obesitas, volume paru yang
dimiliki tidak lebih besar dibandingkan orang dengan nilai IMT yang normal,
93
dan bernapasnya pun akan lebih cepat sehingga partikulat yang dihirup akan
semakin banyak (Bennet, et. al., 2004).
Penurunan kapasitas vital paru pada individu dengan berat badan
berlebih dapat disebabkan oleh karena menurunnya elastisitas dan
kemampuan mengembang dinding rongga dada. Dinding rongga dada yang
elastis akan mengembang menjadi lebih besar secara bebas, sehingga tekanan
intra thorakal menjadi lebih negatif dan udara inspirasi dapat masuk lebih
banyak. Selain itu, dapat pula disebabkan karena berkurangnya kemampuan
diafragma untuk turun pada levelnya pada individu dengan berat badan
berlebih dan individu dengan kegemukan sentral, sehingga tekanan intra
thorakal akan menjadi kurang negatif dibanding normal (Liwijaya, 1992).
Dinding dada yang tebal oleh lipatan lemak pada keadaan yang lanjut
akan sangat menghambat gerakan bernapas dinding dada, bahkan dapat
menyebabkan sumbatan jalan nafas secara intermiten. Pada individu yang
mempunyai berat badan normal-berlebih akan mempunyai lipatan lemak
lebih banyak. Sementara volume O2 maksimum seseorang juga sangat
ditentukan oleh faktor jenis kelamin, usia, genetik, dan aktivitas fisik atau
latihan (Liwijaya, 1992).
Obesitas merupakan bentuk peningkatan berat badan yang melampaui
batas kebutuhan fisik dan skeletal akibat penimbunan lemak yang berlebihan.
Obesitas berkaitan dengan kondisi paru seseorang. Obesitas di sekitar
abdomen menyebabkan memburuknya fungsi paru dan gejala pernapasan.
94
Diasumsikan bahwa pengendapan jaringan lemak di dinding abdomen dan di
sekitar organ abdomen dapat menghambat gerakan diafragma dan
mengurangi eskpansi paru-paru selama inspirasi dan mengurangi kapasitas
paru-paru (Mandal, 2017). Fungsi otot pernapasan juga memburuk pada
individu yang mengalami obesitas, seperti pada penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK).
Selain itu, penderita obesitas lebih berisiko pula mengalami asma.
Studi menunjukkan prevalensi asma lebih tinggi sebesar 38% pada individu
yang memiliki kelebihan berat badan dan 92% pada penderita obesitas.
Disamping asma, individu dengan berat badan lebih dari normal memiliki
cadangan paru-paru yang rendah dan dapat mengalami kesulitan dalam
menyediakan O2 untuk tubuh mereka, atau biasa disebut dengan sindroma
hipoventilasi (Zammit, et. al, 2010). Berat badan juga erat kaitannya dengan
laju inhalasi. Semakin besar nilai berat badan yang terukur maka semakin
tinggi pula nilai laju inhalasi seseorang.
6.2.3. Distribusi Tinggi Badan Pedagang Tetap di Terminal Kampung
Rambutan
Indeks massa tubuh yang tidak normal akan mempengaruhi
penurunan fungsi paru. Berdasarkan tinggi badan seseorang dapat ditaksir
besar kapasitas vital parunya, orang yang semakin tinggi cenderung memiliki
kapasitas vital paru yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang tinggi
badannya rendah (Pinzon, 1999). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh rata-
95
rata tinggi badan keseluruhan pedagang di Terminal Kampung Rambutan
yaitu 159.02 cm. Tinggi badan pedagang tertinggi yaitu 177 cm dan terendah
yaitu 138 cm
6.2.4. Distribusi Jenis Kelamin Pedagang Tetap di Terminal Kampung
Rambutan
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden wanita ditinjau dari
titik lokasinya masing-masing berjumlah 10 orang (29.4%) di titik lokasi
AKAP, 8 orang (53.3%) di titik lokasi Jalur Keluar DK, 5 orang (29.4%) di
titik lokasi Ruang Tunggu DK. Sedangkan untuk jumlah responden lakik-laki
masing-masing berjumlah 24 orang (70.6%) di titik lokasi AKAP, 7 orang
(46.7%) di titik lokasi Jalur Keluar DK, dan 12 orang (70.6%) di titik lokasi
Ruang Tunggu DK. Salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi
paru adalah jenis kelamin. Hal ini disebabkan jenis kelamin mempunyai
kapasitas paru yang berbeda. Volume dan kapasitas paru pada wanita kira-
kira 20% sampai 25% lebih kecil dibandingkan dengan pria (Guyton, 2008).
6.2.5. Laju Inhalasi Pedagang
Nilai laju inhalasi terdiri dari tiga referensi yaitu nilai default faktor
pemajanan (0.83m3/jam), kedua nilai default laju inhalasi menurut (EPA,
2011) yang menunjukkan rata-rata laju inhalasi harian untuk pajanan jangka
panjang dilihat dari umur (0.67 m3/jam), dan laju inhalasi yang didapat dari
kurva logaritmik. Salah satunya yang cocok dengan penelitian ini adalah
rumus laju inhalasi yang didapat dari kurva logaritmik berat badan terhadap
96
laju inhalasi normal (Abrianto, 2004) dengan persamaan y = 5.3 Ln(x) – 6.9.
Nilai x merupakan berat badan responden. Persamaan laju inhalasi ini
diperkirakan bisa sesuai dengan karakteristik antropometri masyarakat
Indonesia. Menurut Saminan (2014), laju inhalasi berkurang akibat obstruksi
saluran pernapasan. Walaupun baik KV maupun FEV1 lebih besar
dibandingkan KV. Akibatnya perbandingan FEV1 terhadap KV jauh lebih
rendah daripada nilai normal sebesar 80%, yaitu jumlah yang dapat
dihembuskan ke luar selama detik pertama jauh lebih kecil daripada 80% KV.
6.3. Konsentrasi PM2.5 Udara Ambien di Terminal Kampung Rambutan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh PM2.5 udara terminal
terhadap kapasitas vital paru pedagang terminal. Pengaruh PM2.5 ini dinyatakan
dalam dosis pajanan harian (daily intake) yang didapatkan pedagang setiap
harinya. Oleh karena itu, hasil pengukuran konsentrasi PM2.5 udara ambien
berpengaruh terhadap nilai intake individu. Berdasarkan hasil perhitungan
penurunan rumus dosis referensi (RfC), didapatkan dosis referensi yang masih
diperbolehkan sebesar 0.018 mg/kg/hari. Selanjutnya, hasil intake PM2.5 per
individu dibandingkan dengan nilai dosis referensi untuk mendapatkan nilai
tingkat risiko (RQ) per individu.
Pengukuran PM2.5 udara ambien di Terminal Kampung Rambutan hanya
dilakukan pada 2 periode waktu (pagi dan siang). Pengukuran di pagi hari hanya
pada dua titik lokasi, sedangkan pengukuran di siang hari dilakukan di tiga
lokasi. Masing-masing titik dilakukan pengukuran dengan durasi 30 menit.
97
Pengukuran dilakukan pada periode waktu siang hari (11.00-14.00). Pada
umumya, kegiatan yang secara langsung mempengaruhi tinggi rendahnya
konsentrasi PM2.5 adalah asap kendaraan bermotor baik berukuran kecil, sedang
maupun besar, maupun para pengguna terminal yang merokok di area terminal.
Kendaraan bermotor banyak mengeluarkan zat-zat berbahaya ke udara
bebas, salah satunya menyumbang sekitar 13-44% Suspended Particulate
Matter (SPM) (Suparmin, 2008). Berdasarkan pemantauan kualitas udara yang
dilakukan oleh Greenpeace Indonsia sejak Januari hingga Juni 2017 di 21 lokasi,
kualitas udara di Jabodetabek terindikasi telah memasuki level tidak sehat.
Temuan ini serupa dengan hasil pemantauan udara yang juga dilakukan oleh
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Angka Particulate Matter (PM2.5)
harian di sejumlah lokasi tersebut jauh melebihi standar WHO yaitu 25 µg/m3
dan juga baku mutu udara ambien nasional yaitu 65 µg/m3 (Siadari, 2017).
Dari hasil pengukuran langsung di beberapa titik sampling area Terminal
Kampung Rambutan, didapatkan hasil konsentrasi PM2.5 yang masih berada di
bawah baku mutu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999
sebesar 0.065 mg/m3 yaitu di titik lokasi Jalur Keluar DK dan Ruang Tunggu
DK dengan nilai konsentrasi minimum masing-masing sebesar 0.017 mg/m3 dan
0 mg/m3. Sedangkan untuk nilai konsentrasi minimum di titik lokasi AKAP dan
nilai maksimum di ketiga titik lokasi berada di atas nilai baku mutu yang
ditetapkan, salah satunya mencapai 3.964 mg/m3.
98
6.4. Kapasitas Vital Paksa Paru
Lingkungan kerja yang penuh dengan uap, gas, debu, dan partikel lainnya
selain dapat menurunkan produktivitas, hal ini juga mengganggu kesehatan.
Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan
pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi paru,
bahkan dapat menimbulkan keracunan umum (Suma’mur, 2009). Menurut
American Thoracic Society, pemeriksaan kapasitas fungsi paru dpat
menggunakan FEV1 dan FVC sebagai acuan standar dari hasil pengukuran.
Untuk paru normal nilai FEV1 dan FVC sebesar, untuk obstruksi FEV1 < 80%
atau FEV1/FVC < 75%, sedangkan nilai restriksi FVC < 80% atau VC < 80%.
Kelainan fungsi paru restriktif merupakan gangguan pernapasan yang
ditandai dengan ketidakmampuan seseorang menarik nafas secara penuh pada
pernapasan dalam (pernapasan menjadi terhambat), hal ini terjadi karena
kekakuan paru, toraks atau keduanya. Kelainan fungsi paru obstruktif terjadi
karena adanya penimbunan debu yang dapat menyebabkan penurunan dan
penyumbatan saluran nafas (Guyton, 1997). Kapasitas vital paru bukan hanya
dipengaruhi oleh kadar debu yang tinggi, akan tetapi dapat dipengaruhi oleh
faktor luar yaitu jenis kelamin, umur, masa kerja, status gizi, pemakaian APD
(masker), riwayat penyakit saluran pernapasan, kebiasaan merokok, dan
kebiasaan olahraga atau aktivitas fisik.
Pada penelitian ini yang dilakukan terhadap 66 pedagang di tiga titik lokasi
sekitar Terminal Kampung Rambutan terdapat 4 orang (11.8%) yang memiliki
99
kapasitas vital paru tidak normal dari 34 orang total pedagang di lokasi AKAP.
Untuk di lokasi Jalur Keluar DK dan Ruang Tunggu DK, pedagang yang
memiliki kapasitas vital paru tidak normal masing-masing sejumlah 3 orang
(20%) dari 15 orang total pedagang dan 1 orang (5.9%) dari 17 orang total
pedagang. Berdasarkan Permenkes No. 1022 Tahun 2008 gangguan fungsi paru
yang terjadi adalah penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC, yaitu gangguan
obstruksi saluran napas.
6.5. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake PM2.5 pada Pedagang Tetap
Terminal
Intake pajanan PM2.5 dihitung berdasarkan realtime dan lifespan. Intake
pajanan lifespan bertujuan untuk mengestimasi besar pajanan yang diterima oleh
individu per kilogram berat badan per hari berdasarkan faktor aktivitas rata-rata
responden dan durasi pemajanan lifespan yaitu 30 tahun untuk polutan non
karsinogenik. Intake minimum dan intake maksimum yang dimiliki oleh tiap
pedagang berbeda-beda. Berdasarkan perhitungan intake minimum populasi dan
intake maksimum populasi dalam kondisi realtime. Diperoleh hasil intake
maksimum populasi masing-masing sebesar 0.032 mg/kg/hari untuk lokasi
AKAP, 0.244 mg/kg/hari untuk lokasi Jalur Keluar DK, dan 0.058 mg/kg/hari
untuk lokasi Ruang Tunggu DK. Ketiga nilai intake maksimum lebih besar
dibandingkan nilai RfC atau dikatakan melebihi batas aman, sedangkan nilai
intake minimum di tiga lokasi tersebut masih dibawah nilai RfC. Dalam kondisi
lifespan (proyeksi 30 tahun) menunjukkan bahwa nilai intake minimum yang
melebihi batas aman/RfC adalah lokasi AKAP di tahun ke-30 dengan nilai 0.019
100
mg/kg/hari, sedangkan nilai intake maksimum yang melebihi RfC berada di
ketiga lokasi untuk proyeksi di tahun ke-5 sampai tahun ke-30.
Besarnya nilai intake berbanding lurus dengan nilai konsentrasi polutan,
lama pajanan, frekuensi pajanan, dan laju inhalasi, yang dapat diartikan semakin
besar nilai tersebut maka akan semakin besar asupan seseorang. Asupan
berbanding terbalik dengan nilai berat badan, yaitu semakin besar berat badan
seseorang, maka akan semakin kecil risiko kesehatannya (Djafri, 2014). Dalam
penelitian ini, menggunakan periode waktu saat ini (realtime) dan proyeksi 30
tahun yang akan datang (lifespan) untuk melihat tingkat risikonya. Perhitungan
tingkat risiko ini merupakan salah satu bagian dari studi ARKL yang dilakukan
pada populasi berisiko di tiga titik area Terminal Kampung Rambutan. Besarnya
tingkat risiko diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai intake dengan nilai
dosis referensi yang dikeluarkan oleh IRIS EPA. Nilai dosis referensi (RfC)
untuk PM2.5 adalah 0.018 mg/kg/hari, dihasilkan melalui penurunan rumus
intake.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Soedjono (2002) yang
dilakukan di Terminal Induk Jawa Tengah yang menyebutkan bahwa dalam
konsentrasi debu yang sangat tinggi, pedagang tetap terminal mempunyai
peluang 3.273 kali terkena gangguan fungsi paru. Dapat diartikan bahwa debu
merupakan faktor risiko yang kuat untuk terjadinya gangguan fungsi paru.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Petters, et. al (1999) menunjukkan bahwa
PM2.5 secara signifikan terkait dengan FVC yang lebih rendah, sedangkan FEV1
memiliki nilai maksimal. Pajanan jangka panjang PM2.5 dapat menyebabkan
101
penurunan harapan hidup, hal ini dikarenakan meningkatnya kematian akibat
kanker paru.
Konsentrasi PM2.5 yang dihirup oleh pedagang dari udara ambien terminal
kemungkinan besar berasal dari emisi kendaraan di dalam terminal, mengingat
jumlah kendaraan yang cukup besar, berlokasi di samping tol jagorawi yang
padat lalu lintas, serta minimnya ruang terbuka hijau di area terminal.
Kandungan pencemaran lainnya yang ikut menempel pada debu PM2.5 yang
berasal dari emisi kendaraan, erat kaitannya dengan bahan bakar yang digunakan
oleh puluhan kendaraan umum yang ada di terminal yang mayoritas
menggunakan solar. Berdasarkan hasil studi Fuel Quality Monitoring (2006)
yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia,
solar Indonesia masih tergolong buruk karena kandungan sulfur yang cukup
tinggi. Emisi solar diperkirakan mengandung 450 zat kontaminan yang bersifat
toksik dan memiliki dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan
(Mauderly, 1992).
Ukuran partikel halus dianggap lebih aktif secara biologis dari pada PM10.
Mengacu pada paparan debu berukuran halus, partikel yang berukuran kurang
dari 2 mikron akan berhenti di bronkiolus respiratorius dan alveolus. Sebagian
partikulat akan masuk ke paru-paru, sebagian lagi ada yang menempel pada
mukosa bronkus yang kemudian dapat menimbulkan reaksi tubuh yaitu batuk,
karena terjadi akumulasi debu yang besar akan terjadi gangguan pada saluran
pernapasan atas yaitu sesak nafas. Debu yang masuk alveoli dapat menyebabkan
102
pengerasan pada jaringan yang kemudian terjadi restriktif, obstruktif, dan
campuran. Bila alveoli mengeras, akibatnya akan mengurangi aktivitas dalam
menampung udara dan dapat menyebabkan penurunan kemampuan dalam
mengangkat oksigen yang disebut penurunan kapasitas vital paru (Suma’mur,
2009). Pajanan PM2.5 dengan tingkatkan dosis tertentu menimbulkan dampak
yang berbeda-beda. Semakin tinggi dosis pajanan PM2.5 maka terjadi penurunan
fungsi paru yang lebih parah (Wegesser et. al, 2002).
6.6. Karakteristik Risiko
Karakteristik risiko yang dinyatakan dalam RQ merupakan upaya untuk
mengetahui seberapa besar tingkat risiko dari rsik agent yang masuk ke dalam
tubuh manusia, apakah berisiko terhadap kesehatan atau masuk dalam batas
aman. Penentuan risiko dihitung dengan membandingkan nilai intake tiap-tiap
lokasi dengan nilai dosis referensinya (RfC). Apabila nilai RQ > 1 berarti
pajanan PM2.5 tersebut memiliki risiko terhadap gangguan kesehatan, sedangkan
apabila nilai RQ ≤ 1 maka pajanan PM2.5 masih dianggap aman bagi manusia.
Berdasarkan hasil perhitungan besar risiko diketahui pada kondisi realtime
ketiga lokasi memiliki nilai RQ minimum < 1 atau dapat dikatakan tidak
berisiko, akan tetapi lain halnya dengan nilai RQ maksimum yang dimiliki oleh
ketiga lokasi tersebut dengan masing-masing sebesar 1.79 untuk lokasi AKAP,
13.56 untuk lokasi Jalur Keluar DK, dan 3.22 untuk lokasi Ruang Tunggu DK.
Ketiga lokasi tersebut berisiko karena memiliki nilai RQ > 1. Sedangkan pada
kondisi lifespan, lokasi AKAP memiliki nilai RQ minimum > 1 pada proyeksi
103
tahun ke-30 dengan nilai sebesar 1.062. Untuk RQ maksimum, ketiga lokasi
memiliki nilai RQ > 1 atau dikatakan berisiko dengan rentang nilai 1.57 – 28.02.
Selanjutnya, lokasi dengan nilai RQ > 1 dilakukan manajemen risiko untuk
meminimalisir dampak atau besar risiko. Nilai RQ untuk pemajanan PM2.5 pada
penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian (Novirsa, 2012) di
Kawasan Industri Semen pada siang hari, yaitu 1.4596 untuk pajanan realtime.
Nilai ini bisa jadi disebabkan
6.7. Manajemen Risiko
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) pada prinsipnya harus
dilakukan dalam bentuk pengelolaan risiko jika nilai RQ > 1. Manajemen risiko
pada dasarnya dilakukan dengan tujuan agar individu atau populasi yang
berisiko terpajan oleh risk agent tetap aman dari gangguan kesehatan.
Manajemen risiko yang dapat dilakukan yaitu menurunkan konsentrasi pajanan
(C), mengurangi waktu pajanan, diantaranya dapat dilakukan dengan
mengurangi lama pajanan (tE), dan mengurangi frekuensi pajanan (fE)
(Rahman, 2006).
Konsentrasi pajanan PM2.5 terhadap pedagang tetap dipengaruhi oleh
komposisi partikulat dan dipengaruhi oleh kondisi udara ambien di lingkungan
Terminal. Sedangkan variabel waktu pajanan berhubungan dengan pembagian
shift masing-masing pedagang. Menurunkan konsetrasi pajanan yang aman
dilakukan dengan mengganti nilai intake dengan nilai RfC, sedangkan nilai
104
komponen lain yang digunakan sesuai dengan keadaan saat sampling. Nilai RfC
dianggap sebagai nilai asupan aman.
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa pedagang tetap di Terminal
Kampung Rambutan, pada pajanan realtime dan lifespan (proyeksi selama 30
tahun) sudah berisiko efek non karsinogenik (RQ > 1) terhadap pajanan PM2.5.
Oleh karena itu, diperlukan langkah manajemen risiko lebih lanjut salah satunya
melalui pengendalian risiko. Pengendalian risiko merupakan langkah penting
dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Berdasarkan hasil
perhitungan langkah manajemen risiko terhadap konsentrasi, diperoleh nilai
konsentrasi aman ketiga lokasi masing-masing sebesar 0.161 mg/m3 untuk lokasi
AKAP, 0.169 mg/m3 untuk lokasi Jalur Keluar DK, dan 0.162 mg/m3 untuk
lokasi Ruang Tunggu DK.
Berbeda dengan skenario manajemen risiko penurunan konsentrasi,
skenario pengurangan waktu kontak (lama pajanan dan frekuensi pajanan) tidak
wajib dilakukan. Hal ini dikarenakan rata-rata perubahan lama pajanan (tE) bisa
lebih fleksibel karena tidak ada ketentuan jam kerja bagi pedagang. Selain itu
frekuensi pajanan (fE) bisa juga diubah namun bersifat fleksibel menjadi lebih
singkat, tetapi perubahan ini sangat berkaitan dengan tradisi atau budaya para
pedagang. Misalnya, kebiasaan pulang kampung pada momen tertentu yang
akan mengubah pola pajanan tahunan.
Selain perhitungan konsentrasi aman, cara lain yang dapat dilakukan
adalah degan survei epidemiologi kesehatan lingkungan (EKL) agar bisa
105
menemukan gejala atau penyakit berbasis toksisitas PM2.5 dan surveilansnya
lebih tepat sasaran, yaitu dengan menghitung durasi pajanannya. Diketahui
durasi pajanan masing-masing lokasi yaitu, 3.6 tahun untuk lokasi AKAP, 1.3
tahun untuk lokasi Jalur Keluar DK, dan 4.4 tahun untuk lokasi Ruang Tunggu
DK. Oleh karena itu, survei epidemiologi seharusnya ditargetkan kepada
pedagang yang telah beraktivitas di area terminal dengan durasi tersebut atau
lebih untuk konsentrasi PM2.5 maksimum.
Untuk mengurangi semakin tinggi konsentrasi polutan di area terminal,
perlu adanya pohon baik di dalam ruang tunggu maupun di jalur keluar terminal
yaitu melalui fitoremediasi. Fitoremediasi yaitu cara dengan penggunaan
tanaman hijauan untuk memindahkan, menyerap, dan atau mengakumulasikan
serta mengubah kontaminan zat yang berbahaya menjadi tidak berbahaya. Dari
cara Fitoremediasi ini banayak memiliki keuntungan bagi lingkungan.
Kemampuannya yaitu untuk menghasilkan buangan sekunder yang lebih rendah
sifat kandungan toksiknya, lebih bersahabat dengan lingkungan serta lebih
ekonomis. Salah satu tanaman yang dapat ditanam di area terminal khususnya di
ruang tunggu adalah Palem Kuning (Chrysalidocarpus lutescens). Tanaman ini
sangat efektif untuk menyerap gas beracun dari asap kendaraan maupun
kendaraan pabrik. Sedangkan untuk area jalur keluar terminal, tanaman yang
cocok adalah yang memiliki daun lebar seperti pohon angsana (Pterocarpus
indicus), ketapang (Terminalia catappa), dan mahoni (Swietenia mahagoni). Hal
ini dikarenakan partikel padat akan menempel pada permukaan daun, khususnya
106
daun yang berbulu dan permukaannya kasar. Sebagian partikel yang lain akan
terserap masuk ke dalam ruang stomata daun.
Penggunaan APD berupa masker merupakan salah satu manajemen risiko
yang bertujuan untuk meminimalisisr kemungkinan terpajan PM2.5 terinhalasi
dari udara ambien, sehingga risiko kesehatan pedagang pun dapat dicegah.
Disamping itu, sosialisasi terkait dengan eco driving kepada para supir perlu
dilakukan. Eco driving yang dimaksud yakni dengan mematikan mesin
kendaraan ketika menunggu penumpang, hal ini diharapkan dapat menurunkan
jumlah konsentrasi PM2.5 udara ambien di area terminal. Selain itu, uji emisi
rutin terhadap kendaraan pun juga perlu dilakukan oleh pihak terminal.
107
BAB VII
PENUTUP
7.1. Simpulan
1. Rata-rata umur responden yaitu 38.77 tahun, nilai rata-rata berat badan
responden yaitu 62.48 kg, nilai rata-rata tinggi badan yaitu 160.5 cm, dan
jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki terutama di lokasi AKAP dan
Ruang Tunggu DK dengan jumlah masing-masing 24 orang dan 12
orang.
2. Konsentrasi PM2.5 pada pengukuran siang hari diperoleh konsentrasi
minimum dengan rentang nilai 0 – 0.266 mg/m3, sedangkan konsentrasi
maksimum dengan rentang nilai 1.116 – 3.964 mg/m3.
3. Nilai median lama pajanan untuk ketiga lokasi yaitu 12 jam/hari. Nilai
median frekuensi pajanan yaitu 338 hari/tahun untuk lokasi AKAP, 323
hari/tahun untuk lokasi jalur keluar DK, dan 335 hari/tahun untuk lokasi
ruang tunggu DK. Nilai mean durasi pajanan lokasi AKAP yaitu 4 tahun,
nilai median durasi pajanan lokasi jalur keluar DK dan ruang tunggu DK
masing-masing yaitu 14.53 tahun dan 10.29 tahun.
4. Rata-rata laju inhalasi pedagang berdasarkan lokasi diperoleh masing-
masing sebesar 0.634 m3/jam untuk lokasi AKAP, 0.623 m3/jam untuk
lokasi jalur keluar DK, dan 0.619 m3/jam untuk lokasi ruang tunggu DK.
5. Intake PM2.5 minimal populasi pajanan realtime diperoleh nilai dengan
rentang 0 – 2.55 x 10-3 mg/kg/hari, sedangkan intake maksimum
diperoleh nilai dengan rentang 0.032 – 0.244 mg/kg/hari. Diperoleh nilai
108
tingkat risiko (RQ) maksimum pajanan realtime dengan nilai 1.79 –
13.56 yang berarti berisiko. Sedangkan untuk pajanan lifespan, proyeksi
di tahun ke-5 sampai tahun ke-30 baik nilai RQ maksimum diperoleh
nilai > 1 atau seluruh lokasi berisiko.
6. Ditemukan 8 orang (12.12%) dari total 66 pedagang tetap di Terminal
Kampung Rambutan yang memiliki kapasitas vital paksa paru yang tidak
normal diantaranya, 2 orang mengalami obstruksi, 4 orang mengalami
restriksi, dan 2 orang mengalami restriksi dan obstruksi (campuran).
7. Manajemen risiko yang dapat dilakukan terhadap pajanan PM2.5 lifespan
adalah dengan menurunkan nilai konsentrasi masing-masing lokasi
menjadi 0.161 mg/m3 untuk lokasi AKAP, 0.169 mg/m3 untuk lokasi
Jalur Keluar DK, dan 0.162 mg/m3 untuk lokasi Ruang Tunggu DK.
Lokasi yang paling membutuhkan tindakan pengelolaan lingkungan
segera adalah Jalur Keluar DK.
7.2. Saran
7.2.1. Bagi Pihak Terminal
Diperlukan pengukuran indikator ISPU salah satunya PM2.5 secara
rutin di area Terminal Kampung Rambutan, sehingga kualitas udara
dapat terpantau. Kemudian, hasilnya dikomunikasikan pula kepada
masyarakat yang beraktivitas di area Terminal melalui papan ISPU.
Pihak Terminal sebaiknya membuat area ruang terbuka hijau (RTH),
serta harus diimbangi dengan pengelolaan yang baik sehingga RTH
109
yang ada dapat berfungsi sesuai peranannya dengan maksimal.
Beberapa tanaman yang cocok untuk mengurangi konsentrasi
polutan di terminal adalah pohon angsana (Pterocarpus indicus),
ketapang (Terminalia catappa), dan mahoni (Swietenia mahagoni).
Khusus di ruang tunggu terminal, tanaman hias yang cocok untuk
fotoremediasi yaitu palem kuning (Chrysalidocarpus lutescens).
Pihak Terminal sebaiknya melakukan sosialisasi dan menghimbau
para supir bus untuk tidak menyalakan mesin pada saat menunggu
penumpang.
Pihak Terminal bekerja sama dengan BLH setempat untuk
melaksanakan uji emisi kendaraan umum yang bertujuan mengukur
pencemaran udara dari kendaraan umum. Kendaraan yang melebihi
batas kadar emisi hendaknya pemilik diberikan peringatan untuk
dilakukan perbaikan.
7.2.2. Bagi Masyarakat Berisiko Di Sekitar Terminal
Populasi berisiko di terminal khususnya pedagang sebaiknya
membiasakan diri untuk menggunakan masker saat beraktivitas atau
bekerja di terminal.
Populasi berisiko di sekitar terminal (supir dan pedagang) agar lebih
waspada terhadap pajanan PM2.5 dengan memperhatikan waktu kerja
harian yang aman yaitu 8 jam/hari sesuai dengan Kementerian
Tenaga Kerja
110
7.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Perlu dilakukan perhitungan konsentrasi selama 24 jam agar lebih
menggambarkan terhadap kondisi udara ambien di terminal dalam 1
hari.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan cakupan kelompok
berisiko yang lebih luas dengan menggunakan sampel yang lebih
banyak dengan memperhitungkan sumber pajanan PM2.5 yang lain,
serta pengambilan sampel dapat dilakukan dengan menggunakan
personal dust sampler.
111
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta:
Rajawali Press.
Ahmad, Amiratul Adila. Khoiron. Ellyke. 2014. Environmental Health Risk
Assessment with Risk Agent Total Suspended Particulate in Industrial
Area Probolinggo. Jurnal Pustaka Kesehatan. Vol. 2
Almunjiat, Ece. Sabilu, Yusuf. Ainurafiq. 2016. Skripsi. Analisis Risiko
Kesehatan Akibat Pajanan Timbal (Pb) Melalui Jalur Inhalasi Pada
Operator di SPBU Kota Kendari.
Amaliah, Rizki. 2013. Skripsi. Faktor yang Berhubungan Dengan Kapasitas
Vital Paru Pada Pedagang Kaki Lima Terminal Induk Kabupaten
Pemalang.
Amaliana, Annisa. Hanani, Yusniar. Astorina, Nikie. 2016. Analisis Risiko
Kesehatan Lingkungan Nitrogen Dioksida (NO2) Pada Pedagang Kaki
Lima di Terminal Pulogadung Jakarta Timur. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vol. 4 No.4.
American Thoracic Society. 2004. Standard for The Diagnosis and Care of
Patient With Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) and
Asthma. Am. Rev. Respir Dis.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Australian Government. 2016. Risk Management Indonesia. Retrieved from
https://industry.gov.au/resource/Documents/LPSDP/LPSDP-Risk-
Management-Indonesian.pdf
Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 19-7119.6-2005 Penentuan Lokasi
Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara.
Behrman, Kliegman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Bennet, et. al. 2004. The Influence of Body Mass Index, Age, and Gender On
Current Illness: A Cross Sectional Study.
112
Borm, Jetten, Hidayat, et. al,. 2002. Respiratory Symptoms, Lung Function, and
Nasal Cellularity in Indonesian Wood Workers: A Dose Response
Analysis. Occupational Environmental Medicine, 59:338-344.
BPLHD DKI Jakarta. 2015. Kondisi Lingkungan dan Kecenderungannya. Status
Lingkungan Hidup DKI Jakarta Tahun 2017.
Budiono, Irwan. 2007. Tesis. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja
Pengecatan Mobil. Semarang: Universitas Diponegoro.
Chandra, B. 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Cheng, YH, et. al,. 2012. Temporal Variations in Airborne Particulate Matter
Levels at An Indoor Bus Terminal and Exposure Implications for
Terminal Workers. Aerosol and Air Quality Research. Vol. 12 pg. 30-38.
Dirjen PP & PL. 2012. Pedoman Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
(ARKL). Kementerian Kesehatan RI.
Djafri, Defriman. 2014. Prinsip dan Metode Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. ISSN 1978-3833.
Vol. 8.
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Elizabeth, M. 2010. Similar Relation of Age and Height to Lung Function
Among Whites, African, Americans, and Hispanics, New York.
Columbia University Medical Center.
EPA. 2011. Particulate Matter. Retrieved from https://www/epa.gov/pm/
Fordiastiko. 2002. Prevalensi Kelainan Foto Toraks dan Penurunan Faal Paru
Pekerja di Lingkungan Kerja Pabrik Semen. Skripsi. FK UI.
Gotschi, Thomas, et. al., 2008. Air Pollution and Lung Function in the European
Community Respiratory Health Survey. International Journal of
Epidemiology. Vol. 37. pg. 1349-1358.
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarya: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Habibah, et. al. 2005. Hubungan Berat Badan dan Kapasitas Vital Paru Terhadap
VO2 Max Pada Anggota Ekstrakurikuler Futsal SMAN 1 Cibungbulang.
113
Han, Xianghu. 2005. A Review of Traffic-Related Air Pollution Exposure
Assessment Studies in The Developing World. Environmental
International. 32: 106-120.
Hastiti, LR. 2013. Skripsi. Pajanan PM2.5 dan Gangguan Fungsi Paru Serta
Kadar Profil Lipid Darah (HDL, LDL, Kolesterol Total, Trigliserida)
Pada Karyawan PT. X Kalimantan Selatan. Depok: FKM UI.
Ikawati, Zullies. 2009. Uji Fungsi Paru-Paru. Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada.
Indriani, Aisyah. 2016. Gambaran Konsentrasi Pajanan Personal Particulate
Matter 2,5 (PM2.5) dan Keluhan Pernapasan Subjektif Pada Petugas Uji
Mekanis di Pusat Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Unit Ujung
Menteng Tahun 2015.
Iranto, Koes. 2013. Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Irniza, R., et. al,. 2014. PM2.5 Respiratory Health Risk and II-6 Levels Among
Workers at A Modern Bus Terminal in Kuala Lumpur. International
Journal of Public Health and Clinical Sciences. Vol. 1. pg. 2289-7577.
Komariah, Vivi Hali. 2016. Skripsi. Analisis Risiko dan Dampaknya Terhadap
Penurunan Fungsi Paru Pekerja Industri Semen di Plant 06 PT
Indocement Citereup-Bogor Tahun 2016.
Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Kusnoputranto, H. Susana, D. 2000. Kesehatan Lingkungan. Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Lagorio, Susanna, et. al., 2006. Air Pollution and Lung Function Among
Susceptible Adult Subjects: A Panel Study. Environmental Health:
Global Access Science Source. BioMed Central Journal.
Lazaridis. Colbeck. 2010. Human Exposure to Pollutants via Dermal Absorption
and Inhalation. Springer Science.
Lemeshow, S. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Liwijaya, Kathelen. 1992. Olah Raga Sumber Kesehatan. Bandung: Penerbit
Advent Indonesia.
114
Louvar, F. J. 1998. Health and Environment Risk Analysis. USA: Prentice Hall
Inc.
Mandal, Ananya. 2017. Article. Obesity and Respiratory Disorders. News
Medical Life Sciences.
Marpaung, Yosi Marin. 2012. Skripsi. Pengaruh Pajanan Personal Debu
Respirable PM2.5 Terhadap Kejadian Gangguan Fungsi Paru Pedagang
Terminal Terpadu Kota Depok Tahun 2012.
Mauderly, JL. Jones, RK. McClellan, RO. 1992. Carcinogenicity of Diesel
Exhaust Inhales Chronically By Rats. Dev Toxicol Environ Sci. PubMed.
Vol. 13. Pg. 397-409.
Muslikatul, Siti. 2011. Skripsi. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian Alat
Pelindung Pernapasan (Masker) Pada Tenaga Kerja Bagian
Pengamplasan dengan Kapasitas Fungsi Paru PT. Accent House
Pecangaan Jepara.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Novirsa, Randy. 2012. Skripsi. Analisis Risiko dan Gambaran Spasial Pajanan
PM2.5 di Udara Ambien (Outdoor) Siang Hari Terhadap Masyarakat di
Kawasan Industri (Studi Kasus PT Semen Padang).
OHSAS 18001. 2007. Occupational Health and Safety Management System -
Requirements.
Pavlica, T. 2010. Correlation of Vital Lung Capacity With Body Weight,
Longitudinal and Circumtances Dimensions. Biotechnol EQ. 24.
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologis Untuk Paramedis. Jakarta:
Kompas Gramedia.
Petters, et. al. 1999. A Study of Twelve Southern California Communities With
Differing Levels and Types of Air Pollution: Effect on Pulmonary
Function. Am J Respir Crit Care Med. Pg. 75.
115
Pinzon, Rizaldy. 1999. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Kapasitas Vital
Paru-Paru Golongan Usia Muda. Buletin Peneliti Kesehatan Fakultas
Kedokteran UGM. Vol. 26.
Pope, C. A, et. al. 2006. Ischemic Disease Events Triggered by Short-Term
Exposure to Fine Particulate Air Pollution. Vol. 114. Pg. 2443-2448.
Pui, D.Y, et. al. 2014. PM2.5 in China: Measurements, Sources, Visibility and
Health Effects, and Mitigation. Particulogy. Vol. 13. Pg. 1-26.
Rahman, A. 2006. Prinsip-Prinsip Dasar Metode, Teknik, dan Prosedur Analisis
Risiko Kesehatan Lingkungan. Depok: FKM-UI.
Riani. 2017. Skripsi. Gambaran Kualitas Udara Ambien (SO2, NO2, TSP)
Terhadap Keluhan Subjektif Gangguan Pernapasan Pada Pedagang Tetap
di Kawasan Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur.
Sabri, L., & Priyo, S. 2011. Statistik Kesehatan. Rajawali Press.
Saminan. 2014. Efek Paparan Partikel Terhadap Kejadian Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Idea Nursing Journal. Vol. 5 No. 1.
Sari, Nilam. 2013. Skripsi. Kejadian ISPA Ditinjau dari Pajanan PM10 dan
Karakteristik Individu di Lingkungan Terminal Kampung Rambutan
Jakarta Timur.
Sastrawijaya, A. T. 2009. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Siadari. 2017. Artikel. Kualitas Udara Jabodetabek Tidak Sehat. Retrieved from
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/kualitas-udara-
jabodetabek-tidak-sehat.
Soedjono. 2002. Tesis. Pengaruh Kualitas Udara (Debu, COx, NOx, SOx)
Terminal Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada Pedagang Tetap
Terminal Bus Induk Jawa Tengah. Semarang: FKM Universitas
Diponegoro.
Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung: ITB. Soedjono. Setiani,
Onny. 2002. Pengaruh Kualitas Udara (Debu, COx, NOx, SOx) Terminal
Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada Pedagang Tetap Terminal Bus
Induk Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol. 2.
No.1.
116
Soeripto, M. 2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Sugeng, Budiono. 2003. Bungan Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Tri Tunggal Fajar.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Suma'mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta:
CV Agung Seto.
Suparmin. 2008. Artikel. Pencemaran Udara Oleh Timbal (Pb) Menurunkan
Kecerdasan Anak the Lost Generation. Retrieved from
http://hseindonesia.com/2008/10/pencemaran-udara-oleh-timbal-
pb.html.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Uyainah, Anna. 2014. Spirometri: Update Knowledge in Respirology.
MedJournal: Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM. Vol. 1
Vallius, Marko. 2005. Characteristics and Sources of Fine Particulate Matter in
Urban Air. Finland: National Public Health Institute, Department of
Environmental Health.
Wardhana, W. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press.
Wegesser, et. al. 2002. Particulate Matter Exposure Assessment. Environmental
Health Perspective, 108.
WHO. 2005. Air Quality Guidelines For Particulate Matter, Ozone, Nitrogen
Dioxide, and Sulfur Dioxide.
WHO. 2010. Exposure to Air Pollution: Major Public Health Concern. Geneva:
WHO Document Production.
Williamson, J.M. 2010. Environmental Tobacco Smoke and Children's Health.
Eastern Economic Journal. Vol. 36.
117
Yolanda Ardam, Kiky Aunillah. 2015. Hubungan Paparan Debu dan Lama
Paparan Dengan Gangguan Faal Paru Pada Pekerja Overhaul Power
Plant. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Vol.
4.
Yulaekah, S. 2007. Paparan Debu Terhirup Dan Gangguan Fungsi Paru Pada
Pekerja Industri Batu Kapur Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo
Kabupaten Grobogan.
Zammit, et. al. 2010. Obesity and Respiratory Diseases. International Journal
of General Medicine. Vol. 3. Pg. 335-343.
118
LAMPIRAN 1
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Perkenalkan saya Avita Falahdina, mahasiswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian mengenai
“ANALISIS KONSENTRASI PAJANAN PERSONAL (INTAKE) PM2.5
TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU PADA PEDAGANG TETAP DI
TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN TAHUN 2017”. Penelitian ini saya
lakukan sebagai persyaratan untuk mendapat gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat.
Adapun manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi kepada
instansi terkait seperti Dinas Kesehatan Jakarta Timur, pengelola Terminal
Kampung Rambutan, serta para pedagang yang berada di area kawasan terminal
terkait kualitas udara di terminal, gambaran konsentrasi polutan yang terhirup
dan dampaknya terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh polusi udara di
kawasan terminal. Agar kedepannya pihak terkait dapat melakukan pemantauan
rutin serta program lingkungan untuk meminimalisir pencemaran udara yang ada
di kawasan terminal. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan serta
produktivitas pekerja, pengunjung maupun pedagang yang melakukan
aktivitasnya di terminal.
Oleh sebab itu, saya meminta kesediaan bapak/ibu untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini dan meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner penelitian
ini.
Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Contact Person:
Avita Falahdina (0878-0811-6531)
119
KUESIONER
ANALISIS KONSENTRASI PAJANAN PERSONAL (INTAKE) PM2.5
TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU PADA PEDAGANG TETAP
DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN TAHUN 2017
Tanggal Wawancara
Lokasi Pedagang di Titik Pengamatan
A. Identitas Responden
A1. Nama Responden
A2. Jenis Kelamin 1. Laki-Laki
2. Perempuan
A3. Umur ____Tahun
B. Karakteristik Individu
B1. Berat Badan (BB) _______kg
B2. Tinggi Badan (TB) _______cm
B3. Apakah anda memiliki riwayat
penyakit pernapasan?
1. Ya, (_________________)
2. Tidak
C. Karakteristik Pekerjaan
C1. Durasi bekerja sebagai pedagang di
Terminal Kampung Rambutan
_______Tahun
C2. Lama bekerja setiap hari di Terminal
Kampung Rambutan
_________Jam
(_______ s.d. _______)
C3. Frekuensi kerja dalam seminggu _________Hari
C4. Lama meninggalkan tempat
kerja/tidak berdagang (libur
nasional/mudik/urusan pribadi)
_________Hari
(dalam setahun)
D. Pengukuran Kapasitas Vital Paru (diisi oleh peneliti)
D1. FVC (%)
D2. FEV1/FVC (%)
Kesimpulan: 1. Normal
2. Tidak Normal (Restriksi,
Obstruksi, Campuran)
E. Perhitungan Intake & RQ (diisi oleh peneliti)
E1. Konsentrasi PM2.5 ________µg/m3
E2. Intake (Exposure Assessment)
Ink = 𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑋 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
_____mg/kg/hari
E3. RQ (Risk Quotient)
RQ = 𝐼
𝑅𝑓𝐶
120
LAMPIRAN 2
Dokumentasi
Kondisi Lokasi AKAP
Kondisi Lokasi Jalur Keluar DK
121
Kondisi Lokasi Ruang Tunggu DK
Pemeriksaan Spirometri
122
Ruang Pemeriksaan Spirometri
Wawancara Pedagang
Perizinan dengan Petugas Terminal dan Dishub
123
LAMPIRAN 3
Output SPSS
UMUR
Descriptives
Statistic Std. Error
UMUR Mean 38.77 1.415
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 35.95
Upper Bound 41.60
5% Trimmed Mean 38.74
Median 41.00
Variance 132.178
Std. Deviation 11.497
Minimum 17
Maximum 67
Range 50
Interquartile Range 20
Skewness -.139 .295
Kurtosis -.690 .582
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
UMUR .105 66 .070 .964 66 .051
a. Lilliefors Significance Correction
kat_umur AKAP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 38.77 13 38.2 38.2 38.2
< 38.77 21 61.8 61.8 100.0
Total 34 100.0 100.0
124
kat_umur Jalur Keluar DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 38.77 13 38.2 38.2 38.2
< 38.77 21 61.8 61.8 100.0
Total 34 100.0 100.0
kat_umur Ruang Tunggu DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 38.77 10 58.8 58.8 58.8
< 38.77 7 41.2 41.2 100.0
Total 17 100.0 100.0
BB Seluruh Kelompok Populasi
Descriptives
Statistic Std. Error
BB Mean 62.48 1.325
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 59.84
Upper Bound 65.13
5% Trimmed Mean 62.18
Median 62.00
Variance 115.915
Std. Deviation 10.766
Minimum 39
Maximum 98
Range 59
Interquartile Range 13
Skewness .404 .295
Kurtosis .924 .582
125
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BB .065 66 .200* .978 66 .296
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
kat_BB AKAP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 62.48 18 52.9 52.9 52.9
< 62.48 16 47.1 47.1 100.0
Total 34 100.0 100.0
kat_BB Jalur Keluar DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 62.48 7 46.7 46.7 46.7
< 62.48 8 53.3 53.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
kat_BB Ruang Tunggu DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 7 41.2 41.2 41.2
2.00 10 58.8 58.8 100.0
Total 17 100.0 100.0
126
BB Lokasi AKAP
Descriptives
Statistic Std. Error
BB Mean 63.1176 2.12017
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 58.8041
Upper Bound 67.4312
5% Trimmed Mean 62.7255
Median 65.0000
Variance 152.834
Std. Deviation 12.36261
Minimum 39.00
Maximum 98.00
Range 59.00
Interquartile Range 15.50
Skewness .333 .403
Kurtosis .790 .788
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BB .090 34 .200* .975 34 .598
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
127
BB Lokasi Jalur Keluar DK
Descriptives
Statistic Std. Error
BB Mean 62.1333 1.90205
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 58.0539
Upper Bound 66.2128
5% Trimmed Mean 61.8704
Median 60.0000
Variance 54.267
Std. Deviation 7.36659
Minimum 52.00
Maximum 77.00
Range 25.00
Interquartile Range 12.00
Skewness .477 .580
Kurtosis -.507 1.121
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BB .147 15 .200* .945 15 .454
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
128
BB Lokasi Ruang Tunggu DK
Descriptives
Statistic Std. Error
BB Mean 61.5294 2.50017
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 56.2293
Upper Bound 66.8295
5% Trimmed Mean 61.1993
Median 61.0000
Variance 106.265
Std. Deviation 10.30848
Minimum 45.00
Maximum 84.00
Range 39.00
Interquartile Range 13.50
Skewness .387 .550
Kurtosis .231 1.063
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BB .105 17 .200* .971 17 .829
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
129
TB
Descriptives
Statistic Std. Error
TB Mean 159.02 1.012
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 156.99
Upper Bound 161.04
5% Trimmed Mean 159.23
Median 160.50
Variance 67.646
Std. Deviation 8.225
Minimum 138
Maximum 177
Range 39
Interquartile Range 13
Skewness -.294 .295
Kurtosis -.432 .582
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TB .127 66 .011 .978 66 .302
a. Lilliefors Significance Correction
kat_TB AKAP
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ≥160.50 19 55.9 55.9 55.9
<160.50 15 44.1 44.1 100.0
Total 34 100.0 100.0
kat_TB Jalur Keluar DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥160.50 5 33.3 33.3 33.3
<160.50 10 66.7 66.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
130
kat_TB Ruang Tunggu DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥160.50 9 52.9 52.9 52.9
<160.50 8 47.1 47.1 100.0
Total 17 100.0 100.0
JENIS KELAMIN
JNS_KEL AKAP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid L 24 70.6 70.6 70.6
P 10 29.4 29.4 100.0
Total 34 100.0 100.0
JNS_KEL Jalur Keluar DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid L 7 46.7 46.7 46.7
P 8 53.3 53.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
JNS_KEL Ruang Tunggu DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid L 12 70.6 70.6 70.6
P 5 29.4 29.4 100.0
Total 17 100.0 100.0
131
LAMA PAJANAN (tE) Seluruh Kelompok Populasi
Descriptives
Statistic Std. Error
tE Mean 12.65 .485
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 11.68
Upper Bound 13.62
5% Trimmed Mean 12.31
Median 12.00
Variance 15.554
Std. Deviation 3.944
Minimum 6
Maximum 24
Range 18
Interquartile Range 2
Skewness 1.725 .295
Kurtosis 3.155 .582
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
tE .278 66 .000 .780 66 .000
a. Lilliefors Significance Correction
kat_tE AKAP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 12 24 70.6 70.6 70.6
< 12 10 29.4 29.4 100.0
Total 34 100.0 100.0
kat_tE Jalur Keluar DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 12 10 66.7 66.7 66.7
< 12 5 33.3 33.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
132
kat_tE Ruang Tunggu DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 12 10 58.8 58.8 58.8
< 12 7 41.2 41.2 100.0
Total 17 100.0 100.0
LAMA PAJANAN (tE) Lokasi AKAP
Descriptives
Statistic Std. Error
tE Mean 13.29 .773
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 11.72
Upper Bound 14.87
5% Trimmed Mean 12.99
Median 12.00
Variance 20.335
Std. Deviation 4.509
Minimum 8
Maximum 24
Range 16
Interquartile Range 3
Skewness 1.538 .403
Kurtosis 1.653 .788
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
tE .291 34 .000 .777 34 .000
a. Lilliefors Significance Correction
133
LAMA PAJANAN (tE) Lokasi Jalur Keluar DK
Descriptives
Statistic Std. Error
tE Mean 11.87 .477
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 10.84
Upper Bound 12.89
5% Trimmed Mean 11.85
Median 12.00
Variance 3.410
Std. Deviation 1.846
Minimum 8
Maximum 16
Range 8
Interquartile Range 1
Skewness .460 .580
Kurtosis 2.145 1.121
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
tE .338 15 .000 .844 15 .014
a. Lilliefors Significance Correction
134
LAMA PAJANAN (tE) Lokasi Ruang Tunggu DK
Descriptives
Statistic Std. Error
tE Mean 12.06 .983
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 9.97
Upper Bound 14.14
5% Trimmed Mean 11.73
Median 12.00
Variance 16.434
Std. Deviation 4.054
Minimum 6
Maximum 24
Range 18
Interquartile Range 3
Skewness 1.642 .550
Kurtosis 4.275 1.063
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
tE .270 17 .002 .836 17 .007
a. Lilliefors Significance Correction
135
FREKUENSI PAJANAN (fE) Seluruh Kelompok Populasi
Descriptives
Statistic Std. Error
fE Mean 309.39 7.292
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 294.83
Upper Bound 323.96
5% Trimmed Mean 314.88
Median 335.00
Variance 3509.319
Std. Deviation 59.240
Minimum 104
Maximum 365
Range 261
Interquartile Range 79
Skewness -1.380 .295
Kurtosis 1.404 .582
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
fE .213 66 .000 .818 66 .000
a. Lilliefors Significance Correction
kat_fE AKAP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 335 21 61.8 61.8 61.8
< 335 13 38.2 38.2 100.0
Total 34 100.0 100.0
kat_fE Jalur Keluar DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 335 6 40.0 40.0 40.0
> 335 9 60.0 60.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
136
kat_fE Ruang Tunggu DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 335 9 52.9 52.9 52.9
> 335 8 47.1 47.1 100.0
Total 17 100.0 100.0
FREKUENSI PAJANAN (fE) Lokasi AKAP
Descriptives
Statistic Std. Error
fE Mean 316.35 10.962
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 294.05
Upper Bound 338.66
5% Trimmed Mean 324.26
Median 338.00
Variance 4085.569
Std. Deviation 63.918
Minimum 104
Maximum 365
Range 261
Interquartile Range 47
Skewness -2.019 .403
Kurtosis 3.579 .788
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
fE .282 34 .000 .703 34 .000
a. Lilliefors Significance Correction
137
FREKUENSI PAJANAN (fE) Lokasi Jalur Keluar DK
Descriptives
Statistic Std. Error
fE Mean 297.13 13.745
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 267.65
Upper Bound 326.61
5% Trimmed Mean 299.20
Median 323.00
Variance 2833.838
Std. Deviation 53.234
Minimum 197
Maximum 360
Range 163
Interquartile Range 106
Skewness -.387 .580
Kurtosis -1.304 1.121
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
fE .220 15 .049 .882 15 .050
a. Lilliefors Significance Correction
138
FREKUENSI PAJANAN (fE) Lokasi Ruang Tunggu DK
Descriptives
Statistic Std. Error
fE Mean 306.29 13.496
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 277.68
Upper Bound 334.90
5% Trimmed Mean 309.49
Median 335.00
Variance 3096.471
Std. Deviation 55.646
Minimum 197
Maximum 358
Range 161
Interquartile Range 99
Skewness -.771 .550
Kurtosis -.775 1.063
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
fE .226 17 .021 .848 17 .010
a. Lilliefors Significance Correction
139
DURASI PAJANAN (Dt) Seluruh Kelompok Populasi
Descriptives
Statistic Std. Error
Dt Mean 9.38 .906
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 7.57
Upper Bound 11.19
5% Trimmed Mean 9.03
Median 8.00
Variance 54.208
Std. Deviation 7.363
Minimum 1
Maximum 24
Range 23
Interquartile Range 13
Skewness .562 .295
Kurtosis -.853 .582
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Dt .131 66 .007 .900 66 .000
a. Lilliefors Significance Correction
kat_Dt AKAP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 8 10 29.4 29.4 29.4
< 8 24 70.6 70.6 100.0
Total 34 100.0 100.0
kat_Dt Jalur Keluar DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥ 8 14 93.3 93.3 93.3
< 8 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
140
kat_Dt Ruang Tunggu DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 11 64.7 64.7 64.7
2.00 6 35.3 35.3 100.0
Total 17 100.0 100.0
DURASI PAJANAN (Dt) Lokasi AKAP
Descriptives
Statistic Std. Error
Dt Mean 6.65 1.104
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 4.40
Upper Bound 8.89
5% Trimmed Mean 6.15
Median 4.00
Variance 41.447
Std. Deviation 6.438
Minimum 1
Maximum 22
Range 21
Interquartile Range 9
Skewness 1.110 .403
Kurtosis .042 .788
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Dt .190 34 .003 .820 34 .000
a. Lilliefors Significance Correction
141
DURASI PAJANAN (Dt) Lokasi Jalur Keluar DK
Descriptives
Statistic Std. Error
Dt Mean 14.53 1.718
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 10.85
Upper Bound 18.22
5% Trimmed Mean 14.70
Median 15.00
Variance 44.267
Std. Deviation 6.653
Minimum 2
Maximum 24
Range 22
Interquartile Range 10
Skewness -.002 .580
Kurtosis -.711 1.121
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Dt .123 15 .200* .947 15 .483
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
142
DURASI PAJANAN (Dt) Lokasi Ruang Tunggu DK
Descriptives
Statistic Std. Error
Dt Mean 10.29 1.788
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 6.50
Upper Bound 14.08
5% Trimmed Mean 10.05
Median 10.00
Variance 54.346
Std. Deviation 7.372
Minimum 1
Maximum 24
Range 23
Interquartile Range 13
Skewness .495 .550
Kurtosis -.564 1.063
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Dt .163 17 .200* .922 17 .162
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
143
LAJU INHALASI (R) Seluruh Kelompok Populasi
Descriptives
Statistic Std. Error
R3 Mean .622385 .0047213
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .612956
Upper Bound .631814
5% Trimmed Mean .622561
Median .623909
Variance .001
Std. Deviation .0383562
Minimum .5215
Maximum .7250
Range .2035
Interquartile Range .0477
Skewness -.211 .295
Kurtosis .359 .582
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
R3 .077 66 .200* .983 66 .485
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
kat_R AKAP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥0.6224 19 55.9 55.9 55.9
<0.6224 15 44.1 44.1 100.0
Total 34 100.0 100.0
144
kat_R Jalur Keluar DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥0.6224 7 46.7 46.7 46.7
<0.6224 8 53.3 53.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
kat_R Ruang Tunggu DK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≥0.6224 8 47.1 47.1 47.1
<0.6224 9 52.9 52.9 100.0
Total 17 100.0 100.0
LAJU INHALASI (R) Lokasi AKAP
Descriptives
Statistic Std. Error
R3 Mean .6236659 .00756080
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .6082833
Upper Bound .6390484
5% Trimmed Mean .6238786
Median .6343400
Variance .002
Std. Deviation .04408665
Minimum .52154
Maximum .72501
Range .20347
Interquartile Range .05505
Skewness -.309 .403
Kurtosis .200 .788
145
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
R3 .125 34 .196 .974 34 .581
a. Lilliefors Significance Correction
LAJU INHALASI (R) Lokasi Jalur Keluar DK
Descriptives
Statistic Std. Error
R3 Mean .6229640 .00666812
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .6086623
Upper Bound .6372657
5% Trimmed Mean .6223583
Median .6166700
Variance .001
Std. Deviation .02582550
Minimum .58507
Maximum .67176
Range .08669
Interquartile Range .04359
Skewness .281 .580
Kurtosis -.794 1.121
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
R3 .130 15 .200* .954 15 .584
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
146
LAJU INHALASI (R) Lokasi Ruang Tunggu DK
Descriptives
Statistic Std. Error
R3 Mean .6193171 .00897901
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .6002824
Upper Bound .6383517
5% Trimmed Mean .6190128
Median .6203200
Variance .001
Std. Deviation .03702142
Minimum .55314
Maximum .69097
Range .13783
Interquartile Range .04847
Skewness -.065 .550
Kurtosis .018 1.063
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
R3 .101 17 .200* .974 17 .884
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
147
LAMPIRAN 4
148
149
150
151