Post on 05-Dec-2014
description
ANALISIS KONTRASTIF PEMBENTUKAN KATA KERJA (VERBA)
BAHASA INDONESIA DAN BAHASA SUNDA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Kontrastif dan Analisis
Kesalahan
Dosen Pengampu: 1. Prof. Dr. Emzir, M.Pd.
2. Prof. Dr. Jenny
Disusun Oleh
Marlina (7316080108)
PROGRAM S-2 PENDIDIKAN BAHASA
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran bahasa kedua (B2) seringkali mendapat interferensi dari bahasa pertama
(B1) pembelajar. Interferensi ini memberikan pengaruh baik langsung atau tidak langsung
bagi kelangsungan pembelajaran bahasa target. Pengaruh-pengaruh yang muncul
cenderung menjadi kesulitan yang menghambat bagi pembelajar dalam menguasai
bahasa target. Adanya interferensi yang menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam belajar
bahasa target menjadi tantangan tersendiri bagi para pengajar bahasa, khususnya dalam
pengajaran bahasa kedua. Tantangan tersebut adalah kemampuan pengajar dalam
meminimalisasi interferensi tersebut sehingga dalam prosesnya, pembelajaran bahasa
kedua akan berjalan dengan lebih baik.
Salah satu cara untuk meminimalisasi interferensi tersebut adalah dengan memprediksi
kemungkinan-kemungkinan interferensi yang muncul. Dengan adanya prediksi-prediksi
tersebut, pengajar dapat mencoba menemukan solusi dan memberikan fokus pada
kesulitan-kesulitan yang mungkin muncul dari interferensi tersebut. Dengan demikian,
pengajar dapat lebih memusatkan pada hal-hal yang diprediksi dapat menciptakan
kesulitan bagi pembelajar. Prediksi tersebut dapat dilakukan dengan melakukan analisis
kontrastif antara bahasa pertama dengan bahasa target.
Salah satu bahasa yang memiliki jumlah penutur yang cukup besar di Indonesia adalah
bahasa Sunda. Suku Sunda yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pertama
tersebar di kepulauan Jawa dan memiliki populasi yang besar. Dalam pengajaran bahasa
Indonesia, para penutur bahasa Sunda memiliki kecenderungan untuk menghadapi
kesulitan-kesulitan dalam mempelajari bahasa target karena adanya interferensi dari
bahasa pertamanya. Interferensi ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan antara
kedua bahasa mulai dari tataran fonologi, morfologi, maupun tataran sintaksisnya.
Salah satu kajian dalam tataran morfologi berbicara tentang pembentukan kata.
Pembentukan kata sebagai sebuah proses membentuk kata hingga menempati kategori
kata tertentu merupakan proses yang cukup kompleks. Khususnya jika melihat perbedaan
dari dua bahasa. Salah satu proses pembentukan kata yang sama-sama terjadi dalam
bahasa Sunda dan bahasa Indonesia adalah proses pengimbuhan atau afiksasi.
Kategori verba atau kata kerja dalam sebuah bahasa merupakan kategori kata yang
sangat luas cakupannya. Kata-kata ini dapat dibentuk dari beberapa bentuk afiks dengan
kata dasar atau akar kata dengan kategori yang cukup bervariasi. Bentuk afiksasi dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Sunda khususnya dalam pembentukan kata kerja memiliki
beberapa perbedaa. Dengan adanya perbedaan tersebut diprediksikan apabila pembelajar
mempelajari pembentukan kata kerja dalam bahasa target maka akan ditemui beberapa
kesulitan dalam mempelajari bahasa target. Oleh karena itulah diperlukan adanya analisis
kontrastif antara pembentukan kata kerja dalam bahasa Indonesia dengan pembentukan
kata kerja dalam bahasa Sunda.
B. Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah analisis kontrastif
pembentukan kata kerja dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda?”
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan membandingkan antara
pembentukan kata kerja dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
D. Kebermaknaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bersifat deskriptif dan
komparatif tentang pembentukan kata kerja dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda
bagi para pembaca dan dapat membantu para guru bahasa Indonesia dalam mengajarkan
pembentukan kata kerja.
E. Ruang Lingkup
Permasalahan dalam penulisan ini dibatasi pada deskripsi dan perbandingan antara
pembentukan kata kerja dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda melalui afiksasi,
khususnya untuk prefiks dan sufiks.
F. Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dekriptif komparatif, yakni
secara kualitatif mendekripsikan pembentukan kata kerja dalam bahasa Indonesia dan
dalam bahasa Sunda dan membandingkan atau mengkontraskan keduanya baik dari segi
persamaan maupun perbedaannya.
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Hakikat Analisis Kontrastif
Dinyatakan oleh Henry Guntur sebagai berikut:
Analisis kontrastif adalah komparasi sistem-sistem linguistik dua bahasa, misalnya sistem bunyi atau sistem gramatikal. Analisis ini dimulai sejak tahun 1950 dan 1960-an sebagai suatu aplikasi linguistik struktural pada pengajaran bahasa dan didasarkan pada asumsi-asumsi berikut: a. Kesukaran –kesukaran utama dalam mempelajari suatu bahasa baru disebabkan
oleh interferensi bahasa pertama. b. Kesukaran-kesukaran tersebut dapat diprediksi atau diperkirakan oleh analisis
kontrastif. c. Materi atau bahan pengajaran dapat memanfaatkan analisis kontrastif untuk
mengurangi efek-efek interferensi. 1
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa analisis kontrastif ini adalah
sebuah analisis perbandingan atau komparasi pada sistem-sistem linguistik yang
digunakan untuk membandingkan antara bahasa pertama dan bahasa kedua. Analisis ini
didasarkan pada asumsi bahwa terdapat pengaruh atau disebut interferensi dari bahasa
pertama terhadap pembelajaran bahasa kedua. Tugas dari analisis kontrastif adalah
memprediksikan interferensi tersebut sehingga dalam pembelajaran bahasa, interferensi
tersebut dapat dikurangi.
Carl James menjelaskan perihal tujuan dilakukannya analisis kontrastif sebagai berikut:
Contrastive Analysis see it as their goal to explain certain aspects of L2 learning. Their means are descriptive accounts of the learner’s L1 and the L2 to be learnt, and techniques for the comparison of these descriptions. In other words, the goals belongs to psychology while the means are derived from linguistic science.2
(Analisis kontrastif dilihat dalam tujuannya merupakan sebuah sarana untuk menjelaskan aspek-aspek tertentu dari pembelajaran bahasa kedua (L2) dengan cara-cara yang berbentuk laporan deskriptif dari bahasa pertama (L1) pelajar dan bahasa kedua (L2) yang dapat dianalisis dengan teknik-teknik untuk membandingkan deskripsi-deskripsi tersebut. Dengan kata lain ini termasuk dalam tataran psikologi sedangkan tata caranya diperoleh dari ilmu linguisti).
1 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kontrastif, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti PPLPTK, 1989), p. 5. 2 Carl James, Contrastive Analysis, (London: Longman, 1980), p.27.
Bila dilihat dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kajian analisis kontrastif
merupakan kajian yang menggabungkan dua bidang sekaligus, yakni bidang psikologi dan
bidang linguistik.
Sementara itu, Carl James juga menambahkan tentang kajian yang dapat dianalisis dalam
analisis kontrastif antara lain pada tingkatan fonologi, leksikal dan tata bahasa. Penjelasan
tentang deskripsi linguistik yang disebutkan di atas dipaparkan secara lebih jelas sebagai
berikut:
No one of these deskriptives statements encapsulates a total description of L, of course: but the more there are, the fuller the description becomes. Notice the each statement retricts it self to some aspect of L simultaneously. So i) says a little about sounds systems of L; ii) says something about its lexical stock; iii) describes and aspect of word information, or morfhology of L; while iv) talks of the arrangement of words in L, the syntax. 3 (Tidak ada satupun dari pernyataan deskriptif menjabarkan secara lengkap deskrips bahasa dalam pembelajaran:, Namun demikian, itu merupakan bagian menjadi bagian dari keseluruhan deskripsi. Setiap pernyataan memiliki aspek yang simultan. Jadi i) katakana sedikit tentang system bunyi dalam bahasa, ii) bicarakan tentang informasi leksikal yang berhubungan dengan makna dan pemakaian kata dalam bahasa, iii) gambarkan dan informasikan aspek-aspek morfologi dalam bahasa, di samping iv) bicarakan tentang aturan pemakaian bahasa dalam klausa dan kalimat, yang disebut dengan sintaksis).
Pemahaman di atas memberikan penjabaran bahwa dalam analisis kontrastif
pendeskripsian harus mencakup empat hal yakni mencakup kajian fonologi yang
membicarakan tentang system bunyi bahasa, kajian makna secara leksikal, kajian
morfologi, sampai pada kaijan sintaksisnya.
B. Hakikat Kata Kerja dan Pembentukan Kata Kerja
Dinyatakan oleh Kridalaksana bahwa secara sintaksis, sebuah satuan gramatikal dapat
diketahui berkategori verba dari perilakunya dalam satuan yang lebih besar. Sebuah kata
dapat diketahui berkategori verba dari perilakunya dalam frase. Cirinya adalah dnegan
kemunginan kata tersebut didampingi partikel tidak dan ketidakmungkinannya kata
3 Ibid., p. 28.
tersebut didampingi oleh partikel di, ke, dari, atau dengan partikel seperti sangat, lebih,
atau agak.4
Dari pernyataan itu dapat diketahui bahwa sebuah kata dapat dikategorikan sebagai kata
kerja bila dalam bentuknya yang lebih luas (frase) dapat didampingi oleh kata tidak.
Chaer menyatakan kata kerja sebagai kata yang dapat diikuti oleh frase dengan...., baik
yang menyatakan alat, keadaan, maupun penyerta.5
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa sebuah kata dapat digolongkan
sebagai kata kerja bila kata tersebut dapat dibentuk menjadi frase menggunakan kata
dengan....
Adapun pengklasifikasian kata kerja menurut Kridalaksana dapat dirangkum sebagai
berikut:
Verba dapat dibagi menjadi verba dasar bebas dan verba turunan. Verba dasar bebas
adalah verba yang berupa morfem dasar bebas. Contohnya seperti kata duduk, makan,
mandi, dsb. Sementara itu, yang dimaksud dengan verba turunan adalah verba yang telah
mengalami afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, atau berupa panduan leksem. Contoh
verba berafiks adalah ajari, bernyanyi, menari, dsb. Contoh verba bereduplikasi adalah
bangun-bangun, ingat-ingat, dsb. Contoh verba berproses gabung adalah tersenyum-
senyum, bernyanyi-nyanyi, dsb. Contoh verba majemuk adalah cuci mata, campur tangan,
dsb.6
Sementara itu, tak jauh beda dengan Kridalaksana, Chaer juga membedakan kata kerja
berdasarkan strukturnya menjadi kata kerja dasar dan kata kerja berimbuhan. Kata kerja
dasar adalah kata kerja yang belum diberi imbuhan, seperti kata pergi, pulang, tulis, dsb.
4 Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2008), p. 51 5 Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), p. 100. 6 Kridalaksana, Op. Cit., p.p. 51-52.
Kata kerja berimbuhan adalah kata kerja yang dibentuk dari kata kerja dasar yang
mungkin kata benda, kata kerja, kata sifat, atau jenis kata lain dari imbuhan.7
Berdasarkan dua pendapat tersebut maka dapat dietahui bahwa kata kerja terdiri atas dua
jenis, yakni kata kerja dasar dan kata kerja turunan atau disebut juga kata kerja
berimbuhan.
Adapun dari segi subkategorisasinya atau dari banyaknya nomina yang mendampingi,
verba dapat dibagi menjadi verba transitif dan verba intransitif. Dijelaskan lebih lanjut
bahwa yang disbeut verba intransitif adalah verba yang menghindarkan objek atau tidak
memerlukan objek. Sementara itu, yang dimaksud dengan verba transitif adalah verba
yang mempunyai atau harus mendampingi objek.8
Pembentukan kata dinyatakan oleh Kridalaksana sebagai bagian dari satuan sintaksis.
Subsistem pembentukan kata disebut dengan morfologi leksikal atau morfologi derivatif.
Adapun proses pembentukan kata sebagai kajian morfologi dalam bahasa Indonesia terdiri
atas:
(1) derivasi zero
(2) afiksasi
(3) reduplikasi
(4) abreviasi (pemendekan)
(5) komposisi (perpaduan)
(6) derivasi balik
(7) metanalisis 9
Afiksasi sebagai bagian dari pembentukan kata yang terjadi dalam bahasa, pada
umumnya terjadi dalam bahasa apa pun. Demikian halnya dengan bahasa Indonesia
maupun bahasa Sunda.
7 Chaer, Loc. Cit.. 8 Kridalaksana, Loc. Cit. 9 Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), p. 10.
Afiksasi sendiri dinyatakan oleh Kridalaksana sebagai proses yang mengubah sebuah
leksem atau kata menjadi kata kompleks. Dalam hal ini, leksem berubah menjadi menjadi
kategori tertentu sehingga berstatus kata atau apabila telah menjadi kata maka akan
berganti kategori . Hal ini juga akan mempengaruhi makna kata tersebut. Dalam bahasa
Indonesia terdapat jenis-jenis afiks yang diklasifikasikan sebagai berikut:
(1) Prefiks, yakni afiks yang diletakkan di muka dasar, seperti me- di-, ber-, dsb.
(2) Infiks, yakni afiks yang diletakkan di dalam dasar, seperti –el-, -er-, dsb.
(3) Sufiks, yakni afiks yang diletakkan di belakang dasar, seperti –an, -kan, -i, dsb.
(4) Simulfiks, yakni afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang dileburkan
pada dasar, seperti kopi – ngopi, soto – nyoto, dsb.
(5) Konfiks, yakni afiks yang terdiri dari dua unsur, satu di muka dasar dan satu di
belakang bentuk dasar.
(6) Superfiks atau suprafiks, yakni afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri
suprasegmental
(7) Interfiks, yakni jenis infiks yang muncul di antara dua unsur.
(8) Transfiks, yakni jenis afiks yang menyebabkan bentuk dasar terbagi.
(9) Kombinasi afiks, yakni kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan
dasar.10
Berdasarkan jenis-jenis afiks tersebut dapat dikatakan bahwa proses afiksasi merupakan
proses pembentukan kata yang sangat produktif dalam bahasa.
10 Ibid., p.p. 28-29.
BAB III
ANALISIS
A. Deskripsi Pembentukan Kata Kerja Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda
Carl James menyatakan tahapan-tahapan dalam analisis kontrastif sebagai berikut:
“Now, any CA (Contrastive Analysis) involved two steps: first, there is the stage of
description when each of the two languages is described on the appropriate level; the
second stage is the stage of juxtaposition for comparison”11
(Dalam setiap kajian Analisis KOntrastif selalu dilibatkan dua tahapan: yang pertama,
tahap pengkajian yang mendeskripsikan masing-masing bahasa secara tepat dalam level
yang sejajar; kedua adalamh membandingkan keduanya).
Berdasarkan pendapat tersebut maka analisis berikut akan dilakukan dengan dua tahapan,
yang pertama adalah mendeskripsikan pembentukan kata kerja untuk masing-masing
bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Kemudian, akan dilanjutkan dengan
tahap selanjutnya, yakni tahap membandingkan pembentukan kata kerja untuk dua
bahasa tersebut.
Berikut ini akan dideskripsikan pembentukan kata kerja dalam Bahasa Indonesia dan
Bahasa Sunda.
1) Pembentukan Kata Kerja dalam Bahasa Indonesia
Dalam pengimbuhan bahasa Indonesia, kata kerja dalam bahasa Indonesia dibentuk
menggunakan beberapa imbuhan. Imbuhan-imbuhan tersebut dinyatakan oleh Chaer
sebagai berikut:
(a) awalan me- contohnya pada kata-kata menulis, membaca, melihat, dsb.
(b) Awalan ber- contohnya pada kata-kata berdiri, berlatih, berkuda, dsb.
(c) Awalan di- contohnya pada kata-kata ditulis, dibaca, dilihat, dsb.
11 Carl James, Op. Cit., p.30.
(d) Awalan ter- contohnya pada kata-kata tertulis, terbaca, terlihat, dsb.
(e) Awalan per- contohnya pada kata-kata perpanjang, percepat, persingkat, dsb.
(f) Akhiran –kan contohnya pada kata-kata tuliskan, bacakan, damaikan, dsb.
(g) Akhiran –i contohnya pada kata-kata tulisi, diami, datangi, dsb.12
12 Chaer. Op. Cit., p. 101
No. Imbuhan
Pembentuk
Kata Kerja
Kata Dasar
(Kelas Kata)
Kata Bentukan
(Kelas Kata)
Kalimat Fungsi
1. Imbuhan me- Lihat (V) Melihat (V) Saya melihat
air terjun.
Membentuk kata
kerja transitif
Bawa (V) Membawa (V) Kakak
membawa
keranjang dari
pasar.
Membentuk kata
kerja transitif
Putih (A) Memutih (V) Rambut kakek
sudah memutih.
Membentuk kata
kerja intransitif.
Utara (N) Mengutara (V) Dia terus
mengutara,
padahal temen-
temannya
menuju ke
barat.
Membentuk kata
kerja intransitif.
Cat (N) Mengecat (V) Ayah mengecat
tembok rumah.
Membentuk kata
kerja transitif.
2. Imbuhan ber- Air (N) Berair (V) Mataku berair. Membentuk kata
kerja intransitif
Racun (N) Beracun (V) Makanan itu
beracun.
Membentuk kata
kerja intransitif
Kerja (V) Bekerja (V) Aku bekerja di Membentuk kata
kantor. kerja intransitif
3. Imbuhan di- Baca (V) Dibaca (V) Buku itu dibaca
adik.
Membentuk kata
kerja pasif
4. Imbuhan ter- Siksa (V) Tersiksa (V) Membentuk kata
kerja pasif
Robek (V) Kertas itu terobek
Iwan.
Membentuk kata
kerja pasif
5. Imbuhan per- Singkat (A) Persingkat (V) Persingkat
tulisanmu.
Membentuk kata
kerja perintah
Luas (A) Perluas (V) Gubernur akan
meninjau
bangunan yang
telah kita
perluas.
Membentuk kata
kerja perintah
Lunak (A) Perlunak (V) Syarat-
syaratnya tentu
kami perlunak
untuk mereka.
Membnetuk kata
kerja perintah
dalam keterangan
tambahan pada
subjek atau objek
6. Imbuhan -i Tulis (V) Tulisi (V) Tolong tulisi
kertas kosong
itu.
Membentuk kata
kerja transitif
dalam kalimat
perintah.
Tembak (V) Tembaki (V) Gedung ini
mereka tembaki
sampai hancur
Membentuk kata
kerja transitif
dalam kalimat
pasif.
Surat (N) Surati (V) Orang yang
hendak kamu
surati sudah
Membentuk kata
kerja transitif
dalam keterangan
Imbuhan-imbuhan di atas merupakan imbuhan yang berfungsi membentuk verba dalam
bahasa Indonesia.13
2) Pembentukan Kata Kerja dalam Bahasa Sunda
Pembentukan kata kerja dalam bahasa Sunda secara umum bersifat derivasi. Dinyatakan
oleh Robin bahwa derivasi yang membentuk kata kerja antara lain terbagi atas derivasi
verba ke verba, dan nomina dari verba. Hasil bentukan kata yang berupa verba dibagi atas
verba transitif (Vt) dan verba intransitif (Vi). Verba transitif adalah verba yang memiliki
bentuk aktif dan pasif (aVt dan pVt).14
Berikut ini akan disajikan sebuah tabel analisis pembentukan kata kerja dalam bahasa
Sunda yang dijabarkan oleh Robin.15
No. Imbuhan
Pembentuk
Kata Kerja
Kata Dasar
(Kelas Kata)
Kata Bentukan
(Kelas Kata)
Kalimat Fungsi
1 Sufiks -an Dadak (Vi) Dadakan (Vi) Ieu rencana
dadakan.
Membentuk
verba intransitif
Balanja (Vt) Ngabalanjaan
(Vt)
Manehna
ngabalanjaan
indungna.
Membentuk
verba transitif.
Aku (Vt) (A) Akuan (Vi) Anjeunna mah
jalma akuan ka
Membentuk
verba
13 Ibid , p.p. 201-255. 14 R.H. Robbins. Sistem dan Struktur Bahasa Sunda,(Jakarta: Djambatan, 1983), p.. p. 80-83. 15 Ibid., p.p. 94-108.
ada di sini. tambahan pada
subjek atau
predikat.
saha wae. intransitif.
Omong (Vt) Omongan (Vt) Bapa
ngomongan
abdi.
Membentuk
verba transitif
Incu (N) incuan Bapa abdi tos
incuan.
Membentuk
verba intransitif
Duit (N) Ngaduitan (Vt) Bapa ngaduitan
abdi.
Membentuk
kata kerja
transitif
2 Sufiks -eun Leungit (Vi) Leungiteun (Vt) Ibu leungiteun
emas.
Membentuk
kata kerja
transitif
3. Prefiks ba- Dami (Vi) Badami (Vi) Anjeunna
hoyong badami.
Membentuk
verba intransitif
Darat (N) Badarat (V) Enjing abdi
bade badarat.
Membentuk
verba
intransitif.
4. Prefiks barang Cokot (V) barangcokot Anjeunna sok
barangcokot
banda batur.
Membentuk
kata kerja
transitif
5. Prefiks sang Hareup (N) Nyanghareup (V) Imahna
nyanghareup
masjid.
Membentuk
verba transitif
6. Prefiks si- Beungeut (N) Sibeungeut (V) Abdi
sibeungeut di
susukan.
Membentuk
kata kerja
intransitif
7. Prefiks ka- Abur (V) Kabur (V) Abdi kabur ti
bumi
Membentuk
verba
intransitif.
8. Prefiks pa- Antel (V) Paantel (V) Maranehna Membentuk
paantel ku
sabab tiris.
verba
intransitif.
9. Aduk (V) Paaduk (V) Adonan eta tos
paaduk.
Membentuk
verba intransitif
10. Prefiks pi- Butuh (V) Mibutuh (V) Abdi mibutuh
artos.
Membentuk
verba transitif
Indung (N) Miindung (V) Anjeunna
miindung ka
Mak Ijah.
Membentuk
verba transitif.
11. Prefiks silih- Tenjo (V) Silihtenjo (V) Aranjeuuna silih
tenjo.
Membentuk
verba
intransitif.
12. Prefiks ti- Beubeut (Vt)
(A)
Tibeubeut (V) Si Orok
tibeubeut tina
kasur.
Membentuk
verba intransitif
B. Perbandingan Pembentukan Kata Kerja dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa
Sunda
Berdasarkan deskripsi pembentukan kata kerja dua bahasa di atas, dapat dijabarkan
sebuah perbandingan dari dua segi, yakni dari persamaan dan perbedaannya.
Sebagai acuan, tabel deskripsi pembentukan kata dalam bahasa Sunda yang dijabarkan di
atas akan diterjemakhan secara terperinci ke dalam bahasa Indonesia (Tabel tersebut
disajikan dalam dua bahasa)
No. Imbuhan
Pembentuk
Kata Kerja
Kata Dasar
(Kelas Kata)
Kata Bentukan
(Kelas Kata)
Kalimat Fungsi
1 Sufiks -an Dadak (Vi), tiba-
tiba
Dadakan (Vi)
Mendadak (V)
Ieu rencana dadakan.
Ini rencana
Membentuk
verba intransitif
mendadak.
Balanja (Vt)
Berbelanja (V)
Ngabalanjaan (Vt)
Memberi belanja
(V)
Manehna
ngabalanjaan
indungna.
Dia memberi belanja
ibunya
Membentuk
verba transitif.
Aku (Vt) (A)
Mengaku (V)
Akuan (Vi)
Suka mengaku (V)
Anjeunna mah jalma
akuan ka saha wae.
Dia itu orang yang
suka mengaku
kepada siapa saja.
Membentuk
verba intransitif.
Incu (N)
Cucu (N)
Incuan (V)
Bercucu (V)
Bapa abdi tos incuan.
Ayah saya sudah
bercucu
Membentuk
verba intransitif
Duit (N)
Uang (N)
Ngaduitan (Vt)
Memberi uang
kepada (V)
Bapa ngaduitan abdi.
Ayah memberi uang
kepada saya.
Membentuk
kata kerja
transitif
2 Sufiks -eun Leungit (Vi)
Hilang (V)
Leungiteun (Vt)
Kehilangan (V)
Ibu leungiteun emas.
Ibu kehilangan emas.
Membentuk
kata kerja
transitif
3. Prefiks ba- Dami (Vi)
Setuju (A)
Badami (Vi)
Berunding (V)
Anjeunna hoyong
badami.
Dia ingin berunding.
Membentuk
verba intransitif
Darat (N)
Darat (N)
Badarat (V)
Berjalan darat (V)
Enjing abdi bade
badarat.
Besok saya akan
berjalan darat.
Membentuk
verba intransitif.
4. Prefiks barang Cokot (V)
Mengambil (V)
Barangcokot (V)
Mengambili-ambili
(V)
Anjeunna sok
barangcokot banda
batur.
Membentuk
kata kerja
transitif
Dia suka mengambil-
ambili barang orang
lain.
5. Prefiks sang Hareup (N)
Depan (N)
Nyanghareup (V)
Menghadap (V)
Imahna nyanghareup
masjid.
Rumahnya
menghadap masjid.
Membentuk
verba transitif
6. Prefiks si- Beungeut (N)
Wajah (N)
Sibeungeut (V)
Mencuci muka (V)
Abdi sibeungeut di
susukan.
Saya mencuci muka
di sungai.
Membentuk
kata kerja
intransitif
7. Prefiks ka- Abur (V)
Melepas (V)
Kabur (V)
Lari (V)
Abdi kabur ti bumi.
Saya lari dari rumah.
Membentuk
verba intransitif.
8. Prefiks pa- Antel (V)
Rapat (A)
Paantel (V)
Saling merapat (V)
Maranehna paantel
ku sabab tiris.
Mereka saling
merapat karena
dingin.
Membentuk
verba intransitif.
9. Aduk (V)
Aduk (V)
Paaduk (V)
Teraduk (V)
Adonan eta tos
paaduk.
Adonan itu sudah
teraduk.
Membentuk
verba intransitif
10. Prefiks pi- Butuh (V)
Butuh (V)
Mibutuh (V)
Membutuhkan (V)
Abdi mibutuh artos.
Saya membutuhkan
uang.
Membentuk
verba transitif
Indung (N)
Ibu (N)
Miindung (V)
Mencintai seperti
ibu (V)
Anjeunna miindung
Mak Ijah.
Dia mencintai seperti
Ibu Mak Ijah.
Membentuk
verba transitif.
11. Prefiks silih- Tenjo (V) Silihtenjo (V) Aranjeuuna silih tenjo. Membentuk
Melihat (V) Saling melihat (V) Mereka saling
melihat.
verba intransitif.
12. Prefiks ti- Beubeut (Vt) (A)
Banting (V)
Tibeubeut (V)
Terbanting (V)
Si Orok tibeubeut tina
kasur.
Si bayi terbanting dari
kasur.
Membentuk
verba intransitif
a. Persamaan Pembentukan Kata Kerja
Persamaan yang ditemukan dalam pembentukan kata kerja dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Sunda adalah sebagai berikut:
a) Kata kerja dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda salah satunya terjadi melalui
pengimbuhan. Imbuhan tersebut dapat dilihat dalam tabel di atas.
b) Kata kerja dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda merupakan kata kerja
transitif dan kata kerja intransitif.
c) Imbuhan ti- dan pa- dalam bahasa Sunda memiliki makna yang sama dengan imbuhan
ter- dalam bahasa Indonesia untuk beberapa kata dan imbuhan ba- serta –an dalam
bahasa Sunda memiliki makna yang sama dengan imbuhan ber- dalam bahasa
Indonesia untuk beberapa kata tertentu.
b. Perbedaan Pembentukan Kata Kerja
Bila dikontraskan antara kedua bahasa tersebut, pembentukan kata kerja yang terjadi
memiliki perbedaan sebagai berikut:
a) Imbuhan pembentuk kata kerja dalam bahasa Indonesia terdiri atas prefiks me-, ber,
ter, -per, dan di -. Sementara untuk sufiksnya adalah sufiks –kan dan sufiks –i. Dalam
bahasa Sunda, pembentukan kata kerja terjadi melalui pengimbuhan yang lebih
beraneka ragam. Imbuhan-imbuhan tersebut adalah sufiks –an dan –eun, prefiks ba-,
barang-, sang-, si-, ka-, pa-, pi-, silih-, dan ti-.
b) Dalam pembentukan kata kerja bahasa Indonesia, beberapa imbuhan yang digunakan
seperti me-, ber-, dan ter- dapat mengalami perubahan bunyi. Imbuhan-imbuhan
tersebut memiliki beberapa alomorf, sehingga terdapat beberapa bentuk yang berbeda
untuk kata-kata yang berbeda. Contohnya dalam imbuhan me- terdapat alomorf me-,
mem-, meng-, meny-, menge, men-. Terdapat enam alomorf untuk imbuhan tersebut.
Begitu juga dengan imbuhan ber- yang memiliki tiga alomorf yakni ber-, be-, dan bel-.
Sementara imbuhan per- memiliki dua alomorf, yakni per- pel-, dan pe- . Imbuhan ter-
memiliki alomorf ter- dan te-.
c) Dalam bahasa Sunda, perubahan bunyi terjadi pada kata-kata dasar atau disebut akar
kata tertentu bila kata tersebut memiliki huruf-huruf awal tertentu. Contohnya, kata
tenjo (akar kata berawalan huruf t berubah bunyi menjadi bunyi nasal menjadi nenjo).
Dalam bahasa Indonesia juga dikenal bentuk seperti ini dan disebut dengan simulfiks,
yakni contohnya pada kata kopi- yang menjadi ngopi atau soto –yang menjadi nyoto.
d) Beberapa akar kata dalam bahasa Sunda sudah merupakan kata bentukan dalam
bahasa Indonesia. Contoh yang dapat dilihat dari tabel di atas adalah kata dasar tenjo
dalam bahasa Sunda sama dengan kata melihat dalam bahasa Indonesia. Hal ini
menyebabkan ketika kata tersebut mendapat imbuhan maka akan sepadan maknanya
dengan imbuhan turunan dalam bahasa Indonesia. Contoh lainnya pada kata balanja
yang sama dengan berbelanja. Ketika diberi imbuhan –an menjadi ngabalanjaan
dalam bahasa Indonesia tidak lagi menjadi satu kata, melainkan menjadi memberi
belanja.
e) Dalam bahasa Sunda terdapat imbuhan pembentuk kata kerja seperti silih- dan
barang- yang dalam bahasa Indonesia bukan merupakan imbuhan melainkan terlihat
pada pemaknaannya.
f) Imbuhan sang- dalam bahasa Sunda ketika digunakan dalam akar kata berubah
menjadi nyang-. Contohnya pada kata nyanghareup.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan deskripsi dan perbandingan yang dilakukan melalui analisis kontrastif di atas
diperoleh kesimpulan perihal pembentukan kata kerja dalam bahasa Indonsia dan bahasa
Sunda sebagai berikut:
1) Jumlah afiks pembentuk kata kerja dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda
memiliki keanekaragaman yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, terdapat afiks
pembentuk kata kerja sebanyak 6 afiks, yakni 4 prefiks dan 2 sufiks. Dalam bahasa
Sunda terdapat 9 prefiks dan 2 sufiks.
2) Imbuhan ti- dan pa- dalam bahasa Sunda memiliki makna yang sama dengan imbuhan
ter- dalam bahasa Indonesia untuk beberapa kata dan imbuhan ba- serta –an dalam
bahasa Sunda memiliki makna yang sama dengan imbuhan ber- dalam bahasa
Indonesia untuk beberapa kata tertentu. Ini dapat dijadikan sebagai perbandingan
sehingga pembelajar dapat membandingkan persamaan-persamaan tersebut.
3) Dalam bahasa Indonesia terdapat alomorf yang membedakan bentuk imbuhan untuk
kata-kata dasar tertentu, sementara dalam bahasa Sunda, perubahan bunyi dari segi
fonologis terjadi untuk kata-kata dasar yang memiliki fonem awal tertentu.
4) Penerjemahan dari bahasa Sunda ke dalam bahasa Indonesia akan mejadi lebih
kompleks untuk kata-kata tertentu, karena satu kata dalam bahasa Sunda dapat
diterjemahkan menjadi konstruksi yang lebih luas untuk bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
2006.
James, Carl. Contrastive Analysis. London: Longman. 1980.
Kridalaksana, Harimurti. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia Edisi Kedua.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1996.
Kridalaksana, Harimurti. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.2008.
Robbins, R.H. Sistem dan Struktur Bahasa Sunda. Jakarta: Djambatan. 1983.
Tarigan , Henry Guntur. Pengajaran Analisis Kontrasti.,(Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Dirjen Dikti PPLPTK. 1989.