Post on 24-Jul-2016
description
4
SainsSosialFeature
K E T E R K A I T A N
Kejutan yang menyenangkan: Antara Indonesia dan Australia
Kemiskinan di Indonesia:Isu yang berkelanjutan
Mengulik sains di balik kebakaran hutan dan lahan di Indonesia
AKTIVIS merupakan majalah eksplorasi dan ekspresi isu, opini, dan hasil karya Indonesia.
Sebuah majalah dari Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia
m aja l ah ak t i v i sak t i v i s . p p i a
keterkaitan/ke·ter·ka·it·an/ (n)suatu interaksi antara dua atau lebih elemen yang
berbeda; di mana satu hal mampu mempengaruhi
yang lain
Sebagai manusia, kita akan selamanya terhubung. Antar
bangsa, antar agama, antar individu, antar esensi kema-
nusiaan kita yang paling mendasar. Keterkaitanlah yang
mampu membuat kita bertahan hidup – namun keterkai-
tan pulalah yang mampu menjadi jalan kemunduran kita
sebagai manusia.
AKTIVIS edisi 4 berusaha menangkap kompleksitas isu
“keterkaitan” dalam hidup manusia. Melalui artikel men-
genai CAUSINDY yang memperlihatkan hubungan erat
antara latar belakang bangsa Indonesia dan Australia,
atau artikel ‘Indonesia dan Pengungsi: Sebuah Panggi-
lan Kemanusiaan’ yang memperlihatkan bahwa batas
kenegaraan seringkali menjadi kabur saat kita dituntut
untuk terhubung lewat sisi kemanusiaan kita. Di lain pi-
hak, keterkaitan antara human error dan prinsip sains
justru menjadi awal terbentuknya isu pelik kebakaran
hutan di Indonesia, seperti yang disampaikan lewat ar-
tikel ‘Mengulik Sains di Balik Kebakaran Hutan dan Lah-
an di Indonesia.’
Salam,
Felicia Melina LaseEditor-in-chief AKTIVIS
AKTIVIS hendak memperlihatkan “keterkaitan” yang ser-
ingkali tak bisa dihindari – “keterkaitan” yang, sayangn-
ya, merupakan pedang bermata dua.
Sesuai tema edisi ini, kami turut membuka kerja sama
dan kesempatan kontribusi bagi beberapa komunitas-ko-
munitas non-Indonesia, seperti kontribusi Virania Munaf
dari Australia Indonesia Youth Association (AIYA) NSW
ataupun Angelique Corlissa Nagaria dari Anak Indonesia
Katolik Australia (AIKA) yang mewakili orang-orang In-
donesia yang besar di Australia. Kontribusi-kontribusi ini
mampu membuka mata kami tentang hal-hal di luar zona
nyaman ‘Indonesia’. Pengalaman ini pulalah yang ingin
kami bagikan kepada para pembaca AKTIVIS.
Jadi, nikmatilah perjalanan Anda bersama AKTIVIS edisi
4! Kami berharap AKTIVIS dapat terus membuka pikiran
dan menginspirasi Anda untuk mengeksplorasi hal-hal di
sekitar kehidupan Anda.
Salam Redaksi
Editor-In-ChiefFelicia Melina Lase
Managing EditorJoanita Wibowo
Tim Redaksi...
Tim Editorial
Section Editor Sosial
Alexandra Andreana Dea
Hanna Melissa
Section Editor Politik & Hukum Aditya Tumakaka
Randy Wirasta Nandyatama
Section Editor Bisnis & Ekonomi Adrian Surya Mohammad-Hatta
Desti Maharani
Section Editor Sains & Teknologi Lalita Fitrianti
Gracia Sasongko
Section Editor Seni Budaya Rizka Annisa Sutiarso
Titik Endahyani
Tim Desain Mikhael Geordie Amadeus
Cindy Brigitta
Venansia Frisca Liem
Elizabeth Gondomuljo
Tim Marketing
Marcia Julia
Egadhana Rasyid Satar
Qiudy Qrizya
Webmaster
Marisa Adriani Tjoe
...Kontribusi
Kami ingin melihat hasil karya Anda, entah dalam bentuk tulisan, foto maupun ilustrasi! Segera kirimkan hasil
karya Anda ke email majalah@ppi-australia.org untuk kesempatan ditampilkan pada edisi AKTIVIS berikutnya
Partnership
Bagi Anda yang ingin bekerja sama dengan AKTIVIS, entah untuk media partnership ataupun kerja sama kon-
tributor tetap, segera hubungi kami lewat majalah@ppi-australia.org dengan subject ‘Partnership’
Masukan, Kritik, Saran
Kami adalah majalah muda yang selalu ingin berkembang dan memperbaiki diri. Bila Anda memiliki masukan,
kritik atau saran, jangan ragu-ragu untuk menghubungi kami lewat majalah@ppi-australia.org atau lewat media
sosial kami, Facebook Majalah Aktivis.
Daftar Isi
Cover oleh Hans Christian
AktivisKeterkaitan
Salam RedaksiTim Redaksi
Feature ArticlesKejutan yang Menyenangkan:
Antara Indonesia dan Australia
oleh Feliciana Natali Wienathan, Sally Hill, DK Wallad,
Heather Reed, Murray O’Hanlon, Risti Permani
Persahabatan Australia-Indonesia
dalam Malam Karir 2015
oleh Virania Munaf
The Forum: Start-up Your Life
oleh Desti Maharani
SosialMari Hentikan Penyalahgunaan Media Sosial
demi Generasi Penerus Bangsa
oleh Pringga Adityawan
Kemiskinan di Indonesia: Isu yang Berkelanjutan
oleh Nikodemus Niko
Project O 2015 In Their Shoes:
Be Them, Know Them, Help Them
oleh Hanna Melissa
Politik dan HukumIndonesia dan Pengungsi:
Sebuah Panggilan Kemanusiaan
oleh Christian Donny Putranto
Kepentingan Nasional: Apa dan Untuk Siapa?
oleh Ahmad Rizky Mardhatillah Umar
Perlindungan terhadap Kebebasan Beragama
oleh Adrian W. Tumakaka
SainsPenyebaran Penyakit di Era Transportasi Modern
oleh Gracia Sasongko
Mengulik Sains di Balik Kebakaran Hutan dan Lahan
di Indonesia
oleh Lalita Fitrianti Pawarisi
Anda adalah Bagian Dari Permainan
oleh Dimaz Ankaa Wijaya
Nasib Riset di Indonesia
oleh Randi Oktovan Noegroho
Bisnis dan EkonomiDiajeng Lestari: Memulai Start-up, Membuat Peru-
bahan
oleh Desti Maharani
Melek Teknologi: Kunci UMKM di Era Liberisasi
Perdagangan
oleh Kharisma Nisa Rosandrani dan Nurul Qolbi
Australia Indonesia Business Forum
oleh Yohanes Kevin Chandra
Kemitraan Trans-Pasifik dan Indonesia
oleh Adrian Surya Mohammad Hatta
Seni BudayaDi Balik Celebration of Indonesia
oleh Alexandra Andreana Dea
WANITA dan Jembatan Seni Antar Budaya
oleh Felicia Lase
Rani Pramesti: Identitas.Seni.Dialog
oleh Felicia Lase
RefleksiTagar
oleh Made Sania Saraswati
Identitas Gandaku
oleh Angelique Nagaria
1
2
3
4
6
7
11
15
19
20
23
27
30
31
35
39
43
44
47
51
55
59
61
63
67
71
75
77
81
85
89
90
93
Ralat Aktivis Edisi 3- Atribusi foto halaman 61-62 : Dok. T. Endahyani- Atribusi foto halaman 63-64: Dok. Andre Roesli- Keterangan foto halaman 64: ‘Dubes Australia (Paul Grigson) dan mahasiswa Binus (Riki Halim) beserta hasil karya furnitur’
F E A T U R E A R T I C L E S
(Fot
o ol
eh: R
eaga
n Ku
rnia
dwip
utra
Sus
anto
)
AK T I V I S 1 3
AK T I V I S8
o l e h f o t o o l e hf e l i c i a n a n a t a l i w i e n a t h a n
d k w a l l a dh e a t h e r r e e d
m u r r a y o ’ h a n l o nr i s t i p e r m a n i
C A U S I N D Y
Kejutan Yang MenyenangkanAntara Indonesia dan Australia
Beberapa pemuda asal Indonesia dan Australia tergabung
dalam Conference of Australian and Indonesian Youth
(CAUSINDY) dan berbagi kisah dari kedua bangsa - yang ser-
ingkali menuai lebih banyak persamaan dibanding perbedaan
Umumnya, berita mengenai hubungan Indonesia dan Aus-
tralia hanya membicarakan tentang kesalahpahaman dan
kesilapan antar dua negara tersebut. Namun, di balik ‘ke-
senjangan’ ini, warga Australia dan Indonesia seringkali
menemukan bahwa mereka punya lebih banyak kesamaan
daripada yang mereka sangka. Pertukaran yang kaya antar
kedua komunitas ini memiliki sejarah yang panjang, dimulai
sebelum berdirinya kedua bangsa ini sebagai negara mod-
ern, sebagaimana hari ini.
Selama empat hari di bulan September 2015, 30 orang
muda Indonesia dan Australia berkumpul di Darwin untuk
berpartisipasi dalam Conference of Australian and Indo-
nesian Youth (CAUSINDY) yang sekarang telah berada di
tahun ketiganya. Mereka mengeksplorasi sejarah, politik
kontemporer dan perdagangan di antara kedua negara
tersebut.
Salah satu peserta, Feliciana Natali Wienathan adalah pen-
gusaha muda yang datang ke Australia pada tahun 2008. Feli-
cia mendirikan Eagle Group Indonesia, sebuah perusahaan di
Jakarta, dimana ia kini menjabat sebagai Head of Marketing.
Felicia menceritakan pengalamannya waktu sedang tersasar
di jalanan Melbourne, saat seorang penjaga toko menawar-
kannya sebuah cincin yang terbuat dari sendok tua dengan
lambang kota City of Melbourne.
“Sejak saat saya menemukan cincin tua ini di Rose Markets di
Melbourne, saya menyadari betapa kreatifnya Australia.”
Felicia lalu memutuskan untuk mengambil program studi Mas-
ters di Monash University, dan sekarang ia merasa telah mem-
bangun pertalian yang intim dengan Australia dan orang-oran-
gnya.
s a l l y h i l l
AK T I V I S 9
Selama mengikuti CAUSINDY, Felicia dan rekan-rekannya
membuat berbagai memes di internet untuk mengabadikan
berbagai momen keterkejutan dan sebagai kenang-kenangan
mengenai beberapa barang tertentu yang mengingatkan mer-
eka kepada hubungan Indonesia-Australia.
Sally Hill bekerja di firma hukum Minter Ellison dan sekarang
tengah mengorganisir kompetisi pidato komprehensif yang
pertama di Australia untuk para pelajar bahasa Indonesia. Se-
lama 11 tahun terakhir, Sally telah bepergian antara Australia
dan Indonesia untuk bekerja, belajar dan mengunjungi keluar-
ga angkatnya di Lombok.
“Bibi saya pergi ke Lombok sekitar tiga puluh tahun lalu dan
berteman dengan sebuah keluarga yang tinggal di dekat
Gunung Rinjani, salah satu gunung berapi terbesar di Indone-
sia. Saat saya pertama kali Ke Indonesia, Bibi saya membawa
saya ke sana.
“Saya masih ingat bau yang saya cium saat pertama turun dari
pesawat: bau kemboja. Saya waktu itu masih muda, mudah ter-
kesan dan tidak tahu apa yang bisa saya harapkan.
“Kekhilafan karena perbedaan budaya dan diajari sehari-hari
jadi sudah biasa buat saya. Tapi saya jadi belajar lebih banyak
mengenai diri sendiri, dan akhirnya saya juga ‘diadopsi’ oleh
keluarga ini.
“Tahun lalu saya pergi ke Lombok lagi untuk mendatangi se-
buah pernikahan - itu pertama kalinya keluarga dekat dan kel-
uarga angkat saya berada di tempat yang sama, di waktu yang
sama. Memiliki dua keluarga di dua negara adalah sebuah
karunia yang luar biasa.”
DK Wallad pertama kali mengunjungi Australia di tahun
2011, dan tinggal di Melbourne sebelum pindah belakan-
gan ini. Ia lulus di bulan Agustus 2015 dengan gelar Mas-
ter of International Relations dari University of Melbourne.
DK menceritakan tentang bagaimana ia menemukan komu-
nitas Islam di Australia secara tidak sengaja saat Idul Fitri.
“Saya sedang melakukan perjalanan ke sebuah konferen-
si di Canberra, dan sedang sedih karena jauh dari keluarga
pada waktu spesial ini. Idul Fitri adalah waktunya keluarga
berkumpul, jadi itu seperti apa yang orang-orang Australia
rasakan kalau mereka tidak bersama keluarga saat Natal.
“Setelah sarapan, saya memutuskan untuk berjalan-jalan
di perkotaan. Saya menemukan ribuan orang, mun-
gkin setengah Canberra. Orang-orang Muslim dan
non-Muslim semuanya sedang merayakan Idul Fitri.
“Itu mengagetkan, karena saya tidak tahu kalau orang-orang Aus-
tralia juga mengenal dan merayakan Idul Fitri bersama-sama.”
Awal tahun ini, Heather Reed, yang bekerja sebagai Marketing
Manager di Telstra, membantu menyusun joint venture dengan
Telkom Indonesia. Ia mengembangkan strategi pemasaran untuk
proyek tersebut dan juga menjadi mentor untuk tim yang baru.
“Pada hari pertama dari delapan bulan tugas di Indonesia,
jauh dari keluarga dan teman-teman saya, saya jadi bia-
sa disapa dengan ucapan ‘Selamat Pagi’ yang paling keras.
Sejak saat itu, saya tahu saya akan baik-baik saja di sini.”
AK T I V I S1 0
Heather cukup terkejut dengan usaha yang orang-orang
Australia dan Indonesia di timnya lakukan untuk meroboh-
kan cultural barriers - orang-orang Australia memakai ke-
meja batik tradisional untuk makan siang bersama, dan
orang-orang Indonesia memakai setelan dan dasi a la Barat.
Risti Permani, seorang peneliti dan akademia muda dari
Bogor, Jawa Barat, sudah berbasis di University of Ade-
laide sejak 2004. Ia telah membangun hubungan kerja yang
kuat dengan profesornya, yang mengenalkan dia kepada
mantan Menteri Perdagangan Indonesia Mari Elka Pang-
estu, yang juga salah satu alumni universitas di Australia.
“Waktu saya sampai di Adelaide, saya cukup kaget kare-
na kota ini memiliki banyak persamaan dengan kampung
halaman saya, Bogor. Dua-duanya punya kebun raya yang
cantik dan jumlah populasi yang mirip. Tapi yang paling pen-
ting, saya merasa di rumah saat berada di kedua kota ini.”
Risti dan profesornya telah menciptakan sebuah inisiat-
if bernama ‘GoLive Indonesia’ yang bertujuan untuk mem-
perkuat integrasi ekonomi antara Australia dan Indonesia.
Dengan sedikitnya kesempatan untuk belajar baha-
sa-bahasa Asia di SMA-nya di daerah luar kota, Mur-
ray O’Hanlon memiliki hasrat untuk memulai di uni-
versitas. Ia memilih bahasa Indonesia setelah bertemu
dengan seorang diplomat yang telah bekerja di Jakarta dan Dili.
Murray mulai belajar Indonesian Studies pada tahun 2002. Sep-
erti banyak orang muda Australia lainnya, ia pertama kali bep-
ergian ke luar negeri ke Bali dan Lombok, dimana ia mendaki
Gunung Rinjani. Pada tahun 2005, Murray bergabung dengan
ACICIS, sebuah program pertukaran pelajar Aus-
tralia-Indonesia. Dari program ini, Murray menyele-
saikan satu semester di Jawa Timur. Murray meng-
ingat kembali bagaimana pengalamannya membuka
matanya terhadap keragaman umat beragama di Indonesia.
“Saat pengeboman di Bali yang kedua terjadi, saya se-
dang belajar di Jawa Timur. Saya berencana untuk meneliti
daerah dimana pelaku bom Bali berasal, untuk memaha-
mi lebih dalam mengenai pandangan hidup orang-orang
dan komunitas di tempat-tempat seperti Lamongan.
“Seperti orang Barat yang sudah pernah mengunjun-
gi tempat-tempat ini pada umumnya, saya menemu-
kan bahwa ekstremisme hanya merepresentasikan se-
bagian kecil dari komunitas ini, seperti sebuah elemen
kultus yang terdapat jauh di luar masyarakat umum.
“Orang-orang lokal sangat menyesali, dan malu akan ak-
si-aksi yang tetangga mereka lakukan dalam nama Is-
lam. ‘Itu merusak reputasi daerah kami’, mereka bilang.
“Yang paling membuat saya terkejut adalah bagaima-
na keluarga angkat saya memperlakukan saya, seo-
rang non-Muslim, seperti anak mereka sendiri.
“Saya juga ingat saat membawa teman saya, Ghozi, un-
tuk menonton nyanyian Natal di gereja Katolik di Malang.
Sepuluh tahun kemudian, pertemanan kami masih lestari.”
AK T I V I S 1 1
AK T I V I S1 2
oleh foto olehvirania munaf aiya nsw
Persahabatan Australia - Indonesia dalam Malam Karir 2015
Australia Indonesia Youth Association (AIYA) NSW mengadakan Malam Karir 2015 demi mengeratkan hubungan Australia dan Indonesia dalam dunia karir.
“Nanti ngomongnya santai aja ya, ini kan berbagi pengalaman aja. Pas-
ti berguna deh untuk audience kita,” ujar saya kepada lima pembicara aca-
ra Australia Indonesia Youth Association (AIYA) NSW Malam Karir 2015.
Malam Karir 2015 diselenggarakan oleh AIYA NSW pada tanggal 30 September 2015 den-
gan bantuan dan kerjasama dari Pricewaterhouse Coopers (PwC). Tujuan utama acara ini
adalah untuk membimbing dan membantu karir mahasiswa Indonesia di Australia melalui
diskusi dan percakapan dari lima pembicara yang akan berbagi pengalaman karir mereka.
Untuk saya, berbagi pengalaman adalah hal yang sangat penting dan merupakan faktor
besar di balik alasan untuk menyelenggarakan acara Malam Karir 2015 ini. Teringat
ketika dulu jaman kuliah sebagai international student, rasanya seperti orang ‘nyasar’
setiap pergi ke pameran karir yang umumnya ditujukan kepada mahasiswa Australia.
Saya ingat rasanya ‘ngidam’ untuk bisa datang ke acara karir yang lebih intim dan akrab.
Uraian inilah yang saya sampaikan ke lima pembicara acara Malam Karir 2015:
Surya Setiyaputra, Erika Halim, Wendy Hartanti, Ben Davis dan Andrea Booth.
Lima pembicara ini masing-masing mewakili profesi yang sungguh berbeda. Surya Setiya-
putra memiliki latar belakang akademik di bidang sains, namun hati dan jiwa wiraswastan-
ya cenderung lebih mengarah ke dunia bisnis. Surya memberi banyak tips-tips menarik
dan berguna untuk calon wiraswastawan agar ide dan bisnisnya bisa segera maju. Kemu-
daan Surya membuatnya sangat relatable untuk para mahasiswa yang hadir malam itu.
Erika Halim, desainer interior di firma arsitektur Australia terkemuka BVN Ar-
chitecture, menyarankan agar mahasiswa jurusan seni dan desain rela ma-
gang di perusahaan desain sebagai apapun. Yang penting ‘live, breathe and
eat’ dunia desain. Faktor inilah yang mengantar Erika ke profesinya sekarang.
AK T I V I S 1 3
...
“Sebaik mungkin binalah hubungan kaum
pemuda antara Australia dan Indonesia.”
AK T I V I S1 4
Wendy Hartanti adalah Senior Tax Manager di salah satu fir-
ma layanan professional terbesar di dunia, Pricewaterhouse
Coopers. Beliau juga anggota dari PwC Indonesia Practice
Team. Wendy memberikan banyak wawasan dari sisi PwC
serta menjabarkan sejarah jenjang karirnya di Australia.
Ben Davis dan Andrea Booth adalah warga negara Austra-
lia yang sudah lama tinggal dan bekerja di Indonesia. Ban-
yak cerita dan anekdot lucu yang mereka utarakan malam
itu, terutama dari Andrea, wartawan veteran yang sempat
bekerja di The Jakarta Post sebelum ia menjadi wartawan lep
as. Sangat menarik untuk mendengarkan pendapat mereka
sebagai orang asing tentang berbagai warna budaya negara
sendiri. Kehadiran kedua pembicara ini juga memikat banyak
mahasiswa Australia yang ingin memulai karir di Indonesia.
Acara ini diakhiri dengan networking yang cukup san-
tai, dimana para pelajar Indonesia bisa berkena-
lan langsung dengan para pembicara dan juga ma-
hasiswa-mahasiswi Australia. Tentunya banyak
informasi bisa didapat dari internet lewat portal beri-
ta – namun, istimewa rasanya apabila bisa mendapa-
tkan secara langsung tips dan nasihat dari man-
tan mahasiswa Indonesia yang sudah lama berkarir.
Hal ini merupakan prinsip dasar dan utama organisasi kami,
AIYA NSW. Acara yang kami selenggarakan selalu memi-
liki unsur pengeratan tali silaturahmi dan hubungan bilat-
eral antara Australia dan Indonesia lewat kaum pemuda.
Ini pun menjadi tema umum isi pidato para pembicara
malam itu. Meskipun mereka semua memiliki latar be-
lakang dan warna cerita yang berbeda, pesan inti mereka
seragam: sebaik mungkin binalah hubungan kaum pemu-
da antara Australia dan Indonesia. Untuk belajar baha-
sa, mencari lowongan pekerjaan ataupun mengembang-
kan bisnis pribadi, semua bisa dimulai di acara AIYA NSW.
Virania Munaf adalah Presiden Australia Indonesia Youth
Association cabang New South Wales, dan juga editor dan
product lead di LexisNexis Australia. Virania pindah ke Syd-
ney pada tahun 2003 untuk mengambil program studi Jurnal-
isme dan Hukum di University of Technology Sydney.
AK T I V I S 1 5
AK T I V I S1 6
o l e h f o t o o l e hdest i maharani ppia univers ity of melbourne
The Forum:Start-up Your Life
PPIA University of Melbourne kembali menghadirkan The Forum - kali ini mengajak pelajar untuk mengenal dunia start-up lewat 3 pembicara inspiratif
Belakangan ini, kita sering mendengar istilah “start-up company”. Istilah ini bi-
asanya diasosiasikan kepada perusahaan rintisan yang menggunakan teknologi da-
lam perkembangannya dengan modal yang relatif terbatas. Di Indonesia, perusahaan
start-up kini telah marak bermunculan, mulai dari bidang transportasi (Gojek), travel (Trav-
eloka dan Tiket.com), hingga fashion (HijUp.com). Pada tanggal 31 Oktober 2015, AK-
TIVIS berkesempatan untuk hadir dalam acara The Forum yang diadakan oleh Perhim-
punan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) University of Melbourne dan bertemakan
“Start-Up Your Life: Spread knowledge, encourage, and inspire aspiring entrepreneurs.”
The Forum merupakan acara diskusi terbuka yang telah diadakan untuk kedua kalinya oleh
PPIA University of Melbourne. Untuk kesempatan kali ini, panitia sengaja memilih tema
start-up mengingat banyaknya mahasiswa yang semakin tertarik membuka bisnis sendiri
- terlebih di dalam iklim dunia ketenagakerjaan yang semakin kompetitif. Pada kesempatan
kali ini, The Forum menghadirkan 3 pembicara yang telah sukses menjalankan bisnis start-
up baik di Indonesia maupun Australia, yaitu Willix Halim (Vice President of Growth di Free-
lancer.com), Achmad Zaky (pendiri Bukalapak.com), dan Diajeng Lestari (pendiri HijUp.com).
Mengapa memilih untuk mendirikan start-up company? - Sudah menjadi pola pikir yang
umum bahwa seusai kuliah kita akan berusaha untuk mencari pekerjaan yang mapan di peru-
sahaan ternama dengan gaji yang relatif besar. Namun, ternyata pilihan itu tak cukup menggi-
urkan bagi sebagian orang. Orang-orang seperti Willix, Zaky, dan Diajeng lebih memilih untuk
membuka jalan baru dalam mencapai kesuksesan dibandingkan dengan mengikuti jejak orang
lain.
Berawal dari pertanyaan seorang dosen “Bagaimana ketoprak bisa dijual di Kana-
da?”, Diajeng memulai mimpinya bahwa produk-produk Indonesia mampu dipas-
arkan di luar negeri. Dengan konsep curated moslem fashion¸ HijUp.com berusa-
ha memperkenalkan busana muslim ke dunia internasional. “Tantangannya adalah
bagaimana negara kita bisa menjadi produsen, bukan menjadi konsumen. Yang
terjadi sekarang justru negara kita menjadi konsumen yang paling besar untuk
berbagai produk dan kita ketergantungan dengan negara lain. Kenapa tidak mu-
lai berubah mulai dari diri sendiri?” ungkap Diajeng. Dengan menggaet beberapa
desainer busana muslim ternama, kini pelanggan HijUp.com tak lagi hanya beras-
al dari Indonesia, namun juga Singapura, Inggris, Amerika Serikat, dan Australia.
AK T I V I S 1 7
“Entrepreneur creates jobs,” ungkap Zaky ketika ditanya men-
gapa akhirnya memantapkan hatinya untuk membangun peru-
sahaan start-up. Dengan latar belakang pendidikan ilmu kom-
puter, Zaky telah memiliki minat pada bidang programming dan
website semenjak kuliah. Di masa akhir kuliahnya, terciptalah ide
awal Bukalapak.com di mana semua orang dapat menjual pro-
duknya melalui internet, yang dipicu oleh maraknya penggunaan
internet untuk berjualan melalui Facebook dan forum daring.
“Sekarang kita punya 500,000 sellers dan semuanya hidup dari
Bukalapak.com,” jelas Zaky.
Willix juga sependapat bahwa internet membawa dampak yang
besar bagi dunia usaha. “Developing countries will become de-
veloped. Everybody will use internet,” paparnya. Freelancer.com
kini telah berhasil menjadi portal internet yang menghubungkan
para freelancer dan pemilik proyek, tak hanya di Australia, na-
mun juga di Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Filipina, Indo-
nesia, dan negara-negara lainnya. Sebagai buah dari kesuk-
sesannya, kini Freelancer.com telah menjadi perusahaan yang
terdaftar di bursa efek Australia dan bernilai sekitar $650 juta.
Halangan akan selalu ada - Ketiga kisah sukses di atas
tak terjadi tanpa adanya rintangan. “There are three main obstacles: market, people, and product,” ungkap Willix. Pe-
rusahaan harus memastikan bahwa mereka memiliki pasar
yang scalable dan sustainable. Pada masa awal berdirin-
ya Bukalapak.com, Zaky mengaku bahwa situsnya hanya
mendapat sedikit sekali kunjungan. Namun, ia tak menyerah
sampai di situ. Secara aktif, Zaky menghubungi para penjual
barang melalui Facebok dan forum daring secara personal.
Ia bisa menghubungi sekitar seratus penjual setiap harinya.
AK T I V I S1 8
Selain menawarkan mereka untuk menjual barangnya di Buka-
lapak.com, ia juga melakukan follow-up secara teratur menge-
nai kesediaan mereka, dan bahkan membuatkan email, user-
name, dan membantu mengunggah foto-foto produk dari para
penjual tersebut demi membuka pasar bagi Bukalapak.com.
Begitu pula dengan permasalahan sumber daya manusia. Pe-
rusahaan start-up biasanya mengalami kesulitan untuk mer-
ekrut tim di masa-masa awal karena ada keengganan bagi
beberapa orang untuk bergabung dengan perusahaan yang,
bisa dikatakan, belum cukup mapan. Namun, Willix memili-
ki prinsip untuk merekrut orang-orang terbaik dalam bidang-
nya dan kini Freelancer.com telah berhasil memiliki tim yang
terdiri dari lulusan universitas-universitas ternama di dunia.
HijUp.com berusaha menjaga kualitas produknya dengan
melakukan kurasi untuk produk-produk yang akan mereka jual.
Namun, dengan adanya proses kurasi tersebut,
produk yang ditawarkan menjadi lebih terbatas. Menghada-
pi trade-off tersebut, Diajeng pernah mencoba untuk mema-
sarkan lebih banyak barang tanpa melalui proses kurasi. Yang
terjadi justru penjualan HijUp.com menurun dan banyak pro-
duk yang tidak terjual di gudang. Akhirnya, HijUp.com pun
kembali melakukan proses kurasi terhadap produk-produk
yang akan dijual. “Dengan punya standar, kita bisa menetap-
kan produk apa yang harus dijual. Target market kita adalah
orang yang mau barang yang bagus,” Diajeng menjelaskan.
Tips bagi para mahasiswa - Di penghujung acara, Zaky
mengajak rekan-rekan yang hadir dalam The Forum untuk
memulai bisnisnya sedini mungkin karena semakin bertam-
bahnya umur, kita akan cenderung untuk lebih menghindari
risiko. “Kalau teman-teman ingin menjadi entrepreneur
atau memulai start-up company, ya semasa kuliah seka-
rang, karena masih nothing to lose dan berani memulai se-
suatu,” pesan Zaky. Diajeng juga menyarankan untuk mem-
ulai bisnis dari sesuatu yang kita suka. “Find your passion.
You will be good on what you are doing,” tambah Willix.
Ketiga pembicara juga mengingatkan untuk tidak menyer-
ah pada masalah-masalah yang muncul saat merintis pe-
rusahaan start-up. “Setiap kita bikin sesuatu, pasti ada
masalahnya. Jangan berharap semuanya mulus,” ujar ke-
tiga narasumber. Masalah bisa datang dari konflik den-
gan rekan bisnis, masalah marketing, IT, dan banyak lagi.
“Tapi percayalah, reward-nya banyak, uangnya banyak.
Ibaratnya, uang itu kakinya ada sepuluh- semakin kita kejar,
semakin jauh ia berlari. Justru, buatlah uang mengejar kita.
Cari masalah terus, belajar terus,” tutup ketiga narasumber.
Acara The Forum pada siang hari itu telah menjadi sarana
inspiratif dan informatif kepada seluruh peserta yang hadir.
Semoga melalui acara semacam The Forum, akan muncul
lebih banyak bibit-bibit bisnis kreatif yang mampu mema-
jukan Tanah Air.
S O S I A L
(Fot
o ol
eh: J
eann
e An
dini
)
AK T I V I S2 0
o l e h f o t o o l e hp r i n g g a a d i t y a w a n o l x y a m a n
Mari Hentikan Penyalahgunaan Media Sosial demi Generasi Penerus Bangsa
Pringga Adityawan
mengajak masyarakat
untuk memakai sosial
media dengan
bijaksana demi anak
bangsa.
Siapa yang tak kenal dengan media sosial atau “sosmed”? Hampir semua orang di dunia
menggunakan jejaring sosial. Dikutip dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Infor-
matika (Kemenkominfo), di tahun 2013 lalu, pengguna internet di Indonesia telah mencapai
63 juta orang dimana 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses media so-
sial. Jumlah tersebut terus meningkat hingga saat ini. The Wall Street Journal, sebagaima-
na dikutip dalam CNN Indonesia, bahkan mencatat pada tahun 2014 pengguna sosmed
di Indonesia telah menyentuh angka 69 juta orang, menempatkan Indonesia sebagai
negara pengguna Facebook terbesar ke-4 dan pengguna Twitter terbesar ke-5 di dunia.
Maka tidaklah aneh jika orang-orang, mulai dari anak-anak hingga yang sudah dewasa, tidak
asing dengan Facebook, Twitter, Instagram, Youtube dan sebagainya. Bahkan saat ini hampir
setiap acara televisi menggunakan akun media sosialnya untuk menerima respon dari pe-
nontonnya. Begitu besarnya pengaruh media sosial ini terhadap gaya hidup masyarakat kita.
Sayangnya, peningkatan pengguna media sosial di tanah air belum diimbangi dengan
pertumbuhan tingkat “kesiapan” masyarakat penggunanya. Seberapa sering Anda men-
yaksikan masalah sepele yang memicu sebuah debat kusir dan berakhir pada caci maki
secara “terbuka” di Facebook? Seberapa sering Anda menjumpai perdebatan SARA da-
lam news feed anda yang belum pasti asal-muasalnya? Pernahkah Anda jumpai kolega
Anda yang tiba-tiba menjadi tidak akur setelah terlibat perdebatan yang dipicu oleh se-
buah berita, video atau sepotong gambar palsu atau seringkali dikenal sebagai “hoax”?
Atau bahkan menyaksikan perdebatan yang bersifat pribadi berujung pada masalah
hukum yang awal mulanya hanya dipicu oleh serangkaian tweet pribadi penggunanya?
Fenomena tersebut muncul akibat masyarakat pengguna media sosial tidak siap baik
secara intelektual maupun emosional dalam menggunakan media sosial. Kurangnya
pengetahuan dan keterampilan dalam memilah-milah dan memastikan keabsahan ber-
ita, menyebabkan masyarakat pengguna media sosial rentan terhadap isu provokat-
if, berita palsu, atau informasi yang tidak akurat. Sehingga tidak sedikit dari mereka
yang kemudian langsung mempercayai, menanggapi, dan membagikan informasi
yang tidak akurat tersebut kepada orang lain. Hal ini selain menyesatkan pengguna
media sosial juga kian memicu konflik berkelanjutan yang tidak sehat di masyarakat.
AK T I V I S 2 1
berita palsu, atau informasi yang tidak akurat. Sehingga
tidak sedikit dari mereka yang kemudian langsung mem-
percayai, menanggapi, dan membagikan informasi yang
tidak akurat tersebut kepada orang lain. Hal ini selain
menyesatkan pengguna media sosial juga kian memicu
konflik berkelanjutan yang tidak sehat di masyarakat.
Konflik yang muncul akibat berita palsu diperparah den-
gan rendahnya tingkat emosional sebagian besar peng-
gunanya. Dengan mengatasnamakan kebebasan berpikir
dan berpendapat, beberapa pengguna media sosial den-
gan bebas mengutarakan pendapatnya dengan berdasarkan
informasi yang belum pasti kebenarannya. Maka tidaklah
heran jika banyak terjadi kasus perdebatan personal atau
antar kelompok yang hanya dipicu oleh suatu postingan ka-
ta-kata seseorang (status/tweet) atau berita, gambar dan
video dari situs “antah-berantah”. Ketua Dewan Pakar In-
donesia ICT Forum, Teguh Prasetya, berpendapat bahwa
maraknya fenomena sejenis “twitwar” membuktikan bah-
wa masyarakat pengguna media sosial di Indonesia belum
dewasa dan tidak siap dalam menggunakan media sosial.
Kondisi diatas, selain membahayakan persatuan bangsa juga
sangat berbahaya bagi pola pikir dan kesehatan mental gener-
asi muda, khususnya anak-anak. Lebih dari 30 juta anak-anak
dan remaja di Indonesia adalah pengguna media sosial dan
mereka mengakses media sosial melalui smartphone layaknya
orang dewasa pada umumnya. Hadirnya smartphone mampu
memperkuat pengaruh media sosial karena anak-anak dapat
mengakses media sosial kapanpun dan di manapun mereka
berada. Paparan tersebut meningkatkan resiko anak-anak dan
remaja untuk tumbuh dengan kata-kata kasar sebagaimana
yang mereka lihat di media sosial; beraksi dan berdebat dalam
golongan-golongan sebagaimana yang sering terjadi dalam ko-
lom komentar media sosial, maupun aktivitas cyber-bullying atau
mengejek karya orang lain yang mereka temui di media sosial
Melihat begitu berbahayanya kondisi persatuan bangsa
saat ini, maka sudah sepantasnya kita mengatakan HEN-
TIKAN PENYALAHGUNAAN MEDIA SOSIAL! Ketika kita asal
share berita tanpa memeriksa terlebih dahulu kebenaran
beritanya, maka sama saja kita telah berpartisipasi dalam
AK T I V I S2 2
penyalahgunaan media sosial. Dengan banyak mengo-
mentari hal-hal yang tidak perlu sehingga memicu per-
debatan terbuka di media sosial, maka kita juga telah
melakukan “social media abuse”. Dengan memasukkan
konten-konten (gambar, video, dan sebagainya) yang tidak
layak maka kita juga telah melakukan “social media abuse”.
Mari kita mulai berpikir kembali sebelum melakukan se-
gala sesuatu, karena bisa jadi setiap kata atau foto yang
kita posting dibaca dan dilihat oleh anak-anak di sekitar
kita. Jangan sampai di kemudian hari kita marah ketika kita
melihat postingan pengeroyokan seorang anak tak ber-
daya oleh teman-temannya, atau postingan anak-anak be-
radegan mesum, padahal banyak diantara kita tanpa sa-
dar ikut serta dalam menyebarkan konten-konten yang
tidak layak yang menginspirasi mereka berbuat demikian.
Mari kita beri contoh bagaimana seharusnya anak-anak
itu tumbuh dengan akhlak yang baik. Semoga dengan be-
gitu persatuan bangsa akan tetap terjaga selamanya.
Pringga Adityawan adalah mahasiswa S2
Monash University. Sebelumnya, Pringga
adalah dosen ilmu kesehatan di sebuah uni-
versitas swasta di Malang. Selain mengajar,
Pringga juga aktif dalam kegiatan penelitian,
khususnya dalam bidang behavioural neuro-
science.
...
peningkatan
pengguna media
sosial di Tanah Air
belum diimbangi
dengan pertumbu-
han tingkat “kesia-
pan” masyarakat
penggunanya
AK T I V I S 1 3
AK T I V I S2 4
o l e h f o t o o l e hn i k o d e m u s n i k o h a n s c h r i s t i a n
d e s t i m a h a r a n i
Kemiskinan di Indonesia Isu yang Berkelanjutan
Nikodemus Niko menelaah kekuatan di balik siklus
kemiskinan Indonesia yang tak pernah usai
Angka kemiskinan di Indonesia meningkat drastis di awal ta-
hun 2015. Secara detail, hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan bahwa penambahan jumlah penduduk miskin
lebih banyak terjadi di daerah pedesaan. Pada Maret 2015, ter-
catat penduduk miskin di pedesaan sebanyak 17,94 juta orang
dan penduduk miskin di perkotaan sebanyak 10,65 juta orang.
Bagong Suyanto mendefinisikan kemiskinan sebagai tingkat
kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup
minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok
pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup se-
hat berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi.
Pengurangan angka kemiskinan menjadi prioritas utama da-
lam taraf internasional. Hal ini dikarenakan kemiskinan mer-
upakan persoalan global yang hingga saat ini belum bisa
terpecahkan penanggulangannya. Oleh karena itu, lahirlah
program Millenium Development Goals (MDGs) sebagai ben-
tuk komitmen negara-negara dunia untuk mengambil berbagai
langkah guna mengatasi kemiskinan global. Salah satu tujuan
pokok dari program MDGs adalah memberantas kemiskinan
dan kelaparan ekstrem, dengan target utama yang adalah
mengurangi hingga separuh jumlah orang yang mempunyai
pendapatan satu dolar AS per hari antara tahun 1990-2015.
Sebagai bagian dari masyarakat global, pembangunan
nasional Indonesia turut memprioritaskan pengurangan
angka kemiskinan. Namun, pada pelaksanaannya upa-
ya yang dilakukan pemerintah di tingkat nasional, region-
al, maupun lokal, selama ini umumnya adalah penerapan
pendekatan ekonomi semata, dan seringkali mengabaikan
aspek peran kebudayaan dan konteks lokal masyarakat.
Banyak alasan mengapa kemiskinan menjadi hal yang se-
makin sulit diberantas di Indonesia. Salah satunya adalah
adanya struktur sosial yang membuat anggota atau kelom-
pok masyarakat tidak dapat menguasai sarana dan fasili-
tas ekonomi secara merata. Falsafah pancasila dalam sila
ke-lima berbunyi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indo-
nesia”. Kalimat ini selalu kita dengar setiap hari Senin pada
saat upacara bendera. Kenyataannya keadilan hanya milik
segelintir orang saja - masih sangat banyak rakyat yang tidak
merasakan keadilan yang dimaksud, termasuk sebagian be-
sar rakyat miskin yang berada di wilayah pedesaan Indonesia.
AK T I V I S 2 5
jalan tanah yang becek jika musim hujan). Belum lagi masalah
kemiskinan yang seolah membelenggu kehidupan mereka.
Hanya sebagian kecil saja yang boleh dikatakan se-
jahtera dalam akses ekonomi serta tingkat kesejahter-
aan masyarakat, sedangkan sebagian besar lainnya ma
sih berada di bawah garis kemiskinan. Sulitnya sarana dan
prasarana menjadi salah satu penyebab terisolasinya mas-
yarakat di daerah pedesaan dari berbagai produk inovatif.
Kondisi ekonomi masyarakat miskin sangat rentan dan
rapuh dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup se-
hari-harinya. Masyarakat miskin yang bekerja sebagai
penyadap karet dan bertani memiliki pendapatan yang
hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Santoso
juga menjelaskan bahwa masyarakat yang rentan terkena
kerawanan ekonomi, termasuk posisi tawar yang lemah,
sebenarnya mempunyai sistem kultur otonom saat meng-
hadapi dan menyelesaikan ragam permasalahan keterde-
sakan ekonomi yang berlarut. Dalam hal ini, masyarakat
miskin mengalami pelemahan posisi tawar karena adanya
sistem yang sudah mengatur hal tersebut - termasuk keter-
kaitannya dengan harga sembako yang melambung tinggi.
Salah satu dampak dari kemiskinan berantai yang men-
gungkung masyarakat lemah di daerah pedesaan ini ada-
lah semakin banyaknya anak-anak muda yang kemudian
memilih menjadi TKI di Malaysia. Mereka direkrut oleh calo,
kemudian dikirim menjadi pembantu di negeri Jiran. Tidak
jarang mereka menjadi korban perdagangan manusia (hu-
man trafficking) yang diselundupkan melalui wilayah-wilayah
perbatasan yang ada di Kalimantan Barat kemudian dipeker-
jakan di tempat-tempat hiburan malam di wilayah Malaysia.
Sayangnya di Indonesia, permasalahan kemiskinan hanya dipa-
hami sebatas persoalan kurangnya pendapatan masyarakat
yang menyebabkan mereka miskin. Oleh karena itu, program
pemerintah pun hanya sebatas pemberian bantuan ekonomi,
seperti adanya program BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk
keluarga miskin yang berada di pedesaan maupun di perkota-
an, dan adanya Program Keluarga Harapan (PKH) untuk Rumah
Tangga Sangat Miskin (RTSM) di daerah perkotaan. Apakah
efektif? Tentu tidak. Pemberian bantuan ekonomi itu hanya
berlaku untuk jangka pendek saja, sedangkan untuk jangka
panjang, pemberian bantuan itu tidak bisa menyelesaikan per-
masalahan kemiskinan secara tuntas. Justru yang terjadi kemu-
dian adalah banyak melahirkan masalah-masalah baru yang
rumit, misalnya adanya kasus penyelewengan dana bantuan.
Kemiskinan di Wilayah Pedesaan Kalimantan Barat
Kehidupan masyarakat pedesaan di Kalimantan Barat pada
umumnya masih relatif terisolasi dan tertinggal. Mobilitas
vertikal masyarakat berjalan lambat, dan pilihan hidup yang
tersedia pun masih sangat terbatas. Apabila dibandingkan
dengan kehidupan masyarakat di Pulau Jawa, akan terli-
hat sangat jauh berbeda. Kehidupan masyarakat di Pulau
Jawa umumnya sudah memiliki akses dan prasarana pub-
lik yang cukup memadai, sedangkan di Kalimantan Barat
pembangunan masih berpusat di daerah perkotaan saja.
Daerah pedesaan yang letaknya di pedalaman Kalimantan sen-
antiasa diidentikkan dengan suasana keterisolasian, dan ditan-
dai dengan kemiskinan serta corak kehidupan budaya adat
yang masih kental. Bukan hanya itu saja, keterbatasan berb-
agai akses juga merupakan masalah yang belum terselesaikan,
seperti tidak adanya akses listrik yang masuk ke kampung-
kampung di pedalaman dan minimnya akses jalan raya (hanya
...
di Indonesia,
permasalahan kemiskinan hanya
dipahami sebatas persoalan
kurangnya pendapatan masyarakat
AK T I V I S2 6
rakyat yang dirampas hak tanahnya, agar perusahaan-pe-
rusahaan asing dapat menguras sumber daya alam yang
ada di tanah mereka? Di tangan negaralah ketidakadilan
itu terjadi, korporasi perusahaan yang mengeruk kekayaan
alam atas persetujuan negara. Seharusnya bisa menye-
jahterakan masyarakat lokal, tetapi fakta yang terjadi justru
sebaliknya, di mana masih banyak masyarakat yang hidup
miskin di pedesaan yang tidak jauh dari lokasi perusahaan.
Mereka miskin bukan karena mereka malas bekerja, melain-
kan karena struktur sosial yang berlaku telah mengurung
mereka ke dalam suasana ‘miskin’ secara turun-temurun
dan selama bertahun-tahun. Secara teoritis kemiskinan ini
disebut kemiskinan struktural, yang dapat diartikan sebagai
suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat
yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial
yang berlaku. Pada akhirnya, mereka yang termasuk ke da-
lam golongan miskin tampak tidak berdaya untuk mengu-
bah nasibnya dan tidak mampu memperbaiki hidupnya.
Sebagian besar korban human trafficking adalah anak perem-
puan yang berasal dari daerah pedesaan dan hidup miskin.
Bahkan tidak jarang mereka yang hidup di perbatasan negara
Indonesia-Malaysia juga ikut menjadi korban. Syarifah Rahma-
niah berpendapat bahwa rendahnya tingkat pendidikan mas-
yarakat di perbatasan memberi dampak terhadap kurangnya
keterampilan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Oleh karena itu, mereka masih berada dalam kondisi yang ter-
belakang, kurang produktif dan belum mandiri, terutama untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya. Masalah ini juga berakar dari
rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap isu perdagangan
manusia yang berkeliaran di sekitar lingkungan hidup mereka.
Kemiskinan yang Terstruktur
Banyak perusahaan sawit dan perusahaan tambang di wilayah
pedesaan Kalimantan Barat yang menggerogoti sumber alam
lokal, sedangkan masyarakat setempat hanya bisa menjadi
penonton karena tidak memiliki pendidikan dan keterampilan
yang memadai untuk bekerja di perusahaan tersebut. Kend-
atipun mereka masuk dalam lingkungan perusahaan, mereka
hanya bekerja menjadi buruh pikul di tanah mereka sendiri.
Adilkah? Di mana bukti nyata peran negara yang tertulis dalam
sila ke-lima Pancasila: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat In-
donesia”? Apakah adil bagi rakyat yang dirampas hak tanahn-
ya, sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”? Apakah adil bagi
Nikodemus Niko, yang akrab dipanggil Niko, adalah seorang
mahasiswa Sosiologi Pascasarjana di Universitas Padjadja-
ran Bandung. Dalam waktu senggangnya, Niko memiliki hobi
menulis, membaca, dan travelling.
AK T I V I S 2 7
...Project O 2015In Their Shoes
o l e h f o t o o l e hh a n n a m e l i s s a t i m d o k u m e n t a s i p r o j e c t o
be them, know them, help them
AK T I V I S2 8
Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) ranting RMIT,
bekerjasama dengan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) di In-
donesia, kembali dengan proyek amal tahunan Project O 2015
untuk keempat kalinya. Acara ini dimulai dengan serangkaian
kampanye yang diadakan sepanjang tahun dan diakhi-
ri dengan acara puncak mereka, yaitu Project O: In Their
Shoes dengan tagline “Be Them, Know Them, Help Them”.
Fabio Hutagalung dan Mira Tanuwidjaja yang menjabat se-
bagai Project Manager mengatakan bahwa Project O kali ini
tidak hanya mengajak komunitas warga Indonesia di Mel-
bourne, namun juga warga negara Australia untuk membangun
kepedulian bersama akan pentingnya pendidikan untuk anak-
anak kurang mampu di Indonesia. Melalui Project O, masyarakat
Melbourne mendapat kesempatan untuk mengenal isu ini
lebih dalam dan membantu mereka yang kurang mampu
untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Kesada-
ran ini juga dibangun dengan cara memperkenalkan seni
dan budaya Indonesia kepada masyarakat Melbourne.
Pada tanggal 3 Oktober 2015, foyer auditorium RMIT Storey
Hall dipenuhi oleh berbagai macam permainan yang berte-
makan “Anak Jalanan”. Sembari memasuki foyer, para tamu
diberikan sebuah kartu berisi cerita singkat lalu diundang
untuk ikut serta dalam berbagai permainan kreatif, salah sa-
tunya dengan menyanyikan berbagai lagu menggunakan
botol plastik, ember, dan peralatan rumah tangga lainnya.
Setelah mereka menyelesaikan satu permainan, mer-
eka mendapatkan sebuah ‘tanda tangan’ pada kartu
tersebut. Permainan-permainan interaktif tersebut ber-
tujuan agar para tamu-tamu lebih bisa mengerti rasanya
hidup dalam posisi anak-anak yang kurang mampu.
PPIA RMIT mengajak
masyarakat untuk mengenal
kondisi anak-anak kurang
mampu di Indonesia secara
dekat melalui acara interaktif
AK T I V I S 2 9
Acara ini juga dimeriahkan oleh beberapa artis tanah air.
Duo jenaka Vincent dan Desta dari The Tonight Show (NET
TV) menjadi pembawa acara puncak talkshow dari rang-
kaian acara Project O: In Their Shoes. Terlebih itu, tamu un-
dangan dalam talkshow tersebut adalah Farhan, Sekretaris
Jenderal Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) dan Bayu, alum-
ni sekolah YCAB. Seturut visi dan misi dari Project O sendi-
ri, YCAB merupakan sebuah organisasi yang berfokus pada
pengembangan anak-anak Indonesia - entah dalam bidang
pendidikan, ekonomi maupun kesehatan. Kedua pembic-
ara berhasil membawakan sebuah talkshow yang menghibur
sekaligus inspiratif. Sebagai bagian dari misi Project O sendiri,
sebagian besar dari penjualan tiket acara Project O: In Their
Shoes akan disumbangkan kepada YCAB untuk kelangsun-
gan pendidikan anak-anak kurang mampu di Indonesia.
Seusai talkshow, acara Project O dimeriahkan dengan per-
tunjukan musik dan yang ditampilkan oleh Yovie & Nuno
sebagai bentuk terima kasih bagi para hadirin Project O
2015 yang telah berlangsung dengan luar biasa. Penon-
ton yang kurang lebih berjumlah 500 orang itu terha-
nyut dalam lagu-lagu penuh nostalgia dari Yovie&Nuno.
Project O tidak hanya berhasil menarik perhatian banyak
pihak melalui berbagai acara dan bintang tamu yang dili-
batkan. Namun acara garapan mahasiswa-mahasiswa RMIT
ini mampu menginspirasi semakin banyak individu untuk
lebih peduli atas kondisi anak-anak yang kurang berun-
tung di Indonesia - sesuatu yang seringkali terasa jauh
bagi mereka yang melanjutkan studi di tanah asing ini.
P O L I T I K + H U K U M
(Fot
o ol
eh: I
ndah
Cris
tian)
AK T I V I S 3 1
o l e h f o t o o l e hchr ist ian donny putranto manh hai
mikhael esteeves
Indonesia dan Pengungsi
Sebuah Panggilan Kemanusian
Ketika ribuan orang tak lagi memiliki ‘rumah’, akankah bangsa ini membuka pintu
lebih lebar?
Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pen-
gungsi (UNHCR) di Indonesia pada Februari 2015 melaporkan
bahwa terdapat 11-12 ribu pengungsi dan pencari suaka di
Indonesia. Mayoritas pengungsi dan pencari suaka ini ber-
asal dari Afganistan, Somalia, Iran, Irak, Myanmar, dan Paki-
stan. Kedatangan ribuan etnis Rohingya dengan kapal pada
bulan Mei-Juni 2015 tentu menambah jumlah pengungsi dan
pencari suaka di Indonesia. Sebagai perbandingan, Malaysia
menjadi tempat bermukim sementara bagi kurang lebih 150
000 pengungsi dan pencari suaka. Sementara, kurang lebih
600 000 pengungsi dan pencari suaka ditampung oleh Thai-
land. Indonesia memiliki jumlah populasi pengungsi yang jauh
lebih kecil, akan tetapi Indonesia memiliki kesempatan yang lebih
besar untuk memberi contoh kepada negara lain di wilayah ini ten-
tang bagaimana memberikan perlindungan terhadap pengungsi.
Untuk memperjelas pemahaman, pengungsi adalah mere-
ka yang melarikan diri dari negara asal atau tempat ting-
gal permanen sebelumnya untuk menghindari persekusi
berdasarkan kewarganegaraan, ras, agama, pandangan
politik, atau keanggotaan kelompok sosial tertentu. Se-
mentara itu, pencari suaka pada intinya adalah pengung-
si yang belum diberikan status secara administratif oleh
yang berwenang (baik oleh pemerintah atau oleh UNHCR).
AK T I V I S3 2
‘The Fall of Saigon, Vietnam in April, 1975’
oleh Manh Hai
(CC by 2.0 [https://creativecommons.org/licenses/by/2.0/])
AK T I V I S 3 3
Meskipun Indonesia bukanlah negara tujuan, suka tidak
suka, Indonesia terletak di ‘halaman depan’ Australia—yang
merupakan sebuah tujuan utama bagi pengungsi.Indonesia
hanya merupakan tempat transit, tak perduli berapa lama
pengungsi tersebut akan bermukim sementara di Indonesia.
Untuk pergi ke Australia, mayoritas pengung-
si akan melewati Indonesia dengan kapal. Mer-
eka berangkat dari berbagai pulau di Indonesia,
misalnya Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur di mana mer-
eka memulai perjalanan laut yang berbahaya ke Australia.
Australia telah menjadi salah satu negara penerima pe-
ngungsi terbesar semenjak berakhirnya Perang Dunia II.
Australia juga telah menjadi Negara Pihak pada Konvensi
Status Pengungsi Tahun 1951 pada tahun 1954 dan mer-
upakan salah satu Negara perancang konvensi tersebut.
Australia menerima belasan ribu pengungsi setiap tahun-
nya melalui program visa perlindungan dan kemanusiaan.
Program yang berjalan saat ini mengalokasikan 13,750
tempat bagi pengungsi dan, sebagai respon terhadap kri-
sis pengungsi di Eropa, Australia baru saja menambah 12 000
tempat khusus bagi pengungsi dari Suriah yang bermukim di
tenda-tenda pengungsian di Yordania, Turki, dan Lebanon.
Sebagai tambahan, Australia juga merupakan Negara dengan
salah satu sistem suaka dan program integrasi yang paling maju di
dunia. Maka, memiliki hal-hal tersebut merupakan hal yang logis
bagi Australia untuk memastikan kepatuhan terhadap konvensi.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh Indonesia? Posisi geografis
Indonesia yang dekat dengan Australia adalah hal yang
hakiki. Sama hakikinya dengan fakta bahwa ancaman di
negeri asal pengungsi begitu besar, hingga risiko mati di
tengah laut terlihat lebih masuk akal dibanding tinggal
dalam daerah konflik. Atas nama kemanusiaan, perlindun-
gan dengan standar internasional harus diberikan. Apa-
bila negara lain tidak mau melakukannya, biarkan. Indo-
nesia harus dapat memimpin dengan memberikan contoh.
Namun, Indonesia menghadapi dilema yakni tidak adanya kerang-
ka hukum untuk memastikan perlindungan terhadap pengungsi.
Indonesia hanya memiliki sebuah peraturan setingkat Direktur
Jenderal Imigrasi dan saat ini pemerintah sedang merancang
sebuah peraturan presiden tentang penanganan pengungsi
dan pencari suaka di Indonesia. Meskipun demikian, apabila
kerangka hukum belum dapat memberikan kepastian, sudah
selayaknya kita berpaling ke dasar-dasar moral dan kema-
nusiaan. Indonesia dapat berkaca pada kebijakannya pada
‘Mae La Refugee Camp’
oleh Mikhael Esteeves
(CC by 2.0 [https://creativecommons.org/licenses/by/2.0/])
AK T I V I S3 4
dekade 1980-an dan 1990-an yang memberikan perlind-
ungan kepada belasan ribu pengungsi dari Indo-Cina.
Berangkat dari pengalaman ini, Indonesia memiliki kap-
asitas dan postur kemanusiaan untuk terus melakukan
dan meningkatkan perlindungan terhadap pengungsi.
Dalam hal ini, UNHCR membantu Indonesia karena Indonesia bu-
kan Negara Pihak pada Konvensi Status Pengungsi Tahun 1951.
UNHCR melakukan pendaftaran, penentuan status pengungsi, dan
kerja-kerja solusi yang berkepanjangan mewakili Indonesia. Be-
ranggapan mendapatkan hasil positif, seorang pencari suaka di In-
donesia harus melalui tiga tahap di UNHCR sebelum ia mempunyai
masa depan yang baru. Tahap-tahap ini adalah pendaftaran, waw-
ancara penentuan status pengungsi, dan solusi berkepanjangan.
Tahap pendaftaran adalah ketika ia mendaftarkan dirinya ke
UNHCR untuk menunjukan bahwa ia mencari suaka. Tahap
wawancara adalah saat ia meyakinkan UNHCR bahwa ia be-
nar-benar membutuhkan perlindungan dari ancaman yng ada
di negara asalnya. Solusi berkepanjangan merupakan tahap
akhir sebelum ia memiliki masa depan yang baru. Terdapat tiga
solusi dalam tahap ini: integrasi ke negara penerima, pulang
ke negara asal secara sukarela, atau ditempatkan ke nega-
ra ke tiga. Namun, pilihan integrasi di Indonesia tidak dapat
dilaksanakan karena Indonesia bukan Negara pihak Konvensi
Status Pengungsi 1951. Secara keseluruhan, ia akan mengh-
abiskan waktu setidaknya 3-5 tahun sejak ia mendaftarkan diri
ke UNHCR sampai ia ditempatkan ke negara ketiga. Apabila
ia memilih untuk pulang ke negara asal, waktu tunggu ia ten-
tu akan jauh lebih singkat, namun hal ini sangat jarang terjadi.
Akan tetapi, waktu tunggu yang panjang ini tidak mence-
gah kedatangan pencari suaka. Menghadapi hal ini, IndO-
nesia harus mempertahankan peran kepemimpinannya.
Indonesia telah membuktikan hal ini contohnya dengan melun-
curkan Bali Process sebagai sebuah mekanisme kerjasama
regional untuk mengatasi fenomena migrasi iregular. In-
donesia juga telah menolak keras tindakan sepihak Aus-
tralia dalam mengatasi kedatangan perahu pencari suaka.
Kebijakan dasar luar negeri Indonesia adalah bebas aktif dalam
mencapai keadilan dan perdamaian dunia. Maka, Indonesia ha-
rus menunjukkan ke negara lain, terutama di wilayah ini, bah-
wa usaha bersama, meskipun memakan waktu, mengeluarkan
hasil. Dengan menjadi bebas aktif, Indonesia harus mengambil
setiap kesempatan untuk memimpin. Indonesia tidak memili-
ki kepentingan tertentu dalam hal ini selain dari memberikan
contoh bahwa persoalan ini merupakan masalah kemanusiaan.
Maka dari itu, pertama Indonesia harus memastikan secara inter-
nal bahwa mereka yang rentan ini mendapatkan perlindungan.
Dalam konteks ini, maka sangatlah penting bagi pemerintah un-
tuk memastikan bahwa perlindungan terhadap pengungsi tidak
berhenti. Saya tidak menyarankan bahwa pemerintah harus mem-
berikan hak kepada pengungsi setara dengan apa yang didapa-
tkan oleh warga negara. Namun, pemerintah wajib memberikan
perlindungan minimum kepada pengungsi. Tentu saja, perha-
tian khusus harus diberikan kepada kelompok-kelompok rentan
seperti anak-anak, perempuan, orang tua, dan kaum difabel.
Indonesia saat ini berada di persimpangan terkait per-
lindungan pengungsi. Kita dapat memilih untuk mun-
dur dengan meninggalkan pengungsi yang mem-
butuhkan perlindungan. Indonesia tidak memiliki
kepentingan tertentu dalam hal ini selain memberikan con-
toh bahwa persoalan ini merupakan masalah kemanusiaan
...Sama hakikinya dengan fakta
bahwa ancaman di negeri asal pengungsi
begitu besar, hingga risiko mati di tengah
laut terlihat lebih masuk akal dibanding
tinggal dalam daerah konflik
Christian Donny Putranto, sebelumnya bekerja di UNHCR Ja-karta, adalah Australia Awards Scholar yang sedang menempuh program studi Master of Laws (Human Rights) di Melbourne Law School.
AK T I V I S 3 1
AK T I V I S3 6
o l e h f o t o o l e hahmad r izky mardhat i l lah umar jeanne andini
Kepentingan Nasional:Apa dan Untuk Siapa?
Di tengah luasnya hubungan internasional saat ini, pengertian dan pemanfaatan istilah “kepentingan nasional” menjadi penting bagi kedaulatan bangsa Indonesia.
Dalam banyak ulasan peristiwa yang terkait dengan hubungan internasional saat
ini, istilah “kepentingan nasional” sering kali digunakan dalam berbagai perbin-
cangan. Dalam kasus penenggalaman kapal asing dan hukuman mati terhadap
pengedar narkoba, misalnya, istilah “kepentingan nasional” sering menjadi argu-
men bagi pengambil kebijakan untuk melegitimasi pilihan aksi yang mereka ambil.
Argumen “kepentingan nasional” sangat sering digunakan untuk melegitimasi
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam berbagai isu. Retorik ini pun sering diu-
tarakan ketika bicara mengenai ”kedaulatan” – konsep yang dianggap sakral
dalam eksistensi sebuah negara. Sehingga, ia kerap muncul dalam pembic-
araan tentang keamanan, penegakan hukum, atau posisi pemerintah dalam
interaksinya dengan aktor-aktor transnasional. Namun, jarang sekali argumen
ini dibicarakan esensinya di publik, terutama ketika Indonesia harus meng-
hadapi perundingan besar di level internasional (seperti ASEAN atau PBB).
Maka dari itu, penting bagi kita untuk mempertanyakan ulang apa
yang disebut sebagai “kepentingan nasional” ini. Kendati sering seka-
li diucapkan, disebut, bahkan diperdebatkan sejak masa kampa-
nye hingga era pemerintahan baru, tidak pernah ada yang mendefi-
nisikan secara jelas apa yang disebut “kepentingan nasional” tersebut.
Hal ini penting, terutama ketika Indonesia akan menghadapi Masyarakat ASEAN
dalam waktu dekat. Posisi dan format regionalisme akan dibahas dalam ASEAN
Ministerial Meeting di akhir tahun ini, dan menentukan arah orientasi regional ke
depan. Kegagalan dalam mendefinisikan ”kepentingan nasional” akan berdampak
pada kegamangan pemerintah dalam menangani tantangan ini di masa mendatang.
Dua PerspektifDalam kajian Hubungan Internasional, konsep “kepentingan nasional” sejat-
inya masih berada di ruang perdebatan, baik menurut pengambil kebijakan
maupun kalangan akademisi. Scott Burchil menyatakan ada setidaknya dua
cara pandang yang bisa dipetakan dalam memahami “kepentingan nasional”.
AK T I V I S 3 7
adalah mengamankan kepentingannya,
yang utama adalah keamanan dalam neg-
eri agar tidak diserang oleh orang lain.
Pandangan ini akan sangat mudah ditemui
dalam banyak paparan dari pejabat dan
penstudi ketahanan nasional. Bagi kalangan
tersebut, keamanan nasional diukur dari
kapasitas persenjataan, personil, dan aspek
deterrence (daya gentar). Politik luar negeri
diyakini harus bisa membangkitkan ‘ketaku-
tan’ bagi negara lain sehingga mereka tidak
berani macam-macam terhadap negerinya.
Akan tetapi, kita juga bisa melontarkan
pertanyaan: bagaimana kita menempat-
kan “keamanan” di tengah arus lalu lintas
manusia dan barang yang semakin bebas
dan saling berkaitan di Asia Tenggara?
Dari titik ini, setidaknya dua kritik bisa dia-
jukan: (1) perspektif ini sangat menekankan
pada ‘negara’ sehingga gagal memahami
kompleksitas dunia yang sekarang sema-
kin ‘tanpa batas’; (2) perspektif ini akan
memandang gerakan-gerakan sosial yang
menyuarakan pentingnya keterhubungan lin-
tas batas negara sebagai pengganggu ‘sta-
bilitas rezim’, dan oleh karenanya menjadi
ancaman terhadap “kepentingan nasional”.
Kedua, pandangan yang berargumen bahwa
“kepentingan nasional” bukan terletak pada
keamanan negara, melainkan pada stabil-
itas ekonomi dan berjalannya mekanisme
pasar. Cara pandang ini dianut kaum liber-
al-institusionalis. Lebih spesifik lagi, kepent-
ingan nasional didasarkan pada tujuan untuk
menciptakan masyarakat yang diatur oleh
mekanisme pasar dan persaingan yang ter-
buka. Konsekuensinya, berbagai kerjasama
harus difasilitasi agar tercipta iklim usaha yang
nyaman untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
“Kepentingan nasional” seperti ini sebetuln-
ya mengarah pada bentuk kekuasaan yang
tidak terletak pada negara, tetapi pada pasar.
Sehingga, untuk menjaga “kepent-
ingan nasional”, kemitraan pub-
lik dan sektor swasta harus dibangun.
Dalam cara pandang ini, kepentingan nasional
dipahami ketika negara berhasil memenang-
kan “daya saing” dan membuat sektor swasta
dapat memberi keuntungan yang besar bagi
negara. Anggaran negara ditujukan untuk
menjaga mekanisme pasar agar tetap stabil.
Kepentingan nasional berarti kedaulatan pasar.
Pihak-pihak yang menolak penenggelaman
kapal-kapal asing banyak bersandar pada ar-
gumen ini. Hal ini, misalnya, dapat dilihat dalam
pernyataan mantan presiden Susilo Bambang
Yudhoyono yang menyesalkan penenggelaman
kapal karena berisiko “mengganggu hubungan
dengan negara lain”. Selain itu, mereka yang
menolak hukuman mati juga sebenarnya memili-
ki logika serupa. Sebab, bagi mereka, nyawa ma-
nusia dan hubungan diplomatik dengan negara
lain adalah sesuatu yang lebih layak untuk diper-
juangkan daripada sekadar ‘kedaulatan negara’.
Namun, tentu saja ada kritik lain. Karena
kepentingan nasional berada pada jaminan
atas “kedaulatan pasar”, bagaimana menja-
min orang-orang yang gagal berkompetisi
karena modal yang minim? Atau, bagaimana
memastikan tidak akan muncul ketimpangan
ekonomi ketika mengejar kepentingan tersebut?
Kajian Thomas Piketty melihat bahwa da-
lam sistem ekonomi pasar yang diterap-
kan dengan sesedikit mungkin peran nega-
ra di dalamnya, derajat ketimpangan justru
semakin tinggi dari tahun ke tahun, terutama
setelah krisis global. Artinya, jika kita men-
dasarkan pemahaman bahwa “kepentingan
nasional” adalah kemampuan dalam ber-
kompetisi di pasar, pandangan ini justru mele-
starikan ketimpangan di antara warga negaranya.
Pendekatan KritisDengan demikian, perlu ada kritik terhadap pe-
mahaman mengenai “kepentingan nasional”
... “Kepentingan
nasional” seperti
ini sebetulnya
mengarah pada
bentuk kekua-
saan yang tidak
terletak pada
negara, tetapi
pada pasar.
AK T I V I S3 8
sejauh ini. Sebetulnya, ada alternatif cara pandang lain, yaitu cara pan-
dang kritis dari Vedi Hadiz yang mencoba melihat “kepentingan nasi-
onal” sebagai perwujudan dari pertarungan kelas-kelas berkuasa di
Indonesia serta dimensi kepentingan ekonomi-politik di belakangnya.
Dalam cara pandang ini, negara bukanlah sesuatu yang netral atau pe-
megang kekuasaan tunggal. Negara pada dasarnya diisi oleh kelom-
pok-kelompok yang memiliki kepentingan ekonomi-politik tertentu.
Oleh sebab itu, dalam mendefinisikan kepentingan nasional, negara
harus mampu mengelola dan menjaga diri dari dominasi kelompok ter-
tentu dan memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat luas.
Cara pandang ini berimplikasi pada satu hal penting, yakni bah-
wa persepsi tentang “kepentingan nasional” mesti diperta-
rungkan melalui perdebatan-perdebatan dan mekanisme poli-
tik yang demokratis, bukan model pengambilan “teknokratis”
apalagi didefinisikan sendiri oleh Presiden atau partai berkuasa.
Dalam konteks menghadapi Masyarakat ASEAN, misalnya, sosialisasi
dan pelibatan kepentingan aktor-aktor yang ter-
dampak dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN atau Mas-
yarakat Politik dan Keamanan ASEAN menjadi penting.
Pelibatan tersebut seharusnya tidak hanya dilakukan melalui ‘sosial-
isasi’, tetapi juga melalui proses diseminasi dan penjaringan aspirasi
sebelum pemerintah maju ke tahapan diplomasi yang lebih tinggi.
Selama ini, jika kita lihat cetak biru Masyarakat Ekonomi
ASEAN, kepentingan pemerintah di ASEAN lebih ban-
yak berbasis pada kepentingan pemain bisnis besar. Pada-
hal tugas pemerintah yang sebenarnya adalah mengako-
modasi kelompok yang terpengaruh oleh kondisi tersebut.
Dengan menempatkan kepentingan nasional secara lebih
representatif, kita bisa melihat posisi Indonesia dengan leb-
ih jernih; bahwa kepentingan nasional dapat didefinisikan se-
cara jelas sebagai kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Ahmad Rizky Mardhatillah Umar adalah mahasiswa Pascasa-rjana Ilmu Politik di University of Sheffield dan Ketua Divisi Ka-jian Lingkar Studi Cendekia UK
AK T I V I S 3 9
o l e h f o t o o l e hadr ian w. tumakaka cindy br ig itta
Perlindungan terhadap Kebebasan
Beragama
Beragama dan beribadah adalah hal hakiki dalam kehidupan berbangsa.
Namun, sejauh apakah peraturan pemerintah mampu melindungi hak
mendasar tersebut bagi seluruh rakyatnya?
Beberapa bulan terakhir ini, Indonesia dilanda insiden-insiden
yang berhubungan dengan konflik antar umat beragama. Salah
satunya yaitu pada tanggal 13 Oktober 2015, tiga gereja yang
terletak di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, dibakar oleh
sekelompok massa yang mempersenjatai diri dengan senjata
tajam dan bom Molotov. Menurut Ketua MUI Din Syamsuddin hal
ini dikarenakan “banyak tempat ibadah agama lain yang terlalu
banyak. Padahal penduduknya mayoritas Muslim,” saat ditanya
oleh Republika. Kemudian di Manokwari, Papua Barat, Kamis 29
Oktober, ribuan orang melakukan demonstrasi di depan kan-
tor bupati untuk menolak pendirian masjid di kawasan Andai,
karena selain belum mengantongi izin mendirikan bangunan
(IMB) pendirian rumah ibadah tersebut dianggap mencederai ker-
ukunan umat beragama di Manokwari. Serupa dengan insiden ini,
pada bulan Mei tahun 2012 lalu - meskipun tidak terjadi insiden -
terjadi penolakan yang sama oleh Forum Komunikasi Antar-Umat
Beragama (FKUB) Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara
Timur, mempermasalahkan pembangunan dua masjid di daer-
ah tersebut karena belum mengantongi rekomendasi resmi dari
FKUB. Insiden ini menunjukkan bahwa terdapat intoleransi antar
umat beragama di Indonesia dan masyarakat minoritas (di daer-
ahnya), tidak peduli apapun agamanya dapat menjadi korban.
AK T I V I S4 0
AK T I V I S 4 1
Tradisi, norma adat, dan kebiasaan masyarakat Indonesia menun-
jukkan bahwa memiliki agama dan beribadah kepada Tuhan yang
kita percayai dan imani adalah suatu hal yang esensial dan tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Agama ada-
lah hubungan batin yang tidak dapat diputus begitu saja dengan
undang-undang yang melarang suatu kepercayaan atau agama
atau ketiadaan pengakuan pemerintah, karena kepercayaan dan
iman berasal dari hati dan pikiran manusia. Hubungan beragama
tersebut berada di luar area yang dapat dijangkau hukum, namun
kebebasan untuk melaksanakannya dijamin sepenuhnya oleh kon-
stitusi negara kita. Mengingat pentingnya kebebasan beragama
dalam praktik bernegara, adalah penting bagi negara dan mas-
yarakat untuk dapat saling menjamin kenyamanan dan keamanan
melaksanakan ibadah menurut agama dan kepercayaannya mas-
ing-masing. Mari kita garis bawahi dulu ide ini: kebebasan berag-
ama adalah hal yang hakiki dan menjadi tanggung jawab bersama
baik pemerintah maupun masyarakat untuk dapat menjaganya.
SKB Dua Menteri
Banyak kalangan menilai pendirian rumah ibadah menjadi su-
lit sejak diatur oleh Surat Peraturan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Ta-
hun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/
Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendi-
rian Rumah Ibadat (‘SKB’). Peraturan ini dalam pertimbangan-
nya terlihat begitu apik. Ia menimbang bahwa hak beragama
adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun dan pada intinya menjamin kemerdekaan rakyat Indo-
nesia dalam memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya.
Terlepas dari teknikalitas interpretasi undang-undang dan pera-
turan hukum, apabila kita lihat lebih lanjut, ketentuan dalam
SKB ini tidak sejalan dengan maksud dan tujuannya. Menga-
pa? Karena menurut pasal 14 ayat 2(b) SKB, salah satu syarat
khusus pendirian rumah ibadah adalah dukungan masyarakat
setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala
desa. Masyarakat setempat dalam hal ini merupakan masyarakat
sekitar yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda kare-
na sebagian besar masyarakat dengan kepercayaan yang sama akan
menjadi anggota rumah ibadah tersebut dan berada di luar definisi
“masyarakat setempat” yang dipersyaratkan. Ketentuan ini tentunya
merugikan masyarakat minoritas karena mereka masih membutuh-
kan persetujuan masyarakat mayoritas untuk melaksanakan ibadah.
‘Ketenteraman’ vs Kebebasan Beragama
Meskipun tidak secara eksplisit, namun peraturan ini sebe-
narnya menitikberatkan pada perlindungan atas “perasaan”
AK T I V I S4 2
masyarakat mayoritas di sekitar rumah ibadah kare-
na rumah ibadah yang dibangun tidak boleh meng-
ganggu ketenteraman masyarakat setempat. Bu-
kannya tidak mungkin, namun hal ini mempersulit
masyarakat minoritas untuk dapat meminta dukun-
gan dari masyarakat sekitar yang berbeda. Dalam
situasi seperti ini, mungkin kita harus bertanya,
siapa yang harus dilindungi? Lalu apakah ‘keten-
teraman’ ini lebih penting daripada kebebasan
rakyat Indonesia dalam menjalankan ibadahnya?
Apabila Anda menjawab ‘ketentera-
man’ lebih penting, mungkin kita per-
lu mengintrospeksi diri masing-masing
karena sebenarnya harga ‘ketenteraman’ yang
kita inginkan dibayar dengan merampas kebe-
basan beribadah saudara-saudara kita. Jika begi-
tu realitanya, bukankah ‘ketenteraman’ ini berarti
hanya sebuah sugarcoat dari intoleransi yang
ada di masyarakat? Penolakan terhadap diban-
gunnya tempat-tempat ibadah milik masyarakat
minoritas oleh masyarakat mayoritas di daerah
tertentu adalah bukti bahwa intoleransi ada dan
SKB ini mendukung praktek intoleransi tersebut.
SKB vs UUD 1945
Nampaknya kita sudah gelap mata dengan se-
gala “pembangunan” dan “ketenteraman” fisik
yang ada, dan lupa bahwa sebenarnya kita per-
caya bangsa Indonesia ditempatkan sampai saat
ini “...atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa
dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas…”
seperti yang tertera dalam Pembukaan UUD
1945. Pembukaan UUD 1945 adalah salah satu
pedoman bagaimana kita mengisi kemerdekaan
yang telah sama-sama kita proklamasikan. Tan-
panya, kita tidak memiliki “raison d’etre” selain
mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu pertiwi.
Semangat berkebangsaan yang bebas ini kemudian
terwujud di dalam Pasal 28E UUD 1945 yang secara
jelas menyatakan bahwa “setiap orang bebas me-
meluk agama dan beribadat menurut agamanya…”
dan pada paragraf (2) bahwa “setiap orang berhak
atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hari nuraninya.”
Hak beragama ini dalam Pasal 28I UUD’45
bahkan dianggap sebagai hak yang asasi
“yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apa pun.” Dihadapkan dengan konstitusi,
maka nampaklah bahwa SKB ini tidak se-
jalan dengan apa yang kita cita-citakan.
Suatu perangkat hukum juga memiliki fungsi sosiai
yang mampu merubah perilaku masyarakat yang
dianggap negatif menjadi positif. Salah satun-
ya adalah sikap intoleran. Dengan memberlaku-
kan SKB ini, kedua kementerian menjadikan mas-
yarakat mayoritas sebagai penentu kebebasan
beribadah masyarakat minoritas. Namun apakah
kewenangan atas hak yang hakiki ini pantas
diberikan kepada masyarakat yang mungkin ma-
sih intoleran? Perlu diingat bahwa pemberian ‘ke-
wenangan’ ini miskin transparansi atas reasoning
process yang mendasari keputusan penolakan
tersebut sehingga kita sulit untuk mengkritisi
penolakan ini secara rasional. ‘Keputusan mas-
yarakat’ ini bukan juga merupakan keputusan ad-
ministratif pemerintah yang dapat dengan mudah
digugat di pengadilan administrasi negara, kec-
uali dalam keadaan dimana pemerintah daerah
telah mengeluarkan surat keputusan yang dapat
digugat di pengadilan sehingga rakyat terkadang
hanya dapat menerima keputusan sepihak ini.
Harapan
Mengingat SKB adalah peraturan menteri yang
berada di bawah Undang-Undang, maka ter-
dapat dua jalan yang dapat ditempuh untuk
merubah atau membatalkannya, yaitu (i) men-
gajukan gugatan pembatalan keputusan ini ke-
pada Mahkamah Agung oleh masyarakat yang
terkena imbas, atau (ii) apabila Presiden Jokowi
menepati janjinya dalam visi-misinya - seperti
yang disampaikan oleh Musdah Mulia pada Di-
skusi Masa Depan Kebebasan Beragama dan
Kelompok Minor di Indonesia - bahwa jika terpi-
lih, dirinya akan menghapus regulasi yang me-
langgar HAM, salah satunya termasuk SKB. Mari
kita awasi dan doakan supaya janji ini dapat ce-
pat terealisasi, dan semoga kiranya Tuhan yang
Maha Kuasa dan Maha Pengasih melindungi dan
merahmati Bangsa Indonesia dengan persatu-
an, kemakmuran dan ketenteraman yang sejati.
... Ketentuan ini
tentunya
merugikan
masyarakat
minoritas karena
mereka masih
membutuhkan
persetujuan
masyarakat
mayoritas untuk
melaksanakan
ibadah.
S A I N S + T E K N O L O G I
AK T I V I S4 4
Sudah lebih dari 50 tahun lamanya
sejak pesawat terbang pertama mun-
cul secara komersial. Kini, akses antar
negara semakin mudah dan travelling
menjadi hal yang sudah lazim. Men-
gunjungi suatu tempat sudah bukan
masalah lagi. Dengan adanya pilihan
transportasi udara, air maupun daratan
serta barang bawaan yang sudah siap
dikemas untuk kebutuhan beberapa
hari, seorang individu mampu pergi ke
luar kota atau bahkan luar negeri den-
gan mudah. Semudah itulah individu
sekarang berkeliling, begitu pula den-
gan bibit-bibit penyakit yang hidup di
setiap orang - yang dengan mudahnya
berpindah tempat.
Sebut saja virus Ebola yang marak
dibicarakan berita setahun yang lalu.
Gejala-gejala infeksi Ebola; seper-
ti demam, sakit tenggorokan, nyeri
otot, sakit kepala, muntah, dan diare
yang mulai terlihat dua hari sampai
tiga minggu setelah terjangkit virus,
biasanya disertai dengan menurunnya
fungsi hati dan ginjal serta pendarah-
an luar yang parah. Sumber virus yang
berpusat pada kelelawar dan monyet
ini dengan mudahnya dapat ditularkan
melalui cairan tubuh seperti darah, ke-
ringat atau ludah. Penyakit ini sedang
mewabah di Afrika Barat, lebih tepat-
nya di kota Guinea dan Sierra Leone.
Karena minimnya pilihan untuk sarana
pengobatan, World Health Organisa-
tion (WHO) melaporkan bahwa 28.512
kasus telah teridentifikasi di dunia,
dengan 11.313 orang meninggal per 18
Oktober 2015.
Penyebaran Penyakit di Era
Transportasi Modern
oleh
gracia sasongko
... Transportasi
modern tidak hanya
mempermudah
perjalanan Anda
melintasi negara - ia
juga memudahkan
penyebaran
penyakit ke seluruh
penjuru dunia
foto oleh
jamy bundy
AK T I V I S 4 5
Pada bulan Agustus, PBB pun
mendeklarasikan status Ebola sebagai
“International Public Health Emergen-
cy” setelah penyakit tersebut ditemu-
kan di negara-negara selain Afrika,
seperti Amerika dan Eropa. Thomas Eric
Duncan, 42, adalah korban pertama di
Amerika Serikat. Setelah kembali ke
Amerika Serikat usai berjalan-jalan di
Afrika, ternyata Thomas mengidap virus
Ebola tanpa menunjukkan gejala sakit.
Setelah lima hari di Amerika Serikat,
gejala-gejala Ebola mulai bermunculan.
Waspada akan adanya orang lain yang
tertular, terutama mereka yang berbagi
minuman dengan Thomas, sektor kese-
hatan Amerika Serikat pun turun tangan
untuk mengontak semua orang yang
ditemui Thomas semendaratnya dia di
negara tersebut Begitu mudah nya vi-
rus Ebola ini tersebar - hanya melalui
seseorang yang berada di Afrika, yang
bahkan tak mengetahui dirinya telah
terinfeksi virus tersebut, pergi ke neg-
ara lain dengan potensi menyebarluas-
kan penyakit tersebut. Era transportasi
modern sekarang ini dengan mudahnya
memfasilitasi penyebaran virus ke neg-
ara-negara yang berbeda, seperti bisa
dilihat di statistik berikut ini.
AK T I V I S4 6
Keterbatasan sarana pengobatan bu-
kan berarti keterbatasan dalam upaya
penanggulangan. Untuk meminimalisasi
jumlah kasus, upaya pencegahan bisa
dilakukan. Misalkan saja kasus Influenza
virus H5N1, yang lebih dikenal sebagai
flu burung. Pada tahun 2008, penyakit
yang marak menyebar di Cina, Mesir, In-
donesia, Pakistan, dan Vietnam ini pun
akhirnya dapat dikurangi melalui vaksi-
nasi dan kontrol perdagangan unggas,
yang merupakan sumber dari penyakit
tersebut sendiri. Sama halnya dengan
Ebola - karantina bisa menjadi salah satu
bentuk pencegahan.
Pada jam-jam terakhir penerbangan jarak
jauh Jakarta-Sydney di bulan Juli 2014,
petugas bandara Soekarno-Hatta mulai
sibuk lalu-lalang membagikan kartu imi-
grasi dan secarik lembar lainnya. Kertas
yang bertuliskan “Protect Yourself, Protect
Others: EBOLA” pun diselipkan. Salah satu
pertanyaan dari secarik lembar itu me-
minta keterangan mengenai pengalaman
kunjungan ke Afrika dan kota apa saja
yang dituju. Mungkin ini hanya merupa-
kan secarik kertas, tetapi kertas ini ada-
lah salah satu bentuk pencegahan yang
dilakukan oleh pemerintah Australia. Sama
halnya dengan mereka yang datang den-
gan gejala-gejala umum yang diderita oleh
penderita penyakit Ebola (seperti yang
disebutkan di atas), semua orang ini perlu
diteliti lebih lanjut dalam proses karantina
untuk mencegah adanya potensi penyeb-
aran penyakit. Australia yang kedatangan
15-30 pengunjung dari Afrika setiap ming-
gunya, terbukti efektif dalam mencegah
datangnya penyakit ini - terbukti dengan
tidak adanya laporan penyebaran Ebola di
negara tersebut.
Semua hal di atas menunjukkan rumitnya
hubungan antara penyebaran penyakit,
akses transportasi yang mudah, serta
upaya-upaya pencegahan. Penyebaran
penyakit tidak hanya berdampak pada
sektor kesehatan, tetapi juga memiliki
implikasi besar pada sektor ekonomi dan
politik. Oleh sebab itu, peran pemerintah
menjadi penting dalam mencegah terjad-
inya kemungkinan dampak terburuk, di
mana Australia sudah berhasil memberi
contoh yang baik.
Mencegah sebelum menyesal
AK T I V I S 1 3
AK T I V I S4 8
oleh
lal i ta f i t r iant i pawaris i
Sejak bulan Agustus, Indonesia diresahkan oleh kebakaran
hutan dan lahan di Kalimantan dan Sumatera. Menurut Gui-
do van der Werf dari Global Fire Emissions Database, hampir
100,000 titik api ditemukan di seluruh Indonesia pada 15
Oktober lalu. Laporan ini mengemukakan bahwa jumlah ha-
rian emisi karbon yang diproduksi kebakaran tersebut leb-
ih besar daripada jumlah yang dihasilkan seluruh aktivitas
perekonomian Amerika Serikat, yakni 1.043 juta Mt. Salah
satu dampak dari kejadian ini adalah kerugian ekonomi aki-
bat transportasi udara yang terhambat serta besarnya dana
yang perlu disisihkan untuk penganggulangan bencana.
Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo telah menghitung
sekitar Rp 475 triliun dibutuhkan untuk mengatasi hal ini.
Dampak lainnya terkait kesehatan masyarakat, dimana lebih
dari 500.000 kasus infeksi saluran pernapasan akut dilapor-
kan sejak bulan Juli.
Mengulik Sains di Balik Kebakaran Hutan dan Lahan
di Indonesia
... Deforestasi besar-besa-ran ini mengakibatkan area-area yang seharusnya sulit terbakar di Indonesia menjadi mudah terbakar.
Pr insip sains menda sar yang memulai perc ikan apikebakaran hutan Indonesia
AK T I V I S 4 9
Memahami kebakaran hutan dan lahan di Indonesia
Sebelum melihat kebakaran di Indonesia, kita akan melihat
dasar dari terbentuknya api. Agar api terbentuk, dibutuh-
kan tiga faktor penting, yaitu bensin, panas, dan oksigen.
Ketiadaan satu faktor saja akan menghilangkan potensi ter-
bentuknya api. Bensin yang dimaksud di sini merupakan ma-
teri berbasis karbon, seperti bahan bakar minyak dan kayu.
Semakin banyak bensin yang terkumpul, semakin lama api
akan berkobar. Api juga hanya muncul dalam kadar oksigen
yang tepat. Pada suhu ruang (23°C), api bisa muncul pada
kadar oksigen sebesar 21%. Pada suhu yang lebih tinggi, api
dapat muncul pada kadar oksigen yang lebih rendah. Dalam
presensi panas dan oksigen, bensin akan teroksidasi dan
menghasilkan panas.
Kebakaran hutan dan lahan di wilayah Asia Tenggara bu-
kanlah hal yang asing. Secara historis, kebakaran di daerah
ini telah terjadi sejak zaman Pleistocene. Di Asia Tengga-
ra sendiri, kebakaran sering diasosiasikan dengan El Nino
Southern Oscillation (ENSO) yang membawa musim kering
setiap 2-7 tahun. Selain itu, kebakaran hanya terjadi di eko-
sistem kering seperti hutan desidua dan savanna sehingga
ekosistem lembab, seperti gambut, umumnya tidak ikut ter-
bakar. Jika pun terjadi kebakaran dalam ekosistem tersebut,
kebakaran terjadi dalam interval yang sangat jarang, yakni
500-1.000 tahun.
Jika kita mengaitkan dengan konsep formasi api yang di-
jelaskan sebelumnya, ekosistem lembab tidak terbakar
karena ketiadaan salah satu faktor. Dalam perihal lahan
gambut, oksigen merupakan faktor yang hilang. Meski pun
kaya dengan materi organik dan terletak di daerah dengan
suhu hangat, serasah di lahan gambut terbenam air sehing-
ga rendah oksigen.
Lalu, mengapa kebakaran di Indonesia sekarang
menjadi masalah besar?
Kebakaran di Indonesia sering dikaitkan dengan faktor
manusia. Mark Cochrane berpendapat bahwa tekanan dari
pertumbuhan populasi yang pesat dan banyaknya warga di
bawah garis kemiskinan menjadi motif dari maraknya pem-
bukaan lahan. Menurut beberapa riset, pembukaan lahan
di wilayah tropis menurunkan kadar kelembaban di eko-
sistem-ekosistem basah. Hal ini telah terjadi di Indonesia
sejak tahun 1960an, dimana industri kayu mulai berkembang
pesat dan Mega Rice Project diperkenalkan di Kalimantan
(catatan editor: Mega Rice Project adalah proyek pembu-
kaan lahan gambut di Kalimantan menjadi lahan pertanian
padi sebagai langkah mengatasi krisis pangan Indonesia).
Deforestasi besar-besaran ini mengakibatkan area-area
yang seharusnya sulit terbakar di Indonesia menjadi mudah
terbakar. Pembukaan lahan pada gambut berarti menghil-
angkan kadar air dari gambut – membuatnya terpapar keke-
ringan dengan kadar oksigen yang tinggi. Akibat besarnya
jumlah bensin dalam serasah gambut, gambut mampu ter-
bakar dalam kelembaban kurang dari 125%.
Hal ini diperparah dengan periode kekeringan yang dibawa
ENSO. Meski ENSO merupakan siklus alami, intensitas keba-
karan yang terjadi menjadi tinggi karena pengaruh manu-
sia. Dalam kondisi seperti ini, jangankan kebakaran akibat
pembukaan lahan, kebakaran akibat puntung rokok yang
terbuang pun dapat tumbuh menjadi kebakaran besar.
AK T I V I S5 0
Kebakaran merupakan masalah multidimensi
Jika manusia sudah terlibat dalam carut marut kebakaran di Indonesia, jelas terlihat bahwa penegakan hukum merupakan
faktor yang sangat penting. Christopher Barr berargumen bahwa masalah kehutanan di Indonesia berujung pada masalah
politik dan hukum. Namun, masih sangat prematur untuk menyimpulkan hal tersebut. Diperlukan studi yang lebih kompre-
hensif dan multidisiplin untuk mengurai perihal kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
AK T I V I S 5 1
Isu keamanan digital seakan tidak ada habisnya. Beberapa
minggu yang lalu, seorang teman mengirimkan sebuah pe-
san berantai. Isinya bercerita tentang seorang wakil presi-
den sebuah BUMN besar berbasis teknologi di Indonesia
yang kehilangan uang saat bertransaksi menggunakan in-
ternet. Saya sendiri tidak sempat mengecek kebenaran in-
formasi ini, namun melalui eksperimen yang saya lakukan
dalam sebuah tugas kuliah membuat saya percaya bahwa
kejadian itu bukanlah sesuatu yang mustahil. Internet bu-
kanlah tempat yang aman. Ini adalah dasar yang harus dita-
namkan kepada semua pengguna Internet, sebab persepsi
yang salah terhadap keamanan (false perception of security)
akan menimbulkan dampak yang jauh lebih besar ketimbang
ketidaktahuan terhadap keamanan. Persepsi yang salah ter-
hadap keamanan membuat pengguna merasa yakin dirinya
aman sehingga lengah dan kurang mengantisipasi serangan
terhadap dirinya.
Penting kiranya bagi pengguna untuk sadar bahwa ia be-
rada di titik terlemah dari rangkaian sistem IT, yang bisa
diibaratkan sebagai sebuah permainan yang dimainkan oleh
penyerang (attacker) dan pelindung keamanan (defender).
Tanpa pengguna, sistem tak akan mencapai tujuannya untuk
memberikan pelayanan.
Sebuah sistem perusahaan sebesar bank BUMN tentunya
memiliki anggaran belanja yang tidak sedikit untuk melind-
ungi sistemnya dari serangan digital. Namun, sekuat dan se-
besar apapun perlindungan yang diberikan terhadap sistem
miliknya, bank tidak dapat melindungi komputer maupun
ponsel pintar milik pengguna. Pengguna sendirilah yang wa-
jib melindungi dirinya sendiri terhadap serangan digital, pa-
dahal tidak semua pengguna internet memiliki pemahaman
yang baik terhadap serangan digital. Pengguna sendirilah
yang wajib melindungi dirinya sendiri terhadap serangan
digital, padahal tidak semua pengguna internet memiliki pe-
mahaman yang baik terhadap serangan digital.
Anda AdalahBagian dari Permainan
Seir ing kemajuan teknolog i , peng guna inter net tur ut ma suk da-lam re s iko keamanan yang l ebih be sar
oleh
dimaz ankaa wi jaya
AK T I V I S5 2
Kendatipun sang pengguna telah berusaha memberikan
perlindungan terhadap komputernya dengan memasang
berbagai antivirus dan firewall, bukan hal yang mustahil un-
tuk serangan tetap datang padanya. Serangan digital tidak
hanya diluncurkan dalam bentuk basis teknologi yang rumit.
Kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan pengguna dapat
menjadi jalan masuk bagi serangan digital yang lebih fatal.
Berikut beberapa kemungkinan kesalahan kecil pengguna
yang dapat dieksploitasi:
1. Menggunakan username dan password yang terlalu
mudah ditebak.
2. Menggunakan jaringan komputer yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan keamananannya.
3. Terlalu banyak membeberkan data diri di media sosial.
Social engineering merupakan salah satu tipe serangan
yang memandang karakter manusia sebagai sebuah cel-
ah keamanan yang dapat dieksploitasi. Social engineering
mengumpulkan fakta-fakta mengenai diri pengguna dan me-
manfaatkannya untuk menyerang sistem, misalnya dengan
menebak username dan password. Kita sendiri pasti sadar
bahwa setiap kali memilih password, kita pastinya memasti-
kan bahwa password itu dapat diingat dengan mudah, dima-
na salah satu caranya adalah dengan mengasosiasikannya
dengan hal yang dekat dengan kita; seperti tanggal lahir,
tempat lahir, nama suami, istri, anak, atau semacamnya –
yang tentunya lebih mudah dibobol oleh hacker.
Seorang hacker tidak akan menyerang bagian terkuat dari
sebuah sistem, tentu saja, sebab meskipun bisa saja dilaku-
kan, hal ini akan memakan banyak sumber daya waktu dan
tenaga. Titik terlemah dari sebuah sistem ada pada peng-
guna, yang tentu saja memiliki tingkat pengetahuan akan
keamanan yang berbeda-beda. Sementara si hacker memili-
ki berbagai trik untuk mengelabui pengguna, seperti brute-
force attack, rainbow table, phishing, man-in-the-middle
(MITM), cross-site-scripting (XSS), dan sejenisnya. Berikut
akan dibahas beberapa tipe serangan yang ditujukan pada
sisi pengguna.
AK T I V I S 5 3
Phishing
Phishing (dibaca fishing) merupa-
kan sebuah metode serangan yang
mengelabui pengguna seolah-olah
mereka berinteraksi dengan sistem
yang asli, padahal pengguna sedang
dijebak dalam sistem tiruan yang dib-
uat oleh penyerang. Phishing bisa ber-
bentuk apa saja, mulai dari laman login
Facebook palsu sampai dengan laman
internet banking palsu. Dengan mema-
sukkan username dan password pada
laman palsu tersebut, maka informasi
sensitif akan tersimpan pada database
penyerang dan dapat digunakan tanpa
sepengetahuan pengguna.
Untuk menghindari terjadinya phish-
ing, pengguna harus memastikan bah-
wa laman yang diakses merupakan
laman yang benar. Sistem login yang
aman menyediakan metode komunika-
si terenkripsi bagi penggunanya untuk
mengirimkan informasi sensitif seperti
username dan password pada sistem.
Enkripsi tersebut dapat terlihat pada
penggunaan protokol HTTPS (hyper
text transfer protocol secure) dengan
berbagai metode enkripsi yang dapat
Anda pelajari dengan menekan tanda
gembok pada address bar peramban
(browser) Anda.
Terkadang, protokol HTTPS saja tidak
cukup, sebab siapapun dapat mengap-
likasikan HTTPS pada sistemnya. Oleh
karena itu terdapat fitur lain yang dise-
but sertifikat digital (digital certificate)
yang telah diverifikasi oleh pihak lain
yang terpercaya yang disebut dengan
otoritas sertifikat (certificate authori-
ty / CA) yang memastikan identitas si
pemilik situs adalah valid dan dapat
dipercaya.
Man-in-the-Middle (MITM)
MITM merupakan tipe serangan yang
memodifikasi paket-paket data yang
berada dalam jalur komunikasi yang
dikuasai oleh penyerang. Skema MITM
dapat dilihat pada gambar berikut.
Dengan adanya middleman di ten-
gah jalur komunikasi, secara teknis
semua paket dapat dimodifikasi oleh si
penyerang, dan terkadang tipe seran-
gan seperti ini tidak disadari oleh peng-
guna, sebab data dapat dibaca, diubah,
dan ditransmisikan ulang (read, modi-
fy, retransmit) oleh penyerang. Untuk
menghindari serangan MITM, pengguna
harus benar-benar memastikan bahwa
komputer ataupun smartphone nya be-
bas dari malware, dan tidak memakai
koneksi yang tidak terpercaya seperti
fasilitas free WiFi. Pengguna juga harus
memperhatikan jika ada hal-hal yang
di luar kebiasaan, maka patut dicurigai
bahwa serangan sedang terjadi.
Cross-site-scripting (XSS)
XSS merupakan tipe serangan yang leb-
ih kompleks dengan melibatkan beber-
apa kombinasi serangan. XSS meman-
faatkan celah keamanan pada sebuah
situs terpercaya dan menginjeksikan
sebuah skrip di situ. Pengguna yang
mengakses situs terpercaya tersebut
selain mengakses situs, juga secara ti-
dak sadar menjalankan skrip yang telah
disisipkan oleh si penyerang.
Dengan menjalankan skrip yang disi-
sipkan tersebut, komputer pengguna
dapat dikendalikan oleh penyerang
dari jarak jauh, misalnya dengan meny-
isipkan program lain untuk mengambil
alih komputer dan mencuri informasi
penting di dalamnya. Pada prosesnya,
bisa saja pengguna tidak menyadari
terjadinya serangan, dan kerusakan
oleh XSS telanjur terjadi sebelum
serangan dapat dideteksi. Beberapa
cara untuk mengurangi potensi terjad-
inya XSS adalah menjalankan prosedur
keamanan seperti antivirus, firewall,
dan enkripsi komunikasi.
AK T I V I S1 3
...Penting kiranya bagi
pengguna untuk sadar
bahwa ia berada di titik
terlemah dari rangkaian
sistem IT, yang bisa
diibaratkan sebagai se-
buah permainan yang di-
mainkan oleh penyerang
(attacker) dan pelindung
keamanan (defender).
Pada akhirnya, para penyerang akan selalu tampak selangkah
lebih maju dibandingkan kemampuan antivirus, firewall, dan
solusi keamanan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan kesada-
ran keamanan (security awareness) dari pengguna internet,
khususnya mereka yang menggunakan internet untuk melaku-
kan aktivitas yang melibatkan transimisi informasi - informasi
sensitif, seperti internet banking. Tidak hanya bertindak sigap
dalam mencegah, tetapi individu juga perlu selalu waspada
apabila merasa bahwa ada yang tidak beres ketika melakukan
transaksi. Segeralah berhenti, dan jika diperlukan, laporkan
pada pihak pemilik sistem (contoh: bank) untuk mendapatkan
bantuan keamanan.
Skema MITM. Sumber : youtube.com
Skema XSS. Sumber : hackertarget.com
Dimaz Ankaa Wijaya menyelesaikan pendidikan Sarjana
Komputer di FMIPA UGM pada tahun 2007 dan berpetualang
di Papua sebagai konsultan IT selama setahun sebelum akh-
irnya mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil di Direktorat
Jenderal Pajak sejak 2009. Dimaz kemudian melanjutkan
studi melalui beasiswa LPDP di program Master of Networks
and Security di Monash University dan kini sedang melaku-
kan penelitian tentang Bitcoin dan cryptocurrency.
AK T I V I S 1 3
AK T I V I S5 6
oleh
randi oktovan noegroho
i lustrasi
mikhael geordie
Riset di Indonesia?Jangan Berharap
Pada hari Kamis (8/10), kabar mengenai Penghargaan Nobel muncul di notifikasi
HP saya. Pemenang penghargaan prestisius di bidang Fisika itu jatuh pada pria
berkebangsaan Jepang, Takaaki Kajita, dan pria berkebangsaan Kanada, Arthur
B. McDonald. Bentuk prestasi apakah yang telah mereka raih? Mereka berhasil
memecahkan misteri yang telah berdiri kokoh selama 25 tahun, yaitu menghi-
langnya dua per tiga jumlah neutrino yang diemisikan oleh matahari dan juga
menarik kesimpulan bahwa neutrino memiliki massa. Mungkin tersirak di benak
kalian, apakah arti dari penemuan ini? Yang jelas segala sesuatu yang berguna
untuk kehidupan manusia selalu berawal dari penemuan yang abstrak, seperti
elektron oleh J. J. Thompson pada 1898. Saya yakin saat itu banyak masyarakat
yang bertanya-tanya terkait kegunaan penemuan elektron, layaknya kita saat ini
mengenai neutrino. Akan tetapi, bagaimana dampaknya pada kehidupan seka-
rang? Dengan ditemukannya elektron, ilmuwan mampu memahami karakteristik
dan memanipulasinya sedemikian rupa sehingga mendatangkan efek positif bagi
kehidupan, dengan manifestasinya berupa listrik. Bayangkan jika riset elektron
tidak terjadi. Tidak akan ada yang namanya internet maupun komputer. Manusia
akan tetap hidup di zaman batu.
Ditengah proses membaca berita, muncullah sebuah pertanyaan yang saya kira
cukup naif: mengapa bukan orang Indonesia yang mendapatkan Penghargaan
Nobel? Untuk merumuskan jawaban atas pertanyaan tersebut, identifikasi mas-
alah harus dikemukakan terlebih dahulu: bagaimana kondisi dunia riset di Indo-
nesia saat ini? Dalam sebuah studi di tahun 2011 yang berjudul Study of the Role
of the Indonesian Institute of Sciences in Bridging Between Research and Devel-
opment Policy dikemukakan bahwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
memiliki kualitas dan metodologi riset yang sangat lemah. Fakta ini merupakan
bencana untuk riset di tanah air karena LIPI merupakan salah satu lembaga riset
terbesar yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Apa yang telah diperbuat pe-
merintah Indonesia?
Jika kita perhatikan hasil forecast anggaran biaya untuk riset dan pengembangan
dari Batelle, International Monetary Fund, World Bank, dan CIA Fact Book yang
dirangkum oleh R&D Magazine, Amerika Serikat (AS) menduduki posisi tertinggi.
Pemerintah AS mengeluarkan US$450 triliun pada 2013 untuk riset dan pengem-
bangan (research and development, R&D), atau 2.8% dari GDP. Posisi kedua dimi-
liki oleh satu negara BRIC, Cina, dengan US$258 triliun, 1.9% GDP mereka. Posisi
ketiga ditempati oleh negeri Sakura, Jepang, dengan US$163 triliun, 3.4% GDP.
...Randi Oktovan
Noegroho
mempertanyakan
kondisi di balik
rendahnya
perkembangan
riset di Indonesia
AK T I V I S 5 7
Masalah utama muncul karena pemerintah Indonesia ku-
rang mengapresiasi sains dan teknologi. Sains dan teknolo-
gi tidak mendapatkan perhatian, di saat teknologi berperan
besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Contoh saja
mobil listrik, di mana riset populer ini banyak dikembangkan
oleh putra-putri bangsa. Pada tengah tahun 2014, Pertamina
menunjukkan dukungannya dengan mendonasikan 1 mobil
listrik untuk setiap perguruan tinggi seperti Institut Teknolo-
gi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS),
dan Universitas Indonesia (UI) dengan tujuan agar universitas
dapat mengembangkannya. Selain itu, banyak pihak swasta
yang menunjukkan keseriusannya menggarap mobil listrik
Indonesia, salah satunya Dasep Ahmadi. Ketika itu ia tengah
menggarap electric city car sebelum kehidupan berbalik mel-
awannya.
Coba anda bayangkan jika riset ini dipupuk dengan baik. Da-
lam beberapa tahun kedepan, Indonesia akan mampu mem-
produksi mobil listrik karya dalam negeri. Industri mobil listrik
dapat berkembang, emisi karbon berkurang, ketergantungan
terhadap bahan bakar minyak berkurang, subsidi minyak
berkurang dan dapat dialihkan ke sektor produktif, dan kede-
pannya dapat diekspor ke mancanegara.
Namun hal tersebut hanyalah angan-angan. Pertengahan ta-
hun 2015, diberitakan bahwa mobil sumbangan Pertamina
tersebut tersangkut kasus korupsi, yang membuat pihak uni-
versitas tidak berani untuk mengutak-utik mobil listrik terse-
but. Lebih lanjut, Dasep Ahmadi menjadi tersangka kasus
korupsi di balik pengadaan 16 mobil listrik atas usul Kemente-
rian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kini dia mendekam di
balik jeruji besi. Konyolnya adalah dugaan korupsi ini muncul
karena mobil tersebut cepat panas dalam jarak tempuh yang
singkat. Perlu diketahui bahwa dalam dunia teknik, kegaga-
lan adalah sesuatu yang sangat wajar. Itulah mengapa riset
dan pengembangan sangat krusial. Sebelum diciptakan, riset
dilakukan terlebih dahulu. Apabila saat dicoba ternyata gagal,
maka dilakukan pengembangan. Namun konsep ini tampakn-
ya tidak dapat dipahami oleh politisi Indonesia. Mungkin lain
cerita jika mereka memiliki latar belakang engineering.
Riset dan Pemerintah
Bagaimana dengan Indonesia? Peringkat 40. Mengejutkan? Pada tahun 2014, Indo-
nesia memiliki GDP sebesar US$1.374 triliun, US$250 triliun di atas Australia, akan
tetapi hanya membuka kran dana riset sebesar 0.2%. Kekikiran ini membuktikan
ketidakseriusan pemerintah kita dalam menopang riset dan pengembangan. Bukan
hanya karena kurangnya dana, tetapi rendahnya performa Indonesia di kalangan
riset juga ternyata didasari pada minimnya jumlah ilmuwan dan insinyur; yaitu 100
ilmuwan dan insinyur dalam setiap 1 juta orang. Jumlah tersebut sangat jauh jika
dibandingkan dengan Finlandia, sebuah negara Skandinavia yang menaruh ban-
yak usaha pada riset, teknologi, dan pendidikan. Terdapat lebih dari 7.000 ilmuwan
dan insinyur pada setiap 1 juta penduduk Finlandia. Wajar saja jika kualitas dan
kuantitas riset di Indonesia di bawah ekspektasi. Uangnya saja tidak ada, orang
yang mengerjakan pun juga sedikit. Bagaimana hal ini mungkin terjadi? R&D kita
terdampar di dasar, namun tampaknya pemerintah tidak melakukan banyak hal
untuk memperbaikinya. Kritik sudah dilancarkan, advokasi dilakukan, namun seak-
an-akan membentur tembok baja.
AK T I V I S5 8
Dunia Riset Kurang Peminat
Sektor R&D tidak mendapatkan perhatian finansial dan mor-
al yang layak dan cenderung untuk dijatuhkan dengan alasan
yang sering kali tidak logis. Alhasil, sektor ini tidak menarik
banyak minat dari pemuda-pemudi bangsa. Tidak dihargai dan
sering dijatuhkan, siapa yang ingin memiliki karir demikian?
Hanya akan ada segelintir orang dengan tekad kuat (atau ter-
paksa) bertahan di R&D. Ribuan hingga jutaan otak brilian akan
lari menjauhi R&D menuju bidang-bidang yang lebih bonafide.
Mereka akan pergi ke tempat yang lebih menghargai jerih payah
mereka, salah satunya ke luar negeri. Masuk akal jika Study of
the Role of the Indonesian Institute of Sciences in Bridging
Between Research and Development menyatakan Balitbang
kekurangan tenaga kerja yang kompeten. Pertanyaan yang
kemungkinan besar muncul: Apakah pemuda-pemudi tersebut
egois, oportunis, dan tidak nasionalis? Sekarang coba bayang-
kan jika pekerjaan Anda tidak diacuhkan oleh atasan Anda.
Karya Anda sering dijatuhkan dengan alasan yang absurd. Par-
ahnya adalah Anda yakin yang Anda lakukan demi kebaikan
bersama. Apa yang akan Anda lakukan? Menjauhi hal tersebut,
bukan? Secara pasti, itu adalah reaksi akibat kurangnya apre-
siasi pada bidang riset dan pengembangan. Aksi buruk akan
diikuti dengan reaksi yang buruk pula. Tampak bahwa Hukum
Newton III berlaku di bidang sosial. Di dalam keruhnya dunia
riset Indonesia, pemerintah perlu membuat sebuah gerakan
perubahan. Penghargaan dan dukungan finansial serta moral
perlu pemerintah kucurkan ke dalam dunia R&D, baik dengan
menaikkan anggaran riset, juga mempermudah birokrasi R&D.
Akan tetapi, mengharapkan perubahan ini terjadi dalam waktu
yang singkat adalah hal yang naif. Mengapa tidak dimulai dari
diri kita sendiri? Kurangnya budaya apresiasi oleh pemerintah
lahir dari kehidupan bermasyarakat Indonesia yang demikian
juga. Dapat dikatakan bahwa seluruh rakyat Indonesia, terma-
suk penulis, berkontribusi pada terpuruknya dunia riset saat
ini. Langkah kecil yang nyata yang dapat kita, rakyat Indone-
sia, lakukan detik ini juga untuk ikut memperbaiki dunia riset
adalah dengan menumbuhkan sifat menghargai dan empati.
Mungkin terdengar sepele jika dibandingkan dengan materi
trigonometri, diferensial, ataupun integral. Indonesia tidak
kekurangan orang cerdas, namun hanya sedikit yang mampu
mengapresiasi dan berempati.
Randi Noegroho, lahir di Surabaya, saat ini sedang menempuh studi Master of Engineering (Electrical) di University of
Melbourne. Sebelumnya, Randi telah menyelesaikan studi S1 jurusan Teknik Tenaga Listrik di Institut Teknologi Bandung.
B I S N I S + E K O N O M I
B I S N I S + E K O N O M I
AK T I V I S 6 1
o l e h w a w a n c a r a f o t o dest i maharani fe l ic ia mel ina lase kevin rusl i
Diajeng Lestari:Memulai Start-up, Membuat Perubahan
Seorang revolusioner di bidang fashion muslim, Diajeng Lestari mengajak entrepreneur muda untuk memulai
perubahan dalam masyarakat dari diri sendiri.
Diajeng Lestari, atau yang biasa disapa dengan Ajeng, adalah
seorang pengusaha wanita yang sukses dengan perusahaan
start-up di bidang busana muslim, yaitu HijUp.com. Tidak memi-
liki latar belakang pendidikan bisnis tak menghalangi lulusan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini un-
tuk mewujudkan mimpinya dalam memperkenalkan fashion mus-
lim ke dunia internasional. Dengan kerja keras dan persistensin-
ya, kini HijUp.com telah menjadi rumah bagi lebih dari 200 brand
fashion muslim dan memiliki pelanggan dari mancanegara.
Melalui bisnis ini pula, ibu muda ini bermimpi untuk dapat mem-
berikan dampak positif bagi masyakarat di sekitarnya. AKTIVIS
sempat berbincang singkat dengan pengusaha start-up muda ini.
Apa yang membuat Mbak Ajeng terinspi-
rasi untuk mendirikan start-up company?
Ketika saya belajar ilmu politik, banyak pemaparan ten-
tang masalah-masalah politik Indonesia. Sebagai war-
ga negara Indonesia, saya ingin melakukan perubahan.
Tapi ketika kita mencoba mengubah dari dalam sistem,
misalnya melalui sistem politik, hal itu akan menjadi su-
lit karena sistem tersebut terlalu luas. Jadi, cara lain
untuk melakukan perubahan adalah dari luar sistem.
Bagaimana caranya? Melihat dari perspektif politik - it is all
about power. Power sendiri memiliki empat resources: cap-
ital, pengetahuan, kharisma, dan senjata. Untuk senjata dan
kharisma, kini sudah bukan eranya lagi. Sekarang adalah
eranya capital dan pengetahuan. Kita akan memiliki power
ketika kita memiliki dua hal tersebut. Dengan memulai bisnis
yang profitable, kita akan memiliki kapital, dan kita bisa men-
gubah sesuatu tanpa perlu masuk ke sistem politik. Apalagi
kalau bisnis tersebut bisa berdampak kepada masyarakat.
Kalau dilihat, latar belakang Mbak Ajeng di bidang ilmu politik
agak berbeda dengan pekerjaan Mbak di bidang bisnis seka-
rang ini. Apakah hal ini memberi pengaruh yang signifikan?
Kita tidak perlu terlalu terpaku dengan sistem. Walaupun bela-
jar politik, tidak harus akhirnya menjadi politisi. The best univer-
sity is the university of life. Sekarang, keberadaan internet bisa
membuktikan bahwa pelajaran-pelajaran di kampus bisa kita
cari resource-nya dari luar. Kita punya Youtube; kita punya pod-
cast; kita punya banyak resource untuk mencari apa pun yang
kita inginkan. Bisnis tidak hanya untuk anak bisnis. Semua orang
bisa memulai bisnis. Bahkan, banyak pebisnis sukses, misaln-
ya Steve Jobs, drop-out dari sekolahnya. Masuk ke universitas
dengan jurusan bisnis, tentunya akan membantu. Namun, ketika
kita bukan anak bisnis, jangan membuat hal itu menjadi limit.
Ketika memulai HijUp.com, adakah saat-saat trial and error?
Ada, ketika kami sedang menentukan approach mengenai pro-
duk apa yang akan dijual di HijUp.com. Konsep awalnya adalah
kami melakukan kurasi, di mana hanya produk yang bagus yang
bisa masuk. Akan tetapi, langkah ini membuat produk kami leb-
ih terbatas, sedangkan kami harus berfokus pada growth juga.
Mengingat adanya rumus “semakin banyak barang, semain ban-
yak yang terjual”, kami pun turut mengikuti rumus tersebut. Kami
tidak melakukan kurasi dan menawarkan produk sebanyak-ban-
yaknya. Namun, apa yang terjadi? Penjualan malah turun kare-
na target market kami adalah yang orang yang menginginkan
barang kualitas tinggi. Itu trial and error kami yang pertama.
Yang kedua, kami sempat berpikir untuk menjual baju anak-
anak sebagai pelengkap lini fashion wanita. Namun, ternya-
ta gagal. Ya sudah, akhirnya tidak kami lanjutkan. Jadi, tidak
usah takut dengan kegagalan. Kita harus learn fast, fail fast.
AK T I V I S6 2
kevin rusl i
Banyak anak muda yang berpikir, “Untuk apa mengambil
resiko dengan memulai bisnis baru? Kita cari yang pasti-pasti saja
lah.” Bagaimana pendapat Mbak Ajeng mengenai hal tersebut?
Kembali ke dalam pola pikir kita masing-masing: sebe-
narnya apakah definisi sukses itu sendiri? Apakah di-
lihat dari berapa juta dolar yang kita punya? Sebera-
pa senang kita dengan pekerjaan yang kita lakukan?
Atau seberapa banyak impact yang telah kita lakukan?
Salah satu definisi sukses bagi saya adalah making impact.
Sukses dilihat dari seberapa banyak impact yang bisa kita
berikan untuk sebanyak-banyaknya orang, mulai dari diri kita
sendiri, kemudian keluarga, dan orang-orang di sekitar kita.
Sama halnya dengan beberapa start-up lainnya, saya mendiri-
kan HijUp.com agar orang lain mempunyai kesempatan untuk
sejahtera. Kita lihat di Indonesia, salah satu potensinya adalah
busana muslim. Lalu, kenapa kita tidak empower potensi ini?
Menurut saya, successful entrepreneur is not just about how
much billion dollar you have. Namun, sebanyak apa kita bisa
membuat orang berubah ke arah yang lebih baik. Uang juga
berharga, tetapi definisi sukses lebih dari sekedar uang. Kita
perlu orang-orang yang membuat lebih banyak impact, ter-
utama di Indonesia. Kalau kita cuma memikirkan diri sendi-
ri, maka masalah di Indonesia tidak akan ada yang selesai.
Saya melihat Indonesia seperti negara yang lagi stroke:
tidak bisa bicara dan bergerak. Hidup, tapi seperti mati. Kenapa?
Karena orang-orangnya tidak bergerak. Kalau kita tidak sembuhkan,
ya akan mati. Bagaimana cara menyembuhkannya? Orang-orang
yang berada di dalamnya harus bergerak, harus aktif berkontribusi.
Kalau kita mau menyelesaikan masalah, tidak perlu bergantung ke-
pada orang lain. Mulailah dari diri kita sendiri. Mulai dari mengubah
diri sendiri, mengubah orang-orang di sekitar kita, mengubah mas-
yarakat kita, mengubah negara kita, dan akhirnya mengubah dunia.
Bagaimana perkembangan entrepreneurship di Indonesia?
Menurut saya sih baik. Banyak anak muda yang sudah melihat entre-
preneur sebagai sesuatu yang ‘wow’. Kalau dulu, setelah lulus kuliah
mereka akan berpikir “Perusahaan mana ya yang bagus? Mana yang
gajinya paling tinggi?” Saat ini, internet mengubah banyak hal karena
masyarakat bisa membeli apa saja dari internet. Internet membuka
kesempatan bagi kita untuk lebih progresif dalam kegiatan ekonomi.
Apa harapan Mbak Ajeng untuk Indonesia?
Semoga Indonesia bisa lebih maju dengan lebih banyak en-
trepreneur di masa depan. Saya yakin Indonesia bisa menjadi
negara maju karena kita memiliki banyak resource. Entrepre-
neur adalah semangat untuk melakukan hal yang lebih baik dan
membuat perubahan. Jadi, dengan banyaknya entrepreneurial
spirit, saya berharap akan ada banyak perubahan di Indonesia.
AK T I V I S 1 3
AK T I V I S6 4
o l e h f o t o o l e h
khar isma nisa rosandraninurul qolbi
berbagai sumber
Melek Teknologi:Kunci UMKM Di Era Liberisasi Perdagangan
Saat dunia perdagangan semakin terbuka lebar, teknologi menjadi jalan bagi usaha - usaha Tanah Air untuk tetap bertahan
Komposisi penduduk Indonesia yang mayoritas kalangan menengah ke bawah menjadikan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai media penggerak perekonomian sektor
riil. UMKM merupakan urat nadi perekonomian suatu negara. Pasalnya UMKM kini menjadi pe-
nopang perekonomian daerah yang kemudian menentukan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam perspektif dunia, UMKM diakui memiliki peranan penting. Di negara maju, UMKM
tak hanya menyerap tenaga kerja; kontribusinya dalam produk domestik bruto (PDB) leb-
ih besar dibandingkan dengan usaha besar. Sementara itu, di negara-negara berkem-
bang, UMKM merupakan sebuah sumber pendapatan bagi kelompok yang kurang mam-
pu, sumber distribusi pendapatan dan lini terdepan dalam pengentasan kemiskinan,
serta sumber pembangunan ekonomi pedesaan. Sayangnya, kontribusinya terhadap
PDB negara berkembang masih relatif rendah jika dibandingkan dengan industri besar.
Kinerja UMKM yang efisien, produktif, serta berdaya saing tinggi merupakan salah
satu karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan mening-
katnya laju pertumbuhan. Hal tersebut terjadi di Korea Selatan, Singapura, ser-
ta Taiwan yang dikenal sebagai Newly Industrializing Countries (NICs). Menurut
Tambunan, di negara-negara tersebut, UMKM dinilai responsif terhadap kebi-
jakan pemerintah dalam rangka membangun sektor swastaserta meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan orientasi ekspor. Dengan demikian, UMKM mer-
upakan sebuah pintu yang tepat untuk mewujudkan pemerataan pembangunan.
UMKM dan Liberalisasi Perdagangan
Di Indonesia, UMKM dianggap sebagai sektor penyelamat krisis 1997. Pada masa
itu, UMKM merupakan sektor yang fleksibel dalam menyiasati perubahan. UMKM
juga mampu menyerap tenaga kerja dan berperan mengurangi tingkat pengang-
guran maupun kemiskinan. Hingga tahun 2013, UMKM Indonesia telah menyerap
110.801.648 tenaga kerja (orang) dengan kontribusi terhadap perekonomian 9.109.129
milyar rupiah. Sementara itu, jumlah usaha mikro telah mencapai sebanyak 57.189.393
unit (98,77 persen), sedangkan usaha kecil berjumlah 654.222 unit, usaha menen-
gah 52.106 unit, dan usaha besar 5.066 unit (Kementerian Koperasi dan UKM, 2013).
AK T I V I S 6 5
Dewasa ini, liberalisasi perdagangan semakin menuntut
UMKM untuk meningkatkan kualitas produknya, karena
terbukanya keran globabisasi meningkatkan persaingan di
antara pelaku UMKM. Masuknya pelaku UMKM dari negara
lain dengan produk-produk yang berdaya saing tinggi—
bila dilihat dari harga dan kandungan teknologi—merupa-
kan salah satu tantangan bagi pemain domestik. Meski de-
mikian, harus diakui, liberalisasi perdagangan membawa
manfaat bagi pelaku UMKM. Salah satunya adalah dengan
penghapusan hambatan tarif maupun non-tarif antarnega-
ra secara bertahap yang memampukan UMKM untuk men-
jangkau pasar yang lebih luas. Dengan demikian, UMKM
yang tidak mampu mengoptimalkan penggunan modal mau-
pun tenaga kerja akan tersingkir dari pasar internasional.
Lantas, bagaimana dengan UMKM Indone-
sia jika harus terjun ke pasar internasional?
Teknologi dan UMKM: Komplemen yang Tak Terpisah-
kan - Indonesia memerlukan sebuah kunci agar UMKM
mampu menjadi pemain di pasar internasional. Sebuah
kunci yang dapat menjangkau seluruh negeri. Sebuah
keterkaitan yang hanya bisa digapai oleh teknologi.
Dalam upaya menjadi pemain di pasar internasion-
al, UMKM mau tak mau harus melek teknologi. Peman-
faatan teknologi tak hanya sebagai sarana penelitian
dan pengembangan dalam rangka inovasi produk. Te-
knologi dapat menjadi media pemasaran produk, memu-
dahkan dalam hal permodalan dan kebijakan hukum.
Teknologi dalam pemasaran — dalam arti sempit, mer-
upakan media promosi penjualan yang dapat diterap-
kan menggunakan sosial media. Melalui sosial media,
AK T I V I S6 6
UMKM dapat mempromosikan produknya maupun men-
dengar secara langsung saran dan kritik dari konsumen.
Penggunaan sosial media sedikit banyak mengurangi bi-
aya pemasaran karena dapat dikelola dengan lebih mudah.
Hal ini dapat dimanfaatkan UMKM sebagai ajang branding.
Salah satu UMKM yang berhasil da-
lam hal ini adalah PT Maicih Inti Sinergi.
Ada pula situs (website) dan aplikasi smartphone. Ber-
beda dengan sosial media yang bisa dimanfaatkan se-
cara gratis, penggunaan kedua media hasil dari kema-
juan teknologi ini harus merogoh kocek lebih dalam.
Meski demikian, dampak yang dihasilkan biasanya leb-
ih baik dibandingkan hanya menggunakan sosial media.
Bahkan, tanpa sebuah toko UMKM dapat berjalan hanya
menggunakan situs atau sebuah aplikasi smartphone.
Tak kalah canggih, era smartphone saat ini dimanfaatkan
oleh Nadiem Makarim, pendiri GO-JEK Indonesia. Tinggin-
ya mobilitas warga jakarta membuat Nadim memikirkan
sebuah solusi yang efektif dan inovatif: GO-JEK, sebuah
layanan yang memungkinkan konsumen untuk memesan
jasa lewat aplikasi di smartphone-nya tanpa harus ke pang-
kalan ojek. Terlepas dari pro-kontra yang ada, GO-JEK terus
berkembang dan menjadi perintis jasa aplikasi di Indonesia.
Teknologi mengambil peran penting dalam memperbaiki
branding mutu produk UMKM Indonesia di mata masyrakat.
Namun, pemerintah kini juga tengah berupaya menggalak-
kan program Aku Cinta Produk Indonesia. Selain itu, untuk
meningkatkan kualitas produk UMKM, pemerintah mengada-
kan kegiatan training agar kelak pelaku UMKM dapat meman-
faatkan peluang kesempatan perluasan pasar global yang dic-
iptakan oleh pemerintah. Pemerintah melalui Bank Indonesia
juga memperkenalkan Layanan Keuangan Digital (LKD) yang
dapat dimanfaatkan untuk menunjang pengembangan UMKM.
Pada akhirnya UMKM Indonesia harus bertahan dan men-
jadi pemain dalam liberalisasi perdagangan. Seiring
dengan kemajuan zaman dan pergantian peradaban, te-
knologi tak dipungkiri menjadi sebuah kunci untuk men-
jangkau seluruh ruang dan wilayah di dunia. Teknologi
merupakan sarana pelengkap yang tak dapat dipisahkan
dari UMKM. Pemanfaatkan teknologi dengan tepat akan
membuka pintu kejayaan bagi UMKM Indonesia, baik di
negeri sendiri atau bersaing sehat dengan negara lain.
Kharisma Nisa Rosandrani adalah mahasiswa Departe-men Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis di Universi-tas Diponegoro. Sedangkan Nurul Qolbi merupakan maha-siswa Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis di universitas yang sama.
AK T I V I S 1 3
AK T I V I S6 8
o l e h f o t o o l e h
yohanes kevin chandra ppia monash
Australia Indonesia Business Forum
PPIA Monash University menghadirkan forum interaktif
demi membahas keterikatan perekonomian Indonesia dan Australia
Pada tanggal 30 September 2015, Perhimpunan Pelajar Indo-
nesia Australia (PPIA) Monash University menyelenggarakan
acara Australia Indonesia Business Forum, atau AIBF, yang
mengusung tema “Crafting Innovative Leaders in Golden Era”.
AIBF adalah forum diskusi yang membahas kondisi ekonomi
Indonesia dan Australia terkini dan bagaimana mahasiswa In-
donesia sebagai duta/wakil Indonesia di Australia bisa berkon-
tribusi untuk meningkatkan hubungan antar kedua negara.
Acara ini menghadirkan banyak pembicara utama
dari Indonesia dan Australia yang memiliki latar be-
lakang dari berbagai bidang ilmu. Perwakilan pemerin-
tah dari kedua negara pun hadir untuk membuka forum ini.
Indonesia diwakili oleh Nadjib Riphat Kesoema, duta
besar Indonesia untuk Australia, sedangkan Austra-
lia diwakili oleh Estelle Parker, Acting State Director
dari Victoria Department of Foreign Affairs and Trade.
Dalam pidato pembukanya, perwakilan pemerintah Australia
mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara
tetangga yang mendapat perhatian khusus dari Australia. Den-
gan latar belakang hubungan bilateral yang telah terjalin cukup
lama, Australia berkomitmen untuk meningkatkan kerjasama di
bidang ekonomi dan pendidikan; misalnya melalui program bea-
siswa bagi warga negara Australia untuk belajar di Indonesia,
agar generasi muda Australia dapat mengenal budaya Indonesia.
AK T I V I S 6 9
Sebaliknya, Australia juga secara berkelanjutan menyediakan
beasiswa bagi warga negara Indonesia untuk mengenyam
ilmu di Australia. Alumni dari program ini kini telah menjadi
tokoh-tokoh berpengaruh di Indonesia. Salah satu di antara-
nya adalah Boediono, wakil presiden Indonesia ke-11 yang
pernah menempuh studi di University of Western Australia dan
Monash University. Setelah pembukaan, acara dilanjutkan den-
gan diskusi yang terbagi menjadi dua panel. Panel pertama,
yang membahas tentang keadaan ekonomi dan bisnis antara
Indonesia dan Australia, diisi oleh Andrew Bird, Executive Di-
rector UBS Australia; Destry Damayanti, Chief Economist Bank
Mandiri, dan Richard Price, Deputy Director (research) Australia
Indonesia Center. Menurut Andrew Bird, indeks saham Indo-
nesia mengalami peningkatan yang cukup besar selama 12
tahun terakhir, yaitu naik hampir 1400 persen, dibanding-
kan dengan Australia yang hanya naik sebesar 260 persen.
Hal ini menunjukkan potensi bisnis yang sangat besar bagi
investor Australia untuk berinventasi di Indonesia, dan juga
memberikan kesempatan bagi mahasiswa Indonesia untuk
dapat berperan serta dan menikmati keuntungan dari adanya
potensi tersebut. Selain itu, Destry Damayanti mengatakan
meskipun laju perekonomian Indonesia kini sedikit melam-
bat dan nilai tukar Rupiah juga sedikit menurun, ekonomi In-
donesia masih cukup baik dibandingkan negara-negara lain
karena Indonesia memiliki pasar domestik yang besar yang
dapat menjadi tumpuan bagi pertumbuhan ekonomi dalam
negeri. Besarnya pasar domestik ini juga memberikan kesem-
patan bagi para mahasiswa Indonesia di Australia yang ingin
kembali ke Indonesia seusai lulus kuliah untuk meniti karir.
Panel kedua yang diisi oleh Ivan Tandyo, CEO Navanti Holdings;
Jason Widjaja, mahasiswa MBA di University of Melbourne;
Adi Prananto, Senior Lecturer di Swinburne University dan
Sastra Wijaya, Southeast Asia Editor di ABC International,
AK T I V I S7 0
membahas bagaimana mahasiswa Indonesia dapat berper-
an langsung dalam meningkatkan hubungan ekonomi dan
bisnis antara Indonesia dan Australia. Dalam sesi ini, Ivan
Tandyo membagikan pengalamannya sebagai wirausaha-
wan yang sudah memiliki usaha di berbagai bidang selama
bertahun-tahun, serta memberikan motivasi dan tips kepada
mahasiswa Indonesia di Australia agar dapat menciptakan
bisnis dan lapangan kerja secara mandiri. Ia menekankan
pentingnya memiliki keberanian dan daya juang bagi para
pebisnis muda karena dalam berbisnis, rugi bukanlah ses-
uatu kegagalan tetapi merupakan pelajaran yang berharga.
Panel ini diakhiri dengan pembahasan mengenai pentingn-
ya e-commerce dalam bisnis oleh Adi Prananto. E-commerce
diharapkan mampu memberikan prospek yang menjanjikan
dalam dunia bisnis walaupun kini masih harus menghadapi
berbagai tantangan, diantaranya masih rendahnya tingkat
kepercayaan masyarakat Indonesia atas transaksi daring.
... Ia menekankan pentingnya
memiliki keberanian dan daya
juang bagi para pebisnis muda
karena dalam berbisnis,
rugi bukanlah sesuatu kegaga-
lan tetapi merupakan pelajaran
yang berharga.
Yohanes Kevin Chandra adalah mahasiswa tahun keti-ga Bachelor of Professional Communication dengan major Public Relations and Communications di Monash Univer-sity. Yohanes memiliki pengalaman menjadi Social Media Officer di Affairs Today, Media and Communication Officer di PPIA, dan jurnalis di majalah Monash College, Our Voice
AK T I V I S 7 1
o l e hadr ian sur ya mohammad hatta
Kemitraan Trans-Pasifik
dan IndonesiaDalam beberapa bulan terakhir, media banyak men-yorot tentang bagaimana Indonesia akan bergabung dalam Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Part-
nership, atau TPP). Apakah sebenarnya TPP itu? Apa manfaat bergabung dalam TPP bagi Indonesia?
TPP adalah sebuah kerjasama multi-lateral di bidang per-
dagangan antar negara-negara yang berada di wilayah
Lingkar Pasifik. Awalnya, kerjasama ini dicetuskan oleh 12
negara, yaitu Amerika Serikat, Australia, Kanada, Singapu-
ra, Vietnam, Brunei Darussalam, Jepang, Meksiko, Peru,
Malaysia, Chili, dan Selandia Baru. Perjanjian kerjasama
ini sendiri memiliki prinsip untuk mencapai perdagangan
bebas tanpa tarif dan barrier. Setiap negara yang bera-
da di dalam kemitraan ini diharuskan untuk meratifikasi
dan melaksanakan komitmennya terhadap poin-poin TPP.
Salah satu poin penting dalam perjanjian ini adalah pelarangan
bagi para anggota TPP untuk menaikkan tarif ataupun bea ma-
suk yang sudah ditetapkan dan dijalankan saat ini. Selain itu,
lseluruh anggota TPP diwajibkan pula untuk menurunkan tarif
maupun barrier terhadap perdagangannya secara progresif.
Barrier yang dimaksudkan disini adalah segala jenis pem-
batasan terhadap ekspor maupun impor baik dalam segi
harga, kuantitas dan lain-lain. Ditambah lagi, apabila ada
anggota yang bermohon agar penurunan tarif dari anggo-
ta lainnya dipercepat, maka anggota tersebut harus melak-
sanakannya. Penurunan tarif ini berlaku bagi hampir seluruh
barang yang diperdagangkan, termasuk di dalamnya pro-
duk industri jasa, produk kekayaan intelektual dan investasi.
Perjanj ian TPP hanya memberikan pengecualian bea
masuk terhadap beberapa jenis barang dan jasa ter-
tentu. Beberapa diantaranya adalah barang impor
yang masuk kembali ke negara asal untuk diperbai-
ki atau dimodif ikasi, barang impor yang merupakan
sampel komersi l , serta barang-barang produksi perf i l -
man, barang untuk dipamerkan, dan alat-alat olahraga.
AK T I V I S7 2
AK T I V I S 7 3
Secara dampak, penurunan tarif secara multilateral dapat
menyebabkan turunnya pendapatan pemerintah dari sek-
tor penerimaan bea dan cukai. Besarnya penurunan ini
harus diperhitungkan dengan matang sebelum menan-
datangani nota perjanjian TPP. Sebagai contoh saja, ber-
dasarkan data dari Kementerian Perindustrian pada 2014,
lima jenis produk dengan impor tertinggi Indonesia dari
Jepang bernilai hampir 15 milyar US Dollar (USD). Sedang-
kan 5 jenis produk ekspor tertinggi Indonesia ke Jepang
tidak lebih besar nilainya dari 7 milyar USD; neraca perd-
agangan Indonesia terhadap Jepang berada pada posisi
defisit. Nilai tarif bea masuk barang-barang impor tentun-
ya akan menurun. Pendapatan pemerintah dari sektor bea
masuk ini pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perbaikan (APBNP) 2015 ditetapkan sebesar Rp. 37.2 trili-
un. Tentunya apabila TPP ini sudah ditandatangani, tar-
get penerimaan bea masuk pada masa mendatang pun
haruslah disesuaikan secara signifikan mengingat nilai im-
por Indonesia dari negara-negara anggota TPP cukup besar.
Dampak apa yang akan dihasilkan dari TPP haruslah di-
kaji secara menyeluruh terlebih dahulu sebelum disetu-
jui, mengingat masih banyaknya industri di Indonesia
yang sebenarnya belum bisa mandiri dan mampu ber-
saing dengan pasar internasional secara independen.
Hal ini ditambah dengan infrastruktur Indonesia yang
relatif belum sesiap negara-negara maju. Hal-hal terse-
but merupakan risiko yang harus segera dipertimbang-
kan. Tarif impor dan barrier of trade sering kali dipergu-
nakan secara proaktif sebagai medium untuk mengontrol
pasar dan juga industri di dalam negeri. Dengan menan-
datangani perjanjian TPP ini, pemerintah secara sukarela
menyerahkan sebagian kedaulatannya dalam mengontrol
arus barang dan jasa dari negara-negara anggota TPP.
AK T I V I S7 4
Pemerintah Indonesia harus melakukan analisa pro-
duktivitas terhadap seluruh industri dalam skala prod-
uct-by-product basis untuk mendapatkan gambaran akan
efek biaya-manfaat dari bergabungnya Indonesia ke TPP.
Selain risiko-risiko yang sudah dijabarkan, bergabung-
nya Indonesia ke dalam TPP juga menawarkan sebuah
peluang dan kesempatan. Negara-negara anggota TPP
per data akhir tahun 2014 berkontribusi terhadap per-
dagangan global sebesar lebih dari 25 persen, dengan
nilai total ekonomi sebesar 28 triliun USD atau 40 pers-
en dari total nilai ekonomi dunia. Sebuah potensi pas-
ar yang sangat luar biasa apabila dapat kita manfaatkan.
Bergabung ke dalam TPP ini juga mampu mening-
katkan t ingkat kecepatan perputaran barang dan
jasa dikarenakan berkurangnya halangan terhadap
pergerakan barang dan jasa tersebut . Manfaat dari
percepatan pergerakan barang dan jasa di pasar
internasional adalah meningkatnya produk t iv i tas
produksi seluruh industr i dan juga menurunnya har-
ga - harga barang secara massal biarpun implemen-
tasinya harus melalui proses yang ber tahap. Hal ini
tentu akan dapat dinikmat i , t idak hanya oleh end-us-
er dari sebuah produk barang ataupun jasa, tetapi
juga sebagai input dari seluruh proses produksi yang
pada ujungnya diharapkan akan mampu meningkat-
kan kemampuan produk dalam negeri untuk ber-
kompetisi di dalam perdagangan internasional.
Dengan semakin cepatnya perputaran barang dan jasa
diser tai dengan menurunnya harga-harga komoditas
industr i maupun komoditas konsumsi tentu hal ini
akan sangat menguntungkan konsumen pada ujun-
gnya. Selain i tu, t ingkat per tumbuhan ekonomi pun
past i akan ikut terkena efeknya. Secara keseluruhan,
diharapkan turunnya penerimaan pemerintah dari bea
masuk set idaknya dapat ditutup dengan per tumbuhan
produk domest ik bruto dan produk t iv i tas nasional.
... Dengan menanda-
tangani perjanjian TPP
ini, pemerintah secara
sukarela menyerahkan
sebagian kedaulatan-
nya dalam mengontrol
arus barang dan jasa
dari negara-negara
anggota TPP.
S E N I B U D A Y A
S E N I B U D A Y A
(Fot
o ol
eh: I
ndah
Cris
tian)
AK T I V I S 1 3
AK T I V I S7 8
o l e h f o t o o l e h
alexandra andreana dea windu kuntoro
Di Balik Celebration of Indonesia
Editor Alexandra Andreana Dea berbincang dengan Produser Celebration of Indonesia Randy Enos Hallatu mengenai kemerdekaan Indonesia dan makna di balik menampil-kan budaya bangsa dalam acara akbar tersebut
Q: Halo, Enos. Boleh dijelaskan sedikit tentang Celebration Of Indonesia?
A: Celebration of Indonesia (CoI) adalah sebuah pertunjukan seni dalam rangka memperingati 70 tahun Indonesia merde-
ka, yang melibatkan para seniman dan sejumlah komunitas lokal di Melbourne.
Q: Untuk apa acara Celebration of Indonesia ini diadakan?
A: Selain bertujuan untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia bagi komunitas Indonesia di Melbourne, acara yang
diselenggarakan di Melbourne Town Hall pada 12 September 2015 ini, acara ini juga bertujuan untuk memperkenalkan
kebudayaan Indonesia kepada pengunjung yang bukan berasal dari Indonesia.
Q: Bagaimana respon penonton terhadap acara Celebration of Indonesia?
A: Respon penonton sangat positif, tidak disangka hasilnya sangat memuaskan dan sebagai penyelenggara acara sangat
senang. Para penonton lebih terkejut saat mengetahui bahwa semua resources untuk produksi berasal dari Melbourne.
Q: Apakah hasil yang dicapai telah memenuhi harapan dan target acara tersebut?
A: Secara keseluruhan kami sangat puas dan senang dengan hasil yang diharapkan. Walaupun saya, selaku produser
acara ini, punya harapan yang lebih, saya sudah sangat bangga dan senang terhadap hasil akhirnya
Pada bulan September yang lalu, ribuan masyarakat Indonesia di Melbourne berkumpul di Melbourne Town
Hall untuk ikut meramaikan acara bertajuk Celebration of Indonesia. Acara yang diproduseri oleh komposer
kelahiran Jayapura Randy Enos Hallatu ini berhasil menarik penonton Indonesia maupun lokal dalam pesona
keindahan budaya Indonesia. Berikut adalah wawancara dengan Enos yang berbagi pengalaman atas kesuk-
sesan acara yang diadakan pada 12 September 2015 tersebut.
AK T I V I S 7 9
AK T I V I S8 0
Q: Apa pengaruh budaya Indonesia sebagai inti acara Celebration of Indonesia terhadap masyarakat di Melbourne?
A: Tentunya sangat berpengaruh positif! Ada beberapa hal yang bisa kita lihat. Yang pertama, kita berhasil memperke-
nalkan kebudayaan Indonesia ke pasar internasional di Australia, khususnya kota Melbourne. Lalu, acara ini memberikan
kesempatan kepada berbagai komunitas seniman Indonesia di Melbourne untuk tampil dan bermain musik, dan juga
untuk saling memperkuat hubungan satu sama lain. Selanjutnya, acara ini membuktikan bahwa orang Indonesia yang
sedang di luar negeri dan jauh dari kampung halaman tetap peduli dan ingat dengan kebudayaannya! Dengan demikian,
acara ini juga sangat memberi dampak positif terhadap hubungan bilateral Australia dengan Indonesia. Harapan saya
juga acara ini dapat mempererat hubungan antar kedua negara.
Q: Menurut Enos, mengapa melestarikan budaya itu penting? Lalu, bagaimanakah sekiranya para pelajar Indonesia di Melbourne dapat mengembangkan hal tersebut?
A: Kebudayaan adalah citra diri, identitas, dan juga sebuah kekayaan bangsa. Kekayaan adalah aset; sebuah aset yang
kalau tidak dilestarikan atau dikelola akan punah. Kalau sampai punah, artinya dalam 20 sampai 50 tahun mendatang
sudah tidak ada lagi orang yang peduli dengan musik, tarian, atau sejarah bangsa Indonesia. Hal ini tidak boleh terjadi,
karena kehilangan kebudayaan itu sama dengan kehilangan identitas. Dengan demikian, kehilangan identitas itu sama
dengan kehilangan diri kita sendiri.
Selamat atas kesuksesan Celebration of Indonesia! Semoga acara serupa dapat terus dilanjutkan demi memupuk kecintaan warga Indonesia terhadap Tanah Air di manapun mereka berada.
Kesalahan yang cenderung dilakukan oleh masyarakat Indonesia masa kini, yaitu menilai kebudayaan kita sebagai
second class. Sebagian besar masyarakat Indonesia lebih kagum dengan pengaruh dari budaya barat atau Western cul-
ture. Padahal, masyarakat di luar Indonesia banyak yang ingin mempelajari budaya Indonesia. Mungkin benar adanya
kata pepatah “rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri”, walaupun begitu, tetap harus ada yang peduli dengan
kebudayaan kita supaya tidak punah.
Sebagai pelajar, generasi muda penerus bangsa, kita bisa memulai dengan hal-hal yang sangat mudah, yaitu bangga-
lah dengan kebudayaanmu, karena itu adalah dirimu yang sebenarnya.Setelah kita mengubah pola pikir tersebut, kita
bisa mulai menerapkannya ke banyak hal. Salah satunya dengan diadakannya acara ini. Tentunya tidak harus terhenti
sampai di situ saja, masih banyak lagi yang bisa dilakukan untuk memperkaya budaya kita! Mari teman-teman, kita maju
terus!
AK T I V I S 8 1
WANITA dan Jembatan Seni Antar Budaya
“Seni mampu masuk ke akar masalahnya. Di tengah zaman yang penuh dengan konflik, kita perlu mengutamakan keberadaan seni dalam menumbuhkan pengertian antar komunitas.” Sooji Kim,
pelopor Women Arts Network Indonesia to Australia (WANITA)
Tak seperti asosiasi seniman lainnya, WANITA sengaja dibentuk demi menciptakan komuni-
kasi efektif antara seniman perempuan Indonesia dan Australia. Inisiatif yang baru saja dilun-
curkan pada awal tahun 2015 ini telah meluncurkan berbagai acara-acara, seperti workshop
seni di Jakarta dan pameran karya seniman-seniman wanita Jakarta di Footscray Commu-
nity Arts Centre dengan judul WANITA: Female Artivism - Jakarta! bulan Oktober 2015 lalu.
WANITA merupakan sebuah wadah berwujud direktori daring yang membuka ke-
sempatan bagi seniman Indonesia maupun Australia untuk berkolaborasi dengan
seniman lainnya. Pendiri WANITA, Sooji Kim mengaku bahwa awalnya WANITA ter-
cipta sebagai proyek sampingan saat band-nya, Empat Lima, sedang tur di Indone-
sia pada tahun 2014 lalu. “WANITA terbentuk secara natural karena sebagai all-female
band, kami ingin bertemu dan berkolaborasi dengan seniman-seniman wanita lainn-
ya di Indonesia,” jelas Sooji, “kami sungguh terinspirasi oleh art scene di Indonesia
dan berkomitmen untuk membagikan pengalaman tersebut ke masyarakat Australia.”
Selama di Indonesia, Sooji bersama Empat Lima membuat workshop seni dengan komu-
nitas Ruangrupa, acara diskusi di Museum Musik Malang dan Jatiwangi serta mendistri-
busikan zine hasil dari workshop tersebut di Melbourne. Komitmen Sooji untuk menampil-
kan karya-karya masyarakat Indonesia di Australia inilah yang kemudian mendorong
terciptanya WANITA dalam bentuk website dan acara layaknya Female Artivism – Jakarta!.
Berkat workshop di Jakarta itu pulalah, Sooji mampu bekerja sama dengan komuni-
tas seni Ruangrupa dan membawa Ika Vantiani sebagai salah satu kurator seni untuk
WANITA: Female Artivism - Jakarta! Ketiga kurator - Ika Vantiani, Marishka Soekar-
na, dan Ayu Dila Martina - serta produser Rani Pramesti berhasil membawa hasil karya
dari 13 seniman lainnya untuk memberi cuplikan tentang berbagai pengalaman hidup
seniman wanita di Jakarta kepada audiens di Melbourne. Bertempat di galeri mun-
gil Footscray Community Arts Centre, pameran unik tersebut menampilkan berbagai
karya dengan cerita tersendiri. Sebut saja Ika yang menggunakan berbagai teknik
o l e h f o t o o l e h
fel ic ia lase marcia jul ia
AK T I V I S8 2
menjahit, kolase, fotografi hingga video untuk menceritakan
perjalanannya sebagai seorang seniman wanita otodidak. Lain
lagi dengan Ayu yang berani mengeksplorasi berbagai tema
tabu demi menunjukkan berbagai label perempuan di Indo-
nesia.
Ika mengaku tertarik bergabung dalam WANITA karena prinsip
yang dipegang oleh inisiatif itu sendiri. “Menurut saya, WANITA
merupakan platform yang menarik karena mampu membentuk
jalinan kerja sama dan pertemanan antar seniman perempuan
Indonesia dan Australia – sesuatu yang memang belum ban-
yak jumlahnya di Indonesia saat ini,” jelas Ika. Ika, yang mem-
ulai perjalanan seninya secara otodidak, merasa WANITA turut
membangun pengalaman para seniman dalam hal berkomuni-
kasi dan berkarya karena tanggapan-tanggapan pengunjung
yang datang. “Hal ini bukan hanya menumbuhkan semangat
baru untuk berkarya, namun juga memberi pelajaran baru ten-
tang bagaimana seni dan publik berinteraksi di luar Indone-
sia,” ujar Ika bersemangat.
Ika Vantiani(Credit: Ifan Hartanto)
Berbagai karya seni di WANITA: Female Artivism (Credit: Marcia Julia)
AK T I V I S 8 3
Tentunya sebagai seorang seniman yang aktif dalam WANITA,
Ika maupun Sooji sangat mendukung adanya perkembangan
komunikasi dan integrasi efektif antar seniman dengan berb-
agai latar belakang. Hal ini khususnya amat dekat dengan
kisah perjalanan Ika sebagai seorang seniman. Sebagai seo-
rang seniman otodidak, Ika mampu berkembang pesat karena
turut didukung oleh komunitas seni Ruangrupa. Dengan min-
imnya dukungan publik maupun pemerintah, Ika menyadari
pentingnya keberadaan komunitas seni untuk mendukung
proses berkarya para seniman. “Bagi saya, Ruangrupa ada-
lah salah satu art community paling suportif dalam perjalanan
seni saya,” kata Ika, “Ruangrupa memberi kesempatan bagi
orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan seni un-
tuk mampu berkecimpung di dunia seni.” Sejak saat itulah,
Ika mulai membuat kolase, mengorganisir pameran, membuat
berbagai workshop, hingga membuat toko daring yang berpu-
sat di Amerika Serikat.
Kedua seniman inipun terus mendukung adanya integrasi dan
apresiasi seni kontemporer Indonesia dengan negara lain,
termasuk Australia. Bagi Ika, seni kontemporer Indonesia se-
sungguhnya sudah sangat dihargai dalam skala internasional
– terbukti dengan banyaknya pameran, penghargaan serta
kegiatan seni berskala internasional yang mengajak seniman
Indonesia untuk berpartisipasi.
Sooji turut menambahkan bahwa exposure seni Indonesia di
ranah seni Australia juga berkembang pesat melalui berbagai
festival dan inisiatif multikultural di Australia. Akan tetapi, may-
oritas seniman yang tergabung adalah pria. “Itulah mengapa
saya berharap WANITA dapat membantu seniman wanita un-
tuk menciptakan kolaborasi secara mandiri, tanpa perlu ber-
gantung pada organisasi-organisasi besar,” kata Sooji, “jika
para seniman memiliki kemauan untuk terus maju, platform
ini tersedia untuk membantu membuka koneksi tersebut bagi
mereka.”
Sooji dan Ika pun memiliki harapan besar bagi rana seni kon-
temporer Indonesia maupun Australia. Bagi Ika, kesenian di
Indonesia masih membutuhkan banyak edukasi - terlebih
bagi pemegang kepentingan, layaknya pemerintah maupun
korporasi besar. “Kita harus saling membantu melaksanakan
proses edukasi ini agar bukan hanya para pelakunya saja yang
semakin semangat berkarya, namun mereka juga didukung
oleh lingkungan yang semakin suportif,” jelas Ika.
Sooji sendiri merasa ranah seni di Australia, terlebih dalam
bidang musik, belum mampu merepresentasikan keberag-
aman budaya yang luas. Padahal, Sooji merasa bahwa seni
mampu menjadi wadah penyatu hubungan antar bangsa Indo-
nesia dan Australia. “Di tengah dunia yang dipenuhi diskrim-
inasi dan prasangka, munculnya berbagai budaya yang be-
ragam di ranah seni menjadi sangatlah penting dan relevan,”
ucap Sooji seraya menutup pembicaraan.
Sooji Kim (kiri) bersama band Empat Lima (Credit: Kelly Russ)
Dialog Seni
AK T I V I S1 3
AK T I V I S 8 5
Rani Pramesti (Credit: Marcia Julia)
Instalasi Chinese Whispers (Credit: Dok. Rani Pramesti)
AK T I V I S8 6
o l e h f o t o o l e h
fel ic ia lase marcia jul ia
Rani Pramesti:Identitas. Seni. Dialog.
Rani Pramesti berbagi kisah di balik menjadi seorang Tionghoa di Mei 1998, seo-rang Indonesia di tanah Australia, dan seorang seniman di dunia multikultural
Di tengah teriknya matahari Melbourne, Rani Pramesti mengajak AKTIVIS berbincang di Footscray
Community Arts Centre (FCAC) tempatnya bekerja. Sebagai seorang producer di FCAC, Rani ten-
tunya akrab dengan dunia seni dan pentingnya mengekspresikan diri melalui medium-medium
seni. Namun, lulusan jurusan Dramatic Arts dari Victorian College of Arts (VCA) ini memiliki prin-
sip yang jauh lebih mendalam dan personal mengenai karya-karyanya. Melalui seni, Rani mengek-
spresikan identitas, menyampaikan kisah dan menginspirasi dialog antar bangsa di tanah Australia ini.
Eksplorasi Identitas
Sebagai seorang Indonesia berketurunan Tionghoa di Australia, Rani merasa belum mampu mengek-
spresikan identitasnya secara terbuka selama studinya di bidang Dramatic Arts. “Sewaktu bersekolah
di VCA, aku merasa sebagai bagian dari minoritas,” ujar Rani, “ranah performing arts di Australia itu
memang sangat dominan Western. Bukan hanya senimannya saja, tapi apa yang kita pelajari sebagai
siswa juga mayoritas bertema Barat.” Hal inilah yang kemudian mendorong Rani untuk menampilkan
sebuah karya yang mampu mewakili latar belakang budayanya. Saat itulah, Chinese Whispers1 lahir.
Chinese Whispers adalah sebuah instalasi seni perdana Rani yang mendapatkan penghargaan dari Mel-
bourne Fringe Award sebagai Best Live Art and Kultour’s Innovation in Culturally Diverse Practice Award.
Chinese Whispers terwujud karena keikutsertaannya dalam Emerging Cultural Leaders (ECL), salah
satu program mentoring dari FCAC selama 5 bulan kepada beberapa seniman-seniman muda terpilih.
Chinese Whispers sendiri merupakan sebuah instalasi interaktif yang mengajak pengunjung un-
tuk mengikuti perjalanan Rani sebagai seorang Chinese-Indonesian secara dekat dan person-
al. Secara berpasangan, pengunjung berjalan menyusuri ruang tertutup kain-kain putih ser-
aya mendengarkan kisah personal Rani tentang pengalamannya dalam peristiwa Mei 1998. Di
akhir perjalanan, seorang aktor duduk di ujung ruangan untuk mendengarkan reaksi pengunjung
setelah mendengar kisah yang sedemikian kuat tentang pembunuhan massal Mei 1998 tersebut.
“Setelah mengeksplorasi banyak kisah untuk Chinese Whispers, aku kemudian sangat ingin membicara-
kan tentang Mei 1998,” tegas Rani usai menunjukkan video Chinese Whispers kepada AKTIVIS, “because
it changed my life. It changed so many other people’s lives.” Chinese Whispers mampu menampilkan
kisah lain dari Mei 1998 yang tentunya membuat seluruh pengunjung merasa emosional dan tersentuh.
“Chinese Whispers adalah sebuah eksplorasi identitas – identitasku se-
bagai seorang Indonesia maupun seorang keturunan Tionghoa,” ujar Rani.
AK T I V I S 8 7
Inspirasi Chinese Whispers pun berakar dari sebuah pen-
galaman yang sangat personal bagi Rani. Perjalanann-
ya pindah ke Australia tidak semudah mayoritas maha-
siswa-mahasiswa Indonesia di Australia sekarang ini.
Dengan banyaknya kasus pemerkosaan dan pembunuhan
masyarakat Tionghoa pada Mei 1998, kedua orang tuanya
memutuskan untuk mengirim Rani dan kakaknya ke Australia.
“Aku pindah ke Australia pada waktu umur 12 tahun demi me-
ngungsi saat kejadian Mei 1998,” ujar Rani, “kejadian itu be-
nar-benar disturbing dan mengakibatkan krisis identitas bagi
diriku yang masih kecil.” Setelah mengungsi sebentar di Bali,
Rani menyusul sang kakak ke Australia dan tinggal bersama
di dalam asrama. Walaupun sudah lancar berbahasa Inggris,
tentulah tetap tidak mudah bagi Rani untuk tiba-tiba berpi-
sah dengan kedua orang tuanya saat ia masih sangat belia.
Pengalaman ini berpengaruh besar terhadap pandangan Rani
tentang identitasnya. “Selama 12 tahun pertama kehidupanku,
aku merasa identitasku itu adalah seorang Indonesia. Namun,
kenapa selanjutnya, di peristiwa Mei 1998, aku dianggap ber-
beda - dianggap sebagai seorang Cina?” ungkap Rani. “Bagi
aku yang masih 12 tahun, sulit untuk mengerti bahwa ada
kepentingan politis yang jauh lebih besar di balik itu semua.”
Sang seniman Indonesia ini baru mampu mengerti latar be-
lakang diskriminasi etnis ini bertahun-tahun kemudian. Bah-
wa sesungguhnya, bangsa Belandalah yang pertama kali
Instalasi Chinese Whispers (Credit: Dok. Rani Pramesti)
Mei 1998
AK T I V I S8 8
Perempuan kelahiran 1986 ini sangat aktif dalam mem-
bagikan kisahnya sebagai seorang Indonesia di ranah
seni Australia dan terus menciptakan dialog antar
bangsa. Rani sungguh bersyukur karena FCAC dan pe-
ngunjung sangat mendukung perjalanannya dalam
mengeksplorasi identitas miliknya. Bukan hanya orang In-
donesia, sejumlah warga negara Yunani, Arab, maupun Af-
rika turut datang dan menyelami kisah Chinese Whispers.
“Aku selalu berusaha untuk menarik garis paralel antar kultur
agar karyaku dapat dimengerti across culture,” ungkap Rani.
Hal ini terbukti mampu tercapai dengan baik. Setelah me-
nikmati Chinese Whispers, para pengunjung lokal Australia
turut berpikir mengenai kekerasan pada orang Aborigin di
Australia – tentang betapa dekatnya isu rasialisme terse-
but dalam kehidupan sehari-hari mereka. “Walaupun su-
dah banyak media-media yang lebih berfokus pada orang
Aborigin, pada kenyataannya, Australia masih didominasi
dan dipersepsikan sebagai tanah white people,” jelas Rani.
Rani pun tetap berkeinginan kuat untuk memperluas apre-
siasi seni antar bangsa dalam karya-karyanya. Salah sa-
tunya dengan memproduseri acara WANITA (Women Arts
Network Indonesia to Australia) yang berhasil membawa
berbagai seniman-seniman wanita dari Jakarta ke Mel-
bourne untuk berbagi kisah melalui seni mereka. Rani
juga sedang mempersiapkan instalasi seninya yang kedua
dengan judul Sedih//Sunno2. Produksi yang akan dita-
mpilkan pada tahun 2016 ini berusaha menampilkan ceri-
ta wanita dari berbagai latar belakang kultur. Untuk in-
formasi selanjutnya dapat dilihat melalui ranip.com.au.
Yang pasti, Rani telah mampu memutarbalikkan kisah pa-
hitnya menjadi dialog bermakna antar bangsa – hal yang
seringkali terlupakan di era individualis ini. “Pada akh-
irnya, akan selalu ada tema universal yang mampu di-
mengerti semua orang – and arts help you to process
these things,” ujar Rani seraya menutup pembicaraan.
Dialog Antar Bangsa
2 Sedih // Sunno was co-created by Rani Pramesti, Ria Soemardjo, Shivanjani Lal and
Kei Murakami through Next Wave’s Kickstart program, with the support of the Australia
Council for the Arts, Creative Victoria and the Besen Family Foundation.
1 Chinese Whispers was supported by the Creative Victoria and University of Mel-
bourne Faculty of VCAMCM Graduate Mentorship Scholarship and began as an Emerg-
ing Cultural Leaders project at Footscray Community Arts Centre, under the mentor-
ship of theatre maker, Chi Vu.
membedakan antara etnis Tionghoa dan pribumi. Bahwa
melalui taktik divide et impera, etnis Tionghoa dengan sen-
gaja dianggap sebagai penduduk yang lebih tinggi – semua
demi memecah belah bangsa Indonesia. Namun, sayangnya
hal ini masih sulit untuk dimengerti banyak pihak, terlebih
oleh orang-orang dari latar belakang kultur yang berbeda.
Hal ini yang kemudian mendorong Rani untuk men-
yampaikan kisah dan menciptakan dialog antar bang-
sa dalam karya-karya seninya. “Aku merasa salah satu
purpose-ku sebagai seniman adalah untuk mencip-
takan understanding between cultures,” tegas Rani.
R E F L E K S I
(Fot
o ol
eh: I
ndah
Cris
tian)
AK T I V I S1 39 0
...Tagar
o l e h
i l l u s t r a s i o l e h
m a d e s . s a r a s w a t i
m i k h a e l g e o r d i e
Salah satu alasan mengapa kita senang
memberi label pada sesuatu, seekor, atau
seseorang adalah karena peng-kategori-an
merupakan alat untuk kita memproses in-
formasi (yang datang dari banyak arah dan
berbagai volume) dengan efisien. Dalam
biologi, kita mengenal binomial nomencla-
ture yang memudahkan pengkategorian,
atau identifikasi, makhluk hidup dengan
standar yang telah disempurnakan berta-
hun-tahun. Sistem ini juga kita pakai dalam
interaksi sosial sehari-hari, secara alami.
Meskipun tidak ada pakem yang tertulis,
tapi semua orang mengerti cara kerjanya.
Proses ini alamiah terjadi, dari anak SD sam-
pai kakek-nenek bisa melakukannya. Cara-
nya: Pertama, lihat karakteristik fisik yang
menonjol. Bisa jadi tato harimau, make up
yang menor, baju dekil, kemeja flanel, ka-
camata hitam – semua ini adalah ciri khas
yang terlihat dalam sekilas pandang. Namun,
pada praktiknya, banyak penilaian yang ter-
jadi sampai di tahap ini saja sehingga sering
terjadi generalisasi. Meskipun yang dilihat
belum tentu karakter asli orang tersebut,
namun generalisasi yang kuat menyebab-
kan kita percaya pada sifat dari ‘genus’ ter-
tentu. Tahap ini sifatnya artifisial, mudah
untuk dipalsukan, sebuah pencitraan belaka.
Apalagi dengan hadirnya jejaring sosial.
Setelah berhasil mengakui eksistensi an-
tar individu dalam kelompok, mereka men-
dambakan pengakuan dari grup lain yang
lebih besar secara kuantitas – masyarakat.
Sekarang, tidak hanya identifikasi dari satu
individu yang berlaku, melainkan satu grup.
Disaat kita merasa kita diterima dalam mas-
yarakat, disitulah tumbuh rasa bangga. Kare-
na inilah, kita cenderung mengaitkan diri ter-
hadap kelompok kita dengan sepenuh hati.
Namun karena identitas kelompok menjadi
terlalu melekat di individu, identitas si indi-
vidu kerap melebur menjadi identitas kelom-
pok, dimana identitas individu dan identitas
kelompok sudah menjadi kabur batasannya.
Oleh sebab itu, perhatian yang diterima seo-
rang individu dari banyak individu lainnya
menghasilkan stereotype atau generalisasi.
Meskipun terdengar negatif, tapi cara ini ter-
bukti efektif. Ini merupakan cara yang sering
dipakai Sherlock Holmes, yakni deductive
reasoning - cara yang mampu mendapatkan
keputusan yang dibutuhkan pada detik itu
juga dengan menggabungkan begitu banyak
informasi dalam waktu singkat. Mengambil
kesimpulan berdasarkan premis umum yang
diberikan dan premis khusus yang dimengerti.
Sekarang kita bisa mengatur stereotipe
dengan kekuatan tagar.
Meski terbukti efektif, tapi tidak ada alat
yang seratus persen berfungsi benar. Seka-
rang stereotipe terdengar negatif dan kuno.
Banyak dari kita yang berpikir bahwa alat ini
tidak lagi bisa dipakai. Sekarang, jika kita
percaya kalau semua adalah satu, untuk apa
kita dibeda-bedakan? Pengelompokkan itu
berseberangan dengan kemanusiaan. Ketika
kita mulai menghilangkan kotak yang dibuat
untuk orang lain, muncul tagar (hashtag) di
media sosial. Sebuah kotak yang kita buat un-
tuk diri sendiri, yang sering kita ketik di tiap
post. Kita mulai mengelompokkan diri sendiri
ke grup yang kita inginkan – bisa jadi sebuah
pencitraan atau sisi lain dari diri yang tersem-
bunyi. Kita tidak lagi membutuhkan orang
lain untuk menentukan kita masuk kelompok
mana secara maya. Media sosial memberikan
ruang lebih untuk berekspresi, dan dengan
fitur tagar (hashtag), kita bisa memberi la-
bel apapun yang kita inginkan pada diri kita.
Kehadiran
media sosial
justru membuat
manusia tak
sanggup hidup
tanpa adanya
label dan
stereotipe
AK T I V I S 1 3 AK T I V I S1 3
AK T I V I S1 3AK T I V I S 1 3
Timbul rasa bangga.
Dengan keistimewaan yang diberikan oleh media sosial, kita
cenderung untuk memilih label yang kita suka. Ditambah dengan
respon (like atau comment yang menyanjung) dari sesama peng-
guna media sosial, semakin kita bangga akan citra yang diben-
tuk. Kemudian tercipta kebutuhan untuk mempertahankan citra
tersebut. Jika sebelumnya label adalah pemberian eksklusif se-
cara eksternal untuk pihak eksternal, atau stereotipe, sekarang
label bisa diciptakan secara internal untuk konsumsi eksternal.
Sebuah bukti eksistensi diri.
Stereotipe adalah label yang dipetik secara luas namun gam-
blang - dan melekat kuat pada satu tipe karakter orang, kelom-
pok atau benda. Di media sosial, semakin banyak tagar maka
semakin eksis pula kita. Dengan tagar-tagar yang diketik, kes-
empatan untuk bisa dilihat orang lain menjadi lebih besar. Da lam
kata lain, kebebasan mengekspresikan diri kita masih bermuara
pada keinginan untuk diakui oleh orang lain. Selama kita masih
hidup di masyarakat, senang atau tidak, kita masih membutuh-
kan satu dan lainnya – entah itu secara langsung maupun tidak.
Seketika semuanya menjadi negara yang meneriakkan
merdeka. Lalu siapa pengabsahnya?
Selama kita masih hidup di sistem masyarakat, senang atau
tidak, kita masih membutuhkan satu dan lainnya. Meski hid-
up mandiri adalah ideal, tapi untuk hidup sendiri itu musta-
hil. Ketika post kita disukai atau dikomen orang lain, muncul
perasaan bahwa kita diterima oleh yang lain. Sebuah kontra-
diksi ketika post tersebut berkenaan tema mengasingkan diri.
Pengasingan adalah sebuah hukuman bagi makhluk yang,
pada akarnya, mendambakan peran dalam hidup. Se-
buah peran menjadi ada saat ada karakter lain dan penon-
ton. Keinginan itu baru terwujud saat kita saling mengikat
diri untuk menjadi lebih ‘besar’. Struktur masyarakat
adalah alami ketika banyak individu tinggal bersama.
Made Sania Saraswati adalah seorang designer/copywriter di
salah satu perusahaan keramik terbesar di Bali, Jenggala. Sebel-
umnya, ia belajar Industrial Design di Limkokwing University of Cre-
ative Technology di Malaysia.
...
Manusia hidup layaknya sel yang
terjalin membentuk jaringan,
membuat organ menjadi sistem organ dan
bersama menghasilkan individu utuh
AK T I V I S 1 39 3
...Identitas
Gandaku
o l e h
f o t o o l e h
i l l u s t r a s i o l e h
a n g e l i q u e n a g a r i a
m r . t i n d c
m i k h a e l g e o r d i e
Bandara Udara Tullamarine pada pukul 7
pagi 28 Juli 2003, dengan suhu luar 10°C.
Aku masih ingat dengan jelas hari perta-
maku di Melbourne. Aku ingat melihat ‘Big
Ben’ dan ‘menara Eiffel’ yang terletak di
sebuah jalan bernama Flinders. Aku ingat
bagaimana udara yang kuhirup terasa san-
gat bersih dan segar. Aku juga ingat bah-
wa aku membutuhkan hingga empat lapis
baju untuk menjaga diriku tetap hangat.
Melbourne terkenal sebagai salah satu kota
yang memiliki budaya paling beragam di
dunia. Dan kota ini memang terbukti layak
menerima reputasi tersebut. Contohnya, di
mana lagi kita bisa mendapatkan sebuah
rumah makan tradisional Korea bersebe-
lahan dengan sebuah restoran hidangan
Perancis? Dengan ini ‘kampung halaman’ku
yang baru membuat aku merasa diteri-
ma layaknya di rumah sendiri sedari awal.
Pada awalnya, diriku masih terlalu terba-
wa dan terbiasa dengan budaya Indonesia
yang kumiliki. Aku tetap berbicara dalam
Bahasa Indonesia kepada keluarga dan
teman-temanku dan aku kerap mengha-
biskan banyak waktu menulis surat untuk
kerabat dan kenalanku di Jakarta. Bahkan,
aku kegirangan sekali ketika mengetahui
bahwa mereka menjual Indomie di sini!
Sejujurnya, diriku yang masih kecil dan lugu
sempat kehilangan kepercayaan diri saat hari
pertama sekolah. Aku tidak bisa tidur mem-
bayangkan bahwa aku akan menjadi satu-sat-
unya gadis berambut hitam dan berkulit sawo
matang di tengah-tengah lautan anak-anak
berambut pirang dan bermata biru. Namun,
melihat kondisiku sekarang, kekhawatiranku
yang dulu sekarang berubah menjadi hal yang
Tapi tetap saja, kampung halamanku yang
baru tidak mengecewakanku; semua mu-
rid dan guru di sekolahku ternyata san-
gat ramah (bahkan mungkin lebih ramah
dari guruku di Indonesia) dan akhirnya
aku pun bisa bergaul dan mendapatkan
teman baru dalam waktu yang singkat.
Perjalanan pulang kampung yang terjadi se-
tahun sekali seakan-akan menjadi sebuah
bentuk terapi yang menenangkan dan juga
menyenangkan. Aku dapat melepas rindu
dengan sahabat lama dan pastinya bertemu
kembali dengan bermacam-macam hidan-
gan khas Indonesia yang juga aku rindukan,
seperti Pecel Lele, Bakmi dan Pempek. Di
dalam rentang 12 tahun lamanya aku ting-
gal di sini, aku tidak pernah melewatkan
perjalanan pulang kampung selama 8 tahun.
Sepanjang masa sekolahku di Melbourne, aku
tidak memiliki banyak teman yang berasal
dari Indonesia sehingga peluangku untuk ber-
bicara dan berinteraksi dengan sesama orang
Indonesia pun berkurang. Semenjak itu aku
mulai untuk bercakap-cakap dalam Bahasa
Inggris termasuk kepada keluargaku sendiri,
dan aku bahkan sampai mulai berpikir dan
bermimpi dalam Bahasa Inggris (tampaknya
itulah cara kita mengetahui bahwa kita telah
menguasai sebuah bahasa dengan lancar).
Pada saat itu, aku merasa bahwa kefasihanku
dalam berbahasa Indonesia lambat laun meng-
hilang. Aku membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk merangkai sebuah kalimat dalam
Bahasa Indonesia dan seringkali ketinggalan
akan slang atau “bahasa gaul” yang terbaru.
Saat kau adalah
seorang Indonesia
sekaligus Austra-
lia, apakah makna
identitas dirimu?
AK T I V I S1 39 4
AK T I V I S 1 39 5
Dengan didirikannya AIKA (Anak Indonesia Katolik Australia),
sebuah perkumpulan religius yang terdiri dari anak- anak muda
khususnya yang tumbuh di Melbourne, aku menjadi lebih terli-
bat dalam komunitas Katolik Indonesia sekaligus dipersatukan
kembali dengan budaya Indonesiaku setelah sekian lama. Aku
diberikan tanggung jawab untuk mengurus aktivitas permain-
an dalam perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia dan akupun
terhanyut dalam nostalgia. Aku teringat akan berbagai macam
permainan dan acara Hari Kemerdekaan yang aku hadiri selama
di Indonesia dan aku berusaha untuk menciptakan kembali sua-
sana itu di dalam komunitas Katolik Indonesia yang ada di sini.
Aku menyadari bahwa kefasihanku dalam berbahasa In-
donesia kian membaik dan aku semakin percaya diri da-
lam menggunakannya, walaupun terkadang aku masih ti-
dak mengerti ‘bahasa gaul’ yang selalu berubah- ubah.
Seringkali aku mendapatkan pertanyaan: “Apakah kamu me-
lihat dirimu sebagai orang Australia atau orang Indonesia?”
Menurutku menjadi orang Australia berarti kamu memili-
ki kebebasan untuk menggolongkan dirimu ke dalam bu-
daya apapun, tidak terkekang sebatas satu budaya semata.
Menjadi orang Indonesia selama masa kecilku telah memban-
gun sebuah pendirian dan prinsip bekerja yang kuat yang bah-
kan aku miliki hingga sekarang.
Dan menjadi orang Australia membuatku menjadi individu yang
lebih perseptif dan berpikiran terbuka.
Aku dengan bangga menyatakan bahwa aku merasa nyaman
menjadi orang Indonesia maupun orang Australia.
Angelique Nagaria adalah seorang mahasiswi jurusan Bisnis
Pascasarjana di Monash University dengan minat di dunia fash-
ion dan makeup. Di waktu luang, ia senang membaca, minum
secangkir kopi dan daydreaming.
CC by 2.0 [https://creativecommons.org/licenses/by-nd/2.0/]