Post on 21-Jun-2015
description
BAB I
( PENDAHULUAN)
A. LATAR BELAKANG
Dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM) pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman
pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, konvensi PBB tentang penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak-hak anak
dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi
Manusia. Materi Undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila, UUD
45 dan TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998.
Selama ini Hak Asasi Manusia menjadi topic yang hangat di dunia
internasional. Hak Asasi Manusia tak luput dari advokasi (pembelaan) hak asasi
manusia. Advokasi hak asasi manusia itu sendiri adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh ahli hukum dan atau lembaga bantuan hukum dalam bentuk
konsultasi, negosiasi, mediasi, serta pendampingan baik di dalam dan di luar
pengadilan yang bertujuan untuk menyelesaikan kasus-kasus hak asasi manusia.
Oleh karena itu advokasi dan hak-hak korban pelanggaran HAM perlu ditegakkan
dan diperjuangkan, seperti halnya yang dilakukan oleh Suciwati, istri Ketua
KONTRAS almarhum Munir, yang meninggal akibat diracun.
Di Indonesia sendiri penegakkan terhadap hak-hak korban pelanggaran
HAM masih belum begitu diperhatikan. Contoh korban pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang kasus hukumnya berhenti adalah kasus TKI kita yang mengalami
penganiayaan dan kematian tak wajar, begitu pula dengan kasus Semanggi, dan
pembunuhan terduga PKI di pemerintahan Soeharto. Dalam berbagai kasus
seperti halnya yang terjadi di negara kita ini secara kontinyu dan tak pernah
selesai-selesai meskipun undang-undang tentan HAM sudah ada dan jelas adanya.
1 | A d v o k a s i H A M
BAB II
( PEMBAHASAN)
A, PENGERTIAN HAM
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap
manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat
diganggu gugat siapa pun atau Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak
pokok yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha
Esa. Hak dasar ini bersifat universal (berlaku dimana saja, kapan saja dan untuk
siapa saja).Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak
azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan
lain sebagainya.
Hak asasi manusia ini juga merupakan hak dasar yang secara kodrati
melekat pada diri manusia. Oleh karena itu, hak asasi manusia harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh
siapapun.
Menurut pasal 1 angka 1 UU no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang
dimaksud Hak asasi manusia itu adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demikehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di
Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus
permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran
ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas
sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke
2 | A d v o k a s i H A M
arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas
dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi / atau persomal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan
kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik
lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
3 | A d v o k a s i H A M
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan
dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
B. HAK-HAK KORBAN PELANGGARAN HAM
Pasal 35 ayat 1 Undang-undang No. 26 tahun 2000 menyatakan bahwa korban
pelanggaran HAM yang berat atau ahli waris dapat memperoleh kompensasi,
restitusi, dan rehabilitasi. Ayat (2) menyatakan bahwa kompensasi, restitusi, dan
rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar
putusan Pengadilan HAM. Ayat (3) menyatakan bahwa ketentuan mengenai
kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan Peeraturan
Pemerintah.
Dalam penjelasan pasal tersebut kompensasi diartikan sebagai ganti rugi yang
diberikan oleh Negara, karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian
yang sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya. Restitusi diartikan sebagai ganti
kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak
ketiga yang ganti rugi ini dapat berup pengembalian harta milik, pembayaran
ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan atau penggantian dana untuk
tindakan tertentu. Sedangkan rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan
semula, misalnya kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lainnya.
Peraturan pemerintah yang mengatur tentang pemberian kompensasi, restitusi
dan rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM berat adalah PP No.3 Tahun
4 | A d v o k a s i H A M
2002. PP ini lebih banyak mengatur tentang mekanisme pemberian kompensasi
restitusi dan rehabilitasi setelah adanya putusan mengenai restitusi, kompensasi
dan rehabilitast dalam amar putusan. PP ini tidak hanya sebagai pelaksana dari
ketentuan pasal 35 Undang-Undang No.26 Tahun 2000. Tidak ada peraturan
secara kusus sebagaimana pengajuan tentang ketentuan kopensasi, rehabilitasi dan
restitusi terhadap korban pelanggaran ham berat dapat dimintakan ke pengadilan.
Untuk mengetahui mekanisme tentang pengajuan kompensasi, restitusi, dan
rehabilitasi harus me;ihat kpada ketentuan yang ada pada KUHAP. Dalam
KUHAP terhadap mekanisme tentang ganti kerugian dan rehabilitasi. Ganti
kerugian bias dimintakan oleh tersangka, terdakwa dalam kaitannya dalam proses
pemeriksaan dan pengadilan yang tidak sah kepada aparat penegak hukum dan
juga oleh korban atas kerugian yang diderita oleh pelaku. Sedangkan ketentuan
mengenai rehabilitasi adalah berkenaan dengan hak-hak terdakwa. Dari pengerian
ini mekanisme untuk ganti rugi kepada korban oleh pelaku.
Mekanisme pengajuan ganti kerugian dalam KUHAP ini dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu dengan pengajuan perdata setelah perkara pidananya diputus atau
menggabungkan antara pengajuan ganti kerugian dengan pokok perkaranya.
Mekanisme pertama tidak dapat dilakukan dalam konteks kompensasi, restitusi
dan rehabilitasi dalam pelanggaran HAM berat ini karena harus ada putusan dari
pengadilan HAM berat ini. Mekanisme kedua yaitu penggabungan, dan dapat
dilakukan dalam konteks restitusi untuk pelanggaran HAM berat ini.
Mekanisme penggabungan perkara pidana dengan tuntutan ganti rugi diatur
dalam pasal 98 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa jika suatu perbuatan
yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh
Pengadilan Negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua
siding atsa permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara
5 | A d v o k a s i H A M
ganti kerugian pada perkara pidana itu. Cara untuk pemulihan kerugian korban
dapat digabungkan dalam perkara pidana dengan permintaan perhatian penuntut
umum agar hakim dapat mencantumkan dalam dictum putusan pidana. Dalam
pasal 98 ayat(2) KUHAP saksi korban dapat mengajukan “Petitum” tersendiri
secara lisan maupun tulisan dalam persidangan sebelum hakim menjatuhkan
putusannya. Tentang pengajuan kompensasi dan rehabilitasi pleh korban dalam
kasus pellanggaran HAM berat tidak diatur secara berat. Mekanisme pengajuan
yang paling mungkin dilakukan adalah pengajuan permintaan kompensasi,
restitusi dan rehabilitasi uang akan diajukan oleh jaksa bersamaan dengan tuntutan
dakwaan. Dengan demikian persoalan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi tentu
korban akan sangat bergantung pada perhatian jaksa atas masalah pemenuhan hak
korban.
C. ADVOKASI HAM (TEKNIK ADVOKASI HAM & JENIS ADVOKASI
NONLITIGASI
1.Pengertian Advokasi Hak Asasi Manusia
Advokasi adalah usaha sistimatis secara bertahap (inkremental) dan
terorganisir yang dilakukan oleh kelompok atau organisasi profesi untuk
menyuarakan aspirasi anggota, serta usaha mempengaruhi pembuat kebijakan
publik untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada kelompok tersebut,
sekaligus mengawal penerapan kebijakan agar berjalan efektif. Sedangkan
advokasi hukum adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh ahli hukum dan
atau lembaga bantuan hukum dalam bentuk konsultasi, negosiasi, mediasi, serta
pendampingan baik di dalam dan di luar pengadilan yang bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa yang bedimensi hukum. Jadi, advokasi Hak Asasi
Manusia adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh ahli hukum dan atau
lembaga bantuan hukum dalam bentuk konsultasi, negosiasi, mediasi, serta
pendampingan baik di dalam dan di luar pengadilan yang bertujuan untuk
menyelesaikan kasus-kasus hak asasi manusia.
6 | A d v o k a s i H A M
2.Tujuan Advokasi Hak Asasi Manusia
Secara umum tujuan advokasi adalah untuk mewujudkan berbagai hak dan
kebutuhan fundamental suatu kelompok masyarakat yang oleh karena
keterbatasannya untuk memperoleh akses di bidang sosial, politik, ekonomi,
hukum, budaya, mengalami hambatan secara struktural akibat tidak adanya
kebijakan publik yang bepihak kepada mereka.
Tujuan advokasi hak asasi manusia yakni:
Menyadarkan dan mengupayakan hak dan kewajiban yang dijamin oleh
konstitusi dan berbagai peraturan derivasinya;
Menegakkan perlindungan hak asasi manusia sebagai bagian dari upaya
menegakkan prinsip negara hukum, Negara kesejahteraan yang bercorak
demokratis;
Membantu penyelesaian permasalahan hak asasi manusia yang dihadapi
dengan cara pendampingan hukum baik yang bersifat non litigasi maupun
yang berbentuk litigasi;
3. Teknik Advokasi Hak Asasi Manusia Perspektif Korban
Advokasi Litigasi
Litigasi dapat diartikan sebagai keseluruhan proses yang mengalihkan suatu
kasus atau permasalahan ke pengadilan. Hasil akhir suatu sengketa di pengadilan,
tidak ditentukan oleh para pihak yang berposisi sebagai penggugat dan tergugat,
tetapi diputuskan oleh hakim melalui penerapan hukum serta menentukan sedapat
mungkin bentuk penghukuman, seperti penjatuhan perintah pembayaran ganti rugi
dan kewajiban memulihkan keadaan seperti semula sebelum terjadi sengketa.
Berdasarkan konsepsi yang demikian ini, banyak orang masih menganggap
bahwa advokasi merupakan kerja-kerja pembelaan hukum (litigasi) yang
7 | A d v o k a s i H A M
dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan
praktek beracara di pengadilan. Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian
yang sempit terhadap apa yang disebut sebagai advokasi. Seolah-olah, advokasi
merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu
dan praktek hukum semata. Pandangan semacam itu bukan selamanya keliru, tapi
juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin pengertian advokasi menjadi sempit
karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata advokasi itu dalam bahasa
Belanda, yakni advocaat yang tak lain memang berarti pengacara hukum atau
pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian
bahasa Inggris, maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas. Misalnya saja
dalam kamus bahasa Inggris yang disusun oleh Prof. Wojowasito, Alm., Guru
Besar IKIP Malang (kini Universitas Negeri Malang) yang diterbitkan sejak tahun
1980, kata advocate dalam bahasa Inggris dapat bermakna macam-macam.
Advocate bisa berarti menganjurkan, memajukan (to promote), menyokong atau
memelopori. Dengan kata lain, advokasi juga bisa diartikan melakukan
‘perubahan’ secara terorganisir dan sistematis.
Advokasi Non Litigasi
Di samping melalui Litigasi, juga dikenal Alternatif penyelesaian sengketa di
Luar Pengadilan yang lazim disebut Non Litigasi. Alternatif penyelesaian
sengketa Non Litigasi adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar
pengadilan atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di
Pengadilan Negeri. Dewasa ini cara penyelesaian sengketa melalui peradlan
mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hokum.
Peran dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat
(overloaded), lamban dan buang waktu (waste of time), biaya mahal (very
expensif) dan kurng tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan umum, atau
dianggap terlalu formalistis (formalistic) dan terlampau teknis (technically).
Dalam pasal (1) angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, disebutkan
bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan
8 | A d v o k a s i H A M
penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultsi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
4. Jenis-jenis Advokasi Nonligitasi
Konsultasi
Dalam Black’s Law Dictionary dijelaskan bahwa konsultasi merupakan
tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu yang disebut dengan
klien, dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan
pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan
klien tersebut. Konsultan hanyalah memberikan pendapat hukum, sebagaimana
diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian
sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun ada kalanya
pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk
penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa
tersebut.
Negosiasi dan Perdamaian
Menurut Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa, pada dasarya para pihak berhak untuk
menyelsaikan sendiri sengket yang timbul di antara mereka. Kesepakatan
mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk tertulis
yang disetujui para pihak. Negosiasi mirip dengan perdamaian yang diatur dalam
pasal 1851 s/d 1864 KUH Perdata, di mana perdamaian itu adalah suatu
persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan
atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung
atau mencegah timbulnya suatu perkara.
Persetujuan mana harus dibuat secara tertulis dengan ancaman tidak sah.
Namun ada beberapa hal yang membedakan, yaitu: Pada negosiasi diberikan
tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan Penyelesaian sengketa
tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan diantara para
9 | A d v o k a s i H A M
pihak yang bersengketa. pertemuan langsung oleh dan diantara para pihak yang
bersengketa.
Perbedaan lain adalah bahwa negosiasi merupakan salah satu lembaga
alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan, sedangkan
perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan pengadilan
dilakukan maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun
di luar pengadilan.
Mediasi
Berdasarkan Pasal 6 ayat (3) Undang Undang Nomor 39 tahun 1999, atas
kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui
bantuan “seorang atu lebih penasehat ahli” maupun melalui seorang mediator.
Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah pinal
dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Kesepakatan
tertulis wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilakasanakan dalam
waktu lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
Mediator dapat dibedakan:
1. mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak
2. mediator yang ditujuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak.
Konsiliasi dan perdamaian
Seperti pranata alternatif penyelesaian sengketa yang telah diuraikan di atas,
konsiliasipun tidak dirumuskan secara jelas dalam Undang Undang nomor 30
tahun 1999 sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar
pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakan proses legitasi, melainkan juga dalam
setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan, baik di dalam maupun di luar
10 | A d v o k a s i H A M
pengadilan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah
diperoleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.8)
Pendapat Hukum oleh Lembaga Arbitrase
Pasal 52 Undang Undang nomor 30 tahun 1999 menyatakan bahwa para
pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat
dari Lembaga Arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian.
Ketentuan ini pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari pengertian tentang
Lembaga Arbitrase yang di berikan dalam Pasal 1 angka 8 Undang Undang nomor
30 tahun 1999:
“Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga
tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu
hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.”
Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat mengikat
(binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada
lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat yang berlawanan terhadap
pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran terhadap perjanjian
(breach of contract - wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat dilakukan
perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun.
Arbitrase
Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa
sebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan. Arbitrase
diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement op de
Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun
11 | A d v o k a s i H A M
Rechtsreglement Bitengewesten (RBg), karena semula Arbitrase ini diatur dalam
Pasal 615 s/d 651 Reglement of de Rechtvordering. Ketentuan-ketentuan tersebut
sekarang ini sudah tidak laku lagi dengan diundangkannya Undang Undang
nomor 30 tahun 1999. Dalam Undang Undang nomor 14 tahun 1970 (tentang
Pokok Pokok Kekuasaan Kehakiman) keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam
penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian
perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui artibrase tetap
dipebolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial
setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan.
Menurut pasal 1 angka 1 Undang Undang nomor 30 tahun 1999 Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar Pengadilan Umum yang
didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa. Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua)
bentuk, yaitu:
Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjain tertulis yang
dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo)
atau
Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul
sengketa (Akta Kompromis).
Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar
pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa lainnya) menurut pasal 5 ayat 1 Undang Undang nomor 30 tahun 1999
hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum
dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.
Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan,
perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual.
12 | A d v o k a s i H A M
Sementara itu ayat 5 (2) nya memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-
sengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa
yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian
sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab kedelapan belas Pasal 1851
s/d 1854.
Dalam penjelasan umum Undang Undang nomor 30 tahun 1999 dapat terbaca
beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dibandingkan
dengan pranata peradilan. Keunggulan itu adalah:
1. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan
administratif
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut pengalaman serta latar
belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan
adil
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan
masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan
melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat
dilaksanakan.
Prinsip Dasar Tentang Advokat (1990)
Prinsip-prinsip Dasar tentang peran Advokat(1990) disahkan oleh kongres PBB
kedelapan tentang pencegahan kejahatan dan perlakuan terhadap pelaku
kejahatan,
Havana,kuba 27 Agustus-7 September1990.
Akses kepada Advokat dan pelayanan hukum.
13 | A d v o k a s i H A M
1) Semua orang berhak untuk minta bantuan seorang advokat mengenai pilihan
mereka untuk melindungi dan menetapkan hak-hak mereka dan untuk
melindungi mereka semua dalam proses pengadilan pidana.
2) Pemerintah harus memastikan bahwa prosedur yang efisien.mekanisme yang
responsif untuk akses yang efektif dan setara kepada Advokat disediakan kepada
semua orang di wilayahnya dan tunduk kepada yurisdiksinya,pembedaan dalam
hal apapun,seperti misalnya diskriminasi yang berdasar pada ras,warna kulit,asal
usul etnis,jenis kelamin,agama,pandangan politik atau lain-lain,asal usul
kebangsaan atau sosial ,kekayaan,kelahiran,status ekonomi atau lainnya.
3) Pemerintah harus memastikan tersedianya dana dan sumber daya lainnya
yang cukup untuk pelayanan hukum bagi orang-orang miskin dana, kepada
orang-orang lain yang kurang beruntung. Perhimpunan advocat profesional harus
bekerjasama dalam organisasi dan penyediaan pelayanan, fasilitas dan sumber
daya lainnya.
4) Pemerintah dan perhimpunan advokat profesional akan menajukan program
untuk memberi informasi kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka
berdasarkan hukumdan peranan penting advokat dalam melindungi kebebasan-
kebebasan fundamental mereka. Perhatian khusus harus ditunjukan kepada
bantuan kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang kurang mampu
sehingga memungkinkan mereka untuk menyatakan hak-hak mereka dan untuk
minta bantuan advokat.
5) Pemerintah-pemerintah harus menjamin bahwa aparat yang berwenang akan
memberitahukan hak terdakwa untuk didampingi advokat pada saat ditangkap
atau di tahan atau apabila di tuduh dengan pelanggaran pidana.
14 | A d v o k a s i H A M
6) Orang yang tidak mempunyai advokat,dalam hal bagaimana juga dimana
kepentingan keadilan membutuhka, berhak untuk mempunyai seseorang advokat
yang mempunyai pengalaman dan kompetisi yang sesuai dengan staf pelanggaran
yang ditugaskan kepada mereka untuk memberikan bantuan hukum secara efektif,
tanpa bayaran oleh mereka kalau mereka kekurangan saran yang cukup untuk
membayar pelayanan tersebut.
7) Pemerintah-pemerintah seelanjutnya harus memastikan bahwa semua orang
yang ditangkap atau ditahan, dengan atau tanpa tujuan pidana harus mempunyai
akses dengan segera kepada seorang advokat dan dalam keadaan apapun tidak
lebih lambat dari 48 jam dari waktu penangkapan atau penahanan
8) Semua orang yang di tangkap, ditahan atau di penjarakan harus diberi
kesempatan, waktu dan fasilitas yang cukup untuk di kunjungi oleh advokatnya
untuk berkomunikasi dan berkonsultasi tanpa penyadapan atau penyensan dalam
kerahasiaan sepenuhnya. Konsultasi tersebut dapat diawasi, tapi tidak boleh
didengar oleh para pejabat penegak hukum. Kualifikasi dan Latihan.
9) Pemerintah, perhimpunan advokat provesional dan lembaga pendidikan harus
memastikan bahwa para advokat mendapat pendidikan dan latihan yang layak dan
memperolrh kesadaran mengenai cita-cita dan kewajiban etis advokat dan HAM
serta kebebasan dasar yang di akui oleh kukum nasional dan internasional.
10) Pemerintah, perhimpunan advokat profesional dan lembaga pendidikan harus
menjamin bahwa tidak ada diskriminasi terhadap seseorang berkenaan dengan
pemasukan atau kelanjutan praktek dalam rangka profesi hukum atau dasar ras,
warna kulit, jenis kelamin, asal usul etnis, agama, pandangan politik atau lain-
lainnya,asal usul kebangsaan atau sosial , kekayaan, kelahiran, setatus ekonomi,
atau lainnya kecuali adanya suatu persyaratan, bahwa seorang advokat haruslah
warga negara dari negara yang bersangkutan, harus tidak diangkat diskriminasi.
15 | A d v o k a s i H A M
11) Di negara-negara dimana ada kelompok, masyarakat atau daerah yang
kebutuhannya akan pelayanan hukum tidak terpenuhi, terutama dimana
kelompok-kelompok tersebut mempunyai kebudayaan, tradisi, atau bahasa yang
berbeda atau telah menjadi korban diskriminasi di masa lalu.Pemerintah,
perhimpunan advokat profesional dan lembaga pendidikan harus mengambil
tindakan khusus untuk memberi kesempatan kepada para calon dari kelompok-
kelompok ini untuk memasuki profesi hukum dan harus memastikan bahwa
mereka menerima latihan yang memadai bagi kebutuhan kelompok
mereka.kewajiban dan tanggung jawab mempertahankan.
Kewajiban dan tanggung jawab.
12) Para advokat setiap saat harus mempertahankan kehormatan dan martabat
profesi mereka sebagai bagian yang amat penting dari pelaksanaan keadilan.
13) Kewajiban para advokat terhadap klien-klien mereka harus mencakup:
a) Memberi nasehat kepada para klien mengenai hak dan kewajiban hukum
mereka dan mengenai fungsi dan sistem hukum sejauh bahwa hal itu relevan
dengan berfungsinya sistem hukum dan sejauh bahwa hal itu berkaitan dengan
hak dan kewajiban hukum para klien.
b) Membantu para klien dengan setiap cara yang tepat dan mengambil
tindakan hukum untuk melindungi kepentingannya.
c) Membantu para klien di depan pengadilan, majelis atau pejabat pemerintah
dimana sesuai dari profesi hukum dan dengan mengingat prinsip-prinsip ini
14) para advokat dalam melindungi hak klien-klien mereka dan dalam memajukan
kepentingan keadilan, akan berusaha untuk menjunjung tinggi HAM dan
kenenasan dasar yang di akui oleh hukum nasional atau internasional dan setiap
saat akan bertindak bebas dan tekun sesuai dengan hukum dan standar serta etika
profesi yang diakui.
16 | A d v o k a s i H A M
15) Para advokat harus selalu menghormati dengan loyal kepentingan para klien .
Jaminan-jaminan untuk berfungsinya para advokat.
16) Pemerintah-pemerintah harus menjamin para advokat
a) Dapat melaksanakan semua fungsi profesional mereka tanpa intimidasi
hambatan, gangguan atau bcampur tangan yang tidak selayaknya.
b) Dapat bepergian dan berkonsultasi dengan klien mereka secara bebas di
negara mereka sendiri dan luar negri.
c) Tidak akan mengalami, atau diancam dengan penuntutan atau sanksi
administratif, ekonomi,lainnya untuk setiap tindakan yang diambil sesuai
dengankewajiban standar dan etika profesional.
17) Apabila keselamatan para advokat terancam sebagai akibat dari pelaksanaan
fungsiny, mereka harus mendapat penjagaan secukupnya oleh para penguasa.
18) Para advokat harus tidak diidentifikasi dengan klien atau perkara klien
mereka sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi mereka.
19) Tidak ada pengadilan atau pejabat pemerintah dimana hak untuk memberi
nasehat hukum di akui dihadapan nya yang akan menolak untuk mengakui hak
nseseorang advokat untuk hadir dihadapannya untuk kliennya kecuali kalau
advokat itu telah didiskualifikasi sesuai dengan hukum dan kebiasaan nasional
dan sesuai dengan prinsip-prinsip ini.
20) Para advokat harus menikmati kekebalan perdata dan pidana untuk
pernyataan-pernyataan terkait yang dikemukakan dengan niat baik dalam
pembelaan secara tertulis atau lisan atau dalam penampilan profesinya di dalam
pengadilan, majelis, atau pejabat hukum atau pemerintah lainnya.
17 | A d v o k a s i H A M
21) Merupakan tugas dari para pejabat yang berwenang untuk memastikan akses
para advokat kepada informasi, arsip, dan dokumen yang layak yang memiliki
atau dikuasai dalam waktu yang cukup untuk memungkinkan para advokat,
memberi bantuan hukum yang efektif kepada kliennya .Akses tersebut harus
diberikan sedini mungkin.
22) Pemerintah-pemerintah harus mengakui dan menghormati bahwa semua
komunikasi dan konsultasi antara para advokat dan kliennya dalaam rangka
hubungan profesi mereka bersifat rahasia.Kebebasan berekspresi dan berserikat.
23) Para advokat seperti warga negara lain berhak atas kebebasan berekspres,
mempunyai kepercayaan, berserikat dan berkumpul. Secara mereka harus
mempunyai hak untuk ikut serta dalam diskusi umum mengenai hal-hal yang
bersangkutan dengan hukum, pemerintah dan keadilan dan memajukan
melindungi HAM dan memasuki atau membentuk organisasi lokal , nasional,
atau internasional dan menghadiri rapat-rapatnya tanpa mengalami pembatasan
suatu organisasi yang sah.Dalam melaksanakan hak-hak ini, para advokat akan
selalu mengendalikan dirinya sesuai dengan hukum dan standar serta etika yang
diakui mengenai profesi hukum.Perhimpunan profesional advokat.
24) Para advokat berhak untuk membentuk dan bergabung dengan himpunan
profesional yang berdiri sendiri untuk mewakili kepentingan-kepentingannya,
memejukan kelanjutan pendidikan dan latihan mereka dan melindungi integritas
profesional mereka. Badan eksekutif dari perhimpunan profesi itu dipilih oleh
para anggota.
25) Perhimpunan profesional bagi para advokat akan bekerja sama dengan
pemerintah untuk memastikan bahwa setiap orang mempunyai akses yang efektif
dan serta kepada pelayanan hukum dan bahwa para advokat dapat, tanpa campur
tangan yang semestinya untuk memberi nasehat dan membantu klien mereka
18 | A d v o k a s i H A M
dengan sesuai hukum standar dan etika provesional yang diakui.
Proses persidangan disiplin.
26) Kode perilaku profesional bagi para advokat akan ditetapkan oleh profesi
hukum melalui badan yang layak atau dengan perundingan, sesuai dengan hukum
dan kebiasaan nasional yang standar dan norma inter nasional yang diakui.
27) Tuduhan atau keluhan yang diajukan terhadap para advokat dalam
kapasitas profesinya akan diproses dengan segera dan adil berdasarkan prosedur
yang benar. Para adumvokat mempunyai hak atas pemeriksaan yang adil termasuk
hak untuk dibantu oleh oleh seseorang advokat yang dipilihnya.
28) Proses persidangan disiplin terhadap advokat akan dibawa di depan
komite disiplin tidak memihak yang dibentuk oleh profesi hukum didepan suatu
kewenangan yang mandiri berdasarkan undang-undang atau di depan suatu
pengadilan, dan tunduk pada suatu tinjauan yudisial mandiri.
29) Semua proses persidangan displiner akan ditentukan sesuai dengan kode
perilaku profesional dan standar serta etika yang diakui lainnnya.
D. STRATEGI ADVOKASI HAM
I. Masalah HAM di Indonesia Apa masalah HAM yg terpenting di Indonesia
sekarang ini? Apakah lebih terarah ke pelanggaran hak sipil dan politik? Hak
social dan ekonomi? Pelanggaran international humanitarian law dan hak orang
sipil untuk tidak dilibatkan dalam konflik? Pelanggaran masa lalu?
19 | A d v o k a s i H A M
Antara lain, yg paling penting masih soal HAM didaerah konflik, bukan saja
karena pelanggaran yg paling ngeri sering terjadi didaerah tsb, tapi akses juga
paling sulit.
Tapi entah apapun yg paling serius, faktanya adalah bahwa ada unsure-unsur di
Indonesia yg fasilitasikan pelanggaran, termasuk:
a. keburukan system hukum
• Korupsi di polisi, pengadilan, dan kehakiman
• Kebudayaan militer didalam kejaksaan yg memfasilitasikan
ketergantungan kepada atau ketakutan terhadap atasannya
• Latihan hakim dan jaksa yg lemah
• Ketiadaan bar association yg kuat
• Kekurangan akses untuk masyarakat biasa
• Pelindungan saksi yg lemah
• Diskriminasi dgn perlakuan terhadap para tahanan/napi
Impact on human rights in several different ways. Basic civil rights aren’
proteced Impunity for the powerul. Vigilantism adalah masalah besar di
daerah konflik SARAseperi Ambon Poso, Kalimantan Tengah – kalau satu
pihak tidak percaya kepada pengadilan lebih tinggi kemungkinan akan main
hakim sendii. Premanisme.
b. kekurangan pengawasan dari badan sipil terhadap pasukan keamanan dan
ketidakjelasan tugas antara polisi dan TNI dibidang keamanan dalam
negeri.
• Lack of accountability
• Ketergantungan terhadap milisi/pam swakarsa
• Keterlibatan oknum polisi dan TNI dalam kegiatan kriminil
• Tidak jelas apa batasannya antara kerusuhan yg seharusnya ditangani
oleh polisi dan insurgency yg seharusnya ditangani oleh TNI
20 | A d v o k a s i H A M
• Persaingan antara pasukan yg bias menciptakan pelanggaran HAM
(peristiwa extorsi di Kalteng; keinginan dari satu pihak untuk melihat yg
lain gagal)
• Bahaya ISA atau hukum anti-teror
c. Kekurangpengertian ttg akar pelanggaran HAM
• Latihan secara umum yg seharusnya lebih praktis (pengalaman BKO
Brimob)
• Latihan ttg pelindungan orang sipil
a. Pasukan negara
b. GAM, OPM
c. Kelompok jihadi dll
• Kepentingan ekonomi – ekonomi konflik; penembangan kayu;
II. Prospek dgn keadaan politik sekarang ini: banyak tergantung ttg siapa jadi
presiden dan kekuatan antara lembaga-lembaga pemerintah Misalnya, sikap
para calon thdp HAM bagaimana?
A. Siapa mereka mau pilih untuk posisi kunci? Misalnya saja:
• Kehakiman dan HAM
• Jaksa agung (MA Rachman, John Ashcroft, atau Artidjo Alkostar, AR
Saleh?)
• Pertahanan (mau betul-betul civilian control?)
• Tenaga Kerja
• Kapolri, Panglima (jangan pmbunuh Theys Eluay sbg pahlawan)
B. Kesediaan untuk mendukung sikap pro-HAM atau orang yg berani
melawan kepentingan tertentu
• Menghentikan kebudayaan militer di kantor kejaksaan
• Menanam prosedur audit dan pengawasan
• Zero Tolerance untuk korupsi dan kesediaan memeriksa dan memecat orang
21 | A d v o k a s i H A M
• Mendukung ratifikasi Konvensi HAM secara nasional
• Mendukung proses KKR tapi jangan KKR yg sekarang didepan DPR
III. Keadaan Internasional
Tidak kondusif untuk HAM,
a). Karena perang terhadap terror yg merobah imbangan antara keamanan dan
HAM, jadi seolah-olah dalam pikiran orang macam Bush dan Ashcroft di
AS atau Musharraf di Pakistan, HAM harus dikorbankan untuk mencegah
terror.
b). Karena Negara yg mungkin dulu dilihat sbg juara HAM sekarang dilihat
sbg pelanggar besar
c). Karena dari beberapa segi, globalisasi menyulitkan pelindungan HAM
misalnya hak TK
Ada tekanan dari AS dan Negara-negara lain thdp Indonesia untuk
menangkap dan menahan teroris dan wajar kalau Indonesia tidak mau
didorong untuk berbuat sesuatu yg tidak ada dasar hukum. Tapi orang-orang
sini juga harus pikirkan, batasan terhadap HAM apa?
1. Kebebasan berexpresi: pro-kemerdekaan atau kenaikan bendera di Aceh
atau Papua? Khotbah yg keras di daerah seperti Ambon atau Poso? Orasi
primordial di tempat seperti Kalteng?
2. Kebebasan berkumpul: untuk pawai pro-kemerdekaan seperti di Ambon? (cf
“marching season” di Irlandia Utara, atau pawai neo-Nazi di Illinois…)
3. Kebebasan berasosiasi : criteria apa yg bisa jadikan suatu organisasi tepat
untuk dilarang? Tidak gampang, tapi benar tidak ada kebebasan mutlak,
dan pemerintah harus bijak betul supaya jangan menerapkan batasan yg
terlalu keras tapi juga tidak kasi lampau hijau untuk aksi kekerasan yg tidak
diinginkan.
IV. Strategi Pusham ke depan
22 | A d v o k a s i H A M
1. Supaya ditentukan lebih dulu apa kekuatan Pusham-UII (afiliasi dgn
universitas; kredibilitas di kalangan Islam; tradisi pekerjaan HAM yg
hebat, apalagi didaerah Yogya). Need to build on those strengths. Masalah
apa saja yg bisa ditangani yg bisa memanfaatkan kekuatan ini?
2. Apa yg bisa dilakukan sendiri dan apa lebih efektif dengan kerjasama atau
dengan jaringan pusham lain, atau dengan lembaga asing?
a. Judicial monitoring
Studi kasus ttg trial pidana yg penting, untuk dibikin detailed analysis
tentang kelemahan dan apa yg harus diperbaiki, terus design training,
mungkin dengan kerjasama dgn lembaga lain, indonesian atau asing,
modelnya mungkin laporan “intended to fail” ttg pengadilan ad hoc di
dili.
b. Latihan ham untuk polisi di tingkat diy dan polres melalui studi kasus
yg ditarik dari kehidupan sehari-hari, sempat menjadi manual.
c. Training seperti dulu dikasi kepada laskar jihad untuk kelompok lain,
mungkin dengan kerja sama dengan icrc.
d. Studi implementasi undang-undang anti-teror [di daerah yogya],
impaknya bagaimana? Studi bandingan ttg para tersangka yg ditangkap
karena kasus criminal biasa dan yg ditangkap karena terror, bedanya
pelakuannya apa?
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Advokasi HAM adalah Upaya pencapaian hasil-hasil yang berpengaruh –
meliputi kebijakan-publik dan keputusankeputusanalokasi sumber daya dalam
sistem dan institusi politik, ekonomi, dan sosial – yang mempengaruhi kehidupan
banyak orang secara langsung.
23 | A d v o k a s i H A M
B. SARAN
HAM / Hak Asasi Manusia, hak yang melekat pada diri setiap manusia
sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat
siapa pun atau Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki
manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak dasar ini
bersifat universal (berlaku dimana saja, kapan saja dan untuk siapa saja) dan harus
tetap dilindungi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Daftar Pustaka
Journalism, Media and the Challenge of Human Rights Reporting, International
Council on Human Rights Policy, Versoix, Switzerland, 2002
Media and Human Rights in Asia: An AMIC Compilation, AMIC, Singapore, 2000.
http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/peran_media_ham.html
24 | A d v o k a s i H A M
25 | A d v o k a s i H A M