makalh advokasi
-
Upload
asni-aurelia-aerum -
Category
Documents
-
view
277 -
download
10
description
Transcript of makalh advokasi
KATA PENGATAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya
yang bertemakan tentang “KADARZI”. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang yang telah membaca
makalah ini dan memberikan saranya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia,
serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Oleh karena
itu, menjadi suatu keharusan bagi semua pihak untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatan demi kesejahteraan masyarakat. Keadaan gizi yang baik merupakan prasyarat utama dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan,
dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama
kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat.
Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun
kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi. Gambaran status gizi balita diawali dengan
banyaknya bayi berat lahir rendah (BBLR) sebagai cerminan tingginya masalah gizi dan kesehatan ibu
hamil. Sekitar 30 juta wanita usia subur menderita kurang energi kronis (KEK), yang bila hamil dapat
meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi yang BBLR
(≤ 2500 gram), sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka gizi kurang dan kematian balita.
Pada tahun 2005 terdapat sekitar 5 juta balita gizi kurang; 1,7 juta diantaranya menderita gizi buruk.
Pada usia sekolah, sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dari gizi kurang pada masa
balita. Masalah kurang gizi lainnya yaitu Anemia Gizi Besi (AGB) yang diderita oleh 8,1 juta anak
balita, 10 juta anak usia sekolah, 3,5 juta remaja putri dan 2 juta ibu hamil. Masalah Gangguan Akibat
Kurang Yodium (GAKY) diderita oleh sekitar 3,4 juta anak usia sekolah dan sekitar 10 juta balita
menderita Kurang vitamin A (KVA). Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, ada
kecenderungan peningkatan masalah gizi lebih sejak beberapa tahun terakhir.
Hasil survei di perkotaan menunjukkan bahwa sekitar 12 % penduduk dewasamenderita gizi
lebih. Data lain menunjukkan adanya peningkatan prevalensi penyakit degeneratif yang berkaitan
dengan gaya hidup. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Kesehatan
2005-2009 menetapkan 4 (empat) sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya adalah
menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 20 %.
Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan
minimal dengan:
1) Menimbang berat badan secara teratur.
2) Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI
eksklusif).
3) Makan beraneka ragam.
4) Menggunakan garam beryodium.
5) Minum suplemen gizi sesuai anjuran.
Untuk mewujudkan perilaku KADARZI, sejumlah aspek perlu dicermati. Aspekini berada di
semua tingkatan yang mencakup
1) tingkat keluarga,
2) tingkat masyarakat,
3) tingkat pelayanan kesehatan, dan
4) tingkat pemerintah.
B. Rumusan masalah
1. Tingkat Keluarga
Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi. Namun
demikian, sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak memperbaiki gizi keluarga
masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadai
karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa
ada jenis makanan yang lebih berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan tidak
mempunyai keterampilan untuk penyiapannya.
Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih rendahnya
pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50 % anak balita yang
dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi
dan balita yang telah mendapat Kapsul Vitamin A baru mencapai 74 % dan ibu hamil yang
mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60 %.
Sementara itu perilaku gizi lain yang belum baik adalah masih rendahnya ibu yang
menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39 %, sekitar 28 % rumah tangga
belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat dan pola makan yang belum
beraneka ragam.
Masalah lain yang menghambat penerapan perilaku KADARZI adalah adanya
kepercayaan, adat kebiasaan dan mitos negatif pada keluarga. Sebagai contoh masih banyak
keluarga yang mempunyai anggapan negative dan pantangan terhadap beberapa jenis makanan
yang justru sangat bermanfaat bagi asupan gizi.
2. Tingkat Masyarakat
Penanggulangan masalah kesehatan dan gizi di tingkat keluarga perlu keterlibatan
masyarakat. Dari berbagai studi di Indonesia, ditemukan bahwa masalah kesehatan dan gizi
cenderung dianggap sebagai masalah individu keluarga, sehingga kepedulian masyarakat dalam
penanggulangan masalah kesehatan dan gizi masih rendah.
Keterlibatan dan perhatian pihak LSM di pusat dan daerah terhadap masalah kesehatan
dan gizi masyarakat belum memadai. Hal serupa terjadi juga pada peranan tokoh masyarakat dan
tokoh agama yang sebetulnya memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat tetapi belum berperan
secara optimal. Demikian pula dengan keterlibatan pihak swasta atau dunia usaha yang
seharusnya memiliki potensi besar dalam promosi KADARZI.
3. Tingkat Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan preventif dan promotif sangat diperlukan
dalam mewujudkan KADARZI. Namun demikian kajian saat ini menunjukkan bahwa pelayanan
kesehatan masih menitikberatkan pada upaya kuratif dan rehabilitatif. Di lapangan saat ini
kegiatan dan ketersediaan media promosi masih sangat terbatas.
4. Tingkat Pemerintahan
Di tingkat pemerintahan perlu adanya kebijakan pemerintah yang mendukung
terlaksananya perubahan perilaku KADARZI. Dengan berlakunya otonomi daerah dan
desentralisasi yang didukung oleh UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999, bidang kesehatan
merupakan salah satu kewenangan pemerintah daerah yang wajib dipenuhi. Pemerintah daerah
juga diwajibkan untuk merealisasikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, dimana perilaku KADARZI juga merupakan bagian dari
SPM.
Pada satu sisi, dinamika desentralisasi dan otonomi daerah telah membuka peluang bagi
pemerintah kabupaten/kota untuk berinovasi dan mengembangkan program yang lebih sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik daerahnya masing-masing. Meski termasuk dalam kategori
kewenangan wajib, dalam praktik di lapangan, komitmen setiap pemerintah daerah bervariasi dan
atau fluktuatif.
Dengan diketahuinya peluang-peluang dan hambatan-hambatan di tingkat keluarga,
masyarakat, pelayanan kesehatan dan pemerintahan kabupaten/kota, maka perlu upaya terobosan
untuk mempercepat perwujudan KADARZI. Untuk itu perlu disusun Pedoman Promosi Keluarga
Sadar Gizi bagi semua pihak yang berkepentingan di berbagai jenjang administrasi.
C. Tujuan dan sasaran program keluarga sadar gizi
1. Tujuan:
A. Tujuan Umum
Meningkatnya persentase keluarga Indonesia yang menerapkan perilaku sadar gizi.
B. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan dukungan kebijakan peningkatan KADARZI dari para pengambil
keputusan di pusat, provinsi dan kabupaten/kota
2. Meningkatkan aksi nyata berbagai komponen masyarakat untuk menumbuh kembangkan
perilaku KADARZI.
3. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga yang sadar gizi
2. Sasaran :
A. Seluruh pengambil keputusan di pusat, provinsi dan kabupaten/kota memahami dan
mengeluarkan kebijakan yang mendukung promosi KADARZI. Para pengambil keputusan
terdiri dari:
Pimpinan departemen terkait
Ketua DPR/DPRD
Gubernur dan Bupati/walikota
Kepala dinas sektor terkait
B. Seluruh mitra potensial yang terkait melakukan aksi nyata untuk menumbuhkembangkan
perilaku KADARZI. Para mitra potensial yaitu:
Sektor terkait
Lembaga Swadaya Masyarakat
Organisasi masyarakat
Asosiasi profesi
Tokoh masyarakat
Media massa
Dunia usaha/swasta
Lembaga donor
C. Terbentuknya Jejaring KADARZI di pusat, provinsi dan kabupaten/kota
D. 80% keluarga menerapkan perilaku KADARZI.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
1. Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)
KADARZI adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah
gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang
baik yang dicirikan minimal dengan:
a. Menimbang berat badan secara teratur.
b. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI
eksklusif).
c. Makan beraneka ragam.
d. Menggunakan garam beryodium.
e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.
Kegiatan Dalam Pelaksanaan Program Kadarzi.
A. Pemetaan Kadarzi
Pemetaan kadarzi dilakukan untuk menganalisis situasi kadarzi di suatu wilayah kerja puskesmas
yang dilakukan pertama kali oleh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) kemudian untuk berikutnya
dilakukan oleh ketua kelompok posyandu. Pemetaan dilakukan setiap 6 bulan sekali yaitu setiap
bulan Februari dan Agustus.
Tujuan pemetaan kadarzi yaitu :
a. Mendapatakan informasi situasi kadarzi dalam satu wilayah atau dasawisma berdasarkan
indikator yang ditentukan.
b. Mendapatkan gambaran masalah gizi dan perilaku gizi yang baik dan benar yang belum dapat
dilaksanakan oleh keluarga.
c. Sebagai bahan acuan pemantauan dan evaluasi situasi kadarzi dari waktu- kewaktu.
B. Konseling Kadarzi
Konseling kadarzi adalah dialog atau konsultasi antara kader dasawisma, tenaga masyarakat
(TPM) untuk membantu memecahkan masalah prilaku gizi yang belum dapat dilakukan oleh
keluarga.
Tujuan konseling kadarzi:
untukmemantapkan kemauan dan kemampuan keluarga dalam melaksanakan perilaku gizi yang
baik dan benar dengan memanfaatkan yang dimiliki keluarga atau yang ada di lingkungannya.
C. Strategi untuk mencapai sasaran keluarga sadar gizi (Kadarzi).
Strategi untuk mencapai sasaran kadarzi adalah :
a. Meningkatkan fungsi dan peranan posyandu sebagai wahana masyarakat dalam memantau
dan mencegah secara dini gangguan pertumbuhan balita.
b. Menyelenggarakan pendidikan/promosi gizi secara sistematis melalui advokasi, sosialisasi,
dan pendampingan keluarga.
c. Menggalang kerja sama dengan lintas sektor dan kemitraan dengan swasta dan lembaga
swadaya masyarakat (LSM) serta pihak lainnya dalam mobilisasi sumber daya untuk
penyediaan pangan.
d. Mengupayakan terpenuhinya kebutuhan suplemen gizi terutama zat gizi mikro dan MP-ASI
bagi balita dalam keluarga di bawah garis miskin.
e. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas puskesmas dan jaringannya dalam
pengelolaan dan tatalaksana pelayanan gizi.
f. Mengupayakan dukungan sarana dan prasarana pelayanan untuk meningkatkan cakupan dan
kualitas pelayanan gizi di puskesmas dan jaringannya (Depkes RI, 2007).
Indikator Keluarga Sadar Gizi
Indikator keluarga sadar gizi digunakan untuk mengukur tingkat sadar gizi keluarga. Menurut
Depkes (2007), ada 5 indikator kadarzi yang meliputi : penimbangan berat badan secara teratur,
memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI Eksklusif), makan beraneka
ragam, menggunakangaram beryodium, memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A pada balita)
sesuai anjuran.
a. Memantau pertumbuhan balita dengan menimbang Berat Badan balitanya secara teratur
Menurut Soekirman (2000) status gizi balita erat hubungannya dengan pertumbuhan
anak, oleh karena itu perlu suatu ukuran/ alat untuk mengetahui adanya kekurangan gizi dini,
monitoring penyembuhan kurang gizi dan efektivitas suatu program pencegahan. Sejak tahun
1980-an pemantauan berat badan anak balita telah dilakukan dihampir semua desa di Indonesia
melalui posyandu. Dengan meningkatkan mutu penimbangan dan pencatatannya, maka melalui
posyandu dimungkinkan untuk memantau status gizi setiap anak balita di wilayahnya
(Soekirman, 2000).
Pemantauan pertumbuhan balita yang dilakukan dengan menimbang selain di posyandu
bisa juga dilakukan di rumah atau tempat lain setiap bulan dengan menggunakan alat penimbang
badan. Dapat dipantau dengan melihat catatan penimbangan balita pada KMS selama 6 bulan
terakhir yaitu bila bayi berusia > 6 bulan ditimbang 4 kali atau lebih berturut-turut dinilai baik
dan jika kurang dari 4 kali dianggap belum baik. Bila bayi 4-5 bulan ditimbang 3 kali atau lebih
dinilai baik dan jika kurang dari 3 kali dinilai belum baik. Bila bayi berusia 2-3 bulan ditimbang 2
kali atau lebih berturut-turut dinilai baik dan jika kurang dinilai belum baik, dan pada bayi yang
masih berumur 0-1 bulan, baik jika pernah ditimbang dan belum baik jika tidak pernah
ditimbang (Depkes RI, 2007).
Ada beberapa hal yang mempengaruhi kesinambungan seorang ibu membawa balitanya
ke posyandu untuk ditimbang yaitu : tingkat pengetahuan responden terhadap penimbangan,
sikap responden terhadap penimbangan, manfaat yang dirasakan dalam penimbangan balita,
kepuasan pelayanan penimbangan balita, jadwal pelayanan, tempat pelayanan, tingkat partisipasi
tokoh masyarakat (Lius, 1994).
b. Memberikan ASI Eksklusif
ASI Eksklusif merupakan makanan terbaik bagi bayi. Pemberian ASI Eksklusif adalah
menyusui bayi secara murni. Bayi hanya diberi ASI saja tanpa cairan lain seperti susu, jeruk,
madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,
biskuit, bubur nasi, dan tim (Danuatmojo, 2004).
ASI sangat baik diberikan kepada bayi segera setelah dia lahir karena ASI merupakan
gizi terbaik bagi bayi dengan komposisi zat-zat gizi didalamnya secara optimal mampu menjamin
pertumbuhan tubuh bayi. Kualitas zat gizi ASI juga terbaik karena mudah diserap dicerna oleh
usus bayi. Pemberian makanan padat/tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian
ASI Eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Tidak ditemukan bukti yang
menyokong bahwa pemberian makanan tambahan sebelum 4 atau 6 bulan lebih menguntungkan.
Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak
ada dampak positif untuk pertumbuhan dan perkembangan (Roesli, 2008).
ASI yang juga merupakan makanan yang sempurna, seimbang, bersih sehat. Dapat
diberikan setiap saat dan mengandung zat kekebalan serta dapat menjalin hubungan kasih sayang
antara ibu dan bayi (Syahartini, 2006).
Namun masih banyak ibu yang tidak memberikan bayinya ASI Eksklusif dengan faktor
penyebab antara lain :
1. Produksi ASI yang kurang atau tidak keluar sama sekali, Umur; dimana ibu yang berusia
muda kurang mengetahui manfaat pemberian ASI Eksklusif,
2. Penghasilan keluarga; keluarga dengan penghasilan besar menginginkan anak yang sehat
sehingga mereka membeli dan memberikan susu atau makanan lain kepada bayinya tanpa
mereka sadari bahwa ASI dapat mencukupi sampai berumur 6 bulan,
3. Status kesehatan ibu; pikiran kacau dan emosi saat menyusui mengakibatkan bayi cengeng,
Kurang persiapan ibu saat menghadapi masa laktasi sehingga ASI tidak keluar pada masa 1-3
hari setelah melahirkan, sehingga pemberian ASI tidak lancar dan ibu memilih memberi
bayinya susu formula dengan sendirinya ASI Eksklusif terabaikan (Fatimah, 2007).
c. Makan beranekaragam makanan
Makanan beragam artinya makanan yang bervariasi (tidak monoton). Variasi berarti
susunan hidangan itu berubah dari hari-kehari. Jenis makanan atau masakan yang tersusun
menjadi hidangan juga harus menunjukkan kombinasi, artinya dalam satu kali hidangan, misalnya
makan siang, susunan tersebut terdiridari masakan yang berlain-lainan. Untuk mencapai kondisi
demikian maka bahan makanan yang dipergunakan dan juga jenis masakannya atau cara
memasaknya harus selalu beraneka ragam (Sediaoetama, 2006).
Menurut Depkes RI (2007), makan beraneka ragam makanan adalah keluarga
mengonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah setiap hari. Susunan makanan
menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Departemen Kesehatan RI yaitu:
Beragam, apabila dalam setiap kali makan hidangan terdiri dari makanan pokok + lauk
pauk, sayur, buah atau makanan pokok + lauk pauk +sayur Tidak Beragam, apabila dalam setiap
kali makan hanya terdiri dari 2 atau 1 jenis pangan.
d. Menggunakan garam berjodium dalam makanannya
Garam beryodium baik adalah garam yang mempunyai kandungan yodium dengan kadar
yang cukup (>30 ppm kalium yodat ). Garam beryodium sangat perlu dikonsumsi oleh keluarga
karena zat yodium diperlukan tubuh setiap hari. Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)
menimbulkan penurunan kecerdasan pada anak-anak, gangguan pertumbuhan dan pembesaran
kelenjar gondok (Depkes RI, 2005).
Namun demikian garam juga tidak dianjurkan dikonsumsi secara berlebihan karena
garam mengandung natrium, yang mana kelebihan natrium dapat memicu timbulnya penyakit
tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan pencetus terjadinya stroke yaitu pecahnya
pembulu darah di otak. Stroke merupakan penyebab kematian pada orang dewasa di atas 40
tahun. Sedangkan penyakit tekanan darah tinggi membawa resiko timbul penyakit jantung pada
orang dewasa. Karena itu konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram atau satu
sendok setiap harinya ( Depkes RI, 1996).
Untuk mengetahui garam yang digunakan oleh keluarga mengandung yodium atau tidak
secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melihat ada tidaknya label garam beryodium
atau melakukan test yodina. Disebut baik jika berlabel dan bila ditest dengan yodina berwaran
ungu, tidak baik jika tidak berlabel dan bila ditest dengan yodina warna tidak berubah (Depkes
RI, 2007).
e. Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Balita
Telah lama dikenal persenyawaan dengan aktifitas vitamin A, misalnya vitamin A1 yang
terdapat dalam jaringan mamalia dan ikan laut, vitamin A2 pada ikan tawar. Vitamin A larut
dalam lemak, stabil terhadap suhu yang tinggi dan tidak dapat diekstraksi oleh air yang dipakai
untuk merebus makanan. Akan tetapi vitamin A dapat dihancurkan oleh pengaruh oksidasi, cara
memasak bahan makanan secara biasa tidak mempengaruhi keadaan vitamin A. Kekurangan
vitamin A menyebabkan Xerofthalmia, kekurangan tersebut tersebar luas dan merupakan
penyakit gangguan gizi pada manusia yang sangat penting. Di Indonesia penyakit tersebut
merupakan salah satu diantara 4 masalah gizi utama, prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak
dibawah 5 tahun (Pudjiadi, 2000).
Sering kali kebutuhan vitamin A tidak terpenuhi dengan makan sehari-hari. Kebutuhan
ini dapat dipenuhi dengan pemberian vitamin A dosis tinggi 100.000 SI (kapsul biru) untuk balita
umur 6-11 bulan dan vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (kapsul merah) untuk balita umur 12-59
bulan. Pemberian vitamin A dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus dan dapat diperoleh di
posyandu maupun di puskesmas (Depkes RI, 2007).
Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Sadar Gizi Keluarga
a. Pengetahuan dan Pendidikan Ibu
Pendidikan yang rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi
persyaratan gizi dibandingkan dengan seseorang yang pendidikannya lebih tinggi. Walaupun
pendidikan seorang ibu itu rendah akan tetapi dia bisa mendapatkan pengetahuan gizi dari luar
formal seperti dari penyuluhan, diskusi, dll. Tetapi memang perlu dipertimbangkan bahwa faktor
tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan gizi yang mereka peroleh.
b. Pendapatan Keluarga
Keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan tidak dapat memenuhi
kebutuhan makanannya, setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang bisa dijamin.Banyak
sebab yang turut berperan dalam menentukan besar kecilnya pendapatan keluarga. Pada keluarga
dimana hanya ayah yang mencari nafkah tertentu berbeda dengan besarnya pendapatannya
dengan keluarga yang mengandalkan sumber keuangan dari ayah dan ibu serta pekerjaan
sampingan yangbisa di usahakan sendiri dirumah.
Keterbatasan kesempatan kerja yang bisa segera menghasilkan uang, biasanya untuk
pekerjaan diluar usaha tani, juga sangat mempengaruhi besar kecilnya pendapatan keluarga.
Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan dalam jumlah yang mencukupi juga amat
dipengaruhi oleh harga bahan makanan. Bahan makanan yang mahal harganya biasanya jarang,
atau bahkan tidak pernah di beli. Hal ini menyebabkan satu jenis bahan makanan tidak pernah di
hidangkan dalam susunan makanan keluarga. Menghadapi ini ada ibu-ibu rumah tangga yang
menjalankan cara tertentu. Agar bisa mendapatkan bahan makanan yang mahal dengan harga
lebih murah, biasanya mereka berbelanja setelah pasar mulai sepi. Hanya saja masih perlu
dipertanyakan apakah para ibu tersebut bisa memilih bahan makanan yang mutu gizinya masih
baik. Oleh karena itu tingkat ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap kemampuan
keluarga untuk membeli bahan makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarganya
(Susidasari,1999).
Kebijakan
1. Promosi KADARZI diselenggarakan dalam rangka desentralisasi untuk mewujudkan otonomi
daerah di bidang peningkatan gizi untuk mencapai visi ”Masyarakat yang mandiri untuk hidup
sehat”.
2. Strategi dasar utama promosi KADARZI adalah menggerakkan dan memberdayakan masyarakat
untuk sadar gizi yang diperkuat dengan bina suasana dan advokasi serta didukung oleh kemitraan.
3. Upaya mengubah dan atau menciptakan perilaku sadar gizi harus didukung oleh upaya-upaya lain
yang berkaitan, seperti: Pemberlakuan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang
mendukung KADARZI, peningkatan keterjangkauan pelayanan gizi, peningkatan ketahanan
pangan di seluruh kelurahan dan desa, serta subsidi pangan bagi keluarga miskin.
4. Dinas kesehatan kabupaten/kota merupakan penanggung jawab promosi KADARZI di
kabupaten/kota, yang bertugas mengkoordinasikan, meningkatkan dan membina pemberdayaan
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) yang dilaksanakan oleh puskesmas dan sarana-sarana
kesehatan lain melalui berbagai tatanan (rumah tangga, institusi pendidikan, institusi kesehatan,
tempat kerja dan tempat-tempat umum), juga memfasilitasi sektor terkait untuk mempromosikan
KADARZI.
5. Dinas kesehatan provinsi merupakan penanggung jawab promosi KADARZI di provinsi. Dinas
kesehatan provinsi bertugas mengkordinasikan, mengembangkan dan memfasilitasi dan
memperkuat dinas kesehatan kabupaten/kota dalam promosi KADARZI, juga memfasilitasi
sektor terkait untuk mempromosikan KADARZI.
6. Direktorat Bina Gizi Masyarakat merupakan penanggung jawab program pengembangan
KADARZI. Dalam melaksanakan promosi KADARZI bekerja sama dengan Pusat Promosi
Kesehatan.
7. Peningkatan kapasitas promosi KADARZI, baik di kabupaten/kota maupun di provinsi dan di
pusat, dilakukan dengan mengutamakan pengembangan sumber daya manusia baik lintas
program maupun lintas sektor.
8. Peningkatan promosi KADARZI berlandaskan pada fakta (evidence basedHal ini dilakukan sejak
dari kabupaten/kota sampai provinsi dan nasional.
9. Mengembangkan kemitraan lintas departemen, lintas sektor, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), organisasi masyarakat, dunia usaha dan swasta, media massa dan lembaga donor dalam
promosi KADARZI.
10. Mempromosikan KADARZI melalui berbagai metode dan media.
Strategi Promosi KADARZI
Strategi dasar KADARZI adalah pemberdayaan keluarga dan masyarakat, Bina Suasana dan
Advokasi yang didukung oleh Kemitraan. Berikut adalah penjelasan masing-masing strategi, yaitu:
1. Gerakan Pemberdayaan Masyarakat
Adalah proses pemberian informasi KADARZI secara terus menerus dan berkesinambungan
mengikuti perkembangan sasaran di berbagai tatanan, serta proses membantu sasaran, agar sasaran
tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar gizi, dari tahu menjadi mau dan dari
maumenjadi mampu melaksanakan perilaku sadar gizi. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat
adalah individu, keluarga dan kelompok masyarakat.
2. Bina Suasana
Adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu, keluarga dan
kelompok masyarakat untuk mau melakukan perilaku KADARZI. Seseorang akan terdorong
untuk melakukan perilaku sadar gizi apabila lingkungan sosial dimana dia berada (keluarga di
rumah, orangorang menjadi panutan, idolanya, majelis agama, dan lain-lain) memiliki opini yang
positif terhadap perilaku sadar gizi. Bina suasana perlu dilakukan karena akan mendukung proses
pemberdayaaan masyarakat khususnya dalam upaya mengajak para individu dan keluarga dalam
penerapan perilaku sadar gizi .
3. Advokasi
Adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan untuk menghasilkan
kebijakan yang mendukung peningkatan penerapan KADARZI. Kebijakan publik di sini dapat
mencakup peraturan perundangan di tingkat nasional maupun kebijakan di daerah seperti
Peraturan Daerah (PERDA), Surat Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota, Peraturan Desa dan lain
sebagainya.
4. Kemitraan
Gerakan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan
dukungan kemitraan. Kemitraan KADARZI adalah suatu kerja sama yang formal antara
individuindividu,kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai peningkatan
KADARZI. Kemitraan KADARZI berlandaskan pada 3 prinsip dasar yaitu: Kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan antarmitra.
Kegiatan Promosi KADARZI di Kabupaten/Kota
Kegiatan promosi KADARZI di kabupaten/kota bersifat mendukung kegiatanpemberdayaan yang
dilakukan oleh Puskesmas dan sarana kesehatan lainnyadi berbagai tatanan. Sebagai penanggung
jawab kegiatan promosi KADARZI dikabupaten/kota juga harus melaksanakan fungsi koordinasi dan
integrasi.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fungsi keberhasilan promosiKADARZI di
kabupaten/kota terletak pada keberhasilan mengkoordinasikandan mengintegrasikan kegiatan
promosi KADARZI yang dilakukan, baik olehsektor kesehatan maupun sektor terkait lainnya.
Rincian kegiatan promosiKADARZI di kabupaten/kota sebagai berikut:
1. Melaksanakan advokasi promosi KADARZI
Serangkaian kegiatan berikut adalah untuk menunjang pelaksanaanadvokasi yang efektif di
kabupaten/kota:
a. Identifikasi stakeholders yang potensial.
Stakeholders yang dimaksud dapat mencakup
1) Birokrasi: pemimpin daerah, lintas sektor, badan perencana pembangunan daerah dan
aparaturnya.
2) Legislatif: khususnya, Komisi yang menangani bidang kesejahteraan rakyat, Komisi
Anggaran serta komponen lain dalam DPRD pada umumnya.
3) Organisasi/lembaga non-pemerintah: pers, organisasi kemasyarakatan (ormas), organisasi
berbasis komunitas, LSM,asosiasi profesi, organisasi akademik/universitas/sekolah,
korporasi/perusahaan.
b. Serangkaian pembicaraan informal dengan stakeholders yang teridentifikasi
c. Pertemuan koordinasi awal Untuk menyamakan persepsi dan menyepakati komitmen bekerja
sama dalam suatu kelompok kerja (working group)
d. Lokakarya tentang KADARZI yang menghasilkan kelompok kerja dan dan rencana
pendalaman isu (riset).
e. Melakukan riset dan identifikasi pembelajaran dari pengalaman program gizi sebelumnya.
Data yang dikumpulkan, antara lain terdiri dari:
1) Status gizi terkini serta pemetaan wilayahnya.
2) Pengetahuan, sikap, perilaku gizi masyarakat dan stakeholder yang berkaitan dengan
masing-masing perilaku KADARZI.
3) Potensi individual dan kelembagaan stakeholder.
4) Materi advokasi yang telah ada.
5) Materi edukasi yang telah ada.
f. Fasilitasi pelaksanaan advokasi Promosi KADARZI oleh kelompok
kerjakabupaten/kota.Memfasilitasi kelompok kerja di kabupaten/kota untuk menyampaikan
masalah gizi dan pengembangan KADARZI di kalangan pengambilkebijakan di
kabupaten/kota. Serangkaian kegiatan berikut adalah untukmenunjang dan mendorong
kelompok kerja di kabupaten/kota dalammelaksanakan, memantau dan menilai program
advokasi PromosiKADARZI:
1) Memfasilitasi terbentuknya atau pengembangan Pusat Informasi Gizi berdasarkan data
terkumpul.
2) Memfasilitasi terbentuknya atau pengembangan Forum Jurnalis yang dapat
mengakomodasi alur informasi terkini dalam konteksedukasi publik dan advokasi
kebijakan publik.
3) Fasilitasi pengembangan rencana aksi Promosi KADARZI secara partisipatif yang
mencakup upaya edukasi publik dan advokasikebijakan publik, baik rencana tahunan, lima
tahunan ataupunjangka yang lebih panjang hingga sepuluh tahun.
4) Fasilitasi kegiatan penguatan kapasitas di bidang advokasi,komunikasi perubahan perilaku
dan pengembangan jaringan.
5) Penyusunan dan/atau pencetakan ulang modul pelatihan, bukupedoman, fact sheet info
gizi nasional dan lokal terkini, materiedukasi, materi advokasi.
6) Semiloka atau pelatihan
Perencanaan Program Gizi dan KADARZI
Metode dan Teknik komunikasi Gizi
Advokasi Gizi dan KADARZI
7) Memfasilitasi kelompok kerja dalam menyusun usulan kebijakan publik.
8) Memfasilitasi kelompok kerja dalam melakukan pertemuan koordinatif untuk memantau
dan menilai kerja selama ini.
9) Memfasilitasi kelompok kerja dalam mendokumentasikan proses advokasi di
kabupaten/kota.
2. Mengembangkan kegiatan Bina Suasana
Kegiatan bina suasana di kabupaten/kota merupakan upaya menciptakan opini atau
lingkungan sosial yang mendorong individu, keluarga dan kelompok masyarakat untuk mau
melakukan perilaku KADARZI. Oleh karena itu, kegiatan bina suasana ditujukan untuk
menggalang kemitraan dengan mitra potensial dan fasilitasi kegiatan kemitraan yang diuraikan
secara rinci pada kegiatan pengembangan kemitraan.
3. Kegiatan gerakan pemberdayaan masyarakat
Kegiatan gerakan pemberdayaan masyarakat dalam promosi KADARZI
dikabupaten/kota adalah sebagai berikut:
a. Fasilitasi pelaksanaan kegiatan promosi di komunitas .
1) Pengembangan kelompok-kelompok komunitas.
Tujuan dari rangkaian kegiatan ini adalah untuk bersama-sama mitramengidentifikasi
dan mengembangkan kapasitas kelompokkelompokdi komunitas, mencakupkegiatan-
kegiatansebagaiberikut:
a) Identifikasi
kelompok-kelompok komunitas di wilayah sasaran Yang dimaksud dengan
kelompok-kelompok komunitas dapat mencakup:
Kelompok dalam bidang kesehatan seperti Posyandu,
Kelompok dalam bidang keagamaan seperti majelis taqlim,Pengajian, Yasinan,
Kelompok Jemaat Gereja, kelompok komunitas berbasis keagamaan dari
penganut agama laintermasuk Hindu, Budha.
Kelompok usaha seperti kelompok tani, peternak,pengairan/irigasi Kelompok
bidang ekonomi seperti kelompok simpan pinjam,arisan dan lain-lain.
b) Membentuk atau bila sudah ada, mengembangkan kelompokyang beranggota wakil
kelompok-kelompok yang ada.
c) Pertemuan untuk menyamakan persepsi.
d) Lokakarya untuk pengembangan kapasitas dengan topik,mencakup:
Mengidentifikasi masalah gizi
Mengenal KADARZI
Memfasilitasi diskusi warga untuk terlibat dalam perencanaan,pelaksanaan,
pemantauan dan penilaian Promosi KADARZI
Mengelola kegiatan edu-taintment di tingkat komunitas
b. Fasilitasi kegiatan komunikasi kelompok-kelompok komunitas.
Tujuan dari rangkaian kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi kelompokkelompokkomunitas
dalammengimplementasikan kegiatan-kegiatankomunikasiperubahan perilakudi wilayahnya.
1) Memfasilitasi kegiatan pengorganisasian di tingkat komunitas. Kegiatan komunitas dapat
berupa pertemuan-pertemuan kelompok warga untuk:
a) Membuat peta masalah di komunitasnya,
b) Mengidentifikasi sumber daya,
c) Membuat visi bersama, dan
d) Menyusun rencana menangani masalah yang ada.
2) Memfasilitasi implementasi kegiatan-kegiatan yang dikembangkan kelompok komunitas.
Pesan-pesan yang disampaikan dalam kegiatanitu mencakup adalah pesan-pesan standar
Promosi KADARZI.Kegiatan-kegiatan dapat berbentuk:
a) Lomba-lomba yang mengandung konsep KADARZI, seperti lombamemasak, bayi
sehat, Ibu teladan, lomba menyanyikan lagu, lombajoget dll
b) Pertemuan-pertemuan warga dengan menghadirkan narasumberdari Puskesmas
c) Kegiatan kunjungan dan diskusi ke keluarga-keluarga yang rentanmasalah gizi
d) Pemantauan dan dan penilaian kegiatan secara partisipatif
3) Memfasilitasi kunjungan wartawan, tokoh masyarakat/agama dan roadshow dalam
bentuk moling (mobil keliling) dan pasar malam.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi warga komunitas dalam Promosi
KADARZI.
a) Peliputan oleh jurnalis anggota Forum Jurnalis
b) Kunjungan toga/toma tingkat kabupaten/kota
c) MoLing (Mobil keLiling) yang menyelenggarakan kegiatan singkat di tingkat
RT/RW dengan pendekatan edu-tainment (penyebaran pesan perilaku KADARZI
melalui permainan dan pemberian hadiah)
d) Pasar malam yang mencakup komunitas di desa/kelurahan. Pasarmalam berisi
kegiatan pertunjukan boneka, drama, pesta music rakyat, film layar tancap, bazar
makanan, lomba-lomba untuk wargakomunitas dan pemberian penghargaan pada
kelompok komunitasdan kader yang bergiat dalam Promosi KADARZI.
BAB III
PEMANTAUAN DAN PENILAIAN
A. Pemantauan
Pemantauan promosi KADARZI dilakukan secara berjenjang dan terus menerus meliputi
input, proses dan output. Proses pelaksanaan pemantauan mencakup indikator, jadwal
pemantauan, pelaksana pemantauan, carapemantauan dan instrumen pemantauan.
1. Indikator
a. Indikator Input
Adanya pedoman promosi KADARZI.
Adanya rencana kerja promosi KADARZI.
Adanya dana promosi KADARZI.
Adanya sarana dan prasarana promosi KADARZI.
Adanya tenaga terlatih KADARZI.
b. Indikator Proses
Dilaksanakannya advokasi dan sosialisasi KADARZI.
Dilaksanakannya peningkatan kapasitas bagi sektor swasta tentang KADARZI.
Disusunnya prototipe media promosi KADARZI.
Disusunnya database (perilaku KADARZI, nara sumber, perusahaan, media massa,
LSM, dll).
Terbentuknya kelompok jejaring KADARZI.
Terbentuknya forum jurnalis peduli KADARZI.
Peningkatan kapasitas jurnalis.
Dilaksanakannya kampanye KADARZI.
Dilaksanakannya pendampingan keluarga.
c. Indikator Output
Adanya kebijakan dengan lintas sektor dan kemitraan dengan swasta (SK, Perda,
anggaran, rencana kerja, dll).
Adanya kegiatan promosi KADARZI oleh mitra potensial.
Meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) keluarga
d. Indikator Outcome
Meningkatnya jumlah keluarga yang menerapkan KADARZI.
2. Jadwal Pemantauan
Pemantauan dilakukan selama kegiatan promosi berlangsung dan dapat dilakukan setiap
bulan atau setiap tiga bulan atau dapat pula dilakukan sesuai dengan jadwal siaran radio atau
penayangan televisi yang sedang berlangsung.
3. Pelaksana Pemantauan
Pemantauan dilaksanakan oleh pengelola program pada masing-masing jenjang administrasi,
jurnalis yang sudah dilatih, pihak stasiun radio atau televisi yang sudah dilatih, mitra
potensial yang sudah dilatih.
4. Cara Pemantauan
Pemantauan dilaksanakan dengan cara wawancara dengan petugas kesehatan, tokoh
agama/masyarakat, LSM; diskusi kelompok terarah dengan petugas dan masyarakat sasaran;
analisis surat pendengar;melihat materi-materi promosi dan kampanye KADARZI.
5. Instrumen Pemantauan
Pemantauan dilakukan sesuai dengan daftar isian (checklist) pemantauan.
B. Penilaian
Penilaian promosi KADARZI adalah suatu proses menentukan nilai atau besarnya keberhasilan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian harus dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang berubah sebagai hasil promosi KADARZI?
2. Aspek mana dari komponen promosi KADARZI yang paling menyebabkan perubahan tersebut?
3. Di kelompok sasaran mana perubahan terjadi? Di kelompok sasaran mana yang tidak terjadi
perubahan?
4. Apa yang menyebabkan perbedaan ini?
5. Bagaimana efisiensi perubahan tersebut?
Dalam melakukan penilaian harus ditetapkan tujuan, kriteria untuk mengukur keberhasilan dan
menyusun rekomendasi untuk perbaikan promosi KADARZI selanjutnya.
Proses penilaian mencakup indikator, jadwal penilaian, pelaksana penilaian,cara penilaian dan
instrumen penilaian.
a. Indikator
Indikator yang dapat digunakan dalam penilaian dikelompokkan dalam 3 kategori sebagai berikut:
1. Hasil akhir (outcome), yaitu jumlah keluarga yang berperilaku KADARZI dalam jangka
panjang.
2. Hasil antara (output), yaitu adanya kebijakan KADARZI dari para pengambil keputusan di
pusat, provinsi dan kabupaten/kota; adanya aksi nyata berbagai komponen masyarakat untuk
menumbuh kembangkan perilaku KADARZI; meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku
keluarga yang sadar gizi
3. Proses, yaitu menilai berjalannya kegiatan-kegiatan sesuai denganrencana
4. Masukan (Input), yaitu jumlah sarana, prasarana, tenaga dan danayang dipergunakan untuk
kegiatan promosi KADARZI.
b. Jadwal Penilaian
Penilaian dapat dilakukan:
1. Setelah kegiatan promosi KADARZI selesai dilaksanakan (tahunan, 3 tahunan, atau 5
tahunan), untuk menilai apakah tujuan-tujuan yangditetapkan tercapai atau tidak.
2. Pada saat tertentu atau pada saat kegiatan promosi KADARZI sedangberlangsung, untuk
menilai apakah kegiatan-kegiatan yangdilaksanakan sesuai rencana atau tidak.
c. Pelaksana Penilaian
Penilaian dilaksanakan oleh pengelola program pada masing-masing jenjang administrasi, pihak
luar atau unit penilai independen.
d. Cara Penilaian
Penilaian dilaksanakan melalui:
1) Observasi
2) Wawancara
3) Diskusi Kelompok Terarah
4) Kunjungan secara teratur atau kunjungan mendadak
5) Wawancara secara acak kepada target sasara
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan.
KADARZI adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi
setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang
dicirikan minimal dengan:
a. Menimbang berat badan secara teratur.
b. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI
eksklusif).
c. Makan beraneka ragam.
d. Menggunakan garam beryodium.
e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.
Pendidikan yang rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi
persyaratan gizi dibandingkan dengan seseorang yang pendidikannya lebih tinggi. Walaupun
pendidikan seorang ibu itu rendah akan tetapi dia bisa mendapatkan pengetahuan gizi dari luar formal
seperti dari penyuluhan, diskusi, dll. Tetapi memang perlu dipertimbangkan bahwa faktor tingkat
pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi
yang mereka peroleh.
Keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan tidak dapat memenuhi kebutuhan
makanannya, setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang bisa dijamin.Banyak sebab yang
turut berperan dalam menentukan besar kecilnya pendapatan keluarga.
Sebagaimana yang telah diuraikan di depan, maka semakin disadari bahwa untuk
mempromosikan KADARZI bukanlah proses yang mudah dan sederhana. Keberhasilan pelaksanaan
promosi KADARZI terletak pada prakarsa, komitmen, kreativitas dan aksi nyata para penyelenggara
di pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Pedoman Strategi Promosi KADARZI ini diharapkan dapat
dijadikan acuan untuk menggalang komitmen, kebijakan, mitra potensial dan gerakan masyarakat,
sehingga dapat mempercepat pencapaian dan penerapan perilaku KADARZI pada seluruh keluarga.
Dalam pelaksanaannya semua pihak dapat menggunakan, memanfaatkan dan melengkapi pedoman ini
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah setempat.
B. Saran.
Saran saya untuk makalah ini yaitu dengan adanya program kadarzi saya harap dapat terciptanya
lingkungan sosial yang mendorong individu, keluarga dan kelompok masyarakat untuk mau
melakukan perilaku KADARZI.