Post on 02-Mar-2016
C E D E R A K E P A L A
BAB IPENDAHULUAN
ANATOMI MEDULA SPINALIS
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang dikelilingi dan dilindungi oleh kolumna vertebralis. Medula spinalis terletak didalam canalis vertebralis yang flexibel, medula spinalis ini berawal dari foramen magnum dan berakhir di vertebre lumbal I-II. Medulla spinalis terdiri dari 31 segmen yaitu : 8 segmen servical, 12 segmen thorakal, 5 segmen lumbal , 5 segmen sakral dan 1 segmen koksigeal. Saraf-saraf medulla spinalis terdiri dari berkas serabut saraf motorik dan sensorik yang keluar dari medulla spinalis sertinggi vertebra masing-masing. Saraf-saraf spinal dinamai dan diberi nomor sesuai tempat keluar dikanalis vertebralis. Saraf spinalis C1-C7 keluar diatas vertebranya. C8 keluar diantara vertebre servikal C7-T1. Serat-serat lain keluar dibawah vertebra masing.
Masing-masing segmen dari medula spinalis memiliki 4 radix ;1 pasang radix anterior/ ventralis dan 1 pasang radix posterior/dorsalis. Radix anterior mempunyai akson neuron motorik alfa berdiameter besar keserabut otot lurik dan neuron motorik gamma yang memepersarafi serabut otot otonom. Sedangkan radix posterior berisi serabut saraf afferent dari sel-sel saraf dalam ganglionnya. Radix posterior memilki serabut saraf mulai dari struktur kulit sampai ke struktur dalam.Jenis-jenis serabut sarafSerabut saraf dapat diklasifikasikan berdasarkan fisioanatomy;
Serabut eferen somatik
Serabut motorik ini mempersarafi otot-otot rangka dan berasal dari sel-sel besar di dalam kulumna greysia anterior/ventralis medula spinalis dan membentuk radix anterior dari saraf spinal.
Serabut aferen somatik
Serabut ini menghantarkan informasi sensorik dari kulit, sendi otot ke sususnan saraf pusat. Serabut ini berasal dari sel unipolar dalam ganglion spinal yang terlatak didalam radix posterior.(ganglion radix posterior). Cabang perifer dari sususnan saraf ini didistribusikan ke struktur somatik : cabang sentral menghantarkan impuls sensorik melalui radix posterior ke kolumna posterior sustansia grysea dorsalis medula spinalis dan jaras asenden pada medula spinalais.
Serabut eferen viseral
Serabut otonom ini adalah serabut motorik yang menuju ke visera. Serabut simpatetik dari segmen Thorakal, L1, dan L2 didistribusikan dari seluruh tubuh ke visera, kelenjer dan otot polos. Serabut parasimpatetik yang berada dalam ketiga segmen sakral bagian tengah menuju ke visera panggul dan abdomen bawah.
Serabut aferen viseral
Serbut ini menghantarkan informasi sensorik dari visera. Badan selnya terdapat di ganglion radix posterior.
Gambar gambar fungsi motorik dan sensorik medula spinalis
Hemiseksi Medula spinalis
Kondisi ini juga dikenal sebagai sindrom Brown Sequard. Jarang terjadi dan biasanya inkomplit, penyebab terbanyak adalah taruma spinal ( fracture/dislokasi vertebrae, luka tusuk, luka tembak ), dapat juga terjadi karena pembesaran tumor.
Gejala gejala yang muncul pada keadaan ini adalah sebagai berikut :
Pada sisi lesi jaras motorik desenden terganggu, dan setelah syok spinal awal menghilang, maka akan menyebabkan paralisis spastik ipsilateral di bawah tingkat lesi dengan hiperrefleksia dan refleks abnormal pada jari jari kaki. Ipsilateral kerena traktus telah menyilang pada tingkat yang lebih tinggi, dan spastik karena traktus tersebut mengandung serat ekstrapiramidal. Cedera funiculus menghilangkan rasa untuk posisi, getaran dan diskriminasi taktil dibawah tingkat lesi.
Ataksia seharusnya dapat ditemukan, tetapi tidak terlihat karena adanya ipsilateral paralisis.
Rasa nyeri dan suhu menghilang pada sisi kontralateral di bawah tingkat lesi.
Rasa taktil sederhana tidak menurun, karena serat yang mengirim rasa ini menggunakan dua jaras yaitu funikuli posterior dan traktus spinotalamikus anterior.
Karakteristik dari gambaran klinik yang ditemui pada pasien dengan hemiseksi medula spinalis komplet, setelah syok spinal berakhir, sebagai berikut :
1. Paralisis LMN ipsilateral pada segmen dari lesi dan atrofi otot. Keadaan ini disebabkan kerusakan neuron dalam kolum anterior dan mungkin juga diikuti oleh kerusakan dari serabut saraf pada segmen yang sama.
2. Paralisis spastik ipsilateral pada tingkat di bawah lesi. Muncul babinsky ipsilateral, reflek dinding perut ipsilateral, dan reflek kremaster ipsilateral. Semua gejala ini muncul karena hilangnya traktus kortikospinal pada daerah lesi.
3. Anestesi ipsilateral kulit. Ini akibat kerusakan terletak pada jalan masuknya, pada daerah lesi.
4. Kehilangan sensasi proprioseptif, deskriminasi taktil, dan getaran dibawah tingkat lesi. Gejala ini disebabkan oleh kerusakan traktus asenden pada sisi yang sama dengan lesi.
5. Kehilangan sensasi nyeri dan suhu kontralateral di bawah tingkat lesi.
Pemeriksaan Fisik
Untuk semua pasien trauma, pemeriksaan awal dimulai dengan penilaian kondisi jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), dan peredaran darah (circulation). Selain itu, adanya riwayat penyakit kardiopulmonal harus diketahui melalui anamnesis, karena mempengaruhi fungsi paru.
Pemeriksaan Penunjang
Foto polos vertebra. Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang melibatkan medulla spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya. Pada trauma servikal digunakan digunakan foto AP, lateral, dan odontoid. Pada cedera torakal dan lumbal, digunakan foto AP dan lateral.
CT scan vertebra. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur tulang dan kanalis spinalis dalam potongan aksial. CT scan merupakan pilihan utama untuk mendeteksi ceera fraktur pada tulang belakang.
MRI vertebra. MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medulla spinalis dalam sekali pemeriksaan. PENATALAKSANAAN
Tiga fokus utama penangan awal pasien cedera medulla spinalis yaitu : 1.Mempertahankan usaha bernafas, 2. Mencegah syok dan 3. Imobilisasi leher (neck collar dan long spine board). Selain itu, fokus selanjutnya adalah mempertahankan tekanan darah dan pernapasan, stabilisasi leher, mencegah komplikasi (retensi urin atau alvi, komplikasi kardiovaskular atau respiratorik dan trombosis vena-vena profunda).
Terapi utama :
1. Farmakoterapi. Metilprednisolon 30 mg/ kg bolus selama 15 menit, lalu 45 menit setelah pemberian bolus pertama, lanjutkan dengan infuse 5,4 mg/kg/jam selama 23 jam.
2. Imobilisasi. Traksi, untuk menstabilkan medulla spinalis
3. Bedah. Untuk mengeluarkan fragmen tulang, benda asing, reparasi hernia, diskus atau fraktur vertebra yang mungkin menekan medulla spinalis: juga diperlukan untuk menstabilisasi vertebra untuk mencegah nyeri kronis.
PROGNOSIS
Pasien dengan cedera medua spinalis komplet hanya mempunyai harapan untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medulla spinalis dapat sembuh dan mandiri.BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. U
Umur
: 23 tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki
Alamat
: padang
Pekerjaan: -
Agama
: Islam
ANAMNESA
Seorang pasien laki-laki ,usia 23 tahun masuk bangsal Neurologi RSUP Dr M Djamil padang pada tanggal 06 desember 2011 dengan:
Keluhan Utama :
Lumpuh pada tungkai kananRiwayat Penyakit Sekarang :
Lumpuh pada tungkai kanan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya pasien sedang jalan di tepi laut tiba tiba ada orang yang tidak dikenal meminta uang kepada pasien. Pasien menolak dan tejadi perkelahian dengan pasien lalu pasien ditusuk didaerah punggung belakang dengan pisau.
Setelah kejadian pasien langsung tidak dapat menggerakan tungkai kanannya.
Pasien langsung dibawa ke IGD RSUP Dr M Djamil dan dilakukan penanganan awal. Di IGD pasien sudah dilakukan rontgen thorakolumbal AP Lateral. Setelah keadaan umum stabil pasien lalu dirujuk ke bagian neurologi dengan diagnosa sementara trauma medulla spinalis. Pasien juga mengaku tidak merasakan apa apa pada tungkai kanan nya. BAK dan BAB tidak ada setelah kejadian. Luka di tempat lain tidak ada.Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada hubunganRiwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada hubunganRiwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :Tidak ada hubunganPEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: SedangKesadaran
: Komposmentis, GCS 15 (E4M6V5)
Tekanan darah
: 130/ 80 mmHg
Frekuensi nadi : 86x/ menit
Frekuensi nafas: 22x/ menit
Suhu
: 36,8o CKepala: Tidak ditemukan kelainan Mata: Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT
: Tidak ditemukan kelainan
Leher
: JVP 5-2cmH2O, tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah beningThorak
Paru-paru :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi: Tidak dapat dilakukan
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)Jantung :
Ispeksi: Iktus tidak terlihat
Palpasi: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: Bunyi janting murni, irama teratur, bising (-)Abdomen
Inspeksi: Tidak tampak membuncit
Palpasi
: Hepar dan Lien tidak teraba
Perkusi: Timpani
Auskultasi: BU (+) NormalPunggung
Inspeksi: Tampak luka sepanjang 4 x 0,5 cmPalpasi: Nyeri tekan (+)
Status Neurologikus :
1. Kesadaran: GCS 15 (E4M6V5)
2. Tanda rangsangan meningeal
Kaku kuduk
: (-)
Brudzinsky 1
: (-)
Brudzinsky 2
: (-)
Kernig Sign
: (-)
3. Tanda peningkatan tekanan intra kranial
Muntah proyektil: tidak ada
Sakit kepala progresif: tidak ada
Pupil
: Isokor, bulat,diameter 2 mm/ 2 mm
4. Nervus Kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman KananKiri
Subjektif ++
Objektif (dengan bahan)Tidak diperiksaTidak diperiksa
N. II (Optikus)
Penglihatan KananKiri
Tajam penglihatan++
Lapangan pandang++
Melihat warna ++
Funduskopi Tidak diperiksaTidak diperiksa
N. III (Okulomotorius)
KananKiri
Bola mataBulatBulat
Ptosis (-)(-)
Gerakan bulbusBebas ke segala arahBebas ke segala arah
Strabismus (-)(-)
Nistagmus (-)(-)
Ekso/endotalmus(-)(-)
Pupil
Bentuk
Refleks cahaya
Refleks akomodasi
Refleks konvergensiBulat
(+)
(+)
(+)Bulat
(+)
(+)
(+)
N. IV (Trochlearis)
KananKiri
Gerakan mata ke bawah++
Sikap bulbusOrthoOrtho
Diplopia --
N. VI (Abdusen)
KananKiri
Gerakan mata ke lateral++
Sikap bulbusOrthoOrtho
Diplopia --
N. V (Trigeminus)
KananKiri
Motorik
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Menggigit
Mengunyah +++++
+
+
+
Sensorik
Divisi oftalmika
Refleks kornea
Sensibilitas(+)
(+)(+)
(+)
Divisi maksila
Refleks masetter
Sensibilitas(+)
(+)(+)(+)
Divisi mandibula
Sensibilitas(+)(+)
N. VII (Fasialis) KananKiri
Raut wajahSimetrisSimetris
Sekresi air mata(+)(+)
Fissura palpebra(+)(+)
Menggerakkan dahi(+)(+)
Menutup mata(+)(+)
Mencibir/ bersiul(+)(+)
Memperlihatkan gigi(+)(+)
Sensasi lidah 2/3 depan(+)(+)
Hiperakusis (-)(-)
N. VIII (Vestibularis)
KananKiri
Suara berbisik++
Detik arloji++
Rinne tesTidak diperiksaTidak diperiksa
Weber tesTidak diperiksa
Schwabach tes
Memanjang
MemendekTidak diperiksa
Nistagmus
Pendular
Vertikal
Siklikal(-)(-)
Pengaruh posisi kepala(-)(-)
N. IX (Glossopharyngeus)
KananKiri
Sensasi lidah 1/3 belakang(+)(+)
Refleks muntah (Gag Rx)(+)(+)
N. X (Vagus)
KananKiri
Arkus faringSimetrisSimetris(+)Normal Teratur
Uvula
Menelan
Suara
Nadi
N. XI (Asesorius)
KananKiri
Menoleh ke kanan(+)(+)
Menoleh ke kiri(+)(+)
Mengangkat bahu kanan(+)(+)
Mengangkat bahu kiri(+)(+)
N. XII (Hipoglosus)
KananKiri
Kedudukan lidah dalamNormalNormal
Kedudukan lidah dijulurkanNormalNormsl
Tremor (-)(-)(-)
Fasikulasi
Atropi
5. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalanTidak dapat dilakukanDisartria(-)
Romberg tesTidak dapat dilakukanDisgrafia (-)
Ataksia (-)Supinasi-pronasiBaik
Rebound phenomen(-)Tes jari hidungBaik
Test tumit lututTidak dapat dilakukanTes hidung jariBaik
6. Pemeriksaan fungsi motorik
a. Badan Respirasi
Duduk Teratur
(-)
b. Berdiri dan berjalan Gerakan spontan
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea (-)(-)
(-)
(-)
(-)
c. Ekstremitas SuperiorInferior
KananKiriKananKiri
GerakanAktifAktifHipoaktifaktif
Kekuatan 555555000555
Tropi EutropiEutropiEutropiEutropi
Tonus EutonusEutonusatonusEutonus
7. Pemeriksaan sensibilitas
Ekstrimitas inferiorKanankiri
Sensibiltas taktil --
Sensibilitas nyeri--
Sensiblitas termis --
Stereognosis-+
Pengenalan 2 titik-+
Pengenalan rabaan-+
Rasa posisi-+
Rasa getar-+
Rasa tekan--
8. Sistem refleks
a. Fisiologis KananKiriKananKiri
Kornea (+)(+)Biseps ++++
Berbangkis Triseps ++++
Laring KPR-++
Masetter APR-++
Dinding perut Bulbokvernosus --
Atas+Cremaster -+
Bawah+Sfingter --
b.Patologis Kanan Kiri KananKiri
Lengan Babinski (-)(-)
Hoffmann-Tromner(-)(-)Chaddocks (-)(-)
Oppenheim (-)(-)
Gordon (-)(-)
Schaeffer (-)(-)
Klonus paha(-)(-)
Klonus kaki(-)(-)
Tungkai(-)(-)
9. Fungsi Otonom
Miksi
: Terpasang kateter
Defekasi
: (-)Sekresi keringat
: Berkurang setinggi dermatom thorakal X ke bawah 10. Fungsi Luhur
: BaikPEMERIKSAAN LABORATORIUM :
Hb: 11,7 gr/dl
Gula darah Puasa: 102 mg/dlLeukosit: 13.800/mm3
Ureum
: 25 mg/dlHt: 35,2 %
Kreatinin
: 0,7 mg/dlTrombosit: 149.000/mm3DIAGNOSA Diagnosa Klinik: Hemiplegi dextra tipe UMN dalam fase syok spinal ( Brown sequard syndrome ) Diagnosa Topik: Hemilesi medulla spinalis setinggi thorakal XDiagnosa Etiologi: Trauma tusuk vetebraeDiagnosa Sekunder: -PEMERIKSAAN ANJURAN
Darah rutin ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, Hitung jenis, LED)
Rontgen thorakal AP Lat Ct scan vertebrae MRITERAPI
Umum:
Bedrest IVFD RL 12 jam/kolf Diet MB ImobilisasiKhusus :
Dexametason 4 x 10 mg ( IV ) tappering off Ranitidin
2 x 50 mg ( IV )PROGNOSIS Quo ad vitam
: bonamQuo ad sanam
: bonamQuo ad fungsionam : bonamBAB III
DISKUSITelah dirawat seorang pasien laki laki umur 23 tahun dengan diagnosis klinik hemiplegi dextra inferior tipe UMN dalam fase syok spinal dengan topik hemilesi medula spinalis setinggi segmen vetebra thorakal XII dengan etiologi trauma tusuk vetebra.Dasar diagnosis berdasarkan dari anamnesis :
Lumpuh pada tungkai kanan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya pasien sedang jalan di tepi laut tiba tiba ada orang yang tidak dikenal meminta uang kepada pasien. Pasien menolak dan tejadi perkelahian dengan pasien lalu pasien ditusuk didaerah punggung belakang dengan pisau.
Setelah kejadian pasien langsung tidak dapat menggerakan tungkai kanannya.
Pasien juga mengaku tidak merasakan apa apa pada tungkai kanan nya.
BAK dan BAB tidak ada setelah kejadian.
Dalam literatur kelemahan yang terjadi secara asimetri merupakan salah satu gejala dari gangguan medula spinalis. Yang menggambarkan lesi yang bersifat parsial. Sesuai dengan pola awal pada spinal cord hemisection syndrome/ brown sequard syndrome, ke adaan ini jarang terjadi dan terjadi pada lesia yang parsial pada medula spinalis. Lesi parsial tersebut akan menginterupsi jaras motorik sehingga pada awalnya akan muncul gejala paralisis yang bersifat flaksid ipsilateral lesi dan kemudian diikuti dengan paresisi spastik deangan hiperreflexia, babinsky sign (+) dan gangguan vasomotor. Apabila lesi mengenai kolumna posterior akan mermanifestasi kepada gangguan sensasi taktil tajam , diskriminasi 2 titik, propioseptif dan vibrasi pada sisi ipsilateral lesi. Namun sensasi nyeri dan suhu tetap ada pada sisi lesi dan akan menghilang pada sisi kontralateral.
Dari pemeriksaan fisik hal hal yang menyokong adalah :
Kelemahan otot dengan kekuatan nol pada ekstimitas inferior kanan
Gangguan sensibilitas terjadi pada pemeriksaan sensibilitas ttaktil, nyeri, suhu dan tekan
Gangguan fungsi otonom berupa gangguan sekresi keringat mulai dari segmen dermatom thorakal ke X
Berdasarkan symtom dan sign dari pasien ini dan dibandingkan dengan litetur kemungkinan pada pasien ini menderita hemilesi di medulla spinalis / brown sequard syndrome. Secara klinis pasien mederita hemiplegia inferior tipe Upper Motor Neuron dalam fase syok spinal dengan dasar : kekuatan ekstrimitas inferior dextra bernilai nol, bersifat flaksid, reflex fisiologis negative dan tidak ditemukannya reflek patologis. Sedangkan pada ekstrimitas inferior sinistra ditemukan kelainan sensibilitas berupa nyeri dan suhu.Pasien direncanakan dilakukan Rontgen thorako AP Lateral untuk membantu menegakan diagnosa.Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah medikamentosa deksametason untuk mengurangi kompresi akibat udem disekitar lesi dan antagonis H2 (ranitidin). DAFTAR PUSTAKA
1. Adam & victor.2000. Disease of spinal cord. Principles of neurology. New York ; Mc GrewHill.
2. Basjirudin A. Darwin Amir.2008. Gangguan Medula Spinalis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Padang ;FK UNAND.
3. Groot D, Jack.1997. Sum-sum Tulang Belakang. Anatomi Korelatif. Jakarta ;EGC.
4. Waxman G. Sthepen. 2010. The Spinal Cord. Clinical neuro-anatomy 26th ed. New York. Mc. GrewHill.
5. Baehr.2005. Spinal Cord Syndrome. Duss Topical Diagnosis in Neurology. New York: Thieme Stuggard
6. Kothbauer F. Learl et al. 2005. Management of Spinal Tumor. Neuro-Surgery Principles and practice. Seatle : springer.7. Ice FN. Brown-Sequard Syndrome or Hemisection of the Spinal Cord ( Tracts involved ). Diunduh tanggal : 5 Desember 2011, dari : http://www.smso.net. Last Update : January 2008
1