SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 1
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Zamzam A.J. Tanuwijaya
Departemen Geofisika dan Meteorologi, ITB
The Houw Liong Departemen Fisika, ITB
Kata kunci: Komunalitas, rotasi varimax, spektrum daya, monsun, ENSO.
ABSTRAK
Analisis faktor diterapkan terhadap data multivariat curah hujan yang direkam oleh 472 stasiun observasi yang disebar seragam pada rentang 384 bulan. Metode ini berhasil mengekstraksi sejumlah pola-pola dominan yang merefleksikan berbagai mekanisme pembangkitan hujan di pulau Jawa. Untuk memperjelas pola-pola produk interaksi global dan pola-pola akibat sirkulasi sekunder, maka digunakan proses rotasi ortogonal varimax. Analisis spektral atas deret waktu skor faktor memperlihatkan dominasi siklus tahunan monsun, dan komponen anomalinya tampak dimodulasi oleh fenomena global interaksi atmosfer-laut ENSO (El-Nino/Southern Oscillation).
1. Pendahuluan
Mekanisme sirkulasi umum anomali curah hujan di wilayah Benua Maritim
Indonesia (BMI) sangat penting, baik dalam skala regional maupun dalam perspektif global
tropis. Dalam skala regional, diagnostik iklim BMI sangat menentukan proses prediksi yang
terkait langsung dengan kepentingan banyak aspek, terutama yang terkait sektor
agroindustri. Secara global, sebagian besar wilayah BMI memainkan peran kunci dalam
melakukan fungsi sistem osilasi tekanan permukaan berskala besar yang disebut Osilasi
Selatan (SO), suatu fenomena yang terkait dengan kejadian kebangkitan arus panas El-Nino
(EN) di Samudera Pasifik timur, [1,2].
Curah hujan merupakan parameter meteorologis terpenting di daerah tropis,
sebagai produk dari proses kompleks termodinamika atmosfer yang dikontrol oleh
interaksi-interaksi non-linier berbagai sirkulasi global. Kondisi cuaca dan iklim BMI secara
umum merupakan realisasi dari interaksi dua sirkulasi global: sirkulasi zonal (barat-timur)
Walker, dan sirkulasi meridional (utara-selatan) Hadley. Intensifikasi sirkulasi Walker
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 2
sangat dikontrol oleh kejadian-kejadian ENSO (El-Nino/Southern Oscillation), sementara
siklus hujan monsun satu tahunan merupakan realisasi dari migrasi zona konvergensi inter-
tropis (ITCZ) dari sel-sel Hadley. Selain karena kepentingan strategisnya bagi Indonesia,
kerapatan distribusi spasial stasiun-stasiun observasi curah hujan di pulau Jawa dapat
difungsikan sebagai “radar” untuk mendeteksi modulasi berbagai gangguan cuaca berskala
besar (planeter) yang masuk ke wilayah BMI dalam berbagai skala waktu, [3].
Klimatologi curah hujan bulanan Jawa didominasi oleh hujan monsun. Gambar-2
merupakan spektrum daya (power spectrum) dari deret waktu hasil rata-rata spasial 472
stasiun observasi curah hujan sepanjang 384 bulan, dimana tampak sinyal monsun satu
tahunan mendominasi pola hujan di seluruh Jawa, [4]. Gambar-3 adalah spektrum daya
dari anomali curah hujan bulanan, merupakan spektrum fluktuasi dari kondisi rata-rata
normal. Sebaran spektrum anomali ini memperlihatkan pola “red-noise”, [5]. Tampak pada
pola spektral curah hujan komponen sub-musiman (intraseasonal variability), osilasi
setengah tahunan SAO (Semi-Annual Oscillation) dan osilasi dalam rentang 30-70 harian
(Madden-Julian Oscillation).
Berdasarkan ekstraksi fungsi ortogonal empiris (EOF), lebih dari 54,74% curah
hujan pulau Jawa dibangkitkan melalui mekanisme monsun. Paper ini difokuskan pada
dekomposisi struktur prosentase sisa (non-monsun), dimana pola-pola spasial curah hujan
anomali ini akan dianalisis untuk tujuan rekonstruksi mekanisme pembangkitan.
Karena data curah hujan secara umum merupakan produk campuran dari sirkulasi-
sirkulasi global dan sirkulasi-sirkulasi sekunder (akibat efek topografi dan sea-land breeze),
maka perlu dipetakan daerah-daerah yang memiliki nilai komunalitas yang tinggi dan
daerah-daerah yang memiliki spesifisitas tinggi. Daerah dengan nilai komunalitas tinggi
merupakan daerah yang secara kuat dipengaruhi oleh sirkulasi-sirkulasi global; dan daerah
dengan nilai spesifisitas tinggi merupakan daerah yang memiliki mekanisme pembangkitan
curah hujan lokal yang relatif kuat dan stabil.
Dengan mendekomposisi data curah hujan anomali, kedalam sejumlah faktor
umum (common factors), dan dengan melakukan analisis spektrum daya atas deret waktu
skor-skor faktor, maka jejak sebaran spasial dari loading faktor dapat digunakan sebagai
data proxy untuk memperkirakan pola-pola sirkulasi atmosfer yang berdampak hujan di
pulau Jawa.
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 3
2. Data dan Prosedur Komputasi
Untuk melihat faktor-faktor pembangkit curah hujan non-monsun dan fluktuasi
berbasis tahunan (interannual variability), maka digunakan data anomali curah hujan
bulanan 1951-1982, dimana mencakup satu rentang durasi nornal ( > 30 tahun ). Data
anomali ini direkam sepanjang 384 bulan oleh sejumlah 472 stasiun observasi yang dipilih
sedemikian rupa sehingga sebaran spasialnya mewakili wilayah pulau Jawa dengan cukup
homogen (gambar-1).
Adapun untuk melihat berbagai konfigurasi variabel-variabel global yang
mengontrol dan mengatur fluktuasi anomali curah hujan jangka panjang (long-term) di
pulau Jawa, maka digunakan berbagai variabel global atmosferik, oseanik, dan astronomis,
pada perioda 1979 – Juli 2002, seperti dapat dilihat pada tabel-1.
Maka untuk mengekstraksi faktor-faktor dari dua kasus diatas, digunakan metoda
multivariat Analisis Faktor mode-R, [6]. Model matematikanya sebagai berikut:
( ) ( ) ( ) ( )× × × ×′= +N p N k k p N pX F A E (1)
Dimana: ΧΧ adalah matrik data berdimensi (N x p), dengan N sebagai banyaknya observasi
dan p sebagai banyaknya variabel. Jadi, untuk kasus pertama (ij berarti anomali curah hujan
bulan ke-i yang direkam oleh stasiun ke-j. F adalah matrik skor faktor, dimana Fj (j=1,2,…,
k) menyatakan common factors ke-j, dalam hal ini Fj merupakan faktor global ke-j yang
memodulasi fluktuasi hujan seluruh Jawa. E yang merupakan faktor residual,
diinterpretasikan sebagai faktor spesifik yang mengukur tingkat ke-lokal-an dari sifat hujan.
Dan A merupakan matrik loading faktor, dimana ij
a diinterpretasi sebagai korelasi linier
stasiun observasi ke-i dengan faktor global ke-j.
Dari persamaan (1) dapat dibentuk:
A A ′′∑ = Φ + Ψ∑ = Φ + Ψ (2)
Dimana ΣΣ yang berdimensi (p x p) merupakan matrik kovariansi dari variabel-variabel
observasi; ΦΦ yang berdimensi (k x k) adalah matrik kovariansi faktor-faktor; dan ΨΨ (p x p)
merupakan matrik kovariansi residual yang mengukur variansi spesifik curah hujan suatu
tempat. Untuk faktor-faktor yang ortogonal (saling tidak terkoreksi satu sama lain) maka
ΦΦ == ΙΙ .
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 4
Untuk mengestimasi faktor-faktor, dalam kasus ini digunakan metoda Komponen
Utama, [7]. Jika S adalah matrik kovariansi sampel yang mengestimasi matrik kovariansi
populasi ΣΣ , maka berlaku dekomposisi spektral sebagai berikut:
1 1 1 2 2 2ˆ ˆ ˆˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ...′ ′ ′= λ + λ + + λk k kS e e e e e e (3)
Dimana ( 1λ , 1e ) merupakan pasangan nilai-vektor eigen dari matrik kovariansi sampel S,
1λ ≥ 2λ ≥ … ≥ kλ . Tinjau k < p, merupakan banyaknya faktor umum/global yang
meregulasi pola anomali curah hujan pulau Jawa secara signifikan. Matrik loading faktor
estimasi { ija~ }diberikan sebagai berikut:
1 1 12 2 2
1 1 2 2ˆ ˆ ˆˆ ˆ ˆ| | | Α = λ λ λ k ke e e% … (4)
Dan variansi spesifik estimasi merupakan elemen-elemen diagonal dari matrik S Α′Α− ~~,
sehingga,
=Ψ
pψ
ψψ
~00
0~000~
~ 2
1
LMOMM
LL
dengan ∑=
−=k
jijiii
as1
2~~ψ (5)
Dan komunalitas diestimasi sebagai berikut:
222
21
2 ~~~~ikiii aaah +++= … (6)
Karena tulisan ini difokuskan pada analisis korelasi linier posisi geografis terhadap
faktor-faktor global yang mengontrol curah hujan pulau Jawa, maka digunakan matrik
korelasi sampel R sebagai pengganti matrik kovariansi sampel S. Matrik skor faktor terkait
adalah seperti dibawah ini:
( ) ( ) ( )( ) ( )( )
− −× ×× ××
= −1 12
p p k kN k p kN p zX X AD RF %%%% (7)
dimana zA% adalah matrik loading yang dikonstruk berdasarkan matrik korelasi R ; dan
12−D adalah matrik deviasi standar invers.
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 5
=
−
−
−
−
21
21
21
2/1
00
00
00
22
11
pp
pxp
s
s
s
DL
MOMMLL
(8)
iiS adalah variansi dari variabel ke-1, sehingga:
1 12 2− −=R D SD (9)
Dalam tulisan ini, banyak k faktor signifikan ditentukan berdasarkan teknik
perturbasi, [3,8]. Secara praktis, pergeseran struktur eigen hingga orde-pertama adalah
sebagai berikut:
ααα λλελ 21
2ˆ )1( −Ν≈=∆
eee ββα
αα λλ
λε −
Ν≈= −∆ 21
2ˆ
Skor faktor dalam tulisan ini merupakan deret waktu yang komposisi frekuensinya
diekstrak via Transformasi Fourier Cepat (FFT), dan untuk mengatasi ‘kebocoran’ spektral
digunakan pembobotan Hamming, [9].
3. Pembahasan
Berdasarkan matrik korelasi sampel anomali curah hujan R yang berukuran (472 x
472), dilakukan proses ekstraksi struktur eigen. Kemudian, berdasarkan plot scree nilai
eigen anomali (gambar-5) diambil 6 faktor yang mencakup prosentase variasi kumulatif
44,41%. Artinya, jika curah hujan yang dibangkitkan monsun (faktor-1 kasus non-anomali)
kontribusinya sedikit diatas 50%, maka kontribusi dari kumulatif 6 faktor umum/global
(kasus anomali) terhadap curah hujan total adalah berkisar 22 %.
Komunalitas untuk 6 faktor pertama kasus non-anomali mencakup variansi
kumulatif 69,21% (gambar-10a), sementara komunalitas 6 faktor pertama kasus anomali
mencakup 44,41% (gambar-10b). Dari 69,21% kumulatif kasus non-anomali ternyata
55,63% (faktor-1 non-anomali) adalah monsun. Dari perbandingan prosentase diatas
tampak bahwa curah hujan pulau Jawa didominasi mekanisme monsun. Berdasarkan
gambar-10a, daerah-daerah berwarna merah adalah daerah yang secara kuat dikontrol oleh
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 6
mekanisme global monsun, sementara daerah-daerah yang lokalitasnya tinggi (warna biru)
terletak di daerah pertengahan propinsi Banten (antara Rangkasbitung dan daerah gunung
Halimun), diduga mekanisme sirkulasi lokalnya diakibatkan oleh faktor topografi
pegunungan. Daerah lain yang tidak terlalu dipengaruhi monsun adalah sekitar pantai
tenggara Jawa Timur.
Daerah-daerah yang merespon terhadap kumulatif 6 faktor global anomali
(44,41%), ditandai dengan warna merah (gambar 10-b), tampak cenderung berlokasi di
sekitar pantai. Untuk pesisir utara Jawa, daerah-daerah yang relatif rentan terhadap
fluktuasi faktor-faktor global anomali adalah sebagai berikut: daerah yang terletak diantara
wilayah DKI Jakarta sampai wilayah Indramayu, wilayah Pekalongan serta sedikit di
sekitar wilayah Muria. Untuk pesisir selatan Jawa, daerah-daerah yang berkorelasi tinggi
dengan dinamika sirkulasi global (anomali) adalah: mulai dari daerah Garut selatan hingga
mendekati Yogyakarta, dan daerah disekitar Trenggalek, Jawa Timur.
Untuk melihat struktur komunalitas anomali, maka dipetakan 6 buah loading faktor
(gambar-6). Nilai-nilai loading faktor ke-i diinterpretasi sebagai korelasi linier antara
sejumlah 472 stasiun di pulau Jawa dengan faktor global ke-i. Maka 28,18% pola hujan
anomali di Jawa dibangkitkan oleh faktor global pertama. Berdasarkan peta spasial faktor-1
(gambar-6a), secara umum terjadi pembasahan di daerah-daerah Jawa selatan. Untuk
memperjelas pola, maka dilakukan proses rotasi varimax. Dengan rotasi ortogonal ini,
maka dihasilkan gambar loading-1 dengan pola yang lebih terkonsentrasi dan tegas
(gambar-7a). Penggunaan rotasi oblique, yang faktor-faktornya tak perlu ortogonal,
memberikan pencitraan yang tidak jauh berbeda dengan produk rotasi varimax (tidak
ditunjukkan). Berdasarkan pengamatan atas sejumlah 12 pola spasial curah hujan bulanan,
beserta ekstraksi faktor-faktornya, maka loading anomali faktor-1 berkaitan dengan
dinamika sirkulasi global diatas pulau Jawa pada bulan Mei-Juni-Juli, bersamaan dengan
masuknya monsun Australia ke wilayah BMI.
Plot skor faktor-1 seperti dapat dilihat pada gambar-8a, realisasinya berupa deret
waktu yang fluktuasi-temporalnya telah membangkitkan pola spasial curah hujan seperti
pada gambar-6a atau gambar-7a.
Berdasarkan transformasi Fourier FFT dengan pembobotan Hamming atas skor
faktor-1, maka diperoleh distribusi kandungan frekuensi (spektral) yang mengkonstruk
deret waktu tersebut. Trend spektrum daya skor faktor-1 membentuk pola “red-noise”,
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 7
dimana pada daerah frekuensi sub-musiman (intraseasonal) didominasi oleh osilasi
setengah tahunan SAO (semi-annual oscillation), osilasi 2,3 bulanan, dan osilasi 2,9
bulanan. Osilasi 2,3 bulanan diduga terkait dengan osilasi Madden-Julian (MJO) 40-70
harian pada kondisi monsun-timuran, dan osilasi setengah tahunan SAO merupakan produk
dari dua kali perlintasan proyeksi matahari diatas pulau Jawa dalam setahun. Pada daerah
frekuensi rendah (interannual variability), maka didominasi oleh fenomena bersiklus QBO
(Quasi-Biennial Oscillation) dan QTO (Quasi-Triennial Oscillation). Gambar-9b dan
gambar-9c merupakan spektrum daya skor faktor-1, masing-masing yang dirotasi varimax
dan yang telah dirotasi “sudut bebas” oblique. Perbandingan pola spektral skor faktor-1
untuk kasus rotasi dan tanpa rotasi, tidak menunjukkan terjadinya pergeseran atau
perubahan kandungan frekuensi (energi).
Analisis faktor atas sejumlah variabel meteorologis, oseanik, dan astronomis, dapat
dilihat pada tabel-1. Komunalitas 6 faktor dari seluruh variabel tersebut dapat dilihat pada
gambar-11. Gambar-12 (a-f) merupakan grafik 6 buah loading faktor dari tabel-1.
Loading faktor-1 (gambar-12a) memperlihatkan dominasi interaksi oseanik-atmosferik
yang berkaitan dengan kejadian ENSO (El-Nino/Southern Oscillation), maka faktor-1
(41,96%) mengidentifikasi modus ENSO yang dikonstruk oleh fluktuasi variabel
temperatur permukaan laut (SST) dan tekanan permukaan (SLP) berskala besar.
Gambar-12b merupakan faktor ke-2 (10,2%), menunjukkan respon atau kejadian curah
hujan (variabel meteorologis) daerah jakarta terhadap keseluruhan variabel. Gambar-12c
(8,35%) adalah faktor QBO stratosferik, dimana kaitan mekanisme antara fenomena
pembalikan angin baratan dan timuran di stratofer dalam siklus quasi-biennial, dengan
fenomena QBO-like pada variabel-variabel troposfer, belum diketahui secara pasti. Faktor
siklus matahari 11-tahunan sunspot, terurut di faktor ke-6 (gambar-12f), dimana efek
sunspot (4,8%) pada modulasi anomali curah hujan Jawa secara signifikan hanya terjadi
pada saat proyeksi matahari berada di sekitar titik soltice, [4].
4. Kesimpulan
Dalam kasus Analisis Faktor atas data curah hujan multivariat, komunalitas yang
merupakan ukuran interkorelasi antar variabel, dalam kasus ini dapat diinterpretasi sebagai
faktor-faktor global, karena efeknya nampak dirasakan oleh seluruh stasiun observasi.
Sedangkan nilai spesifisitas yang tinggi menunjukkan kuatnya faktor lokal yang
dibangkitkan oleh sirkulasi sekunder.
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 8
Proses rotasi, baik ortogonal maupun oblique, mampu mentransformasi pola
kompleks curah hujan sehingga memberikan pola-pola yang lebih mudah untuk
diinterpretasi.
Jika curah hujan di pulau Jawa didominasi oleh mekanisme monsun, maka
komponen anomalinya lebih sensitif terhadap sirkulasi zonal Walker dan peristiwa ENSO.
Berdasarkan pola spasial dan analisis spektral atas faktor-1, maka komponen utama
anomali curah hujan lebih mencerminkan jejak sirkulasi monsun Australia.
Referensi
[1]. Hackert, E.C., and S. Hastenrath, (1986): “Mechanisms of Java rainfall anomalities”,
Monthly Weather Review, 114, 745-757.
[2]. Bhalme, H.N., and S.K. Jadhav, (1984): “The southern oscillation and its relation to
the monsun rainfall”, Journal of Climatology, 4, 509-520.
[3]. Tanuwijaya, Z.A.J., (2000a): “Analisis pembangkitan instabilitas cuaca berfrekuensi
rendah di wilayah Benua Maritim”. Prosiding Simposium Fisika Nasional XVIII,
Puspitek-BPPT, Serpong, 25-27 April 2000.
[4]. Tanuwijaya, Z.A.J., (2000b): “Analisis klimatologi anomali curah hujan pulau Jawa”.
Prosiding Seminar Sehari, meteorologi Benua Maritim Indonesia , BMG-GM/ITB,
Bandung, 25 Maret 2000.
[5]. Wilks, D.S.. Statistical Methods in the Atmospheric Sciences, Academic Press, 1995.
[6]. Reyment, R., and K.G. Jöreskog. Applied Faktor Analysis in the Natural Science,
Cambridge iniversity Press, 1996.
[7]. Johnson, R.A., and D.W. Wichern. Applied Multivariate Statistical Analysis (third
edition), Prentice-hall, 1992.
[8]. North, G.R., T.L. Bell, and R.F. Cahalan, (1982): “Sampling error in the estimation of
empirical ortogonal functions”. Monthly Weather Review, 110, 699-706.
[9]. Auñón, J., and V. Chandrasekar. Probability and Random Process, McGraw-Hill,
1996.
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 9
Lampiran:
Gambar-1: Sebaran 472 stasiun observasi curah hujan
Gambar-2:
Spektral Curah Hujan Bulanan
0,0E+00
5,0E+05
1,0E+06
1,5E+06
2,0E+06
2,5E+06
0
0,03
0,05
0,08 0,
1
0,13
0,16
0,18
0,21
0,23
0,26
0,29
0,31
0,34
0,36
0,39
0,42
0,44
0,47
0,49
Spe
ktru
m D
aya
12 bln
Gambar-3: Spektral Anomali Curah Hujan Bulanan
2,3
2,9
3,4 3,8 4,1
4,6
5,1
6,6
8,2
9,6
38,4 15,4
22,6 bln
7.4
5,7
10,97
0,0E+00
5,0E+03
1,0E+04
1,5E+04
2,0E+04
2,5E+04
3,0E+04
3,5E+04
4,0E+04
4,5E+04
5,0E+04
0
0,03
0,05
0,08 0,
1
0,13
0,16
0,18
0,21
0,23
0,26
0,29
0,31
0,34
0,36
0,39
0,42
0,44
0,47
0,49
Spe
ktru
m D
aya
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 10
0,0E+00
5,0E+05
1,0E+06
1,5E+06
2,0E+06
2,5E+06
3,0E+061 26 51 76 101
126
151
176
201
226
251
276
301
326
351
376
401
426
451
i
Nila
i E
igen
Eks
ak λλ
i
472
0,0E+00
1,0E+05
2,0E+05
3,0E+05
4,0E+05
5,0E+05
6,0E+05
7,0E+05
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar-4: Nilai-nilai Eigen Eksak Curah Hujan Bulanan (1951-1982)
Kasus Anomali
Gambar-5: Plot Scree Nilai Eigen Anomali
-100
102030405060708090
100110120130140150
1 26 51 76 101
126
151
176
201
226
251
276
301
326
351
376
401
426
451
i
Nila
i Eig
en k
e-i
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 11
Gambar-6: Loading Faktor Anomali Curah Hujan Tanpa Rotasi
(a) Faktor-1
(b) Faktor-2
(c) Faktor-3
(d) Faktor-4
(e) Faktor-5
(f) Faktor-6
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 12
Gambar-7: Loading Faktor Anomali Curah Hujan Rotasi Varimax
(a) Faktor-1
(b) Faktor-2
(c) Faktor-3
(d) Faktor-4
(e) Faktor-5
(f) Faktor-6
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 13
Gambar-8: Skor Faktor Matriks Korelasi – Tak Dirotasi
(Anomali Curah Hujan Bulanan P. Jawa, 1951-1982)
(a) Faktor-1
-8
-4
0
4
8
1
(b) Faktor-2
-8
-4
0
4
8
(c) Faktor-3
-8
-4
0
4
8
(d) Faktor-4
-8
-4
0
4
8
(e) Faktor-5
-8
-4
0
4
8
(f) Faktor-6
-4
0
4
8
-8
1951
1952
1953
1954
1955
1956
1957
1958
1959
1960
1961
1962
1963
1964
1965
1966
1967
1968
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 14
Gambar-9: Spektral Skor Faktor-1
(Anomali Bulanan)
2.3
2.9
6.68.211.0
15.4
22.6
38.4
0.0E+00
2.0E+02
4.0E+02
6.0E+02
8.0E+02
1.0E+03
1.2E+03
1.4E+03
32.0
16.0
10.7 8.0
6.4
5.3
4.6
4.0
3.6
3.2
2.9
2.7
2.5
2.3
2.1
2.0
Spe
ktru
m D
aya
a. Spektral skor faktor-1 tanpa rotasi
2.32.7
2.9
3.43.84.6
5.7
6.68.2
11.0
15.4
24.0
38.4
192.0
0.0E+00
5.0E+01
1.0E+02
1.5E+02
2.0E+02
2.5E+02
3.0E+02
3.5E+02
4.0E+02
4.5E+02
32.0
16.0
10.7 8.0
6.4
5.3
4.6
4.0
3.6
3.2
2.9
2.7
2.5
2.3
2.1
2.0
Spe
ktru
m D
aya
b. Spektral skor faktor-1 varimax
2.3
2.9
3.43.84.6
5.7
6.68.211.0
15.4
24.0
38.4
192
0.0E+00
1.0E+02
2.0E+02
3.0E+02
4.0E+02
5.0E+02
6.0E+02
7.0E+02
8.0E+02
9.0E+02
32.0
16.0
10.7 8.0
6.4
5.3
4.6
4.0
3.6
3.2
2.9
2.7
2.5
2.3
2.1
2.0
Spe
ktru
m D
aya
c. Spektral skor faktor-1 (struktur faktor) rotasi oblique
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 15
Gambar 10: Komunalitas Matriks Korelasi anomali dengan Ekstraksi PCA
a. Komunalitas non-Anomali
b. Komunalitas Anomali
Gambar 11: Komunalitas Anomali 1979-2002
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
CH
27A
n
CH
26A
n
CH
33C
AN
SLP
-Ind
o
SLP
-Dar
win
SLP
-Tah
iti
SLP
-Eas
tPac
SO
I
Zon
alW
ind2
00
TW
I-W
estP
ac
TW
I-C
entP
ac
TW
I-E
astP
ac
OLR
Zon
alT
empE
q
SS
T-N
ino
1+2
SS
T-N
ino
3
SS
T-N
ino
3.4
SS
T-N
ino
4
QB
O-3
0 m
b
QB
O-5
0 m
b
LOD
Sun
spot
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 16
Gambar 12: Bobot-Bobot (Loadings) Faktor – Kasus C
Anomali 1979-2002, Tak Dirotasi
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
CH
27A
NC
H26
AN
CH
33C
AN
SLP
IND
OS
LPD
RW
NS
LPTH
TS
LPE
PA
CS
OI
ZW
IND
200
WP
AC
CP
AC
EP
AC
OLR
ZT
EM
PS
ST1
2S
ST
3S
ST3
4S
ST
4Q
BO
30Q
BO
50LO
DS
UN
SP
OT
a. Bobot Faktor-1
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
CH
27A
NC
H26
AN
CH
33C
AN
SLP
IND
OS
LPD
RW
NS
LPTH
TS
LPE
PA
CS
OI
ZW
IND
200
WP
AC
CP
AC
EP
AC
OLR
ZT
EM
PS
ST1
2S
ST
3S
ST3
4S
ST
4Q
BO
30Q
BO
50LO
DS
UN
SP
OT
b. Bobot Faktor-2
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
CH
27A
NC
H26
AN
CH
33C
AN
SLP
IND
OS
LPD
RW
NS
LPTH
TS
LPE
PA
CS
OI
ZW
IND
200
WP
AC
CP
AC
EP
AC
OLR
ZT
EM
PS
ST1
2S
ST
3S
ST3
4S
ST
4Q
BO
30Q
BO
50LO
DS
UN
SP
OT
c. Bobot Faktor-3
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
CH
27A
NC
H26
AN
CH
33C
AN
SLP
IND
OS
LPD
RW
NS
LPTH
TS
LPE
PA
CS
OI
ZW
IND
200
WP
AC
CP
AC
EP
AC
OLR
ZT
EM
PS
ST1
2S
ST
3S
ST3
4S
ST
4Q
BO
30Q
BO
50LO
DS
UN
SP
OT
d. Bobot Faktor-4
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
CH
27A
NC
H26
AN
CH
33C
AN
SLP
IND
OS
LPD
RW
NS
LPTH
TS
LPE
PA
CS
OI
ZW
IND
200
WP
AC
CP
AC
EP
AC
OLR
ZT
EM
PS
ST1
2S
ST
3S
ST3
4S
ST
4Q
BO
30Q
BO
50LO
DS
UN
SP
OT
e. Bobot Faktor-5
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
CH
27A
NC
H26
AN
CH
33C
AN
SLP
IND
OS
LPD
RW
NS
LPTH
TS
LPE
PA
CS
OI
ZW
IND
200
WP
AC
CP
AC
EP
AC
OLR
ZT
EM
PS
ST1
2S
ST
3S
ST3
4S
ST
4Q
BO
30Q
BO
50LO
DS
UN
SP
OT
f. Bobot Faktor-6
SEMINAR NASIONAL STATISTIKA
Analisis Faktor dan Spektral Frekuensi Anomali Curah Hujan Pulau Jawa
Hal. 17
Tabel-1: Analisis Faktor Anomali Curah Hujan P. Jawa
dengan Variabel Oseanik/Atmosferik dan Astronomis
Bobot-bobot (Loadings) Faktor – Kasus C Anomali Bulanan, 1979-2002
Bobot Faktor Estimasi Variabel
1F% 2F% 3F% 4F% 5F% 6F% % 2
ih ° 2
iψ
1 C H-Jkt.27 0.100 0.816 0.282 -0.084 0.033 -0.069 0.768 0.232
2 C H-Jkt.26 0.132 0.812 0.151 -0.114 -0.062 0.004 0.716 0.284
3 C H-Jkt.33c 0.138 0.781 0.214 -0.114 -0.014 -0.094 0.696 0.304
4 SLP -Indo -0.798 0.120 0.085 0.169 -0.388 0.039 0.838 0.162
5 SLP -Darwin -0.748 -0.033 0.120 0.079 -0.490 -0.038 0.822 0.178
6 SLP -Tahiti 0.661 -0.059 0.269 -0.139 -0.302 0.259 0.690 0.310
7 SLP -East.Pac. 0.673 -0.049 0.229 0.055 -0.555 -0.055 0.821 0.179
8 S O I-Anom 0.873 -0.016 0.094 -0.136 0.113 0.187 0.837 0.163
9 Zonal Wind Eq. 0.752 0.151 -0.214 0.307 0.038 0.142 0.750 0.250
10 TWI-West.Pac. 0.686 -0.199 0.277 -0.503 0.088 -0.045 0.849 0.151
11 TWI-Cent.Pac. 0.907 0.031 -0.017 0.125 0.157 0.003 0.864 0.136
12 TWI-East.Pac. 0.650 0.158 -0.297 0.470 0.258 -0.049 0.825 0.175
13 OLR 0.801 -0.170 0.181 -0.286 0.007 -0.045 0.787 0.213
14 Zonal Temp. Eq. -0.528 0.110 0.148 -0.286 0.460 0.159 0.632 0.368
15 SST-Nino1+2 -0.735 -0.129 0.223 -0.306 0.102 0.139 0.730 0.270
16 SST-Nino 3 -0.908 -0.076 0.108 -0.204 0.098 0.120 0.908 0.092
17 SST-Nino 3.4 -0.939 0.028 -0.013 -0.067 0.073 0.047 0.894 0.106
18 SST-Nino4 -0.827 0.202 -0.150 0.123 0.056 -0.011 0.765 0.235
19 QBO -30mb -0.122 -0.152 0.697 0.524 0.208 -0.089 0.850 0.150
20 QBO -50mb -0.005 -0.209 0.836 0.311 0.138 0.004 0.858 0.142
21 LOD -0.425 0.124 0.010 0.322 0.100 0.155 0.334 0.666
22 Sunspot 0.108 0.093 -0.010 0.111 -0.071 0.907 0.860 0.140
NE 9.23225 2.23977 1.83686 1.49928 1.22406 1.06422
PV 41.9648 10.1808 8.34935 6.81492 5.56389 4.83737
PK 41.9648 52.1456 60.4949 67.3099 72.8738 77.7111
Keterangan: TWI : Trade Wind Index LOD : Length Of Day QBO : Quasi Biennial Oscillation OLR : Outgoing Longwave Radiation
Top Related