IV. SlNTESlS DAN PENClRlAN KQPOLIMER LIGNlN RESORSINOL FORMALDEHIDA
4.1. Pendahuluan
Lignin sebagai limbah yang dihasilkan dari pernbuatan pulp telah
dgunakan sebagai bahan perekat sejak dikenal penasakan kayu dengan
proses sutfit. Pemanfaatan lignin dari lindi hitam dikaitkan dengan upaya
mengurangi kebergantungan pada perekat sintetis sehagai hasil otahan asal
minyak bumi yang merupakan sumber daya tidak terbarukan, mengurangi
pencemaran lingkungan, dan usaha untuk menekan biaya perekat.
Berdasarkan strukturnya, Itgnin yang merupakan polifenol, rnenghasil-
kan perekat mirip dengan resin fenol formaldehida (phenol arnaklehybe, PF).
Hal ini terutama secara nyata berlaku bwi lignin alam dalam kayu, sementara
lignin teknis (lignosulfonat dan lindi hitam) hams diberi taut silang guna
mengubahnya ke dalam bentuk resin yang tidak larut. Untuk aplikasinya,
lignin teknis memertukan suhu kempa yang tin@ clengan waMu pemanasan
yang lebih lama atau dengan menggunakan konsentrasi asam yang lebih
pekat (Piui 1994).
Sulitnya upaya pembuatan lignin sebagai bahan perekat termoset
telah mendorong pemakaian lignin ini sebatas hanya sebagai campuran
bahan perekat, dengan tujuan untuk menghemat pemakaian perekat utama
(Sellers, 2001 ), seperti tercermin dari beberapa hasil penelhian, yang antara
lain telah dilakukan oleh Falkehag (1 975), Piai (1 9831, Syafii (1 9991,
lskandar dan Santoso (200t). Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan
bahw lignin dapat dikopolimerisasi dengan fenol atau resorsinol, dan
formaldehida sehingga membenkrk resin lignin fend formaldehida (Iignin
phenol bmaIdehy&, LPF) (Santoso et al. 2001a), atau lignin resorsinol
formaldehida (LRF) (Pini 1994, Ruhendi 1999, Santoso et al. 2001 b).
Dalam pnelit i in ini dilakukan sintesis dan pencirian resin LRF dari
lignin isolat asal lind i hitam, yang rnemiliki ciri seperti tela h dikemukakan pada
Bab 111, untuk perekat kayu lamina dengan proses kempa dingin, sehagai
anernatif su bstiiusi perekat fend resorsinol fomaldehida, yang sampai saat
ini masih diimpor. Penelitian ini bertujuan rnengetahui ciri resin LRF yang
diperoleh dengan cam kopolimerisasi, berkenaan dengan pemanfaatannya
untuk perekat kayu lamina dengan proses kempa d ingin.
Hipatesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah (a) resin lignin
resoninol formaldehida memiliki ciri tertentu , yang memungkinkannya untuk
digunakan sebagai perekat kayu lamina dengan proses kempa dingin, (b)
sifat fiis-kimia resin lignin resorsinol formaldehida pada komposisi optimum
rnendekati perekat fenol resoninol formaldehida.
4.2. Bahan dan Metde
4.2.1. Bahan dan Alat
Bahan yang dipakai dalam penelitian ini antara lain terdiri atas lignin
isolat, resorsinol teknis 98%, lamtan formaldehida teknis 37%, NaQH teknis,
dan paraformaldehida teknis.
Peralatan yang dipakai benrpa seperangkat petalatan spktroskopi
inframerah Shimadzu FTlR 1600, difraksi sinar-X Rigaku Gege fflex, peng-
analisis termal diferensial (DTA) Shimadzu DT-30, viskoteskr, dan pikno-
meter.
Penelitian ini dilakukan di Labratonurn Pmduk Majemuk Pusat
Litbang Teknologi Hasil Hutan (Bogor), Laboratorium Bahan lndustri Pusat
Litbang llmu Bahan Puspiptek (Serpong), Laboratorium Kimia ITB (Ban-
dung), dan Pusat Litbang Teknotogi Mineral dan Batubara (Bandung).
4.2.2. Metde
(a) Sintesis Kopolimer Lignin Resorsinol Forrnaldehida
Pembuatan resin kopalimer dilakukan sebagai berikut: lignin dicarnpur
dengarr NaOH 10% dalam gelas piala, diaduk pada suhu ruangan sampai
membentuk pasta. Selanjutnya ditambahkan larutan NaOH 50% sarnbil
diaduk sampai wmua pasta terlarut, dan pH mencapai 10.
Larutan yang terbentuk kemudian dibubuhi dengan resorsinol sedikit
demi sedikit dan diaduk sampai homogen. Laruhn tersebut dikondisikan
sampai pH menwpai f 1 dengan menambahkan lamtan NaOH 50%,
kemudian ditambahkan lamtan formaldehida 37% sambil diaduk. Kemudian
larutan NaOH 10% dirnasukkan, dan campuran diaduk lagi sampai pH larutan
menapai 11. Reaksi dilakukan pada suhu kamar. Komposisi resin yang
dibuat tercantum pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Komposisi resin Lignin Resorsinol Formaldehida (LRF), dalam mol
Lignin Resorsinol Forrnaldehida I 013 2 1 0,5 2 1 0,7 2 1 0,9 2 1 1,1 2
Catatan: 1 mol lignin setam dengan 180 g m (Gillespie (1985) dalam Hemingway et a/. (1 988)
(b). Pencirian Kualitatif Kopolimer Lignin Resorsinol FormaMehida
Reaksi kondensasi antara lignin, resorsinol, dan formaldehida clan
optimasinya dipelajari dengan spektroskopi inframerah, difraksi sinar-X, dan
DTA.
(c). Optimasi Kualitatif Kopotimer Lignin Resorsinol Formaldehida
Penentuan optimasi kompisi kopolimer Iunin resorsinol formalde-
hida secam kualitatif dipelajari pula dengan spektroskopi inframerah, difraksi
sinar-X, dan DTA.
(d). Pengujian Sifat Fisis-Kirnia Resin Lignin Resorsinol Formaldehida
Pengujian sifat fiis-kimia resin hasil kopolimerisasi terdiri atas kenam-
pakan (uji visual), kadar padatan (solid content), viskositas, keasaman (pH),
dan bobt jenis, yang masing-masing metlgacu pada Standar Nasional
Indonesia (19981, serta kadar formaldehida bebas (Raffael 1993). Sebagai
pembanding digunakan perekat fend resorsinol formarclehida (impor).
Uji kenampakan (visual) dilakukan dengan cara rnenuangkan sediki
contoh bi atas kaca objek, lalu dilaburkan hingga memkntuk lapsan film
yang tipis. Pengamatan dibkukan seara visual terhadap adanya butimn
padat, partiket kasar, dan benda asing lainnya dengan membedakan gelem-
bung udara yang mungkin terbentuk.
Kadar padatan resin ditentukan dengan cara sebqai berikut: 1,5 g (A)
perekat ditimbang dalam bejana yang bobotnya sudah diketahui dan
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (130 k 2)"C, kemudian dimasukkan
ke dalam desikator, dan ditimbeng kembali setelah dingin. Pengeringan dan
penimbngan dilakukan sampai diperoleh bobot tetap (K). Kadar padatan
resin (P) dihitung dengan rumus: P = (KIA) x 100 Oh.
Viskositas diukur dewan cara sebagai berikut: sejumlah perekat
dimasukkan ke dalam bejana viskotester, kemudian diukur viskosltasnya
dengan alat viskosimeter dalam satuan poise, dengan 4 uiangan.
Keasaman (pH) resin diukur dengan menggunakan pH-meter. Contoh
dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml, kemudian diukur pHnya sebanyak
tiga M i . Nilai pH merupakan rata-rata hasil pengukuran.
Penetapan hbot jenis perekat dilakukan dengan cara menimbang
piknometer kosong, lalu dimasukkan ke dalamnya air suling hingga penuh
dan ditutup. Setelah bagian luar dibersihkan dan dikeringkan dengan kertas
tisu, selanjutnya piknameter ditimbang Iagi. Air dari dalam piknometer
dikeluarkan, selanjutnya diganti dengan cotltoh perekat, ditim bang lagi. Bobot
jenis perekat dihitung dengan rumus:
dengan: BJ = bobot jenis, W, = bobot piknOm8br kasong (g), W, = bobot
piknometer berisi air (g), Wj = bob& piknometer berisi contoh
t s).
Formaldehida bebas dari resin ditetapkan dengan metode asetilaseton
(reagen Nash) pada panjang gelombang 412 nrn (Nash 1953, Belmin 1963
daiam Roffael 1993).
Sebanyak 10 ml larutan contoh dicampur dengan ?O rnl larutan
amonium asetat 20% (200 g dalam 7000 ml). Ke dalam campuran itu
dimasukkan 10 ml larutan asetil aseton (4 ml dalam 1000 ml). Lanrtan
tersebut kemudian dipanaskan dengan wnangas air selama 10 menit pada
suhu 40°C, kernudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar, clan diukur
secara spektrofotometri pada panjang getombang 412 nm.
4.3. Hasil dan Pembahasan
4.3.t. Clri Kualitatlf Kopolimer Linin Resursinol FormaHehMa
Hasil pencirian kopolimer lignin resorsinol forrnaldehida dengan mew-
gunakan spektrofotometer inframerah ditampilkan pada Tabel 4.2, Gambar
4.3, dan 4.2.
Hasil analisis yang berupa spektnrm pita absorpsi inframerah pada
tabel dan gambar tersebut masingmasiq menunjukkan adanya pergeser-
an pita absorpsi dad psisi awal setiap reaktan. Pada kopolimer LRF, lignin
guaiasil tercirikan pada pita absorpsi selcbr 1240 cm-' yang pada awalnya
muncul di daerah bilangan gelombang 1210 cm-' {Utama et 81. 20021,
sementara cifl siringil dihlnjukkan pada daerah seltitar 1305 cm-' yaw
semula rnuncut di daerah bilangan gebmbang 1340 an-' (Bahar 1984).
Tabel 4.2. P i i serapan spelrtrofotometer inframerah r e a m , kopolimer LRF, dan perekat PRF (cm-')
No. Lignin Formal- Resorshol Kopolimsr Resin PRF lsolat dehida LRF (Standar)
Gugus hidroksil yang muncui pada daerah bilangan gelombang 3410
cm-' mengindikasikan tewakilinya gugus OH dari lignin rnaupun resorsinol
dalam kopolimer LRF, yang pada resin PRF muncul di daerah bilangan
gelomhang 3455 cm-'. Sementara vibrasi cincin arornatik dan regangan C=C
kopolimer LRF masing-masing muncul pada daerah sekitar 1570 cm-' dan
1465 cm-'. Pada resin PRF ciri tersebut muncul di daerah bilangan
gelombang 1805 cm-' dan 1455 cm-'.
kopalirner, yaw sernula masingmasing munah di sekitar 4003 cm-', 934 cm-
1 , dan 963 em-'. Ciri yaw sama pada resin PRF muncui di daerah bilangan
gelambang 955 cm".
Ciri khas lain yang penting diamati adatah pada bilangan gelombang
sekrtar 1150 cm-' untuk regangan eter alifatik yang dihasilkan melalui
kondensasi gugus hidroksitfenolik, yang dihasilkan dari reaksi anbra formal-
dehida dengan cincin aromatik (Kailna dan Pujiastuti 1996). Spektrurn
inframerah untuk regangan eter alifatik tersebut pada kopuiimer LRF muncul
di daerah bilangan gelombang 1145 an", sementara pada PRF di daerah
bilangan gebmbang 1140 cm". Pergeseran-pergeseran pita abscrrpsi yang
dikemukakan di atas mengindikasikan hhwa telah terjadi reaksi kimia
(Tadjang 2001, Utama et al. 2002). dahm hal ini antara lignin, resorsinol, dan
formaldehida membentuk kopolimer LRF.
Difmktogram hasil analisis dengan difraksi sinar-X yang dilakukan
pada reaMan-reaktan penyusun kopolimer LRF, yang terdiri atas lignin,
formaldehida, dan resorsinol, masing-masing disajian pada Garnbar 4.3, 4.4,
dan 4.5. Hasil pencirian yaw benrpa diagram pita puncak (28) difraksi sinar-X
pada gambar-gambar tersebut masing-masing menunjukkan adanya perge-
seran dari posisi awal setiap reaktan.
Pada Gambar 4.4 tercantum diagram puncak resorsinol di daerah 20
sekitar 18,09-24,94O, dan forrnaldehida di daerah 29 sekitar Z,86*; yang
masing-masing mencirikan bentuk kristalin da fl ked ua reaktan itu.
yang horn- (Gambar 8.31, yah,g menumjukkan mnya MdaklemUm
t h h n dl atam penywnnw, memiMan bhw Ugnfn isotst bewujud
arnbff, sebagaimam yang diduge d& Mfi dm I)thmer (1952). Pim
pifahya mengabmi perubamn berrtuk, phi dmgan munculnya pumcak-
Gamw 45. D W f i ' icRpOliPrrBr LRF
Hesil pendidan lekih lajut dsngen penganatis bmal difarenslal lebih
mpr&agas hasil pencifhn d-n ~ ~ r n e ~ irrfrarnmh dan
diftabi sinat-X. Pa& O m b r 4,6 asp# dillhat twjadinya perubahan suhU
dmgfln suhu s k i ddmmpasjsi p d a =PC, setelah dikondemasi dmgan
pads 24evC, seianj- bih lignin dikopdhsriaasi menjadi lignin msmijnol
pula, memilfki suh transhi p d d e b n t43'C dwtgetlr, suhu aklbat
mhingga dihasilh s u a kwimer ham yaw m i l J K i aid yang bwrbda
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukkan bahw bila lignin,
resorsinol, dan formaldehida satu sama lain direaksikan pada suhu kamar
dan dalam suasana basa, terjadi reaksi kopolimerisasi membentuk kopolimer
LRF, yang memiliki ciri khas pada bilangan gelombang tertentu dalam spektra
inframerah, memiliki demjat keteraturan kristal tertentu di daerah 20 dalam
difraksi sinar-X, dan memilki suhu transisi fase pelelehan tertentu pula pada
penganalisis termal diferensial.
4.3.2. O p t i w i Kuaiitatkf Ciri Komposisi Kopolimer Lignin Resorslnol
Formaldehida
Penelaahan komposisi optimum dad kopolimer lignin resorsinol formal-
dehida dengan spektrofotorneter inframerah memperlihatkan ciri mas, yaitu
makin ramping (tajam) dan tingginya pita absorbs4 ma daerah bilangan
gelombang sekitar 1400-1100 cm-', sementara pada daerah bilangan
gelombang 3500-3300 an-' menunjukkan pita serapan yang semakin lebar
dengan semakin meningkatnya kadar resomino! sampai pada Wtas tertentu,
yang kemudian menyempit kembali bilarnana hdar resorsinol terus
meningkat.
Puncak 'ideal" dicapai pada komposisi LRF dengan kadar resorsinol
0,5 mol (Gambar 4.7), mengindikasikan bahwa komposisi optimum kopo-
limer LRF adaiah pada nisbah ma1 lQnin:resowinot: formaldehida = 1:0,5:2.
,afiflmm- :&J$@ -@&w :dL@f+ wlm adsnya Pa- . - . . .
:fpemn -. , ,p&mm:I&g@jn mvdeemp ~ : t W m i ~ d m ~ a n l b e r ~ . . .
Pergeseran tersebut mengindikasikan terbentuknya kopolimer dengan
derajat kekristalan (degree of crystMn$y) yang berbeda pada setiap kom-
posisi. Hasil perhitungan derajat kekristalan dari kopolimer LRF pada
berbagai komposisi dicantumkan pada Tabel 4.3.
Tam 4.3. h j a t bkrktalan (%) k o p d i i Mnin m i n d fmmldehiida pada k-
No. Kompi~si Oemjat PRF t : R : F ( m d ) ~~ I%) (Sbndar)
1 1 : 0,3 : 2 89,51
Derajat kekristalan sangat mempengavuhi sifat polimer, polimer y ang
memiliki derajat kekristalan tinggi memiliki kekuatan dan kekakuan yang lebih
tinggi daripada polimer yang memiliki derajat kekristalan rendah. Derajat
keki~stalan tinggi mengindikasikan bahw struktur polimer tersebut didomina-
si oleh rantai-rantai dengan keteraturan yang tinggi, dan memiliki gaya antar-
rantai cukup kuat, sehingga rantai atau bagian rantai dapat saling mendekati
secaw sejajar, membentuk daerah berkristal. Tarikan antar-rantai ini tejadi
salah salunya diakibatkan oleh ikatan hidrogen.
FaMa menunjukkan bahvm sangat sedikit polimer yang berkristal sem-
purna, disebabkan oleh karena panjang dan ketidakteraturan molekul setiap
polimer berbda. KetidaMeraturan dahm struktur rantai, misalnya permbang-
an, akan meng hambat rantai untuk saling mendekati, sehingga kekristaian
menjadi terbatasi (Covud 1991 ). Namun demikian, tidak berarti bahwa polimer
yang rnemiliki derajat kekristalan lebih rendah tidak rnenguntung kan; daQm
hat koplimer LRF sebagai perekat kayu, yang lebih dipeduhn adalah sifat
kenyal (regang) bukan sekedar kekuatan atau kekakuannya. Jadi dalam ha!
ini diperlukan rantai cabang guna menghambat atau membatasi gemkan
rantai, sehingga diharapkan setetah terjadi "pema&nganU tidak bersifat getas.
Berkenaan dengan ha1 itu, kopolimer LRF dengan komposisi mol lignin
:resorsinol:formaldehida = 3:0,5:2, dengan derajat kekrietalan 56,2754 yang
termasuk kategori polimer amorf (Cawd 1991 ), mengindikasikan memiliki stfat
relatif lebih baik bila dibandingkan dengan kopolimcr LRF lainnya yang dibuat
dalam penelitian ini. Kopolimer LRF ini diduga akan relatii lebih lambat dalarn
' pematangannya" dibandingkan dengan kopolimer yang memiliki derajat
kekristalan yang kbi h tinggi, sehingg a dalam aplikasinya sebagai perekat
diduga akan merniliki pot 11% kbih Iama. Setanjutnya dengan pewanalisis
termaf diferensiat diperoleh gambaran kualitatif yang febih jelas mengenaf
kompis i optimum kopolimer LRF.
Sifat plimer dapat dipengaruhi oleh suhu transisi pelelehan. Su hu ini
berkaitan erat dengan daerah amorf polimer, dan menyebabkan polimer
benrbah dari zat yang keras dan mudah hancur seperti kaca menjadi lunak
dan kenyal seperti karet dengan naiknya suhu. Dalam polimer yang arnotf,
pada suhu di bwah fase transisi pelelehan, rantai yang amorf ini 'rnembeku"
pada kedudukan teftentu, dan polimer bersifat seperti kaca atau rapuh.
Dengan naiknya suhu hingga rnendekati transisi fase pelelehan, bagian-
bagian rantai dapat krgerak. Di atas suhu tersebut potirner, menjadi lebih
kenyat. Polimer yang amorf, seperti kopolimer LRF, mempunyai daerah
berkristal dengan derajat kekristalan dan suhu transisi fase pelelehan
tertentu.
Selanjutnya berdasarkan termogram yang diperoleh (Gambar 4.9),
dapat ditentukan suhu transisi fase pelelehan dari masingmasing kopolimer
LRF yang dibuat, yaitu antara 127-161°C (Tabel 4.4), yang biia mengacu
pada perekat fend resorsinol formaldehida, kopolimer yang dibuat dengan
nisbah mol lignin:resorsinoI:formaldehida = 1:0,5:2 ini memiliki suhu fase
transisi pelelehan yang sama (161°C). Dengan demikian diduga berhwa
kopolimer tetsebut akan memiliki sifat yang mirip dengan PRF.
Tabel 4.4. Suhu fase transid pelslehan CC) kopoiimer lignin resorsinol forrnaldehida pada berbagai komposisi
Kom~osisi Fase transisi PRF L : R :'F (mol) pelelehan (Standar)
1 : 0.3 : 2 1 27
Bila diasurnsikan hhwa suhu transtsi fase pelelehan Bergantung pada
bobot molekul relatif (Mr) polimer sebagaimana diduga oleh Cowd (f 9911,
maka berdasEurkan pathirigan. ym.g _dlkaitkan d e n e n baht malekrrl m-n
dan distribusi bdmi mdeul ligmyang dipemla d e w oare GPC (Bab Ill),
~kopoier LRF yang dMH' ini m8miliki trasot md&d Matif rPrtamh l E 0 ,
dmgan distn'busi bobat mleirul %Mar 3554678.
ell '1
kopolimq LRF, seam k u a l M &pat diidentiRkasi dengan - cam spek-
tmskopi in f ramh, d b k d sinar-X, dan penganalkis t i 3 - d diferensial.
Kompas'ki optimum lignin msmirrol %maldahida menurut hadl pencirian
dengan metode tersebut dicapai pada nisbah moj lignin:resorsinol:formal-
dehida = 1:0,5:2.
4.3.3. Slfat FisisKimla Resin Lignin Resorsinof Formaldehida
Dalam beberapa ha1 kopolimer lignin resowino} forrnaldehida yang
dibuat pada berbagai komposisi nisbah mol, yang selanjutnya disebut resin
LRF, meny erupai sifat fisis-kimia dari resin fenol resorsinol formaldehida
(Tabel 4.5). Resin LRF yang diperoleh merniliki sifat fisis berupa cairan
berwama cokelat kehitaman dan berbau khas fenol. Wama yang dihasilkan
diduga berasal dari perpadwan Iignin isolat dengan reso~inol, sedangkan bau
khas fenol dlduga bem.asa\ dari resursinol, yang merupakan senyawa fenolik
mengandung 1 gugus hidroksi tamhahan pada inti aromatik, membentuk
posisi meta (Pini, 1994).
Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi jumlah mol reso~inol,
kadar resin padat LRF semakrn meningkat, demikian pula -Mu terbentuk-
nya gel (gelatinous time) semakin lama. Narnun demikian, penambahan
resorsinol sampai deqan 1, l mol rnasih M u m menyamai kadar resin padat
perekat PRF. Meningkatnya kadar resin padat, mengindikasikan bahwa
penambahan resorsinol semakin menambgh sempurnanya reaksi kopoli-
merisasi, seh ingga rnolekuCmolekut yang terkandung dalam resin ma kin
meningkat. Dengan demikian diharapkan akan semakin banyak molekul-
molekut perekat yang akan bereaksi dengan kayu ketika berlangsung proses
perekatan, sehingga tercipta keteguhan rekat yang lebih baik. Menunrt Vick
(7 999), i katan rekat maksimum dapat tercapai jika perekat membasahi semua
permu kaan adheren sehingga terjadi kontak anbra molekul perekat dan
molekul kayu, dengan dernikian daya tarik antar-molekul antam kayu dan
perekat dapat lebi h sempurna. Jadi peningkabn kadar resin padat cendenrw
meningkatkan kualitas perekatan.
Tabel 4.5. lkhtisar Hasil Pengujisn Srfat Fisis-kimia Resin Lignin Resorsinol Formaldehida '
Waktu tergelatin mewakili pot life rein. Resin LRF yang dibuat
memiliki waktu tergelatin lebih panjang daripada perekat PRF yang
digunakan sebagai pembanding . Hal ini mengisyaratkan bahwa resorsinol
Pembanding PRP" '
( + )
( - )
85
57,m
3,4
8'0
1,15
0 , w
brglu!im
Keadaan Eahan Asing
Wlkhl tergelatin (men it)
Kadar msln pa- (%)
Vmkosbs (25 k I0C), (poke)
Keasamn (pH)
bb t fen is
Fo-rrnaldehi dabhas(%)
1 2
I+) ( - 1
136
43,17
112
1 1,o
1,28
I ,01
Nisbh -1:0,3:2
( + )
( - )
125
32,08
1 ,o
11,o
l , l g
1,13
mot lignin 1:0,5:2
( + I ( - 1
128
38,11
1 ,o
11,o
l , t 6
1,12
: resorsimrl 1 :0 ,7 :2
( + I ( - 1
131
43,28
1,1
11 ,o
1,18
t,07
: formaldehiia 1:0,9:2
( + I ( - )
140
1 2
11,o
1,29
0,98
tercangkok pada l@nin yang dimetilolasi pada kondisi b s a sehingga
terbentuk rantai cabang, seperti yang disinyalir oIeh Pin i (1994). Hal ini
berakibat terbatasinya kekristalan LRF, sehingga resin tersebut lebih amorf
daripada PRF.
Kekentalan resin LRF dibuat relati tidak terpengaruh dengan bertam-
bahnya mol resorsinol, dan diupayakan lebih encer daripada perekat PRF,
dengan tujuan agar memiliki pot I& kbih lama, aleh karenanya parameter ini
bukan menrpakan besaran yaw diukur melainkan target akhir reaksi. Kondisi
seperti itu sengaja diciptakan, karena menurut Maloney ( f 977), resin yang
b e w a r padat tinggi dengan viskositas sesuai akan membuatnya mampu
menembus pori kayu dengan baik dan memkntuk ikatan yang optimum,
sehingga dihasilkan daya rekat yang memuaskan. FaMa di lapangan
seringkali menunjukkan bahwa perekat yang viskositasnya tinggi, pot l i h y a
lebih singkat, dan akan lebih cepat mengeras daripada yang encer, sehingga
kualitas perekatannya relatif rendah.
Seperti halnya kekentalan, pH resin juga merupakan target akhir
reaksi kondensasi yang sengaja dikondisikan basa, namun diupayakan tanpa
menimbulkan pngaruh negatii terhadap kayu [pH 8-11), dengan tujuan
memperlambat reaksi polimerisasi, sehingga resin cair stabil dalam waktu
relati lama sewam peny impanan.
B o b t jenis resin cenderung meningkat dengan behmbahnya mol
resorsinol, ha1 ini sejalan dengan sinyalemen Cowd (1991) yang mengemu-
kakan bahwa pengembangan kekristalan diikuti oleh pening katan massa
jenis.
Kadar formaldehida kbas rnenggambarkan adanya kelebihan formal-
dehida yang tiiak bereaksi dalam pembentukan suatu polimer (SNI 1998).
Penetapan ini dilakukan dengan tujuan mengetahui jumla h kelebihan formal-
dehida yang tidak bereaksi dalam pembentukan resin LRF, dan tingkat emisi
yang kemungkinan terjadi sebagai akibat fonnaldehida yang dilepaskan.
Hasil pengujian rnenunjukkan bahwa formaklehida b e b yang terjadi
dalam reaksi kondensasl LRF pada berbagai komposisi, lebih tinggi datipada
perekat PRF, namun demikian seluruhnya masih dalam batas aman karena
kurang dari 3% seperti yang disyaratkan hagi perekat yang rnengandung
formaldehida (SNI 1998). Ada kecendenr ngan ba hwa dewan meningkatnya
mol resorsinol, kadar formaldehida bebas resin LRF semakin berkurang, ha1
ini mengindikasikan bahwa reaksi brjalan semakin hik, dan kebutuhan
resorsinol sarnpai batas 0,9 mol memenuhi untuk tercapainya reaksi secam
rnaksimum.
Bedasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa resin lignin
resolsinol formaldehida yang dibuat dahm bebgai komposisi dalam
penelitin ini merniliki sifat yang serupa dengan perekat fenol resorsinol
formaldehida, dan berpotensi untuk bia diaplikasikan sebagai perekat kayu .
4.4. Kedmpulan
tignin isokt yang bemsal dari lindi hitam d a m dikopolimerisasi
dengan resorsinol dan formaldehida dalam kondisi basa membentuk resin
lrgnin resorsinol formaldehida. Reaksi koplirnerisasi resin lignin resorsinol
formaldehida dapat dipelajati berdasarkan ciri yaw diperoleh dari hasil
analisis dengan metode spektroskopi inframerah, difraksi sinar-X, dan
penganalisis termal diferensial.
Bedasarkan ciri kualitatifn ya, komposisi optim urn resin lign in resor-
sinol fomaldehida adalah pada nisbah mol L:R:F = j:0,5:2, dengan ciri
spesifik pada spekkum inframerah adalah pada bilangan gelombang sekitar
341 0 cm-' (vibrasi regangan OH), 1 570 cm-' (vibrasi regangan ammatik), dan
1145 cm-' (regangan eter alifatik). Kopolimer ini tergolang kategori amorf
dengan derajat kekristalan sebesar 56,27541, pada daerah 29 sekitar 23,31-
25,24' dan 31,79-33,67', serta memiliki suhu transisi fase pelekhan sekitar
143OC dengan suhu akbat dekomposisi pada 375OC.
Resin lignin resorzsinol formaldehida hasil kopolimerisasi ini memiliki
sifat yang serupa dengan perekat fend resorsinol formaldehida, dan
krpotensi untuk bisa diaplikasikan sebagai perekat kayu dengan proses
kempa dingin, dan tujuan penggunaan struktural yang ekstrern.
Top Related