BAB 2
KAJIAN REFERENSI
2.1. Penelitian Sebelumnya (State of the Art)
Dalam penelitian ini tentu dibutuhkan panduan dari beberapa
penelitian terdahulu. Hal ini berguna untuk membantu penelitian ini dalam
menggunakan referensi dan juga sebagai pembeda antara penelitian terdahulu
dengan penelitian yang dilakukan saat ini agar tidak terjadi penggandaan
karya. Dalam hal tersebut ditemukan beberapa penelitian yang berhubungan
dengan masalah yang diangkat yaitu city branding. Penelitian terkait kajian
city branding merupakan kajian yang telah diteliti dari berbagai sudut
pandang ilmu. Seperti city branding dalam sudut pandang ilmu komunikasi,
arts and advertising design, marketing manajemen, administrasi bisnis, dan
juga bidang kepariwisataan.
Penelitian yang berjudul “Strategi City Branding Kota Balikpapan
dalam Meningkatkan Minat Wisatawan” yang dilakukan oleh Rezha Trikasa
Putra, dkk pada tahun 2016 mencoba menelaah tentang strategi city branding
yang dilakukan oleh Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Balikpapan dalam meningkatkan minat wisatawan. Begitu juga
penelitian yang berjudul “Peran Strategi City Branding Kota Batu dalam
Trend Peningkatan Kunjungan Wisatawan Mancanegara” oleh Stephen
Intyaswono, dkk yang berfokus pada implementasi dan dampak dari strategi
city branding Kota Batu terhadap trend peningkatan kunjungan wisatawan
mancanegara.
Lain halnya dengan penelitian yang berjudul “Strategies for Branding
the City of Gaborone as a Tourist Destination” oleh Mr. L. Sigwele.
Penelitian ini menjelaskan betapa pentingnya sebuah kota untuk memiliki
strategi branding, dimana hal tersebut akan berguna agar sebuah kota
mempunyai merek yang kuat dan citra yang baik sehingga dapat
meningkatkan kualitas tempat tersebut. Penelitian tersebut juga
mengungkapkan bahwa branding sebuah kota akan menjadi suatu hal yang
sangat bermanfaat tidak hanya untuk tujuan wisata, namun juga dapat
menjadikan kota tersebut menjadi city branding global yang kompetitif.
1
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
NoJudul
PenelitianNama Peneliti Hasil
1 Strategi City
Branding Kota
Balikpapan
Dalam
Meningkatkan
Minat
Wisatawan
(Studi pada
Dinas Pemuda
Olahraga
Kebudayaan
dan Pariwisata
Kota
Balikpapan).
Rezha Trikasa
Putra, Yuliani
Rachma Putri, dan
Ruth Mei Ulina
Malau.
Jurnal
e-Proceeding of
Management:
Vol.3, No.3
December 2016 |
Page 3866-3873
Hasil dari penelitian ini
terdapat empat strategi
umum dalam memasarkan
atau mendorong agar suatu
kota dapat menjadi lebih
menarik, yaitu:
1) Pemasaran citra.
2) Pemasaran atraksi.
3) Pemasaran
infrastruktur.
4) Pemasaran orang.
Kemudian, penelitian ini
menunjukkan bahwa
strategi city branding yang
dilakukan oleh Dinas
Pemuda Olahraga
Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Balikpapan dilihat
dari strategi komunikasi
model AIDDA, yaitu:
1). Untuk membangun
perhatian (Attention) adalah
dengan mengadakan
pameran kepariwisataan
baik di dalam maupun luar
negeri.
2). Untuk membangkitkan
minat (Interest) wisatawan,
2
Dinas Pemuda Olahraga
Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Balikpapan
memperbaiki sarana
prasarana yang ada di
objek-objek wisata.
3). Untuk membangkitkan
hasrat (Desire) adalah
dengan mengadakan
kegiatan Borneo Travel
Mart untuk menjual paket-
paket wisata kota
Balikpapan.
4). Berdasarkan keputusan
(Decision) wisatawan,
mereka memilih destinasi
wisatanya berdasarkan
fasilitas dan infrastruktur
yang lengkap dan mudah
dalam mencari penginapan
di kota tersebut.
5) Dengan dilakukan
strategi tersebut, wisatawan
di Kota Balikpapan setiap
tahunnya meningkat
(Action). Hal ini dipertegas
dengan pernyataan
wisatawan bahwa mereka
sangat tertarik untuk
kembali ke kota
Balikpapan.
Perbandingan
Penelitian tersebut berfokus pada strategi city branding yang diterapkan
oleh Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata kota
3
Balikpapan. Penelitian tersebut ingin melihat bagaimana strategi city
branding yang dilakukan oleh Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan
Pariwisata kota Balikpapan dalam meningkatkan minat wisatawan.
Pada penelitian yang berjudul “Enjoy Jakarta: Strategi Komunikasi City
Branding oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta”
juga berfokus pada bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam
menerapkan city branding melalui slogan “Enjoy Jakarta”. Penelitian ini
ingin melihat implementasi dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam
menerapkan city branding.
2 Strategi City
Branding
Humas
Pemerintah
Kota Bandung
sebagai Smart
City melalui
Program Smart
Governance.
Annisa Dwi
Pramuningrum dan
Dini Salmiyah
Fithrah Ali.
Jurnal
PROMEDIA,
Vol.3, No.2, 2017,
Pramuningrum,
dkk, Strategy City,
162-182
Hasil dari penelitian ini
menjelaskan bahwa strategi
city branding yang
dilakukan Humas
Pemerintah Kota Bandung
mencakup komunikasi
offline maupun online yang
saling terintregasi seperti
publikasi menggunakan
media cetak, media online,
dan media sosial.
Kemudian, melalui
community involvement,
Humas memiliki media
relations, dimana kegiatan
yang dilakukan adalah
dengan mengundang media
pada saat event
berlangsung, mengadakan
Press Gathering, serta
Press Conference. Dan
yang terakhir adalah
4
special event, dimana
Humas Kota Bandung telah
mengadakan dua event
besar terkait smart city.
Penelitian ini
menyimpulkan bahwa
melalui ketiga strategi
Humas Pemerintah Kota
Bandung, maka tercipta
komunikasi yang
terintegrasi baik offline
maupun online. Hal inilah
yang menjadi keberhasilan
city branding yang
dilakukan Humas
Pemerintah Kota Bandung.
Informasi yang
disampaikan secara terus
menerus membuat Kota
Bandung terlihat sebagai
wujud dari smart
governance.
Perbandingan
Penelitian tersebut berfokus pada strategi branding kota Bandung yang
dilakukan oleh Humas Pemerintah Kota Bandung dalam mewujudkan
kota cerdas (smart city) melalui program smart governance. Penelitian
tersebut melihat bahwa strategi branding dapat dilakukan melalui
integrasi komunikasi online dan offline melalui penerbitan media sosial,
elektronik dan cetak, membangun hubungan media, dan melakukan acara
khusus.
Pada penelitian yang berjudul “Enjoy Jakarta: Strategi Komunikasi City
Branding oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta”
5
berfokus pada bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam menerapkan city
branding melalui slogan “Enjoy Jakarta”. Berbeda dengan penelitian
sebelumnya, penelitian ini menunjukkan bahwa untuk menentukan suatu
strategi komunikasi diperlukan kerangka perencanaan yang terdiri dari
beberapa proses tahapan untuk membentuk suatu strategi.
3 Peran Strategi
City Branding
Kota Batu
Dalam Trend
Peningkatan
Kunjungan
Wisatawan
Mancanegara
(Studi pada
Dinas
Pariwisata dan
Kebudayaan
Kota Batu).
Stephen
Intyaswono,
Edy Yulianto,
dan
Mukhammad
Kholid
Mawardi.
Stephen
Intyaswono, Edy
Yulianto, dan
Mukhammad
Kholid Mawardi.
Jurnal Administrasi
Bisnis (JAB) |
Vol.30 No. 1
Januari 2016, 65-73
Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa
kegiatan implementasi dari
strategi city branding yang
dilakukan Pemerintah Kota
Batu adalah dengan
pemasaran citra (image
marketing), pemasaran
atraksi/daya tarik
(attraction marketing),
pemasaran prasarana
(infrastructure marketing),
dan pemasaran produk
(people marketing).
Untuk mengetahui dampak
dari strategi city branding
Kota Batu terhadap trend
peningkatan kunjungan
wisatawan mancanegera,
menggunakan enam aspek
City Branding Hexagon:
1. Presence
2. Potential
3. Place
4. Pulse
5. People
6
6. Prerequite
Penelitian ini
menyimpulkan bahwa
penggunaan brand Shining
Batu adalah salah satu cara
untuk memperkenalkan
Kota Batu kepada
masyarakat luas dan
menjadi pengikat seluruh
komponen dan lapisan
masyarakat beserta
Pemerintah dalam
mempromosikan Kota Batu
sebagai Kota Wisata.
Perbandingan
Penelitian tersebut berfokus pada implementasi strategi city branding
kota Batu yang diterapkan oleh Dinas Pariwisata Kota Batu dan dampak
dari penerapan strategi city branding kota Batu terhadap trend
peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara di Kota Wisata Batu.
Pada penelitian yang berjudul “Enjoy Jakarta: Strategi Komunikasi City
Branding oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta”
lebih berfokus kepada strategi komunikasi yang dilakukan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam mengoptimalkan
kota Jakarta sebagai sebuah destinasi pariwisata dan bagaimana Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta mengimplementasikan
strategi city branding tersebut.
4 Strategi
Pencitraan
Kota (City
Branding)
Berbasis
Kearifan Lokal
Bambang Widodo
dan Mite Setiansah.
Jurnal Komunikasi
Hasil dari penelitian ini
menyimpulkan bahwa
dalam mewujudkan citra
kota yang diharapkan,
Pemerintah Kota Solo telah
menjalankan beragam
7
(Studi Kasus di
Kota Solo,
Jawa Tengah,
dan Kabupaten
Badung, Bali).
PROFETIK
Vol.7, No,2,
Oktober 2014, 33-
44
program dari mulai tahapan
primer dengan melakukan
revitalisasi pasar
tradisional, penggunaan
tulisan jawa di papan nama
jalan maupun kantor,
penggunaan pakaian
tradisional pada hari kamis
dan jumat oleh pegawai
pemerintahan kota hingga
pergelaran event budaya
setiap bulan.
Dalam tahapan sekunder
dari city branding,
Pemerintah Kota Solo juga
melibatkan pihak ketiga
untuk merancang slogan
dan desain grafis sebagai
identitas Kota Solo, yaitu
Solo the Spirit of Java.
Kemudian, melalui tahapan
tersier citra kota Solo ikut
terbentuk melalui kekuatan
word of mouth. Tahapan ini
identik dengan sosok
Jokowi sebagai Walikota
yang mencanangkan slogan
tersebut di Solo.
Di sisi lain, Pemerintah
Kabupaten Badung tidak
secara khusus menjadikan
konsep tri hita karana
8
sebagai program pencitraan
kota. Konsep tri hita
karana dijadikan landasan
dalam visi misi
pemerintahan. Dalam setiap
program pembangunan
didasari pertimbangan
bahwa konsep tri hita
karana adalah pedoman
hidup semua orang Bali.
Sesuai motto pemkab, tugas
pemerintah adalah
melindungi kebenaran dan
rakyatnya.
Perbandingan
Secara khusus, penelitian tersebut berfokus pada tujuannya untuk
mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang pemahaman
pemerintah kota/kabupaten tentang pencitraan kota, mendapatkan
gambaran tentang strategi pencitraan kota yang dilakukan, serta
mendapatkan gambaran kesan/citra yang dimiliki warga masyarakat
tentang kotanya.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang berjudul Enjoy
Jakarta: Strategi Komunikasi City Branding oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta lebih berfokus pada bagaimana
strategi komunikasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam menerapkan city branding kota
Jakarta melalui slogan “Enjoy Jakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk
membangun brand kota Jakarta agar dapat menjadi sebuah brand yang
kuat di publik.
5 City Branding:
A Government
Communication
Andre Rahmanto. Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa city
branding yang ada di Jawa
9
Model In
Marketing
Local Potential
In Central Java
(A Case Study
on the Three
Cities’
Branding:
Surakarta,
Semarang &
Pekalongan).
International
Seminar FEUM
2015
Reorienting
Economics &
Business in The
Context of National
and Global
Development (June
2015), 470-482
Tengah masih lebih
menekankan pada logo dan
slogan, dan belum
menyentuh aspek yang
lebih komprehensif dan
berbasis diferensiasi lokal.
City branding yang dibuat
oleh ketiga kota tersebut
telah cukup melibatkan
partisipasi para pemangku
kepentingan dalam langkah
penataan, namun dalam
langkah implementasi
mereka belum
berpartisipasi secara
maksimal untuk
mendukung keberhasilan
branding. Kendala yang
dihadapi adalah sumber
daya manusia yang
terbatas, pola pikir
pemasaran dan juga
konsistensi kepemimpinan
lokal.
Perbandingan
Penelitian tersebut berfokus pada identifikasi dari city branding,
kolaborasi atau kerjasama dari beberapa stakeholders dalam manajemen
city branding, untuk melihat dampak dari implementasi city branding,
dan membentuk sebuah model umum dari manajemen city branding
untuk daerah lokal.
10
Penelitian yang berjudul Enjoy Jakarta: Strategi Komunikasi City
Branding oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
lebih berfokus pada strategi apa yang digunakan oleh Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam menerapkan city branding
melalui slogan “Enjoy Jakarta”. Penelitian ini lebih melihat kepada
bagaimana Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
mengimplementasikan strategi city branding tersebut. Penelitian ini juga
membentuk sebuah model atau kerangka yang dijadikan acuan dalam
membentuk sebuah strategi atau program komunikasi.
6 Strategies for
Branding the
City of
Gaborone as a
Tourist
Destination.
Mr. L. Sigwele,
Prof. JJ. Prinsloo,
and Prof. TG.
Pelser,
African Journal of
Hospitality,
Tourism and
Leisure | Vol.7,
No.2, 2018, 1-19
Penelitian ini telah
mengungkapkan bahwa
branding Kota Gaborone
akan menjadi suatu hal
yang sangat bermanfaat
tidak hanya untuk tujuan
wisata. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa
responden sangat setuju
jika Kota Gaborone
diberikan sebuah city brand
untuk menjadi city
branding global yang
kompetitif.
Penelitian ini telah
mengungkapkan bahwa
branding kota Gaborone
akan menjadi suatu
percobaan yang sangat
bermanfaat tidak hanya
untuk tujuan wisata. Karena
kota tersebut akan memiliki
proposisi penjualan yang
11
unik. Hal tersebut juga
menunjukkan bahwa
Gaborone harus
menggunakan kedamaian
dan keamanan sebagai ciri
khas kotanya.
Perbandingan
Penelitian tersebut bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan strategi
atau cara-cara yang dilakukan oleh kota Gaborone dalam membentuk
sebuah city brand agar dapat bersaing dengan kota-kota yang lainnya.
Penelitian tersebut lebih menunjukkan bahwa branding kota Gaborone
dapat menghasilkan proposisi penjualan yang unik dan identitas kota
yang baik. Penelitian tersebut berfokus pada branding dari kota
Gaborone. Jika kota tersebut mempunyai sebuah city brand dengan baik,
maka kota tersebut akan memiliki tingkat ekuitas brand yang tinggi untuk
meningkatkan daya tarik wisata dimasa depan.
Berbeda dengan penelitian yang berjudul Enjoy Jakarta: Strategi
Komunikasi City Branding oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, penelitian ini lebih berfokus pada bagaimana
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta menerapkan city
branding kota Jakarta melalui slogan “Enjoy Jakarta”. Penelitian ini
ingin melihat bagaimana Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta mengimplementasikan city branding tersebut dalam berbagai
bentuk kegiatan atau aktivitas yang dapat memperkuat brand awareness
dan reputasi kota Jakarta.
7 City Branding
Strategy on the
Evaluation of
Tourism
Destination
Problems in
Rural Area
(Evidence from
Yusuf Risanto and
Ida Yulianti
Jurnal
Penelitian ini menjelaskan
strategi utama untuk
mengevaluasi beberapa
permasalahan yang ada
adalah dengan strategi city
branding. Hal tersebut
berfokus pada branding
ruang hijau terbuka dan
12
Pasuruan City,
Indonesia).
J.Ind.Tour.Dev.Std.,
Vol.4, No.1,
January, 2016, 5-12
gambar serta pengalaman
sebuah brand yang dapat
diidentifikasi. Pengalaman
sebuah brand yang positif
dari wisatawan lokal
maupun mancanegara dapat
dibangun melalui program
city tour yang menyeluruh.
Perbandingan
Penelitian tersebut ingin menemukan masalah mendasar dari destinasi
wisata di daerah pedesaan di kota Pasuruan, Indonesia. Sampel dalam
penelitian tersebut mewakili empat kategori tujuan wisata termasuk alam,
budaya, pertanian, dan khusus. Secara umum, permasalahan mendasar
dalam penelitian tersebut adalah sistem manajemen yang buruk, fasilitas
tambahan yang tidak spesifik, dan tidak ada strategi pemasaran yang
inovatif. Melihat dari permasalahan tersebut, penelitian berfokus pada
strategi city branding yang dilakukan untuk mencakup solusi
komprehensif. Dimensi utama dari strategi city branding tersebut adalah
green space branding, citra yang dapat diidentifikasi, dan pengalaman
merek yang positif.
Pada penelitian yang berjudul “Enjoy Jakarta: Strategi Komunikasi City
Branding oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta”
lebih berfokus kepada strategi komunikasi yang dilakukan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam mengoptimalkan
kota Jakarta sebagai sebuah destinasi pariwisata dan bagaimana Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta mengimplementasikan
strategi city branding tersebut dalam berbagai bentuk kegiatan atau
aktivitas yang dapat memperkuat brand awareness dan reputasi kota
Jakarta. Konsep strategi terkait dengan city branding dipaparkan dalam
suatu kerangka perencanaan untuk program komunikasi yang nantinya
akan membentuk sebuah strategi city branding kota Jakarta.
13
2.2. Landasan Konseptual
2.2.1 Komunikasi
A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi menjadi peranan penting bagi kehidupan manusia
dalam berinteraksi di kehidupannya sehari-hari. Di dalam sebuah
komunikasi feedback merupakan hal yang diharapkan untuk mampu
mencapai tujuan yang dimaksud dalam berkomunikasi. Komunikasi
adalah sarana interaksi manusia. Di dalam komunikasi tersebut termuat
ide, perasaan, dan pesan-pesan tertentu. Supaya suatu komunikasi dapat
dimengerti, manusia menggunakan bahasa. Dimengerti bukan hanya
untuk memahami bahasa yang digunakan, namun mengerti artinya
memahami makna yang terkandung di dalam komunikasi tersebut
(Gassing S.S., & Suryanto, 2016).
Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Perdesaan Amerika
yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi,
khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa,
komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada
satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka (Cangara, H., 2010). Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Komunikasi Teori dan Praktek, mengungkapkan bahwa para peminat
komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh
Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of
Communication in Society. Mereka seringkali mengutip paradigma
tersebut guna untuk memahami komunikasi sehingga dapat dilancarkan
secara efektif.
Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: “Who
says what in what channel to whom with what effect?” (Effendy, 2003).
Paradigma Laswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi
lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan tersebut,
yaitu:
1. Who/Komunikator (siapa yang menyampaikan sebuah pesan)
2. Says what/Pesan (informasi apa yang disampaikan)
3. In what channel/Media (melalui channel/media apa)
14
4. To whom/Komunikan (kepada siapa pesan tersebut disampaikan)
5. With what effect/Efek (dampak apa yang ditimbulkan)
Berdasarkan paradigma Laswell tersebut, secara sederhana proses
komunikasi adalah penyampaian sebuah pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui suatu media yang menimbulkan efek tertentu.
Komunikasi mempunya tujuan tertentu, artinya komunikasi yang
dilakukan sesuai dengan keinginan dan kepentingan para pelakunya.
Komunikasi di dalam semua organisasi berperan penting untuk
menyampaikan arti dan maksud, baik dalam bentuk verbal maupun non-
verbal dari suatu organisasi tersebut. Untuk dapat memunculkan
komunikasi yang efektif antara komunikator dan komunikan, perlu
adanya interaksi yang baik dengan publik dari suatu organisasi tersebut.
Hal ini bertujuan untuk membentuk komunikasi jangka panjang,
mendengar opini masyarakat dan saling mendukung satu sama lain.
Dapat disimpulkan bahwa pentingnya komunikasi yang terjalin
dengan baik antar setiap pribadi dalam suatu organisasi menjadi
perhatian serius. Jika makna dalam pesan yang disampaikan tidak sesuai
dengan maksud dari yang menyampaikan pesan, hal tersebut akan
menimbulkan masalah yakni perbedaan pemahaman maksud. Perbedaan
pemahaman maksud tersebut dapat memicu kesalahpahaman dalam
menerima pesan dan membuat pesan yang dimaksud tidak tersampaikan
dengan baik.
B. Jenis-Jenis Komunikasi
Komunikasi yang efektif merupakan aspek esensial bagi seorang
public relations. Hubungan dengan masyarakat internal dan eksternal
hanya dapat dibina melalui komunikasi. Jika komunikasi tidak berjalan
dengan baik, maka kesalahan persepsi akan mudah terjadi. Pada
akhirnya, sebuah konflik akan terbentuk dan membuat suatu organisasi
tidak dapat mencapai tujuannya. Oleh karena itu, di dalam praktik public
relations komunikasi harus terbina dengan baik (Gassing S. S, &
Suryanto, 2016).
Keberhasilan komunikasi sangat bergantung pada pesan yang
disampaikan kepada audiens. Pesan adalah segala sesuatu yang
15
disampaikan oleh seseorang dalam bentuk symbol yang di persepsi dan
diterima oleh khalayak dalam serangkaian makna (Bungin, 2015).
Komunikasi dalam public relations berkaitan dengan sirkulasi fakta,
pandangan dan gagasan antara organisasi dengan publik untuk mencapai
pengertian tertentu. Berikut beberapa jenis komunikasi yang terjadi
dalam kehidupan public relations:
1. Komunikasi Internal
Menurut Effendi (2004), komunikasi internal adalah proses
pertukaran informasi dan komunikasi di antara pimpinan dan para
karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan yang
menyebabkan terwujudnya struktur yang khas dan pertukaran
gagasan secara horizontal dan vertikal yang menyebabkan pekerjaan
dapat berlangsung secara efektif. Komunikasi internal merupakan
unsur utama di dalam suatu perusahaan atau organisasi dalam rangka
mencapai tujuan bersama. Hal tersebut dapat menjadi kunci
suksesnya sebuah program public relations. Tujuan dari komunikasi
internal adalah untuk menyamakan persepsi, pola pikir dan arah
pandangan suatu perusahaan atau organisasi menjadi satu tujuan.
2. Komunikasi Eksternal
Komunikasi eksternal merupakan komunikasi antara pimpinan
organisasi dengan khalayak di luar organisasi (Effendy, 2006).
Menurut Suranto AW (2005) komunikasi eksternal merupakan
proses komunikasi antara sebuah organisasi dengan pihak-pihak
diluar organisasi (public external). Sebagaimana diketahui bahwa
keberadaan suatu organisasi pasti memerlukan bantuan, partisipasi,
kepercayaan, dan kerjasama dengan lingkungan sekitar, baik dari
organisasi lain maupun masyarakat umum. Maka dari itu, seorang
public relations sangat berperan penting dalam komunikasi eksternal
untuk membangun suatu komunikasi yang baik dalam mencapai
sebuah citra positif terhadap suatu perusahaan atau organisasi.
3. Komunikasi Verbal
16
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan
kata-kata, baik itu secara lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal
paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia untuk
mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, fakta, data,
dan informasi. Di dalam proses ini terjadi hubungan secara langsung
melalui lisan maupun tulisan antara komunikator dengan komunikan.
4. Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi non-verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-
kata. Pesan-pesan non-verbal sangat sulit untuk ditafsirkan dari pada
simbol verbal. Komunikasi non-verbal lebih jujur mengungkapkan
hal yang ingin diungkapkan karena dilakukan secara spontan
(Nugroho W., 2010, dalam Modul Teori Komunikasi Verbal dan
Non-verbal). Komunikasi non-verbal meliputi semua aspek
komunikasi selain kata-kata sendiri seperti bagaimana kita
mengucapkan kata-kata (volume), fitur, lingkungan yang
mempengaruhi interaksi (suhu, pencahayaan), dan benda-benda yang
mempengaruhi citra pribadi dan pola interaksi (Wibowo F., 2010,
dalam Komunikasi Verbal dan Non-verbal).
5. Komunikasi Interpersonal
Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi
yang terjadi antara dua orang atau lebih secara langsung dan terjadi
timbal balik secara verbal maupun non-verbal. Komunikasi ini
paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang.
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang memiliki
karakteristik yaitu komunikasi terjadi dari satu orang ke orang lain.
Komunikasi berlangsung secara tatap muka dan isi dari komunikasi
tersebut merefleksikan karakter pribadi dari tiap individu itu sebaik
hubungan dan peran sosial mereka (Peter, 2001, Interpersonal
Communication).
6. Komunikasi Formal
17
Komunikasi formal menurut Mulyana (2005) adalah
komunikasi yang menurut struktur organisasi seperti komunikasi ke
bawah dan komunikasi ke atas, serta komunikasi horizontal.
C. Proses Komunikasi
Mengacu pada paradigma Laswell (Effendy, dalam Onong Uchjana
2003), proses komunikasi dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
1. Proses Komunikasi Secara Primer
Proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang
lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media.
Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah
pesan verbal (bahasa) dan pesan non-verbal (gesture, isyarat,
gambar, warna, dan lain sebagainya). Lambang tersebut secara
langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator
kepada komunikan (Effendy, Onong Uchjana, 2003).
2. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah
memakai lambang sebagai media pertama (Effendy, Onong Uchjana,
2003). Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam
menyampaikan informasi kepada target khalayak yang jumlahnya
lebih banyak. Proses komunikasi secara sekunder dapat
menggunakan media yang diklasifikasikan sebagai media
conventional (surat kabar, televisi, radio, dsb) dan media digital.
D. Media Komunikasi
Media komunikasi adalah alat-alat berbentuk cetakan atau elektronik
yang berfungsi sebagai saluran yang menghantarkan pesan komunikasi dari
sesama pelaku komunikasi. Semua pesan komunikasi membutuhkan
instrument atau media untuk melakukan transmisi. Dalam menyampaikan
informasi, berita, dan pesan, cukup banyak media yang dapat digunakan. Hal
ini sangat tergantung dari bentuk komunikasi yang dilakukan.
18
Cangara (2010) dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi
menggolongkan jenis media menurut karakteristiknya menjadi empat macam,
yakni: media antarpribadi, media kelompok, media publik, dan media massa.
Menurut sifatnya, media dibagi menjadi dua golongan, yaitu: media
tradisional (offline) dan media modern (online).
1. Media Online
Menurut Pavlik (2004), media online adalah suatu tatanan baru yang terus
berkembang. Media online biasanya berupa website atau social media.
Media online memberikan kemudahan yang dapat diakses kapanpun dan
dimanapun selama pengguna media tersebut masih terjangkau jaringan
internet.
2. Media Offline
Media offline merupakan konsep media yang dilakukan secara langsung
seperti menyebar brosur, memasang spanduk, iklan di televisi, atau radio.
Selain itu, media offline juga merupakan kegiatan yang dilakukan di depan
umum (khalayak) terutama sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat
komunikatif.
Menurut bentuknya, media dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Media Cetak
Yaitu segala barang cetak yang dipergunakan sebagai sarana
penyampaian pesan, contohnya surat kabar, brosur, leaflet, bulletin, dan
sebagainya.
2. Media Visual atau Media Pandang
Artinya untuk menerima pesan yang disampaikan digunakan indera
penglihatan, contohnya film, televisi, lukisan, foto, pameran, dan
sebagainya.
3. Media Audio
Artinya untuk menerima pesan yang disampaikan digunakan indera
pendengaran, contohnya radio, telepon, tape recorder, dan sebagainya.
4. Media Audio-Visual
Yaitu media yang dapat dilihat sekaligus didengar. Contohnya, televisi.
19
2.2.2 Public Relations
A. Pengertian Public Relations
Public Relations menurut majelis Public Relations dunia The First
World Assembly of Public Relations Association (dalam Butterick K,
2014) menyebutkan bahwa public relations sebagai seni dan ilmu sosial
yang menganalisis tren, memprediksi dampaknya, mendampingi
pimpinan organisasi serta mengimplementasikan perencanaan program
guna melayani kepentingan organisasi dan publiknya. Public relations
menurut Frank Jefkins (dalam Gassing S, S., 2016), menyatakan bahwa
public relations adalah sesuatu yang merangkum keseluruhan
komunikasi yang terencana, baik ke dalam maupun ke luar, antara suatu
organisasi dengan khalayak dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang
spesifik. Dari definisi tersebut, kegiatan public relations selalu
mempunyai tujuan menanamkan dan memperoleh pengertian dan
kepercayaan dari masyarakat umum, begitu juga dalam suatu organisasi
tertentu.
B. Program Kerja Public Relations
Program kerja bertujuan untuk membantu dalam pengambilan
keputusan dengan tepat dan harus memperhatikan keuntungan organisasi
dan kebaikan untuk masyarakat. Terdapat lima unsur dalam menyusun
program kerja public relations: (Gassing S. S., & Suryanto, 2016).
2. Pengumpulan Data (Research)
Data yang dikumpulkan harus bersifat actual, objektif dan harus
memperhatikan keakuratan data yang diperoleh.
3. Analisis (Analysis)
Analisis dapat dibuat oleh suatu organisasi dalam bentuk SWOT
(Strength, Weaknesses, Opportunity, Threats).
3. Strategi dan Penentuan Media
4. Pelaksanaan (Implementation)
5. Evaluasi (Evaluation)
Tujuan evaluasi adalah untuk mencari kelebihan dan kekurangan
kinerja program supaya dapat dilakukan secara terus menerus dan
apakah program tersebut sudah terlaksana dengan baik dan sesuai.
20
2.2.3 Strategi Komunikasi
Mensosialisasikan sebuah city branding diperlukan strategi. Seperti yang
diungkapkan oleh Onong Uchjana dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek (2003) bahwa berhasil atau tidaknya sebuah kegiatan komunikasi
secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi. Menurut Mintzberg
dan Quinn, strategi komunikasi adalah sebuah strategi yang terencana baik dan
mampu menyusun serta mengatur sumber-sumber organisasi dan mampu
bertahan dalam jangka waktu yang lama. Berkaitan dengan keterangan
tersebut, Mintzberg dan Quinn dalam buku The Strategy Process (2013)
berpendapat bahwa strategi berkaitan dengan lima hal:
1. Strategy as a plan: strategi merupakan suatu rencana yang menjadi
pedoman bagi organisasi untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan.
2. Strategy as a pattern: strategi merupakan cara organisasi atau pola
tindakan konsisten yang dijalankan organisasi dalam jangka waktu yang
lama.
3. Strategy as a perspective: strategi merupakan cara organisasi dalam
menempatkan sesuatu pada tempat yang tepat.
4. Strategy as a position: strategi merupakan cara organisasi dalam
menempatkan sesuatu pada tempat yang tepat.
5. Strategy as a play: cara atau manufer yang spesifik yang dilakukan
organisasi dengan tujuan untuk mengalahkan rival atau competitor.
Quinn dalam buku The Strategy Process (2013) mengemukakan bahwa
suatu strategi yang efektif meliputi tiga elemen penting, yaitu:
1. Tujuan utama organisasi.
2. Berbagai kebijakan yang mendorong justru membatasi gerak organisasi.
3. Rangkaian aktivitas kerja atau program yang mendorong terwujudnya
tujuan organisasi yang telah ditentukan dalam berbagai keterbatasan.
Sedangkan, menurut Ahmad S. Adnanputra dalam Rosady Ruslan dalam
buku Manajemen PR dan Media Komunikasi (2007) mendefinisikan strategi
sebagai bagian terpadu dari suatu rencana (plan), sedangkan rencana
merupakan produk dari suatu perencanaan (planning), yang pada akhirnya
perencanaan adalah salah satu fungsi dasar dari proses manajemen. Tahapan
21
didalam fungsi-fungsi manajemen, tahap pertama adalah menetapkan tujuan
(objektif) yang hendak diraih, posisi tertentu atau dimensi yang ingin dicapai
sesuai dengan perencanaan yang telah diperhitungkan dengan baik oleh pihak-
pihak yang terlibat dalam manajemen suatu organisasi yang bersangkutan.
Tahap berikutnya adalah strategi “apa dan bagaimana” yang digunakan dalam
perencanaan untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Kemudian, tahap
selanjutnya adalah program kerja (action plan) yang merupakan penjabaran
strategi dalam bentuk langkah-langkah yang telah dijadwalkan atau
direncanakan semula. Tahap terakhir adalah unsur anggaran (budget) yang
sudah dipersiapkan, yang merupakan “dana dan upaya”, berfungsi sebagai
pendukung khusus yang dialokasikan untuk terlaksananya suatu strategi
program kerja manajemen humas/public relations.
Onong Uchjana Effendy (2007) mengungkapkan bahwa strategi pada
hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management)
untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut,
strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukan arah saja,
melainkan harus mampu menunjukan bagaimana taktik operasionalnya.
Demikian pula dengan strategi komunikasi yang merupakan paduan
perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen
komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan.
Dengan begitu, strategi komunikasi merupakan paduan dari
perencanaan komunikasi, dimana perencanaan merupakan fungsi dasar dari
proses manajemen serta manajemen komunikasi. Manajemen komunikasi dapat
diartikan sebagai aktivitas atau fungsi dari seorang public relations atau humas.
Seperti yang diungkapkan oleh Grunig dan Hunt dalam buku The PR
Professional’s Handbook (2014) bahwa public relations adalah “the
management of communication between an organization and its public”,
dimana public relations sebagai kegiatan pengelolaan komunikasi antara
berbagai publiknya.
Strategi komunikasi sendiri memiliki tujuan utamanya, Wayne Pace,
Brant D. Peterson, M. Dallas dalam Techniques for Effective Communication,
mengemukakan tujuan utama strategi komunikasi adalah sebagai berikut:
22
1. To Secure Understanding: untuk memberikan pengaruh kepada
komunikan melalui pesan-pesan yang disampaikan untuk mencapai
tujuan tertentu dari organisasi.
2. To Establish Acceptance: setelah komunikan menerima dan mengerti
pesan yang disampaikan, pesan tersebut perlu dikukuhkan di benak
komunikan agar menghasilkan feedback yang mendukung pencapaian
tujuan komunikasi.
3. To Motive Action: komunikasi selalu memberi pengertian yang
diharapkan dapat mempengaruhi komunikan sesuai dengan keinginan
komunikator.
Terdapat tujuan yang sama dalam strategi komunikasi, yang juga
dikemukakan oleh R. Wayne Pace, Brent D. Peterson dan M. Dallas Burnet
dalam Techniques for Effective Communication, yaitu:
1. Untuk memastikan bahwa terjadi suatu pengertian dalam berkomunikasi.
2. Bagaimana cara penerimaan itu harus dibina dengan baik.
3. Penggiatan untuk memotivasinya.
4. Bagaimana mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh pihak
komunikator dari proses komunikasi tersebut (Ruslan, 2005).
Dari kedua tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebuah strategi
komunikasi bertujuan menciptakan pengertian dalam berkomunikasi, membina
dan memotivasi agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan oleh pihak
komunikator. Dalam rangka menyusun strategi komunikasi, diperlukan suatu
pemikiran dengan memperhitungkan komponen-komponen komunikasi dan
faktor pendukung serta penghambat komunikasi. Beberapa hal yang harus
diperhatikan di dalam merumuskan strategi komunikasi adalah pengenalan
khalayak, pesan, metode, media, dan komunikator.
2.2.4 The Strategic Planning Ladder Model
Untuk membuat sebuah strategi komunikasi diperlukan sebuah strategic
plan agar misi dan tujuan dari strategi tersebut dapat tercapai dengan baik.
Strategic plan merupakan proses menentukan apa yang seharusnya dicapai dan
bagaimana mewujudkannya dalam kenyataan. Strategic plan adalah usaha
yang sistematis dan formal untuk menentukan tujuan, aturan, dan strategi yang
melibatkan pembuatan rencana yang detail untuk mengimplementasikan aturan
23
dan strategi agar suatu tujuan utama dapat tercapai (Arasa & K’Obonyo, 2012).
Perencanaan (planning) sangat penting untuk mengimplementasikan sebuah
strategi dan evaluasi strategi yang berhasil, karena aktivitas pengorganisasian,
pemotivasian, dan pengendalian tergantung pada perencanaan yang baik (Fred,
R. David, 2004).
Sebuah strategic plan menjadi seperangkat tugas khusus yang
terorganisir dengan baik, dimana strategi yang telah dipilih ditempatkan ke
dalam suatu tindakan untuk mencapai tujuan dan misi dari sebuah organisasi.
Untuk memastikan bahwa semua elemen dari sebuah strategic plan itu perlu
dan sesuai, ada baiknya untuk memikirkan suatu proses planning sebagai
tangga (ladder). Strategic plan terdiri dari beberapa proses yang harus
dijalankan, proses-proses tersebut adalah sebagai berikut (Austin & Pinkleton,
2008):
1. Mission (Misi)
Pernyataan yang digunakan untuk mengkomunikasikan tujuan dari
sebuah organisasi.
2. Problem (Permasalahan)
Sesuatu yang menghambat atau menyerang kemampuan untuk mencapai
misi dari sebuah organisasi.
1. Goals (Tujuan)
Pernyataan terarah mengenai apa yang akan dicapai.
2. Objectives (Sasaran)
Pernyataan tujuan mengenai hasil dari sebuah program yang dijalankan.
Langkah terukur yang diambil untuk mencapai strategi.
3. Strategies (Strategi)
Suatu cara atau alat yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi
adalah sarana bersama dengan tujuan jangka panjang yang hendak
dicapai. Strategi merupakan penyusunan arah tindakan (action planning)
4. Tactics (Taktik)
Sebuah tugas khusus yang harus diselesaikan (tindakan). Alat atau cara
yang digunakan untuk mengejar tujuan yang searah dengan strategi.
24
Model dari Strategic Planning Ladder oleh Erica Weintraub Austin &
Bruce E. Pinkleton (2008), menunjukkan bahwa goals, objectives, strategi, dan
taktik sangat berkaitan satu sama lain. Untuk mengimplementasikan sebuah
taktik harus ada strategi. Untuk membuat sebuah strategi harus ada sasaran atau
langkah terukur yang diambil untuk mencapai sebuah strategi. Untuk
menentukan sebuah objective harus ada tujuan yang ingin dicapai (goal), dan
sebelum menentukan tujuan harus menganalisis permasalahan yang ada
terlebih dahulu untuk membentuk sebuah misi yang ingin dicapai.
Gambar 2. 1
The Strategic Planning Ladder by Erica Weintraub A. &
Bruce E. Pinkletonn (2008)
25
Sebaliknya, jika model tersebut berbalik seperti menuruni anak tangga,
seorang praktisi kehumasan (public relations) harus menentukan “bagaimana
tujuan ini akan dicapai?” (Austin & Pinkleton, 2008). Untuk memecahkan
suatu permasalahan membutuhkan pernyataan mengenai apa yang ingin
dicapai. Untuk mencapai suatu tujuan tersebut membutuhkan langkah terukur
dan juga sasaran untuk membentuk sebuah strategi. Untuk memenuhi tujuan
tersebut membutuhkan strategi, dan setiap strategi membutuhkan taktik untuk
diimplementasikan (put it into action).
2.2.5 Strategic Planning Framework
Perencanaan sebuah program komunikasi pada awalnya hanya
dimulai dengan sebuah model dasar yang ada di gambar 1.4, tetapi dengan
menambahkan detail pada tujuan atau sasaran komunikasi (communication
objectives), segmentasi pada target audience, media strategy, dan
penganggaran dari suatu program. Gambar 1.5 menunjukkan kerangka kerja
dari sebuah perencanaan (strategic planning framework). Kerangka tersebut
terdiri dari tujuh langkah yang dimulai dengan strategic intent, yaitu sebuah
pesan strategis atau content platform yang dirancang untuk mengubah atau
memperkuat persepsi yang sejalan dengan visi tentang bagaimana suatu
organisasi ingin dirinya dikenal oleh publik (Cornelissen J, 2017).
Gambar 2. 2
Tahapan dalam merumuskan isi (konten)
dari suatu strategi komunikasi
26
Suatu program komunikasi melibatkan serangkaian kegiatan yang
ditargetkan kepada publik internal dan eksternal, dimana organisasi atau
perusahaan berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Suatu program terdiri dari jenis peristiwa dan kegiatan yang serupa. Suatu
program umumnya dibuat untuk mengatasi kebutuhan yang berkelanjutan
untuk membangun reputasi sebagaimana telah tercantum dalam strategi
komunikasi secara keseluruhan, dan ditinjau secara berkala untuk menentukan
apakah tujuannya telah tercapai. Semua atau sebagian dari program akan
dilanjutkan selama ada kebutuhan untuk berkomunikasi dengan para
stakeholders, dan untuk memperkuat atau mempertahankan reputasi dari
sebuah organisasi/perusahaan.
Kerangka yang ditampilkan oleh Gambar 1.5 dapat digunakan untuk
sebuah perencanaan dari kegiatan program komunikasi. Dengan kata lain, ini
dapat digunakan untuk menelusuri secara spesifik suatu program atau berfokus
dalam keseluruhan strategi komunikasi. Praktisi kehumasan dapat melakukan
sistem atau silus dua arah yang menunjukkan bahwa kerangka tersebut harus
digunakan secara fleksibel dan pragmatis, mencerminkan fakta bahwa suatu
strategi tidak diperbaiki atau ditetapkan pada waktu tertentu, tetapi strategi
tersebut merupakan proses yang berkelanjutan dan berkembang.
VISION REPUTATION
Gambar 2. 3
Strategic Planning Framework by Joep Cornelissen (2017)
27
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam strategic planning framework yang digunakan untuk menentukan proses perencanaan dari suatu program komunikasi menurut Cornelissen J. (2017) dalam buku Corporate Communication: A Guide Theory & Practice:
A. Tahap 1: Strategic IntentStrategic intent merupakan proses perencanaan yang berperan sebagai “penyaring” bagi strategi-strategi yang akan diterapkan nantinya. Jadi, strategic intent dapat diartikan sebagai sebentuk perencanaan yang berbasis pada visi dan tujuan pokok dari suatu organisasi. Strategic intent juga dapat diartikan sebagai suatu pesan strategis atau content platform yang dirancang untuk mengubah atau memperkuat persepsi yang sejalan dengan visi tentang bagaimana suatu organisasi ingin dirinya dikenal oleh public
B. Tahap 2: Menentukan communication objectives (tujuan komunikasi)Berdasarkan strategic intent, seorang praktisi kehumasan perlu menetapkan atau menentukan tujuan komunikasi tertentu untuk sebuah program komunikasi. Tujuan komunikasi harus didefinisikan sedetail mungkin: specific, measurable, actionable, realistic, and timely (SMART):
1. Specific (Spesifik): Suatu tujuan harus menentukan apa yang ingin dicapai oleh organisasi tersebut.
2. Measurable (Terukur): Seorang praktisi kehumasan harus dapat mengukur apakah mereka memenuhi suatu tujuan atau tidak.
3. Achieveable (Dapat Dicapai): Suatu tujuan harus dapat dicapai.4. Realistic (Realistis): Suatu tujuan harus realistis mengingat sumber
daya dan anggaran yang telah disediakan untuk program tersebut. 5. Timely (Tepat Waktu): Suatu tujuan juga harus menentukan jangka
waktu/kerangka waktu dimana tujuan tersebut harus dicapai.
C. Tahap 3: Mengidentifikasi dan memprioritaskan target audiences Target audiens didefinisikan sebagai segmen individu (dari kelompok pemangku kepentingan tertentu) yang merupakan fokus dari suatu program tertentu.
D. Tahap 4: Mengidentifikasi tema dari suatu pesan (identify themed messages)Berdasarkan pada tujuan komunikasi yang telah diidentifikasi dan target audiens yang telah dipilih, para praktisi kehumasan perlu memutuskan sebuah pesan inti yang nantinya akan disampaikan. Pesan inti yang ditujukan sering melibatkan para target audiens secara langsung dari bagaimana suatu organisasi ingin dilihat.
E. Tahap 5: Mengembangkan gaya pesan (develop message styles)Sebuah pesan dapat diceritakan atau disampaikan dengan berbagai cara menggunakan salah satu gaya dalam menyampaikan sebuah pesan. Gaya pesan melibatkan konsep kreatif yang mengartikulasikan daya tarik dari
28
sebuah pesan dan menghidupkannya melalui penggunaan slogan-slogan yang menarik, pembingkaian yang tepat dalam kata-kata dan juga bentuk visual (gambar, logo, dan tipografi pesan).
F. Tahap 6: Mengembangkan strategi media (develop a media strategy)Tahap keenam dalam proses ini adalah mengidentifikasi media apa saja yang dapat membawa pesan/informasi dan dapat menjangkau target audiens. Dalam mengembangkan strategi media, tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi cara yang paling efektif dan efisien untuk mencapai target audiens dalam batasan anggaran yang diberikan.
G. Tahap 7: Mempersiapkan anggaran (prepare the budget)Dalam suatu program komunikasi, sangat penting untuk memperisapkan anggaran. Sebagian besar anggaran sering digunakan untuk media buying (pembelian media), dengan jumlah yang tersisa untuk memproduksi program (termasuk mempekerjakan konsultan komunikasi, periklanan yang professional, dan copy editors) dan hasil dari evaluasi. Berdasarkan anggaran yang tersedia untuk suatu program tertentu, para praktisi kehumasan mungkin harus merevisi langkah-langkah sebelumnya, memilih campuran media yang berbeda dan menyesuaikan dengan tujuan komunikasi mereka.
2.2.6 City Branding
City branding adalah identitas, simbol, logo, atau merek yang melekat
pada suatu daerah. Keuntungan yang di dapat ketika sebuah kota melakukan
city branding yaitu kota tersebut dapat di kenal luas, mempunyai tujuan
khusus, mampu menghadirkan investasi, menguatkan tujuan wisata, tempat
tinggal, menyelenggarakan banyak event-event, dan mampu meraih persepsi-
persepsi positif. Membangun city branding menurut Kukrit Suryo W adalah
memilah dan melihat potensi apa saja yang dimiliki oleh suatu kota tersebut.
City branding merupakan cara memposisikan kota dalam ketatnya
persaingan global yang kuat sebagai tanggapan terhadap dinamika ekonomi,
politik, dan sosial (Kavaratzis dan Ashworth, 2007). Sedangkan menurut
Anholt (2010) branding adalah proses mendesain, merencanakan, dan
mengkomunikasikan nama dan identitas dengan tujuan untuk membangun
atau mengelola reputasi. Anholt dalam Moilanen & Rainisto (2009)
mendefinisikan city branding sebagai manajemen citra suatu destinasi
melalui inovasi strategis serta kordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural,
dan peraturan pemerintah. Tujuan dari city branding menurut Handito (2009)
29
yaitu memperkenalkan kota/daerah lebih dalam, memperbaiki citra, menarik
wisatawan asing dan domestik, menarik minat investor untuk berinvestasi,
dan meningkatkan perdagangan.
City branding diyakini memiliki kekuatan untuk merubah persepsi
seseorang terhadap suatu kota atau bertujuan untuk melihat perbedaan potensi
suatu kota dengan kota lainnya. Rainisto (2003) memaparkan kerangka teori
place branding yang berfokus pada upaya memasarkan kota. Kriteria yang
mendasari penilaian dalam city branding, pertama sebagai attributes yaitu
mampu menggambarkan sebuah karakter, daya tarik, gaya, dan personalitas
kota, kedua sebagai message yaitu, menggambarkan sebuah cerita secara
menarik, menyenangkan, dan mudah atau selalu diingat. Dan yang terakhir
sebagai differentiation dan ambassadorship yaitu, memberikan kesan unik,
berbeda dari kota lain, dan menginspirasi orang untuk datang dan ingin
tinggal di kota tersebut (Yuli, 2011).
Di sisi lain, city branding juga dapat dikatakan sebagai sebuah branding
communication, dimana city branding merupakan komunikasi internal dan
eksternal melalui sales promotion, events, public relations, direct marketing
(pengiriman katalog, surat, telepon, faks, atau email), corporate sponsorship
(penawaran produk atau jasa dengan bekerjasama bersama perusahaan lain
sebagai sponsor), dan advertising (memperkenalkan produk atau jasa melalui
berbagai macam iklan. Berdasarkan beberapa definisi city branding yang
telah diuraikan sebelumnya, dapat diartikan bahwa city branding merupakan
sebuah proses pembentukan merek kota atau suatu daerah agar dikenal oleh
target pasar (investor, tourist, talent, event) dengan menggunakan ikon, logo,
slogan, exhibition (pameran), serta positioning yang baik dalam berbagai
bentuk media promosi. Sebuah city branding bukan hanya sebuah slogan atau
kampanye promosi, akan tetapi suatu gambaran dari pikiran, perasaan,
asosiasi, dan ekspetasi yang datang dari benak seseorang ketika melihat atau
mendengar sebuah nama, logo, produk layanan, event, ataupun berbagai
symbol dan rancangan yang menggambarkannya.
30
2.3. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini diadaptasi dari Strategic Planning Framework Model oleh Cornellisen J. (2017) dalam buku Corporate Communication: A Guide to Theory & Practice. Penelitian ini ingin melihat strategi dari implementasi penerapan dalam city branding “Enjoy Jakarta” yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
Dalam merencanakan sebuah program komunikasi, para praktisi kehumasan harus membuat kerangka kerja dari sebuah perencanaan (strategic planning framework) terlebih dahulu. Kerangka yang terdiri dari tujuh tahapan proses tersebut dapat digunakan sebagai sebuah perencanaan dari kegiatan program komunikasi. Dengan kata lain, ini dapat digunakan untuk menelusuri
Visi
Reputasi
Gambar 2. 4
Kerangka Pemikiran
Source: Corporate Communication ‘A Ground
Theory and Practice’ (2017)
31
secara spesifik suatu program atau berfokus dalam keseluruhan strategi komunikasi.
Berikut adalah proses tahapan dalam kerangka pemikiran yang diadaptasi dari Strategic Planning Framework Model oleh Cornellisen J. (2017) dalam buku Corporate Communication: A Guide to Theory & Practice.
A. Tahap 1: Menentukan sebuah perencanaanDalam hal ini, membentuk sebuah perencanaan terlebih dahulu yang berbasis pada visi dan tujuan pokok dari suatu organisasi. Suatu pesan yang memperkuat persepsi yang sejalan dengan visi organisasi tersebut.
B. Tahap 2: Menentukan tujuan komunikasiMenentukan tujuan komunikasi sedetail mungkin berdasarkan prinsip SMART (specific, measurable, achieveable, realistic, timely).
C. Tahap 3: Mengidentifikasi target audiensSegemntasi dari beberapa target audiens yang telah ditentukan. Biasanya target audiens dibagi menjadi target primer dan target sekunder. Target audiens ini merupakan fokus dari pencapaian suatu program.
D. Tahap 4: Mengidentifikasi tema dari suatu pesanMenentukan sebuah pesan inti yang ingin disampaikan. Pesan inti ini bertujuan untuk bagaimana sebuah organisasi tersebut ingin dilihat.
E. Tahap 5: Menentukan gaya pesanSebuah konsep kreatif yang mengartikulasikan daya tarik dari sebuah pesan dan implementasinya dapat berupa penggunaan slogan dan juga bentuk visual seperti gambar atau logo.
F. Tahap 6: Menentukan strategi mediaMenentukan media apa saja yang digunakan untuk mempublikasikan atau menyebarkan informasi-informasi terkait dengan program yang akan dijalankan.
G. Tahap 7: Mempersiapkan anggaranMempersiapkan anggaran untuk berbagai keperluan, seperti media buying, periklanan, mempekerjakan konsultan komunikasi, dsb.
32
Top Related