Pengertian
Gunung api (volcanoes) : suatu rekahan/bukaan, tempat keluarnya gas dan batuan dari
dalam bumi, material gunungapi berupa lava dan magma. lava adalah cairan magma yang
mengalir ke permukaan, sedangkan Magma adalah Cairan panas hasil dari material dalam bumi
(bagian kerak) yang meleleh karena panas yang naik hingga mencapai batas kedalaman
tertentu. Bahaya gunungapi yang terkait dengan gunungapi tipe stratovolcano (kerucut
gunungapi) . Tipe bahaya gunungapi :
- Aliran awan panas
- Aliran lahar
- Aliran lava pijar
- Hujan abu gunungapi
- Emisi gas beracun
Gambar Ilustrasi Terjadinya Gunungapi
Sekitar 13% dari gunung api aktif di dunia, terletak di Indonesia
Setidaknya terjadi 1 X letusan /tahun.
Dalam kurun waktu 200 tahun diperkirakan memakan 170,000 korban jiwa
Letusan G. Tambora 1815 dan G. Krakatau 1883 dicatat oleh para ahli vulkanologi dunia
sebagai letusan terdahsyat. Korban jiwa pada letusan G. Tambora ~117,000 jiwa
Letusan G. Krakatau tahun 1883 menumpahkan >10km3
80 diantaranya diklasfikasikan sebagai tipe A (berdasarkan rekaman letusannya sejak
tahun 1600), yaitu: Sumatera (12), Jawa (21), Bali (2), Nusatenggara (20), L. Banda (9),
Sulawesi Utara (6), Sangihe (5), Halmahera (5)
Aliran Lahar juga merupakan salah satu ancaman bagi masyarakat yang tinggal di lereng
gunung berapi. Lahar adalah banjir bandang di lereng gunung yang terdiri dari campuran bahan
vulkanik berukuran lempung sampai bongkah. Lahar dapat berupa lahar panas atau lahar
dingin. Lahar panas berasal dari letusan gunung api yang memiliki danau kawah, dimana air
danau menjadi panas kemudian bercampur dengan material letusan dan keluar dari mulut
gunung. Lahar dingin atau lahar hujan terjadi karena percampuran material letusan dengan air
hujan di sekitar gunung yang kemudian membuat lumpur kental dan mengalir dari lereng
gunung. Lumpur ini bisa panas atau dingin.
Awan panas adalah hasil letusan gunung api yang paling berbahaya karena tidak ada cara
untuk menyelamatkan diri dari awan panas tersebut kecuali melakukan evakuasi sebelum
gunung meletus. Awan panas bisa berupa awan panas aliran, awan panas hembusan dan awan
panas jatuhan. Awan panas aliran adalah awan dari material letusan besar yang panas, mengalir
turun dan akhirnya mengendap di dalam dan di sekitar sungai dan lembah. Awan panas
hembusan adalah awan dari material letusan kecil yang panas, dihembuskan angin dengan
kecepatan mencapai 90 km per jam. Awan panas jatuhan adalah awan dari material letusan
panas besar dan kecil yang dilontarkan ke atas oleh kekuatan letusan yang besar. Material
berukuran besar akan jatuh di sekitar puncak sedangkan yang halus akan jatuh mencapai
puluhan, ratusan bahkan ribuan kilometer dari puncak karena pengaruh hembusan angin. Awan
panas dapat mengakibatkan luka bakar pada bagian tubuh yang terbuka seperti kepala, lengan,
leher atau kaki, dan juga menyebabkan sesak napas sampai tidak bisa bernapas. Abu letusan
gunung berapi adalah material letusan yang sangat halus. Karena hembusan angin dampaknya
bisa dirasakan ratusan kilometer jauhnya.
Indonesia merupakan negara yang paling banyak memiliki gunung api di dunia. Tidak
kurang dari 500 buah gunungapi yang tersebar di Indonesia dan 129 diantarnya merupakan
gunungapi aktif, sekitar 70 dari gunungapi aktif tersebut sering meletus.
Bahaya gunungapi adalah bahaya yang ditimbulkan oleh letusan/kegiatan yang
menyemburkan benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya yang mengancam dan
cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta dalam tatanan
kehidupan manusia.
Bahaya gunung api dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu bahaya secara langsung
(primer) dan bahaya secara tidak langsung (sekunder). Kedua bahaya tersebut dapat
menimbulkan kerugian harta benda dan jiwa manusia.
Bahaya langsung (primer) merupakan bahaya yang ditimbulkan secara langsung pada saat
terjadi letusan gunungapi. Hal ini disebabkan oleh lemparan material yang langsung dihasilkan
oleh letusan gunungapi seperti : aliran lava, atau leleran batu pijar, aliran piroklastika atau
awan panas, jatuhan piroklastika atau hujan abu lebat, lontaran material pijar. Selain itu bahaya
primer juga dapat ditimbulkan karena hembusan gas beracun.
Bahaya tidak langsung (sekunder) merupakan bahaya akibat letusan gunungapi yang terjadi
setelah atau selama letusan gunungapi tersebut terjadi. Bahaya tidak langsung yang umumnya terjadi di
Indonesia adalah bahaya lahar, baik lahar Lahar dingin maupun Lahar Panas
Lahar Panas, Terjadi bila gunung api mempunyai danau kepundan. Bila terjadi erupsi (gejala
keluarnya magma melaui saluran, maka lumpur panas terdiri dari air danau yang mendidih
beserta hasil-hasil gunungapi lainnya akan mengalir kebawah dengan deras. Contoh G. Kelud di
Jawa-Timur, G. Rinjani di P. Lombok.
Lahar Dingin, bila setelah peledakan gunungapi terjadi hujan lebat yang cukup lama, maka air
hujan yang menyeret hasil-hasil gunungapi dalam jumlah besar akan mengalir kebawah. Hal ini
sangat umum terjadi disetiap gunungapi di Indonesia.
Derajat bahaya erupsi suatu gunungapi tergantung dari beberapa faktor diantaranya :
Sifat erupsi
Keadaan lingkungan dan kepadatan penduduknya
Sifat gunungapi itu sendiri
Gambar Sebaran Gunungapi Di Indonesia
Tabel 3.1 Gunung Api Di Indonesia
No Nama Gunung Api No. Gn api Tipe
Lokasi A B C
1 Jaboi / Weh 120 C Aceh
2 Seulawah Agam 103 A Aceh
3 Peut Sagoe 1 A Aceh
4 Bur Ni Geurendong 126 B Aceh
5 Bur Ni Telong 2 A Aceh
6 Gayo Leuser 128 C Sumatera Utara
7 Sinabung 4 B Sumatera Utara
8 Sibayak 3 B Sumatera Utara
9 Pusuk Bukit 5 B Sumatera Utara
10 Helatuba (Tarutung) 119 C Sumatera Utara
11 Sibual Buali 6 B Sumatera Utara
12 Sorikmarapi 7 A Sumatera Utara
13 Talakmau 8 B Sumatera Utara
14 Marapi 9 A Sumatera Barat
15 Tandikat 10 A Sumatera Barat
16 Talang 11 A Sumatera Barat
17 Kerinci 12 A Sumatera Barat
18 Kunyit 13 B Bengkulu
19 Sumbing 14 A Bengkulu
20 Belirang Beriti 118 B Bengkulu
21 Bukit Daun 115 B Bengkulu
22 Kaba 15 A Bengkulu
23 Dempo 16 A Sumatera Selatan
24 Bukit Lumut Balai 116 B Sumatera Selatan
25 Marga Bayur 130 C Sumatera Selatan
26 Sekincau Belerang 17 B Lampung
27 Pematang Bata 117 C Lampung
28 Hullubelu 109 C Lampung
29 Rajabasa 104 B Lampung
30 Anak Krakatau 18 A Selat Sunda
31 Karang 20 B Banten
32 Pulosari 19 B Banten
33 Kiaraberes Gagak 23 C Banten
34 Perbakti 22 C Banten
35 Salak 21 A Jawa Barat
36 Gede 24 A Jawa Barat
37 Tangkuban Parahu 25 A Jawa Barat
38 Patuha 26 B Jawa Barat
39 Wayang Windu 27 B Jawa Barat
40 Kawah Kamojang 29 C Jawa Barat
41 Papandayan 31 A Jawa Barat
42 Guntur 28 A Jawa Barat
43 Galunggung 32 A Jawa Barat
44 Talagabodas 33 B Jawa Barat
45 Kawah Manuk 30 C Jawa Barat
46 Kawah Karaha 34 C Jawa Barat
47 Cereme 35 A Jawa Barat
48 Slamet 36 A Jawa Tengah
49 Butak Patarangan 105 A Jawa Tengah
50 Dieng 37 A Jawa Tengah
51 Sundoro 38 A Jawa Tengah
52 Sumbing 39 A Jawa Tengah
53 Merbabu 40 A Jawa Tengah
54 Merapi 41 A Jawa Tengah
55 Unggaran 42 B Jawa Tengah
56 Lawu 43 B Jawa Tengah / Jawa Timur
57 Wilis 44 B Jawa Timur
58 Kelut 45 A Jawa Timur
59 Arjuno Welirang 46 A Jawa Timur
60 Bromo 47 A Jawa Timur
61 Semeru 48 A Jawa Timur
62 Lamongan 49 A Jawa Timur
63 Iyan Argopuro 50 B Jawa Timur
64 Raung 51 A Jawa Timur
65 Kawah Ijen 52 A Jawa Timur
66 Batur 53 A Bali
67 Agung 54 A Bali
68 Rinjani 55 A Lombok
69 Tambora 56 A Sumbawa
70 Sangiangapi 57 A Sumbawa
71 Wae Sano 58 C Flores
72 Poco Leok 89 C Flores
73 Anak Ranakah 131 A Flores
74 Inelika 60 A Flores
75 Inirie 61 A Flores
76 Ebulobo 62 A Flores
77 Iya 64 A Flores
78 Ndatu Napi 110 C Flores
79 Rokatenda 71 A Flores
80 Sukoria 66 C Flores
81 Kelimutu 65 A Flores
82 Egon 67 A Flores
83 Ile Muda 111 B Flores
84 Lewotobi Laki-laki 69 A Flores
85 Lewotobi Perempuan 68 A Flores
86 Lereboleng 70 A Flores
87 Riang Kotang 112 C Flores
88 Ile Boleng 106 A Flores
89 Batubara 75 A Flores
90 Ile Lewotolo 72 A Flores
91 Ile Werung 74 A Flores
92 Hobal 132 A Flores
93 Labalekan 73 B Flores
94 Sirung 76 A Flores
95 Yersey 127 B Flores
96 Emperor of China 108 A Laut Banda
97 Nieuwerkerk 107 A Laut Banda
98 Wetar 83 A Laut Banda
99 Damar / Wurlali 77 A Laut Banda
100 Teon / Serawerna 78 A Laut Banda
101 Nila / Laworkarwa 79 A Laut Banda
102 Serua / Legatala 80 A Laut Banda
103 Banda Api 82 A Laut Banda
104 Manuk 81 B Laut Banda
105 Makian / Kie Besi 102 A Halmahera / Maluku
106 Gamalama 100 A Halmahera / Maluku
107 Todoko 98 B Halmahera / Maluku
108 Gamkonora 99 A Halmahera / Maluku
109 Ibu 97 A Halmahera / Maluku
110 Malupang Welirang 125 A Halmahera / Maluku
111 Dukono 96 A Halmahera / Maluku
112 Una-Una / Colo 95 A Sulawesi Utara
113 Ambang 129 A Sulawesi Utara
114 Soputan 94 A Sulawesi Utara
115 Batukolok 124 C Sulawesi Utara
116 Lahendong 121 C Sulawesi Utara
117 Lakon Empung 91 A Sulawesi Utara
118 Sempu 123 B Sulawesi Utara
119 Tempang 113 C Sulawesi Utara
120 Mahawu 92 A Sulawesi Utara
121 Sarongsong 122 C Sulawesi Utara
122 Tompasu 93 C Sulawesi Utara
123 Klabat 90 B Sulawesi Utara
124 Tangkoko 89 A Sulawesi Utara
125 Ruang 88 A Sulawesi Utara
126 Karangetang 87 A Sulawesi Utara
127 Banua Wuhu 86 A Sulawesi Utara
128 Awu 85 A Sulawesi Utara
129 G.Api (Sangir) 84 A Sulawesi Utara
Jumlah gunungapi aktif di Indonesia 80 28 21 = 129
Keterangan : (diluar jumlah gunungapi aktif)
1 R. Referat
2 Cikurai Jawa Barat
3 Buyan Bratan Bali
4 Pui Flores
Sumber : Hasil kegiatan subdit pemetaan gunung api
2. Metodologi Pemetaan Gunungapi
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu perangkat yang berbasis komputer untuk
pemetaan dan analisa fenomena alam. Analisa ini memadukan antara fenomena alam di lokasi
geografis yang sangat tergantung pada pemilihan jenis peta dan jenis fenomena alam, terutama
letusan gunung berapi. Dengan teknologi SIG, kita padukan beberapa jenis peta dasar (misalnya
peta garis pantai, peta topografi, peta tata guna lahan) dengan beberapa peristiwa alam yang
terkait dengan bencana alam menjadi satu peta yang disebut sebagai peta bencana alam.
Gunungapi adalah tempat keluarnya magma, yang mampunyai kenampakan di
permukaan bumi sebagai suatu tonjolan berbentuk kerucut, deretan kerucut atau hanya
berupa lubang letusan atau kawah. Tubuh gunungapi itu tersusun dari endapan hasil
letusannya berupa batuan-batuan vulkanik yang terdiri dari lava, piroklastik, abu gunungapi dan
rempah-rempah lainnya yang terakumulasi ribuan tahun yang lampau.
Pegunungan, gunung dan gunungapi, menurut pandangan awam tidaklah
memperlihatkan suatu perbedaan yang besar. Bila dari penglihatan bentang alam saja hanya
berupa tonjolan perbukitan berbentuk kerucut atau deretan beberapa kerucut, yang
sebenarnya banyak sekali perbedaannya itu. Salah satu perbedaan dan kelebihan yang terdapat
pada gunungapi, mungkin tidak terdapat pada suatu pegunungan atau gunung yang bukan
gunung api. Perbedaan dan kelebihan itu antara lain didapatkannya sumber air panas
mengandung belerang, adanya lapangan solfatara, fumarola dan kawah-kawah bekas letusan
gunungapi tersebut.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 lempeng kerak
bumi, yaitu : Lempeng Asia, Lempeng Hindia-Australia dan Lempeng Pasifik. Akibat tumbukan
ketiga lempeng itu dapat menimbulkan jalur gunung api aktif yang memanjang 7000 km dari
Aceh sampai Sulawesi Utara, melalui Bukit Barisan (30 buah), Kepulauan Maluku (16 buah), dan
Sulawesi (18 buah). Di sepanjang jalur terseut terdapat hampir 13 % dari gunungapi dunia dan
terkenal sebagai negara yang mempunyai gunungapinya terbanyak, yaitu terdapat 129 buah
didefinisikan aktif, sedangkan di P. Jawa terdapat 21 buah tipe A, 9 buah tipe B dan 5 buah tipe
C.
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (Departemen ESDM) telah
membagi suatu klasifikasi prioritas terutama untuk pemantauan dan pengamatannya.
Klasifikasi ini didasarkan kepada tingkat kegiatannya yang diketahui terbagi menjadi 3 tipe,
adalah :
Tipe A Gunungapi yang meletus atau menunjukkan kegiatannya sejak tahun 1600, berjumlah
sebanyak 79 buah, untuk itu tipe A ini dipantau secara terus menerus kegiatannya
dari pos Pengamatan Gunungapi.
Tipe B Gunungapi yang pernah meletus, tetapi sejak tahun 1600 tidak pernah menunjukkan
peningkatan kegiatannya, berjumlah 29 buah.
Tipe C Gunungapi yang dianggap sudah padam/istirahat lama. Pada daerah ini hanya terdapat
jejak gunungapi berupa solfatara, fumarola. Berjumlah sebanyak 21 buah.
Klasifikasi itu hanya merupakan klasifikasi prioritas dalam pemantauan, karena dapat
saja terjadi perubahan, atau terjadi peningkatan kegiatan pada tipe gunungapi yang sudah lama
beristirahat, seperti halnya G. Anak Ranakah di Flores yang meletus dan mengeluarkan lava
pijar pada tahun 1988, padahal daerah itu sudah beristirahat lebih dari 15.000 tahun. Seperti
juga halnya G. Vinatubo di Filipina yang meletus tahun 1990 padahal sudah beristirahat lebih
dari 500 tahun.
Jumlah penduduk Indonesia adalah nomor 4 di dunia, terkonsentrasi di P. Jawa dan di
pulau-pulau gunungapi yang subur. Berdasarkan data yang tercatat, lebih tiga juta
penduduknya berdomisili di daerah bahaya letusan gunungapi, yang tersebar di daerah
tersebut diatas. Padahal bencana letusan gunungapi ini sudah banyak menelan korban jiwa
seperti tercatat sejak abad 19 berjumlah lebih dari 200.000 jiwa, seperti letusan Galunggung
1822 (korban 4.011 jiwa), 1982 (korban 6 jiwa), Krakatau tahun 1983 (korban 36.417 jiwa),
Tambora tahun 1815 (92.000 jiwa). Korban jiwa itu diakibatkan secara langsung dan tidak
langsung.
3. Perwilayahan Dampak Gunungapi serta Prosedur Penanganan Bencana.
Untuk melihat tingkat kegiatan dari gunung berapi tersebut dapat dilihat dari Protap Tingkat
Kegiatan Gunungapi dan Peningkatan Kewaspadaan Masyarakat
a. Aktif Normal (Tingkat I)
Pada tingkat ini gunungapi dalam keadaan normal dan tidak memperlihatkan
adanya kegiatan berdasarkan hasil pengamatan secara visual maupun hasil
pemantauan secara instrumental.
Ditingkat ini, keadaan aman, penduduk melakukan kegiatan sehari-hari dengan
tenang.
b. Waspada (Tingkat II)
Pada tingkat ini gunungapi memperlihatkan peningkatan kegiatan, berupa
kelainan yang teramati secara visual dan instrumental.
Penduduk meningkatkan kewaspadaan. Pemda dan instansi terkait memeriksa /
mengadakan bahan / sarana penyelamatan diri, melakukan penyuluhan.
c. Siaga (Tingkat III)
Gunungapi memperlihatkan peningkatan kegiatan semakin nyata, yang teramati
secara visual dan instrumental, serta berdasarkan analisis perubahan kegiatan yang
cenderung diikuti erupsi.
Di tingkat siaga : penduduk mensiagakan diri termasuk siap mengungsi. Sedangkan
Pemda dan instansi terkait mensiagakan bahan keperluan penyelamatan diri dan
pengungsian.
d. Awas (Tingkat IV)
Yaitu gunungapi memperlihatkan peningkatan kegiatan mendekati terjadinya
erupsi dan pada umumnya diikuti letusan abu atau asap.
Pada tingkat ini, penduduk mengungsi. Pemda dan instansi terkait membantu
Pengungsian dan melaksanakan tanggap darurat.
Perubahan tingkat kegiatan gunungapi tidak harus berurutan. Penentuan tingkat
kegiatan dan perubahan setiap tingkat gunungapi dilaksanakan oleh Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Geologi.
Prosedur Penanganan Bencana
3. Jenis Peta Rawan Bencana Gunungapi
Salah satu cara untuk mengantisipasi bencana, yaitu dengan meningkatkan
pengetahuan tentang gunungapi dan pengetahuan lainnya yang sangat berkaitan dengan
bencana gunungapi terutama kepada penduduk yang berdomisili di daerah rawan bencana itu,
misalnya dengan memberikan penyuluhan/bimbingan kepada penduduk di sekitar gunungapi,
sehingga akan mendapatkan tanggapan bila diperlukan saat akan menghindarkan diri atau
menjauhkan diri dari bencana gunungapi itu sebelum terjadi letusan/pada saat aktivitas
gunungapi itu meningkat. Usaha lain yang lebih baik untuk menghindar dari ancaman bahaya
sebelumnya adalah dengan membuat perencanaan yang baik dan terkoordinasi, yang
dituangkan dalam Rencana Tata Ruang.
Peta rawan bencana Gunungapi (Peta Daerah Bahaya Gunungapi), dinyatakan dalam
urutan-urutan angka dari tingkat kerawanan rendah ke tingkat kerawanan tinggi, yaitu :
Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan Rawan Bencana II dan Kawasan Rawan Bencana III.
Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir dan
tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Selama
letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu lebat
dan lontaran batu (pijar). Kawasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu :
Kawasan rawan bencana terhadap aliran masa berupa lahar/banjir, dan kemungkinan
perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini terletak di sepanjang sungai/dekat
lembah sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak
Kawasan rawan bencana terhadap jatuhan berupa hujan abu tanpa memperhatikan
arah tiupan angin dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar). Pada kawasan ini,
masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan jika terjadi erupsi/kegiatan gunung api dan
turun hujan lebat.
Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran
lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan lumpur (panas), aliran lahar dan
gas beracun, umumnya menempati lereng dan kaki gunungapi. Kawasan ini dibedakan menjadi
dua, yaitu :
Kawasan rawan bencana terhadap aliran masa berupa awan panas, aliran lava, guguran
batu (pijar), aliran lahar dan gas beracun.
Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan sepereti lontaran batu
(pijar), hujan abu lebat, dan hujan lumpur (panas). Pada kawasan ini, masyarakat
diharuskan mengungsi jika terjadi peningkatan kegiatan gunungapi, sampai daerah ini
dinyatakan aman kembali.
Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava,
lontaran batu (pijar) dan gas beracun. Kawasan ini hanya diperuntukkan bagi gunungapi yang
sangat giat atau sering meletus. Pada kawasan ini tidak diperkenankan untuk hunian atau
aktifitas apapun.
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi bertujuan untuk memberikan informasi di
dalam pengembangan wilayah dan perencanaan tata ruang wilayah. Peta tersebut berisi
informasi mengenai pembagian tingkat kerawanan bencana yang berdasarkan pada gejala
geologi, bentang alam, dan aktifitas gunungapi yang bersangkutan. Untuk mengantisipasi
terjadinya bencana yang diakibatkan oleh aktifitas gunungapi, sangat diperlukan pengetahuan
secara umum tentang gunungapi dan pengetahuan lainnya yang sangat berkaitan dengan
bencana gunungapi, terutama kepada penduduk yang berdomisili di daerah rawan bencana,
yaitu dengan memberikan penyuluhan/bimbingan kepada penduduk, sehingga dapat
menghindarkan diri atau menjauh dari wilayah gunungapi sebelum terjadi letusan atau pada
saat aktifitas gunungapi meningkat.
Selanjutnya beberapa kegiatan penting di bidang penataan ruang yang perlu dilakukan
untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam akibat letusan gunungberapi adalah seperti
diuraikan pada bagian di bawah ini.
A. Pengembangan wilayah gunungapi
Tujuan : Membantu menyiapkan master plan untuk daerah gunung-gunungapi, dimana
peta-peta yang dihasilkan merupakan salah satu acuan dalam Rencana Tata Ruang.
Berperan dalam perencanaan Tata Ruang yaitu membantu mempelajari program
pengembangan daerah rural (pedalaman atau terpencil), seperti management penambangan
pasir didaerah sungai yang berhulu dari gunung-gunungapi aktif dan multi fungsi dari fasilitas
Sabo (irigasi, micro hydro, jalan dan jembatan). Selain itu Pihak Konsultan membantu
menyiapkan program suatu project jangka panjang dengan menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG)
Membantu mengevaluasi master plan yang ada, untuk mempertimbangkan aktivitas gunungapi,
khususnya piroklastik aliran, isue penambang pasir, kondisi sosial ekonomi pada daerah studi.
Studi tersebut terdiri dari :
1. Membantu mengevaluasi skala bencana
Mempertimbangkan jumlah material piroklastik yang dihasilkan, dimana merupakan
endapan yang tidak stabil. Membantu menghitung volume endapan aliran
piroklastik.
Dengan demikian dalam jangka panjang perlu dilakukan penghitungan
kesetimbangan endapan sedimen di dalam sungai-sungai yang berasal dari puncak.
2. Membantu mengevaluasi tingkat bahaya gunungapi pada setiap tampungan sungai
(river basin):
Bila frekwensi aktivitas gunungapi cukup tinggi, kondisi topografi akan berubah oleh
endapan bahan piroklastik dengan demikian merevisi peta Kawasan Rawan Bahaya (
KRB) perlu dilakukan. Peta tersebut sangat penting tidak hanya untuk rencana
pencegahan gunungapi, tetapi juga berguna untuk memformulasikan perencanaan
pengembangan secara regional.
3. Peningkatan system evakuasi:
Penduduk yang tinggal didaerah bahaya selalu menderita terhadap ketakutan yang
tinggi akan bahaya gunungapi ketidakamanan sosial (social insecurity). Meskipun
sudah ada sistem monitoring, tanda bahaya dan evakuasi yang diberikan oleh
pemerintah untuk memitigasi kerusakan akibat bencana, tetapi masih
membutuhkan peningkatan, yaitu sistem evakuasi. Dengan mempertimbangkan
system informasi, rute evakuasi dan lokasi serta partisipasi masyarakat akan
pentingnya memahami bahaya.
4. Multi fungsi dari fasilitas chek dam
Melengkapi sabo dam dengan multi fungsinya adalah pendekatan yang berguna
untuk memaksimalkan struktur sabo yang ada dan mendukung untuk
pengembangan. regional, seperti : irigasi kanal, irigasi intek, mikro hidro, jalan dan
jembatan. Fasilitas seperti tersebut dapat memitigasi harta benda dari kerusakan
yang diakibatkan oleh gunungapi, pengamanan air irigasi dan kekurangan
infrastrutur.
6. Pembuatan Bangunan Pengendali
a. Pembuatan bangunan pengendali pengelak lahar untuk memperkecil ancaman
bahaya lahar.
b. Pembuatan terowongan pengendali volume air danau kawah pada gunungapi
berdanau kawah untuk memperkecil ancaman bahaya lahar letusan.
c. Pembuatan Bangunan Pengendali merupakan wewenang Pemerintah Daerah
setempat atau instansi terkait berdasarkan saran teknis dari Direktorat
Vulkanologi.
B. Pemetaan dalam menunjang penyiapan pengembangan tata ruang wilayah gunungapi
Pemetaan tersebut mencakup :
1. Pemetaan geomorfologi di daerah gunungapi dan sekitarnya. (berupa peta
geomorfologi)
2. Inventarisasi potensi wisata didaerah gunungapi (peta potensi wisata gunungapi)
3. Inventarisasi potensi air didaerah gunungapi (peta potensi air didaerah gunungapi)
4. Pemetaan geologi daerah gunungapi (peta geologi gunungapi)
5. Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Peta KRB Gunungapi)
6. Pemetaan zona risiko daerah gunungapi (Peta Zona Risiko)
a. Pemetaan geomorfologi didaerah gunungapi
ditujukan untuk menganalisis bentuk-bentuk topografi guna mengetahui genesa dan
proses morfologi yang ada. Hasilnya diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan
pemerintah daerah dalam penataan ruang dan tata guna lahan sebagai upaya
pengembangan wilayah di daerah gunungapi.
Metoda pendekatannya dan hasilnya didasarkan pada analisa foto udara serta didukung
pengecekan langsung di lapangan. Pemetaan geomorfologi dan pemisahan masing-
masing morfologi didasarkan pada morfogenesa, morfometri dan morfografi. Hasilnya
memberikan gambaran bentukan asal geomorfologi (geomorfologi origin) berupa
bentukan asal gunungapi (V), bentukan asal gunungapi dan struktur (VS), bentukan asal
gunungapi dan denudasi (VD), bentukan asal sedimentasi (S) dan bentukan asal fluviatil
(F).
b. Inventarisasi potensi wisata dilakukan dalam rangka menyiapkan potensi keindahan
alam di lingkungan gunungapi yang kemungkinan berpeluang dalam memperoleh dan
meningkatkan devisa negara. Potensi alam ini unik, has, segar, umumnya berada di
daerah dataran tinggi, hidup berbagai flora dan fauna serta kurangnya polusi. Potensi
wisata tersebut dapat berupa kawah, danau kawah, danau kaldera, letusan gunungapi
strombolian, kubah lava, air terjun di daerah gunungapi, airpanas, hutan lindung dan
perkebunan. Hasil inventarisasi disajikan dalam bentuk peta, gambar serta informasi
penting lainnya. Saat ini hasil inventarisasi masih dalam bentuk laporan kegiatan proyek.
d. Inventarisasi potensi air di daerah gunungapi dilakukan dalam rangka menyiapkan data
potensi air di wilayah gunungapi. Potensi tersebut berupa air kawah, air kaldera, air
terjun, mata air dingin maupun airpanas. Kegiatan tersebut terdiri dari menghitung
volume dan debit air, kedalaman kawah danau dan kaldera secara batimetri,
menganalisis karakteristik kimia sehingga dapat memberikan informasi mengenai
Potensi air didaerah gunungapi. Misalnya sebagal tenaga listrik mikro hidro, air irigasi
bagi pertanian, pengembang biakan ikan air tawar dan kemungkinan mengembangkan
industri air mineral. Hasil inventarisasi potensi air di sajikan dalam bentuk peta, gambar,
seketsa dan data kimia air. Saat ini inventarisasi potensi air masih dalam bentuk
perencanaan proyek yang akan dilaksanakan pada kegiatan mendatang.
e. Pemetaan Geologi Gunungapi yang dilaksanakan untuk memetakan sebaran produk
gunungapi, jenis produk dan komposisi, urut-urutan terbentuknya, serta sejarah
geologinya. Hal ini untuk mempelajari kemungkinan bahaya yang akan ditimbulkannya
bila tedadi letusan gunungapi yang akan datang.
f. Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Peta KRB Gunungapi) dilakukan untuk
menentukan kawasan berdasarkan tingkat kerawanannya terhadap bahaya erupsi
gunungapi.
g. Pemetaan zona risiko daerah gunungapi (peta zona risiko) telah dilaksanakan pada
beberapa gunung. Penekanannya pada permukiman penduduk disekitar gunungapi
aktif. Peta zona risiko belum di publikasikan secara luas, masih dalam bentuk laporan
kegiatan dan laporan tersebut dapat diperoleh pada perpustakaan Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Top Related