UPAYA INDIA DALAM MERESPON
PENINGKATAN AKTIVITAS TIONGKOK DI
TELUK BENGAL (BAY OF BENGAL)
PERIODE 2015-2019
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh :
Syifa Ruhani
11161130000008
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
ii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Syifa Ruhani
NIM : 11161130000008
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
UPAYA INDIA DALAM MERESPON PENINGKATAN AKTIVITAS
TIONGKOK DI TELUK BENGAL (BAY OF BENGAL) PERIODE 2015-2019.
Dan telah memenuhi syarat untuk diuji.
Jakarta, 19 Juni 2020
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
M. Adian Firnas, M.Si Irfan R. Hutagalung, LLM
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
UPAYA INDIA DALAM MERESPON PENINGKATAN AKTIVITAS
TIONGKOK DI TELUK BENGAL (BAY OF BENGAL) PERIODE 2015-2019
Oleh
Syifa Ruhani
11161130000008
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 07 Juli 2020. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Ahmad Alfajri, M.A. Eva Mushoffa, M.A.
NIP. 198507022019031105 NIP.
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 07 Juli 2020.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Jakarta
M. Adian Firnas, M.Si.
NIP.
M. Adian Firnas, M.Si. Irfan Hutagalung, LLM.
NIP.
NIP.
Penguji I, Penguji II,
v
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis upaya-upaya yang
dilakukan oleh India dalam merespon peningkatan aktivitas Tiongkok di
kawasan Teluk Bengal (Bay of Bengal) periode 2015-2019. Masalah penelitian
ini diawali dari jejak Tiongkok yang semakin meluas di Samudera Hindia,
terutama di kawasan Teluk Bengal. Meningkatnya aktivitas Tiongkok di
kawasan ini mencakup di bidang pertahanan dan ekonomi seperti kegiatan
kapal-kapal angkatan lautnya (People’s Liberation Army Navy), pembangunan
jaringan pangkalan militer luar negeri, kegiatan ekonomi dan diplomatik
Tiongkok dengan sejumlah negara yang berada di kawasan Samudera Hindia
dan pesisir Teluk Bengal. Perkembangan aktivitas Tiongkok di kawasan
tersebut tidak menyenangkan bagi India dan telah menganggu kepentingannya.
Samudera Hindia merupakan jalur komunikasi laut yang paling penting di
dunia, sementara Teluk Bengal merupakan bagian dari rute perdagangan
tersibuk. Kawasan ini menjadi pusat strategis dan ekonomi yang muncul di
kawasan Indo-Pasifik, sehingga terjadi peningkatan kepentingan dan
keterlibatan pemain ekstra-litoral di Teluk Bengal.
Dalam penelitian ini ditemukan beberapa upaya India dalam merespon
peningkatan aktivitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal. Kepentingan dan
keterlibatan Tiongkok yang terus berkembang di kawasan tersebut
menimbulkan kecurigaan serta menciptakan dilema keamanan (security
dilemma) bagi India. Dalam perspektif India, Belt and Road Initiative (BRI),
pembangunan pangkalan angkatan laut serta menguatnya ikatan Tiongkok
dengan negara-negara di Samudera Hindia dan pesisir Teluk dipandang
sebagai pengepungan (encirclement) terhadap India. Dengan menggunakan
teori Balance of Threat, India melakukan balancing sebagai bentuk upaya
dalam merespon perluasan pengaruh Tiongkok di kawasan tersebut. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan deskriptif
analitis. Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur yang bersumber dari
beberapa data sekunder seperti buku, laporan, jurnal, artikel dan sumber yang
valid lainnya.
Kata Kunci: India, Tiongkok, Teluk Bengal, Balance of Threat, security
dilemma.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji serta syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Upaya India dalam
merespon Peningkatan Aktivitas Tiongkok di Teluk Bengal (Bay of
Bengal) periode 2015-2019”. Shalawat dan salam senantiasa tak lupa penulis
haturkan kepada junjugan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Penulisan skripsi ini ditujukan untuk menyelesaikan program sarjana
(strata satu/S1) Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama proses
pengerjaan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan
berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan kali
ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, berkat kehendak dan ridho-Nya penulis mendapatkan
kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.
2. Teruntuk diri sendiri, rasa senang, bangga dan bahagia terhadap
diri sendiri yang telah bertahan selama proses penyusunan skripsi
dan berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik.
3. Kedua orangtua penulis yang tiada henti memberikan do’a dan
dukungan yang tak terhingga baik secara moral maupun materil.
vii
4. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Irfan R. Hutagalung, LLM,
yang telah membimbing, memberikan arahan, masukan serta
dukungan dalam proses penulisan skripsi, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi dengan baik.
5. Bapak Adian Firnas M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan
bimbingan selama perkuliahan dan berkenan untuk menyetujui
permohonan penyusunan skripsi.
6. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional yang
telah memberikan ilmu dan wawasan terkait perkuliahan selama
masa perkuliahan.
7. Kiki dan Nike, sahabat penulis sejak SMP dan SMA, walaupun
jarang bertemu tapi terima kasih telah menjadi tempat cerita dan
berusaha untuk memotivasi serta menghibur penulis.
8. Kawan-kawan tongkrongan “Citanduy”: Siska, Lia, Riza, Bibi,
Lely, Fitri dan Dhiza, terima kasih telah menemani penulis serta
memberikan kenangan terindah selama masa perkuliahan.
9. Segenap teman seperjuangan satu kelas HI A yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah bekerja sama dan
membantu penulis selama proses perkuliahan.
viii
10. Teman-teman penulis di FISIP UIN Jakarta dan dari kampus
lainnya angkatan 2016.
Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan atas segala bentuk
dukungan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis selama proses
perkuliahan, khususnya dalam penulisan skripsi ini. Penulis tentu menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun, dengan senang hati
penulis harapkan guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga penulisan skripsi ini dapat menambah khasanah keilmuan
pembaca dan memberikan konstribusi dalam kajian Ilmu Hubungan
Internasional.
Jakarta, 07 Juli 2020
Syifa Ruhani
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................v
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ix
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Pernyataan Masalah ..............................................................................1
B. Pertanyaan Penelitian ...........................................................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................7
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................8
E. Kerangka Teoritis ...............................................................................12
1. Teori Balance of Threat .................................................................12
2. Konsep Security Dilemma ..............................................................15
F. Metodologi Penelitian ........................................................................18
G. Sistematika Penulisan .........................................................................19
BAB II DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL INDIA – TIONGKOK ......22
A. Hubungan Bilateral India – Tiongkok tahun 1950-1962 ....................22
B. Hubungan Bilateral India – Tiongkok pada tahun 1962-1988 ...........27
C. Hubungan Bilateral India – Tiongkok tahun 1988-2005 ....................31
D. Hubungan Bilateral India – Tiongkok tahun 2005-sekarang .............35
BAB III PENINGKATAN AKTIVITAS TIONGKOK DI TELUK BENGAL
(BAY OF BENGAL) .................................................................................41
A. Kebijakan Luar Negeri Tiongkok di era Xi Jinping ...........................42
B. Strategi Tiongkok melalui String of Pearls ........................................46
C. Aktivitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal ...................................49
1. Bidang Pertahanan ..........................................................................53
x
2. Bidang Ekonomi .............................................................................56
D. Dampak dari peningkatan aktivitas Tiongkok bagi India ..................62
BAB IV RESPON INDIA TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS
TIONGKOK DI TELUK BENGAL (BAY OF BENGAL) ...................65
A. Upaya India dalam merespon peningkatan aktivitas Tiongkok di
Samudera Hindia dan Teluk Bengal ...................................................73
B. Strategi India dalam menghadapi peningkatan aktivitas Tiongkok di
Samudera Hindia dan Teluk Bengal ...................................................79
BAB V PENUTUP .................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. xiii
xi
DAFTAR GRAFIK
Grafik III.1 ................................................................................................... 55
Grafik IV.1 ................................................................................................... 67
Grafik IV.2 ................................................................................................... 68
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 ......................................................................................................2
Gambar II.1 .................................................................................................. 25
Gambar III.1 ................................................................................................. 47
Gambar III.2 ................................................................................................. 50
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini menganalisis upaya yang dilakukan oleh India dalam
merespon peningkatan militer Tiongkok di kawasan Teluk Bengal. Kehadiran
Tiongkok di Samudera Hindia mengalami peningkatan dalam dekade terakhir,
seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan militernya. Peningkatan aktivitas
militer Tiongkok di Laut Cina Selatan telah menumbuhkan insecure bagi
India, sehingga India melibatkan diri dalam kemelut yang terjadi di Laut Cina
Selatan guna menekan Tiongkok. India melihat jika Tiongkok berhasil atas
klaim Laut Cina Selatan, maka Tiongkok akan terus memperluas pengaruhnya
hingga ke Selat Malaka sekaligus menantang India di Samudera Hindia
termasuk Teluk Bengal (Bay of Bengal).1
Sejak 2015, Tiongkok mengumumkan niatnya untuk membangun
pangkalan laut asing pertamanya. Bagi Tiongkok hal tersebut dilakukan untuk
memberikan dukungan atas operasi anti-pembajakan di Samudera Hindia,
pemeliharaan perdamaian di Afrika serta menjaga jalur komunikasi laut di
Teluk Aden dan Terusan Suez. Ekspansi Angkatan Laut Tiongkok
digambarkan sebagai bagian dari strategi String of Pearls dan membangun
1 Lyle J. Goldstein, Meeting China Halfway: How to Defuse the Emerging US-China
Rivalry (Washington DC: Georgetown University Press, 2015)
2
Maritime Silk Road (MSR) sebagai bentuk kontribusi Tiongkok bagi
kemakmuran Asia.2
Sesuai dengan Buku Putih Tiongkok 2015 yang menyatakan beberapa
kebijakan antara lain pendanaan Angkatan Laut untuk menjadi angkatan laut
kelas dunia, perlindungan terhadap jalur komunikasi laut di Samudera Hindia
dan menempatkan Angkatan Laut dalam rangka melindungi dan
mempertahankan kepentingan Tiongkok.3
Gambar I.1 Peta Belt and Road Initiative (BRI) di Teluk Bengal
2 David Brewster dan Rory Medcalf, “Cocos and Christmas Islands: Building Australia’s
strategic role in Indian Ocean,” dalam Indian Ocean Islands: Illustrated Cases on Geopolitics,
Ocean and Environment, ed. Christian Bouchard dan Shafick Osman (New York: Routledge,
2018) 3 David Brewster, India and China at Sea: Competition for Naval Dominance in the
Indian Ocean (New Delhi: Oxford University Press, 2018)
3
Teluk Bengal merupakan salah satu dari tiga teluk besar di Asia selain
Teluk Arab dan Laut Cina Selatan yang menjadi arena persaingan diantara
kekuatan maritim Asia.4 Negara-negara pesisir Teluk Bengal menjadi kunci
bagi peripheral diplomacy serta bagian dari MSR Tiongkok jika dilihat dari
letaknya yang berada diantara Asia Selatan dan Asia Tenggara yang
menghubungkan Samudera Hindia dan Selat Malaka, sehingga menjadikan
Teluk Bengal penting bagi India maupun Tiongkok.
Posisi India terdapat di antara Laut Arab dan Teluk Bengal, menjadikan
Teluk Bengal sejak lama telah menjadi fokus ambisi sekaligus kecemasan bagi
India.5 Letak geografis dari Teluk Bengal memberikan keuntungan bagi India
seperti pangkalan laut dan udara di Visakhapatnam, Port Blair serta akses ke
Selat Malaka melalui Kepulauan Andaman dan Nicobar.6
India juga melihat keuntungan lain dari Teluk Bengal yang merupakan
jembatan laut ke Asia Timur sehingga India mampu membuka kerjasama yang
lebih luas dan lebih besar. Selain itu, meningkatnya aktivitas Tiongkok di
Teluk Bengal memicu India untuk menegakkan tatanan maritim yang stabil di
4 Michael Wesley, Restless Continent: Wealth, Rivalry, and Asia’s New Geopolitics
(New York: Peter Mayer Publishers, 2016) 5 Vijay Sakhuja, Asian Mariitime Power in the 21st Century: Strategic Transactions
China, India and Southeast Asia (Singapura: ISEAS Publishing, 2011) 6 Wesley, Restless Continent: Wealth, Rivalry, and Asia’s New Geopolitics
4
kawasan guna mengamankan arus barang di jalur laut yang vital serta
kebebasan navigasi bagi Angkatan Laut India.7
Saat ini, Bay of Bengal memiliki peran penting bagi pemikiran strategis
Tiongkok untuk mampu memasuki kawasan Samudera Hindia. Dengan
demikian, Tiongkok melakukan hubungan kerjasama dengan Myanmar untuk
mendapatkan kepentingan strategisnya yaitu mengakses Teluk Bengal dan
Samudera Hindia.8 Tiongkok telah melakukan beberapa upaya dalam
kerjasamanya dengan Myanmar untuk memperluas pengaruhnya ke Teluk
Bengal hingga Asia Tenggara.
Secara keseluruhan, proyek Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok
akan berencana membangun serangkaian jalur baru di benua Eurasia
(menghubungkan Tiongkok dan Rusia), Eropa (melalui Asia Tengah) dan
Samudera Hindia (melalui Myanmar dan Pakistan). Rencana Tiongkok
membangun jalur darat yang menghubungkan Tiongkok dengan Samudera
Hindia akan terbagi menjadi dua jalur yakni Xinjiang–Pakistan (melalui
Gwadar Port) dan Yunnan–Kyaukpyu (melalui Myanmar ke Bay of Bengal).9
7 Udayan Das, “Bay of Bengal: India’s Centerpiece and Springboard,” South Asian
Voices tersedia di https://southasianvoices.org/bay-of-bengal-indias-centerpiece-springboard/
(diakses pada 14 Februari 2020) 8 Jasbir Pal Singh Rakhra, “Asian Gaints in the Indian Ocean Region: Détente or
Entete,” dalam China in Indian Ocean Region, ed. Sidda Goud & Manisha Mookherjee (New
Delhi: Allied Publishers, 2015) 9 David Brewster, “The MSRI and the Evolving Naval Balance in the Indian Ocean,”
dalam China’s Maritime Silk Road Initiative and South Asia: A Political Economy Analysis of
its Purposes, Perils, and Promise, ed. Jean-Marc F. Blanchard (London: Palgrave Macmillan,
2018)
5
Kerjasama Tiongkok–Myanmar terlihat dalam pembangunan jalur pipa
minyak dan gas yang dipasok dari Timur Tengah ke Tiongkok melalui
Kyaukpyu (Myanmar). Kyaukpyu merupakan sebuah kota pesisir di sepanjang
Teluk Bengal yang terletak di negara bagian Rakhine, bagi Tiongkok proyek
ini merupakan kunci dari BRI guna mempermudah Tiongkok mengawasi jalur
pelayaran di Samudera Hindia.10 Melalui pembangunan pelabuhan Kyaukpyu
membuat kehadiran Tiongkok di sisi timur India semakin terasa. Dengan
melibatkan Myanmar melalui Kyaukpyu Port untuk menghubungkan
Tiongkok ke Samudera Hindia, maka hal tersebut akan meningkatkan
kehadiran serta memperluas pengaruh Tiongkok di Samudera Hindia terutama
Teluk Benggala.11
Kedua belah pihak masing-masing memberikan reaksi terhadap
peningkatan aktifitas laut lain. Tiongkok terus memperluas kehadiran
maritimnya melalui penyebaran pasukan angkatan laut, penjualan senjata,
pembangunan pangkalan dan fasilitas akses, diplomasi militer, penanaman
hubungan politik khusus, dan lainnya. Kemitraan Tiongkok yang berkembang
di Teluk Bengal terutama kerja sama dengan Myanmar tidak luput dari
perhatian India dan telah meningkatkan kekhawatiran India.
10 Sanjay Pulipaka, “Myanmar’s Political Transition,” dalam yanmar’s Integration
with the World: Challenges and Policy Options, ed. Prabir De & Ajitava Raychaudhuri
(London: Palgrave Macmillan, 2017) 11 Brad Peery, China vs. US: A Political Analysis of US—China Competition, a Police
State vs. a Democracy (Indiana: Archway Publishing, 2018)
6
Di tahun yang sama, kapal-kapal milik Tiongkok – People’s Liberation
Army Navy (PLAN) – sedang mengintai di sekitar Kepulauan Andaman dan
aktivitas tersebut dilakukan secara rutin. Kapal-kapal tersebut beroperasi
sangat dekat dengan garis territorial India dan semakin mendekat per setiap
dua hingga tiga bulan. Namun, India tidak memiliki kesiapan saat dihadapkan
dengan situasi ini sehingga di Kepulauan Andaman tidak ada asset militer
untuk menggertak pergerakan Tiongkok.12
Menanggapi pengepungan yang dilakukan Tiongkok melalui strategi
pangkalan dan hubungan diplomatik Tiongkok yang membentang di wilayah
Samudera Hindia, India mengambil langkah dengan memperkuat kemampuan
angkatan lautnya dan berusaha meningkatkan hubungan militer dan keamanan
dengan negara-negara sekitarnya. Kehadiran Tiongkok di wilayah tersebut
mempercepat kerjasama maritim India dengan negara-negara di kawasan.13
Dengan demikian, India berulang kali mengungkapkan
kekhawatirannya mengenai peningkatan aktifitas Tiongkok di Samuder
Hindia, terutama di kawasan Bay of Bengal. Pembangunan jalur pipa gas dan
minyak yang membentang antara Tiongkok – Myanmar melalui Kyaukpyu,
kemudian kapal-kapal yang beroperasi di sekitaran Laut Andaman dan
12 Jayanta Gupta, “Chinese naval ships detected near Andamans,” The Times of India
tersedia di https://timesofindia.indiatimes.com/india/Chinese-naval-ships-detected-near-
Andamans/articleshow/48817805.cms (diakses pada 23 Desember 2019) 13 Vidhan Pathak, “China and Francophone Western Indian Ocean Region:
Implications for Indian Interests,” Journal of Defence Studies 3, no. 4 (2009)
7
Nicobar sangat menganggu bagi stabilitas keamanan India. Presiden Modi
telah menunjukkan niat yang jelas dengan melakukan serangkaian upaya untuk
mengamankan kepentingan strategis dan nasional India. Dari uraian diatas,
penulis akan melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi
dengan judul UPAYA INDIA DALAM MERESPON PENINGKATAN
MILITER TIONGKOK DI KAWASAN TELUK BENGAL (BAY OF
BENGAL) PERIODE 2015 -2019.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang
terima kasih telah menemani, membantu penulis serta memberikan kenangan
terindah selama masa perkuliahan.menjadi pokok permasalahan yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana upaya India dalam
merespon peningkatan militer Tiongkok di kawasan Teluk Bengal (Bay
of Bengal) periode 2015 - 2019?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pemaparan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjelaskan peningkatan militer Tiongkok di kawasan
Teluk Bengal.
b. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan India untuk merespon
peningkatan aktivitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal.
8
Dengan adanya penelitian ini, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat seperti:
a. Memberikan pengetahuan bagi mahasiswa Hubungan
Internasional, khususnya mengenai persaingan maritim di kawasan
Samudera Hindia.
b. Menjadi referensi tambahan dalam mengerjakan beberapa tugas
bagi mahasiswa, khususnya dalam isu keamanan (security) dan
maritim.
c. Menjadi bahan untuk studi perbandingan atau dikembangkan lebih
jauh lagi serta dijadikan referensi dan tinjauan pustaka bagi
penelitian yang sejenis.
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka pertama adalah skripsi yang berjudul “Peningkatan
Kapabilitas Militer India sebagai Dampak Modernisasi Militer Tiongkok”,
ditulis oleh Ayu Wismayanti Wulandari, mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini berkontribusi dalam
menyoroti respon India terhadap modernisasi militer Tiongkok pada periode
2005-2015. Dalam skripsi ini, Ayu menggambarkan bahwa modernisasi
militer yang dilakukan oleh Tiongkok telah menimbulkan kesenjangan militer
9
antara India–Tiongkok, sehingga membuat India mengalami dilema
keamanan.14
Persamaan tulisan Ayu dengan penelitian ini yaitu di dalam tulisannya,
Ayu Wismayanti melihat bahwa peningkatan kapabilitas militer Tiongkok
memicu India untuk merespon serta berupaya untuk meningkatkan kondisi
keamanannya. Perbedaanya adalah skripsi tulisan Ayu Wismayanti tidak
memberikan kawasan atau regional yang spesifik, serta periode waktu yang
berbeda dengan penelitian ini. Skripsi Ayu menggunakan periode tahun 2005
sampai dengan tahun 2015, sedangkan penelitian ini lebih spesifik membahas
peningkatan aktifitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal dengan periode
tahun 2015 hingga 2019.
Tinjauan pustaka kedua bersumber dari jurnal Defence Studies oleh
Shishir Upadhyaya yang berjudul Expansion of Chinese maritime power in the
Indian Ocean: implications for India. Tulisan ini membahas ekspansi kekuatan
maritim Tiongkok yang sedang berlangsung di Samudera Hindia dengan
menganalisis dampak potensial pada keseimbangan dari kekuatan maritim
Tiongkok-India di kawasan tersebut. Dalam artikel jurnal ini juga menjelaskan
kepentingan dan kerentanan Tiongkok di Samudera Hindia, menyebutkan
faktor yang mengindikasikan perluasan kekuatan maritim di kawasan secara
massif, serta analisis terhadap strategi maritim India yang berfokus pada
14 Ayu Wismayanti, “Peningkatan Kapabilitas Militer India sebagai Dampak
Modernisasi Militer Tiongkok,”Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017
10
peningkatan kerjasama maritim bilateral untuk mengimbangi pengaruh
Tiongkok.15
Persamaan tulisan tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya
sama-sama mengulas peningkatan aktifitas Tiongkok di Samudera Hindia
dengan melihat kawasan Samudera Hindia dari perspektif Tiongkok dan upaya
yang dilakukan Tiongkok untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan,
kemudian melihat implikasinya bagi India. Selain persamaan tersebut,
penelitian ini memiliki perbedaan yakni penelitian ini menganalisa secara
umum mengenai upaya India dalam merespon peningkatan militer Tiongkok
di kawasan Samudera Hindia, kemudian akan mengerucut pada kawasan Teluk
Bengal. Sedangkan tulisan Shishir terpaku pada ekspansi kekuatan maritim
Tiongkok di kawasan Samudera Hindia.
Tinjauan pustaka terakhir dalam penelitian ini adalah sebuah artikel
jurnal yang ditulis oleh Mohammad Humayun Kabir dan Amamah Ahmad
berjudul The Bay of Bengal: Next theatre for strategic power play in Asia.
Artikel jurnal ini membahas mengenai faktor-faktor meningkatnya
signifikansi strategis Teluk Bengal dalam konteks geopolitik. Tulisan ini
diawali dengan menyoroti faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
pentingnya kawasan Teluk Bengal dari perspektif ekonomi, geopolitik dan
energi. Kemudian, melihat tujuan strategis dari negara-negara yang terlibat
15 Shishir Upadhyaya, “Expansion of Chinese maritime power in the Indian Ocean:
implications for India,” Defence Studies 17, no. 1 (2017)
11
didalamnya sehingga dapat mengetahui perubahan kawasan tersebut menjadi
pusat kepentingan.
Selain itu, di dalam artikel ini juga menjelaskan hubungan negara-
negara kecil dengan para pemain utama di kawasan Teluk Bengal yang
mengantarkan pada penjelasan mengenai tantangan terhadap stabilitas
kawasan. Tulisan ini melihat bahwa kepentingan strategis di kawasan Teluk
Bengal akan terus meningkat di tahun-tahun yang akan datang, dengan
melibatkan pemain utama dan negara-negara lain yang sedang bangkit maka
adanya permainan kekuasaan akan membentuk dinamika di kawasan
tersebut.16
Baik artikel jurnal dan penelitian ini keduanya sama-sama
menggunakan kawasan Teluk Bengal (Bay of Bengal) sebagai fokus perhatian
dalam penulisan, mengingat Teluk Bengal saat ini semakin signifikan secara
strategis bagi beberapa negara. Kemudian, keduanya juga membahas
mengenai keterlibatan Tiongkok di Teluk Bengal. Sementara itu,
perbedaannya adalah artikel jurnal ini membahas hubungan kerja sama yang
dilakukan oleh para pemain utama dengan negara-negara pesisir (littolar
countries) sedangkan yang menjadi bahasan utama dalam penelitian ini adalah
peningkatan aktivitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal.
16 Mohamad Humayun Kabir dan Amamah Ahmad, “The Bay of Bengal: Next theatre
for strategic power play in Asia,”Croatian International Relations Review 21, no. 72 (2015)
12
E. Kerangka Teoritis
1. Teori Balance of Threat
Persepsi ancaman bermula dari kekuatan (power), itulah sebabnya
mengapa negara dengan kekuatan yang besar (great power) tidak melihat
negara lain yang kekuatannya lebih kecil darinya sebagai ancaman sementara
negara dengan kekuatan yang kecil selalu menganggap great power sebagai
sebuah potensi ancaman. Sistem internasional yang anarki menggambarkan
keadaan yang kompetitif sehingga dapat menimbulkan potensi ancaman, maka
negara harus melakukan langkah atau upaya untuk survive.
Balance of threat dilihat sebagai bentuk penyempurnaan dari balance
of power. Walt menjelaskan bahwa negara tidak melakukan balancing
berdasarkan power, melainkan terhadap sesuatu yang dianggap mengancam.
Negara memilih sekutunya dan bekerja sama dengan maksud melakukan
balancing terhadap ancaman yang berbahaya. Menurut Walt, ancaman (threat)
dapat diukur dari empat variabel yaitu:17
1. Aggregate Power (kekuatan agregat)
2. Geographic Proximity (kedekatan geografis)
3. Offensive Power (kemampuan ofensif)
4. Aggressive Intentions (tingkat agresivitas)
17 Stephen M. Walt, The Origins of Alliances (London: Cornell University Press,
2014)
13
Semakin besar kekuatan agregat suatu negara, sebagaimana ditentukan
dari populasi, kemampuan militer, ekonomi dan teknologi, maka semakin
besar potensi ancaman yang ditimbulkan. Semakin dekat suatu negara serta
semakin tinggi agresivitas, maka semakin tinggi juga tingkat ancamannya.
Selain itu, semakin tinggi tingkat kekuatan ofensif yang dimiliki oleh suatu
negara, semakin tinggi tingkat ancamannya.18 Dapat disederhanakan, jika
terjadi peningkatan salah satu dari hal-hal yang disebutkan diatas, membuat
negara-negara lain akan beranggapan bahwa negara pemilik sifat-sifat ini
merupakan ancaman dan memicu negara-negara lain untuk mulai mencari cara
untuk melindungi diri.19
Dalam konteks India dan Tiongkok di Teluk Bengal bahwa segala
aktivitas Tiongkok seperti persebaran kapal-kapal angkatan laut serta
hubungan diplomatik dengan negara-negara pesisir Teluk melalui strategi
String of Pearls direpresentasikan sebagai an emerging threat. Keagresifan
militer Tiongkok di kawasan tersebut telah berkontribusi terhadap reaksi India.
Maka dari itu, India melakukan upaya balancing untuk meredam atau menekan
perluasan pengaruh Tiongkok di Teluk Bengal.
18 Nicholas Khoo, Collateral Damage: Sino-Soviet Rivalry and the Termination of
the Sino-Vietnamese Alliance (New York: Columbia University Press, 2011) 19 Stephen M. Walt, “Keeping the World “Off Balance”: Self Restraint and U.S
Foreign Policy,” dalam America Unrivaled: The Future of the Balance of Power, ed. John
Ikenberry (London: Cornell University Press, 2002)
14
Kemampuan militer antara kedua negara yang tidak seimbang memicu
India untuk melakukan internal balancing, dapat diartikan bahwa internal
balancing merupakan upaya menghadapi ancaman atau kekuatan eksternal
dengan memanfaatkan sumber daya internal seperti modernisasi militer
dengan cara meningkatkan kualitas serta kemampuan militer. India berupaya
membangun kekuatan militernya sendiri dan hal ini akan selalu menjadi
prioritas bagi India.
Namun internal balancing tidak cukup untuk menahan pengaruh
Tiongkok di kawasan, perilaku-perilaku mengancam yang dilakukan oleh
Tiongkok memicu India untuk mendekatkan dirinya dengan negara-negara
yang memiliki pandangan yang sama terhadap Tiongkok. Oleh karenanya,
India melakukan external balancing dengan mengandalkan kekuatan ekstra-
regional seperti Amerika Serikat dan Jepang serta meningkatkan intensitas
hubungan dengan negara-negara ASEAN dalam rangka menyeimbangkan
pengaruh Tiongkok di kawasan.
15
Bagan aplikasi Teori Balance of Threat
2. Konsep Security Dilemma
Dalam studi Hubungan Internasional, Neorealisme menjadi salah satu
teori yang mampu menjelaskan hubungan antar negara dalam sistem
internasional. Anarki dalam system internasional menciptakan keadaan yang
kompetitif, dimana setiap negara harus berjuang untuk mempertahankan diri.
Perseteruan antar negara dapat terjadi dikarenakan tidak ada otoritas tertinggi
yang mampu menjamin keamanan dan tingkah laku suatu negara.20 Dengan
demikian, tidak adanya sebuah otoritas maka tidak ada yang mengatur
kestabilan dan keamanan dalam hubungan internasional.
20 Kenneth Waltz, “The Origins of War in International Theory,” Journal of
Interdiciplinary History 18, no.4 (1988)
16
Negara selalu berusaha untuk memaksimalkan tingkat keamanan
nasionalnya baik dari ancaman internal maupun eksternal, kondisi inilah yang
menimbulkan security dilemma. Dalam penilaian realis, security dilemma
bermula dari kebingungan atau kesalahpahaman motif dari negara lain
sehingga berakhir dengan hilangnya keamanan di kedua negara. Argumen
yang dibangun oleh pendekatan realis dalam menjelaskan security dilemma
antara lain:21
1. An anarchic environment leads to uncertainty.
2. A lack of trust that exists among states.
3. A misperception of each other’s motives or intentions.
Robert Jervis mendefinisikan security dilemma sebagai sebuah aksi
maupun reaksi antara beberapa negara dimana tindakan suatu negara untuk
meningkatkan keamanannya akan berdampak atau melemahkan keamanan
negara lainnya.22 Security dilemma juga dapat didefinisikan sebagai suatu hasil
dari rasa takut, ketidakamanan, ketidakpercayaan antara negara-negara yang
hidup di dalam sistem internasional yang anarki. Dengan demikian
menciptakan kondisi dimana negara-negara berlomba untuk mengejar
tujuannya dengan maksud mempertahankan dirinya.23
21 Muhammad Shoaib Pervez, Security Community in South Asia: India-Pakistan
(New York: Routledge, 2013) 22 Robert Jervis, “Cooperation under Security Dilemma,” World Politics 30, no. 2
(1978) 23 Marc A. Genest, Conflict and Cooperation: Evolving theories of International
Relations 2nd Edition (California: Thomson Wadsworth, 2004)
17
Sistem internasional yang anarki memberikan ruang bagi suatu negara
untuk melakukan perilaku agresif sehingga memicu negara lain untuk
meningkatkan keamanannya. Security dilemma menyebabkan kecurigaan
antarnegara mengenai keselamatan negaranya di masa mendatang,
itikad/intensi setiap perilaku negara, serta power yang dimiliki oleh setiap
negara. Di sisi lain, negara tersebut mungkin tidak bermaksud untuk
mengancam negara lain, peningkatan power mungkin dilakukan untuk
mencapai posisi tertentu dalam sistem internasional.24
Security dilemma antara India dan Tiongkok terjadi sejak perang 1962
yang dilatarbelakangi oleh sengketa perbatasan kemudian berlangsung hingga
saat ini. Sejak Tiongkok mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat
kemudian secara bertahap meningkatkan pengaruhnya ke Samudera Hindia
dan Teluk Bengal. Kehadiran militer Tiongkok menjadi permulaan dari
pengaruh agresifnya di kawasan dan menambah gesekan antara kedua negara.
India melihat aktivitas tersebut mengancam keamanan serta menganggu
kepentingannya di kawasan.
24 Radityo Dharmaputra, “Neorealisme,” dalam Teori Hubungan Internasional:
Perspektif-perspektif Klasik, ed. Visensio Dugis (Surabaya: Airlangga University Press, 2018)
18
F. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dalam skripsi
ini. Menurut Moloeng, penelitian kualitatif ini bermaksud untuk memahami
fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain-lain yang ditulis dengan cara deskripsi dan
diuraikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah.25 Penelitian kualitatif menekankan pada pemahaman terkait
masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realita yang
holistis, kompleks, dan rinci yang memiliki tujuan penyusunan konstruksi teori
atau hipotesis dengan mengungkapkan fakta.26
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan
(library research). Peneliti mendapatkan informasi yang diperlukan dengan
mengumpulkan sejumlah buku, majalah, yang berkenaan dengan masalah dan
tujuan penelitian. Dalam teknik ini, penulis melakukan penambahan informasi
dengan membaca dan mempelajari beberapa buku yang berhubungan dengan
masalah yang sedang diteliti guna mendapat informasi lain yang mendukung
hasil penelitian.27
25 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT Mizan
Publika, 2011) 26 Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Sukabumi:
CV Jejak, 2018) 27 Endang D. dan Nanan W., Metode Penulisan Karya Ilmiah (Bandung:
Laboraterium Pendidikan Kewarganegaraan, 2009)
19
Berdasarkan rumusan tujuan sebelumnya, maka penelitian ini akan
menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis
dalam menyusun skripsi ini. Metode deskriptif analitis menurut Soegiono,
suatu metode yang berfungsi untuk memberikan penjelasan (deskripsi) atau
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah
terkumpul. Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif analitis mengambil
masalah atau memusatkan perhatian pada masalah, yang kemudian diolah dan
dianalisis untuk diambil kesimpulannya.28
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini terbagi menjadi lima bab yang terdiri atas:
Bab I: Pendahuluan
Bab ini berisikan penyataan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan
manfaat penelitian, kerangka konseptual, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian, serta sistematika penulisan. Pembahasan pada bab ini bertujuan
untuk mengetahui maksud, tujuan, dan metode yang digunakan untuk
penelitian ini.
Bab II: Dinamika Hubungan Bilateral India – Tiongkok
Pada bab ini akan berfokus pada pembahasan hubungan bilateral India
dan Tiongkok disertai dengan dinamika yang terjadi diantara kedua negara.
Sebelum pada bab-bab selanjutnya, bagian ini penting dibahas untuk
28 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2009)
20
memberikan gambaran umum mengenai hubungan bilateral India dan
Tiongkok. Sehingga dari penjelasan tersebut, mampu mendapat alasan dari
rasa insecure India akibat perluasan pengaruh Tiongkok di kawasan Samudera
Hindia terutama Teluk Bengal, mengingat India juga memiliki kepentingan
strategis dan nasional di dalamnya.
Bab III: Peningkatan Aktivitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal
Bab ini akan memberikan gambaran mengenai peningkatan aktivitas
Tiongkok di kawasan Teluk Bengal. Tujuan bab ini adalah ingin mengetahui
aktifitas Tiongkok kawasan tersebut yang saat ini menjadi arena persaingan
selanjutnya setelah Laut Cina Selatan. Pada kawasan Teluk Bengal, terdapat
pulau-pulau milik India seperti Andaman dan Nicobar, serta kota pesisir
Visakhapatnam. Sehingga, kehadiran Tiongkok di kawasan Teluk Bengal telah
memancing pemerintah India untuk berupaya melindungi status quo serta
kepentingan strategisnya.
Bab IV: Respon India terhadap peningkatan aktivitas Tiongkok di
Teluk Bengal (Bay of Bengal)
Bab ini akan berisikan analisa upaya India dalam merespon
peningkatan aktifitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal. Kapal-kapal
Tiongkok yang melakukan patroli di kawasan tersebut serta hubungan soft-
diplomacy Tiongkok dengan negara-negara di kawasan yang membuat India
khawatir, sehingga mendorong India untuk melakukan serangkaian upaya
guna menghadapi ancaman terburuk. Analisa ini bertujuan untuk menjawab
21
pertanyaan mengenai upaya yang dilakukan India dalam merespon kehadiran
Tiongkok sekaligus mengamankan kawasan Teluk Bengal.
Bab V: Penutup
Pada bab ini akan berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya, yang
nantinya akan menjelaskan hasil inti dari penelitian yang sedang lakukan.
22
BAB II
DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL INDIA – TIONGKOK
Dalam bab ini dipaparkan hubungan diplomatik India – Tiongkok,
serta menganalisis dinamika hubungan keduanya yang mengalami pasang
surut sejak 1950. Bab ini juga akan membahas konflik yang terjadi antara India
– Tiongkok terutama mengenai sengketa wilayah di perbatasan kedua negara.
Sejak India mendapatkan kemerdekaannya pada 15 Agustus 1947 dan
Tiongkok muncul sebagai negara komunis yang kemudian dikenal dengan
People Republic of China (PRC) pada 1 Oktober 1949, India menjadi negara
non-komunis pertama yang membangun hubungan diplomatik dengan
Tiongkok.29
A. Hubungan Bilateral India–Tiongkok tahun 1950-1962
India dan Tiongkok keduanya berada pada tahap yang sama-sama
merencanakan pembangunan nasional sejak awal 1950-an, seiring dengan
kemerdekaan India pada 1947 dan Tiongkok pada 1949. Sesaat setelah India
dan Tiongkok menjadi negara merdeka, hubungan bilateral diantara keduanya
dibangun atas niat baik (goodwill).30 Pada tahun-tahun awal pasca
kemerdekaan, India dengan mencoba untuk menjalin persahabatan dengan
29 M.L. Sali, India-China Border Dispute: A Case Study of the Eastern Sector (New
Delhi: APH Publishing Cooperation, 1998) 30 Adriana Erthal Abdenur, “Trans-Himalayas: From the Silk Road to World War II,”
dalam India China: Rethinking Borders and Security, ed. L. H. M. Ling, dkk. (Michigan:
University of Michigan Press, 2016)
23
Tiongkok. Setelah membangun hubungan diplomatik, kemudian keduanya
berbagi kesamaan perhatian dan tantangan.31 Pada awal periode ini, India-
Tiongkok menekankan pada hubungan yang hangat dan ramah, kemudian
munculnya gangguan dalam hubungan keduanya yang menyebabkan
pecahnya perang pada 1962. Maka dari itu, periode ini penting bagi hubungan
antara India–Tiongkok.32
Dengan perbedaan sistem politik, India adalah negara demokrasi,
sedangkan Tiongkok merupakan negara komunis, namun kedua negara
memiliki kesamaan seperti: pusat dari politik dan budaya, menanggung
kehancuran kekuasaan serta kejayaan sebelumnya pada masa kolonialisme.
Kedua negara telah menghapus pengaruh kolonial dan menghadapi tantangan
domestik dan pembangunan sosial yang sama. Maka India-Tiongkok semangat
untuk membangun solidaritas diantara keduanya, dengan asumsi bahwa tidak
ada negara yang sama-sama mengalami kesulitan muncul sebagai antagonis
terhadap satu sama lain.33
Selama tahun 1950-an, hubungan India–Tiongkok digambarkan
dengan slogan “Hindi Chini Bhai-Bhai” yang diartikan Indians and Chinese
31 Arvind Kumar, “Future of India-China Relations: Challenges and Prospects,”
UNISCI Discussion Papers (Oktober 2010) 32 Hu Xiaowen, “The 1950s in China-India Relations,” dalam Routledge Handbook
of China-India Relations, ed. Kanti Bajpai, dkk. (New York: Routledge, 2020) 33 Markus B. Liegl, China’s Use of Military Force in Foreign Affairs: The Dragon
Strikes (New York: Routledge, 2018)
24
are brothers.34 Pada 1954, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru mencetuskan
hubungan kerjasama dengan Tiongkok melalui the Five Principles of Peaceful
Coexistence atau Panchsheel Agreement. Perjanjian ini memuat sebanyak lima
poin antara lain: 1) mutual respect for each other’s territorial integrity and
sovereignty; 2) mutual non-aggression; 3) non-interference in each other’s
domestic affairs; 4) equality and benefit; 5) peaceful coexistence.35
Dalam periode ini, baik kepala negara India maupun Tiongkok,
keduanya saling berkunjung satu sama lain. Hal ini menandai bahwa hubungan
diplomatik kedua negara resmi dibangun pada 1 April 1950.36 Hubungan
keduanya terlihat ketika India menganjurkan keikutsertaan Tiongkok dalam
Dewan Keamanan PBB serta membujuk negara-negara lain untuk turut
mendukung pengajuan Tiongkok untuk mendapatkan kursi di Dewan
Keamanan PBB. Pada tahun yang sama, kedua negara menandatangani
perjanjian kerjasama dalam Tibetan Trade and Intercourse.37 Dengan adanya
kerjasama serta perjanjian tersebut, hubungan yang terjalin diantara keduanya
mampu menutupi perbedaan diantara kedua negara. Maka dapat dikatakan
34 Andrew Small, The China-Pakistan Axis: Asia’s New Geopolitics (New York:
Oxford University Press, 2015) 35 Aldo D. Abitol, “Causes of the 1962 Sino-Indian War: A Systems Level
Approach,” Josef Korbel Journal of Advanced International Studies (Summer 2009) 36 Amardeep Athwal, China–India Relations: Contemporary dynamics (New York:
Routledge, 2008) 37 Anton Harder, “Not at the Cost of China: New Evidence Regarding US Proposals
to Nehru for Joining the United Nations Security Council,” Working Paper Cold War
International History Project (2015)
25
bahwa India–Tiongkok pada tahun 1950-an berada dalam fase bulan madu
(honeymoon phase).38
Terlepas dari peresmian hubungan bilateral India – Tiongkok melalui
perjanjian Panscheel tahun 1954, sengketa perbatasan antara kedua negara
tetap menjadi masalah yang sulit untuk diselesaikan. Secara bersamaan,
Tiongkok mengeluarkan peta baru yang mengklaim NEFA (Arunachal
Pradesh) dan Aksai Chin sebagai bagian dari wilayah Tiongkok.39 Perdana
Menteri Zhou Enlai merespon bahwa garis McMahon merupakan produk dari
kebijakan agresi Inggris atas Tibet dan pemerintah Tiongkok tidak pernah
mengakui garis tersebut.40
Gambar II.1 Peta Sengketa Perbatasan India dan Tiongkok
38 “Chronicle of Sino-Indian relations,” China.org.cn tersedia di
http://www.china.org.cn/world/China-India/2010-03/24/content_19676949.htm (diakses
pada 13 Maret 2020) 39 Lorenz M. Luthi, “India’s relations with China, 1945-74,” dalam The Sino-Indian
War of 1962: New Perspectives, ed. Amit R. Das Gupta dan Lorenz M. Luthi (New York:
Routledge, 2017) 40 White Paper on Sino-Indian Document, India News 4, no. 17 tersedia di
https://books.google.co.id/books?id=1EEqAQAAMAAJ&printsec=frontcover&hl=id#v=one
page&q&f=false (diakses pada 13 Maret 2020)
26
Namun, India tetap berpegang teguh pada garis McMahon, melihat
perbedaan pendapat atau pandangan seperti harus diselesaikan dalam meja
perundingan. Di sisi lain, India menemukan bahwa Tiongkok telah
membangun jalan di wilayah tersebut. Jalan yang dibangun oleh Tiongkok
menghubungkan Tibet dan Xinjiang.41
Nampaknya hubungan yang semula berlangsung hangat, kemudian
ketika memasuki awal tahun 1960-an, hubungan keduanya mengalami
perubahan. Sejak Perdana Menteri Enlai mengirim surat ke New Delhi pada
1959 yang mengklaim garis McMahon adalah illegal, kemudian “Sino-Indian
boundary has never been formally delimited,” serta kedua negara harus
mengadopsi “an attitude of mutual sympathy, mutual understanding and
fairness and reasonableness in dealing with the boundary question,” pada saat
yang sama Tiongkok juga melakukan pemberontakan di Tibet.42
Pada 1960, Perdana Menteri Enlai menyambangi New Delhi untuk
bersedia mencari solusi mengenai perbatasan, namun Perdana Menteri Nehru
menolak dengan bersikeras kepada Tiongkok untuk menarik pasukannya dari
Aksai Chin. Akhirnya, Tiongkok secara sepihak menarik pasukan sejauh 20
41 Rongxing Guo, Territorial Disputes and Management Resources: A Global
Handbook (New York: Nova Science Publisher, 2007) 42 “Premier Zhou En-lai’s Letter to Prime Minister Nehru,” History and Public Policy
Program: Documents on the Sino-Indian boundary question (Peking: Foreign Language Press,
1960) tersedia di
https://digitalarchive.wilsoncenter.org/document/175958.pdf?v=bfc618a2773b51fbbe159096
697b640a
27
km dan menghentikan patrol untuk menghindari konflik.43 Sehingga dapat
dikatakan, sengketa perbatasan yang belum terselesaikan serta terjadinya
kesalahpahaman telah menghalangi keberlangsungan hubungan India–
Tiongkok sehingga membawanya ke dalam perang yang pecah pada 1962.44
B. Hubungan Bilateral India–Tiongkok pada tahun 1962-1988
Akhir tahun 1950-an, India dan Tiongkok terus mengupayakan
negosiasi sengketa perbatasan dan mengharapkan negosiasi ini merupakan
solusi diplomatik untuk mempertahankan hubungan diplomatik kedua negara.
Perdana Menteri Nehru terus memberikan tekanan kepada Tiongkok melalui
forward policy.45 Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk mencegah gangguan
dari Tiongkok dengan mendirikan pos militer sedekat mungkin dengan
McMahon Line untuk mengontrol perbatasan.
Tiongkok memberikan respon terhadap forward policy dengan
mengejutkan India melalui pengerahan pasukan militernya ke perbatasan India
– Tiongkok dan menyebutnya sebagai “counter attack in self-defence”. Pada
43 Ananth Krishnan, “Crossing the point of no return,” The Hindu tersedia di
https://www.thehindu.com/opinion/op-ed/crossing-the-point-of-no-return/article4028362.ece
(diakses pada 4 Maret 2020) 44 Srinath Raghavan, “A Missed Opportunity: The Nehru-Enlai Summit of 1960,”
NMML Occasional Paper: History and Society (Delhi: Nehru Memorial Museum and Library,
2015) tersedia di http://125.22.40.134:8080/jspui/handle/123456789/3980 45 Andrew Binghan Kennedy, The international Ambitious of Mao and Nehru:
National Efficacy Beliefs and the Making of Foreign Policy (Cambridge: Cambridge
University Press, 2012)
28
10 Oktober 1962, Tiongkok menyebarkan pasukannya ke sektor Barat dan
Timur untuk menyerang India.46
Pada 24 Oktober 1962, ketika perang masih berlangsung, Perdana
Menteri Enlai mengirimkan surat kepada Perdana Menteri Nehru. Dalam surat
tersebut, Perdana Menteri Enlai mengungkapkan perhatian dan
kekhawatirannya terhadap perang yang tengah berlangsung yang berdampak
bagi hubungan diplomatik kedua negara dan mengusulkan gencatan senjata
dan menawarkan negosiasi untuk menyelesaikan konflik sengketa. Selain itu,
Zhou Enlai juga menyarankan kedua pihak baik India maupun Tiongkok untuk
menarik pasukannya, Tiongkok akan menarik orang-orangnya dari daerah
Arunachal Pradesh.47
Pada 1 Desember 1962, pasukan Tiongkok mundur sekitar 20 km dari
garis kontrol (Line of Actual Control). Menurut pihak Tiongkok, tindakan ini
merupakan cerminan upaya Tiongkok untuk menyelesaikan perselisihan
secara damai dan memulihkan hubungan persahabatan.48 Kemudian pada 10-
12 Desember 1962, negara-negara Gerakan Non-Blok (Myanmar, Indonesia,
46 Swakshyar Saurav Talukdar, ”Sino-Indian Border Relationship from 1914-1962,”
International Journal of Humanities & Social Science Studies 2, no. 2 (September 2015) 47 Prabhash K. Dutta, ”This day in 1962: India-China war started with synchronized
attack on Ladakh, Arunachal,” India Today tersedia di
https://www.indiatoday.in/india/story/india-china-war-1962-20-october-aksai-chin-nefa-
arunchal-pradesh-1067703-2017-10-20 (diakses pada 6 Maret 2020) 48 Cheng Feng dan Larry M. Wortzel, “PLA Operation Principles and Limited War,”
dalam Chinese Warfighting: The PLA Experience Since 1949, ed. Mark A. Ryan, et al. (New
York: Routledge, 2003)
29
Kamboja, Mesir, Ghana, dan Sri Lanka) melakukan pertemuan di Kolombo
(Colombo Conference) untuk mencoba menengahi India dan Tiongkok.
Namun pada pertemuan tersebut, Tiongkok menolak proposal
sedangkan India menerimanya. Dengan demikian, kedua belah pihak tidak
dapat mencapai kesepakatan sehingga proses negosiasi pun gagal.49 Perang
India–Tiongkok 1962 mengakibatkan memburuknya hubungan dan membuat
India mengambil sikap tegas dan penuh curiga terhadap Tiongkok.
India muncul dengan sikap yang agresif ketika menyangkut dengan
perbatasan. Pada 1967, terjadi benturan antara pasukan militer India dan
Tiongkok di Sikkim. Saat itu, India mulai mendirikan pagar kawat berduri
untuk membentuk penghalang dan mengurangi ketegangan. Namun pihak
Tiongkok memandangnya sebagai penyitaan wilayah Tiongkok yang
menimbulkan protes dan mendorong terjadinya penyerangan.50 Pasukan
militer Tiongkok menembaki pasukan militer India di wilayah Nathu La,
kemudian dibalas oleh pihak India dengan menghancurkan tenda dan bunker
yang menyebabkan hilangnya banyak nyawa di pihak Tiongkok.51
49 S. K. Shah, “India and Its Neighbours: Renewed Threats and New Directions
(Delhi: Alpha Editions, 2017) 50 M. Taylor Fravel, Strong Borders Secure Nation: Cooperation and Conflict in
China’s Territorial Disputes (New Jersey: Princeton University Press, 2008) 51 Rishika Chauhan, “Differences not disputes: India’s view of the border war after
1962,” dalam Routledge Handbook of China-India Relations (New York: Routledge, 2020)
30
Namun, tampaknya hubungan India dan Tiongkok memasuki fase baru
pada 1969. Saat itu, Perdana Menteri Indira Gandhi melakukan konferensi pers
yang mengatakan bahwa pemerintah India siap untuk mencari jalan keluar dari
permasalahan sengketa dengan Tiongkok dengan mengatakan akan berusaha
kerasa untuk menemukan jalan keluar walaupun situasinya sulit dan mustahil,
hal tersebut akan terjadi apabila kedua negara mempertimbangan kepentingan
nasional masing-masing.52ˆ
Namun, proses normalisasi hubungan India – Tiongkok berlangsung
lambat karena Tiongkok tidak menanggapi tawaran Perdana Menteri Indira
Gandhi untuk memulai dialog, sehingga hubungan bilateral India – Tiongkok
mengalami kebuntuan.
Hingga pada 1981, kunjungan Huang Hua ke India dilihat sebagai
langkah progresif dalam rangka normalisasi hubungan bilateral kedua negara.
Pertemuan antara Perdana Menteri Indira Gandhi dan Menteri Huang Hua
membuahkan hasil dimana kedua belah pihak sepakat untuk melakukan
diskusi mengenai solusi masalah perbatasan serta langkah-langkah untuk
mempromosikan hubungan bilateral.53 Pada 1988, Perdana Menteri Rajiv
Gandhi melakukan kunjungan ke Tiongkok. Kunjungannya tersebut menandai
52 Sita Ramachandran, Decision Making in Foreign Policy (New Delhi: Northern
Book Centre, 1996) 53 Zhang Li, “China-India Relations: Strategic Engagement and Challenges,”Center
for Asian Studies IFRI (September 2010)
31
awal yang baru dari hubungan bilateral India–Tiongkok setelah 1954 pada
masa Perdana Menteri Nehru atau menjadi turning point dalam sejarah
hubungan kedua negara.
C. Hubungan Bilateral India – Tiongkok tahun 1988-2005
Dalam periode ini, dapat dilihat sebagai periode rapprochement yang
dimulai ketika Perdana Menteri Rajiv Gandhi berkunjung ke Beijing dan
berpuncak pada kesepakatan kemitraan strategis antara India – Tiongkok.54
Kunjungan yang dilakukan oleh Perdana Menteri Rajiv Gandhi ke Tiongkok
pada 1988 menjadi sebuah langkah bagi India untuk menormalisasikan
hubungannya dengan Tiongkok setelah kurang lebih selama 30 tahun memiliki
hubungan yang cenderung konfrontatif. Pada pertemuan tersebut, India dan
Tiongkok sepakat untuk memperluas hubungan bilateral di berbagai bidang.
Selama kunjungan, pihak India telah menandatangani beberapa
perjanjian bilateral seperti perjanjian kerjasama ilmu pengetahuan dan
teknologi, pembentukan hubungan penerbangan sipil, pertukaran budaya.55
Pada Desember 1988, India dan Tiongkok memutuskan untuk membentuk
Joint Working Group (JWP) guna memastikan perdamaian dan ketenangan di
54 S. Kalyanaraman dan Erik H. Ribeiro, “The China-India Doklam Crisis, Its
Regional Implications and Structural Factor,” Boletim de Conjuntura Nerint 2, no. 7 (2017) 55India: Foreign Policy and Government Guide Vol. 1, (Washington DC:
International Bussiness Publications, 2011)
32
daerah perbatasan, serta membuat rekomendasi untuk solusi mengenai
perbatasan.56
Setelah lebih dari 30 tahun mengalami ketegangan dan kebuntuan pada
wilayah perbatasan, pembicaraan tingkat tinggi dilakukan untuk membangun
kepercayaan (confidence-building measures). Pada September 1993, Perdana
Menteri Narasimha Rao dan Perdana Menteri Li Peng menandatangani
Agreement on the Maintenance of Peace and Tranquility along the Line of
Actual Control in the India-China Border Areas (MPTA). Perjanjian ini dibuat
berdasarkan pada perjanjian Panscheel (the Five Principles of Peaceful
Coexistence) dengan tujuan untuk menjaga perdamaian dan ketenangan di
daerah sepanjang garis kontrol.57
Kemudian, perjanjian selanjutnya ditandatangani oleh Presiden Jiang
Zemin ketika berkunjung ke New Delhi pada November 1996. India dan
Tiongkok menandatangani Agreement on Confidence Building Measures in
the Military Field along the Line of Actual Control in the China-India Border
Areas guna membangun rasa saling percaya antara kedua negara. Perjanjian
tersebut menegaskan kembali komitmen MPTA 1993 untuk mencari solusi
56 Keshav Mishra, Rapprochement Across the Himalays: Emerging India-China
Relations in Post Cold War Period (Delhi: Kalpaz Publications, 2004) 57 V.P. Malhotra, Security and Defence Related Treaties of India (New Delhi: Vij
Books India, 2010)
33
damai dalam menyelesaikan sengketa perbatasan dan untuk mengamati garis
kontrol.58
Pada Mei 1998, India melakukan uji coba nuklir. Dalam surat Perdana
Menteri Vajpayee kepada Presiden Bill Clinton, beliau menyebutkan beberapa
alasan melakukan uji coba nuklir, antara lain: 1) Tiongkok sebagai an overt
nuclear weapon, serta telah menyerang India pada 1962; 2) Tiongkok telah
memberikan bantuan kepada Pakistan untuk menjadi negara nuklir rahasia; 3)
Selama 10 tahun terakhir India telah menjadi korban dari militansi Pakistan.59
Senjata nuklir yang dikembangkan oleh India dimaksudkan sebagai
bentuk deterrence dari Tiongkok dan Pakistan. Menteri Pertahanan India
George Fernandes menambahkan, potensi ancaman India bukanlah Pakistan
melainkan Tiongkok. Menurutnya, India harus menyadari bahwa kegiatan
militer dan aliansi Tiongkok (Pakistan, Myanmar dan Tibet) telah mengelilingi
India.60 Beijing mengutuk dan mengecam tindakan serta ambisi India, di sisi
lain juga mengkhawatirkan dampaknya bagi keamanan regional. Tiongkok
menanggapi uji coba nuklir India melalui pernyataan bahwa Tiongkok
58 U.S. – China Security Review Commission, Report to Congress of the U.S.—China
Security Review Commission: The National Security Implications of the Economic
Relationship between the United States and China (Washington DC: U.S. – China Security
Review Commission, 2002) 59 Ramesh Takur, ”China’s role in India-Pakistan nuclear equation,” Australian
Strategic Policy Institute tersedia di https://www.aspistrategist.org.au/chinas-role-in-the-
india-pakistan-nuclear-equation/ (diakses pada 9 Maret 2020) 60 John F. Burns, “India’s New Defence Chief Sees Chinese Military Threat,” The
New York Times tersedia di https://www.nytimes.com/1998/05/05/world/india-s-new-
defense-chief-sees-chinese-military-threat.html (diakses pada 9 Maret 2020)
34
mengecam uji coba nuklir yang dilakukan oleh India pada 11 dan 13 Mei.
Tindakan tersebut dianggap sebagai penghinaan terhadap komunitas
internasional yang berusaha mencegah proliferasi nuklir. Hal ini akan
berdampak pada stabilitas dan perdamaian di kawasan dan dunia.61
Uji coba nuklir India telah menimbulkan keprihatinan tentang
perubahan dinamika komitmen terhadap rezim nuklir internasional dan
meningkatkan ancaman persaingan geopolitik. Persaingan tersebut dapat
memicu perlombaan senjata, sehingga mengurangi motivasi negara untuk
mematuhi kewajiban non-proliferasi dan dorongan untuk melakukan
pelucutan senjata di masa mendatang.62 Bagi Tiongkok, India yang kini
dilengkapi oleh senjata nuklir telah menghadirkan tantangan yang berbeda.
Kepemilikan nuklir oleh India mengubah struktur hard power dan memainkan
peran yang menentukan dalam membangun keseimbangan militer antara India
dan Tiongkok.63
Selain peluncuran Pokhlan II, Perdana Menteri Vajpayee mulai
membangun framework keamanan India pada serangkaian kemitraan strategis
(strategic partnership). India menjalin hubungan bilateral dan regional yang
61 Jing-Dong Yuan, “India’s Rise After Pokhran II: Chinese Analyses and
Assessment,” Asian Survey 41, no. 6 (2001) 62 Xiaoping Yang, “China’s Perceptions of India as a Nuclear Weapons Power,”
Carnegie Endowment for International Peace tersedia di
https://carnegieendowment.org/2016/06/30/china-s-perceptions-of-india-as-nuclear-
weapons-power-pub-63970 (diakses pada 8 Maret 2020) 63 Tien-Sze Fang, “The Asymmetrical Threat Perceptions in China-India Relations
after the 1998 Nuclear Tests,” The London School of Economics and Political Science, 2010
35
dirancang tidak hanya untuk memperluas soft power India, tetapi juga untuk
menyeimbangkan pengaruh Tiongkok di ASEAN dan Asia Selatan.64
D. Hubungan Bilateral India – Tiongkok tahun 2005-sekarang
Meskipun telah ada upaya untuk membangun hubungan, India dan
Tiongkok kembali memanas ketika keduanya terlibat percekcokan mengenai
Arunachal Pradesh. Pada November 2006, Duta Besar Tiongkok untuk India
Sun Yuxi membuat pernyataan, “In our position, the whole of the state of
Arunachal Pradesh is Chinese territory and Tawang (district) is only one of
the places in it. We’re claiming all of that. That is our position.” Pernyataan
ini ditolak oleh India melalui Perdana Menteri Pranab Mukherjee, “Arunachal
is an integral part of India,” hal tersebut menyebabkan defisit kepercayaan
bilateral.65
Ketegangan hubungan India–Tiongkok yang diakibarkan oleh
sengketa perbatasa terus meningkat. India merasa terancam dengan percepatan
kemampuan logistik Tiongkok di wilayah sengketa melalui pembangunan
jalan, jalur kereta api dan bendungan sungai. Tiongkok mencoba memblokir
permintaan India untuk pinjaman sebesar 2,9 miliar dolar dari Asian
64 Remy Davison, “Looking East: India and Russia in the Asia-Pacific,” dalam The
New Global Politics of the Asia-Pacific: Conflict and Cooperation in the Asian Century (New
York: Routledge, 2018) 65 “India, China in spat over border dispute ahead of Hu visit,” The Economic Times
tersedia di https://economictimes.indiatimes.com/news/international/india-china-in-spat-
over-border-dispute-ahead-of-hu-visit/articleshow/438434.cms?from=mdr (diakses pada 11
Maret 2020)
36
Development Bank (ADB) karena permintaan tersebut mencakup 60 juta dolar
untuk proyek pengelolaan banjir, pasokan air dan sanitasi di Arunachal
Pradesh. Hingga 2010, India telah menyebarkan pasukan militer dengan total
36.000 personel di daerah perbatasan.66
Selama dialog mengenai sengketa perbatasan berlangsung, telah terjadi
beberapa kasus pelanggaran di sepanjang garis kontrol yang dilakukan oleh
Tiongkok sejak 2013. Pasukan militer Tiongkok secara bertahap maju ke
daerah Ladakh dengan menduduki hampir 640 km2 dari daerah Ladakh
(Depsang, Chumar dan Pangong Tso).67
Tiongkok terus memperluas pengaruhnya dibawah Presiden Xi
Jinping. Presiden Xi mulai berkeliling ke beberapa seperti Maldives dan Sri
Lanka, memperkuat hubungan dengan Pakistan, serta mengembangkan
pengaruhnya di Nepal.68 Di bawah pemerintahan Presiden Xi, hubungan
Tiongkok–Sri Lanka terjalin dengan intensif dan India berasumsi bahwa Sri
Lanka akan menjadi the new “Pakistan”.69
66 Subir Bhaumik, “India to deploy 36.000 extra troops on Chinese border,” BBC
News tersedia di https://www.bbc.com/news/world-south-asia-11818840 (diakses pada 11
Maret 2020) 67 Shiv Aroor, “Chinese Army has occupied 640 square km in three Ladakh sectors,
says report,” India Today tersedia di https://www.indiatoday.in/india/north/story/chinese-
army-occupied-640-square-km-three-ladakh-sectors-report-209992-2013-09-05 (diakses
pada 11 Maret 2020) 68 Jason Burke, “India-China border standoff highlights tension before Xi visit,” The
Guardian tersedia di https://www.theguardian.com/world/2014/sep/16/india-china-border-
standoff-xi-visit (diakses pada 11 Maret 2020) 69 R. P. Rajagopalan, “India-China relations,” dalam Chinese Foreign Policy Under
Xi ed. Tiang Boon Ho (New York: Routledge, 2017)
37
Hubungan ekonomi dan politik Tiongkok dengan negara-negara
tetangga India yang semakin berkembang menjadi perhatian bagi India. New
Delhi menyaksikan interaksi Tiongkok dengan negara seperti Afghanistan,
Bangladesh, Myanmar, Nepal dan Sri Lanka serta minat Tiongkok di kawasan
Samudera Hindia semakin meningkat, juga tidak luput dari perhatian.70
Ketidakpercayaan diantara keduanya semakin jelas ketika kedua
negara menandatangani perjanjian lain dan kerjasama pertahanan di daerah
perbatasan, tetapi hal ini tidak mengarah pada peningkatan hubungan atau
penurunan jumlah insiden di daerah perbatasan. Semenjak pemerintahan Xi
Jinping, pendekatan Tiongkok terhadap sengketa perbatasan menjadi semakin
tegas.
Munculnya Tiongkok sebagai kekuatan baru di dunia terutama dalam
regional dimulai sejak inisiatif “openness and reform” pada 1970-an, memiliki
kekuatan militer dan cadangan nuklir yang lebih besar dari India, Tiongkok
juga bergabung dengan “great power clubs” serta memainkan peran dalam
institusi internasional seperti Shanghai Cooperation Organisation (SCO) dan
Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) telah menciptakan kesenjangan.
Kesenjangan antara India dan Tiongkok membuat Beijing tidak memandang
70 Tanvi Madan, “India’s Relations with China: The Good, the Bad, and the
(Potentially) Ugly,” Brookings tersedia di https://www.brookings.edu/opinions/indias-
relations-with-china-the-good-the-bad-and-the-potentially-ugly/ (diakses pada 11 Maret
2020)
38
India sebagai ancaman besar, sedangkan di sisi lain hal ini membuat India lebih
peka terhadap tindakan Tiongkok.71
Namun India masih melihat peluang mengenai hubungan bilateralnya
dengan Tiongkok dengan menekankan perlunya menyelesaikan perselisihan
dan mempertegas garis kontrol. Perdana Menteri Modi melihat potensi besar
dari hubungan bilateral India-Tiongkok jika kedua negara menghormati
perhatian dan kepekaan satu sama lain serta perdamaian dan stabilitas
hubungan di sepanjang perbatasan.72
Selama ini, kedua negara menikmati keuntungan dari kerjasama
ekonomi dan menjadi pasar terbesar di dunia. Dalam periode ini, Tiongkok
menjadi mitra dagang terbesar India, sementara India menjadi mitra Tiongkok
yang berkembang walaupun tidak begitu penting.73
Meskipun sengketa wilayah antara India–Tiongkok mengalami
kebuntuan, tetapi hubungan bilateral India–Tiongkok pada periode ini
diperkuat oleh adanya peningkatan pengaruh ekonomi melalui serangkaian
kerjasama dibandingkan penyelesaian masalah sengketa perbatasan, karena
71 Xiaoyu Pu, “Asymmetrical Competitors: Status Concerns,” dalam The China-India
Rivalry in the Globalization Era ed. T.V. Paul (Washington DC: Georgetown University
Press, 2018) 72 Deepshikha Ghost, “Need to Clarify Border, Resolve Dispute Quickly, Says PM
Modi Amid Border Stand-off,” NDTV tersedia di https://www.ndtv.com/india-news/need-to-
clarify-border-resolve-dispute-quickly-says-pm-modi-amid-border-stand-off-667868
(diakses pada 12 Maret 2020) 73 Mahesh Shankar, “Territory and the China-India Competition,” dalam The China-
India Rivalry in the Globalization Era ed. T.V. Paul (Washington DC: Georgetown University
Press, 2018)
39
tidak ada perkembangan (stand-off) dari dialog mengenai sengketa
perbatasan.74
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, akhir dari masa
imperialisme Inggris menyisakan ketidakpastian teritorial atau perbatasan bagi
India dan Tiongkok. Pada periode pasca awal kemerdekaan merupakan
periode optimisme singkat dimana India dan Tiongkok menjalin hubungan
bilateral. Namun, optimisme ini kemudian memudar sehingga membawa
keduanya terjebak dalam politik Perang Dingin.
Memasuki periode pasca Perang Dingin, India mulai meliberalisasi
ekonominya seiring dengan peningkatan kerjasama perdagangan bilateral
antara India dan Tiongkok. Namun masalah perbatasan, bagaimanapun, masih
tetap belum terselesaikan dan uji coba nuklir serta hubungan Pakistan-
Tiongkok terus menjadi gangguan besar bagi hubungan diplomatik kedua
negara.
Hubungan India-Tiongkok akan tetap rapuh dan rentan akibat
kesalahan persepsi, ketegangan di wilayah sengketa, serta masalah perbatasan
yang belum terselesaikan. Hal-hal tersebut dapat dipastikan hubungan antara
74 Ajai K. Rai, India’s Nuclear Diplomacy After Pokhran II (New Delhi: Dorling
Kindersley, 2009)
40
India dan Tiongkok akan terus meningkat yang ditandai dengan kompetisi dan
persaingan daripada kerjasama di masa mendatang.75
Sengketa antara India-Tiongkok tetap menjadi batu sandungan
(stumbling block) yang telah memperburuk hubungan bilateral. Tiongkok
tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menyelesaikan permasalahannya dengan
India. Dilihat dari hubungan bilateral India-Tiongkok dalam sektor ekonomi
yang semakin meningkat, banyak yang berharap bahwa kondisi ini mampu
menciptakan suatu kesepakatan, sehingga dengan terbentuknya suatu
kesepakatan akan menghilangkan batu sandungan dalam hubungan bilateral.
Namun, terlepas dari pembicaraan bilateral yang selama ini
berlangsung, kedua negara tidak juga menemukan titik terang. Bagi Tiongkok,
sengketa perbatasan menjadi penting karena memungkinkan Beijing untuk
menarik perhatian New Delhi jika diperlukan, Beijing mampu menimbulkan
krisis keamanan bagi New Delhi dengan menempatkan pasukan di wilayah
sengketa.76
75 J. Mohan Malik, “India-China Relations,” Berkshire Encyclopedia of China
tersedia di https://apcss.org/wp-content/uploads/2011/03/India-China_Relations.pdf 76 Thomas Kellogg, “The China-India Border Standoff: What Does Beijing Want?,”
Foreign Policy tersedia di https://foreignpolicy.com/2017/09/01/the-china-india-border-
standoff-what-does-beijing-want/ (diakses pada 12 Maret 2020)
41
BAB III
PENINGKATAN AKTIVITAS TIONGKOK DI
TELUK BENGAL (BAY OF BENGAL)
Dalam bab ini dipaparkan aktivitas Tiongkok di wilayah perairan
Samudera Hindia dan Teluk Bengal, terutama pasca Presiden Xi
mengumumkan gagasan Belt and Road Initiative (BRI). Selama dekade
terakhir, kehadiran Tiongkok di Samudera Hindia telah meluas secara
signifikan. Bab ini penting untuk dibahas dalam rangka melihat keagresifan
Tiongkok di Samudera Hindia dan Teluk Bengal dilihat segi ekonomi dan
pertahanan yang menarik perhatian para pemain utama di kawasan tersebut,
terutama India.
Pada abad ke-21, Tiongkok menjadi faktor yang semakin penting
dalam keseimbangan strategis Samudera Hindia dan semakin meningkatkan
ambisi strategis India di kawasan tersebut. People’s Liberation Army Navy
(PLAN) memperkuat posisinya di kawasan Asia dan kemudian meluas hingga
ke kawasan Samudera Hindia. Keagresifan Tiongkok dalam memperluas
pengaruhnya di Samudera Hindia dinilai sebagai awal untuk membangun
membangun kehadiran militer yang signifikan.77 Tindakan ofensif yang
77 Sithara Priyadharsana, ”China as a dominant naval power in the Indian Ocean,”
IJSIT 4, no. 4 (2015)
42
dilakukan Tiongkok menciptakan dilema keamanan (security dilemma) bagi
India dan negara-negara lain.
A. Kebijakan Luar Negeri Tiongkok di era Xi Jinping
Kebijakan luar negeri Tiongkok pada masa pemerintah Presiden Xi
menunjukkan sikap kebijakan luar negeri yang proaktif (更加积极, gengjia jiji)
dan berjuang untuk pencapaian (奋发有为, fenfa youwei).78 Saat ini, Tiongkok
sedang mengejar strategi untuk memperluas kekuatan dan pengaruhnya baik
dalam lingkup regional dan internasional. Presiden Xi ingin Tiongkok menjadi
aktor utama dalam tatanan internasional dan membayangkan Tiongkok
memimpin serta memperbaiki dunia di masa mendatang.79
Melalui slogan “China Dream” yang disampaikan oleh Xi Jinping
dalam pidatonya pada November 2012 (Road to Rejuvenation Speech),
kebijakan luar negeri Tiongkok telah memasuki fase yang menarik. China
Dream merupakan impian untuk membangun negara yang kuat dan makmur,
negara yang inovatif, negara dengan kekuatan laut yang kuat serta negara yang
hamonis dan indah.80 Xi Jinping menciptakan frase “China Dream” sebagai
78 William A. Callahan, “China’s Belt and Road Initiative and EU-China relations,”
dalam China and Nordic Diplomacy, ed. Bjørnar Sverdrup-Thygeson, dkk. (New York:
Routledge, 2017) 79 Baogui Zhang, “China’s foreign policy,” dalam Routledge Handbook of Politics in
Asia, ed. Shiping Hua (New York: Routledge, 2018) 80 Jianfeng Xu, “Introduction: Zhejiang’s Economic Development and the Chinese
Dream,” dalam Chinese Dream and Practice in Zhejiang – Economy, ed. Changhong Pei dan
Jianfeng Xu (Singapura: Springer Nature, 2019)
43
narasi untuk menggambarkan kebangkitan Tiongkok sebagai kekuatan besar
dan membantu Tiongkok mendapatkan kembali statusnya sebagai salah satu
peradaban terkemuka di dunia.81
Pemimpin Tiongkok saat ini menekankan perlunya “menentang
hegemoni”. Hal ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan modernisasi
militer Tiongkok, para pemimpin Tiongkok menjadi semakin yakin akan
kemampuannya untuk berurusan dengan Barat, menyelesaikan masalah
sengketa perbatasan dengan caranya sendiri, serta bersedia untuk lebih proaktif
dibandingkan bereaksi secara pasif untuk melindungi kepentingan nasional
daripada mengkompromikannya.82
Terjadinya peningkatan kekuatan Tiongkok (ekonomi dan militer),
mengungkapkan kesadaran Beijing yang semakin besar mengenai dirinya
sebagai regional power. Untuk memastikan lingkungan yang damai, Tiongkok
melihat hubungan dengan negara-negara tetangga sebagai prioritas utama
dalam urusan luar negeri peripheral diplomacy.83 Sejak memasuki era
81 Michael A. Peters, “The path of Chinese modernity: Philosophical and historical
narratives of the Chinese Dream,” dalam The Chinese Dream: Educating the Future: An
Educational Philosophy and Theory Chinese Educational Philosophy Reader Volume VII, ed.
Michael A. Peters (New York: Routledge, 2020) 82 Suisheng Zhao, “Chinese Foreign Policy as a Rising Power to find its Rightful
Place,” Perceptions 18, no. 1 (2013) 83 Gang Lin, “China’s ‘Good Neighbor’ Diplomacy: A Wolf in Sheep’s Clothing?,”
Asia Program Special Report (2005)
44
kepemimpinan Xi Jinping, kebijakan luar negeri Tiongkok berubah menjadi
lebih tegas, percaya diri, dan campuran elemen soft power dan hard power.84
Presiden Xi menekankan pada strategi untuk pencapaian dalam
membentuk lingkungan yang lebih menguntungkan Tiongkok. Beijing juga
beralih dari fokus pada great power diplomacy ke peripheral diplomacy,
pergeseran ini secara bertahap mengubah kebijakan luar negeri Tiongkok.
Sejak Xi Jinping memimpin, ia telah melakukan inisiatif dalam rangka
memperluas pengaruh dan memulihkan citra Tiongkok di kawasan tersebut.85
Dengan melakukan peningkatan hubungan dengan negara-negara
tetangga melalui peripheral diplomacy, maka akan memperkuat posisi
strategis Tiongkok dan membantu memperluas pengaruh globalnya. Dalam
Peripheral Diplomacy Work Conference pada Oktober 2013 di Beijing,
Presiden Xi menyampaikan tujuan dari peripheral diplomacy untuk
meningkatkan pengaruh strategis, ekonomi dan politiknya di kawasan Asia
Selatan, untuk memastikan perkembangan ekonomi di Tibet dan Xinjiang,
mengurangi ketidakstabilan politik, menahan pengaruh India yang sedang
84 Robert D. Blackwill dan Kurt M. Campbell, “Xi Jinping on the Global
Stage,”Council Special Report (New York: Council on Foreign Relations, 2016) 85 Vinay Kaura, “China’s South Asia Policy Under Xi Jinping: India’s Strategic
Concern,” Central European Journal of International and Security Studies 12, no. 2 (2018)
45
berkembang, mengurangi kekuatan dari Amerika Serikat dan Jepang demi
kepentingan Tiongkok dan mempromosikan integrasi ekonomi.86
Belt and Road Initiative (BRI) menjadi bagian penting dari peripheral
diplomacy Tiongkok. Proyek ini menggambarkan pentingnya negara-negara
tetangga bagi Beijing karena baik jalur laut dan jalur darat dari Belt and Road
Initiative (BRI) ini harus melalui negara-negara tetangga terlebih dahulu.87
Presiden Xi mengatakan bahwa negara-negara tetangga memiliki nilai
strategis yang sangat signifikan. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa tujuan
akhir dari peripheral diplomacy Tiongkok adalah sebagai strategi untuk
mencapai global leadership.88
Dalam Buku Putih Tiongkok 2015 dijabarkan impian Tiongkok dan
menetap tugas bagi militernya yakni: “to safeguard China’s security and
interests in new domains; to safeguard the security of China’s overseas
interests”.89 Hal ini menunjukkan bahwa militer Tiongkok akan melihat arena
di seluruh dunia, mengembangkan kemampuan proyeksi kekuatan dan
86 Vinay Kaura, “China’s South Asia Policy Under Xi Jinping: India Strategic
Concerns,” hal. 12 87 Yan Xuetong, “Diplomacy Should Focus on Neighbors,” Carniegie-Tsinghua
tersedia di https://carnegietsinghua.org/2015/01/27/diplomacy-should-focus-on-neighbors-
pub-58831 (diakses pada 16 Maret 2020) 88 Jayadeva Ranade, “China’s New Policy of Peripheral Diplomacy,” CCAS tersedia
di https://ccasindia.org/article_details.php?aid=14 (diakses pada 16 Maret 2020) 89 The State Council Information Office of the People’s Republic of China, China’s
Military Strategy 2015, tersedia di https://jamestown.org/wp-
content/uploads/2016/07/China%E2%80%99s-Military-Strategy-2015.pdf (diakses pada 17
Maret 2020)
46
angkatan lautnya beralih dari “offshore waters defense” ke kombinasi antara
“offshore waters defense” dan “open seas protection” dan membangun
gabungan, multi-functional and efficient marine combat force structure.90 Jika
ditafsirkan, sebagai berikut: bahwa setelah mengamankan pertahanan di Laut
Cina Selatan, sekarang saatnya untuk melindungi kepentingan Tiongkok di
Samudera Hindia.91
Dalam Buku Putih Tiongkok 2015 juga disebutkan bahwa, “The
traditional mentality that land outweighs sea must be abandoned, and great
importance has to be attached to managing the seas and oceans and protecting
maritime rights and interests.” Dengan demikian, dapat dilihat bahwa
keamanan maritim telah menjadi fokus utama Tiongkok dan oleh karenanya
Tiongkok memprioritaskan modernisasi angkatan lautnya.92
B. Strategi Tiongkok melalui String of Pearls
String of Pearls digambarkan sebagai manifestasi dari meningkatnya
pengaruh geopolitik Tiongkok melalui upaya untuk meningkatkan akses ke
pelabuhan dan lapangan udara, membangun kemitraan strategis, serta
90 Adarsha Verma, “Chinese Ambitions in the Indian Ocean Region” dalam East Asia
Strategic Review: China’s Rising Strategic Ambitions in Asia, ed. M.S. Prathibha (New Delhi:
Pentagon Press, 2018) 91 Brewster, India and China at Sea: Competition for Naval Dominance in the Indian
Ocean 92 Abanti Bhattacharya, “Emerging Foreign Policy Trends Under Xi Jinping,” dalam
East Asia Strategic Review: China’s Rising Strategic Ambitions in Asia, ed. M.S. Prathibha
(New Delhi: Pentagon Press, 2018)
47
modernisasi pasukan militer yang membentang dari Laut Cina Selatan melalui
Selat Malaka, melintasi Samudera Hindia, kemudian menuju Teluk Arab.93
Strategi ini dimotivasi oleh permintaan Tiongkok akan energi yang terus
meningkat serta kebutuhan untuk mendapatkan akses di sepanjang jalur
komunikasi laut yang akan menghubungkan Tiongkok ke Timur Tengah.94
Kekuatan terbesar dan kerentanan terbesarnya adalah ekonomi, maka
dari itu ekonomi menjadi inti dari kebijakan dan strategi Tiongkok. Untuk
mempertahankan pertumbuhan ekonomi, Tiongkok bergantung pada sumber
energi eksternal dan bahan baku. Dalam rangka mengamankan garis
komunikasi laut untuk kebutuhan energi dan bahan baku merupakan motivasi
utama Tiongkok dibalik “String of Pearls”.95
Gambar III.1 Peta “String of Pearls” Tiongkok
93 Christopher J. Pehrson, “String of Pearls: Meeting the Challenge of China’s Rising
Power Across the Asian Littoral,” Carlisle Papers in Security Strategy (Pennsylvania:
Strategic Studies Institute, 2006) 94 Jing-dong Yuan, “Sino-Indian Relations: Peaceful Coexistence or Pending
Rivalry,” dalam The Ashgate Research Companion to Chinese Foreign Policy, ed. Emilian
Kavalski (Farnham: Ashgate Publishing, 2012) 95 Christopher J. Pehrson, “String of Pearls: Meeting the Challenge of China’s Rising
Power Across the Asian Littoral”
48
Istilah “String of Pearls” pertama kali dimunculkan dalam sebuah
laporan Booz Allen Hamilton pada 2004 yang mengacu pada peningkatan
aktivitas Tiongkok di kawasan Samudera Hindia.96 String of Pearls Tiongkok
terdiri dari proyek pembangunan pelabuhan dan lapangan terbang, hubungan
diplomatik hingga modernisasi kekuatan. Istilah “Pearls” mencakup wilayah
dari selatan Tiongkok kemudian membentang melalui Laut Cina Selatan ke
Selat Malaka, Samudera Hindia dan di sepanjang pantai Laut Arab dan Teluk
Persia.97 Mengutip dari laporan Booz Allen Hamilton yang berjudul “Energy
Futures in Asia” dituliskan bahwa:
“China is building strategic relationships along the sea lanes from the
Middle East to the South China Sea in ways that suggest defensive and
offensive positioning to protect China’s energy interests, but also to
serve broad security objectives,”98
Dapat dikatakan bahwa dalam mengejar strategi String of Pearls,
Tiongkok berusaha membangun atau meningkatkan pangkalan angkatan laut
di beberapa negara seperti Bangladesh, Myanmar, Kamboja dan kawasan Laut
Cina Selatan untuk mencegah potensi gangguan pasokan energinya dari
potensi ancaman.99 Melalui strategi String of Pearls, Tiongkok tengah
96 Selina Ho, ”Seeing the forest for the trees: China’s shifting perceptions of India,”
dalam Handbook on China and Developing Countries, ed. Carla P. Freeman (Cheltenham:
Edward Elgar Publishing, 2015) 97 Vivian Yang, “Is China’s String of Pearls Real?” Foreign Policy in Focus tersedia
di https://fpif.org/is_chinas_string_of_pearls_real/ (diakses pada 18 Maret 2020) 98 “String of Pearls military plan to protect China’s oil: US report,” Space War
tersedia di https://www.spacewar.com/2005/050118111727.edxbwxn8.html (diakses pada 17
Maret 2020) 99 Ibid.
49
mengembangkan kemitraan strategis (strategic partnerships) dengan negara-
negara yang berada di kawasan Samudera Hindia. Tiongkok membangun
hubungan strategis dan mengembangkan kemampuan untuk meningkatkan
kehadirannya di sepanjang garis komunikasi laut (Sea Line of Communication)
yang menghubungkan Tiongkok ke Timur Tengah.100
C. Aktivitas Tiongkok di kawasan Teluk Bengal
Samudera Hindia dan Teluk Bengal muncul sebagai arena geopolitik
baru dari persaingan great power. Ketertarikan Tiongkok yang semakin besar
di Samudera Hindia ditunjukkan dengan angkatan laut Tiongkok yang semakin
sibuk. Kehadiran Tiongkok yang berkembang pesat di Samudera Hindia dalam
beberapa waktu terakhir menggarisbawahi munculnya Beijing sebagai pemain
baru di kawasan tersebut.101 Tiongkok menjadi poros Samudera Hindia dan
prospek persaingan strategis atau kerjasama dalam kawasan Samudera Hindia
akan memengaruhi keamanan India.
Kepentingan yang utama bagi Tiongkok adalah perlindungan rute
perdagangannya dimana energi diangkut dari Timur Tengah dan Afrika. Saat
ini, sekitar 80 persen impor minyak Tiongkok berasal dari Timur Tengah dan
100 Nilanti Samaranayake, “China’s Relations with the Smaller Countries of South
Asia,” dalam China and International Security: History, Strategy, and 21st-Century Policy,
ed. Donovan C. Chau dan Thomas M. Kane (California: Praeger, 2014) 101 Darshana M. Baruah, “Geopolitics of Indian Ocean Islands in 2019: Takeaways
for Traditional Powers,” Carnegie India tersedia di
https://carnegieindia.org/2020/01/09/geopolitics-of-indian-ocean-islands-in-2019-takeaways-
for-traditional-powers-pub-80824 (diakses pada 20 Maret 2020)
50
Afrika kemudian dikirim ke Tiongkok melalui Samudera Hindia, Selat Malaka
dan saluran lainnya.102 Modernisasi militer Tiongkok yang cepat dan proyeksi
kekuatannya di lingkungan terdekat telah meningkatkan kekhawatiran di
antara para tetangganya.
Perekonomian Tiongkok sangat bergantung pada rute perdagangan
yang melewati Samudera Hindia, yang merupakan jalur vital terutama untuk
pasokan energi. Tiongkok memerlukan akses yang dapat diandalkan ke
beberapa fasilitas di titik-titik utama pada kawasan tersebut.103
Gambar III.2 Peta Perluasan Angkatan Laut
Tiongkok di Samudera Hindia
102 Hu Bo, Chinese Maritime Power in the 21st Century: Strategy Planning, Policy
and Predictions 103 Zack Cooper, “Security Implications of China’s Military Presence in the Indian
Ocean,” CSIS Briefs tersedia di https://www.csis.org/analysis/security-implications-chinas-
military-presence-indian-ocean (diakses pada 20 Maret 2020)
51
Secara geografis, Teluk Bengal terletak di wilayah Timur Laut
Samudera Hindia, dengan luas sebesar 2.2 juta km2 yang menjadikan Teluk
Bengal sebagai teluk terbesar di dunia. Beberapa negara yang berada di
sepanjang Teluk Bengal seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar,
Thailand, Malaysia dan Indonesia adalah area penting dari hubungan
sekeliling (peripheral) Tiongkok. India, Myanmar dan Vietnam merupakan
tetangga darat Tiongkok, sedangkan Indonesia dan Malaysia merupakan
tetangga maritim Tiongkok.104
Teluk Bengal merupakan pusat kegiatan ekonomi vital yang
menghubungkan kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara dan Asia Timur.
Tumbuhnya kepentingan ekonomi telah menjadikan wilayah ini sebagai pusat
fokus global yang semakin penting105 karena dikelilingi oleh beberapa negara
yang memiliki populasi yang besar dan dilewati oleh beberapa rute
perdagangan penting di dunia. Dengan demikian, saat ini Teluk Bengal
menjadi arena penting dalam persaingan ekonomi dan strategis di kawasan
Indo-Pasifik.106 Seperti yang ditulis oleh Robert Kaplan bahwa, “The Bay of
104 Cuiping Zhu, “The Strategic Game in Indo-Pacific Region and Its Impact on
China’s Security,” dalam Annual Report on the Development of the Indian Ocean Region
(2018), ed. Cuiping Zhu (Singapura: Springer Nature, 2019) 105 Safiqul Islam, “The Strategies of China And India in the Bay of Bengal Region:
Revisiting Strategic Competition,” Yonsei Journal of International Studies 10, no. 1 (2018) 106 David Brewster, “The Bay of Bengal: the Indo-Pasific’s new zone of
competition,” ASPI The Strategist tersedia di https://www.aspistrategist.org.au/the-bay-of-
bengal-the-indo-pacifics-new-zone-of-competition/ (diakses pada 28 Maret 2020)
52
Bengal is returning to the centre of history, no one interested in geopolitics
can afford to ignore the Bay of Bengal any longer,”107
Teluk Bengal sendiri merupakan salah satu dari beberapa pelabuhan
utama yang termasuk dalam jalur pengiriman laut Maritime Silk Road atau
sebagai pelengkap untuk proyek Belt and Road Initiative (BRI).108 Hal ini
merupakan bagian dari strategi Tiongkok untuk mengubah Yunnan menjadi
pintu gerbang untuk terlibat dengan Samudera Hindia dan basis manufaktur
Tiongkok yang berhadapan dengan Asia Tengah dan Asia Tenggara.109
Motivasi Tiongkok memperkuat pijakannya di Teluk Bengal adalah
mengurangi ketergantungannya dengan Selat Malaka, jalur perdagangan yang
sempit dan sibuk serta merupakan salah satu jalur air paling penting di
dunia.110 Maka dari itu, Tiongkok membangun hubungan dengan negara-
negara yang berada di wilayah tersebut seperti Sri Lanka, Bangladesh, dan
Myanmar melalui investasi di bidang infrastruktur dan pertahanan, yang pada
akhirnya membuat negara-negara ini bergantung pada Tiongkok.
107 Robert D. Kaplan, “The Critical Bay of Bengal,” Stratfor Worldviewtersedia di
https://worldview.stratfor.com/article/critical-bay-bengal (diakses pada 28 Maret 2020) 108 Chongwei Zheng, dkk. 21st Century Maritime Silk Road: A Peaceful Way Forward
(Singapura: Springer Nature, 2018) 109 David Brewster, “The Challenge of Building the Bay of Bengal as an
Interconnected Region,” dalam Twenty Years of BIMSTEC: Promoting Regional Cooperation
and Integration in Bay of Bengal Region, ed. Prabir De (New York: Routledge, 2020) 110 Udayan Das, “The dynamics of the Bay of Bengal will determine Asian
geopolitics in the future,” The Telegraph tersedia di
https://www.telegraphindia.com/opinion/the-dynamics-of-the-bay-of-bengal-will-determine-
asian-geopolitics-in-the-future/cid/1690234 (diakses pada 28 Maret 2020)
53
1. Bidang Pertahanan
Tiongkok meningkatkan hubungan senjata dengan negara-negara di
kawasan Teluk Bengal seperti Sri Lanka dan Bangladesh. Sebagai tanda dari
hubungan militernya yang semakin dalam dengan Sri Lanka, selain melalui
pelatihan, Beijing memberikan hadiah berupa kapal perang frigate P-625
kepada angkatan laut Sri Lanka.111 Kehadiran kapal perang frigate Tiongkok
di pelabuhan Colombo merupakan pertanda dari permainan kekuasaan
Tiongkok di Samudera Hindia.112
Dalam pandangan Tiongkok, Sri Lanka penting bagi kepentingan
strategis jika dilihat dari faktor-faktor yang membentuk kebijakan Tiongkok
terhadap Sri Lanka. Pertama, Sri Lanka terletak ditengah kawasan Timur
Tengah dan Asia Tenggara. Hal ini memberi Beijing rute alternatif ke
Samudera Hindia. Kedua, Sri Lanka kaya akan sumber daya alam seperti batu
bara, gas alam dan minyak. Ditambah dengan jumlah populasi yang besar,
maka potensi akan perdagangan dan pasar besar akan semakin memungkinkan.
Ketiga, Tiongkok berusaha membangkitkan jalur sutra kuno yang
menghubungkan Tiongkok, Asia Tengah dan Eropa dengan BCIM-EC di
bawah Belt and Road Initiative (BRI). Proyek ini memberi manfaat bagi
111 “China gifts warship to Sri Lanka,” The Economic Times tersedia di
https://economictimes.indiatimes.com/news/defence/china-gifts-warship-to-sri-
lanka/articleshow/70255526.cms?from=mdr (diakses pada 28 Maret 2020) 112 Laura Zhou, “Chinese frigate’s arrival in Colombo under Sri Lanka flag
emblematic of Beijing power play in Indian Ocean,” South China Morning Post tersedia di
https://www.scmp.com/news/china/diplomacy/article/3017739/chinese-frigates-arrival-
colombo-under-sri-lanka-flag (diakses pada 28 Maret 2020)
54
Tiongkok serta Sri Lanka dan kawasan Asia Selatan. Keempat, kebijakan
Tiongkok terhadap Asia Selatan merupakan bagian dari tekadnya untuk
mencegah kebangkitan India di kawasan.113
Tiongkok juga menyewa pelabuhan Hambantota untuk jangka waktu
99 tahun, yang kini tengah dibangun oleh beberapa perusahaan Tiongkok dan
didanai oleh Tiongkok. Berjarak sekitar 10 hingga 12 mil dari jalur Samudera
Hindia yang menghubungkan Terusan Suez dan Selat Malaka, menjadikan
pelabuhan Hambantota berada di posisi yang strategis.114
Selaras dengan pendapat seorang shipping analyst Bloomberg
Intelligence, Rahul Kapoor bahwa, “Hambantota is a great example of the
Chinese quest for global maritime dominance. For the foreseeable future, it
remains a strategic push over commercial viability.”115 Akuisisi pelabuhan
Hambantota yang dilakukan oleh Tiongkok memudahkan Beijing memantau
kapal-kapalnya yang digunakan sebagai transporter guna memenuhi
113 S. Y. Surendra Kumar, “China’s Strategic Engagement with Sri Lanka:
Implications for India,” Contemporary Chinese Political Economy and Strategic Relations:
An International Journal 3, no. 3 (2017) 114 Peter Fuhrman, “China-owned port in Sri Lanka could alter trade routes,”
Financial Times tersedia di https://www.ft.com/content/f0d88070-9f99-11e7-9a86-
4d5a475ba4c5 (diakses pada 28 Maret 2020) 115 “Inside China’s US$1 billion port in Sri Lanka where ships don’t want to stop,” The
Straits Times tersedia di https://www.straitstimes.com/asia/south-asia/inside-chinas-us1-billion-port-in-sri-lanka-where-ships-dont-want-to-stop (diakses pada 28 Maret 2020)
55
kebutuhan energi. Di sisi lain, kedudukan Tiongkok atas pelabuhan
Hambantota juga digunakan untuk mengimbangi India di kawasan.116
Pada 2013, Bangladesh membeli dua kapal selam Tiongkok Tipe 035G
senilai 203 juta dolar AS sesuai dengan kesepakatan yang dikirim pada 2019.
Pembelian kapal selam milik Tiongkok ini merupakan prioritas utama bagi
Bangladesh dan keputusan Bangladesh untuk membeli kapal selam Tiongkok
tidak mengejutkan karena Bangladesh menempati posisi kedua setelah
Pakistan sebagai pasar terbesar untuk ekspor senjata Tiongkok.117
Grafik III.1 Daftar negara eksportir senjata Tiongkok
Penjualan senjata lainnya antara Bangladesh dan Tiongkok adalah
pemesanan dua kapal perang corvette Tipe C13B pada 2015.118 Setahun
setelahnya, Bangladesh membeli kapal selam Ming-class senilai 205 juta dolar
116 I Gusti Ngurah Arya, dkk. “Kepentingan Tiongkok dalam Akuisisi Pelabuhan
Hambantota Sri Lanka,” Jurnal Hubungan Internasional 1, no. 1 (2019) 117 Zachary Keck, “China to Sell Bangladesh 2 Submarines,” The Diplomat tersedia
di https://thediplomat.com/2013/12/china-to-sell-bangladesh-2-submarines/ (diakses pada 28
Maret 2020) 118 Gabriel Dominguez, “Bangladesh Navy receives final two Chinese-made Type
C13B corvettes,” Jane’s tersedia di https://www.janes.com/article/88149/bangladesh-navy-
receives-final-two-chinese-made-type-c13b-corvettes (diakses pada 30 Maret 2020)
56
AS. Bisnis senjata yang dilakukan oleh kedua belah pihak ditujukan sebagai
upaya Bangladesh membangun pangkalan kapal selam pertamanya di Cox’s
Bazaar dengan bantuan dari Tiongkok. Namun hingga kini, Dhaka belum
menandatangi perjanjiannya dengan Tiongkok terkait pembangunan
pangkalan kapal selam di Cox’s Bazaar.119
2. Bidang Ekonomi
Belt and Road Initiative (BRI) yang diusulkan oleh Presiden Xi,
merupakan sebuah mimpi Tiongkok untuk mempromosikan integrasi regional
yang bersamaan dengan serta konektivitas Beijing dengan negara-negara di
kawasan Asia, Eropa dan Afrika. Bangladesh-China-India-
MyanmarEconomic Corridor (BCIM-EC) dan China-Pakistan Economic
Corridor (CPEC) berkaitan erat dengan proyek Belt and Road Initiative
(BRI).120
Kerjasama ekonomi dan perdagangan yang terjalin antara Tiongkok
dengan negara anggota BCIM-EC telah mengalami peningkatan sejak
Presiden Xi mengusulkan Belt and Road Initiative (BRI) pada 2013. Dengan
adanya koridor ekonomi ini, memberikan keuntungan ekonomi yang cukup
119 Kamran Reza Chowdhury, “China to Help Bangladesh Build Submarine Base,
Senior Official Says,” Benar News tersedia di
https://www.benarnews.org/english/news/bengali/submarine-base-09122019155029.html
(diakses pada 30 Maret 2020) 120 “Vision and Actions on Jointly Building Silk Road Economic Belt and 21-st
Century Maritime Silk Road,” National Development and Reform Commission (NDRC)
tersedia di https://en.ndrc.gov.cn/newsrelease_8232/201503/t20150330_1193900.html
(diakses pada 30 Maret 2020)
57
besar, terutama akses pasar ke kawasan Asia Tenggara, peningkatan
pembangunan infrastuktur berupa transportasi, serta pembangunan zona
industri.121
Secara geo-strategis, koridor ekonomi merupakan pintu gerbang ke
tiga kawasan antara lain Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Timur. Jika
dilihat dari signifikansi geo-ekonomi, dengan konektivitas transportasi yang
ditingkatkan, sub-wilayah BCIM-EC dapat menjadi zona perdagangan dan
bisnis internasional.122
Pada Mei 2017, Myanmar menandatangi beberapa Memorandum of
Understanding (MoU) dengan Tiongkok terkait kerjasama dalam proyek Belt
and Road Initiative (BRI). Proyek BRI di Myanmar telah mencakup area
industry Kyaukpyu Special Economic Zone senilai 2,7 juta dolar serta
pelabuhan perairan (deep-sea port) di wilayah Rakhine State senilai 7,3 juta
dolar.123 Lima bulan setelahnya, Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi
meluncurkan China-Myanmar Economic Corridor (CMEC).
121 Profulla C. Sarker, “One Belt One Road Project is a Driving Force for Holistic
Development of Eurasian Region: Challenges to Bangladesh,” dalam Silk Road to Belt Road:
Reinventing the Past and Shaping the Future (Singapura: Springer Nature, 2019) 122 “Tapping potential of connectivity through BCIM-EC,” Belt & Road News
tersedia di https://www.beltandroad.news/2019/02/18/tapping-potential-of-connectivity-
through-bcim-ec/ (diakses pada 30 Maret 2020) 123 “On the Road: China’s Belt and Road Initiative is reshaping South-east Asia,”
dalam The Report: Myanmar 2018 (Jakarta: Oxford Business Group, 2018)
58
Koridor yang ditampilkan oleh CMEC yakni berbentuk Y (Y-shaped)
yang akan menghubungkan Kunming ke Mandalay yang kemudian
membentang ke timur dan barat (Yangon dan Kyaukpyu), mencakup
pembangunan infrastruktur seperti jalan dan kereta api yang mengarah dari
Yunnan melalui Muse dan Mandalay ke Kyaukpyu di Rakhine State, dimana
zona ekonomi khusus direncanakan. Pipa untuk minyak mentah yang diangkut
dari Timur Tengah ke Tiongkok juga sudah beroperasi sejak 2013, sedangkan
pipa gas alam sudah beroperasi sejak 2017.124
Pembangunan proyek pipa minyak dan gas dilakukan oleh Tiongkok
dalam rangka mengurangi ketergantungannya pada impor minyak dan gas
melalui Selat Malaka – menghindari Amerika Serikat yang kemungkinan akan
menutup selat dan mengancam pasokan energi Tiongkok –.125 Pemerintah
Tiongkok mempresentasikan China-Myanmar Economic Corridor (CMEC)
sebagai bagian dari solusi jangka panjang bagi perekenomian Myanmar yang
sedang mengalami ketidakstabilan politik domestik.126
124 Li Xia, “China-Myanmar oil pipeline carries 5 mln tonnes crude in H1,” Xinhuanet
tersedia di http://www.xinhuanet.com/english/2019-07/21/c_138245542.htm (diakses pada 4
April 2020) 125 Thompson Chau, “China-led port project inches ahead in Myanmar,” Asia Times
tersedia di https://asiatimes.com/2019/07/china-led-port-project-inches-ahead-in-myanmar/
(diakses pada 4 April 2020) 126 “Selling the Silk Road Spirit: China’s Belt and Road Initiative in Myanmar,”
Myanmar Policy Briefing tersedia di https://www.tni.org/files/publication-
downloads/bri_myanmar_web_18-11-19.pdf (diakses pada 4 April 2020)
59
Di sisi lain, dari perspektif Tiongkok, China-Myanmar Economic
Corridor (CMEC) memberikan keunggulan strategis dan konektivitas ke
kawasan Samudera Hindia yang penting untuk memajukan pembangunan
ekonomi di provinsi Yunnan. Sementara pemerintah Myanmar melihat proyek
ini memberikan kontribusi dalam pembangunan negara dengan memberikan
dukungan untuk pengembangan infrastruktur dan menciptakan peluang
investasi.127
Hubungan ekonomi antara Bangladesh dan Tiongkok tengah tumbuh,
hal tersebut terlihat dari investasi langsung Tiongkok yang meningkat di
Bangladesh. Terdapat sejumlah proyek Tiongkok di Bangladesh terutama
pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jembatan sepanjang 6 km di
wilayah Sungai Padma senilai 3,7 miliar dolar AS serta pembangkit listrik
senilai 2,5 miliar dolar AS di wilayah Payra.128
Proyek-proyek pembangunan infrastruktur Tiongkok dirancang untuk
memperkuat serta memperluas proyeksi kekuatan Beijing. Bangladesh
hanyalah salah satu elemen dari strategi Tiongkok untuk meningkatkan postur
kekuatannya secara global.129 Berdasarkan argumen Vijay Sakhuja, “Among
127Axel Harneit-Sievers, “Talking about China in Myanmar,” Heinrich-Böll-
Stiftungtersedia di https://www.boell.de/en/2019/07/18/talking-about-china-myanmar
(diakses pada 4 April 2020) 128Ibid. 129 J. Berkshire Miller, “China Making A Play at Bangladesh?,” Forbes tersedia di
https://www.forbes.com/sites/jonathanmiller/2014/01/03/china-making-a-play-at-
bangladesh/#4f3d66e01a3a (diakses pada 6 April 2020)
60
the South Asian states, Bangladesh is an important player in Beijing’s
political-military calculus and provides China with added leverage to check
Indian forces.”130 Bagi Tiongkok, Bangladesh merupakan pemain penting di
antara negara-negara di Asia Selatan yang memberikannya pengaruh
tambahan untuk memantau pergerakan India.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, serangkaian upaya
Tiongkok membantu memperkuat angkatan laut serta pembangunan
infrastruktur melalui Belt and Road Initiative (BRI) di beberapa negara
terutama Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka bertujuan untuk meningkatkan
pengaruhnya di Teluk Bengal dan Samudera Hindia. Tiongkok telah
menginvestasikan miliaran dolar untuk membangun fasilitas pelabuhan dan
merencakan rute perdagangan maritim sebagai bagian dari Belt and Road
Initiative (BRI).
Proyek tersebut merupakan bagian dari perwujudan visi besar
mengenai konektivitas Eurasia yang bertujuan untuk menghidupkan kembali
jalur sutra kuno antara lain: 1) dimulai dari Tiongkok melalui Asia Tengah ke
Eropa; 2) Asia Tenggara, Afrika dan Timur Tengah ke Eropa (21st Maritime
Silk Road). Belt and Road Initiative (BRI) bertujuan untuk
130 Vijay Sakhuja, “China-Bangladesh Relations and Potential for Regional
Tensions,” China Brief tersedia di https://jamestown.org/program/china-bangladesh-relations-
and-potential-for-regional-tensions/ (diakses pada 6 April 2020)
61
mengkonsolidasikan serangkaian koridor ekonomi darat yang mencakup
BCIM-EC, CPEC, dan Maritime Silk Road (MSR).131
Baik CPEC dan BCIM-EC, keduanya penting karena akan membawa
barang-barang melalui negara-negara di Asia Tengah kemudian melewati
Bangladesh dan Myanmar. CPEC menyediakan jalur kearah Laut Arab,
sedangkan BCIM-EC akan menyediakan jalur ke Teluk Bengal. Kedua koridor
ekonomi ini kedepannya akan melayani kepentingan Tiongkok dalam mencari
rute alternatif untuk mengangkut pasokan energi yang dibutuhkan serta
produk-produk untuk melayani pasar.132
Terletak diantara Asia Tenggara dan Asia Selatan, serta berada
ditengah rute laut yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Selat
Malaka, menjadikan Teluk Bengal semakin penting bagi geopolitik India dan
Tiongkok.133 Teluk Bengal (Bay of Bengal) kini menjadi arena persaingan
ekonomi dan strategis utama di Indo-Pasifik. Tiongkok berhasil
mengembangkan hubungan ekonomi dengan negara-negara di Samudera
131 Mohammad Aminul Karim dan Faria Islam, “Bangladesh–China–India–Myanmar
(BCIM) Economic Corridor: Challenges and Prospects,” The Korean Journal of Defense
Analysis 30, no. 2 (2018) 132 R. Sheshadri Vasan, “Implications of OBOR on Maritime Security and Security
in Indian Ocean,” dalam Sino-Indian Relations: Contemporary Perspectives, ed. R. Sidda
Goud dan Manisha Mookherjee (New Delhi: Allied Publishers, 2016) 133 Udayan Das, “Bay of Bengal: India’s Centerpiece and Springboard,”
62
Hindia dan beberapa negara di sepanjang kawasan Teluk Bengal utama seperti
Myanmar dan Bangladesh.134
Dengan intensitas yang meningkat antara Tiongkok dengan negara-
negara pesisir Teluk Bengal memberikan ruang yang semakin sempit bagi
India.135 Operasi kapal-kapal milik Tiongkok yang terus berkembang di
kawasan ini telah memicu keresahan bagi keamanan India. Angkatan Laut
Tiongkok yang beroperasi lebih sering di wilayah perairan Samudera Hindia
dan Teluk Bengal menjadi sebuah tantangan bagi India hingga pada akhirnya
menimbulkan perasaan akan pengepungan (encirclement) oleh Tiongkok.
Maka dari itu, dalam bab selanjutnya akan dibahas dan dianalisa bagaimana
upaya India dalam merespon peningkatan aktivitas Tiongkok di kedua wilayah
perairan tersebut, terutama di kawasan Teluk Bengal.
D. Dampak dari peningkatan aktivitas Tiongkok bagi India
New Delhi telah lama mengkhawatirkan keterlibatan aktif Tiongkok di
Samudera Hindia dan dikelilingi oleh apa yang disebut dengan istilah “String
of Pearls”. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia dan
anggaran pertahanan terbesar kedua, Tiongkok memiliki motivasi dan sarana
134 David Brewster, “The Rise of the Bengal Tigers: The Growing Strategic
Importance of the Bay of Bengal,” Journal of Defence Studies 9, no. 2 (2015) 135 Udayan Das, “Jostling in the Bay of Bengal,” Deccan Herald tersedia di
https://www.deccanherald.com/opinion/in-perspective/jostling-in-the-bay-of-bengal-
803438.html (diakses pada 8 Maret 2020)
63
untuk memperoleh pangkalan militer asing.136 Dengan akses yang didapat di
pelabuhan Gwadar, Tiongkok telah menumbuhkan keresahan bagi New Delhi
karena mengingat dirinya berurusan dengan aliansi Sino-Pakistan. Aktivitas
Tiongkok berupa proyek-proyek infrastruktur di kawasan akan memberikan
tempat kepada militer Tiongkok untuk mengakses Teluk Bengal.137
Penyebaran kapal-kapal Tiongkok di wilayah perairan Samudera
Hindia (Pelabuhan Gwadar) dan Teluk Bengal (Myanmar) merupakan awal
dari pengaruh agresifnya di kawasan yang menciptakan kekhawatiran bagi
India tentang kemungkinan strategi Beijing untuk membentuk pos-pos
angkatan laut sebagai tulang punggung dari proyeksi kekuatan angkatan laut
Tiongkok di wilayah tersebut. Menjalin hubungan diplomatik dengan negara-
negara pesisir yang memiliki posisi strategis dan memberikan dukungan baik
secara operasional dan strategis telah menimbulkan persepsi tentang
pengepungan (encirclement) bagi India.138
Selain pelabuhan Gwadar, Tiongkok pun mendapat akses pelabuhan
Hambantota. B. Raman, pejabat senior pemerintah India memberikan
pandangannya mengenai proyek pelabuhan Hambantota dengan mengatakan,
136 Sarath, “Indian Ocean Region – Strategic Importance,” ArcGIS StoryMaps
tersedia di https://storymaps.arcgis.com/stories/f0552ba1c62c48c48470b12fecabb0c2
(diakses pada 21 April 2020) 137 “China’ String of Pearls’ Strategy Resulted in India’s 1st Loss at the Indian
Ocean,” Eurasian Times tersedia di https://eurasiantimes.com/india-aptly-countering-chinas-
string-of-pearls-in-the-indian-ocean/ (diakses pada 21 April 2020) 138 Daniele Ermito, “China’s maritime strategy and India’s security dilemma,” Global
Risk Insight tersedia di https://globalriskinsights.com/2016/03/china-maritime-strategy-and-
india-security-dilemma/ (diakses pada 21 April 2020)
64
“A Chinese naval presence in Hambantota would add to the concerns of the
Indian Navy by increasing the vulnerability of the South to pressures from the
Chinese Navy.”139 Pembangunan pangkalan angkatan laut Hambantota
menjadi langkah Tiongkok untuk menghasilkan penempatan asset militer yang
lebih besar di kawasan, sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi India.
Dari perspektif India, proyek-proyek pelabuhan seperti di Pakistan,
Myanmar dan Sri Lanka membuktikan bahwa hal ini merupakan bagian dari
strategi “String of Pearls” dan berpendapat bahwa Tiongkok berupaya
membangun serangkaian fasilitas di wilayah Samudera Hindia untuk
mendukung aktivitas angkatan lautnya.140
Pengaruh Tiongkok yang lebih luas melalui China-Pakistan Economic
Corridor (CPEC), termasuk pembangunan proyek infrastruktur di negara-
negara pesisir, hubungan antara India-AS, serta persaingan pengaruh di Asia
merupakan faktor yang berkontribusi pada meningkatnya persaingan antara
India dan Tiongkok.141
139 Raashi Bhatia, “India encircled by China’s string of pearls?” Reuters tersedia di
http://blogs.reuters.com/india/2009/07/28/india-encircled-by-chinas-string-of-pearls/
(diakses pada 21 April 2020) 140 Terry Mobley, “The Belt and Road Initiative: Insight from China’s Backyard,”
Strategic Quarterly Studies 13, no. 3 (2019) 141 Erik Herejk Ribeiro, “The Flaring Sino-Indian Security Dilemma: Is
Conventional Deterrence Eroding?,” E-International Relations tersedia di https://www.e-
ir.info/2020/01/11/the-flaring-sino-indian-security-dilemma-is-conventional-deterrence-
eroding/ (diakses pada 21 April 2020)
65
BAB IV
RESPON INDIA TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS
TIONGKOK DI TELUK BENGAL (BAY OF BENGAL)
Bab ini akan memaparkan serangkaian upaya yang ditempuh oleh India
dalam merespon peningkatan aktivitas Tiongkok di wilayah perairan
Samudera Hindia dan Teluk Bengal dalam periode 2015-2019. Setelah pada
bab sebelumnya dijelaskan mengenai sejumlah aktivitas Tiongkok yang
semakin berkembang di kawasan tersebut dengan melihat dari sisi ekonomi
dan pertahanan. Dengan demikian, bab ini menjadi jawaban dari pertanyaan
penelitian yang dikemukakan. Penelitian ini menggunakan teori Balance of
Threat serta konsep security dilemma untuk menjawab pertanyaan penelitian
terkait bagaimana upaya India dalam merespon peningkatan aktivitas
Tiongkok di kawasan Teluk Bengal.
Saat ini, Teluk Bengal merupakan pusat kegiatan ekonomi yang
menghubungkan Asia Tenggara, Selatan dan Timur. Berkembangnya
kepentingan ekonomi telah menjadikan Teluk Bengal sebagai pusat fokus
global yang semakin penting. Teluk Bengal merupakan bagian integral dari
66
keamanan dan ekonomi bagi India dan Tiongkok. Maka dari itu, kedua negara
berlomba untuk mendapatkan pengaruh dalam ruang yang sama.142
Dalam konteks India-Tiongkok, security dilemma menjadi sumber
dinamika politik regional dalam hubungan Tiongkok yang strategis dengan
negara-negara di Asia Selatan, terutama para tetangga India seperti Sri Lanka,
Nepal, Pakistan dan Myanmar.143 Dilema keamanan dalam konteks India-
Tiongkok pertama kali terletak pada perbedaan potensi kekuatan kedua negara.
Selain itu, jika dilihat dari luas teritorial, ekonomi yang berkembang pesat,
serta potensi kemampuan militer yang lebih besar, tentu saja membuat New
Delhi untuk tetap waspada terhadap kekuatan Tiongkok (lihat Grafik IV.1 dan
Grafik IV.2).144
Tiongkok menghabiskan sekitar 1,9 persen dari Produk Domestik
Bruto (PDB) untuk pertahanan dengan perkiraan 215 miliar dolar. Namun
SIPRI menekankan bahwa data Tiongkok mengenai pengeluaran militer tidak
dapat dijadikan acuan dan sulit untuk diverifikasi. Di sisi lain, pada 2015,
142 MD Safiqul Islam, “The Strategies Of China And India In The Bay Of Bengal
Region: Revisiting Strategic Competition,” Yonsei Journal of International Studies 10, no. 1
(2018) 143 Radhika Chhabra, “The new phase of Sino-Indian cooperation under the security
dilemma,” ORF tersedia di https://www.orfonline.org/expert-speak/the-new-phase-of-sino-
indian-cooperation-under-the-security-dilemma-48196/ (diakses pada 21 April 2020) 144 Yogesh Joshi dan Anit Mukherjee, “From Denial to Punishment: The Security
Dilemma and Changes in India’s Military Strategy towards China,” Asian Security 15, no. 1
(2019)
67
anggaran militer India berada pada angka 51,3 miliar dolar dan menjadikannya
pembelanja militer terbesar keenam di dunia.145
Berdasarkan laporan Stockholm International Peace Research Institute
(SIPRI), India berada di posisi kelima dalam anggaran pertahanan terbesar di
dunia di bawah Amerika Serikat, Tiongkok, Arab Saudi dan Rusia. Sementara
itu, Tiongkok sebagai pembelanja militer terbesar di Asia dengan
mengehabiskan 228 miliar dolar.146 Hingga pada 2019, berdasarkan laporan
SIPRI, baik Tiongkok dan India keduanya menempati posisi kedua dan ketiga
pembelanja terbesar di dunia. Anggaran pertahanan Tiongkok mencapai 261
miliar dolar, sedangkan India mengeluarkan 71,1 miliar dolar.147
Grafik IV.1 Pengeluaran Anggaran Militer India dan Tiongkok
145 Franz-Stefan Gady, “Asia’s Military Spending Fueled by Heightened Tensions
with China,” The Diplomat tersedia di https://thediplomat.com/2016/04/asias-military-
spending-fueled-by-heightened-tensions-with-china/ (diakses pada 21 April 2020) 146 “India’s military expenditures fifth largest in the world in 2017: report,” Scroll.in
tersedia di https://scroll.in/latest/877678/indias-military-expenditure-fifth-largest-in-the-
world-in-2017-report (diakses pada 21 April 2020) 147 “India, China among top three military spenders in 2019: SIPRI report,” The
Hindu tersedia di https://www.thehindu.com/news/national/india-china-among-top-three-
military-spenders-in-2019-sipri-report/article31445560.ece (diakses pada 21 April 2020)
68
Grafik IV.2 Perbandingan Kekuatan Militer antara India dan Tiongkok
Peningkatan kekuatan dan pengaruh Tiongkok di Samudera Hindia
telah meningkatkan ketegangan hubungannya dengan India. Sejalan dengan
pernyataan James Clapper, direktur intelijen Amerika Serikat bahwa India
semakin khawatir mengenai postur militer Tiongkok yang semakin agresif di
wilayah perbatasan dan juga di kawasan Samudera Hindia.148
Melalui Buku Putih 2019, Beijing menekankan perlindungan atas
“maritime rights and interests” dan menjaga “overseas interests”.
Kepentingan-kepentingan tersebut membutuhkan tindakan di Samudera
Hindia, terutama penyediaan peralatan militer bagi sekutu dan membangun
pangkalan militer serta pelabuhan komersial.149
Jika dilihat dari teori Balance of Threat, selain dari kemampuan militer,
perlu dilihat aggregate power antara India dan Tiongkok dari sisi populasi dan
148 “India strengthening its military against China: US,” The Economic Times tersedia
di https://economictimes.indiatimes.com/news/politics-and-nation/india-strengthening-its-
military-against-china-us/articleshow/11924175.cms?from=mdr (dikases pada 23 April 2020) 149 Julian Weber, “China’s Expansion in the Indian Ocean calls European
engagement,” Merics tersedia di https://www.merics.org/en/blog/chinas-expansion-indian-
ocean-calls-european-engagement (diakses pada 23 April 2020)
69
ekonomi. Kedua negara merupakan dua negara terpadat di dunia dengan
menyumbang 36 persen dari populasi dunia. Pada 2018, Tiongkok dengan total
populasi 1,42 miliar, sedangkan India memiliki sekitar 1,35 miliar jiwa.150
Sejak akhir 1970-an, Beijing telah melakukan serangkaian upaya untuk
meningkatkan ekonominya dan upaya-upaya tersebut berhasil dengan
dibuktikan PDB Tiongkok sebesar 13,1 triliun dolar pada 2018. Ekonomi
Tiongkok mampu menghasilkan 25,3 triliun dolar atau sekitar 18,7 persen dari
total PDB dunia dengan menjadikannya sebagai ekonomi terbesar di dunia.151
Kegiatan ekspor Tiongkok setiap tahunnya melampaui jumlah yang
diimpornya dari negara-negara lain. Tiongkok mengekspor sekitar 2,49 triliun
dolar, sedangkan mengimpor 2,13 triliun dolar pada 2018.152
Sementara itu, pasca liberalisasi ekonomi yang dimulai sejak awal
1990-an, perekonomian India semakin berkembang. Dalam dekade terakhir,
pertumbuhan PDB India termasuk yang tertinggi sekitar 6-7 persen. Pada
2016, India menempati urutan ketujuh di dunia dengan nilai PDB 2,9 triliun
150 “China Vs India by Populations,” Statistics Times tersedia di
http://statisticstimes.com/demographics/china-vs-india-population.php (diakses pada 23 April
2020) 151 Kimberly Amadeo, “Largest Economies in the World,” The Balance tersedia di
https://www.thebalance.com/world-s-largest-economy-3306044 (diakses pada 23 April 2020) 152 “Is China the world’s top trader?” China Power tersedia di
https://chinapower.csis.org/trade-partner/ (diakses pada 23 April 2020)
70
dolar. Nilai ekspor keseluruhan India mencapai 330 miliar dolar dan impor
sebesar 514 miliar dolar pada 2018.153
Baik India dan Tiongkok, keduanya merupakan negara-negara dengan
konsumsi energi terbesar di dunia. Pada 2013, India menjadi negara dengan
konsumsi energi gas dan minyak terbesar keempat setelah Amerika Serikat,
Tiongkok dan Jepang.154 Guna mempertahankan kestabilan ekonominya,
keduanya bergantung pada sumber daya energi yang diangkut dari perairan
Samudera Hindia. India hampir mengimpor sekitar 80 persen energi dari
Timur Tengah, sementara sumber daya energi yang diimpor Tiongkok
melewati Selat Malaka dari Samudera Hindia sekitar 84 persen.
Ketergantungan yang meningkat akan pasokan energi dalam rangka
mempertahankan pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan nilai strategis
lautan terutama Samudera Hindia155 dan memposisikan kedua negara sebagai
pesaing utama dalam mendominasi kawasan.156
Secara geografis, Tiongkok tidak dekat dengan Samudera Hindia.
Namun dengan serangkaian pelabuhan yang tergabung dalam “string of
153 Vasundhara Rastogi, “India’s Export and Import Trends 2018-19,” India Briefing
tersedia di https://www.india-briefing.com/news/indias-export-import-trends-2018-19-
18958.html/ (diakses pada 23 April 2020) 154 Sujata Ashwarya Cheema dan Suruchi Aggarwal, “China and India in the Persian
Gulf and Other Energy Theathers: Cooperation or Conflict?” dalam China in Indian Ocean
Region (New Delhi: Allied Publishers, 2015) 155 Eleanor Albert, “Competition in the Indian Ocean,” CFR tersedia di
https://www.cfr.org/backgrounder/competition-indian-ocean (diakses pada 23 April 2020) 156 Theodore Karasik, “Why all eyes should be on the Indian Ocean,” Al-Arabiya
tersedia di https://english.alarabiya.net/en/views/news/world/2014/01/09/Why-all-eyes-
should-be-on-the-Indian-Ocean (diakses pada 23 April 2020)
71
pearls” seperti pelabuhan Djibouti, pelabuhan Hambantota, pelabuhan
Gwadar dan pelabuhan Kyaukpyu telah mengurangi hambatan geografis bagi
Tiongkok. Pelabuhan-pelabuhan tersebut kemudian dijadikan sebagai
alternatif bagi Tiongkok dengan menjelajahi rute-rute baru yang dapat
menghubungkannya dengan Samudera Hindia dan Teluk Bengal dalam rangka
mengurangi ketergantungannya terhadap Selat Malaka.157
Maka dari itu, Tiongkok berusaha untuk memperkuat kehadirannya di
kawasan melalui ekonomi dan militernya. Dengan melakukan kerjasama
strategis dengan negara-negara yang termasuk pada kawasan Samudera Hindia
dan Teluk Bengal guna mempermudah Tiongkok untuk membangun akses
yang lebih besar ke Samudera Hindia karena negara-negara tersebut memiliki
kedekatan geografis dengan perairan Samudera Hindia.158
Dengan mengambil keuntungan penuh dari kedekatan geografisnya,
Tiongkok mampu memodernisasi konektivitas di seluruh Himalaya.159 Oleh
karena itu, New Delhi kini menghadapi tantangan untuk membendung
tindakan ofensif Tiongkok di “halaman belakang”nya sendiri, hal itu
157 Udayan Das, “Jostling in the Bay of Bengal,” Deccan Herald tersedia di
https://www.deccanherald.com/opinion/in-perspective/jostling-in-the-bay-of-bengal-
803438.html (diakses pada 25 April 2020) 158 Thrassy N. Marketos, China’s Energy Geopolitics: The Shanghai Cooperation
Organization and Central Asia (New York: Routledge, 2009) 159 K. Robinson, “China is pivot to the Indian Ocean Region: impacts and
implications for India,” dalam Indian Ocean and Maritime Security: Competition,
Cooperation and Threat (New York: Routledge, 2017)
72
menimbulkan kekhawatiran bagi India akan pengepungan dan kehilangan
pengaruhnya di kawasan.160
Persaingan antara India-Tiongkok di Samudera Hindia yang
digambarkan dalam bentuk security dilemma, lawan tidak mampu
membedakan tindakan defensif dan ofensif secara jelas. Dapat digambarkan,
Tiongkok mengklaim bahwa pelabuhan yang dibangun di negara-negara
pesisir tidak untuk tujuan strategis, melainkan untuk komersial. Namun,
dengan adanya ekspansi Tiongkok yang masih terus berlanjut di kawasan serta
sejarah perselisihan antara India-Tiongkok mengenai perbatasan, membuat
New Delhi berada dalam situasi yang tidak pasti.161
India menunjukkan ketidaknyamanan atas operasi yang dilakukan oleh
kapal-kapal Tiongkok di perairan Teluk Bengal, maka New Delhi mengambil
langkah-langkah yang bertujuan untuk countering terhadap penyebaran
pengaruh Tiongkok. Ketakutan utama yang dirasakan oleh India yakni Belt
and Road Initiative (BRI) yang merupakan strategi Tiongkok untuk
membangun dan memperkuat kerja sama dengan negara-negara di sepanjang
Jalur Sutra. Inisiatif ini telah menjadi kebijakan luar negeri utama Tiongkok,
sehingga mengingatkan India tentang ambisi militer Tiongkok yang terus
160 Constantino Xavier, “Countering China’s presence in South Asia,” Business Line
tersedia di https://www.thehindubusinessline.com/opinion/countering-chinas-presence-in-s-
asia/article22140485.ece (diakses pada 25 April 2020) 161 Udayan Das, “Understanding the Indo-Pacific: A Case of Two Rivalries,” South
Asian Voices tersedia di https://southasianvoices.org/understanding-the-indo-pacific-a-case-
of-two-rivalries/ (diakses pada 25 April 2020)
73
mengalami perkembangan. Selain itu, gagasan Tiongkok untuk menjadi
fleksibel, inklusif dan terbuka dapat dikatakan sebagai tujuan untuk
keberlangsungan kebijakan luar negerinya yang mempromosikan konektivitas.
Gagasan ini menakuti negara-negara sekitar yang mengkhawatirkan keamanan
mereka sendiri, termasuk India.162
Pengaruh Tiongkok juga tumbuh di negara-negara kecil di Samudera
Hindia seperti Maladewa dan Mauritius, kedua negara diketahui telah lama
memiliki hubungan dekat dengan India.163 Dengan demikian, Tiongkok yang
saat ini jejaknya semakin sering terlihat di wilayah Samudera Hindia dan
daerah sekitarnya telah menjadi sumber utama potensi konflik dan security
dilemma.164
A. Upaya India dalam merespon peningkatan aktivitas Tiongkok di
Samudera Hindia dan Teluk Bengal
Sebagai perairan terbesar ketiga di dunia dan melayani ekonomi
terbesar di Asia, Samudera Hindia dianggap sebagai jalur komunikasi yang
penting secara strategis di dunia. Lebih dari 80 persen dari perdagangan lintas
laut dunia melalui chokepoints yang berada di kawasan ini. Selain itu,
162 China’s One Belt One Road: Challenge to India’s Security,” Belt & Road News
tersedia di https://www.beltandroad.news/2019/02/28/chinas-one-belt-one-road-challenge-to-
indias-security/ (diakses pada 25 April 2020) 163 David Brewster, “Beyond the String of Pearls: Is there really a Sino-Indian
Security Dilemma in the Indian Ocean?,” Journal of the Indian Ocean Region 10, no. 2 (2014) 164 Cuiping Zhu, India’s Ocean: Can India and China Coexist? hal. 34 (Singapura:
Springer Nature, 2018)
74
Samudera Hindia juga kaya akan sumber daya alam yang menyimpan dua
pertiga cadangan minyak mentah dunia serta sepertiga dari gas alam. Ini semua
dijadikan alasan bagi India yang ingin memposisikan dirinya sebagai negara
di Samudera Hindia yang dominan.165
Sejak 2014, Perdana Menteri Modi telah meluncurkan kebijakan “Act
East”. Melalui kebijakan ini, India bersedia untuk memainkan peran proaktif
dan menonjol dengan melakukan peningkatan diplomasi pertahanan di Asia
Timur dan Asia Tenggara.166 Kebijakan Act East sering kali digambarkan
sebagai strategi untuk menyeimbangkan posisi Tiongkok di Asia Tenggara.
Perdana Menteri Modi memberikan dorongan untuk mengintensifkan
hubungan ekonomi, strategis serta diplomatik dengan negara-negara yang
memiliki keprihatinan yang sama dengan India pada kekuatan ekonomi dan
militer Tiongkok yang sedang berkembang.167
Kebijakan Act East bertujuan untuk meningkatkan hubungan dengan
negara-negara tetangga India dalam rangka menjaga keamanan di kawasan
Samudera Hindia dan mencegah kekuatan eksternal mendapatkan pijakan.
Asia Tenggara merupakan komponen penting dari kebijakan Act East,
165 Reginald J. McClam, Balancing on the Pivot: How China’s Rise and Offshore
Balancing Affect Japan’s and India’s Roles as Balancers in the Twenty-First Century
(Alabama: Air University Press, 2016) hal. 63 166 Danielle Rajendram, “India’s new Asia-Pacific strategy: Modi acts East,” Lowy
Institute for International Policy (2014) 167 Thomas F. Lynch dan James J. Przystup, India-Japan Strategic Cooperation and
Implications for U.S. Strategy in the Indo-Asia-Pacific Region (Washington DC: National
Defense University Press, 2017)
75
sehingga saat ini India telah menjalin kemitraan strategis dengan Indonesia,
Malaysia, Vietnam dan negara-negara lainnya seperti Jepang, Korea Selatan,
dan Australia.168
Perdana Menteri Modi menggambarkan visi India di kawasan
Samudera Hindia dalam satu kata yaitu Security and Growth for All in the
Region (SAGAR). Visi ini bertujuan untuk terjalinnya kerja sama ekonomi
yang lebih erat antara India dengan negara tetangganya di kawasan. India
memiliki sejumlah kepentingan strategis di kawasan Samudera Hindia.
Pertama, kekhawatiran India terhadap penurunan pengaruh Amerika Serikat
dan peningkatan Tiongkok yang pesat. Kedua, sebagai negara yang bergantung
pada perdagangan yang berlangsung di laut, India mengakui hak-hak negara
mengenai kebebasan navigasi, perdagangan tanpa hambatan dan overflight.
Ketiga, kebijakan “Act East” mendukung konektivitas atau kerja sama serta
integrasi regional.169
Dalam rangka memperdalam hubungan dengan negara-negara di
pesisir Samudera Hindia, New Delhi menggunakan kebijakan “Neighborhood
First”. New Delhi ingin memberikan insentif kepada negara-negara di
Samudera Hindia untuk menjadi bagian dari inisiatif keamanan maritim yang
168 Aditya Vijay, “India’s Trade and Maritime Policy in the Indian Ocean Region,”
Centre for Public Policy Research (2018) 169 K. V. Kesavan, “India’s ‘Act East’ policy and regional cooperation,” ORF tersedia
di https://www.orfonline.org/expert-speak/indias-act-east-policy-and-regional-cooperation-
61375/ (diakses 28 April 2020)
76
dipimpin oleh India melalui pendekatan multilateral untuk menjaga
perdamaian dan stabilitas di kawasan.170
Perdana Menteri Modi beranggapan bahwa India tidak dapat mengatur
Tiongkok sebelum memperkuat hubungannya dengan negara-negara
tetangganya. Kebijakan ini memiliki signifikansi strategis dalam implikasinya
untuk memeriksa dan menyeimbangkan pengaruh Tiongkok di perbatasan
India-Tiongkok.171 Menurut salah satu media Amerika Serikat, The National
Interest, kebijakan “Neighborhood First” merupakan upaya India untuk
menentang Tiongkok dan mempertahankan pengaruh regional yang kuat.172
Terdapat beberapa alasan bagi India mengapa kebijakan
“Neighborhood First” dianggap penting. Pertama, India merupakan pusat
geografis di Asia Selatan, yang berbatasan dengan hampir seluruh negara di
kawasan ini. Kedua, mayoritas negara-negara Asia Selatan adalah bekas
jajahan Inggris. Setelah merdeka, India mengambil alih sebagian besar wilayah
koloni Inggris dan juga ingin memiliki pengaruh dan kemimpinan yang luas
seperti yang dimiliki Inggris. Ketiga, India memiliki banyak kesamaan dengan
negara-negara Asia Selatan dalam hal budaya, bahasa, agama dan adat istiadat.
170 Monish Tourangbam, “Modi 2.0 and India’s neighborhood first policy: Walking
the Talk?,” South Asian Voices tersedia di https://southasianvoices.org/modi-2-0-and-indias-
neighborhood-first-policy-walking-the-talk/ (diakses pada 28 April 2020) 171 “India: The Foreign and Security Policy under the Modi Government,” East Asian
Strategic Review (2015) 172 “This is How India Plans to keep its Neighbors away from China’s Influence,”
The National Interest tersedia di https://nationalinterest.org/blog/buzz/how-india-plans-keep-
its-neighbors-away-chinas-influence-80411 (diakses pada 28 April 2020)
77
India berharap negara-negara Asia Selatan lainnya juga menegaskan kembali
mengenai kebijakan “Neighborhood First” seperti India, serta hubungan
antara negara-negara Asia Selatan dan negara di luar kawasan seharusnya tidak
lebih kuat dari hubungan mereka dengan India.173
India mengakui peningkatan aktivitas Tiongkok di Samudera Hindia
dan mengambil langkah untuk meningkatkan kehadirannya di kawasan.
Sejalan dengan pernyataan Juru Bicara Angkatan Laut India bahwa adanya
perubahan dinamika di kawasan mengharuskan India untuk memperkuat dan
meningkatkan kehadiran angkatan lautnya.174 Melalui Indian Maritime
Security Strategy 2015 menekankan perlunya memanifestasikan kehadiran
angkatan laut di Samudera Hindia untuk memperkuat pertahanan pesisir dan
menunjukkan tekad untuk melindungi jalur komunikasi laut.175
New Delhi berupaya untuk mengimbangi ancaman Tiongkok di
kawasan, maka dibutuhkan strategi untuk membentuk lingkungan maritim
yang menguntungkan dan menjaga keamanan maritim.176 Maka dari itu, India
telah menyusun six-fold strategy yang meliputi: 1) meningkatkan anggaran
173 “India’s neighborhood first Policy aims at Centripental ties,” Belt & Road News
tersedia di https://www.beltandroad.news/2019/10/04/indias-neighbourhood-first-policy-
aims-at-centripetal-ties/ (diakses pada 28 April 2020) 174 Nirmala Ganapathy, “India increases its presence in Indian Ocean, with an eye on
China,” The Strait Times tersedia di https://www.straitstimes.com/asia/south-asia/india-
increases-its-presence-in-indian-ocean-with-an-eye-on-china (diakses pada 28 April 2020) 175 Ministry of Defence, “Ensuring Secure Seas: Indian Maritime Security Strategy,”
(New Delhi: Indian Navy, 2015) 176 Shishir Upadhyaya, ” Expansion of Chinese maritime power in the Indian Ocean:
implications for India,”
78
angkatan laut; 2) memperkuat kehadiran infrastruktur; 3) meningkatkan
kemampuan angkatan laut; 4) melakukan diplomasi maritim secara aktif; 5)
melakukan latihan baik secara sepihak, bilateral, trilateral dan multilateral; 6)
menjaga chokepoints melalui kerja sama dengan negara-negara yang
relevan.177
Faktor militer dan keamanan menjadi semakin penting karena
Tiongkok telah meningkatkan kehadiran angkatan lautnya di Samudera
Hindia, Angkatan Laut India fokus untuk melawan (countering) dengan
Tiongkok.178 Dalam Indian Maritime Security Strategy 2015 dituliskan bahwa
sumber ancaman tradisional berasal dari negara yang memiliki sejarah agresi,
negara yang terlibat perselisihan atau mempertahankan perselisihan dengan
India. Hal ini jelas menyasar pada Pakistan dan Tiongkok, karena keduanya
memenuhi ketiga kriteria tersebut.179
Maka dapat dikatakan, Neighborhood policy dan Act Eact policy dalam
upaya soft-balancing India untuk mengelola situasi tanpa perlu melakukan
tindakan agresif yang mampu secara langsung memprovokasi Tiongkok.
Peningkatan ketegangan antara India dan Tiongkok mengarah New Delhi
177 Sidra Tariq, “India And China in the Indian Ocean: A Complex Interplay of
Geopolitics,” IRS Spotlight (2014) 178 Harry I. Hannah, “The Great Game Moves to Sea: Tripolar Competition in the
Indian Ocean Region,” War on the Rocks tersedia di https://warontherocks.com/2019/04/the-
great-game-moves-to-sea-tripolar-competition-in-the-indian-ocean-region/ (diakses pada 28
April 2020) 179 Ministry of Defence, “Ensuring Secure Seas: Indian Maritime Security Strategy,”
hal. 37
79
untuk mendekatkan dirinya dengan negara-negara pesisir Teluk dan negara-
negara di sepanjang Samudera Hindia.
B. Strategi India dalam menghadapi peningkatan aktivitas Tiongkok
di Samudera Hindia dan Teluk Bengal
Persaingan strategis antara India dan Tiongkok di Samudera Hindia
telah menempatkan India dalam security dilemma. Dalam hal ini, New Delhi
tidak hanya berupaya untuk memperkuat pembangunan pasukan angkatan
lautnya, tetapi juga meningkatkan kerja sama militer dengan negara-negara
ekstraregional seperti Amerika Serikat dan Jepang untuk mengupayakan
kekuasaan yang lebih eksklusif di Samudera Hindia.180
Populasi, ekonomi, wilayah, kemampuan militer dan industri suatu
negara apabila semuanya menyatu maka akan berdampak pada keberlanjutan
pengaruh negara tersebut di dalam tatanan internasional. Apabila faktor-faktor
ini mengalami peningkatan, maka dapat dengan mudah berubah menjadi
ancaman yang dirasakan baik oleh tetangganya maupun saingannya dari
kejauhan.181
Mengacu pada ekspansi yang dilakukan Tiongkok di Samudera Hindia,
keagresifan Tiongkok di kawasan yang diproyeksikan melalui pembangunan
pangkalan di sejumlah titik dan selalu memperbaharui postur militer
180 Cuiping Zhu, India’s Ocean: Can India and China Coexist? hal. 33 181 Wellington Amorim dan Antonio Henrique, “Japan and India: soft balancing as a
reaction to China’s rise?,” Revista Brasileira de Politíca Internacional Vol. 57 (2014)
80
berpotensi sebagai ancaman yang kuat bagi India, sehingga India melakukan
serangkaian upaya balancing.182
T.V. Paul menyebutkan tiga bentuk dari balancing terhadap ancaman
antara lain: 1) hard-balancing; 2) limited hard-balancing; dan 3) soft-
balancing.183 Sebagaimana yang diuraikan dalam buku Restraining Great
Powers: Soft Balancing from Empires to the Global Era bahwa untuk
menangani perilaku Tiongkok yang mengancam, India melakukan upaya
limited hard-balancing serta soft-balancing.184
Satoru Nagao, analis keamanan Jepang mengatakan bahwa Samudera
Hindia akan berada dibawah kendali India apabila India memiliki kemauan
dan kekuatan yang memadai.185 Sebagai emerging power, India memainkan
peran penting dalam keamanan Samudera Hindia. Dalam dekade terakhir,
India telah menjadi importir senjata terbesar di dunia, dengan anggaran
pertahanan sekitar 55,9 miliar dolar pada 2016, terbesar kelima di dunia.
Besarnya anggaran pertahanan ini dikhususkan untuk mengembangkan
kemampuan angkatan laut India dan menjadi negara yang unggul di
182 Jayanti Badariyan, “Peningkatan Kerjasama Pertahanan India-Amerika Serikat
sebagai Respon Agresivitas China di Samudera Hindia,” Universitas Muhammadiyah Malang,
2013 183 Zhen Han dan T. V. Paul, “China’s Rise and Balance of Power Politics,” The
Chinese Journal of International Politics 13, no. 1 (2020) 184 T.V. Paul, Restraining Great Powers: Soft Balancing from Empires to the Global
Era (New Haven: Yale University Press, 2018) 185 Bertil Lintner, “Is India The World’s Best Bet to Counter China?,” Huffpost
tersedia di https://www.huffingtonpost.in/entry/india-counter-china-indian-
ocean_in_5cffa232e4b0b02180874458 (diakses pada 30 April 2020)
81
Samudera Hindia terutama dalam melawan perluasan angkatan laut
Tiongkok.186
India berencana untuk mempercepat modernisasi tentara, angkatan laut
dan angkatan udara dengan membeli berbagai senjata seperti rudal, jet tempur,
kapal selam dan kapal perang dalam beberapa tahun kedepan.187 Aset yang
dimiliki oleh Angkatan Laut India antara lain 140 kapal perang dengan 56
kapal perang dan 6 kapal selam yang sedang diproduksi. India berencana untuk
meningkatkan kemampuan angkatan lautnya dengan 212 kapal perang dan 458
pesawat Angkatan Laut yang saat ini hanya memiliki 138 kapal perang dan
235 pesawat.188 Selain itu, India juga melakukan perjanjian dengan Rusia
untuk membeli dua kapal frigate senilai 950 juta dolar pada 2018.189
Kemampuan Angkatan Laut India terus mengalami perkembangan,
kapal selam nuklir India INS Arihant telah menyelesaikan patroli pertamanya
pada 2018. INS Arihant merupakan kapal selam yang dibangun sendiri oleh
India. Kapal selam lainnya yang sedang dibuat oleh India adalah INS Arighat.
186 Joshy M. Paul, “The Quad: A Soft Balancing Mechanism in Asia,” South Asian
Voices tersedia di https://southasianvoices.org/soft-balancing-asia/ (diakses pada 30 April
2020) 187 “India firms up USD 130 billion plan to enhance military capabilities,” India
Today tersedia di https://www.indiatoday.in/india/story/plan-to-enhance-military-capability-
government-of-inda-investment-1597702-2019-09-11 (diakses pada 30 April 2020) 188 Beenesh Ansari, “Expansion of Indian Naval Forces in the Indian Ocean,” Modern
Diplomacy tersedia di https://moderndiplomacy.eu/2019/10/30/expansion-of-indian-naval-
forces-in-the-indian-ocean/ (diakses pada 30 April 2020) 189 Manu Pubby, “India inks $950 million deal for Russian frigates,” Economic Times
tersedia di https://m.economictimes.com/news/defence/india-inks-950-million-deal-for-
russian-frigates/articleshow/66408319.cms (diakses pada 30 April 2020)
82
Selain dari kapal selam, aset angkatan laut India yang paling kuat dan canggih
adalah kapal induk INS Vikramaditya. Aset lainnya yang dimiliki oleh
Angkatan Laut India adalah kapal selam aktif yang terdiri dari beberapa kelas,
kapal frigate, destroyer dan lainnya.190
Di bawah PM Narendra Modi dengan kebijakan luar negeri yang
ambisius, kehadiran maritim yang kuat merupakan elemen penting sehingga
India mendirikan beberapa pangkalan angkatan laut di Kepulauan Andaman
dan Nicobar antara lain: 1) INS Kohassa yang berada di Shibpur, Andaman
Utara; 2) INS Baaz di Campbell Bay, Kepulauan Nicobar. Kepulauan
Andaman dan Nicobar keduanya telah dimodernisasi, saat ini dijadikan
sebagai pusat maritim pertama dan tempat untuk pesawat-pesawat yang
mampu mendeteksi kapal selam dari udara.191
Kecemasan New Delhi atas penyebaran kapal-kapal angkatan laut
Tiongkok di Samudera Hindia telah menjadi pendorong utama dari
pembangunan pelabuhan yang dilakukan oleh India. Peningkatan fasilitas di
Kepulauan Andaman dan Nicobar akan memudahkan India untuk mengawasi
190 Sindhu Dinesh, “India’s Naval Ambitions: Has it Realised the Mahanian
Moment?” The Geopolitics tersedia di https://thegeopolitics.com/indias-naval-ambitions-has-
it-realised-the-mahanian-moment/ (diakses pada 30 April 2020) 191 Rajat Arora, “Modi’s government Rs 10,000 crore plan to transform Andaman
and Nicobar islands,” The Economic Times tersedia di
https://economictimes.indiatimes.com/news/economy/infrastructure/modi-governments-rs-
10000-crore-plan-to-transform-andaman-and-nicobar-islands/articleshow/49111067.cms
(diakses pada 30 April 2020)
83
kapal-kapal Tiongkok.192 Upaya ini merupakan bagian dari limited-hard
balancing India yang bertujuan untuk membatasi kemungkinan perluasan
militer Tiongkok.
Kepulauan Andaman dan Nicobar keduanya sangat penting secara
strategis dan merupakan kepentingan strategis bagi India. Pulau-pulau di
dalamnya mendominasi garis komunikasi laut dan menyumbang sekitar 30
persen dari total Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) India yang berdekatan dengan
jalur pelayaran yang sibuk terutama Selat Malaka. Kepulauan Andaman dan
Nicobar tidak hanya digunakan untuk menjaga keamanan jalur komunikasi
laut tetapi juga digunakan sebagai pusat dari aktivitas perdagangan.193
Dalam rangka menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan
Samudera Hindia melalui kebijakan “Neighborhood First”, India membangun
jaringan Coastal Surveillance Radar System (CSRS) di Maladewa. Maladewa
bersama dengan Seychelles, Mauritius dan Sri Lanka telah menjadi bagian dari
jaringan CSRS India. Selain itu, keduanya juga sepakat untuk meningkatkan
patroli dan pengawasan, pertukaran informasi serta pengembangan kapasitas
192 Abhijit Singh, “Andaman and Nicobar: India’s ‘strategic anchor’ holds ground,”
ORF tersedia di https://www.orfonline.org/expert-speak/andaman-and-nicobar-india-
strategic-anchor-holds-ground-47848/ (diakses pada 30 April 2020) 193 Pushpita Das, “Securing the Andaman and Nicobar Islands,” Strategic Analysis
35, no. 3 (2011)
84
di Samudera Hindia. Melalui perkembangan ini, maka akan memperkuat
domain maritim India di kawasan.194
Kunjungan Perdana Menteri Modi ke Mauritius dan Seychelles pada
2015 berhasil mencapai kesepakatan untuk mempromosikan konektivitas
ekonomi dan keamanan di kawasan. India menandatangi perjanjian proyek
infrastruktur dengan Mauritius dan Seychelles.195 Bagi India, kedua negara ini
merupakan pulau yang paling penting dan strategis di Barat Daya Samudera
Hindia, pulau-pulau ini berlokasi di sepanjang jalur komunikasi laut. Dengan
letaknya yang strategis, pulau-pulau ini dapat memfasilitasi kehadiran
angkatan laut untuk berpatroli dan mengamankan SLOC.196
Kemitraan yang terjalin antara Tiongkok dan negara-negara di pesisir
Teluk Bengal yang kemudian menimbulkan ketergantungan pada Beijing,
dapat diartikan bahwa hal tersebut mempersempit ruang bagi India serta
memudarkan sentralitas India di kawasan.197 Maka dari itu, dalam menanggapi
ekspansi Tiongkok yang berkembang, India telah memulai proyek
194 Monish Tourangbam, “Modi 2.0 and India’s neighborhood first policy: Walking
the Talk?,” 195 Jean Paul Arouff, “India in pacts to develop infrastructure in Mauritius,
Seychelles,” Reuters tersedia di https://www.reuters.com/article/us-india-islands/india-in-
pacts-to-develop-infrastructure-in-mauritius-seychelles-idUSKBN0M81AZ20150312
(diakses pada 30 April 2020) 196 Chinmmoyee Das, “India’s Maritime Diplomacy in South-West Indian Ocean:
Evaluating strategic partnerhips,” Journal of Strategic Security 12, no. 2 (2019) 197 Udayan Das, “Jostling in the Bay of Bengal,”
85
pengembangan infrastruktur di negara-negara Teluk Bengal seperti pelabuhan
Sittwe (Myanmar) dan pelabuhan Kankesanthurai (Sri Lanka).198
Seiring dengan semakin luasnya jejak Tiongkok di kawasan Teluk
Bengal, India merasa harus meningkatkan keterlibatannya dengan negara-
negara tetangganya melalui organisasi sub-regional, Bay of Bengal Initiative
for Multi-Sectoral Technical and Economic Cooperation (BIMSTEC) yang
menjembatani dua kawasan yaitu Asia Tenggara dan Asia Selatan
beranggotakan Bangladesh, India, Sri Lanka, Thailand, Nepal, Bhutan dan
Myanmar.199
Signifikansi BIMSTEC bagi India antara lain merupakan bagian dari
kebijakan “Neighborhood First” dan kebijakan “Act East” yang
menghubungkan India dengan Asia Tenggara dan pembangunan di wilayah
terbelakang India melalui Bangladesh dan Myanmar, upaya India melawan
keagresifan Tiongkok melalui Belt and Road Initiative (BRI) di kawasan Teluk
Bengal.200 Bagi India, BRI dianggap sebagai “dept-trap diplomacy” dan
khawatir akan meningkatkan kehadiran Tiongkok di kawasan.201
198 Nilanti Samaranayake, “The Long Littoral Project: Bay of Bengal, A Maritime
Perspective on Indo-Pacific Security,” CNA Report (2012) 199 N. Chandra Mohan, “BIMSTEC: An Idea whose Time Has Come?” ORF Issue
Brief (2016) 200 Ashish Malik, Disha 365 Current Affairs Analysis Vol.1 for UPSC IAS/IPS Prelim
& Main Exams 2020 (New Delhi: DISHA Publication, 2020) 201 “Here’s why India has stayed away from China’s Belt and Road Initiative,” Money
Control tersedia di https://www.moneycontrol.com/news/world/heres-why-india-has-stayed-
away-from-chinas-belt-and-road-initiative-4586791.html (diakses pada 14 Juli 2020)
86
Melalui BIMSTEC, India memperoleh beberapa keuntungan seperti
memainkan peran dominan di Teluk Bengal, membantu India untuk
mempercepat pembangunan di wilayah terpencilnya, media untuk mengurangi
dominasi Tiongkok di Asia Tenggara dan Asia Selatan, dan menghindari
konflik dengan Pakistan.202
Perbedaan kekuatan antara India-Tiongkok memiliki konsekuensi
strategis yang penting, India tidak dapat hanya mengandalkan keseimbangan
internal terhadap Tiongkok, tetapi India juga harus mengejar keberpihakan
eksternal untuk mengimbangi kelemahannya. India harus mencari mitra
strategisnya untuk mendukung kebutuhan dan akses yang diperlukan untuk
kehadiran berkelanjutan di Samudera Hindia. Maka dari itu, India melibatkan
negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara di Asia
Tenggara.203
India membutuhkan Amerika Serikat untuk membantu
menyeimbangkan kekuatan Tiongkok di Asia, sehingga New Delhi dapat
melanjutkan tujuan utamanya yaitu pengembangan ekonomi India.204 Ikatan
yang menguat antara India dan Amerika Serikat dalam menghadapi Tiongkok
202 Nathacia Rahmadhani, “Kepentingan India dalam Kerjasama BIMSTEC (Bay of
Bengal Initiative for Multi-Sectoral Technical and Economic Cooperation)” JOM FISIP 3, no.
1 (2016) 203 Darshana M. Baruah, “Strengthening Delhi’s Strategic Partnerships in the Indian
Ocean,” CNAS tersedia di https://www.cnas.org/publications/reports/strengthening-delhis-
strategic-partnerships-in-the-indianocean (diakses pada 1 Mei 2020) 204 Daniel Twining, “India’s Heavy Hedge Against China, and its New Look to the
United States to Help,” Joint U.S Korea Academic Studies (2015)
87
termasuk pada strategi limited hard-balancing.205 Maka dari itu, berdasarkan
teori balance of threat, India melakukan balancing dengan Amerika Serikat
untuk menghadapi ancaman dari Tiongkok.206 Keduanya terlibat dalam
Quadrilateral Security Dialogue atau disebut “the Quad” yang juga mencakup
Jepang dan Australia.
Lahirnya “the Quad” dipicu oleh kecurigaan yang tumbuh akan
peningkatan militer dan ekonomi Tiongkok yang berkembang pesat.207 The
Quad memiliki potensi untuk menjadi penyeimbang yang efektif untuk
menghambat munculnya hegemoni regional dan global Tiongkok. Hal ini
memungkinkan India, Australia, Jepang dan Amerika Serikat untuk
mengadopsi strategi soft-balancing terhadap Tiongkok.208
Hubungan antara India dan Jepang yang mengalami peningkatan,
didorong oleh bagaimana kedua negara melihat ekspansi dan keagresifan
Tiongkok di Asia selama dekade terakhir.209 Dari sudut pandang Jepang, India
memainkan peran penting dalam keamanan Samudera Hindia. Dalam konteks
ini, Jepang memiliki harapan mengenai India untuk menyeimbangkan
205 T.V. Paul, The China-India Rivalry in the Globalization Era (Washington DC:
Georgetown University Press, 2018) hal. 10 206 David Scott, Handbook of India’s International Relations (New York: Routledge,
2011) 207 Cary Huang, “US, Japan, India, Australia.. is Quad the first step to an Asian
Nato?,” SCMP tersedia di https://www.scmp.com/week-asia/opinion/article/2121474/us-
japan-india-australia-quad-first-step-asian-nato (diakses pada 1 Mei 2020) 208 Joshy M. Paul, “The Quad: A Soft Balancing Mechanism in Asia,” 209 Scott W. Harold, dkk. The Thickening Web of Asian Security Cooperation:
Deepening Defense Ties Among U.S. Allies and Partners in the Indo-Pacific (California:
RAND, 2019)
88
Tiongkok di Asia.210 Maka dari itu, kedua negara mengumumkan Asia-Africa
Growth Corridor pada 2017. Pembentuk koridor ini ditujukan sebagai
alternatif lain dari Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok.211
Dalam sistem internasional yang anarki, negara yang lebih kuat akan
menimbulkan ancaman bagi negara lain. Sebagai konsekuensi, maka negara
tidak memiliki pilihan selain “mengambil pilihan terburuk” dan
menyeimbangkan lawan yang lebih kuat untuk mempertahankan independensi
dan kekuasaan mereka.212 India melihat Tiongkok sebagai a potential threat.
New Delhi sangat khawatir dengan niat Tiongkok tetapi di sisi lain, mereka
sangat berhati-hati dalam mengambil tindakan yang mampu mengubah potensi
bahaya menjadi bahaya aktif. Tentu, India menyadari bahwa dirinya tidak
dapat menyamai kemampuan militer Tiongkok.213
Keunggulan geopolitik yang dipegang oleh Tiongkok telah
menimbulkan perasaan akan lingkungan yang terancam, dimana Tiongkok
dianggap sebagai ancaman yang perlu ditanggapi oleh India.214 Menanggapi
210 “The Growing Entente between India and Japan,” The National Interest tersedia
di https://nationalinterest.org/feature/growing-entente-between-india-and-japan-
44567?page=0%2C2 (diakses pada 1 Mei 2020) 211 Christopher Woody, “Japan is quietly gaining an edge amid a growing competition
between India and China,” Business Insider tersedia di https://www.businessinsider.in/japan-
is-quietly-gaining-an-edge-amid-a-growing-competition-between-india-and-
china/articleshow/64407417.cms (diakses pada 1 Mei 2020) 212 Ewan Harrison, The Post Cold War International System: Strategies, Institutions
and Reflexity (London: Routledge, 2004) 213 Jonah Blank, dkk., Look East, Cross Black Waters: India’s interest in Southeast
Asia(California: RAND Corporation, 2015) 214 David Scott, “Sino-Indian Security Predicaments for the Twenty-First Security,”
Asian Security 4, no. 3 (2008)
89
persebaran Angkatan Laut Tiongkok di Samudera Hindia, maka India perlu
meningkatkan kehadiran angkatan lautnya di kawasan. Kehadiran Angkatan
Laut India lebih menampilkan maksud damai melalui kunjungan, latihan
bersama dan elemen-elemen diplomasi koersif.215
Pada Juli 2017, India, Amerika Serikat dan Jepang melakukan latihan
bersama “MALABAR” di Teluk Bengal dengan mengerahkan kapal perang,
kapal selam dan pesawat terbang. MALABAR 2017 dilihat sebagai upaya
untuk mengimbangi Tiongkok yang tengah memperluas jejaknya di Samudera
Hindia ditengah meningkatnya ketegangan antara New Delhi dan Beijing.216
Latihan angkatan laut MALABAR menjadi bagian dari limited-hard
balancing.
Selain itu, India juga mengadakan latihan angkatan laut dengan
beberapa negara di Asia Tenggara seperti Myanmar, Singapura, Thailand.
Melalui India Myanmar Navy Exercise (IMNEX) 2018-2019, India dan
Myanmar keduanya melakukan latihan angkatan laut bersama yang bertujuan
untuk memperkuat interaksi antara angkatan laut kedua negara.217
215 Manoj Joshi, “India (re)discovers the Indian Ocean,”ORF tersedia di
https://www.orfonline.org/research/india-rediscovers-the-indian-ocean-54684/ (diakses pada
3 Mei 2020) 216 Rahul Singh, “As Malabar moves ahead in Bay of Bengal, a look at navy’s other
global drills,” Hindustan Times tersedia di https://www.hindustantimes.com/india-news/as-
malabar-moves-ahead-in-bay-of-bengal-a-look-at-navy-s-other-global-drills/story-
YFmdOtnQNGbSu5dimEXI3K.html (diakses pada 3 Mei 2020) 217 Prashanth Parameswaran, “What’s Behind the New India-Myanmar Naval
Exercise,” The Diplomat tersedia di https://thediplomat.com/2018/03/whats-behind-the-new-
india-myanmar-naval-exercise/ (diakses pada 3 Mei 2020)
90
Selain IMNEX, latihan angkatan laut bersama pertama SIMTEX antara
India, Singapura, dan Thailand dilaksanakan di Port Blair, Kepulauan
Andaman pada 2019. Latihan ini meliputi kegiatan yang dibagi menjadi dua
fase yakni sea phase dan harbour phase. Latihan angkatan laut bersama
dengan negara-negara di Asia Tenggara merupakan representasi dari kebijakan
“Act East”.218
Kapal-kapal Angkatan Lautnya sering menjadi pengunjung pelabuhan
di Samudera Hindia. India secara rutin berkunjung ke Vietnam sejak 2008.
Sejumlah kapal angkatan laut India yang berlabuh dan berinteraksi di
pelabuhan Tien Sa dan Hai Pong seperti INS Sahyadri, INS Shakti, INS
Kamorta, INS Satputa, INS Kadmatt, dan INS Kolkata.219 INS Sahyadri
mengunjungi pelabuhan di Vietnam. Kapal Angkatan Laut India juga rutin
mengunjungi Seychelles dan memberikan beberapa hadiah kepada Seychelles
seperti dua kapal patroli pada 2006 dan 2014, serta kapal pencegat C-405 pada
2016.220
Sejak 2006, setiap tahunnya kapal perang India rutin berlabuh di
Filipina. Kedua angkatan laut bekerja sama di bidang keamanan maritim, ship-
218 Prashanth Parameswaran, “What’s Behind the First India-Singapore-Thailand
Trilateral Maritime Exercise?” The Diplomat tersedia di
https://thediplomat.com/2019/09/whats-behind-the-first-india-singapore-thailand-trilateral-
maritime-exercise/ (diakses pada 3 Mei 2020) 219 Ministry of Defence, “Visit on Indian Naval Ships to Danang, Vietnam,” Press
Information Bureau tersedia di https://pib.gov.in/Pressreleaseshare.aspx?PRID=1532862
(diakses pada 3 Mei 2020) 220 Chinmmoyee Das, “India’s Maritime Diplomacy in South-West Indian Ocean:
Evaluating strategic partnerhips,” hal. 51
91
building dan pertukaran pelatihan.221 INS Sumitra menjadi kapal perang
pertama yang berlabuh di pelabuhan Sabang, Indonesia pada 2018. Kedua
negara membahas mengenai Plan of Action pengembangan konektivitas antara
Aceh-Kepulauan Andaman dan Nicobar serta pengembangan dan pengelolaan
pelabuhan di Sabang.222
India dibawah Perdana Menteri Modi berusaha untuk memperdalam
dan memperluas hubungannya dengan kawasan Asia Tenggara melalui
kebijakan “Act East”, sebagian besar kerjasama yang dilakukan oleh India
dengan negara-negara Asia Tenggara lebih mengarah ke masalah keamanan
dan strategis.223 Hal ini dilakukan oleh India sebagai upaya untuk
mengimbangi dominasi Tiongkok yang terus meningkat. Terdapat beberapa
tujuan inti India di kawasan Asia Tenggara antara lain: 1) menjaga stabilitas
regional dan mencegah dominasi regional; 2) mengamankan jalur komunikasi
laut seperti Selat Malaka dan meningkatkan konektivitas melalui proyek
221 “Indian ships on visit Philippines,” The Hindu tersedia di
https://www.thehindu.com/news/cities/Visakhapatnam/indian-ships-on-visit-to-
philippines/article19792710.ece (diakses pada 3 Mei 2020) 222 Yashinta Difa Pramudyani, “RI-India sepakat majukan konektivitas Aceh-
Kepulauan Andaman, Nicobar,” Antara News tersedia di
https://www.antaranews.com/berita/1198983/ri-india-sepakat-majukan-konektivitas-aceh-
kepulauan-andaman-nicobar (diakses pada 3 Mei 2020) 223 Amitendu Palit, “India-Southeast Asia Relations: Enhancing Mutual Benefits,”
Brookings tersedia di https://www.brookings.edu/research/india-southeast-asia-relations-
enhancing-mutual-benefits/ (diakses pada 3 Mei 2020)
92
infrastruktur untuk kemudian transportasi serta peningkatan arus barang dan
jasa; 3) sengketa Laut Cina Selatan dapat diselesaikan dengan damai.224
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, security dilemma dalam
konteks India-Tiongkok secara bertahap meracuni hubungan antara keduanya.
Pergerakan maritim Tiongkok di wilayah perairan Samudera Hindia dan Teluk
Bengal menunjukkan masa depan yang tidak pasti bagi India. Terbentuknya
koridor ekonomi yang melibatkan negara-negara tetangga India berkontribusi
pada rasa pengepungan (encirclement) bagi New Delhi.
Seperti yang dilihat, berkembangnya pengaruh Tiongkok di Samudera
Hindia dan Teluk Bengal telah menyusutkan ruang bagi India untuk
bermanuver. Pada akhirnya, ketakutan nyata New Delhi adalah bahwa
kehadiran Tiongkok yang lebih besar di lingkungannya dapat berakhir
melemahkan otoritas India.225
Walaupun terdapat perbedaan kekuatan antara India dan Tiongkok,
namun tampaknya India berpeluang untuk mengimbangi kekuatan atau
pengaruh Tiongkok di Samudera Hindia dan Teluk Bengal. Menurut Nagao,
terdapat tiga alasan yang mendasari mengapa India menjadi negara yang
mampu menantang pengaruh Tiongkok yang saat ini sedang berkembang.
224 Jonah Blank, dkk., Look East, Cross Black Waters: India’s interest in Southeast
Asia, hal. xix 225 Abhijit Singh, “What China’s coercion at sea means for India,” ASPI tersedia di
https://www.aspistrategist.org.au/what-chinas-coercion-at-sea-means-for-india/ (diakses pada
5 Mei 2020)
93
Pertama, secara strategis, India terletak di pusat utara Samudera Hindia. Hal
ini dapat diartikan bahwa India dengan mudah dapat mengakses Samudera
Hindia dari semua sisi. Kedua, India menjadi satu-satunya negara yang
memiliki angkatan laut yang kuat dibandingkan dengan negara-negara di
Samudera Hindia lainnya. Ketiga, India sejak lama menghormati kebebasan
bernavigasi di Sea Lines of Communications (SLOC) bagi semua negara yang
dekat dengan India.226
Sejauh ini, respon India mengenai fenomena ini antara lain: 1)
menangkal ancaman potensial dari pangkalan militer Tiongkok di lingkungan
terdekatnya; 2) memperkuat kemitraan militer untuk menyeimbangkan
Tiongkok, dan 3) meniru upaya Tiongkok dengan menghadirkan militer asing.
India tengah sibuk membangun aliansi dengan negara-negara regional serta
ekstra-regional dalam rangka membatasi pengaruh serta kemampuan militer
Tiongkok baik di Samudera Hindia maupun Teluk Bengal.227 Dengan adanya
upaya-upaya tersebut tentu mendorong keterlibatan India yang lebih luas di
Samudera Hindia dan Teluk Bengal.
Pengepungan terhadap India melalui strategi String of Pearls di
Samudera Hindia dan aliansi Sino-Pak telah menciptakan dilema keamanan
bagi India. Meningkatnya kapabilitas militer Tiongkok secara tidak sengaja
mengurangi keamanan India. Sumber lain yang menjadi faktor ketidakamanan
226 Bertil Lintner, “Is India The World’s Best Bet to Counter China?,” 227 Muhammad Hanif, “India considers China as a rival in the Indian Ocean,”
94
India yaitu hubungan Tiongkok dengan negara-negara tetangga India
digunakan sebagai alat untuk memperluas pengaruhnya dan membatasi ruang
gerak bagi India di Samudera Hindia.228
New Delhi telah mewaspadai peningkatan kerja sama dan aktivitas laut
Tiongkok di Teluk Bengal. Sementara itu, Angkatan Laut India tetap menjadi
yang terkuat di kawasan tersebut, India perlu memastikan bahwa posisinya
tidak melemah akibat berlangsungnya perkembangan politik kekuasaan
diantara kekuatan eksternal.229 Di sisi lain, India menghadapi asimetri dengan
Tiongkok di bidang kekuatan militer dan ekonomi.
Melalui teori Balance of Threat, Walt berargumen bahwa balancing
tidak dapat terjadi apabila berhadapan dengan sesuatu yang lebih kuat
melainkan melawan sesuatu yang mengancam. India tidak berusaha untuk
menyeimbangkan AS, tetapi mencari mitra untuk menyeimbangkan Tiongkok
yang dianggap sebagai ancaman langsung.230 Maka dari itu, India mengejar
kebijakan luar negeri yang lebih ambisius melalui Kebijakan Look East dan
Act East dimana India melakukan interaksi dengan dengan Jepang dan negara-
228 Sankhya Khrisnan, India’s Security Dilemma vis-à-vis China: A Case of Optimum
or Sub-Optimum Restraint? (Colombo: RCSS, 2008) 229 K. Yhome, “The Bay of Bengal at the Crossroad: Potential for Cooperation among
Bangladesh, India and Myanmar,” FES India Paper (2014) 230 Kunal Singh, “Examining the idea of an India-led middle power coalition,”
Livemint tersedia di
https://www.livemint.com/Opinion/NKbhvIEoycJttSuqtPRiwJ/Examining-the-idea-of-an-
Indialed-middle-power-coalition.html (diakses pada 22 Mei 2020)
95
negara di Asia Tenggara. Melalui kebijakan-kebijakan ini merupakan bagian
dari upaya balancing India terhadap Tiongkok di kawasan.231
Menanggapi perluasan aktivitas Tiongkok di kawasan, India
melakukan internal dan eksternal balancing. Internal balancing mencakup
upaya membangun dan mengembangkan kemampuan militer serta membeli
senjata. Militer merupakan instrumen mendasar yang dimiliki oleh suatu
negara karena pada akhirnya negara bertanggung jawab atas keamanannya
sendiri. Maka dari itu, dengan membangun kemampuan militer dapat
memungkinkan India untuk mencegah kekuatan atau mempertahankan diri
dari Tiongkok.
Sementara itu, external balancing menyasar pada pembangunan
hubungan atau aliansi dengan negara-negara lain sebagai konsekuensi dari
negara tertentu yang tidak memiliki kapasitas yang mumpuni untuk
menghadapi ancaman tertentu. India membutuhkan mitra yang kuat yang
mampu membantunya menyeimbangkan Tiongkok dan membantu India untuk
mengeksplorasi kemampuannya, sehingga India perlu memperkuat ikatan
dengan para pemain utama seperti Amerika Serikat, Jepang dan Australia,
negara-negara pesisir Teluk serta negara-negara di kawasan Asia Tenggara.232
231 Muhammad Fathullah, “Dari Look East ke Act East: Arti Penting Perubahan
Kebijakan Luar Negeri India terhadap Negara-Negara di Asia Tenggara,” Jurnal Hubungan
Internasional (2018) 232 Rajesh Rajagopalan, “India’s Strategic Choices: China and the Balance of Power
in Asia,” Carnegie India tersedia di https://carnegieindia.org/2017/09/14/india-s-strategic-
choices-china-and-balance-of-power-in-asia-pub-73118 (diakses pada 24 Mei 2020)
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muncul sebagai dua ekonomi Asia yang kuat, India dan Tiongkok
keduanya berambisi untuk terus melakukan modernisasi yang kemudian
berkembang menjadi pengaruh politik dan pengaruh supra-regional.
Meningkatnya kekuatan dan besarnya pertumbuhan pengaruh Tiongkok
memberikan pengaruh yang signifikan dalam politik global. Melalui kemitraan
atau hubungan diplomatik, saat ini Tiongkok telah mendominasi negara-
negara di seluruh dunia, terutama kawasan Asia dan Pasifik. Posisi dan strategi
yang dimiliki oleh Tiongkok telah memberikan keuntungan bagi kelangsungan
kepentingan nasionalnya. Memperkuat ikatan dengan beberapa negara di
kawasan Asia, mendukung atau memfasilitasi pembangunan infrastruktur serta
membangun pangkalan militer di sekitar Samudera Hindia menjadi bukti
bahwa pengaruh Tiongkok semakin luas dan kuat.
Ekspansi Tiongkok di kawasan Samudera Hindia telah mengundang
banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Klaim pengaruh yang
tumpang tindih di Asia dan Samudera Hindia telah muncul sebagai bentuk
persaingan strategis antara India dan Tiongkok. Kedua negara sangat
bergantung pada SLOC Samudera Hindia untuk kepentingan energi,
keamanan perdagangan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Persaingan strategis antara India dan Tiongkok juga terlihat jelas di Teluk
97
Bengal dimana kedua negara merasakan dilema keamanan karena keduanya
memiliki kecurigaan satu sama lain.
Pengepungan India melalui strategi String of Pearls di kawasan
Samudera Hindia dan aliansinya dengan Pakistan telah menciptakan dilema
keamanan (security dilemma) bagi India. Namun, posisi geostrategik yang
unik di Samudera Hindia telah memberikan keuntungan strategis bagi India
sekaligus menikmati dominasi di wilayah tersebut. Di sisi lain, India khawatir
akan kehilangan posisinya yang dominan di kawasan Teluk Bengal akibat
perkembangan pengaruh Tiongkok di kawasan tersebut. Secara geografis,
Tiongkok tidak memiliki konektivitas fisik dengan Teluk Bengal sehingga
Tiongkok berupaya mengurangi hambatan geografis. Sementara itu, India
berupaya mempertahankan posisinya sebagai pemain dominan di kawasan
tersebut.
Dalam rangka mempertahankan statusnya sebagai kekuatan ekonomi,
Tiongkok ingin mengintegrasikan ekonominya dengan dunia melalui Belt and
Road Initiative. Saat ini, Tiongkok lebih tegas dalam membangun hubungan
dengan negara-negara tetangga India dan menghasilkan respon yang positif
dari negara-negara yang tidak stabil terhadap inisiatif tersebut. Selain itu,
Tiongkok juga memprakasai kerja sama sub-regional dan inisiatif konektivitas
(koridor ekonomi) dalam rangka melindungi kepentingan strategis dan
ekonominya. Keterbatasan jarak geografis dengan Samudera Hindia,
98
Tiongkok mendapatkan akses penggunaan sejumlah pelabuhan di kawasan
tersebut seperti di Kyaukpyu dan Hambantota.
Hubungan bilateral India dan Tiongkok terus ditandai oleh
ketidakpercayaan dan kecurigaan akibat masalah yang belum terselesaikan
diantara keduanya. Kondisi dilema keamanan di antara kedua negara
dimanfaatkan oleh Tiongkok untuk menjalin hubungan dekat dengan negara-
negara lain di Samudera Hindia terutama negara-negara yang sebelumnya
telah memiliki ikatan dengan India seperti Sri Lanka, Bangladesh dan
Myanmar. Kehadiran angkatan lautnya dan pembangunan infrastruktur di
kawasan Samudera Hindia dan negara-negara pesisir Teluk Bengal dianggap
sebagai ancaman keamanan dan pengepungan (encirlement) bagi India.
Maka dari itu, India memerlukan langkah proaktif untuk menahan
ekspansi Tiongkok di Samudera Hindia dan Teluk Bengal. Melalui
peningkatan anggaran dan modernisasi Angkatan Laut merupakan salah satu
dari serangkaian persiapan India untuk menghadapi Tiongkok. Kerjasama
regional dan diplomasi dengan negara-negara pesisir Samudera Hindia melalui
Kebijakan Act East dan Neighborhood First membantu dalam memperkuat
legitimasi India di kawasan tersebut.
India menerapkan kebijakan Neighborhood First dengan
mengembangkan hubungan bilateral di bidang tertentu dengan beberapa
negara pesisir Teluk. Dalam merespon koridor ekonomi Tiongkok, India
99
mempromosikan kerja sama sub-regional BIMSTEC yang terdiri dari negara-
negara Teluk Bengal dan membangun infrastruktur yang menghubungkan
India dengan negara-negara tersebut.
Dalam menghadapi ancaman dari Tiongkok, India juga melibatkan
kekuatan ekstra regional seperti Amerika Serikat dan Jepang dalam bentuk
kemitraan strategis. Kerja sama strategis yang dilakukan oleh India dengan
Amerika Serikat, Jepang dan Australia atau yang disebut “The Quad”
merupakan sebuah upaya untuk membangun aliansi untuk menekan pengaruh
Tiongkok di Samudera Hindia. Selain meningkatkan hubungannya dengan
kekuatan ekstra regional, India juga membina hubungan dengan negara-negara
di Asia Tenggara. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan posisinya di
kawasan Samudera Hindia dan meningkatkan kapabilitas serta kredibilitas
India sebagai penyedia keamanan untuk kawasan ini.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa India telah khawatir dengan
meningkatnya aktivitas ekonomi maupun militer Tiongkok yang tumbuh di
kawasan Samudera Hindia dan Teluk Bengal. Pengepungan (encirclement)
melalui strategi String of Pearls, aliansi Sino-Pak dan asimetri kekuatan telah
menciptakan dilema keamanan bagi India. Dalam menghadapi kondisi ini,
India perlu mengembangkan berbagai upaya untuk menjamin keamanannya
dengan meningkatkan kemampuan militer dan membangun kemitraan
strategis atau aliansi.
100
Selain itu, dilihat dari strategi India di Teluk Bengal cenderung
hegemonik dan New Delhi juga bersikap kritis terhadap segala bentuk
keterlibatan strategis, ekonomi dan pertahanan negara-negara pesisir Teluk
dengan Tiongkok. India juga memberikan tekanan terhadap negara-negara
tersebut untuk membatalkan perjanjian bilateral mereka dengan Tiongkok.
Upaya-upaya ini dilakukan oleh India untuk menekan pengaruh Tiongkok di
kawasan Teluk Bengal.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdenur, Adriana Erthal. “Trans-Himalayas: From the Silk Road to World War II.” dalam
India China: Rethinking Borders and Security, ed. L. H. M. Ling, dkk. Michigan:
University of Michigan Press, 2016.
Ali, S. Mahmud. China’s Belt and Road Vision: Geoeconomics and Geopolitics. Switzerland:
Springer Nature, 2020.
Anggito, Albi, dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi: CV Jejak,
2018.
Athwal, Amardeep. China–India Relations: Contemporary dynamics. New York: Routledge,
2008.
Baruah, Darshana M., dan C. Raja Mohan. “The emerging dynamics of Sino-Indian rivalry in
the Bay of Bengal.” dalam India-China Maritime Competition: The Security
Dilemma at Sea, ed. Rajesh Basrur, dkk. London: Routledge, 2019.
Bhattacharya, Abanti. “Emerging Foreign Policy Trends under Xi Jinping.” dalam East Asia
Strategic Review: China’s Rising Strategic Ambitions in Asia, diedit oleh M.S.
Prathibha. New Delhi: Pentagon Press, 2018.
Blank, Jonah, dkk. Look East, Cross Black Waters: India’s interest in Southeast Asia.
California: RAND Corporation, 2015.
Bo, Hu. Chinese Maritime Power in the 21st Century: Strategy Planning, Policy and
Predictions. New York: Routledge, 2020.
Brewster, David. “The Challenge of Building the Bay of Bengal as an Interconnected
Region.” dalam Twenty Years of BIMSTEC: Promoting Regional Cooperation and
Integration in Bay of Bengal Region, diedit oleh Prabir De. New York: Routledge,
2020.
Brewster, David. “The MSRI and the Evolving Naval Balance in the Indian Ocean.” in
China’s Maritime Silk Road Initiative and South Asia: A Political Economy Analysis
of its Purposes, Perils, and Promise, ed. Jean-Marc F. Blanchard. London: Palgrave
Macmillan, 2018.
Brewster, David. India and China at Sea: Competition for Naval Dominance in the Indian
Ocean. New Delhi: Oxford University Press, 2018.
Brewster, David dan Rory Medcalf. “Cocos and Christmas Islands: Building Australia’s
strategic role in Indian Ocean.” dalam Indian Ocean Islands: Illustrated Cases on
Geopolitics, Ocean and Environment, ed. Christian Bouchard dan Shafick Osman.
New York: Routledge, 2018.
Callahan, William A. “China’s Belt and Road Initiative and EU-China relations.” dalam
China and Nordic Diplomacy, diedit oleh Bjørnar Sverdrup-Thygeson, dkk. New
York: Routledge, 2017.
Chauhan, Rishika. “Differences not disputes: India’s view of the border war after 1962,”
dalam Routledge Handbook of China-India Relations. New York: Routledge, 2020.
Cheema, Sujata Ashwarya, dan Suruchi Aggarwal. “China and India in the Persian Gulf and
Other Energy Theathers: Cooperation or Conflict?” dalam China in Indian Ocean
Region (New Delhi: Allied Publishers, 2015)
Cordesman, Anthony H. Chinese Strategy and Military Power in 2014: Chinese, Japanese,
Korean, Taiwanese, and US Perspectives. Lanham: Rowman & Littlefield, 2014.
Danial, Endang, dan Nanan Wasriah. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:
Laboraterium Pendidikan Kewarganegaraan, 2009.
xiv
Davison, Remy. “Looking East: India and Russia in the Asia-Pacific,” dalam The New Global
Politics of the Asia-Pacific: Conflict and Cooperation in the Asian Century, ed.
Michael K. Connors, dkk. New York: Routledge, 2018.
Dharmaputra, Radityo. “Neorealisme.” dalam Teori Hubungan Internasional: Perspektif-
perspektif Klasik, ed. Visensio Dugis. Surabaya: Airlangga University Press, 2018.
Feng, Cheng, dan Larry M. Wortzel, “PLA Operation Principles and Limited War.” dalam
Chinese Warfighting: The PLA Experience Since 1949, ed. Mark A. Ryan, et al. New
York: Routledge, 2003.
Fravel, M. Taylor. Strong Borders Secure Nation: Cooperation and Conflict in China’s
Territorial Disputes. New Jersey: Princeton University Press, 2008.
Genest, Marc A. Conflict and Cooperation: Evolving theories of International Relations 2nd
Edition. California: Thomson Wadsworth, 2004.
Goldstein, Lyle J. Meeting China Halfway: How to Defuse the Emerging US-China Rivalry.
Washington DC: Georgetown University Press, 2015.
Guo, Rongxing. Territorial Disputes and Management Resources: A Global Handbook. New
York: Nova Science Publisher, 2007.
Harold, Scott W. dkk. The Thickening Web of Asian Security Cooperation: Deepening
Defense Ties among U.S. Allies and Partners in the Indo-Pacific. California: RAND,
2019.
Harrison, Ewan.The Post Cold War International System: Strategies, Institutions and
Reflexity. London: Routledge, 2004.
Ho, Selina. “Seeing the forest for the trees: China’s shifting perceptions of India.” dalam
Handbook on China and Developing Countries, diedit oleh Carla P. Freeman.
Cheltenham: Edward Elgar Publishing, 2015.
India: Foreign Policy and Government Guide Vol. 1. Washington DC: International
Bussiness Publications, 2011.
J. Moloeng, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Mizan Publika,
2011.
Kennedy, Andrew Binghan. The international Ambitious of Mao and Nehru: National
Efficacy Beliefs and the Making of Foreign Policy. Cambridge: Cambridge
University Press, 2012.
Khoo, Nicholas. Collateral Damage: Sino-Soviet Rivalry and the Termination of the Sino-
Vietnamese Alliance. New York: Columbia University Press, 2011.
Lintner, Bertil. The Costliest Pearl: China’s Struggle for India’s Ocean. London: Hurst
Publishers, 2019.
Luthi, Lorenz M. “India’s relations with China, 1945-74.” dalam The Sino-Indian War of
1962: New Perspectives, ed. Amit R. Das Gupta dan Lorenz M. Luthi. New York:
Routledge, 2017.
Lynch, Thomas F. dan James J. Przystup, India-Japan Strategic Cooperation and
Implications for U.S. Strategy in the Indo-Asia-Pacific Region. Washington DC:
National Defense University Press, 2017.
Malhotra, V. P. Security and Defence Related Treaties of India. New Delhi: Vij Books India,
2010.
Malik, Ashish. Disha 365 Current Affairs Analysis Vol.1 for UPSC IAS/IPS Prelim & Main
Exams 2020. New Delhi: DISHA Publication, 2020.
Marketos, Thrassy N. China’s Energy Geopolitics: The Shanghai Cooperation Organization
and Central Asia. New York: Routledge, 2009.
Markus B. Liegl, China’s Use of Military Force in Foreign Affairs: The Dragon Strikes. New
York: Routledge, 2018.
McClam, Reginald J. Balancing on the Pivot: How China’s Rise and Offshore Balancing Affect
Japan’s and India’s Roles as Balancers in the Twenty-First Century. Alabama: Air
University Press, 2016.
xv
Mishra, Keshav. Rapprochement across the Himalays: Emerging India-China Relations in
Post Cold War Period. New Delhi: Kalpaz Publications, 2004.
Panda, Jagannath P.India and China in Asia: Between Equilibrium and Equations. New York:
Routledge, 2019.
Paul, T.V. The China-India Rivalry in the Globalization Era. Washington DC: Georgetown
University Press, 2018.
Paul, T.V.Restraining Great Powers: Soft Balancing from Empires to the Global Era. New
Haven: Yale University Press, 2018.
Peery, Brad. China vs. US: A Political Analysis of US—China Competition, a Police State vs.
a Democracy. Indiana: Archway Publishing, 2018.
Pervez, Muhammad S. Security Community in South Asia: India-Pakistan. New York:
Routledge, 2013.
Peters, Michael A. “The path of Chinese modernity: Philosophical and historical narratives
of the Chinese Dream.” dalam The Chinese Dream: Educating the Future: An
Educational Philosophy and Theory Chinese Educational Philosophy Reader
Volume VII, diedit oleh Michael A. Peters. New York: Routledge, 2020.
Pu, Xiaoyu. “Asymmetrical Competitors: Status Concerns,” dalam The China-India Rivalry
in the Globalization Era, ed. T.V. Paul. Washington DC: Georgetown University
Press, 2018.
Pulipaka, Sanjay. “Myanmar’s Political Transition”, in Myanmar’s Integration with the
World: Challenges and Policy Options, ed. Prabir De & Ajitava Raychaudhuri.
London: Palgrave Macmillan, 2017.
Rai, Ajai K. India’s Nuclear Diplomacy after Pokhran II. New Delhi: Dorling Kindersley,
2009.
Rajagopalan, R. P. “India-China relations,” dalam Chinese Foreign Policy under Xi, ed. Tiang
Boon Ho. New York: Routledge, 2017.
Rakhra, Jasbir P. “Asian Gaints in the Indian Ocean Region: Détente or Entete”, dalamChina
in Indian Ocean Region, ed. Sidda Goud & Manisha Mookherjee. New Delhi: Allied
Publishers, 2015.
Ramachandran, Sita. Decision Making in Foreign Policy. New Delhi: Northern Book Centre,
1996.
Robinson, K. “China is pivot to the Indian Ocean Region: impacts and implications for India.”
dalam Indian Ocean and Maritime Security: Competition, Cooperation and Threat.
New York: Routledge, 2017.
Sakhuja, Vijay. Asian Maritime Power in the 21st Century: Strategic Transactions China,
India and Southeast Asia. Singapura: ISEAS Publishing, 2011.
Sali, M. L. India-China Border Dispute: A Case Study of the Eastern Sector. New Delhi: APH
Publishing Cooperation, 1998.
Samaranayake, Nilanti. “China’s Relations with the Smaller Countries of South Asia.” dalam
China and International Security: History, Strategy, and 21st-Century Policy, diedit
oleh Donovan C. Chau dan Thomas M. Kane. California: Praeger, 2014.
Scott, David. Handbook of India’s International Relations. New York: Routledge, 2011.
Shah, S. K. India and Its Neighbours: Renewed Threats and New Directions. Delhi: Alpha
Editions, 2017.
Shankar, Mahesh. “Territory and the China-India Competition,” dalam The China-India
Rivalry in the Globalization Era, ed. T.V. Paul. Washington DC: Georgetown
University Press, 2018.
Shinn, David H., dan Joshua Eisenman.China and Africa: A Century of Engagement.
Pennsylvania: University of Pennsylvania Press, 2012.
Small, Andrew. The China-Pakistan Axis: Asia’s New Geopolitics. New York: Oxford
University Press, 2015.
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009.
xvi
U.S. – China Security Review Commission, Report to Congress of the U.S.—China Security
Review Commission: The National Security Implications of the Economic
Relationship between the United States and China. Washington DC: U.S. – China
Security Review Commission, 2002.
Vasan, R. Sheshadri. “Implications of OBOR on Maritime Security and Security in Indian
Ocean.” dalam Sino-Indian Relations: Contemporary Perspectives, diedit oleh R.
Sidda Goud dan Manisha Mookherjee. New Delhi: Allied Publishers, 2016.
Verma, Adarsha. “Chinese Ambitions in the Indian Ocean Region.” dalam East Asia Strategic
Review: China’s Rising Strategic Ambitions in Asia, diedit oleh M.S. Prathibha. New
Delhi: Pentagon Press, 2018.
Walt, Stephen M. “Keeping the World “Off Balance”: Self Restraint and U.S Foreign Policy.”
dalam America Unrivaled: The Future of the Balance of Power, ed. John Ikenberry.
London: Cornell University Press, 2002.
Walt, Stephen M. The Origins of Alliances. London: Cornell University Press, 2014.
Wesley, Michael. Restless Continent: Wealth, Rivalry, and Asia’s New Geopolitics. New
York: Peter Mayer Publishers, 2016.
Xiaowen, Hu. “The 1950s in China-India Relations.” dalam Routledge Handbook of China-
India Relations, ed. Kanti Bajpai, dkk. New York: Routledge, 2020.
Xu, Jianfeng. “Introduction: Zhejiang’s Economic Development and the Chinese Dream.”
dalam Chinese Dream and Practice in Zhejiang – Economy, diedit oleh Changhong
Pei dan Jianfeng Xu. Singapura: Springer Nature, 2019.
Yuan, Jing-dong. “Sino-Indian Relations: Peaceful Coexistence or Pending Rivalry.” dalam
The Ashgate Research Companion to Chinese Foreign Policy, diedit oleh Emilian
Kavalski. Farnham: Ashgate Publishing, 2012.
Zhang, Baogui. “China’s foreign policy.” dalam Routledge Handbook of Politics in Asia,
diedit oleh Shiping Hua. New York: Routledge, 2018.
Zheng, Chongwei. 21st Century Maritime Silk Road: A Peaceful Way Forward. Singapura:
Springer Nature, 2018.
Zhu, Cuiping. “The Strategic Game in Indo-Pacific Region and Its Impact on China’s
Security.” dalam Annual Report on the Development of the Indian Ocean Region
2018, diedit oleh Cuiping Zhu. Singapura: Springer Nature, 2019.
Zhu, Cuiping. India’s Ocean: Can India and China Coexist? Singapura: Springer Nature,
2018.
Jurnal, Paper dan Skripsi
“China Naval Modernization: Implications for U.S. Navy Capabilities – Background and Issues
for Congress.” Congressional Research Service (2020).
“Selling the Silk Road Spirit: China’s Belt and Road Initiative in Myanmar”. Myanmar Policy
Briefing. Diakses dari https://www.tni.org/files/publication-
downloads/bri_myanmar_web_18-11-19.pdf diakses pada 4 April 2020.
“Selling the Silk Road Spirit: China’s Belt and Road Initiative in Myanmar.” Myanmar Policy
Briefing. Diakses dari https://www.tni.org/files/publication-
downloads/bri_myanmar_web_18-11-19.pdf diakses pada 4 April 2020.
Abitol, Aldo D. “Causes of the 1962 Sino-Indian War: A Systems Level Approach.” Josef
Korbel Journal of Advanced International Studies (Summer 2009).
Amorim, Wellington, dan Antonio Henrique, “Japan and India: soft balancing as a reaction to
China’s rise?” Revista Brasileira de Politíca Internacional Vol. 57, 2014 [jurnal
online]; tersedia di https://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0034-
73292014000300073; Internet; diunduh pada 28 April 2020.
xvii
Arya, I Gusti Ngurah, dkk. “Kepentingan Tiongkok dalam Akuisisi Pelabuhan Hambantota Sri
Lanka.” Jurnal Hubungan Internasional Vol. 1, no. 1, 2019 [jurnal online]; tersedia
di https://ojs.unud.ac.id/index.php/hi/article/view/47631; Internet; diunduh pada 26
Maret 2020.
Badariyan, Jayanti. “Peningkatan Kerjasama Pertahanan India-Amerika Serikat sebagai Respon
Agresivitas China di Samudera Hindia.” Universitas Muhammadiyah Malang (2013).
Brewster, David. “Beyond the String of Pearls: Is there really a Sino-Indian Security Dilemma
in the Indian Ocean?” Journal of the Indian Ocean Region 10, no. 2, 2014 [jurnal
online]; tersedia di https://core.ac.uk/download/pdf/156624787.pdf; Internet; diunduh
pada 23 April 2020.
Brewster, David. “The Rise of the Bengal Tigers: The Growing Strategic Importance of the Bay
of Bengal.” Journal of Defence Studies Vol. 9, no. 2, 2015 [jurnal online]; tersedia di
https://idsa.in/jds/9_2_2015_TheRiseoftheBengalTigers; Internet; diunduh pada 5
Maret 2020.
Cooper, Zack. “Security Implications of China’s Military Presence in the Indian Ocean.” CSIS
Briefs. Diakses dari https://www.csis.org/analysis/security-implications-chinas-
military-presence-indian-ocean pada 20 Maret 2020.
Das, Chinmmoyee. “India’s Maritime Diplomacy in South-West Indian Ocean: Evaluating
strategic partnerships.” Journal of Strategic Security 12 (2), 2019 [jurnal online];
tersedia di
https://scholarcommons.usf.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1726&context=jss;
Internet; diunduh pada 1 Mei 2020.
Das, Pushpita. “Securing the Andaman and Nicobar Islands.” Strategic Analysis 35, no. 3
(2011).
Fang, Tien-Sze. “The Asymmetrical Threat Perceptions in China-India Relations after the 1998
Nuclear Tests.” The London School of Economics and Political Science (2010).
Fathullah, Muhammad. “Dari Look East ke Act East: Arti Penting Perubahan Kebijakan Luar
Negeri India terhadap Negara-Negara di Asia Tenggara.” Jurnal Hubungan
Internasional (2018).
Han, Zhen, dan T. V. Paul, “China’s Rise and Balance of Power Politics.” The Chinese Journal
of International Politics 13, no. 1, 2020 [jurnal online]; tersedia di
https://academic.oup.com/cjip/article/13/1/1/5739306; Internet; diunduh pada 28
April 2020.
Harder, Anton. “Not at the Cost of China: New Evidence Regarding US Proposals to Nehru for
Joining the United Nations Security Council”. Working Paper Cold War International
History Project (2015).
Harneit-Sievers, Axel. “Talking about China in Myanmar.” Heinrich-Böll-Stiftung.Diakses dari
https://www.boell.de/en/2019/07/18/talking-about-china-myanmar pada 4 April 2020.
Islam, Safiqul. “The Strategies of China and India in the Bay of Bengal Region: Revisiting
Strategic Competition.” Yonsei Journal of International Studies Vol. 10, no. 1 (2018).
Jervis, Robert. “Cooperation under Security Dilemma.” World Politics, Vol. 30, No. 2, 1978
[jurnal online]; tersedia di
https://www.jstor.org/stable/2009958?seq=1#metadata_info_tab_contents; Internet;
diunduh pada 8 Februari 2020.
Joshi, Yogesh, dan Anit Mukherjee. “From Denial to Punishment: The Security Dilemma and
Changes in India’s Military Strategy towards China.” Asian Security 15, no. 1, 2019
[jurnal online]; tersedia di
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14799855.2019.1539817; Internet;
diunduh pada 18 April 2020.
Kabir, M. Humayun, dan Amamah Ahmad. “The Bay of Bengal: Next theatre for strategic
power play in Asia”. Croatian International Relations Review 21, No. 72 (2015).
xviii
Kalyanaraman, S. dan Erik H. Ribeiro. “The China-India Doklam Crisis, Its Regional
Implications and Structural Factor.” Boletim de Conjuntura Nerint 2, No. 7, 2017
[jurnal online]; tersedia di https://www.academia.edu/36045512/The_China-
India_Doklam_Crisis_its_regional_implications_and_the_structural_factor; Internet;
diunduh pada 3 Maret 2020.
Karim, Mohammad Aminul., dan Faria Islam. “Bangladesh–China–India–Myanmar (BCIM)
Economic Corridor: Challenges and Prospects.” The Korean Journal of Defense
AnalysisVol. 30, no. 2 (2018).
Kaura, Vinay. “China’s South Asia Policy under Xi Jinping: India Strategic Concerns.” Central
European Journal of International and Security Studies Vol. 12, no. 2, 2018 [jurnal
online]; tersedia di
https://www.researchgate.net/publication/327060956_China's_South_Asia_policy_u
nder_Xi_Jinping_India's_strategic_concerns; Internet; diunduh pada 13 Maret 2020.
Khetran, Mir Sherbaz. “The Potential and Prospects of Gwadar Port.” Strategic Studies Vol.
35, no. 1 (2015).
Krishnan, Sankhya. “India’s Security Dilemma vis-à-vis China: A Case of Optimum or Sub-
Optimum Restraint?” Regional Centre for Strategic Studies, 2008 [jurnal online];
tersedia di https://www.rcss.org/publication/policy_paper/Policy47.pdf; Internet;
diunduh pada 12 Januari 2020.
Kumar, Arvind. “Future of India-China Relations: Challenges and Prospects.” UNISCI
Discussion Papers, Oktober 2010 [jurnal online]; tersedia di
https://revistas.ucm.es/index.php/UNIS/article/download/UNIS1010330187A/26954/
0; Internet; diunduh pada 1 Maret 2020.
Kumar, S. Y. Surendra. “China’s Strategic Engagement with Sri Lanka: Implications for India.”
Contemporary Chinese Political Economy and Strategic Relations: An International
Journal Vol. 3, no. 3 (2017).
Li, Zhang. “China-India Relations: Strategic Engagement and Challenges”. Center for Asian
Studies IFRI (September 2010)
Malik, J. Mohan, “India-China Relations”. Berkshire Encyclopedia of China tersedia di
https://apcss.org/wp-content/uploads/2011/03/India-China_Relations.pdf
Mobley, Terry. “The Belt and Road Initiative: Insight from China’s Backyard.” Strategic
Quarterly Studies 13, no. 3, 2019 [jurnal online]; tersedia di
https://www.airuniversity.af.edu/Portals/10/SSQ/documents/Volume-13_Issue-
3/Mobley.pdf; Internet; diunduh pada 18 April 2020.
Mohan, N. Chandra. “BIMSTEC: An Idea Whose Time Has Come?” ORF Issue Brief (2016).
National Institute for Defense Studies, “India: The Foreign and Security Policy under the Modi
Government.” East Asian Strategic Review (2015).
Pathak, Vidhan. “China and Francophone Western Indian Ocean Region: Implications for
Indian Interest.” Journal of Defence Studies,Vol. 3, No. 4, 2009 [jurnal online];
tersedia di https://idsa.in/system/files/jds_3_4_vpathak.pdf; Internet; diunduh pada 20
Desember 2020.
Pehrson, Christopher J. “String of Pearls: Meeting the Challenge of China’s Rising Power
across the Asian Littoral.” SSI Carlisle Papers in Security Strategy (Juli 2006).
Priyadharsana, Sithara. “China as a dominant naval power in the Indian Ocean.” IJSIT, Vol.4,
no. 4 (2015).
Raghavan, Srinath. “A Missed Opportunity: The Nehru-Enlai Summit of 1960.” NMML
Occasional Paper: History and Society (Delhi: Nehru Memorial Museum and Library,
2015) tersedia di http://125.22.40.134:8080/jspui/handle/123456789/3980
Rahmadhani, Nathacia. “Kepentingan India dalam Kerjasama BIMSTEC (Bay of Bengal
Initiative for Multi-Sectoral Technical and Economic Cooperation)” JOM FISIP 3,
no. 1, 2016 [jurnal online]; tersedia di
https://media.neliti.com/media/publications/32901-ID-kepentingan-india-dalam-
xix
kerjasama-bimstec-bay-of-bengal-initiative-for-multi-sec.pdf; Internet; diunduh pada
28 April 2020.
Rajendram, Danielle. “India’s new Asia-Pacific strategy: Modi acts East.” Lowy Institute for
International Policy (2014).
Sakhuja, Vijay. “China-Bangladesh Relations and Potential for Regional Tensions.” China
Brief. Diakses dari https://jamestown.org/program/china-bangladesh-relations-and-
potential-for-regional-tensions/ pada 6 April 2020.
Samaranayake, Nilanti. “The Long Littoral Project: Bay of Bengal, A Maritime Perspective on
Indo-Pacific Security.” CNA Report (2012).
Scott, David. “Sino-Indian Security Predicaments for the Twenty-First Security.” Asian
Security 4, no. 3 (2008).
Suryanarayana, P. S. “Indian Ocean and Bay of Bengal: A Strategic Factor in China-South Asia
Relations.” ISAS Working Paper. Heng Mui Keng Terrace: ISAS, 2016.
Talukdar, Swakshyar Saurav. “Sino-Indian Border Relationship from 1914-1962”.
International Journal of Humanities & Social Science Studies 2, No. 2 (September
2015)
Tariq, Sidra. “India and China in the Indian Ocean: A Complex Interplay of Geopolitics.” IRS
Spotlight (2014).
Twining, Daniel. “India’s Heavy Hedge against China, and its New Look to the United States
to Help,” Joint U.S Korea Academic Studies (2015).
Upadhyaya, Shishir. “Expansion of Chinese maritime power in the Indian Ocean: implications
for India.” Defence Studies, Vol.17, No. 1, 2017 [jurnal online]; tersedia di
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14702436.2016.1271720; Internet;
diunduh pada 15 Desember 2020.
Vijay, Aditya. “India’s Trade and Maritime Policy in the Indian Ocean Region.” Centre for
Public Policy Research (2018).
Waltz, Kenneth. “The Origins of War in International Theory.” Journal of Interdiciplinary
History Vol. 18, No.4, 1998 [jurnal online]; tersedia di
https://www.jstor.org/stable/204817; Internet; diunduh pada 15 Desember 2019.
Wismayanti, Ayu. “Peningkatan Kapabilitas Militer India sebagai Dampak Modernisasi Militer
Tiongkok.” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2017).
Yhome, K. “The Bay of Bengal at the Crossroad: Potential for Cooperation among Bangladesh,
India and Myanmar.” FES India Paper (2014).
Yuan, Jing-Dong. “India’s Rise after Pokhran II: Chinese Analyses and Assessment.” Asian
Survey 41, no. 6 (2001).
Zhao, Suisheng. “Chinese Foreign Policy as a Rising Power to find its Rightful Place.”
Perceptions Vol. 18, no. 1, 2013 [jurnal online]; tersedia di
https://core.ac.uk/download/pdf/80590842.pdf; Internet; diunduh pada 8 Maret 2020.
Laporan dan Dokumen
“Premier Zhou En-lai’s Letter to Prime Minister Nehru,” History and Public Policy Program:
Documents on the Sino-Indian boundary question (Peking: Foreign Language Press,
1960) tersedia di
https://digitalarchive.wilsoncenter.org/document/175958.pdf?v=bfc618a2773b51f
bbe159096697b640a
“Vision and Actions on Jointly Building Silk Road Economic Belt and 21-st Century
Maritime Silk Road.” National Development and Reform Commission (NDRC).
Diakses dari
https://en.ndrc.gov.cn/newsrelease_8232/201503/t20150330_1193900.html pada
30 Maret 2020
xx
Baruah, Darshana M. “Strengthening Delhi’s Strategic Partnerships in the Indian Ocean.”
CNAS tersedia di https://www.cnas.org/publications/reports/strengthening-delhis-
strategic-partnerships-in-the-indianocean (diakses pada 28 April 2020).
Blackwill, Robert D. dan Kurt M. Campbell, “Xi Jinping on the Global Stage.” Council
Special Report. New York: Council on Foreign Relations, 2016.
Lin, Gang. “China’s ‘Good Neighbor’ Diplomacy: A Wolf in Sheep’s Clothing?” Asia
Program Special Report (2005).
Ministry of Defence. “Ensuring Secure Seas: Indian Maritime Security Strategy.” New Delhi:
Indian Navy, 2015.
The State Council Information Office of the People’s Republic of China. China’s Military
Strategy 2015. Diakses dari https://jamestown.org/wp-
content/uploads/2016/07/China%E2%80%99s-Military-Strategy-2015.pdf pada 17
Maret 2020.
Website dan Berita
“Backgrounder: China-Pakistan Economic Corridor.” China Daily.Diakses dari
https://www.chinadaily.com.cn/world/2015xivisitpse/2015-
04/22/content_20503693.htm pada 27 Maret 2020.
“China building capability for offensive operations in Indian Ocean.” The Week. Diakses dari
https://www.theweek.in/news/world/2019/05/03/china-building-capability-offensive-
operations-indian-ocean.html pada 26 Maret 2020.
“China gifts warship to Sri Lanka.” The Economic Times.Diakses dari
https://economictimes.indiatimes.com/news/defence/china-gifts-warship-to-sri-
lanka/articleshow/70255526.cms?from=mdr pada 28 Maret 2020.
“China Vs India by Populations.” Statistics Times tersedia di
http://statisticstimes.com/demographics/china-vs-india-population.php (diakses pada
23 April 2020)
“China’ String of Pearls’ Strategy Resulted in India’s 1st Loss at the Indian Ocean.” Eurasian
Times tersedia di https://eurasiantimes.com/india-aptly-countering-chinas-string-of-
pearls-in-the-indian-ocean/ (diakses pada 21 April 2020).
“China’s One Belt One Road: Challenge to India’s Security.” Belt & Road News tersedia di
https://www.beltandroad.news/2019/02/28/chinas-one-belt-one-road-challenge-to-
indias-security/ (diakses pada 23 April 2020).
“Chronicle of Sino-Indian relations”. China.org.cn tersedia di
http://www.china.org.cn/world/China-India/2010-03/24/content_19676949.htm
(diakses pada 13 Maret 2020).
“Here’s why India has stayed away from China’s Belt and Road Initiative.” Money Control
tersedia di https://www.moneycontrol.com/news/world/heres-why-india-has-
stayed-away-from-chinas-belt-and-road-initiative-4586791.html (diakses pada 14
Juli 2020).
“India firms up USD 130 billion plan to enhance military capabilities.” India Today tersedia di
https://www.indiatoday.in/india/story/plan-to-enhance-military-capability-
government-of-inda-investment-1597702-2019-09-11 (diakses pada 28 April 2020).
“India strengthening its military against China: US.” The Economic Times tersedia di
https://economictimes.indiatimes.com/news/politics-and-nation/india-strengthening-
its-military-against-china-us/articleshow/11924175.cms?from=mdr (dikases pada 23
April 2020).
xxi
“India, China among top three military spenders in 2019: SIPRI report.” The Hindu tersedia di
https://www.thehindu.com/news/national/india-china-among-top-three-military-
spenders-in-2019-sipri-report/article31445560.ece (diakses pada 21 April 2020).
“India, China in spat over border dispute ahead of Hu visit”. The Economic Times tersedia di
https://economictimes.indiatimes.com/news/international/india-china-in-spat-over-
border-dispute-ahead-of-hu-visit/articleshow/438434.cms?from=mdr (diakses pada
11 Maret 2020).
“India’s military expenditures fifth largest in the world in 2017: report.” Scroll.in tersedia di
https://scroll.in/latest/877678/indias-military-expenditure-fifth-largest-in-the-world-
in-2017-report (diakses pada 21 April 2020).
“India’s neighborhood first Policy aims at Centripental ties.” Belt & Road News tersedia di
https://www.beltandroad.news/2019/10/04/indias-neighbourhood-first-policy-aims-
at-centripetal-ties/ (diakses pada 25 April 2020).
“Indian ships on visit Philippines.” The Hindu tersedia di
https://www.thehindu.com/news/cities/Visakhapatnam/indian-ships-on-visit-to-
philippines/article19792710.ece (diakses pada 29 April 2020).
“Inside China’s US$1 billion port in Sri Lanka where ships don’t want to stop.” The Straits
Times. Diakses dari https://www.straitstimes.com/asia/south-asia/inside-chinas-us1-
billion-port-in-sri-lanka-where-ships-dont-want-to-stop pada 28 Maret 2020.
“Is China the world’s top trader?” China Power tersedia di https://chinapower.csis.org/trade-
partner/ (diakses pada 23 April 2020)
“Pakistani JF-17 fighter jet has already new pilot double seat version.” Bulgarian Military.
Diakses dari https://bulgarianmilitary.com/2019/12/30/pakistani-jf-17-fighter-jet-
has-already-new-pilot-double-seat-version/pada 26 Maret 2020.
“String of Pearls military plan to protect China’s oil: US report.” Space War.Diakses dari
https://www.spacewar.com/2005/050118111727.edxbwxn8.html pada 17 Maret
2020.
“The Growing Entente between India and Japan.” The National Interest tersedia di
https://nationalinterest.org/feature/growing-entente-between-india-and-japan-
44567?page=0%2C2 (diakses pada 29 April 2020).
“This is How India Plans to keep its Neighbors away from China’s Influence.” The National
Interest tersedia di https://nationalinterest.org/blog/buzz/how-india-plans-keep-its-
neighbors-away-chinas-influence-80411 (diakses pada 25 April 2020).
“What does China really spend on its military?” China Power. diakses dari
https://chinapower.csis.org/military-spending/ pada 21 Maret 2020.
“White Paper on Sino-Indian Document”. India News 4, no. 17 tersedia di
https://books.google.co.id/books?id=1EEqAQAAMAAJ&printsec=frontcover&hl=
id#v=onepage&q&f=false (diakses pada 13 Maret 2020).
Albert, Eleanor. “Competition in the Indian Ocean.” CFR tersedia di
https://www.cfr.org/backgrounder/competition-indian-ocean (diakses pada 23 April
2020).
Albert, Eleanor. “Competition in the Indian Ocean.” Council on Foreign Relations. Diakses
dari https://www.cfr.org/backgrounder/competition-indian-oceanpada 20 Maret
2020.
Amadeo, Kimberly. “Largest Economies in the World.” The Balance tersedia di
https://www.thebalance.com/world-s-largest-economy-3306044 (diakses pada 23
April 2020)
Ansari, Beenesh. “Expansion of Indian Naval Forces in the Indian Ocean.” Modern Diplomacy
tersedia di https://moderndiplomacy.eu/2019/10/30/expansion-of-indian-naval-
forces-in-the-indian-ocean/ (diakses pada 28 April 2020).
Aroor, Shiv. “Chinese Army has occupied 640 square km in three Ladakh sectors, says
report”. India Today tersedia di
xxii
https://www.indiatoday.in/india/north/story/chinese-army-occupied-640-square-
km-three-ladakh-sectors-report-209992-2013-09-05 (diakses pada 11 Maret 2020)
Arora, Rajat. “Modi’s government Rs 10,000 crore plan to transform Andaman and Nicobar
islands.” The Economic Times tersedia di
https://economictimes.indiatimes.com/news/economy/infrastructure/modi-
governments-rs-10000-crore-plan-to-transform-andaman-and-nicobar-
islands/articleshow/49111067.cms (diakses pada 28 April 2020).
Arouff, Jean Paul. “India in pacts to develop infrastructure in Mauritius, Seychelles.” Reuters
tersedia di https://www.reuters.com/article/us-india-islands/india-in-pacts-to-
develop-infrastructure-in-mauritius-seychelles-idUSKBN0M81AZ20150312
(diakses pada 28 April 2020).
Baruah, Darshana M. “Geopolitics of Indian Ocean Islands in 2019: Takeaways for
Traditional Powers.” Carnegie India.Diakses dari
https://carnegieindia.org/2020/01/09/geopolitics-of-indian-ocean-islands-in-2019-
takeaways-for-traditional-powers-pub-80824pada 20 Maret 2020.
Bhatia, Raashi. “India encircled by China’s string of pearls?” Reuters tersedia di
http://blogs.reuters.com/india/2009/07/28/india-encircled-by-chinas-string-of-pearls/
(diakses pada 21 April 2020).
Bhaumik, Subir. “India to deploy 36.000 extra troops on Chinese border”. BBC News tersedia
di https://www.bbc.com/news/world-south-asia-11818840 (diakses pada 11 Maret
2020).
Brewster, David. “The Bay of Bengal: the Indo-Pasific’s new zone of competition.” ASPI The
Strategist. Diakses darihttps://www.aspistrategist.org.au/the-bay-of-bengal-the-
indo-pacifics-new-zone-of-competition/ pada 28 Maret 2020.
Burke, Jason. “India-China border standoff highlights tension before Xi visit”. The Guardian
tersedia di https://www.theguardian.com/world/2014/sep/16/india-china-border-
standoff-xi-visit (diakses pada 11 Maret 2020)
Burns, John F. “India’s New Defence Chief Sees Chinese Military Threat”. The New York
Times tersedia di https://www.nytimes.com/1998/05/05/world/india-s-new-defense-
chief-sees-chinese-military-threat.html (diakses pada 9 Maret 2020)
Chau, Thompson. “China-led port project inches ahead in Myanmar.” Asia Times. Diakses
dari https://asiatimes.com/2019/07/china-led-port-project-inches-ahead-in-
myanmar/ pada 4 April 2020.
Chhabra, Radhika. “The new phase of Sino-Indian cooperation under the security dilemma.”
ORF tersedia di https://www.orfonline.org/expert-speak/the-new-phase-of-sino-
indian-cooperation-under-the-security-dilemma-48196/ (diakses pada 21 April 2020).
Chowdhury, Kamran Reza. “China to Help Bangladesh Build Submarine Base, Senior
Official Says.” Benar News.Diakses dari
https://www.benarnews.org/english/news/bengali/submarine-base-
09122019155029.htmlpada 30 Maret 2020.
Das, Udayan. “Bay of Bengal: India’s Centerpiece and Springboard.” South Asian
Voices.Diakses darihttps://southasianvoices.org/bay-of-bengal-indias-centerpiece-
springboard/pada 8 April 2020.
Das, Udayan. “Jostling in the Bay of Bengal.” Deccan Herald tersedia di
https://www.deccanherald.com/opinion/in-perspective/jostling-in-the-bay-of-bengal-
803438.html (diakses pada 28 April 2020).
Das, Udayan. “Jostling in the Bay of Bengal.” Deccan Herald.Diakses dari
https://www.deccanherald.com/opinion/in-perspective/jostling-in-the-bay-of-
bengal-803438.html pada 8 Maret 2020.
Das, Udayan. “The dynamics of the Bay of Bengal will determine Asian geopolitics in the
future.” The Telegraph.Diakses dari https://www.telegraphindia.com/opinion/the-
xxiii
dynamics-of-the-bay-of-bengal-will-determine-asian-geopolitics-in-the-
future/cid/1690234 pada 28 Maret 2020.
Das, Udayan. “Understanding the Indo-Pacific: A Case of Two Rivalries,” South Asian Voices
tersedia di https://southasianvoices.org/understanding-the-indo-pacific-a-case-of-
two-rivalries/ (diakses pada 23 April 2020).
Dinesh, Sindhu. “India’s Naval Ambitions: Has it Realised the Mahanian Moment?” The
Geopolitics tersedia di https://thegeopolitics.com/indias-naval-ambitions-has-it-
realised-the-mahanian-moment/ (diakses pada 28 April 2020).
Dominguez, Gabriel. “Bangladesh Navy receives final two Chinese-made Type C13B
corvettes.” Jane’s.Diakses dari https://www.janes.com/article/88149/bangladesh-
navy-receives-final-two-chinese-made-type-c13b-corvettespada 30 Maret 2020.
Dutta, Prabhash K. “This day in 1962: India-China war started with synchronized attack on
Ladakh, Arunachal”. India Today tersedia di
https://www.indiatoday.in/india/story/india-china-war-1962-20-october-aksai-chin-
nefa-arunchal-pradesh-1067703-2017-10-20 (diakses pada 6 Maret 2020).
Ermito, Daniele. “China’s maritime strategy and India’s security dilemma.” Global Risk Insight
tersedia di https://globalriskinsights.com/2016/03/china-maritime-strategy-and-india-
security-dilemma/ (diakses pada 21 April 2020).
Fuhrman, Peter. “China-owned port in Sri Lanka could alter trade routes.” Financial
Times.Diakses dari https://www.ft.com/content/f0d88070-9f99-11e7-9a86-
4d5a475ba4c5pada 28 Maret 2020.
Gady, Franz-Stefan. “Asia’s Military Spending Fueled by Heightened Tensions with China.”
The Diplomat tersedia di https://thediplomat.com/2016/04/asias-military-spending-
fueled-by-heightened-tensions-with-china/ (diakses pada 21 April 2020).
Ganapathy, Nirmala. “India increases its presence in Indian Ocean, with an eye on China.” The
Strait Times tersedia di https://www.straitstimes.com/asia/south-asia/india-increases-
its-presence-in-indian-ocean-with-an-eye-on-china (diakses pada 25 April 2020).
Ghost, Deepshikha. “Need to Clarify Border, Resolve Dispute Quickly, Says PM Modi Amid
Border Stand-off”. NDTV tersedia di https://www.ndtv.com/india-news/need-to-
clarify-border-resolve-dispute-quickly-says-pm-modi-amid-border-stand-off-
667868 (diakses pada 12 Maret 2020).
Gupta, Jayanta. “Chinese naval ships detected near Andamans”. tersedia di
https://timesofindia.indiatimes.com/india/Chinese-naval-ships-detected-near-
Andamans/articleshow/48817805.cms diakses pada 23 Desember 2019.
Hanif, Muhammad. “India considers China as a rival in the Indian Ocean.” Daily Times tersedia
di https://dailytimes.com.pk/586594/india-considers-china-a-rival-in-the-indian-
ocean-region-ior/ (diakses pada 23 April 2020).
Hannah, Harry I. “The Great Game Moves to Sea: Tripolar Competition in the Indian Ocean
Region.” War on the Rocks tersedia di https://warontherocks.com/2019/04/the-great-
game-moves-to-sea-tripolar-competition-in-the-indian-ocean-region/ (diakses pada
25 April 2020).
Huang, Cary. “US, Japan, India, Australia.. is Quad the first step to an Asian Nato?” SCMP
tersedia di https://www.scmp.com/week-asia/opinion/article/2121474/us-japan-india-
australia-quad-first-step-asian-nato (diakses pada 28 April 2020)
Joshi, Manoj. “India (re)discovers the Indian Ocean.” ORF tersedia di
https://www.orfonline.org/research/india-rediscovers-the-indian-ocean-54684/
(diakses pada 29 April 2020).
Kanwal, Gurmeet. “Pakistan’s Gwadar Port: A New Naval Base in China’s String of Pearls
in the Indo-Pacific.” CSIS tersedia dari https://www.csis.org/analysis/pakistans-
gwadar-port-new-naval-base-chinas-string-pearls-indo-pacific (diakses pada pada
27 Maret 2020)
xxiv
Kaplan, Robert D. “The Critical Bay of Bengal.” Stratfor Worldview. Diakses dari
https://worldview.stratfor.com/article/critical-bay-bengalpada 28 Maret 2020.
Karasik, Theodore. “Why all eyes should be on the Indian Ocean.” Al-Arabiya tersedia di
https://english.alarabiya.net/en/views/news/world/2014/01/09/Why-all-eyes-should-
be-on-the-Indian-Ocean (diakses pada 23 April 2020).
Keck, Zachary. “China to Sell Bangladesh 2 Submarines.” The Diplomat. Diakses dari
https://thediplomat.com/2013/12/china-to-sell-bangladesh-2-submarines/pada 28
Maret 2020.
Kellogg, Thomas. “The China-India Border Standoff: What Does Beijing Want?” Foreign
Policy tersedia di https://foreignpolicy.com/2017/09/01/the-china-india-border-
standoff-what-does-beijing-want/ (diakses pada 12 Maret 2020).
Kesavan, K.V. “India’s ‘Act East’ policy and regional cooperation.” ORF tersedia di
https://www.orfonline.org/expert-speak/indias-act-east-policy-and-regional-
cooperation-61375/ (diakses 25 April 2020).
Khan, Rida. “China’s growing influence in South Asia.” The Nation. Diakses
darihttps://nation.com.pk/05-Aug-2018/china-s-growing-influence-in-south-
asiapada 22 Maret 2020.
Kondapalli, Srikanth. “Maritime Silk Road: Increasing Chinese Inroads into the Maldives.”
IPCS. Diakses dari http://www.ipcs.org/comm_select.php?articleNo=4735 pada 26
Maret 2020.
Krishnan, Ananth. “Crossing the point of no return,” The Hindu tersedia di
https://www.thehindu.com/opinion/op-ed/crossing-the-point-of-no-
return/article4028362.ece (diakses pada 4 Maret 2020).
Lague, David. “China’s vast fleet is tipping the balance in the Pacific.” Reuters.Diakses dari
https://www.reuters.com/investigates/special-report/china-army-navy/ pada 23
Maret 2020.
Lintner, Bertil. “Is India The World’s Best Bet to Counter China?” Huffpost tersedia di
https://www.huffingtonpost.in/entry/india-counter-china-indian-
ocean_in_5cffa232e4b0b02180874458 (diakses pada 28 April 2020).
Madan, Tanvi. “India’s Relations with China: The Good, the Bad, and the (Potentially) Ugly”.
Brookings tersedia di https://www.brookings.edu/opinions/indias-relations-with-
china-the-good-the-bad-and-the-potentially-ugly/ (diakses pada 11 Maret 2020).
Manson, Katrina. “China military to set up first overseas in Horn of Africa.” CNBC. Diakses
dari https://www.cnbc.com/2016/03/31/china-military-to-set-up-first-overseas-
base-in-djibouti.html pada 24 Maret 2020.
Miller, J. Berkshire. “China Making a Play at Bangladesh?” Forbes.Diakses dari
https://www.forbes.com/sites/jonathanmiller/2014/01/03/china-making-a-play-at-
bangladesh/#4f3d66e01a3a pada 6 April 2020.
Ministry of Defence. “Visit on Indian Naval Ships to Danang, Vietnam.” Press Information
Bureau tersedia di https://pib.gov.in/Pressreleaseshare.aspx?PRID=1532862 (diakses
pada 29 April 2020).
Mühlhahn, Klaus. “Reform and Opening: China’s Turning Point.” China Channel. Diakses
dari https://chinachannel.org/2019/02/07/reform-opening/pada 18 Maret 2020.
Palit, Amitendu. “India-Southeast Asia Relations: Enhancing Mutual Benefits.” Brookings
tersedia di https://www.brookings.edu/research/india-southeast-asia-relations-
enhancing-mutual-benefits/ (diakses pada 29 April 2020).
Parameswaran, Prashanth. “What’s Behind the First India-Singapore-Thailand Trilateral
Maritime Exercise?” The Diplomat tersedia di
https://thediplomat.com/2019/09/whats-behind-the-first-india-singapore-thailand-
trilateral-maritime-exercise/ (diakses pada 29 April 2020).
xxv
Parameswaran, Prashanth. “What’s Behind the New India-Myanmar Naval Exercise.” The
Diplomat tersedia di https://thediplomat.com/2018/03/whats-behind-the-new-india-
myanmar-naval-exercise/ (diakses pada 29 April 2020).
Paul, Joshy M. “The Quad: A Soft Balancing Mechanism in Asia.” South Asian Voices tersedia
di https://southasianvoices.org/soft-balancing-asia/ (diakses pada 28 April 2020).
Pramudyani, Yashinta Difa. “RI-India sepakat majukan konektivitas Aceh-Kepulauan
Andaman, Nicobar.” Antara News tersedia di
https://www.antaranews.com/berita/1198983/ri-india-sepakat-majukan-konektivitas-
aceh-kepulauan-andaman-nicobar (diakses pada 29 April 2020).
Pubby, Manu. “India inks $950 million deal for Russian frigates.” Economic Times tersedia di
https://m.economictimes.com/news/defence/india-inks-950-million-deal-for-russian-
frigates/articleshow/66408319.cms (diakses pada 28 April 2020).
Purohit, Kunal. “India and the US over China: Maldives picks a side in the Indian Ocean.”
South China Morning Post. Diakses dari https://www.scmp.com/week-
asia/politics/article/3046453/india-and-us-over-china-maldives-picks-side-indian-
ocean pada 26 Maret 2020.
Ramachandran, Sudha. “The China-Maldives Connection.” The Diplomat. Diakses dari
https://thediplomat.com/2018/01/the-china-maldives-connection/ pada 26 Maret
2020.
Rajagopalan, Rajesh. “India’s Strategic Choices: China and the Balance of Power in Asia.”
Carnegie India tersedia di https://carnegieindia.org/2017/09/14/india-s-strategic-
choices-china-and-balance-of-power-in-asia-pub-73118 (diakses pada 24 Mei 2020).
Ranade, Jayadeva. “China’s New Policy of Peripheral Diplomacy.” CCAS. Diakses dari
https://ccasindia.org/article_details.php?aid=14 pada 16 Maret 2020.
Rastogi, Vasundhara. “India’s Export and Import Trends 2018-19.” India Briefing tersedia di
https://www.india-briefing.com/news/indias-export-import-trends-2018-19-
18958.html/ (diakses pada 23 April 2020).
Ribeiro, Erik Herejk. “The Flaring Sino-Indian Security Dilemma: Is Conventional Deterrence
Eroding?” E-International Relations tersedia di https://www.e-ir.info/2020/01/11/the-
flaring-sino-indian-security-dilemma-is-conventional-deterrence-eroding/ (diakses
pada 21 April 2020).
Sakhuja, Vijay. “Chinese Submarines Taste Indian Ocean.” The Maritime Executive. Diakses
dari https://www.maritime-executive.com/article/Chinese-Submarines-Taste-
Indian-Ocean-2014-10-01 pada 22 Maret 2020.
Sarath, “Indian Ocean Region – Strategic Importance.” ArcGIS StoryMaps tersedia di
https://storymaps.arcgis.com/stories/f0552ba1c62c48c48470b12fecabb0c2 (diakses
pada 21 April 2020).
Singh, Abhijit. “Andaman and Nicobar: India’s ‘strategic anchor’ holds ground.” ORF tersedia
di https://www.orfonline.org/expert-speak/andaman-and-nicobar-india-strategic-
anchor-holds-ground-47848/ (diakses pada 28 April 2020).
Singh, Abhijit. “What China’s coercion at sea means for India.” ASPI tersedia di
https://www.aspistrategist.org.au/what-chinas-coercion-at-sea-means-for-india/
(diakses pada 29 April 2020).
Singh, Hemant. “What is the history of Aksai Chin?” Jagran Josh tersedia di
https://www.jagranjosh.com/general-knowledge/history-of-aksai-chin-
1566305339-1(diakses pada 4 Maret 2020).
Singh, Kunal. “Examining the idea of an India-led middle power coalition.” Livemint tersedia
di https://www.livemint.com/Opinion/NKbhvIEoycJttSuqtPRiwJ/Examining-the-
idea-of-an-Indialed-middle-power-coalition.html (diakses pada 22 Mei 2020).
Singh, Rahul. “As Malabar moves ahead in Bay of Bengal, a look at navy’s other global drills.”
Hindustan Times tersedia di https://www.hindustantimes.com/india-news/as-malabar-
xxvi
moves-ahead-in-bay-of-bengal-a-look-at-navy-s-other-global-drills/story-
YFmdOtnQNGbSu5dimEXI3K.html (diakses pada 29 April 2020).
Takur, Ramesh. “China’s role in India-Pakistan nuclear equation”. Australian Strategic
Policy Institute tersedia di https://www.aspistrategist.org.au/chinas-role-in-the-
india-pakistan-nuclear-equation/ (diakses pada 9 Maret 2020).
Tourangbam, Monish. “Modi 2.0 and India’s neighborhood first policy: Walking the Talk?”
South Asian Voices tersedia di https://southasianvoices.org/modi-2-0-and-indias-
neighborhood-first-policy-walking-the-talk/ (diakses pada 25 April 2020).
Vinicius, Marcus. “Reform and Opening-Up: Chinese Lessons to the World.” Policy Center
for the New South. Diakses dari
https://www.policycenter.ma/sites/default/files/PCNS-PP-19-05.pdfpada 18 Maret
2020.
Weber, Julian. “China’s Expansion in the Indian Ocean calls European engagement.” Merics
tersedia di https://www.merics.org/en/blog/chinas-expansion-indian-ocean-calls-
european-engagement (diakses pada 23 April 2020).
Woody, Christopher. “Japan is quietly gaining an edge amid a growing competition between
India and China.” Business Insider tersedia di https://www.businessinsider.in/japan-
is-quietly-gaining-an-edge-amid-a-growing-competition-between-india-and-
china/articleshow/64407417.cms (diakses pada 29 April 2020).
Xavier, Constantino. “Countering China’s presence in South Asia.” Business Line tersedia di
https://www.thehindubusinessline.com/opinion/countering-chinas-presence-in-s-
asia/article22140485.ece (diakses pada 23 April 2020).
Xia, Li. “China-Myanmar oil pipeline carries 5 mln tonnes crude in H1.” Xinhuanet tersedia
dari http://www.xinhuanet.com/english/2019-07/21/c_138245542.htm (diakses
pada 4 April 2020).
Xuetong, Yan. “Diplomacy Should Focus on Neighbors”. Carniegie-Tsinghua tersedia di
https://carnegietsinghua.org/2015/01/27/diplomacy-should-focus-on-neighbors-
pub-58831 (diakses pada 16 Maret 2020).
Yang, Vivian. “Is China’s String of Pearls Real?” Foreign Policy in Focus tersedia dari
https://fpif.org/is_chinas_string_of_pearls_real/ (diakses pada 18 Maret 2020).
Yang, Xiaoping. “China’s Perceptions of India as a Nuclear Weapons Power”. Carnegie
Endowment for International Peace tersedia di
https://carnegieendowment.org/2016/06/30/china-s-perceptions-of-india-as-
nuclear-weapons-power-pub-63970 (diakses pada 8 Maret 2020).
Zhou, Laura. “Chinese frigate’s arrival in Colombo under Sri Lanka flag emblematic of
Beijing power play in Indian Ocean”. South China Morning Post tersedia
darihttps://www.scmp.com/news/china/diplomacy/article/3017739/chinese-
frigates-arrival-colombo-under-sri-lanka-flag (diakses pada 28 Maret 2020).
Top Related